SELF DISCLOSURE IN DIVORCEE FIND PARTNER THROUGH INTERNET ANTONETTA GIURIA RE KANA. Antonetha Giuria Rade Kana, Praesti Sedjo, Spsi, Msi Undergraduate Program, 2008 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id Key Words:self disclosure, divorcee, internet. ABSTRACT : For women who have been divorced looking for a mate is not easy, because they become more responsible, he should become a mother at the same time become the backbone of the family to finance his own children and also, for women who work outside the home course frequency to meet the opposite sex who appropriate and receive the current status is not easy because of the limited time. Currently looking for a mate is not only done directly (face to face) at this advanced age a person can do a search or approaches without having to deal with that person, in doing approach, self-expression or achievement of the information one needs a media, such as letters, phone, computer or Internet. In this study, researchers used a qualitative research approach in the form of case studies, undertaken to provide in-depth description of a case that has certain characteristics. Subjects in this study were young single adult women aged 20-35 years, the subjects were married and then divorced and is currently seeking a partner. In this study, researchers use interviewing techniques with general guidelines and non-participant observation. The results showed that the reason the subject of finding a partner via the internet is because of the advantages provided by these media, which can communicate remotely with a low cost, can find people with matching interests and personality, not to judge people on physical appearance, providing media to communicate openly, and efficiency in terms of time. Factors affecting the high affinity self-disclosure is subject, affect, similarity, and positive rate each other. Keterbukaan Diri pada Janda Cerai yang Mencari Pasangan Melalui Internet Prof. Dr. E. S. Margiantari, SE., MM. (Rektor Universitas Gunadarma) Dr. A. M. Heru Basuki, Msi. (Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma) Antonetha Giuria Rade Kana (Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Universitas Gunadarama) Keterbukaan Diri pada Janda Cerai yang Mencari Pasangan Melalui Internet ABSTRAK Bagi wanita yang telah bercerai mencari pasangan bukanlah hal yang mudah, karena tanggung jawab mereka menjadi bertambah, ia harus menjadi seorang ibu sekaligus menjadi tulang punggung keluarga untuk membiayai anak-anak dan juga dirinya sendiri, bagi wanita yang bekerja diluar rumah tentunya frekuensi untuk bertemu lawan jenis yang sesuai dan menerima statusnya saat ini bukan hal yang mudah karena adanya keterbatasan waktu. Saat ini mencari pasangan tidak hanya dilakukan secara langsung (face to face) pada jaman yang sudah maju ini seseorang dapat melakukan pencarian atau pendekatan tanpa harus berhadapan dengan orang tersebut, dalam melakukan pendekatan, pengekspresian diri atau pencapaian informasi seseorang membutuhkan suatu media, seperti surat, telepon, komputer atau Internet. Penelitian ini bertujuan unt uk m en g eta hui hal ap a ya ng menyebabkan janda cerai mencari pasangan melalui Internet, bagaimana gambaran keterbukaan diri janda cerai yang mencari pasangan melalui internet, dan faktor-faktor yang apa saja yang mempengaruhi keterbukaan dirinya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang berbentuk studi kasus, yang dilakukan untuk memberikan gambaran mendalam mengenai suatu kasus yang mempunyai karakteristik tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa muda lajang yang berusia 20-35 tahun, subjek sudah menikah lalu bercerai dan saat ini sedang mencari pasangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara dengan pedoman umum dan observasi non partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan subjek mencari pasangan me lal ui int er n et a dal ah kar e na keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh media tersebut, yaitu dapat berkomunikasi jarak jauh dengan biaya murah, dapat menemukan orang-orang dengan minat dan kepribadian yang cocok, tidak menilai orang pada penampilan fisik, menyediakan media untuk berkomunikasi secara terbuka, dan efisiensi dalam segi waktu. Subjek memiliki keterbukaan diri yang tinggi karena dari tahap keterbukaan diri berdasarkan isi pembicaraan, subjek mencapai tahap yang paling tinggi yaitu dapat menceritakan tentang perasaan dan masalah-masalah yang sifatnya pribadi.. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya self disclosure subjek adalah kedekatan, afek, kem iripan, dan saling menilai positif. BAB I A. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang janda cerai atau mengalami perceraian bagi wanita bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi dalam masyarakat kita terkadang masih menganggap perceraian adalah suatu hal yang memalukan. Banyak masalah yang harus dihadapi wanita yang mengalami perceraian. Selain harus mengatasi keadaan dirinya sendiri, ia juga harus menghadapi anak-anak, keluarga dan masyarakat, memberikan penjelasan kepada mereka tentang perceraian yang terjadi. Janda cerai seringkali mengalami dilema antara kebutuhan untuk kembali memiliki pasangan hidup, tempat untuk saling berbagi, dengan ketakutan untuk memulai hubungan kembali dengan lawan jenis karena masih adanya perasaan trauma dari penikahan sebelumnya (Mitchell, 1996). Adanya perasaan takut bahwa kegagalan yang pernah mereka alami a ka n te rula n g la g i, da n ju ga kehilangan kepercayaan pada pria seringkali menghambat wanita yang bercerai dalam memulai hubungan yang baru dengan lawan jenis. Faktor lain yang menjadi penghambat adalah kehadiran seorang anak dari pernikahan sebelumnya, karena kadang-kadang