PERILAKU WANITA MENOPAUSE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOLAKA KABUPATEN KOLAKA TAHUN 2012 Women Behavioral with Menopause at the Work Area Puskesmas Kolaka Region of Kolaka 2012 Nurwahyuni1, Rusli Ngatimin2, A.Arsunan Arsin2 1 2 Puskesmas Kolaka Kabupaten Kolaka Prov. Sulawesi Tenggara Konsentrasi Promosi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi Nurwahyuni Antang, Makassar HP : 081355006031 Email : [email protected] : Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis tentang perilaku wanita menopause berdasarkan predisposing factors kaitannya dengan pengetahuan dan sikap, enabling factors kaitannya dengan ketersediaan sarana kesehatan, akses ke pelayanan kesehatan, reinforcing factors kaitannya dengan dukungan suami dan peran petugas kesehatan di Kabupaten Kolaka. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, informan dalam penelitian ini adalah wanita yang berusia 45-55 tahun dan minimum 5 tahun yang lalu telah mengalami berhenti haid serta masih mempunyai suami. Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposif sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian informasi tambahan mengenai kesehatan melalui subsidi obat dan media kesehatan lanjut usia (menopause) terhadap wanita menopause yang berada di wilayah kerja Puskesmas (yaitu Kelurahan Balandete dan Watuliandu) masih sangat kurang, sehingga posyandu lanjut usia dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan wanita menopause dan kader kesehatan posyandu lanjut usia terkait kesehatan wanita menopause tersebut serta kepada suaminya. Usia menopause merupakan usia rentan dengan berbagai masalah antara lain masalah seksualitas, kemundurann fisik, psikologis dan sebagainya. Kata kunci : Perilaku, Pengetahuan, Wanita Menopause, Kualitatif Abstract This study aims to analysis of the behavior of menopausal women based on predisposing factors (knowledge and attitudes), enabling factors (availability of health facilities, access to health care), reinforcing factors (husband's support and the role of health workers in Kolaka district). The research was conducted as a qualitative study with phenomenological approach. The informants were women aged 45-55 years old who had stopped having menstruation (at least in the last 5 years) and still had a husband. The informants were selected by using the purposive sampling method. The results reveal that in the working area of Kolaka Community Health Centre (Balandete and Watuliandu villages) information about health through medicine subsidy and health media elderly people can be used to improve the knowledge of menopausal women and Posyandu health cadres about the health of elderly people (menopausal women) and their families (the husband of menopausal women). Menopausal age is vulnerable to a various problems, such as sexual problems issues (including problems with sexual activities and decreased libido), physical deterioration problems, psychological problems and other problems. Such problems arise as a result of decreased reproductive function in the menopausal age Keywords: Behavior, Knowledge, Female Menopause, Qualitative PENDAHULUAN Menopause adalah hal alami yang terjadi pada setiap wanita. Sebagian orang beranggapan bahwa menopause adalah hal yang wajar karena mereka ini merupakan wanita yang telah mengalami menopause namun memiliki kualitas hidup yang positif (Yatim, 2001) Menopause dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, dan sering dianggap menjadi momok dalam kehidupan wanita. Sebagian besar wanita mulai mengalami gejala menopause pada usai 40-an dan puncaknya pada usia 50 tahun. Kebanyakan mengalami gejala kurang dari 5 tahun dan sekitar 25% lebih dari 5 tahun. Namun bila diambil rata-ratanya, umumnya seorang wanita akan mengalami menopause sekitar usia 45-50 tahun (Rostiana 2009). Jumlah dan proporsi penduduk perempuan yang berusia di atas 50 tahun diperkirakan memasuki usia menopause (berhenti siklus haid), dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Menurut proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2010 oleh badan Pusat Statistik, jumlah penduduk perempuan usia diatas 50 tahun adalah 20,9 juta orang, dan tahun 2025 akan ada 60 juta perempuan yang mengalami menopause (BKKBN, 2006). Walaupun kebanyakan wanita mengalami perubahan ini antara usia 48 dan 52 tahun, beberapa yang lain berhenti haid pada akhir 30-an atau awal 40-an, dan yang lain terus mengalami haid hingga pertengahan 50-an (BKKBN, 2006) Pada Simposium Nasional Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMI) 21-22 April 2007 di Jakarta dikemukakan bahwa profil perempuan Indonesia adalah rata-rata umur