Pegagan

advertisement
UJI TINGKAT KONTAMINASI EKSPLAN
Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) DALAM KULTUR IN VITRO
MELALUI PERBANDINGAN DUA METODE STERILISASI
Kartika Salam Juarna
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
[email protected]
Abstract
Research has been conducted to determine the effect of sterilizer combination to the contamination level of
Pegagan’s (Centella asiatica L. Urban ) explant. Lamina and petiolus were used as an explant. Sterilizer
combination is divided into two groups; Methods 1 (M1) and Methods 2 (M2). M1 consists of 0,5% Tetracycline
solution, 0,3% Bayclean solution, 0,7% Dithane suspension, 0,3% Tetracycline solution, and aquadest.
Meanwhile, M2 consists of Dettol solution, alkohol 70%, 20% Bayclean solution, 0,3% Dithane suspension, and
Aquadest. The difference of both methods were on the presences of antibiotics (Tetracycline) in M1 and
desinfectans (Bayclean) in M2. Research shows that lamina sterilized by M2 has less contamination than M1,
although the petiolus show the same level of contamination. It is believed to be related to the structure that
makes lamina contaminated easily.
Keywords : Centella asiatica (L.) Urban, In Vitro Culture, Sterilization Methods
(pegagan) banyak digunakan di India
PENDAHULUAN
Penggunaan
tumbuhan
sebagai
(Singh et al., 2011) dan Indonesia (Santa
tanaman obat telah meluas secara global
dan Prajogo, 1992). Centella asiatica (L.)
dan mendapat perhatian dari masyarakat.
Urban
Tumbuhan dapat dikategorikan sebagai
Linn.) (Singh et al.,
tanaman obat apabila tumbuhan tersebut
dikenal dengan nama lokal pegagan atau
digunakan
kaki kuda merupakan tumbuhan herba dari
dalam
pengobatan
serta
(sinonim
Hydrocotyle
asiatica
2010) yang lebih
memiliki senyawa aktif yang berkhasiat
divisi
sebagai obat dan dapat digunakan untuk
Magnoliopsida, bangsa Apiales, dan suku
mencegah atau mengobati suatu penyakit
Apiaceae
(Hassan,
yang
2008). Pegagan merupakan tanaman terna
dimanfaatkan sebagai tanaman obat di
atau herba tahunan, batang berupa stolon
hutan
diperkirakan
yang menjalar diatas permukaan tanah
sebanyak 7.500 jenis dari 30.000 jenis
dengan panjang sekitar 10–80 cm. Daun
tumbuhan yang ada. Namun, baru sekitar
tunggal tersusun dalam roset yang terdiri
200 jenis yang telah dimanfaatkan sebagai
atas 2-10 daun, berbentuk seperti ginjal
bahan baku dalam industri obat tradisional
(reniformis). Tepi daun bergerigi atau
(BPOM RI, 2004; Kotranas, 2006).
beringgit. Tangkai daun tegak dan bagian
2012).
tropis
Tumbuhan
Indonesia
Magnoliopyhta,
(Umbelliferae)
(BPOM
kelas
RI,
Beberapa jenis tanaman obat telah
dalamnya berlubang. Perbungaan berupa
banyak digunakan, baik untuk pengobatan
bunga majemuk tipe payung tunggal
tradisional
pengobatan
(umbella), terisi atas 3–5 anak bunga. Buah
modern (industri obat). Tanaman obat
dengan 2 daun buah dan 2 ruang. Buah
seperti
kecil dengan tipe schizocarpium. Biji
maupun
Centella
untuk
asiatica
(L.)
Urban
119
Jurnal Pro-Life Volume 3Nomor 2, Juli 2016
dengan perikarpium yang agak tebal
mungkin saja disebabkan karena mulai
(BPOM, 2010; Soerjani et al., 1987; Santa
banyak dilakukan pembudidayaan pegagan
dan Prajogo, 1992).
baik secara in vivo mapun secara in vitro.