anak menolak menerima orang asing yang menurutnya akan menggantikan ayahnya. Bagi wanita yang telah bercerai mencari pasangan bukanlah hal yang mudah, karena tanggung jawab mereka menjadi bertambah, ia harus menjadi seorang ibu sekaligus menjadi tulang punggung keluarga untuk membiayai anak-anak dan juga dirinya sendiri, bagi wanita yang bekerja diluar rumah tentunya frekuensi untuk bertemu lawan jenis yang sesuai dan menerima statusnya saat ini bukan hal yang mudah karena adanya keterbatasan waktu. Saat ini mencari pasangan tidak hanya dilakukan secara langsung (face to face) pada jaman yang sudah maju ini seseorang dapat melakukan pencarian atau pendekatan tanpa harus berhadapan dengan orang tersebut, dalam melakukan pendekatan, pengekspresian diri atau pencapaian informasi seseorang membutuhkan suatu media, seperti surat, telepon, komputer atau Internet. Menjalin hubungan melalui Internet jelas memerlukan keterbukaan diri dan kejujuran agar hubungan tersebut dapat menjadi lebih dalam dan intim, karena tanpa a da nya ke te rb uka a n diri da n kejujuran jelas mencari pasangan melalui Internet bukanlah pilihan ya n g te pa t , ora n g la i n da pa t memanipulasi data diri mereka dan dengan bebas berkata bohong karena kita tidak dapat mendeteksi kebenaran yang dikatakan orang tersebut. Dengan segudang masalah dan trauma yang disebabkan oleh perceraian, juga penilaian negatif masyarakat terhadap janda, dan dengan hadirnya Internet sebagai media untuk pencarian pasangan, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran keterbukaan diri janda cerai yang mencari pasangan melalui I n t e r n e t , f a k t o r - fa kt o r y a n g menyebabkan keterbukaannya menjadi demikian, dan keuntungan dan kerugian yang didapatkan dengan menjalin hubungan melalui Internet, karena selain keuntungan dan kemudahan yang diberikan oleh Internet tidak sedikit juga kerugian yang didapatkan dari media tersebut, dan hambatan apa saja yang dialami janda cerai saat membuka diri dalam mencari pasangan melalui Internet. B. Pertanyaan Penelitian 1. Apa yang menyebabkan seorang janda cerai mencari pasangan melalui Internet? 2. Bagaimana gambaran keterbukaan diri janda cerai yang mencari pasangan melalui Internet? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keterbukaan diri seorang janda cerai yang mencari pasangan melalui Internet? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa seorang janda cerai mencari pasangan melalui Internet, serta untuk mengetahui gambaran keterbukaan diri janda cerai yang mencari pasangan melalui Internet, dan mengapa keterbukaan diri janda cerai yang mencari pasangan melalui Internet demikian. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu psikologi, terutama psikologi sosial dan psikologi perkembangan dengan mendapatkan informasi yang lebih banyak lagi tentang keterbukaan diri janda cerai yang mencari pasangan melalui Internet. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran khususnya untuk janda cerai, mengenai keterbukaan diri dalam mencari pasangan melalui Internet dengan segala masalah yang mereka alami setelah perceraian, agar janda cerai memiliki informasi yang lebih banyak tentang membuka diri dalam mencari pasangan melalui Internet, keuntungan dan juga kerugiannya dalam mencari pasangan melalui Internet. BAB II A. Keterbukaan Diri (Self Disclosure) 1. Pengertian Istilah self disclosure pertama kali dikembangkan dan dipopulerkan ole h Si d ne y M . J o ura r d da n diartikannya sebagai, tindakan baik secara verbal maupun non verbal, mengungkapkan aspek-aspek dari diri kepada orang lain. Dengan kata lain, keterbukaan diri adalah menyampaikan informasi baik secara verbal atau non verbal, lisan maupun tulisan tentang keunikan diri pribadi seseorang, pilihan-pilihan yang ia buat, dan atau bagian-bagian yang tidak dapat diukur dari dirinya, misalnya perasaannya (Jourard, 1964) Menurut Johnson (1986) self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini tersebut. Menurutnya melalui keterbukaan diri tentang diri kita maka selanjutnya orang lain akan memahami diri kita. To disclose” memang berarti mengungkapkan, menunjukkan atau membuat orang lain tahu. Adler dkk (1983) mengatakan bahwa self disclosure merupakan tindakan membuka diri, yakni mengungkapkan diri sedemikian rupa sehingga orang lain dapat mengenal individu yang melakukannya. 2. Komponen Self Disclosure Sifat alami dari self disclosure menurut Pearson (1983) memiliki beberapa aspek yang disebut sebagai komponen self disclosure yaitu : a. Sifat Positif dan Negatif (positif and negatif nature) b. Kedalaman (depth) c. Waktu (timing) d. Individu yang menerima informasi (target person) 3. Faktor-faktor Self Disclosure. Namun menurut Adler dkk (1983), untuk melakukan tindakan „membuka diri‟ diperlukan faktorfaktor tertentu dari pengirim pesan dan pesan itu sendiri, yaitu: a. Kejujuran b. Kedalaman c. Tersedianya informasi d. Konteks atau situasi lingkungan 4. Dimensi Self Disclosure Selanjutnya Cozby (dalam Adler, 1983) dari hasil penelitiannya terhadap keterbukaan diri seseorang menemukan 3 dimensi dalam keterbukaan diri, yaitu: a. Keluasan atau jumlah informasi yang diungkapkan b. Kedalaman dan derajat keintiman informasi yang disampaikan c. Lama waktu yang digunakan untuk mengungkapkan informasi 5. Karakteristik Self Disclosure a. Muncul dalam hubungan pasangan (satu lawan satu) b. Keterbukaan diri berlangsung simetrikal c. Keterbukaan diri muncul bertahap d. Keterbukaan diri muncul dalam hubungan yang positif e. Keterbukaan diri dilandasi oleh rasa „trust‟ (percaya) 6. Tahapan Self Disclosure dalam Komunikasi a. Tahapan orientasi (the orientation stage) b. Tahap pertukaran pengalaman (exploratory affective exchange) c. Tahap petukaran afektif (affective exchange) d. Tahap