MODUL PERKULIAHAN Business Ethic And Good Governance Ethics and Marketing Fakultas Program Studi FEB Magister Manajemen Tatap Muka 09 Kode MK Disusun Oleh MK35040 Prof Said Djamaluddin Ph.D. Abstract Kompetensi Dalam memasarkan produk maka etika harus diterapkan Mahasiswa mampu memahami etika dalam memasarkan produk Pembahasan A. Introduction Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, dan masyarakat.Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik di lingkup makro maupun di lingkup mikro. Perspektif makro adalah pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebihefektif dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Perspektif mikro adalah dalam lingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust kepada orang yang mau diajak bekerjasama. B. Ethical Issues In Marketing : A frameworks Pemasaran merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu badan usaha, karena kemampuan perusahaan memasarkan produknya berkaitan erat dengan jumlah produk terjual yang pada akhirnya mempengaruhi banyaknya profit yang akan diterima perusahaan. Proses pemasaran sendiri tidak berjalan dengan apa adanya, melainkan dengan berbagai strategi dan kekuatan penunjang dan salah satunya adalah brand sebagai kekuatan perusahaan dalam persaingan dengan brand/perusahaan lainnya. Secara umum ada banyak faktor yang menyebabkan badan usaha tersebut sukses dalam pemasaran. Salah satunya adalah dipilihnya produk tersebut oleh konsumen dibandingkan produk lainnya. Berbicara mengenai perilaku konsumen dalam memilih produk, tentunya tidak terlepas proses yang terjadi dalam diri konsumen tersebut, mulai dari awareness sampai decision making. Permasalahannya adalah ketika ada banyak produk dari berbagai 2015 2 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id perusahaan dengan kekuatannya masing-masing yang tentunya juga didukung oleh brand yang akrab ditelinga konsumen. Bagaimana mereka melakukan pilihan ? dan bagaimana brand-brand tersebut mempengaruhi konsumen dalam hal ini ? Secara umum, suka dan tidak sukanya seseorang atas sesuatu akan turut mempengaruhi pilihannya atas sesuatu tersebut. Sehingga dapat ditekankan bahwa pilihan berhubungan dengan ketidaksukaan. Pilihan Ketidaksukaan Ketidaksukaan sendiri tentunya akan berhubungan langsung dengan proses pemasaran yang dilakukan oleh badan usaha tersebut. Ketidaksukaan Proses Proses pemasaran yang memberi efek suka atau tidak suka pada konsumen pasti berkaitan dengan nilai-nilai moral, kebiasaan, adat dan nilai-nilai lainnya. Hal ini berarti etika yang digunakan berpengaruh terhadap disukai atau tidak proses yang terjadi tersebut. Proses Etika Etika yang terjadi saat proses tentunya akan berhubungan dengan image brand tersebut dimasyarakat. Image Brand Etika Image brand ini yang kemudian berpengaruh pada brand perusahaan secara langsung. Image Brand Brand Sehingga secara umum dapat kita reduksi hubungan-hubungan diatas untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksukaan konsumen terhadap brand sebagai upaya 2015 3 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menjadikan brand sebagai kekuatan perusahaan dalam persaingan global. Berikut penjabarannya : Pilihan Ketidaksukaan Ketidaksukaan Proses Proses Etika Etika Image Brand Image Brand Brand Ketidaksukaan dan Image Brand di dalam masyarakat merupakan sesuatu yang pasif. Sementara proses merupakan tampilan dari etika yang dilakukan sehingga hubungan antara Pilihan dan Brand dipengaruhi oleh etika. Proses Etika Brand Sehingga tampak jelas bahwa brand sebagai kekuatan perusahaan dalam persaingan global, diharapkan dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pilihan yang dipengaruhi oleh etika. Etika Pemasaran dalam konteks promosi : a) Sebagai sarana menyampaikan informasi yang benar dan obyektif. b) Sebagai sarana untuk membangun image positif. c) Tidak ada unsur memanipulasi atau memberdaya konsumen. d) Selalu berpedoman pada prinsip-prinsip kejujuran. e) Tidak mengecewakan konsumen. 