PENGARUH GDP PERKAPITA DAN EKSPOR TERHADAP INFLASI TUGAS STATISTIK Oleh LUTFIYANTO NIM : 130231100036 PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA BANGKALAN 2014 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Dalam UU Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.(Bank Indonesia, UndangUndang terkait BI). Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat, adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu negara. Salah satu tolak ukur pemerintah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi (tingkat kesejahteraan) masyarakat adalah pemerintah melihat tingkat pendapatan per kapita(GDP per kapita) masyarakat. Dimana semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan masyrakat,dan sebaliknya jika semakin rendah tingkat pendapatan masyarakat maka semakin rendah pula tingkat kesejahteraan masyarakat,namun ketika pendapatan masyarakat semakin tinggi maka tingkat kebutuhan juga akan semakin tinggi dan harga pasar juga akan tinggi pula hingga secara lambat laun akan berakibat inflasi Dimana inflasi adalah naiknya suatu barang secara serentak dan berlangsung secara terus menerus. BAB II LANDASAN TEORI 3.1 pengertian Inflasi Kenaikan harga barang dapat bersifat sementara atau berlangsung terusmenerus. Ketika kenaikan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dan terjadi hampir pada seluruh barang dan jasa maka gejala ini disebut inflasi. Dengan demikian, inflasi (inflation) adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Lawan dari inflasi adalah deflasi (deflation), yaitu kondisi di mana tingkat harga mengalami penurunan terus-menerus. 3.2 pengertian Ekspor Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. 3.3 pengertian GDP perkapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. A. Hubungan ekspor dan tingkat inflasi Hubungan ekspor dengan tingkat inflasi sangat signifikan.inflasi merupakan keadaan menurunnya nilai tukar mata uang secara terus-menerus. Inflasi dapat terjadi karena tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi, kelebihan liquiditas pasar yang memicu spekulasi, dan distribusi barang yang tidak lancar. Pengaruh ekspor terhadap inflasi Inflasi dipengruhi oleh keadaan ekonomi negeri dan dunia, adanya defisit anggaran belanja serta kenaikan tarif impor barang luar negeri turut memengaruhi tingkat inflasi. Dalam bidang perekonomian, inflasi tidak tidak selamanya membawa dampak yang buruk. Adanya inflasi yang terkendali merupakan dorongan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian. Tingkat inflasi disuatu negara akan berpengaruh pada nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan. Inflasi biasanya ditandai dengan kenaikan harga. Jika tingkat inflasi masih ringan dan terkendali, dapat meningkatkan pendapatan dan tingkat investasi masyarakat. Dalam keadaan ekspor barang, inflasi berdampak pada biaya produksi barang, inflasi dapat menyulitkan para eksportir dan negara dalam menentukan kebijakan perekonomian bagi masyarakat. Jumlah penjualan barang ekspor akan menurun karena kurangnya daya saing yang berakibat kerugian, selain itu, anggaran devisa negara akan berkurang karena tingkat ekspor barang yang menurun. Inflasi dapat menguntungkan bagi produsen apabila pendapatan lebih tinggi dari pada produksi barang. Akan tetapi jika sebaliknya, produsen akan menghentikan produksinya jika tidak sanggup mengikuti laju inflasi yang terjadi, akibatnya kegiatan barang akan lesu bahkan menurun drastis. Untuk mengatasi laju inflasi yang tidak terkendali, bank sentral wajib mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank sentral akan mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik dan mengandalkan peredaran mata uang dengan suku bunga agar kegiatan ekspor dapat terus berlangsung. Dengan demikian kesejahteraan masyarakat akan meningkat. pemerintah Indonesia juga menempatkan ekspor sebagai salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia.Data dari Statistik Indonesia menyebutkan bahwa ekspor barang dan jasa penyumbang kedua terbesar bagi pertumbuhan ekonomi setelah konsumsi privat dengan sumbangan antara 8%15% untuk periode 2004-2007. Setiap tahun pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekspor dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Untuk tahun 2007, untuk mencapaitarget pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3%, pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekspor non-migas sebesar 13,1%. Pada tahun 2008, dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4%, pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 11,2%. Agar target ekspor tersebut dapat dievaluasi dan sekaligus untuk merumuskan upayaupaya antisipasi, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor Indonesia merupakan upaya strategis. Faktor tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi faktor domestik dan faktor pasar internasional. Faktor domestik antara lain mencakup kapasitas produksi, harga di pasar domestik, dan berbagai kebijakan domestik. Di sisi lain, faktor yang bersumber dari pasar internasional antara lain mencakup harga di pasar internasional, nilai tukar, dan sisi permintaan dari negara importir produk Indonesia. Sisi permintaan negara importir antara lain kondisi pertumbuhan ekonomi, produk pesaing, serta kebijakan terkait di negara importir. Estimasi Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Indonesia Ekspor komoditas pertanian merupakan salah satu sumber ekspor non migas. Selama beberapa tahun terakhir ekspor menunjukkan kinerja yang cukup baik. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi yang besar dalam upaya meningkatkan kinerja di sektor tersebut. Pendorong ekspor komoditas pertanian disisi penawaran (supply) lebih pada upaya peningkatan efisiensi industri, seperti harga BBM, harga bahan baku, kapasitas produksi serta harga dari komoditas disektor pertanian. B. GDP perkapita dan Inflasi Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut. Pendapatan Perkapita Indonesia 2010. Menurut sumber berita dari website “KOMPAS.com” tertanggal Senin, 7 Februari 2011, mnenyebutkan bahwa Pendapatan per kapita Indonesia atas dasar harga berlaku pada 2010 tercatat mencapai Rp 27 juta atau setara dengan 3.004,9 dollar AS. Angka ini naik sekitar 13 persen bila dibandingkan pada 2009 lalu yang mencapai Rp 23,9 juta atau setara 2.349,6 dollar AS.“Itu, angka nominal PDB sebesar Rp 6.244,9 triliun dibagi dengan jumlah penduduk pada 2010 yang sebesar 237,6 juta hasilnya adalah Rp 27 juta per kapita pendapatan per tahun,” kata Kepala BPS Rusman Heriawan, Senin (7/2/2011). Inflasi merupakan salah satu penyakit ekonomi di setiap negara. Semua negara baik negara maju maupun berkembang pasti mengalami apa yang disebut inflasi, hanya besarannya saja yang berbeda. inflasi (inflation) adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Lawan dari inflasi adalah deflasi (deflation), yaitu kondisi di mana tingkat harga mengalami penurunan terus-menerus. Jenis-jenis inflasi bisa kita bedakan berdasarkan tingkat keparahannya, penyebabnya dan berdasarkan asal terjadinya. 1.Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya o Inflasi rendah. Inflasi dikatakan rendah jika kenaikan harga berjalan sangat lambat dengan persentase kecil, yaitu di bawah 10% setahun. o Inflasi sedang. Suatu negara dikatakan mengalami inflasi sedang, jika persentase laju inflasinya sebesar 10% – 30% setahun. o Inflasi tinggi. Inflasi dikatakan tinggi jika laju inflasinya berkisar 30% – 100% setahun. o Hiperinflasi. Hiperinflasi dapat terjadi jika laju inflasinya di atas 100% setahun. Apabila suatu negara mengalami hiperinflasi, maka masyarakat tidak lagi memiliki kepercayaan terhadap uang, mereka lebih memilih menukarkannya dengan barang tertentu. 2 Inflasi Berdasarkan Penyebabnya Inflasi dapat pula dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu: o Demand-pull inflation o Cost-push inflation 3 Inflasi Berdasarkan Asalnya Berdasarkan asalnya inflasi dibedakan menjadi berikut ini. o Inflasi karena defisit APBN. Inflasi jenis ini terjadi sebagai akibat adanya pertumbuhan jumlah uang yang beredar melebihi permintaan akan uang. o Imported inflation. Imported inflation yaitu inflasi yang terjadi di suatu negara, misalnya beberapa barang di luar negeri yang menjadi faktor produksi di suatu negara, harganya meningkat, maka kenaikan harga tersebut mengakibatkan meningkatnya harga barang di negara tersebut. D. Penyebab Inflasi Penyebab terjadinya inflasi secara umum bisa dibedakan menjadi dua, yaitu: Demand-pullinflation Bertambahnya ermintaan terhadap barang dan jasa menyebabkan bertambahnya permintaan faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap produksi menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi terjadi karena kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment. Inflasi yang ditimbulkan oleh permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga dikenal dengan istilah demand pull inflation. Cost-pushinflation Inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. C. Hubungan GDP perkapita dengan infalsi Hubungan diantara GDP perkapita dan inflasi signifikan, dimana ketika GDP perkapita masyarakat meningkat maka tingkat kebutuhan masyarakat akan semakin meningkat dengan perlahan-lahan semakin tingginya tingkat kebutuhan dan pendapatan perkapita masyarakat akan berdampak pada terjadinya inflasi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Data Subyek Penelitian Subyek penelitian, yaitu semua individu yang dikenai generalisasi dari sampel-sampel yang diambil dalam suatu penelitian. Dari batasan di atas maka populasi penelitian adalah nilai tukar Rupiah. Obyek Penelitian Obyek penelitian yang akan diteliti ialah variable-variabel yang bersifat independent yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah, yaitu : 1. GDP perkapita 2. impor 3. inflasi Populasi Dan Sampel Penelitian Populasi adalah yang diminati dalam penelitian, atau kelompok yang akan dikenakan atau diterapi hasil dari penelitiannya. Sedang sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili pupulasinya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder diperoleh data worldbank yang meliputi data GDP perkapita, ekspor dan inflasi mulai tahun 1970 sampai tahun 2012. Metode Analisa Data Dalam penelitian ini menggunakan model Regresi Linier Berganda, melalui metode ini peneliti berusaha menemukan bentuk atau pola hubungan antara variabel dependen dengan lebih dari satu variabel independent. Persamaan garis regresi dalam penelitian adalah : Keterangan : Y = α+β1+β2+β3+µ Harga Statistik sebagai penaksir parameter = constanta +GDP perkapita +ekspor + inflasi + resid. Dalam melaksanakan analisis regresi linier berganda perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian 5 asumsi klasik yang dianggap penting, yaitu zero mean of error disturbance, tidak terdapat multikoliniaritas antar variabel bebas, tidak terjadi heterokedastisitas, dan tidak terjadi autokorelasi. Dan tidak adanya hubungan antara u dan variabel bebas. a. Uji Statistik t Langkah – langkah Uji t adalah sebagai berikut : 1. Menentukan Hipotesis H0 : β1 = 0 : suatu varibel independen tidak berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen. Ha : β1 ≠ 0 : suatu varibel independen berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen. 2. Menghitung nilai thitung t= 𝛽1se (𝛽1) 3. Mencari nilai kritis dari ttabel dengan mengetahui nilai df (degree of freedom) yaitu (n-k). 4. Menentukan taraf nyata (signifikansi level), yaitu α = 0,05 5. Keputusan menolak atau menerima H0 adalah sebagai berikut : Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Uji Zero Mean of Error Disturbance Uji Zero Mean of Error Disturbance mempunyai tujuan untuk mengetahui bahwa nilai rata-rata µ= 0 Uji Multikolinearitas Mutikolinearitas adalah keadaan suatu variabel-variabel independent dalam persamaan regresi mempunyai korelasi (hubungan) yang erat satu dengan sama lain. Jika terdapat multikolineritas sempurna akan berakibat koefisien regresi tidak dapat ditentukan, serta standar deviasi akan menjadi tidak terhingga meskipun terhingga memiliki standar deviasi yang besar. Hal ini mengakibatkan populasi dari koefisien tidak dapat diinterpretasikan secara tepat. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dengan melihat probability t statistik. Jika ada yang signifikan dan nilai R squared tinggi maka merupakan gejala terkena hetero selanjutnya harus menganalisis matrik korelasi antar variabel bebas. Jika silang antar variabel bebas terdapat nilai lebih dari 0,8 maka terindikasi multikolinearitas. Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas biasa ditemukan pada data Cross-sectional yaitu pengamatan yang dilakukan pada individu yang berbeda pada saat yang sama. Uji heterokedastisitas yang dipergunakan adalah menggunakan teknik uji white 1. Yaitu dengan menggunakan variabel bebas yang asli, variabel bebas yang dikuadratakan dan variabel interaksi yakni perkalian antar variabel bebas. Kemudian dari hasil regresi uji white perlu dilihat probability chi squared jika signifikan maka teridentifiaksi heterokedasitas. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi adalah menguji hubungan yang terjadi di antar anggotaanggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu. Untuk mendeteksi autokorelasi terjadi adalah dengan serial correlation LM test. Jika probability chi square berada di bawah 0,1 atau resid(-1) atau resid (-2) berada di bawah 0,1 maka terindikasi autokorelasi. Uji Tidak Ada Hubungan Antara µ dan Variabel Bebas untuk menguji bahwa tidak ada hubungan antara u dengan variabel bebas. Karena antara u dengan variabel bebas tidak boleh terjadi hubungan. Tes ini dilakukan dengan meregresikan u dengan semua variabel bebas dan jika nilai probability = 1, maka bisa dipastikan bahwa tidak terjadi hubungan antara u dengan variabel bebas. BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Hasil Regresi Dari tabel di atas , maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : Y = 80.01922 + 6.24E-13 + (-4.81E-05X2)Berdasarkan persamaan regresi di atas, nilai konstanta = 80.01922 dan variabel independen: tingkat GDP perkapita (X1) memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan, sebesar + 6.24E13. Dalam artian setiap GDP perkapita naik sebesar 1 persen maka Inflasi akan naik sebesar + 6.24E-13 satuan. Hal ini sudah sesuai dengan teori dimana ketika GDP perkapita naik maka nilai inflasi juga akan naik. Variabel impor (X2) memiliki pengaruh negatif namun positif dan tidak signifikan, sebesar 4.81E-05. Dengan demikian setiap impor naik sebesar 1 persen maka inflasi akan turun sebesar 4.81E-05. satuan. Hal ini juga sesuai dengan teori yakni ketika impor naik maka inflasi akan tinggi dan ketika GDP perkapita naik maka inflasi akan naik pula. Constanta = 80.01922, Dengan kata lain, jika tidak terjadi perubahan pada, GDP perkapita dan ekspor maka nilai inflasi akan naik sebesar 80.01922. B. Uji t Hipotesis untuk menguji pengaruh variabel independen (X1), (X2), secara parsial terhadap variabel dependen yaitu (Y) dapat dirumuskan: 1. H0: b1 = 0, maka pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen tidak ada, berarti koefisien variabel independen tidak signifikan. 