RAGAM BUDAYA DAERAH YOGYAKARTA JOGLO TAK TERMAKAN JAMAN Sebagai kota pelajar, Yogyakarta mengalami perubahan begitu cepat. Meski gempa terus menguncang, bukan berarti bisnis property merugi. Toh, kebutuhan akan rumah tinggal tetap tinggi. Entah itu untuk dipakai pribadi atau investasi. Disinilah kemudian orang berlomba membeli property untuk investasi. Semakin berkembangnya waktu, semakin bertambah pula bentuk hunian. Dari minimalis sampai pada penganut Europian. Namun, kelemahan dari setiap style rumah dengan gaya padu-padan baru, seturut dengan waktu tetap saja lama kelamaan akan kelihatan menjadi biasa bahkan terlihat ketinggalan jaman. Ini yang membuat para peminat property wajib untuk mengikuti perkembangan dan rajin merenovasi tambal sana tambal sini. Supaya hunian bisa kelihatan tetap layak dan terlihat selalu istimewa. Bagaimanapun juga rumah adalah prestis bagi penghuninya. Berbeda halnya dengan rumah Joglo. Kunonya Joglo membawa daya tarik tersendiri, dari nilai heritage dan kelangkaannya, membuat harga jenis rumah set-up budaya ini semakin lama semakin melambung tinggi. Jangan pernah berpikir, bahwa rumah budaya itu murah. Untuk membuat Joglo sederhana ukuran 10x10 saja, sedikitnya kita harus merogoh kocek 150juta. Ini bukan main-main, karena memang begitulah harga satu buah rumah Joglo. ”Sudah bukan rahasia lagi kalau harga joglo sangat mahal, itu kenapa banyak terjadi bedol joglo. Selain karena mahal, joglo juga membawa kesan wibawa dan prestis untuk pemiliknya,” kata Ambar Tjahyono, Ketua Asmindo Pusat. Ambar menambahkan, dari jamannya, rumah joglo hanya dimiliki oleh orang orang kaya saja. Jaman dahulu, kata Ambar, belum menjadi lurah, jika belum memiliki rumah Joglo. Bahkan sampai hari ini, yang namanya pejabat pejabat tinggi dari Jawa masih banyak yang berburu Joglo. ”Bahkan Megawati sekalipun rumahnya juga ada Joglonya,” kata pengusaha furniture yang juga sering di panggil Ambar Polah ini. Joglo juga dipercaya bisa membawa hoki bagi pemiliknya. Itu kenapa, tidak bisa asal-asalan ketika seseorang hendak membuat Joglo, membedol Joglo atau bahkan merombaknya. “Bisa kena tuahnya, kalau asal asalan membongkar rumah Joglo tanpa permisi, karena dipercaya di setiap rumah Joglo pasti ada penunggunya” katanya. Sedikit berbau mistik memang. Tapi begitulah adanya. Ambar bahkan pernah mengalami kisah mistik ini kala hendak membeli rumah Joglo di bilangan Kudus, beberepa waktu silam. Saat itu, 15 tukang bangunannya diberi mimpi yang sama, untuk menggelar syukuran sebelum membongkar rumah Joglo yang hendak dibeli. ”Percaya nggak percaya, akhirnya kita slametan dulu sebelum membongkarnya,” jelasnya. Bagi peminat rumah Joglo pastinya bisa membedakan, antara rumah kampung, rumah Joglo maupun Joglo Limasan dan Lima-an itu sendiri. Keempatnya hampir terlihat sama bagi orang awam. Namun kenyataannya sangat berbeda. Dari struktur dan atapnya, kita bisa membedakan antara keempat tipe rumah tersebut. “Kalau limasan itu yang atapnya tinggi dan meruncing keatas, sedang Joglo atapnya pendek,” katanya Ambar menambahkan, rumah Joglo dengan Pendopo hampir sama bentuknya. Namun berbeda fungsi. Istilah pendopo dipakai untuk Joglo yang difungsikan untuk menerima tamu, sedangkan rumah Joglo adalah rumah utama. Sedangkan yang membedakan rumah joglo dengan limasan, bisa dilihat dari sokohnya. Tiang yang menjadi tumpuan kekuatan dan berdiri ditengah berbentuk segi empat itulah yang menjadikan Joglo terlihat istimewanya. “Joglo sendiri adalah jawaban dari rumah tahan gempa, karena rumah Joglo itu adalah rumah yang tanpa pondasi, hanya menempel diatas tanah, kemudian diantara strukturnya tidak ada yang memakai paku, semuanya cokotan, saling menggigit. Jadi kalau ada goyangan, Joglo hanya akan goyang mengikuti goyangan tanah”jelasnya. Sayangnya, masih banyak orang yang kurang merawat Joglo sebagai tempat tinggal. Serangan serangga, macam rayap, sempat membuat rumah Joglo kurang kokoh. Tapi itu dulu, sekarang tak banyak masalah. ”Bisa dilakukan bumigasi di tanahnya” ujarnya. Etnik Tapi Menarik Rumah