UJI TINGKAT KONTAMINASI EKSPLAN Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) DALAM KULTUR IN VITRO MELALUI PERBANDINGAN DUA METODE STERILISASI Kartika Salam Juarna Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia [email protected] Abstract Research has been conducted to determine the effect of sterilizer combination to the contamination level of Pegagan’s (Centella asiatica L. Urban ) explant. Lamina and petiolus were used as an explant. Sterilizer combination is divided into two groups; Methods 1 (M1) and Methods 2 (M2). M1 consists of 0,5% Tetracycline solution, 0,3% Bayclean solution, 0,7% Dithane suspension, 0,3% Tetracycline solution, and aquadest. Meanwhile, M2 consists of Dettol solution, alkohol 70%, 20% Bayclean solution, 0,3% Dithane suspension, and Aquadest. The difference of both methods were on the presences of antibiotics (Tetracycline) in M1 and desinfectans (Bayclean) in M2. Research shows that lamina sterilized by M2 has less contamination than M1, although the petiolus show the same level of contamination. It is believed to be related to the structure that makes lamina contaminated easily. Keywords : Centella asiatica (L.) Urban, In Vitro Culture, Sterilization Methods (pegagan) banyak digunakan di India PENDAHULUAN Penggunaan tumbuhan sebagai (Singh et al., 2011) dan Indonesia (Santa tanaman obat telah meluas secara global dan Prajogo, 1992). Centella asiatica (L.) dan mendapat perhatian dari masyarakat. Urban Tumbuhan dapat dikategorikan sebagai Linn.) (Singh et al., tanaman obat apabila tumbuhan tersebut dikenal dengan nama lokal pegagan atau digunakan kaki kuda merupakan tumbuhan herba dari dalam pengobatan serta (sinonim Hydrocotyle asiatica 2010) yang lebih memiliki senyawa aktif yang berkhasiat divisi sebagai obat dan dapat digunakan untuk Magnoliopsida, bangsa Apiales, dan suku mencegah atau mengobati suatu penyakit Apiaceae (Hassan, yang 2008). Pegagan merupakan tanaman terna dimanfaatkan sebagai tanaman obat di atau herba tahunan, batang berupa stolon hutan diperkirakan yang menjalar diatas permukaan tanah sebanyak 7.500 jenis dari 30.000 jenis dengan panjang sekitar 10–80 cm. Daun tumbuhan yang ada. Namun, baru sekitar tunggal tersusun dalam roset yang terdiri 200 jenis yang telah dimanfaatkan sebagai atas 2-10 daun, berbentuk seperti ginjal bahan baku dalam industri obat tradisional (reniformis). Tepi daun bergerigi atau (BPOM RI, 2004; Kotranas, 2006). beringgit. Tangkai daun tegak dan bagian 2012). tropis Tumbuhan Indonesia Magnoliopyhta, (Umbelliferae) (BPOM kelas RI, Beberapa jenis tanaman obat telah dalamnya berlubang. Perbungaan berupa banyak digunakan, baik untuk pengobatan bunga majemuk tipe payung tunggal tradisional pengobatan (umbella), terisi atas 3–5 anak bunga. Buah modern (industri obat). Tanaman obat dengan 2 daun buah dan 2 ruang. Buah seperti kecil dengan tipe schizocarpium. Biji maupun Centella untuk asiatica (L.) Urban 119 Jurnal Pro-Life Volume 3Nomor 2, Juli 2016 dengan perikarpium yang agak tebal mungkin saja disebabkan karena mulai (BPOM, 2010; Soerjani et al., 1987; Santa banyak dilakukan pembudidayaan pegagan dan Prajogo, 1992). baik secara in vivo mapun secara in vitro. Pegagan telah digunakan sebagai Dewoto pada 2007 telah terjadi tumbuhan obat selama bertahun-tahun di mengemukakan India, dan peningkatan permintaan tanaman obat di Madagaskar (Singh et al., 