HUBUNGAN PENGGUNAAN INJEKSI DEPOT-MEDROXYPROGESTERONE ACETATE (DMPA) DENGAN KADAR ESTRADIOL PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Oleh: Esti Widiasari S 561007001 Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta 2016 i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas (Prawirohardjo, 2006). Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 1999, menjelaskan bahwa pembuatan program Keluarga Berencana (KB) dengan penggunaan kontrasepsi meningkatkan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat atau angka kematian ibu dan bayi, mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera yang merupakan sumber daya manusia dengan mengendalikan kelahiran dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk Indonesia. Ada banyak pilihan dalam penggunaan kontrasepsi salah satunya dengan penggunaan injeksi atau biasa disebut KB suntik. BKKBN (1999), alat kontrasepsi berupa cairan yang berisi hanya hormon Progesteron disuntikkan ke dalam tubuh wanita secara periodik. Bazad (2002), menjelaskan bahwa kontrasepsi injeksi adalah alat kontrasepsi yang disuntikkan kedalam tubuh dalam jangka waktu tertentu kemudian masuk ke pembuluh darah diserap sedikit demi sedikit oleh tubuh yang berguna untuk mencegah kemungkinan timbulnya kehamilan. Kontrasepsi injeksi mudah digunakan, sehingga tidak perlu dilakukan setiap hari. Dalam penggunaan ii kontrasepsi injeksi ini tidak banyak di pengaruhi kelalaian atau faktor lupa dan sangat praktis. Kontrasepsi injeksi mengandung hormon Progesteron yang dapat meningkatkan kuantitas air susu pada ibu yang menyusui, sehingga kontrasepsi injeksi sangat cocok pada ibu menyusui. Konsentrasi injeksi di dalam air susu ibu sangat kecil dan tidak di temukan adanya efek hormon pada pertumbuhan serta perkembangan bayi. Depot-Medroxyprogesterone medroxyprogesterone Acetate yang digunakan untuk (DMPA) yaitu 6-alfa- tujuan kontrasepsi injeksi, mempunyai efek progesterone yang kuat dan efektif (Winknjosastro, 2005). DMPA merupakan suspense cair yang mengandung kristal – kristal mikro, dan merupakan turunan progesterone. Banyaknya penjelasan dan manfaat dari injeksi KB ternyata terdapat masalah dalam penggunaannya (Li, et al 2012) yang dikutip dari Cancer Research Journal edisi 15 April 2015 menjelaskan bahwa penggunaan kontrasepsi injeksi Progesteron (150 mg Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan 200 mg Depo Norestisteron Enantat) selama 12 bulan atau lebih dapat melipat gandakan risiko terkena kanker payudara. Penelitian dari Apriliasari (2009), menjelaskan bahwa penggunaan KB hormonal dapat menyebabkan terjadinya risiko kanker payudara. Penelitian yang sama juga menjelaskan bahwa penggunaan KB hormonal tidak menyebabkan peningkatan kanker payudara. Selain itu Saphiro, (2000) menjelaskan risiko penggunaan alat kontrasepsi suntik progestin dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko iii terkena kanker. Progestin dapat menstimulasi perkembangan jaringan epitel dari sel payudara, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Menurut Saifuddin (2003) komposisi suntik progestin terdiri dari 150 mg Depot-Medroxy progesterone Acetaet dan 200 mg Depo Norestisteron Enantat. Dengan komposisi dan penggunaan secara berkepanjangan maka akan menyebabkan terjadinya risiko kanker payudara. WHO (2012), menjelaskan bahwa kanker payudara telah menduduki peringkat pertama penyakit kanker pada wanita dengan 1,67 juta kasus baru. Dalam penyebaran kasusnya, negara berkembang memiliki jumlah kasus yang tinggi dibandingkan dengan negara maju dengan 883.000 dibandingkan 790.000 kasus dan menduduki peringkat ke lima dalam jumlah kematiannya yaitu 522.000 kasus (WHO, 2012). Data di Indonesia menurut WHO (2012), menjelaskan bahwa tedapat 48.998 kasus dengan jumlah kematian 19.750 kasus. Dari ulasan diatas, dapat diketahui bahwa adanya hubungan penggunaan Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi dapat mempengaruhi kadar estradiol dalam darah. Sehingga meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Karena semakin meningkatnya angka kejadian kanker payudara, diharapkan dengan upaya menurunkan kadar estradiol dengan menghindari ataupun membatasi penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dapat menurunkan angka kejadian Kanker Payudara. B. Rumusan Masalah iv Apakah terdapat hubungan penggunaan injeksi Depot- Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dengan kadar estradiol pada penderita kanker payudara. C. Tujuan Penelitian Mengetahui adanya hubungan penggunaan injeksi Depot- Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) terhadap kadar estradiol pada penderita kanker payudara. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberikan tambahan informasi tentang pengaruh penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dengan kadar estradiol pada penderita kanker payudara. 2. Manfaat Klinis Sebagai salah satu pertimbangan untuk menurunkan angka resiko terkena kanker payudara, dengan menurunkan kadar estradiol dengan cara mengurangi ataupun membatasi penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) v BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi adalah usaha – usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan, dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual (Sarwono 1999, Bari 2010). Macam – macam kontrasepsi hormonal yaitu kontrasepsi kombinasi (pil kombinasi, suntikan kombinasi) dan kontrasepsi progestin (kontrasepsi suntikan progestin, pil progestin, dan implant) (Sarwono 1999, Bari 2010). Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode kontrasepsi yang paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi. Jenis hormon yang terkandung dalam kontrasepsi hormonal adalah jenis hormon sintetik, kecuali yang terkandung dalam Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA), yang jenis hormonnya adalah jenis progesteron alamiah. Kontrasepsi hormonal dapat diberikan secara oral, berupa suntikan/injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) secara sendiri maupun kombinasi dengan estrogen, atau sebagai penambah efek pada alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) maupun sebagai alat kontrasepsi bawah kulit berupa implan/ susuk. 1.1 Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) yaitu 6 Alfa- Medroxyprogesterone yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, mempunyai efek progesteron yang kuat dan sangat efektif (Wiknjosastro, 2005). vi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) merupakan suspensi cair yang mengandung kristal-kristal mikro Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan merupakan turunan progesterone (Coad dan Dunstall, 2006) Progesteron merupakan hormon steroid kelamin alamiah yang diproduksi di tempat yang sama dengan estrogen (Ganong 1995). Progesteron adalah hormon wanita lain dalam tubuh dengan efek progestogenik. Progesterone bertanggung jawab pada perubahan endometrium pada paruh kedua siklus mestruasi. Progesterone menyiapkan lapisan uterus (endometrium) untuk penempatan telur yang telah dibuahi dan perkembangannya, dan mempertahankan uterus selama kehamilan (Ganong 1995, Sarwono 1999). Fungsi utama progesteron adalah untuk menstimulasi perkembangan endometrium (lining uteri lapisan dalam rahim) dan kelenjar payudara jika terjadi kehamilan. Pada hari ke 14 siklus menstruasi,folikel terlepas atau pecah dan melepaskan telur (ovulasi). Telur masuk ke tuba fallopi tempat sel telur akan dibuahi. Walaupun progesteron tidak merangsang ovulasi akan tetapi mempengaruhi motilitas tuba fallopi dan mempengaruhi lingkungannya sehingga sesuai untuk transport ovum (Ganong 1995, Sarwono 1999). Dalam pengaruh LH folikel berubah menjadi korpus luteum. Korpus luteum terus memproduksi estrogen dan mulai menginduksi progesteron. Progesteron sangat diperlukan untuk perkembangan dari endometrium ( implantasi dari telur yang sudah dibuahi), dan memacu kelenjar mamma (Ganong 1995, Sarwono 1999). Jika tidak terjadi pembuahan pada minggu ke 3 siklus menstruasi, korpus luteum mengecil dan produksi hormon berhenti. Karena keberadaan endometrium sangat tergantung pada estrogen dan progesteron maka ketika sekresinya berhenti terjadilah perdarahan (menstruasi) (Ganong 1995). 