self disclosure in divorcee find partner through internet antonetta

advertisement
SELF DISCLOSURE IN DIVORCEE FIND PARTNER
THROUGH INTERNET ANTONETTA GIURIA RE KANA.
Antonetha Giuria Rade Kana, Praesti Sedjo, Spsi, Msi
Undergraduate Program, 2008
Gunadarma University
http://www.gunadarma.ac.id
Key Words:self disclosure, divorcee, internet.
ABSTRACT :
For women who have been divorced looking for a mate is not easy, because they become
more responsible, he should become a mother at the same time become the backbone of
the family to finance his own children and also, for women who work outside the home
course frequency to meet the opposite sex who appropriate and receive the current status is
not easy because of the limited time. Currently looking for a mate is not only done directly
(face to face) at this advanced age a person can do a search or approaches without having
to deal with that person, in doing approach, self-expression or achievement of the
information one needs a media, such as letters, phone, computer or Internet. In this study,
researchers used a qualitative research approach in the form of case studies, undertaken to
provide in-depth description of a case that has certain characteristics. Subjects in this study
were young single adult women aged 20-35 years, the subjects were married and then
divorced and is currently seeking a partner. In this study, researchers use interviewing
techniques with general guidelines and non-participant observation. The results showed
that the reason the subject of finding a partner via the internet is because of the advantages
provided by these media, which can communicate remotely with a low cost, can find
people with matching interests and personality, not to judge people on physical
appearance, providing media to communicate openly, and efficiency in terms of time.
Factors affecting the high affinity self-disclosure is subject, affect, similarity, and positive
rate each other.
Keterbukaan Diri pada Janda Cerai yang Mencari Pasangan Melalui Internet
Prof. Dr. E. S. Margiantari, SE., MM.
(Rektor Universitas Gunadarma)
Dr. A. M. Heru Basuki, Msi.
(Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma)
Antonetha Giuria Rade Kana
(Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Universitas Gunadarama)
Keterbukaan Diri pada Janda Cerai
yang Mencari Pasangan Melalui
Internet
ABSTRAK
Bagi wanita yang telah bercerai mencari
pasangan bukanlah hal yang mudah,
karena tanggung jawab mereka menjadi
bertambah, ia harus menjadi seorang
ibu sekaligus menjadi tulang punggung
keluarga untuk membiayai anak-anak
dan juga dirinya sendiri, bagi wanita
yang bekerja diluar rumah tentunya
frekuensi untuk bertemu lawan jenis
yang sesuai dan menerima statusnya
saat ini bukan hal yang mudah karena
adanya keterbatasan waktu. Saat ini
mencari pasangan tidak hanya
dilakukan secara langsung (face to face)
pada jaman yang sudah maju ini
seseorang dapat melakukan pencarian
atau pendekatan tanpa harus
berhadapan dengan orang tersebut,
dalam melakukan pendekatan,
pengekspresian diri atau pencapaian
informasi seseorang membutuhkan suatu
media, seperti surat, telepon, komputer
atau Internet. Penelitian ini bertujuan
unt uk m en g eta hui hal ap a ya ng
menyebabkan janda cerai mencari
pasangan melalui Internet, bagaimana
gambaran keterbukaan diri janda cerai
yang mencari pasangan melalui internet,
dan faktor-faktor yang apa saja yang
mempengaruhi keterbukaan dirinya.
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif yang berbentuk studi kasus,
yang dilakukan untuk memberikan
gambaran mendalam mengenai suatu
kasus yang mempunyai karakteristik
tertentu. Subjek dalam penelitian ini
adalah wanita dewasa muda lajang yang
berusia 20-35 tahun, subjek sudah
menikah lalu bercerai dan saat ini
sedang mencari pasangan. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik wawancara dengan pedoman
umum dan observasi non partisipan.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa alasan subjek mencari pasangan
me lal ui int er n et a dal ah kar e na
keuntungan-keuntungan yang diberikan
oleh media tersebut, yaitu dapat
berkomunikasi jarak jauh dengan biaya
murah, dapat menemukan orang-orang
dengan minat dan kepribadian yang
cocok, tidak menilai orang pada
penampilan fisik, menyediakan media
untuk berkomunikasi secara terbuka,
dan efisiensi dalam segi waktu. Subjek
memiliki keterbukaan diri yang tinggi
karena dari tahap keterbukaan diri
berdasarkan isi pembicaraan, subjek
mencapai tahap yang paling tinggi yaitu
dapat menceritakan tentang perasaan
dan masalah-masalah yang sifatnya
pribadi.. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingginya self disclosure
subjek adalah kedekatan,
afek,
kem iripan, dan saling menilai positif.
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Menjadi seorang janda cerai atau
mengalami perceraian bagi wanita
bukanlah suatu hal yang mudah,
apalagi dalam masyarakat kita
terkadang masih menganggap
perceraian adalah suatu hal yang
memalukan. Banyak masalah yang
harus dihadapi wanita yang
mengalami perceraian. Selain harus
mengatasi keadaan dirinya sendiri, ia
juga harus menghadapi anak-anak,
keluarga dan masyarakat,
memberikan penjelasan kepada
mereka tentang perceraian yang
terjadi.
Janda cerai seringkali mengalami
dilema antara kebutuhan untuk
kembali memiliki pasangan hidup,
tempat untuk saling berbagi, dengan
ketakutan untuk memulai hubungan
kembali dengan lawan jenis karena
masih adanya perasaan trauma dari
penikahan sebelumnya (Mitchell,
1996). Adanya perasaan takut bahwa
kegagalan yang pernah mereka alami
a ka n te rula n g la g i, da n ju ga
kehilangan kepercayaan pada pria
seringkali menghambat wanita yang
bercerai dalam memulai hubungan
yang baru dengan lawan jenis. Faktor
lain yang menjadi penghambat
adalah kehadiran seorang anak dari
pernikahan sebelumnya, karena
kadang-kadang anak menolak
menerima orang asing yang
menurutnya akan menggantikan
ayahnya.
Bagi wanita yang telah bercerai
mencari pasangan bukanlah hal yang
mudah, karena tanggung jawab
mereka menjadi bertambah, ia harus
menjadi seorang ibu sekaligus
menjadi tulang punggung keluarga
untuk membiayai anak-anak dan juga
dirinya sendiri, bagi wanita yang
bekerja diluar rumah tentunya
frekuensi untuk bertemu lawan jenis
yang sesuai dan menerima statusnya
saat ini bukan hal yang mudah
karena adanya keterbatasan waktu.
Saat ini mencari pasangan tidak
hanya dilakukan secara langsung
(face to face) pada jaman yang sudah
maju ini seseorang dapat melakukan
pencarian atau pendekatan tanpa
harus berhadapan dengan orang
tersebut, dalam melakukan
pendekatan, pengekspresian diri atau
pencapaian informasi seseorang
membutuhkan suatu media, seperti
surat, telepon, komputer atau
Internet.