2010). Secara Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh tradisional kecenderungan China, Srilanka, pegagan Nepal, digunakan untuk bahwa tahun masyarakat untuk penyakit kulit (BPOM RI, 2010). Selain menggunakan bahan obat alam. Faktor itu, untuk yang mendorong hal tersebut ialah obat batuk, batuk sintesis lebih mahal dan lebih banyak efek penyembuh luka, sampingnya (BPOM RI, 2004; Dewoto, wasir, 2007). Permintaan tanaman obat di dunia tuberkolosis. lepra, demam dan penambah diketahui berjumlah 342.550 ton pada selera makan (Januawati dan Muhammad, tahun 1991-1998, dimana pada masa 1992; Shukla et al., 1999; Padua et al., tersebut terjadi peningkatan permintaan 1999). obat herbal (Schippmann et al., pegagan juga mengobati sakit berdarah, disentri, radang, pegal digunakan perut, linu, asma, Pegagan memiliki berbagai senyawa Dewoto, 2007). Sementara itu di aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai Indonesia, sumber obat. Senyawa aktif yang dimiliki menggunakan tanaman obat pada tahun pegagan hidrokotilina 2000 dan jumlah tersebut meningkat (glikosida), menjadi 31,7% pada tahun 2001 (Dewoto, antara (alkoholik), lain asiatikosida oksiasiatikosida (saponin), madekosida, asam madekosid. 15,6% 2002; masyarakatnya 2007). brahminosida, Peningkatan permintaan tanaman sesquiterpen, triterpenoid, asam lemak, dan obat menyebabkan suplai tanaman obat minyak atsiri (Hashim, 2011; Januawati harus tersedia dalam jumlah yang besar. dan Muhammad, 1992; HMPC, 2010). Hal tersebut agak sulit dilakukan jika Manfaat yang sangat besar untuk masih menggunakan teknik budidaya pengobatan membuat pegagan banyak di konvensional atau melalui teknik in vivo. eksploitasi di alam (Tiwari et al., 2000). Selain itu, permintaan suplai tanaman obat Singh pada tahun 2010 menyebutkan yang status konservasi pegagan masuk ke dalam tingginya spesies Endangered, kemudian di tahun berpotensi mengurangi jumlah populasinya 2013 berubah menjadi Least concern (Tiwari et al., 2000; Singh et al., 2010). (IUCN Red List, 2013). Hal tersebut Oleh sebab itu, salah satu cara yang dapat semakin tinggi eksploitasi berakibat di alam pada yang 120 Kartika Salam Juarna: Uji Tingkat Kontaminasi Eksplan Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) Dalam Kultur In Vitro Melalui Perbandingan Dua Metode Sterilisasi dilakukan adalah dengan melakukan budidaya tanaman secara in vitro. (2008), Efrizal (2009), dan Tiwari et al. (2010). Kultur in vitro tumbuhan merupakan Penelitian kultur in vitro pegagan salah satu cara pengembangan materi juga biologis tumbuhan (sel, jaringan, organ) Biologi FMIPA UI sejak tahun 2006. berdasarkan teori totipotensi pada media Penelitian yang dilakukan antara lain nutrisi Teori induksi kalus dari eksplan lamina dan tersebut mengemukakan bahwa setiap sel petiolus oleh Handayani pada tahun 2006 hidup mengekpresikan semua dan Azhari pada tahun 2007, serta induksi informasi genetik yang dimiliki ke dalam akar adventif dan pemeriksaan senyawa bentuk organ utuh sehingga setiap eksplan triterpenoid dari akar adventif oleh Efrizal dapat tumbuh menjadi semai atau anakan pada tahun 2009. Selanjutnya, pada tahun (Pierik, 1997; Susilowati, 2003). Prinsip 2012 Febriyanti melakukan studi tentang tersebut kemudian dimanfaatkan untuk metode sterilisasi eksplan yang kemudian melalukan perbanyakan tanaman secara dimodifikasi oleh Novianti pada tahun cepat dan dalam jumlah besar. Proses 2013. dalam kondisi mampu