BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi pasca otoritarisme Orde Baru, telah menghidupkan kembali demokrasi. Pertumbuhan partai politik pada masa ini tidak terhindarkan lagi sebab partai politik merupakan pilar dari demokrasi yang harus ada didalam suatu negara modern. Masyarakat memiliki banyak pilihan untuk memperjuangkan keinginan sosial mereka. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah dan damai. Di Indonesia, munculnya partai-partai politik tidak lepas dari adanya iklim kebebasan yang luas pada masyarakat pasca pemerintahan kolonial Belanda. Kebebasan demikian memberikan ruang kepada masyarakat untuk membentuk organisasi, termasuk partai politik. Selain itu, lahirnya partai politik di Indonesia juga tidak terlepas dari peranan gerakangerakan, yang tidak saja dimaksudkan untuk memperoleh kebebasan yang lebih luas dari pemerintahan kolonial Belanda, juga menuntut 1 adanya kemerdekaan. Hal ini bisa kita lihat dengan lahirnya partai-partai sebelum kemerdekaan.1 Disamping didorong oleh iklim demokrasi, munculnya partai-partai politik di indonesia juga tidak lepas dari karakteristik masyarakat Indonesia yang majemuk. Sebagaimana dikatan oleh John Furnival 2 Masyarakat Indonesia atau Hindia belanda ketika itu merupakan masyarakat plural (plural society), yaitu suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen atau tatanan sosial yang hidup berdampingan satu sama lain. Hanya saja, sambung Furnival, di antara mereka itu tidak pernah bertemu di dalam suatu unit poltik. Namun realitas di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat yang majemuk itu pada akhirnya bergabung dalam suatu unit politik besar yang dinamakan partai politik. Realitas masyarakat Indonesia yang majemuk memberikan kontribusi yang besar bagi lahirnya partai-partai politik dan sistem multipartai di Indonesia. Baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, partai-partai politik yang ada tidak terlepas dari ikatan-ikatan kelompok yang kuat, khususnya yang berkaitan dengan ikatan ideologi. Herbert Feith menggambarkan corak ideologi partai-partai pada 1950-an, kedalam lima aliran besar:3 Nasionalisme Radikal, Tradisionalisme Jawa, Islam, Sosialisme Demokratis, dan Komunisme. Corak politik aliran seperti ini tidak hanya berbeda, tetapi juga bernuansa konfliktual karena di antara 1 Prof.Kacung Mrijan, Sistem Politik Indonesia “Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru Hal 60 2 Ibid. 3 Prof.Kacung Marijan Op.Cit 61-62 2 mereka terdapat perbedaan-perbedaan nilai yang cukup mendasar. Sepertinya, di antara aliran-aliran yang terdapat pada partai-partai itu terdapat sejumlah titik singgung, tetapi juga terdapat jarak yang jauh diantara partai-partai tersebut. NU misalnya, memiliki aliran ideologis Islam yang bertitik singgung dengan Tradisionalisme jawa. Tetapi, ideologi Islam bertolak belakang dengan komunisme, dan menimbulkan adanya jarak ideologi yang jauh antara partai berideologi agamais dengan partai berideologi sekuler. Meminjam istilah Giovani Sartori, corak sistem kepartaian ketika itu lebih cenderung ke arah pluralisme ekstrem 4 karena jumlah partai dominannya lebih dari dua dan relasi partai ideologi partai yang satu dengan yang lain lebih cenderung ke arah sentrifugal. Ikatan-ikatan ideologi seperti itu kemudian menjadi sebuah ancaman pada masa pemerintahan orde baru. Berangkat dari pandangan bahwa politik aliran seperti itu merupakan salah satu sumber pendorong kuat bagi lahirnya ketidakstabilan politik, pemerintahan orde baru melakukan penyeragaman ideologi, yaitu Pancasila bagi semua organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik pada 1985. Kebijakan seperti ini diikuti dengan rencana penyederhanaan sistem kepartaian, dari sistem multipartai menjadi sitstem satu setengah partai. Dengan kata lain, pemerintahan orde baru telah berupaya melakukan penyederhanaan sistem kepartaian sekaligus ideologi yang telah beragam sejak pemerintahan orde lama. 4 Hanta Yuda AR, Presidensialisme Setengah Hati “Dari dilema ke Kompromi”, Hal 34 3 Setelah runtuhnya rezim orde baru, proses demokrasi di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini terlihat dengan berubahnya sistem kepartaian, dari tiga partai menjadi sistem multi partai.5 Partaipartai poitik kemudian bangkit dan tumbuh pesat pada 1998 dan awal 1999. Kelompok-kelompok yang sebelumnya harus bergabung ke dalam partai tertentu akhirnya bisa melepaskan diri dan mendirikan partai sendirisendiri. Perubahan tersebut menyebabkan banyaknya muncul partaipartai baru, baik yang beraliran nasionalis maupun yang beraliran agama. Jika sebelumnya partai beraliran agama hanya diwakili oleh PPP, maka pada perkembangan berikutnya partai beraliran agama, khususnya Islam mulai banyak bermunculan. Pada masa awal reformasi, politik kepartaian di Indonesia memperlihatkan satu fenomena yang tampak bertolak belakang, Menjelang pemilu tahun 1999, dengan mudah kita dapat melihat partaipartai politik itu bersaing keras dan diberikan kebebasan untuk menegaskan warna ideologinya, dan pemilih tidak lagi diintimidasi dalam menentukan partai pilihannya. Namun, sejak pemilihan umum 2004 dan sepanjang pelaksanaan pemilukada 2005-2009, posisi ideologi politik sebuah parpol saat ini tidak memiliki arti apa-apa, selanjutnya para politisi duduk berhadapan di atas meja menyatukan persepsi yang cukup singkat. 5 http://PARTISIPASI POLITIK NON MUSLIM DALAM PARTAI POLITIK ISLAM (Analisa Terhadap PK Sejahtera) _ Garam Manis.htm 4 Sistem pemilu yang diselenggarakan sejak era reformasi telah melahirkan puluhan partai politik yang memenuhi persyaratan electoral threshold. Banyaknya jumlah partai tersebut, di samping merupakan sinyal positif atas keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya membangun karakter nasional bangsa melalui perjuangan politik partai, ternyata juga membawa berbagai masalah yang tidak diharapkan. Salah satu persoalan serius yang muncul adalah semakin kaburnya batas ideologi antar partai, dikarenakan baik partai kiri maupun kanan semakin bergeser ke tengah.6, dan juga terjadi pergeseran ideologi seiring dengan sistem multipartai yang diterapkan di Indonesia. Pembentukan nilai ideologi partai politik sangat lemah dalam praktik politik keseharian. Partai lebih cenderung mengangkat isu populis untuk kepentingan politik praktis dari pada nilai ideologis. Implikasinya, koalisi yang terbentuk lebih berbasis pada isu pragmatis partai politik dan melupakan ideologi formal yang dimiliki. Fenomena yang terdapat di Indonesia saat ini adalah berlomba-lombanya partai-partai politik untuk menginklusifkan diri dan mewadahi semua basis pemilih, sedangkan ideologi partai tidak lagi menjadi variabel sentral dalam pembuatan keputusan di internal partai, dan ideologi partai tidak menjadi tolak ukur lagi dalam menyusun suatu kebijakan. Hal ini menjadi suatu fenomena yang menarik diteliti, dimana partai yang berbasis religius (islam) yang merupakan partai doktriner saat ini semakin mendekatkan diri dan terbuka 6 (http://urgensi-perbeda ideologi dalam partia politik « Inspirasi's Blog.htm) 5 pada partai yang berideologi sekuler ataupun nasionalis sehingga menjadi partai yang pragmatis. Keterbukaan terhadap partai yang memiliki platform berbeda menandakan bahwa jarak ideologi diantara partai-partai politik saat ini semakin menyatu tak ada penyekat diantara partai-partai yang memiliki ideologi partai yang berbeda. Fenomena ini disebut oleh Giovanni Sartori sebagai kecenderungan sentripetal dalam partai politik.7 Menurut Sartori, dalam demokrasi yang sudah terinstitusionalisasi secara baik, ideologi partai akan mengarah ke tengah dan membuat penyekat ideologi antarpartai akan semakin tidak jelas. Dengan kata lain, partai-partai politik akan semakin pragmatis dalam upayanya mendapatkan kekuasaan. Fenomena ini mulai terlihat jelas pada pemilu tahun 2004. Berbagai partai politik dengan variasi ideologinya bersaing keras dalam pemilu legislatif dan presiden. Ketika pemilu berakhir, tampak jelas partai-partai politik itu membuang jauh-jauh persaingan yang telah berlangsung, seolah mereka mengabaikan sama sekali hasil-hasil pemilu dan bersatu dalam membentuk pemerintahan inklusif yang melibatkan semua pihak. Hal ini bisa kita lihat pada Kabinet Indonesia Bersatu yang dibentuk pada pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono yang berhasil memenangkan pilpres pada saat itu.8 Kita bisa temukan dalam kabinet tersebut terdapat partai-partai Islam yang merupakan lawan sebelumnya kemudian 7 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik Hal.128 8 Presidensialisme setengah hati 6 bergabung dengan partai-partai sekuler menjadi kawan. Partai politik yang awalnya merupakan partai yang memiliki basis ideologi sebagai partai doktriner yang beridentitas sebagai partai kader mulai bergeser menjadi partai yang pragmatis dan menunjukkan jati diri sebagai partai massa. Jelas bahwa partai-partai di Indonesia semakin bergerak ke tengah dalam spektrum ideologi. Relasi ideologi partai yang satu dengan yang lainnya tidak seperti pada masa orde lama, dimana jarak ideologi partai pada saat itu di sebut Sartori dalam klasifikasi sistem kepartaian pluralisme ekstrem saat ini telah berubah ke sistem kepartaian yang cenderung lebih moderat, dan juga pergesan ideologi partai. Contoh kasus koalisi dengan jarak ideologi yang berjauhan terjadi dalam Pilkada Kota Yogyakarta, PDIP sebagai partai nasionalis menjalin koalisi dengan PPP dan PKS yang menjadikan islam sebagai ideologi formal partai. Bahkan di beberapa daerah, partai islam seperti PKS juga menjalin koalisi dengan Partai Damai Sejahtera (PDS) yang secara formal adalah partai umat Nasrani. Demikian juga di tingkat nasional, pada pilpres 2004 putaran kedua, PPP juga menjalin koalisi dengan PDIP dalam mencalonkan Megawati Soekarnoputri.9 Hal ini menunjukkan bahwa internalisasi ideologi partai politik sangat lemah dan koalisi yang dibangun parpol lebih dominan sebagai ikatan koalisi pragmatis. Fenomena yang terjadi di tatanan kehidupan partai politik Indonesia tersebut, bukan saja membuat rakyat kesulitan melihat perbedaan kontinum partai kiri-kanan, namun yang lebih esensial adalah semakin 9 Hanta Yuda AR, Op.cit Hal.35 7 jauh jarak partai itu sendiri dari basis historis pendiriannya dan juga perlu dipertanyakan lagi akan konsistensi ideologi partai yang telah menjadi nafas perjuangan partai. Wilayah keyakinan atas nilai-nilai yang akan diperjuangkan melalui suatu sistem kekuasaan menjadi semakin sempit, tidak variatif, dan mereduksi peluang kompetisi pencarian alternatifideologis. Kepercayaan masyarakat kepada partai-partai yang membawa ideologi sebagai asas perjuangan partainya, misalnya saja partai berbasis islam semakin berkurang. Hal ini menyebabkan semakin kecilnya perolehan jumlah suara yang didapatkan sebagian besar partai-partai islam selama pemilu beberapa tahun belakangan. Belajar dari perjalanan sistem kepartaian di Indonesia hingga hari ini, salah satu partai politik Islam yang memperoleh suara paling besar diantara partai politik Islam lainnya, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mulai mambaca situasi politik kepartaian yang terjadi di Indonesia. Kemunculan atau lahirnya Partai Keadilan Sejahtera memberikan makna tersendiri bagi berdirinya kembali partai islam di Indonesia yang menandakan bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam masih memberikan kepercayaan yang besar pada partai islam. Selanjutnya akan dibahas lebih jauh awal terbentuknya Partai Keadilan Sejahtera yang dulunya bernama Partai Keadilan. Berdirinya Partai Keadilan (PK) bisa dikatakan berbeda dengan partai lainnya baik partai yang berbasis ideologis maupun yang non ideologis. Kelahiran partai keadilan berangkat dari musyawarah yang 8 cukup panjang, yang membahas tentang penyikapan terhadap era reformasi yang membuka keran kebebasan untuk berkspresi diantaranya mendirikan partai politik. Persoalan mendirikan partai adalah agenda yang hangat dibicarakan kalangan tarbiyah, sebagian mengatakan perlu mendirikan partai politik dan sebagain menyatakan tidak perlu. Lahirnya Partai Keadilan Sejahtera tidak bisa lepas dari peranan Partai Keadilan. Pernyataan ini bukan tanpa bukti. Bisa kita amati dimana pada pemilu 1999, Partai Keadilan menduduki peringkat ke tujuh diantara 48 partai politik peserta pemilu. Hasil ini tidak mencukupi untuk mencapai ketentuan electoral threshold, sehingga tidak bisa mengikut pemilu 2004 kecuali berganti nama dan lambang.10 Karena kegagalan ini Partai Keadilan (PK) bermetamorfosis menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Beberapa pengamat menilai bahwa salah satu faktor kekalahan partai Islam pada pemilu 1999 adalah parpol Islam belum menampakan inklusivitasnya. Indikasi ini diperkuat oleh kritikan Van Zorge, yang menilai Partai Keadilan sebagai modernis-ekslusif (modernist-exclusivist). Kecendrungan terlalu besar kearah eksklusif akan menyulitkan partai ini untuk maju, dan bahayanya bagi, PK akan potensial untuk ‘layak dimusuhi’ oleh kawan-kawan penganut Islam Kultural. Dan celakanya, justru eksklusifisme adalah lawan paling potensial bagi cita-cita membangun watak bangsa. Watak bangsa tidak mungkin dibangun paralel dengan eksklusifisme. Dibalik kritikan itu Van Zorge juga Bambang Setiawan dan Bestian Nainggolan, ed., Partai-Partai Politik Indonesia: Ideologi Dan Progaram 2004-2009 (Jakarta: Kompas, 2004), h. 230. 