1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya peningkatan

advertisement
1
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Adanya peningkatan konsumsi masyarakat akan daging dan bergesernya
pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi daging segar menjadi daging
olahan siap konsumsi menjadi peluang besar untuk mengembangkan teknologi
dalam hal pengolahan daging. Banyak cara yang sudah dilakukan dalam
mengolah daging untuk meningkatkan nilai guna dan daya simpan dari daging
segar seperti diolah menjadi sosis, nugget , dendeng, kornet dan abon.
Salami merupakan salah satu olahan daging dari campuran daging dan
lemak yang dibuat melalui proses fermentasi. Fermentasi ini menggunakan starter
dari bakteri asam laktat. Produk ini belum banyak dikenal di Indonesia , tetapi
telah dikenal di luar negeri diantaranya Italia. Salami biasanya menggunakan
bahan dasar campuran daging babi dan daging sapi, tetapi tidak menutup
kemungkinan dibuat dari daging ternak lain misalnya dibuat dari daging kelinci.
Produk olahan daging kelinci masih terbatas pada pembuatan sate dan
umumnya masyarakat belum terlalu menyukai daging kelinci padahal daging
kelinci memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan karena memiliki kadar
kolesterol yang rendah yaitu 50 mg/kg dan kadar protein adalah 20,8 % (Farrel
dan Rahardjo, 1984), sehingga dapat disebut daging sehat untuk dikonsumsi.
Salah satu upaya untuk mempopulerkan manfaat daging kelinci adalah dengan
melakukan alih bentuk menjadi produk-produk olahan bernilai tinggi dan lebih
dapat diterima konsumen, salah satunya adalah salami kelinci dan melalui upaya
2
ini diharapkan dapat meningkatkan kesukaan masyarakat terhadap daging kelinci
karena proses fermentasi dapat memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa.
Proses fermentasi bakteri asam laktat kedalam bahan adonan pembuatan
salami ini akan menurunkan pH dan kadar air, sehingga kerusakan dari daging
dapat diminimalisir dan daya simpan akan meningkat. Bakteri yang biasanya
digunakan dalam pembuatan Salami adalah golongan bakteri asam laktat yaitu
Lactobacillus, Streptococcus, Micrococcus dan Lactobacillus acidophilus.
Berbagai jenis mikroba pembentuk asam laktat yang digunakan sebagai
starter dalam pembuatan yoghurt dapat digunakan dalam pembuatan salami, yaitu
Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus, dan Lactobacillus
acidophilus. Di Indonesia yang lazim digunakan adalah L. bulgaricus dan S.
thermophillus sedangkan di luar negeri umumnya digunakan starter campuran dua
atau tiga macam mikroba yaitu L. bulgaricus , L. acidophilus, atau
Bifidobacterium (Mitsuoka, 1984; Fuller, 1992; Goldin dan Gorbach, 1992;
Koesnandar, 2002).
Penggunaan dosis L. bulgaricus , S. thermophillus dan L. acidophilus
dalam pembuatan Salami menentukan karakteristik produk akhir fermentasi dan
mempengaruhi total bakteri, pH, dan daya awet Salami. Jika dosis terlalu sedikit
akan menyebabkan produksi bakteri asam laktat sedikit, sehingga pH yang
diharapkan tidak tercapai yang akan mempengaruhi daya awet salami, begitupun
jika terlalu banyak, maka akan diperoleh salami yang akan menghasilkan rasa
yang terlalu asam sehingga akan kurang disukai oleh konsumen.
Berdasarkan uraian tersebut timbul gagasan untuk melakukan penelitian
mengenai “Pengaruh Dosis starter yogurt Terhadap Total Bakteri, pH, dan daya
awet (Sosis Fermentasi) Daging Kelinci”
3
1.2
Identifikasi Masalah
1. Apakah penggunaan bakteri starter yogurt berpengaruh terhadap total
bakteri, pH , dan daya awet Salami (Sosis Fermentasi) daging kelinci
2. Pada dosis starter yogurt berapa yang dapat menghasilkan Salami
(Sosis Fermentasi) daging kelinci dengan total bakteri, pH, dan daya
awet terbaik
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh penggunaan bakteri starter yogurt terhadap total
bakteri, pH , dan daya awet Salami (Sosis Fermentasi) daging kelinci
2. Mendapatkan dosis starter yogurt yang dapat menghasilkan Salami
daging kelinci dengan total bakteri, pH, dan daya awet terbaik
1.4
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber
informasi ilmiah bagi para peneliti dalam bidang pangan, serta
memberikan sumbangan pengetahuan praktis dalam pembuatan salami
guna menambah inovasi terutama bagi para produsen daging olahan
sehingga menghasilkan produk baru.
1.5
Kerangka Pemikiran
Salami (Sosis Fermentasi) merupakan produk fermentasi olahan
daging dengan penggunaan kultur bakteri asam laktat. Selama proses
fermentasi terjadi perubahan karbohidrat menjadi asam laktat, sehingga
Salami mempunyai karakteristik dan rasa yang khas. Bahan baku daging
yang biasa digunakan adalah daging babi, daging sapi atau campuran
4
keduanya. Daging kelinci mempunyai peluang yang baik untuk digunakan
sebagai bahan baku salami, karena kadar kolesterol yang rendah yaitu 50
mg/kg, dibandingkan pada domba 320 mg/kg dan kadar protein adalah
20,8 % pada kelinci dan 13,7 % pada domba (Farrel dan Rahardjo, 1984).