aseptik. telah dilakukan di Departemen perbanyakan tanaman melalui teknik kultur Masalah yang sering dijumpai dalam in vitro memungkinkan suatu anakan kultur in vitro salah satunya adalah memiliki sifat yang sama dengan induknya kontaminasi eksplan. Hal tersebut dapat (Henuhili, 2013). menghambat Teknik kultur in vitro tumbuhan proses kultur karena menyebabkan eksplan tidak tumbuh atau sering dilakukan untuk proses budidaya bahkan tanaman di dilakukan untuk meminimalkan tingkat dalamnya tanaman obat. Hal tersebut kontaminasi adalah dengan melakukan disebabkan karena teknik kultur in vitro sterilisasi terhadap eksplan (Kartini, 1996; memiliki beberapa kelebihan dibanding Pierik, 1997). Terdapat beberapa metode teknik lainnya. sterilisasi yang telah diterapkan selama Kelebihan tersebut antara lain, eksplan penelitian kultur in vitro pegagan di yang waktu Departemen Biologi FMIPA UI. Dua regenerasi yang relatif cepat, serta sifat diantaranya adalah metode sterilisasi yang anakan seragam digunakan oleh Febriyanti pada tahun 2012 2011). dan Novianti pada tahun 2013. Kedua Penelitian terkait budidaya pegagan secara metode tersebut memiliki perbedaan dalam in vitro telah banyak dilakukan antara lain pemberian oleh Patra et al. (1998), Mohapatra et al. sterilisasi. Selain itu, kondisi lingkungan hortikultura, budidaya digunakan yang (Suryowinoto, termasuk tanaman cukup kecil, cenderung 1996; Abbas, mati. Salah antibiotik satu cara selama yang proses 121 Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 2, Juli 2016 yang tidak seragam pun diperkirakan Pembuatan media agar-agar 8% menjadi salah satu faktor yang kemudian dilakukan dengan menggunakan agar-agar menyebabkan perbedaan hasil. Untuk itu, [Swallow Globe] sebanyak 8 gram dan perlu hasil gula [Gulaku] sebanyak 30 gram. Suhu tingkat kontaminasi eksplan dari kedua yang digunakan untuk membuat media metode sterilisasi tersebut dalam kondisi agar-agar diatur stabil pada kisaran 100ºC, lingkungan yang seragam. Hal tersebut sedangkan bertujuan agar diketahui metode yang dengan densitas media. Proses pembuatan memperlihatkan tingkat kontaminasi yang media dibiarkan sampai larutan yang lebih rendah. sebelumnya berwarna kekuningan menjadi METODOLOGI bening sebagai indikator bahwa larutan Bahan tersebut telah homogen. dilakukan Eksplan pembandingan yang rotasinya disesuaikan adalah Larutan media yang telah homogen bagian lamina (daun) dan petiolus (tangkai kemudian dituangkan ke botol kultur daun) L. dengan volume sekitar 10 ml pada masing- Urban). Media yang digunakan adalah masing botol kultur. Botol kultur yang media agar-agar dengan kombinasi agar- telah berisi media kemudian disterilisasi agar sebanyak 8 gram ditambah dengan 30 menggunakan gram autoklaf diatur pada suhu 121ºC selama 15 pegagan gula digunakan kuat (Centella pasir asiatica (dilarutkan dengan autoklaf. Larutan akuades sampai 1 liter). menit. Cara Kerja disterilisasi basah kemudian disimpan Pembuatan dan sterilisasi media dalam rak kultur selama sepekan untuk pengamatan media Penggunaan yang kontaminasi telah media. Sterilisasi dan penanaman eksplan Metode 1 Eksplan dicuci dibawah air mengalir (15 menit) Eksplan direndam dalam lar. Tetracyclin 0,5% (60 menit) Eksplan dibilas dengan akuades steril Tetracycline 0,3 % + 2 tetes Tween 20 (5 menit) Susp. Dithane 0,7% + 2 tetes Tween 20 (5 menit) Larutan Bayclean 0,3% + 2 tetes Tween 20 (5 menit) Dibilas Akuades