1 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI TANAH YANG MASIH BERSTATUS HAK PENGELOLAAN Riza Firdaus Pegawai Staff Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Jl.Belitung Laut No.9.RT 005 Banjarmasin, Indonesia 70123 Telp. (0511) 3359047, Email : [email protected] Abstrak: Dalam jual-beli tanah dan bangunan di Perumnas, tanah dan bangunan yang menjadi obyek dari jual-beli masih merupakan sertipikat induk dan berstatus HPL yang belum dipecah. Sehingga apabila Pembeli (A) tersebut ingin menjual lagi tanah dan bangunannya kepihak lain (B) maka harus menunggu sertipikat HPL pecah menjadi SHGB. Dalam kasus ini antara A dan B membuat PPJB dibawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris. Padahal Seharusnya A menunggu HPL dipecah dulu minimal telah menjadi SHGB agar dapat dijadikan obyek dalam pembuatan PPJB dibawah tangan. Dan diketahui dalam hal ini B tidaklah mengetahui apakah tanah dan bangunan yang masih berstatus HPL memang sudah bisa dibuatkan PPJB atau tidak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan PPJB yang dibuat secara dibawah tangan oleh para pihak yang menggunakan obyek jual-beli yang masih berstatus HPL dan untuk mengetahui perlindungan hukum perlindungan hukum bagi pembeli atas tanah dan bangunan yang masih berstatus HPL. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan Yuridis Normatif, yaitu suatu cara untuk menemukan data melalui bahanbahan pustaka.baik yang berasal dari buku-buku maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual beli. Kata-kata Kunci : Perlindungan Hukum, PPJB, HPL Abstract: The research is aimed at studying the position of Land Pre-sale Binding Contract unauthentically made by the parties in which the object of the sale is still under the status of management right and studying the legal protection to the buyers of buildings and land which is still under the status of management right. The method applied is normative legal research. Based on its expected goals the outcome of this research has the nature of descriptive analytical. The results of this research are firstly, the position of Land Pre-sale Binding Contract unauthentically made by the parties in which the object of the sale is 2 still under the status of management right is simply a preliminary agreement, there is no transfer of right on transacted land although the buyer has fully paid the price. The authority of the seller of the land and the building is hampered because the land certificate has not been split yet. The seller is not authorized to transfer the right on the land. This makes the position of Land Pre-sale Binding Contract does not fulfil the validity requirement of a contract, namely the capability, so the status of the Land Pre-sale Binding Contract is voidable. Secondly, the legal protection to the buyers of buildings and land which is still under the status of management right cannot be separated from the good faith of the buyers. The buyers do not know precisely whether the object of the sale and purchase under management right is saleable or not. The legal effort which can be pursued by the buyers in the event the case cannot be amicably settled, is by suing the seller to the court of justice. Keywords: Legal Protection, Land Pre-sale Binding Contract, Management Right tanggungan menurut peraturan perundang- PENDAHULUAN undangan yang berlaku. Menurut ketentuan Notaris adalah pejabat umum yang Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun berwenang membuat akta otentik mengenai 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan Agraria yang disebut juga Undang-Undang yang diharuskan Undang-Undang dan/atau Pokok Agraria untuk selanjutnya disebut yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, UUPA, bahwa jual beli merupakan salah satu menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, cara untuk pemindahan hak kepemilikan atas menyimpan akta, dan kewenangan lainnya. tanah. Jual beli tersebut harus dilakukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (untuk dengan pembuatan akta otentik yang dibuat selanjutnya disebut “PPAT”) adalah pejabat dihadapan PPAT dikenal dengan nama Akta umum yang diberi wewenang untuk membuat Jual Beli (untuk selanjutnya disebut “AJB”). akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas pemberian kuasa tanah, dan membebankan Perumnas adalah Badan Usaha Milik akta Negara hak “BUMN”), (untuk yang selanjutnya berbentuk disebut Perusahaan Umum (Perum) sahamnya dimiliki dimana keseluruhan Pasal 67 Permenag No. 9/1999, HPL dapat oleh Pemerintah. diberikan kepada Badan-badan hukum Perumnas didirikan sebagai