10 9 memberikan penilain “inklusif”. PK yang diakuinya sebagai partai reformist dan unique itu, disebut-sebut sebagai partai yang gampang berkompromi dan bekerja sama ketika berhadapan dengan realitas politik. ”Partai Keadilan has demonstrated a willingness in the past to compromise and work within the confines of political realities,” ujar Van Zorge.11 Untuk itu, PK kedepannya memiliki prospek untuk menjadi partai inklusif dan ini terlihat sejak transformasi Partai keadilan menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Perlunya sikap inklusif ini juga dibenarkan oleh R William Liddle, menurutnya Partai-partai inklusif dianggap lebih otonom atau mandiri, sebab pengurusnya tidak dikuasai oleh satu kekuatan sosial, seperti organisasi agama atau kelompok etnis tertentu. Partai-partai semacam itu juga lebih luwes dan fleksibel, sebab pengurusnya tidak dihalangi oleh komitmen-komitmen sempit dalam merangkul berbagai kekuatan sosial baru. Lagi pula, selama ada pemilu yang “luber”, partai-partai inklusif dirangsang terus untuk menambah jumlah pengikutnya dengan cara memasukan golongan baru, sehingga menjadi lebih inklusif lagi.12 Sikap inklusif ini dijawab oleh PK(S) dengan melakukan rekrutmen anggota dari orang-orang yang berlatar belakang non-tarbiyah. Bahkan pada pemilu 2004, partai PKS menjaring lebih dari 30 calon legislatif non Husain Al-Banjari, “SA, ET, dan Prospek Partai Keadilan,” dalam Hamid Basyaib dan Hamid Abidin, ed., Mengapa Partai Islam Kalah? (Jakarta: Alvabet, 1999), h. 276. 11 12 R William Liddle, partisipasi dan partai politik. Penerjemah Tim Pustaka Utama Grafiti (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992), h. 14. 10 muslim.13 Disamping itu, PK juga merekrut orang-orang non muslim sebagai anggotanya. Hal ini terlihat dari di sahkanya DPD Partai Keadilan Piniai pada tanggal 5 Juni 2002, yang mayoritas pengurusnya beragam kristen.14 Para pimpinan PK(S) juga memberikan kesempatan kepada tokoh agama hindu untuk menjadi anggota legislatif. Kesempatan mengemuka pada mukernas di Bali pada 1-3 February 2008, ketika itu Fahri Hamzah menawari Ida Pedanda Sebali Tianyar seorang tokoh Hindu Bali untuk menjadi caleg dari partainya.15 Dalam perspektif seperti ini, perlu kita telaah lebih lanjut dimana PKS sebagai partai baru yang berbeda dari partai politik kebanyakan, dan terlebih lagi kita ketahui bersama bahwa PKS berasal dari komunitas muslim baru di Indonesia dalam perkembangan kepartaian saat ini ada kesan ideologi yang diusungnya semakin bergerak ke tengah. PKS memilih untuk menjadi partai politik yang terbuka atau bisa dimaknai bahwa Partai Keadilan Sejahtera saat ini memilih untuk menjadi partai yang plural, menerima perbedaan dan keberagaman. Tentunya ini bersebrangan dengan visi umum dan visi khusus Partai Keadilan Sejahtera yang secara resmi menyatakan akan mengarahkan partai dakwah itu untuk memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; akan mengarahkannya menjadi kekuatan 13 Fealy dan Bubalo, Jejak Kafilah, h. 112 14 Cahyadi Takariawan, Bukan Di Negeri Dongeng Kisah Nyata Para Pejuang Keadilan, (Jakarta: Syaamil,2003), h 124-126 15 http://garammanis.wordpress.com/2010/12/21/partisipasi-politik-non-muslim-dalam-partai-politikislam-analisa-terhadap-pk-sejahtera/ 11 transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang; akan mengarahkannya sebagai kekuatan yang menggalang dan memelopori kerja sama dengan berbagai kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang rahmatan lil-Alamin; akan mengarahkannya sebagai akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia.16 Menjadi sebuah keharusan dan penegasan bahwa garis ideologi suatu partai seharusnya menjadi panduan partai tersebut menjawab berbagai persoalan yang ada, dan setiap kebijakan partai dapat dipahami secara jelas oleh masyarakat. Penyimpangan kebijakan dari garis ideologinya tentu akan mengakibatkan masalah internal bahkan dapat membuat ketidakpercayaan pengikutnya. Konsistensi menjadi sangat berarti dalam menjalankan kebijakan partai selaras dengan garis ideologi yang menjadi asas perjuangan dari Partai Keadilan Sejahtera Melihat permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai : “Konsistensi Ideologi Partai Keadilan Sejahtera” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas , maka penulis mengganggap penting memberikan batasan masalah sebagai berikut : 16Dijelaskan dalam buku Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera 12 Apakah ideologi Partai Keadilan Sejahtera mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan sistem kepartaian di Partai Keadilan Sejahtera?” C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka secara umum penelitian bertujuan untuk menelaah perkembangan politik partai Islam di pentas perpolitikan nasional yang terus berubah-ubah . Secara khusus penelitian ini bertujuan 1. Untuk menjelaskan perjuangan Partai arti penting ideologi sebagai asas Keadilan Sejahtera dalam sistem kepartaian di Indonesia. 2. Untuk mengkaji ada tidaknya perubahan ideologi partai yang terjadi dalam Partai Keadilan Sejahtera b. Kegunaan penelitian a. Manfaat Akademik 1. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi peneliti-peneliti yang ingin mengetahui konsistensi Ideologi Partai Keadilan Sejahtera. 13 2. Memperkaya khasanah kajian ilmu politik dalam upaya perkembangan keilmuan. 3. Menjawab fenomena sosial politik yang ada b. Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan baik bagi pengambil keputusan publik maupun kalangan aktivis politik, khususnya islam dalam melakukan pembaruan tatanan masyarakat yang dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi proses demokrasi di masa depan. 2. Hasil penelitian ini nantinya juga diharapakan dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian-penelitian yang serupa di tempat lain. 3. Sebagai prasyarat untuk memenuhi gelar sarjana ilmu politik. 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan panduan penulisan dalam aspek konseptual-teoritis. Pada bagian ini akan dipaparkan berbagai konsep yang dijadikan sebagai alat analisis terhadap masalah yang diangkat dalam skripsi ini yakni mengenai Konsistensi Ideologi Partai Keadilan Sejahtera. A. Konsep Ideologi Dalam kehidupan sehari-hari, ideologi cenderung menjadi istilah negatif yang terutama digunakan untuk mengelompokkan ideide yang bias dan/atau ekstrem. Sehingga, “lawan” dianggap memiliki ideologi, sementara “kita” dicirikan dengan prinsip, pragmatisme, atau akal sehat. Begitu juga dalam dunia akademis ideologi digunakan dengan cara seperti itu, walaupun pada umumnya pendekatanpendekatan akademis lebih dicirikan oleh keagamaan.17 Secara teoritik, topik tulisan ini akan banyak bersentuhan dengan gagasan-gagasan mengenai ideologi. Cukup banyak literatur yang membahas mengenai konsep Ideologi itu sendiri. Ideologi dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia Modern diartikan sebagai asas pendapat, keyakinan yang dipakai atau yang dicita-citakan untuk dasar pemerintahan. Dalam kamus istilah pengetahuan popular 17 Robert Eatwell dan Anthony Wright, Ideologi Politik Kontemporer, Hal.3 15 ideologi diartikan sebagai suatu cita-cita yang merupakan dasar salah satu sistem politik, faham, kepercayaan dan seterusnya.18 Sementara dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua pengertian mengenai ideologi. Pengertian ideologi yang dimaksud adalah pengertian ideologi secara fungsional dan secara structural. Secara fungsional diartikan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama, atau tentang masyarakat dan Negara yang dianggap paling baik. Sedangkan ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.19 Ideologi adalah sistem kepercayaan atau tata nilai yang diperjuangkan dan dijabarkan secara sadar oleh para pemeluknya dalam totalitas kehidupan, terutama dalam jagad sosial-politik. 20 ideologi menjadi visi yang komprehensif dalam memandang sesuatu, yang diformulasikan secara sistemik dan ilmiah dari seseorang atau sekelompok orang mengenai tujuan yang akan dicapai dan segala metode pencapaiannya. Ideologi berisi pemikiran dan konsep yang jelas mengenai Tuhan, manusia dan alam semesta serta kehidupan, dan mampu diyakini menyelesaikan problematika kehidupan. Dalam hal ini, manusia tanpap ideologi hanya akan mengejar kemajuan material, namun mengalami kehampaan dalam aspek emosional dan 18 Kamus lengkap Bahasa Indonesia Modern, Muhammad Ali, hal 128 19 Ramlan Surbakti, Op.cit Hal.32-33 20 Platform Kebijakan Pembangunan PKS, Hal.30 16 spiritual, sehingga teraliensi dan kehilangan identitasnya yang sejati, lalu mereka mengalami disorientasi dan kegersangan hidup. Dimensi “ide” dari ideologi memberikan bingkai konsepsi bagi pemahaman, arah perjuangan, dan dasar pergerakan bangsa. Sementara “keyakinan” dan “Utopi” memunculkan komitman, militansi, dan fanatisme positif yang memicu gairah dan darah perjuangan, sekaligus memompakan semangat rela berkorban.21 Dalam arti fungsional, ideologi digolongkan secara tipologi dengan beberapa tipe yakni ideologi yang doktriner dan ideologi yang pragmatis. Suatu ideologi digolongkan sebagai doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, didoktrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau oleh aparat pemerintah. Dan contoh dari ideologi doktriner ini adalah ideologi Islam dan ideologi komunisme. Sedangkan ideologi digolongkan sebagai ideologi pragmatis jika ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsipprinsipnya saja). Dalam hal ini, ideologi itu tidak didoktrinasikan, tetapi disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem 21 Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera Hal.30-31 17 pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem sosial. Contoh dari ideologi ini adalah ideologi liberalisme.22 Dalam perkembangan berikutnya, ideologi dilihat sebagai salah satu dari sekian banyak konsep yang paling ekuivokal (meragukan) dan elusif (sukar ditangkap) yang terdapat dalam ilmuilmu sosial. Banyak pendekatan teoritis yang secara beragam diajukan sehingga dapat menunjukkan suatu arti dan fungsi yang berbedabeda. Ideologi menunjuk suatu arti dan fungsi yang berbeda-beda. Ideologi adalah konsep yang sarat dengan konotasi politik dan tentu saja digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari dengan maknayang beragam pula.23 Dalam ilmu politik ideologi adalah penting dalam beberapa hal karena ideologi menolong memilih alternatif nilai-nilai politik yang terpusat pada masalah yang hakiki, atau mengetengahkan apa yang penting bagi pengujian lebih lanjut. Ideologi mendorong terbentuknya corak realita politik yang lain dengan cara mengundang kritik. Pertentangan merupakan dasar dari peristiwa politik. hal ini melahirkan tolak ukur intelektual. Ia menyediakan petunjuk bagi berbagai kegiatan para politisi. Karena itu ideologi mempengaruhi kaum profesional, intelektual dan juga politisi. 