WORKING PAPER BAB I PENDAHULUAN Memasuki era globalisasi, spesialisasi keahlian dan keunggulan yang berbeda antara pelaku bisnis telah mendorong terbentuknya suatu kerjasama atau aliansi bisnis oleh mereka yang saling tidak mengenal, bahkan oleh mereka yang awalnya merupakan pesaing atau kompetitor. Dengan adanya kerjasama tersebut, diharapkan terjadi suatu hubungan kerjasama yang merupakan penggabungan atas berbagai potensi yang dimiliki oleh masing-masing peserta kerjasama. Salah satu model kerjasama atau aliansi yang makin popular di Indonesia dewasa ini adalah bentuk usaha bersama (Joint Venture). Dewasa ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi modern di dunia konstruksi maupun dunia jasa konsultasi konstruksi amat sangat pesat. Dengan adanya perkembangan inilah, salah satu upaya perusahaan dalam mengembangkan usahanya adalah dengan melakukan atau menerapkan ventura bersama (Joint Venture) dengan perusahaan lain, yang ingin ikut serta bekerjasama dalam mengembangkan usahanya. Ventura bersama (Joint Venture) adalah suatu unit terpisah yang melibatkan dua atau lebih peserta aktif yang dijadikan sebagai mitra. Di Indonesia sendiri sudah banyak bangunan bertingkat yang berdiri, bahkan sampai sekarang meskipun krisis ekonomi masih melanda, pembangunan gedung-gedung masih tetap berlangsung. Hal ini disebabkan karena investor melihat masih banyak cara yang dapat mereka tempuh guna melakukan investasi. Seperti yang telah diketahui bersama, untuk mendirikan suatu bangunan tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dana yang harus dikeluarkan oleh pihak yang bersangkutan atau dalam hal ini investor, kemungkinan bisa berasal dari dananya sendiri maupun dana pinjaman bank atau bahkan dari pasar modal. Bagi investor yang memiliki peluang untuk berinvestasi, akan tetapi tidak memiliki dana ataupun asset yang cukup, mereka akan berusaha untuk memperoleh dana maupun aset yang diinginkan atau bahkan mereka tidak akan segan-segan mengajak investor lain untuk membentuk suatu bentuk kerjasama. Karena adanya bentuk kerjasama inilah, maka kedua belah pihak saling terkait dan bahkan salah satu diantaranya dapat memilih kendali yang signifikan atas operasi maupun asetnya. BAB II LANDASAN TEORI Joint Venture adalah suatu unit terpisah yang melibatkan dua atau lebih peserta aktif yang dijadikan sebagai mitra. Joint Venture merupakan kerjasama pemerintah dan swasta dimana tanggung jawab dan kepemilikan ditanggung bersama dalam hal penyediaan struktur. Terkadang disebut sebagai aliansi strategis yang meliputi berbagai mitra, termasuk organisasi nirlaba, sektor bisnis dan umum. Menurut Peter Mahmud, Joint Venture merupakan suatu kontrak antara dua perusahaan untuk membentuk satu perusahaan baru, dimana perusahaan baru inilah yang disebut dengan perusahaan Joint Venture. Sedangkan pengertian lain, menurut Erman Rajagukguk, Joint Venture adalah suatu kerjasama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional yang didasarkan pada perjanjian. Jadi pengertian ini lebih condong pada Joint Venture yang bersifat internasional. Adanya pengertian Joint Venture dari kedua pendapat tersebut, bahwa Joint Venture ialah suatu perjanjian, maka harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dalam pengaturan Joint Venture tersebut berada di luar KUH Perdata, karena Joint Venture termasuk ke dalam perjanjian yang tidak bernama serta tidak diatur dalam KUH Perdata. Berdasarkan pengertian dari kedua tokoh diatas, maka dapat kita ketahui adanya unsur-unsur yang terdapat dalam Joint Venture, antara lain : 1. Kerjasama yang terjadi antar pemilik modal asing dan pemilik modal nasional. 2. Membentuk perusahaan baru antara perusahaan asing dan nasional. 