Menjalin hubungan melalui
Internet jelas memerlukan
keterbukaan diri dan kejujuran agar
hubungan tersebut dapat menjadi
lebih dalam dan intim, karena tanpa
a da nya ke te rb uka a n diri da n
kejujuran jelas mencari pasangan
melalui Internet bukanlah pilihan
ya n g te pa t , ora n g la i n da pa t
memanipulasi data diri mereka dan
dengan bebas berkata bohong karena
kita tidak dapat mendeteksi
kebenaran yang dikatakan orang
tersebut. Dengan segudang masalah
dan trauma yang disebabkan oleh
perceraian, juga penilaian negatif
masyarakat terhadap janda, dan
dengan hadirnya Internet sebagai
media untuk pencarian pasangan,
peneliti tertarik untuk meneliti
gambaran keterbukaan diri janda
cerai yang mencari pasangan melalui
I n t e r n e t , f a k t o r - fa kt o r y a n g
menyebabkan
keterbukaannya
menjadi demikian, dan keuntungan
dan kerugian yang didapatkan
dengan menjalin hubungan melalui
Internet, karena selain keuntungan
dan kemudahan yang diberikan oleh
Internet tidak sedikit juga kerugian
yang didapatkan dari media tersebut,
dan hambatan apa saja yang dialami
janda cerai saat membuka diri dalam
mencari pasangan melalui Internet.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Apa yang menyebabkan seorang
janda cerai mencari pasangan
melalui Internet?
2. Bagaimana gambaran keterbukaan
diri janda cerai yang mencari
pasangan melalui Internet?
3. Faktor-faktor apa
saja
yang
mempengaruhi keterbukaan diri
seorang janda cerai yang mencari
pasangan melalui Internet?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui mengapa seorang janda cerai
mencari pasangan melalui Internet, serta
untuk mengetahui gambaran
keterbukaan diri janda cerai yang
mencari pasangan melalui Internet, dan
mengapa keterbukaan diri janda cerai
yang mencari pasangan melalui Internet
demikian.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan
kontribusi
untuk
perkembangan ilmu psikologi,
terutama psikologi sosial dan
psikologi perkembangan dengan
mendapatkan informasi yang lebih
banyak lagi tentang keterbukaan diri
janda cerai yang mencari pasangan
melalui Internet.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan gambaran khususnya
untuk janda cerai, mengenai
keterbukaan diri dalam mencari
pasangan melalui Internet dengan
segala masalah yang mereka alami
setelah perceraian, agar janda cerai
memiliki informasi yang lebih
banyak tentang membuka diri dalam
mencari pasangan melalui Internet,
keuntungan dan juga kerugiannya
dalam mencari pasangan melalui
Internet.
BAB II
A. Keterbukaan Diri (Self
Disclosure)
1. Pengertian
Istilah self disclosure pertama
kali dikembangkan dan dipopulerkan
ole h Si d ne y M . J o ura r d da n
diartikannya sebagai, tindakan baik
secara verbal maupun non verbal,
mengungkapkan aspek-aspek dari
diri kepada orang lain. Dengan kata
lain, keterbukaan diri adalah
menyampaikan informasi baik secara
verbal atau non verbal, lisan maupun
tulisan tentang keunikan diri pribadi
seseorang, pilihan-pilihan yang ia
buat, dan atau bagian-bagian yang
tidak dapat diukur dari dirinya,
misalnya perasaannya (Jourard,
1964)
Menurut Johnson (1986) self
disclosure adalah mengungkapkan
reaksi atau tanggapan kita terhadap
situasi yang sedang dihadapi serta
memberikan informasi tentang masa
lalu yang relevan atau yang berguna
untuk memahami tanggapan kita di
masa kini tersebut. Menurutnya
melalui keterbukaan diri tentang diri
kita maka selanjutnya orang lain
akan memahami diri kita.
To disclose” memang berarti
mengungkapkan, menunjukkan atau
membuat orang lain tahu. Adler dkk
(1983) mengatakan bahwa self
disclosure merupakan tindakan
membuka diri, yakni
mengungkapkan diri sedemikian
rupa sehingga orang lain dapat
mengenal individu yang
melakukannya.
2. Komponen Self Disclosure
Sifat alami dari self disclosure
menurut Pearson (1983) memiliki
beberapa aspek yang disebut sebagai
komponen self disclosure yaitu :
a. Sifat Positif dan Negatif (positif
and negatif nature)
b. Kedalaman (depth)
c. Waktu (timing)
d. Individu yang
menerima
informasi (target person)
3. Faktor-faktor Self Disclosure.
Namun menurut Adler dkk
(1983), untuk melakukan tindakan
„membuka diri‟ diperlukan faktorfaktor tertentu dari pengirim pesan
dan pesan itu sendiri, yaitu:
a. Kejujuran
b. Kedalaman
c. Tersedianya informasi
d. Konteks atau situasi lingkungan
4. Dimensi Self Disclosure
Selanjutnya Cozby (dalam Adler,
1983) dari hasil penelitiannya
terhadap keterbukaan diri seseorang
menemukan 3 dimensi dalam
keterbukaan diri, yaitu:
a. Keluasan atau jumlah informasi
yang diungkapkan
b. Kedalaman dan derajat keintiman
informasi yang disampaikan
c. Lama waktu yang digunakan
untuk mengungkapkan informasi
5. Karakteristik Self Disclosure
a. Muncul
dalam
hubungan
pasangan (satu lawan satu)
b. Keterbukaan diri berlangsung
simetrikal
c. Keterbukaan
diri
muncul
bertahap
d. Keterbukaan diri muncul dalam
hubungan yang positif
e. Keterbukaan diri dilandasi oleh
rasa „trust‟ (percaya)
6. Tahapan Self Disclosure dalam
Komunikasi
a. Tahapan
orientasi
(the
orientation stage)
b. Tahap pertukaran pengalaman
(exploratory affective exchange)
c. Tahap
petukaran
afektif
(affective exchange)
d. Tahap pertukaran yang stabil
(stable exchange)
Ahli lain Adler dan Rodman
(1988), mengemukakan hal yang
hampir sama dengan Freedman,
menurutnya keterbukaan diri yang
tinggi atau rendah ditentukan oleh isi
pembicaraan dalam komunikasi antar
individu, yaitu:
a. Cliches (kalimat klise atau basabasi)
b. Facts (fakta)
c. Opinions (pendapat)
d. Feelings (perasaan)
7. Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Keterbukaan Diri
dalam Komunikasi Antarpribadi
Berkomunikasi merupakan
keharusan bagi manusia. Manusia