pertukaran yang stabil (stable exchange) Ahli lain Adler dan Rodman (1988), mengemukakan hal yang hampir sama dengan Freedman, menurutnya keterbukaan diri yang tinggi atau rendah ditentukan oleh isi pembicaraan dalam komunikasi antar individu, yaitu: a. Cliches (kalimat klise atau basabasi) b. Facts (fakta) c. Opinions (pendapat) d. Feelings (perasaan) 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterbukaan Diri dalam Komunikasi Antarpribadi Berkomunikasi merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa membuka diri serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya, dalam komunikasi antarpribadi keterbukaan diri tidak terjadi begitu saja ada beberapa faktor yang mempengaruhinya sehingga seseorang dapat bersikap membuka diri (self disclosure) (Zajonc dalam Sarwono, 2002), faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Kedekatan b. Afek c. Kemiripan d. Saling menilai positif 8. Manfaat dari Self Disclosure Self disclosure berperan penting bagi kehidupan individu seperti yang dikemukakan oleh Pearson (1983), yaitu: a. Dapat lebih mengembangkan pemahaman dan penerimaan diri dan individu lain yang mendalam b. Dapat mengembangkan suatu hubungan yang berarti dan lebih mendalam Menurut Derlega et al, (1993) di dalam menghadapi suatu permasalahan, self disclosure dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Dapat memberikan penghargaan (esteem support) b. Dapat memberikan dukungan informasi (informational support) 9. Dampak dari Self Disclosure Menurut Johnson (1986), beberapa dampak self disclosure terhadap hubungan antar pribadi adalah sebagai berikut: a. Hubungan menjadi lebih sehat b. Adanya timbal balik c. Menjadi orang yang lebih bahagia d. Dasar hubungan yang baik e. Realistik 10. Peranan Self Disclosure dalam Menjalin Close Relationship Peranan keterbukaan diri dalam menjalin close relationship menurut Derlaga (1993), adalah sebagai berikut: a. Penerima pesan merasa istimewa b. Meningkatkan kedalaman percakapan c. Hubungan mencapai tingkat superfisial 11. Hambatan dalam Self Disclosure Beberapa alasan yang diperkirakan menjadi penyebab adalah (Adler dkk, 1983) : a. Alasan-alasan personal b. Alasan-alasan social B. Janda cerai 1. Pengertian Wa nita ya ng s uda h tida k bersuami lagi sering dikenal sebagai janda dalam masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, janda adalah wanita yang tidak bersuami lagi, baik karena bercerai maupun karena ditinggal meninggal (Departemen Pe ndidikan dan Kebudayaan, 1989 : 349). Perceraian itu sendiri diartikan sebagai berakhirnya suatu perkawinan yang diawali dengan adanya konflik dan pertengkaran yang berkepanjangan dan menyebabkan perpecahan dalam keluarga. Perceraian mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dan timbulnya rasa kehilangan yang dapat mempengaruhi kehidupan selanjutnya dari anggota keluarga yang mengalami perceraian tersebut (Ahrons & Rodgers, dalam Carter & McGoldrick, 1980). Fisher (1974) mengartikan perceraian sebagai kematian dari sebuah perkawinan, dimana suami, istri dan anak adalah orang yang berkabung, pengacara adalah pengurus pemakamannya, sedangkan pengadilan adalah kuburan bagi perkawinan yang telah mati. Sedangkan Papalia (2001) mengatakan bahwa perceraian itu ibarat menjalani sebuah operasi, menyakitkan dan menimbulkan trauma, akan tetapi harus dijalani untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa janda cerai adalah wanita yang sudah tidak memiliki suami lagi, yang dikarenakan oleh proses perceraian, perceraian itu sendiri mempengaruhi kehidupan wanita tersebut, baik dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan sosial. 2 Penyebab Terjadinya Perceraian Perceraian seringkali dijadikan jalan keluar bagi konflik yang dihadapi oleh pasangan dalam perkawinan mereka. Penyebab terjadinya perceraian berbeda-beda a nta ra s a tu pa s a nga n de nga n pasangan yang lain. Beberapa diantaranya menurut Fisher (1974) adalah : a. Melakukan kesalahan dalam memilih pasangan hidup b. Merasa bosan dengan perkawinannya, dimana pasangan menjalani kehidupan pernikahan hanya sebagai suatu rutinitas belaka. c. Adanya perubahan peranan wanita dan pria. d. Kurangnya komitmen e. Adanya rasa keterikatan yang berlebihan dengan keluarga. f. Adanya keinginan untuk mendominasi pasangan hidupnya. g. Adanya gangguan fisik maupun mental pada diri pasangan hidupnya. 3. Tahap-tahap Perceraian Ketika proses perceraian dimulai, membutuhkan waktu yang lama untuk menghadapinya, ada tiga tahap dari perceraian, yaitu (Golan dalam Mitchell, 1996): a. Perpisahan b. Penyesuaian diri dengan perceraian c. Rekonstruksi 4. Masalah-masalah Umum Akibat Perceraian Perceraian memiliki dampak bagi suami atau istri yang bercerai. Menurut Hurlock (1983), ada sembilan masalah umum yang dihadapi setelah perceraian, yaitu: a. Masalah Psikologis b. Masalah Emosional c. Masalah Perubahan Konsep Diri d. Masalah sosial e. Masalah Ekonomi f. Masalah Praktis g. Masalah Kesepian h. Masalah Pembagian Tanggung Jawab terhadap Pengasuhan Anak i. Masalah Seksual C. Internet 1. Pengertian Internet Menurut The Internet Society (Suler, 2005), Internet merupakan suatu jaringan global dari jaringan- jaringan yang lebih kecil, yang memungkinkan berbagai macam komputer untuk secara langsung dan transparan berkomunikasi dan berbagi jasa di seantero dunia. Internet merupakan suatu kemampuan yang sangat berharga dan menguntungkan bagi sedemikian banyak orang dan organisasi-organisasi, Internet juga terdiri atas sumber daya informasi dan pengetahuan yang dimiliki bersama secara global, dan suatu cara untuk berkolaborasi, dan berkerjasama dari berbagi komunitas yang tak tehitung jumlahnya. 