dengan gaya Joglo tetap mampu berjuang ditengah maraknya gaya rumah dengan ragam kapsul sekalipun. Joglo tidak akan pernah terlihat biasa. Karena nilai heritage dan keunikan dari bentuknya, Joglo menjadi buruan orang berduit. Saat ini, Jenis Joglo yang paling diminati masyarakat domestik adalah jenis Joglo kudusan. Karena seni ukirannya yang ramai dan rumit. Sedang Joglo Yogya lebih diminati konsumen mancanegara, karena simple, ukirannya hanya ditempat tempat tertentu. ”Kayu Joglo Yogya lebih kokoh,” tandas Ambar Menurut laki laki peminat Joglo ini, setiap daerah memiliki cirikhas Joglo sendiri sendiri. Dari Joglo Jawa Timuran sampai Joglo Solo yang banyak mendapat pengaruh dari kolonial, terlihat dari corak warnanya “Kalau Joglo Kudusan merupakan pencampuran dari budaya Islam, Hindu dan Cina” katanya. Hingga saat ini rumah beratap Joglo menjadi rumah tradisional yang masih dipertahankan. Bentuk bangunan ini biasanya menjadi atap pendopo yang berada di bagian depan sendiri. Gaya Rumah di Jogja pada umumnya terdiri dari beberapa bagian. “Hal ini menandakan bahwa orang Jawa selalu memfilter segala sesuatu yang masuk, tidak asal menerima segala sesuatu yang masuk, “ ujar M. Natsir, Ketua Yayasan Kantil dan Kotagede Herritage District Area. Di Yogyakarta, Joglo banyak di temui di Kotagede. Bagi masyarakat Kotagede, rumah tempat tinggal adalah suatu keseimbangan. Sehingga antara ruang satu dengan yang lain saling berkesinambungan. Bentuk rumah hingga atap juga mempunyai makna tersendiri. Untuk atap Joglo di Kotagede juga berbeda dengan di kota lain seperti Solo. Atap Joglo yang ada di Yogya memang sedikit lebih rendah dari yang ada di Solo. Hal ini ingin menunjukkan bahwa rumah di Yogya menonjolkan kesederhanaan, tidak modis, cenderung bergaya kalem. Meski hanya berbentuk bangunan, namun kita bisa mengamati bagaimana arsitektur zaman dulu juga sangat memperhatikan beberapa hal. Selain mengolah seni konstruksi rumah, namun juga mampu merefleksikan nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Masyarakat Kotagede hingga saat ini masih sangat memperhatikan norma. Meski terdengar jarang di era modern ini, namun mereka sangat menghargai leluhur mereka yang sudah menurunkan tradisi, norma yang bisa bertahan hingga saat ini. Demikian juga terdapat dalam bangunan yang masih dipertahankan hingga kini tanpa merubah bentuk aslinya. Arsitektur bangunan Joglo di Kotagede kebanyakan menggunakan kayu jati kualitas nomor satu. Ini menandakan rumah Joglo di Kotagede sudah teruji kualitasnya, yang bisa bertahan meski terguncang gempa. Namun demikian ada beberapa bangunan yang roboh dikarenakan usianya yang sudah ratusan tahun. Ataupun pasak penyangga sudah hilang di beberapa bagian sehingga tidak kuat. Mulai Langka Sayangnya Joglo tidak lagi marak ditemui dikota ini. Bukan karena ketidaktertarikan, tapi rumah dengan Joglo memang memerlukan lahan yang luas. Ini berarti memerlukan dana yang tidak sedikit. Selain itu perawatan untuk rumah joglo tidak semudah yang dibayangkan. Harus memaintance dengan tepat, jika tidak maka rayap akan menjadi musuh utama anda Menurut data, rumah Joglo di Yogyakarta semakin banyak yang hancur dan diburu oleh peminat furniture. Saat ini di Kotagede yang konon sekitar tahun 1985 masih terdata sekitar 170-an, tahun 2005 tinggal sekitar 105. Dan gempa 2006 kemarin menyebabkan 25 Joglo ambruk dan sisanya rusak berat. Ada juga yang dijual, dan dilepas sekitar harga 70juta. Kotagede merupakan warisan budaya dari kerajaan Islam Pertama abad-16. Ditempat ini, masih banyak bangunan peninggalan budaya lama. Dan perlu mendapat perhatian untuk dapat dilestarikannya. Keberadaan joglo yang rusak ini kini juga semakin memprihatinkan. Rumah tradisional khas Jawa yang terdiri dari bagian pendapa, dalem, dan gandok ini kalau tidak rusak, ya sudah berpindah tangan alias dijual. Joglo bisa dijual dan lantas berpindah tempat, bahkan hingga ke luar negeri. Memperbaiki Joglo yang rusak, jelas membutuhkan biaya yang tak sedikit. Selain kayu yang dipakai harus berkualitas tentu juga perlu