membutuhkan dan senantiasa
membuka diri serta menjalin
komunikasi atau hubungan dengan
sesamanya, dalam komunikasi
antarpribadi keterbukaan diri tidak
terjadi begitu saja ada beberapa
faktor yang mempengaruhinya
sehingga seseorang dapat bersikap
membuka diri (self disclosure)
(Zajonc dalam Sarwono, 2002),
faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Kedekatan
b. Afek
c. Kemiripan
d. Saling menilai positif
8. Manfaat dari Self Disclosure
Self disclosure berperan penting
bagi kehidupan individu seperti yang
dikemukakan oleh Pearson (1983),
yaitu:
a. Dapat lebih mengembangkan
pemahaman dan penerimaan
diri dan individu lain yang
mendalam
b. Dapat mengembangkan suatu
hubungan yang berarti dan
lebih mendalam
Menurut Derlega et al, (1993) di
dalam menghadapi suatu
permasalahan, self disclosure dapat
memberikan manfaat sebagai
berikut :
a. Dapat
memberikan
penghargaan (esteem support)
b. Dapat memberikan dukungan
informasi
(informational
support)
9. Dampak dari Self Disclosure
Menurut Johnson (1986),
beberapa dampak self disclosure
terhadap hubungan antar pribadi
adalah sebagai berikut:
a. Hubungan menjadi lebih sehat
b. Adanya timbal balik
c. Menjadi orang yang lebih
bahagia
d. Dasar hubungan yang baik
e. Realistik
10. Peranan Self Disclosure dalam
Menjalin Close Relationship
Peranan keterbukaan diri dalam
menjalin close relationship menurut
Derlaga (1993), adalah sebagai
berikut:
a. Penerima pesan merasa istimewa
b. Meningkatkan
kedalaman
percakapan
c. Hubungan mencapai tingkat
superfisial
11. Hambatan dalam Self Disclosure
Beberapa alasan yang
diperkirakan menjadi penyebab
adalah (Adler dkk, 1983) :
a. Alasan-alasan personal
b. Alasan-alasan social
B. Janda cerai
1. Pengertian
Wa nita ya ng s uda h tida k
bersuami lagi sering dikenal sebagai
janda dalam masyarakat. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
janda adalah wanita yang tidak
bersuami lagi, baik karena bercerai
maupun karena ditinggal meninggal
(Departemen Pe ndidikan dan
Kebudayaan, 1989 : 349).
Perceraian itu sendiri diartikan
sebagai berakhirnya suatu
perkawinan yang diawali dengan
adanya konflik dan pertengkaran
yang berkepanjangan dan
menyebabkan perpecahan dalam
keluarga. Perceraian mengakibatkan
adanya ketidakseimbangan dan
timbulnya rasa kehilangan yang
dapat mempengaruhi kehidupan
selanjutnya dari anggota keluarga
yang mengalami perceraian tersebut
(Ahrons & Rodgers, dalam Carter &
McGoldrick, 1980). Fisher (1974)
mengartikan perceraian sebagai
kematian dari sebuah perkawinan,
dimana suami, istri dan anak adalah
orang yang berkabung, pengacara
adalah pengurus pemakamannya,
sedangkan pengadilan adalah
kuburan bagi perkawinan yang telah
mati. Sedangkan Papalia (2001)
mengatakan bahwa perceraian itu
ibarat menjalani sebuah operasi,
menyakitkan dan menimbulkan
trauma, akan tetapi harus dijalani
untuk mendapatkan kehidupan yang
lebih baik.
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa janda cerai
adalah wanita yang sudah tidak
memiliki suami lagi, yang
dikarenakan oleh proses perceraian,
perceraian itu sendiri mempengaruhi
kehidupan wanita tersebut, baik
dalam kehidupan pribadinya maupun
kehidupan sosial.
2 Penyebab Terjadinya Perceraian
Perceraian seringkali dijadikan
jalan keluar bagi konflik yang
dihadapi oleh pasangan dalam
perkawinan mereka. Penyebab
terjadinya perceraian berbeda-beda
a nta ra s a tu pa s a nga n de nga n
pasangan yang lain. Beberapa
diantaranya menurut Fisher (1974)
adalah :
a. Melakukan kesalahan dalam
memilih pasangan hidup
b. Merasa
bosan
dengan
perkawinannya, dimana
pasangan menjalani kehidupan
pernikahan hanya sebagai suatu
rutinitas belaka.
c. Adanya perubahan peranan
wanita dan pria.
d. Kurangnya komitmen
e. Adanya rasa keterikatan yang
berlebihan dengan keluarga.
f. Adanya
keinginan
untuk
mendominasi
pasangan
hidupnya.
g. Adanya gangguan fisik maupun
mental pada diri pasangan
hidupnya.
3. Tahap-tahap Perceraian
Ketika proses perceraian dimulai,
membutuhkan waktu yang lama
untuk menghadapinya, ada tiga tahap
dari perceraian, yaitu (Golan dalam
Mitchell, 1996):
a. Perpisahan
b. Penyesuaian
diri
dengan
perceraian
c. Rekonstruksi
4. Masalah-masalah Umum Akibat
Perceraian
Perceraian memiliki dampak bagi
suami atau istri yang bercerai.
Menurut Hurlock (1983), ada
sembilan masalah umum yang
dihadapi setelah perceraian, yaitu:
a. Masalah Psikologis
b. Masalah Emosional
c. Masalah Perubahan Konsep Diri
d. Masalah sosial
e. Masalah Ekonomi
f. Masalah Praktis
g. Masalah Kesepian
h. Masalah Pembagian Tanggung
Jawab terhadap Pengasuhan
Anak
i. Masalah Seksual
C. Internet
1. Pengertian Internet
Menurut The Internet Society
(Suler, 2005), Internet merupakan
suatu jaringan global dari jaringan-
jaringan yang lebih kecil, yang
memungkinkan berbagai macam
komputer untuk secara langsung
dan transparan berkomunikasi dan
berbagi jasa di seantero dunia.
Internet merupakan suatu
kemampuan yang sangat berharga
dan menguntungkan bagi
sedemikian banyak orang dan
organisasi-organisasi, Internet juga
terdiri atas sumber daya informasi
dan pengetahuan yang dimiliki
bersama secara global, dan suatu
cara untuk berkolaborasi, dan
berkerjasama dari berbagi
komunitas yang tak tehitung
jumlahnya.
2. Sejarah Terbentuknya Internet
Sebuah istilah baru timbul dari
keadaan tersebut: sebuah
Internetwork, yang berarti sebutah
set jaringan (networks) yang saling
berhubungan (interconnected),
istilah ini lalu dipersingkat menjadi
Internet, dan khusus Internet yang ini
(yang dibentuk dari jaringan-jaringan
ARPANET dan MILNET) kemudian
lebih dikenal dengan Internet yang
dieja dengan huruf besar “I” untuk
membedakan dengan Internet yang
lain.