22 Pengantar analisis politik, David Apter, hal 355-359 Arief Mudatsir Mandan, Krisis Ideologi (catatn tentang ideologi politik kaum santri, studi kasus penerapan ideologi Islam PPP) Hal.21 23 18 Dalam melakukan studi tentang ideologi ada empat cara yang dapat digunakan.24 Pertama adalah orang dapat menganggap ideologi sebagai manifestasi popular dari suatu filsafat politik yang khusus, atau tradisi, suatu kerangka pandangan yang lebih kurang menyatu, ide, atau dogma yang digariskan oleh suatu kelompok. Liberalisme, marxisme, fasisme, nasionalisme, sosialisme dan Amerikanisme, semuanya merupakan contoh ideologi. Ideologi yang demikian diuraikan menurut istilah tertentu dengan menekankan nilainilai yang cukup berarti. Ideologi yang mempunyai batasan pengertian yang paling doktrin, sejumlah prinsip yang memiliki logika tersendiri dan menggariskan bahwa ini boleh, tapi yang itu jangan. Kedua, adalah dengan mengkaji sebuah ideologi dengan mempertanyakan apakah yang menjadi factor penentunya, kelas, kedudukan sosial atau afiliasi etnis atau keagamaan. Mengkaji ideologi dengan cara seperti ini berhubungan erat dengan teori social learning. Orang dapat mempelajari sejauh mana kedudukan social seseorang menentukan ideologinya atau bagaimana perananatau kedudukan seseorang di dalam masyarakat menentukan nilai-nilai dan kepercayaannya. Pendekatan ini mengarahkan kita kepada preferensi doktrin determinan social. Ketiga, mengkaji ideologi adalah dengan melihat pada kebutuhan yang dipenuhinya bagi individu dan masyarakat. Bagi individu, ideologi membantu membuat suatu kesatuan rasa sadar diri. Menerima suatu filsafat atau seperangkat 24 David Apter, ibid. 19 keyakinan tertentu akan menyebabkan seseorang menolak filsfat atau keyakinan lain, sebaiknya ia akan mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang yang melihat segala sesuatunya secara sama. Hal ini mempengaruhi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai keperluan afiliasi, suatu kebutuhan yang dipenuhi oleh atau dengan menggabungkan diri pada suatu asosiasi yang mempunyai prinsip tertentu yang mengetengahkan apa yang disebut ego ideal. Seorang anak membentuk idealnya berdasarkan seperangkat contoh yang diberikan oleh orang tuanya, tetapi juga mencari pembenaran umum yang hubungannya dengan sistem kepercayaan, jadi ideologi adalah cara untuk menghubungkan ego dengan lingkungan. Karena ego identiti atau kesadaran diri sendiri, berkembang maka citra diri seseorang akan merupakan potret diri yang dimiliki oleh orang tersebut dalam masyarakat, ia mungkin bersifat aktif atau pasif, diterima atau ditolak, radikal atau konservatif, dengan demikian orang dapat mengatakan bahwa dimensi ketiga dari ideologi berhubungan dengan identitas pribadi sendiri. Keempat, dari ideologi adalah hal yang berhubungan dengan aspek ketiga. Ideologi tidak hanya menghubungkan individu dengan masyarakat dalam cara yang mendasar, tetapi juga menghubungkan memberikan penguasa dasar dengan legitimasi, yang dikuasai. mengabsahkan Ideologi penggunaaan kekuasaan. Ia menetapkan prinsip moral diatas di mana kekuasaan biasa dijalankan, jika inidvidu mulai merasa bahwa pemerintah tidak 20 lagi berdasarkan prinsip yang demikian, atau jika mereka ingin mengubah prinsip itu, maka legitimasi pemerintah ada dalam keadaan terancam. Ketika legitimasi mulai diragukan maka diantara penduduk akan terlihat pembagian kutub yang dalam setiap pembagian atau celah tersebut secara simbolis dibebani dengan arti penting moral. B. Konsep Sistem Kepartaian dan Partai Politik Konsep lain yang banyak bersentuhan dengan tulisan ini adalah konsep tentang sistem kepartaian dan partai politik. Sistem kepartaian menjelaskan format keberadaan antar partai politik dalam sebuah sistem.Hal ini kepartaian dan partai politik menunjukkan, bahwa sistem adalah dua konsep yang saling berkaitan satu sama lain. B.1 Konsep Sistem Kepartaian Sistem kepartaian adalah “pola perilaku dan interaksi di antara sejumlah partai politik dalam suatu sistem politik.25 Sistem kepartaian bergantung pada jenis sistem politik yang ada di dalam suatu negara. Selain itu, ia juga bergantung pada kemajemukan suku, agama, ekonomi, dan aliran politik yang ada. Semakin besar derajat perbedaan kepentingan yang ada di negara tersebut, semakin besar pula jumlah partai politik. 25 Ramlan Surbakti, Op.cit Hal 124 21 Sistem kepartaian belumlah menjadi seni politik yang mapan. Artinya, tata cara melakukan klasifikasi sistem kepartaian belum disepakati oleh para peneliti ilmu politik. Namun, yang paling mudah dan paling banyak dilakukan peneliti adalah menurut jumlah partai yang berkompetisi dalam sistem politik, Peter Mair memuatnya dalam tabel berikut :26 TABEL 1 Sstem Kepartaian Peneliti Kriteria Klasifikasi Maurice Duverger (1954) Jumlah Partai Robert Dahl (1966) Kompetitif Oposisi Lionel Blondel (1968) Jumlah partai: ukuran partai secara relatif Stanley Rokkan (1968) Jumlah partai: kadang satu partai mayoritas; distribusi kekuatan partai minoritas; Giovani Sartori (1976) Jumlah partai Jarak ideologi Sistem Kepartaian Sistem Partai Tunggal Sistem 2 Partai Sistem Multi Partai Kompetitif Murni Kompetitif – Kooperatif Kompetitif-Koalisi Koalisi Murni Sistem 2 partai Sistem 2 dan setengah partai Multipartai dengan satu partai dominan Multipartai tanpa partai dominan Sistem 1 vs, 1+1 British Jerman Sistem 1 vs,3-4 Skandavia Sistem Multipartai, 1 vs, 1 vs, 1+ 2-3 Sistem Multipartai Pluralisme Moderat Pluralisme terpolarisasi Sistem partai berkuasa (Sumber : Peter Mair, Party Systems and Structures of Competition) Dari tabel di atas, kelihatan beberapa cara melakukan klasifikasi sistem kepartaian. Sistem kepartaian (Party System) pertama kali dijelaskan oleh Maurice Duverger dalam bukunya 26 Peter Mair, Party Systems and Structures of Competition, dalam Lawrence LeDuc, ed., et.al., Comparing Democracies: Elections and Voting in Global Perspective, (California: Sage Publications, 1996) hal..93-106. 22 Political Parties. Duverger mengklasifikasi sistem kepartaian dalam tiga kategori, sistem partai-tunggal, sistem dwi-partai, dan sistem multi-partai.27 Kemudian dikembangkan oleh Robert Dahl menurut skala kompetisi yang opositif, Blondel melakukan menurut ukuran jumlah dan besar partai secara relatif, Rokkan menurut jumlah partai, kadang-kadang satu partai mayoritas, dan distribusi kekuatan partai-partai minoritas, dan Giovani Sartori menurut jumlah partai dan jarak ideologi antar partai-partai tersebut. Mair sendiri cenderung menyebut klasifikasi Giovani Sartori sebagai yang paling dekat digunakan untuk menjelaskan tentang konsep sistem kepartaian . Alasannya, pertama, klasifikasi Sartori bersifat paling komprehensif dan bisa diterapkan pada kasuskasus empiris (nyata). Kedua, ia bisa diterapkan di negara-negara dengan jumlah dan sistem kepartaian berbeda. Misalnya Amerika Serikat yang sistem 2 partai, India yang satu partai berkuasa (Kongres), Malaysia yang satu partai berkuasa (UMNO), Jepang yang satu partai berkuasa (Liberal Demokrat). Ketiga, klasifikasi tersebut tetap memperhatikan pola-pola kompetisi dan interaksi antar partai dan cocok dengan pengertian sistem kepartaian itu sendiri. Keempat, ia mengkaitkan antara perilaku pemilih dengan hasil pemilihan.28 Oleh karena itu, tulisan ini akan mengkaji konsep sistem kepartaian menurut 27 Ramlan Surbakti, Op.cit hal124. 28 (http://sistem-kepartaian-dan-partai-politik.html) Giovani Sartori, untuk 23 mengukur sistem kepartaian tidak hanya bisa mengandalkan pada jumlah partai politiknya saja, melainkan juga kepada relasi ideologi atau jarak ideologi antara partai yang satu dengan yang lain. B.2 Konsep Partai Politik a. Asal Usul Partai Politik Ramlan Surbakti menyebutkan bahwa untuk menjelaskan asalu-usul partai politik ada tiga teori yang dipakai, yaitu29 : Pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. Kedua, teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya sistem politik mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat yang luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi. Definisi partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi, mereka bisa menyatukan orangorang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pemikiran dan orientasi yang hendak di capai bisa dikonsolidasikan. Menurut Prof.Miriam Budiardjo, parrtai politik dapat diartikan sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini 29 Ramlan Surbakti, Op.Cit Hal.113 (mengutip dari Joseph Lapalombara dan Myron Weiner, 1996 dalam ”The Origin and depelopment political parties”) 24 adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan programnya.30 Selanjutnya, Carl J. Friedrich, memberikan batasan partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan kekuasaan tersebut akan memberikan kegunaan materil dan idil kepada para anggotanya. Sedangkan menurut Soltau definisi partai politik sebagai kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat31 Berdasarkan pengertian di atas maka penulis mengelaborasi definisi partai politik ialah sekumpulan orang-orang yang berada dalam satu wadah mempunyai orientasi dan tujuan yang sama sesuai dengan konsitusi kelembagaan dan mengikuti sistem politik/sistem pemilihan yang ada. 30 Prof.Miriam Budiardjo, Dasar_Dasar Ilmu Politik (edisi revisi) Hal 403-404 31 Ramlan Surbakri, Op.cit Hal 116 25 b. Fungsi Partai Politik Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan untuk mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh partai politik untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan yaitu ikut serta dalam pemilihan umum. Sedangkan untuk partai tunggal dalam sistem politik totaliter berupa paksaan fisik dan psikologik oleh suatu diktatorial kelompok (komunis) maupun diktatorial individu (fasis). Untuk melaksanakan fungsi itu, partai politik juga melakukan kegiatan meliputi seleksi calon-calon, kampanye dan melaksanakan fungsi pemerintahan (legislatif dan eksekutif).32 Adapun fungsi lain yang dilakukan oleh partai politik baik dalam sistem politik demokrasi maupun sistem politik totaliter adalah sebagai berikut: 1. Sosialisasi politik Dalam ilmu politik sosialisasi politik dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah masyarakat dapat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang sedang berlangsung. 32 Ramlan Surbakti, Op Cit, hal. 116-117 26 2. Rekrutmen Politik Rekrutmen politik pengangkatan yaitu seseorang seleksi atau dan pemilihan sekelompok orang atau untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. 3. Partisipasi politik Partai politik berfungsi dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Kegiatan yang dimakasud antara lain, mengajukan tuntutan, membayar pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan suatu kebijakan umum, dan mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin, dan memilih wakil rakyat dalam pemilihan umum. 4. Pemandu Kepentingan Dalam masyarakat terdapat bebrbagai kepentingan yang berbeda-beda bahkan saling betentangan satu sama lain. Untuk menampung berbagai kepentingan tersebut maka partai politik dibentuk. Pemandu kepentingan dimaksudkan sebagai kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda dan bertentangan satu sama lain menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. 27 5. Pengendalian konflik Partai politik berfungsi untuk melakukan pengendalian konflik mulai dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau kelompok melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan ke dalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. 6. Kontrol politik Partai politik melakukan kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam isi kebijakan atau pelaksaan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. c. Tipologi Partai Politik Tipologi partai politik merupakan sebuah bentuk pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientasi, komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan. Dibawah ini akan diuraikan sejumlah tipologi partai politik menurut kriteria tersebut:33 1. Asas dan Orientasi Berdasarkan asas diklasifikasikan pragmatis, 33 dan menjadi partai politik orientasinya, tiga partai politik tipe, yaitu partai politik dotriner, dan partai politik Ramlan Surbakti, Op.cit Hal 121 28 kepentingan. Partai politik pragmatis adalah partai politik yang memiliki program dan kegiatan yang tidak terikat pada suatu doktrin atau ideologi tertentu. Yang dimaksud dengan partai politik doktriner ialah suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan yang kongkret sebagai wujud dan penjabaran ideologinya. Selanjutnya, partai politik kepentingan merupakan partai politik yang dibentuk dan dikelola berdasarkan kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan. 2. Komposisi dan Fungsi Anggota Menurut komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik digolongkan menjadi dua, yaitu partai massa dan partai kader. Yang dimaksud dengan partai massa adalah partai politik yang mengandal kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dan mengandalkan massa sebanyak-banyaknya. Sedangkan partai kader ialah partai politik yang mengandalkan kualitas anggota, keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama partai. 