artikel lausa (nikah muda)

advertisement
ANOMALI NIKAH MUDA DAN CERAI MUDA
Oleh :Lausa Isaberna, S.Sos
Widyaiswara Pertama
Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Selatan
Kasus perceraian dalam lima tahun terakhir, 2010-2014, meningkat 52 persen. Sebanyak 70
persen perceraian. Menurut Anwar dalam Harian Republika Jakarta, berdasarkan data pada
kementrian Agama, pada 2009 jumlah masyarakat yang menikah sebanyak 2.162.268. Di
tahun yang sama, terjadi angka perceraian sebanyak 10 persen yakni 216.286 peristiwa.
Sementara, pada tahun berikutnya, yakni 2010, peristiwa pernikahan di Indonesia sebanyak
2.207.364. Adapun peristiwa perceraian di tahun tersebut meningkat tiga persen dari tahun
sebelumnya yakni berjumlah 285.184 peristiwa. Pada 2011, terjadi peristiwa nikah sebanyak
2.319.821 sementara peristiwa cerai sebanyak 158.119 peristiwa. “Berikutnya pada 2012,
peristiwa nikah yang terjadi yakni sebanyak 2.291.265 peristiwa sementara yang bercerai
berjumlah 372.577.
Meningkatnya kasus perceraian di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor salah satunya
adalah karena ketidaksiapan menikah yang ditandai dengan rumah tangga tidak harmonis,
tidak ada tanggung jawab, persoalan ekonomi, dan kehadiran pihak ketiga.
salah satu faktor ketidaksiapan menempuh kehidupan pernikahan adalah usia muda ketika
menikah. Sebanyak 12,6 % wanita dengan rentang umur 15 sampai 19 tahun telah melakukan
pernikahan. Angka absolut menunjukan wanita yang berumur 15-19 berjumlah 6.927 orang
dan sebanyak 873-nya telah melakukan pernikahan (SDKI-2013).
Usia muda memang rentan dengan pemikiran yang labil. Meski tidak menjadi jaminan,
namun kenyataannya membina pernikahan di usia muda banyak dihantui dengan perceraian.
Labilnya
usia
muda
memang
dipengaruhi
oleh
faktor
psikologi
remaja.
Hurlock (1993) membagi tahapan usia remaja berdasarkan perkembangan psikologis, yaitu
1).Pra remaja (11-13 tahun) : Pra remaja dikatakan juga sebagai fase yang negatif. Hal
tersebut dapat terlihat dari tingkah laku mereka yang cenderung negatif, sehingga fase ini
merupakan fase yang sulit bagi anak maupun orang tuanya. 2). Remaja awal (14-17 tahun),
Ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal terdapat pada masa ini.
Remaja berupaya mencari identitas dirinya, sehingga statusnya tidak jelas. 3). Remaja lanjut
(18-21 tahun) pada usia ini Remaja mulai bersikap idealis, mempunyai cita-cita tinggi,
bersemangat dan mempunyai energi yang sangat besar. Selain itu, remaja mulai
memantapkan identitas diri dan ingin mencapai ketidaktergantungan emosional.
Kesiapan psikologis menjadi alasan utama untuk menunda pernikahan. Kesiapan psikologis
diartikan sebagai kesiapan individu dalam menjalankan peran sebagai suami atau istri,
meliputi pengetahuan akan tugasnya masing-masing dalam rumah tangga. Jika pasangan
suami istri tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan menimbulkan kecemasan terhadap
perkawinan. ketidaksiapan psikologi bisa menyebabkan suami tidak melakukan perannya
sebagai suami seperti mencari nafkah, melindungi dan mengayomi keluarga. Begitu juga
seorang istri, istri yang tidak mempunyai pengetahuan tentang perannya sebagai istri dan
kesiapan mentalnya menjadi istri akan mengabaikan tugas dan fungsinya sebagai istri dan
sebagai ibu. Wanita yang menikah diusia muda cenderung tidak siap menjalankan pola asuh
yang baik dan benar terhadap anak. Karena emosi yang masil labil, tak jarang ibu muda
banyak melakukan kesalahan pada pola asuh anaka. Maka mata rantai kegalalan keluarga
akan sulit diputus.