Pada pertengahan tahun 1980-an,
U.S National Science Foundation
(NSF) memutuskan untuk
membiayai Internet agar dapat
meningkatkan jumlah universitas
Amerika yang memiliki komputer
yang berhubungan dengan jaringan
tersebut, dan pada masa inilah
perkembangan Internet yang sangat
pesat dimulai. Jumlah komputer
yang tersambung dengan Internet
sudah dan masih berkembang secara
eksponensial.
3. Internet
sebagai
Media
Komunikasi]
Internet adalah, suatu jaringan
komputer global yang terbentuk dari
jaringan-jaringan komputer lokal
atau regional, yang memungkinkan
komunikasi data antar komputerkom p ute r ya n g te r hub un g ke
jaringan tersebut (Ramelan &
Wiryana, 1997).
Ada beberapa asumsi apriori
tentang Internet (sebelum penelitian)
yaitu menyatakan bahwa Internet itu:
kurang melibatkan, kurang kaya dan
kurang personal serta kurang adanya
tatap langsung dan bahasa tubuh,
kurangnya kehadiran perasaan,
kurang pembagian konteks sosial
antara komunikator (Walther &
Burgeon, 1995). Namun setelah
penelitian terdapat hasil yang
kontroversial, yaitu bahwa
Computer-Mediated Communication
(CMC) berkembangnya lama karena
lambannya pertukaran informasi dan
keterbatasan dalam membentuk
impresi terhadap orang lain tapi
seringkali bersifat personal
sebagaimana hubungan tatap muka,
sepanjang dalam dimensi seperti
afeksi, immediacy,
receptivity,
kepercayaan
dan
kedalaman
(Walther & Burgeon, 1995).
4. Internet sebagai Media untuk
Mencari Pasangan
Maraknya Internet sebagai media
untuk mencari pasangan dikarenakan
di Internet sudah banyak tersedia
situs-situs pencarian pasangan yang
memungkinkan seorang untuk
bertemu dengan lawan jenis seperti
www.lovehappens.com, www.jodohjodoh.com, www.jodoh.net, bahkan
saat ini sudah banyak sekali situssitus pencarian jodoh yang
berlandaskan agama,
sehingga
seorang wanita dapat menemukan
pasangan yang seiman dan baik
secara
rohani,
seperti
www.sabda.org,
dan
www.jodohkristen.net
yang
diperuntukkan bagi umat kristiani,
a ta u w ww .a yonikah.c om da n
www.birojodohmulslim.com yang
diperuntukkan bagi umat muslim.
Atau bisa juga memanfaatkan
situs-situs untuk pencarian teman
yang saat ini sedang banyak disukai
oleh orang banyak seperti seperti
www.friendster.com,
www.myspace.com,
dan
www.multiply.com. Walaupun situssitus tersebut bukan merupakan
fasilitas online-dating atau pencarian
jodoh, namun tidak sedikit yang
memanfaatkan situs ini sebagai ajang
mencari jodoh. Pasalnya ketika
seseorang melihat profil kita melalui
jaringan pertemanan seperti ini,
maka orang tersebut bisa bertanya
ke pa da kawa n kita ya ng la in
mengenai pribadi kita (Nuswandana,
2004). Dengan menggunakan situssitus tersebut sangat memungkinkan
untuk bertemu dengan seseorang
yang diinginkan setelah bertemu
mereka dapat berbicang-bincang
dengan lebih pribadi agar saling
mengenal dengan memanfaatkan
fasilitas chatroom seperti, yahoo
massager,
ICQ,
Mrlc,
dan
sebagainya, sehingga mereka
menjadi semakin dekat, semakin
sering berkomunikasi dan berbicara
mengenai hal yang lebih dalam.
Hubungan yang terbina berawal dari
friendship itu bisa berkembang
kearah hubungan yang lebih jauh,
dan hal ini sering disebut sebagai
online-intimacy atau InternetRomance (Sawyer, dalam Suler,
2005), hubungan dapat berkembang
dari superficial kearah intimate
dikarenakan ada keterbukaan diri
(self disclosure) dari subjek terhadap
orang lain, sehingga Internet juga
menjadi salah satu media bagi
seseorang untuk mencari
pasangannya, karena Internetromance jelas lebih menuntut ikatan
emosi dibanding ketertarikan fisik,
sehingga seorang wanita tidak
merasakan kehilangan kepercayaan
diri atas keterbatasan fisiknya dan
kekurangan-kekurangan yang
dimilikinya. Hal itu dikarenakan
Internet membawa dua orang merasa
menyatu secara psikologis.
5. Keuntungan dan Kerugian dari
Internet sebagai Media Mencari
Pasangan.
Dengan berbagai macam
manfaat atau keuntungan yang
didapatkan dari
mencari pasangan melalui Internet
ada juga kerugiannya menurut
Carlstead
keuntungannya adalah:
(2007)
a. Orang dapat berkomunikasi jarak
jauh dengan biaya yang murah.
b. Bervariasi orang yang dapat
ditemui dengan minat yang sama
dan kepribadian yang cocok.
c. Orang dapat saling kenal tanpa
dasar suka atau tidak suka pada
sesuatu yang superfisial.
d. Tidak menilai orang pada
penampilan
fisik
(karena
komputer merubah kepentingan
pertemuan
pertama
dari
kemunculan fisik kepada
penekanan pada komunikasi dan
kemunculan fisik hanya lewat
pertukaran foto via e-mail).
e.
f.
Menyediakan kemampuan orang
untuk berkomunikasi secara
terbuka karena Internet orang
bisa lebih bebas mengutarakan
perasaan, pendapat dan tidak
melihat wajah penolakan dari
orang lain.
Membuat orang untuk saling
kenal berdasar semata-mata
karena kepribadian dan mental
aptitudenya.
Sedangkan kerugian yang didapat
dari berhubungan atau menjalin
hubungan melalui Internet adalah:
a.
b.
c.
Kehilangan banyak komunikasi
seperti dalam bahasa tubuh,
ekspresi wajah, dan tekanan
suara (walaupun saat ini telah
tersedia fasilitas web cam dan
juga voice yang memungkinkan
seseorang melihat orang lain dan
juga mendengar suaranya, namun
fasilitas tersebut tetap belum
menggantikan pertemuan secara
langsung atau face to face, itu
disebabkan fasilitas tersebut
belum terlalu banyak digunakan
oleh orang dan belum maksimal
dalam kualitasnya.
Dapat lebih mudah terjadi salah
paham, dan
sulit
untuk
membangun kepercayaan karena
komunikasi hanya dilakukan
melalui tulisan.
Memudahkan orang untuk
berbohong karena sulit dideteksi.