1.1.1 Macam-macam kontrasepsi suntikan Progesteron 1. Depot-Medroxyprogesterone mengandung 150 mg Depot- Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) diberikan 3 bulan sekali dengan cara disuntikkan intramuscular (IM). vii 2. Depo Noretisteron Enantat mengandung 200 mg Norentindron Enantat diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntikkan intramuscular (IM). Keunggulan utama suntik progesterone adalah kesederhanaan cara pemberian serta durasi kerja yang lama. Jadwal penyuntikan setiap 3 bulan lebih banyak diminati, sedangkan interval yang lebih singkat kurang begitu disukai. Pada pemakaian jangka panjang, Amenore menjadi hal yang menonjol. Efek suntik Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) mungkin memerlukan waktu beberapa bulan setelah penyuntikan terakhir sebelum benar benar hilang, sehingga terjadi penundaan pemulihan kesuburan yang lamanya sulit diperkirakan. Secara kimia, progesteron dibagi menjadi 2 kelompok: 1. Derivat progesteron: hidroksiprogesteron, medroksiprogesteron (depoprovera), megestrol, dan didrogesteron. 2. Derivat testosteron: noretisteron (deponoristrerat), tibolon, norgestrel, linestrenol, desogestrel, gestoden dan alilestrenol. Semua zat ini memiliki efek androgen kecuali Alilestrenol. Linestrenol, Noretisteron dan Tibolon berefek estrogen. Norgestrel, Desogestrel dan Gestoden memiliki efek antiestrogen yang kuat, begitu juga dengan Noretisteron, Linestrenol, Megestrol dan Medroksiprogesteron tetapi lebih lemah (Ganong 1995). 1.1.2 Farmakokinetik Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) tersedia dalam sediaan mikrokristaline atau cair. Setelah 1 minggu penyuntikkan 150 mg, tercapai kadar puncak, lalu kadarnya tetap tinggi untuk 2-3 bulan selanjutnya menurun kembali. Ovulasi mungkin sudah timbul setelah 73 hari penyuntikkan tetapi umumnya ovulasi baru timbul kembali setelah 4 bulan atau lebih. Pada pemakaian jangka lama tidak terjadi efek akumulatif dari Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dalam darah(Ganong 1995). Mekanisme kerja Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) 1. Primer viii Mekanisme kerja primer dari kontrasepsi suntikan Depot- Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) adalah mencegah ovulasi. Kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon) menurun. Respon kelenjar hipofise terhadap gonadotropin releasing hormon eksogenous tidak berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi di hipotalamus daripada di kelenjar hipofise (Hartanto, 2003). Pada pemakaian Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA), endometrium menjadi tipis dan atrofi dengan kelenjar kelenjar yang tidak aktif. Dengan pemakaian jangka lama, endometrium menjadi semakin tipis. Perubahan tersebut akan kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah penyuntikkan Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) yang terakhir (Hartanto, 2003). 2. Sekunder Mekanisme kerja sekunder kontrasepsi suntik Depot- Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) adalah sebagai berikut: a. Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga merupakan barrier yang baik untuk spermatozoa. b. Membuat endometrium menjadi kurang baik sebagai tempat nidasi dari ovum yang sudah dibuahi. c. Mempengaruhi kecepatan transport ovum di dalam tuba falopii. 1.1.3 Indikasi 1. Usia reproduksi. 2. Nulipara dan yang telah memiliki anak. 3. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektifitas tinggi. 4. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai. 5. Setelah abortus. 6. Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi. 7. Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit. 8. Menggunakan obat epilepsi. ix 9. Tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung estrogen. 10. Sering lupa menggunakan kontrasepsi pil. 11. Anemia defisiensi besi. 12. Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan kontrasepsi pil kombinasi(Saiffudin,2006). 1.1.4 Kontraindikasi 1. Hamil atau diduga hamil. 2. Perdarahan akibat kelainan ginekologi atau perdarahan dari liang senggama yang tidak diketahui penyebabnya. 3. Adanya tanda-tanda tumor/ keganasan. 4. Adanya riwayat penyakit jantung, hati, tekanan darah tinggi, kencing manis (penyakit metabolisme), paru berat. 1.1.5 Keuntungan 1. Sangat efektif. 2. Pencegahan kehamilan jangka panjang. 3. Tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri. 4. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah. 5. Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI. 6. Sedikit efek samping. 7. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik. 8. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai premonopause. 9. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik. 10. Menurunkan kejadian penyakit radang panggul. 11. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul. 12. Menurunkan krisis anemia bulan sabit. 1.1.6 Kerugian x 1. Sering ditemukan gangguan haid, seperti siklus haid yang memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting) dan tidak haid sama sekali. 2. Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan. 3. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya. 4. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering. 5. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual, hepatitis, HIV. 6. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian. 7. Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya kerusakan/ kelainan pada organ genitalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan). 8. Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang. 9. Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang. 10. Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi, sakit kepala, dan jerawat. 2. Estradiol Estradiol adalah hormon seks yang ada pada pria dan wanita, dan merupakan bentuk yang paling penting dari estrogen pada manusia. Estradiol adalah hormon seks yang ada pada pria dan wanita, dan merupakan bentuk yang paling penting dari estrogen pada manusia. Pada wanita memainkan peran kunci dalam pengembangan dan fungsi system reproduksi, serta pertumbuhan tulang tertentu. Hal ini juga mengatur distribusi lemak tubuh pada wanita dan merupakan hormon utama yang bertanggung jawab atas fakta bahwa rata-rata perempuan lebih pendek dari laki-laki. Kedua ovarium dan kelenjar adrenal memproduksinya. Siklus menstruasi pada wanita melibatkan variasi yang dapat diprediksi pada beberapa tingkat hormon, dengan estradiol menjadi salah satunya. Hal ini xi terlibat dalam proses ovulasi dan mempersiapkan lapisan dalam rahim untuk implantasi, setelah telur dibuahi. Tes tertentu dilakukan pada primata telah menunjukkan bahwa hormon itu juga memainkan peran yang terus menerus dalam mempertahankan kehamilan, membantu bertahan untuk periode kehamilan penuh. Sebagai hormon seks, juga memacu perkembangan dari sistem reproduksi yang dimulai pada masa pubertas. Hal ini terjadi selam masa reproduksi, dan menurun selama dan setelah menopause. Penurunan estradiol menyebabkan banyak gejala menopause, seperti hot flashes dan berkeringat di malam hari, kekeringan pada vagina, dan hilangnya massa tulang yang dapat menyebabkan osteoporosis. Hormon estrogen adalah hormon seks yang diproduksi oleh ovarium untuk merangsang pertumbuhan organ seks, seperti; payudara dan rambut pubik; mengatur siklus menstruasi. Hormon estrogen juga menjaga kondisi kesehatan dan elastisitas dinding vagina, serta memicu produksi cairan vagina. Mereka juga berperan menjaga tekstur dan fungsi payudara (Ganong 1995, Sarwono 1999). Pada perempuan hamil, hormon estrogen membuat puting payudara membesar, dan merangsang pertumbuhan kelenjar ASI. Selain itu, hormon estrogen juga memperkuat dinding rahim saat terjadi kontraksi menjelang persalinan. Namun, hormon estrogen juga akan melunakkan jaringan-jaringan tubuh, sehingga jaringan ikat dan sendi-sendi tubuh menjadi lemah (tidak kuat menyangga tubuh untuk sementara waktu). Akibatnya, ibu hamil kerap mengalami sakit punggung (Ganong 1995, Sarwono 1999). Banyak senyawa steroid dan non steroid baik alami maupun sintetik , yang mempunyai aktivitas estrogenik. Selain struktur intinya juga terdapat perbedaan dalam hal potensi estrogeniknya dan lama kerjanya; 17-β estradiol adalah estrogen alami paling poten kemudian disusul estrol dan estriol paling lemah, sedangkan etinilestradiol merupakan estrogen sintetik paling poten (Ganong 1995, Sarwono 1999). Fungsi Estradiol mempertahankan organ reproduksi dan memfasilitasi proses pembuahan pada wanita. Pada kedua jenis