Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah PENGARUH DOSIS STARTER YOGURT TERHADAP TOTAL BAKTERI, PH, DAN DAYA AWET SALAMI (SOSIS FERMENTASI) DAGING KELINCI EFFECT OF YOGURT STARTER DOSE ON BACTERIA COUNT, PH, AND SHELF LIFE OF RABBIT MEAT SALAMI (FERMENTED SAUSAGE) Gina Nafsil Mutmainah*, Kusmajadi Suradi**, Husmy Yurmiati** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staff Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email : [email protected] ABSTRAK Salami merupakan produk olahan dari campuran daging dan lemak yang dibuat melalui proses fermentasi. Bakteri yang digunakan untuk proses fermentasi adalah bakteri pembentuk asam laktat diantaranya starter yogurt dengan kombinasi dari Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus, dan Lactobacillus acidophilus. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang pada tanggal 13 Maret 2016 sampai dengan 23 Maret 2016. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis starter yogurt terhadap total bakteri, pH , dan daya awet Salami (Sosis Fermentasi) daging kelinci dan untuk mendapatkan dosis starter yogurt yang dapat menghasilkan Salami daging kelinci dengan total bakteri, pH, dan daya awet terbaik. Penelitian menggunakan metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu penambahan starter yogurt 1 % (P1), 2 % (P3) dan 3 % (P3), setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali. Hasil penelitian menyatakan bahwa penambahan dosis starter yogurt 2 % menghasilkan Salami (sosis fermentasi) daging kelinci terbaik dengan total bakteri 105,3 x 10 9 CFU/g, pH 4,23 dan daya awet 14 hari. Kata Kunci : Salami , daging kelinci, total bakteri , pH , daya awet ABSTRACT Salami is a processed product mixture of meat and fats are made through a fermentation process. The bacteria used for fermentation is lactic acid-forming bacteria such as yogurt starter with a combination of Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus, and Lactobacillus acidophilus. Research conducted at the Laboratory Department of Animal Products Technology, Padjadjaran University, Sumedang. Starting on 13th March2016 until 23th March 2016. The study aims to determine the effect on the total dose of yogurt starter bacteria, pH, and shelf life Salami (Fermented Sausage) rabbit meat and to get a dose of yogurt starter who can produce rabbit meat Salami with bacteria count, pH, and the best shelf life. The study used an experimental method using a completely randomized design (RAL) with 3 treatments, the addition of 1% yogurt starter (P1), 2% (P3) and 3% (P3), each treatment be repeated 6 times. The results showed that the addition of 2% yogurt starter doses produce Salami (fermented sausage) rabbit meat with bacteria count 105.3 x 109 CFU / g, pH 4.23 and 14 day shelf life. Keywords: Salami, rabbit meat, bacteria count, pH, shelf life Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 1 Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah I. PENDAHULUAN Adanya peningkatan konsumsi masyarakat akan daging dan bergesernya pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi daging segar menjadi daging olahan siap konsumsi menjadi peluang besar untuk mengembangkan teknologi dalam hal pengolahan daging. Banyak cara yang sudah dilakukan dalam mengolah daging untuk meningkatkan nilai guna dan daya simpan dari diantaranya melalui pembuatan sosis, nugget , dendeng, kornet dan abon. Salami merupakan salah satu olahan daging dari campuran daging dan lemak yang dibuat melalui proses fermentasi. Fermentasi ini menggunakan starter dari bakteri asam laktat. Produk ini belum banyak dikenal di Indonesia, tetapi telah dikenal di luar negeri diantaranya Italia. Salami biasanya menggunakan bahan dasar campuran daging babi dan daging sapi, tetapi tidak menutup kemungkinan dibuat dari daging ternak lain misalnya dibuat dari daging kelinci. Produk olahan daging kelinci masih terbatas pada pembuatan sate dan umumnya masyarakat belum terlalu menyukai daging kelinci padahal daging kelinci memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan karena memiliki kadar kolesterol yang rendah yaitu 50 mg/kg dan kadar protein adalah 20,8 % (Farrel dan Rahardjo, 1984), sehingga dapat disebut daging sehat untuk dikonsumsi. Salah satu upaya untuk mempopulerkan manfaat daging kelinci adalah dengan melakukan alih bentuk menjadi produk-produk