Analisis Pola Segregasi dan Distribusi Beberapa Karakter Cabai

advertisement
Sofiari, E. dan R. Kirana: Analisis Pola Segregasi
dan Distribusi Beberapa Karakter Cabai
J. Hort. 19(3):255-263, 2009
Analisis Pola Segregasi dan Distribusi
Beberapa Karakter Cabai
Sofiari, E. dan R. Kirana
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl.Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung 40391
Naskah diterima tanggal 15 Agustus 2007 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 17 Februari 2009
ABSTRAK. Capsicum chinense banyak dipakai sebagai sumber gen sifat ketahanan terhadap penyakit pada
program pemuliaan cabai. Salah satu kelemahan penggunaan C. chinense yaitu bentuk buahnya tidak sesuai dengan
keinginan konsumen. Persilangan antara C. annuum L. x C. chinense yang dilanjutkan dengan evaluasi pola segregasi
keturunannya yang melibatkan generasi tetua (20 tanaman), F1 (20 tanaman), dan F2 (213 tanaman) dilakukan di
Rumah Kasa serta di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran mulai Oktober 2001 sampai Juni 2003.
Tujuan penelitian adalah mempelajari tipe segregasi beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada populasi keturunan
persilangan antara C. annuum x C. chinense. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua karakter kualitatif
yang diamati (tipe tumbuh, bentuk daun, warna daun, jumlah bunga tiap nodus, posisi tangkai bunga, sudut antara bunga
dan tangkai bunga, serta posisi buah) pada populasi F1 termasuk ke dalam kategori sedang/intermediate, sedangkan
untuk karakter kuantitatif seperti umur berbunga, lebar buah, dan jumlah buah per tanaman cenderung menuju ke
arah C. annuum, tetapi untuk panjang buah lebih cenderung ke arah C. chinense. Bobot buah per tanaman populasi
F1 berada pada nilai tengah kedua tetua. Tipe segregasi karakter kualitatif F2 mendekati C. annuum, kecuali bentuk
buah cenderung mendekati C. chinense. Karakter kuantitatif hasil persilangan antara C. annuum dan C. chinense
diduga dikendalikan oleh gen mayor dan minor sekaligus.
Katakunci: Capsicum annuum; Capsicum chinense; Persilangan antarspesies; Analisis pola segregasi.
ABSTRACT. Sofiari, E. and R. Kirana. 2009. Analysis of the Segregation and Distribution of Some Traits in
Hot Pepper. Capsicum chinense was used as a diseases resistant donor traits in pepper breeding program. However,
C. chinense fruit shape is not preferable for Indonesian market. The interspecific crosses between C. annuum x C.
chinense and continue with segregation evaluation of parents (20 plants), F1 (20 plants), and F2 (213 plants) were
conducted at screenhouse and in the field of Indonesian Vegetable Research Institute from October 2001 to June
2003. The objectives of this study were to determine the segregation and distribution of 13 progeny characters of
C. annuum and C. chinense crossing. The results showed that there was intermediate type of all F1’s qualitative
characters (growth habit, leaf shape, leaf color, flower number per node, pedicel position at anthesis stage, tip angle,
and fruit position). The quantitative characters such as flowering date, fruit width, and fruit number per plant type of
F1 tended to C. annuum type, except fruit length type of F1 tended to C. chinense type. The qualitative characters
on F2 except fruit shape were segregated to C. annuum type. The quantitative characters from C. annuum and C.
chinense crossing were estimated due to all at once of major and minor genes.
Keywords: Capsicum annuum; Capsicum chinense; Interspesific crossing; Analysis of segregation.
Keragaman genetik merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan usaha pemuliaan tanaman. Adanya
keragaman genetik dalam suatu populasi berarti
terdapat variasi nilai genotip antarindividu dalam
populasi tersebut. Hal itu merupakan syarat
agar seleksi di dalam populasi tersebut berhasil
seperti yang direncanakan (Karmana et al. 1990).
Sumber keragaman genetik didapat dari kegiatan
introduksi, persilangan, mutasi, atau melalui
proses transgenik. Persilangan yang dilanjutkan
dengan seleksi merupakan sumber keragaman
yang umum dilakukan dibandingkan menciptakan
sumber keragaman dengan cara lainnya. Tetua yang
masih heterozigot akan menghasilkan turunan F1
yang beragam (bersegregasi), sedangkan tetua
yang telah homozigot menghasilkan turunan F1
yang seragam dan segregasi akan muncul pada
generasi F2. Adanya segregasi menandakan
adanya keragaman genetik yang perlu diseleksi
dan dievaluasi sesuai dengan tujuan pemuliaan.