solusi pemerintah Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah. dalam menyediakan perumahan yang layak Dalam jual beli tanah dan bangunan di bagi masyarakat menengah ke bawah. Maka Perumnas, tanah dan bangunan yang menjadi Pemerintah. Dalam melakasanakan tujuan obyek dari jual beli masih merupakan tersebut Hak setipikat induk dan berstatus HPL yang belum disebut dipecah. Sehingga untuk melaksanakan jual “HPL”) atas tanah untuk di buat menjadi beli tersebut tidak dapat menggunakan AJB perumahan. No. yang merupakan akta PPAT, sebagaimana 9/1999, pengertian dari hak pengelolaan yaitu yang kita tahu bahwa dalam memproses hak menguasai dari Negara yang kewenangan sertipikat di Badan Pertanahan Nasional pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada haruslah menggunakan akta yang dibuat oleh pemegangnya. berdasarkan PPAT. Tapi akta notaris berupa Jual Beli Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf f UU Bangunan dan Penyerahan Penggunaan Tanah BPHTB, pengertian HPL dijelaskan lebih dapat dipakai oleh pihak Perumnas untuk lengkap lagi yaitu hak menguasai dari Negara pemecahan sertipikat Induk HPL menjadi yang kewenangan pelaksanaannya sebagian Sertipikat Hak Guna Bangunan, dibalik nama dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara ke atas nama pembeli dan ditingkatkan lain berupa perencanaan peruntukan dan menjadi Sertipikat Hak Milik. pemerintah Pengelolaan (untuk memberikan selanjutnya Berdasarkan Permenag Selanjutnya, penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk Pihak kedua belumlah dikatakan keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan sebagai pemilik tanah karena belum memiliki bagian-bagian dari tanah tersebut kepada sertipikat hak milik atas sertipikat yang masyarakat dibelinya dari Perumnas. Mengenai akta yang atau konsumen. Berdasarkan dibuatkan Notaris yang bernama Jual Beli tidak memungkinkan bagi pihak kedua dan Bangunan dan Penyerahan Penggunaan Tanah ketiga untuk dibuatkan AJB. yang dibuat antara Perumnas dan pihak Dalam kasus ini prakteknya apabila kedua, bila ditinjau dari segi namanya si pihak kedua yang ingin menjual tanah dan Pihak hak bangunannnya kepada pihak ketiga, mereka menguasai atas tanah dan bangunan tersebut, melaksanakan transaksi dengan menggunakan meskipun nantinya pengurusan sertipikat akan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) yang di selesaikan oleh Perumnas menjadi hak dibuat dibawah tangan yang disahkan oleh milik dan dibalik nama keatas nama pihak Notaris, tetapi tidak dapat disertai dengan akta kedua. Ditambah lagi dalam hukum perjanjian kuasa dari Notaris karena yang menjadi obyek ditentukan bahwa untuk peralihan hak milik jual beli belumlah pecah menjadi satuan tetap dipersyaratkan mengenai harus adanya sertipikat dan membuatnya menjadi tidak peralihan milik begitu jelas (masih Induk dan dalam status (levering) sebagaimana yang diatur dalam Sertipikat Hak Penglolaan) dan si pihak kedua Pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum. dalam hal ini meskipun sudah membelinya kedua atau hanyalah diberikan penyerahan hak Dalam prakteknya pembeli sebagai dari Perumnas akan tetapi karena sertipikat pihak kedua dapat menjual lagi tanah dan belum diselesaikan sehingga sementara itu si bangunan yang dibelinya dari Perumnas pihak kedua hanya dapat disebut menguasai kepada tanah saja karena status tanah masih HPL pihak ketiga, diketahui bahwa sertipikat belumlah ditangan pihak kedua yang dipegang oleh Perumnas. karena menunggu proses pemecahan sampai Pembuatan perjanjian pengikatan jual dengan balik nama sertipikat di Badan beli tanah yang dilahirkan dalam praktek Pertanahan Nasional. Oleh karenanya juga sehari-hari tentunya dapat diperkenankan walaupun tidak terdapat pengaturannya dalam Burgerlijk Wetboek (BW). Hal ini sebagai jual beli adalah hanya barang-barang yang konsekuensi dari asas kebebasan berkontrak dapat diperdagangkan saja (Pasal 1332 Kitab yang dianut dalam hukum perjanjian kita Undang-Undang Hukum Perdata). yaitu sepanjang tidak bertentangan dengan Menjadi pertanyaan apakah pihak kedua peraturan perundang-undangan, kesusilaan sudah berhak menjual tanah yang statusnya dan ketertiban. Sama seperti dalam perjanjian masih HPL dan apakah sertipikat HPL dapat jual beli lainnya dimana dalam perjanjian di muat dalam pembuatan akta pengikatan pengikatan jual beli tanah calon penjual jual beli karena pada dasarnya yang berhak adalah harus orang yang dapat bertindak menjadi bebas atas tanah tersebut atau dengan kata berdasarkan Pasal 67 Permenag No. 9/1999 lain calon penjual adalah pemilik tanah atau adalah badan hukum yang ditunjuk oleh orang yang diberi kewenangan melalui kuasa pemerintah. untuk bertindak atas nama pemilik tanah yang menjadi obyek perjanjian pengikatan jual beli. subyek Sehingga yang untuk sertipikat menimbulkan menjadi HPL pertanyaan permasalahan adalah Dari pengertian yang diberikan Pasal Bagaimana kedudukan Perjanjian Pengikatan 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jual Beli yang dibuat secara dibawah tangan di atas, perjanjian jual beli membebankan dua dan Bagaimana perlindungan hukum bagi kewajiban, yaitu: pembeli atas bangunan dan tanah. 