1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma adalah penyebab utama kematian pada penderita usia 5 – 44 tahun diseluruh dunia. Tahun 2002, di Eropa didapatkan 800.000 kematian akibat trauma.1,2 Angka kematian akibat trauma di Indonesia menurut laporan tahunan PT. Jasa Raharja tahun 2010 mencapai 33.671 kematian.3 Kematian yang terjadi sebagian besar karena perdarahan yang tidak teratasi.1,2 Angka kematian ibu di Indonesia akibat perdarahan mencapai 28%.4 Kematian ini seharusnya bisa dicegah dan ditanggulangi bila tersedia pelayan kesehatan yang bisa mengembalikan volume cairan intravaskular yang bersirkulasi dengan cepat, menggunakan cairan kristaloid, koloid gabungan kristaloid dan koloid atau darah. Tujuan utama resusitasi pada perdarahan adalah menghentikan sumber perdarahan dan menggembalikan volume darah intravaskuler yang bersirkulasi, karena oksigenasi jaringan tidak akan terganggu selama volume yang bersirkulasi terjaga walau kadar hemoglobin rendah.5 Jumlah cairan resusitasi yang bisa diberikan kepada penderita sangat tergantung kepada jumlah perdarahannya, namun pada suatu titik didapatkan bahwa perlu di lakukan transfusi darah untuk menyelamatkan hidup penderita.6 Transfusi darah adalah tindakan mentransferkan komponen darah atau darah dari satu orang (donor) ke dalam aliran darah orang lain (penerima). Transfusi dilakukan sebagai tindakan menyelamatkan hidup dengan menggantikan sel darah atau produk darah yang hilang akibat perdarahan.7 2 Tanda - tanda klinis adanya peningkatan kebutuhan oksigen seperti takikardia, sesak nafas (takipneu), pusing, lemah, penurunan tekanan darah dan adanya gangguan kesadaran merupakan pedoman untuk memulainya transfusi darah selain pemeriksaan laboratorium.8 Transfusi darah bisa ditangguhkan sampai kadar Hb penderita dibawah 7 g/dL. Angka kematian tidak ada peningkatan pada penderita yang dirawat di ICU pada kadar Hb 7g/dL, namun angka kematian meningkat tajam pada kadar Hb 5-6 g/dL hingga mencapai 9%.9 Data bank darah RSU. Dr. Sutomo, dilain pihak menyebutkan bahwa selama periode tahun 2010 dan 2011, ROI/IRD dr Sutomo mengembalikan darah yang tidak terpakai 200 kantung lebih per bulannya.10 Penelitian yang dilakukan Palupi tahun 2006 mendapatkan bahwa Overestimasi perdarahan dan transfusi yang kurang tepat adalah faktor penyebab banyaknya darah yang dikembalikan.11 Perdarahan mempengaruhi keseimbangan oksigen demand dan suply dalam tubuh kita, bila perdarahan makin banyak dan tidak terkompensasi maka oksigen suply menurun.5 Resusitasi yang berhasil mengembalikan parameter klinis seperti tensi, nadi, perfusi dan produksi urin pada 85% penderita perdarahan ternyata belum tentu memperbaiki oksigenasi jaringan sampai tingkat yang adekuat. Metabolik asidosis dengan nilai base excess lebih dari -2 masih didapatkan pada penderita tersebut.12 Base excess (BE) merupakan hasil dari metabolisme asam piruvat yang terjadi secara anaerob pada hipoperfusi jaringan akibat perdarahan yang tak teratasi. BE meningkat akan menyebabkan asidosis metabolik yang akhirnya 3 meningkatkan angka kematian. Hal ini merupakan penyebab pentingnya pemeriksaan Analisis Gas Darah untuk melihat nilai BE sebagai safety measure pada penderita dengan perdarahan.13 Fakta–fakta yang kontradiktif tersebut mendorong peneliti untuk menganalisa tingkat rasionalitas transfusi darah terhadap penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat RSU dr. Sutomo dengan dasar kondisi klinis, Estimated Blood Lost, Hemoglobin, Hematokrit pra dan pasca transfusi dengan Analisis Gas Darah dan base excess sebagai safety measure. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah tingkat rasionalistas transfusi darah pada penderita yang menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr. Sutomo? 2. Bagaimanakah tingkat rasionalitas Base excess dan analisa gas darah sebagai salah satu safety measure transfusi darah pada penderita yang menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr. Sutomo? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Menganalisis tingkat rationalitas transfusi darah dan safety measure tranfusi darah pada pelayanan gawat darurat 1.3.2 Tujuan khusus 1. Menganalisis tingkat rationalitas transfusi darah pada penderita yang menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr. Sutomo 2. Menganalisis tingkat rationalitas analisa gas darah dan base excess sebagai safety measure transfusi darah pada penderita yang menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr. Sutomo 4 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peserta didik a. Memahami indikasi, resiko serta dasar yang rational untuk melakukan transfusi pada penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat RSU. Dr Sutomo b. Memahami tata cara transfusi yang benar c. Memahami resiko transfusi dan cara mengatasinya 2. Bagi Rumah Sakit dr. Sutomo a. Memberikan masukan untuk mengevaluasi pemesanan darah dan transfusi pada penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat RSU. Dr Sutomo b. Memberikan masukan untuk menyusun algoritma atau guidelines pemesanan darah dan transfusi pada penderita yang menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr Sutomo 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon Fisiologis pada Perdarahan Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, lama perdarahan dan keadaan penderita sebelum perdarahan. Penderita dewasa muda yang sehat dengan perdarahan 10% dari jumlah estimated blood volume (EBV) tidak mengalami perubahan frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral. Penderita dengan perdarahan 30% EBV akan merangsang reseptor di jantung untuk mendeteksi penurunan volume, lalu menstimulasi sistem saraf simpatik lewat pusat vasomotor yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang dan perfusi ginjal menurun yang menyebabkan retensi air dan ion Na+. Mekanisme ini mengembalikan volume intra vaskular menuju normal dalam 12 jam. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%.6 Perdarahan dengan jumlah di bawah 30% EBV atau kadar hematokrit di atas 20%, masih dapat diganti dengan cairan kristaloid atau yang komposisinya sama dengan darah. Ringer laktat adalah salah satu jenis kristaloid yang komposisinya sama dengan darah. Transfusi darah diperlukan bila kehilangan darah lebih dari 30% dan didapatkan tanda-tanda hipoksia jaringan.8,14 Respon tubuh terhadap perdarahan disarikan oleh American College of Surgeons menjadi empat tingkat sesuai dengan jumlah perdarahan dan respon fisiologis berupa tanda klinis yang kita bisa evaluasi.1 6 Tabel 2.1. Klasifikasi perdarahan berdasarkan american college of surgeon disadur dari Spahn DR. Et al, Management of bleeding following a major trauma : a European guideline, Critical care, 2007 (11) : R17 Respon fisiologis tubuh kita terhadap perdarahan akut yang dialami adalah dengan mengaktifkan empat sistim fisiologis utama, yaitu: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem ginjal dan sistim neuroendokrin.8 Kompensasi yang dilakukan: 1. Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah akut yang berat dengan cara mengaktivasi kaskade koagulasi dan mengkonstriksikan pembuluh darah yang mengalami pendarahan melalui pelepasan tromboksan A2 lokal. Tromboksan A2 lokal akan mengaktivasi platelet untuk membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Sumbatan yang dibentuk akan mengalami deposisi fibrin dan stabilisasi melalui proses subsekuen dari kolagen yang dihasilkan pembuluh darah rusak. Waktu yang diperlukan sekitar 24 jam untuk pembentukan sumbatan fibrin sempurna dan formasi matur.5,8 2. Sistem kardiovaskular awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.5 Respon ini terjadi akibat peningkatan 7 pelepasan norepinefrin dan penurunan nadi vagal basal yang diatur oleh baroreseptor di arcus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh paru. Sistem kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal namun membawa darah dari kulit, otot, dan gastro intestinal menuju ke otak dan jantung.8 Vasokonstriksi yang terjadi dibarengi dengan menurunnya resistensi vaskuler di periper sebagai akibat menurunnya viskositas darah. Mekanisme lain dengan meningkatkan kontraktilitas miokard bertujuan supaya tidak terjadi penurunan curah jantung yang terlalu banyak.11,15 3. Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan merangsang peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, selanjutnya dikonversi menjadi angiotensin II oleh paru-paru dan hati. Angiotensin II memiliki dua efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, pertama adalah vasokonstriksi arteriol otot polos, dan yang kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Aldosteron bertanggung jawab untuk reabsorpsi Natrium aktif dan konservasi air sehingga volume intravaskular bisa meningkat.8 4. Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sirkulasi hormon antidiuretik (ADH). ADH dilepaskan dari kelenjar Hipofisis Posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah yang dideteksi oleh baroreseptor dan penurunan konsentrasi Natrium yang dideteksi oleh osmoreseptor. ADH secara tidak langsung meningkatkan reabsorpsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal, Ductus Colectivus dan loop of Henle.8 8 2.2 Transfusi yang Rasional Tujuan utama dari resusitasi pasien dengan perdarahan adalah menghentikan sumber perdarahan dan mengembalikan volume darah yang bersirkulasi. Tindakan operasi dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Restorasi volume intravaskular dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid, koloid atau gabungkan keduanya dan transfusi komponen darah.5 WHO menyarankan setiap pengambil keputusan untuk melakukan transfusi melakukan pengecekan seperti dbawah ini 16 : a. Apakah perbaikan klinis yang ingin saya capai dari pemberian transfusi pada penderita? b. Bisakah saya mengurangi perdarahan supaya bisa mengurangi kebutuhan penderita akan transfusi? c. Adakah terapi lain yang bisa saya berikan sebelum memutuskan untuk melakukan transfusi, seperti pemberian oksigen atau cairan intra vena? d. Apakah tanda klinis atau laboratoris yang spesifik sebagai dasar dilakukannya transfusi? e. Berapa besar resiko untuk transmisi HIV, Hepatitis, Syphilis atau organisme penyebab infeksi lain yang bisa ditularkan lewat darah yang ada untuk ditransfusikan? f. Apakah keuntungan dilakukan transfusi lebih besar daripada resikonya pada penderita ini? g. Adakah solusi lain yang bisa diambil bila darah tidak tiba pada waktunya? 9 h. Adakah personel yang terlatih yang mengawasi penderita ini jika terjadi reaksi transfusi yang akut? i. Sudahkah saya mencatat keputusan dan alasan saya melakukan transfusi pada status penderita dan formulir permintaan darah? Saran di atas menunjukan bahwa transfusi sebagai salah satu terapi harus selalu mengikuti kaidah empat tepat dan satu waspada, yaitu : 1. Tepat indikasi 2. Tepat penderita 3. Tepat volume atau tepat regimen yang diberikan 4. Tepat cara pemberian 5. Waspada efek samping. 2.2.1 Tepat Indikasi dan Penderita Tanda dan gejala klasik anemia berat (dispnea, nyeri dada, letargi, hipotensi, pucat, takikardia, penurunan kesadaran) sering timbul ketika Hemoglobin sangat rendah. Tanda dan gejala anemia serta pengukuran transportasi oksigen ke jaringan merupakan alasan transfusi yang rasional.17 Kadar Hemoglobin dan Hematokrit adalah dua faktor penentu dilakukannya transfusi sel darah merah selain kondisi penderita, tanda dan gejala hipoksia, kehilangan darah, risiko anemia karena penyakit yang diderita oleh penderita dan risiko transfusi. Beberapa faktor spesifik yang perlu menjadi pertimbangan transfusi adalah13: 10 a. Penderita dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu transfusi pada batas kadar Hemoglobin yang lebih tinggi. b. Volume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada operasi darurat maupun elektif, dapat dinilai secara klinis dan dikoreksi dengan penggantian volume yang tepat. c. Konsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab antara lain adalah demam, anestesia dan menggigil, jika kebutuhan oksigen meningkat maka kebutuhan untuk transfusi sel darah merah juga meningkat. Kadar Hemoglobin atau hematokrit dapat digunakan sebagai indikator apakah transfusi sel darah merah dibutuhkan atau tidak pada penderita yang menjalani operasi setelah penderita mendapat resusitasi koloid atau cairan pengganti lainnya. Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah merah13 : a. Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hemoglobin yang disesuaikan dengan penilaian kasus per kasus. b. Menilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian menentukan kebutuhan selanjutnya. National Institute of Health Consensus Conference pada tahun 1998 menyimpulkan bahwa bukti ilmiah yang ada tidak mendukung penggunaan kriteria tunggal seperti kadar Hemoglobin <10g/dL untuk melakukan transfusi, dan tidak terdapat bukti ilmiah yang menyatakan bahwa anemia ringan sampai sedang berperan dalam meningkatkan morbiditas perioperatif.18,19 11 ACP pada tahun 1992 menyimpulkan bahwa penderita dengan tanda vital stabil dan tidak memiliki risiko iskemia miokard atau serebral tidak memerlukan transfusi sel darah merah. Transfusi hanya dilakukan pada penderita dengan tanda vital tidak stabil yang memiliki risiko iskemia miokard atau serebral. Hal ini tidak bergantung pada kadar Hemoglobin penderita.18 Kelompok kerja ASA pada tahun 1996 menyimpulkan bahwa transfusi sangat jarang diindikasikan bila kadar Hemoglobin >10 g/dL dan hampir selalu diindikasikan bila kadar Hemoglobin <6 g/dL, terutama pada anemia akut. Penentuan apakah kadar Hemoglobin 6-9 g/dL membutuhkan transfusi sel darah merah atau tidak harus berdasarkan pada risiko terjadinya komplikasi karena oksigenasi yang tidak adekuat. Penggunaan satu nilai Hemoglobin tertentu tanpa mempertimbangkan kepentingan fisiologis dan faktor lain yang mungkin mempengaruhi oksigenasi tidak direkomendasikan.18 NHMRC-ASBT pada tahun 2001 merekomendasikan bahwa keputusan untuk melakukan transfusi sel darah merah harus berdasarkan pada penilaian klinis penderita, respons penderita terhadap transfusi sebelumnya dan kadar Hemoglobin. Transfusi sel darah merah tidak dilakukan bila kadar Hemoglobin >10 g/dL, kecuali jika ada indikasi tertentu. Transfusi yang dilakukan pada kadar Hemoglobin > 10 g/dL, maka alasan melakukan transfusi harus dicatat. Penelitian pada 84 penderita fraktur paha yang mendapat transfusi didasarkan pada gejala atau Hemoglobin <8 g/dL dibandingkan dengan transfusi untuk mempertahankan Hemoglobin >10 g/dL menunjukkan tidak ada perbaikan dalam rehabilitasi, morbiditas atau mortalitas.20 12 National Blood Users Group (Irlandia) pada tahun 1999 berdasarkan bukti ilmiah yang ada menyimpulkan bahwa penderita yang menderita penyakit kardiovaskular dengan Hemoglobin <8 g/dL memiliki risiko lebih tinggi morbiditas dan mortalitas perioperatif, sedangkan pada penderita yang stabil tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa mempertahankan Hemoglobin > 9g/dL dengan transfusi darah dapat menurunkan morbiditas.20 Wu et al (2001) melakukan penelitian kohort retrospektif pada 78.974 penderita usia ≥ 65 tahun yang dirawat karena infark miokard akut. Penderita dikelompokkan berdasarkan kadar hematokrit pada saat masuk rumah sakit (524,0%, 24,1-27,0%, 27,1-30,0%, 