2. Sejarah Terbentuknya Internet Sebuah istilah baru timbul dari keadaan tersebut: sebuah Internetwork, yang berarti sebutah set jaringan (networks) yang saling berhubungan (interconnected), istilah ini lalu dipersingkat menjadi Internet, dan khusus Internet yang ini (yang dibentuk dari jaringan-jaringan ARPANET dan MILNET) kemudian lebih dikenal dengan Internet yang dieja dengan huruf besar “I” untuk membedakan dengan Internet yang lain. Pada pertengahan tahun 1980-an, U.S National Science Foundation (NSF) memutuskan untuk membiayai Internet agar dapat meningkatkan jumlah universitas Amerika yang memiliki komputer yang berhubungan dengan jaringan tersebut, dan pada masa inilah perkembangan Internet yang sangat pesat dimulai. Jumlah komputer yang tersambung dengan Internet sudah dan masih berkembang secara eksponensial. 3. Internet sebagai Media Komunikasi] Internet adalah, suatu jaringan komputer global yang terbentuk dari jaringan-jaringan komputer lokal atau regional, yang memungkinkan komunikasi data antar komputerkom p ute r ya n g te r hub un g ke jaringan tersebut (Ramelan & Wiryana, 1997). Ada beberapa asumsi apriori tentang Internet (sebelum penelitian) yaitu menyatakan bahwa Internet itu: kurang melibatkan, kurang kaya dan kurang personal serta kurang adanya tatap langsung dan bahasa tubuh, kurangnya kehadiran perasaan, kurang pembagian konteks sosial antara komunikator (Walther & Burgeon, 1995). Namun setelah penelitian terdapat hasil yang kontroversial, yaitu bahwa Computer-Mediated Communication (CMC) berkembangnya lama karena lambannya pertukaran informasi dan keterbatasan dalam membentuk impresi terhadap orang lain tapi seringkali bersifat personal sebagaimana hubungan tatap muka, sepanjang dalam dimensi seperti afeksi, immediacy, receptivity, kepercayaan dan kedalaman (Walther & Burgeon, 1995). 4. Internet sebagai Media untuk Mencari Pasangan Maraknya Internet sebagai media untuk mencari pasangan dikarenakan di Internet sudah banyak tersedia situs-situs pencarian pasangan yang memungkinkan seorang untuk bertemu dengan lawan jenis seperti www.lovehappens.com, www.jodohjodoh.com, www.jodoh.net, bahkan saat ini sudah banyak sekali situssitus pencarian jodoh yang berlandaskan agama, sehingga seorang wanita dapat menemukan pasangan yang seiman dan baik secara rohani, seperti www.sabda.org, dan www.jodohkristen.net yang diperuntukkan bagi umat kristiani, a ta u w ww .a yonikah.c om da n www.birojodohmulslim.com yang diperuntukkan bagi umat muslim. Atau bisa juga memanfaatkan situs-situs untuk pencarian teman yang saat ini sedang banyak disukai oleh orang banyak seperti seperti www.friendster.com, www.myspace.com, dan www.multiply.com. Walaupun situssitus tersebut bukan merupakan fasilitas online-dating atau pencarian jodoh, namun tidak sedikit yang memanfaatkan situs ini sebagai ajang mencari jodoh. Pasalnya ketika seseorang melihat profil kita melalui jaringan pertemanan seperti ini, maka orang tersebut bisa bertanya ke pa da kawa n kita ya ng la in mengenai pribadi kita (Nuswandana, 2004). Dengan menggunakan situssitus tersebut sangat memungkinkan untuk bertemu dengan seseorang yang diinginkan setelah bertemu mereka dapat berbicang-bincang dengan lebih pribadi agar saling mengenal dengan memanfaatkan fasilitas chatroom seperti, yahoo massager, ICQ, Mrlc, dan sebagainya, sehingga mereka menjadi semakin dekat, semakin sering berkomunikasi dan berbicara mengenai hal yang lebih dalam. Hubungan yang terbina berawal dari friendship itu bisa berkembang kearah hubungan yang lebih jauh, dan hal ini sering disebut sebagai online-intimacy atau InternetRomance (Sawyer, dalam Suler, 2005), hubungan dapat berkembang dari superficial kearah intimate dikarenakan ada keterbukaan diri (self disclosure) dari subjek terhadap orang lain, sehingga Internet juga menjadi salah satu media bagi seseorang untuk mencari pasangannya, karena Internetromance jelas lebih menuntut ikatan emosi dibanding ketertarikan fisik, sehingga seorang wanita tidak merasakan kehilangan kepercayaan diri atas keterbatasan fisiknya dan kekurangan-kekurangan yang dimilikinya. Hal itu dikarenakan Internet membawa dua orang merasa menyatu secara psikologis. 5. Keuntungan dan Kerugian dari Internet sebagai Media Mencari Pasangan. Dengan berbagai macam manfaat atau keuntungan yang didapatkan dari mencari pasangan melalui Internet ada juga kerugiannya menurut Carlstead keuntungannya adalah: (2007) a. Orang dapat berkomunikasi jarak jauh dengan biaya yang murah. b. Bervariasi orang yang dapat ditemui dengan minat yang sama dan kepribadian yang cocok. c. Orang dapat saling kenal tanpa dasar suka atau tidak suka pada sesuatu yang superfisial. d. Tidak menilai orang pada penampilan fisik (karena komputer merubah kepentingan pertemuan pertama dari kemunculan fisik kepada penekanan pada komunikasi dan kemunculan fisik hanya lewat pertukaran foto via e-mail). e. f. Menyediakan kemampuan orang untuk berkomunikasi secara terbuka karena Internet orang bisa lebih bebas mengutarakan perasaan, pendapat dan tidak melihat wajah penolakan dari orang lain. Membuat orang untuk saling kenal berdasar semata-mata karena kepribadian dan mental aptitudenya. Sedangkan kerugian yang didapat dari berhubungan atau menjalin hubungan melalui Internet adalah: a. b. c. Kehilangan banyak komunikasi seperti dalam bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan tekanan suara (walaupun saat ini telah tersedia fasilitas web cam dan juga voice yang memungkinkan seseorang melihat orang lain dan juga mendengar suaranya, namun fasilitas tersebut tetap belum menggantikan pertemuan secara langsung atau face to face, itu disebabkan fasilitas tersebut belum terlalu banyak digunakan oleh orang dan belum maksimal dalam kualitasnya. Dapat lebih mudah terjadi salah paham, dan sulit untuk membangun kepercayaan karena komunikasi hanya