Pegagan telah digunakan sebagai
Dewoto
pada
2007
telah
terjadi
tumbuhan obat selama bertahun-tahun di
mengemukakan
India,
dan
peningkatan permintaan tanaman obat di
Madagaskar (Singh et al., 2010). Secara
Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh
tradisional
kecenderungan
China,
Srilanka,
pegagan
Nepal,
digunakan
untuk
bahwa
tahun
masyarakat
untuk
penyakit kulit (BPOM RI, 2010). Selain
menggunakan bahan obat alam. Faktor
itu,
untuk
yang mendorong hal tersebut ialah obat
batuk,
batuk
sintesis lebih mahal dan lebih banyak efek
penyembuh
luka,
sampingnya (BPOM RI, 2004; Dewoto,
wasir,
2007). Permintaan tanaman obat di dunia
tuberkolosis. lepra, demam dan penambah
diketahui berjumlah 342.550 ton pada
selera makan (Januawati dan Muhammad,
tahun 1991-1998, dimana pada masa
1992; Shukla et al., 1999; Padua et al.,
tersebut terjadi peningkatan permintaan
1999).
obat herbal (Schippmann et al.,
pegagan
juga
mengobati
sakit
berdarah,
disentri,
radang,
pegal
digunakan
perut,
linu,
asma,
Pegagan memiliki berbagai senyawa
Dewoto,
2007).
Sementara
itu
di
aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai
Indonesia,
sumber obat. Senyawa aktif yang dimiliki
menggunakan tanaman obat pada tahun
pegagan
hidrokotilina
2000 dan jumlah tersebut meningkat
(glikosida),
menjadi 31,7% pada tahun 2001 (Dewoto,
antara
(alkoholik),
lain
asiatikosida
oksiasiatikosida (saponin), madekosida,
asam
madekosid.
15,6%
2002;
masyarakatnya
2007).
brahminosida,
Peningkatan
permintaan
tanaman
sesquiterpen, triterpenoid, asam lemak, dan
obat menyebabkan suplai tanaman obat
minyak atsiri (Hashim, 2011; Januawati
harus tersedia dalam jumlah yang besar.
dan Muhammad, 1992; HMPC, 2010).
Hal tersebut agak sulit dilakukan jika
Manfaat yang sangat besar untuk
masih
menggunakan
teknik
budidaya
pengobatan membuat pegagan banyak di
konvensional atau melalui teknik in vivo.
eksploitasi di alam (Tiwari et al., 2000).
Selain itu, permintaan suplai tanaman obat
Singh pada tahun 2010 menyebutkan
yang
status konservasi pegagan masuk ke dalam
tingginya
spesies Endangered, kemudian di tahun
berpotensi mengurangi jumlah populasinya
2013 berubah menjadi Least concern
(Tiwari et al., 2000; Singh et al., 2010).
(IUCN Red List, 2013). Hal tersebut
Oleh sebab itu, salah satu cara yang dapat
semakin
tinggi
eksploitasi
berakibat
di
alam
pada
yang
120
Kartika Salam Juarna: Uji Tingkat Kontaminasi Eksplan Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) Dalam Kultur In
Vitro Melalui Perbandingan Dua Metode Sterilisasi
dilakukan
adalah
dengan
melakukan
budidaya tanaman secara in vitro.
(2008), Efrizal (2009), dan Tiwari et al.
(2010).