kelamin, Estradiol berperan dalam melindungi jantung, tulang, dan otak. Sementara tingkat estrogen turun xii drastis pada wanita setelah mengalami menopause, dan naik sedikit pada laki-laki ketika usia laki-laki mulai tua. Oleh karena itu, Estradiol dikaitkan dengan beberapa penyakit yang cenderung terjadi pada usia lanjut. Estradiol memiliki beberapa fungsi yang berbeda pada kesuburan wanita. Pertama, membantu untuk membangun dan melindungi lapisan saluran tuba, vagina, dan rahim. Banyak wanita yang mengalami masalah kesuburan karena memiliki tingkat Estradiol rendah. Kedua, Estradiol mempertahankan oosit, atau sel telur, pada ovarium. Oosit sehat menyebabkan embrio yang sehat. Hanya oosit terbaik yang dipilih pada setiap periode ovulasi akan dirilis dan mungkin dibuahi. Saat perkembangan jaringan, Estradiol tampaknya membantu melindungi wanita dari penyakit jantung dengan meningkatkan kadar HDL, kolesterol baik dalm tubuh. Ketika kadar hormon menurun pada wanita pascamenopause, resiko penyakit jantung meningkat. Estradiol juga membantu melindugi kepadatan tulang pada pria dan wanita dengan menghambat penyerapan kalsium dalam tulang. Pada pria dengan kadar hormon Estradiol yang rendah akan lebih rentan terhadap patah tulang pinggul. Kanker juga telah dikaitkan dengan perubahan tingkat Estradiol baik pada pria dan wanita. Untuk laki-laki dengan produksi Estradiol meningkat dengan bertambahnya usia mereka, hormon ini semakin meningkatkan resiko terkena kanker prostat. Pada wanita, Estradiol berhubungan dengan kanker payudara, kanker endometrium, dan kanker dinding rahim. Pria dengan usia lebih tua akan terjadi perubahan saat terjadi perubahan keseimbangan hormon Estradiol. Tingkat testosteron yang beredar tidak cukup lagi untuk memblokir kelebihan hormon Estradiol. Wanita yang telah berhenti menstruasi, tidak dapat lagi mengatasi Estradiol yang berlebih sehingga akan menumpuk. Beberapa pria dan wanita memutuskan untuk terapi hormon, untuk membantu mengurangi resiko terkena penyakit ini. 2.2.1 Farmakokinetik Berbagai jenis estrogen dapat diberikan oral, parenteral, transdermal ataupun topical. Karena sifat lipofiliknya absorpsi per oral baik. Ester estradiol xiii dapat diberikan IM, bervariasi mulai dari beberapsa hari sekali sampai 1 bulan sekali. Pemberian transdermal (transdermal patch) yang diganti setiap 1-2 kali seminggu umumnya berisi estradiol yang absorpsinya terjadi secara kontinu melalui kulit (Ganong 1995). Umumnya etinilestradiol, konjugasi estrogen, ester estron, dietilstilbestrol, diberikan oral. Estradiol oral, absorpsi cepat dan lengkap, mengalami metabolism lintas pertama di hepar yang ekstensif, substitusi etinil pada atom C17 dapat menghambat proses tersebut. Preparat orang lain, conjugated equine estrogen (ester sulfat dari estron), equilin, senyawa alami lain yang dihidrolisis oleh enzim di intestine bagian bawah hingga gugus sulfat terlepas dan estrogen di absorpsi di intestine (Ganong 1995). Transdermal estradiol patch. Pengelepasan hormon berlangsung lambat. kontinyu, di distribusi sistemik, kadar dalam darah lebih konstan daripada per oral. Cara pemberian ini juga tidak menyebabkan kadar tinggi dalam darah yang dapat mencapai sirkulasi portal, mungkin inilah yang menyebabkan efeknya pada profil lipid berbeda (Ganong 1995). Absorpsi estradiol valerat atau estradiol sipionat setelah pemberian dosis tunggal IM, berjalan lambat sampai beberapa minggu, karenanya pemberiannya 14 minggu sekali. Di dalam darah umumnya estrogen alami terikat globulin pengikat hormone kelamin steroid (sex steroid-binding globulin, SSBG) dan sedikit terikat albumin (Ganong 1995). 2.2.2 Sediaan dan Dosis Pemberian dilakukan melalui penyuntikan intramuscular dalam di region gluteus (atau kadang-kadang di deltoid, terutama pada orang yang sangat gemuk). Tempat penyuntikan jangan dipijat karena tindakan ini kadang-kadang menyebabkan depot menyebar sehingga kadar awal dalam darah lebih tinggi dan lama kerja menjadi lebih singkat. Dosis Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) yang dianjurkan adalah 150 mg dan Noretisteron Enantat adalah 200mg. xiv 2.2.3 Indikasi Kontrasepsi. Estrogen sintetik paling banyak digunakan untuk kontrasepsi oral dalam kombinasi dengan progestin (Bari 2010, Ganong 1995). Menopause. Pada usia sekitar 45 tahun umumnya fungsi ovarium menurun. Terapi pengganti estrogen dapat mengatasi keluhan akibat gangguan vasomotor, antara lain hot flushes, vaginitis atropikans dan mencegah osteoporosis (Bari 2010, Ganong 1995). Vaginitis Senilis atau Atropikans. Radang pada vagina ini sering berhubungan dengan adanya infeksi kronik pada jaringan yang mengalami atrofi. Dalam hal ini, estrogen lebih berperan untuk mencegah daripada mengobati (Bari 2010, Ganong 1995). Osteoporosis. Keadaan ini terjadi karena bertambahnya resorpsi tulang disertai berkurangnya pembentukan tulang. Pemberian estrogen dapat mencegah osteoporosis berkelanjutan atau dapat pula diberikan estriol (Bari 2010, Ganong 1995). Karsinoma Prostat. Karena estrogen menghambat sekresi androgen secara tidak langsung maka hormon ini digunakan sebagai terapi paliatif karsinoma prostat (Bari 2010, Ganong 1995). 3. Kanker Payudara Jumlah penderita kanker payudara di seluruh dunia terus mengalami peningkatan, baik di negara barat maupun di Asia. Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama bagi perempuan di seluruh dunia . Faktor insiden usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun (DeVita 2008). Insiden kanker adalah banyaknya kasus kanker baru per 100.000 penduduk dalam suatu wilayah tertentu, umumnya dalam waktu tahun tertentu. Untuk Indonesia, kita belum tahu pasti berapa besarnya insidens kanker itu, tetapi xv Indonesia masuk dalam wilayah yang insidens kankernya rendah. WHO memperkirakan insidens kanker di Indonesia ialah 180 per 100.000. 3.1 Faktor Resiko Etiologi kanker payudara masih belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor resiko diduga berhubungan dengan : a. Riwayat keluarga b. Terjadi perubahan gen (BRCA-1 dan BRCA-2) c. Riwayat pernah menderita tumor payudara, organ ginekologis d. Riwayat pemakaian obat estrogen dosis tinggi pada kehamilann e. Haid dini, menopause yang lambat f. Kehamilan pertama setelah usia > 30 tahun g. Wanita yang tidak memiliki anak h. Riwayat pemaparan DES ( Diethylstilbestrol) sebelum lahir i. Faktor lingkungan (konsumsi alkohol, rokok, terpapar sinar UV, obat/kimia, obesitas). (Suyatno 2009) Karsinogenesis tergantung pada : (Otto, 2003) a) Agen pencetus (karsinogen) : Dapat berupa kimia, biologik, atau agen fisik yang dapat secara permanen, langsung, dan irreversibel mengubah struktur molekuler komponen genetik sel. b) Agen pemberat (kokarsinogen) : mengubah ekspresi informasi genetik sel dan meningkatkan transformasi seluler termasuk xvi hormon dan obat. Agen pemberat bersifat reversibel dan efeknya temporer. c) Karsinogen komplet : memiliki baik sifat pencetus maupun pemberat dan dapat menginduksi kanker pada dirinya sendiri misalnya radiasi. d) Agen pembalik : menghambat efek agen pemberat dengan merangsang jalur metabolik pada sel yang merusak karsinogen atau dengan mengubah mengubah potensi permulaan karsinogen. e) Onkogen : Suatu gen yang telah mengembangkan kontrol pertumbuhan dan memperbaiki jaringan termasuk protoonkogen, bagian dari DNA yang mengatur proliferasi dan perbaikan sel normal, dan antionkogenesis, bagian dari DNA yang menghentikan pembelahan sel. f) Progresi : perubahan pada tumor dari status praneoplastik atau derajat malignasi rendah menjadi pertumbuhan cepat, dan tumor virulen. g) Heterogenitas : Mengacu pada perbedaan di antara sel-sel individual di alam tumor misal komposisi genetik, laju pertumbuhan, reseptor hormon, dan kerentanan terapi antineoplastik. Derajat heterogenitas meningkat sesuai peningkatan ukuran tumor. h) Transformasi : Proses multitahap sel menjadi secara progresif berdiferensiasi setelah pemajanan xvii pada agen pencetus. Transformasi diakibatkan oleh perubahan genetik sel yang mengacaukan kontrol proliferasi sel. Terdapat teori karsinogenesis dalam pembentukan kanker. Teori Berenblum menyatakan bahwa kanker terjadi sebagai akibat dari dua kejadian yang berbeda yaitu pencetusan (inisiasi) dan pemberat (promosi). Inisiasi terjadi lebih dahulu dan diyakini menjadi cepat dan bersifat mutasi. Kejadian kedua meliputi agen pemberat dan efeknya