Salami berasal dari kata suh-lah-mee merupakan famili produk
sosis fermentasi kering, dikemas dengan casing berdiameter agak besar,
bentuk adonannya kasar dan memiliki flavor khas (Herbest, 1995). Flavor
khas salami diperoleh melalui proses fermentasi dengan bantuan bakteri
asam laktat diantaranya Streptococcus thermophillus, Lactobacillus
bulgaricus dan Lactobacillus acidophilus. Bakteri ini dapat digunakan
secara mandiri atau dikombinasikan dari dua atau tiga bakteri tersebut
untuk menghasilkan produk fermentasi yang diinginkan.
Inokulasi biakan starter pada produk yogurt berkisar antara 2-5 %,
dengan perbandingan terbaik antara L. bulgaricus dan S. thermophilus
adalah 1:1 (Helferich dan Westhoff, 1980). Kombinasi L. bulgaricus dan
S. thermophilus pada produk akan mempercepat proses fermentasi dan
menghasilkan total asam yang lebih banyak daripada dalam bentuk
tunggalnya. Hal ini disebabkan aktivitas proteolitik dari L. bulgaricus akan
menghasilkan asam amino seperti valin, histidin dan glisin yang dapat
merangsang pertumbuhan dan produksi asam dari bakteri S. thermophillus.
Sedangkan aktivitas bakteri S. thermophillus akan menurunkan pH dan
menghasilkan asam format yang dapat menstimulasi aktivitas L.
bulgaricus (Overby, 1988). Bakteri S. thermophilus memiliki pH optimum
6,8 dan tahan pada keasaman 0,85-0,89% sedangkan L. bulgaricus
5
optimum pada pH 6 dan dapat memproduksi asam laktat sampai 1,2-1,5%
(Buchanan dan Gibbon, 1974).
L. acidophilus merupakan mikroflora alami pada saluran
pencernaan manusia dan dapat memproduksi asam laktat. Bakteri ini dapat
pula menghasilkan bakteriosin yang dapat merangsang pembentukan
antibodi tubuh (Salminen dan Wright, 1998). Bakteri ini melekat pada selsel epitel saluran pencernaan, ditemukan dalam usus orang dewasa dan
asal mulanya diisolasi dari feses bayi sehat yang berusia 1-2 bulan, dan air
susu ibu (Mitsuoka, 1989; Yanuarita., 1995). Keistimewaan bakteri ini
adalah dapat memecah ikatan azo dari sulfasalin yang menghasilkan
azulfidin, yang dapat digunakan untuk pengobatan colitis (Mizota dkk.,
1983, Goldin dan Gorbach, 1992).
Fermentasi dalam proses pembuatan sosis fermentasi akan
menurunkan pH dari 5,8-6,2 menjadi 4,8-5,3. Fermentasi juga memberi
kesempatan pada air dalam sosis untuk menyebar keseluruh bagian sosis
secara cepat dan merata, disamping itu pH yang rendah akan
menyebabkan denaturasi protein daging. Denaturasi protein daging
mengakibatkan tekstur sosis menjadi lebih kompak (Bacus, 1984).
Fermentasi selama 2-5 hari menghasilkan salami dengan mutu terbaik
dengan nilai pH antara 4,0-4,5 tergantung pada aktivitas mikroba yang
ditambahkan (Bacus 1984, disitir Aryanta 1992).
Pembuatan sosis fermentasi daging tetelan sapi menggunakan
kultur
Lactobacillus acidophilus 2B4 2 % mampu menekan jumlah
bakteri pathogen E. coli (0,62 log10 cfu g-1 ) , Salmonella (negatif) dan S.
aureus ( 0,00 log10 cfu g-1 ), sedangkan menggunakan kultur
6
Lactobacillus plantarum 2C12 diperoleh salami dengan kualitas
mikrobiologi terbaik dalam kemampuannya menekan E. coli ( 0.35 log10
cfu g-1 ) , Salmonella (negatif) dan S. aureus ( 0,00 log10 cfu g-1) (Fajri,
2014).
Penggunaan kombinasi starter Lactobacillus sp. dan Lactobacillus
fermentum konsentrasi 2 % (1:1) menghasilkan salami sapi dengan
kualitas mikroba terbaik dengan populasi total bakteri 10,22 Log10 CFU/g
(Grandisa, 2009).
Peningkatan daya awet salami disebabkan adanya senyawa
organik, bakteriosin dan antimikroba yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri
asam
laktat
yang
mempunyai
kemampuan
untuk
menghambat
pertumbuhan bakteri pathogen, disamping itu H2O2 yang dihasilkan L.
plantarum dapat menghambat pertumbuhan Salmonella (Noowroozi dkk.,
2004). Faktor lain yang menyebabkan terhambatnya Salmonella karena
kandungan Aw (Water Activity) sosis fermentasi berkisar 0,88 sedangkan
Aw optimum Salmonella sekitar 0,91-0,95 (Fontana, 1998).
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa
penambahan dosis starter yogurt 2 % menghasilkan Salami daging kelinci
dengan total bakteri, pH , dan daya awet terbaik.
1. 6
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 2 minggu pada tanggal 13-23
Maret 2016 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang
KM 21.
37
Download