Kultur in vitro tumbuhan merupakan
Penelitian kultur in vitro pegagan
salah satu cara pengembangan materi
juga
biologis tumbuhan (sel, jaringan, organ)
Biologi FMIPA UI sejak tahun 2006.
berdasarkan teori totipotensi pada media
Penelitian yang dilakukan antara lain
nutrisi
Teori
induksi kalus dari eksplan lamina dan
tersebut mengemukakan bahwa setiap sel
petiolus oleh Handayani pada tahun 2006
hidup
mengekpresikan semua
dan Azhari pada tahun 2007, serta induksi
informasi genetik yang dimiliki ke dalam
akar adventif dan pemeriksaan senyawa
bentuk organ utuh sehingga setiap eksplan
triterpenoid dari akar adventif oleh Efrizal
dapat tumbuh menjadi semai atau anakan
pada tahun 2009. Selanjutnya, pada tahun
(Pierik, 1997; Susilowati, 2003). Prinsip
2012 Febriyanti melakukan studi tentang
tersebut kemudian dimanfaatkan untuk
metode sterilisasi eksplan yang kemudian
melalukan perbanyakan tanaman secara
dimodifikasi oleh Novianti pada tahun
cepat dan dalam jumlah besar. Proses
2013.
dalam
kondisi
mampu
aseptik.
telah
dilakukan
di
Departemen
perbanyakan tanaman melalui teknik kultur
Masalah yang sering dijumpai dalam
in vitro memungkinkan suatu anakan
kultur in vitro salah satunya adalah
memiliki sifat yang sama dengan induknya
kontaminasi eksplan. Hal tersebut dapat
(Henuhili, 2013).
menghambat
Teknik kultur in vitro tumbuhan
proses
kultur
karena
menyebabkan eksplan tidak tumbuh atau
sering dilakukan untuk proses budidaya
bahkan
tanaman
di
dilakukan untuk meminimalkan tingkat
dalamnya tanaman obat. Hal tersebut
kontaminasi adalah dengan melakukan
disebabkan karena teknik kultur in vitro
sterilisasi terhadap eksplan (Kartini, 1996;
memiliki beberapa kelebihan dibanding
Pierik, 1997). Terdapat beberapa metode
teknik
lainnya.
sterilisasi yang telah diterapkan selama
Kelebihan tersebut antara lain, eksplan
penelitian kultur in vitro pegagan di
yang
waktu
Departemen Biologi FMIPA UI. Dua
regenerasi yang relatif cepat, serta sifat
diantaranya adalah metode sterilisasi yang
anakan
seragam
digunakan oleh Febriyanti pada tahun 2012
2011).
dan Novianti pada tahun 2013. Kedua
Penelitian terkait budidaya pegagan secara
metode tersebut memiliki perbedaan dalam
in vitro telah banyak dilakukan antara lain
pemberian
oleh Patra et al. (1998), Mohapatra et al.
sterilisasi. Selain itu, kondisi lingkungan
hortikultura,
budidaya
digunakan
yang
(Suryowinoto,
termasuk
tanaman
cukup
kecil,
cenderung
1996;
Abbas,
mati.
Salah
antibiotik
satu
cara
selama
yang
proses
121
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 2, Juli 2016
yang tidak seragam pun diperkirakan
Pembuatan
media
agar-agar
8%
menjadi salah satu faktor yang kemudian
dilakukan dengan menggunakan agar-agar
menyebabkan perbedaan hasil. Untuk itu,
[Swallow Globe] sebanyak 8 gram dan
perlu
hasil
gula [Gulaku] sebanyak 30 gram. Suhu
tingkat kontaminasi eksplan dari kedua
yang digunakan untuk membuat media
metode sterilisasi tersebut dalam kondisi
agar-agar diatur stabil pada kisaran 100ºC,
lingkungan yang seragam. Hal tersebut
sedangkan
bertujuan agar diketahui metode yang
dengan densitas media. Proses pembuatan
memperlihatkan tingkat kontaminasi yang
media dibiarkan sampai larutan yang
lebih rendah.
sebelumnya berwarna kekuningan menjadi
METODOLOGI
bening sebagai indikator bahwa larutan
Bahan
tersebut telah homogen.
dilakukan
Eksplan
pembandingan
yang
rotasinya
disesuaikan
adalah
Larutan media yang telah homogen
bagian lamina (daun) dan petiolus (tangkai
kemudian dituangkan ke botol kultur
daun)
L.
dengan volume sekitar 10 ml pada masing-
Urban). Media yang digunakan adalah
masing botol kultur. Botol kultur yang
media agar-agar dengan kombinasi agar-
telah berisi media kemudian disterilisasi
agar sebanyak 8 gram ditambah dengan 30
menggunakan
gram
autoklaf diatur pada suhu 121ºC selama 15
pegagan
gula
digunakan
kuat
(Centella
pasir
asiatica
(dilarutkan
dengan
autoklaf.