umumnya diyakini mencakup perubahan pada pertumbuhan sel, transpor, dan metabolisme. Tanpa promosi, inisiasi tidak akan mengakibatkan perubahan sel berarti. Promosi dapat terjadi secara singkat setelah inisiasi atau lebih lama dalam kehidupan individu. Inisiasi menimbulkan perubahan pada sel, tetapi kanker tidak akan terjadi sampai sel dipengaruhi oleh satu atau banyak agen promosi. (Otto, 2003) Macam-macam agen pemberat : a) Hormon : hormon memperberat proses karsinogenik dengan membuat sel sensitif terhadap karsinogenik atau mengubah pertumbuhan tumor yang terjadi. b) Kimia : Karsinogen kimia meliputi senyawa atau elemen yang mengubah DNA. Karsinogen kimia lingkungan dimulai dari pengawet makanan sampai polutan atmosfer. xviii c) Virus : Virus dianggap memiliki kontribusi karsinogenesis pada manusia dengan menginfeksi DNA pejamu, mengakibatkan mutasi sel. d) Radiasi : Radiasi tampaknya merangsang karsinogenesis dengan merusak DNA rentan, menghasilkan perubahan pada struktur DNA dan mengakibatkan kematian sel, perubahan sel secara permanen, serta sel keluar dari mekanisme kontrol normal. e) Sistem Imun : Imunitas manusia terhadap penyakit maligna adalah suatu fungsi faktor humoral dan faktor selular. (Otto, 2003) 3.2. Patofisiologi Beberapa jenis kanker payudara sering menunjukkan disregulasi hormone HGF dan onkogen Met, serta ekspresi berlebih enzim PTK-6. 3.2.1. Transformasi Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. 3.2.1.1. Fase Inisiasi Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik xix dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan. Progesteron, sebuah hormon yang menginduksi ductal side-branching pada kelenjar payudara dan lobualveologenesis pada sel epitelial payudara, diperkirakan berperan sebagai aktivator lintasan tumorigenesis pada sel payudara yang diinduksi oleh karsinogen. Progestin akan menginduksi transkripsi regulator siklus sel berupa siklin D 1 untuk disekresi sel epitelial. Sekresi dapat ditingkatkan sekitar 5 hingga 7 kali lipat dengan stimulasi hormon estrogen, oleh karena estrogen merupakan hormon yang mengaktivasi ekspresi penyerap progesteron pada sel epitelial. Selain itu, progesteron juga menginduksi sekresi kalsitonin sel luminal dan morfogenesis kelenjar. 2.2.1.2. Fase Promosi Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen). 3.2.2. Fase Metastasis Metastasis menuju ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi pada kanker payudara, beberapa diantaranya disertai komplikasi lain seperti symptom hiperkalsemia, pathological fractures atau spinal cord compression. xx Metastasis demikian bersifat osteolitik, yang berarti bahwa osteoklas hasil induksi sel kanker merupakan mediator osteolisis dan mempengaruhi diferensiasi dan aktivitas osteoblas serta osteoklas lain hingga meningkatkan resorpsi tulang. Terdapat 3 hormon yang mempengaruhi payudara yakni estrogen, progesteron dan prolaktin, yang menyebabkan jaringan glandular payudara dan uterus mengalami perubahan selama siklus menstruasi. Karsinoma ductal in situ (DCIS) merupakan tipe paling sering dari noninvasive breast cancer. 3.3. Anamnesis Anamnesis yang lengkap mengenai riwayat keluarga, riwayat haid, keadaan pada masa menopause, riwayat menjalani bedah ginekologik, operasi payudara, riwayat reproduktif, pemakaian preparat hormonal. (Schrock T 1998 & Nealon T 1996). 3.4. Pemeriksaan Fisik Untuk inspeksi , pasien diminta duduk tegak atau berbaring. Kemudian diperhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, benjolan, lekukan, retraksi, adanya kulit seperti kulit jeruk (peau d’orange), ulkus. Dengan lengan diangkat lurus ke atas kelainan terlihat lebih jelas. Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien xxi yang berbaring dengan bantal tipis di punggung sehingga payudara terbentang rata. Setelah seluruh payudara diperiksa, areola mammae di inspeksi untuk melihat adakah tanda retraksi pada puting payudara, kemudian dipalpasi untuk mencari adakah massa di sekitar areola dan periksa adakah cairan yang keluar dari papila mammae. Juga tidak ketinggalan palpasi kelanjar getah bening leher, supraklavikula, infraklavikula, ketiak. (Schrock T 1998 & Nealon T 1996) 3.5 Klasifikasi Karsinoma Mammae Klasifikasi carcinoma mammae berdasar gambaran histologi : (Mahotra, 2010) a) Non Invasif 1) Carcinoma duktus in situ (DCIS) Pola arsitekturnya, antara lain tipe solid, kribiformis, papilaris, mikopapilaris, dan clinging. Secara makroskopis, DCIS dapat menghasilkan suatu massa keras yang terdiri atas struktur-struktur seperti tali dan massa nekrotik. 2) Carcinoma lobulus in situ (LCIS) LCIS tidak menghasilkan lesi yang dapat diraba dan tidak terlihat pada mammografi. Kondisi ini biasanya merupakan temuan patologik insidental. Selsel abnormal dari hiperplasia lobular atipik, carcinoma lobular insitu dan carcinoma lobular invasif adalah identik, terdiri dari sel-sel kecil dengan inti yang oval atau bulat dan anak inti yang kecil serta tidak berdekatan satu sama lain. b) Invasif xxii 1) Carcinoma duktus invasif Carcinoma jenis ini merupakan bentuk yang paling umum ditemukan sekitar 6580 dari carcinoma mammae. Secara histologis, jaringan ikat padat tersebar berbentuk sarang. Sel berbentuk bulat sampai poligonal, bentuk inti kecil dengan sedikit gambaran mitosis. Pada tepi tumor, tampak sel kanker mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar seperti sarang. Secara makroskopis tumor berupa massa infiltratif berwarna putih-keabuan yang teraba keras seperti batu dan berpasir. Gurat kapur putih kekuningan merupakan ciri khas carsinoma ini dan dapat terjadi akibat deposit jaringan elastik (elastosis) di sekitar duktus di daerah yang terkena. Fibrosis dapat luas (desmoplasia) dan menghasilkan suatu carcinoma tipe keras (scirrhous). Gambaran morfologinya berbeda-beda dari kasus ke kasus dan sering strukturnya kurang teratur berhubungan dengan tipe spesifik tumor. Bentuk sel-sel tumor dapat tersusun seperti ikatan, kelompokan, trabekula dimana beberapa tumor dikarakteristikka dengan sebagian besar padat dan menginvasi sedikit stroma. 2) Carcinoma lobular invasif Jenis ini merupakan carcinoma infiltratif yang tersusun atas sel-sel berukuran kecil dan seragam dengan sedikit pleimorfisme. 3) Carsinoma musinosum Pada karsinoma ini didapatkan sejumlah besar mucus intra dan ekstraseluler yang dapat dilihat secara makroskopis dan mikroskopis. 4) Carsinoma meduler xxiii Secara makroskopis berbentuk bulat dengan ukuran yang berbeda-beda, dengan diameter 2 -2,9 cm, dengan batas yang tegas dan konsisten lunak. Berwarna coklat sampai abu-abu. Carcinoma tubuler. 5) Carcinoma adenokistik Jenis ini merupakan carcinoma invasif dengan karateristik sel yang berbentuk kibriformis. Klasifikasi Stadium Carcinoma Mammae a) Klasifikasi TNM T artinya Tumor, N artinya Nodule (kelenjar yang membesar regional), M artinya Metastase jauh, dibedakan TIS, T1, T2, T3. Masing-masing kategori dibagi menjadi beberapa tingkatan diantaranya : 1) T atau tumor Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan Tis : Karsinoma in situ dan penyakit paget pada papilla tanpa teraba tumor T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer T1 : Ukuran tumor 2cm atau kurang T1a : Tidak ada perlekatan atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau otot paktoralis. T1b : Dengan perlekatan atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau otot paktoralis. T2 : Ukuran tumor 2cm – 5cm T2a : Tidak ada perlekatan ke fasia pektoralis atau otot paktoralis. T2b : Dengan perlekatan ke fasia pektoralis atau otot paktoralis. T3 : Ukuran tumor lebih dari 5cm xxiv T3a : Tidak ada perlekatan ke fasia pektoralis atau otot paktoralis. T3b : Dengan perlekatan atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau otot paktoralis. T4 : Tumor dengan besar berapa saja tetapi dengan infiltrasi ke dinding toraks atau kulit. T4a : Dengan fiksasi ke dinding toraks T4b :Dengan edema, infiltrasi atau ulserasi kulit, atau kulit yang berbiji-biji 2) N atau Kelenjar limfe regional Nx : Kelenjar regional tidak dapat ditentukan N0 : Tidak teraba kelenjar limfe di ketiak homolateral N1 : Teraba kelenjar limfe di ketiak homolateral yang dapat digerakkan N1a : Kelenjar limfe yang diduga bukan anak sebar N1b : Kelenjar limfe yang diduga anak sebar N2 : Kelenjar limfe ketiak homolateral, berlekatan satu sama lain atau melekat ke jaringan sekitarnya N3 : Kelenjar limfe infra dan supraklavikular homolateral 3) M atau metastase jauh atau anak sebar Mx : Tidak dapat ditentukan metastase jauh M0 : Tidak ada anak sebar jauh M1 : Ada anak sebar jauh ditambah dengan infiltrasi kulit sekitar payudara b) Klasifikasi Menurut Derajat Diferensiasi xxv Saat ini, sistem klasifikasi yang masih digunakan salah satunya adalah sistem kelas Scarff-Bloom-Richardson. Untuk memakai sistem ini maka dilakukan pemeriksaan histologi dengan melihat jaringan pada payudara dan dilihat menggunakan mikroskop. (Hanna, 2007) Interpretasi : 1) Derajat I : Skor 3-5, berdiferensiasi baik 2) Derajat II : Skor 6-7, berdiferensiasi sedang 3) Derajat III : Skor 8-9, berdiferensiasi buruk 3.6. Pemeriksaan Penunjang 1) Mammografi Kelebihan mamografi adalah dapat menampilkan nodul yang sulit dipalpasi atau terpalpasi atipikal menjadi gambar, dapat menemukan lesi mammae yang tanpa nodul namun terdapat bercak mikrokalsifikasi, dapat digunakan untuk analisis diagnostik dan rujukan tindak lanjut. Ketepatan diagnostik sekitar 80%. 