Persilangan antarspesies merupakan salah satu
metode pemuliaan untuk perbaikan karakter suatu
tanaman. Persilangan jenis ini dilakukan pada 2
tanaman atau lebih yang berbeda spesies. Atas
dasar pemikiran bahwa dalam 1 spesies masih
terdapat variasi genetik yang dapat dimanfaatkan
oleh pemulia untuk melakukan perbaikan genetik
pada suatu kultivar yang telah ada. Persilangan
antarspesies telah banyak dilakukan pada kegiatan
pemuliaan tanaman dengan tujuan menghasilkan
kultivar yang tahan terhadap penyakit dan
255
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
memperluas keragaman genetik (Setiamihardja
1993, Tenaya et al. 2001, Zijlstra et al. 1991).
Berdasarkan tingkat keberhasilan persilangan
antarspesies cabai, persilangan antara C. annuum L.
x C. chinense merupakan persilangan antarspesies
yang banyak dilakukan, karena kompatibilitasnya
tinggi dengan fertilitas lebih baik daripada
persilangan antara C. annuum L. x C. frutescens
(Subramanya 1983, Setiamihardja 1993). Hal
tersebut memungkinkan penggunaan beberapa
galur murni turunan spesies C. chinense sebagai
tetua persilangan pada program pemuliaan untuk
meningkatkan ketahanan cabai terhadap penyakit.
Beberapa sumber melaporkan pemakaian C.
chinense sebagai tetua donor untuk ketahanan
terhadap virus dan antraknos (Subramanya 1982,
Zitter dan Cook 1973, Anand et al. 1961, Wang
dan Sheu 2006).
Bentuk buah seperti lonceng yang dimiliki
oleh C. chinense, tidak sesuai dengan preferensi
konsumen Indonesia yang pada umumnya
cenderung menyukai tipe cabai memanjang
dengan panjang buah di atas 10 cm (Ameriana
2000). Hal ini menyebabkan penerimaan
konsumen terhadap genotip hasil persilangan
C. annuum dengan C. chinense masih rendah.
Namun demikian, C. chinense merupakan sumber
ketahanan terhadap penyakit. Oleh sebab itu,
penelitian pola segregasi dan distribusi beberapa
karakter hasil persilangan antara C. annuum L. x
C. chinense perlu dilakukan agar pemanfaatan C.
chinense akan lebih efektif.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa serta
Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman
Sayuran (Balitsa), Lembang mulai bulan Oktober
2001 sampai Juni 2003. Kegiatan penelitian dibagi
ke dalam 2 tahap, yaitu kegiatan persilangan di
rumah kasa dan evaluasi di lapangan. Persilangan
tunggal dilakukan antara tetua betina (C.
annuum L., Varietas Jatilaba) dan tetua jantan
(C. chinense, cabai ceremai atau cabai kancing)
untuk memperoleh benih F1 yang dilanjutkan
dengan penyerbukan sendiri individu F1 untuk
menghasilkan benih F2. Tetua betina (varietas
Jatilaba) merupakan varietas cabai besar yang
banyak ditanam oleh petani, memiliki tipe
percabangan menyebar, pendek, setiap nodus
256
memiliki 1 bunga/buah, jumlah buah relatif
sedikit, ukuran buah panjang dan berdiameter
sedang, serta bobot per buah dan daya hasil yang
tinggi. Tetua jantan (C. chinense) memiliki tipe
pertumbuhan tegak, tinggi, setiap nodus berbuah
majemuk, umur berbuah dalam, ukuran buah
pendek dan berdiameter lebar, bobot per buah
rendah dengan jumlah buah relatif banyak,
sehingga memiliki daya hasil yang cukup
tinggi.