30,1-33%, 33,1-36,0%, 36,3-39,0%, 39,148,0%) dan dilakukan analisis data untuk menentukan apakah ada hubungan antara transfusi darah dengan mortalitas dalam 30 hari, disimpulkan bahwa transfusi darah berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih rendah pada penderita usia lanjut dengan infark miokardium akut jika hematokrit pada saat masuk adalah 30,0% atau lebih rendah dan mungkin efektif pada penderita dengan kadar hematokrit 33,0%.21 Neonatus yang dirawat di ICU merupakan salah satu kelompok penderita yang paling sering mendapat transfusi, namun kelompok ini juga rentan terhadap efek samping jangka panjang akibat transfusi darah. Transfusi dilakukan dengan penuh keberhatian dan harus diberikan dalam jumlah adekuat untuk mengurangi transfusi berulang dan paparan terhadap banyak donor. Data klinis yang berkualitas tentang transfusi pada neonatus sampai saat ini masih sangat sedikit. Transfusi sel darah merah hanya diberikan untuk meningkatkan oksigenasi, mencegah hipoksia jaringan atau mengganti kelihangan darah akut. Rekomendasi 13 batas dasar kadar Hemoglobin untuk melakukan transfusi pada neonatus adalah kadar Hemoglobin=10,5 g/dL dengan gejala atau Hemoglobin=13 g/dL jika terdapat penyakit jantung atau paru atau jika diberikan terapi suplementasi O2. Indikasi transfusi pada neonatus sangat bervariasi disebabkan adanya imaturitas fisiologis, volume darah yang kecil dan ketidakmampuan untuk mentoleransi stress minimal. Keputusan untuk melakukan transfusi biasanya berdasarkan berbagai parameter, termasuk volume darah yang hilang, kadar hemoglobin yang diinginkan dan status klinis (dispnea, apnea, distress pernapasan).22 Gambar 2.1 Perubahan konsumsi oksigen sebagai fungsi dari deliverry oxygen dan hubungannya dengan derajat perdarahan, dikutip dari Gutierrez,G. Et al, clinical Review : hemorrhagic shock Perdarahan mempengaruhi keseimbangan oksigen demand dan suply dalam tubuh kita, bila perdarahan makin banyak dan tidak terkompensasi maka oksigen suply menurun.5 Resusitasi yang berhasil mengembalikan parameter klinis seperti tensi, nadi, perfusi dan produksi urin pada 85% penderita perdarahan 14 ternyata belum tentu memperbaiki oksigenasi jaringan sampai tingkat yang adekuat. Metabolik asidosis dengan nilai base excess lebih dari -2 masih didapatkan pada penderita tersebut.12 Oksigenasi jaringan yang tidak adekuat menyebabkan meningkatnya metabolisme anaerob. Tingkat anaerob sebanding dengan kedalaman dan beratnya syok hemoragik, di refleksikan dengan meningkatnya kadar base excess dan asam laktat dalam arteri. Akumulasi base excess dan asam laktat berakhir dengan terjadinya metabolik asidosis. Metabolik asidosis meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penderita.12 Base excess bisa dinilai dengan cepat kemudian di telaah secara ekstensif untuk menunjukan kaitannya dengan perdarahan. Penelitian menemukan bahwa semakin besar nilai base excessnya, semakin banyak dibutuhkan darah dan cairan untuk resusitasi penderitanya. Base excess tidak berkorelasi dengan meningkatnya angka kematian tapi berkorelasi erat dengan prediksi terjadinya multiple organ failure.12 Siegel et al pada tahun 1990 melakukan penelitian pada penderita trauma dengan perdarahan, menggunakan analisis multivariat, dia menemukan bahwa base excess adalah faktor prediksi independent terhadap angka mortalitas penderita yang lebih baik dibandingkan dengan asam laktat dan trauma severity score. Nilai prediksinya meningkat bila digabungkan dengan glasgow coma score.12 15 Metabolik asidosis dan base excess dapat menjadi sebuah pemeriksaan laboratorium dengan nilai prediksi tinggi untuk angka mortalitas dan morbiditas penderita trauma dengan perdarahan. Indikasi transfusi sel darah merah secara umum adalah : 1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hemoglobin) <7 g/dL, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika penderita asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hemoglobin yang lebih rendah dapat diterima. 2. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hemoglobin 7-10 g/dL apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium. 3. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hemoglobin ≥10 g/dL, kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat, penyakit jantung iskemik berat dan tekanan intra kranial meningkat). 4. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hemoglobin ≤11 g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti pada anemia bayi prematur), namun jika terdapat penyakit jantung, paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hemoglobin ≤13 g/dL 5. Di dapatkan metabolik acidosis dengan nilai base excess lebih negatif dari -2 16 2.2.2 Tepat Regimen dan Volume Estimasi jumlah perdarahan pada penderita yang menjalani operasi dan masih terjadi on going loss sulit dilakukan. Cara yang bisa kita lakukan adalah dengan mengandaikan ruang intravaskular sebagai satu kompartemen dimana Hemoglobin berubah sesuai dengan kehilangan darah dan resusitasi cairan yang diberikan. Kondisi klinis dan laboratoris sangat dibutuhkan untuk menentukan volume darah yang akan di transfusikan. Nilai pasti volume darah yang harus diberikan tidak ada, namun bisa di bantu dengan menggunakan rumus: 5 Hctf = EBV X (Hcti / (EBV + cairan yang sudah diberikan)) Keterangan : Hctf : Hematokrit terendah yang dimungkinkan pada penderita EBV : Estimasi volume darah penderita (BB x 70 cc) Hcti : Hematokrit awal sebelum operasi Pemilihan regimen sangat tergantung pada kondisi klinis penderita.24 Penderita yang menjalani operasi dengan EBL > 30% dan masih terjadi on going loss membutuhkan darah utuh untuk meningkatkan Hemoglobin dan meningkatkan volume intravaskularnya, sementara penderita dengan anemia isovolemik membutuhkan darah merah meningkatkan Hemoglobinnya. yang dipadatkan (PRC) untuk 17 2.2.3 Tepat Waktu dan Cara Tranfusi Transfusi durante operasi diberikan sesuai dengan kondisi klinis hemodinamik penderita. Transfusi dilakukan untuk menjaga oksigenasi yang optimal dengan hemoglobin tetap di atas batas hemoglobin kritis ( Hb > 5 gr/dL) dan setelah perdarahan dapat dihentikan, transfusi dilanjutkan sampai tingkat tolerable (Hb > 8 gr/dL) bahkan optimal (Hb 10 gr/dL).23 Penderita yang membutuhkan transfusi setelah anestesia umum ditunda sampai penderita sudah sadar penuh karena anesthesia bisa mengaburkan tandatanda dan keluhan penderita akibat reaksi transfusi.23 Transfusi darah utuh dan packed red cell dilakukan menggunakan transfusion set yang menggunakan macrofilter 170 micron untuk menyaring gumpalan/microagregates yang terbentuk selama penyimpanan. Transfusion set harus dipastikan benar bahwa ukuran filternya cukup besar sehingga tidak terjadi hemolisis akibat filter yang terlalu kecil.23 2.2.4 Waspada Efek Samping Transfusi Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis yang kompleks. Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan berdasarkan atas reaksi yang di mediasi sistem imunologi (reaksi imunologis), tidak di mediasi sistem imunologi (non –imunologis) dan penularan penyakit infeksi.24 18 2.2.4.1 Reaksi Imunologis Reaksi imunologis terjadi akibat respon kekebalan tubuh penerima komponen darah terhadap komponen darah yang diterimanya. Hal ini banyak terjadi, dan dibagi menjadi : a. Hemolisis intravaskular akut Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma penderita akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel, meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Volume darah yang inkompatibel makin banyak maka akan semakin meningkatkan inkompatibilitas ABO. risiko.20,25 Penyebab terbanyak adalah Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari penderita ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas penderita sebelum transfusi. Etiologi lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma penderita melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.20, 23, 25 b. Reaksi Hemolisis Intra vaskular lambat Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel 19 darah merah dalam plasma penderita dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut. 20, 23, 25 c. Urtikaria Urtikaria meliputi 1% angka kejadian reaksi transfusi. Urtikaria terjadi karena entah adanya reaksi antara alergen dalam plasma donor yang bukan berasal dari si donor dengan antibodi resipien atau reaksi alergen resipien dengan antibodi donor yang tertransfusi.24 d. Anafilaktik syok Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu, selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif. 20, 23, 25 e. Transfusion Related Acute Lung Injury (TRALI) Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan leukosit penderita. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Terapi spesifik tidak ada, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif. 20, 23, 26 20 f. Graft vs host disease Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada penderita imunodefisiensi, terutama penderita dengan transplantasi sumsum tulang dan penderita imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel (HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi. Terapi spesifik tidak ada, terapi hanya bersifat suportif. 20, 23 g. Transfusion Related Immuno Modulation (TRIM) Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara, hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa angka rekurensi tumor dapat meningkat, selain itu juga ada pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons imun, namun sampai saat ini penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.20 Busch dkk (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 penderita kanker kolorektal, membandingkan prognosis antara penderita kanker kolorektal yang dilakukan transfusi autolog dengan transfusi allogenik. Hasil yang didapatkan menunjukan bahwa risiko rekurensi meningkat secara bermakna pada penderita yang dilakukan transfusi darah, baik allogenik maupun autolog.27 21 h. Alloimune Reaksi transfusi alloimune terjadi akibat si resipien membentuk antibodiantibodi baru sebagai akibat dari darah atau komponennya, sehingga mempengaruhi kompabilitas resipien terhadap darah dari donor yang lain.24 i. Purpura pasca transfusi Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien, lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan adanya perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi penderita. 20, 23 2.2.4.2 Reaksi Non-Imunologis Reaksi ini terjadi bukan sebagai akibat reaksi imun penderita terhadap darah yang di transfusikan, namun bisa karena kesalahan cara transfusi, cara menyimpan darah dan salah menyiapkan peralatan transfusi. a. Hemolisis Reaksi hemolisis yang terjadi disini berbeda mekanismenya dengan hemolisis karena reaksi imun. Hemolisis yang terjadi disini adalah karena faktor penyimpanan yang kurang baik, sehingga darah terekspose pada suhu yang 22 ekstrem dan merusaknya. Mekanisme lainnya bisa karena penggunaan cairan hipertonis atau hipotonis, transfusion set yang saringannya/filternya terlalu kecil, malfungsi dari penghangat darah dan tekanan karena infusion pump.24 b. Kelebihan cairan Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada penderita dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular. 20,23 c. Kelebihan Besi Penderita yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis), ditandai dengan gagal organ (jantung dan hati). Mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan besi tidak ada. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum feritin <2.000 mg/l. 20, 23 d. Emboli udara Emboli udara terjadi karena ketidaktepatan penyambungan antara kantung darah dan saluran atau tabung infus yang menyebakan adanya udara di dalam saluran infus tersebut. Hal ini sangat berbahaya untuk penderita karena dapat menyebabkan emboli di organ-organ vital.24 e. Hipotermia Sel darah merah disimpan dalam suhu 4ºC, jika darah di transfusikan secara langsung tanpa dihangatkan terlebih dahulu maka suhu tubuh penderita akan 23 cepat sekali turun sebagai akibat turunnya suhu inti tubuh untuk meyesuaikan dengan suhu darah yang di transfusikan. Hipotermia efeknya sangat buruk karena menurunkan metabolisme asam laktat dan sitrat, menggangu faal hemostasis, menggeser kurva disosiasi oksigen ke kanan, sehingga memicu terjadinya metabolik asidosis dan cardiac arrest.24 2.2.4.3 Transmisi Penyakit Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, efektivitas skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah.19 Saat ini dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko transfusi darah, berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat window period atau periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih negatif.2 Data pemeriksaan serologis darah donor yang diterima oleh unit donor darah surabaya tahun 2011 menunjukan bahwa setiap bulannya rata-rata 150 kantung darah (1,38%) terinfeksi HbsAg (+) , 45 kantung darah (0,39%) terinfeksi HCV, 55 kantung darah (0,46%) terinfeksi VDRL dan 8 kantung darah (0,07%) terinfeksi HIV. Angka ini mungkin tidak besar, namun sangat berbahaya bila sampai terjadi transmisi penyakit terutama HIV.29 a. Transmisi HIV Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun 1982 dan awal 1983. Public Health Service Amerika Serikat pada 24 tahun 1983 merekomendasikan orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai menanyakan kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan sebelum skrining antibodi HIV dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi jumlah infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi. Berdasarkan laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) selama 5 tahun pengamatan, hanya mendapatkan 5 kasus HIV/tahun yang menular melalui transfusi setelah dilakukannya skrining antibodi HIV pada pertengahan maret 1985 dibandingkan dengan 714 kasus pada 1984. Resiko penularan HIV melalui transfusi dikurangi oleh bank darah dengan dimulainya penggunaan tes antigen p24 pada tahun 1995, setelah kurang lebih 1 tahun skrining, dari 6 juta donor hanya 2 yang positif (keduanya positif terhadap antigen p24 tetapi negatif terhadap antibodi HIV).28 b. Transmisi virus hepatitis B dan virus hepatitis C Penggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 1975 menyebabkan penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui transfusi, sehingga saat ini hanya terdapat 10% yang menderita hepatitis pasca transfusi. Vaksinasi hepatitis B yang digunakan secara luas diharapkan mampu lebih menurunkan angka penularan virus hepatitis B, meskipun penyakit akut timbul pada 35% orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1-10% yang menjadi kronik.28 c. Transmisi virus lain Di Amerika Serikat prevalensi hepatitis G di antara darah donor adalah 1-2%. Banyak orang yang secara serologik positif virus hepatitis G juga terinfeksi 25 hepatitis C. Meskipun infeksi hepatitis G dapat menimbulkan karier kronik akan tetapi tidak ada bukti yang menyatakan bahwa infeksi hepatitis G dapat menyebabkan hepatitis kronis maupun akut.30 Di Irlandia didapatkan angka 30%, tetapi hanya sebagian kecil dari yang seropositif menularkan virus melalui transfusi.21 Komponen darah segar mempunyai risiko infeksi penularan virus CMV yang lebih tinggi daripada produk darah yang disimpan beberapa hari.30 HTLV-I dapat menyebabkan penyakit neurologis dan leukemia sel T pada dewasa, biasanya penyakit timbul beberapa tahun setelah infeksi dan hanya sedikit yang pada akhirnya menderita penyakit tersebut. HTLV-I dapat ditularkan melalui transfusi komponen sel darah. Prevalensi tertinggi ada di Jepang dan Kepulauan Karibia.20 d. Kontaminasi bakteri Kontaminasi bakteri mempengaruhi 0,4% konsentrat sel darah merah dan 12% konsentrat trombosit.18 Kontaminasi bakteri pada darah donor dapat timbul sebagai hasil paparan terhadap bakteri kulit pada saat pengambilan darah, kontaminasi alat dan manipulasi darah oleh staf bank darah/staf rumah sakit pada saat pelaksanaan transfusi atau bakteremia pada donor saat dilakukan pengambilan darah tanpa diketahui.31 Risiko kematian akibat sepsis bakteri timbul pada 1:9 juta unit transfusi sel darah merah. Di Amerika Serikat selama tahun 1986-1991, kontaminasi bakteri pada komponen darah sebanyak 16%, 28% di antaranya berhubungan dengan transfusi sel darah merah. Risiko kontaminasi bakteri tidak berkurang dengan penggunaan transfusi darah autolog.30 26 e. Kontaminasi parasit Kontaminasi parasit dapat timbul hanya jika donor menderita parasitemia pada saat pengumpulan darah. Kriteria seleksi donor berdasarkan riwayat bepergian terakhir, tempat tinggal terdahulu, dan daerah endemik, sangat mengurangi kemungkinan pengumpulan darah dari orang yang mungkin menularkan malaria, penyakit Chagas atau leismaniasis. Risiko penularan malaria di Kanada diperkirakan 1:400.000 unit konsentrat sel darah merah, di Amerika Serikat 1:4 juta unit darah, sedangkan di Irlandia saat ini tidak ada laporan mengenai penularan malaria melalui transfusi darah.20,30 f. Penyakit Creutzfeldt-Jacob Penderita yang berisiko terinfeksi penyakit Creutzfeldt-Jacob seperti penderita dengan riwayat graft durameter atau kornea, injeksi hormon pertumbuhan atau gonadotropin yang berasal dari otak manusia atau ada riwayat keluarga kandung garis keturunan pertama yang menderita penyakit Creutzfeldt-Jacob secara permanen tidak boleh menyumbangkan darah. Hal ini dilakukan meskipun penularan penyakit Creutzfeld-Jacobs melalui transfusi belum pernah dilaporkan. Riwayat transfusi darah telah dilaporkan pada 16 dari 202 penderita dengan penyakit Creutzfeldt-Jacob, angka ini sama dengan yang terdapat pada kelompok kontrol. 