2) USG Transduser frekuensi tinggi dan pemeriksaan dopler tidak hanya dapat membedakan dengan sangat baik tumor kistik atau padat, tapi juga dapat mengetahui pasokan darahnya serta kondisi jaringan sekitarnya, menjadi dasar diagnosis yang sangat baik. 3) MRI Mammae Karena tumor mammae mengandung densitas mikrovaskular abnormal, MRI mammae dengan kontras memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi dalam xxvi diagnosis karsinoma mammae stadium dini. Tapi pemeriksaan ini cukup mahal, sulit digunakan meluas, hanya menjadi suatu pilihan dalam diagnosis banding terhadap mikrotumor. 4) Pemeriksaan Laboratorium Dewasa ini belum ada petanda tumor spesifik untuk kanker payudara. CEA memiliki nilai positif bervariasi dari 20 hingga 70 %, antibodi monoklonal CA 153 angka positifnya sekitar 33-60 %, semuanya dapat untuk referensi diagnosis dan tindak lanjut klinis. 5) Pemeriksaan Sitologi Dengan metode aspirasi jarum halus. Metode ini caranya sederhana, aman, dan akurasinya mencapai lebih dari 90 %. 6) Pemeriksaan Biopsi Cara biopsi dapat berupa biopsi eksisi atau insisi, tapi umumnya dengan biopsi eksisi. Di RS yang menyediakan dapat dilakukan pemeriksaan potong beku saat operasi. Bila tak ada perlengkapan itu, untuk carcinoma mammae yang dapat dioperasi tidak sesuai dilakukan insisi tumor, untuk menghindari penyebaran iatrogenik tumor. (Desen, 2008) 7) Pemeriksaan histopatologi Histopatologi meliputi pemeriksaan makroskopik jaringan disertai seleksi sampel jaringan untuk pemeriksaan mikroskop. Histopologi biasanya merupakan cara utama untuk diagnosis tumor dan juga memberikan informasi tentang prognosisnya dengan cara penilaian tingkat (grade) dan stadium spesimen hasil reseksi atau pembedahan. Sebagian besar diagnosis histopatologi dilakukan dari xxvii potongan jaringan blok parafin dengan pewarnaan hematosiklin dan eosin. Jaringan yang berasal dari hasil biopsi dimasukkan dalam larutan fiksasi dan dikirim ke laboratorium histopatologi. Lalu dibuat deskripsi makroskopik dan dipilih jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan yang sering digunakan untuk mendiagnosis carsinoma mammae adalah pemeriksaan imunohistokimia. Pada metode ini digunakan antibodi yang telah dikenalkan secara artifisial terhadap substansi spesifik yang diinginkan (misalnya sitokeratin berat molekul rendah dalam tumor epitelial yang dicurigai) dan ini mengikat pada substansi spesifik bila mereka ada dalam jaringan. Ikatan antibodi kemudian diperlihatkan dengan menggunakan metode seperti antibodi melawan antibodi awal dan kompleks zat warna seperti diaminobenzidin. (Desen, 2008) Dapat juga dilakukan pemeriksaan hormonal dengan memeriksa reseptor progesteron dan estrogen. Jaringan asli dan derajat diferensiasi histologi merupakan pertimbangan yang penting dalam hal ini. Tumor sering ditentukan stadiumnya menurut derajat diferensiasinya dan jumlah gambaran mitosis per lapangan pandang besar di bawah mikroskop. Tumor biasanya ditentukan stadiumnya sebagai stadium I, II, III, dan IV, dengan stadium I yang berdiferensiasi paling tinggi dan stadium IV yang berdiferensiasi paling buruk. Langkah pertama kerja suatu hormon adalah pengikatan hormon pada reseptor spesifik di sel target. Sel yang tidak memiliki reseptor untuk hormon tersebut tidak akan berespons. Ketika hormon terikat pada reseptornya, hal tersebut akan menginisiasi serangkaian reaksi di dalam sel, dengan setiap tahap reaksi yang semakin teraktivasi sehingga sejumlah kecil konsentrasi hormon dapat xxviii berpengaruh besar. Reseptor hormon merupakan protein berukuran besar, dan setiap sel yang distimulasi biasanya memiliki sekitar 2.000-100.000 reseptor. Reseptor progesteron adalah reseptor yang mengikat hormon progesteron. Cara mengevaluasi reseptor progesteron sesuai dengan persentase sel positif dibanding dengan jumlah total sel tumor dan intensitas pewarnaan sendiri. Penilaian persentase sel positif menggunakan sistem numerik yaitu : a) 0 (0% sel positif) b) 1 (<10%) c) 2 (11-50%) d) 3 (51-80%) e) 4 (> 80% ) Untuk penilaian intensitas pewarnaan dengan cara 0 (negatif), 1 (lemah), 2 (sedang) atau 3 (kuat) dari tampilan warna coklat pada sel tumor. Jumlah reseptor progesteron dalam wanita normal ada dalam jumlah yang normal dan akan meningkat pada saat tertentu misalnya pada pasien karsinoma. (Remmele, 2012) 3.7. Penatalaksanaan a) Terapi Bedah Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II, dan sebagian stadium III disebut karsinoma payudara operabel. Pola operasi yang sering dipakai : b) Mastektomi Radikal Tahun 1890 Halsted pertama kali merancang dan memopulerkan operasi radikal kanker payudara, lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari xxix tumor, seluruh kelenjar payudara, muskulus pectoralis mayor, m.pectoralis minor, dan jaringan limfatik dan lemak subskapular, aksilar secara kontinyu enblok reseksi. c) Mastektomi total Hanya membuang seluruh kelenjar payudara tanpa membersihkan kelenjar limfe. Model operasi ini terutama untuk karsinoma in situ atau pasien lanjut usia. 1) Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar Secara umum ini disebut dengan operasi konservatif payudara. Biasanya dibuat dua insisi terpisah di payudara dan aksila. 2) Mastektomi segmental plus biopsi kelenjar limfe sentinel Metode reseksi segmental sama dengan di atas. kelenjar limfe sentinel adalah terminal pertama metastasis limfogen dari karsinoma payudara, saat operasi dilakukan insisi kecil di aksila dan secara tepat mengangkat kelenjar limfe sentinel, dibiopsi, bila patologik negative maka operasi dihentikan, bila positif maka dilakukan diseksi kelenjar limfe aksilar. (Desen, 2008) e) Radioterapi 1) Radioterapi murni kuratif Radioterapi murni terhadap kanker payudara hasilnya kurang ideal, survival 5 tahun 10-37%, terutama digunakan untuk pasien dengan kontra indikasi atau menolak operasi. 2) Radioterapi adjuvan Radioterapi ini menjadi bagian integral penting dari terapi kombinasi. Menurut pengaturan waktu radioterapi dapat dibagi menjadi radioterapi pra-operasi dan xxx pasca operasi terutama untuk pasien stadium lanjut lokalisasi, dapat membuat sebagian kanker payudara non operabel menjadi operabel. 3) Radioterapi paliatif Terutama untuk terapi paliatif kasus stadium lanjut dengan rekurensi, metastasis. Dalam hal meredakan nyeri efeknya sangat baik. Selain itu kadang digunakan radiasi terhadap ovarium bilateral untuk menghambat fungsi ovarium. f) Kemoterapi 1) Kemoterapi pra-operasi Terutama kemoterapi sistemik, bila perlu dapat dilakukan kemoterapi intraarterial, mungkin dapat membuat sebagian kanker payudara lanjut nonoperabel menjadi kanker payudara operable. 2) Kemoterapi adjuvan pasca operasi Indikasinya cukup luas terhadap semua pasien karsinoma invasif dengan diameter tumor lebih besar atau sama dengan 1cm harus dipikirkan kemoterapi adjuvan. Hanya terhadap pasien lanjut usia dengan ER, PR positif dapat dipertimbangkan hanya diberikan terapi hormonal. 