1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli; dan 2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual. Sedangkan untuk pengertian barang yang dapat menjadi obyek dalam perjanjian RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat secara dibawah tangan menggunakan berstatus hak pengelolaan ? obyek 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi perjanjian awal/pendahuluan dilakukan yang sudah pembeli atas bangunan dan tanah yang biasa sebelum melakukan masih berstatus hak pengelolaan ? perjanjian jual beli hak atas tanah dihadapan PPAT. Hal ini kemudian dibahas atau dianalisa menurut ilmu dan teori-teori atau METODE PENELITIAN pendapat sendiri, kemudian terakhir menyimpulkannya. PENDEKATAN PENELITIAN Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini terutama adalah pendekatan TEKNIK Yuridis Normatif, yaitu: suatu cara untuk HUKUM menemukan data pustaka. Dimulai melalui dari bahan-bahan analisis terhadap PENGUMPULAN BAHAN Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, antara permasalahan hukum baik yang berasal dari lain. : buku-buku maupun peraturan perundang- a. Bahan hukum primer, merupakan bahan undangan yang perkaitan dengan perjanjian hukum yang bersifat mengikat dan harus pengikatan jual beli. ditaati, yang digunakan sebagai landasan hukum, yaitu peraturan perundang- undangan yang berlaku. SIFAT PENELITIAN Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai b. Bahan hukum sekunder, pengumpulan dalam penelitian ini, maka hasil penelitian ini bahan hukum yang dilakukan dengan cara nantinya akan bersifat diskriptif-analisis, yaitu studi dokumen, yaitu dengan menghimpun memaparkan, atau data yang berasal dari kepustakaan yang mengungkapkan keadaan tentang pemakaian berupa buku-buku literatur, karya ilmiyah, perjanjian jurnal artikel-artikel, dan segala tulisan yang menggambarkan pengikatan jual beli sebagai mempunyai hubungan dengan permasalahan HASIL yang diteliti. PEMBAHASAN PENGOLAHAN DAN ANALISIS BAHAN PENELITIAN A. KEDUDUKAN DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI YANG HUKUM DIBUAT SECARA DI BAWAH Bahan hukum yang diperoleh dalam TANGAN MENGGUNAKAN penelitian ini akan dipaparkan dalam bentuk OBYEK uraian PENGELOLAAN yang mengikuti disusun alur secara sistematika sistematis 1. PERJANJIAN kemudian dihubungkan satu dengan yang BELI lainnya TANGAN pokok permasalahan, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Bahan hukum HAK pembahasan. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh dengan BERSTATUS PENGIKATAN DIBUAT SECARA DIKAITKAN JUAL BAWAH DENGAN BALIK NAMA SERTIPIKAT yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang Jual beli adalah suatu persetujuan dengan dilakukan dengan memahami dan merangkai mana salah satu pihak mengikatkan dirinya data yang telah diperoleh dan disusun untuk menyerahkan suatu kebendaan dan sistematis, kemudian ditarik kesimpulan. Dan salah satu pihak lainnya membayar harga kesimpulan dengan yang dijanjikan demikianlah rumusan pasal menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu 1457 BW. Dalam Jual beli senantiasa terdapat dengan cara berpikir yang mendasar pada hal- dua hal yang bersifat umum kemudian ditarik kebendaan dan hukum perikatan. Dikatakan kesimpulan secara khusus. demikian karena pada sisi hukum kebendaan, yang diambil sisi hukum perdata, yaitu hukum jual beli melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan, yang berupa pernyerahan kebendaan pada satu pihak dan pembayaran harga jual pada pihak lainnya.1 Perjanjian pengikatan jual beli merupakan perkembangan dari perjanjian Dalam transaksi jual beli tanah dan karena dalam Undang-Undang tidak diaturnya bangunan, seringkali kita mendengar dua pembahasan mengenai perjanjian pengikatan istilah ini: PPJB dan AJB. PPJB adalah jual beli melainkan Undang-Undang hanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli, sedangkan mengatur AJB adalah Akta Jual Beli. Kedua istilah itu mengakibatkan adanya peralihan hak atas merupakan tanah sama-sama perjanjian, tapi memiliki akibat hukum