olahan bernilai tinggi dan lebih dapat diterima konsumen, salah satunya adalah salami kelinci dan melalui upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesukaan masyarakat terhadap daging kelinci karena proses fermentasi dapat memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa. Proses fermentasi bakteri asam laktat kedalam bahan adonan pembuatan salami ini akan menurunkan pH dan kadar air, sehingga kerusakan dari daging dapat diminimalisir dan daya simpan akan meningkat. Bakteri yang biasanya digunakan dalam pembuatan Salami adalah golongan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Micrococcus dan Lactobacillus acidophilus. Penggunaan dosis L. bulgaricus , S. thermophillus dan L. acidophilus dalam pembuatan Salami menentukan karakteristik produk akhir fermentasi dan mempengaruhi total bakteri, pH, dan daya awet Salami. Jika dosis terlalu sedikit akan menyebabkan produksi bakteri asam laktat sedikit, sehingga pH yang diharapkan tidak tercapai yang akan mempengaruhi daya awet salami, begitupun jika terlalu banyak, maka akan diperoleh salami yang akan menghasilkan rasa yang terlalu asam sehingga akan kurang disukai oleh konsumen. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2 Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah Berdasarkan uraian tersebut timbul gagasan untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Dosis starter yogurt Terhadap Total Bakteri, pH, dan daya awet (Sosis Fermentasi) Daging Kelinci” II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daging kelinci jenis lokal umur 1 tahun sebanyak 1 kilogram diperoleh dari 3 ekor kelinci jantan, lemak sapi 250 gram, garam, gula, lada, pala, ketumbar, bawang putih, jahe, bahan curing, susu skim bubuk merk Prolac (Diimpor oleh C.V. Cakra Mas) diperoleh dari Setiabudi Supermarket Bandung dengan bahan kering 95,7% Freez dried culture (Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus acidophilus 1:1:1) merk Lyo-San .Inc – Canada dan Aquades. Bahan yang digunakan dalam proses pengasapan yaitu batok kelapa kering dan minyak tanah. 2.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain inkubator, oven, wadah stainless steel, mesin penggiling (grinder), sarung tangan, piping bag, casing dengan diameter 7 cm, food processor, pisau, talenan, termometer, loyang, timbangan berkapasitas 10 kg, timbangan digital berkapasitas 2 kg, timbangan analitik berkapasitas 200 g, tungku, inkubator, pH meter, cawan petri, , dan kertas saring Whatman no. 42. 2.3 Pelaksanaan Penelitian 1. Pembuatan Mother Culture (Modifikasi Lyo-San Inc., 2015) Pembuatan mother culture diawali dengan pembuatan bahan baku susu skim cair (bahan kering 12%) (BSNI, 2009) dengan cara melarutkan susu skim bubuk sebanyak 31,35 g ke dalam 250 ml akuades, lalu dipanaskan pada suhu 90-950C selama 30 menit dengan metode batch (Bylund, 1995), kemudian suhunya diturunkan hingga mencapai 420C, lalu diinokulasikan secara steril starter (campuran S. thermophilus, L. bulgaricus, dan L. acidophilus) dalam bentuk freezed dried sebanyak 5 gram, kemudian diinkubasi pada suhu 420C selama 4,5 jam hingga terbentuk penggumpalan sempurna tanpa sineresis atau pemisahan cairan dari padatan susu (wheying off). 2. Pembuatan Bulk Culture (Modifikasi Lyo-San Inc., 2015) Pembuatan Bulk culture diawali dengan pembuatan bahan baku susu skim cair (bahan kering 20%) (Hartati, 2007), dengan cara mencairkan 209 g susu skim bubuk dengan 1000 ml Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 3 Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah akuades kemudian dipanaskan pada suhu 90-95oC selama 30 menit dengan metode batch (Bylund, 1995), selanjutnya suhu diturunkan hingga mencapai 42 0C. Lalu diinokulasikan mother culture yang mengandung S. thermophiles, L. bulgaricus, dan L. acidophilus sebanyak 5% (v/v) dan inkubasi pada suhu 420C selama 4,5 jam hingga terbentuk penggumpalan yang sempurna tanpa sineresis. 