D. Dinamika Keterbukaan Diri Janda
Cerai yang Mencari Pasangan Melalui
Internet
Bagi wanita yang telah
bercerai mencari pasangan bukanlah
hal yang mudah, karena tanggung
jawab mereka menjadi bertambah, ia
harus menjadi seorang ibu sekaligus
menjadi tulang punggung keluarga
untuk membiayai anak-anak dan juga
dirinya sendiri, bagi wanita yang
bekerja diluar rumah tentunya
frekuensi untuk bertemu lawan jenis
yang sesuai dan menerima statusnya
saat ini bukan hal yang mudah
karena adanya keterbatasan waktu.
Menurut Kartono (1992) selama
proses pencarian pasangan ini secara
tidak sadar wanita memilih calon
yang memiliki ciri-ciri karakteristik
yang ada persamaannya dengan diri
sendiri atau yang memiliki kesamaan
kegemaran, misalnya seorang janda
cenderung mencari pasangan yang
sudah duda, hal ini biasanya
disebabkan karena merasa memiliki
motivasi dan pengalaman yang sama
(Atwater, 1983). Internet bisa
membawa seseorang semakin mudah
bertemu dengan orang yang
dirasakannya cocok dan memiliki
banyak kesamaan dengan dirinya,
hubungan yang terbina berawal dari
friendship itu bisa berkembang
kearah hubungan yang lebih jauh,
dan hal ini sering disebut sebagai
online-intimacy atau InternetRomance, Internet juga menjadi
salah satu media bagi seseorang
untuk mencari pasangannya, karena
Internet-romance jelas lebih
menuntut ikatan emosi dibanding
ketertarikan fisik, sehingga seorang
wanita tidak merasakan kehilangan
kepercayaan diri atas keterbatasan
fisiknya dan kekurangan-kekurangan
yang dimilikinya. Hal itu
dikarenakan Internet membawa dua
orang merasa menyatu secara
psikologis.
Membuka diri merupakan hal
yang cukup sulit bagi seorang janda
cerai, karena banyaknya masalah
yang dialaminya setelah perceraian,
namun bukan berarti seorang janda
cerai tidak bisa terbuka akan segala
permasalahan yang dialaminya, bisa
s a j a s e o ra n g j a n d a b e r s i k a p
membuka diri terhadap orang yang
dirasakannya nyaman, begitu pula
dalam hubungan percintaan, seorang
janda cerai akan membuka dirinya
apabila pria yang menjalin hubungan
dengannya dapat menerima dirinya
apa adanya dan ingin menjalin
hubungan yang serius, bukan sekedar
main-main.
BAB III
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
metode kualitatif yang berbentuk studi
kasus.
Menurut Nawawi (2005) penelitian
studi kasus (case study) memusatkan diri
secara intensif terhadap satu objek
tertentu, dengan mempelajarinya sebagai
suatu kasus.
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, karakteristik
Subjek penelitian ini adalah wanita
dewasa muda lajang yang berusia 20-35.
Subjek sudah menikah lalu bercerai dan
saat ini sedang mencari pasangan.
C. Tahap Penelitian
Tahap penelitian ini terdiri dari tahap
persiapan penelitian, pelaksanaan
penelitian dan tahap evaluasi.
D. Tahap Pengumpulan Data
Menggunakan teknik
wawancara
berstruktur, agar wawancara dapat
berjalan secara efektif dan efisien dan
mengantisipasi kemungkinan terlupanya
pokok-pokok permasalahan yang diteliti.
E. Alat Bantu Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan alat
tulis, kamera, tape recorder, pedoman
wawancara dan pedoman observasi.
F. Keakuratan Penelitian
Peneliti menggunakan triangulasi data,
triangulasi teori dan triangulasi
metodologis dengan menggunakan
wawancara dan observasi.
G. Teknik Analisis Data
Marsall
dan
Rossman (1995)
mengajukan tahapan-tahapan teknik
analisis data kualitatif yang perlu
dilakukan untuk proses analisis data
dapam penelitian ini, yaitu:
mengorganisasikan
data,
mengelompokkan data, menguji
alternatif penjelasan bagi data, mencari
alternatif penjelasan bagi data, dan
menulis hasil penelitian.
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
1. Alasan Subjek Mencari Pasangan
Melalui Internet
Berdasarkan hasil wawancara
yang telah dilakukan dengan subjek
dan SO dapat diketahui bahwa alasan
subjek mencari pasangan melalui
internet adalah karena keuntungankeuntungan yang diberikan media
internet yaitu:
a. Salah satu
alasan subjek
menggunakan media internet
untuk mencari pasangan adalah
karena media internet dirasakan
lebih murah atau tidak
m e m butuh ka n bia y a ya ng
banyak, hal itu disebabkan
subjek menggunakan fasilitas
kantor. Hal ini serupa dengan
yang dikatakan Suler (2005)
yaitu 35% pengguna chatroom
adalah pekerja kantor yang
memakai fasilitas kantor mereka
biasa menggunakannya dikala
ada waktu luang saat bekerja.
b. Dengan mencari pasangan
melalui Internet subjek dapat
betemu dengan orang yang
memiliki minat dan hobby yang
sama, karena apabila mereka
memiliki minat dan hobby yang
sama dapat mempermudah
subjek untuk berbicara dengan
orang tersebut karena mereka
dapat membicarakan banyak hal
dari sesuatu yang mereka sukai.
Internet dapat memungkinkan
bagi seseorang untuk bertemu
dengan berbagai macam orang
dari berbagai macam negara
dengan minat dan hobby yang
serupa dengan subjek, ini
dikarenakan banyaknya orang di
seluruh dunia yang online disaat
yang bersamaan menurut survey
terakhir yang diadakan NUA
Internet Survey, pada bulan
September 2006, diketahui + 478
juta orang yang online secara
bersamaan melalui internet.
c. Dalam mencari teman dan
pasangan melalui internet subjek
tidak mementingkan penampilan
fisik, subjek tidak mencari
pasangan yang ganteng asalkan
baik hati dan mau menerima
subjek apa adanya. Hal ini
disebabkan karena internet dapat
membuat seseorang memperoleh
kepercayaan
diri
dalam
kemampuan interpersonalnya
jadi saat sedang berbicara orang
lain tidak menilai dari fisik
melainkan isi pembicaraan dan
pribadinya, karena itu Internet-
romance jelas lebih menuntut
ikatan
emosi
dibanding
ketertarikan fisik, sehingga
seseorang tidak merasakan
kehilangan kepercayaan diri atas
ke te r ba ta s a n fis i k n ya da n
kekurangan-kekurangan
yang
dimilikinya (Sawyer dalam Suler,
2005).
d. Dengan media internet subjek
dapat berkomunikasi secara
terbuka,
subjek
dapat
membicarakan topik apa saja
yang subjek sukai, dan subjek
tidak merasakan takut atau malu
karena subjek adalah seorang
janda yang memiliki 1 anak,
selain itu subjek juga dapat
menggunakan icon-icon yang
menarik sebagai pengganti dari
perasaan yang sedang subjek
alami. Internet dapat menjadi
media untuk berkomunikasi
secara terbuka disebabkan karena
dengan Internet orang bisa lebih
bebas mengutarakan perasaan,
pendapat dan tidak melihat wajah
penolakan dari orang lain, dan
membuat orang untuk saling
kenal berdasar semata-mata
karena kepribadian dan mental
aptitudenya Carlstead (2007).
e. Subjek merasakan
efisiensi
waktu apabila mencari pasangan
melalui Internet, karena dapat
dilakukan sambil bekerja, subjek
tidak mempunyai banyak waktu
untuk mencari dan bertemu
dengan orang yang subjek sukai
dikehidupan nyata. Internet
memberikan efisiensi waktu,
mencari pasangan
melalui
internet tidak membutuhkan
waktu khusus, menurut Linda D.