3. Basis Sosial dan Tujuan Gabriel Almond menggolongkan partai politik menjadi empat tipe, yaitu:34 34 Ramlan Surbakti, Op.cit Hal.123 29 1. Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, menengah dan bawah. 2. Partai politik kalangan yang kelompok keanggotaannya kepentingan berasal tertentu, dari seperti petani, buruh dan pengusaha. 3. Partai politik pemeluk yang agama keanggotaannya tertentu, seperti berasal Islam, dari katolik, Protestan, Hindu dan Budha. 4. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa, dan dari daerah tertentu. Tipe-tipe partai politik dari para ahli cukup banyak, dan ini cukup membingungkan. Namun, aneka klasifikasi tipe partai politik tersebut diakibatkan sejumlah sudut pandang. Richard S. Katz membagi tipe partai politik menjadi 4 tipe,35 yaitu : 1. Partai Elit – Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang menjadi basis kekuatan partai. Dukungan bagi partai elit ini bersumber pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit yang duduk di partai ini. Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai memiliki status ekonomi dan jabatan yang terpandang. Partai ini juga didasarkan pada 35 http://sistem-kepartaian-dan-partai-politik.html 30 pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik, yang biasanya terbentuk di dalam parlemen. 2. Partai Massa – Partai jenis ini berbasiskan individu-individu yang jumlahnya besar, tetapi kerap tesingkirkan dari kebijakan negara. Partai ini kerap memobilisasi massa pendukungnya untuk kepentingan partai. Biasanya, partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang kecil”, tetapi juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada partai lebih didasarkan pada identitas sosial partai ketimbang ideologi atau kebijakan. 3. Partai Catch-All – Partai jenis ini di permukaan hampir serupa dengan Partai Massa. Namun, berbeda dengan partai massa yang mendasarkan diri pada kelas sosial tertentu, Partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai jenis ini berorientasi pada pemenangan Pemilu sehingga fleksibel untuk berganti-ganti isu di setiap kampanye. Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai ElectoralProfessional atau Partai Rational-Efficient. 4. Partai Kartel - Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya jumlah pemilih atau anggota partai. Kekurangan ini berakibat pada suara mereka di tingkat parlemen. Untuk mengatasi hal tersebut, pimpinan-pimpinan partai saling berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup untuk 31 bertahan. Dari sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu, basis pemilih hampir sudah tidak memiliki arti lagi. 5. Partai Integratif - Partai jenis berasal dari kelompok sosial tertentu yang mencoba untuk melakukan mobilisasi politik dan kegiatan partai. Mereka membawakan kepentingan spesifik suatu kelompok. Mereka juga berusaha membangun simpati dari setiap pemilih, dan membuat mereka menjadi anggota partai. Sumber utama keuangan mereka adalah simpatisannya. dari iuran Mereka anggota melakukan dan dukungan propaganda yang dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi dalam bantuan-bantuan sosial. C. Sistem Kepartaian Model Sartori Menurut ilmuwan politik asal Italia bernama Giovanni Sartori, penggolongan sistem kepartaian bukan hanya bisa digolongkan dari jumlah partainya saja, melainkan dari jarak ideologi di antara partaipartai yang ada.36 Lebih jelasnya lagi, penggolongan sistem kepartaian didasarkan atas jumlah kutub (polar), jarak diantara kutubkutub itu (polaritas), dan arah perilaku politiknya. Adapun pengklasifikasian sitem kepartaian menurut Sartori bisa dilihat jelas pada tabel berikut ini:37 36 Ramlan Surbakti, op.cit Hal127 37 Ibid. 32 Tabel 2 Sistem Partai Kutub Polaritas Arah Pluralisme Sederhana Bipolar Tidak ada Sentripetal Pluralisme Moderat Bipolar Kecil Sentripetal Pluralisme Ekstrim Multipolar Besar Sentrifugal Sumber: Ramlan Surbakti, hal.127 Menurut Sartori, yang dimaksud dengan bipolar adalah kegiatan aktual dari suatu sistem partai yang bertumpu pada dua kutub, meskipun jumlah partai lebih dari dua karena sistem kepartaian ini tidak memiliki perbedaan ideologi yang tajam. Multipolar menunjukkan bahwa sistem partai yang terdiri atas lebih dari dua partai dan di antara kutub-kutub itu terdapat perbedaan ideologi yang tajam. Namun, yang terpenting tidak hanya dilihat dari jumlah kutubnya saja, tetapi juga dari jarak antara kutub-kutub tersebut. Yang dimaksud polarisasi yang besar adalah jarak ideologi di antara kutubkutub tersebut sangat jauh; yang satu berideologi kiri (komunisme), yang lainnya lagi berideologi kanan (kapitalisme). Dengan kata lain, perbedaan ideologi di antara partai-partai sangat tajam sehingga menimbulkan polarisasi yang besar. Hal ini menjadi sebuah indikator yang menunjukkan tidak adanya konsensus dasar mengenai asas dan tujuan masyarakat-negara yang hendak dicapai. Sistem kepartaian pluralisme sederhana bisa kita lihat pada sistem dua partai yang digunakan di Amerika Serikat yang memakai sistem dua partai (bipolar), tidak terpolarisasi dan sntripetal. Sistem 33 banyak partai di Negeri Belandamerupakan contoh dari pluralisme moderat, dengan tiga atau empat partai sebagai basis (bipolar), polaritas kecil (depolarisasi), dan sentripetal. Sistem kepartaian pluralisme ekstrem biasanya muncul di negara-negara berkembang yang masyarakatnya secara kultur dibilang majemuk. Sistem ini melahirkan partai dengan jumlah besar dan masing-masing memiliki ideologi yang bertentangan sehingga konsensus dapat dicapai. Italia merupakan negara yang memiliki sistem kepartaian berupa pluralisme ekstrem, multipolar (banyak partai), polaritas sangat besar (polarisasi dan radikalisasi terjadi karena jarak ideologi diantara kutub-kutub sangat jauh, seperti komunis kiri, neofasis yang kanan, sosialis kiritengah dan kristen demokrat kanan-tengah), sentripugal. D. Kerangka Pemikiran Dari beberapa konsep yang telah dijelaskan diatas, maka penulis melihat terdapat fenomena menarik dalam sistem kepartaian di Indonesia. Perkembangan sistem kepartaian yakni sistem multipartai yang saat ini diterapkan di Indonesia, mengindikasikan bahwa secara umum partai politik di Indonesia telah mengalami pergeseran jarak ideologi dan pergeseran makna ideologi. Pemilu masa reformasi menunjukkan jarak ideologi antarpartai yang semakin dekat. Jelas bahwa partai-partai di Indonesia semakin bergerak ke tengah dalam spektrum ideologi. 34 Relasi ideologi partai yang satu dengan yang lainnya tidak seperti pada masa orde lama, dimana jarak ideologi partai pada saat itu di sebut Sartori dalam klasifikasi sistem kepartaian pluralisme ekstrem saat ini telah berubah ke sistem kepartaian yang cenderung lebih moderat. Selanjutnya, partai dengan ideologi islam sebagai partai doktriner juga mengalami perubahan makna ideologi menjadi lebih pragmatis, dalam hal ini Partai Keadilan Sejahtera sebagai partai yang berasakan ideologi islam yang merupakan partai kader saat ini terlihat mulai menonjolkan diri sebagai partai massa melalui hasil munas Partai Keadilan Sejahtera tahun 2010 di Bali. Belajar dari sistem pemilu yang telah berlangsung yang diikuti oleh Partai Keadilan sejahtera (saat itu masih Partai Keadilan) mulai dari tahun 1999 dimana pada pemilu tahun ini dengan mudah kita dapat melihat dengan jelas betapa partai-partai politik itu bersaing keras dan diberikan kebebasan untuk menegaskan warna ideologinya, dan pemilih tidak lagi diintimidasi dalam menentukan partai pilihannya. Jarak ideologi diantara partai-partai politik terlihat jelas terdapat sekatsekat ideologi diantara masing-masing partai politik dengan corak ideologi yang berbeda satu sama lain dan konsistensi ideologi nampak jelas menjadi perjuangan partai ini. Pada pemilu selanjutnya, yaitu pemilu tahun 2004 menunjukkan semakin kaburnya batas ideologi antar partai, dikarenakan terjadinya pergesaran sistem kepartaian diaman arah perilaku partai politik bergerak menuju ke tengah dan juga terjadi pergeseran ideologi 35 seiring dengan sistem kepartaian yang diterapkan di Indonesia. Partaipartai politik semakin memperlihatkan keinklusifannya, dan mulai bergabung dengan partai politik pemenang pemilu melalui koalisi partai dalam kabinet walaupun visi-misi partai tampak jelas terdapat perbedaan namun mereka semakin kompak bekerja sama dalam menjalankan pemerintahan. Perubahan sistem kepartaian semakin jelas pada pada pemilu 2009. Ideologi partai akan mengarah ke tengah dan membuat penyekat ideologi antarpartai akan semakinkabur dan tidak jelasr. Dengan kata lain, partai-partai politik akan semakin pragmatis dalam upayanya mendapatkan kekuasaan. E. Skema Kerangka Pikir SISTEM KEPARTAIAN INDONESIA (Sistem Multipartai) TIPOLOGI PARTAI POLITIK KADER MASSA IDEOLOGI PKS (PARTAI ISLAM) 36 BAB III METODE PENELITIAN Pada bagian ini, pembahasan mengenai metode penelitian akan dibagi beberapa bagian yaitu tipe dan dasar penelitian, teknik pengumpulan data, jenis data penelitian serta analisis data. A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Makassar, tepatnya pada Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera Sulawesi Selatan. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan karena kantor DPW PKS Sul-Sel terletak di Kota Makassar dan merupakan representatif dari Partai Keadilan Sejahtera di Indonesia. B. Tipe dan dasar penelitian Sebagai salah satu syarat dalam penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian Deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan secara rinci mengenai objek penelitian dalam hal ini mengenai pergeseran ideologi dalam Partai Keadilan Sejahtera. Sedangkan dasar penelitian adalah menggunakan dasar penelitian fenomenologis, dengan paradigma definisi sosial ini akan memberi peluang individu sebagai subjek penelitian melakukan interpretasi, dan kemudian peneliti melakukan interpretasi terhadap interpretasi itu sampai mendapatkan pengetahuan tentang konsistensi ideologi Partai Keadilan Sejahtera. Penelitian kualitatif mengacu kepada berbagai cara pengumpulan data yang berbeda, yang meliputi 37 penelitian lapangan, observasi partisipan, dan wawancara mendalam38. C. Jenis Data Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah: Data primer adalah data yang didapat atau diperoleh melalui studi lapangan dengan menggunakan teknik wawancara. Untuk mendapatkan data dan informasi maka penulis melakukan wawancara (komunikasi langsung) dengan para informan. Mereka yang dijadikan informan adalah: 1. H. Andi Akmal Pasluddin (Ketua Umum DPW PKS Prov.Sulawesi Selatan). 2. Mahmuddin, S.Sos (Wakil Sekertaris Umum bidang komunikasi politik dan media). 3. Syamsari, SPt, MM. (Ketua bidang kebijakan publik). 2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca buku, literatur-literatur, serta informasi tertulis lainnya yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini penulis lebih banyak mengkaji dan menganalisis informasi yang terdapat dalam buku Ideologi Politik PKS dan Platform Kebijakan Pembangunan PKS dimana kedua litelatur ini lebih dalam mengkaji Partai Keadilan Sejahtera. Selain itu, terdapat situs-situs atau website yang diakses untuk memperoleh data yang 38 Dalam buku Bruce a. Chadwick H. metode penelitian ilmu Pengetahuan Sosial hal 234 38 lebih akurat. Data sekunder dimaksudkan sebagai data-data penunjang untuk melengkapi penelitian ini. D. Penentuan informan Dalam mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini, maka penulis akan mencari informasi dari informan berikut Pengurus DPW PKS Prov.Sul-Sel, Para intelektual dan masyarakat. Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan penelitian ini maka penulis berusaha menentukan informan yang akan diwawancarai. Pemilihan informan yang akan diwawancarai pada penelitian ini menggunakan metode penarikan sampel non-probability sampling.Penetuan informan dengan menggunakan purposive sampling yaitu informan dipilih berdasarkan tujuan penelitian dan pertimbangan lainnya. Adapun key informan Pengurus DPW Partai Keadilan Sejahtera Prov.Sul-Sel (Ketua, Koordinator bidang atau yang mewakili) sebanyak 3 orang. E. Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan: 1. Wawancara Penulis langsung melakukan wawancara dengan responden yang terpilih. Selain itu dilakukan wawancara mendalam terhadap sejumlah key informan yaitu orang-orang yang dianggap mengetahui dan memahami maksud peneliti. Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut 39 intervieuwer sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewee.39 2. Studi Pustaka dan Dokumen Teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian. Tekinik ini untuk lebih penunjang data primer atau data utama yang diperoleh dari informan. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh dengan dukumen-dokumen.40 Data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi cenderung merupakan data sekunder, sedangkan data-data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara cenderung merupakan data primer atau data yang langsung diperoleh dari pihak pertama. F. Teknik Analisis Data Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari informan akan diolah dan dianalisa secara kualitatif. Dikarenakan dalam metode kualitatif terdapat beberapa perspektif teori yang dapat mendukung penganalisaan yang lebih mendalam terhadap gejala yang terjadi. Adapun objek kajian penulisan ini adalah fenomena ganda yang mengidentifikasikan memiliki kecenderungan adanya pergeseran ideologi di Partai Keadilan Sejahtera. Penelitian ini mencoba memahami apa yang terjadi di Partai Keadilan Sejahtera seiring dengan perkembangan sistem kepartaian di Indonesia. Analisa ini 39 Dalam buku Dr. Husaini Usman. Metodologi Penelitian Sosial. Hal 58 40 Ibid. hal 73 40 bertujuan agar temuan-temuan dari kasus-kasus yang terjadi di lokasi penelitian dapat di kaji lebih mendalam dan fenomena yang ada dapat digambarkan secara terperinci. Sehingga apa yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini bisa terjawab dengan maksimal. Proses analisis data dilakukan pada waktu bersamaan dengan proses pengumpulan data berlangsung. Analisis data dilakukan melalui tiga alur, yakni: 1) Reduksi data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Miles,1992:16). Langkah-langkah yang dilakukan adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau pengkategorisasian ke dalam tiap mengarahkan, permasalahan membuang melalui yang uraian tidak singkat, perlu, dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan- kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Adapun data yang direduksi antara lain seluruh data mengenai permasalahan penelitian dan kemudian dilakukan penggolongan ke dalam beberapa bagian. Kemudian dari masing-masing berdasarkan bagian tersebut sistematisasinya. dikelompokkan Adapun perolehan lagi data mengenai hal-hal yang tidak relevan dengan penelitian, 41 sebaiknya tidak dimasukkan dalam penyajian hasil, namun tetap disimpan untuk masa yang akan datang jika diperlukan. Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih spesisifk dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan, jumlah data akan semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Untuk itulah diperlukan reduksi data sehingga data tidak betumpuk dan mempersulit analisis selanjutnya. 2) Sajian data Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian (display) data. Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan kolom sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis serta bentuk data yang dimasukkan ke dalam kotak-kotak matriks (Miles, 1992:17-18). Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori, diagram alur (flow chart), dan lain sejenisnya. Penyajian data dalam bentuk- bentuk tersebut akan memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja penelitian selanjutnya. 42 Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian. Penampilan atau display data yang baik dan jelas alur pikirnya merupakan hal yang sangat diharapakan oleh setiap peneliti. Display data yang baik merupakan satu langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. 3) Penarikan Kesimpulan Kesimpulan merupakan tinjauan terhadap catatan yang telah dilakukan di lapangan. Sedangkan penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Penarikan kesimpulan sebenarnya hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Menurut Miles (1992:20) kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya. 43 BAB IV GAMBARAN UMUM PARTAI KEADILAN SEJAHTERA A. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera Partai Keadilan Sejahtera (PK-Sejahtera) merupakan pelanjut perjuangan Partai Keadilan (PK). Dimana, pada tanggal 20 Juli 1998 Partai Keadilan (PK) didirikan di Jakarta yang dinyatakan dalam konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Setelah dinyatakan lolos verifikasi Partai Keadilan (PK) ikut dalam pemilu 1999 dan merai 1,4 juta suara. Karena terhambat ketentuan undang-undang pemilu tentang electoral threshold, maka para pemimpin Partai Keadilan memutuskan untuk mendirikan sebuah partai baru yang akan menjadi wadah bagi kelanjutan kiprah politik dakwah warga Partai keadilan, yaitu Partai Keadilan Sejahtera. Partai Keadilan Sejahtera berdiri secara resmi tertanggal 20 April 2002. Berdasarkan hasil musyawarah nasional istimewa, merekomendasikan penggabungan Partai Keadilan dengan Partai Keadilan Sejahtera yaitu pada tanggal 3 Juli 2003 yang dikuhkukan di kantor pengacara Tri Sulistyowarni di Pamulang, Tangerang. Dengan penggabungan ini, seluruh hak milik Partai Keadilan (PK) menjadi milik Partai Keadilan Sejahtera (PKS), termasuk anggota dewan dan para kadernya. 44 Partai Keadilan Sejahtera adalah partai kader yang berasaskan Islam. PKS biasa juga disebut partai dakwah, di mana pergerakan kadernya lebih militan jika dibanding dengan partai lain. Inilah perspektif baru sebuah partai di Indonesia berbeda dengan partai kebanyakan. Perbedaan tersebut meliputi41: Pertama, tidak seperti partai lain PKS mengambil sumber inspirasi ideologi dari luar yaitu dari pergerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir dengan Hasan Al Banna dan Sayyid Qutb sebagai inspirasi pergerakan dan berkiblat kesana. Kedua, Partai Keadilan Sejahtera adalah satu-satunya partai kader yang murni dalam politik Indonesia saat ini. Kebanyakan mereka yang duduk di kursi legislatif baik DPR dan DPRD adalah orang-orang yang merupakan anggota yang telah melalu proses seleksi internal yang demokratis. Ketiga, PKS adalah satu-satunya partai yang memiliki jaringan pelayanan sosial yang luas. Keempat, PKS menjadikan moralitas dalam kehidupan masyarakat sebagai program utama partai. Pada umumnya kader yang dimiliki PKS berasaskan dari kalangan agamawan/santri, kalangan akademisi yang berada di wilayah perkotaan. Maka banyak yang menyarankan bahwa PKS masih bersikap ekslusif dikalangan masyarakat apalagi di wilayah pedesaan. PKS lebih intensif dan konsisten dalam menjalankan fungsi-fungsi yang dimilikinya terhadap masyarakat. 41 Yon Mahmudi, Op.cit 45 B. Visi dan Misi Partai Keadilan Sejahtera a. Visi Visi Umum : "sebagai partai da’wah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan ummat dan bangsa”. Visi Khusus : ”partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani”. b. Misi Terdapat tujuh misi dari Partai Keadilan Sejahtera yakni : Pertama, menyebarluaskan da'wah Islam dan mencetak kader- kadernya sebagai anashir taghyir; Kedua, mengembangkan institusiinstitusi kemasyarakatan yang Islami di berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi; Ketiga, membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat; Keempat, membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya; Kelima, menegakkan amar ma'ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam; Keenam, secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam 46 merealisir agenda reformasi; Ketujuh, ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kedhaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas. C. Keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera Dalam anggaran rumah tangga Partai Keadilan Sejahtera, bab III pasal 8 mengenai keanggotaan dijelaskan siapa saja yang berhak menjadi anggota Partai Keadilan Sejahtera adalah sebagai berikut : 1. Warga negara Indonesia, laki-laki maupun perempuan 2. Berusia tujuh belas tahun ke atas, atau sudah menikah 3. Berkelakun baik 4. Setuju dengan tujuan-tujaun partai 5. Mengajukan permohonan menjadi anggota partai kepada sekretariat pusat melalui DPD (Dewan Pimpinan Daerah) 6. Melaksanakan dan disiplin dengan kewajiban-kewajiban keanggotaan 7. Mengucapkan ikrar kesetiaan pada prinsip-prinsip dan disiplin partai 47 Tabel 3 Jenjang Keanggotaan PKS JENIS KEANGGOTAAN PENGERTIAN Anggota Pemula Mereka yang mengajukan permohonan untuk menjadi anggota partai dan terdaftar dalam keanggotaan partai yang dicatat oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) setelah lulus mengikuti training orientasi partai I (satu). Anggota Muda Mereka yang terdaftar dalam keaggotaan partai yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan cabang (DPC) dan telah lulus pelatihaan kepartaian tingkat dasar satu. Anggota Madya Mereka yang terdaftar dalam keaggotaan partai yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan cabang (DPC) dan telah lulus pelatihaan kepartaian tingkat dasar dua. Anggota Dewasa Mereka yang terdaftar dalam keaggotaan partai yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan cabang (DPC) dan telah lulus pelatihaan kepartaian tingkat lanjutan Anggota Ahli Mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan pusat (DPP) dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat tinggi. Anggota Purna Mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan pusat (DPP) dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat ahli. Anggota Kehormatan Mereka yang berjasa dalam perjuaangan partai dan dikukuhkan oleh Majelis Pertimbangan Partai. 48 Jenjang keanggotaan ini merupakan jenjang kaderisasi para aktivis Partai Keadilan Sejahtera. Jika telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, maka jenjang keanggotaannya pun berubah. D.Gambaran Umum Dewan Pengurus Wilayah PKS Sulawesi Selatan Secara khusus kita melihat Partai Keadilan Sejahtera Provinsi Sulawesi Selatan, yakni pada Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera Sulawesi Selatan beralamat di jalan DR. Sam Ratulangi No.2 Makassar. Dibawah ini, struktur pengurus Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera Sulawesi Selatan Periode 2010-2015 : Ketua Umum : H. Andi Akmal Pasluddin, SP., MM Wakil Ketua Umum : Mallarangang, A.Md.Pt Sekretaris Umum : H. Amru Saher, ST Wakil Sekretaris Umum I : Imam Rohani, ST (Bidang Administrasi & Perencanaan) Wakil Sekretaris Umum II : Ahmad Jauhari, SE (Bidang Lembaga, Organisasi & Protokoler) Wakil Sekretaris Umum III : E.Z. Muttaqien Yunus, S.ST (Bidang Komunikasi Politik & Media) Wakil Sekretaris Umum IV : Mahmuddin, S.Sos (Bidang Arsip, Sejarah, Data, Informasi & Rumah Tangga) Bendahara Umum : Muji Rohmad, Ak 49 Bidang-Bidang : 1. Bidang Daerah Dakwah 1 (Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Selayar) Ketua : Hasan Hamido, S.Pd 2. Bidang Daerah Dakwah 2 (Maros, Pangkep, Barru, Pare-pare, Bone, Soppeng, Wajo) Ketua : Drs. Andi Said Patombongi 3. Bidang Daerah Dakwah 3 (Pinrang, Enrekang, Sidrap, Toraja, Torut, Luwu Raya) Ketua : Abdussalam Nur, Lc 4. Bidang Kaderisasi Ketua : Muhammad Yusuf Halid 5. Bidang Pembangunan Keummatan Ketua : Dr. H. Hasanna Lawang, MA 6. Bidang Kepanduan dan Olah Raga Ketua : La Ode Muh Fasal 7. Bidang Generasi Muda dan Profesi Ketua : Budi Prasetya, SE 8. Bidang Kebijakan Publik Ketua : Syamsari, SPt. MM 9. Bidang Kelembagaan Sosial Ketua : Dra. Hj. Devi Santi Erawaty 10. Bidang Pengembangan Ekonomi dan Kewirausahaan Ketua : Hj. Sri Rahmi 11. Bidang Perempuan Ketua : Susi Smitha Pattisahusiwa, ST Program-program yang ditetapkan oleh Partai Keadilan Sejahtera Sulawesi Selatan : Pertemuan pekanan kader, Tarbiyah tsaqofiyah, 50 Daurah murobbi (pembina), Malam Bina dan Takwa (MABIT), Jalasa ruhiy, Daurah khutoba (pelatihan khatib), Daurah tarqiyah, Munasharoh Palestina dan penggalangan dana peduli dunia Islam, Amaliyah ramadhan (paket program di bulan ramadhan: pawai simpatik, bazaar, buka puasa, dan acara-acara amal lainnya yang dilaksanakan untuk menggalang dana untuk kaum Duafah) Untuk mencapai tujuan maupun orientasinya Partai Keadilan Sejahtera menyadari bahwa tantangan yang akan dihadapi amat kompleks akibat tuntutan dan kebutuhan dari masyarakat. Oleh karena itulah Partai Keadilan Sejahtera Sulawesi Selatan akan lebih dituntut meningkatkan kualitas kaderisasi terutama untuk mengembangkan kader yang berkualitas, berakhlak, dan bermoral. Kader yang disatu sisi secara intens terlibat dalam permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, di sisi lain juga mampu mengelola dan mengembangkan partainya secara profesional untuk menunjukkan eksistensinya dalam dunia politik. 