2015 4 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id C. Responsibility for Products : Safety and Liability Di dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan besar maupun perusahaan kecil, dalam peningkatan kualitas hasil produk diperlukan adanya tanggung jawab sosial baik itu terhadap konsumen maupun lingkungan sekitar tempat usaha. Perusahaan sebagai pelaku bisnis harus memperhatikan berbagai aspek khusus yang dijalankan untuk menarik konsumen, seperti membentuk citra sebagai pembentuk kualitas pada produk. Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap konsumen dalam hal keamanan/keselamatan, seperti : Praktik tanggung jawab produksi Produk sebaiknya dihasilkan dengan cara yang menjamin keselamatan pelanggan. Produk sebaiknya memiliki label peringatan yang semestinya guna mencegah kecelakaan yag dapat ditimbulkan dari penggunaan yang salah. Untuk beberapa produk, informasi mengenai efek samping yang mungkin terjadi perlu disediakan. Selain itu perusahaan juga memiliki tanggung jawab lain terhadap konsumennya, seperti : Memberikan garansi ketika ada kerusakan sebelum masa garansi habis Menyediakan barang dan jasa yang berkualitas Memberikan informasi yang benar mengenai barang dan jasa yang akan dijual Memberikan harga produk dan jasa yang adil dan wajar Dengan memberikan pelayanan yang memuaskan dan hasil produk yang terjaga kualitasnya, maka akan memberikan dampak tersendiri bagi konsumen, Oleh sebab itu, akan lebih baik apabila pelayanan yang memuaskan dan hasil produk yang berkualitas dapat diberikan perusahaan kepada konsumen. D. Responsibility for Products : Advertising and Sales Dalam kode etik periklanan menegaskan bahwa iklan itu harus jujur, harus dijiwai oleh rasa persaingan sehat. Iklan tidak boleh menggunakan kata “ter”, “paling”, “nomor satu” dan atau seterusnya yang berlebihan tanpa menjelaskan dalam hal apa keunggulan tersebut, dan 2015 5 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id harus dapat membuktikan sumber-sumber otentik pernyataan itu. Jadi untuk mencegah iklan yang merugikan konsumen perlu ada pengaturan yang mengatur mengenai periklanan. Mengenai perilaku periklanan yang lengkap diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, adalah sebagai berikut: 1. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: a) Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tariff jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; b) Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; c) Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; d) Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa; e) Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; f) Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. 2. Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1). Larangan terhadap Pelaku Usaha tersebut dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, membawa akibat bahwa pelanggaran atas larangan tersebut dikualifikasi sebagai perbuatan melanggar hukum. Larangan tersebut merupakan sebagai salah satu bentuk perlindungan terhadap konsumen. Untuk tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran yang merupakan tujuan dari pembangunan nasional, maka dalam tanggung jawab Pelaku Usaha yang merugikan konsumen hal tersebut telah diatur dalam UUPK Pasal 19 bahwa tanggung jawab Pelaku Usaha meliputi tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran dan tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen yang dapat berupa uang, barang dengan nilai setara atau biaya perawatan. Kerugian yang ditimbulkan bisa saja terjadi karena adanya unsur penyesatan dan mengelabui konsumen atas informasi barang dalam iklan, sehingga pelaku usaha bertanggung jawab atas ganti kerugian bahkan dapat dilakukan tuntutan pidana apabila terdapat unsur kesalahan. 2015 6 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id E. Ethical Issues In Advertising Didunia usaha khususnya perusahaan periklanan, secara kondisional iklan di maksudkan untuk memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Oleh karena itu iklan harus dibuat semenarik mungkin dan sedramatis mungkin sehingga mau tidak mau konsumen akan tertarik untuk memperhatikannya.Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat produk dipasaran sangat banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk lebih banyak didapat dan informasi produsen.Etika bisnis dalam mengkampanyekan produk kepada khalayak sasaran memang penting dipahami oleh pihak produsen. Hal ini agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian – sajian iklan yang “bombastis” yaitu khalayak mendapat informasi yang sebenarnya dari produk yang diiklankan. Berikut ini ada 3 prinsip moral yang dapat dikemukakan sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan. Ketiga prinsip itu adalah : 1) Masalah kejujuran dalam iklan Prinsip ini berhubungan dengan kenyataaan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga. 2) Masalah martabat manusia sebagai pribadi Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi. Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab atas barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan 2015 7 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dimensi kebebasan yang justru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bias dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya tau tidak. Yang banyak sekali terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena banyak iklan yang dikemas sebegitu rupa sehingga dengan menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status social dalam masyarakat, dll. 3) Tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh iklan Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan. Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin berkembang. Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak 2015 8 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar masyarakat. F. Marketing Ethics and Consumer Autonomy Aspek otonomi-merusak-jenis iklan tertentu membuat kita menyadari bahwa salah satu tujuan utama dari hampir semua iklan adalah untuk membujuk konsumen (dengan cara yang adil atau busuk) untuk membentuk keinginan untuk produk atau jasa yang diiklankan. Seperti yang saya sebutkan di atas, pengiklan kadang-kadang akan mencapai hal ini dengan menggunakan cara-cara tertentu yang menumbangkan otonomi konsumen. Tapi tidak selalu. Kadang-kadang iklan membujuk kita untuk membentuk keinginan tertentu dengan cara yang kompatibel dengan kami memiliki otonomi terhadap mereka. Misalnya, jika semua iklan yang dilakukan adalah menyediakan (kompeten) konsumen dengan informasi yang benar tentang produk atau jasa yang memberikan alasan konsumen untuk percaya bahwa produk yang baik (atau sarana yang dapat diandalkan untuk yang baik) menginginkan senilai, maka tidak jelas bagaimana ini merongrong otonomi konsumen datang untuk membentuk keinginan untuk produk tersebut. Fakta bahwa iklan tertentu dapat menumbangkan otonomi konsumen tidak harus membuat kita melupakan tujuan yang lebih mendasar dari iklan yang jelas dalam ini jenis terakhir dari iklan; yaitu, bahwa menginformasikan orang-orang tentang apa produk adalah, dan fakta bahwa itu ada sama sekali. Pikiran terakhir ini mengesankan disimpulkan oleh Steuart Henderson Britt: yang menyatakan bahwa 'melakukan bisnis tanpa iklan seperti mengedipkan mata pada seorang gadis dalam gelap. Anda tahu apa yang Anda lakukan,tapi tidak ada yang lain tidak'. Jika kita fokus pada sifat informatif iklan yang tidak menipu atau manipulatif, maka tampaknya iklan juga dapat berfungsi untuk meningkatkan otonomi konsumen. Tampaknya masuk akal untuk menyatakan bahwa lebih banyak pilihan yang tersedia bahwa agen harus memilih dari ketika membuat keputusan, semakin otonomi dia akan memiliki sehubungan dengan keputusan itu. Dengan pemikiran ini, sejauh beberapa iklan dapat dikatakan hanya membuat konsumen menyadari pilihan lebih lanjut yang mereka miliki, tampaknya bahwa mereka dapat melayani untuk meningkatkan otonomi konsumen. Ini adalah sesuatu yang umumnya lupa tentang iklan dalam etika praktis, mengingat kecenderungan kita untuk mencurigai pengiklan praktek secara manipulatif. Refleksi ini penting berkaitan dengan 'latch On' inisiatif baru-baru ini diluncurkan oleh Walikota Bloomberg di New York, yang bertujuan untuk mendorong para ibu menyusui. 