dilakukan melalui tulisan. Memudahkan orang untuk berbohong karena sulit dideteksi. D. Dinamika Keterbukaan Diri Janda Cerai yang Mencari Pasangan Melalui Internet Bagi wanita yang telah bercerai mencari pasangan bukanlah hal yang mudah, karena tanggung jawab mereka menjadi bertambah, ia harus menjadi seorang ibu sekaligus menjadi tulang punggung keluarga untuk membiayai anak-anak dan juga dirinya sendiri, bagi wanita yang bekerja diluar rumah tentunya frekuensi untuk bertemu lawan jenis yang sesuai dan menerima statusnya saat ini bukan hal yang mudah karena adanya keterbatasan waktu. Menurut Kartono (1992) selama proses pencarian pasangan ini secara tidak sadar wanita memilih calon yang memiliki ciri-ciri karakteristik yang ada persamaannya dengan diri sendiri atau yang memiliki kesamaan kegemaran, misalnya seorang janda cenderung mencari pasangan yang sudah duda, hal ini biasanya disebabkan karena merasa memiliki motivasi dan pengalaman yang sama (Atwater, 1983). Internet bisa membawa seseorang semakin mudah bertemu dengan orang yang dirasakannya cocok dan memiliki banyak kesamaan dengan dirinya, hubungan yang terbina berawal dari friendship itu bisa berkembang kearah hubungan yang lebih jauh, dan hal ini sering disebut sebagai online-intimacy atau InternetRomance, Internet juga menjadi salah satu media bagi seseorang untuk mencari pasangannya, karena Internet-romance jelas lebih menuntut ikatan emosi dibanding ketertarikan fisik, sehingga seorang wanita tidak merasakan kehilangan kepercayaan diri atas keterbatasan fisiknya dan kekurangan-kekurangan yang dimilikinya. Hal itu dikarenakan Internet membawa dua orang merasa menyatu secara psikologis. Membuka diri merupakan hal yang cukup sulit bagi seorang janda cerai, karena banyaknya masalah yang dialaminya setelah perceraian, namun bukan berarti seorang janda cerai tidak bisa terbuka akan segala permasalahan yang dialaminya, bisa s a j a s e o ra n g j a n d a b e r s i k a p membuka diri terhadap orang yang dirasakannya nyaman, begitu pula dalam hubungan percintaan, seorang janda cerai akan membuka dirinya apabila pria yang menjalin hubungan dengannya dapat menerima dirinya apa adanya dan ingin menjalin hubungan yang serius, bukan sekedar main-main. BAB III A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berbentuk studi kasus. Menurut Nawawi (2005) penelitian studi kasus (case study) memusatkan diri secara intensif terhadap satu objek tertentu, dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. B. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, karakteristik Subjek penelitian ini adalah wanita dewasa muda lajang yang berusia 20-35. Subjek sudah menikah lalu bercerai dan saat ini sedang mencari pasangan. C. Tahap Penelitian Tahap penelitian ini terdiri dari tahap persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan tahap evaluasi. D. Tahap Pengumpulan Data Menggunakan teknik wawancara berstruktur, agar wawancara dapat berjalan secara efektif dan efisien dan mengantisipasi kemungkinan terlupanya pokok-pokok permasalahan yang diteliti. E. Alat Bantu Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan alat tulis, kamera, tape recorder, pedoman wawancara dan pedoman observasi. F. Keakuratan Penelitian Peneliti menggunakan triangulasi data, triangulasi teori dan triangulasi metodologis dengan menggunakan wawancara dan observasi. G. Teknik Analisis Data Marsall dan Rossman (1995) mengajukan tahapan-tahapan teknik analisis data kualitatif yang perlu dilakukan untuk proses analisis data dapam penelitian ini, yaitu: mengorganisasikan data, mengelompokkan data, menguji alternatif penjelasan bagi data, mencari alternatif penjelasan bagi data, dan menulis hasil penelitian. BAB IV HASIL DAN ANALISA 1. Alasan Subjek Mencari Pasangan Melalui Internet Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan subjek dan SO dapat diketahui bahwa alasan subjek mencari pasangan melalui internet adalah karena keuntungankeuntungan yang diberikan media internet yaitu: a. Salah satu alasan subjek menggunakan media internet untuk mencari pasangan adalah karena media internet dirasakan lebih murah atau tidak m e m butuh ka n bia y a ya ng banyak, hal itu disebabkan subjek menggunakan fasilitas kantor. Hal ini serupa dengan yang dikatakan Suler (2005) yaitu 35% pengguna chatroom adalah pekerja kantor yang memakai fasilitas kantor mereka biasa menggunakannya dikala ada waktu luang saat bekerja. b. Dengan mencari pasangan melalui Internet subjek dapat betemu dengan orang yang memiliki minat dan hobby yang sama, karena apabila mereka memiliki minat dan hobby yang sama dapat mempermudah subjek untuk berbicara dengan orang tersebut karena mereka dapat membicarakan banyak hal dari sesuatu yang mereka sukai. Internet dapat memungkinkan bagi seseorang untuk bertemu dengan berbagai macam orang dari berbagai macam negara dengan minat dan hobby yang serupa dengan subjek, ini dikarenakan banyaknya orang di seluruh dunia yang online disaat yang bersamaan menurut survey terakhir yang diadakan NUA Internet Survey, pada bulan September 2006, diketahui + 478 juta orang yang online secara bersamaan melalui internet. c. Dalam mencari teman dan pasangan melalui internet subjek tidak mementingkan penampilan fisik, subjek tidak mencari pasangan yang ganteng asalkan baik hati dan mau menerima subjek apa adanya. Hal ini disebabkan karena internet dapat membuat seseorang memperoleh kepercayaan diri dalam kemampuan interpersonalnya jadi saat sedang berbicara orang lain tidak menilai dari fisik melainkan isi pembicaraan dan pribadinya, karena itu Internet- romance jelas lebih menuntut ikatan emosi dibanding ketertarikan fisik, sehingga seseorang tidak merasakan kehilangan kepercayaan diri atas ke te r ba ta s a n fis i k n ya da n