perempuan menopause di Indonesia 48 ± 5,3 tahun dan mempunyai lima gejala utama yang dialami dalam menghadapi masa klimakterik seperti, nyeri otot atau sendi (77,7 %), rasa letih dan hilang energi (68,7 %), kehilangan nafsu seksual (61,3 %), kerutan di kulit (60 %), sulit konsentrasi dan hot flushes (29,5 %) (Muharam, 2007).Beberapa hasil penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara penyediaan air bersih, penggunaan jamban keluarga dan perilaku hygiene ibu balita dengan kejadian penyakit diare (Muhajirin, 2007). Dimana tingginya angka kesakitan dan kematian penyakit diare disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : Kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat (Sinthamurniwaty, 2007). Banyak wanita diliputi oleh rasa kecemasan menjelang menopause. Mereka takut akan kehilangan kewanitaannya, kehilangan nafsu dan kemampuan koitus, kehilangan rasa cinta sang suami. Telah diketahui hubungan seksual tidak sekedar ditunjukkan untuk reproduksi melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang bersifat psikologis yang jika terpenuhi manusia akan merasa puas, bahagia, nyaman, tentram, dan mengalirkan energi baru pada tubuh (Prawirohardjo, 2009). Kadangkala, diantara kaum wanita yang memasuki masa menopause ada yang mengalami goncangan. Tidak puas dengan keadaan, kurang bergairah, dilanda rasa kesepian, takut ditinggal suami, khawatir bahwa rumah tangga akan terancam, atau bahkan segera akan menjadi seorang janda (Atika Proverawati, 2010). Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak memasalahkannya. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi seorang perempuan terhadap menopause, antara lain faktor kultural, sosial ekonomi, gaya hidup, kebutuhan terhadap kehidupan seksual, dan sebagainya (Achadiat, 2007). Studi yang dilakukan oleh (Duke, 1999) University AS, menunjukkan bahwa tidak semua perempuan menopause mengalami penurunan hasrat seksual, 39% wanita berusia 6165 tahun memiliki aktivitas seksual seperti 27% wanita berumur 66-71 tahun, 13% wanita menopause mempunyai hasrat lebih tinggi dibandingkan ketika masih muda (Rachmawati, 2006). Sedangakan jumlah wanita usia menopause di wilayah kerja Puskesmas Kolaka, yakni untuk wilayah Watuliandu dan Balandete ada 21 orang wanita usia 45 – 59 tahun dengan keluhan terbanyak myalgia, insomnia, anemia, cefalgia (yang merupakan tanda-tanda dari wanita menopause) , 9 orang wanita usia 60 – 69 tahun, 7 orang wanita usia ≥ 70 (dengan keluhan penyakit yang diakibatkan karena bertambahnya usia seperti hipertensi, rematik dan diabetes melitus).(Puskesmas Kolaka, 2012). Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut (>60 th) pada tahun 2011 di Kabupaten Kolaka dari seluruh jumlah usila yang ada 27.425 orang dan yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebesar 6.303 (23%). BAHAN DAN METODE Lokasi dan Desain Penelitin Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kolaka. Wilayah kerja Puskesmas Kolaka ada 7 Kelurahan, akan tetapi hanya 2 wilayah yang aktif melaksanakan Posyandu Lansia, dimana dari posyandu lansia ini dapat kita temukan ibu yang sudah menopause yag berkaitan dengan judul penelitian, wilayah penelitian yakni di Kelurahan Balandete dan Kelurahan Watuliandu. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik Pemilihan Informan Tehnik pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposif sampling. Pemilihan informan dilakukan peneliti kualitatif berdasarkan fenomena yang memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi aspek-aspek khusus dari perilaku yang relevan denagan penelitian Tehnik Pengumpulan Data Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang prilaku wanita menopause dari informan Analisis Data dan Penyajian data Analisis data dalam penelitian ini didasarkan pada pendekatan fenomenologi. Proses analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian. HASIL Pengetahuan Informan Sesuai dengan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa pengetahuan responden bervariasi seperti yang dikutip berikut: “....Tidak haidmi lagi,. Kalau sudah tidak teraturmi kita punya haid berarti kita maumi menopause, tidak bisami lagi tidur cepat selalu begadang, timbangan tambah naik juga,. Saya liat di televisi sama cerita-cerita sama ibu-ibu kalau posyandu lansia”. (BA, 21 Februari 2013) “....Tidak haidmi lagi kita, inimi sy heran itu hari sy tidak haid 1 (satu ) tahun terus saya haid lagi 2 (dua) bulan, eh sekarang saya tidak haidmi sudah 5 (lima) bulanmi lebih saya tidak haid, badan tambah naik juga, sakitmi kepala, badan kayak dipukul, sakit kalau sa main sama om mungkin karena sudah keringmi,. Dari teman kantorji saya tau kalau