2015 9 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Inisiatif ini melibatkan tiga komponen utama: Pertama, promosi secara keseluruhan dan dorongan menyusui. Kedua, melarang layar dan distribusi bahan promosi untuk susu formula, dan ketiga, menghentikan distribusi susu formula promosi atau bebas. G. Marketing to Vulnerable Populations Vulnerable populations didefinisikan sebagai sekelompok masyarakat yang kurang beruntung atau terpinggirkan berdasarkan karakteristik ekonomi, lingkungan, sosial, dan budaya mereka. Sementara banyak penyesuaian dengan gambaran seperti orang-orang cacat, orang yang hidup dengan HIV, dan pengungsi, berikut tiga kelompok umum sasaran program pembangunan: Very Poor Populations Disadvantaged Women At-Risk Youth Hal ini penting untuk mempertimbangkan bahwa kelompok-kelompok ini tidak homogen dan tidak semua individu dalam kelompok-kelompok ini mudah diserang. Secara khusus, ada banyak wanita dan pemuda yang konteks sosial dan keadaan individu tidak membuat mereka mudah diserang.Wanita bahwa dalam hal ini rentan menciptakan tanggung jawab yang lebih besar bagi pemasar? Secara umum, apakah pemasar memiliki tanggung jawab khusus untuk rentan? Apakah orang tua yang tinggal sendiri sangat rentan? Jawaban untuk ini tergantung pada apa yang kita maksud dengan sangat rentan. Di satu sisi, seseorang rentan sebagai konsumen dengan tidak mampu dalam beberapa cara untuk berpartisipasi sebagai peserta denga informasi penuh dan sukarela di pasar. Pertukaran pasar valid membuat beberapa asumsi tentang peserta: Mereka mengerti apa yang mereka lakukan, mereka telah dianggap telah menentukan pilihan mereka, mereka bebas untuk memutuskan, dan lain sebagainya. Apa yang kita dapat sebut sebagai kerentanan konsumen terjadi ketika seseorang memiliki gangguan kemampuan untuk membuat informasi yang disetujui untuk suatu pertukaran dalam pasar. Seorang konsumen yang rentan tidak memiliki kapasitas intelektual, kemampuan psikologis, atau keterbatasan untuk membuat penilaian informasi konsumen dan mempertimbangkan suatu hal. Anak-anak akan menjadi contoh paradigmatik akan kerentanan konsumen. (Lihat Point Keputusan, "Target Orang Rentan?") Bahaya yang mana orang tersebut rentan adalah bahaya tidak memuaskan keinginan konsumen seseorang dan / atau kehilangan uang 2015 10 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id seseorang. Orang tua tinggal sendirian tidak selalu rentan dalam hal pengertian ini. Ada rasa kedua kerentanan yang membahayakan adalah selain merugikan keuangan dari pertukaran dipasar yang tidak memuaskan. Orang tua tinggal sendirian rentan terhadap cedera karena jatuh, jauh dari medis, dari tagihan perawatan kesehatan yang mahal, dari kesepian. Alcoholics rentan terhadap penyalahgunaan alkohol, orang miskin rentan terhadap kebangkrutan, wanita lajang berjalan sendirian di malam hari rentan terhadap kekerasan seksual, korban kecelakaan rentan terhadap biaya tinggi medis dan kehilangan pendapatan, dan sebagainya. Apa yang kita dapat sebut sebagai kerentanan umum terjadi ketika seseorang rentan terhadap beberapa spesifik seperti fisik, psikologis, atau ancaman keuangan. Dari sini kita bisa melihat bahwa terdapat dua jenis pemasaran yang menargetkan populasi yang rentan. Beberapa praktik pemasaran mungkin menargetkan konsumen yang cenderung kurang informasi dan mudah diserang atau rentan. Pemasaran yang bertujuan anak-anak, misalnya, bertujuan untuk menjual produk kepada pelanggan yang tidak mampu membuat keputusan yang bijaksana terhadap informasi pemasaran tersebut. Praktik pemasaran lainnya mungkin menargetkan populasi yang rentan dalam pengertian umum seperti ketika, pasar banjir perlindungan asuransi perusahaan asuransi untuk pemilik rumah yang tinggal disebuah sungai yang banjir. Apakah sebagai penilaian awal, kita harus mengatakan bahwa pemasaran yang ditargetkan pada orang-orang yang rentan sebagai konsumen hal ini tidak etis. Ini adalah kasus mengambil keuntungan dari kelemahan seseorang dan memanipulasi untuk keuntungan sendiri. Jelas sebagian dari pemasaran dan penjualan menargetkan orang-orang