51 BAB V PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada dasarnya, setiap partai politik memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan ideologi yang dianut, tidak terkecuali dengan Partai Keadilan Sejahtera. Sebagai partai yang berideologi Islam, Partai Keadilan Sejahtera mendeklarasikan dirinya sebagai partai dakwah. Hal tersebut mempengaruhi seluruh gerak dan aktivitas partai. Tentunya, segala aktifitas yang menjadi agenda partai menjadi sebuah pertanggung jawaban tersendiri kepada masyarakat. Aktifitas partai memberikan pengaruh dan menjadi perhatian masyarakat dalam menilai kualitas partai, dan menjadikan partai tersebut sebagai partai yang mewakili aspirasinya. Kualitas sebuah partai bisa dinilai dari aktifitas-aktifitas politiknya, tentunya menyangkut keseluruhan sistem dalam Partai Keadilan Sejahtera. Dalam pembahasan ini diperuntukkan untuk menjawab permasalahan yang telah ditawarkan yaitu dengan melihat konsistensi ideologi Partai Keadilan Sejahtera. Sebelum lebih jauh membahas mengenai konsistensi ideologi PKS, terlebih dahulu dipetakan sikap dan arah politik PKS. Tujuan atas pemetaan tersebut adalah untuk mempertegas ideologi yang dibangun hingga saat ini. 52 1. Konsistensi Ideologi Partai Keadilan Sejahtera a. Transformasi Partai Keadilan ke Partai Keadilan Sejahtera Awal terbentuknya Partai Keadilan diprakarsai oleh para aktivis dakwah kampus. Para aktivis yang sebagian besar berusia muda tersebut bergerak dari dalam kampus dan juga ke sekolah-sekolah. Di kampus mereka mendirikan dan mengelola pengajian yang diwadahi dalam bentuk Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Lembaga inilah yang menyelenggarakan berbagai aktivitas keagamaaan, baik yang berupa pegajian-pengajian untuk mahasiswa, maupun pengajaran islam bagi para anggotanya. Di sekolah-sekolah, para aktivis ini berkiprah melalui lembaga kesiswaan yang sering disebut Rohani Islam (ROHIS). Kegiatan yang dilakukan di ROHIS sama dengan LDK, yakni memberikan pemahaman dasar-dasar Islam dengan penekanan pada penanaman semangat (ghirah) keislaman. Pada kondisi ini nampak jelas usaha para aktivis muda islam untuk menunjukkan arah perjuangan islam dan memperlihatkan eksistensi Islam dalam segala aspek kehidupan. Kegiatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) pada masa-masa awal (era pertengahan tahun 1970-an hingga 1980-an) tersebut dilakukan secara diam-diam jika menyelenggarakan pengajian untuk banyak orang, mereka mengatasnamakan kegiatan mahasiswa atau siswa. Hal ini dilakukan tetap menjalankan kegiatan dakwah walaupun pada saat itu aktivitas dan kegiatan keagamaan sepertinya dibatasi oleh pemerintah, hal ini tidak mengurangi semangat berdakwah para aktivis Islam. Kegiatan ini dikenal dengan nama “Usroh” yang berarti keluarga. Metode 53 pengajian yang cenderung sembunyi-sembunyi ini tidak terlepas dari kebijakan politik pemerintahan Orde Baru yang sangat represif terhadap gerakan keagamaan. Ketika memasuki era 1990-an dimana mulai muncul pergeseran politik ketika Soeharto mulai menempatkan aktivis Islam sebagai sekutu. Dalam kondisi seperti ini, para aktivis LDK lebih leluasa melakukan dakwahnya dan mendapatkan sambutan yang lebih leluasa. Pada era ini, mereka tidak lagi menggunakan sebutan Usroh, tetapi mengubahnya menjadi Ikhwan dan menamai aktivitas mereka dengan sebutan Tarbiyah (pendidikan). Perubahan nama ini dimaksudkan untuk membedakan diri dari organisasi lain dalam dakwah kampus. Gerakan Tarbiyah terdiri dari lima elemen penting: pertama, DDII yang merupakan transformasi dari Masyumi dengan tokoh utamanya adalah Mohammad Natsir. Kedua, elemen jaringan dakwah kampus (LDK) sebagai tulang punggung Tarbiyah dan sekolah (ROHIS). Ketiga, elemen para alumnus perguruan tinggi luar negeri, khususnya Timur Tengah. Keempat: para aktivis ormas islam maupun kepemudaan islam. Kelima, para da’i lulusan pesantren. Dalam pergerakannya kelima elemen tersebut bergerak bersamasama, saling mendukung dan menguatkan dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Kombinasi kerja yang kompak dari lima elemen utama Tarbiyah, menghasilkan pertumbuhan jaringan dakwah yang makin lama 54 makin cepat. Dilihat dari pertumbuhannya, perkembangan anggota dan persebarannya menunjukkan tingkat akselerasi yang mengagumkan. Dari perjalanan kegiatan dakwah yang telah dibangun oleh aktivis islam sejak awal bisa kita lihat bahwa Islam menjadi asas perjuangan para kader dalam berdakwah. Islam dalam gerakan dakwah menjadi sebuah sistem pembenaran, dari gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa pada saat itu. Hal ini kemudian menjadi satu kepercayaan yang diperjuangkan dan dijabarkan secara sadar oleh para aktivis dakwah dalam totalitas kehidupan, khususnya dalam jagad sosial-politik pada saat itu. Inilah yang dinamakan ideologi. Kesamaan ideologi Islam menjadikan para kader dari kelima elemen yang bersatu dalam satu tujuan kemudian menjadi sebuah awal pemikiran kader-kader tarbiyah untuk membentuk sebuah partai politik. Dari kesamaan ideologi para kader-kader tarbiyah maka sekitar awal tahun 1998, tepatnya 20 Juli 1998, kader-kader gerakan tarbiyah mendirikan partai politik Islam yaitu Partai Keadilan (PK). Sebuah partai Islam dengan pemikiran baru, berbeda dengan partai Islam lainnya dan memiliki kader yang pekembangannya semakin baik. Dalam waktu yang relatif singkat, PK berhasil mengembangkan kepengurusan partai dan memenuhi persyaratan mengikuti pemilu pertama pada tahun 1999. Pada pemilu ini PK berhasil menjaring 1.436.565 suara atau sekitar 1,36% dari total keseluruhan jumlah suara. Dari pencapaian PK ini, tujuh orang wakil 55 PK duduk di DPR pusat. 42 Hal ini menjadi sebuah awal yang menjadi bukti keberhasilan para kader-kader Partai Keadilan yang semakin memperlihatkan eksistensi perjuangan dakwah dan berhasil menghimpun suara dengan baik. Pada perkembangan berikutnya, para kader PK terus membenahi dan memperkuat dirinya. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa pencapaian pada pemilu 1999 tidak memungkinkan bagi sustansibilitas partai ini. Ketentuan electoral threshold mengharuskan sebuah partai melewati perolehan 2% jika ingin mengikuti pemilu berikutnya. Hal ini didasarkan pada UU Pemilu tahun 1999, bab VII, pasal 39 mengenai syarat dan ketentuan keikut sertaan dalam pemilu, Partai Keadilan tidak diperbolehkan mengikuti pemilihan umum 2004, kecuali jika PK mau bergabung dengan partai lainnya, atau mendirikan partai politik baru. Langkah antisipasi awal yang kemudian ditempuh oleh PK untuk mengikuti pemilu 2004 yaitu dengan mengajukan peninjauan kembali mengenai electoral threshold. PK juga mempersiapkan partai baru, jika gagal dalam memperjuangkan pengurangan batas ketentuan tersebut. Oleh karena itu, dalam sebuah rapat pleno tahun 2001 dicari cara lain untuk meneruskan dakwah melalui jalur politik. Dalam rapat tersebut, muncul dua gagasan: pertama, pendapat agar PK menjadi organisasi massa. Kedua, pendapat yang menginginkan membuat partai baru yang 42 Ideologi Politik PKS “Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen”, Hal.34 56 simbolnya tak jauh berbeda dengan Partai Keadilan. Pendapat kedua inilah yang akhirnya dipilih pada saat itu.43 Perumusan mengenai pembentukan partai baru ini diserahkan kepada sebuah tim yang dipimpin oleh Muzammil Yusuf. Dalam berbagai rapat, disepakati untuk menambahkan kata “Sejahtera” sebagai nama partai baru tersebut. Jadi, jika digabung dengan nama Partai Keadilan akan menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tambahan ini dipilih dengan mempertimbangkan filosofis bahwa partai baru yang akan lahir tidak semata-mata menekankan pada perjuangan menegakkan keadilan dalam ranah hukum pada tingkat politik, tetapi juga menyelesaikan persoalan tentang belum tercapainya kesejahteraan di kalangan masyarakat bawah.44 PKS secara resmi berdiri pada 20 April 2002, sebagai langkah strategis dalam menjawab hambatan mengenai electoral threshold. Dengan demikian maka visi dan misi partai tidak bergeser dari khittah PK dan kalaupun ada perbedaannya hanya dalam bentuk redaksional dan teknis semata. Atas dasar kesamaan visi dan misi tersebut, musyawarah Majelis Syura Partai Keadilan ke-XIII yang berlangsung di Wisma Haji, Bekasi, Jawa Barat, pada 17 April 2003, memustuskan Partai Keadilan menggabungkan diri dengan Partai Keadilan Sejahtera.45 43 Ibid. 44 Ibid. 45 Ideologi Politik PKS, Hal.38 57 Sejatinya, perubahan PK ke PKS hanyalah semata-mata perubahan nama untuk menyiasati agar bisa mengikuti pemilu 2004. Oleh karena itu, suprastruktur (ideologi, pemikiran, dan konsep partai), maupun infrastruktur PKS (baik berupa jaringan kader, kepengurusan, hingga asetaset partai) adalah pelimpahan dari PK. Hal ini dipertegas oleh H.Andi Akmal Pasluddin, “Partai Keadilan Sejahtera adalah partai kader yang menjadikan islam sebagai ideologi politik partai, aktifitas dan konsep kepartaian masih sama seperti dulu saat bernama Partai Keadilan. Yang berubah hanya nama saja dan orang-orang yang terlibat didalamnya tentunya berbeda dari yang dulu.”46 Dari hasil wawancara diatas penulis beranggapan bahwa, Partai Keadilan Sejahtera menjadi penerus perjuangan Partai Keadilan. Aktiftas yang dilakukan sejak berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan Partai Keadilan. Hanya saja PKS mengubah strategi dengan menampilkan citra yang lebih inklusif dengan mengangkat isu-isu yang relevan bagi seluruh elemen masyarakat. Ini ditempuh dengan harapan PKS mempu menjaring pemilih seluas-luasnya, tidak terbatas hanya pada kalangan kader tarbiyah saja. Dari penjelasan diatas penulis melihat arah perjuangan Partai Keadilan yang telah bertransformasi kedalam Partai Keadilan Sejahtera masih tetap sama, yaitu meperjuangkan Islam dalam totalitas kehidupan berbangsa. Partai yang dalam tipologi partai politik yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti termasuk dalam tipologi Partai Kader sesuai 46 Wawancara dengan Ketua Umum DPW PKS Prov.SUL-SEL, di Ruang wakil ketua DPRD Prov.SulSel pada hari rabu, tanggal 06 April 2011 Pkl.11.00 WITA, 58 komposisi dan jumlah anggotanya, hingga saat ini masih menjadikan anggota sebagai sumber kekuatan utama partai Keadilan Sejahtera. Meski telah bertransformasi menjadi PKS, metode pembinaan yang digunakan PKS tetap mengacu pada sistem pengkaderan dakwah tarbiyah yang dibawah dari PK. Ada berbagai pihak menilai, kuatnya penguasaan gerakan tarbiyah terhadap lembaga dakwah formal kampuskampus dan sekolah-sekolah ini telah memberikan keuntungan politik berupa dukungan para aktivis dakwah terhadap Partai Keadilan Sejahtera. Hal ini pun diakui oleh H. Andi Akmal Pasluddin, SP.,MM ; “Mencermati dan menganalisa munculnya gerakan-gerakan Tarbiyah dan peranannya dalam perpolitikan nasional bukanlah hal yang mudah. Salah satu sebabnya adalah gerakan yang muncul pada pertengahan tahun 1980-an ini -hingga berubah menjadi