3. Didasarkan pada suatu perjanjian atau kontraktual. Meskipun banyaknya penyebutan yang digunakan dalam istilah lain dari bentuk ventura bersama, namun semuanya sama-sama mengandung pengertian bahwa bentuk aliansi ini merupakan suatu perikatan atau kerjasama antara dua badan atau lebih, untuk menjalankan suatu aktivitas ekonomi yang terikat oleh suatu perjanjian kontraktual yang membentuk suatu pengendalian bersama. Dengan pertimbangan bahwa istilah yang digunakan untuk kerjasama bentuk model ini adalah ventura bersama, maka dalam penulisan ini penulis menggunakan istilah “Ventura Bersama/ Joint Venture”, sementara pihak yang berada dalam perikatan atau kerjasama disebut “Venturer”. BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN 1. Objek Penelitian : PT. WIJAYA KARYA (PERSERO), Tbk. 2. Desain Penelitian : Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkannya. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil catatan lapangan dan dokumentasi melalui cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, mengklasifikasikan hal-hal penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan, sehingga mudah dipahami oleh peneliti dan pembaca. Tujuan analisis adalah menyempitkan dan membatasi penemuan-penemuan sehingga menjadi suatu data yang teratur, serta lebih berarti. Proses analisis merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal permasalahan yang sudah dirumuskan dalam proyek penelitian. BAB IV PEMBAHASAN Analisis Penerapan Joint Venture Pada PT WIKA dan Anak Perusahaan Perseroan melakukan perjanjian kerjasama dengan berbagai pihak sebagaimana tersebut pada perjanjian kerjasama menurut porsi yang ditetapkan. Pengelola proyek dibentuk dengan anggota yang berasal dari masing-masing pihak yang melakukan perjanjian. Pengelola proyek ini melaksanakan kegiatan pembangunan proyek yang berasal dari pemberi kerja (Owner) dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap seluruh kegiatan tersebut termasuk laporan pertanggungjawaban keuangan dan proyek kepada masing-masing pihak yang melakukan perjanjian kerjasama. Penyerahan dana kepada pengelola proyek dicatat dan diberlakukan sebagai investasi pada ventura bersama. Bagian partisipasi dalam ventura bersama dicatat dengan menggunakan metode ekuitas. Objek Pajak Penghasilan Yang Dikenakan Oleh Perusahaan Joint Venture Menurut Pasal 4 Ayat 1, penghasilan dapat didefinsikan sebagai tambahan setiap kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk dikonsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. a. Pajak Penghasilan Pasal 22 Pajak ini muncul atas pembelian material dan supplies yaitu pembelian baja : 1. Project Material and Supplies Maruwai YBC-CHC JO sebesar Rp. 555.334.209,00. PPh 22 = 0,4% x Rp. 555.334.209,00 = Rp. 2.221.336,836 2. Project Material and Supplies Ciputat YBC-CHC JO sebesar Rp.72.430.400,00. PPh 22 = 0,4% x Rp. 72.430.400,00. = Rp. 289.721,60 3. Project Material and Supplies YBC-CHC JO sebesar Rp.957.605.795,00. PPh 22 = 0,4% x Rp. 957.605.795,00 = Rp. 3.830.423,18 Penerapannya = PPh 22 dikreditkan di SPT Tahunan PPh Badan dari BUT Yokogawa Bridge Corporation, karena meskipun PPh 22 yang terkait pembelian baja tersebut adalah untuk kepentingan proyek di JO YBC-CHC Maruwai, namun karena JO bukan merupakan subjek PPh Badan, maka pengkreditan PPh 22 dimaksud dilakukan di BUT Yokogawa Bridge Corporation selaku salah satu anggota dari JO. b. Pajak Penghasilan Pasal 23 Pajak ini muncul pada saat perusahaan Joint Venture ini melakukan pembayaran atas sewa kendaraan dan peralatan yang digunakan dalam proses pelaksanaan kegiatan proyek. Menurut Pasal 23 Ayat (1) huruf c, dikenakan tarif 2 % dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/ atau bangunan (PPh Pasal 4 Ayat 2) Karena perusahaan Joint Venture ini tidak termasuk subjek pajak PPh, maka penghasilan yang diterima perusahaan Joint Venture sebenarnya adalah masing-masing ditentukan sesuai perjanjian. Dan atas penghasilan berupa sewa yang diterima Joint Venture dari Wajib Pajak Dalam Negeri dan Perseorangan, dipotong PPh Pasal 23, maka bukti potong PPh Pasal 23 tersebut harus dipecah untuk masing-masing venturer agar dapat dikreditkan. Adapun besarnya PPh Pasal 23 untuk masing-masing venturer sesuai dengan perjanjian Joint Venture yang telah disepakati. Perusahaan Joint Venture tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan dan membayar PPh Pasal 25 dan Pasal 29. Kewajiban yang ada hanya sebagai pemotong PPh Pasal 21/ 26, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 4 Ayat 2. c. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 (Final) Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002 Tanggal 23 April 2002 Tentang Tata Cara Pemotongan Dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan Atau Bangunan, dikenakan atas sewa gedung kantor yang dilakukan atas nama perusahaan Joint Venture kepada pemilik/ yang menyewakan, maka kewajiban PPh Pasal 4 Ayat 2 final sebesar 10% berada ditangan perusahaan Joint Venture harus dikenakan. Setelah penulis melakukan evaluasi terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2), perusahaan Joint Venture sebagai penyewa sekaligus sebagai pemotong pajak telah mengenakan tarif pemotongan terhadap sewa kantor tersebut sebesar 6% dan 10% atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi dari jumlah bruto nilai persewaan kantor. Tarif 6% dikenakan oleh perusahaan Joint Venture kepada Wajib Pajak Badan dan tarif 10% dikenakan oleh prusahaan Joint Venture kepada Wajib Pajak Orang Pribadi. BAB V SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan pembahasan mengenai bentuk kerjasama operasi pada perusahaan Joint Venture, serta adanya aturan dan kebijakan dalam perpajakan yang mengatur bentuk kerjasama pada Joint Venture, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kerjasama Joint Venture yang dilakukan oleh PT Wijaya Karya: a. Joint Venture PT. Wijaya Karya Komponen Beton dengan PT. Komponindo Betonjaya. b. Joint Venture PT. Wijaya Karya, PT. Pelindo I, dan PT. Hutama Karya. c. Joint Venture PT. Wijaya Karya dan BUT Yokogawa Bridge Corporation. d. Proyek-proyek lainnya sehubungan dengan Kerjasama Operasi. 2. Penerapan Joint Venture pada PT Wijaya Karya: Sumber Pendanaan WIKA dan Krakatau Engineering memiliki modal dasar sebesar Rp. 175 miliar dan modal dasar senilai Rp. 50 miliar dengan komposisi saham di perusahaan patungan tersebut, WIKA Beton sebesar 60 persen, Krakatau Engineering sebesar 30 persen dan WIKA sebesar 10 persen. Pembagian tanggung jawab dilakukan bersama-sama dengan mengirimkan beberapa wakil dari masing-masing perusahaan, untuk diikut sertakan dalam penentuan pembentukan pengurus dalam pembagian kewenangan atau tanggung jawab terhadap perusahaan. 3. Penerapan perpajakan pada PT Wijaya Karya: Perusahaan Joint Venture tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan dan membayar PPh Pasal 25 dan Pasal 29. Kewajiban yang ada hanya sebagai pemotong PPh Pasal 21/ 26, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 4 Ayat 2. SARAN Saran-saran dalam penelitian yang dapat diajukan sehubungan dengan permasalahan terkait dengan kebijakan di bidang perpajakan pada perusahaan Joint Venture, antara lain : 1. Bagi pemerintah, seharusnya dapat mengeluarkan peraturan perpajakan yang menyeluruh mengenai permasalahan perpajakan tentang Joint Venture, dengan harapan untuk memperkecil peluang terjadinya penghindaran pajak (tax evasion). Dengan kondisi demikian, akan lebih memberikan kepastian hukum, baik bagi Aparat Pajak (fiskus) maupun bagi Wajib Pajak. Mengingat karena adanya beberapa surat penegasan yang diterbitkan Dirjen Pajak ternyata inkonsistensi antara satu dengan lainnya, sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi Wajib Pajak. 2. Bagi perusahaan Joint Venture, seharusnya dapat bertindak lebih tegas terhadap para venturer yang terlambat dalam menyampaikan laporan pajak venturer kepada perusahaan Joint Venture, yang mengakibatkan Joint Venture ini selalu dikenakan pajak kurang bayar. 3. Seharusnya perusahaan Joint Venture lebih memperhatikan Peraturan Pemerintah yang berlaku sekarang tentang ketentuan perpajakan dalam hal pengenaan tarif pemotongan terhadap Wajib Pajak Badan, atas penghasilan dari persewaan tanah dan/ atau bangunan (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2).