BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia pendidikan khususnya Sekolah Menengah Atas dewasa ini sangat pesat. Dengan semakin tingginya kompetisi antar Sekolah Menengah Atas tersebut maka diperlukan perhatian lebih pada kualitas dan pelayanan kepada siswa. Pelayanan yang cepat dan akurat tersebut harus didukung oleh banyak faktor baik skill maupun fasilitas pelayanan. Dengan pemanfaatan teknologi informasi diharapkan peran siswa menjadi lebih maksimal dalam menunjang keunggulan bersaing sebuah Sekolah Menengah Atas. Dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, Sekolah Menengah Atas dituntut untuk mengadopsi teknologi informasi dalam pelayanannya kepada siswa maupun peran lainnya dibidang pendidikan. Seiring hal tersebut, para guru dan siswa selayaknya mempunyai keahlian yang cukup untuk memanfaatkan terknologi yang ada. Saat ini peran guru dalam menggunakan teknologi sangat diperlukan karena berbagai kebutuhan akademis telah menggunakan fasilitas teknologi informasi. Selain ini, tugas guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, telah banyak menuntut kemampuan guru dalam menggunakan komputer. Namun pada kenyataannya, banyak para guru yang memiliki kekhawatiran atau kecemasan dalam menggunakan komputer. Hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuan guru mengikuti perkembangan teknologi. Ketidakmampuan guru dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi komputerisasi tersebut tentu saja dapat menghambat kinerja mereka dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kecenderungan seseorang menjadi susah, khawatir, atau cemas mengenai penggunaan teknologi informasi atau yang disebut dengan computer anxienty (Igbaria dan Parasuraman, 1989) dapat mempengaruhi keahlian seseorang dalam menggunakan komputer (Heinssen et al,. 1987; Igbaria dan Parasuraman, 1989; Sabherwal dan Elam, 1995; Rifa dan Gudono, 1999; Indriantoro, 2000 dan Yunita, 2004). Penerapan teknologi menimbulkan sejumlah problematik yang berasal dari berbagai faktor, antara lain: ekonomi, teknologi, konsep sistem dan aspek perilaku. Dari berbagai faktor penyebab problematik dalam pengembangan teknologi komputer, aspek perilaku merupakan faktor yang dominan (Igbaria, 1989). Sikap seseorang terdiri atas kognisi, afeksi, dan komponen–komponen yang berkaitan dengan perilaku. Menurut Triandis (1980) dalam Thomson et al. (1990), kognisi berkaitan dengan konsekuensi yang diperoleh pada masa depan yang diyakini seseorang sehingga mendorong untuk bersikap. Afektif berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang yang mempunyai konotasi suka atau tidak suka. Keinginan merupakan komponen sikap lain, yang mempengaruhi sikap seseorang. Sikap positif seseorang terhadap komputer karena didorong oleh keinginan yang kuat untuk memperlajarinya. Ketiga komponen sikap tersebut yaitu kognisi, afeksi, dan keinginan, pada dasarnya saling terkait antara satu dengan yang lain. Keinginan seseorang dipengaruhi oleh keyakinan akan konsekuensi masa yang akan datang, sehingga menimbulkan afeksi seseorang yang dinyatakan dengan sikap suka atau tidak suka terhadap teknologi komputer. Ketidaksukaan seseorang terhadap komputer dapat disebabkan oleh kecemasan terhadap pengguna teknologi komputer. Ketidaksukaan seseorang terhadap komputer dapat disebabkan oleh kecemasan terhadap pengguna teknologi komputer atau disebut juga computer anxiety (Igbaria dan Parasuraman, 1989). Computer anxiety adalah kecenderungan seseorang menjadi susah, khawatir atau cemas mengenai penggunaan teknologi komputer pada masa sekarang dan masa yang akan datang (Igbaria dan Parasuraman, 1989). Penelitian ini selanjutnya menitikberatkan pada aspek computer anxiety sebagai refleksi sikap seorang guru terhadap teknologi komputer. Penelitian Heinssen et al.(1987) menyatakan bahwa mahasiswa dengan computer anxiety yang lebih tinggi mempunyai kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri dan kinerja yang lebih rendah dibanding mereka yang memiliki computer anxiety yang lebih rendah. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas dengan menggunakan komputer, subyek dengan computer anxiety yang lebih tinggi memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan tugas tersebut dibandingkan subyek yang memiliki computer anxiety yang lebih rendah. Dekan Sampoerna School of Education (SSE) Paulina Pannen (dalam harian Kompas, 2012) dalam seminarnya di Jakarta yang bertema “Educators & technology: Road to Excellence” menyatakan bahwa sebagian besar guru belum menerapkan sistem e-learning atau sistem pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Bukan hanya guru di pedesaan atau pinggiran kota, melainkan juga diperkotaan. Kondisi guru beragam, ada yang sudah canggih, ada yang belum bahkan dikota saja masih banyak yang belum paham dasar-dasarnya. Penggunaan TIK pada pendidikan diyakini dapat meningkatkan mutu pembelajaran, kemajuan TIK mengubah cara guru dan murid berinteraksi. Melalui e – learning, guru bisa kreatif menggunakan gambar, video, audio, teks, dan animasi sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik. Hasil penelitian Handoko (2005) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecemasan komputer pada guru pria dan wanita di SMAN 1 Babadan Ponorogo, setara dengan hasil penelitian Ronowati (2006), Colley et al. (1994) dalam Havelka (2003) menemukan computer anxiety pada pria lebih rendah dibandingkan wanita. Namun Wijaya dan Johan (2005) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan Computer Anxiety pada dosen Pria dan Wanita. Berdasar latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Perbedaan Computer Anxiety Pada Sikap Guru Pria dan Wanita Dalam Menggunakan Komputer di SMA Swasta se-kota Salatiga”. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan yang signifikan Computer Anxiety pada Sikap Guru Pria dan Wanita Dalam Menggunakan Komputer di SMA Swasta se-kota Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui signifikansi perbedaan Computer Anxiety Pada Sikap Guru Pria dan Wanita Dalam Menggunakan Komputer di SMA Swasta se-kota Salatiga. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, manfaat serta dapat dipergunakan sebagai acuan dan menambah wawasan serta karya ilmiah bagi dunia pendidikan. Jika dalam penelitian ini ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan Computer Anxiety pada Guru Pria dan Wanita di SMA Swasta sekota Salatiga, maka penelitian ini sejalan dengan penelitian Wijaya dan Johan (2005) serta menolak hasil penelitian Handoko (2005). 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan akan memberi kontribusi untuk berbagai kepentingan terutama bagi para pengambil kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan ketrampilan dalam pemanfaatan komputer dari guru-guru yang berada dibawah pengawasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Salatiga.