steril (5 menit) Dibilas Akuades steril (10 menit) Dipotong ukuran 1x1 cm. Tanam di media 122 Kartika Salam Juarna: Uji Tingkat Kontaminasi Eksplan Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) Dalam Kultur In Vitro Melalui Perbandingan Dua Metode Sterilisasi Metode 2 Eksplan dicuci dibawah air mengalir (15 menit) Bersihkan dengan lar. Detol (25 tetes dalam 250 ml air) Bilas dengan air mengalir Lar. Dithane 0,3% + 2 tetes Tween 20 (3 menit) Lar. Bayclean 20% + 2 tetes Tween 20 (5 menit) Rendam dengan alkohol 70% (15 detik) Lar. Alkohol 70% (30 detik) Rendam dalam akuades steril (3 menit) Rendam dalam akuades steril (5 menit) Dipotong ukuran 1x1 cm. Tanam di media Rendam dalam akuades steril (10 menit) HASIL DAN PEMBAHASAN kapang. Kontaminasi bakteri ditandai Pengamatan Kontaminasi Eksplan dan Media dengan warna keruh pada media dan terkadang muncul aroma, kontaminasi Pengamatan kontaminasi dilakukan khamir ditandai dengan warna keruh satu kali per pekan untuk memantau seperti susu kondisi melihat kapang ditandai eksplan. benang-benang miselia (Gamborg dan eksplan keberhasilan sekaligus sterilisasi Kontaminasi yang biasa ditemukan yaitu sedangkan dengan kontaminasi munculnya Phillips, 1995). berupa kontaminasi bakteri, khamir, atau Jumlah Botol Perbandingan Tingkat Kontaminasi Lamina M1 dan M2 Selama 4 Pekan M1, 2, 8 M1, 1, 4 M2, 2, 4 M1, 3, 9 M2, 3, 5 M1, 4, 10 M2, 4, 6 M2, 1, 0 Pekan keM1 M2 Gambar 1. Histogram perbandingan tingkat kontaminasi lamina M1 dan M2 selama 4 pekan 123 Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 2, Juli 2016 Secara umum, hasil pengamatan pertama. Baik eksplan maupun media kontaminasi pada eksplan lamina dan semuanya terpantau dalam keadaan bersih petiolus dari kontaminan. Pekan kedua, hasil menunjukkan bahwa eksplan lamina lebih rentan terhadap kontaminasi pengamatan dibanding eksplan petiolus. Hal tersebut kontaminasi kapang di empat buah botol kemungkinan disebabkan oleh struktur yaitu botol nomor 2, 7, 8, dan 11. Pekan lamina yang pipih. Struktur tersebut selanjutnya kontaminasi bertambah di satu berpotensi untuk membuat lamina-lamina botol yaitu botol nomor 15. Pengamatan di tersebut saling menempel satu sama lain pekan terakhir menunjukkan kontamiasi ketika proses sterilisasi di dalam labu tambahan di botol nomor 1 sehingga total Erlenmeyer sehingga sterilisasi permukaan akhir kontaminasi menjadi 6 buah botol yang dilakukan kurang baik hasilnya. yang Hasil pengamatan eksplan lamina metode kontaminasi kapang. 1 (M1) pada pekan pertama menunjukkan memperlihatkan semuanya adanya merupakan Pengamatan hasil dua jenis metode kontaminasi kapang di botol nomor 2, 10, sterilisasi tersebut memperlihatkan bahwa 11, dan 14. Pengamatan pekan kedua metode 2 memberikan hasil sterilisasi yang memperlihatkan terjadinya penambahan lebih kontaminasi sebanyak 4 botol di botol Sebanyak 10 botol terkontaminasi oleh nomor 6, 7, 8, dan 9. Pekan selanjutnya kapang pada metode 1 sedangkan metode 2 hanya bertambah satu botol yaitu botol hanya sebanyak 6 botol saja. Hasil tersebut nomor 3 dan di pekan terakhir terjadi membuktikan kontaminasi di botol nomor 13 sehingga Tetracycline tidak memberikan hasil yang total lebih baik sehingga hipotesis awal tidak kontaminasi lamina dengan menggunakan metode satu sebanyak 10 baik dibandingkan bahwa metode 1. pemberian terbukti. botol. Kontaminasi yang terjadi di 10 botol Metode dua memberikan