3) Kemoterapi terhadap karsinoma payudara stadium lanjut atau rekuren dan metastatik g) Terapi hormonal Sebagian besar kejadian dan perkembangan carsinoma mammae memiliki kaitan tertentu dengan hormon, dewasa ini terutama melalui pemeriksaan reseptor estrogen (ER) dan progesteron (PR) dari tumor untuk menentukan efek terapi hormonal. Pasien dengan hasil pemeriksaan positif tergolong karsinoma payudara xxxi tipe bergantung hormon, hasil terapi hormon baik. Terapi hormonal terutama mencakup bedah dan terapi hormon. Terapi hormonal bedah terutama adalah ooforektomi (kastrasi) terhadap wanita pra menopause. Terapi hormonal medikamentoa mengalami kemajuan besar pada dasarnya sudah menggantikan operasi kelenjar endokrin. Yang sering digunakan di klinis terutama : 1) Obat anti estrogen Tamoksifen merupakan penyekat reseptor estrogen, mekanisme utamanya adalah berikatan dengan reseptor estrogen secara kompetitif, menyekat transmisi informasi ke dalam sel tumor sehingga berefek terapi. 2) Inhibitor aromatase Sintesis estradiol dan estrogen dipengaruhi oleh enzim yang disebut enzim aromatase. Obat inhibitor aromatase menghambat kerja enzim aromatase. Inhibitor aromatase yang sering digunakan di klinik adalah generasi ketiga meliputi golongan non steroid anastrozol, letrozol, dan golongan steroid eksemestan. Berbagai uji klinis menyatakan obat ini lebih baik dari tamoksifen. 3) Obat sejenis LH-RH (Luteinzing hormon-releasing hormon) Obat jenis ini terutama adalah goserelin, efeknya menghambat sekresi sehingga kadar estradiol serum turun. Jadi obat jenis ini dapat mencapai efek ooforektomi medikamentosa secara selektif, hingga menghambat pertumbuhan tumor. 4) Obat sejenis progesteron Yang sering digunakan di klinis adalah medroksiprogesteron asetat (MPA) dan megasterol asetat (MA). Terutama digunakan pada pasien pasca menopause atau pasca ooforektomi. Mekanisme utamanya adalah melalui umpan balik hormon xxxii progestin menyebabkan inhibisi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, androgen menurun hingga mengurangi sumber perubahan menjadi estrogen dengan hasil turunnya kadar estrogen. Selain itu obat ini berefek menambah nafsu makan dan memperbaiki kondisi umum pasien. (Desen, 2012) 5) Obat anti progesteron Jenis anti progesteron yang sering digunakan adalah mifepriston. Mekanisme utamanya adalah berikatan dengan reseptor progesteron. Progesteron mempunyai peran dalam membantu pembelahan sel. Jika jumlah progesteron dalam tubuh berlebihan, maka pembelahan sel tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan suatu keganasan.(Guyton, 2007) Pada penelitian yang dilakukan Aleksandra pada seekor tikus, menjelaskan bahwa mifepriston dapat digunakan untuk mencegah karsinoma payudara yang membawa gen BRCA-1 dalam tubuh. Namun efek itu belum diuji terhadap manusia. Gen BRCA-1 sering dikaitkan dengan peningkatan resiko karsinoma payudara.19 Gen BRCA-1 adalah gen yang berfungsi menekan tumor pada manusia dan menghasilkan protein. Produk gen BRCA-1 adalah inhibitor pertumbuhan yang mengontrol proliferasi sel payudara. Pada saat tertentu yaitu periode antara menarche dan kehamilan pertama, gen ini sangat rentan mengalami mutasi. Karena mutasi, maka produk gen ini akan hilang.(Brashers, 2007) Pada penelitian di tahun 1968 – 1977 yang dilakukan pada hewan, didapatkan 2 monyet dari 52 monyet terkena kanker endometrium, pada pemberian injeksi Depot-Medroxyprogesterone (DMPA) dosis tinggi. Pada 50 tikus yang diberi injeksi Depot-Medroxyprogesterone (DMPA) setelah 24 bulan, xxxiii adanya peningkatan insiden maligna lymphoma, hepatoma, dan haemangioma. Mammary adenocarcinoma ditemukan pada 16 tikus (memorandum from WHO meeting, 1993). Studi Li dan Hutchinson Center Colleagues, di Seattle pada April 2012, mengatakan bahwa adanya hubungan antara penggunaan injeksi DepotMedroxyprogesterone (DMPA) sebagai kontrasepsi dan meningkatnya risiko kanker payudara pada wanita usia muda ( Christopher Li, dr). Bila produk hilang, sedangkan progesteron endogen berjumlah banyak, maka progesteron akan mengakibatkan sel-sel alveolar terus berproliferasi. Untuk itu diperlukan obat anti progesteron, namun efeknya pada manusia belum diketahui. (Guyton, 2007) Macam-macam Kontrasepsi Hormon Berdasarkan cara/ rute pemberian dibagi atas : A. Per oral, mengandung : 1. Estrogen dan progesteron (Pil Oral Kombinasi = POK) a) Monophasik Jumlah dan proporsi hormonnya konstan setiap hari. b) Multiphasik Dosis hormon bervariasi setiap hari dalam satu siklus. c) Pil sequential Terdiri atas estrogen saja untuk 14-16 hari, disusul tablet kombinasi untuk 7-5 hari. xxxiv d) Pil serial Sama seperti pil sequential, hanya ditambah dengan 7 tablet plasebo agar menjadi 28 tablet. e) Pil Inkremental Estrogen dosis rendah sejak hari pertama siklus, yang perlahan-lahan dinaikkan sampai mencapai 0,1 mcg. Progesteron diberikan hanya pada 5 hari terakhir. 2. Progestin : a) Mini Pill. b) Kontrasepsi post-coital c) Morning-after-pill. B. Parenteral, terdiri atas : 1. Intramuskular : a) Suntikan Progestin. b) Suntikan estrogen-progestin 2. Subkutan : a) Susuk/ implan enam kapsul, dua batang/ rods, satu batang. b) Pellets/ bola/ peluru 3. Intrauterin : a) IUD mengandung progestin : 4. Vaginal : a) Vaginal ring. xxxv Akan dibahas mengenai sebagian besar alat kontrasepsi hormonal yang lazim dipakai di Indonesia yaitu kontrasepsi oral (kontrasepsi oral kombinasi dan mini pil), kontrasepsi suntik dan susuk/ implan. Sediaan Terdapat dua tipe paket pil : paket isi 28 pil yang terdiri atas 21 pil mengandung hormon / pil aktif diikuti 7 pil pengingat yang berwarna berbeda yang tidak mengandung hormon dan paket yang hanya berisi 21 pil aktif. Mekanisme kerja Estrogen endogen bekerja primer untuk membantu pengaturan hormon releasing factors di hipotalamus, membantu pertumbuhan dan pematangan ovarium dan merangsang perkembangan endometrium. Progesteron endogen bekerja primer menekan ovulasi dan melawan isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu dini/ prematur dari ovarium, serta juga merangsang perkembangan endometrium. Mekanisme Kontraseptif Sekunder Pil harus diminum setiap hari agar efektif karena hormon yang dikandungnya dimetabolisir dalam 24 jam. Bila akseptor lupa minum 1 atau 2 tablet maka akan terjadi peninggian hormon-hormon alamiah, yang selanjutnya xxxvi mengakibatkan ovum menjadi matang lalu dilepaskan. Secara garis besar mekanisme kerja POK adalah : Komponen progesteron : Menghambat ovulasi melalui efek sentral/ otak. Efek tambahan : menghasilkan endometrium tidak siap menerima implantasi, lendir mulut rahim menjadi kental dan sulit ditembus oleh spermatozoa serta menurunkan gerakan peristaltik saluran telur. Komponen estrogen : Stabilisasi endometrium sehingga tidak terjadi deskuamasi endometrium. Berpotensiasi/ memperkuat efek dari progesteron. Kontrasepsi berisi Progestin saja Kontrasepsi berisi Progestin saja dapat berupa Mini pill Injeksi/ suntikan progestin Implan/ Susuk IUD berisi progestin Dibawah pengaruh yang lama/ kronis dari progestin, lendir serviks menjadi sedikit, kental dan relatif tidak dapat ditembus spermatozoa. Hal tersebut dapat xxxvii menerangkan adanya efek protektif dari pil oral kombinasi terhadap kemungkinan timbulnya penyakit radang panggul. Mini Pill Progestin yang terdapat di dalam mini pil dapat berupa : Norethindrone, Norgestrel, Ethynodiol dan Lynestrenol (Exluton). Mekanisme kerja Cara kerja Mini Pill dapat berupa : 1. Mencegah terjadinya ovulasi. 2. Perubahan dalam motilitas tuba. 3. Perubahan dalam fungsi korpus luteum. 4. Perubahan lendir seviks yang mengganggu motilitas atau daya tahan spermatozoa. 5. Perubahan dalam endometrium sehingga implantasi ovum yang telah dibuahi tidak mungkin terjadi. Kontrasepsi Suntik Pada saat ini terdapat dua macam kontrasepsi suntik bagi wanita yaitu : a) Golongan progestin: DMPA (Depot-Medroxyprogesterone Acetate) = Depo-Provera, Depo Geston, Depo Progestin. xxxviii NET-EN (Norethindrone enanthat) = Noristerat b) Golongan progestin dengan campuran estrogen cypionat (CycloProvera) = Cyclofem. Mekanisme kerja 1. Primer : mencegah ovulasi. Kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi lonjakan LH (LH surge). Respons kelenjar hipofisis terhadap gonadotropin-releasing hormon eksogen tidak berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi hipotalamus daripada di kelenjar hipofisis. Ini berbeda dengan pil oral kontrasepsi yang tampaknya menghambat ovulasi melalui efek langsung pada kelenjar hipofisis. Pada pemakaian Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) endometrium menjadi tipis dan atrofik dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Sering stroma menjadi edematous. Dengan pemakaian jangka lama, endometrium dapat menjadi sangat tipis. Perubahan-perubahan tersebut dapat menjadi normal kembali dalam waktu 90 hari setelah suntikan Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) yang terakhir. 