kekuatan nasional yang diperhitungkan- dirintis oleh pioner-pioner yang bukanlah merupakan figur-figur yang sebelumnya dikenal publik secara luas. Mereka itu tidak lain hanyalah anak-anak muda biasa yang berkeinginan untuk mengamalkan ajaran-ajaran keagamaan yang mereka yakini sebagai ajaran agama yang universal dan menyeluruh dengan sedikit upaya untuk memperluas kesadaran keagamaan itu dalam berbagai aspek kehidupan termasuk politik.”47 Terkait dengan partai politik, kegiatan tarbiyah sebagai kegiatan dakwah PKS, diberikan materi saluran politik yang bertujuan agar peserta tarbiyah dapat mengetahui hak-hak sosialnya dalam dunia politik, membandingkan beberapa saluran politik untuk melihat kelebihan, kesamaan, dan kekurangannya dengan objektif, memilih saluran politik dengan benar yang sesuai dengan aspirasinya, dan terlibat aktif untuk 47 Wawancara dengan Ketua Umum DPW PKS Prov.SUL-SEL, di Ruang wakil ketua DPRD Prov.SulSel pada hari rabu, tanggal 06 April 2011 Pkl.11.00 WITA 59 menyalurkan ide-idenya dalam memperbaiki masyarakat pada saluran politik yang dipilihnya. Eksistensi Partai Kader ini diperlihatkan dalam proses kaderisasi dan regenerasi dalam tubuh PKS yaitu dengan melaksanakan pelatihanpelatihan dan kegiatan-kegiatan/Daurah. Dari berbagai jenis daurah tarbiyah (sarana untuk membekali peserta tarbiyah dengan pengalaman untuk pengembangan keahlian dan pengetahuan), terdapat daurah yang merupakan kegiatan sosial-politik misalnya daurah penyelenggaraan/ pengawasan pemilu dan pengelolaan lembaga kemasyarakatan (RT, RW, Badan Desa, LSM).48 Sebagai partai yang mendeklarasikan dirinya sebagai partai kader, PKS memiliki sistem kaderisasi kepartaian yang sistematis dan metodik. Kaderisasi ini memiliki fungsi rekrutmen calon anggota dan fungsi pembinaan untuk seluruh anggota, kader dan fungsionaris partai. Fungsifungsi ini dijalankan secara terbuka melalui infra struktur kelembagaan yang tersebar dari tingkat pusat sampai tingkat ranting. Fungsionalisasi berjalan sepanjang waktu selaras dengan tujuan dan sasaran umum partai, khususnya dalam bidang penyiapan sumber daya manusia partai. Perekrutan dan pengkaderan PKS yang tetap mengandalkan gerakan Tarbiyah ini menunjukkan perkembangan yang sangat cepat. Jika pada awal terbentuknya (1998) partai ini baru memiliki kader 42.202 orang 48 Tim Kaderisasi 2004 60 maka pada 2004 pertumbuhan kader (inti maupun pendukung) berjumlah 394.190 orang. Artinya pertumbuhan kader yang dibangun selama lima tahun mencapai 834 persen. 49 Dari data tersebut penulis berpendapat bahwa pertumbuhan kader yang dibangun selama kurun waktu 5 tahun menunjukkan kualitas Partai Keadilan Sejahtera yang semakin kuat dengan kader yang dibina. Capaian itu menjadikan eksistensi PKS makin mendapat tempat dalam peta politik Indonesia. Dari perjalanan pengkaderan yang tidak singkat itulah kemudian membentuk pribadi-pribadi para kader PKS sebagai pribadi yang sangat patuh dan taat bukan hanya kepada Tuhannya tetapi juga kepada para pemimpin partainya selama instruksi yang diberikan adalah selaras dengan Al-Qur`an dan Sunnah yang jadi pedomannya. Salah satu keberhasilan tarbiyah yang dilakukan PKS terhadap kadernya sehingga menjadi taat secara total adalah pengambilalihan peran pendanaan partai yang biasanya oleh kaum kapitalis, bagi PKS menjadi tanggung jawab seluruh kader partai. Gerakan Lima Ribu Rupiah (GALIBU) dari para kader untuk mendanai aktifitas partai dapat diciptakan oleh Dewan Pimpinan Pusat PKS. Dalam konteks Indonesia yang dilanda krisis ekonomi gerakan GALIBU adalah indikasi militansi kader partai terhadap partainya. Dana yang terkumpul digunakan untuk mendanai 49 Reform Institue, Studi Monografi Partai Politik Partai Keadilan Sejahtera. Hal 80-81 61 berbagai gerakan-gerakan sosial dilakaukan oleh kader-kader PKS beserta para relawannya, seperti menerjunkan relawan ke daerah-daerah bencana, mengirimkan bantuan-bantuan sosial, mengadakan kegiatan pengobatan gratis untuk masyarakat, merupakan bentuk penetrasi politis kepada masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang nyata dan bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh salah satu kader Partai Keadilan Sejahtera yang juga menjadi pengurus DPW PKS Prov.Sul-Sel, yakni saudara Mahmuddin S.Sos bahwa; “Partai Keadilan Sejahtera adalah Partai Dakwah yang dalam aktivitas kesehariannya diupayakan selalu berada di jalan dakwah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak hanya dilakukan pada saat mendekati pemilu saja (seperti kebanyakan yang dilakukan oleh partai-partai lain), tidak mencari keuntungan politik semata, tapi untuk kepentingan masyarakat.”50 Dari pernyataan tersebut penulis beranggapan bahwa PKS berhasil membentuk kader-kadernya menjadi kader militan, intelektual tetapi berkarakter santun sehingga dapat diterima sebagian besar masyarakat sehingga akhirnya mampu mempertahankan keberadaan partainya dan dalam kurun waktu yang cukup singkat, hanya dalam 3 kali periode pemilu, PKS sudah mampu membuktikan kekuatan politik dan gerakannya, dengan menempatkan dirinya berada pada jajaran elit partaipartai yang lebih mapan dari segi pengalaman, kekuatan dana dan dukungan basis massa Islam yang lebih tersebar merata dan tradisional. 50 Wawancara dengan saudara Mahmuddin, S.Sos, di kantor DPW PKS Prov.Sulawesi Selatan, Senin 11 April 2011. 62 Dalam landasan filosofis Partai Keadilan Sejahtera itu, terdapat penegasan bahwa Islam merupakan kaca mata pandang untuk memahami realitas politik maupun untuk membangun strategi-strategi cerdas perjuangan politik. Partai ini hendak membuktikan kebenaran sebuah aksioma dalam dunia politik bahwa Islam merupakan agama universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan dengan berbagai dimensinya yang kompleks.51 Islam dalam konsepsi para aktivis PK tergambar dalam statemen berikut : “Islam adalah sistem yang hidup yang universal, mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, rahmat dan keadilan, kebudayaan dan perundang-undangan, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, usaha dan kekayaan, jihad dan dakwah, tentara dan fikrah, aqidah yang lurus dan ibadah yang benar. Keuniversalan itu sebagai inti dan pokok-pokok ajaran Islam yang bernilai perintah kepada kaum muslimin untuk diterapkan secara utuh. Islam adalah suatu tata hidup yang meliputi agama, politik, negara dan masyarakat.”52 Dari pernyataan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa Islam dalam konsepsi para aktivis Partai Keadilan Sejahtera adalah sebuah sistem hidup yang universal, mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, rahmat dan keadilan, kebudayaan dan perundang-undangan, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, usaha dan kekayaan, 51 Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera...., hlm.124 52 PK online dalam Landasan filosofis, dalam buku Ideologi Politik PKS hal.113 63 jihad dan dakwah, tentara dan fikrah, akidah yang lurus dan ibadah yang benar. Sejak awal berdirinya, partai jaringan dakwah kampus ini telah mendeklarasikan dirinya sebagai partai Islam. Lebih dari itu, partai ini mencanangkan dirinya sebagai partai dakwah, yakni partai yang mendedikasikan dirinya untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada semua orang dan merealisasikan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan. Dengan kata lain PK lahir untuk memperjuangkan kepentingan dan kejayaan Islam. Hal yang sama juga terjadi saat PK berubah nama menjadi PKS pada tahun 2002. PKS merupakan kontinuitas ideologi, pemikiran, serta dasar perjuangan PK. PKS sebagai partai dakwah menjadikan Islam sebagai ideologinya.53 Partai Keadilan Sejahtera memandang bahwa Islam bukan hanya sebagai agama namun juga sebagai ideologi. Ideologi inilah yang memuat suatu kepercayaan atau tata nilai yang diperjuangkan dan dijabarkan secara sadar oleh para pemeluknya dalam totalitas kehidupan, terutama jagad sosial politik. Ideologi berisi pemikiran dan konsep yang jelas mengenai Tuhan, manusia dan alam semesta serta kehidupan yang diyakini mampu menyelesaikan problematika kehidupan. Ideologi yang mengajarkan bahwa Islam dapat dijadikan pijakan dalam aktivitas politik yang menyediakan kejelasan arah bagi manusia, 53 Wawancara dengan Ketua Umum DPW PKS Prov.SUL-SEL, di Ruang wakil ketua DPRD Prov.SulSel pada hari Rabu, tanggal 06 April 2011 Pkl.11.00 WITA 64 mendorong, pembenaran dan dasar bagi aktivitas untuk bergerak menggulirkan agenda dan aksi-aksinya. Dalam wawancara dengan H. Andi Akmal Pasluddin, SP, MM, beliau menegaskan;54 “Setiap muslim berkewajiban untuk menciptakan tatanan kehidupan sesuai dengan ajaran Islam. Islam dipahami sebagai agama (Addin) yaitu tuntunan kehidupan dan penyerahan diri hanya pada Allah SWT; dan juga sebagai negara (ad-daulah) yaitu sebuah tata aturan mengelola kehidupan dalam konteks kekuasaan.” Dari wawancara diatas penulis berpendapat bahwa Partai Keadilan Sejahtera memandang Islam bukan hanya sebagai agama namun juga sebagai ideologi. Ideologi inilah yang memuat suatu kepercayaan atau tata nilai yang diperjuangkan dan dijabarkan secara sadar oleh para pemeluknya dalam totalitas kehidupan, terutama jagad sosial politik. Ideologi berisi pemikiran dan konsep yang jelas mengenai Tuhan, manusia dan alam semesta serta kehidupan yang diyakini mampu menyelesaikan problematika kehidupan. Ideologi yang mengajarkan bahwa Islam dapat dijadikan pijakan dalam aktivitas politik yang menyediakan kejelasan arah bagi manusia, mendorong, pembenaran dan dasar bagi aktivitas untuk bergerak menggulirkan agenda dan aksiaksinya. Melihat kebijakan dasar yang dirumuskan PKS sebagaimana tersebut diatas, penulis melihat tampak jelas adanya semangat yang kuat untuk menjadikan Islam sebagai dasar filosofis, sumber ide, landasan 54 Wawancara dengan Ketua Umum DPW PKS Prov.SUL-SEL, di Ruang wakil ketua DPRD Prov.SulSel pada hari Rabu, tanggal 06 April 2011 Pkl.11.00 WITA 65 nilai, perspektif berfikir, serta acuan pembuatan sistem dan aturan dalam rangka menyelesaikan masalah bangsa dan negara. Dari analisis diatas, jika dikaitkan dengan konsep tipologi partai politik berdasarkan Asas dan Orientasinya, menurut Ramlan Surbakti, penulismenggolongkan PKS sebagai Partai Politik Doktriner.55 Dimana PKS dengan jelas menunjukkan jati dirinya sebagai Partai Islam dan memiliki sejumlah agenda kegiatan yang kongkret sebagai wujud penjabaran ideologi Islam yang didoktrinasikannya. b. PKS dan Keterbukaan Ideologi Pada masa awal reformasi kepartaian, sistem pemilu yang diselenggarakan telah melahirkan pulihan partai politik yang memenuhi persyaratan electoral threhold. Disamping didorong oleh iklim demokrasi, munculnya partai-partai politik di indonesia juga tidak lepas dari karakteristik masyarakat Indonesia yang majemuk. Sebagaimana dikatan oleh John Furnival56 Masyarakat Indonesia atau Hindia belanda ketika itu merupakan masyarakat plural (plural society), yaitu suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen atau tatanan sosial yang hidup berdampingan satu sama lain. Hanya saja, sambung Furnival, di antara mereka itu tidak pernah bertemu di dalam suatu unit poltik. Namun realitas di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat yang majemuk itu pada 55 Ramlan surbakti, memahami Ilmu politik hal.121 56 Prof.Kacung Mrijan, Sistem Politik Indonesia “Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru Hal 60 66 akhirnya bergabung dalam suatu unit politik besar yang dinamakan partai politik. Realitas masyarakat Indonesia yang majemuk memberikan kontribusi yang besar bagi lahirnya partai politik dan sistem multipartai di Indonesia. Partai-partai politik yang lahir todak terlepas dari ikatan-ikatan kelompok yang kiuat, khususnya berkaitan dengan ideologi yang menjadi dasar perjuangan partai politiknya. Partai Keadilan Sejahtera dengan segala agenda politiknya dalam memperjuangkan Islam kerap kali beebenturan dengan asas-asas kemajemukan atau pluralisme yang memberikan pengakuan akan keabsahan perbedaan dan keragaman. Pluralisme menuntut penghormatan pada keberagaman, baik terkait dengan budaya, ras, bahasa, ideologi, agama maupun keyakinan. Asas pluralisme juga menuntut hak-hak politik dan persamaan didepan hukum bagi seluruh warga