yang rentan sebagai konsumen. Sama seperti dengan jelas praktek-praktek tersebut salah. Salah satu cara bahwa masalah ini bermain keluar melibatkan kelompok-kelompok yang rentan di kedua penglihatan. Sering kali orang dapat menjadi rentan sebagai konsumen karena mereka rentan dalam arti yang lebih umum. Banyak Kerentanan bagi lansia miliki sehubungan dengan cedera dan penyakit dapat menyebabkan mereka untuk membuat pilihan konsumen didasarkan pada ketakutan atau rasa bersalah. Seorang anggota keluarga yang berduka atas kematian orang yang dicintai onemight membuat pilihan dalam pembelian layanan pemakaman berdasarkan bersalah atau kesedihan, pada penghakiman dipertimbangkan. Seseorang dengan kondisi medis atau penyakit yang rentan, dan kecemasan atau ketakutan yang berhubungan dengan kerentanan ini dapat menyebabkanpilihan konsumen kurang informasi. Seorang penduduk dalam kota yang miskin, tidak berpendidikan, dan kronis pengangguran tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsekuensi penuhdaripilihanminumanberalkohol. Sejumlah kampanye pemasaran tampaknya sesuai dengan model ini. Yang paling kurang etis (dan stereotip) 2015 11 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id contoh adalah ambulans-mengejar pengacara mencari klien untuk gugatan pribadi cedera. Korban kecelakaan yang rentan terhadap berbagai bahaya dan, sementara mengalami stres situasi ini, tidak mungkin untuk membuat pilihan informasi yang lengkap tentang perwakilan hukum. Kampanye pemasaran yang menargetkan orang tua untuk produk seperti asuransi tambahan kesehatan, asuransi jiwa, perangkat panggilan darurat, layanan pemakaman, dan asuransi sering bermain di ketakutan, kecemasan, dan rasa bersalah bahwa banyak orang tua pengalaman. (Lihat Decision Points, "Target Orang Rentan?" Dan "Pemasaran di Sekolah," untukmempertimbangkancontohpemasaranuntukpopulasitertentu.)Tapi sama seperti orang dapat menjadi rentan sebagai konsumen karena mereka rentan terhadap bahaya lainnya, ada juga dapat kasus di mana orang menjadi rentan terhadap bahaya lain karena mereka rentan sebagai konsumen. Mungkin strategi ini adalah kasus yang paling kurang etis dalam pemasaran tersebut. Beberapa produk tembakau dan alkohol adalah contoh paling jelas-bisa membuat seseorang rentan terhadap berbagai risiko kesehatan. Kampanye pemasaran untuk produk yang menargetkan orang-orang yang rentan sebagai konsumen tampak kurang etis. H. Supply Chain Responsibility Supply chain adalah integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan pengalihdayaan, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor. Saat perusahaan bekerja keras untuk meningkatkan daya saing melalui penyesuaian produk, mutu tinggi , pengurangan biaya dan kecepatan ke pasar, mereka memberika penekanan tambahan pada rantai pasokan. Manajemen rantai pasokan yang efektif menjadikan para pemasok sebagai mitra dalam strategi perusahaan untuk memenuhi pasar yang selalu berubah. Suatu keunggulan bersaing dapat bergantung pada hubungan strategis jangka panjang yang dekat dengan sedikit pemasok. Manajer perusahaan harus mempertimbangkan permasalahan rantai pasokan seperti untuk memastikan bahwa rantai pasokan mendukung strategi perusahaan. Aktivitas manajer rantai pasokan meliputi ilmu akuntansi, keuangan, pemasaran, dan operasi. Perusahaan harus mencapai integrasi dari strategi yang dipilih pada rantai pasokan secara menyeluruh, serta mengharapkan strategi berbeda untuk produk berbeda dan mengubahnya sejalan dengan siklus hidup produk. Proses Supply Chain Management 2015 12 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Proses supply chain management adalah proses saat produk masih berbahan mentah, produk setengah jadi dan produk jadi diperoleh, diubah dan dijual melalui berbagai fasilitas yang terhubung oleh rantai sepanjang arus produk dan material. Bila digambarkan dalam bentuk bagan akan nampak sebagaio berikut: Sumber: I Nyoman Pujawan (2005) Bagan di atas menunjukkan bahwa supply chain management adalah koordinasi dari material, informasi dan arus keuangan diantara perusahaan yang berpartisipasi. Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status pesanan Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran, penetapan kepemilikan dan pengiriman Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Dengan tercapainya koordinasi dari rantai supply perusahaan, maka tiap channel dari rantai supply perusahaan tidak akan mengalami kekurangan barang juga tidak kelebihan barang terlalu banyak. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003) dalam supply chain ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan didalam arus barang, para pemain utama itu adalah: 1. 2015 Supplier 13 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Manufacturer 3. Distributor / wholesaler 4. Retail outlets 5. Customers Keterkaitan manajemen Bagaimana rantai keputusan pasokan mengenai rantai dengan pasokan strategi berdampak bisnis pada strategi akan ditunjukkan pada table berikut: Strategi biaya rendah Strategi respon permintaan Tanggapi Strategi diferensiasi Tujuan Penuhi pemasok dengan biaya serendah kebutuhan/permintaaan pasar, bersama-sama mungkin dengan perubahan Penelitian cepat memin pangsa untuk mengembangkan terjadinya produk dan pilihan persedian habis Kriteria Pilih terutama karena Pilih terutama karena Pilih pemilihan biaya kapasitas, utama trtm krn kecepatan ketrampilan dan fleksibilitas pengembangan produk Karakteritik Mempertahankan Menanam modal pada Proses moduler yang proses utilitas rata-rata yang kapasitas berlebih dan menuju tinggi proses yang fleksibel Karakteristik Meminimalkan Persediaan persedian di Kembangkan seluruh yang rantai untuk menekan dengan biaya customization sistem Mmin cept mass persediaan tanggap, dalam rantai untuk persedian menghindari produk cadangan untuk menjadi usang memastikan pasokan Karakteristik Memendekkan Lead Time lead Menanamkan investasi Menanamkan time sepanjang tidak secara agresif untuk investasi secara meningkatkn biaya untuk mngurangi lead time agresif produksi mengurangi lead time pengembangan Karakteristik Maksimalkan 2015 14 kinerja Menggunakan Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D desain Menggunakan desain Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id desain dan minimisasi biaya produk produk yang modular untuk mendorong waktu set menunda up yang rendah dan differensiasi produksi massal produk selama mungkin. Pedagang besar maupun eceran membeli semua yang akan dijual, tetapi tidak demikian halnya untuk perusahaan manufaktur, karena banyak input yang diperlukan perusahaan untuk menghasilkan output. Oleh karena itu agar operasional berjalan secara efektif dan efisien maka adakalanya dihadapkan pada keputusan untuk membuat atau membeli serta konsep Outsourcing. 1. Keputusan Membuat atau Membeli Adapun berbagai pertimbangan yang ada dalam keputusan tersebut diantaranya dijabarkan pada tabel berikut: Alasan Membuat Alasan Membeli 1 Biaya produksi yang lebih rendah Biaya perolehan lebih rendah 2 Pemasok kurang cocok. Menjaga komitmen pemasok 3 Memastikan pemasok yang memadai dan manajemen 4 Pemanfaatan tenaga kerja berlebih Mendapatkan keahlian tehnis Kapasitas tidak memadai 5 Memperoleh kualitas yang diinginkan Mengurangi biaya persediaan 6 Menghilangkan kolusi pemasok 7 Memperoleh item yang unik 8 Mempertahankan bakat yang ada 9 10 Menjaga rancangan dan kualitas yang memadai Memastikan ada sumber daya alternatif Kapasitas di perusahaan tidak mendukung Pertukaran informasi Item terlindungi karena hak paten Mempertahankan dan meningkatkan Membebaskan ukuran perusahaan menangani bisnis utama Sumber : Heizer (2004; 417) 2015 15 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Hal-hal tersebut di atas dalam konsep pengambilan keputusan taktis yang dikemukakan oleh Hansen Mowel menjadi bagian dari tahap pertimbangan kualitatif dalam pengambilan keputusan taktis 2. Outsourcing Adalah memindahkan aktifitas perusahaan yang dimiliki dalam konsep tradisional kepada supplier eksternal. Outsourcing merupakan tren yang kontinyu yang mengarah pada efisiensi melalui konsep spesialisasi sehingga perusahaan dapat berkonsentrasi pada core competencies yang dimiliki. Dengan