Widya Sandhi Pengantar Redaksi - E

advertisement
Widya Sandhi
ISSN. 1907-7351
Volume 5. Nomor 6. Mei 2014
Pengantar Redaksi
Om Swastyastu,
Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa, atas Waranugraha-Nya, Kami, Redaksi dapat menerbitkan Jurnal Widya
Sandhi. Dalam edisi Volume 5, Nomor 6, Mei 2014 mengangkat berbagai tulisan
tentang ilmu sosial Budaya dan agama. Mengawali artikel ilmiah ini, I Nyoman Murba
Widana mengangkat judul tulisan “ Munculnya Resistensi Masyarakat Hindu Etnis
Bali di Kota Praya Lombok Tengah”. Dalam artikelnya disimpulkan bahwa latar
belakang terjadinya dominasi kultural pada masyarakat Hindu Etnis Bali di Kota Praya,
Kebupaten Lombok Tengah, adalah terjadinya intimidasi dalam praktek budaya
beragama etnis Bali oleh kelompok mayoritas, penurunan kesempatan kelompok
minoritas menduduki posisi penting dalam sistem birokrasi pemerintahan, pelemahan
sistem perekonomian masyarakat Bali oleh kelompok mayoritas, ketidakadilan
distribusi tenaga pendidik dalam sistem pendidikan formal.
Anak Agung Oka Puspa mengangkat tulisan yang berjudul “Fungsi Upacara
kematian Dalam Kajian Teks Yama Purwana Tattwa” bahwa fungsi upacara kematian
menurut Teks Yama Purwa Tattwa sebagai penyucian, penuntun serta pengantar Atman
orang yang sudah meninggal agar layak melanjutkan perjalanan untuk menuju Sang
Pencipta (Ida Sang Hyang Widhi). Dengan lancarnya perjalanan para atma, akan
tercipta ketenangan serta ketentraman di dunia sehingga Ida Sang Hyang Widhi
berkenan bersemayam di Kahyangan.
I Ketut Sumada mengangkat tulisan yang berjudul “Sinkronisasi Nilai-Nilai
Spiritualtas Dengan Praktek Religiusitas dalam Masyarakat Hindu di Kota Mataram”
bahwa pola sinkronisasi nilai-nilai spiritualitas dengan praktek religiusitas pada
masyarakat Hindu di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat melalui sejumlah proses
seperti : 1. Kontruksi ajaran spiritualitas dalam pelaksanaan agama hindu. Hal ini
diindikasikan oleh masuknya ajaran spiritualitas dalam pelaksanaan agama Hindu. 2.
Peningkatan pelaksanaan agama secara isoterik. 3. Penyelarasan aspek ritual
keagamaan. 4. Peningkatan kualitas pemahaman filosofi keagamaan.
i
Widya Sandhi
ISSN. 1907-7351
Volume 5. Nomor 6. Mei 2014
Ni Ketut Windhi Maretha mengangkat tulisan “Representasi Buddha
Mahayana Dalam Masyarakat di Kota Mataram” bahwa Buddha memiliki dua tradisi
besar yakni Theravada dan Mahayana, kemudian berkembang menjadi Tantrayana
yang kemudian dikenal menjadi sekte. Bhante menjelaskan masing-masing ciri khas
yang dimiliki oleh masing-masing sekte tersebut dan perbedaan yang dimilikinya. Dan
untuk merepresentasi Buddha di Kota Mataram adalah adanya budaya sebagai perekat
ajaran Buddha, budaya memudahkan umat berinteraksi dengan Buddha melalui doa dan
Vihara melalui Bhante. Bhante menyampaikan, Buddha mengatakan lakukanlah
kebajikan dan haturkan kepada almarhum kebajikanmu itu. Doa dalam agama budha itu
adalah untuk yang hidup agarpikiran tenang, agar menghasilkan perbuatan baik.
Ketut Dewi Candra Wati dan Suyono mengangkat tulisan “Peran Orang Tua
Dalam Mewujudkan Anak Saputra” bahwa anak Suputra dalam agama Hindu yaitu
anak yang baik, yang dapat menolong dirinya dan keluarganya dari kesengsaraan selain
itu dan selalu melaksanakan kewajiban sesuai dengan ajaran susila dan agama. Oleh
karena itu anak Suputra harus berbakti kepada Dewa, Leluhur, orang tua dengan selalu
melaksanakan kewajiban sembahyang Tri Sandya minimal 2 kali sehari, taat belajar
agama, meiliki wawasan/pengetahuan yang luas mempunyai etika/kepribadian yang
baik/berbudi luhur. Peran orang tua dalam mewujudkan anak Suputra yaitu orang tua
harus berperan sesuai dengan kewajibanya yang lalu berlandaskan dengan ajaran
dharma seperti selalu tekun dalam bersadhana, selalu mencontohkan sikap dan prilaku
baik di depan anak-anak, selalu memperhatikan pada saat ibu mengandung berusaha
untuk menghindari rokok, minum beralkohol, narkoba serta selalu menjaga segala
tingkah laku dalam keseharianya, karena akan berpengaruh pada bayinya oleh sebab itu
diwajibkan saat mengandung untuk selalu melakukan hal-hal yang suci.
