LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Pulau Buol dan Pulau Brung 1. Administrasi Pemerintahan Pulau Buol dahulu bernama Pulau Beri hal ini bisa kita temukan pada peta yang di buat pada tahun 1912 oleh Dr. Ph. S. Van Ronkel pada saat itu Pulau Buol belum berpenghuni. Pulau ini berubah namanya menjadi Pulau Buol, menurut pendapat masyarakat berubah namanya menjadi Pulau Buol diperkirakan sekitar tahun 1953, karena pada saat itu setelah dihuni orang bajo, datanglah orang Buol yang dipekerjakan menanam kelapa. Diperkirakan orang Buol yang tinggal pada saat itu ada 25 KK . Pada saat ini (Tahun 2010) terdapat 2 (dua) buah rumah panggung . Secara administratif Pulau Buol masuk dalam dusun Butun wilayah Desa Kabetan. Kecamatan Ogodeide Kabupaten Tolitoli dengan Luas Pulau Buol ± 10 Ha. Pulau Burung yang tercantum dalam peta adalah Pulau Pamunukan dalam bahasa Tolitoli yang artinya (tempat burung ) secara administratif masuk dalam Wilayah Desa Kabetan dan salah satu pulau yang berada dalam pemerintahan Desa Kabetan yang dihuni kawanan burung camar. 23 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI 2. Leatak Geografis Secara geografis Pulau Buol berada Pulau Boleh pada posisi 10 2 ’ 92” LU dan 120 Pulau Tumpangan 039’ 94’’ BT, terletak antara pulau kabetan dengan pulau Tumpangan Pulau Buol jarak dari kota Tolitoli 15,150 Km. Disebelah Utara berbatasan dengan Pulau Tumpangan, Sebelah Barat dengan laut lepas, Sebelah Timur dengan Skala 1 : 100.000 Pulau Lutungan, dan Sebelah Selatan Pulau kabetan. Gambar 1. Peta Pulau Buol dan Sekitarnya Luas Pulau Buol ± 10 Ha. Keadaan topografi daratan pulau relatif rata dengan ketinggian dari permukaan laut ± 0.5 meter sebela Selatan pulau, yang ditumbuhi beberapa jenis pohon seperti pohon kelapa, Vegetasi berbatang kayu keras dapat tumbuh dengan baik pada pulau Buol dengan tingkat kesuburan seperti ini, sehingga merupakan lahan perkebunan kelapa. Pulau Burung (Pamunukan) Berdasarkan peta rupabumi Burung terletak pada koordinat: LU 10 05’ 30” (skala 1 : 50.000) Pulau dan BT 1200 41‘30”. Secara geografis, Pulau Burung terletak di lintang utara dan relatif masih dekat dengan garis khatulistiwa. Selain itu, berbatasan dengan dua perairan laut, yakni Laut Sulawesi dan Selat Makassar. 3. Topografi dan Geologis Berdasrkan umur Pulau Burung tergolong muda pada kala Holosin (20.000 tahun yang lalu) Secara geologi Pulau Buol terbentuk dari aluvium dan endapan pantai (Qal) serta terdapat pula batuan terobosan berupa granit (gr). Masing-masing satuan batuan tersebut sangat berpengaruh pada bentuk karakteristik pantai di pulau tersebut. 24 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Pulau Burung Pulau Tumpangan Pulau Buol Pulau Lutungan TOLITOLI Pulau Kabetan Pulau Tenggelanga Gambar 2. Foto Citra Landsat Teluk Tolitoli Pulau Burung (Pulau Pamunukan) merupakan pulau yang seluruhnya tersusun dari batuan granit. Tipe panatinya tergolong tipe pantai berbatu /rock coast merupakan pantai belum terubah yang terbentuk dari batuan yang memiliki resistansi tinggi yaitu batuan granit . Batuan granit memiliki warna segar abuabu, warna lapuk kecoklatan keras hingga sangat keras, telah mengalami pengekaran yang terisi oleh mineral klasit dan kuarsa. Keberdaan pulau ini behadapan langsung dengan laut lepas yang dapat mengakibatkan rentan terkena proses abrasi oleh gelombang. Pelapukan diatas batu yang berlanjut menyebabkan terbentuknya lapisan tanah-tanah Entisol atau Regosol yang mampu menudukung tumbuhnya pohon-pohon berkayu. 25 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Gambar 3. Pulau Burung Berbatuan Granit yang terlapuk lanjut dan pepohonan ditumbuhi Pulau Buol merupakan pulau yang terbentuk dari batuan beku granit material lain yang terdapat adalah gamping terumbu yang terdapat beberapa aluvium . Material tersebut iinterpretasikan sebagai material sekunder pembentuk pulau. Pulau Burung merupakan habitat burung camar. Burung camar ini dari subfamili Larinae tergolong burung yang banyak jumlahnya di Pulau burung, species yang berada dipulau ini adalah camar (Larus articilla) memiliki warna hitam pada kepalanya, (xena sabini) camar ekor canggah dan (Creagrus furcatus ) camar ekor kepinis. Burung camar ini perenang dan peterbang yang kuat . 26 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI 4. Koloni Burung Camar Pulau Burung 4. Karakteristik Pantai Pengamatan Karakteristik Pantai di daerah penelitian dilakukan sepanjang pantai Pulau Buol . Berdasarkan jenis pantai, unit-unit geornorfologi serta litologi penyusunnya, karakteristik pantai di Pulau Buol dapat dibedakan menjadi 3 jenis pantai meliputi: 4.1. Pantai Berbatu Tipe pantai berbatu yang terdapat di wilayah pulau ini terdapat, setermpatsetemnpat baik berupa bongkah maupun batuan in-situ. jenis pantai ini dicirikan oleh garis pantai yang dibatasi oleh batuan yang rata-rata berlereng terjal Pantai dengan lereng yang terjal terdapat di sebelah utara pulau. 27 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI batuan granit sebagai batuan pembentuk pantai, memiliki warna abuabu lapuk segar kehijauan, warna kecoklatan, keras hingga, sangat keras. Pada beberapa bagian pantai, hasil pelapukan batuan ini Gambar 5. Pantai Berbatu Pulau Buol menghasilkan pantai yang berpasir kasar yang berasal dari mineral kuarsa yang dikandungnya. Mengacu pada Peta Geologi Lembar Tolitoli (Nana Ratman, 1976), batuan granit ini merupakan batuan tertua yang bersifat intrusif dan tersingkap di pulau, dan diinterpretasikan sebagai batuan utama yang membentuk morfogenesa pulau. Menurut klasifikasi Shepard (1973), tipe pantai ini termasuk kedalam kategori pantai primer atau kategod pantai sekunder dimana batuan asal telah mengalami rombakan menjadi bongkah. 4.2. Pantai Berpasir Pantai ini dicirikan oleh garis pantai yang memiliki kemiringan lereng yang landai hingga sedang dengan material penyusun berupa pasir tak padu. Lebar paras pantai 5 - 19 m, sebagian tersingkap pula sebagai pantai kantung berpasir (sandy pocket beach). Morfologi pesisir berupa dataran pantai yang sempit, ditumbuhi vegetasi kelapa, pohon berukuran sedang dan semak belukar. 28 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Menurut klasifikasi Shepard (1973), tipe pantai ini termasuk kedalarr, kategori pantai sekunder yang disebut sebagai sandy beach. Gambar 6. Pantai Berpasir Pulau Buol 4.3. Pantai Mangrove Tipe pantai ini dicirikan dengan adanya bakau/ mangrove yang berakar pada perairan yang dangkal. Vegetasi mangrove ini teflihat tumbuh tidak rapat. di bagian barat laut pulau. Hal ini diinterpretasikan terjadi karena letaknya yang lebih terlindung dari laut lepas di baglan Barat pulau, sehingga lebih berpotensi untuk terjadinya proses sedimentasi dimana vegetasi mangrove tumbuh berkembang biak dengan baik. Gambar 7. Pantai Mangrove Pulau Buol 29 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI 5. Pemanfaatan Lahan Sebelah Selatan Pulau Buol 25 % dari luas di Pulau Buol di manfatkan untuk perkebunan kelapa. Lahan perkebunan kelapa terbentang dari mulai pantai sampai perbukitan,Selain perkebunan kelapa ditengah pulau dimanfaatkan sawah tada hujan, semak belukar berada pada sisi utara pulau . Gambar 8. Kebun Kelapa Pulau Buol 6. Ekosistem Pesisir Wilayah pesisir adalah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendarn air, yang masih dipengaruhi sifat-sitat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut ; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Pusat Penelitian dan Pengembangan Deptrans dan BPPT, 1984). Dengan demikian bagian darat dan laut wilayah pesisir bisa dari beberapa meter hingga berkilometer. Garis pembatas antara daratan dan lautan adalah garis pantai. Indonesia memiliki garis pantai yang paling panjang di dunia yaitu sekitar 81.000 krn (Nontji, 1987) dan luas laut sekitar 3,1 juta kM2 atau 62 % dan luas teritorialnya (Dahud, 2001). 30 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Kondisi tersebut menjadikan konsekwensi logis bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk mengelola pesisir yang dimilikinya dengan serius. Pada kenyataannya Wilayah pesisir mendapat tekanan ekologi yang tidak ringan. Beberapa tekanan itu berkait erat dalam eksploitasi potensi yang dimilikinya untuk kepentingan perdagangan, perekonomian, permukiman dan aktivitas lainnya. Mengingat besar cakupan dan kepentingan wilayah pesisir tersebut, maka pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, hendaknya tetap berorientasi pada sumberdaya yang ada, berarti pengelolaan wilayah tetap mangacu pada pembangunan yang lestari dan berkesinambungan (Salim, 1988). Bentuk wilayah pesisir merupakan hasil keseimbangan dinamis proses penghancuran dan pembdngunan dad pengaruh darat, laut dan udara. Wilayah pesisir juga sebagai tempat peralihan antara darat dan laut Wilayah ini ditandai oleh adanya gradien perubahan sifat ekologi yang tajam, sehingga, dalam satu areal wilayah pesisir yang. relatit sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan. Ditinjau dari fungsinya, wilayah pesisir merupakan zona penyangga (buffer zone) bagi binatang-binatang migran. Beberapa jenis ikan, udang, burung dan reptil menggunakan wilayah pesisir sebagai tempat mencari makan (nurcery area) dan membesarkan anak-anaknya, Pada umumnya wilayah pesisir mempunyai kesuburan yang tinggi dan menjadi sumber zat organik yang penting dalam rantai makanan di laut. Di lain pihak wilayah pesisir merupakan wilayah yang peka terhadap gangguan. Letaknya yang rendah menjadi sasaran banjir, baik disebabkan oleh air yang berasal dari hulu maupun hujan setempat, Kartawindta dan Soemohardjo (1985) dan Anonymous (1976) menyatakan bahwa type ekosistern wilayah pesisir secara ideal dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 31 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI 1 . Pesisir yang terendam air secara musiman/berkelanjutan. Pesisir ini mencakup ekosistem litoral yang terdid atas: pantai pasir dangkal, pantai batu, pantai karang/terumbu karang, pantal lumpur; hutan mangrove/bakau/rawa payau yang terdid atas; vegetasi terra rawa payau (saft nmrsh; hutan ravva air tawar - rapak; hutan rawa gambut). 2. Pesisir tidak terendam. Pesisir ini mencakup Fonnasi Pres-Capree berupa pantai pasir atau batu karang. Formasi Barringtonia berupa pantai karang atau batu dapat bertebing curam hingga mencapai ketinggian 50 m di atas permukaan laut. Beragam jenis biota dapat kita jumpai pada wilayah pesisir, yaitu yang terdapat dipermukaan, melayang ataupun yang terdapat dibawah air atau didasar perairan. Ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir merupakan suatu himpunan integral dan berbagai komponen hayati atau kumpulan dari organisme hidup dan kondisl fisik dimana ia hidup. Hubungan saling ketergantungan tersebut dapat disatukan dalam satu hubungan yang disebut rantai makanan dimana setiap organisme akan hidup saling bergantung sama dengan yang lain, sehingga bila salah satu komponen organisme terganggu maka akan mempengaruhl keseluruhan sistem yang ada. Hal ini akan mengganggu keseluruhanekosistem, bahkan dapat berpongaruh hingga ke fingkat yang lebih tinggi, yaitu manusia. Jenis-jenis ekosistem pesisir yang dapat ditemukari di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya alam penting antara lain: Pulau Buol dan Pulau Burung terletak jauh dari daratan besar Pulau Sulawesi tidak ada pengaruh dari aliran sungai. Kondisi perairannya jernih dan dalam, karena berbatasan langsung dengan laut lepas. Hasil analisa dan interpretasi citra Landsat7 terlihat jelas bahwa sebaran lamun tersebar mengelilingi pulau Kabetan dan pulau kecil lainnya (Pulau Buol. Pulau Tumpangan, Pulau Boleh dan Pulau Burung ). Berdasarkan hasil analisa citra terhitung luas lamun seluruh Pulau Kabetan dan sekitarnya sekitar 733,08 ha (Gambar 15). Pulau Buol dan Pulau Burung yang secara geografis berada di perairan lepas pantai, mempunyai morfologi perairan 32 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI pantai mulai dari landai sampai terjal dan berbatasan dengan perairan ‘dalam’ merupakan salah satu lokasi yang masih sangat baik kondisi fisik dan biologisnya. Tiga ekosistem perairan dangkal masih utuh ditemukan dan berdampingan sepertiekosistem mangrove, lamun dan karang. Meskipun pulau ini berpenghuni diharapkan keberadaan penduduk yang tinggal di pulau tidak melakukan aktifitas merusak lingkungan terutama ketiga ekosistem tersebut. Pulau ini juga dicirikan dengan tipe-tipe pantai seperti pantai berpasir, mangrove, berbatu dan bertebing. Antara Pulau Buol dan Pulau Kabetan di antara dua buah pulau atau bisa dikatakan berada di sebuah selat kecil. Bagian pantai di dominasi oleh pohon kelapa, tumbuhan pantai dan beberapa rumah nelayan (Pulau Kabetan). Kondisi perairan pada saat pengamatan mempunyai pola arus yang tenang dan kecerahan cukup tinggi sehingga perairan cukup jernih. Kondisi terumbu karang pada kedalaman 5 m pada jarak 100 m dari garis pantai. Substrat dasar perairan dimulai dengan pantai berpasir, patahan karang, karang mati dan pasir. P. Buol Gambar 9. Peta Batimetri Perairan Pulau Buol dan Sekitarnya 33 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI 6.1. Ekositem Terumbu karang a. Karang Terumbu karang adalah ekosistem khas wilayah tropis yang mempunyai produktivitas tinggi. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis dimana secara ekologis terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dan habitat bagi ikan-ikan berekonomis tinggi. Fungsi ekologis ini berhubungan erat dengan fungsi ekonomis dimana sebagian besar masyarakat nelayan di Kabupaten Tolitoli adalah nelayan wilayah pesisir yang wilayah penangkapannya berada di sekitar terumbu karang. Desa Kabetan, yang terdiri dari Pulau Kabetan, Pulau tiga, Pula Sigandan, Pulau Buol, Pulau Tumpanagan , Pulau Burung (Pamunukan) dan Pulau Boleh. Hampir semua pulau di Desa Kabetan adalah pulau yang dikelingi oleh terumbu karang. Tipe terumbu umumnya karang tepi (fringing reef). Rataan terumbu cukup luas dengan panjang dari garis pantai mencapai 25 meter . Dasar terumbu pada umumnya patahan karang, pasir dan bongkahan-bongkahan (boulder) karang mati. Lereng terumbu relatih landai dan pada titik-titik tertentu sangat curam terutama pada sisi yang berhubungan dengan laut lepas. Karang hidup ditemukan mulai pada kedalaman 0,5 meter saat surut terendah dan mencapai kedalaman 25 – 30 meter. Sebaran karang hidup mulai ditemukan pada rataan terumbu (reef flate), tubir karang dan lereng terumbu, dengan pertumbuhan cukup bagus pada tubir dan rataan terumbu di belakang tubir. Pada rataan sampai belakang tubir lebih didominasi oleh karang massive dari genus Porites dan Lobophyllia, sedang pada tubir karang sampai kedalaman 5 – 7 meter banyak karang bercabang Acropora dan Porites nigrescen dan Porites Cylindrica. Pada kedalaman 10 meter umumnya patahan karang mati , bongkahan karang mati dan hamparan pasir. Zonasi dasar perairan dimulai dengan lamun, lamun bercampur algae dan karang batu,selanjutnya merupakan daerah terumbu karang. Jenis lamun yang dominan yaitu Enhalus acoroides dan Cymodocea sp serta algae terutama jenis Halimeda sp. Lokasi ini memiliki panjang daerah rataan (reef flat) sejauh 125 m 34 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI dari garis pantai. Jenis karang batuan dominan yaitu Acropora grandis, Galaxea astreata, Pocillopora verrucosa, Porites lobata, Seriatophora hystrix dan Favites sp. Pulau Kabetan Pulau Buol Gambar 10. Transek Dasar Perairan antara Pulau Buol dan Kabetan Jenis karang batu di perairan Pulau Buol di jumpai sebanyak 74 jenis yang termasuk dalam 15 suku Persentase tutupan karang hidup (live coral) 61,64 %. Hasil lengkap persentase tutupan karang batu dan komponen lainnya tertera pada grafik sebgai berikut : 35 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Karang Arcopora 40 Non Acropora 35 Karang Mati 30 Karang Mati Algae 25 Karang Lunak 20 Sponges 15 Fauna Lain 10 Fleeshyw eed 5 0 Patahan Karang Pulau Buol Pasir Pasir Berlum pur Batuan Keras Gambar 11.Grafik Gambaran terumbu di perairan Pulau Buol SEBARAN TERUMBU KARANG KARANG Daratan Terumbu Karang Gambar 2.4. Foto Citra Satelit Sebaran Terumbu Karang Sebelah Selatan Pulau Gambar 12. Sebaran Terumbu Pulau Buol 36 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Tabel. 3. Jenis Karang Batu Sebelah Selatan Pulau Buol No. I II Suku Jenis Karang POCILLOPORIDAE 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. III 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. IV 30. 31. 32. V 33. 34. Pocilopora damicornis P. verrucosa P. meandrina P. eydouxi Seriatopora hystrix S. caliendrum Stylophora pistillata ACROPORIDAE M. hoffmeisteri M.venosa Montipora sp Acropora palifera A. brueggemanni A. glauca A. nobilis A. acuminata A. valenciennesis A. austera A. donei A. cytherea A. grandis A. cerealis A. formosa PORITIDAE Porites. lobata P. lutea P. nigrecens P. cylindrica P. annae G. columna Alveopora fenestrata SIDERASTREIDAE P. contigua Coscinaraea. Columna C. marshae AGARICIIDAE P. decussata P. varians 37 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI 35. 36. 37. VI 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. VII 48. 49. VIII 50. 51. 52. IX 53. 54. X 55. 56. 57. XI 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. XII 71. P. venosa L. mycetoseroides P. speciosa FUNGIIDAE Heliofungia actiniformis Fungia fungites F. danai F. concinna F. scutaria Fungia sp Ctnactis echinata C. simplex Polyphyllia talpina Podabacia crustacea OCULINIDAE Galaxtrea astreata G. fascicularis PECTINIDAE O. glabra P. paeonia P. teres MUSSIDAE A. hillae Symphyllia recta MERULINIDAE Hydnophora rigida H. exesa Merulina ampliata FAVIIDAE F. favus Favia sp Favites abdita F. halicora Goniastrea retiformis Goniastrea sp Platygyra daedalae P. lamellina Leptoria phyrygia M. annuligera Diploastrea heliopora Echinopora lamellosa E. gemmacea CARYOPHYLLIDAE E. ancora 38 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI XIII 72. XIV 73. XV 74. DENDROPHYLLIDAE T. frondens HELIOPORIDAE Heliopora coerulea MILLEPORIDAE Millepora sp Suku : 15 Jenis 74 Sumber : Data Diolah Laporan Akhir Ekspedisi Biodiversitas Selat Makassar , 2009 Gambar 13. Kondisi Karang di Perairan Sebelah Selatan Pulau Buol Searah jarum jam : Karang Lunak , karang lunak , Karang Cabang Berbatu (Porites. nigrecens) Dan Fungia Sp 39 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Gambar 14. Aneka Ragam Terumbu Karang Sebelah Timur Pulau Buol 40 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI b. Ikan Karang Keberadaan Ratusan spesies ikan yang ada di terumbu karang, menyebabkan ekosistem perairan antara Pulau Buol dan Kabetan merupakan salah satu ekosistem yang paling kaya di Teluk Tolitoli . Keragaman taksonominya yang luas tidak saja terdiri dari famili-famili anggota Perciformes, tapi juga ikan-ikan tingkat rendah bahkan ikan bertulang rawan (Chondrichtyes) seperti hiu dan ikan pari. Bagi kehidupan manusia, ikan karang berperan dalam bidang usaha perikanan (tradisional maupun komersil), pariwisata (ikan memiliki bentuk tubuh, ukuran dan warna yang menarik serta bervariasi), dan dalam bidang farmakologi, karena banyak jenis ikan karang memiliki kandungan bioaktif untuk sebagai bahan dasar pembuatan obatobatan. Dilihat dari aspek mobilitas, pergerakan ikan karang terlihat beragam, tetapi umumnya mereka lebih menetap dari pada jenis ikan lain. Salah satu faktor penyebab sifat demikian adalah bahwa mereka hidup pada lingkungan yang sangat terstruktur akibat bentuk arsitektur terumbu karang yang kompleks, sehingga dari meter ke meter struktur lingkungan fisiknya sangat berbeda. Perbedaan ini mengakibatkan terjadinya zonasi ikan-ikan pada daerah terumbu karang. Kehadiran ikan karang di terumbu karang dapat dikelompokkan ke dalam empat bagian besar, yaitu ikan-ikan yang menyenangi dasar pasir (Mullidae, Biji nangka), ikan yang senang bermain di sekitar karang (Pomacentridae, Sersan mayor), ikan yang senang tinggal di goa dalam karang (Serranidae, Kerapu), dan ikan pelagis yang senang berenang pada kolom air di sekitar terumbu karang. Selain itu keanekaragaman dan kelimpahan ikan karang juga dipengaruhi oleh letak terumbu karang yang berdekatan dengan tempat ikanikan mencari makan dan bertelur seperti ekosistem lamun (rumput laut) dan mangrove. Sebagian besar ikan karang aktif pada siang hari (diurnal) seperti ikan Kakap (Luthjanidae), Kuli Pasir (Acanthuridae), dan Beronang (Siganidae), Sersan Mayor (pomacentridae), dan Kupu-kupu (Chaetodontidae), sedangkan yang lainnya aktif pada malam hari (nocturnal), seperti ikan Swangi (Holocentridae), Basing (Apogonidae), dan Bibir Tebal (Haemulidae). 41 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI LIPI melaporkan bahwa Sebanyak 200 spesies ikan karang yang tergolong dalam 95 genera dan 36 famili, tersensus di perairan Teluk ToliToli . Famili Pomacentridae memiliki jumlah spesies tertinggi yakni sebanyak 42 spesies, kemudian diikuti Labridae (33 spesies) dan Chaetodontidae (23 spesies). Sedangkan genera Chaetodon memiliki jumlah spesies tertinggi yakni 15 spesies, kemudian diikuti Pomacentrus (11 spesies) dan Siganus (7 spesies). Ke-200 spesies ikan karang tersebut terdiri dari ikan indikator sebanyak 23 spesies; ikan mayor sebanyak 124 spesies; dan ikan target sebanyak 53 spesies. Jumlah spesies dan genera tertinggi dijumpai (sebelah Utara P. Kabetan) dan antara Pulau Buol yakni sebanyak 155 spesies dan 78 genera. Gambar 3.15. Komunitas Ikan Karang di Perairan Pulau Buol Sebelah Selatan 42 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Searah dengan Jarum jam Cromileptes altivelis, Caesio teres Platax teira Chaetodon octofasciatus Forcipiger longirostris Chaetodon trifasciatus Zebrasoma scopas Pomacentridae Abudefduf sexfasciatus Dascyllus reticulatus (Sumber Laporan Ekspedisi Biodiversitas Selat Makassar LIPI, 2009) 6.2. Ekosistem Lamun Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang memiliki rhizoma —daun dan akar sejati— yang hidup terendam di dalam laut. Lamun umumnya membentuk padang lamun (seagrass bed) yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 - 12 meter dengan sirkulasi air yang baik (Bengen, 2002). Pulau Buol terletak jauh dari daratan besar Pulau Sulawesi dan pengaruh dari aliran sungai. Kondisi perairannya jernih dan dalam, karena berbatasan langsung dengan laut lepas. Hasil analisa dan interpretasi citra Landsat7 terlihat jelas bahwa sebaran lamun tersebar mengelilingi pulau Kabetan dan pulau kecil lainnya (Pulau Buol dan Pulau Burung ). 43 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI Gambar 16. Sebaran Lamun di Pulau Buol dan Pulau Burung Berdasarkan hasil analisa citra terhitung luas lamun seluruh Pulau Kabetan dan sekitarnya sekitar 733,08 ha (Gambar 16). Pulau Buol yang secara geografis berada di perairan lepas pantai, mempunyai morfologi perairan pantai mulai dari landai sampai terjal dan berbatasan dengan perairan ‘dalam’ merupakan salah satu lokasi yang masih sangat baik kondisi fisik dan biologisnya. Tiga ekosistem perairan dangkal masih utuh ditemukan dan berdampingan seperti ekosistem mangrove, lamun dan karang. Meskipun pulau ini berpenghuni diharapkan keberadaan penduduk yang tinggal di pulau tidak melakukan aktifitas merusak lingkungan terutama ketiga ekosistem tersebut. Pulau ini juga dicirikan dengan tipe-tipe pantai seperti pantai berpasir, mangrove, berbatu dan bertebing.Berdasarkan hasil identifikasi jenis dan tutupan lamun ditemukan ada delapan (8) lamun antara lain Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium,Cymodocea rotundata, Halodule 44 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI uninervis, Halodule pinifolia dan Cymodocea serrulata. Ada tiga jenis yang selalu hadir di setiap stasiun atau jenis yang mendominasi seperti Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides dan Halophila ovalis. Gambar 3.15. Sebaran lamun di perairan Pulau Buol, dan Pulau Burung . Gambar 17. Lamun di perairan Pulau Buol dan Pulau Burung Searah dengan Arah Jarum Jam Enhalus acoroides. Thalassia hemprichii. Enhalus acoroides. Enhalus acoroides. Thalassia hemprichii 45 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI 7. Pengembangan Potensi Wisata Pulau Buol memiliki potensi pengembangan wisata, baik wisata pantai, maupun wisata laut. Keadaan pesisir pantai di Pulau Buol memiliki keindahan alam yang cukup menarik dengan pasir putih yang bersih seperti terlihat pada (Gambar 6.) Kondisi terumbu karang padi sisi sebelah Timur pulau yang masih katogori bagus dan menarik untuk menjadi obyek wisata taman laut. Jika hal ini dikembangkan dengan pengelolaan yang dijalankan oleh kalangan masyarakat sendiri, akan dapat menguntungkan masyarakat, dan dapat menghindari terjadinya monopoli pengusaha atau pemilik modal besar. Potensi usaha wisata yang juga dapat dikembangkan di Pulau Tumpangan yaitu pembuatan dan penjualan cindera mata dari bahan-bahan alam seperti kayu dan sabut kelapa, kerang-kerang mati dan lain-lain. Potensi yang dimiliki Pulau , kegiatan pariwisata yang layak dikembangkan di Pulau ini adalah ekowisata, khususnya wisata bahari, yang dikombinasikan dengan up-land tourism. (terlampir peta wisata bahari pulau buol dan sekitarnya) 46 LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI DAFTAR PUSTAKA Bengen DG. 2004. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir & Laut IPB.Bogor. 56 hlm Biro Pusat Statistik, 2009. Kabupaten Tolitoli Dalam Angka. BPS Kabupaten Tolitoli. Bappeda Kabupaten Tolitoli, 2004 . Laporan Akhir Profil Lingkungan Pesisir dan Laut Kabupaten Tolitoli. Bekerja sama dengan Lembaga Yayasan Katopasa Indonesia (YPI) . Palu Dahuri, R, Rais, J, Ginting Sp, Sitepu MJ. 2001 . Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Tepadu. PT. Pradya Paramita. Jakarta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tolitoli. 2008 Obyak Wisata Kabupaten Tolitoli. Dinas Perikanan dan Kelautan Prop. Sulawsesi Tengah , 2005. Penyusunan Management Plan Pulau-pulau Perbatasan Prop. Sulawsesi Tengah (Laporan Akhir). Bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Sosial Sumberdaya Alam dan Lingkungan (LEPSSDAL) Palu . Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Tolitoli, 2006. Kondisi Pesisir Kabupaten Tolitoli (Laporan Akhir). Bekerja sama dengan Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan . Jakarta. Nana Ratman, 1976. Peta Geologi Lember Tolitoli, Sulawesi Tengah. Direktorat Geologi. Departemen Pertambangan Republik Indonesia . Nontji 2006, Laut Nusantara, Djambatan Tim Ekspedisi KR.BJ VIII; 2009. Laporan Perjalanan Ekpsedisi Biodevesitas Selat Makassar. 47