kumpul semua lagi ibu-ibu yang tua”. (SK, 29 Februari 2013) Berdasarkan pernyataan responden menunjukkan bahwa, kurangnya pemahaman akan arti dan gejala menopause, serta kurangnya responden mendapatkan informasi dari petugas kesehatan, keluhan-keluhan mereka untuk sebagian informan menganggap itu hal lumrah dan sebagian lagi sudah mengetahui kalau apa yang mereka keluhkan adalah bagian dari menopause itu sendiri. Sikap Informan Sikap informan akan kehidupannya setelah menopause memang berbeda-beda, ada yang menganggap itu hal yang lumrah karena akan terjadi pada setiap wanita dan tidak dapat dihindari. Sikap bukan sesuatu yang kita bawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari, sikap juga dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari. Sama halnya Informan yang rata-rata merupakan ibu rumah tangga karena kurangnya informasi sehingga menyikapi datangnya menopause juga berbeda-beda. Seperti hasil wawancara dengan informan berikut ini: “.... Waktu awal-awal saya dapat menopause biasa kami berfikir begitu, takutnya mengeluh suami tapi syukur da tidak bilangji apa-apa,. Sudah begitu memang ketentuan Tuhan, jadi kita manusia jalani saja,. Ooo begitukah kalau kita menopause tambah banyak lagi penyakit yang timbul, saya kira karena pengaruh tua,. Itumi juga waktu main sama om (berhubungan) kenapa ini sedikit skali cairan, jadi kalau tergesekmi itu perihnya, tapi om da suka-sukaji karena da bilang tidak terlalu basah lebih bagus begini, padahal kita ini yang sakit”. ( AF, 20 Februari 2013) “.... kalau cemas pastimi, karena janga sampe om da tidak puas baru da pergi cari orang lain, ko taumi juga toh nak bagaimanakah cewek-ceweknya orang disini,. Bah na perempuan itu sudah begitu memang yang harus dia lewati, haid, melahirkan, menopause,. Jagankan orang yang menopause, yang masih muda saja kalau tidak da jaga kesehatannya bisa sakit apalagi kalau kalau sudah tua begini,. Kalau kami nak, biasa kalau da mau om baru tante tidak terangsang kami nonton film BF (Blue Film) karena kalau sudah menopausemi kita sudah kurangmi kasian itu nafsu begitu apalagi sudah keringmi cairan jadi sakit kalau kita main na itumi yang bikin malas, cuman namanya kita istri berdosa juga kalau kita menolak jadi dilayani saja”. (BA, 21 Februari 2013) “... kalau saya itu nak tidak adaji, om malahan yang cemas,. Kita manusia itu tidak bisa menolak apa yang dikehendaki Tuhan jadi kalau kita sudah dikasi untuk menopause ya dijalani saja,. Hammako ternyata begitu palena kalau kita menopause memang tambah banyak penyakit yang muncul, samami ini sakit terus saya punya kepala, emosi tidak stabil, mana badan kayak sudah dipukul saja bate sakitnyami itu,. Inimi nak selama tante menopause maunya saya janganmi lagi saya ladeni om, tapi om mu kalau kita ke kebun kayak da mau perkosa saya, biasa saya bilang sama om mu kita ini sudah punya cucu itumi saja perhatikan sama ibadah, sampe-sampe pernah tante kasi tau om waktu da paksa tante carimi saja perempuan lain deh saya capekmi, mana sakit juga kasian”. (SK, 29 Februari 2013) Dari beberapa informan mengungkapkan bahwa aktifitas seksual di usia menopause merupakan usia yang rentan dengan berbagai masalah antara lain masalah seksualitas, kemunduran fisik, masalah psikologi, Masalah-masalah tersebut muncul sebagai akibat dari penurunan fungsi reproduksi di usia menopause. Aktifitas hubungan seksual di usia menopause bagi sebahagian wanita mengalami perubahan berupa penurunan aktifitas hubungan seksual hal ini dikaitkan dengan penurunan fungsi seksual yang berupa kekeringan vagina, dsypareuni (kekejangan yang menyakitkan di dalam otot-otot vagina), berkurangnya elastisitas vagina, berkurangnya pelendiran (lubrikasi) saat bersenggama, hilangnya sensasi klitoris dan terganggunya sensasi sentuhan. Penurunan fungsi seksual tersebut akan mengakibatkan terganggunya aktifitas seksual sehingga menimbukan penolakan untuk melakukan aktifitas seksual yang pada umumnya disebabkan oleh timbulnya rasa nyeri saat berhubungan seksual akibat kekeringan vagina, ketidaknyamanan saat berhubungan seksualyang timbul oleh karena ketakutan akan rasa sakit saat bersenggama, dan menurunnya dorongan/hasrat seksual Ketersediaan Sumber Daya Kesehatan Ketersediaan sumber daya kesehatan akan mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas. Seperti misalnya, puskesmas dengan jumlah dokter lebih banyak akan lebih mampu dalam memberikan pelayanan pengobatan kepada pasien yang sakit. Berikut hasil wawancara dengan informan tentang Ketersediaan Sumber Daya kesehatan : “.... Kalau pelumas tidak pernahpi kami dengar itu nak,. Kalau fasilitas kesehatan kami disini syukur karena tiap bulan tanggal 