Larutan
akuades sampai 1 liter).
menit.
Cara Kerja
disterilisasi basah kemudian disimpan
Pembuatan dan sterilisasi media
dalam rak kultur selama sepekan untuk
pengamatan
media
Penggunaan
yang
kontaminasi
telah
media.
Sterilisasi dan penanaman eksplan
Metode 1
Eksplan dicuci
dibawah air
mengalir (15 menit)
Eksplan direndam
dalam lar.
Tetracyclin 0,5%
(60 menit)
Eksplan dibilas dengan
akuades steril
Tetracycline 0,3 %
+ 2 tetes Tween 20
(5 menit)
Susp. Dithane 0,7% + 2
tetes Tween 20 (5
menit)
Larutan Bayclean
0,3% + 2 tetes
Tween 20 (5 menit)
Dibilas Akuades
steril (5 menit)
Dibilas Akuades
steril (10 menit)
Dipotong ukuran 1x1
cm. Tanam di media
122
Kartika Salam Juarna: Uji Tingkat Kontaminasi Eksplan Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) Dalam Kultur In
Vitro Melalui Perbandingan Dua Metode Sterilisasi
Metode 2
Eksplan dicuci dibawah
air mengalir (15 menit)
Bersihkan dengan lar.
Detol (25 tetes dalam 250
ml air)
Bilas dengan air
mengalir
Lar. Dithane 0,3% + 2
tetes Tween 20 (3 menit)
Lar. Bayclean 20% + 2
tetes Tween 20 (5 menit)
Rendam dengan
alkohol 70% (15
detik)
Lar. Alkohol 70% (30
detik)
Rendam dalam akuades
steril (3 menit)
Rendam dalam akuades
steril (5 menit)
Dipotong ukuran 1x1
cm. Tanam di media
Rendam dalam akuades
steril (10 menit)
HASIL DAN PEMBAHASAN
kapang.
Kontaminasi
bakteri
ditandai
Pengamatan Kontaminasi Eksplan dan
Media
dengan warna keruh pada media dan
terkadang muncul aroma, kontaminasi
Pengamatan kontaminasi dilakukan
khamir ditandai dengan warna keruh
satu kali per pekan untuk memantau
seperti
susu
kondisi
melihat
kapang
ditandai
eksplan.
benang-benang miselia (Gamborg dan
eksplan
keberhasilan
sekaligus
sterilisasi
Kontaminasi yang biasa ditemukan yaitu
sedangkan
dengan
kontaminasi
munculnya
Phillips, 1995).
berupa kontaminasi bakteri, khamir, atau
Jumlah Botol
Perbandingan Tingkat Kontaminasi Lamina
M1 dan M2 Selama 4 Pekan
M1, 2, 8
M1, 1, 4
M2, 2, 4
M1, 3, 9
M2, 3, 5
M1, 4, 10
M2, 4, 6
M2, 1, 0
Pekan keM1
M2
Gambar 1. Histogram perbandingan tingkat kontaminasi lamina M1 dan M2 selama 4 pekan
123
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 2, Juli 2016
Secara umum, hasil pengamatan
pertama. Baik eksplan maupun media
kontaminasi pada eksplan lamina dan
semuanya terpantau dalam keadaan bersih
petiolus
dari kontaminan. Pekan kedua, hasil
menunjukkan
bahwa
eksplan
lamina lebih rentan terhadap kontaminasi
pengamatan
dibanding eksplan petiolus. Hal tersebut
kontaminasi kapang di empat buah botol
kemungkinan disebabkan oleh struktur
yaitu botol nomor 2, 7, 8, dan 11. Pekan
lamina
yang pipih. Struktur tersebut
selanjutnya kontaminasi bertambah di satu
berpotensi untuk membuat lamina-lamina
botol yaitu botol nomor 15. Pengamatan di
tersebut saling menempel satu sama lain
pekan terakhir menunjukkan kontamiasi
ketika proses sterilisasi di dalam labu
tambahan di botol nomor 1 sehingga total
Erlenmeyer sehingga sterilisasi permukaan
akhir kontaminasi menjadi 6 buah botol
yang dilakukan kurang baik hasilnya.