3. Pembuatan Salami Pembuatan salami dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pembuatan adonan salami, conditioning, fermentasi, pengasapan. Proses pembuatan adonan salami yaitu daging sebanyak 250 gram dan lemak sebanyak 70 gram digiling secara bersamaan, kemudian daging dan lemak tersebut dibekukan. Daging yang telah digiling dan dibekukan kemudian digiling dalam food processor bersama dengan bumbu-bumbu, garam, gula, lalu dimasukkan starter yogurt (S. thermophilus, L. bulgaricus dan L. acidophilus dengan perbandingan 1:1:1) dalam bentuk bulk culture sebanyak 1%, 2% dan 3%, diaduk hingga tercampur rata. Setelah tercampur rata, adonan yang telah jadi dimasukkan kedalam casing yang berdiameter 7 cm, kemudian diikat. Selanjutnya pada proses conditioning, adonan salami yang telah dimasukkan kedalam casing kemudian digantung pada rak dan didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar. Proses fermentasi dilakukan selama 6 hari pada suhu kamar. Fermentasi diselingi dengan proses pengasapan. Proses pengasapan dilakukan setiap 2 hari sekali selama 1 jam pada suhu 27 - 30° C dengan menggunakan batok kelapa kering sebagai bahan bakar. 2.4 Pengukuran Variabel 1. Total Bakteri (Departemen Kesehatan RI , 1991) 1) Sampel disiapkan secara aseptik. 2) Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer berisi 90 ml NaCl fisiologis (pengenceran 10-1). 3) Dilakukan pengenceran hingga pengenceran 10-9. 4) Penanaman bakteri dalam cawan petri yang diambil dari sampel pengenceran 10 -8 dan 10-9. 5) Inkubasi pada suhu 37℃ selama 24 jam. 6) Penghitungan jumlah total bakteri dengan rumus: Koloni per gram (CFU) = Jumlah koloni per cawan x Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 4 Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah Koloni bakteri yang dihitung yaitu koloni bakteri pada cawan petri yang memiliki jumlah koloni antara 30-300 koloni. 2. Derajat Keasaman/pH (Denny dan Trioso, 2009) Terlebih dahulu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan larutan standar (buffer pH 4 dan pH 7). Kemudian sampel diambil sebanyak 25 gram dan ditumbuk menggunakan mortal serta ditambahkan aquadest sebanyak 25 ml (1:1). Selanjutnya, elektrode pH meter dicelupkan ke dalam sampel yang telah ditumbuk, dibiarkan beberapa saat sampai nilai pH kostan (muncul grafik pada layar). 3. Daya Awet Penentuan daya awet daging dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan pengamatan secara visual yaitu dengan melihat secara fisik penampilan dari salami. 2.5 Analisis Statistika Penelitian dilaksanakan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan yaitu penggunaan dosis starter 1% (P1), 2% (P2), dan 3% (P3). Setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali, sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Selanjutnya data total bakteri dan pH yang diperoleh diuji dengan menggunakan sidik ragam. Apabila H0 ditolak, maka untuk menguji perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian menggunakan Uji Tukey. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci Rataan pengaruh pengaruh perlakuan total bakteri Salami daging kelinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Pengaruh Dosis Starter Yogurt Terhadap Total Bakteri dan pH Salami (Sosis Fermentasi) Daging Kelinci Perlakuan Peubah P1 P2 P3 183,71a 105,3a 161,89a 4,44a 4,23b 4,19b 9 Total Bakteri (x10 CFU/g) pH Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama kearah baris menunjukkan tidak berbeda nyata Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 5 Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah Berdasarkan data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan total bakteri pada perlakuan konsentrasi 1 % starter yogurt (P1) yaitu 183,71 x 109 CFU/gram, konsentrasi 2 % starter yogurt (P2) yaitu 105,30 x 109CFU/gram dan pada perlakuan konsentrasi 3 % sebesar 161,89 x 109CFU/gram. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan starter yogurt tidak memberikan pengaruh berbeda nyata. Hal ini berarti total bakteri pada salami daging kelinci dengan perlakuan konsentrasi starter yogurt 1 % , 2 % dan 3 % memberikan pengaruh yang sama. Hal ini disebabkan karena metode TPC mengukur semua bakteri didalam sampel dan tidak bisa memisahkan bakteri asam laktat maupun bakteri bukan asam laktat. Faktor lainnya adalah perbedaan konsentrasi yang terlalu sempit sehingga perlakuan starter tidak memberikan pengaruh nyata terhadap total bakteri. 3.