19 selalu ada Posyandu Lansia jadi kami rasa sangat membantu sekali walaupun kadang obat yang dibawa sama petugas kesehatan kurang”. (AF, 20 Februari 2013) “.... Disini itu nak (kalau di Posyandu Lansia) tidak ada dibagikan kream begitu atau obat untuk orang yang menopause, paling obat untuk keluhan demam, kurang nafsu makan, sakit kepala dll yang penyakit-penyakit tidak berat adaji obatnya da bawa itu petugas,. Kalau fasilitas kesehatan kami disini untungnya dekat rumahji malahan dulu tempat posyandu lansia itu dirumah tapi sekarang sudah didepan lagi (dipinggir jalan) supaya gampang da dapat ibu-ibu karena kadang juga itu ibu-ibu sudah da tau dimana diadakan Posyandu Lansia tetap juga malas pergi”. (BA, 21 Februari 2013) “.... Tidak ada memangmi nak, tapi kalau tante untungnya ada om yang buatkan jamu jadi kalau mau lagi berhubungan minum jamu buatannnya om tidak ada memang itu rasa sakit dirasa,. Sebenarnya kalau saya itu Posyandu Lansia hanya dijadikan ajang bagi ibu-ibu yang malas ke Puskesmas kenapa saya bilang begitu karena petugas yang datang hanya bawa timbangan badan, tensi, sama obat – obatan ala kadarnya, jadi meding kalau kita ke Puskesmas puas kita konsul ke dokter”. (HA, 02 Maret 2013). Berdasarkan hasil ungkapan informan diatas bahwa kurangnya informasi kapan diadakannya Posyandu Lansia tiap bulannya serta obat-obatan yang kurang dibawa saat Posyandu Lansia dilaksanakan merupakan alasan sehingga ibu menopause malas untuk ke Posyandu Lansia sebagian dari mereka lebih memilih ke Puskesmas, dapat dengan puas menanyakan keluhannya ke dokter serta mendapatkan obat yang sesuai dengan keluhan mereka. Kemudahan Mencapai Pelayanan Kesehatan Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, menyebutkan bahwa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kemudian sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi, antara lain kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum. “.... Kalau Posyandu Lansia dulu nak dirumahnya tante cuman pernah tante lama tinggal di Kendari sama anak jadi itu tempat Posyandu dipindahkan ke depan karena ruamahnya gampang didapat, kalau biaya kami rasa tidak terlalu diberatkanji, kecuali kalau tante ada penyakit serius baru periksa di Puskesmas naik pete-pete”. (BA, 21 Februari 2013) “.... Tidak jauhji hanya berapa rumah dari sini, kalau ke posyandu jalan kaki saja, tapi kalau ke Puskesmas atau Rumah Sakit diantar sama om kan sudah sama-sama pensiun jadi selalu ditemani, biayanya saya rasa tidak memberatkanji kan kita pergi juga untuk periksakan kesehatannya kitaji juga bukan kesehatannya orang lain”. (HB, 23 Februari 2013) “.... Tidak jauji sebenarnya itu Posyandu lansia cuman tante jarang periksa kesana karena kalau posyandu kan selalu pagi na tante kerja jadi biasa langsung ke Puskesmas jadi tidak banyak ongkos dari pada pulang lagi hanya untuk periksa diposyandu mending ke Puskesmas sekalian”. (SK, 29 Februari 2013) Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan kemudahan mencapai pelayanan kesehatan, Kemampuan lansia dalam mengakses pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh jarak rumah dengan posyandu lansia yaitu semakin dekat jarak rumah dengan posyandu lansia maka lansia semakin aktif memanfaatkan posyandu lansia. Dukungan Suami Dukungan keluarga terutama suami sangat berperan dalam meningkatkan kepercayaan diri serta perasaan dicintai oleh pasangan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh responden. Berikut hasil wawancara mendalam terhadap informan yaitu : “.... kami ini sebenarnya nak kalau sudah tua begini selalu mau diperhatikan,. Kalau om tidak adaji perubahan samaji waktu muda dulu,. Suami (DG) kalau kita sudah tua begini nak mesti saling memperhatikan bukan hanya karena tante mennopause,. tanteji yang biasa merasa tidak enak sama om karena beginimi nak (informan memperlihatkan lengannya yang bergelambir dan mulai mengerut,. Suami (DG) Kalau fisik pasti ada perubahan kulit sudah kendor, tenaga tidak seperti yang dulu tapi yang penting kalau om tante tetap jaga kebersihannya, karena ada juga orang biasa kalau sudah tua da jadi pengotor,. Tante syukurnya karena dari masih muda sudah suka kalau bersih rumah kalaupun tante capek biasa istirahat dulu baru dilanjutkan,. Suami (DG) Kalau masalah pekerjaan rumah om tidak terlalu pusingi kalau om dari dulu yang penting kamar bersih sudah cukupmi nak,. Tante itu kalau marah tidak banyak bicara, hanya diam saja,. Suami (DG) tante itu nak dari dulu kalau dia marah jadi pendiam, kalau dia sudah omongi om duluan berarti sudah bausmi perasaannya. (BA dan DG, 21 Februari 2013) “.... maunya saya kalau sudah tuamiki ko mengertimi saja dengan keadaanta