yang
Hasil pengamatan eksplan lamina metode
kontaminasi kapang.
1 (M1) pada pekan pertama menunjukkan
memperlihatkan
semuanya
adanya
merupakan
Pengamatan
hasil
dua
jenis
metode
kontaminasi kapang di botol nomor 2, 10,
sterilisasi tersebut memperlihatkan bahwa
11, dan 14. Pengamatan pekan kedua
metode 2 memberikan hasil sterilisasi yang
memperlihatkan terjadinya penambahan
lebih
kontaminasi sebanyak 4 botol di botol
Sebanyak 10 botol terkontaminasi oleh
nomor 6, 7, 8, dan 9. Pekan selanjutnya
kapang pada metode 1 sedangkan metode 2
hanya bertambah satu botol yaitu botol
hanya sebanyak 6 botol saja. Hasil tersebut
nomor 3 dan di pekan terakhir terjadi
membuktikan
kontaminasi di botol nomor 13 sehingga
Tetracycline tidak memberikan hasil yang
total
lebih baik sehingga hipotesis awal tidak
kontaminasi
lamina
dengan
menggunakan metode satu sebanyak 10
baik
dibandingkan
bahwa
metode
1.
pemberian
terbukti.
botol. Kontaminasi yang terjadi di 10 botol
Metode dua memberikan hasil lebih
tersebut semuanya merupakan kontaminasi
baik
kapang yang ditandai dengan munculnya
sterilan yang terdiri dari antiseptik dan
benang-benang
desinfektan berefek lebih baik terhadap
miselia
berwarna
kemungkinan
dikarenakan
seri
kehitaman yang mulai tumbuh dari tepian
penghambatan
eksplan
mikroorganisme. Zat yang terkandung di
lalu
menyebar
ke
seluruh
pertumbuhan
permukaan media.
dalam antiseptik Dettol dan desinfektan
Eksplan Lamina Daun
Bayclin
Hasil pengamatan eksplan lamina
metode
2
menunjukkan
(M2)
sama
kontaminasi
membunuh
mikroorganisme
dengan segera sedangkan Tetracycline
sekali
tidak
yang merupakan antibiotik memerlukan
di
pekan
waktu yang lebih lama dalam menghambat
124
Kartika Salam Juarna: Uji Tingkat Kontaminasi Eksplan Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) Dalam Kultur In
Vitro Melalui Perbandingan Dua Metode Sterilisasi
sintesis protein bakteri sehingga ketika
botol masih dalam keadaan bersih dari
eksplan dipindah ke sterilan selanjutnya,
kontaminan.
proses sintesis protein belum benar-benar
nomor
terhambat.
kapang. Pekan ketiga, terdapat tambahan
Eksplan Petiolus Daun
tiga botol yang terkontaminasi oleh kapang
Hasil pengamatan eksplan petiolus
yang
menggunakan
selanjutnya
terkontaminasi
botol
oleh
jenis
yaitu botol nomor 1, 6, dan 12. Pekan
1
terakhir pengamatan menunjukkan botol
memperlihatkan adanya dua botol yang
nomor 2 juga terkontaminasi sehingga
terkontaminasi
pertama.