Benih-benih tetua beserta generasi turunannya
(F1 dan F2) disemai pada bedeng persemaian
pertengahan bulan Januari 2003. Satu bulan
setelah semai, bibit dipindah tanam ke bedengan
berukuran 10 m2 dengan jarak tanam 80x50
cm. Jumlah individu tanaman generasi tetua
dan F1 adalah 20 tanaman, sedangkan generasi
F2 sebanyak 213 tanaman. Penetapan jumlah
tanaman F1 dan F2 didasarkan pada jumlah benih
hasil persilangan antarspesies yang umumnya
sedikit. Tanaman dipupuk dengan pupuk kandang
kuda (30 t/ha) pada 1 minggu sebelum tanam dan
pupuk buatan sesuai rekomendasi Balitsa untuk
budidaya cabai, yaitu 90 kg N/ha (200 kg Urea/
ha), 135 kg P2O5/ha (375 kg SP36/ha), dan 75 kg
K2O/ha (150 kg KCl/ha) yang diberikan 3 kali
secara bertahap, yaitu seminggu sebelum tanam,
2, dan 4 minggu setelah tanam. Pemeliharaan
tanaman yang meliputi pengairan, perompesan,
penyiangan, dan pengendalian organisme
pengganggu tanaman dilakukan secara intensif.
Pengamatan dilakukan terhadap 13 karakter
cabai sesuai dengan pedoman IPGRI, AVRDC,
dan CATIE (1995). Karakter yang diamati
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu karakter kualitatif
dan kuantitatif. Pengamatan karakter kualitatif
didasarkan atas pedoman gambar atau kelas dan
diwujudkan dalam bentuk skor angka, sedangkan
karakter kuantitatif adalah karakter-karakter
yang diamati melalui penghitungan/pengukuran.
Karakter kualitatif dan kuantitatif yang diamati
adalah sebagai berikut.
1. Tipe tumbuh: (3) menyebar, (5) kompak, (7)
tegak.
2. Bentuk daun: (3) delta, (5) bulat telur, (7)
lanset.
3. Warna daun: menggunakan bagan warna daun
yang terbagi menjadi 6 degradasi dari hijau
muda ke hijau tua.
Sofiari, E. dan R. Kirana: Analisis Pola Segregasi
dan Distribusi Beberapa Karakter Cabai
Gambar 1. Posisi tangkai bunga saat antesis (Pedicel position at anthesis stage)
4. Jumlah bunga tiap ruas: (1) satu, (2) dua, (3)
tiga atau lebih, (4) banyak (fasciculate), (5)
lainnya.
5. Posisi tangkai bunga saat antesis: (3)
menjuntai, (5) menjuntai-tegak, (7) tegak
(Gambar 1).
6. Sudut antara bunga dan tangkai bunga: (3)
0°, (5) 45°, (7) 90°, (9) >90°.
7. Posisi buah: (3) menjuntai, (5) menjuntaitegak, (7) tegak.
8. Bentuk buah: (1) memanjang, (2) membulat,
(3) segitiga, (4) lonceng, (5) kubus (Gambar
2).
9. Umur berbunga dalam hari setelah tanam
(HST).
10.Panjang buah (cm).
11. Lebar buah (cm) dilakukan pada bagian buah
terlebar.
12.Bobot buah per tanaman (g).
13.Jumlah buah per tanaman.
Analisis statistik meliputi 2 hal, yaitu tipe/
pola segregasi karakter dan distribusi sebaran
frekuensinya. Tipe segregasi karakter kualitatif
disajikan menggunakan diagram, sedangkan
b
a
untuk karakter kuantitatif dianalisis dengan
metode Wang et al. (2003), yaitu dengan cara
mengelompokkan seluruh karakter ke dalam 7
kelas, yaitu lebih besar atau lebih kecil dari P1,
sama dengan P1, antara P1-F1, sama dengan
F1, antara F1 dan P2, sama dengan P2, dan
lebih besar atau lebih kecil dari P2. Distribusi
sebaran frekuensi karakter kuantitatif populasi F2
menggunakan metode Liliefors (1967).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakter Kualitatif Generasi F1
Hampir semua karakter kualitatif yang diamati
pada populasi F1 masuk ke dalam kategori
sedang. Hal ini disebabkan karena karakter
kualitatif kedua tetua sangat nyata berbeda.
Tidak adanya segregasi pada F1 menunjukkan
bahwa seluruh karakter kualitatif kedua tetua
sudah homozigot (Tabel 1). Seluruh individu F1
memiliki tipe tumbuh yang kompak. Karakter
tipe tumbuh kompak pada cabai merupakan
karakter ideal/harapan yang digunakan sebagai
kriteria seleksi pada generasi awal. Bentuk daun
F1 adalah bulat telur yang merupakan perpaduan
antara bentuk delta dan lanset. Warna daun terbagi
c
d
e
Gambar 2. Bentuk buah (Fruit shape), a. memanjang (elongated), b. membulat (rounded), c.