tapi kalau om tidak,. Kalau perhatian da perhatianji cuman kadang berlebih, suami (GS) tantemu itu tidak suka kalau diperhatikan, baru kalau om belikan apa-apa da bilang janganmi kau belikan saya cucumu saja,. Biasaji da bilang kenapa cepat sekali ko capek? Kalau begitumi biasa dia yang urut saya, suami (GS) kadang om tegur kalau ada perubahan baru lagi di tante tapi kadang da marah kalau ditegur jadi didiami saja,. Pokoknya kapan ada lagi yang bikin marah saya tidak pernahmi itu mulutku mengomel, suami (GS) kalau tante marah-marah diami yang juaranya”. (SK dan GS, 29 Februari 2013) “.... maunya lebih da perhatikan istrinya, seperti biasaji, suami (UM) na kalu kita tuami sama – sama kita mau diperhatikan,. Da tegur kenapa tambah gemuk, kulit tambah berkerut, suami (UM) ditegur biasaji saja karena biar bagaimana kitalaki-laki suka liat yang bagus-bagus,. Da cuekji, suami (UM) kalau saya tidak pusing yang penting makanan ada,. Kadang kalau saya marah dia lebih marahpi juga, suami (UM) biasa sa jengkel kalau dia marah-marah baru tidak tau apa yang buat da marahmarah”. (LI dan UM, 06 Maret 2013). Bentuk dukungan nyata dari kepedulian dan tanggung jawab seorang suami kepada isterinya, ketika isteri telah memasuki masa menopause. Suami sebagai kepala keluarga yang memegang peranan penting dalam memutuskan suatu tindakan isteri dalam hal menghadapi menopause. Oleh karena itu suami harus membantu untuk mengurangi beban isteri dalam keluarga, dan suami harus mampu memenuhi kebutuhan anggota keluarga baik dari segi moral maupun material. Peran Petugas Kesehatan Peran petugas kesehatan dalam hal ini adalah untuk memudahkan responden mendapatkan pelayanan kesehatan. Berikut hasil wawancara mendalam dan terhadap yaitu : “.... kalau pelayanan karena saya sendiri yang turun lapangan untuk melayani ini ibu-ibu, menurutku sudah saya berikan yang terbaik yang bisa saya kasih,. Dan sebenarnya program posyandu ini bagus sekali karena bisa bantu ibu-ibu yang sudah tidak bisa jalan jauh jadi dia bisa datang ke posyandu lansia, cuman itumi lagi karena katanya anggarannya kurang jadi obat yang kita bawa juga waktu posyandu, bukan kita tidak mau bawa banyak tapi untuk program lansia memang terbatas obatnya, ini saja timbangan badan sudah tua sekalimi masih kita disuruh pake, jadi apa boelh buat kita ikuti saja,. Maunya yang turun kelapangan ada dua orang jadi kalau pas lagi banyak yang datang saya tidak kerepotan cuman itumi lagi karena jarang yang mau pegang ini program karena tidak ada kita dapat kalau turun lapangan, air atau kue saja tidak ada”. (NJ, 34thn) “.... kalau berhasil saya rasa masih jauh karena belum rata penyelenggaraan posyandu lansia di kabupaten kolaka, dukungan dari pemerintah dalam hal ini Dinas kesehatan juga tidak memberikan subsidi obat (cream estrogen) maupun media kesehatan menopause sehingga posyandu lansia bisa terlaksana dengan baik, tidak adanya training buat pemegang program yang akan turun kelapangan sehingga ibu-ibu yang kurang memahami tentang apa saja keluhan kalau seseorang menopause dapat dia dapatkan informasinya ataukah petugas lapangan yang memberikan informasi tampa harus dipertanyakan lebih dahulu,. Apalagi ini kan program lansia bukan program wajib yang dilaksanakan tapi program tambahan, mengenai dana untuk program lansia berasal dari APBD Kabupaten tapi Cuma sebatas monitoring dan evaluasi di tingkat Kabupaten sedangkan ddi tingkat Puskesmas ada dari BOK tapi itupun tidak dapat menaikkan cakupan kunjungan hal ini diakibatkan kurangnya sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya kesehatan di usia lanjut dan sebagian puskesmas belum mempunyai tempat posyandu lansia layaknya posyandu bayi/balita pada umumnya, apalagi laporan tentang lansia yang sudah terkumpul di Kabupaten selama saya pemegang program belum pernah di minta oleh Dinas Kesehatan Propinsi. (MU, 36 thn) PEMBAHASAN Permasalahan pembangunan kesehatan menjadi perhatian utama sebagai penyebab masih rendahnya derajat kesehatan adalah faktor perilaku masyarakat. Salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam pembangunan kesehatan adalah memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan sendiri dan lingkungannya menuju masyarakat yang sehat mandiri dan produktif. Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya resiko penyakit, melindungi diri dari ancamana penyakit serta berpartisipasi aktif dalam pencegahan penyakit. Dalam hal ini diperlukan tenaga kesehatan yang ideal yang diharapkan mampu mengajak masyarakat untuk menegakkan “mencegah jauh lebih baik dari mengobatinya” (Ngatimin, 2005). Adapun hasil dari penelitian mengenai perilaku wanita menopause di wilayah kerja puskesmas kolaka, dapat dilihat dalam pembahasan sebagai berikut : 1. Pengetahuan wanita menopause Pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan dan diingat. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk baik pendidikan formal maupun pendidikan tidak formal, percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton televisi dan pengalaman hidup lainnya (Simons, Green and Gottlieb, 1995). Wanita pada masa menopause mengalami gangguan fisik, seksual, sosial, dan gangguan psikologis, dan ada juga wanita tanpa mengalami berbagai keluhan baik fisik, psikologis, dan sosial. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berat ringannya stress yang dialami wanita dalam menghadapi dan mengatasi menopause sebagai akibat penilaiannya terhadap menopause. (Rostiana 2009) Pemberian informasi yang kurang saat Posyandu Lansia, dan pada saat kunjungan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan, sehingga wanita menopause hanya mengerti arti dasar apa itu menopause?, gejala atau tanda apa yang biasa terjadi bila seseorang menopause?, apa yang harus dilakukan? itu yang mereka tidak dapati dari petugas kesehatan sehingga mereka mesti mencari informasi sendiri. 2. Sikap wanita menopause Sikap informan akan kehidupannya setelah menopause memang berbeda-beda, ada yang menganggap itu hal yang lumrah karena akan terjadi pada setiap wanita dan tidak dapat dihindari. Sikap bukan sesuatu yang kita bawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari, sikap juga dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari. Perubahan dari haid menjadi tidak haid lagi, otomatis terjadi perubahan organ reproduksi wanita. Perubahan fungsi indung telur akan memengaruhi hormon dalam yang kemudian memberikan pengaruh pada organ tubuh wanita pada umumnya. Tidak heran apabila kemudian muncul berbagai keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan organ reproduksinya maupun organ tubuh pada umumnya. Tidak hanya itu, perubahan ini seringkali memengaruhi keadaan psikis seorang wanita. Keluhan psikis sifatnya sangat individual yang dipengaruhi oleh sosial budaya, pendidikan, lingkungan, dan ekonomi. Keluhan fisik maupun psikis ini tentu saja akan mengganggu kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk perkembangan psikisnya. Selain itu, bisa memengaruhi kualitas hidupnya. Dalam menyingkapi dirinya yang akan memasuki masa menopause, beberapa wanita menyambutnya dengan biasa. Mereka menganggap kondisi ini sebagai bagian dari siklus hidupnya. Banyak wanita yang mengeluh bahwa dengan datangnya menopause mereka akan menjadi pencemas. Kecemasan yang muncul pada wanita menopause sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Wanita seperti ini sangat sensitif terhadap pengaruh emosional dari fluktuasi hormon. Umumnya mereka tidak mendapat informasi yang benar sehingga dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialami setelah memasuki masa menopause. Mereka cemas dengan berakhirnya era reproduksi yang berarti berhentinya nafsu seksual dan fisik. Apalagi menyadari dirinya akan menjadi tua, yang berarti kecantikannya akan memudar. Seiring dengan hal itu, validitas dan fungsi organ tubuhnya akan menurun. Hal ini akan menghilangkan kebanggaannya sebagai wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya akan memengaruhi hubungannya dengan suami maupun lingkungan sosialnya. Selain itu, usia ini sering dikaitkan dengan timbulnya penyakit kanker atau penyakit lain yang sering muncul pada saat wanita memasuki usia tua 3. Ketersediaan sumber daya Ketersediaan sumber daya kesehatan akan mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas. Seperti misalnya, puskesmas dengan jumlah dokter lebih banyak akan lebih mampu dalam memberikan pelayanan pengobatan kepada pasien yang sakit. Contoh lain, puskesmas dengan jumlah tenaga penyuluhan lebih akan lebih sering menyelenggarakan kegiatan penyuluhan, yang dapat berdampak pada peningkatan pemahaman masyarakat akan pola hidup sehat. Dari kedua contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan sumber daya dapat berpengaruh pada kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan. Pada kenyataannya, ketersediaan tenaga kesehatan di Kabupaten Kolaka untuk Program Posyandu Lansia (menopause) masih relatif rendah. Namun, hal ini tidak boleh menjadi alasan bagi puskesmas untuk tidak memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal sesuai dengan cakupan pelayanan yang dimiliki. Seperti yang dialami oleh informan, ketika posyandu lansia dilaksanakan yakni 1 (satu) bulan sekali, petugas kesehatan yang turun kelapangan sudah memberikan pelayanan kesehatan yang baik (peneliti melihat langsung kelapangan) hanya saja obat yang diberikan oleh puskesmas sangat terbatas, dengan alasan program lansia adalah program tambahan yang dananya sangat terbatas, sehingga dilapangan ketika ada ibu yang mengeluhkan penyakit, yang diberikan hanya vitamin B12, paracetamol, antasida, pundivar B1, menurut petugas kesehatan yang turun kelapangan keluhan mereka itu hanya akibat dari menua dan kita juga tidak bisa memberikan obat yang sesuai dengan keluhan mereka karena obat yang dikasi oleh puskesmas memang terbatas. 