2. Sekunder : Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga merupakan barier terhadap spermatozoa. Membuat endometrium menjadi kurang baik untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi. xxxix Kemungkinan mempengaruhi kecepatan transpor ovum di dalam tuba fallopii. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit Yang beredar dan dipakai di Indonesia adalah AKBK/ susuk/ implan 6 (enam) kapsul yaitu Norplant dan susuk dua kapsul Yadena dan Indoplan serta susuk satu batang/ rod yaitu Implanon. Jenis implan tersebut termasuk non-biodegradable implant yaitu batang bahan pembawanya tidak diserap jaringan tubuh sehingga harus dicabut apabila sudah tidak dikehendaki efek kontrasepsinya atau habis masa kerjanya. Susuk enam batang (Norplant) terdiri atas enam kapsul silastik berisi hormon Levonorgestrel yang ujungnya ditutup dengan silastic adhesive. Tiap kapsul berisi 36 mg Levonorgestrel. Masa kerja mencapai 5 tahun. Yadena dan Indoplan terdiri atas dua kapsul silastic yang masing-masing berisi 70 mg Levonorgestrel dengan masa kerja 3 tahun. Implanon terdiri atas satu rod/ batang etilen-vinil-asetat (EVA) yang berisi 68 mg ketodesogestrel (= etonogestrel) dengan masa kerja 3 tahun. Sedangkan implan jenis lain yang masih dalam tahap pengembangan atau belum beredar di Indonesia diantaranya sbb : Non-biodegradable implant : Norplant II (2 rod levonorgestrel untuk 5 tahun), ST 1435 (1 batang methylene norprogesterone untuk 2 tahun). xl Biodegradable implant : Capronor (1 batang levonorgestrel untuk 2 tahun), Net Pellets (4-5 pellets/ peluru berisi norethindrone untuk 1-2 tahun). Biodegradable implant melepaskan progestin dari bahan pembawa yang secara perlahan-lahan larut di dalam jaringan tubuh. Bahan pembawa tidak perlu dikeluarkan, tetapi bila bahan pembawa tersebut mulai melarut tidak dapat dikeluarkan lagi. B. Mekanisme kerja Seperti kontrasepsi lain yang berisi progestin saja , implan mencegah kehamilan melalui beberapa cara : Mencegah ovulasi/pelepasan sel tekur dari ovarium. Mengubah lendir serviks menjadi kental dan menghambat pergerakan spermatozoa. Menghambat perkembangan siklus dari endometrium. xli sedikit, sehingga C. Kerangka Konseptual Hipothalamus GnRH Pituitari Anterior xlii ─ ↑ FSH LH ↑ Perkembangan Folikel Korpus Luteum ↑ Progesteron Estradiol ↑ Ovulasi Injeksi DMPA 2. Kerangka Teori Hipothalamus memproduksi GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon), hormone ini akan memicu pituitary anterior untuk melepaskan FSH (Follicle Stimulating Hormon) atau hormone pemicu pertumbuhan folikel dan LH (Luteinizing Hormon). FSH akan membantu perkembangan folikel untuk menghasilkan lebih banyak estradiol (Wiknjosastro, 2006) Estradiol dan hormon steroid lain (misalnya progesterone) dapat menginduksi terjadinya proliferasi sel kanker, dan memfasilitasi akumulasi kesalahan secara random pada proses penggandaan DNA dari gen-gen penting yang berperan dalam terjadinya malignansi (Henderson, 2000) Pada pemberian injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) akan meningkatkan kadar Progesteron dalam darah, sehingga terjadi mekanisme feed back negative terhadap hiphotalamus. Respon kelenjar hipofise terhadap xliii gonadotropin releasing hormon eksogenous tidak berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi di hipotalamus daripada di kelenjar hipofise. (Wiknjosastro, 2006) Adanya riwayat penggunaan injeksi Depot Medroxyprogesterone Acetate selama lebih dari 12 bulan maka akan memicu terbentuknya sel kanker. (Christopher, 2012) D. Hipotesis Terdapat hubungan antara penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dengan peningkatan kadar estradiol selama lebih dari 10 tahun, yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan case control. Pengumpulan data dilakukan dari hasil anamnesis pasien, kemudian ditelusuri secara retrospektif melalui catatan medik. Riwayat KB (+) Estradiol Normal Riwayat KB (-) xliv Riwayat KB (+) Estradiol Meningkat Riwayat KB (-) Gambar 3.1 Rancangan penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Onkologi RS Dr. Moewardi Surakarta pada periode 1 Maret 2016 sampai dengan 31 Mei 2016. C. Populasi Penelitian Semua pasien kanker payudara yang memeriksakan diri di Sub Bagian Bedah Onkologi RS Dr. Moewardi Surakarta dan mempunyai riwayat menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun. D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah Consecutive Sampling. E. Estimasi Besar Sampel 4.1. Besar Sampel Semua pasien kanker payudara yang kontrol di poliklinik Sub Bagian Bedah Onkologi RS Dr. Moewardi Surakarta antara Januari 2016 sampai dengan xlv Maret 2016 yang telah menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun. Dihitung dengan rumus: n1= n2 = (zα√2PQ + zβ√P1Q1 + P2Q2 )² (P1 – P2)² P1 adalah proporsi standard, sedangkan P2 adalah proporsi yang diteliti α adalah tingkat kemaknaan β adalah power P1 = 30% = 0,3 Q1 = 0,7 P2 = 80% = 0,8 Q2 = 0,2 P = ½ (P1 +P2) = ½ (0,3 + 0,8) = 0,55 Q = 1 – P = 1 – 0,55 = 0,45 α = 0,10 → zα = 1,64 β = 0,15 → zβ = 0,85 n1 = n2 = (1,64 √2.0,55.0,45 + 0,85 √0,3.0,7 + 0,2.0,8)² (0,8 – 0,3)² = ((1,64. 0,7) + (0,85.0,6))² 0,25 = (1,148 + 0,51)² 0,25 = 2,75 / 0,25 = 11 11 subjek pada kelompok perlakuan dan standard xlvi Dari perhitungan yang dilakukan didapat jumlah minimal subjek dalam sampel pada penelitian ini adalah 11 untuk tiap kelompok perlakuan. F. Kriteria Restriksi a. Kriteria Inklusi - Penderita kanker payudara yang telah menggunakan injeksi DepotMedroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun - Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian b. Kriteria Eksklusi - Mendapatkan terapi hormonal, Hormonal Replacement Therapy - Riwayat operasi Oophorectomy, Hysterctomy, Adrenelectomy - Riwayat penggunaan KB hormonal oral, implan, dan IUD dengan hormon. - Riwayat keluarga dengan penyakit Kanker Payudara G. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Bebas : Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) Definisi variable bebas : Riwayat menggunakan injeksi Depot- Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun. Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) adalah 6-alfa- medroksiprogesterone yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, mempunyai efek progesteron yang kuat dan sangat efektif (Wiknjosastro, 2005). xlvii Nilai variasi : (+) Riwayat menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun. (-) Tidak ada riwayat menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi. Skala : Nominal Dikotomik 2. Variabel Terikat : Kadar Estradiol Definisi variable terikat: Peningkatan kadar estradiol diukur dari sampel darah vena, pemeriksaan dilakukan di laboratorium Alat ukur : Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar estradiol Nilai variasi : nilai normal estradiol normal 30-400 pg/ml Skala : Nominal Dikotomik 3. Variabel Terkendali : Lamanya penggunaan Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) selama 10 tahun sebagai kontrasepsi. H. Instrumen Penelitian dan Cara Mengukur Variabel 1. Instrumen Alat dan Bahan Alat : Estradiol ELISA kit DRG® Bahan : xlviii - Sample darah vena I. Kerangka Operasional Pasien Kanker Payudara Informed Concent Anamnesa Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi Pasien Kanker Payudara tanpa riwayat injeksi Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) sebagai kontrasepsi. Pasien Kanker Payudara dengan riwayat injeksi Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun xlix Pemeriksaan Laboratorium (Pengambilan sampel darah) Hasil laboratorium kadar serum estradiol Analisa data Gambar 3.2 Kerangka operasional Keterangan alur penelitian - Pasien Kanker Payudara dengan hasil PA positif kanker payudara yang datang ke poli Bedah Onkologi, dilakukan pendataan. - Dilakukan anamnesa, kemudian dikelompokkan. Pasien Kanker Payudara dengan riwayat injeksi Depo Medroxy progesterone Asetat (DMPA)sebagai kontrasepsi selama 10 tahun, dimasukkan kedalam kelompok I. Pasien Kanker Payudara tanpa riwayat injeksi Depo Medroxy progesterone Asetat (DMPA) sebagai kontrasepsi, dimasukkan kedalam kelompok II. - Kemudian pasien dan keluarga diberikan edukasi mengenai penelitian ini dengan menandatangani inform