segitiga (triangle), d. lonceng (bellshape), e. kubus (cubic)
257
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
Tabel 1. Rerata beberapa karakter kualitatif populasi tetua dan F1 (The average of parents
population and F1 for qualitative characters)
Daun (Leaf)
Populasi
(Populations)
Tetua betina (P1)
Tetua jantan (P2)
F1
Tipe tumbuh
Bentuk
(Growth
(Shape)
habit)
3
7
5
7
3
5
Warna
(Color)
6
3
5
Bunga (Flower)
Sudut antara
Jumlah Posisi pedicel
bunga dan
tiap ruas saat antesis
tangkai bunga
(Flower (Pedicel posi(Angle between
number per tion at antheflower and
node)
sis stage)
pedicel)
1
3
5
3
7
7
2
5
5
menjadi 6 degradasi warna hijau sesuai dengan
kelompok warna yang ada pada bagan warna,
yaitu dari hijau muda ke hijau tua. Warna daun
tanaman F1 lebih cenderung mendekati warna
daun C. annuum yang hijau tua.
Karakter jumlah bunga setiap ruas merupakan
karakter pembeda antarspesies cabai, yang
membagi cabai menjadi C. annuum dan
C.chinense. Capsicum annuum memiliki
bunga tunggal pada setiap ruasnya, sedangkan
C.chinense berbunga majemuk dalam setiap
ruasnya. Turunan F1 hasil persilangan keduanya
menghasilkan individu-individu tanaman yang
memiliki jumlah buah ganda pada setiap ruasnya
dengan posisi tangkai bunga intermediet dan sudut
antara bunga dengan tangkai bunga sebesar 45°.
Jumlah buah ganda ini dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan jumlah buah per tanaman yang
berkorelasi positif terhadap hasil (Subramanya
1983). Posisi buah juga hampir sama dengan
posisi tangkai bunga saat antesis, yaitu tipe
intermediet dengan bentuk buah lonceng. Bentuk
buah lonceng merupakan ciri khas C. chinense
(Tabel 1). Pewarisan bentuk buah yang cenderung
ke arah bentuk lonceng kurang menguntungkan
untuk perakitan varietas baru karena tidak sesuai
dengan preferensi konsumen Indonesia.
Karakter Kualitatif Generasi F2 (Tipe
Segregasi)
Karakter Tipe Tumbuh dan Bentuk Daun
Tipe segregasi generasi F2 untuk karakter tipe
tumbuh, bentuk, dan warna daun dapat dilihat
pada Gambar 3. Tipe tumbuh individu F2 terbagi
secara merata pada 3 kelas, yaitu menyebar,
intermediet, dan tegak. Bentuk daun lanset
terlihat dominan dengan persentase mencapai
57%. Warna daun menyebar pada 6 kelas, namun
258
Buah (Fruit)
Posisi
Bentuk
(Position) (Shape)
3
7
5
1
4
4
41% dari individu F2 termasuk pada kategori
hijau tua. Proporsi segregasi terbanyak memiliki
bentuk maupun warna daun yang lebih mendekati
C. annuum. Hal ini cukup menguntungkan untuk
perakitan varietas baru, C. annuum yang berdaun
sempit dan berbentuk lanset kemungkinan lebih
disenangi petani dibandingkan C. chinense yang
berdaun lebar berbentuk delta karena lebih efisien
dalam aplikasi pestisida.
Karakter Bunga
Karakter bunga yang diamati adalah jumlah
bunga tiap ruas, posisi tangkai bunga saat antesis,
serta sudut antara bunga dan tangkai bunga. Dari
Gambar 4 terlihat bahwa hampir 81% individu
populasi F2 memiliki jumlah bunga ganda setiap
ruasnya. Hal ini mengindikasikan bahwa bunga
majemuk bersifat dominan terhadap bunga
tunggal. Karakter ini dikendalikan oleh sedikit
gen (simple genic) dengan nilai heritabilitas yang
tinggi (Kirana et al. 2005). Peningkatan jumlah
bunga pada individu tanaman diharapkan akan
meningkatkan jumlah buah per individu tanaman,
sehingga hasil buah per tanaman meningkat.
Individu F2 yang memiliki posisi tangkai bunga
intermediet mencapai 54% dari seluruh populasi,
sedangkan sudut antara bunga dan tangkai
bunga menyebar merata membentuk ke dalam
4 kelompok.