kekurangan-kekurangan yang dimilikinya (Sawyer dalam Suler, 2005). d. Dengan media internet subjek dapat berkomunikasi secara terbuka, subjek dapat membicarakan topik apa saja yang subjek sukai, dan subjek tidak merasakan takut atau malu karena subjek adalah seorang janda yang memiliki 1 anak, selain itu subjek juga dapat menggunakan icon-icon yang menarik sebagai pengganti dari perasaan yang sedang subjek alami. Internet dapat menjadi media untuk berkomunikasi secara terbuka disebabkan karena dengan Internet orang bisa lebih bebas mengutarakan perasaan, pendapat dan tidak melihat wajah penolakan dari orang lain, dan membuat orang untuk saling kenal berdasar semata-mata karena kepribadian dan mental aptitudenya Carlstead (2007). e. Subjek merasakan efisiensi waktu apabila mencari pasangan melalui Internet, karena dapat dilakukan sambil bekerja, subjek tidak mempunyai banyak waktu untuk mencari dan bertemu dengan orang yang subjek sukai dikehidupan nyata. Internet memberikan efisiensi waktu, mencari pasangan melalui internet tidak membutuhkan waktu khusus, menurut Linda D. Ibrahim (dalam Ayyudyah, 2005) 35% pekerja wanita usia 20-40 yang masih melajang dikarenakan tidak memiliki banyak waktu untuk mencari dan berkenalan dengan lawan jenis, mereka lebih memilih mengahabiskan waktu luangnya untuk beristirahat dan juga bertemu dengan teman-teman sesama jenis, dan internet jelas merupakan suatu solusi karena mencari pasangan melalui internet dapat dilakukan sambil bekerja. 2. Gambaran Keterbukaan Diri Subjek Berdasarkan hasil wawancara yang didapat terdapat kesesuaian antara subjek dengan significant others, bahwa proses atau tahapan perkenalan antara subjek dan YD adalah sebagai berikut: a. Hal-hal yang klise atau basa-basi seperti menanyakan nama, usia, dan juga lokasi mereka berada pembicaraan awal ini cukup berpengaruh bagi subjek karena subjek dapat memutuskan dari awal apakah ingin terus melanjutkan pembicaraan dengan YD atau tidak. Menurut Adler (1988) kalimat klise (chlices) merupakan tahap terendah dan terlemah dalam komunikasi, komunikasi terjadi hanya karena fa ktor ke be tula n. D e nga n perkataan lain, kalimat klise ini dipergunakan hanya untuk memulai hubungan sosial dengan orang lain. Pembicaraan ini memang tidak berlangsung lama karena hanya penyampaian informasi-informasi yang umum saja namun dari perkenalan ini lah akan timbul first impresion jadi apabila tidak dilakukan sebaik-baiknya maka akan tercipta kesan yang kurang baik. b. Setelah mereka saling berkenalan mereka membicarakan tentang hal-hal yang mereka lakukan sehari-hari seperti pekerjaan dan kesibukan mereka masingmasing, saat membicarakan tentang hal ini subjek merasa lebih tertarik dengan YD karena menurut subjek YD memiliki pekerjaan yang menarik dan banyak membantu subjek dalam melakukan tugas-tugasnya. Pembicaraan ini bisa berlangsung cukup lama apabila pembicaraan menarik, mereka mulai saling menanggapi namun masih pada taraf dangkal, dalam pembicaraan ini pun subjek dan YD tidak saling mengemukakan pendapat melainkan hanya saling bertukar informasi dan belum saling membuka diri. Menurut Adler (1988) dalam taha p pembicaraan fakta (fact) ini individu belum beranjak jauh dari „kesendirian‟, karena tidak menampilkan banyak hal. Individu membicarakan apa yang terjadi dan fakta-fakta lain tanpa komentar-komentar yang bersifat pribadi. Pada pemberian fakta sudah ada suatu tingkat kepercayaan dan komitmen pada orang lain yang dapat mendorong kehubungan yang lebih dekat. c. Setelah mereka sudah lebih dalam saling mengenal sedikit demi sedikit mereka mulai menceritakan tentang permasalah-permasalahan pribadi, lalu mereka akan saling memberi pendapat atau solusi dari masalah yang dihadapi subjek juga sudah mulai menceritkan tentang keadaan dirinya yang sudah janda dan memiliki anak satu. Menurut Jhon Powell (dalam Supratiknya, 1995) pada taraf pemberian opini (opinion) ini mereka sudah saling mengungkapkan diri saling memberikan pendapat dan juga s u d a h m u l a i b e r a ni u n t u k bersikap jujur, pada tahap ini mereka sudah mulai berani m e ngha da pi re s ik o ba hw a kekurangan dan kelemahannya diketahui oleh orang lain. Dan apabila sudah melewati tahapan ini berarti mereka berhasil membuka pintu hati lebar-lebar, dan hubungan pun terasa menjadi lebih karib. Dengan saling mengungkapkan perasaan dan isi hati, berarti mereka sepakat untuk saling mempercayai. d. Setelah hampir 7 bulan subjek dan YD menjalin hubungan sudah sangat dekat dan mengenal cukup dalam subjek dan YD mulai saling mengungkapkan perasaan masing-masing, mereka mengungkapkan perasaan suka dan membutuhkan satu sama lain. Menurut Jhon Powell (dalam Supratiknya, 1995) pada tahap pengungkapan perasaan (feeling) ini ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, dan saling percaya yang mutlak antara kedua belah pihak. Tidak ada lagi ganjalan-ganjalan berupa rasa takut atau khawatir janganjangan kepercayaan kita disiasiakan. Selain merasa bebas untuk saling mengungkapkan perasaan, biasanya kedua belah pihak juga memiliki perasaan yang sama tentang banyak hal. Dedngan kata lain, komunikasi tersebut telah berkembang begitu mendalam sehingga kedua belah pihak merasakan kesatuan perasaan timbal-balik yang hampir sempurna. 