Ibrahim (dalam Ayyudyah, 2005)
35% pekerja wanita usia 20-40
yang
masih
melajang
dikarenakan tidak memiliki
banyak waktu untuk mencari dan
berkenalan dengan lawan jenis,
mereka lebih memilih
mengahabiskan waktu luangnya
untuk beristirahat dan juga
bertemu dengan teman-teman
sesama jenis, dan internet jelas
merupakan suatu solusi karena
mencari pasangan melalui
internet dapat dilakukan sambil
bekerja.
2. Gambaran Keterbukaan Diri
Subjek
Berdasarkan hasil wawancara
yang didapat terdapat kesesuaian antara
subjek dengan significant others, bahwa
proses atau tahapan perkenalan antara
subjek dan YD adalah sebagai berikut:
a. Hal-hal yang klise atau basa-basi
seperti menanyakan nama, usia,
dan juga lokasi mereka berada
pembicaraan awal ini cukup
berpengaruh bagi subjek karena
subjek dapat memutuskan dari
awal apakah ingin terus
melanjutkan pembicaraan dengan
YD atau tidak. Menurut Adler
(1988) kalimat klise (chlices)
merupakan tahap terendah dan
terlemah dalam komunikasi,
komunikasi terjadi hanya karena
fa ktor ke be tula n. D e nga n
perkataan lain, kalimat klise ini
dipergunakan hanya untuk
memulai hubungan sosial dengan
orang lain. Pembicaraan ini
memang tidak berlangsung lama
karena hanya penyampaian
informasi-informasi yang umum
saja namun dari perkenalan ini
lah akan timbul first impresion
jadi apabila tidak dilakukan
sebaik-baiknya maka akan
tercipta kesan yang kurang baik.
b. Setelah mereka saling berkenalan
mereka membicarakan tentang
hal-hal yang mereka lakukan
sehari-hari seperti pekerjaan dan
kesibukan mereka masingmasing, saat membicarakan
tentang hal ini subjek merasa
lebih tertarik dengan YD karena
menurut subjek YD memiliki
pekerjaan yang menarik dan
banyak membantu subjek dalam
melakukan
tugas-tugasnya.
Pembicaraan ini bisa berlangsung
cukup lama apabila pembicaraan
menarik, mereka mulai saling
menanggapi namun masih pada
taraf
dangkal,
dalam
pembicaraan ini pun subjek dan
YD tidak saling mengemukakan
pendapat melainkan hanya saling
bertukar informasi dan belum
saling membuka diri. Menurut
Adler (1988) dalam taha p
pembicaraan fakta (fact) ini
individu belum beranjak jauh
dari „kesendirian‟, karena tidak
menampilkan banyak
hal.
Individu membicarakan apa yang
terjadi dan fakta-fakta lain tanpa
komentar-komentar yang bersifat
pribadi. Pada pemberian fakta
sudah
ada suatu tingkat
kepercayaan dan komitmen pada
orang lain yang dapat mendorong
kehubungan yang lebih dekat.
c. Setelah mereka sudah lebih
dalam saling mengenal sedikit
demi sedikit mereka mulai
menceritakan
tentang
permasalah-permasalahan
pribadi, lalu mereka akan saling
memberi pendapat atau solusi
dari masalah yang dihadapi
subjek juga sudah mulai
menceritkan tentang keadaan
dirinya yang sudah janda dan
memiliki anak satu. Menurut
Jhon Powell (dalam Supratiknya,
1995) pada taraf pemberian opini
(opinion) ini mereka sudah saling
mengungkapkan diri saling
memberikan pendapat dan juga
s u d a h m u l a i b e r a ni u n t u k
bersikap jujur, pada tahap ini
mereka sudah mulai berani
m e ngha da pi re s ik o ba hw a
kekurangan dan kelemahannya
diketahui oleh orang lain. Dan
apabila sudah melewati tahapan
ini berarti mereka berhasil
membuka pintu hati lebar-lebar,
dan hubungan pun terasa menjadi
lebih karib. Dengan saling
mengungkapkan perasaan dan isi
hati, berarti mereka sepakat
untuk saling mempercayai.
d. Setelah hampir 7 bulan subjek
dan YD menjalin hubungan
sudah sangat dekat dan mengenal
cukup dalam subjek dan YD
mulai saling mengungkapkan
perasaan masing-masing, mereka
mengungkapkan perasaan suka
dan membutuhkan satu sama
lain. Menurut Jhon Powell
(dalam Supratiknya, 1995) pada
tahap pengungkapan perasaan
(feeling) ini ditandai dengan
kejujuran, keterbukaan, dan
saling percaya yang mutlak
antara kedua belah pihak. Tidak
ada lagi ganjalan-ganjalan berupa
rasa takut atau khawatir janganjangan kepercayaan kita disiasiakan. Selain merasa bebas
untuk saling mengungkapkan
perasaan, biasanya kedua belah
pihak juga memiliki perasaan
yang sama tentang banyak hal.
Dedngan kata lain, komunikasi
tersebut telah berkembang begitu
mendalam sehingga kedua belah
pihak merasakan kesatuan
perasaan timbal-balik yang
hampir sempurna.