hasil akhir keseluruhan terdapat lima buah
Pengamatan di pekan kedua menunjukkan
botol yang terkontaminasi dan semuanya
adanya penambahan kontaminasi kapang
merupakan kontaminasi jenis kapang.
pada
metode
13
Pekan
pekan
pada botol nomor 9 dan kontaminasi
Hasil pengamatan eksplan petiolus
bakteri atau khamir pada botol nomor 7.
metode 2 tidak memperlihatkan adanya
Pengamatan
tidak
kontaminasi pada pekan pertama. Semua
tambahan
botol masih dalam keadaan bersih dari
menunjukkan
pekan
ketiga
adanya
kontaminasi. Pengamatan pekan terakhir
kontaminan.
terdapat
nomor
satu
tambahan
botol
yang
13
Pekan
selanjutnya
terkontaminasi
botol
oleh
jenis
terkontaminasi sehingga total kontaminasi
kapang. Pekan ketiga, terdapat tambahan
pada petiolus metode 1 sebanyak 5 botol
tiga botol yang terkontaminasi oleh kapang
dengan proporsi empat botol dengan
yaitu botol nomor 1, 6, dan 12. Pekan
kontaminasi jenis kapang dan satu botol
terakhir pengamatan menunjukkan botol
dengan kontaminasi jenis bakteri atau
nomor 2 juga terkontaminasi sehingga
khamir.
hasil akhir keseluruhan terdapat lima buah
Hasil pengamatan eksplan petiolus
botol yang terkontaminasi dan semuanya
metode 2 tidak memperlihatkan adanya
merupakan
kontaminasi
jenis
kapang.
kontaminasi pada pekan pertama. Semua
Jumlah Botol
Perbandingan Tingkat Kontaminasi Petiolus
M1 dan M2 Selama 4 Pekan
M2, 3, 4
M1, 3, 4
M1, 2, 4
M1, 1, 2
M2, 1, 0
M2, 4, 5
M1, 4, 5
M2, 2, 1
Pekan keM1
M2
Gambar 2. Histogram perbandingan tingkat kontaminasi petiolus M1 dan M2 selama 4 pekan
125
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 2, Juli 2016
Tabel 1. Rekapitulasi Kontaminasi Eksplan Centella asiatica L. Urban
Metode
1
2
Eksplan
Total
Eksplan
Pekan 1
B
K Σ
Jumlah Kontaminasi (per Pekan)
Pekan 2
Pekan 3
Pekan 4
B K Σ
B K Σ
B K
Σ
Total
Kontaminasi
(%)
Lamina
15
0
4
4
0
8
8
0
9
9
0
10
10
66 %
Petiolus
15
0
2
2
0
4
4
0
4
4
0
5
5
33 %
Lamina
15
0
0
0
0
4
4
0
5
5
0
6
6
40%
Petiolus
15
0
0
0
0
1
1
0
4
4
0
5
5
33%
Keterangan : B = Kontaminasi oleh bakteri/khamir, K = Kontaminasi oleh Kapang
Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat
Kultur
petiolus
metode
satu
kontaminasi eksplan petiolus metode satu
memperlihatkan hasil delapan eksplan
dan metode dua memperlihatkan hasil
mengalami pencokelatan, tiga eksplan
yang sama yaitu kontaminasi ditemukan di
mengalami
pelekukan,
satu
eksplan
lima
mengalami
pemutihan,
dua
eksplan
botol
kultur.