3. Faktor-faktor yang Menyebakan Tingginya Keterbukaan Diri Subjek Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan subjek dan SO dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri subjek adalah sebagai berikut: a. Semakin sering subjek menjalin komunikasi dengan YD yang pria yang dikenalnya melalui internet dengan menggunakan fasilitas chatroom membuat subjek dan YD tersbut menjadi terbiasa untuk menceritakan tentang pribadi masing-masing, mereka menjadi lebih terbuka satu sama lain. Menurut Zajonc (dalam Sarwono 2002) hal itu dikarenakan pertemuan yang berulang-ulang dapat mengurangi proses kecemasan dan merupakan proses pembiasaan terhadap orang asing tersebut sehingga dapat saling berhubungan dengan lebih baik. b. Sejak awal perkenalan dengan pacarnaya subjek telah memiliki perasaan yang baik, bahwa YD memang betul-betul ingin menjalin hubungan yang serius dengan subjek, hal ini merupakan afek positif yang dirasakan oleh kedua belah pihak yang menimbulkan reaksi saling menghargai satu sama lain dan juga menyenangkan membuat subjek dan YD tersebut menjalin hubungan yang lebih erat. Hal ini disebabkan karena afek positif yang timbul terhadap orang tertentu merupakan ganjaran terhadap hubungan itu sehingga hubungan menjadi lebih baik, sementara hubungan yang positif juga menimbulkan rasa senang (Clore & Byren dalam Sarwono 2002). c. Subjek dan YD berasal dari suku yang sama yaitu suku Jawa hal itu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi subjek untuk menerima pria tersebut, karena berasal dari latar belakang budaya yang sama subjek menjadi tau bagaimana harus bersikap kepada YD, namun yang paling mempempengaruhi adalah bahwa mereka merupakan orang yang suka dengan keterbukaan dan kejujuran, dan menurut subjek pandangan mereka terhadap sesuatu hal bisa di b i la n g s e ja la n . Me n ur ut Rushton (dalam Sarwono, 2002) kemiripan dan kesamaan dalam hal ini dapat berupa kemiripan sikap, kesukaan atau pandangan atau bisa juga kemiripan yang disebabkan oleh faktor budaya, kemiripan ini menyebabkan ma kin a kra bnya hubunga n karena ketika seseorang menemukan bahwa mereka memiliki perasamaan penilaian, pandangan atau pun sikap hal ini akan meningkatkan rasa keakraban dalam hubungan, namun sebaliknya ketika muncul ketidaksamaan makan penilaian kepada orang tersebut akan menurun dan hubungan pun merenggang gej ala ini disebut hipotesis repulasi. d. Subjek merasa sudah sangat nyaman dengan pria tersebut apalagi pria tersebut bisa menerima keadaan subjek dan juga menyayangi subjek dan anaknya, sehingga subjek tidak sungkan lagi untuk menyatakan juga perasaan sukanya terhadap pria tersebut, hal itu dikarenakan mereka sudah sangat saling terbuka, sehingga apa yang menjadi kekurangan satu sama lain tidak lah dianggap suatu kekurangan melainkan sebagai kelebihan yang akan di isi oleh satu sama lain. Menurut Kenny & Nasby (dalam Sarwono, 2002) setelah kecocokan-kecocokan mereka rasakan kemudian yang memperkuat hubungan antarpribadi adalah saling menilai positif sehingga timbul perasaan nyaman untuk saling membuka diri dan mengenal le b i h da la m , pe ra s a a n i ni menimbulkan kesan suka sama suka antara kedua pihak karena komunikasi yang diungkapkan adalah berupa perasan hati kedua belah pihak. e. Subjek merasakan keseriusan dari pihak pria untuk menjalin hubungan yang lebih serius hingga ke tahap pernikahan merupakan salah satu alasan sehingga subjek dapat membuka dirinya lebih dalam lagi, subjek pun tidak tagu untuk membagi cerita kehidupannya yang lebih pribadi, bagi subjek keseriusan pria tersebut merupakan suatu bukti bahwa pria tersebut dapat menerima subjek dan anaknya dengan apa adanya, dan status janda bukannya menjadi suatu masalah bagi pria tersebut. BAB V A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Alasan subjek mencari pasangan melalui internet adalah karena keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh media tersebut, yaitu dapat berkomunikasi jarak jauh dengan biaya murah, dapat menemukan orang-orang dengan minat dan kepribadian yang cocok, tidak menilai orang pada penampilan fisik, menyediakan media untuk berkomunikasi secara terbuka, dan efisiensi dalam segi waktu. 2. Subjek memiliki keterbukaan diri yang tinggi karena, dari tahap keterbukaan diri berdasarkan isi pembicaraan, subjek mencapai tahap yang paling tinggi yaitu dapat menceritakan tentang perasaan dan masalah-masalah yang sifatnya pribadi. Pengungkapan perasaan merupakan tingkatan yang paling tinggi dalam hubungan antar pribadi, keterbukaan diri tersebut muncul karena subjek sudah lebih mengenal lawan bicaranya sehingga subjek menginginkan lawan bicaranya itu mengenal subjek lebih jauh lagi. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure dalam Komunikasi Antarpribadi antara lain : a. Kedekatan Seringnya berbicara melalui chatroom mempengaruhi keterbukaan diri masing-masing, karena mereka menjadi terbiasa untuk berbagi cerita tentang pribadi masing-masing, dengan demikian semakin sering mereka berkomunikasi akan maka terjalin hubungan lebih erat lagi dari sebelumnya b. Afek Sejak awal perkenalan dengan pacarnaya subjek telah memiliki perasaan yang baik, bahwa pria ini memang betul-betul ingin menjalin hubungan yang serius dengan subjek, dan menurut subjek orangnya tidak berlebihan dan baik hati. c. Kemiripan Latar belakang budaya atau suku yang sama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi subjek untuk menerima pria tersebut, namun yang paling mempengaruhi adalah bahwa mereka merupakan orang yang suka dengan keterbukaan dan kejujuran, dan menurut subjek pandangan mereka terhadap sesuatu hal bisa dibilang sejalan. d. Saling menilai positif Subjek merasa sudah sangat nyaman dengan pria tersebut sehingga subjek tidak sungkan lagi untuk menyatakan juga perasaan sukanya terhadap pria tersebut, hal itu dikarenakan mereka sudah sangat saling terbuka, sehingga apa yang menjadi kekurangan satu sama lain tidak lah dianggap suatu kekurangan melainkan sebagai kelebihan yang akan di isi oleh satu sama lain. e. Keseriusan Keseriusan yang ditunjukan oleh pihak pria merupakan salah satu a la sa n s ubje k untuk te rus melanjutkan hubungan, subjek tidak merasa ragu untuk membagi cerita kehidupannya yang cukup pribadi karena pria yang sedang dekat dengan tidak merasa bahwa status subjek merupakan suatu masalah. . Adler, R.B., & Rodman, G. (1988). Understanding human communication (3rd ed). Florida: Holt, Rinehart & Winston, Inc. B. Saran 1. Bagi Subjek a Subjek disarankan untuk mempertahankan sikap keterbukaan dirinya, selalu bersikap jujur dan apa adanya. b Diharapkan subjek dapat membina hubungan yang lebih baik lagi ke depannya dengan pasangan. Adler, R.B., Roosevelt, L.B., Towne. (1983). Interplay: The process of interpersonal communication. New York: Harper & Row Publishers. 