Karakter Buah
Persilangan antara C. annuum dan C. chinense
menghasilkan turunan dengan bentuk buah yang
bervariasi. Namun demikian bentuk buah lonceng
relatif lebih dominan dibandingkan dengan
bentuk buah lainnya dengan proporsi sebesar
41%. Hal tersebut menunjukkan bahwa bentuk
buah C.chinense lebih dominan dibandingkan C.
annuum. Dominansi karakter C. chinense juga
Sofiari, E. dan R. Kirana: Analisis Pola Segregasi
dan Distribusi Beberapa Karakter Cabai
1
1%
2
3%
3
32%
7
36%
3
32%
1
12%
6
24%
3
8%
4
23%
2
57%
5
32%
Tipe tumbuh (Growth habit)
Bentuk daun (Leaf shape)
5
41%
Warna daun (Leaf color)
Gambar 3. Segregasi tipe tumbuh, bentuk daun, dan warna daun generasi F2 (The F2 population segregation of growth habit, leaf shape, and leaf color)
4
0%
3
4%
5
0%
1
15%
3
9%
7
37%
5
54%
2
81%
Jumlah bunga tiap ruas
(Number flower pwe node)
9
24%
Posisi tangkai bunga saat anthesis
(Pedicel position at anthesis stage)
3
12%
7
27%
5
37%
Sudut antara bunga dan tangkai bunga
(Angle between flower and pedicel)
Gambar 4. Segregasi jumlah bunga tiap ruas, posisi tangkai bunga saat antesis, dan sudut
antara bunga-tangkai bunga (The segregation of flower number per node, pedicel
position, angel between flower and pedicel at anthesis stage)
muncul pada karakter posisi buah tegak yang
muncul pada 59% individu F2. Dari penelitian
ini terlihat bahwa tipe segregasi karakter buah,
baik bentuk maupun posisi buah cenderung
mendekati C. chinense. Adanya dominansi
sejumlah karakter C. chinense tersebut kurang
menguntungkan program pemuliaan cabai,
karena konsumen Indonesia lebih menyukai
tipe C. annuum. Pemakaian C. chinense sebagai
tetua dalam program pemuliaan untuk ketahanan
terhadap penyakit akan terkendala oleh dominansi
bentuk buah C. chinense yang akan muncul pada
keturunannya cukup tinggi, yaitu 41% (Gambar 5).
Dari gambaran distribusi karakter tersebut diduga
untuk memperoleh bentuk buah yang sesuai
preferensi konsumen perlu memanfaatkan teknik
seleksi silang balik berkali-kali yang dilengkapi
dengan proses skrining terhadap penyakit. Seleksi
dapat dibantu pendekatan marka molekuler yang
melakukan analisis keterpautan antara marka
molekuler dengan sifat yang diinginkan dan
meminimalkan introgesi negatif fragmen sifat
yang tidak diinginkan (Reyes-Valdes 2000).
Karakter Kuantitatif Generasi F1
Umur berbunga, lebar buah, dan jumlah
buah per tanaman pada populasi F1 cenderung
mirip C. annuum, sedangkan panjang buah
cenderung menyerupai C. chinense. Bobot buah
per tanaman pada populasi F1 berada di antara
kedua tetua. Segregasi pada F1 tidak terjadi
untuk karakter umur berbunga, panjang buah,
dan lebar buah. Hal ini menandakan bahwa kedua
tetua telah homozigot untuk karakter-karakter
259
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
Gambar 5. Segregasi bentuk dan posisi buah generasi F2 (The population F2 segregation of
fruit shape and fruit position)
tersebut, sedangkan untuk karakter bobot buah
per tanaman dan jumlah buah per tanaman
masih terlihat adanya segregasi pada F1 yang
ditunjukkan oleh besarnya nilai standar deviasi
untuk kedua karakter tersebut. Adanya segregasi
pada F1 menandakan bahwa untuk karakter bobot
buah per tanaman dan jumlah buah per tanaman
salah satu tetua (P2) atau keduanya masih dalam
kondisi heterozigot (Tabel 2).
Untuk karakter bobot buah per tanaman
kedua tetua masih terlihat bervariasi, sedangkan
untuk karakter jumlah buah per tanaman, tetua
jantan atau C. chinense yang belum sepenuhnya
homozigot dan masih memerlukan kegiatan
pemurnian. Bobot buah per tanaman merupakan
karakter kuantitatif yang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan, sehingga karakter ini jarang
digunakan sebagai karakter seleksi pada generasi
awal.
Karakter Kuantitatif Generasi F2 (Tipe
Segregasi)
Semua tanaman pada generasi F2 untuk
karakter umur berbunga masuk ke dalam kategori
tipe karakter antara F1 dan P2. Tipe karakter pada
kelas ini cenderung ke arah tetua yang berumur
dalam (C. chinense). Segregasi panjang buah pada
F2 membentuk 4 tipe segregasi, yaitu tipe P1-F1,
tipe F1-P2, tipe P2, dan tipe >P2. Dari keempat
tipe tersebut 82,2 % masuk ke dalam tipe F1-P2,
artinya cenderung ke arah tetua yang lebih pendek
(C. chinense). Hal ini sejalan dengan beberapa
hasil penelitian yang menunjukkan karakter
buah pendek dominan terhadap karakter buah
panjang (Khambanonda 1950, Subramanya 1983).
Indikasi adanya segregasi yang transgresif dengan
persentase yang kecil terjadi pada karakter jumlah
buah per tanaman, individu tanaman F2 tersebar
pada seluruh tipe segregasi, kecuali tipe P2 40,8%
tanaman F2 menempati tipe melebihi P2 (Tabel
Tabel 2. Rerata dan standar deviasi beberapa karakter kuantitaif populasi tetua dan
generasi F1 (Mean and deviation standard quantitative characters of parents and F1
population)
Populasi
(Population)
Umur berbunga
(Flowering time)
HST (DAP)
Tetua betina (Female parent) (P1)
Tetua jantan (Male
parent) (P2)
F1
260
Buah (Fruit)
Panjang
(Length)
Lebar
(Width)
Bobot per tan.
(Weight per plant)
cm
cm
g
Jumlah per tan.
(Number per
plant)
36,53±3,04
12,23±1,08
1,52±0,05
341,78±124,01
30,50±8,88
69,59±1,23
38,75±4,12
1,27±0,26
4,37±0,40
2,33±0,08
1,58±0,05
271,85±228,98
131,01±159,12
130,90±95,06
47,75±50,22
Sofiari, E. dan R. Kirana: Analisis Pola Segregasi
dan Distribusi Beberapa Karakter Cabai
3), artinya individu-individu F2 berbuah lebat
melebihi 130,9 buah/tanaman (Tabel 2).
Karakter Kuantitatif Generasi F2 (Sebaran
Frekuensi)
Histogram sebaran frekuensi F2 dan kurva
normal harapan ditampilkan pada Gambar 6.
Sebaran frekuensi karakter umur berbunga dan
lebar buah pada populasi F2 membentuk sebaran
2 puncak. Sebaran frekuensi karakter panjang
buah, bobot buah per tanaman, dan jumlah
buah per tanaman pada F2 membentuk sebaran
terusan 1 puncak. Hasil uji Liliefors terhadap
seluruh karakter yang diamati pada populasi F2
menunjukkan bahwa sebaran frekuensinya tidak
mengikuti sebaran normal. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa nilai L
hitung lebih tinggi dari L (0,05, N) untuk semua
karakter kuantitatif.
Umur berbunga populasi F2 bervariasi antara
44-62 HST, dengan rerata 56,7 HST. Panjang
buah bervariasi dari 0,9-10,8 cm, dengan rerata
2,7 cm. Karakter lebar buah antara 0,8-2,4 cm
dengan rerata 1,5 cm. Bobot buah per tanaman
bervariasi dari 10,9-2.681,3 g/tanaman, sedangkan
jumlah buah per tanaman antara 11-1.145 buah/
tanaman. Karakter-karakter segregan yang
dapat dimanfaatkan untuk program pemuliaan
adalah bobot buah per tanaman dan jumlah buah
per tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh adanya
segregasi yang memiliki bobot buah maksimum
2.681,3 g/tanaman dan jumlah buah per tanaman
sebanyak 1.145 buah/tanaman, sedangkan
karakter-karakter segregan yang harus diperbaiki
terlebih dahulu adalah panjang buah (Tabel 4).