penanganan ahli untuk mempertahankan keasliannya. Pembiayaan untuk memperbaiki Joglo, memang mahal, maka tak heran jika banyak masyarakat setempat yang menjual Joglo. Selain karena nilai jual tinggi, orang jaman sekarang cederung ingin memiliki rumah yang modern.”Tercatat, ada sebanyak 21 joglo dijual,” ujar Natsir. Dengan kondisi seperti ini, harusnya pemerintah cepat turun tangan. Setidaknya, ada sebuah aturan untuk tak lagi menjual rumah Joglo untuk dibedol dan dipindah ke lain daerah. Masyarakat ingin ada semacam aturan agar rumah langka mereka segera dijadikan cagar budaya. Mereka juga menginginkan agar pajak tanahnya diberi keringanan. Hal ini dikarenakan kondisi tanah mereka yang memiliki rumah pendopo Joglo biasanya mempunyai tanah besar, “Kita itu serba bingung, kalau Joglo dijual juga pemerintah protes, tapi pemerintah tidak memberikan perhatian terhadap bangunan Joglo itu sendiri, la wong pajaknya aja mahal, sedangkan kondisi ekonomi kita memprihatinkan”, tandas Natsir ditemui di Omah Lorring pasar Kotagede. Mereka sangat berharap pemerintah memperhatikan rumah – rumah tradisonal agar ketika wisatawan mengunjungi kotagede mereka masih bisa menikmati cagar budaya peninggalan sejarah jaman dahulu. Agar kelak, generasi mendatang tak lupa rumah nenek moyangnya. (Erita, Lisa, Fian) TARIAN Sendratari Ramayana, Drama dalam Tarian Khas Jawa Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita Ramayana yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan kembali Rama-Sinta. Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Anda diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan suaranya yang khas. Cerita dimulai ketika Prabu Janaka mengadakan sayembara untuk menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya) yang akhirnya dimenangkan Rama Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama, Shinta dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan itulah mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena dianggap sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama dicarinya. Untuk menarik perhatian Shinta, Rahwana mengubah seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil karena Shinta terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksama mencari Rama setelah lama tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi perlindungan berupa lingkaran sakti agar Rahwana tak bisa menculik. Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik setelah Rahwana mengubah diri menjadi sosok Durna. Di akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh Hanoman, sosok kera yang lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa kembali, Rama justru tak mempercayai Shinta lagi dan menganggapnya telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Shinta diminta membakar raganya. Kesucian Shinta terbukti karena raganya sedikit pun tidak terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama pun akhirnya menerimanya kembali sebagai istri. Anda tak akan kecewa bila menikmati pertunjukan sempurna ini sebab tak hanya tarian dan musik saja yang dipersiapkan. Pencahayaan disiapkan sedemikian rupa sehingga tak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita. Begitu pula riasan pada tiap penari, tak hanya mempercantik tetapi juga mampu menggambarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton dapat dengan mudah mengenali meski tak ada dialog. Anda juga tak hanya bisa menjumpai tarian saja, tetapi juga adegan menarik seperti permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat. Permainan bola api yang menawan bisa dijumpai ketik Hanoman yang semula akan dibakar hidup-hidup justru berhasil membakar kerajaan Alengkadiraja milik Rahwana. Sementara akrobat bisa dijumpai ketika Hanoman berperang dengan para pengikut Rahwana. Permainan api ketika Shinta hendak membakar diri juga menarik untuk disaksikan. Di Yogyakarta, terdapat dua tempat untuk menyaksikan Sendratari Ramayana. Pertama, di Purawisata Yogyakarta yang terletak di Jalan Brigjen Katamso, sebelah timur Kraton Yogyakarta. Di tempat yang telah memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2002 setelah mementaskan sendratari setiap hari tanpa pernah absen selama 25 tahun tersebut, anda akan mendapatkan paket makan malam sekaligus melihat sendratari. Tempat menonton lainnya adalah di Candi Prambanan, tempat cerita Ramayana yang asli terpahat di relief candinya. ALAT MUSIK >> Gamelan, Orkestra a la Jawa Gamelan adalah musik yang tercipta dari paduan bunyi gong, kenong dan alat musik Jawa lainnya. Irama musik yang lembut dan mencerminkan keselarasan hidup orang Jawa akan segera menyapa dan menenangkan jiwa begitu didengar. Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan, melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan, hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah anda bisa menikmati versi aslinya. Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya. Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama. Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan, musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden. Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending. Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis. Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar. Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada. Anda bisa melihat gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri maupun sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan seperti wayang kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana). Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada pentatonis dan diatonis. Salah satu tempat di Yogyakarta dimana anda bisa melihat pertunjukan gamelan adalah Kraton Yogyakarta. Pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00 WIB digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri. Hari Sabtu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring wayang kulit, sementara hari Minggu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring tari tradisional Jawa. Untuk melihat pertunjukannya, anda bisa menuju Bangsal Sri Maganti. Sementara untuk melihat perangkat gamelan tua, anda bisa menuju bangsal kraton lain yang terletak lebih ke belakang. Naskah: Yunanto Wiji Utomo MAKANAN KHAS YOGYAKARTA Gudeg adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek. Ada berbagai varian gudeg, antara lain: • Gudeg kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, jauh lebih kental daripada santan pada masakan padang. • Gudeg basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh encer. • Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna putih. Disetiap sudut kota Jogja pasti ada yang jual makanan ini. Biasanya dijajakan pagi-pagi sekali antara jam 5-8 pagi ato tengah malam 10malam-4 pagi. beberapa tempat yang banyak menjual gudeg yaitu sepanjang jalan Affandi (Gejayan) (pagi dan malam), jalan urip sumoharjo (malam), jln solo (malam), pasar kranggan (pagi dan malam), dan banyak lagi. di daerah wijilan (sblh timur alun-alun utara jogja) juga banyak yang menjajakan gudeg. LAGU KHAS YOGYAKARTA Yen Ing Tawang Yen ing tawang ono lintang cah ayu Aku ngenteni teka mu Marang mego ing angkoso Sung takok-ke pawartamu Janji janji aku eleng cah ayu Sumedot roso ing ati Lintang lintang'e wingi wingi nimas Tresna ku sundul ing ati Ndek semono janjimu disekseni Mego kartiko keiring roso tresno asih Yen ing tawang ono lintang cah ayu Rungokno tangis ing ati Miraring swara ing ratri nimas ngenteni bulan ndadari Sumber : http://lirik.kapanlagi.com/artis/sisca_dewi/yen_ing_tawang (3 April 2011) http://www.rumahjogja.com/magz/edisi1/?page=jendel, (tanggal 3 April 2011) http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/performance/ramayana-ballet (3 April 2011) http://jualinstrumentmusiktradisional.blogspot.com/2010/07/gamelan-yogyakarta.html (3 April 2011) http://kykyboy.blogspot.com/2010/11/makanan-khas-jogja.html (3 APRIL 2011) http://3.bp.blogspot.com/_J1Kod86JpYI/TRBiCkNmd_I/AAAAAAAAAF8/ZkIvY0DL6J8/s1600 /logo_kraton.JPG (3 APRIL 2011) RAGAM BUDAYA DAERAH YOGYAKARTA FARAZ AZKIYANI HARBA 3 GUNUNG TUGAS PKN