Hal
tersebut
kemungkinan disebabkan oleh struktur
mengalami pemanjangan, satu eksplan
morfologi petiolus yang berbentuk batang
mengalami pencokelatan namun hanya di
silindris. Struktur tersebut cenderung lebih
ujungnya saja dan satu eksplan tidak
memudahkan proses sterilisasi eksplan
memperlihatkan respons apa pun. Kultur
karena petiolus tidak saling menempel saat
petiolus metode dua memperlihatkan hasil
perendaman seperti yang terjadi pada
delapan eksplan mengalami pencokelatan,
lamina. Akibatnya, hasil pengamatan tidak
satu eksplan mengalami pelekukan, satu
menunjukkan secara spesifik metode mana
eksplan mengalami pencokelatan namun
yang lebih baik untuk sterilisasi petiolus.
hanya di satu sisi, satu eksplan mengalami
Pengamatan respons eksplan dan media
pemutihan dan satu eksplan mengalami
Pengamatan lain yang dilakukan
adalah
pengamatan
eksplan.
Respons pencokelatan dapat terjadi
Respons eksplan yang diamati dibagi
karena adanya enzim polifenol oksidase
menjadi pencokelatan, pemanjangan, dan
yang dilepaskan oleh tumbuhan dalam
pelekukan.
kondisi oksidatif ketika jaringan tumbuhan
Kultur
respons
pemanjangan.
lamina
dengan
menggunakan metode satu menghasilkan
mengalami
respons pencokelatan di semua eksplan,
mengoksidasi
dan
yang
oksidator berupa Cu+2 dan oksigen yang
memperlihatkan dua respons pelekukan,
kemudian menghasilkan senyawa quinon.
sedangkan kultur lamina dengan metode
Senyawa
dua
dengan protein akan berubah menjadi
terdapat
dua
memperlihatkan
semua eksplan.
eksplan
pencokelatan
di
pelukaan.
senyawa
quinon
Enzim
tersebut
fenol
dengan
ketika
berinteraksi
senyawa melanat yang berwarna cokelat.
126
Kartika Salam Juarna: Uji Tingkat Kontaminasi Eksplan Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) Dalam Kultur In
Vitro Melalui Perbandingan Dua Metode Sterilisasi
Senyawa tersebut jika terakumulasi dalam
dapat terjadi kemungkinan karena adanya
jumlah banyak akan menjadi racun bagi
aktivitas dari hormon endogen yang masih
tumbuhan (George dan Sherrington, 1984).
terdapat
Reaksi
pencokelatan
ditemukan
hampir di semua jenis eksplan baik eksplan
lamina maupun eksplan petilolus. Hal
di
dalam
eksplan
sehingga
memungkinkan terjadinya pertumbuhan
eksplan.
Dengan
demikian,
dapat
dilihat
tersebut disebabkan oleh adanya pelukaan
bahwa tingkat kontaminasi lebih tinggi
yang
eksplan
terjadi pada metode M1, sedangkan tingkat
sehingga memicu reaksi sintesis senyawa
kontaminasi pada metode M2 masih cukup
melanat yang berwarna cokelat. Peristiwa
tinggi yaitu di atas 50%. Namun demikian,
pencokelatan dapat dicegah dengan cara
respons yang ditunjukkan oleh metode M1
memberikan
beragam
terjadi
pada
jaringan
senyawa
adsorban
antioksidan. Senyawa adsorban
dan
karena
adanya
respons
yang
pemutihan, pelekukan, dan pemanjangan
umum digunakan dalam kultur in vitro
pada beberapa eksplan sedangkan pada
antara
dan
metode M2 secara umum lebih banyak
polivinilpirolidon, sedangkan antioksidan
terlihat respon pencokelatan yang terjadi
yang
hampir di semua eksplan.
lain
umum
arang
aktif
digunakan
adalah
asam
askorbat (Abdelwahd et al., 2008).
KESIMPULAN
Hasil pengamatan lain menunjukkan
Pengamatan
kontaminasi
bahwa terjadi reaksi pemanjangan pada
menunjukkan bahwa metode terbaik adalah
eksplan. Biasanya respons pemanjangan
metode 2 (M2) dengan kontaminasi lamina
diperlihatkan
yang
sebanyak 40% dan kontaminasi petiolus
ditumbuhkan dalam media yang diberikan
sebanyak 33%. Respons eksplan pada
tambahan
respons
metode M1 dan M2 memperlihatkan
pemanjangan tetap ditemukan dalam media
adanya respons pencokelatan, pelekukan,
yang tidak diberikan hormon. Hal tersebut
dan pemanjangan.
pada
hormon.
eksplan
Namun,
DAFTAR PUSTAKA
Abbas B. 2011. Prinsip Dasar Kultur
Jaringan. Penerbit Alfabeta, Bandung :
x +138 hlm.