Walaupun karakter panjang buah, bobot
buah per tanaman, dan jumlah buah per tanaman
membentuk sebaran 1 puncak, namun setelah
dihitung menggunakan metode Liliefors, tidak
mengikuti sebaran normal. Kemungkinan
karakter-karakter hasil persilangan antara
C.annuum dan C. chinense dikendalikan oleh
gen mayor dan minor sekaligus atau dengan kata
lain bersifat poligenik. Karakter panjang buah
hasil persilangan C.annuum L dan C.chinense
diwariskan secara kuantitatif, diduga dikendalikan
minimal oleh 5 gen dan melibatkan pengaruh
Tabel 3. Persentase tipe segregasi beberapa karakter pada populasi F2 (The percentage of
segregation types of the quantitative characters in F2 population)
Karakter
(Characters)
Umur berbunga
(Flowering time), HST (DAP)
Panjang buah (Fruit length), cm
Diameter buah (Fruit diameter), cm
Bobot buah/tanaman
(Fruit weigth/plant), g
Jumlah buah/tanaman
(Fruit number/plant)
Tipe segregasi (Segregation types), % N= 213
= P1
P1-F1
=F1
F1-P2
P2
0,0
0,0
0,0
100,0
0,0
>atau < P1
0,0
>P2
0,0
0,0
47,9
33,8
0,0
13,1
0,0
8,5
0,0
8,0
0,0
12,7
0,0
82,2
25,8
20,7
3,3
0,0
0,0
6,1
0,5
37,6
17,8
0,5
9,4
0,5
31,0
0,0
40,8
Tabel 4. Hasil uji distribusi kenormalan pada populasi F2 (The results of normality distribution in F2 population)
Karakter
(Characters)
Umur berbunga
(Flowering time), HST (DAP)
Panjang buah (Fruit length), cm
Lebar buah (Fruit width), cm
Bobot buah/tanaman
(Fruit weigth/plant), g
Jumlah buah/tanaman (Fruit
number/plant)
Rerata
(Mean)
Standar
deviasi
(Deviation
standard)
62,0
56,7
0,9
0,8
10,8
2,4
213
10,9
213
11,0
N
Minimum
(Minimum
Maksimum
(Maximum)
213
44,0
213
213
Uji (Test) L
Hitung
(Count)
(0,05 N)
5,8
0,42
0,02
2,7
1,5
1,3
0,3
0,45
0,42
0,03
0,03
2.681,3
361,9
434,9
0,48
0,03
1.145,0
181,9
202,9
0,41
0,03
261
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
Umur berbunga (Flowering date)
HST (DAP)
150
Frekuensi
(Frequency)
Frekuensi
(Frequency)
200
100
50
0
2
3
4
5 6 7
8
Kelas (Grade)
9
10
1
Diameter buah (Fruit diameter)
cm
Frekuensi
(Frequency)
1
2
3
4
5 6 7
8
Kelas (Grade)
2
3
4
5 6 7
8
Kelas (Grade)
9
10
Bobot buah/tanaman (Fruit weight/plant)
g
Frekuensi
(Frequency)
100
80
60
40
20
0
1
100
80
60
40
20
0
Panjang buah (Fruit length)
cm
9
10
140
120
100
80
60
40
20
0 1
2
3
4
5 6 7
8
Kelas (Grade)
9
10
Frekuensi
(Frequency)
Jumlah buah/tanaman (Fruit number/plot)
140
120
100
80
60
40
20
0 1
2
3
4
5 6 7
8
Kelas (Grade)
9
10
Gambar 6. Sebaran frekuensi beberapa karakter kuantitatif pada populasi F2 (The frequency
distribution of quantitative characters on the F2 population)
(C.a = Capsicum annuum L; C.c = Capsicum chinense)
interaksi nonalelik (Kirana 2006). Oleh karena
pengendalian gen seperti itu maka analisis
genetik untuk mempelajari karakter-karakter ini
lebih lanjut harus dilakukan melalui pelacakan
pewarisan gen mayor dan gen-gen minor melalui
pendekatan genetik Mendel dan genetik kuantitatif
(Fehr 1987). Pendugaan jumlah gen yang terlibat
juga dapat dilakukan menggunakan populasi F2
(Kirana et al. 2005, Kirana 2006).
KESIMPULAN
1. Hampir semua karakter kualitatif yang
diamati pada populasi F1 masuk ke dalam
kategori sedang.
2. Karakter kuantitatif populasi F1 seperti umur
berbunga, diameter buah, dan jumlah buah
per tanaman cenderung ke arah C. annuum,
262
hanya panjang buah yang lebih cenderung ke
arah C. chinense. Bobot buah per tanaman
populasi F1 berada di antara kedua tetua.
3. Tipe segregasi karakter kualitatif F2
mendekati C. annuum, kecuali bentuk buah
cenderung mendekati C. chinense.
4. Tipe segregasi karakter kuantitatif F2 seperti
umur berbunga, panjang buah, bobot buah
per tanaman, dan jumlah buah per tanaman
mendekati C. chinense, kecuali diameter buah
cenderung mendekati C. annuum.