3. Faktor-faktor yang Menyebakan
Tingginya Keterbukaan Diri
Subjek
Berdasarkan hasil wawancara
yang telah dilakukan dengan subjek dan
SO dapat diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keterbukaan diri subjek
adalah sebagai berikut:
a. Semakin sering subjek menjalin
komunikasi dengan YD yang pria
yang dikenalnya melalui internet
dengan menggunakan fasilitas
chatroom membuat subjek dan
YD tersbut menjadi terbiasa
untuk menceritakan tentang
pribadi masing-masing, mereka
menjadi lebih terbuka satu sama
lain. Menurut Zajonc (dalam
Sarwono
2002)
hal
itu
dikarenakan pertemuan yang
berulang-ulang dapat mengurangi
proses kecemasan
dan
merupakan proses pembiasaan
terhadap orang asing tersebut
sehingga
dapat
saling
berhubungan dengan lebih baik.
b. Sejak awal perkenalan dengan
pacarnaya subjek telah memiliki
perasaan yang baik, bahwa YD
memang
betul-betul
ingin
menjalin hubungan yang serius
dengan subjek, hal ini merupakan
afek positif yang dirasakan oleh
kedua belah pihak yang
menimbulkan reaksi saling
menghargai satu sama lain dan
juga menyenangkan membuat
subjek dan YD tersebut menjalin
hubungan yang lebih erat. Hal ini
disebabkan karena afek positif
yang timbul terhadap orang
tertentu merupakan ganjaran
terhadap hubungan itu sehingga
hubungan menjadi lebih baik,
sementara hubungan yang positif
juga menimbulkan rasa senang
(Clore & Byren dalam Sarwono
2002).
c. Subjek dan YD berasal dari suku
yang sama yaitu suku Jawa hal
itu merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi subjek
untuk menerima pria tersebut,
karena berasal dari latar belakang
budaya yang sama subjek
menjadi tau bagaimana harus
bersikap kepada YD, namun
yang paling mempempengaruhi
adalah bahwa mereka merupakan
orang yang suka dengan
keterbukaan dan kejujuran, dan
menurut subjek pandangan
mereka terhadap sesuatu hal bisa
di b i la n g s e ja la n . Me n ur ut
Rushton (dalam Sarwono, 2002)
kemiripan dan kesamaan dalam
hal ini dapat berupa kemiripan
sikap, kesukaan atau pandangan
atau bisa juga kemiripan yang
disebabkan oleh faktor budaya,
kemiripan ini menyebabkan
ma kin a kra bnya hubunga n
karena ketika seseorang
menemukan bahwa mereka
memiliki perasamaan penilaian,
pandangan atau pun sikap hal ini
akan meningkatkan rasa
keakraban dalam hubungan,
namun sebaliknya ketika muncul
ketidaksamaan makan penilaian
kepada orang tersebut akan
menurun dan hubungan pun
merenggang gej ala ini disebut
hipotesis repulasi.
d. Subjek merasa sudah sangat
nyaman dengan pria tersebut
apalagi pria tersebut bisa
menerima keadaan subjek dan
juga menyayangi subjek dan
anaknya, sehingga subjek tidak
sungkan lagi untuk menyatakan
juga perasaan sukanya terhadap
pria tersebut, hal itu dikarenakan
mereka sudah sangat saling
terbuka, sehingga apa yang
menjadi kekurangan satu sama
lain tidak lah dianggap suatu
kekurangan melainkan sebagai
kelebihan yang akan di isi oleh
satu sama lain. Menurut Kenny
& Nasby (dalam Sarwono, 2002)
setelah
kecocokan-kecocokan
mereka rasakan kemudian yang
memperkuat
hubungan
antarpribadi adalah saling
menilai positif sehingga timbul
perasaan nyaman untuk saling
membuka diri dan mengenal
le b i h da la m , pe ra s a a n i ni
menimbulkan kesan suka sama
suka antara kedua pihak karena
komunikasi yang diungkapkan
adalah berupa perasan hati kedua
belah pihak.
e. Subjek merasakan keseriusan
dari pihak pria untuk menjalin
hubungan yang lebih serius
hingga ke tahap pernikahan
merupakan salah satu alasan
sehingga subjek dapat membuka
dirinya lebih dalam lagi, subjek
pun tidak tagu untuk membagi
cerita kehidupannya yang lebih
pribadi, bagi subjek keseriusan
pria tersebut merupakan suatu
bukti bahwa pria tersebut dapat
menerima subjek dan anaknya
dengan apa adanya, dan status
janda bukannya menjadi suatu
masalah bagi pria tersebut.
BAB V
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
1. Alasan subjek mencari pasangan
melalui internet adalah karena
keuntungan-keuntungan
yang
diberikan oleh media tersebut, yaitu
dapat berkomunikasi jarak jauh
dengan biaya murah,
dapat
menemukan orang-orang dengan
minat dan kepribadian yang cocok,
tidak menilai orang pada penampilan
fisik, menyediakan media untuk
berkomunikasi secara terbuka, dan
efisiensi dalam segi waktu.
2.
Subjek memiliki keterbukaan diri
yang tinggi karena, dari tahap
keterbukaan diri berdasarkan isi
pembicaraan, subjek mencapai tahap
yang paling tinggi yaitu dapat
menceritakan tentang perasaan dan
masalah-masalah yang sifatnya
pribadi. Pengungkapan perasaan
merupakan tingkatan yang paling
tinggi dalam hubungan antar pribadi,
keterbukaan diri tersebut muncul
karena subjek sudah lebih mengenal
lawan bicaranya sehingga subjek
menginginkan lawan bicaranya itu
mengenal subjek lebih jauh lagi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Self Disclosure dalam Komunikasi
Antarpribadi antara lain :
a. Kedekatan
Seringnya berbicara melalui
chatroom mempengaruhi
keterbukaan diri masing-masing,
karena mereka menjadi terbiasa
untuk berbagi cerita tentang
pribadi masing-masing, dengan
demikian semakin sering mereka
berkomunikasi
akan
maka
terjalin hubungan lebih erat lagi dari
sebelumnya
b. Afek
Sejak awal perkenalan dengan
pacarnaya subjek telah memiliki
perasaan yang baik, bahwa pria ini
memang betul-betul ingin menjalin
hubungan yang serius dengan
subjek, dan menurut subjek
orangnya tidak berlebihan dan baik
hati.
c. Kemiripan
Latar belakang budaya atau suku yang
sama merupakan salah satu faktor
yang
mempengaruhi
subjek
untuk menerima pria tersebut,
namun yang paling mempengaruhi
adalah bahwa mereka merupakan
orang
yang
suka
dengan
keterbukaan dan kejujuran, dan
menurut subjek pandangan mereka
terhadap sesuatu hal bisa dibilang
sejalan.
d. Saling menilai positif
Subjek merasa sudah sangat
nyaman dengan pria tersebut
sehingga subjek tidak sungkan lagi
untuk menyatakan juga perasaan
sukanya terhadap pria tersebut, hal
itu dikarenakan mereka sudah
sangat saling terbuka, sehingga apa
yang menjadi kekurangan satu sama
lain tidak lah dianggap suatu
kekurangan melainkan sebagai
kelebihan yang akan di isi oleh satu
sama lain.
e. Keseriusan
Keseriusan yang ditunjukan oleh
pihak pria merupakan salah satu
a la sa n s ubje k untuk te rus
melanjutkan hubungan, subjek
tidak merasa ragu untuk
membagi cerita kehidupannya yang
cukup pribadi karena pria
yang sedang dekat dengan tidak
merasa bahwa status subjek
merupakan suatu masalah.
.
Adler, R.B., & Rodman, G. (1988).
Understanding human
communication (3rd ed). Florida:
Holt, Rinehart & Winston, Inc.