hasil lebih tersebut semuanya merupakan kontaminasi baik kapang yang ditandai dengan munculnya sterilan yang terdiri dari antiseptik dan benang-benang desinfektan berefek lebih baik terhadap miselia berwarna kemungkinan dikarenakan seri kehitaman yang mulai tumbuh dari tepian penghambatan eksplan mikroorganisme. Zat yang terkandung di lalu menyebar ke seluruh pertumbuhan permukaan media. dalam antiseptik Dettol dan desinfektan Eksplan Lamina Daun Bayclin Hasil pengamatan eksplan lamina metode 2 menunjukkan (M2) sama kontaminasi membunuh mikroorganisme dengan segera sedangkan Tetracycline sekali tidak yang merupakan antibiotik memerlukan di pekan waktu yang lebih lama dalam menghambat 124 Kartika Salam Juarna: Uji Tingkat Kontaminasi Eksplan Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) Dalam Kultur In Vitro Melalui Perbandingan Dua Metode Sterilisasi sintesis protein bakteri sehingga ketika botol masih dalam keadaan bersih dari eksplan dipindah ke sterilan selanjutnya, kontaminan. proses sintesis protein belum benar-benar nomor terhambat. kapang. Pekan ketiga, terdapat tambahan Eksplan Petiolus Daun tiga botol yang terkontaminasi oleh kapang Hasil pengamatan eksplan petiolus yang menggunakan selanjutnya terkontaminasi botol oleh jenis yaitu botol nomor 1, 6, dan 12. Pekan 1 terakhir pengamatan menunjukkan botol memperlihatkan adanya dua botol yang nomor 2 juga terkontaminasi sehingga terkontaminasi pertama. hasil akhir keseluruhan terdapat lima buah Pengamatan di pekan kedua menunjukkan botol yang terkontaminasi dan semuanya adanya penambahan kontaminasi kapang merupakan kontaminasi jenis kapang. pada metode 13 Pekan pekan pada botol nomor 9 dan kontaminasi Hasil pengamatan eksplan petiolus bakteri atau khamir pada botol nomor 7. metode 2 tidak memperlihatkan adanya Pengamatan tidak kontaminasi pada pekan pertama. Semua tambahan botol masih dalam keadaan bersih dari menunjukkan pekan ketiga adanya kontaminasi. Pengamatan pekan terakhir kontaminan. terdapat nomor satu tambahan botol yang 13 Pekan selanjutnya terkontaminasi botol oleh jenis terkontaminasi sehingga total kontaminasi kapang. Pekan ketiga, terdapat tambahan pada petiolus metode 1 sebanyak 5 botol tiga botol yang terkontaminasi oleh kapang dengan proporsi empat botol dengan yaitu botol nomor 1, 6, dan 12. Pekan kontaminasi jenis kapang dan satu botol terakhir pengamatan menunjukkan botol dengan kontaminasi jenis bakteri atau nomor 2 juga terkontaminasi sehingga khamir. hasil akhir keseluruhan terdapat lima buah Hasil pengamatan eksplan petiolus botol yang terkontaminasi dan semuanya metode 2 tidak memperlihatkan adanya merupakan kontaminasi jenis kapang. kontaminasi pada pekan pertama. Semua Jumlah Botol Perbandingan Tingkat Kontaminasi Petiolus M1 dan M2 Selama 4 Pekan M2, 3, 4 M1, 3, 4 M1, 2, 4 M1, 1, 2 M2, 1, 0 M2, 4, 5 M1, 4, 5 M2, 2, 1 Pekan keM1 M2 Gambar 2. Histogram perbandingan tingkat kontaminasi petiolus M1 dan M2 selama 4 pekan 125 Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 2, Juli 2016 Tabel 1. Rekapitulasi Kontaminasi Eksplan Centella asiatica L. Urban Metode 1 2 Eksplan Total Eksplan Pekan 1 B K Σ Jumlah Kontaminasi (per Pekan) Pekan 2 Pekan 3 Pekan 4 B K Σ B K Σ B K Σ Total Kontaminasi (%) Lamina 15 0 4 4 0 8 8 0 9 9 0 10 10 66 % Petiolus 15 0 2 2 0 4 4 0 4 4 0 5 5 33 % Lamina 15 0 0 0 0 4 4 0 5 5 0 6 6 40% Petiolus 15 0 0 0 0 1 1 0 4 4 0 5 5 33% Keterangan : B = Kontaminasi oleh bakteri/khamir, K = Kontaminasi oleh Kapang Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat Kultur petiolus metode satu kontaminasi eksplan petiolus metode satu memperlihatkan hasil delapan eksplan dan metode dua memperlihatkan hasil mengalami pencokelatan, tiga eksplan yang sama yaitu kontaminasi ditemukan di mengalami pelekukan, satu eksplan lima mengalami pemutihan, dua eksplan botol kultur. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh struktur mengalami pemanjangan, satu eksplan morfologi petiolus yang berbentuk batang mengalami pencokelatan namun hanya di silindris. Struktur tersebut cenderung lebih ujungnya saja dan satu eksplan tidak memudahkan proses sterilisasi eksplan memperlihatkan respons apa pun. Kultur karena petiolus tidak saling menempel saat petiolus metode dua memperlihatkan hasil perendaman seperti yang terjadi pada delapan eksplan mengalami pencokelatan, lamina. Akibatnya, hasil pengamatan tidak satu eksplan mengalami pelekukan, satu menunjukkan secara spesifik metode mana eksplan mengalami pencokelatan namun yang lebih baik untuk sterilisasi petiolus. hanya di satu sisi, satu eksplan mengalami Pengamatan respons eksplan dan media pemutihan dan satu eksplan mengalami Pengamatan lain yang dilakukan adalah pengamatan eksplan. Respons pencokelatan dapat terjadi Respons eksplan yang diamati dibagi karena adanya enzim polifenol oksidase menjadi pencokelatan, pemanjangan, dan yang dilepaskan oleh tumbuhan dalam pelekukan. kondisi oksidatif ketika jaringan tumbuhan Kultur respons pemanjangan. lamina dengan menggunakan metode satu menghasilkan mengalami respons pencokelatan di semua eksplan, mengoksidasi dan yang oksidator berupa Cu+2 dan oksigen yang memperlihatkan dua respons pelekukan, kemudian menghasilkan senyawa quinon. sedangkan kultur lamina dengan metode Senyawa dua dengan protein akan berubah menjadi terdapat dua memperlihatkan semua eksplan. eksplan pencokelatan di pelukaan. senyawa quinon Enzim tersebut fenol dengan ketika berinteraksi senyawa melanat yang berwarna cokelat. 126 Kartika Salam Juarna: Uji Tingkat Kontaminasi Eksplan Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) Dalam Kultur In Vitro Melalui Perbandingan Dua Metode Sterilisasi Senyawa tersebut jika terakumulasi dalam dapat terjadi kemungkinan karena adanya jumlah banyak akan menjadi racun bagi aktivitas dari hormon endogen yang masih tumbuhan (George dan Sherrington, 1984). terdapat Reaksi pencokelatan ditemukan hampir di semua jenis eksplan baik eksplan lamina maupun eksplan petilolus. Hal di dalam eksplan sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan eksplan. Dengan demikian, dapat dilihat tersebut disebabkan oleh adanya pelukaan bahwa tingkat kontaminasi lebih tinggi yang eksplan terjadi pada metode M1, sedangkan tingkat sehingga memicu reaksi sintesis senyawa kontaminasi pada metode M2 masih cukup melanat yang berwarna cokelat. Peristiwa tinggi yaitu di atas 50%. Namun demikian, pencokelatan dapat dicegah dengan cara respons yang ditunjukkan oleh metode M1 memberikan beragam terjadi pada jaringan senyawa adsorban antioksidan. Senyawa adsorban dan karena adanya respons yang pemutihan, pelekukan, dan pemanjangan umum digunakan dalam kultur in vitro pada beberapa eksplan sedangkan pada antara dan metode M2 secara umum lebih banyak polivinilpirolidon, sedangkan antioksidan terlihat respon pencokelatan yang terjadi yang hampir