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Derajat Keasaman (pH) Salami Daging Kelinci Analisis statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan melalui sidik ragam. Hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh dosis starter yogurt memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap nilai derajat keasaman Salami (sosis fermentasi) daging kelinci. Uji Tukey dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan berbagai dosis penggunaan starter yogurt terhadap nilai derajat keasaman Salami (sosis fermentasi) daging kelinci. Berdasarkan data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pH terendah salami daging kelinci (4,19) pada perlakuan pemberian starter yogurt 3 % mempunyai pengaruh yang sama terhadap perlakuan dosis 2 % (4,23), namun keduanya nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan pH salami yang mendapatkan perlakuan starter yogurt 1 % (4,44). Hal ini disebabkan karena proses fermentasi menyebabkan keasaman meningkat sehingga mengakibatkan penurunan pH (Rochman dan Srikandi, 1990). Semakin banyak starter yogurt yang ditambahkan pada perlakuan maka pH akan turun. Sebagaimana dibuktikan dari hasil penelitian bahwa perlakuan dosis 1 % (P1) mampu menurunkan pH hanya sampai 4,44 karena jumlah starter yang diberikan lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga mampu menurunkan pH salami lebih rendah lagi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis starter 2 % merupakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 6 Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah dosis optimal, karena bila dosis starter ditingkatkan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pH salami. 3.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Awet Salami Daging Kelinci Hasil penelitian penggunaan starter yogurt terhadap daya awet Salami daging kelinci disajikan pada Gambar 1. Penyimpanan 3 Hari Penyimpanan 14 Hari Penyimpanan 21 hari Dosis 1 % Dosis 2 % Dosis 3 % Gambar 1. Penampilan Salami Daging Kelinci pada Berbagai Hari Penyimpanan Salami daging kelinci dengan berbagai perlakuan pada berbagai penyimpanan (Gambar 1) menunjukkan bahwa pada penyimpanan selama 3 hari, penampilan salami masih segar dan tekstur kompak pada berbagai perlakuan konsentrasi starter yogurt (1 %, 2 % dan 3 %). Semakin lama penyimpanan akan diikuti dengan penurunan mutu bahan pangan sesuai dengan pendapat Rizal dan Harriyadi (1992) bahwa selama penyimpanan atau pemasaran produk makanan mengalami penurunan mutu. Dibuktikan pada penelitian ini, tampak bahwa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 7 Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah pada lama penyimpanan 14 hari kondisi salami sudah mulai pucat dan tidak segar lagi ,namun masih belum menunjukkan kebusukan dan masih bisa dikonsumsi. . Penyimpanan salami kelinci selama 21 hari pada suhu kamar mengakibatkan terjadinya kebusukan dengan kondisi yang berbeda pada berbagai perlakuan. Kondisi kebusukan salami ditandai dengan adanya lendir serta bau busuk menyengat. Pada dosis 1 % salami memiliki tekstur yang sudah ditumbuhi jamur berwarna putih dan berlendir demikian halnya pada dosis 2 % dan 3 %. Menurut Leni (2010), bahan pangan dinyatakan mengalami kerusakan jika telah mengalami perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki dari sifatnya. Kerusakan dapat terjadi karena kerusakan fisik, kimia, dan enzimatis. Kerusakan pada daging akan menghasilkan bau menyimpang, lendir, perubahan warna pada area tertentu dan rasa yang tidak diinginkan (Mielmann A, 2006). Pendapat tersebut sesuai karena saat terjadi pembusukan pada salami saat dilakukan uji daya awet yaitu permukaan salami berlendir, bau busuk dan tumbuh jamur. Kebusukan terjadi karena tumbuhnya mikroorganisme dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah nutrisi. Menurut Soeparno (2009), sebagian besar mikroorganisme membutuhkan nutrient nitrogen, energi, mineral dan vitamin B untuk pertumbuhannya. Sumber energi mikroorganisme adalah karbohidrat. Diduga kebusukan salami disebabkan oleh mikroorganisme proteolitik karena salami daging kelinci mengandung karbohidrat dalam jumlah yang relatif sangat sedikit dibandingkan dengan protein. Farrel dan Rahardjo (1984) menyatakan bahwa daging kelinci mempunyai kadar protein lebih tinggi yaitu 20,8 % dibandingkan daging domba yaitu 13,7 % pada domba. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada salami adalah pH. Ketiga perlakuan salami setelah disimpan pada suhu kamar selama 21 hari mengalami kebusukan pada kisaran pH 7,20. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2009) bahwa sebagian besar bakteri tumbuh optimal pada pH kira-kira 7,0 , sedangkan jamur dapat tumbuh pada pH yang lebih luas yaitu antara 2,0 – 8,0 sehingga dapat disimpulkan bahwa penyimpanan salami 21 hari yang tumbuh adalah bakteri dan jamur. Faktor lain yang mempengaruhi daya awet salami adalah senyawa kimia yang terdapat dalam asap. Senyawa kimia tersebut adalah asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksinefol, metil glioksal, furfural, methanol, etanol, oktanal, asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4-benzpire (Lawrie, 1985). Menurut Urbain (1971) formaldehid dari asap mempunyai pengaruh preservatif yang besar, sedangkan fenol mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 8 Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah oksidatif, senyawa ini ikut menentukan karakteristik flavor daging asap. Aldehid, keton, fenol dan asam-asam organik dari asap memiliki daya bakteriostatik dan/ atau bakterisidal pada daging asap). Oleh karena itu, daging asap mempunyai stabilitas yang lebih besar dan masa simpan yang lebih lama daripada daging segar. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Penggunaan dosis starter yogurt berpengaruh terhadap pH, tetapi tidak berpegaruh terhadap total bakteri Salami (sosis fermentasi) daging kelinci. Terjadi penurunan penampilan Salami secara visual dengan semakin lama penyimpanan. 2. Penambahan dosis starter yogurt 2 % menghasilkan Salami (sosis fermentasi) daging kelinci dengan total bakteri, pH dan daya awet terbaik. 4.2 Saran Perlu dilakukan penelitian mengenai pengujian jumlah bakteri asam laktat Salami. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam berlangsungnya penelitian ini sehingga selesai sesuai dengan yang diharapkan yaitu Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan, Prof. Dr. Ir. Kusmajadi Suradi, MS dan Prof. Dr. Ir. Husmy Yurmiati, MS selaku pembimbing dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Bacus, J. 1984. Utilization of Microorganism in Meat Processing. Research Studies Press LTD. Letchworth, Herts. Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI) No 2981:2009. 2009. Yogurt. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 6-24 Bylund, G. 1995. Dairy Processing Handbook. Tetra Pak Processing System AB. Lund: Swedia. 201-221 Conter, M., T. Muscariello, E.Zanardi, S. Ghidini, A. Vergara, G.Campanini dan A. Ianieri. 2005. Characterization of Lactic Acid Bacteria Isolated From an Italian Dry Fermented Sausage. Annual Faculty Medical Veteriner Parma (25) : 167-174. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 9 Pengaruh Dosis Starter Yogurt ..............................................................Gina Nafsil Mutmainah Denny W. dan Trioso P. 2009. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan, Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 10-14, 43-46 Depkes RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas III tahun 1991/1992. Jakarta: Depkes RI. Farrel, D. J. & Y. C. Rahardjo. 1984. The potential for meat production from rabbit. Central Research Institute for animal science. Bogor. Gasperz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan I. Tarsito. Bandung Hartati, C. 2007. The Chemical Characteristics and Acceptability of Set Yogurt Made from Caprine Milk as Fermented Heath Drinks. Seminar Nasional PATPI Bandung 2007. Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran: Sumedang. 522. Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi kelima. Terjemahan : A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Leni, H.A. 2010. Pengawetan Makanan dan Sintetis. Alfabeta. Bandung. 4-9, 75, 98 Lyo-San Inc. 2014. Yogurmet (Frezee-dried) Yogurt Starter. Kanada. Mielmann, Annchen, (2006), Food Spoilage Characteristics of Chryseobacterium Species, Tesis. Nowroozi, J., M. Mirzaii and M. Norouzi. 2004. Study of Lactobacillus as probiotic bacteria. Iranian J. Publ. Health 33:1-7. Rizal S. dan Harriyadi H. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB., Bogor. Rochman H. dan S. Fardiaz. 1990. bakteri Asam Laktat dan Peranannya dalam Pengawetan Makanan. Media Teknologi Pangan. Lembaga Sumberdaya Informasi – IPB. Bogor Soeparno.2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan kelima. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Srikandi, F. 1989. Fisiologi Fermentasi, Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor, 46 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 10