outsourcing tidak ada tangible product dan transfer. Perusahaan kontraktor biasanya menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyempurnakan aktifitasnya. Sumber daya ditransfer ke perusahaan pemasok yang meliputi: fasilitas, orang dan peralatan. Pada saat sekarang, banyak perusahaan melakukan outsourcing berbagai keperluan diantaranya: teknologi informasi, pekerjaan akuntansi, fungsi hokum dan juga produk-produk perakitan. Sebaliknya banyak perusahaan yang bergerak dibidang Teknologi informasi maupun Prosesing data menyediakan outsourcing bagi berbagai jenis perusahaan yang memerlukannya. ETIKA DALAM RANTAI PASOKAN Seperti yang telah ditekankan, keputusan etis penting untuk keberhasilan jangka panjang sebuah organisasi. Meskipun demikian, rantai pasokan rentai terhadap perubahan etis karena kemungkinan untuk tindakan tidak etis sangat besar. Dengan karyawan penjualan yang ingin sekali menjual dan petugas pembelian yang menghabiskan banyak uang, godaan untuk melakukan tindakan tidak etis sangatlah besar. Banyak petugas penjualan yang berteman dengan pelanggan, membantu mereka, mengajak makan siang atau memberikan hadiah kecil ( atau besar). Menentukan kapan suatu tanda pertemanan berubah menjadi suap atau suatu hal yang sulit. Banyak perusahaan yang memiliki peraturan ketat yang membatasi apa pun yang boleh diteriman. Dengan melihat masalah ini, institute for supply management telah mengembangkan prinsip-prinsip dan standar yang digunakan sebagai panduan untuk tindakan etis. Saat rantai pasokan menjadi international, manajer operasi harus memperkirakan masalah etis lain yang akan terjadi saat mereka berurusan dengan undang-undang tenaga kerja, budaya, dan nilai-nilai yang baru. Sebagai contoh, baru-baru ini, GAP Inc melaporkan bahwa sekitar 90% dari 3.000 lebih pabriknya di dunia gagal lolos evaluasi pertama. Laporannya 2015 16 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menunjukan antara 10% dan 25% dari pabrik di cina terlibat dengan kekerasan psikologis atau verbal, dan lebih dari 50% pabrik di afrika sub-sahara beroperasi tanpa pelaratan keamanan yang memadai. Tantangan etika dalam rantai pasokan sangat besar, tetapi perusahaan yang bertanggung jawab seperti Gap mencari jalan untuk menghadapi masalah sulit. Kasus HTC Rantai pasokan Sebagai syarat kerja sama, kami mewajibkan pemasok pabrik untuk mematuhi prinsip dan standar Kode Etik Pemasok HTC di antaranya menghormati orang lain, memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan tempat kerja. Unduh Kode Etik Pemasok untuk detail lainnya. Kami mengadakan audit berkala untuk pemasok pabrik kami guna memastikan kepatuhan dan memantau secara dekat setiap pemasok yang dianggap berisiko melanggar Kode Etik. Kode Etik Pemasok HTC’s Kode Etik Pemasok (Kode) menjelaskan persyaratan tanggung jawab perusahaan dan sosial kami untuk pemasok pabrik. Sebagai syarat kerja sama dengan HTC, kami berharap pemasok pabrik (dan pemasok mereka) mengetahui dan menerapkan persyaratan ini dan memastikan praktik bisnis yang bertanggung jawab. Kami menilai secara teratur kepatuhan terhadap persyaratan ini dan faktor kepatuhan terhadap persyaratan ketika melakukan pemilihan rekanan. Pekerja, lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta persyaratan etika yang ditegaskan dalam Kode Etik sesuai dengan standar yang dikenal secara internasional dan ditetapkan oleh Electronic Industry Citizenship Coalition (EICC), Perserikatan BangsaBangsa, danOrganisasi Buruh Internasional (ILO). Kode Etik mencakup: o Ketenagakerjaan dan hak asasi manusia, termasuk pencegahan buruh anak dan tenaga kerja paksa, perlakuan yang adil, kebebasan berserikat dan kepatuhan terhadap peraturan. o Praktik Kesehatan dan Keselamatan Kerja, termasuk rencana kesiapan darurat dan kebijakan keselamatan di tempat kerja. o Kebijakan lingkungan, termasuk pencegahan polusi, manajemen limbah dan kepatuhan terhadap peraturan. 