20,30 Transfusi yang rasional adalah transfusi yang memberikan perbaikan signifikan pada penderita berupa perbaikan hemodinamik dan perfusi jaringan, ditandai secara klinis berupa perfusi menjadi hangat kering merah, nadi dalam batas normal, MAP > 65 mmHg, produksi urin > 0,5 cc/kgbb/jam, base excess ± 2 dengan efek samping minimal untuk mencegah reaksi transfusi yang dicapai 27 dengan mentransfusikan darah sampai indikator kritis teratasi sesuai komorbid atau keadaan khusus penderita. 28 BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual PENDERITA MENJALANI OPERASI EBL < 750 CC class 1 EBL 750 – 1500 CC class 2 EBL 1500 – 2000 CC class 3 Hemodinamik tak stabil Hemodinamik stabil Replacement Kristaloid dan koloid Kondisi klinis hemodinamik stabil, hiperhidrosis (-) urin ≥ 1 cc/kgbb/jam Laboratorium DL : Hb danHct tolerable dan optimal AGD : Metabolic acidosis (-), BE ± 2 EBL > 2000 CC class 4 Replacement kristaloid dan koloid Kondisi klinis hemodinamik tidak stabil hiperhidrosis (+) urin < 0,5 cc/kgbb/jam sampai anuria Laboratorium DL : Hb, Hct < tolerable dan Hb, Hct < optimal pd px khusus AGD : metabolic acidosis (+), BE lebih negatif dari -2 TIDAK TRANSFUSI rasional TRANSFUSI Tidak rasional rasional Tidak rasional PERDARAHAN BERHENTI PERDARAHAN BERHENTI Kondisi klinis hemodinamik stabil hiperhidrosis (-) urin 1cc/kgbb/jam Laboratorium DL : Hb dan Hct tolerable dan optimal AGD : Metabolic acidosis (-), BE ± 2 Kondisi klinis hemodinamik stabil hiperhidrosis (-) urin 1cc/kgbb/jam Laboratorium DL : Hb dan Hct tolerable dan optimal AGD : Metabolic acidosis (-), BE ± 2 STOP TRANSFUSI rasional Tidak rasional 29 Keterangan : dan : variabel yang diteliti Penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat dibagi menjadi empat kelas perdarahan berdasarkan jumlah perdarahan yang dialami penderita, kemudian dilakukan pengukuran parameter hemodinamiknya saat itu. Penderita dengan perdarahan kelas I-II dikatakan hemodinamik stabil bila pada pemeriksaan klinis di dapatkan perfusi yang hangat, kering merah, nadi : 60 – 100 x/mnt, tekanan darah sistolik (SBP) > 90 mmHg, tekanan nadi (MAP) > 65 mmHg dan produksi urin ≥1cc/kgbb/jam dilakukan penggantian darah yang hilang dengan kristaloid dan koloid. Penderita di evaluasi kembali status hemodinamiknya sesudah penggantian tadi dengan ditambahkan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan analisa gas darah, bila ditemukan kadar Hemoglobin dan hematokrit penderita masih dalam batas tolerable (Hb ≥ 7 g/dL dan Hct ≥ 21%) atau batas optimal pada penderita dengan PPOK, TIK meningkat, PJK atau usia ekstrim yang membutuhkan hemoglobin dan hematokrit yang tinggi ( Hb ≥ 10g/dL dan Hct ≥ 30%) serta tidak di dapatkan metabolik asidosis atau pun base excess yang lebih negatif dari -2 maka transfusi tidak dilakukan. Evaluasi hemodinamik dan laboratoriun kembali diulang setelah operasi berhenti dengan parameter yang sama seperti di atas lalu dilakukan evaluasi apakah keputusan untuk tidak mentransfusi darah penderita tersebut rasional atau tidak. Penderita dengan perdarahan kelas III-IV secara klinis di dapatkan hemodinamik tidak stabil dengan di dapatkan tanda-tanda : Perfusi dingin, basah, pucat, CRT > 2 detik, nadi : > 120x/menit, mungkin didapatkan aritmia, SBP < 90 mmHg, 30 MAP < 65 mmHg hiperhidrosis (+), urin < 0,5 cc/kgbb/jam sampai anuria dan pemeriksaan laboratoris menunjukan Hb < 7 g/ dL atau Hb < 10 g/dL , Hct < 21% atau 30% pd px tertentu analisa gas darah menunjukan adanya asidosis metabolik dengan base excess lebih negatif dari -2 walaupun sudah dilakukan penggantian darah dengan kristaloid dan koloid dalam jumlah yang adekuat sehingga di lakukan transfusi darah. Setelah operasi selesai, perdarahan berhenti dan transfusi dihentikan maka dilakukan pemeriksaan kembali hemodinamik dan laboratoriumnya, diharapkan setelah transfusi diberikan dalam jumlah yang adekuat maka hemodinamik penderita menjadi stabil dan tidak didapatkan asidosis metabolik dengan base excess ± 2 maka dapat dikatakan transfusi yang dilakukan cukup rasional. Transfusi yang rasional adalah transfusi yang memperbaiki hemodinamik (Tekanan Sistolik > 90 mmHg, MAP > 65 mmHg Nadi 60 – 100 x/menit, Produksi Urin ≥ 1 cc/kg BB) dan meningkatkan kadar hemoglobin dan hematokrit mencapai kadar optimal (7 gr/dL dan 21%) sambil mempertimbangkan komorbid penderita tanpa melupakan efek samping transfusi. 31 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini akan bersifat deskriptif observasional. Penelitian mengamati rasionalitas transfusi yang dilakukan oleh PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi terhadap penderita yang menjalani operasi emergency di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Sutomo Surabaya berdasarkan kondisi klinis, Analisis Gas Darah, Hemoglobin dan Hematokrit pra transfusi dan 2 jam pasca transfusi. Dari data yang diperoleh kemudian akan dilakukan analisis oleh peneliti. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr.Soetomo Surabaya Provinsi Jawa Timur selama satu bulan dan pelaksanaannya akan dimulai setelah didapatkan persetujuan dari komite etik RSU Dr Soetomo Surabaya. 4.3 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah penderita yang mendapatkan pelayanan operasi emergency di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Sutomo. Kriteria inklusi : 1. Semua penderita yang mendapatkan pelayanan operasi emergency di kamar operasi IRD lantai 5 RSU dr. Sutomo. 2. Usia penderita antara 18-55 tahun. 32 3. Penderita dengan semua jenis operasi. 4. Penderita dengan perdarahan > 10% EBV. 5. Penderita dengan semua komorbid. Kriteria eksklusi : 1. Penderita mengalami reaksi transfusi. 2. Penderita dengan perdarahan > 1,5 x EBV. 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Variabel independent a. Umur, jenis kelamin, berat badan. b. Komorbid penderita. c. Jenis operasi. d. Jumlah darah yang dipesan (ditangan dan GSH). e. Initial laboratorium. f. Jumlah perdarahan. g. Kondisi klinis sebelum transfusi. h. Laboratorium sebelum transfusi. 4.4.2 Variabel dependent a. Kondisi klinis sesudah di transfusi. b. Laboratorium sesudah operasi atau transfusi. c. Jumlah darah yang ditransfusikan. d. Jumlah darah yang tersisa (ditangan dan GSH) setelah operasi selesai dan transfusi dihentikan. e. Reaksi transfusi 33 f. Transfusi yang rasional. 4.5 Definisi Operasional a. Komorbid adalah penyakit penyerta penderita selain dari penyakit yang menyebabkan penderita menjalani operasi dan diketahui sebelum penderita dioperasi melalui pemeriksaan fisik dan penunjang. b. Jenis operasi adalah tindakan operasi yang akan penderita jalani sesuai dengan diagnosa dan dokter bedahnya. c. Darah yang dipesan adalah jumlah darah yang diminta oleh PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi ke bank darah RSU dr. Sutomo atau PMI sebelum operasi dilakukan, bisa berupa darah yang langsung diambil atau dibawa keluarga penderita (ditangan) atau pun yang dititipkan dulu di bank darah dan sewaktu-waktu bila diperlukan bisa diambil (GSH) d. Initial laboratorium : Hemoglobin dan Hematokrit awal penderita yang didapatkan dari pemeriksaan laboratorium IRD sebelum di lakukan operasi e. Jumlah perdarahan adalah volume perdarahan yang terjadi selama operasi sesuai yang tertulis di laporan anestesi f. Kondisi klinis sebelum dan setelah di transfusi adalah tanda-tanda vital penderita (tekanan darah, nadi, perfusi, produksi urin dan pulse oxymetri) yang diisikan pada lembar pengumpul data oleh PPDS I anestesiologi sesaat sebelum transfusi dan 2 jam post operasi atau sesudah transfusi bila transfusi dilakukan setelah operasi selesai. g. Laboratorium sebelum transfusi : adalah pemeriksaan kadar Hemoglobin Sahli, Hematokrit, Darah lengkap (lab) dan Analisa gas darah penderita 34 yang diisikan pada lembar pengumpul data oleh PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi pra transfusi h. Laboratorium sesudah transfusi : pemeriksaan kadar Hemoglobin Sahli, Hematokrit, Darah lengkap (lab) dan Analisa gas darah penderita yang diisikan pada lembar pengumpul data oleh PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi 2 jam pasca operasi atau 2 jam setelah transfusi bila transfusi dilanjutkan pasca operasi. i. Jumlah darah ditransfusikan adalah banyaknya kantung darah yang ditransfusikan pada penderita selama operasi dilakukan atau pun selama masa resusitasi. j. Jumlah darah yang tersisa adalah jumlah kantung darah yang tidak digunakan, baik ditangan mau pun GSH yang dipesan sebelum operasi dilakukan k. Reaksi transfusi adalah komplikasi transfusi yang terjadi di mediasi sistem imunologi (reaksi imunologis), tidak di mediasi sistem imunologi (non – imunologis) dan penularan penyakit infeksi. Tindakan yang dilakukan bila reaksi transfusi terjadi adalah hentikan transfusi dan ganti semua transfusion set dengan yang baru, serta dilakukan pencatatan darah yang menimbulkan reaksi transfusi dan penderitanya sebelum di laporkan ke PMI atau bank darah. l. Transfusi yang rasional adalah transfusi yang memperbaiki hemodinamik (Tekanan Sistolik > 90 mmHg, MAP > 65 mmHg Nadi 60 – 100 x/menit, Produksi Urin ≥ 1 cc/kg BB) dan meningkatkan kadar hemoglobin dan hematokrit mencapai kadar optimal (7 gr/dL dan 21%) sambil mempertimbangkan komorbid penderita tanpa melupakan efek samping transfusi 35 4.6 Alur Penelitian Penderita menjalani operasi Persiapan darah (+/-) Estimasi perdarahan kelas I-IV Replacement kristaloid dan koloid Transfusi Klinis : Perfusi, CRT Sianosis Nadi SBP , MAP hidrosis urin Laboratorium Hb Sahli Hematokrit sentrifuge Darah lengkap analisa gas darah pulse oxymetri Tidak transfusi Perdarahan berhenti Stop transfusi 2 jam post transfusi transfusi Pengumpulan data Pengolahan data Penyajian data Klinis : Perfusi, CRT Sianosis Nadi SBP , MAP hidrosis urin Laboratorium Hb Sahli Hematokrit sentrifuge Darah lengkap analisa gas darah pulse oxymetri 36 4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data Data diambil dengan menggunakan lembar pengumpul data yang diisi oleh PPDS I Anestesiologi pemberi anestesi pada penderita. 4.8 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah : 1. Lembar pengumpul data 2. Tabung hematokrit 3. Sentrifuge Hematokrit 4. Sahli meter 5. Darah lengkap dan analisis gas darah ( laboratorium) 6. Monitor durante operasi 4.9 Biaya penelitian 4.9.1 Anggaran penelitian Biaya pengumpulan sampel Rp. 10.500.000,- Biaya pengolahan data Rp. 1.000.000,- Biaya pembuatan laporan Rp. 500.000,- Lain-lain Rp. 500.000,- Rp. 12.500.000,- + Jumlah 4.9.2 Sumber dana Pribadi 37 BAB 5 HASIL dan PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Selama kurun waktu lima puluh hari, mulai tanggal 1 September 2012 sampai tanggal 20 Oktober 2012 telah dilakukan suatu penelitian deskriptif observasional. Peneliti mengamati rasionalitas transfusi yang dilakukan oleh PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi terhadap penderita yang menjalani operasi emergency di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Sutomo Surabaya berdasarkan kondisi klinis, Analisis Gas Darah, Hemoglobin dan Hematokrit pra transfusi dan 2 jam pasca transfusi, Didapatkan 42 penderita memenuhi kriteria inklusi dan 641 penderita tidak memenuhi kriteria inklusi. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi dengan perincian sebagai berikut: 29 orang mendapatkan tansfusi durante operasi dan 13 orang tidak mendapatkan transfusi durante operasi. 683 penderita dengan operasi emergency Semua operasi emergency Penyaringan Usia 18-55 tahun EBL ≥ 10% 42 dimasukan dalam penelitian Semua komorbid 29 orang penderita 13 orang penderita mendapatkan transfusi tanpa transfusi Dianalisa Gambar 5.1 Alur penelitian Dianalisa 38 Adapun hasil penelitian akan disajikan dengan sistematika sebagai berikut: 1. Karakteristik fisik dan ko-morbid kelompok penelitian Karakteristik fisik dan ko-morbid subyek kelompok penelitian dapat dibaca pada tabel 1 dibawah ini Tabel 5.1. karakteristik fisik dan ko-morbid kelompok penelitian Variabel Transfusi, n=29 Tanpa Transfusi, n=13 Harga p Umur (tahun) 33,1±13,0 29,8±10,3 0,419 Berat badan (Kg) 59,6±10,6 60,5±9,6 0,791 0,485 Jenis kelamin Laki-laki 18 (62,1) 10 (76,9) Perempuan 11 (37,9) 3 (23,1) Physical status 0,001* 1 1 (3,4) 4 (30,4) 2 2 (6,9) 4 (30,4) 3 26 (89,7) 5 (38,5) 14 (48,3) 5 (38,5) 0,798 Penyakit Jantung Koroner - - - Diabetes Melitus 0 (0,0) 1 (7,7) 0,310 LFT meningkat 2 (6,9) 1 (7,7) 1,000 Hipertensi 0 (0,0) 1 (7,7) 0,310 Anemia 15 (51,7) 2 (15,2) 0,060 Sepsis 3 (10,3) 0 (0,0) 0,540 Syok (Sistolik < 90 mmHg) 7 (24,1) 1 (7,7) 0,398 Co-morbid TIK meningkat Hipoalbumin ( < 9 (31,0) 1 (7,7) 0,134 2,5g%) * uji t-test bermakna dengan nilai p < 0,05, TIK : tekanan intra kranial, LFT : liver function test 39 Tabel 5.1 menunjukan bahwa hasil uji T-test yang menganalisis perbedaan karateristik fisik antara kedua kelompok tersebut, umur, jenis kelamin dan komorbid subyek (TIK Meningkat, PJK DM, LFT, Hipertensi, Sepsis, anemia dan Hipoalbumin) nilai (p > 0,05 ). Perbedaan karasteritik fisik tersebut secara statistik tidak bermakna dan sampel bersifat homogen. Perbedaan yang bermakna (p < 0,05) di dapatkan pada Physisical status sampel yang di dapat. Penderita yang mendapat transfusi memiliki Physisical status lebih tinggi dari yang non transfusi. 