Akan tetapi sebaliknya bila pasangan suami istri memiliki pengetahuan akan tugasnya
masing-masing akan menimbulkan kesiapan psikologis bagi kehidupan berumah tangga dan
akan melihat kehidupan rumah tangga sebagai suatu yang indah. Kesiapan psikologi ini dapat
dicapai dengan mematangkan usia dan menambah pengetahuan tentang persiapan menikah
dan persiapan menjadi orang tua.
Untuk itu, BKKBN terus Konsen terhadap program yang berkaitan dengan remaja. Salah
satunya adalah melakukan promosi dan sosialisasi pada remaja tentang pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP).
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada
perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia minimal 20 tahun bagi
perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan usia ini dianggap sudah siap baik dipandang
dari sisi kesehatan maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan
berkeluarga. PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi
juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa. Apabila
seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan
kehamilan anak pertama. Penundaan kehamilan anak pertama tersebut, dalam istilah KIE
disebut sebagai anjuran untuk mengubah “bulan madu” menjadi “tahun madu”.
Tujuan program Pendewasaan Usia Perkawinan adalah memberikan pengertian dan
kesadaran
kepada
remaja
agar
didalam
merencanakan
keluarga,
mereka
dapat
mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik,
mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi, serta menentukan jumlah dan jarak
kelahiran.
Promosi Pendewasaan usia perkawinan pada remaja dilakukan dengan memberikan
opengetahuan dan kesadaran tentang fase-fase psikologi remaja dan dampak ketidaksiapan
psokologi terhadap pernikahan. Selaian itu, sentuhan pengetahuan dari promosi Pendewasaan
Usia Perkawinan adalah ketidaksiapan Fisik remaja untuk hamil dan melahirkan. Rahim
perempuan bisa diibaratkan sebuah tali karet, tali dengan karet yang tipis tentunya akan
mudah sekali putus, begitu juga dengan tali yang sudah aus dan terlalu sering dipakai
tentunya juga akan mudah sekali putus.
BKKBN melalui pendewasaan Usia Perkawinan membagikan pengetahuan tentang bagan
perencanaan Keluarga.
Masa Menunda Perkawinan dan Kehamila, pada masa ini Kelahiran anak yang baik,
adalah apabila dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusi 20 tahun ke atas . Kelahiran
anak, oleh seorang ibu dibawah usia 20 tahun akan dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan
anak yang bersangkutan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan apabila seorang perempuan
belum berusia 20 tahun untuk menunda perkawinannya.
Masa Menjarangkan kehamilan, Masa ini terjadi pada periode PUS berada pada umur 2035 tahun. Secara empirik diketahui bahwa PUS sebaiknya melahirkan pada periode umur 20-
35 tahun, sehingga resiko-resiko medik yang diuraikan di atas tidak terjadi. Dalam periode
10 tahun (usia 20-30 tahun) dianjurkan untuk memiliki 2 anak. Sehingga jarak ideal antara
dua kelahiran bagi PUS kelompok ini adalah sekitar 4-5 tahun. Patokannya adalah jangan
terjadi dua balita dalam periode 5 tahun.
Masa Mengakhiri Kehamilan Masa mengakhiri kehamilan berada pada periode PUS
berumur 30 tahun keatas. Sebab secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 30
tahun banyak mengalami resiko medik.
Dari bagan tersebut yang terkait langsung dengan pendewasaan usia kawin adalah bagian
pertama dari keseluruhan kerangka program pendewasaan usia kawin dan perencanaan
keluarga. Bagian kedua dan ketiga dari kerangka dimaksud adalah untuk pasangan usia subur.
Informasi berkaitan dengan masa menjarangkan kehamilan dan masa mencegah kehamilan,
perlu disampaikan kepada para remaja agar informasi tersebut menjadi bagian dari persiapan
mereka untuk memasuki kehidupan berkeluarga.
Dengan peningkatan pengetahuan remaja tentang usia ideal menikah, diharapkan remaja
menjadi generasi yang merencanakan kehidupannya secara matang sehingga menurunkan
resiko menikah muda salah satunya perceraian.
Download