4. Kemudahan mencapai pelayanan kesehatan Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, menyebutkan bahwa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kemudian sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi, antara lain kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum. Selanjutnya penjabaran sebagaimana pemberian penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia tersebut dirinci pada Peraturann Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia. Kajian Komisi Nasional Lanjut Usia pada tahun 2009 mendapatkan bahwa jumlah instansi yang seharusnya memberikan layanan terhadap lanjut usia masih sangat terbatas. Tragis memang, kemajuan di bidang pembangunan yang dicapai pemerintah tidak diikuti dengan tingkat partisipasi instansi pemerintah itu sendiri dalam upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia. Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan sarana umum sudah menjadi tuntutan yang wajib dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat, namun masih terlihat dimana-mana belum adanya pelaksanaan yang menyeluruh. Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan kemudahan mencapai pelayanan kesehatan, diperoleh informasi bahwa jarak antara rumah responden yang berada di Balandete dekat dari Puskesmas jadi sebagian dari mereka mamanfaatkan fasilitas kesehatan ke Puskesmas dan sebagian lagi ke Posyandu Lansia dan untuk yang berada di Watuliandu jarak Puskesmas cukup jauh akan tetapi jarak Rumah Sakit dekat jadi sebagian dari mereka memanfaatkan Posyandu Lansia, karena apabila ingin berobat ke Rumah Sakit mesti memperlihatkan rujukan dari Puskesmas. Kemampuan lansia dalam mengakses pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh jarak rumah dengan posyandu lansia yaitu semakin dekat jarak rumah dengan posyandu lansia maka lansia semakin aktif memanfaatkan posyandu lansia. 5. Dukungan suami Karena penurunan kadar estrogen alami, wanita menopause bisa mengalami kekeringan vagina dan ketidaknyamanan. Hal ini dapat membuat kontak seksual tidak nyaman dan bahkan menyakitkan baginya. Seorang suami harus sabar dengan istrinya selama waktu ini. Katakan padanya bahwa dia masih menarik, dan tunjukkan kasih sayang secara non-seksual. Peningkatan foreplay serta pelumas pribadi dapat membantu secara signifikan, tetapi jangan menekannya untuk seks. Dorong dia untuk berbicara dengan dokter tentang iritasi atau kelembutan yang dialami. Hal terbaik yang dapat dilakukan seorang suami saat istri dalam menopause adalah menjadi toleran, dapat memahami, mencintai dan mendukung. Istri Anda mungkin mengalami perubahan suasana hati dan merasa sangat lelah. Mungkin Anda akan bertanya-tanya apa yang terjadi pada pasangan anda. Hanya ingat bahwa dia mungkin merasa seperti itu tentang dirinya sendiri, juga. Jangan salah sangka. Luangkan waktu untuk mengingatkan diri sendiri, dan dia, dari semua hal yang anda sukai tentang dirinya, dan bahwa anda berjanji untuk berada di sampingnya. Sebelum anda menyadarinya, anda akan melalui masa menopause pasangan dengan selamat. Menghadapi gangguan seksual pada wanita menopause, dukungan seorang suami sangat diperlukan. Komunikasi suami-istri harus baik agar suami mengetahui permasalahan yang dialami istrinya. Kalau melihat perubahan yang kurang baik pada istrinya, suami juga perlu menanyakan apa yang terjadi. Jika diketahui ada masalah pada istri, segera kunjungi dokter. Suami sebaiknya ikut menemani istri saat berkonsultasi dengan dokter. Suami-istri tidak perlu saling menyalahkan dalam menghadapi persoalan seksual pada masa menopause. Lebih baik berdua berkonsultasi dengan dokter. Yang tidak kalah penting, pasangan tetap melakukan aktivitas seksual seperti biasa. "Artinya kalau kali ini gagal, mungkin lain kali bisa berhasil. Tapi kalau beberapa kali mengalami kegagalan, segeralah ke dokter. Misalnya, istri masih merasakan sakit saat berhubungan seksual, tetap tidak bisa orgasme, atau ereksi suami tidak maksimal, langsung berdua menemui dokter. Perlu diingat pula, hubungan seksual ketika istri telah memasuki masa menopause memerlukan teknik dan variasi yang berbeda. Sebab, organ seksual wanita sudah