yang berbeda. Perbedaan utama kedua istilah tersebut adalah sifat otentikasinya. PPJB merupakan yaitu mengenai dengan jual beli dibuatkannya yang AJB dihadapan seorang pejabat pembuat akta tanah. Dalam hal pembuatan Perjanjian ikatan awal antara penjual dan pembeli tanah pengikatan jual beli merupakan kesepakatan yang bersifat dibawah tangan (akta non di antara para pihak yang sepakat berdasarkan otentik). Akta non otentik berarti akta yang asas kebebasan berkontrak selama perjanjian dibuat hanya oleh para pihak (calon penjual yang dibuat tersebut tidak bertentangan dan dengan perundang-undangan yang berlaku. pembeli) dan tidak melibatkan notarsi/PPAT. Karena sifatnya non otentik, Dengan adanya kebebasan berkontrak hal itu menyebabkan PPJB tersebut tidak membuat setiap orang maupun badan hukum mengikat tanah sebagai obyek perjanjiannya dapat membuat perjanjian-perjanjian yang tidak menyebabkan beralihnya kepemilikan tidak bernama atau tidak tercantum dalam tanah dari penjual ke pembeli.2 BW, asalkan tetap mematuhi aturan-aturan dalam perundang-undangan. Perjanjian pengikatan jual beli yang 1 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, 2003, Seri Hukum Perikatan Jual Beli, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, hlm. 7 2 http://www.legalakses.com/ppjb-dan-ajb/ dibuat oleh A dan B merupakan suatu perjanjian yang dibuat sehubungan dengan adanya peristiwa-peristiwa Sehingga PPJB dibawah tangan yang tertentu. dibuat hanyalah sebagai perjanjian permulaan Peristiwa-peristiwa tertentu tesebut, yaitu saja. Karena untuk dapat terjadi peralihan hak objek dilaksanakannya perjanjian pengikatan atas tanah haruslah menggunakan akta PPAT jual beli adalah karena sertipikat hak atas sebagaimana telah diatur dalam Undang- tanah belum selesai proses pemecahan dari undang HPL mengenai hak atas tanah. induk atau calon penjual belum maupun peraturan-peraturan menguasai tanah tersebut karena status tanah tersebut sebagai tanah garapan sehingga diperlukan perjanjian pengikatan jual beli 2. KEKUATAN PENGIKATAN JUAL BELI DI BAWAH TANGAN guna pengurusan sertipikat hak atas tanah yang dapat menjadi bukti yang sempurna atas PERJANJIAN DIKAITKAN STATUS SERTIPIKAT DENGAN HAK PENGELOLAAN hak tanah tersebut. Setelah dipecah sertipikat Dalam PPJB para pelaku yang terkait hak atas tanah tersebut harus proses balik nama atas nama calon penjual pada kantor didalamnya pertanahan. memiliki hak dan kewajiban yang berbeda- Dalam PPJB biasanya diatur tentang syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi yaitu penjual dan pembeli beda. Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang mengatur mengenai itikad baik oleh para pihak agar dapat dilakukannya AJB. sebagai landasan seseorang dalam membuat Dengan demikian maka PPJB merupakan suatu perjanjian, ikatan awal yang bersifat dibawah tangan untuk dapat nantinya dilakukannya AJB yang bersifat otentik. melakukan: antaranya dengan a. Bagi penjual, memberikan informasi yang mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dari perbuatan hukum yang dilakukannya itu.3 dari obyek yang diperjual belikan; Kesepakatan para pihak dan kecakapan b. Melaksanakan hak dan dan kewajiban bagi masing-masing penjual dan pembeli; Dalam tangan pembuatan haruslah PPJB mengikuti para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila dibawah tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat syarat-syarat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para sahnya perjanjian dimana terdapat dalam pihak tidak membatalkan perjanjian, maka Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum perjanjian masih tetap berlaku. Sedangkan Perdata yang menyatakan syarat supaya suatu suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal perjanjian sah diperlukan 4 (empat) syarat merupakan syarat sahnya perjanjian yang yaitu: bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya maka perjanjian batal demi hukum artinya 2. Kecakapan sejak semula dianggap tidak pernah ada untuk membuat suatu perjanjian; perjanjian. Pada kenyataannya, banyak 3. Suatu hal tertentu perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya 4. Suatu sebab yang halal perjanjian secara keseluruhan, misalnya unsur Dua syarat yang pertama dinamakan kesepakatan sebagai persesuaian kehendak syarat subyektif, karena mengenai orang- dari para pihak yang membuat perjanjian pada orangnya atau subyek yang mengadakan saat ini telah mengalami pergeseran dalam perjanjian, pelaksanaannya. sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat obyektif karena 3 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Loc.Cit., hlm. 