2. Karakteristik Hemodinamik, Pulse Oxymetri dan Laboratorium subyek penelitian sebelum operasi Karakteristik subyek penelitian sebelum operasi di obervasi sebagai data awal subyek penelitian sehingga bisa dianalisis perbedaan antara kedua kelompok subyek penelitian. Tabel 5.2. Karakteristik Hemodinamik, Pulse Oxymetri dan Laboratorium subyek penelitian sebelum operasi Variabel Transfusi, n=29 Tanpa Transfusi, n=13 Harga p Tekanan Sistolik 120,6±23,3 120,2±12,0 0,946 Tekanan Diastolik 71,1±17,3 78,5±8,1 0,067 Frekuensi nadi 102±25,3 81,7±12,7 0,001* 99 (94 – 100) 99 (98 – 99) 0,762 Hb 9,3±3,1 12,5±2,1 0,002* Hct 26,8±9,3 36,5±6,1 0,001* EBV 4081,4±837,9 4169,6±775,5 0,749 SpO2 * uji t-test bermakna dengan nilai p <0,05, Hb : hemoglobin, Hct : hematocrit, EBV : estimated Blood Volume, SpO2 : pulse oxymetri Tabel 5.2 menunjukan hasil dari analisis uji T-test pada parameter hemodinamik subyek penelitian sebelum operasi secara statistik tidak didapatkan 40 perbedaan bermakna (p > 0,05), namun perbedaan bermakna (p< 0,05) ditemukan pada nadi, kadar hemoglobin dan kadar hematokrit penderita. Hal ini menunjukan bahwa sejak pre operasi kita dapat memprediksi akan adanya kebutuhan transfusi darah karena di dapatkan adanya tanda-tanda kinis kebutuhan oksigen yang meningkat berupa nadi yang mulai takikardia (102±25,3) dan laboratoris berupa kadar hemoglobin (9,3±3,1) secara rerata kurang dari 10g/dL dan akan berkurang kembali karena perdarahan durante operasi dibandingkan dengan subyek yang tanpa mendapatkan transfusi, subyek yang tidak mendapatklan transfusi tidak menunjukan adanya kebutuhan oksigen yang meningkat (81,7±12,7) dan kadar hemoglobin awal sebelum operasi yang lebih tinggi (12,5±2,1). 3. Perbandingan perubahan hemodinamik dan laboratoris subyek penelitian durante operasi Perubahan hemodinamik subyek penelitian durante operasi terkait dengan jumlah perdarahan subyek penelitian sehingga disertakan jumlah perdarahan yang dialami subyek penelitian. Tabel 5.3. Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian durante operasi Variabel Transfusi, n=29 Tanpa Transfusi, n=13 Harga p Tekanan Sistolik 109,6±13,0 119,0±6,1 0,018* Tekanan Diastolik 65,1±10,2 75,2±9,2 0,004* Frekuensi nadi 104,5±24,3 84,2±9,6 <0,0001* 99 (97 – 100) 99 (97 – 100) 0,515** Hb 7,5±2,2 10,3±1,8 <0,0001* Hct 20,8±6,8 29,2±5,4 <0,0001* 1144,8±818,7 621,5±222,2 0,003* SpO2 Jumlah perdarahan * uji t-test bermakna dengan nilai hematocrit, p < 0,05, Hb : hemoglobin, Hct : 41 Tabel 5.3 menunjukan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik untuk setiap variabel yang diteliti dengan menggunakan uji T-test. Tekanan sistolik, tekanan diastolik, frekuensi nadi, hemoglobin, hematokrit dan jumlah perdarahan secara statistik ditemukan perbedaan bermakna. Simpulan yang dapat ditarik dari data tersebut diatas adalah perdarahan yang banyak menyebabkan perubahan hemodinamik, kadar hemoglobin dan kadar hematokrit yang bermakna. Perubahan – perubahan tersebut menunjukan meningkatnya kebutuhan transfusi berbanding lurus dengan jumlah perdarahan dan perubahan hemodinamik. 4. Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian durante dan post operasi Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian durante dan post operasi dibagi menjadi dua, yaitu sampel yang mendapatkan transfusi dan tidak mendapatkan transfusi. Tabel 5.4.1 Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian durante dan post operasi mendapatkan transfusi Variabel Transfusi, n=29 Durante op Post op Harga p Tekanan Sistolik 109,6±13,0 115,1±10,6 0,052 Tekanan Diastolik 65,1±10,2 68,8±10,2 0,084 Frekuensi nadi 104,5±24,3 93,1±12,0 0,001* 99 (97 - 100) 99 (97 - 100) 0,436 Hb 7,5±2,2 9,1±1,3 <0,0001* Hct 20,8±6,8 25,9±3,7 <0,0001* SpO2 * uji t-test bermakna dengan nilai p < 0,05, Hb : hemoglobin, Hct : hematocrit, SpO2 : pulse oxymetri Tabel 5.4.1 menunjukan perubahan hemodinamik subyek penelitian yang mendapatkan transfusi, dengan dilakukan uji T-test didapatkan bahwa ada 42 perbedaan bermakna secara statistik pada nadi, hemoglobin dan hematokrit (p< 0,05) namun tidak ada perbedaan bermakna pada tekanan sistolik dan diastolik penderita (p>0,05). Data diatas menunjukan bahwa transfusi yang diberikan memperbaiki hemodinamik penderita, kadar hemoglobin dan kadar hematokrit secara signifikan. Tekanan sistolik dan diastolik sampel yang tidak berbeda bermakana menunjukan resusitasi cairan yang dilakukan berhasil baik mempertahankan volume intravaskuler sehingga tidak terjadi perubahan yang bermakna. Sampel yang tidak mendapatkan transfusi durante operasi mengalami perubahan yang tidak terlalu bermakna seperti yang ditunjukan tabel 5.4.2. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa setelah dilakukan uji T-test tidak didapatkan perubahan yang bermakna secara statistik (p>0,05) antar hemodinamik penderita durante dan post operasi. Simpulan yang bisa diambil adalah resusitasi cairan yang diberikan cukup untuk memperbaiki volume intravaskuler yang hilang karena perdarahan yang dialami oleh subyek penelitian tanmpa diperlukan transfusi darah sebagai cairan resusitasi. Tabel 5.4.2 Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian durante dan post operasi tanpa transfusi Variabel Tanpa Transfusi, n=13 Durante op Post op Harga p Tekanan Sistolik 119,0±6,1 112,5±10,1 0,088 Tekanan Diastolik 75,2±9,2 68,3±8,8 0,047 Frekuensi nadi 84,2±9,6 80,3±5,9 0,0216 99 (97 - 100) 99 (97 - 99) 0,408 Hb 10,3±1,8 9,8±1,2 0,212 Hct 29,2±5,4 27,4±3,5 0,183 SpO2 Hb : hemoglobin, Hct : hematocrit, SpO2 : pulse oxymetri 43 Perubahan hemodinamik antara subyek yang mendapatkan transfusi dan tanpa transfusi secara umum berbeda secara signifikan, hal tersebut bisa terlihat dari tabel 5.4.3 di bawah ini. Tabel 5.4.3 Perubahan hemodinamik subyek penelitian durante dan post operasi Variabel Transfusi, n=29 Tanpa Transfusi, n=13 Durante op Post op Durante op Post op Tekanan Sistolik 109,6±13,0 115,1±10,6 119,0±6,1 112,5±10,1 Tekanan Diastolik 65,1±10,2 68,8±10,2 75,2±9,2 68,3±8,8 Frekuensi nadi 104,5±24,3 93,1±12,0 84,2±9,6 80,3±5,9 99 (97 - 100) 99 (97 - 100) 99 (97 - 100) 99 (97 - 99) Hb 7,5±2,2 9,1±1,3 10,3±1,8 9,8±1,2 Hct 20,8±6,8 25,9±3,7 29,2±5,4 27,4±3,5 SpO2 Hb : hemoglobin, Hct : hematocrit, SpO2 : pulse oxymetri 5. Perbandingan perubahan Gas Darah Pre dan post transfusi Asidosis metabolik adalah keadaan yang mengancam nyawa dan sangat dipengaruhi oleh base excess. Hal ini menjadi penting diteliti agar ada parameter yang bisa dinilai untuk meningkatkan keamanan penderita setekah resusitasi. Tabel 5.5 Perbandingan perubahan base excess pre transfusi dan post transfusi Analisis gas darah Transfusi, n=29 Durante op Post op Harga p pH darah 7,4±0,1 7,4±0,1 0,658 pCO2 36,2±6,9 36,7±7,6 0,741 pO2 200,2±97,3 172,5±84,5 0,165 BE -1,7±6,0 -3,2±6,1 0,159 HCO3 22,1±5,0 23,4±6,1 0,141 SaO2 98,9±1,2 98,6±1,3 0,154 357,8±70,0 341,6±57,1 0,270 p/f ratio Tabel 5.5 hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan uji T-test tidak ditemukan adanya perubahan yang bermakna pada pH ( p > 0,05) dan base excess 44 ( p > 0,05). Simpulan dari data penelitian ini adalah walau pun sudah dilakukan transfusi dan resusitasi cairan yang memperbaiki parameter hemodinamik seperti tekanan sistolik, diastolik, nadi, kadar hemoglobin dan hematokrit tidak memberikan perubahan yang signifikan pada perubahan keasaman gas darah dan base excess. Hal ini menunjukan perbaikan parameter makrosirkulasi tidak berbanding lurus dengan perubahan mikrosirkulasi. 6. Perbandingan Hemoglobin Sahli dan pemeriksaan darah lengkap laboratorium Pemeriksaan kadar hemoglobin yang cepat dan tepat merupakan salah satu faktor yang sangat krusial dalam pengambilan keputusan transfusi atau tidak, sehingga diperlukan suatu pemeriksaan yang mudah dan bisa dilakukan durante operasi dengan hasil yang langsung bisa didapatkan. Pemeriksaan Hemoglobin dengan metode Sahli dikatakan sudah kuno dan tidak akurat lagi. Penelitian ini membandingkan apakah pemeriksaan Hemoglobin metode Sahli cukup akurat dibandingkan dengan pemeriksaan darah lengkap dengan metode fotometri yang dilakukan di laboratorium. Tabel 5.6 menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan Hemoglobin metode Sahli dengan metode fotometri yang dilakukan di laboratorium, namun untuk pemeriksaan hematokrit laboratorium didapatkan perbedaan yang cukup besar. sentrifuge dan Simpulan dari hasil penelitian ini adalah pemeriksaan hemoglobin dengan metode Sahli masih cukup akurat dan bisa digunakan untuk pemeriksaan secara tepat dan hasil yang cepat sebagai dasar pengambilan keputusan untuk memberikan transfusi pada subyek penelitian namun hematokrit sentrifuge tidak reliable. 45 Tabel 5.6 Perbandingan pemeriksaan Kadar Hemoglobin dan Hematokrit no durante operasi Hb sahli delta Hb Hct Hct sent Delta Hct Hb 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 7.9 8.5 10.7 6.7 7.6 6.7 7.5 8 9.7 7.5 2.7 5 9 8 10.6 6.9 7.4 9.6 10.5 6 9 10.6 12.2 4 4.4 8.2 10.3 6.7 10.5 7.5 8 9 6 8 6 8 7 9 7.8 2 6 9 6 10 6 7.5 8.5 9.5 6.9 9 10 12 3 4 8 9 5 10 0.4 0.5 1.7 0.7 0.4 0.7 0.5 1 0.7 0.3 0.7 0.1 0 2 0.6 0.9 0.1 1.1 1 0.9 0 0.6 0.2 1 0.4 0.2 1.3 1.7 0.5 19.2 22 38.3 19 18 14 21 20 29 22 9 15 25 27 31.6 20 21.5 27.3 30 16 28 31.6 35.7 10 12.4 22 29.5 18 31 20 23 25 17 22 15 21 18 24 22 8 14 26 15 32 15 20 22 28 18 26 32 32 8 11 23 25 12 29 0.8 1 13.3 2 4 1 0 2 5 0 1 1 1 12 0.4 5 1.5 5.3 2 2 2 0.4 5.7 2 1.4 1 4.5 6 2 Hb 10.4 10.2 9.6 9.9 8 7.3 10.5 11 10.7 8.1 10.8 7.4 8.9 9.8 14.3 11.3 11.1 9.7 9.5 8.8 8.9 14.3 12 6 8.1 10 10.1 11.4 10.9 post transfusi Hb sahli Delta Hb Hct Hct sent delta Hct 10 10 9 9 9 7.5 10 9 10.5 9.8 9 7 8 8 13 10 10 8 10.5 8 8 14 11 6 9 9 9 10 9 0.4 0.2 0.6 0.9 1 0.2 0.5 2 0.2 1.7 1.8 0.4 0.9 1.8 1.3 1.3 1.1 1.7 1 0.8 0.9 0.3 1 0 0.9 1 1.1 1.4 1.9 30.1 26.5 27.4 28.4 22.1 21 29.8 31.5 32 18.5 32 20.7 26.1 28.7 40.8 33 29 28.4 27 26 26.1 40.8 38 13 23.9 31 28.8 26.3 31.5 29 27 25 25 29 20 28 25 29 27 26 26 25 22 26 27 28 21 32 22 23 31 31 14 25 25 26 28 28 0.2 0.5 2.4 3.4 6.9 1 1.8 6.5 3 8.5 6 5.3 1.1 6.7 14.8 6 1 7.4 5 4 3.1 9.8 7 1 1.1 14 2.8 1.7 3.5 Resusitasi pada perdarahan bertujuan menghentikan sumber perdarahan dan menggembalikan volume darah intravaskuler yang bersirkulasi supaya oksigenasi jaringan tidak akan terganggu, karena selama volume yang bersirkulasi terjaga walau kadar hemoglobin rendah maka oksigenasi jaringan tetap bisa dipertahankan.5 Jumlah cairan resusitasi yang bisa diberikan kepada penderita berhubungan erat dengan jumlah perdarahan yang dialami, semakin banyak perdarahan yang dialami maka semakin banyak cairan yang dibutuhkan untuk meresusitasi sehingga pada suatu titik diperlukan transfusi darah untuk menyelamatkan hidup penderita.6 46 5.2 Pembahasan Peneliti mengamati rasionalitas transfusi darah yang dilakukan oleh PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi terhadap penderita yang menjalani operasi emergency di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Sutomo Surabaya berdasarkan kondisi klinis, Analisis Gas Darah, Hemoglobin dan Hematokrit pra transfusi dan 2 jam pasca transfusi. Subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi selama lima puluh hari pengamatan (1September 2012 – 20 Oktober 2012) sebanyak 42 subyek. Subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : 29 subyek dalam kelompok yang mendapatkan transfusi dan 13 subyek pada kelompok yang tidak mendapatkan transfusi. Kelompok subyek penelitian tersebut kemudian di lakukan uji t 2 sampel dan fisher exact, di dapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik (p > 0,05), dengan demikian subyek penelitian dapat dikatakan homogen secara karakteristik fisik dan ko-morbid yang di derita. non trasnfusi 31% transfusi 69% Grafik 5.1 Proporsi subyek penelitian Kelompok subyek yang mendapatkan transfusi sejak sebelum operasi memiliki kadar Hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang 47 tidak mendapatkan transfusi, namun kondisi hemodinamik subyek dalam keadaan stabil seperti terlihat pada grafik 5.1. Anemia mungkin merupakan hasil dari resusitasi cairan dengan kristaloid, dimana terjadi hemodilusi yang mengakibatkan terjadinya suatu keadaan euvolemik anemia. Parameter hemodinamik subyek penelitian sebelum operasi antara kelompok yang mendapat transfusi dan yang tidak mendapat transfusi didapatkan perbedaan secara bermakna pada frekwensi Nadi ( p < 0,05) dengan uji t 2 sampel seperti terlihat pada grafik 5.3. 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 transfusi non transfusi Grafik 5.2 Karakteristik subyek penelitian Tubuh kita berkompensasi terhadap kehilangan darah dengan mengaktifkan empat sistem tubuh, yaitu : aktivasi sistem pembekuan darah oleh sistem hematologi, retensi air oleh sistem neuro endokrin dan sistem renalis serta perubahan sistem kardio vaskular.11 48 110 100 90 80 nadi transfusi 70 nadi non transfusi 60 Hb transfusi 50 Hct transfusi 40 Hb non transfusi 30 Hct non transfusi 20 10 0 pre op durante op post op Grafik 5.3 Gambaran Nadi, Hemoglobin dan Hematokrit subyek penelitian Sistem kardiovaskular berespon terhadap kehilangan cairan intravaskuler dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.5 Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan nadi vagal basal yang diatur oleh baroreseptor di arcus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh paru. Mekanisme ini berlangsung baik sampai perdarahan 30% EBV. 11,15 Kelompok subyek penelitian yang mendapatkan transfusi melakukan kompensasi dengan meningkatkan frekuensi nadi dan di dukung oleh resusitasi cairan untuk mengganti darah yang hilang dalam upaya menjaga kecukupan curah jantung. Kelompok subyek penelitian yang mendapatkan transfusi mengalami perdarahan lebih banyak, yaitu sekitar 30% EBV. Hal ini menyebabkan perubahan parameter hemodinamik yang berbeda bermakna secara klinis mau pun uji statistik t berpasangan (p <0,05). 49 Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan berdasarkan persentase volume darah yang hilang, namun perbedaan antara kelas – kelas klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah tanpa perubahan hemodinamik yang berarti, sehingga sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan sebagai parameter yang lebih sensitif. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal. Kelas perdarahan dan reaksi fisiologis tubuh terhadap perdarahan dibagi menurut beberapa derajat seperti dibawah ini untuk memudahkan observasi akan estimasi darah yang hilang saat operasi.2 a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%) tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal. Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan. Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%. b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%). Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan. Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik. c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%) penderita biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria,dan perubahan status mental yang signifikan, seperti 50 kebingungan atau agitasi. Penderita tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik, sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan. d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%). Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat. Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat. Reaksi tubuh terhadap perdarahan yang dialaminya disarikan dalam diagram ini. Gambar 5.2 Mekanisme Kompensasi Tubuh terhadap Perdarahan 51 Perdarahan mengakibatkan penurunan volume darah dan tekanan vena sentral, yang mengakibatkan penurunan curah jantung sehingga menurunkan tekanan arteri. Reaksi tubuh adalah dengan mengaktifkan sisttem simpatis dan menurunkan sistem parasimpatis melalui pusat baroreseptor di aorta sehingga terjadi vasokonstriksi vena periper yang mengakibatkan penurunan compliance dari vena-vena tersebut untuk meningkatkan tekanan vena sentral agar preload ventrikel meningkat dan volume sekuncup meningkat, disertai peningkatan frekwensi nadi sehingga curah jantung tetap terjaga. Saat terjadi perdarahan yang melebihi 30% dari EBV maka mekanisme diatas sudah mulai tidak bisa bekerja dengan baik sehingga gejala paerubahan hemodinamik mulai terlihat jelas.33 Klasifikasi dan mekanisme diatas menjelaskan mengapa dari tiga belas subyek penelitian yang tidak mendapatkan transfusi tidak ada satu pun mengalami hemodinamik yang tidak stabil karena jumlah perdarahan yang rata – rata hanya sekitar 10% – 20% EBV masih bisa di kompensai tubuh dan resusitasi cairan yang berhasil walau menyebabkan terjadinya hemodilusi. 52 130 120 110 100 90 80 sistolik transfusi 70 sistolik non transfusi 60 diatolik transfusi 50 diastolik non transfusi 40 30 20 10 0 pre op durante op post op Grafik 5.4 Gambaran tekanan darah subyek penelitian Perdarahan terbanyak dialami subyek penelitian yang tidak mendapatkan transfusi adalah 1200 cc dengan kadar hemoglobin awal 14,4 g/dL dan hematokrit 43,5. Durante operasi dilakukan resusitasi cairan dengan kristaloid dan koloid sesuai jumlah perdarahan yang dialami, subyek penelitian tidak mengalami perubahan yang berarti. Post operasi parameter klinis hemodinamik dalam keadaan stabil, sedangkan kadar hemoglobin 9,5 g/dL dan hematokrit 27%. Subyek memang mengalami hemodilusi untuk mengatasi perdarahan yang dialaminya, namun hemodilusi yang dilakukan masih dalam batas yang aman. Hemodilusi dengan resusitasi cairan kristaloid atau koloid mempunyai efek meningkatkan tekanan vena sentral karena volume intravaskular seperti dalam keadaan normal.3 Volume intravaskular yang normal meningkatkan pengisian ventrikel dan curah jantung tetap terjaga. Hemodilusi ini yang menyebabkan parameter hemodinamik tetap stabil sesuai dengan hukum FrankStarling pada grafik dibawah ini. 53 Gambar 5.3 Hukum Frank-Straling Keuntungan lain dengan dilakukannya hemodilusi adalah meningkatkan kecepatan aliran darah dan mempertahankan bahkan meningkatkan kapasitas penghantaran oksigen ke jaringan, karena walau pun jumlah sel darah merah menjadi lebih sedikit namun ia lebih sering mencapai jaringan, meningkatnya kapasitas pembawa oksigen baik sistemik mau pun kapiler terlihat jelas pada batas hematokrit 33% namun menurun kembali sampai batas normal pada kadar hematokrit 27%.32 Konsekuensi dari kemampuan adaptasi tubuh akibat hemodilusi ini adalah bahwa secara umum kapasitas penghantaran oksigen tak akan terganggu sampai tubuh kehilangan darah 50% bila dilakukan resusitasi dengan cairan yang cukup dan oleh sebab itu bila rata-rata kadar hemoglobin normal adalah 14 – 15 g/dL, inisisasi transfusi baru dilakukan bila kadar hemoglobin sekitar 7 g/dL dan masih terjadi perdarahan. 32 54 Sunder-Plasman sudah membuktikan hal tersebut di atas pada tahun 1968 dengan kurva kemampuan transport oksigen yang adalah sama baiknya pada kadar hemoglobin 7 – 15 g/dL. Gambar 5.4 Kurva Sunder-Plasman Hemodilusi yang dilakukan tentu ada batasnya, batas tersebut ditentukan oleh kadar hematokrit penderita. Batas bawah hematokrit yang masih tolerable adalah 25%-30%, pada batas yang ekstrim bisa dilakukan sampai kadar hematokrit 20%,34 sehingga bila sudah mendekati harga tersebut maka transfusi darah perlu dilakukan. Batas kritis dan tolerable kadar hemoglobin dan hematokrit pada manusia berbeda untuk tiap individu dan sulit untuk ditentukan,namun secara umum dikatakan bahwa kadar hemoglobin 7-8 g/dL dengan kadar hematokrit sekitar 20% merupakan batas minimal. Transfusi sendiri dilakukan bila didapatkan gejala klinis meningkatnya kebutuhan oksigen dan pemeriksaan laboratorium yang menunjang. 55 Kelompok transfusi menunjukan gejala klinis sesuai perdarahannya sebanyak ≥ 30% EBV. Gejala berupa tekanan darah yang turun, nadi yang naik walau pun sudah dilakukan resusitasi cairan dengan cukup. Disertai kadar hemoglobin dan hematokrit yang turun setelah dilakukan hemodilusi dengan memberikan sejumlah cairan kristaloid dan koloid. 120 nadi transfusi 110 nadi non transfusi 100 90 Hb transfusi 80 Hct transfusi 70 Hb non transfusi 60 Hct non transfusi 50 sistolik transfusi 40 sistolik non transfusi diastolik transfusi 30 20 10 diastolik non transfusi 0 pre op durante op post op Grafik 5.5 Gambaran klinis dan laboratorium sesuai perdarahan Tekanan sistolik yang mulai turun (109,6±13), nadi yang mulai meningkat (104,5±24,5), kadar hemoglobin (7,5±1,9) dan hematokrit (20,8±5,1) yang menurun serta jumlah perdarahan mendekati ≥ 30% EBV (1423,1±808,4), nilai base excess subyek penelitian rata – rata lebih dari -2 (-4,1±5,8) dijadikan dasar untuk melakukan transfusi darah walau pun perfusi masih hangat kering merah dan produksi urin masih lebih dari sama dengan 1 cc/kgbb/jam. Transfusi darah dilakukan sesuai dasar klinis dan laboratoris yang ditemukan pada sampel, dengan tujuan memperbaiki kondisi klinis penderita, 56 mendapatkan keuntungan yang dicapai lebih besar dari kerugian yang mungkin dialami sambil bisa diawasi oleh petugas yang terlatih sehingga bila terjadi penyulit transfusi bisa diatasi segera.16 Parameter klinis yang bisa diobservasi adalah parameter hemodinamik yang memburuk setelah di lakukan resusitasi cairan yang adekuat, menunjukan adanya suatu perdarahan yang sedang berlangsung, namun demikian parameter makro hemodinamik sebagai tanda perdarahan yang sedang berlangsung kurang begitu sensitif karena dipengaruhi hemodilusi dan kompensasi tubuh, maka diperlukan pemeriksaan lain untuk mendukung adanya kebutuhan oksigen yang meningkat, salah satunya adalah nilai base excess yang memburuk (-4,1±5,8).5,12 Base excess adalah sejumlah basa (dalam mmol) yang diperlukan untuk mentitrasi 1 liter darah arteri secara keseluruhan untuk mencapai pH 7,40. Base excess direkomendasikan sebagai penanda kecukupan resusitasi berdasarkan data pada hewan dan manusia yang menunjukan bahwa base excess berkorelasi dengan keparahan cedera dan tingkat perdarahan, karena itu metabolik asidosis karena peningkatan base excess menjadi standar baku untuk menilai kecukupan resusitasi. 35,36 Base excess bisa dinilai dengan cepat kemudian di telaah secara ekstensif untuk menunjukan kaitannya dengan perdarahan. Davis dkk melakukan penelitian dengan membagi nilai inisial base excess menjadi tiga kelompok, yaitu : ringan (3 sampai -5), sedang (-6 sampai -9) dan berat ( > -10). Mereka menemukan hubungan yang signifikan antara nilai initial base excess dengan kebutuhan transfusi dalam 24 jam pertama.37 57 Parameter lain yang dipakai untuk menentukan kebutuhan dilakukannya transfusi adalah kadar hemoglobin, yang menjadi triger dilakukan transfusi yang rasional adalah kadar hemoglobin sekitar 7-8 g / dL, karena pada batas ini kapasitas transport oksigen relatif masih baik namun dibawahnya sudah memburuk.14 Batasan ini tidak kaku karena tergantung parameter klinis juga, transfusi bisa dilakukan pada kadar Hemoglobin yang lebih tinggi pada penderita normovolemik disertai tanda-tanda gangguan miokardium, serebral dan respirasi.6 Hal tersebut diatas menjadi dasar dilakukannya transfusi pada subyek penelitian, sehingga resusitasi masih menghasilkan keluaran yang lebih baik. Transfusi tidak perlu di tunda sampai titik yang lebih rendah lagi karena akan sulit meresusitasi penderita yang sudah lebih buruk keadaannya.35 Transfusi diharapkan bisa memperbaiki parameter hemodinamik makro karena memperbaiki volume intravaskuler. Restorasi volume intravaskuler diharapkan terjadi dengan cepat karena dimasukan preparat yang sama dengan yang hilang sehingga oksigenasi jaringan berjalan baik. Dua puluh enam dari dua puluh sembilan subyek penelitian dengan PS ASA 3, sebagian besar dengan peningkatan tekanan intra kranial (14 subyek) dan sepsis (9 subyek) sehingga dibutuhkan batas yang lebih tinggi untuk dilakukan trasnfusi. Tekanan sistolik, distolik, nadi serta kadar hemoglobin dan hematokrit yang lebih tinggi untuk dimulainya transfusi dan penghentian trasnfusi untuk post operasi. Rerata dimulainya transfusi adalah pada tekanan sistolik sekitar 109,6±13,0 dan diastolik 65,1±10,2, hal ini dilakukan untuk menjaga perfusi ke serebral supaya tidak terjadi iskemia pada serebral. 58 Subyek penelitian dengan ko-morbid cedera kepala sangat riskan terhadap gangguan hemodinamik sebagai akibat langsung seperti cedera batang otak atau cedera lain yang berakibat pedarahan sehingga penderita mengalami hipovolemi mau pun cedera pada myocard seperti pada trauma thoraks yang terjadi secara bersamaan.38 Hemodinamik yang stabil merupakan target yang mutlak harus di capai, karena otak yang cedera kehilangan kemampuan autoregulasi global mau pun lokal, sehingga hipotensi bisa mengakibatkan cedera otak sekunder berupa iskemia serebral akibat menurunnya cerebral blood flow sedangkan hipertensi disisi lain bisa mengekaserbasi vasogenic edema yang menyebabkan TIK meningkat.38 Mean arterial pressure (MAP) minimal 70 mmHg merupakan target yang harus di capai, hal ini harus bisa disesuaikan dengan keadaan klinik penderita yang mencerminkan TIKnya.38,39 Volume intravaskular di usahakan cukup dengan pemberian cairan kristaloid isotonis atau koloid sampai tercapai CVP 5-10 mmHg dengan menghentikan perdarahan akibat trauma di tempat lain, bila belum tercapai maka vasopresor bisa diberikan secara titrasi.38 Hipertensi tidak perlu segera diturunkan jika MAP tidak melebihi 120 mmHg sebelum terpasangnya monitor TIK karena tekanan darah sistemik yang tinggi mungkin diperlukan untuk menjaga cerebral blood flow. MAP kemudian disesuaikan dengan besarnya TIK agar mencapai CPP optimal pada penderita.38 Target kadar hemoglobin dan hematokrit pada subyek penelitian dengan komorbid peningkatan tekanan intra kranial lebih tinggi, yaitu sekitar 10g/dL dan 59 30%. Batas kadar ini ditentukan karena pada penderita cedera kepala hasil terapinya menjadi buruk bila penderita memiliki kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah batas tersebut karena terjadi gangguan oksigenasi.40 Transfusi dimulai pada kadar hemoglobin 7,5±2,2, namun demikian post operasi kadar hemoglobin subyek penelitian sekitar 9,1±1,3. Transfusi bisa ditunda sampai kadar yang masih tolerable selama tidak ada tanda klinis hemodinamik yang terganggu, dan bisa diberikan sampai batas yang kita inginkan bila perdarahan yang terjadi sudah bisa teratasi.23 Peranan operator sangat besar dalam hal ini, bagaimana operasi bisa tidak berdarah terlalu banyak namun patologi karena traumanya bisa teratasi. Komunikasi antara dokter bedah dan anestesi durante operasi sangat berperan penting dalam mengatasi perdarahan yang terjadi, sehingga operator bisa mengetahui juga perdarahan yang sudah terjadi dan keadaan hemodinamik penderita. Sepsis merupakan ko-morbid lain yang banyak dialami oleh subyek penelitian yang mendapat transfusi, sembilan dari duapuluh sembilan subyek penelitian mengalami sepsis. Sepsis adalah adanya sekumpulan gejala sebagai respon sistemik terhadap inflamasi berupa demam ( t > 38 C) atau hipotermia (t < 36C), takikardia (>90x/menit), takipneu (>20x/menit) disertai adanya leukosistosis (> 12.000) atau leukopenia (< 4.000) dengan ditemukannya infeksi.41 Subyek penelitian dengan sepsis memiliki batas tolerable kehilangan darah hanya sampai hematokrit 30% saja. Hal ini terutama pada penderita yang masih dalam tahap resusitasi awal (EGDT : Early Goal Directed therapy). Hal ini tidak berlaku untuk subyek dengan sepsis yang sudah teresusitasi, bila tanda –tanda hipoperfusi jaringan sudah hilang dan komorbid lainnya seperti laktik asidosis, penyakit 60 jantung koroner atau perdarahan akut tidak ada maka transfusi dilakukan jika kadar hemoglobin < 7 g/dL dengan target hemoglobin post transfusi adalah 7- 9 g/dL. Mortalitas penderita tidak meningkat dengan kadar hemoglobin di batas tersebut, namun perlu diingat bahwa transfusi yang diberikan meningkatkan penghantaran oksigen namun tidak selalu meningkatakan kemampuan sel untuk mengekstraksi oksigen.43 Transfusi pada subyek dengan sepsis dilakukan hampir sama dengan subyek dengan cederea kepala dengan menjaga tekanan darah sistolik dan iastolik cukup tinggi dan MAP > 65 mmHg dan Hematokrit post transfusi sekitar 25,9±3,7. Transfusi yang diberikan memperbaiki keadaan hemodinamik subyek penelitian dan laboratoium subyek penelitian kecuali nilai base excess subyek penelitian. Parameter makro hemodinamik subyek penelitian mengalami perbaikan setelah mendapatkan transfusi, perbedaan itu bermakna baik secara klinis mau pun secara stastistik (p < 0,05). Perbaikan hemodinamik parameter hemodinamik itu terjadi setelah darah yang hilang diganti minimal 50% dari jumlah perdarahan dan maksimal tujuh kali jumlah perdarahan. subyek yang mendapat transfusi empat kali jumlah perdarahan disebabkan kadar hemoglobin pre transfusi 6 g/dL dengan ko-morbid peningkatan tekanan intra kranial sehingga dibutuhkan kadar hemoglobin sekitar 10g/dL. Nilai base excess yang tidak membaik walau parameter hemodinamik makro sudah membaik ditunjukan oleh hampir seluruh subyek penelitian, hal ini mungkin belum kembalinya vasokonstriksi vena-vena periper yang diaktivasi saat terjadi perdarahan atau stress pembedahan yang dialami jaringan. Hal ini memang belum bisa peneliti buktikan dengan pasti, secara statistik dengan uji t-test tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna. Simpulan yang bisa kita tarik adalah 61 bahwa perbaikan parameter makro hemodinamik tidak berbanding lurus dengan perbaikan mikro hemodinamik. Pemeriksaan base excess tidak terlalu sensitif dan spesifik untuk menilai keberhasilan resusitasi cairan dan transfusi pada penderita yang menjalani operasi emergency di kamar operasi lantai 5 instalasi rawat darurat RSUD dr.Sutomo. 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 pH base excess pre transfusi post transfusi Hb Sahli durante op Grafik 5.6 Gambaran pH dan base excess pre dan post transfusi Grafik 5.7 Profil perbedaan kadar Hb Sahli dan Laboratorium Pemeriksaan kadar hemoglobin yang cepat dan akurat menjadi salah satu faktor yang penting dalam rasionalitas trasnfusi yang dilakukan. Alat untuk 62 memeriksakan kadar hemoglobin tersebut sudah banyak yang portabel dan canggih, namun harganya mahal. Pemeriksaan kadar hemoglobin dengan metode Sahli yang cukup murah dan cepat ternyata hasilnya cukup akurat dalam memeriksa kadar hemoglobin, sehingga bisa dipakai sebagai salah satu alat bantu untuk memeriksa kadar hemoglobin sebelum transfusi di lakukan. 