Abdelwahd RN, Hakam M, Labhilili SM,
Udupa. 2008. Use of an adsorbent and
antioxidants to reduce the effects of
leached phenolics in in vitroplantlet
regeneration of faba bean. African
Journal of Biotechnology, 7(8): 9971002.
BPOM RI. 2004. Monografi ekstrak
tumbuhan obat Indonesia. Vol. 1.
BPOM RI, Jakarta: xi + 159 hlm.
BPOM RI. 2010. Booklet Pegagan. BPOM
RI, Jakarta : iv + 14
Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat
tradisional
Indonesia
menjadi
fitofarmaka.
Majalah
Kedokteran
Indonesia, 57(7): 205-211.
127
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 2, Juli 2016
Efrizal RA. 2009. Pemeriksaan kelompok
senyawa triterpenoid pada akar adventif
hasil kulturin vitrodaun Centella
asiatica (L.) Urban (pegagan). Skripsi
S-1. Departemen Biologi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia. Depok: vii
+ 83 hlm.
Gamborg OL dan GC Phillips (ed). 1995.
Plant cell, tissue and organ culture:
Fundamental methods. Springer-Verlag
Berlin Heidelberg, New York: xxiv +
358 hlm.
George EF dan PD Sherrington. 1984.
Plant propagation by tissue culture:
Handbook and directory of commercial
laboratory.
Exegetics
Limited,
Basingstoke: viii + 709 hlm.
Hassan BAR. 2012. Medicinal plants
(important and uses). Pharmaceutica
Analytica Acta, 3: 10.
Kartini E. 1996. Sterilan yang sesuai untuk
budidaya in vitrotunas Curcuma
xanthorriza Roxb. Chimera, 1(2): 5666.
Mohapatra H, DP Barik dan SP Rath.
2008. A brief communication: In vitro
regeneration of medicinal plant Centella
asiatica. Biologia Plantarum, 52(2):
339-342.
Patra A, B Rai, GR Rout, P Das. 1998.
Successful plant regeneration from
callus culture of Centella asiatica
(Linn.)
Urban.
Plant
Growth
Regulation, 24: 13-16.
Pierik RLM. 1997. In vitro culture of
higher plants, 4th ed. Springer
Science+Business Media Dordrecht,
Dordrecht: v + 348 hlm.
Pribadi ER. 2009. Pasokan dan Permintaan
Tanaman Obat Indonesia Serta Arah
Penelitian dan Pengembangannya.
Perspektif, 8 (1) : 52 – 64
Santa GP dan B Prajogo. 1992. Studi
taksonomi Centella asiatica (L.) Urban.
Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1(2):
46-47.
Shukla A, AM Rasik, GK Jain, R Shankar,
DK Kulshrestha, BN Dhawan. 1999. In
vitro and in vivo wound healing activity
of asiaticoside isolated from Centella
asiatica.
Journal
of
Ethnopharmacology, 65: 1-11.
Singh S, A Gautam, A Sharma, A Batra.
2010. Centella asiatica L.: A plant with
immense medicinal potential but
threatened. International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and
Research, 4(3): 9-17.
Suryowinoto M. 1996. Pemuliaan tanaman
secara in vitro. Kanisius, Yogyakarta: 5-252 hlm.
Tiwari KN, NC Sharma, V Tiwari, BD
Singh. 2000. Micropropagation of
Centella asiatica (L.), a valuable
madicinal herb. Plant Cell, Tissue and
Organ Culture, 63: 179-185.
128
Download