5. Berdasarkan sebaran frekuensi karakter
kuantitatif generasi F2, karakter panjang
buah, bobot buah per tanaman, dan jumlah
buah per tanaman hasil persilangan antara C.
annuum dan C. chinense diduga dikendalikan
oleh gen mayor dan minor sekaligus.
Sofiari, E. dan R. Kirana: Analisis Pola Segregasi
dan Distribusi Beberapa Karakter Cabai
PUSTAKA
1. Anand, G.P.S., M.D. Mishra, and Amar Singh. 1961.
Resistance to Mosaic in Certain Chilli Varieties. Indian
Phytopathol. XIV(2):113-114.
2. Ameriana, M. 2000. Penilaian Konsumen Rumah Tangga
terhadap Kualitas Cabai. J. Hort. 10(1):61-69.
3. Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development.
Vol. 1. Macmillan Publ. Co., A Division of Macmillan
Inc. New York. 536p.
4. IPGRI, AVRDC, and CATIE. 1995. Descriptors for
Capsicum (Capsicum spp.). International Plant Genetic
Resources Institute, Rome, Italy; The Asian Vegetable
Research and Development Center, Taipei, Taiwan,
and the Centro Agronomico Tropical de Investigation
Ensenanza, Turrialba, Costarica. 49p.
5. Karmana, M.H., A. Baihaki, G. Satari, T. Danakusuma,
dan A.H. Permadi. 1990. Variasi Genetik Sifat-sifat
Tanaman Bawang Putih di Indonesia. Zuriat. 1(1):3236.
6. Khambanonda, I. 1950. Quantitative Inheritance of Fruit
Size in Red Pepper (Capsicum frutescens L.). Genetics
35:322-343.
7. Kirana, R., R. Setiamihardja, N. Hermiati, dan A.H.
Permadi. 2005. Pewarisan Karakter Jumlah Bunga Tiap
Nodus Hasil Persilangan Capsicum annuum L. dengan
Capsicum chinense. Zuriat. 16(2):120-126.
8. _________. 2006. Pewarisan Karakter Panjang Buah
Hasil Persilangan Capsicum annuum L. dengan Capsicum
chinense. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman. Bogor, 1-2 Agustus 2006. Hlm.
146-150.
10. Reyes-valdes, M.H. 2000. A Model for Market-Based
Selection in Gene Introgression Breeding Program. Crop
Sci. 40:91-98.
11. Setiamihardja, R. 1993. Persilangan Antarspesies pada
Tanaman Cabai. Zuriat. 4(2):112-115.
12. Subramanya, R. 1982. New Pepper Plant Types and Their
Potential in Florida. Proc. Fla. State. Hort. Soc. 95:317319.
13. ____________. 1983. Transfer of Genes for Increased
Flower Number in Pepper. HortSci.18:747-749.
14. Tenaya, I.M.N., R. Setiamihardja, dan S. Natasasmita.
2001. Seleksi Ketahanan terhadap Penyakit Antraknos
pada Tanaman Hasil Persilangan Cabai Rawit x Cabai
Merah. Zuriat. 12(2):84-92.
15. Wang, D., Q. Yin, and Lin Y. 2003. Studies on Germplasm
Innovation in Hot Pepper Breeding. I. Analysis of the
Segregation and Distribution of Some Traits from an
F2 Progeny in Hot Pepper. Capsicum and Eggplant
Newsletter 22:83-86.
16. Wang, T.C. and Sheu, Z.M. 2006. The Perspectives of
the Research on Pepper Anthracnose and Phytophthora
Blight: Integrated Disease Management (IDM) for
Anthracnose, Phytophthora Blight, and Whitefly
Transmitted Geminiviruses in Chilli Pepper in Indonesia.
Project Inception Workshop of ACIAR-AVRDC Chilli
IDM. Semarang, 4-8 September 2006. 55 p.
17. Zijlstra, S., C. Purimahua, and P. Lindhout. 1991. Pollen
Tube Growth in Interspesific Crosses between Capsicum
Species. HortSci. 26:585-586.
18. Zitter, T.A. and A.A. Cook. 1973. Inheritance of Tolerance
to a Pepper Virus in Florida. Phytopathol. 63:12111212.
9. Lilliefors, H.W. 1967. On the Kosmogorov-Smirnov
Test for Normality With Mean and Variance Unknown.
J. Amer. Stat. Assoc. 62:399-402.
263
Download