negara tanpa membedakan ras, jenis kelamani, golongan, maupun agama. Pluralisme menjadi sebuah pemikiran yang lebih bersikap pragmatis dalam menilai sesuatu dalam kehidupan berbangsa. Ada satu hal yang menarik, melihat kondisi perpolitikan nasional saat ini khususnya dalam Partai Keadilan Sejahtera yakni sikap inklusif yang ditunjukkan PKS. Sikap inklusif ini diperlihatkan oleh PKS dengan melakukan rekrutmen anggota dari orang-orang yang berlatar belakang non-tarbiyah. Bahkan pada pemilu 2004, partai PKS menjaring lebih dari 67 30 calon legislatif non muslim.57 Disamping itu, PK juga merekrut orangorang non muslim sebagai anggotanya. Hal ini memperlihatkan keterbukaan partai yang merupakan partai kader dan partai yang menjadikan islam sebagai ideologi politiknya. Sebagai partai dakwah yang mendasari langkah politiknya dengan ideologi islam, PKS mengagendakan pemberlakuan syari’at Islam sebagai hukum publik.58 Upaya ke arah itu dilakukan dengan memasukkan unsurunsur menguntungkan dakwah Islam dalam perbuatan perundangundangan, termasuk dalam pembuatan peraturan-peraturan daerah. namun hal ini menjadi salah satu aspek yang menimbulkan pandangan bahwa penerapan syari’at Islam menimbulkan diskriminasi kaum non muslim. Hal ini dibantah oleh Syamsari, SPt. MM sebagai ketua bidang kebijakan publik DPW PKS Prov.Sul-Sel;59 “PKS selalu menerapkan prinsip Syari’at Islam dalam setiap rumusan kebijakan. Namun harus tetap mengandung nilai kebersamaan, dan tetap menghormati keberagaman, sebab Islam menghargai pluralitas, At-Ta’addudiyyah (keragaman) adalah keniscayaan. Nabi sendiri tidak bisa mengislamkan munusia seluruhnya di muka bumi ini. Keragaman bagi kami adalah sebuah sunnatullah.” Dari wawancara tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa keragaman atau pluralitas adalah sebuah konsep yang telah dimaknai PKS dari sikap Rasulullah SAW dan menjadi sebuah konsep yang sudah 57 Fealy dan Bubalo, Jejak Kafilah, h. 112 58 M. Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS. Hal.228 59 Wawancara dengan Syamsari, SPt. MM di ruang Fraksi PKS DPRD Prov.Sul-Sel, pada hari Rabu, tanggal 06 April 2011 68 menjadi sebuah keharusan untuk tetap menghormati dan menghargai keragaman dalam kehidupan berbangsa. Realitas kehidupan adalah plural, oleh karena itu yang terpenting dalam sebuah interaksi sosial adalah tetap menjaga dan menghindari terjadinya distorsi komunikasi agar tidak terjadi kesalah pahaman. Selanjutnya Syamsari juga menegaskan, “PKS selalu mmmembangun komunikasi yang intens dengan berbagai pihak, dengan organisasi manapun, baik dengan kalangan Cina, dengan kalangan Hindu, maupun dengan organisasiorganisasi di luar Islam, PKS selalu menjalin komunikasi yang baik” Merespons keragaman ini, PKS memiliki rumusan yang konsep yang menjadi tujuan akhir Partai Keadilan Sejhatera yaitu terwujudnya Msyarakat Madani yang adil, sejahtera dan bermartabat. Tujuan didirikannya PK Sejahtera adalah terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridhai Allah SWT dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. PK Sejahtera menyadari pluralitas etnik dan agama masyarakat Indonesia yang mengisi wilayah beribu pulau dan beratus suku yang membentang dari Sabang hingga Merauke. ‘Masyarakat madani’. Inilah salah satu kata kunci untuk lebih memahami PKS. Pemahaman mengenai konsep Msyarakat madani juga dijelaskan oleh H.A.Akmal Pasluddin;60 “Masyarakat madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan negara.” 60 Wawancara dengan Ketua Umum DPW PKS Prov.SUL-SEL, di Ruang wakil ketua DPRD Prov.SulSel pada hari Rabu, tanggal 06 April 2011 Pkl.11.00 WITA 69 Dari penjelasan tersebut, nampak jelas Konsep Masyarakat Madani menjadi dasar Falsafah perjuangan yang dilakukan PKS, yakni ideologi tauhidullah. Maksudnya, mengesakan Tuhan. Dalam Politik, demokrasi dijadikan jalan yang disepakati bersama. Dalam ekonomi, ingin diterapkan model ekonomi egaliter atau equality opportunity. Di bidang sosial, jelas sekali ingin mewujudkan masyarakat madani. Dalam berbudaya, budaya pluralitas ini diinspirasi dari piagam madinah. Sebuah perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad ketika hijrah dari mekah ke Madinah.61 Pengertian dari masyarakat madani itu perlu dipadukan dengan konteks masyarakat Indonesia di masa kini yang terikat dalam ukhuwah Islamiyyah (ikatan keislaman), ukhuwah wathaniyyah (ikatan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyyah (ikatan kemanusiaan) dalam bingkai NKRI. Hal ini yang menjadi sebuah pemikiran baru dalam Partai Keadilan sejahtera. Dalam konteks penciptaan masyarakat madani itu yang memungkinkan bagi umat beragama untuk melaksanakan ajaran dan menghadirkan syariah Islam yang rahmatan lil alamin. Dalam wawancara dengan bapak H. Andi Akmal Pasluddin, SP bahwa :62 “PKS menawarkan gagasan tentang ”objektivikasi Islam”, atau persisnya ‘objektivikasi nilai-nilai Islam.Ini adalah sebuah gagasan 61 Platform kebijakan Pembangunan PKS, Hal. 62 Wawancara dengan Ketua Umum DPW PKS Prov.SUL-SEL, di Ruang wakil ketua DPRD Prov.SulSel pada hari Rabu, tanggal 06 April 2011 Pkl.11.00 WITA 70 atau bahkan konsep yang sangat menarik. Dalam perspektif PKS, objektivikasi nilai-nilai Islam adalah proses transposisi konsep atau ideologi dari wilayah personal-subjektif ke ranah publik objektif; dari ranah internal merambah ke wilayah eksternal, agar bisa diterima secara luas oleh publik sehingga terciptalah masyarakat madani.” Penulis berpendapat bahwa secara subjektif, setiap Muslim berkeinginan agar syariat Islam diterapkan oleh negara. Namun, keinginan subjektif tersebut agar dapat dimenangkan di wilayah publik mesti memenuhi kriteria-kriteria tertentu seperti: kesesuaian dengan konteks dari segi ruang dan waktu; memenuhi rule of the game; memenuhi prinsip pluralitas dan kehidupan bersama (non-diskriminatif) dan; resolusi konflik agar konsep dan ide tadi memenuhi prinsip keadilan publik. PKS dalam konteks pluralitas kebangsaan tetap menghormati dan menghargai adanya sikap keberagaman yang terdapat di Indonesia. Kemajemukan masyarakat adalah sebuah tantangan baru bagi PKS untuk mewujudkan cita-cita partai yakni terwujudnya masyarakat madani. Islam sebagai konsepsi dasar PKS dalam memandang permasalahan yang ada saat ini. Islam sebagai suatu Ide yang universal mencakup seluruh aspek kehidupan dan merupakan Rahmatan Lil Alamin di muka bumi ini menjadi sebuah konsep yang kuat bagi PKS dalam setiap aktifitas politiknya. Pluralisme dalam konsep Masyarakat Madani menunjukkan kuatnya Ideologi Islam dalam penerimaan PKS terhadap konsep-konsep kebangsaan yang beragam. Namun, penulis melihat terdapat kesan 71 ambigu yang sangat kental. Di satu wajah PKS mencitrakan diri sebagai partai inklusif dan bervisi kebangsaan, namun di wajah yang lain tampak kuat eksklusivisme Islam Ideologinya. Dari kenyataan ini memunculkan dua kemungkinan menyangkut penerimaan PKS terhadap pluralisme, Pancasila, dan demokrasi. Yang pertama yakni praktik PKS yang mengarah ke inklusivitas, dalam wujud koalisi PKS dengan berbagai partai nasionalis dan bahkan dengan partai berasas kristen. Dan yeng kedua, oleh khalayak politik PKS dimaknai dan dimaksudkan sebagai semata-mata “siasat” atau strategi sebagai sebuah pencarian titik temu yang serius. Menurut pendapat penulis, arus kerah moderasi yang nampak jelas pada PKS. Jika dalam konsep sistem kepartaian yang rumuskan oleh Giovanni Sratori63 yang melihat pada jarak ideologi diantara partaipartai politik yang ada di Indonesia, PKS digolongkan sebagai partai yang menganut sistem Kepartaian dengan model Pluralisme Moderat. Dimana terlihat adanya batas ideologi yang semakin tidak jelas diantara partai politik yang ada. Walaupun dalam PKS sendiri mereka masih menganggap citra mereka kedalam sistem kepartaian model pluralisme esktrem yang memperlihatkan eksistensi ideologi Islam dan sangat berbeda dengan partai sekuler atau nasionalis yang lain. Sangat disayangkan sekali, pernyataan ini dibantah oleh PKS sendiri. Oleh karena itu tidak bisa diingkari bahwa bagi sebagian besar berpendapat 63 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik Hal127 72 bahwa langkah-langkah yang dilakukan PKS adalah sebagai suatu langkah strategis demi kepentingan menaikkan suara pada pemilu berikutnya. 73 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan singkat sebelumnya mengenai Konsistensi Ideologi Partai Keadilan Sejahtera sesuai dengan rumusan masalah ada beberapa hal yang dapat disimpulkan penulis adlah sebagai berikut : Partai Keadilan Sejahtera merupakan penerus perjuangan Partai Keadilan yang kemudian melanjutkan aktivitasaktivitas dakwah melalui gerakan tarbiyah guna untuk memperkuat kualitas kader yang dimiliki Partai Keadilan Sejahtera. PKS dalam konteks pluralitas kebangsaan tetap menghormati dan menghargai adanya sikap keberagaman yang terdapat di Indonesia. Islam sebagai konsepsi dasar PKS dalam memandang permasalahan yang ada saat ini. Islam sebagai suatu Ide yang universal mencakup seluruh aspek kehidupan dan merupakan Rahmatan Lil Alamin. B. Saran Selain kesimpulan diatas penulis ingin memberiakan bebarapa saran berkaitan dengan Konsistensi Ideologi PKS, sebagai berikut: 74 Dalam Memperkuat kualitas kader yang dimiliki Partai Keadilan Sejahtera, hendaknya PKS lebih aktif menjaring kader melalui gerakan-gerakan dakwah yang sesuai dengan syari’at Islam sesuai dengan ideolologi islam yang menjadi dasar perjuangan PKS. Partai Keadilan Sejahtera sebagai Partai dakwah menjadikan ideologi islam sebagai dasar perjuangaan partai, dan menempatkannya sebagai acuan dalam melakukan aktivitasaktivitas politiknya. 75 DAFTAR PUSTAKA Aay Muhammad Furqon. Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer. Jakarta: Teraju. 2004 Al-Banna, Hasan. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Surakarta: Era Intermedia, 2008. Ambardi,Kusridho. Mengungkap Politik Kartel (Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009. Apter, David E. Pengantar Analisa Politik. 1988. Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1988. ________Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008. Eatwell Robert dan Anthony Wright, Ideologi Politik Kontemporer Gaffar, Affan. Politik Indonesia “Transisi Menuju Demokrasi”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Ichsanul, Amal. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: PT.Tiara Wacana, 1996. Kamaruddin. Ada Apa Dengan Partai Keadilan Sejahtera (Catatan Dari Warga Universitas Indonesia). Jakarta: Pustaka Nauka. Kencana, Inu, dan Azhari. Sistem Politik Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005. Lijphart, Arend. Democracy in Plural Societies, A Comparative Exploration. Yale University, 1977. 76 Madjid, Nurcholish. Islam, Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992. Mandan, Arif Mudatsir. Krisis Ideologi (Catatan tentang ideologi Politik Kaum Santri, Studi Kasus Penerapan Ideologi Islam PPP). Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2009. Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia “Konsolidasi Demokrasi PascaOrde Baru). Jakarta: Kencana, 2010. Mas’oed. Muhtar, dan Colin MacAndrews (editor). Perbandingan Sistem Politik. Yoyakarta: Gajah Mada University Press, 2001. Matta, Anis. Integrasi Politik dan Dakwah. Sekretariat Jenderal Bidang Arsip dan Sejarah DPP Partai Keadilan Sejahtera bekerja sama dengan Arah Press. _____, Menikmati Demokrasi. Bandung: Fitrah Rabbani, 2010 Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, disusun oleh Majelis Pertimbangan Pusat Partai Keadilan Sejahtera Tahun 2007. Rahmat, M.Imdadun. Ideologi Politik PKS. Yogyakarta: PT. LKS Printing Cemerlang, 2009. Sartori, Giovanni. Parties and Party Systems: A Framework for Analysis. Vol.1. New York: Cambridge University, 1976. Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992. http://urgensi-perbeda ideologi dalam partia politik « Inspirasi's Blog.html. (diakses pada tanggal 02 Februari 2011) http://Bahaya Partai Terbuka « Sebuah Catatan Perjuangan.html (diakses pada tanggal 02 Februari 2011). http://PKS_DITENGAH_RIVALITAS_PARTAI-PARTAI_POLITIK.html. (diakses pada tanggal 15 Februari 2011) http://sistem-kepartaian-dan-partai-politik.html (diakses pada Tanggal 16 Februrari 2011) 77