2. Bagi Masyarakat Umum a. Agar tidak takut memilih media Internet untuk mencari pasangan, karena banyak sekali keuntungan yang dirasakan dan juga terdapat fasilitas yang memudahkan kita untuk lebih kenal dengan dunia luar. b. Mencoba untuk bersikap terbuka karena dari hasil penelitian pada subjek, dapat dilihat bahwa dengan membuka diri subjek dapat menemukan pasangan yang subjek inginkan. Ayyudyah, V.I. (2005, Mei). Cari pacar di Internet? Kenapa tidak. Majalah Cosmopolitan, 53, 6365. 3. Bagi penelitian selanjutnya a Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya mencoba variabel lain seperti contohnya keitiman untuk melihat bagaimana keitiman pasangan yang mencari jodoh melalui internet. b Selain metode kualitatif, metode lain yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya adalah metode kuantitatif misalnya perbedaan keterbukaan diri pada wanita lajang dan janda cerai. DAFTAR PUSTAKA Atwater, E. (1983). Psychology of adjustment personal growth in a changing world. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Bell, R.R. (1971). Marriage and family interaction. Illinois: The Dorsey Press. Brehm, Sharon S. (1992). Intimate Relationship (2nd ed). New York: McGraw-Hill Book Co. Carlstead, S. (2007, May) Net Love. World Wide Web http://www.info.org/crossreads/x rdsl-4/netlove.html Carter, Elizabeth. A., & McGoldrick, M (1980). The family life cycle: A framework for family therapy. New York: Gardner Press. Cra ig, G rac e, J . (1986). Human development (4th ed). Englewood Cliffs: Prentice Hall. Derlega, V.J., Sandra, M., Sandra P., & Stephen T.M. (1993). Self disclosure. California: Publications, Inc. Sage Fisher, E.O. (1974). Divorce: The new freedom: A guide to divorcing & divorce counseling. London: Harper & Row. Freedman, J.L., David O.S., Carlsmith, J.M. (1987). Social psychology (3rd ed). New Jersey: Prentice Hall, Inc. Garcia, Elena. (2006). Does the Internet depersonalize society? World Wide Web, http://wwwhome.calumet.yorku.ca/ sgreen/w ww/grave/deper.html Heru Basuki. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma. Hurlock, E,B. (1983). Developmental psychology: A lifespan approach (5th ed) New Delhi: Tata McGraw Hill. Johnson, D.W. (1986). Reaching out: Interpersonal effectiveness and self actualization. Eaglewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Jourard, S.M. (1964). The transparent self. New York: Van Nostrand Hall. Kartono, K. (1992). Psikologi wanita: Mengenal gadis remaja dan wanita dewasa (Jilid 1). Bandung: CV. Mandar Maju. Lamanna, M.A., & Riedman, A. (1985). Marriages & family: Making choices throughout the lifecycle (2nd ed). California: Wadsworth Publishing, Co. Lerner, R.L., Hultsch, D.F. (1983). Human development: A lifespan perspective. New York: McGraw Hill. Marshall, C. & Rossman. (1995). Designing qualitative research. London: Sage Publications. Mitchell, A. (1996). Dilema perceraian. Alih Bahasa: Budinah Joesoef. Jakarta: Arcan. Moleong, L.J. (1995). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Roskadarya Offset. Moleong, L.J. (2004). Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Roskadarya. Nawawi, H.H. (2005). Metode penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nua Internet Surveys. (2006). World Wide Web, http://www.oise.on.ca/~jnolan/m uds/about muds/cony-stucture Nuswandana, (2004) Cinta di Internet. World Wide Web http://www.blog.friendster/lovero ck.com Papalia, D.E., Olds, S.W. (2001). Human development. (8th ed). New York: McGraw-Hill, Inc. Pease, Allan & Barbara. (2005). Why men don’t listen and women can’t read maps. Alih Bahasa Derlega, V.J., Sandra, M., Sandra P., & Stephen T.M. (1993). Self Isma Badrawati. Jakarta: PT. Cahaya Insan Suci. Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif dalam penelitian perilaku manusia. Jakarta : Lembaga pengembangan sarana pengukuran dan pendidikan psikologi (LPSP 3). Poerwandari, E.K. (1988). Hubungan antara persepsi individu tentang keterbukaan diri pasangan kepadanya, keterbukaan diri Individu pada pasangan, dan kebahagiaan individu dalam hubungan cinta. Skripsi Sarjana. Depok: Universitas Indonesia. Powell, D.H. (1983). Understanding human adjustment, normal adaptation through the life cycle. Boston: Little, Brown & Company. Prabowo, H., Riyanti, B.P., Puspitawati, I. (1996). Psikologi umum I: Seri diktat kuliah. Jakarta: Universitas Gunadarma. Ramelan, W., Wiryana, I. (1997). Pengantar Internet. Depok: Universitas Gunadarma. Riyanto, Y. (2001). Metodologi penelitian pendidikan. Surabaya : Sic. Sarwono, S.W. (2002). Psikologi sosial : Individu dan teori-teori psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sklonick, A.S. 1983. The intimate environment: Exploring marriage & the family. Toronto: Little, Brown, & Company. Strong, B., DeVault, C. (1989). The marriage and family experience (4th ed). St. Paul: West Publishing, Co. Suler, J (2005) Cyberspace Romance. World Wide Web. http://www.rider.edu/suler/psycyber/binterview.com Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antarpribadi: Tinjauan psikologis. Yogyakarta: Kanisius. Walther, J.B., Burgoon, J.K. (1997). Relational communication computer mediated. Interaction Human Communication Research, 19, 50-90.