63 Rekapitulasi rasionalitas transfusi pada subyek penelitian bisa dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.7 Rekapitulasi subyek penelitian dilakukan transfusi no umur ko-morbid 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 40 42 31 41 43 23 21 18 46 25 46 18 34 18 35 35 19 25 41 26 34 35 29 18 23 50 54 19 48 inisiasi transfusi efek transfusi (perbaikan) Rationalitas klinis Laboratoris hemodinamik hemoglobin hematokrit sesuai ko-morbid TIK meningkat, Anemia HD stabil TIK meningkat HD stabil TIK meningkat HD stabil Anemia, Sepsis, Hipoalbumin HD stabil Anemia HD stabil Anemia HD tak stabil TIK meningkat, Anemia HD tak stabil TIK meningkat HD tak stabil TIK meningkat HD stabil TIK dan LFT meningkat HD stabil Anemia, Shock HD tak stabil Anemia, hipoalbumin HD stabil TIK meningkat HD stabil TIK meningkat, Anemia HD stabil Sepsis, hipoalbumin HD stabil LFT meningkat, hipoalbumin HD stabil Anemia, shock, hipoalbumin HD tak stabil Shock, hipoalbumin HD tak stabil TIK meningkat HD stabil Anemia, hipoalbumin HD stabil TIK meningkat HD stabil Anemia, Sepsis, Hipoalbumin HD stabil TIK meningkat HD stabil Anemia, shock, hipoalbumin HD tak stabil Anemia, hipoalbumin HD stabil TIK meningkat, anemia HD stabil shock HD stabil Shock HD tak stabil TIK meningkat HD stabil 7,9/19,2 8,5/22 10,7/38,3 6,7/19 7,6/18 6,7/14 7,5/21 8,1/20 9,7/29 7,5/22 2,7/9 5,2/15 9,1/25 8,1/27 10,6/31,6 6,9/20 7,4/21,5 9,6/27,3 10,5/30 6,1/16 9,1/28 10,6/31,6 12,2/35,7 4,1/10 4,4/12,4 8,2/22 10,3/29,5 6,7/18 10,5/31 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya 10,4 10,2 9,6 9,9 8 7,3 10,5 11 10,7 8,1 10,8 7,4 8,9 9,8 14,3 11,3 11,1 9,7 9,5 8,8 8,9 14,3 12 6 8,1 10 10,1 11,4 10,9 30,1 26,5 27,4 28,4 22,1 21 29,8 31,5 32 18,5 32 20,7 26,1 28,7 40,8 33 29 28,4 27 26 26,1 40,8 38 13 23,9 31 28,8 26,3 31,5 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya rasional rasional rasional rasional rasional rasional rasional rasional rasional under transfusion over transfusion rasional under transfusion rasional over transfusion over transfusion over transfusion rasional rasional rasional under transfusion over transfusion rasional rasional rasional rasional rasional over transfusion rasional 64 Subyek penelitian ada yang mengalami under transfusion karena tidak sesuai ko-morbid yang diderita yaitu peningkatan tekanan intra kranial, dimana diperlukan kadar hemoglobin optimalnya 10 g/dL dan hematokrit 30%. Hal ini bisa menyebabkan keluaran dari terapi yang diberikan tidak optimal. Over transfusion terjadi pada beberapa subyek penelitian, dimana kadar hemoglobin cukup sekitar 7g/dL namun di transfusi sampai kadar hemoglobin 10 – 11g/dL bahkan ada ditemukan pada satu subyek yang mengalami perdarahan sebanyak 100 cc dan di ganti dengan 700 cc, walau pun tidak ada tanda-tanda gangguan hemodinamik dan kadar hemoglobin pre transfusinya 10g /dL. Subyek memang mengalami hipoalbumin dan sepsis sehingga membutuhkan kadar hemoglobin minimal 10g/dL dan kadar hematokrit 30% sebagai bagian dari terapi. Hasil dari transfusi itu adalah kadar hemoglobin post transfusi menjadi 14g/dL dan kadar hematokrit 43%. Transfusi pada subyek ini tidak rasional karena: 1. Tidak ada indikasi atas dasar klinis berupa hemodinamik yang tidak stabil mau pun tanda-tanda kebutuhan oksigen yang meningkat, 2. Tidak ada indikasi secara laboratoris karena kadar hemoglobin dan hematokrit masih dalam batas tolerable untuk subyek dengan ko-morbid yang dimilikinya 3. Tidak sesuai dengan kebutuhan subyek yaitu transfusi albumin untuk mengatasi hipoalbumin yang dialaminya. 65 Tingkat rasionalitas transfusi darah pada subyek penelitian yang mendapatkan transfusi disarikan dalam diagram dibawah ini. rasionalitas transfusi rasional under transfusi over transfusi 21% 10% 69% Grafik 5.8 rasionalitas transfusi Subyek penelitian yang tidak mendapatkan transfusi tersari dalam tabel dibawah ini. Tabel 5.8 rekapitulasi subyek penelitian tanpa transfusi no umur berat badan ko-morbid 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 21 34 29 29 44 43 46 38 18 18 18 25 24 70 60 75 50 60 70 60 67 60 40 60 50 65 pre operasi Hemodinamik Hb Hct TIK meningkat HD stabil 15,2 43,8 TIK meningkat HD stabil 13,8 40 0 HD stabil 13 37,3 0 HD stabil 10 28,4 TIK meningkat HD stabil 14,6 41 riw. Shock HD stabil 13,6 38,2 sepsis, LFT meningkat HD stabil 10,5 31 0 HD stabil 13,2 39,5 0 HD stabil 12,8 38,6 0 HD stabil 8,5 25 TIK meningkat HD stabil 13,5 39 hipoalbumin HD stabil 9,6 28,9 TIK meningkat HD stabil 14,4 43,5 post operasi Hemodinamik Hb Hct HD stabil 12,7 36,8 HD stabil 10 29,2 HD stabil 10,5 30,1 HD stabil 9 25,4 HD stabil 13 39 HD stabil 11,8 33 HD stabil 9,4 26,6 HD stabil 11,7 32,9 HD stabil 11,6 34 HD stabil 6,8 20,3 HD stabil 11,7 32 HD stabil 8,6 26,3 HD stabil 9,3 27 rasionalitas Rasional Rasional Rasional Rasional Rasional Rasional Rasional Rasional Rasional Rasional Rasional Rasional Rasional 66 Subyek penelitian yang tidak mendapatkan transfusi semuanya tidak mengalami perubahan hemodinamik yang berarti dan kadar hemoglobin dan hematokritnya msih dalam batas tolerable, sehingga keputusan untuk tidak mentransfusi subyek penelitian sudah rasional. rasional under transfusi 0% 100% Grafik 5.9 Rasionalitas subyek penelitian non transfusi Sisa darah yang tidak terpakai bila menurut catatan dan rekapan yang peneliti lakukan untuk darah yang diambil hanya sebanyak 49 kantung dan 76 kantung yang masih disimpan di bank darah RSUD dr. Sutomo. Jumlah ini sedikit bila dibandingkan dengan jumlah kantung darah yang di kembalikan dari ruang observasi intensif selama bulan September–Oktober yaitu sebanyak 168 kantung, hal ini perlu dicermati sehingga kita tahu bahwa darah yang kembali itu berasal dari anestesi saja atau dari bagian lain yang tergabungkan di pengembalian ruang observasi intensif. 67 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Data yang didapat peneliti menunjukan bahwa transfusi yang dilakukan oleh PPDS 1 anestesiologi dan reanimasi sudah cukup rational. Resusitasi cairan yang dilakukan untuk mengantikan darah yang hilang sudah baik sehingga tidak ada perbedaan bermakna antara tekanan sistolik dan diastolik sebelum transfusi dan sesudah transfusi dengan nilai p = 0,08 ( p > 0,05), namun berbeda sangat bermakna untuk parameter nadi dengan nilai p = 0,01 (p< 0,05) sehingga tujuan transfusi untuk memperbaiki parameter makro hemodinamik bisa dicapai. Perbaikan parameter laboratorium sesuai dengan penyakit penyerta subyek penelitian berbeda secara bermakna statistik untuk kadar hemoglobin dan hematokrit sebelum dan sesudah transfusi p = <0,001 (p < 0,05). Subyek penelitian yang sudah mendapatkan transfusi yang rasional sebanyak 69%, dikatakan rasional karena efek trransfusi yang diinginkan berupa perbaikan hemodinamik, perbaikan kadar hemoglobin dan hematokrit sesuai dengan ko-morbid dapat tercapai secara maksimal. Under transfusion terjadi pada 10% subyek penelitian, dimana perbaikan hemodinamik tercapai namun kadar hemoglobin dan hematokrit yang dibutuhkan untuk ko-morbid yang dialaminya masih kurang sehingga di khawatirkan keluaran dari terapi yang diberikan tidak baik. Subyek penelitian yang mengalami over transfusion sebanyak 21%, dimana inisiasi transfusi dilakukan pada kadar hemoglobin yang masih tinggi dan 68 tidak ada tanda-tanda gangguan hemodinamik. Hal ini berbahaya karena bisa menimbulkan efek samping transfusi yang tidak kita inginkan. Subyek penelitian yang tidak di transfusi sebanyak tiga belas subyek tidak mengalami under transfusion, resusitasi dengan teknik hemodilusi dilakukan dengan baik sehingga tidak ada perbedaan bermakna secara statistik untuk parameter tekanan sistolik dengan nilai p = 0,08 ( p>0,05), perbaikan bermakna pada parameter nadi dengan nilai p = 0,02 (p<0,05) dan kadar hemoglobin serta hematokrit tidak berbeda secara bermakna p = 0,212 ( p>0,05). Base excess tidak bisa digunakan sebagai safety measure pada subyek penelitian yang mendapatkan transfusi karena tidak ada perbedaan bermakna secara statistik untuk nilai base excess pre operasi dan post operasi dengan nilai p = 0,159 ( p>0,05). Sisi lain dari data ini adalah kita tidak boleh puas hanya dengan memperbaiki parameter makro hemodinamik saja namun harus mulai belajar untuk mencari tahu perbaikan mikrovaskular dari resusitasi yang kita lakukan. Pemeriksaan kadar hemoglobin dengan metode Sahli masih bisa dipertimbangkan untuk tetap dipakai sebagai sarana pemeriksaan yang cepat, murah, mudah dan cukup akurat untuk dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin on the spot untuk membantu menentukan dilakukannya tindakan transfusi atau tidak. 6.2 Saran Penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling dengan waktu pengamatan yang relatif singkat (50 hari) sehingga mungkin sampel yang di kumpulkan hanya 42 sampel saja dan tanpa randomisasi. Dua hal tersebut sangat 69 besar kemungkinannya mempengaruhi simpulan penelitian yang diambil, akan lebih baik hasilnya bila pengambilan sampel dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama dan secara random. Penelitian lain yang menunjukan akan adanya pemeriksaan laboratorium yang memungkinkan kita untuk mengetahui keadaan mikrovaskular post resusitasi dan post transfusi sehingga kita bisa mengetahui perbaikan yang kita lakukan sudah sejauh mana, apakah sudah menyentuh mikrovaskular atau hanya bergelut di makrovaskular saja. Penulis menyarankan agar dibuat suatu formulir khusus yang harus diisi saat seorang PPDS akan memberikan transfusi yang berisi tentang data penderita, alasan transfusi, berapa jumlah darah yang akan ditransfusikan dan evaluasi post transfusi sehingga pengembalian darah yang tidak terpakai bisa ditekan. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan di ruang obervasi intensif untuk mengetahui tingkat rasionalitas transfusi darah di ruang tersebut agar tidak terjadi pengembalian darah yang banyak dari ruang observasi intensif ke bank darah setiap bulannya. 70 71 Lampiran 1 INFORMASI TENTANG PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rasionalitas transfusi darah yang dilakukan pada penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat RSU dr. Sutomo dan menganalisi rasionalitas pemeriksaan base excess sebagai safety measure tindakan transfusi darah pada penderita yang mendapat transfusi darah tersebut. Penderita yang menjalani operasi mengalami perdarahan akibat trauma yang dialaminya atau pun tindakan bedah yang dlakukan untuk mengatasi penyakitnya, Transfusi dilakukan dengan maksud mengganti perdrahan yang terjadi dan memperbaiki keadaan penderita, supaya penderita menjadi lebih baik bahkan selamat dari trauma yang mengancam nyawanya. Penderita akan diambil sampeal darah sebelum dan sesudah transfusi untuk pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit dan pemeriksaan analisis gas darah di laboratorium dan di kamar operasi secara langsung. Biaya pemeriksaan laboratorium termasuk dalam biaya rutin rumah sakit di tanggung oleh penderita sementara pemeriksaan secara langsung di kamar operasi ditanggung oleh peneliti. Penderita akan di awasi oleh peneliti, dokter dan perawat yang menangani penderita tersebut selama pembedahan dan transfuse dilakukan. Jumlah perdarahan dan jumlah darah yang di transfusikan dicatat dalam rekam medis yang sesuai dengan seksama, bila penderita megalami reaksi transfusi atau kejadian lain yang tidak termasuk dalam penlitian akan ditanggani sesuai standard operating procedure yang berlaku di RSU dr. Sutomo. 72 Penderita atau keluarga penderita akan mendapat penjelasan tentang penelitian ini bersamaan dengan penjelasan tentang tindakan operasi yang dilakuan, kemudian boleh menentukan untuk mengikuti atau tidak mengikuti penelitian ini sebelum atau selamapenelitian dilakukan. Foto kopi penjelasan penelitian ini akan diserahkan kepada penderita atau keluarga penderita bersama dengan lembar persetujuan tindakan yang akan dikembalikan setelah ditandatangai penderita atau keluarga penderita. Dokter yang bertanggungjawab dalam penelitian ini adalah peneliti (dr, Rindu Anggara Parulian) dan pembimbing penelitian (Prof. DR. dr. R. Eddy Rahardjo, SpAn. KIC), selain itu terhadap diagnosis dan perawatan termasuk di dalamnya PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi yang merawat serta dokter primer yang melakukan perawatan terhadap penderita. Doker yang bertanggung jawab selama tindakan dan perawatan bisa dihubungi selama 24 jam di telepon genggam peneliti ( dr. Rindu Anggara : 031-92072380 atau 085244698577) Surabaya,……-……-2012 Yang menerangkan (dr.RinduAnggara) Peneliti Saksi (………………) mengerti dan menyetujui (…………………….) penderita/keluarga Saksi (…………………….) 73 Lampiran 2 PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :……………………………………………………………………….. Umur :……………………………………………………………………….. Jenis kelamin :………………………………………………………………… Alamat :……………………………………………………………………… Dengan ini menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian setelah mendapat penjelasan dari peneliti untuk ( diri sendiri/anak kandung/orang tua/istri/suami/saudara kandung): Nama :…………………………………………………………………………… Umur :…………………………………………………………………………… Jenis kelamin:……………………………………………………………………. Alamat :……………………………………………………………………… No. RM: …………………………………………………………………………… Demikian surat pernyataan ini dibuat tanpa paksaan dan dengan kesadaran penuh. Surabaya,…….-………-2012 Dokter Peneliti (dr. Rindu Anggara) Saksi (………………….) penderita/keluarga (………………..) Saksi (…………………..) 74 Lampiran 3 Lembar Pengumpul Data Penelitian 1. Nama Penderita/ no. Rekam medik : 2. Umur penderita/ Jenis Kelamin : 3. Berat Badan Penderita : 4. Diagnosa Penyakit Penderita : 5. PS ASA : 6. Ko Morbid/ Special condition : 7. Rencana Operasi : 8. Perfusi/Tensi/Nadi/SpO2 pre op : x/menit/ tahun/ kg / % 9. Estimated Blood volume : cc 10. Perkiraan perdarahan : cc 11. Hemoglobin/Hematocrit lab pre op : g/dL/ 12. Presiapan darah pre operasi : a. Ditangan : b. GSH : 13. Perdarahan durante operasi : 14. Perfusi/Tensi/Nadi/SpO2 pre transfusi : x/menit/ mmHg/ % cc / mmHg/ % 15. Produksi urine pre transfusi : cc/kgbb/jam 16. Hemoglobin Sahli/Hematocrit pre transfusi : g/dL/ % 17. Hemoglobin/Hematokrit lab pre transfusi : g/dL/ % 18. Analisa Gas Darah Pre Transfusi : a. pH : b. pCO2 : c. pO2 : d. Base excess : e. HCO3 : f. SaO2 : 75 g. P/f Ratio : 19. Volume darah ditransfusikan : 20. Permintaan darah tambahan durante op : 21. Perfusi/Tensi/Nadi/SpO2 post transfusi : / : cc/kgbb/jam x/menit/ cc mmHg/ % 22. Produksi urine post transfusi 23. Hemoglobin Sahli/Hematocrit post transfusi : g/dL/ % 24. Hemoglobin/Hematokrit lab post transfusi : g/dL/ % 25. Analisa Gas Darah Post Transfusi : a. pH : b. pCO2 : c. pO2 : d. Base excess : e. HCO3 : f. SaO2 : g. P/f Ratio : 26. Jumlah darah yang tidak ditransfusikan a. Ditangan : b. GSH : 76 Lampiran 4 LEMBAR ISIAN PANITIA KELAIKAN ETIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RSU DR. SOETOMO SURABAYA 1. Peneliti a. Nama : dr. Rindu Anggara Parulian Napitupulu b. Unit kerja : Dept / SMF Anestesiologi dan Reanimasi Multisenter : tidak √ 2. Judul penelitian ANALISA TINGKAT RASIONALITAS TRANSFUSI DARAH PADA PELAYANAN OPERASI GAWAT DARURAT DI INSTALASI RAWAT DARURAT RSU Dr. SOETOMO 3. Subyek penelitian Penderita √ Yang menjalani operasi gawat darurat dan diberikan transfusi darah yang sesuai dengan kriteria subyek penelitian di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Soetomo. 