B. Saran
1. Bagi Subjek
a Subjek
disarankan
untuk
mempertahankan
sikap
keterbukaan dirinya, selalu
bersikap jujur dan apa adanya.
b Diharapkan subjek dapat
membina hubungan yang lebih
baik lagi ke depannya dengan
pasangan.
Adler, R.B., Roosevelt, L.B., Towne.
(1983). Interplay: The process of
interpersonal communication.
New York: Harper & Row
Publishers.
2. Bagi Masyarakat Umum
a. Agar tidak takut memilih media
Internet untuk mencari pasangan,
karena banyak sekali keuntungan
yang dirasakan dan juga terdapat
fasilitas yang memudahkan kita
untuk lebih kenal dengan dunia
luar.
b. Mencoba untuk bersikap terbuka
karena dari hasil penelitian pada
subjek, dapat dilihat bahwa
dengan membuka diri subjek
dapat menemukan pasangan yang
subjek inginkan.
Ayyudyah, V.I. (2005, Mei). Cari pacar
di Internet? Kenapa tidak.
Majalah Cosmopolitan, 53, 6365.
3. Bagi penelitian selanjutnya
a Untuk penelitian selanjutnya
sebaiknya mencoba variabel lain
seperti contohnya keitiman untuk
melihat bagaimana keitiman
pasangan yang mencari jodoh
melalui internet.
b Selain metode kualitatif, metode
lain yang dapat digunakan dalam
penelitian selanjutnya adalah
metode kuantitatif misalnya
perbedaan keterbukaan diri pada
wanita lajang dan janda cerai.
DAFTAR PUSTAKA
Atwater, E. (1983). Psychology of
adjustment personal growth in a
changing world. New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
Bell, R.R. (1971). Marriage and family
interaction. Illinois: The Dorsey Press.
Brehm, Sharon S. (1992). Intimate
Relationship (2nd ed). New York:
McGraw-Hill Book Co.
Carlstead, S. (2007, May) Net Love.
World Wide Web
http://www.info.org/crossreads/x
rdsl-4/netlove.html
Carter, Elizabeth. A., & McGoldrick, M
(1980). The family life cycle: A
framework for family therapy.
New York: Gardner Press.
Cra ig, G rac e, J . (1986). Human
development (4th ed). Englewood Cliffs:
Prentice Hall.
Derlega, V.J., Sandra, M., Sandra
P., &
Stephen T.M. (1993). Self
disclosure.
California:
Publications, Inc.
Sage
Fisher, E.O. (1974). Divorce: The new
freedom: A guide to divorcing &
divorce counseling. London:
Harper & Row.
Freedman, J.L., David O.S., Carlsmith,
J.M. (1987). Social psychology
(3rd ed). New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
Garcia, Elena. (2006). Does the Internet
depersonalize society? World
Wide Web, http://wwwhome.calumet.yorku.ca/
sgreen/w
ww/grave/deper.html
Heru Basuki.
(2006). Penelitian
kualitatif
untuk
ilmu
kemanusiaan
dan
budaya.
Jakarta: Universitas Gunadarma.
Hurlock, E,B. (1983). Developmental
psychology: A lifespan approach
(5th ed) New Delhi: Tata
McGraw Hill.
Johnson, D.W. (1986). Reaching out:
Interpersonal effectiveness and self
actualization. Eaglewood Cliffs,
New Jersey: Prentice Hall.
Jourard, S.M. (1964). The transparent
self. New York: Van Nostrand Hall.
Kartono, K. (1992). Psikologi wanita:
Mengenal gadis remaja dan
wanita dewasa (Jilid 1).
Bandung: CV. Mandar Maju.
Lamanna, M.A., & Riedman, A. (1985).
Marriages & family: Making
choices throughout the lifecycle
(2nd ed). California: Wadsworth
Publishing, Co.
Lerner, R.L., Hultsch, D.F. (1983).
Human development: A lifespan
perspective. New York: McGraw
Hill.
Marshall, C. & Rossman. (1995).
Designing qualitative research.
London: Sage Publications.
Mitchell, A. (1996). Dilema perceraian.
Alih Bahasa: Budinah Joesoef.
Jakarta: Arcan.
Moleong, L.J. (1995). Metodologi
penelitian kualitatif. Bandung:
PT. Remaja Roskadarya Offset.
Moleong, L.J. (2004). Metode penelitian
kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Roskadarya.
Nawawi, H.H. (2005). Metode penelitian
bidang sosial. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nua Internet Surveys. (2006). World
Wide Web,
http://www.oise.on.ca/~jnolan/m
uds/about muds/cony-stucture
Nuswandana, (2004) Cinta di Internet.
World Wide Web
http://www.blog.friendster/lovero
ck.com
Papalia, D.E., Olds, S.W. (2001).
Human development. (8th ed).
New York: McGraw-Hill, Inc.
Pease, Allan & Barbara. (2005). Why
men don’t listen and women
can’t read maps. Alih Bahasa
Derlega, V.J., Sandra, M., Sandra
P., &
Stephen T.M. (1993). Self
Isma Badrawati. Jakarta: PT.
Cahaya Insan Suci.
Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan
kualitatif dalam penelitian
perilaku manusia. Jakarta :
Lembaga pengembangan sarana
pengukuran dan pendidikan
psikologi (LPSP 3).
Poerwandari, E.K. (1988). Hubungan
antara persepsi individu tentang
keterbukaan diri pasangan
kepadanya, keterbukaan diri Individu
pada pasangan, dan kebahagiaan
individu dalam hubungan cinta. Skripsi
Sarjana. Depok: Universitas
Indonesia.
Powell, D.H. (1983). Understanding
human adjustment, normal adaptation
through the life cycle. Boston:
Little, Brown & Company.
Prabowo, H., Riyanti, B.P., Puspitawati,
I. (1996). Psikologi umum I: Seri
diktat kuliah. Jakarta: Universitas
Gunadarma.
Ramelan, W., Wiryana, I. (1997).
Pengantar Internet. Depok:
Universitas Gunadarma.
Riyanto, Y.
(2001). Metodologi
penelitian pendidikan. Surabaya : Sic.
Sarwono, S.W. (2002). Psikologi sosial :
Individu dan teori-teori psikologi
sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Sklonick, A.S. 1983. The intimate
environment: Exploring
marriage & the family. Toronto:
Little, Brown, & Company.
Strong, B., DeVault, C. (1989). The
marriage and family experience (4th ed).
St. Paul: West Publishing, Co.
Suler, J (2005) Cyberspace Romance.
World Wide Web.
http://www.rider.edu/suler/psycyber/binterview.com
Supratiknya, A. (1995). Komunikasi
Antarpribadi: Tinjauan
psikologis. Yogyakarta: Kanisius.
Walther, J.B., Burgoon, J.K. (1997).
Relational communication
computer mediated.
Interaction Human
Communication Research, 19,
50-90.
Download