17. sahnya Tanah” yang dibuat antara Perumnas dengan dalam pembuatan A, bila ditinjau dari segi judul aktanya si A PPJB dibawah tangan dengan B dan yang hanyalah diberikan hak menguasai atas tanah Terkait dengan perjanjian, kecakapan A syarat menjadi subyek Jual Beli atas obyek setipikat dan bangunan tersebut belum menjadi hak HPL, Berdasarkan Permenag No. 9/1999, mutlak memiliki atas tanah, meskipun pengertian dari HPL yaitu hak menguasai dari nantinya pengurusan sertipikat akan di Negara yang kewenangan pelaksanaannya selesaikan oleh Perumnas menjadi hak milik sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya dan dibalik nama keatas nama A di Kantor dalam hal ini Perumnas. ketentuan-ketentuan Badan Pertanahan Nasional. Ditambah lagi tersebut yang menyatakan yang berwenang dalam hukum perjanjian ditentukan bahwa dalam memindahkan hak atau yang menjadi untuk subyek atas tanah HPL dalam hal ini adalah dipersyaratkan Perumnas, membuat kedudukan si A menjadi peralihan belum jelas dalam PPJB yang dibuat dengan (levering) sebagaimana yang diatur dan Pasal B. Karena yang berhak memindah tangankan 1459 BW, yang berbunyi: Karena adanya obyek yang berstatus hak pengelolaan adalah Perumnas, oleh karenanya si A belumlah peralihan hak mengenai atau milik harus penyerahan hak tetap adanya milik “Hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barrang itu belun diserahkan menurut pasal 612, dikatakan sebagai pemilik tanah karena belum 613 dan 616.” memiliki sertipikat hak milik atas sertipikat Pada kasus ini sertipikat yang diperjual yang dibelinya dari Perumnas. Mengenai akta belikan harus dibalik nama dulu dari atas yang dibuatkan Notaris yang bernama “Jual Beli Bangunan dan Penyerahan Penggunaan nama perumnas ke atas nama A. Lalu setelah itu barulah bisa beralih keatas nama B. Karena PPJB yang dibuat oleh A dan B Disini notaris memang di perbolehkan memang sebenarnya belumlah dapat dibuat untuk sebatas membuat legalisasi atas PPJB karena menunggu HPL pecah dulu maka tersebut dan sebatas memastikan Notaris tidak bersedia membuatkan akta tanggung jawabnya tanda tangan hanya dan penetapan kepastian tanggal, akan tetapi secara Notaril dalam prakteknya dibuatlah Notaris sebagai yang melegalisasi PPJB PPJB secara dibawah tangan. Dan Noraris tersebut haruslah dapat memberikan saran dalam prakteknya mau melegalisasi PPJB terhadap kedua belah pihak. dibawah tangan tersebut. Maksud dari legalisasi ini adalah, para pihak membuat suratnya, dibawa menandatanganinya ke di Notaris, hadapan lalu Notaris, kemudian dicatatkan dalam Buku Legalisasi. Tanggal pada saat penandatanganan dihadapan Notaris itulah, sebagai tanggal terjadinya perbuatan hukum, yang melahiran hak dan kewajiban antara para pihak. Notaris menetapkan tanggal kepastian tanggal, ditandatanganinya sebagai perjanjian di bawah tangan antara para pihak. Notaris kemudian menuliskan redaksi Legalisasi pada surat tersebut. PPJB yang dibuat kekuatan hukumnya sangat lemah karena hanya dibuat dibawah tangan walaupun di legalisasi oleh notaris dan poin yang sangat penting adalah A belumlah berwenang dalam mengalihkan hak atas tanah tersebut ini membuat kedudukan PPJB menjadi tidak memenuhi syarat sah perjanjian untuk kecakapan hukumnya sehingga PPJB dapat dibatalkan dan tidak memenuhi syarat suatu hal tertentu karena obyek jual beli masih berupa HPL dan PPJB dapat batal demi hukum. Sehingga PPJB yang dibuat sangat lemah dan hampir tidak memiliki kekuatan hukum. Belum lagi apabila terjadi hal yang tidak hal-hal yang sebenarnya diluar dugaan, dan dikehendaki, seperti lokasi atau ukuran tanah biasanya persoalan ini timbul dikemudian yang awalnya hanya berupa data kavling dan hari, salah satu contohnya adalah dalam nomor tanah, apabila ketika sertipikat sudah dalam kasus ini perjanjian pengikatan jual pecah dan tidak sesuai dengan data yang beli dimana salah satu pihak (dalam hal ini dimasukan ke dalam PPJB dibawah tangan penjual) melakukan wanprestasi. yang dibuat A dan B (contohnya luasnya PPJB termasuk jenis perjanjian timbal berbeda atau letak tanah bergeser), tentunya balik yaitu perjanjian yang memberikan hak juga akan merugikan bagi B. dan kewajiban kepada kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut. Berkaitan B. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI ATAS BANGUNAN dengan sanksi atas keadaan wanprestasi, dalam Hukum Perdata adanya kelalaian atau DAN TANAH YANG MASIH kealpaan salah satu pihak sehingga prestasi BERSTATUS yang wajib dilakukannya sesuai dengan yang HAK PENGELOLAAN telah diperjanjikan di dalam perjanjian tidak terpenuhi. Kondisi ini lazim disebut sebagai 1. PERLINDUNGAN PEMBELI DALAM PENGIKATAN DIBUAT HUKUM BAGI PERJANJIAN wanprestasi. Dewasa ini wanprestasi lebih dikenal dengan istilah ingkar janji. JUAL BELI YANG SECARA Dalam melaksanakan prestasi ini DIBAWAH debitur harus mematuhi apa yang telah TANGAN MENGGUNAKAN ditentukan dalam perikatan. Debitur SERTIPIKAT HAK PENGELOLAAN Dalam jual beli tentu tidak selamanya dapat berjalan dengan lancar, adakalanya timbul bertanggung jawab atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan oleh para pihak. Namun bila kewajiban ketentuan tersebut tidak diperjanjikan, maka perjanjian pengikatan jual beli yang telah disini dibuat sebelumnya, berlaku ukuran kelayakan atau kepatutan yang diakui dan berlaku dalam masyarakat. 34 yang telah ditetapkan dalam Yang menjadi pertanyaan disini adalah apakah pembeli atau B ini sudah layak Berarti kewajiban A selaku debitur mendapatkan perlindungan hukum apabila dalam PPJB adalah menyerahkan obyek yang Penjual atau A wanprestasi dalam PPJB diperjual tersebut. Karena diketahui obyek jual beli di belikan dan dapat dikatakan termasuk dalam katagori berbuat sesuatu sini adalah masih berstatus hak pengelolaan. Maka untuk dapat menjawab hal seperti ikut menandatangani AJB apabila tersebut dapatlah diteliti dahulu mengenai sertipikat sudah selesai dipecah. Wirjono Prodjodikoro SH, mengatakan itikad baik B sebagai pembeli tanah dan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu bangunan prestasi didalam hukum perjanjian, berarti memegang peranan penting dalam penafsiran suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi pembuatan PPJB.4 Sedangkan itikad baik dari suatu perjanjian. Barangkali dalam pada tahap pra PPJB merupakan kewajiban bahasa istilah untuk memberitahukan atau menjelaskan dan dan meneliti fakta material bagi para pihak yang untuk berkaitan dengan obyek yang dinegosiasikan Indonesia “pelaksanaan ketiadaan janji dapat dipakai untuk pelaksanaannya prestasi janji atau wanprestasi”. Wanprestasi dalam tersebut. diperjanjikan Asas tersebut.5 itikad Dan baik perlu perjanjian pengikatan jual beli berarti tidak dipenuhinya 4 Ridwan Khairandy, 2003, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 217 5 Ibid, hlm. 252 diketahui kalau B tidak mengetahui jika tanah pentingnya itikad baik tersebut sehingga berstatus HPL belum boleh diperjual belikan. dalam Para pihak memiliki kewajiban itikad baik, perjanjian antara para pihak, kedua belah yakni meneliti pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan untuk hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik menjelaskan dan hubungan khusus ini membawa akibat (medelelingsplicht). Dalam kasus ini maka lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu pembeli wajib meneliti berkaitan dengan harus objek yang diperjanjikan. Di sisi lain, penjual kepentingan-kepentingan yang wajar dari memiliki kewajiban untuk menjelaskan semua pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak informasi yang dia ketahui penting bagi dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban pembeli. untuk mengadakan penyelidikan dalam batas- kewajiban (onderzoekplicht) untuk dan memberitahukan dan kewajiban Asas itikad baik merupakan salah satu perundingan-perundingan bertindak dengan atau mengingat batas yang wajar terhadap pihak lawan asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. sebelum Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam masing-masing Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus perhatian yang cukup dalam menutup kontrak dilaksanakan dengan itikad baik. Sementara yang berkaitan dengan itikad baik.6 itu, Arrest H.R. di Negeri Belanda menandatangani Setiap pihak pihak yang perjanjian harus atau menaruh membuat dan memberikan peranan tertinggi terhadap itikad melaksanakan perjanjian harus melandasinya baik bahkan dengan itikad baik. Pasal 1338 ayat 3 KUH kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu 6 Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hlm. 5 dalam tahap praperjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. akan mendapatkan perlindungan hukum dari Artinya, dalam pembuatan dan pelaksanaan segi keadilan saja. perjanjian harus mengindahkan substansi 2. LANGKAH HUKUM YANG DAPAT perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari DILAKUKAN membuat perjanjian, baik dalam pembuatan maupun dalam pelaksanaan perjanjian maka pihak yang beritikad baik akan mendapat perlindungan hukum.7 Setelah membahas mengenai pembeli yang beritikad baik dan kita implementasikan kepada B, maka B belumlah dikatakan memiliki itikad baik karena B dalam membeli tanah dan bangunan tesebut tidak benar-benar meneliti apakah tanah yang dibelinya sudah memiliki setipikat atau belum dan apakah tanah dan bangunan tersebut sudah bisa di perjual belikan atau tidak jadi untuk B hanya Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Posisi dan kedudukan seseorang di depan hukum (the equality of law) sangat penting dalam mewujudkan tatanan sistem hukum serta rasa keadilan masyarakat. Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan perlindungan hukum tersebut melalui proses hukum yang dijalankan oleh penegak hukum, khususnya pelaku kekuasaan kehakiman. Salah satu tugas utama lembagalembaga yang berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman adalah memperluas dan mempermudah 7 Yunirman Rijan dan Ira Koesoemawati, 2009, Cara Mudah Membuat Surat Perjanjian/Kontrak dan Surat Penting Lainnya, Jakarta: Raih Asa Sukses, hlm. 8 PEMBELI APABILA PENJUAL WANPRESTASI para pihak. Jika kemudian ditemukan adanya itikad tidak baik dari salah satu pihak yang OLEH akses masyarakat untuk memperoleh keadilan (access to justice) sebagai bentuk persamaan dihadapan hukum Tuntutan hak adalah tindakan yang dan untuk memperoleh perlindungan hukum. bertujuan memperoleh perlindungan hak yang Oleh prinsip diberikan oleh pengadilan untuk mencegah penyelenggaraan peradilan adalah murah, “eigenrichting”. Orang yang mengajukan cepat, dan sederhana.8 tuntutan hak memerlukan akan perlindungan karena itu, salah satu Langkah hukum yang dapat dilakukan salah satu pihak apabila pihak lain hukum. Ia berkepentingan untuk memperoleh perlindungan hukum, maka oleh karena itu ia wanprestasi atas PPJB telah diatur menurut mengajukan ketentuan ganti rugi dalam Kitab Undang- tuntutan hak kepengadilan.9 Undang Hukum Perdata pada dasarnya tidak jauh berbeda antara ganti rugi Untuk perlindungan hukum bagi B atas yang PPJB yang dibuat adalah sebatas berdasarkan disebabkan oleh karena wanprestasi atau pasal 1338 ayat (1) yang menyatakan bahwa karena perbuatan melanggar hukum hanya “Semua perjanjian yang dibuat secara sah saja dalam perbuatan melanggar hukum berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka dikenal adanya gugatan immateriil. Ganti rugi yang membuatnya” dan pasal 1319 BW yang immaterril ini tidak dapat ternilai dan Kitab menyatakan PPJB masuk ke dalam perjanjian Undang-Undang Hukum Perdata juga tidak tidak bernama. menentukan mengenai besarnya ganti rugi Sebagaimana telah dibahas karena yang harus diberikan atas kerugian yang sertipikat berstatus hak pengelolaan sehingga timbul akibat dari perbuatan melanggar membuat A belum dapat memiliki wewenang hukum. untuk memindahkan hak atas tanah maka 8 J. Satrio, Op..Cit., hlm. 18 9 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., hlm. 70-71 PPJB yang dibuat dapat saja dibatalkan. Akan membayar lunas. A belumlah berwenang tetapi apabila B tidak ingin membatalkan dalam PPJB dan ingin A melaksanakan prestasinya tersebut ini membuat kedudukan PPJB yaitu menyerahkan tanah dan Bangunan maka menjadi tidak memenuhi syarat sah jika A wanprestasi B dapat saja menggugat A perjanjian untuk kecakapan hukumnya kepengadilan. sehingga PPJB dapat dibatalkan dan tidak mengalihkan hak atas tanah PPJB dibawah tangan yang dibuat memenuhi syarat suatu hal tertentu karena antara A dan B merupakan alat bukti yang obyek jual beli masih berupa HPL dan nantinya akan menjadi dasar pembuktian. PPJB dapat batal demi hukum. Sehingga Sehingga haruslah memperhatikan hal-hal apa PPJB yang dibuat sangat lemah dan saja yang penting dalam pembuatan PPJB hampir tidak memiliki kekuatan hukum. sehingga bernilai dalam pembuktian nantinya. 2. Perlindungan hukum bagi pembeli atas bangunan dan tanah yang masih berstatus PENUTUP hak pengelolaan adalah dari segi keadilan Kesimpulan saja karena diketahui dalam hal ini B 1. Kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual tidaklah tahu pasti mengenai apakah Beli yang dibuat secara dibawah tangan obyek jual beli berstatus HPL dapat menggunakan obyek berstatus HPL hanya diperjual belikan atau tidak. Mengenai merupakan sifatnya langkah hukum yang dapat dilakukan B perjanjian permulaan saja, tidak ada selaku pembeli apabila A wanprestasi mengalihkan hak dari hak atas tanah yang adalah apabila kasus ini tidak dapat diperjual diselesaikan secara kekeluargaan maka perjanjian belikan yang meskipun B telah langkah hukum yang dapat dilakukan B bangunan), adalah ke haknya, dan perizinan-perizinan yang pengadilan. Ada 2 opsi pilihan bagi B, melekat pada obyek tanah dan bangunan dapat menggugat A kepengadilan agar A tersebut. Memperhatikan isi dalam PPJB mau melaksanakan kewajibannya yaitu