kurang sensitif dan sebagainya. Perlu adanya perubahan suasana, rangsangan oral, atau penggunaan alat bantu seksual. Misalnya dengan berhubungan seksual tidak di tempat tidur melainkan di kamar mandi. Mengganti parfum lama dengan yang baru. Karena gairah sudah tak setinggi ketika masih muda, maka membangkitkannya pun perlu rangsangan dari luar. Misalnya berdua menonton VCD Kamasutra seperti yang dilakukan oleh informan HB dan suami YT mereka lebih memilih menonton Blue Film dengan suami. Penggunaan vibrator untuk melakukan perangsangan juga bisa dilakukan, asal dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama. "Yang perlu diingat, hubungan seksual itu sesuatu yang fun, suatu permainan yang mengasyikkan. Jadi, menggunakan alat bantu boleh-boleh saja". 6. Peran Petugas Kesehatan Selama ini Kader Kesehatan lebih sering menjadi pelaksana kegiatan saja, bukan pengelola. Pengelola artinya bukan hanya melaksanakan kegiatan saja, tetapi juga merencanakan kegiatan dan mengaturnya. Kader sebaiknya mampu menjadi pengelola program-program kesehatan di wilayahnya. Karena merekalah yang paling memahami kondisi kebutuhan di wilayahnya. Seperti halnya petugas kesehatan yang menangani masalah posyandu lansia mereka hanya melaksanakan program yang ada saja tampa bisa memberikan masukan yang berarti di wilayah kerja mereka, dana untuk posyandu lansia pun dananya berasal dari APBD Kabupaten tapi cuma sebatas monitoring dan evaluasi di tingkat Kabupaten sedangkan di tingkat puskesmas ada dari BOK tapi itupun tidak dapat menaikkan cakupan kunjungan, dengan masalah pengalokasian anggaran ini sehingga petugas kesehatan yang turun ke lapangan memberikan pelayanan semaksimal yang mereka bisa tanpa dibarengi sumber daya kesehatan yang berarti seperti pemberian kream estrogen dan obat-obatan yang sangat terbatas. KESIMPULAN DAN SARAN Pengetahuan yang dimiliki Ibu menopause tentang gejala atau tahap meopause hanya sebatas “tahu” saja, keluhan atau tanda yang mereka rasakan menurut mereka hanya merupakan hal alami dikarenakan proses menua. Kurangnya informasi dari petugas kesehatan yang turun kelapangan memberikan informasi apa itu menopause?, gejala atau tanda apa yang biasa terjadi bila seseorang menopause?, apa yang harus dilakukan? itu yang mereka tidak dapati dari petugas kesehatan sehingga mereka mesti mencari informasi sendiri. Sikap lansia (wanita menopause) terhadap pendirian posyandu lansia sangat positif. Kemampuan lansia dalam mengakses pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh jarak rumah dengan posyandu lansia yaitu semakin dekat jarak rumah dengan posyandu lansia maka lansia semakin aktif memanfaatkan posyandu lansia. Saran: Mengalokasikan anggaran khusus untuk program posyandu lansia sehingga program lansia ini bukan merupakan program tambahan lagi dari bidang gizi dan yankes komunitas, karena jika program Posyandu Lansia ini berlanjut maka aksesibilitas layanan bagi lanjut usia akan menerima layanan sebagaimana mestinya, Meningkatkan kualitas tenaga kesehatan baik melalui pendidikan maupun pelatihan khususnya terkait dengan upaya peningkatan kesehatan usia lansia (wanita menopause) pada petugas dalam bidang Gizi dan Yankes Komunitas, Diharapkan adanya peningkatan pemberian informasi tambahan tentang kesehatan melalui subsidi obat (cream estrogen) maupun media kesehatan menopause sehingga posyandu lansia dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan wanita menopause maupun kader kesehatan posyandu lansia terkait kesehatan lansia (wanita menopause) DAFTAR PUSTAKA Achadiat, Crisdiono M. 2007. Fitoestrogen untuk Wanita Menopause. www.kesrepro.info diakses tanggal (08 september 2012) BKKBN. (2006). Menopause Datang, Rasa Senang Tertendang. Retrieved November 25, 2006. From http : //www.bkkbn.go.id. Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka (2011). Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011. Kolaka: Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka Moleong, L J.2007. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya, Bandung. Persada. Jakarta Ngatimin, M., R. 2005 a. Ilmu Perilaku Kesehatan, sari dan aplikasi. Makassar : Yayasan “PK-3”. Rostiana Triana. 2009. Kecemasan pada wanita yang menghadapi menopause [skripsi]. Depok : Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma. Rostiana Triana. 2009. Kecemasan pada wanita yang menghadapi menopause [skripsi]. Depok : Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma. Simons Morton BG, Green LW, Gottlieb HH, 1995. Introduction to Health Educational and Health Promotion. W aveland Press. Inc, Ilinois, London. Yatim, F. (2001) Haid tidak wajar & menopause. Jakarta: Pustaka Populer.