2. H1: b1 ≠ 0, maka ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, sehingga koefisien variabel independen signifikan. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel GDP perkapita mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap inflasi dengan nilai signifikan sebesar 0.5283 Sedangkan variabel inflasi mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap nilai tukar Rupiah dengan nilai signifikan sebesar 0.4271Untuk variabel pendapatan nasional juga berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar Rupiah dengan tingkat signifikan sebesar 0,0000. C. Uji Zero Mean of Error Disturbance Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata µ = 0 atau jika mendekati 0 maka bisa di asumsikan sebagai 0. D. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan melakukan regresi antara variabel tergantung dengan variabel bebas kemudian melihat pada probability t statistik. Jika probability t statistik bernilai signifikan hal itu merupakan indikasi terkena multikolinearitas. Dan juga apabila R-squared tinggi hal itu juga merupakan indikasi terkena multikol maka harus dilakukan uji korelasi. Dari hasil uji korelasi dapat dilihat apabila hasil dari variabel yang saling bersilang terdapat nilai yang tinggi yakni nilai yang lebih dari 0,8 maka positif terkena multikolinearitas. Namun dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai matrik korelasi rendah maka dapat diartiakan tidak terjadi multikolinearitas. E. Uji heterokodesitas Uji heterokedasitas dapat dilakukan dengan meregresikan variabel tergantung dengan variabel bebas kemudian melakukan uji white. Uji white bisa dilakukan dengan 3 cara yang pertama Uji white dilakukan dengan meregresikan residual kuadrat sebagai variabel dependen dengan variabel independen ditambah dengan kuadrat variabel independen, kemudian ditambahkan lagi dengan perkalian dua variabel independen. Cara kedua adalah dengan menambahkan variabel resid sedangkan cara yang ketiga adalah dengan meregresikan residual kuadrat sebagai variabel dependen dengan variabel hat dan variabel hat kuadrat. Adapun dalam regresi ini dengan melakukan uji white 1 melalui residual test dan heterokedasticity test dengan white sistem dari hasil tersebut didapatkan probability dari obs*R-squared apabila berada di bawah 0,1 maka terkena heterokedasticity. F. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan meregresikan variabel tergantung dan variabel bebas kemudian uji dengan serial correlation LM test. Dari hasil tes tersebut maka diperoleh probability obs*R-squared bernilai signifikan maka hal tersebut menunjukkan bahwa adanya autokorelasi. Cara mengobati yang pertama adalah dengan menggunakan log jika dengan log(L) belum bisa disembuhkan dilanjut dengan menggunakan difference method. (D) Dan dengan menggunakan difference method gejala autokorelasi bisa terobati karena nilai probabiliti dari obs*R-squared sudah tidak signifikan lagi. G. Uji Tidak Ada Hubungan antara µ dengan Variabel Bebas Uji tidak ada hubungan antara µ dengan variabel bebas dapat dilakukan dengan meregresikan µ dengan variabel bebas dan jika nilai probabilitas bernilai 1 pada semua variabel maka dapat dipastikan bahwa tidak ada hubungan antara µ dengan variabel bebas. BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. GDP perkapita adalah salah satu cara pemerintah untuk mengukur tingkat kesejahteraan pemerintah, GDP perkapita berpengaruh positif terhadap inflasi dimana ketika pendapatan masyarakat meningkat secara bertahap seiring dengan kebutuhan masyarakat akan berdampak pada inflasi. 2. Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dimana ekspor tersebut sebagai tingkat pertumbuhan ekonomi, ekspor berpengaruh negatif dengan inflasi dimana ketika ekspor meningkat maka inflasi akan menurun, namun ketika ekspor menurun inflasi meningkat dimana lebih besar biaya produksi ( ekspor ), sebab tidak ada daya saing dari perusahaan lain. DAFTAR PUSTAKA Azra, Azyumardi, Pendidikan Nasional versus Kemiskinan dalam Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. J. Sadik,th.2013.Pengantar Ekonomi Makro.Bangkalan. UTM - diakses tanggal 12 Desember 2014. Mankiw, N Gregory, 2006. Makroekonomi, Jakarta: Erlangga Mankiw, N Gregory, 2008. Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta