65-187-1

advertisement
1
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM PERJANJIAN
PENGIKATAN JUAL BELI TANAH YANG MASIH
BERSTATUS HAK PENGELOLAAN
Riza Firdaus
Pegawai Staff Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Jl.Belitung Laut No.9.RT 005 Banjarmasin, Indonesia 70123
Telp. (0511) 3359047, Email : [email protected]
Abstrak: Dalam jual-beli tanah dan bangunan di Perumnas, tanah dan bangunan yang
menjadi obyek dari jual-beli masih merupakan sertipikat induk dan berstatus HPL yang
belum dipecah. Sehingga apabila Pembeli (A) tersebut ingin menjual lagi tanah dan
bangunannya kepihak lain (B) maka harus menunggu sertipikat HPL pecah menjadi
SHGB. Dalam kasus ini antara A dan B membuat PPJB dibawah tangan dan dilegalisasi
oleh Notaris. Padahal Seharusnya A menunggu HPL dipecah dulu minimal telah menjadi
SHGB agar dapat dijadikan obyek dalam pembuatan PPJB dibawah tangan. Dan
diketahui dalam hal ini B tidaklah mengetahui apakah tanah dan bangunan yang masih
berstatus HPL memang sudah bisa dibuatkan PPJB atau tidak. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui kedudukan PPJB yang dibuat secara dibawah tangan oleh para
pihak yang menggunakan obyek jual-beli yang masih berstatus HPL dan untuk
mengetahui perlindungan hukum perlindungan hukum bagi pembeli atas tanah dan
bangunan yang masih berstatus HPL. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
pendekatan Yuridis Normatif, yaitu suatu cara untuk menemukan data melalui bahanbahan pustaka.baik yang berasal dari buku-buku maupun peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual beli.
Kata-kata Kunci : Perlindungan Hukum, PPJB, HPL
Abstract: The research is aimed at studying the position of Land Pre-sale Binding
Contract unauthentically made by the parties in which the object of the sale is
still under the status of management right and studying the legal protection to
the buyers of buildings and land which is still under the status of management
right. The method applied is normative legal research. Based on its expected
goals the outcome of this research has the nature of descriptive analytical.
The results of this research are firstly, the position of Land Pre-sale Binding
Contract unauthentically made by the parties in which the object of the sale is
2
still under the status of management right is simply a preliminary agreement,
there is no transfer of right on transacted land although the buyer has fully paid
the price. The authority of the seller of the land and the building is hampered
because the land certificate has not been split yet. The seller is not authorized to
transfer the right on the land. This makes the position of Land Pre-sale Binding
Contract does not fulfil the validity requirement of a contract, namely the
capability, so the status of the Land Pre-sale Binding Contract is voidable.
Secondly, the legal protection to the buyers of buildings and land which is still
under the status of management right cannot be separated from the good faith
of the buyers. The buyers do not know precisely whether the object of the sale
and purchase under management right is saleable or not. The legal effort which
can be pursued by the buyers in the event the case cannot be amicably settled, is
by suing the seller to the court of justice.
Keywords: Legal Protection, Land Pre-sale Binding Contract, Management Right
tanggungan menurut peraturan perundang-
PENDAHULUAN
undangan yang berlaku. Menurut ketentuan
Notaris adalah pejabat umum yang
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
berwenang membuat akta otentik mengenai
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan
Agraria yang disebut juga Undang-Undang
yang diharuskan Undang-Undang dan/atau
Pokok Agraria untuk selanjutnya disebut
yang dikehendaki oleh yang berkepentingan,
UUPA, bahwa jual beli merupakan salah satu
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
cara untuk pemindahan hak kepemilikan atas
menyimpan akta, dan kewenangan lainnya.
tanah. Jual beli tersebut harus dilakukan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (untuk
dengan pembuatan akta otentik yang dibuat
selanjutnya disebut “PPAT”) adalah pejabat
dihadapan PPAT dikenal dengan nama Akta
umum yang diberi wewenang untuk membuat
Jual Beli (untuk selanjutnya disebut “AJB”).
akta pemindahan hak atas tanah, akta
pembebanan hak atas
pemberian
kuasa
tanah, dan
membebankan
Perumnas adalah Badan Usaha Milik
akta
Negara
hak
“BUMN”),
(untuk
yang
selanjutnya
berbentuk
disebut
Perusahaan
Umum
(Perum)
sahamnya
dimiliki
dimana
keseluruhan
Pasal 67 Permenag No. 9/1999, HPL dapat
oleh
Pemerintah.
diberikan
kepada
Badan-badan
hukum
Perumnas didirikan sebagai solusi pemerintah
Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.
dalam menyediakan perumahan yang layak
Dalam jual beli tanah dan bangunan di
bagi masyarakat menengah ke bawah. Maka
Perumnas, tanah dan bangunan yang menjadi
Pemerintah. Dalam melakasanakan tujuan
obyek dari jual beli masih merupakan
tersebut
Hak
setipikat induk dan berstatus HPL yang belum
disebut
dipecah. Sehingga untuk melaksanakan jual
“HPL”) atas tanah untuk di buat menjadi
beli tersebut tidak dapat menggunakan AJB
perumahan.
No.
yang merupakan akta PPAT, sebagaimana
9/1999, pengertian dari hak pengelolaan yaitu
yang kita tahu bahwa dalam memproses
hak menguasai dari Negara yang kewenangan
sertipikat di Badan Pertanahan Nasional
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
haruslah menggunakan akta yang dibuat oleh
pemegangnya.
berdasarkan
PPAT. Tapi akta notaris berupa Jual Beli
Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf f UU
Bangunan dan Penyerahan Penggunaan Tanah
BPHTB, pengertian HPL dijelaskan lebih
dapat dipakai oleh pihak Perumnas untuk
lengkap lagi yaitu hak menguasai dari Negara
pemecahan sertipikat Induk HPL menjadi
yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
Sertipikat Hak Guna Bangunan, dibalik nama
dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara
ke atas nama pembeli dan ditingkatkan
lain berupa perencanaan peruntukan dan
menjadi Sertipikat Hak Milik.
pemerintah
Pengelolaan
(untuk
memberikan
selanjutnya
Berdasarkan
Permenag
Selanjutnya,
penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk
Pihak
kedua
belumlah
dikatakan
keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan
sebagai pemilik tanah karena belum memiliki
bagian-bagian dari tanah tersebut kepada
sertipikat hak milik atas sertipikat yang
masyarakat
dibelinya dari Perumnas. Mengenai akta yang
atau konsumen. Berdasarkan
dibuatkan Notaris yang bernama Jual Beli
tidak memungkinkan bagi pihak kedua dan
Bangunan dan Penyerahan Penggunaan Tanah
ketiga untuk dibuatkan AJB.
yang dibuat antara Perumnas dan pihak
Dalam kasus ini prakteknya apabila
kedua, bila ditinjau dari segi namanya si
pihak kedua yang ingin menjual tanah dan
Pihak
hak
bangunannnya kepada pihak ketiga, mereka
menguasai atas tanah dan bangunan tersebut,
melaksanakan transaksi dengan menggunakan
meskipun nantinya pengurusan sertipikat akan
PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) yang
di selesaikan oleh Perumnas menjadi hak
dibuat dibawah tangan yang disahkan oleh
milik dan dibalik nama keatas nama pihak
Notaris, tetapi tidak dapat disertai dengan akta
kedua. Ditambah lagi dalam hukum perjanjian
kuasa dari Notaris karena yang menjadi obyek
ditentukan bahwa untuk peralihan hak milik
jual beli belumlah pecah menjadi satuan
tetap dipersyaratkan mengenai harus adanya
sertipikat dan membuatnya menjadi tidak
peralihan
milik
begitu jelas (masih Induk dan dalam status
(levering) sebagaimana yang diatur dalam
Sertipikat Hak Penglolaan) dan si pihak kedua
Pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum.
dalam hal ini meskipun sudah membelinya
kedua
atau
hanyalah
diberikan
penyerahan
hak
Dalam prakteknya pembeli sebagai
dari Perumnas akan tetapi karena sertipikat
pihak kedua dapat menjual lagi tanah dan
belum diselesaikan sehingga sementara itu si
bangunan yang dibelinya dari Perumnas
pihak kedua hanya dapat disebut menguasai
kepada
tanah saja karena status tanah masih HPL
pihak
ketiga,
diketahui
bahwa
sertipikat belumlah ditangan pihak kedua
yang dipegang oleh Perumnas.
karena menunggu proses pemecahan sampai
Pembuatan perjanjian pengikatan jual
dengan balik nama sertipikat di Badan
beli tanah yang dilahirkan dalam praktek
Pertanahan Nasional. Oleh karenanya juga
sehari-hari tentunya dapat diperkenankan
walaupun tidak terdapat pengaturannya dalam
Burgerlijk Wetboek (BW). Hal ini sebagai
jual beli adalah hanya barang-barang yang
konsekuensi dari asas kebebasan berkontrak
dapat diperdagangkan saja (Pasal 1332 Kitab
yang dianut dalam hukum perjanjian kita
Undang-Undang Hukum Perdata).
yaitu sepanjang tidak bertentangan dengan
Menjadi pertanyaan apakah pihak kedua
peraturan perundang-undangan, kesusilaan
sudah berhak menjual tanah yang statusnya
dan ketertiban. Sama seperti dalam perjanjian
masih HPL dan apakah sertipikat HPL dapat
jual beli lainnya dimana dalam perjanjian
di muat dalam pembuatan akta pengikatan
pengikatan jual beli tanah calon penjual
jual beli karena pada dasarnya yang berhak
adalah harus orang yang dapat bertindak
menjadi
bebas atas tanah tersebut atau dengan kata
berdasarkan Pasal 67 Permenag No. 9/1999
lain calon penjual adalah pemilik tanah atau
adalah badan hukum yang ditunjuk oleh
orang yang diberi kewenangan melalui kuasa
pemerintah.
untuk bertindak atas nama pemilik tanah yang
menjadi obyek perjanjian pengikatan jual beli.
subyek
Sehingga
yang
untuk
sertipikat
menimbulkan
menjadi
HPL
pertanyaan
permasalahan
adalah
Dari pengertian yang diberikan Pasal
Bagaimana kedudukan Perjanjian Pengikatan
1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Jual Beli yang dibuat secara dibawah tangan
di atas, perjanjian jual beli membebankan dua
dan Bagaimana perlindungan hukum bagi
kewajiban, yaitu:
pembeli atas bangunan dan tanah.
1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan
barang yang dijual kepada pembeli; dan
2. Kewajiban
pihak
pembeli
membayar
harga barang yang dibeli kepada penjual.
Sedangkan untuk pengertian barang
yang dapat menjadi obyek dalam perjanjian
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
kedudukan
Perjanjian
Pengikatan Jual Beli yang dibuat secara
dibawah
tangan
menggunakan
berstatus hak pengelolaan ?
obyek
2. Bagaimana
perlindungan
hukum
bagi
perjanjian
awal/pendahuluan
dilakukan
yang sudah
pembeli atas bangunan dan tanah yang
biasa
sebelum
melakukan
masih berstatus hak pengelolaan ?
perjanjian jual beli hak atas tanah dihadapan
PPAT. Hal ini kemudian dibahas atau
dianalisa menurut ilmu dan teori-teori atau
METODE PENELITIAN
pendapat
sendiri,
kemudian
terakhir
menyimpulkannya.
PENDEKATAN PENELITIAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini terutama adalah pendekatan
TEKNIK
Yuridis Normatif, yaitu: suatu cara untuk
HUKUM
menemukan
data
pustaka. Dimulai
melalui
dari
bahan-bahan
analisis
terhadap
PENGUMPULAN
BAHAN
Data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini dapat digolongkan menjadi dua, antara
permasalahan hukum baik yang berasal dari
lain. :
buku-buku maupun peraturan perundang-
a. Bahan hukum primer, merupakan bahan
undangan yang perkaitan dengan perjanjian
hukum yang bersifat mengikat dan harus
pengikatan jual beli.
ditaati, yang digunakan sebagai landasan
hukum,
yaitu
peraturan
perundang-
undangan yang berlaku.
SIFAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai
b. Bahan hukum sekunder, pengumpulan
dalam penelitian ini, maka hasil penelitian ini
bahan hukum yang dilakukan dengan cara
nantinya akan bersifat diskriptif-analisis, yaitu
studi dokumen, yaitu dengan menghimpun
memaparkan,
atau
data yang berasal dari kepustakaan yang
mengungkapkan keadaan tentang pemakaian
berupa buku-buku literatur, karya ilmiyah,
perjanjian
jurnal artikel-artikel, dan segala tulisan yang
menggambarkan
pengikatan
jual
beli
sebagai
mempunyai hubungan dengan permasalahan
HASIL
yang diteliti.
PEMBAHASAN
PENGOLAHAN DAN ANALISIS BAHAN
PENELITIAN
A. KEDUDUKAN
DAN
PERJANJIAN
PENGIKATAN JUAL BELI YANG
HUKUM
DIBUAT SECARA DI BAWAH
Bahan hukum yang diperoleh dalam
TANGAN
MENGGUNAKAN
penelitian ini akan dipaparkan dalam bentuk
OBYEK
uraian
PENGELOLAAN
yang
mengikuti
disusun
alur
secara
sistematika
sistematis
1. PERJANJIAN
kemudian dihubungkan satu dengan yang
BELI
lainnya
TANGAN
pokok
permasalahan,
sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
Bahan hukum
HAK
pembahasan.
Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh
dengan
BERSTATUS
PENGIKATAN
DIBUAT
SECARA
DIKAITKAN
JUAL
BAWAH
DENGAN
BALIK NAMA SERTIPIKAT
yang diperoleh kemudian
dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang
Jual beli adalah suatu persetujuan dengan
dilakukan dengan memahami dan merangkai
mana salah satu pihak mengikatkan dirinya
data yang telah diperoleh dan disusun
untuk menyerahkan suatu kebendaan dan
sistematis, kemudian ditarik kesimpulan. Dan
salah satu pihak lainnya membayar harga
kesimpulan
dengan
yang dijanjikan demikianlah rumusan pasal
menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu
1457 BW. Dalam Jual beli senantiasa terdapat
dengan cara berpikir yang mendasar pada hal-
dua
hal yang bersifat umum kemudian ditarik
kebendaan dan hukum perikatan. Dikatakan
kesimpulan secara khusus.
demikian karena pada sisi hukum kebendaan,
yang
diambil
sisi
hukum
perdata,
yaitu
hukum
jual beli melahirkan hak bagi kedua belah
pihak atas tagihan, yang berupa pernyerahan
kebendaan pada satu pihak dan pembayaran
harga jual pada pihak lainnya.1
Perjanjian
pengikatan
jual
beli
merupakan perkembangan dari perjanjian
Dalam transaksi jual beli tanah dan
karena dalam Undang-Undang tidak diaturnya
bangunan, seringkali kita mendengar dua
pembahasan mengenai perjanjian pengikatan
istilah ini: PPJB dan AJB. PPJB adalah
jual beli melainkan Undang-Undang hanya
Perjanjian Pengikatan Jual Beli, sedangkan
mengatur
AJB adalah Akta Jual Beli. Kedua istilah itu
mengakibatkan adanya peralihan hak atas
merupakan
tanah
sama-sama
perjanjian,
tapi
memiliki akibat hukum yang berbeda.
Perbedaan utama kedua istilah tersebut
adalah sifat otentikasinya. PPJB merupakan
yaitu
mengenai
dengan
jual
beli
dibuatkannya
yang
AJB
dihadapan seorang pejabat pembuat akta
tanah.
Dalam
hal
pembuatan
Perjanjian
ikatan awal antara penjual dan pembeli tanah
pengikatan jual beli merupakan kesepakatan
yang bersifat dibawah tangan (akta non
di antara para pihak yang sepakat berdasarkan
otentik). Akta non otentik berarti akta yang
asas kebebasan berkontrak selama perjanjian
dibuat hanya oleh para pihak (calon penjual
yang dibuat tersebut tidak bertentangan
dan
dengan perundang-undangan yang berlaku.
pembeli)
dan
tidak
melibatkan
notarsi/PPAT. Karena sifatnya non otentik,
Dengan adanya kebebasan berkontrak
hal itu menyebabkan PPJB tersebut tidak
membuat setiap orang maupun badan hukum
mengikat tanah sebagai obyek perjanjiannya
dapat membuat perjanjian-perjanjian yang
tidak menyebabkan beralihnya kepemilikan
tidak bernama atau tidak tercantum dalam
tanah dari penjual ke pembeli.2
BW, asalkan tetap mematuhi aturan-aturan
dalam perundang-undangan.
Perjanjian pengikatan jual beli yang
1
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi,
2003, Seri Hukum Perikatan Jual Beli, Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, hlm. 7
2
http://www.legalakses.com/ppjb-dan-ajb/
dibuat oleh A dan B merupakan suatu
perjanjian yang dibuat sehubungan dengan
adanya
peristiwa-peristiwa
Sehingga PPJB dibawah tangan yang
tertentu.
dibuat hanyalah sebagai perjanjian permulaan
Peristiwa-peristiwa tertentu tesebut, yaitu
saja. Karena untuk dapat terjadi peralihan hak
objek dilaksanakannya perjanjian pengikatan
atas tanah haruslah menggunakan akta PPAT
jual beli adalah karena sertipikat hak atas
sebagaimana telah diatur dalam Undang-
tanah belum selesai proses pemecahan dari
undang
HPL
mengenai hak atas tanah.
induk
atau
calon
penjual
belum
maupun
peraturan-peraturan
menguasai tanah tersebut karena status tanah
tersebut sebagai tanah garapan sehingga
diperlukan perjanjian pengikatan jual beli
2. KEKUATAN
PENGIKATAN JUAL BELI DI BAWAH
TANGAN
guna pengurusan sertipikat hak atas tanah
yang dapat menjadi bukti yang sempurna atas
PERJANJIAN
DIKAITKAN
STATUS
SERTIPIKAT
DENGAN
HAK
PENGELOLAAN
hak tanah tersebut. Setelah dipecah sertipikat
Dalam PPJB para pelaku yang terkait
hak atas tanah tersebut harus proses balik
nama atas nama calon penjual pada kantor
didalamnya
pertanahan.
memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-
Dalam PPJB biasanya diatur tentang
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi
yaitu
penjual
dan
pembeli
beda. Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUH
Perdata yang mengatur mengenai itikad baik
oleh para pihak agar dapat dilakukannya AJB.
sebagai landasan seseorang dalam membuat
Dengan demikian maka PPJB merupakan
suatu
perjanjian,
ikatan awal yang bersifat dibawah tangan
untuk dapat nantinya dilakukannya AJB yang
bersifat otentik.
melakukan:
antaranya
dengan
a. Bagi penjual, memberikan informasi yang
mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dari perbuatan hukum yang dilakukannya itu.3
dari obyek yang diperjual belikan;
Kesepakatan para pihak dan kecakapan
b. Melaksanakan hak dan dan kewajiban bagi
masing-masing penjual dan pembeli;
Dalam
tangan
pembuatan
haruslah
PPJB
mengikuti
para
pihak
merupakan
syarat
sahnya
perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila
dibawah
tidak
tepenuhi,
maka
perjanjian
dapat
syarat-syarat
dibatalkan artinya selama dan sepanjang para
sahnya perjanjian dimana terdapat dalam
pihak tidak membatalkan perjanjian, maka
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
perjanjian masih tetap berlaku. Sedangkan
Perdata yang menyatakan syarat supaya suatu
suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal
perjanjian sah diperlukan 4 (empat) syarat
merupakan syarat sahnya perjanjian yang
yaitu:
bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi,
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
maka perjanjian batal demi hukum artinya
2. Kecakapan
sejak semula dianggap tidak pernah ada
untuk
membuat
suatu
perjanjian;
perjanjian.
Pada
kenyataannya,
banyak
3. Suatu hal tertentu
perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya
4. Suatu sebab yang halal
perjanjian secara keseluruhan, misalnya unsur
Dua syarat yang pertama dinamakan
kesepakatan sebagai persesuaian kehendak
syarat subyektif, karena mengenai orang-
dari para pihak yang membuat perjanjian pada
orangnya atau subyek yang mengadakan
saat ini telah mengalami pergeseran dalam
perjanjian,
pelaksanaannya.
sedangkan
dua
syarat
yang
terakhir dinamakan syarat obyektif karena
3
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,
Loc.Cit., hlm. 17.
sahnya
Tanah” yang dibuat antara Perumnas dengan
dalam pembuatan
A, bila ditinjau dari segi judul aktanya si A
PPJB dibawah tangan dengan B dan yang
hanyalah diberikan hak menguasai atas tanah
Terkait
dengan
perjanjian, kecakapan A
syarat
menjadi subyek Jual Beli atas obyek setipikat
dan bangunan tersebut belum menjadi hak
HPL, Berdasarkan Permenag No. 9/1999,
mutlak
memiliki
atas
tanah,
meskipun
pengertian dari HPL yaitu hak menguasai dari
nantinya
pengurusan
sertipikat
akan
di
Negara yang kewenangan pelaksanaannya
selesaikan oleh Perumnas menjadi hak milik
sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya
dan dibalik nama keatas nama A di Kantor
dalam hal ini Perumnas.
ketentuan-ketentuan
Badan Pertanahan Nasional. Ditambah lagi
tersebut yang menyatakan yang berwenang
dalam hukum perjanjian ditentukan bahwa
dalam memindahkan hak atau yang menjadi
untuk
subyek atas tanah HPL dalam hal ini adalah
dipersyaratkan
Perumnas, membuat kedudukan si A menjadi
peralihan
belum jelas dalam PPJB yang dibuat dengan
(levering) sebagaimana yang diatur dan Pasal
B. Karena yang berhak memindah tangankan
1459 BW, yang berbunyi:
Karena
adanya
obyek yang berstatus hak pengelolaan adalah
Perumnas, oleh karenanya si A belumlah
peralihan
hak
mengenai
atau
milik
harus
penyerahan
hak
tetap
adanya
milik
“Hak milik atas barang yang dijual tidak
pindah kepada pembeli selama barrang
itu belun diserahkan menurut pasal 612,
dikatakan sebagai pemilik tanah karena belum
613 dan 616.”
memiliki sertipikat hak milik atas sertipikat
Pada kasus ini sertipikat yang diperjual
yang dibelinya dari Perumnas. Mengenai akta
belikan harus dibalik nama dulu dari atas
yang dibuatkan Notaris yang bernama “Jual
Beli Bangunan dan Penyerahan Penggunaan
nama perumnas ke atas nama A. Lalu setelah
itu barulah bisa beralih keatas nama B.
Karena PPJB yang dibuat oleh A dan B
Disini notaris memang di perbolehkan
memang sebenarnya belumlah dapat dibuat
untuk sebatas membuat legalisasi atas PPJB
karena menunggu HPL pecah dulu maka
tersebut
dan
sebatas
memastikan
Notaris tidak bersedia membuatkan akta
tanggung jawabnya
tanda
tangan
hanya
dan
penetapan kepastian tanggal, akan tetapi
secara Notaril dalam prakteknya dibuatlah
Notaris sebagai yang melegalisasi PPJB
PPJB secara dibawah tangan. Dan Noraris
tersebut haruslah dapat memberikan saran
dalam prakteknya mau melegalisasi PPJB
terhadap kedua belah pihak.
dibawah
tangan
tersebut.
Maksud
dari
legalisasi ini adalah, para pihak membuat
suratnya,
dibawa
menandatanganinya
ke
di
Notaris,
hadapan
lalu
Notaris,
kemudian dicatatkan dalam Buku Legalisasi.
Tanggal
pada
saat
penandatanganan
dihadapan Notaris itulah, sebagai tanggal
terjadinya perbuatan hukum, yang melahiran
hak dan kewajiban antara para pihak. Notaris
menetapkan
tanggal
kepastian
tanggal,
ditandatanganinya
sebagai
perjanjian
di
bawah tangan antara para pihak. Notaris
kemudian menuliskan redaksi Legalisasi pada
surat tersebut.
PPJB yang dibuat kekuatan hukumnya
sangat lemah karena hanya dibuat dibawah
tangan walaupun di legalisasi oleh notaris dan
poin yang sangat penting adalah A belumlah
berwenang dalam mengalihkan hak atas tanah
tersebut
ini
membuat
kedudukan
PPJB
menjadi tidak memenuhi syarat sah perjanjian
untuk kecakapan hukumnya sehingga PPJB
dapat dibatalkan dan tidak memenuhi syarat
suatu hal tertentu karena obyek jual beli
masih berupa HPL dan PPJB dapat batal demi
hukum. Sehingga PPJB yang dibuat sangat
lemah dan hampir tidak memiliki kekuatan
hukum.
Belum lagi apabila terjadi hal yang tidak
hal-hal yang sebenarnya diluar dugaan, dan
dikehendaki, seperti lokasi atau ukuran tanah
biasanya persoalan ini timbul dikemudian
yang awalnya hanya berupa data kavling dan
hari, salah satu contohnya adalah dalam
nomor tanah, apabila ketika sertipikat sudah
dalam kasus ini perjanjian pengikatan jual
pecah dan tidak sesuai dengan data yang
beli dimana salah satu pihak (dalam hal ini
dimasukan ke dalam PPJB dibawah tangan
penjual) melakukan wanprestasi.
yang dibuat A dan B (contohnya luasnya
PPJB termasuk jenis perjanjian timbal
berbeda atau letak tanah bergeser), tentunya
balik yaitu perjanjian yang memberikan hak
juga akan merugikan bagi B.
dan kewajiban kepada kedua belah pihak
yang membuat perjanjian tersebut. Berkaitan
B. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
PEMBELI ATAS
BANGUNAN
dengan sanksi atas keadaan wanprestasi,
dalam Hukum Perdata adanya kelalaian atau
DAN TANAH YANG MASIH
kealpaan salah satu pihak sehingga prestasi
BERSTATUS
yang wajib dilakukannya sesuai dengan yang
HAK
PENGELOLAAN
telah diperjanjikan di dalam perjanjian tidak
terpenuhi. Kondisi ini lazim disebut sebagai
1. PERLINDUNGAN
PEMBELI
DALAM
PENGIKATAN
DIBUAT
HUKUM
BAGI
PERJANJIAN
wanprestasi. Dewasa ini wanprestasi lebih
dikenal dengan istilah ingkar janji.
JUAL BELI YANG
SECARA
Dalam
melaksanakan
prestasi
ini
DIBAWAH
debitur harus mematuhi apa yang telah
TANGAN
MENGGUNAKAN
ditentukan
dalam
perikatan.
Debitur
SERTIPIKAT HAK PENGELOLAAN
Dalam jual beli tentu tidak selamanya dapat
berjalan dengan lancar, adakalanya timbul
bertanggung jawab atas perbuatannya yang
tidak
sesuai
dengan
ketentuan
yang
diperjanjikan oleh para pihak. Namun bila
kewajiban
ketentuan tersebut tidak diperjanjikan, maka
perjanjian pengikatan jual beli yang telah
disini
dibuat sebelumnya,
berlaku
ukuran
kelayakan
atau
kepatutan yang diakui dan berlaku dalam
masyarakat.
34
yang telah ditetapkan dalam
Yang menjadi pertanyaan disini adalah
apakah pembeli atau B ini sudah layak
Berarti kewajiban A selaku debitur
mendapatkan perlindungan hukum apabila
dalam PPJB adalah menyerahkan obyek yang
Penjual atau A wanprestasi dalam PPJB
diperjual
tersebut. Karena diketahui obyek jual beli di
belikan
dan
dapat
dikatakan
termasuk dalam katagori berbuat sesuatu
sini adalah masih berstatus hak pengelolaan.
Maka untuk dapat menjawab hal
seperti ikut menandatangani AJB apabila
tersebut dapatlah diteliti dahulu mengenai
sertipikat sudah selesai dipecah.
Wirjono Prodjodikoro SH, mengatakan
itikad baik B sebagai pembeli tanah dan
bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu
bangunan
prestasi didalam hukum perjanjian, berarti
memegang peranan penting dalam penafsiran
suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi
pembuatan PPJB.4 Sedangkan itikad baik
dari suatu perjanjian. Barangkali dalam
pada tahap pra PPJB merupakan kewajiban
bahasa
istilah
untuk memberitahukan atau menjelaskan dan
dan
meneliti fakta material bagi para pihak yang
untuk
berkaitan dengan obyek yang dinegosiasikan
Indonesia
“pelaksanaan
ketiadaan
janji
dapat
dipakai
untuk
pelaksanaannya
prestasi
janji
atau
wanprestasi”.
Wanprestasi
dalam
tersebut.
diperjanjikan
Asas
tersebut.5
itikad
Dan
baik
perlu
perjanjian
pengikatan jual beli berarti tidak dipenuhinya
4
Ridwan Khairandy, 2003, Itikad Baik dalam
Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, hlm. 217
5
Ibid, hlm. 252
diketahui kalau B tidak mengetahui jika tanah
pentingnya itikad baik tersebut sehingga
berstatus HPL belum boleh diperjual belikan.
dalam
Para pihak memiliki kewajiban itikad baik,
perjanjian antara para pihak, kedua belah
yakni
meneliti
pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan
untuk
hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik
menjelaskan
dan hubungan khusus ini membawa akibat
(medelelingsplicht). Dalam kasus ini maka
lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu
pembeli wajib meneliti berkaitan dengan
harus
objek yang diperjanjikan. Di sisi lain, penjual
kepentingan-kepentingan yang wajar dari
memiliki kewajiban untuk menjelaskan semua
pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak
informasi yang dia ketahui penting bagi
dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban
pembeli.
untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-
kewajiban
(onderzoekplicht)
untuk
dan
memberitahukan
dan
kewajiban
Asas itikad baik merupakan salah satu
perundingan-perundingan
bertindak
dengan
atau
mengingat
batas yang wajar terhadap pihak lawan
asas yang dikenal dalam hukum perjanjian.
sebelum
Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam
masing-masing
Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus
perhatian yang cukup dalam menutup kontrak
dilaksanakan dengan itikad baik. Sementara
yang berkaitan dengan itikad baik.6
itu,
Arrest
H.R.
di
Negeri
Belanda
menandatangani
Setiap
pihak
pihak
yang
perjanjian
harus
atau
menaruh
membuat
dan
memberikan peranan tertinggi terhadap itikad
melaksanakan perjanjian harus melandasinya
baik
bahkan
dengan itikad baik. Pasal 1338 ayat 3 KUH
kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad
Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian
baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu
6
Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak
Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, hlm. 5
dalam
tahap
praperjanjian
harus
dilaksanakan
dengan
itikad
baik.
akan mendapatkan perlindungan hukum dari
Artinya, dalam pembuatan dan pelaksanaan
segi keadilan saja.
perjanjian harus mengindahkan substansi
2. LANGKAH HUKUM YANG DAPAT
perjanjian
berdasarkan
kepercayaan
atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari
DILAKUKAN
membuat perjanjian, baik dalam pembuatan
maupun dalam pelaksanaan perjanjian maka
pihak yang beritikad baik akan mendapat
perlindungan hukum.7
Setelah membahas mengenai pembeli
yang beritikad baik dan kita implementasikan
kepada B, maka B belumlah dikatakan
memiliki itikad baik karena B dalam membeli
tanah dan bangunan tesebut tidak benar-benar
meneliti apakah tanah yang dibelinya sudah
memiliki setipikat atau belum dan apakah
tanah dan bangunan tersebut sudah bisa di
perjual belikan atau tidak jadi untuk B hanya
Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang
adil
serta
perlakuan
yang
sama
dihadapan hukum. Posisi dan kedudukan
seseorang di depan hukum (the equality of
law) sangat penting dalam mewujudkan
tatanan sistem hukum serta rasa keadilan
masyarakat. Setiap orang harus memiliki
kesempatan yang sama untuk mendapatkan
perlindungan hukum tersebut melalui proses
hukum yang dijalankan oleh penegak hukum,
khususnya pelaku kekuasaan kehakiman.
Salah satu tugas utama lembagalembaga yang berada dalam lingkungan
kekuasaan kehakiman adalah memperluas dan
mempermudah
7
Yunirman Rijan dan Ira Koesoemawati,
2009, Cara Mudah Membuat Surat Perjanjian/Kontrak
dan Surat Penting Lainnya, Jakarta: Raih Asa Sukses,
hlm. 8
PEMBELI
APABILA PENJUAL WANPRESTASI
para pihak. Jika kemudian ditemukan adanya
itikad tidak baik dari salah satu pihak yang
OLEH
akses
masyarakat
untuk
memperoleh keadilan (access to justice)
sebagai bentuk persamaan dihadapan hukum
Tuntutan hak adalah tindakan yang
dan untuk memperoleh perlindungan hukum.
bertujuan memperoleh perlindungan hak yang
Oleh
prinsip
diberikan oleh pengadilan untuk mencegah
penyelenggaraan peradilan adalah murah,
“eigenrichting”. Orang yang mengajukan
cepat, dan sederhana.8
tuntutan hak memerlukan akan perlindungan
karena
itu,
salah
satu
Langkah hukum yang dapat dilakukan
salah
satu
pihak
apabila
pihak
lain
hukum. Ia berkepentingan untuk memperoleh
perlindungan hukum, maka oleh karena itu ia
wanprestasi atas PPJB telah diatur menurut
mengajukan
ketentuan ganti rugi dalam Kitab Undang-
tuntutan hak kepengadilan.9
Undang Hukum Perdata pada dasarnya tidak
jauh
berbeda
antara
ganti
rugi
Untuk perlindungan hukum bagi B atas
yang
PPJB yang dibuat adalah sebatas berdasarkan
disebabkan oleh karena wanprestasi atau
pasal 1338 ayat (1) yang menyatakan bahwa
karena perbuatan melanggar hukum hanya
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah
saja dalam perbuatan melanggar hukum
berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka
dikenal adanya gugatan immateriil. Ganti rugi
yang membuatnya” dan pasal 1319 BW yang
immaterril ini tidak dapat ternilai dan Kitab
menyatakan PPJB masuk ke dalam perjanjian
Undang-Undang Hukum Perdata juga tidak
tidak bernama.
menentukan mengenai besarnya ganti rugi
Sebagaimana telah dibahas karena
yang harus diberikan atas kerugian yang
sertipikat berstatus hak pengelolaan sehingga
timbul akibat dari perbuatan melanggar
membuat A belum dapat memiliki wewenang
hukum.
untuk memindahkan hak atas tanah maka
8
J. Satrio, Op..Cit., hlm. 18
9
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., hlm. 70-71
PPJB yang dibuat dapat saja dibatalkan. Akan
membayar lunas. A belumlah berwenang
tetapi apabila B tidak ingin membatalkan
dalam
PPJB dan ingin A melaksanakan prestasinya
tersebut ini membuat kedudukan PPJB
yaitu menyerahkan tanah dan Bangunan maka
menjadi tidak memenuhi syarat sah
jika A wanprestasi B dapat saja menggugat A
perjanjian untuk kecakapan hukumnya
kepengadilan.
sehingga PPJB dapat dibatalkan dan tidak
mengalihkan
hak
atas
tanah
PPJB dibawah tangan yang dibuat
memenuhi syarat suatu hal tertentu karena
antara A dan B merupakan alat bukti yang
obyek jual beli masih berupa HPL dan
nantinya akan menjadi dasar pembuktian.
PPJB dapat batal demi hukum. Sehingga
Sehingga haruslah memperhatikan hal-hal apa
PPJB yang dibuat sangat lemah dan
saja yang penting dalam pembuatan PPJB
hampir tidak memiliki kekuatan hukum.
sehingga bernilai dalam pembuktian nantinya.
2. Perlindungan hukum bagi pembeli atas
bangunan dan tanah yang masih berstatus
PENUTUP
hak pengelolaan adalah dari segi keadilan
Kesimpulan
saja karena diketahui dalam hal ini B
1. Kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual
tidaklah tahu pasti mengenai apakah
Beli yang dibuat secara dibawah tangan
obyek jual beli berstatus HPL dapat
menggunakan obyek berstatus HPL hanya
diperjual belikan atau tidak. Mengenai
merupakan
sifatnya
langkah hukum yang dapat dilakukan B
perjanjian permulaan saja, tidak ada
selaku pembeli apabila A wanprestasi
mengalihkan hak dari hak atas tanah yang
adalah apabila kasus ini tidak dapat
diperjual
diselesaikan secara kekeluargaan maka
perjanjian
belikan
yang
meskipun
B
telah
langkah hukum yang dapat dilakukan B
bangunan),
adalah
ke
haknya, dan perizinan-perizinan yang
pengadilan. Ada 2 opsi pilihan bagi B,
melekat pada obyek tanah dan bangunan
dapat menggugat A kepengadilan agar A
tersebut. Memperhatikan isi dalam PPJB
mau melaksanakan kewajibannya yaitu
yang dibuat seperti hak dan kewajiban
menandatangani AJB atau membatalkan
dari pihak penjual dan pembeli agar
PPJB
dikemudian hari tidak ada yang merasa
dengan
karena
menggugat
disamping
A
A
belum
berwenang mengalihkan hak atas tanah,
sertifikat
dan
pemegang
dirugikan.
karena status tanah masih HPL induk dan
2. Dalam membuat suatu PPJB hendaklah
hanya berupa kavling tanah saja sehingga
kedua belah pihak sama-sama beritikad
membuat terdapat ketidakjelasan luas
baik.
tanah atau letak yang diperjual belikan
dilandasi
dan dikhawatirkan B dapat dirugikan.
pelaksanaannya kecil kemungkinan ada
Karena
suatu
dengan
perjanjian
itikad
baik
yang
pada
yang merasa dirugikan. Apabila ingin
Saran
membuat PPJB tersebut baiknya harus
1. Apabila ingin melakukan jual beli tanah
mengikut sertakan atau diketahui oleh
dan bangunan menggunakan PPJB maka
Perumnas selaku yang masih memegang
B
HPL, sehingga B selaku pembeli akan
haruslah
mengenai
memperhatikan
uraian
obyek
hal-hal
tanah
dan
bangunan harus jelas, antara lain ukuran
lebih aman haknya walaupun dengan
dibuatnya PPJB.
luas tanah dan bangunan (jika perlu
disertai peta bidang tanah dan arsitektur
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, 1979,
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata
Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan atas Undang Undang Nomor
Tahun
2004
Tentang
Tentang
Masalah
Kehutanan,
(Burgerlijk Wetboek).
30
Pokok
Ketentuan-Ketentuan
Jabatan
Notaris.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Agraria,
Pertambangan,
Transmigrasi dan Pengairan, Bandung:
Alumni.
Abdurrahman, 1987, Hak Pengelolaan Tanah
Negara
(Sebuah
Kepustakaan),
Hukum
Hasil
Penelitian
Badan
Nasional
Pembinaan
Departemen
Kehakiman.
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun
Abdulkadir, Muhammad. 1992. Hukum
1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Perikatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara
dan Hak Pengelolaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
tentang pendaftaran tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pembuat
Akta Tanah.
Yurisprudensi Mahkamah Agung, 1958.
Yurisprudensi Mahkamah Agung, 1996.
Ali Achmad Chomzah, 2002, Hukum
Pertanahan: Pemberian Hak Atas
Tanah
Negara, Sertipikat Dan
Permasalahan, Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Hadjon, Phillipus M., Perlindungan hukum
Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT.
Bina Ilmu.
Hermansyah,
Nanang,
2009,
Hukum
Perikatan (Perikatan Yang Bersumber
Buku
Dari
Perjanjian
Beserta
Perkembangannya, Banjarmasin: STIH
Sultan Adam Banjarmasin.
Catatan Penting Tentang Pengikatan
Khairandy, Ridwan, 2003, Itikad Baik dalam
Kebebasan
Berkontrak,
Fakultas
Hukum
Jakarta:
Universitas
Indonesia.
Indonesia,
Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Miru,
Ahmadi,
2007,
Hukum
Kontrak
Perancangan Kontrak, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Mitra Ilmu
Sasongko,
Wahyu,
2007,
Ketentuan-
Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Satijipto,
2000,
Konsumen,
Bandar
Lampung:
Universitas Lampung.
Satrio, J., 1999, Hukum Jaminan, Hak-Hak
Jaminan Kebendaan, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
Simanjuntak, P. N. H. 1999. Pokok-pokok
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2004.
Raharjo,
Jual-Beli Hak Atas Tanah, Jakarta:
Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan
Mertokusumo, Sudikno, 2014, Hukum Acara
Perdata
Rusdianto, Dony Hadi, 2009, Beberapa
Ilmu
Hukum,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Rasjidi, Lili dan I.B Wysa Putra. 1993.
Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung:
Remaja Rusdakarya.
Hukum perdata Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Situmorang, Victor M dan Cormentyna
Sitanggang, 1991, Aspek Hukum Akta
Catatan Sipil Di Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika.
Subekti. 2002. Hukum Perjanjian. Cet. 19.
Jakarta: Intermasa.
Rijan, Yunirman dan Ira Koesoemawati,
Sudarnanto, Aditya, 2009, Pejabat Pembuat
2009, Cara Mudah Membuat Surat
Akta Tanah, Antara Kewenangan Dan
Perjanjian/Kontrak dan Surat Penting
Lainnya, Jakarta: Raih Asa Sukses.
Kewajiban, Semarang: Pelita Ilmu.
Sutedi, Adrian, 2006, Peralihan Hak Atas
Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta:
Magister
Kenotariatan,
Yogyakarta,
Universitas Gajah Mada
Sinar Grafika.
Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi, 2003,
Seri
Hukum
Perikatan
Jual
Internet
Beli,
http://www.legalakses.com/ppjb-dan-ajb/
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Zakiyah. 2011. Hukum Perjanjian Teori dan
Perkembangannya.
Yogyakarta:
Pustaka Felicha.
Karya Ilmiah
Ariwibowo,
Antonius
Adityo,
2013,
Pemecahan Hak Guna Bangunan Induk
Menjadi
Hak
Perseorangan
Guna
Di
Bangunan
Atas
Pengelolaan, Tesis, Program
Magister
Kenotariatan,
Hak
Studi
Yogyakarta,
Universitas Gajah Mada
Lesmana Freddy, 2009, Perlindungan hukum
terhadap pihak ketiga dalam perjanjian
bot (build, operate and tranfer) di atas
tanah
hak
pengelolaan:
Studi
peremajaan Pasar Sudirapi di Kota
Banjarmasin,
Tesis,
Program
Studi
Download