yang dibuat seperti hak dan kewajiban menandatangani AJB atau membatalkan dari pihak penjual dan pembeli agar PPJB dikemudian hari tidak ada yang merasa dengan karena menggugat disamping A A belum berwenang mengalihkan hak atas tanah, sertifikat dan pemegang dirugikan. karena status tanah masih HPL induk dan 2. Dalam membuat suatu PPJB hendaklah hanya berupa kavling tanah saja sehingga kedua belah pihak sama-sama beritikad membuat terdapat ketidakjelasan luas baik. tanah atau letak yang diperjual belikan dilandasi dan dikhawatirkan B dapat dirugikan. pelaksanaannya kecil kemungkinan ada Karena suatu dengan perjanjian itikad baik yang pada yang merasa dirugikan. Apabila ingin Saran membuat PPJB tersebut baiknya harus 1. Apabila ingin melakukan jual beli tanah mengikut sertakan atau diketahui oleh dan bangunan menggunakan PPJB maka Perumnas selaku yang masih memegang B HPL, sehingga B selaku pembeli akan haruslah mengenai memperhatikan uraian obyek hal-hal tanah dan bangunan harus jelas, antara lain ukuran lebih aman haknya walaupun dengan dibuatnya PPJB. luas tanah dan bangunan (jika perlu disertai peta bidang tanah dan arsitektur DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, 1979, Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor Tahun 2004 Tentang Tentang Masalah Kehutanan, (Burgerlijk Wetboek). 30 Pokok Ketentuan-Ketentuan Jabatan Notaris. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Agraria, Pertambangan, Transmigrasi dan Pengairan, Bandung: Alumni. Abdurrahman, 1987, Hak Pengelolaan Tanah Negara (Sebuah Kepustakaan), Hukum Hasil Penelitian Badan Nasional Pembinaan Departemen Kehakiman. Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun Abdulkadir, Muhammad. 1992. Hukum 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Perikatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah. Yurisprudensi Mahkamah Agung, 1958. Yurisprudensi Mahkamah Agung, 1996. Ali Achmad Chomzah, 2002, Hukum Pertanahan: Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Sertipikat Dan Permasalahan, Jakarta: Prestasi Pustaka. Hadjon, Phillipus M., Perlindungan hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT. Bina Ilmu. Hermansyah, Nanang, 2009, Hukum Perikatan (Perikatan Yang Bersumber Buku Dari Perjanjian Beserta Perkembangannya, Banjarmasin: STIH Sultan Adam Banjarmasin. Catatan Penting Tentang Pengikatan Khairandy, Ridwan, 2003, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Fakultas Hukum Jakarta: Universitas Indonesia. Indonesia, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Miru, Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Mitra Ilmu Sasongko, Wahyu, 2007, Ketentuan- Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Satijipto, 2000, Konsumen, Bandar Lampung: Universitas Lampung. Satrio, J., 1999, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Simanjuntak, P. N. H. 1999. Pokok-pokok Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2004. Raharjo, Jual-Beli Hak Atas Tanah, Jakarta: Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Mertokusumo, Sudikno, 2014, Hukum Acara Perdata Rusdianto, Dony Hadi, 2009, Beberapa Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Rasjidi, Lili dan I.B Wysa Putra. 1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Remaja Rusdakarya. Hukum perdata Indonesia. Jakarta: Djambatan. Situmorang, Victor M dan Cormentyna Sitanggang, 1991, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Subekti. 2002. Hukum Perjanjian. Cet. 19. Jakarta: Intermasa. Rijan, Yunirman dan Ira Koesoemawati, Sudarnanto, Aditya, 2009, Pejabat Pembuat 2009, Cara Mudah Membuat Surat Akta Tanah, Antara Kewenangan Dan Perjanjian/Kontrak dan Surat Penting Lainnya, Jakarta: Raih Asa Sukses. Kewajiban, Semarang: Pelita Ilmu. Sutedi, Adrian, 2006, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Magister Kenotariatan, Yogyakarta, Universitas Gajah Mada Sinar Grafika. Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi, 2003, Seri Hukum Perikatan Jual Internet Beli, http://www.legalakses.com/ppjb-dan-ajb/ Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Zakiyah. 2011. Hukum Perjanjian Teori dan Perkembangannya. Yogyakarta: Pustaka Felicha. Karya Ilmiah Ariwibowo, Antonius Adityo, 2013, Pemecahan Hak Guna Bangunan Induk Menjadi Hak Perseorangan Guna Di Bangunan Atas Pengelolaan, Tesis, Program Magister Kenotariatan, Hak Studi Yogyakarta, Universitas Gajah Mada Lesmana Freddy, 2009, Perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam perjanjian bot (build, operate and tranfer) di atas tanah hak pengelolaan: Studi peremajaan Pasar Sudirapi di Kota Banjarmasin, Tesis, Program Studi