Untung Suhardi mengangkat tulisan “Tujuan Kehidupan Manusia : Tinjauan
Filsafat Kebahagiaan Menurut Epikuras dan Catur Purusaartha” bahwa pemikiran
Epikuros lebih menitik beratkan kepada kebahagiaan secara batin kerena dianggap bisa
memuaskan jiwa sebagai kebahagiaan yang tertinggi dan pemikiran Aristoteles lebih
menitik beratkan kepada kebahagiaan secara akal budi dan sosial. Konsep Catur
Purusaartha membawa pemikiran sejalan dengan alam filsafat Epikuros namun dalam
Catur Purusaartha di bahas dengan hierarkie yang jelas tidak hanya berbicara
kebahagiaan secara badan, roh dan duniawi.
ii
Widya Sandhi
ISSN. 1907-7351
Volume 5. Nomor 6. Mei 2014
Putu Somiartha mengangkat tulisan “Pengaruh Budaya Organisasi dan
Hubungan Manusia (Pawongan) Terhadap Perubahan Sosial Budaya Masyarakat
Hindu di Kota Mataram” bahwa
Budaya Organisasi, Hubungan Manusia, dan
perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram berada pada katagori/
kriteria cukup baik. Penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh nyata dan positif
antara Budaya Organisasi (X1) terhadap Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Hindu
di Kota Mataram (Y). Penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh nyata dan positif
antara Hubungan Manusia (X2) terhadap Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Hindu
di Kota Mataram (Y). Secara simultan ditemukan bahwa ada pengaruh antara Budaya
Organisasi dan hubungan manusia dengan Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Hindu
di Kota Mataram.
Kadek Hermalilini mengangkat tulisan “Konsep Ajaran Tao Dalam
Masyarakat Hindu Tionghoa : Sebuah Kajian Filsafat Ketuhanan Dalam Perspektif
Hindu” bahwa filsafat Ketuhanan dalam Tao memiliki keterkaitan yang erat bahwa
sangat mirip dengan filsafat Ketuhanan dalam Hindu, baik dari segi konsep Ketuhanan
dan kosmologinya, hal inilah yang menurut penulis dijadikan sebagai alasan utama
dalam pengintegrasian oleh masyarakat tersebut. Secara aplikatif, kemiripan kembali
penulis temukan dalam tatanan praksis kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut dalam
bentuk upacara dan ritual persembahyangan, namun apabila dilihat secara sepintas,
penulis tidak dapat menemukan unsur Hindu yang familier, doa-doa yang tetap
menggunakan bahasa asli mereka tanpa menggunakan doa seperti Tri sandhya ataupun
kramaning sembah.
I Made Sutharjana mengangkat tulisan “Analisis Faktor Penyebab Prilaku
Menyimpang yang Dilakukan Generasi Muda Hindu di Desa Bali Sadhar Utara
Kecamatan Banjit Kabupaten Way Kanan”
bahwa faktor-faktor penyebab prilaku
menyimpang generasi muda Hindu di Desa Bali Sadhar Utara adalah kurang
pembinaan, pengawasan dari orang tua seperti data yang diperoleh dari kuisioner
diketahui bahwa 70,6% menjawab tidak memperhatikan anak – anaknya, 12,7%
menjawab ya atau membina anak-anaknya dan 16,7 % menjawab ragu-ragu. Dengan
Upaya-upaya preventif yang dilakukan menanggulangi penyimpangan prilaku dengan
mengaktifkan kembali pasraman di Bali Sadhar Utara, membentuk pesantian-pesantian
banjar dan membentuk organisasi kepemudaan yang harapannya memberikan wadah
iii
Widya Sandhi
ISSN. 1907-7351
Volume 5. Nomor 6. Mei 2014
untuk penyaluran aspiratif dari generasi muda Hindu serta untuk mempermudah bagi
pemegang kepentingan melakukan pembinaan dan penyuluhan baik di bidang agama,
kepemudaan, kesehatan dan bahaya Narkoba.
Made Sumari mengangkat tulisan “Kebutuhan Guru Agama Hindu Di Kabupaten
Lombok Timur Nusa Tenggara Barat Tahun 2013” Jumlah peserta didik Hindu baik dari
tingkat Sekolah Dasar Negeri (SDN), Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) dan
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) tersebut terdaftar di lima (5) pasraman di
Kabupaten Lombok Timur adalah berjumlah 142 orang, terdiri dari 75 laki-laki dan 67
perempuan. Pengadaan kebutuhan guru agama Hindu Sekolah Dasar Negeri (SDN),
Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) dan Sekolah Menengah Atas Negeri
(SMAN) di Kabupaten Lombok Timur, bahwa belumlah ada guru agama Hindu yang
memiliki kualifikasi pendidik agama Hindu yang mengajar di setiap tingkat sekolah
tersebut. Selama ini sebagai pengajar agama Hindu adalah para guru yang seagama
dengan memiliki kualifikasi keilmuan yang berbeda. Mereka memilki pengetahuan
agama Hindu sehingga dapat memberikan pelajaran agama Hindu. Dalam kegiatan
pembelajarannya dilaksanakan di masing-masing pasraman yang tersebar di Kabupaten
Lombok Timur. Para guru pengajar agama Hindu disebut sebagai guru yadnya karena
dalam pengabdiannya mengajar kepada peserta didik tidak memperoleh imbalan berupa
upah atau gaji.
Mataram, 25 Mei 2014
Redaksi
iv
Download