concent. l - Pada penderita yang memenuhi kriteria penelitian, dilakukan pemeriksaan laboratorium serum estradiol dengan mengambil sampel dari darah vena. - Sampel darah vena dikirimkan ke laboratorium untuk diperiksakan kadar serum estradiol, menggunakan Estradiol ELISA kit DRG® dan menunggu hasil. - Setelah hasil kadar serum estradiol jadi, dilakukan perbandingan apakah terjadi peningkatan kadar serum estradiol pada pasien dengan riwayat menggunakan injeksi Depo Medroxy progesterone Asetat (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun. J. Rencana Analisis Data Semua data yang terkumpul dilakukan uji statistik dengan menggunakan Uji Chi-Square (α = 0,05) untuk menentukan ada tidak hubungan penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dengan kadar estradiol pada penderita kanker payudara. BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 22 pasien kanker payudara sejak bulan Maret 2016 sampai dengan Mei 2016 di sub bagian Bedah Onkologi RS Dr. Moewardi Surakarta. Dalam penelitian ini subjek dilakukan anamnesa, kemudian dikelompokkan. Pasien kanker payudara dengan riwayat injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 li tahun, dimasukkan ke dalam kelompok I. Pasien kanker payudara tanpa riwayat injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi, dimasukkan ke dalam kelompok II. Kemudian pasien dan keluarga diberikan edukasi mengenai penelitian ini dengan menandatangani inform concent. Pada penderita yang memenuhi kriteria penelitian, dilakukan pemeriksaan laboratorium serum estradiol dengan mengambil sampel dari darah vena. Sampel darah dikirimkan ke laboratorium untuk diperiksakan kadar serum estradiol. Setelah hasil kadar serum estradiol jadi, dilakukan perbandingan apakah terjadi peningkatan kadar serum estradiol pada pasien dengan riwayat menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun dan pasien tanpa riwayat menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan Estradiol ELISA kit DRG® diketahui bahwa tidak ada peningkatan kadar estradiol baik pada pasien kanker payudara dengan riwayat injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun, (kelompok I) dan pasien kanker payudara tanpa riwayat injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi, (kelompok II). Dengan demikian tidak terdapat hubungan antara penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dengan peningkatan kadar estradiol selama 10 tahun, yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. lii Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Estradiol Dengan Menggunakan Estradiol ELISA DRG® Estradiol PenggunaanDMPA P* Meningkat Normal Ya 2 9 1.000 Tidak 1 10 Pengkategorian OR (95%CI) 2.222 (0.171 28.856) Ket :*Uji Statistik Fisher's Exact Test (have expected count less than 5) Tabel 4.1 menggambarkan hasil secara deskripsi bahwa pada kelompok I (menggunakan DMPA) dari 11 pasien terdapat 9 pasien dengan kadar estradiol dalam kategori normal dan sisanya 2 pasien dengan kadar estradiol meningkat. Sedangkan pada kelompok II (tidak menggunakan DMPA) dari 11 pasien terdapat 10 pasien dengan kadar estradiol dalam kategori normal dan sisanya 1 pasien dengan kadar estradiol meningkat. Dengan demikian terdapat kecenderungan penggunaan injeksi DepotMedroxyprogesterone Acetate (DMPA) meningkatkan kadar estradiol. Hasil uji statistic didapatkan nilai p=1.000 (p>0,05), yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dengan peningkatan kadar estradiol. Nilai OR = 2.222 (0.171 -28.856), yang berarti bahwa pasien yang menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) akan beresiko 2.222 kali lebih besar terhadap peningkatan kadar estradiol dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan injeksi DepotMedroxyprogesterone Acetate (DMPA). liii BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian ini diketahui bahwa tidak ada peningkatan kadar estradiol baik pada pasien kanker payudara dengan riwayat injeksi Depot- Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun, (kelompok I) dan pasien kanker payudara tanpa riwayat injeksi DepotMedroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi, (kelompok II).Dengan demikian tidak didapatkan adanya hubungan antara penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dengan peningkatan kadar estradiol selama lebih dari 10 tahun, yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. Hasil penelitian ini menunjukan hasil bahwa pasien yang menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) akan beresiko 2.222 kali lebih besar terhadap peningkatan kadar estradiol dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA). Uji statistik menunjukan nilai P=1.000 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dengan peningkatan kadar estradiol. Dengan demikian diketahui bahwa penggunaan injeksi Depot- Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) tidak berhubungan dengan peningkatan kadar estradiol. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Saifuddin (2003) komposisi injeksi progestin terdiri dari 150 mg Depot Medroxy- liv progesterone Asetat dan 200 mg Depo Norestisteron Enantat. Dengan komposisi dan penggunaan secara berkepanjangan maka akan menyebabkan terjadinya risiko kanker payudara. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kanker payudara, terdapat teori karsinogenesis dalam pembentukan kanker. Teori Berenblum menyatakan bahwa kanker terjadi sebagai akibat dari dua kejadian yang berbeda yaitu pencetusan (inisiasi) dan pemberat (promosi). Inisiasi terjadi lebih dahulu dan diyakini menjadi cepat dan bersifat mutasi. Kejadian kedua meliputi agen pemberat dan efeknya umumnya diyakini mencakup perubahan pada pertumbuhan sel, transpor, dan metabolisme. Tanpa promosi, inisiasi tidak akan mengakibatkan perubahan sel berarti. Promosi dapat terjadi secara singkat setelah inisiasi atau lebih lama dalam kehidupan individu. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui bahwa penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) tidak berhubungan signifikan dengan peningkatan kadar estradiol. Pada penelitian yang dilakukan pada hewan, didapatkan 2 monyet dari 52 monyet terkena kanker endometrium, pada pemberian injeksi Depot-Medroxyprogesterone (DMPA) dosis tinggi. Pada 50 tikus yang diberi injeksi Depot-Medroxyprogesterone (DMPA) setelah 24 bulan, adanya peningkatan insiden maligna lymphoma, hepatoma, dan haemangioma. Mammary adenocarcinoma ditemukan pada 16 tikus (memorandum from WHO meeting, 1993). Sebuah studi di Seattle pada April 2012, mengatakan bahwa adanya hubungan antara penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone (DMPA) lv sebagai kontrasepsi dan meningkatnya risiko kanker payudara pada wanita usia muda ( Christopher Li, dr). .Keuntungan dari penelitian ini, dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya. Dan dapat sebagai upaya untuk mengurangi atau membatasi penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontasepsi, sehingga dapat mengurangi resiko terkenanya kanker payudara. Adapun penelitian masih banyak kekurangan, sehingga hasil uji statistik yang didapatkan bahwa pasien dengan riwayat penggunaan injeksi DepotMedroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 10 tahun, mempunyai resiko 2,222 lebih besar daripada pasien tanpa riwayat penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) untuk resiko terkena kanker payudara. Sehingga tidak didapatkan adanya hubungan antara riwayat penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi dengan resiko terkena kanker payudara. Kekurangan pada penelitian ini, bisa dikarenakan terbatasnya waktu pasien dalam menggunakan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi selama 12 bulan. Sehingga perlu dilakukan lagi upaya – upaya lain untuk mengontrol variabel bebas lainnya yang dapat menjadi kelemahan pada uji statistik yang dilakukan. lvi BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 22 pasien kanker payudara sejak bulan Maret 2016 sampai dengan Mei 2016 di sub bagian Bedah Onkologi RS Dr. Moewardi Surakarta. Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) tidak berhubungan dengan peningkatan kadar estradiol. B. Saran Dibutuhkan penelitian lebih lanjut, pada pasien penderita kanker payudara dengan riwayat penggunaan injeksi Depot-Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) sebagai kontrasepsi dengan melakukan pengendalian variabel luar. lvii