di semua eksplan. lain umum arang aktif digunakan adalah asam askorbat (Abdelwahd et al., 2008). KESIMPULAN Hasil pengamatan lain menunjukkan Pengamatan kontaminasi bahwa terjadi reaksi pemanjangan pada menunjukkan bahwa metode terbaik adalah eksplan. Biasanya respons pemanjangan metode 2 (M2) dengan kontaminasi lamina diperlihatkan yang sebanyak 40% dan kontaminasi petiolus ditumbuhkan dalam media yang diberikan sebanyak 33%. Respons eksplan pada tambahan respons metode M1 dan M2 memperlihatkan pemanjangan tetap ditemukan dalam media adanya respons pencokelatan, pelekukan, yang tidak diberikan hormon. Hal tersebut dan pemanjangan. pada hormon. eksplan Namun, DAFTAR PUSTAKA Abbas B. 2011. Prinsip Dasar Kultur Jaringan. Penerbit Alfabeta, Bandung : x +138 hlm. Abdelwahd RN, Hakam M, Labhilili SM, Udupa. 2008. Use of an adsorbent and antioxidants to reduce the effects of leached phenolics in in vitroplantlet regeneration of faba bean. African Journal of Biotechnology, 7(8): 9971002. BPOM RI. 2004. Monografi ekstrak tumbuhan obat Indonesia. Vol. 1. BPOM RI, Jakarta: xi + 159 hlm. BPOM RI. 2010. Booklet Pegagan. BPOM RI, Jakarta : iv + 14 Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia, 57(7): 205-211. 127 Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 2, Juli 2016 Efrizal RA. 2009. Pemeriksaan kelompok senyawa triterpenoid pada akar adventif hasil kulturin vitrodaun Centella asiatica (L.) Urban (pegagan). Skripsi S-1. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Depok: vii + 83 hlm. Gamborg OL dan GC Phillips (ed). 1995. Plant cell, tissue and organ culture: Fundamental methods. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New York: xxiv + 358 hlm. George EF dan PD Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture: Handbook and directory of commercial laboratory. Exegetics Limited, Basingstoke: viii + 709 hlm. Hassan BAR. 2012. Medicinal plants (important and uses). Pharmaceutica Analytica Acta, 3: 10. Kartini E. 1996. Sterilan yang sesuai untuk budidaya in vitrotunas Curcuma xanthorriza Roxb. Chimera, 1(2): 5666. Mohapatra H, DP Barik dan SP Rath. 2008. A brief communication: In vitro regeneration of medicinal plant Centella asiatica. Biologia Plantarum, 52(2): 339-342. Patra A, B Rai, GR Rout, P Das. 1998. Successful plant regeneration from callus culture of Centella asiatica (Linn.) Urban. Plant Growth Regulation, 24: 13-16. Pierik RLM. 1997. In vitro culture of higher plants, 4th ed. Springer Science+Business Media Dordrecht, Dordrecht: v + 348 hlm. Pribadi ER. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya. Perspektif, 8 (1) : 52 – 64 Santa GP dan B Prajogo. 1992. Studi taksonomi Centella asiatica (L.) Urban. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1(2): 46-47. Shukla A, AM Rasik, GK Jain, R Shankar, DK Kulshrestha, BN Dhawan. 1999. In vitro and in vivo wound healing activity of asiaticoside isolated from Centella asiatica. Journal of Ethnopharmacology, 65: 1-11. Singh S, A Gautam, A Sharma, A Batra. 2010. Centella asiatica L.: A plant with immense medicinal potential but threatened. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 4(3): 9-17. Suryowinoto M. 1996. Pemuliaan tanaman secara in vitro. Kanisius, Yogyakarta: 5-252 hlm. Tiwari KN, NC Sharma, V Tiwari, BD Singh. 2000. Micropropagation of Centella asiatica (L.), a valuable madicinal herb. Plant Cell, Tissue and Organ Culture, 63: 179-185. 128