4. Jelaskan manfaat penelitian terhadap pengembangan ilmu dan atau pelayanan kesehatan dan penderita Manfaat yang bisa di dapatkan adalah :: 1. Manfaat terhadap penderita Penderita kan mendapatkan pelayanan transfusi yang lebih rasional dengan resiko efek samping transfusi lebih rendah. 2. Manfaat terhadap pelayanan kesehatan c. Memberikan masukan untuk mengevaluasi pemesanan darah dan transfusi pada penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat RSU. Dr Sutomo 77 d. Memberikan masukan untuk menyusun algoritma atau guidelinepemesanan darah dan transfusi pada penderita yang menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr Sutomo 3. Manfaat terhadap dokter d. Memahami indikasi, resiko serta dasar yang rational untuk melakukan transfusi pada penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat RSU. Dr Sutomo e. Memahami tata cara transfusi yang benar f. Memahami resiko transfusi dan cara mengatasinya 5. Jelaskan resiko penelitian yang mungkin terjadi pada subyek penelitian : Terjadinya reaksi transfusi 6. Jelaskan prosedur pemantauan yang digunakan untuk keselamatan subyek penelitian : Kunjungan pre operasi sebelumnya dilakukan untuk mencari segala penyulit yang ada atau yang potensial ada pada pasien. Apabila tidak sesuai dengan kriteria inklusi dan masuk dalam kriteria eksklusi maka pasien tidak dimasukkan dalam subyek penelitian. Pemantauan prosedur anestesia dan operasi dilakukan oleh peneliti dan PPDS anestesi dengan diawasi oleh seorang supervisor atau konsultan anestesi yang sesuai dengan standar pelayanan di instalasi rawat darurat RSU Dr Soetomo Surabaya. 7. Untuk mencapai azas keadilan, jelaskan bagaimana cara memilih dan memperlakukan subyek penelitian : Semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan kunjungan pra operasi sebelum pelaksanaan operasi, kemudian dilakukan pemeriksaan ulang kondisi terakhir pasien saat pasien berada di kamar operasi, serta memberi penjelasan mengenai risiko dan manfaat penelitian sekaligus informed consent tentang kesediaan pasien untuk mengikuti penelitian. 78 Pemilihan subyek penelitian bersifat tidak memaksa, sukarela. Operasi dilakukan sesuai dengan standar pelayanan yang ada. Setelah operasi selesai pasien akan dilakukan pemantauan ketat di ruang observasi intensif. 8. Jelaskan cara pengamanan tambahan bagi subyek penelitian yang ber-resiko / “vulnerable” (seperti misalnya bila subyek penelitian tersebut ibu hamil dan menyusui, cacat mental, pasien tidak sadar, narapidana, mahasiswa kedokteran, dsb) : Penderita yang vulnerable tidak dimasukkan sebagai subyek penelitian. 9. Bila penelitian ini menggunakan subyek manusia, jelaskan bagaimana cara memberitahu dan mengajak subyek Untuk memberitahu penderita dan keluarga tentang prosedur, manfaat, risiko dan penanganan bila terjadi komplikasi dari penelitian ini maka peneliti akan menjelaskan kepada mereka sampai bisa dipahami dan akan memberikan informasi tentang penelitian secara tertulis dengan bahasa awam yang dimengerti oleh mereka. Bila sudah paham dan menyetujui untuk mengikuti penelitian ini maka diminta persetujuan tertulis untuk ikut dalam penelitian (informed consent dan persetujuan tindakan medis TERLAMPIR). Informasi yang diberikan bersifat jujur apa adanya, dijelaskan dengan bahasa awam, tertulis, ditandatangani peneliti dan penderita / keluarganya bila dimengerti dan disetujui, fotokopi lembaran informasi penelitian diberikan kepada keluarga. 10. Jelaskan cara yang digunakan untuk melindungi kerahasiaan subyek penelitian Lembar pengumpulan data tidak disimpan sebagai dokumen medik Rumah sakit tetapi disimpan oleh peneliti dan hanya diketahui oleh peneliti, sedangkan nama pasien tidak dipublikasikan dalam laporan penelitian. Semua nama dengan kode inisial yang hanya diketahui oleh peneliti. 11. Bila penelitian ini menggunakan subyek manusia, jelaskan hubungan pribadi antara peneliti dengan subyek yang diteliti √ Dokter – Penderita 79 12. Bila penelitian ini menggunakan orang sakit, sebutkan nama dokter / dokterdokter yang bertanggung jawab terhadap diagnosis dan perawatannya. Bila menggunakan orang sakit, jelaskan cara pemeriksaan kesehatannya. Dokter yang merawat dan bertanggung jawab terhadap diagnosa dan perawatan sebelum pembedahan adalah dokter obstetri/ginekologi, setelah pembedahan yang merawat adalah dokter peneliti (dr. Rindu Anggara HP : 031 92072380 ), dan dokter primer yang merawat pasien di instalasi rawat darurat. Prosedur penelitian di ruang observasi intensif dan perawatan pasca bedah dilakukan oleh peneliti dengan Prof. DR. Dr. Eddy Rahardjo SpAn. KIC sebagai pembimbing atau supervisor. Dokter jaga bedah dan primer serta anestesi dapat dihubungi selama 24 jam dan bila ada penyulit pre dan pasca bedah penderita akan ditangani dengan prosedur medis standar sesuai penyulit yang ada. Peneliti dapat dihubungi sewaktu-waktu apabila ada masalah yang terkait dengan penelitian. 13. Apakah pasien dibebani sebagian atau seluruh biaya penelitian √ Tidak 14. Bila penelitian menggunakan subyek manusia, apakah subyek dapat ganti rugi bila ada gejala efek samping? √ Tidak 15. Bila penelitian menggunakan subyek manusia, apakah subyek diasuransikan ? √ Tidak 16. Apakah rumah sakit dibebani biaya penelitian ? √ Tidak Semua biaya penelitian ditanggung oleh peneliti. Penderita hanya dibebani biaya rutin Rumah Sakit, obat-obatan dan tindakan medis. 80 Surabaya, 05 September 2012 Peneliti Utama Mengetahui dan menyetujui Kepala Departemen Anestesi & Reanimasi FK Unair – RSUD Dr. Soetomo Surabaya (dr. Rindu Anggara P. N) (dr. Puger Rahardjo, Sp An., KIC KAKV.) Tempat Penelitian : Unit / Laboratorium IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya Anestesiologi dan Reanimasi Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal : 05 September 2012 Panitia Kelaikan Etik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo Surabaya (dr. Elizeus Hanindito SpAn. KIC. KPA) 81 Lampiran 5 “CHECK LIST” LEMBAR PENILAIAN KELAIKAN ETIK PENELITIAN 1. Resiko terhadap subyek penelitian Diisi oleh Peneliti Utama a. Tidakada ................................................................................................................... b. Ada, tetapi kecil........................................................................................................ c. Beresiko sedang ....................................................................................................... d. Beresiko besar .......................................................................................................... 2.Manfaat penelitian terhadap pelayanan penderita dan atau sumbangan terhadap ilmu pengetahuan. 3. 4. 5. a. sangat besar ............................................................................................................. b. besar ......................................................................................................................... c. kecil .......................................................................................................................... d. tidak ada ................................................................................................................... Pemantauan data subyek penelitian untuk keselamatan subyek penelitian a. dilakukan secara teratur dan terus menerus ........................................................... b. dilakukan secara teratur, tetapi tidak terus menerus.............................................. c. kadang-kadang dilakukan......................................................................................... d. tidak dilakukan ......................................................................................................... Perlakuan terhadap subyek penelitian adil dan tidak berat sebelah a. semua subyek mendapat perlakuan yang sama ...................................................... b. perlakuan terhadap subyek tidak sama, dipilih secara acak .................................... c. perlakuan terhadap subyek tidak sama, dipilih berdasar kriteria ........................... d. perlakuan terhadap subyek tidak sama, dipilih berdasar selera peneliti ................ Pengamanan tambahan terhadap subyek penelitian yang beresiko 82 6. 7. a. terdapat pengamanan tambahan yang selalu siap sedia setiap saat ...................... b. terdapat pengamanan tambahan, yang tidak selalu siap ........................................ c. terdapat pengamanan tambahan, tetapi di dalampemikiran ................................. d. tidak ada pengamanan tambahan ........................................................................... Persetujuan tindakan medik (informed consent) a. dibuat persetujuan tindak medik secara tertulis, jujur dan rinci ............................. b. dibuat persetujuan tindak medik secara tertulis dalam garis besar ........................ c. dibuat persetujuan tindak medik secaralisan .......................................................... d. tidak ada persetujuan tindak medik ........................................................................ Kerahasiaan subyek penelitian a. kerahasiaan subyek penelitian sangat terjaga, atau hanya mungkin diketahui peneliti ..................................................................................................... b. kerahasiaan subyek penelitian hanya mungkin diketahui peneliti .......................... c. kerahasiaan subyek penelitian mudah diketahui oleh ilmuwan lain ....................... d. kerahasiaan subyek penelitian mudah diketahui orang lain ................................... Judul Penelitian : ANALISA TINGKAT RASIONALITAS TRANSFUSI DARAH PADA PELAYANAN OPERASI GAWAT DARURAT DI INSTALASI RAWAT DARURAT RSU Dr. SOETOMO Peneliti Utama : dr. Rindu Anggara P. N. Penilai Kelaikan Etik : dr Elizeus Hanindito, SpAn KIC KPA Hasil Penilaian (beri tanda) : 1. Laik Etik 2. Usul perbaikan 3. Tidak Laik Etik 4. Usul diseminarkan 5. Lain-lain (sebutkan) :…… 83 84 85 86 Lampiran 8 Hasil Analisis Statistik Transfusi Valid Ya Tidak Total Frequency 29 13 42 Percent 69,0 31,0 100,0 Valid Percent 69,0 31,0 100,0 Cumulative Percent 69,0 100,0 NPar Tests One-Sample Kolm ogorov-Sm irnov Test N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences Mean St d. Deviat ion Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed) Umur 42 32,0714 12,19035 ,124 ,124 -,124 ,805 ,536 BB 42 59,9048 10,17124 ,170 ,163 -,170 1,104 ,174 St d. Deviation 12,97895 10,31305 10,58778 9,55349 St d. Error Mean 2,41013 2,86033 1,96610 2,64966 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. T-Test Group Sta tisti cs Umur BB Transfusi Ya Tidak Ya Tidak N 29 13 29 13 Mean 33,1034 29,7692 59,6207 60,5385 87 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Umur BB Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed t-test for Equality of Means Sig. ,570 ,151 t ,455 ,699 df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper ,816 40 ,419 3,33422 4,08551 -4,92290 11,59134 ,891 28,855 ,380 3,33422 3,74035 -4,31732 10,98575 -,267 40 ,791 -,91777 3,43402 -7,85818 6,02263 -,278 25,535 ,783 -,91777 3,29943 -7,70588 5,87033 Sex * Transfusi Crosstabulation Sex L P Total Transfusi Ya Tidak 18 10 62,1% 76,9% 11 3 37,9% 23,1% 29 13 100,0% 100,0% Count % within Transfusi Count % within Transfusi Count % within Transfusi Total 28 66,7% 14 33,3% 42 100,0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases Value ,891b ,348 ,926 df 1 1 1 ,870 As ymp. Sig. (2-sided) ,345 ,555 ,336 1 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) ,485 ,282 ,351 42 a. Computed only for a 2x2 table b. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,33. PS * Transfusi Crossta bulation Transfusi Tidak 1 4 3,4% 30,8% 2 4 6,9% 30,8% 26 5 89,7% 38,5% 29 13 100,0% 100,0% Ya PS 1,00 2,00 3,00 Total NPar Tests Count % within Trans fusi Count % within Trans fusi Count % within Trans fusi Count % within Trans fusi Total 5 11,9% 6 14,3% 31 73,8% 42 100,0% 88 Mann-Whitney Test Ranks PS Transfusi Ya Tidak Total N Mean Rank 24,90 13,92 29 13 42 Sum of Ranks 722,00 181,00 Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z As ymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] PS 90,000 181,000 -3,478 ,001 a ,006 a. Not corrected for ties . b. Grouping Variable: Trans fusi Crosstab Transfusi Tidak 14 5 48,3% 38,5% 15 8 51,7% 61,5% 29 13 100,0% 100,0% Ya TIK Ya Tidak Total Count % within Transfusi Count % within Transfusi Count % within Transfusi Total 19 45,2% 23 54,8% 42 100,0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases Value ,349b ,065 ,352 ,341 df 1 1 1 1 As ymp. Sig. (2-sided) ,555 ,798 ,553 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) ,739 ,401 ,559 42 a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,88. 89 Crosstab PJK Tidak Total Count % within Trans fusi Count % within Trans fusi Transfusi Ya Tidak 29 13 100,0% 100,0% 29 13 100,0% 100,0% Total 42 100,0% 42 100,0% Crosstab DM Ya Tidak Total Count % within Transfusi Count % within Transfusi Count % within Transfusi Transfusi Ya Tidak 0 1 ,0% 7,7% 29 12 100,0% 92,3% 29 13 100,0% 100,0% Total 1 2,4% 41 97,6% 42 100,0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases Value 2,285b ,174 2,400 df 1 1 1 2,231 1 As ymp. Sig. (2-sided) ,131 ,677 ,121 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) ,310 ,310 ,135 42 a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,31. Crosstab Transfusi Tidak 2 1 6,9% 7,7% 27 12 93,1% 92,3% 29 13 100,0% 100,0% Ya LFT Ya Tidak Total Count % within Transfusi Count % within Transfusi Count % within Transfusi Total 3 7,1% 39 92,9% 42 100,0% 90 Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases Value ,009b ,000 ,008 df 1 1 1 ,008 As ymp. Sig. (2-sided) ,926 1,000 ,927 1 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) 1,000 ,682 ,927 42 a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,93. Crosstab HT Ya Tidak Total Count % within Transfusi Count % within Transfusi Count % within Transfusi Transfusi Ya Tidak 0 1 ,0% 7,7% 29 12 100,0% 92,3% 29 13 100,0% 100,0% Total 1 2,4% 41 97,6% 42 100,0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases Value 2,285b ,174 2,400 2,231 df 1 1 1 1 As ymp. Sig. (2-sided) ,131 ,677 ,121 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) ,310 ,310 ,135 42 a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,31. 91 Crosstab Anemia Ya Tidak Total Transfusi Ya Tidak 15 2 51,7% 15,4% 14 11 48,3% 84,6% 29 13 100,0% 100,0% Count % within Transfusi Count % within Transfusi Count % within Transfusi Total 17 40,5% 25 59,5% 42 100,0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases Value 4,920b 3,527 5,361 df 1 1 1 4,803 1 As ymp. Sig. (2-sided) ,027 ,060 ,021 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) ,041 ,027 ,028 42 a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,26. Crosstab Transfusi Tidak 3 0 10,3% ,0% 26 13 89,7% 100,0% 29 13 100,0% 100,0% Ya sepsis Ya Tidak Total Count % within Transfusi Count % within Transfusi Count % within Transfusi Total 3 7,1% 39 92,9% 42 100,0% 92 Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases Value 1,448b ,309 2,324 df 1 1 1 1,414 As ymp. Sig. (2-sided) ,229 ,579 ,127 1 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) ,540 ,318 ,234 42 a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,93. Crosstab Syok Ya Tidak Total Count % within Transfusi Count % within Transfusi Count % within Transfusi Transfusi Ya Tidak 7 1 24,1% 7,7% 22 12 75,9% 92,3% 29 13 100,0% 100,0% Total 8 19,0% 34 81,0% 42 100,0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases Value 1,574b ,689 1,795 df 1 1 1 1,537 As ymp. Sig. (2-sided) ,210 ,407 ,180 1 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) ,398 ,208 ,215 42 a. Computed only for a 2x2 table b. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,48. Crosstab Transfusi Tidak 9 1 31,0% 7,7% 20 12 69,0% 92,3% 29 13 100,0% 100,0% Ya Hipoalbumin Ya Tidak Total Count % within Transfusi Count % within Transfusi Count % within Transfusi Total 10 23,8% 32 76,2% 42 100,0% 93 Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases Value 2,696b 1,563 3,131 2,632 df 1 1 1 1 As ymp. Sig. (2-sided) ,101 ,211 ,077 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) ,134 ,102 ,105 42 a. Computed only for a 2x2 table b. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,10. NPar Tests One-S ample Kolm ogorov-Sm irnov Te st N Normal Parametersa,b Most E xtreme Differences Mean St d. Deviat ion Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed) Sis tol_pre 42 120,4762 20,31368 ,128 ,128 -,113 ,832 ,493 Diastol_pre 42 73,3810 15,30655 ,167 ,118 -,167 1,084 ,190 Nadi_pre 42 96,1429 24,07972 ,148 ,148 -,087 ,961 ,314 SpO2_pre 42 98,4762 1,31108 ,370 ,273 -,370 2,395 ,000 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from dat a. NPar Tests One-S ample Kolm ogorov-Sm irnov Test N Normal Parametersa,b Most E xtreme Differences Mean St d. Deviat ion Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. T-Test Hb_pre 42 10,3024 3,17839 ,132 ,093 -,132 ,854 ,459 Hc t_pre EB V EB L 42 42 42 29,7952 4108,6905 978,5714 9,51938 810,65470 505,83701 ,118 ,140 ,174 ,068 ,122 ,174 -,118 -,140 -,158 ,765 ,908 1,125 ,601 ,382 ,159 94 Group Statistics Sis tol_pre Diastol_pre Nadi_pre Transfusi Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak N Mean 120,6207 120,1538 71,1034 78,4615 102,6207 81,6923 29 13 29 13 29 13 Std. Deviation 23,29380 11,98503 17,25097 8,09954 25,29457 12,67139 Std. Error Mean 4,32555 3,32405 3,20343 2,24641 4,69708 3,51441 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Sis tol_pre Diastol_pre Nadi_pre Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed t-test for Equality of Means Sig. 3,501 t ,069 6,140 ,018 7,485 ,009 df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference ,068 40 ,946 ,46684 6,86403 -13,40589 14,33958 ,086 39,055 ,932 ,46684 5,45524 -10,56693 11,50062 -1,460 40 ,152 -7,35809 5,03987 -17,54405 2,82787 -1,881 39,833 ,067 -7,35809 3,91258 -15,26674 ,55056 2,815 40 ,008 20,92838 7,43382 5,90406 35,95270 3,568 39,350 ,001 20,92838 5,86632 9,06601 32,79076 Case Summaries SpO2_pre Transfusi Ya Tidak Total N 29 13 42 Median 99,0000 99,0000 99,0000 Minimum 94,00 98,00 94,00 Maximum 100,00 99,00 100,00 NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks SpO2_pre Transfusi Ya Tidak Total N 29 13 42 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Mean Rank 21,83 20,77 Sum of Ranks 633,00 270,00 95 Te st S tatisticsb SpO2_pre 179,000 270,000 -,303 ,762 ,809a Mann-Whit ney U W ilcox on W Z As ymp. Sig. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tailed Sig. )] a. Not correc ted for ties. b. Grouping V ariable: Transfus i T-Test Group Sta tisti cs Hb_pre Hc t_pre EBV EBL Transfusi Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak N 29 13 29 13 29 13 29 13 Mean 9,3103 12,5154 26,8000 36,4769 4081,3793 4169,6154 1058,6207 800,0000 St d. Error St d. Deviat ion Mean 3,08965 ,57373 2,13497 ,59213 9,31773 1,73026 6,08169 1,68676 837,87987 155,59039 775,48496 215,08083 557,10812 103,45238 316,22777 87,70580 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Hb_pre Hct_pre EBV EBL Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed NPar Tests 1,723 2,242 ,324 7,193 Sig. ,197 ,142 ,572 ,011 t-test for Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -3,384 40 ,002 -3,20504 ,94698 -5,11896 -1,29112 -3,887 32,741 ,000 -3,20504 ,82450 -4,88299 -1,52709 -3,420 40 ,001 -9,67692 2,82962 -15,39580 -3,95805 -4,005 34,276 ,000 -9,67692 2,41639 -14,58616 -4,76768 -,323 40 ,749 -88,23607 273,58221 -641,166 464,69420 -,332 24,921 ,742 -88,23607 265,45834 -635,046 458,57360 1,558 40 ,127 258,62069 165,97004 -76,81727 594,05865 1,907 37,506 ,064 258,62069 135,62707 -16,06087 533,30225 96 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Perdarahan_ durante_op 42 982,8571 729,46785 ,205 ,205 -,145 1,328 ,059 Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. T-Test Group Statistics Perdarahan_durante_op Transfusi Ya Tidak N 29 13 Mean 1144,8276 621,5385 Std. Error Mean 152,02542 61,62174 Std. Deviation 818,68196 222,18034 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Perdarahan_durante_op NPar Tests Equal variances as sumed Equal variances not ass umed 10,350 Sig. ,003 t-test for Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 2,254 40 ,030 523,28912 232,20228 53,99081 992,58744 3,190 35,708 ,003 523,28912 164,03953 190,50688 856,07137 97 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Sis tol durante op 42 112,5238 12,08756 ,132 ,107 -,132 ,853 ,461 Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed) Diastol durante op 42 68,1905 10,87902 ,148 ,148 -,131 ,961 ,315 Nadi durante op 42 98,2143 22,85856 ,140 ,140 -,085 ,909 ,380 SpO2 durante op 42 99,0238 ,68032 ,367 ,323 -,367 2,378 ,000 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. T-Test Group Statistics Sis tol durante op Diastol durante op Nadi durante op Transfusi Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak N Mean 109,6207 119,0000 65,0690 75,1538 104,5172 84,1538 29 13 29 13 29 13 Std. Deviation 13,02309 6,13732 10,21180 9,21815 24,33783 9,64232 Std. Error Mean 2,41833 1,70219 1,89628 2,55666 4,51942 2,67430 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Sis tol durante op Diastol durante op Nadi durante op Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed 3,909 ,001 7,462 Sig. t-test for Equality of Means t ,055 ,982 ,009 df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference -2,464 40 ,018 -9,37931 3,80592 -17,07137 -1,68725 -3,172 39,814 ,003 -9,37931 2,95732 -15,35715 -3,40147 -3,045 40 ,004 -10,08488 3,31244 -16,77956 -3,39020 -3,168 25,524 ,004 -10,08488 3,18314 -16,63386 -3,53590 2,900 40 ,006 20,36340 7,02137 6,17267 34,55412 3,878 39,688 ,000 20,36340 5,25139 9,74735 30,97944 Case Summaries SpO2 durante op Transfusi Ya Tidak Total NPar Tests N 29 13 42 Median 99,0000 99,0000 99,0000 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Minimum 97,00 97,00 97,00 Maximum 100,00 100,00 100,00 98 Mann-Whitney Test Ranks SpO2 durante op Transfusi Ya Tidak Total N 29 13 42 Mean Rank 22,17 20,00 Sum of Ranks 643,00 260,00 Te st Statisticsb SpO2 durant e op Mann-Whit ney U 169,000 W ilcox on W 260,000 Z -,651 As ymp. Sig. (2-tailed) ,515 a Ex act Sig. [2*(1-tailed ,610 Sig.)] a. Not correc ted for ties. b. Grouping Variable: Transfus i NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. T-Test Hb sahli durante op 42 8,3857 2,46562 ,098 ,092 -,098 ,634 ,817 Hct sent durante op 42 23,4048 7,45412 ,083 ,061 -,083 ,538 ,934 99 Group Sta tisti cs Hb sahli durant e op Hc t sent durante op Transfusi Ya Tidak Ya Tidak N Mean 7,5069 10,3462 20,7931 29,2308 29 13 29 13 St d. Deviat ion 2,21358 1,81871 6,78433 5,40299 St d. Error Mean ,41105 ,50442 1,25982 1,49852 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Hb sahli durante op Hct sent durante op Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed Sig. ,098 1,338 ,756 ,254 t-test for Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -4,045 40 ,000 -2,83926 ,70190 -4,25786 -1,42066 -4,363 27,948 ,000 -2,83926 ,65069 -4,17225 -1,50626 -3,949 40 ,000 -8,43767 2,13660 -12,75589 -4,11945 -4,310 28,793 ,000 -8,43767 1,95773 -12,44292 -4,43241 NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Sis tol post op 42 114,2619 10,41355 ,159 ,159 -,088 1,029 ,240 Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed) Diastol post op 42 68,6190 9,72538 ,169 ,169 -,117 1,098 ,179 Nadi post op 42 89,1190 12,00448 ,072 ,072 -,058 ,466 ,982 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. DenganTranfusi T-Test Paired Samples Statistics Pair 1 Pair 2 Pair 3 Sis tol post op Sis tol durante op Diastol pos t op Diastol durante op Nadi post op Nadi durante op Mean 115,0690 109,6207 68,7586 65,0690 93,0690 104,5172 N 29 29 29 29 29 29 Std. Deviation 10,62319 13,02309 10,24575 10,21180 11,98788 24,33783 Std. Error Mean 1,97268 2,41833 1,90259 1,89628 2,22609 4,51942 100 Paired Samples Test Paired Differences Sis tol post op Sis tol durante op Diastol pos t op Diastol durante op Nadi post op Nadi durante op t Std. Deviation Std. Error Mean 5,44828 14,42613 2,67887 -,03913 10,93568 2,034 28 ,052 3,68966 11,09409 2,06012 -,53031 7,90962 1,791 28 ,084 -11,44828 16,57362 3,07764 -17,75254 -5,14401 -3,720 28 ,001 Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper df Sig. (2-tailed) T-Test Pa ired Sa mpl es Stati stics Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Hb sahli post op Hb sahli durant e op Hc t sent post op Hc t sent durante op Hb pos t op Hb durante op Hc t post op Hc t durant e op Mean 9,1483 7,5069 25,8621 20,7931 9,9655 8,0138 28,2207 22,8655 N 29 29 29 29 29 29 29 29 St d. Deviat ion 1,26424 2,21358 3,70062 6,78433 1,84086 2,24670 6,01708 7,50373 St d. Error Mean ,23476 ,41105 ,68719 1,25982 ,34184 ,41720 1,11734 1,39341 Paired Samples Test Paired Differences Std. Deviation Std. Error Mean 1,64138 1,93954 ,36016 ,90362 2,37914 4,557 28 ,000 5,06897 5,78749 1,07471 2,86752 7,27041 4,717 28 ,000 1,95172 2,04566 ,37987 1,17360 2,72985 5,138 28 ,000 5,35517 6,49844 1,20673 2,88330 7,82705 4,438 28 ,000 Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Hb sahli post op Hb sahli durante op Hct sent post op Hct sent durante op Hb pos t op - Hb durante op Hct pos t op - Hct durante op 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Case Summaries SpO2 post op Transfusi Ya Tidak Total N 29 13 42 Median 99,0000 99,0000 99,0000 NPar Tests Wilcoxon Signed Ranks Test Minimum 97,00 97,00 97,00 Maximum 100,00 99,00 100,00 t df Sig. (2-tailed) 101 Ra nks N SpO2 post op SpO2 durante op Negative Ranks Positive Ranks Ties Total 6a 5b 18 c 29 Mean Rank 6,92 4,90 Sum of Ranks 41,50 24,50 a. SpO2 post op < SpO2 durante op b. SpO2 post op > SpO2 durante op c. SpO2 post op = SpO2 durante op Te st Statisticsb SpO2 post op - SpO2 durant e op Z -,778a As ymp. Sig. (2-tailed) ,436 a. Based on posit ive rank s. b. W ilcox on Signed Rank s Test T-Test Paired Samples Statistics Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6 Pair 7 pH pos t op pH durante op pCO2 post op pCO2 durante op pO2 post op pO2 durante op BE pos t op BE durante op HCO3 post op HCO3 durante op SaO2 durante op SaO2 post op p/f ratio pos t op p/f ratio durante op Mean 7,3945 7,3869 36,7414 36,1897 172,5000 200,1759 -1,7345 -3,1552 23,3966 22,0655 98,8966 98,6069 341,6207 357,7517 N 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 Std. Deviation ,07322 ,09166 7,57324 6,86255 84,48926 97,26781 5,95659 6,09318 5,19612 4,98801 1,24254 1,31582 57,09354 69,96942 Std. Error Mean ,01360 ,01702 1,40632 1,27434 15,68926 18,06218 1,10611 1,13148 ,96489 ,92625 ,23073 ,24434 10,60200 12,99300 102 Paired Samples Test Paired Differences Std. Deviation Std. Error Mean ,00759 ,09144 ,01698 -,02720 ,04237 ,447 28 ,658 ,55172 8,90869 1,65430 -2,83696 3,94041 ,334 28 ,741 -27,67586 104,55526 19,41542 -67,44656 12,09483 -1,425 28 ,165 1,42069 5,29328 ,98294 -,59277 3,43415 1,445 28 ,159 1,33103 4,73287 ,87887 -,46925 3,13132 1,514 28 ,141 ,28966 1,06347 ,19748 -,11487 ,69418 1,467 28 ,154 -16,13103 77,17986 14,33194 -45,48868 13,22661 -1,126 28 ,270 Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6 Pair 7 pH pos t op - pH durante op pCO2 post op pCO2 durante op pO2 post op - pO2 durante op BE pos t op - BE durante op HCO3 post op HCO3 durante op SaO2 durante op SaO2 post op p/f ratio pos t op p/f ratio durante op 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper t df Sig. (2-tailed) Tanpa Tranfusi T-Test Paired Samples Statistics Pair 1 Pair 2 Pair 3 Sis tol post op Sis tol durante op Diastol pos t op Diastol durante op Nadi post op Nadi durante op Mean 112,4615 119,0000 68,3077 75,1538 80,3077 84,1538 N 13 13 13 13 13 13 Std. Deviation 10,10458 6,13732 8,83539 9,21815 5,93555 9,64232 Std. Error Mean 2,80251 1,70219 2,45050 2,55666 1,64623 2,67430 Paired Samples Test Paired Differences Std. Deviation Std. Error Mean -6,53846 12,69262 3,52030 -14,20853 1,13161 -1,857 12 ,088 -6,84615 11,14186 3,09020 -13,57911 -,11320 -2,215 12 ,047 -3,84615 10,62894 2,94794 -10,26916 2,57685 -1,305 12 ,216 Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 T-Test Sis tol post op Sis tol durante op Diastol pos t op Diastol durante op Nadi post op Nadi durante op 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper t df Sig. (2-tailed) 103 Pa ired Sa mpl es Stati stics Pair 1 Pair 2 Hb sahli post op Hb sahli durant e op Hc t sent post op Hc t sent durante op Mean 9,7692 10,3462 27,3846 29,2308 N 13 13 13 13 St d. Deviat ion 1,23517 1,81871 3,54820 5,40299 St d. Error Mean ,34257 ,50442 ,98409 1,49852 Pa ired Sa mpl es Test Paired Differences St d. Deviat ion St d. Error Mean -,57692 1,57911 ,43797 -1, 53117 ,37732 -1, 317 12 ,212 -1, 84615 4,70543 1,30505 -4, 68961 ,99731 -1, 415 12 ,183 Mean Pair 1 Pair 2 Hb sahli post op Hb sahli durant e op Hc t sent post op Hc t sent durante op 95% Confidenc e Int erval of t he Difference Lower Upper t NPar Tests Wilcoxon Signed Ranks Test Ra nks N SpO2 post op SpO2 durante op Negative Ranks Positive Ranks Ties Total a. SpO2 post op < SpO2 durante op b. SpO2 post op > SpO2 durante op c. SpO2 post op = SpO2 durante op Te st Statisticsb SpO2 post op - SpO2 durant e op Z -,828a As ymp. Sig. (2-tailed) ,408 a. Based on posit ive rank s. b. W ilcox on Signed Rank s Test T-Test 4a 1b 8c 13 Mean Rank 2,63 4,50 Sum of Ranks 10,50 4,50 df Sig. (2-tailed) 104 Pa ired Sa mpl es Stati stics Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Hb sahli durant e op Hb durante op Hc t sent durante op Hc t durant e op Hb sahli post op Hb pos t op Hc t sent post op Hc t post op Mean 7,5069 8,0138 20,7931 22,8655 9,3405 10,1214 26,3333 28,8333 N St d. Deviat ion 2,21358 2,24670 6,78433 7,50373 1,27376 1,82443 3,68031 5,76616 29 29 29 29 42 42 42 42 St d. Error Mean ,41105 ,41720 1,25982 1,39341 ,19655 ,28152 ,56788 ,88974 Pa ired Sa mpl es Corre lati ons N Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Hb sahli durant e op & Hb durant e op Hc t sent durant e op & Hct durante op Hb sahli post op & Hb pos t op Hc t sent post op & Hc t post op Correlation Sig. 29 ,946 ,000 29 ,865 ,000 42 ,791 ,000 42 ,643 ,000 Paired Samples Test Paired Differences Std. Deviation Std. Error Mean -,50690 ,73043 ,13564 -,78474 -,22906 -3,737 28 ,001 -2,07241 3,77746 ,70146 -3,50928 -,63554 -2,954 28 ,006 -,78095 1,12840 ,17412 -1,13259 -,42932 -4,485 41 ,000 -2,50000 4,41411 ,68111 -3,87553 -1,12447 -3,670 41 ,001 Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Hb sahli durante op - Hb durante op Hct sent durante op - Hct durante op Hb sahli post op Hb pos t op Hct sent post op Hct pos t op 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper t df Sig. (2-tailed)