2015 17 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id o Etika dan integritas, termasuk kebijakan pemanfaatan sumber mineral yang bebas konflik, praktik bisnis yang adil dan rahasia. o Sistem manajemen, termasuk kepatuhan terhadap peraturan dan undang-undang, audit dan penilaian serta dokumentasi. Program Audit Pemasok Audit pemasok pabrik merupakan komponen penting untuk memastikan integritas rantai pasokan kami. Oleh karena itu, kami mengelola proses audit secara aktif dan memiliki tim audit pemasok khusus yang berkunjung ke kantor pemasok pabrik untuk memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan dan undang-undang setempat dan menaati Kode Etik Pemasok. Tim audit pemasok kami bertanggung jawab untuk mengaudit pemasok pabrik kami secara teratur, termasuk kepatuhan persyaratan tenaga kerja, lingkungan, serta kesehatan dan keselamatan kerja. Kami mengikuti standar yang diterima secara internasional dan yang diterapkan industri seperti panduan yang dibuat untuk perusahaan elektronik oleh Electronic Industry Citizenship Coalition (EICC). Pemasok yang diketahui memiliki masalah kepatuhan dilaporkan dan dengan segera ditugaskan untuk membuat rencana pemulihan guna mengatasi masalah tersebut. Pengadaan yang Bertanggung Jawab Kebijakan pengadaan kami menyaratkan bahan mentah yang digunakan dalam produk kami untuk diekstraksi, diproses, dan diproduksi dengan cara yang bertanggung jawab dan mematuhi kebijakan etika dan lingkungan kami. Penggunaan sumber mineral yang berkonflik dalam industri elektronik adalah masalah yang tidak dapat diabaikan. Sebagai anggota Electronic Industry Citizenship Coalition (EICC), kami mematuhi Kode Etik EICC, yang mensyaratkan kepada anggotanya untuk mengadopsi kebijakan pengadaan yang memastikan bahwa mineral tantalum (juga dikenal sebagai coltan), timah, tungsten dan emas yang digunakan dalam produk mereka tidak menguntungkan kelompok bersenjata yang melanggar hak asasi manusia di Republik Demokratik Kongo dan wilayah sekitarnya. Karena keterbatasan pelacakannya, HTC telah menghentikan pemanfaatan mineral dari Republik Demokratik Kongo dan wilayah Afrika Tengah secara keseluruhan. Sebagai syarat kerja sama dengan HTC, pemasok harus memahami dan menyetujui kebijakan kami tentang pemanfaatan sumber alam yang bertanggung jawab. Kami meninjau praktik pengadaan sumber mineral pemasok kami melalui program audit pemasok. 2015 18 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id I. Suistainable Marketing Strategi perusahaan dan pemasaran yang dikembangkan oleh manajemen perusahaan, biasanya dikembangkan berdasarkan respon perusahaan terhadap keadaan di luar dan di dalam dirinya. Orang pemasaran biasanya memulai dengan melihat kebutuhan pasar. Pemasaran berkelanjutan atau sustainable marketing pada hakikatnya adalah filosofi untuk memenuhi kebutuhan semua pemangku kepentingan termasuk pelanggan dengan tidak mengabaikan kebutuhan generasi yang akan datang. Dengan menggunakan filosofi ini, maka sasaran akhir dari suatu kegiatan perusahaan atau organisasi tidak semata mata keuntungan ekonomi, tetapi juga kinerja sosial dan lingkungan, atau dalam istilah umum dikenal dengan yaitu profit, people dan planet atau 3Ps. Dengan demikian maka filosofi pemasaran yang berkelanjutan secara ringkas adalah penerapan kebijakan 4 P (produk, promosi, price atau harga & place atau distribusi) untuk mencapai kinerja 3P. Mengapa menerapkan pemasaran berkelanjutan? Dengan menerapkan prinsip pemasaran berkelanjutan pada hakekatnya, perusahaan tetap dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan dan pemangku kepentingan, sasaran organisasi juga dapat dicapai dan semua dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan sehingga kepentingan generasi yang akan datang tak terabaikan begitu saja. 2015 19 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Rindjin, Ketut. Etika Bisnis dan Implementasinnya. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004 Bertens, K. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius, 2009 Hartman. 2008. Business Ethics Decisions-Making for Personal Integrity and Social Responsibility. New York: Institute for Global Ethics. 2015 20 Business Ethic and Good Governance Prof Said Djamaluddin Ph.D Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id