BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan (Aging) Penuaan (aging) merupakan suatu proses alami yang ditandai dengan adanya penurunan fungsi tubuh. Penuaan merupakan hal yang menakutkan bagi sebagian orang karena dikaitkan dengan ketidakmampuan akibat penurunan fungsi fisik maupun mental. Menua atau menjadi tua tidak pernah dapat dihindari oleh siapapun, betapapun canggihnya kosmetika dan teknologi kedokteran modern (Santoso dan Ismail, 2009). Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya, justru terjadi penurunan karena proses penuaan. Pada umumnya, manusia tidak pernah mempertanyakan mengapa kita menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Pada umumnya, orang hanya menganggap menjadi tua memang harus terjadi, sudah ditakdirkan, dan semua masalah yang muncul harus dialami. Lebih dari itu, bahkan banyak yang berpendapat usia setiap orang sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia tertentu, yang tidak sama pada setiap orang (Pangkahila, 2011). Padahal ada banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit, dan akhirnya membawa pada kematian. Pada dasarnya berbagai faktor itu dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup, stress dan kemiskinan. 8 9 Karena berbagai faktor itulah terjadi proses penuaan, sehingga orang menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Tetapi, kalau faktor penyebab itu dapat dihindari, maka proses penuaan tertentu dapat dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat, dan bahkan kualitas hidup dapat dipertahankan (Pangkahila, 2007). 2.2 Lemak Lemak, disebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari asupan makanan dan lemak yang dibentuk oleh tubuh (hasil produksi organ hati), yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak (adiposit) dan jaringan adiposa sebagai cadangan energi (Nugroho, 2009). Lipid merupakan kelompok heterogen dari senyawa yang mempunyai sifat umum, yaitu relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar, seperti eter, kloroform, serta benzen. Di dalam tubuh, lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien, baik langsung maupun secara potensial ketika disimpan di dalam jaringan adiposa (Botham dan Mayes, 2007). Klasifikasi lipid dapat dibedakan menajdi lipid sederhana, lipid kompleks, serta prekursor dan derivat lipid. Lemak sederhana merupakan ester asam lemak dengan berbagai alkohol. Lipid kompleks merupakan ester asam lemak yang mengandung gugus-gugus lain di samping alkohol dan asam lemak. Yang termasuk dalam lipid kompleks ini adalah fosfolipid, glikolipid, dan lipid kompleks lain ( sulfolipid, lipoprotein dan aminolipid). Prekursor dan derivat lipid 10 mencakup asam lemak, gliserol, aldehid lemak, badan keton, hidrokarbon, vitamin larut lemak, serta berbagai hormon (Botham dan Mayes , 2007). Secara klinis, lemak yang penting adalah (Lichtenstein dkk. , 2006) : 1. Fosfolipid 2. Trigliserida (lemak netral) 3. Kolesterol 4. Asam Lemak 2.2.1 Kolesterol Kolesterol yang formulanya ditunjukkan pada gambar 2.1, terdapat dalam diet semua orang, dan dapat diabsorbsi dengan lambat dari saluran pencernaan ke dalam limfe usus. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air, dan mampu membentuk ester dengan asam lemak (Guyton dan Hall, 2014). Disamping kolesterol diabsorbsi setiap hari dari saluran pencernaan, yang disebut kolesterol eksogen, suatu jumlah yang bahkan lebih besar dibentuk dalam sel tubuh disebut kolesterol endogen. Pada dasarnya semua kolesterol endogen yang beredar dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel tubuh lain membentuk sedikit kolesterol bahwa banyak struktur membran dari seluruh sel sebagian disusun oleh zat ini (Gutyon dan Hall, 2014). Seperti digambarkan oleh formula kolesterol, struktur dasarnya adalah inti sterol. Inti sterol seluruhnya dibentuk dari molekul asetil-KoA. Sebaliknya, inti sterol dapat dimodifikasi dengan berbagai rantai samping untuk membentuk 11 kolesterol, asam kolat, yang merupakan dasar dari asam empedu yang dibentuk dalam hati, dan beberapa hormon steroid yang penting yang disekresi oleh korteks adrenal, ovarium dan testis (Gutyon dan Hall, 2014). Gambar 2.1 Struktur Kolesterol (Guyton dan Hall, 2014) 2.2.1.1 Biosintesis Kolesterol Biosintesis kolesterol terjadi pada sel-sel eukariota. Sintesis kolesterol dimulai dari perpindahan asetil-KoA dari mitokondria ke sitosol, khususnya di peroksisom. Biosintesis kolesterol terjadi di 2 % di organ hati dan 10% di usus (Guyton and Hall, 2014). Terdapat lima tahapan utama dalam biosintesis kolesterol yaitu : 1. Konversi asetil-KoA menjadi 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA (HMG KoA). 2. Konversi HMG KoA menjadi mevalonat. 3. Konversi mevalonat menjadi suatu molekul isopren yaitu isopentil pirofosfat (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO2. 4. Konversi IPP menjadi squalene. 5. Konversi squalene menjadi kolesterol. Dalam sintesis kolesterol dilibatkan sebanyak sepuluh macam enzim yaitu asetoasetil-KoA,thiolase, HMG KoA sintase, HMG KoA reduktase, mevalonat 12 kinase, fosfomevalonat kinase, fosfomevalonat dekarboksilase, isopentenilpirofosfat isomerase (IPP isomerase), farnesil-pirofosfat transferase (FPP transferase), squalene sintase dan squalene epoksidase (Guyton dan Hall, 2014). Gambar 2.2 Sintesis Kolesterol dalam Tubuh Manusia (Guyton dan Hall, 2007) 2.2.2 Trigliserida Trigliserida adalah suatu ester gliserol. Trigliserida terbentuk dari 3 asam lemak dan gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan gliserol maka dinamakan monogliserida. Trigliserida merupakan lemak yang teradapat daging, produk susu, dan minyak goreng, serta merupakan sumber energi utama bagi tubuh (Lichteinstein dan Jones, 2006). 13 2.2.2.1 Hidrolisis Trigliserida Tahap pertama dalam penggunaan trigliserida untuk energi adalah hidrolisis dari trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Kemudian, asam lemak dan gliserol ditranspor ke jaringan aktif dimana keduanya dapat dioksidasi untuk menghasilkan energi. Gliserol sewaktu memasuki jaringan aktif, dengan segera diubah oleh enzim intraselular menjadi gliserol 3-fosfat, yang memasuki jalur glikolitik untuk pemecahan glukosa dan cara ini dipakai untuk menghasilkan energi. Sebelumnya asam lemak dapat dipakai untuk energi, asam lemak harus diproses lebih lanjut dalam cara berikut (Guyton dan Hall, 2014) : 1. Masuknya asam lemak ke dalam mitokondria Degradasi dan oksidasi asam lemak terjadi hanya dalam mitokondria. Langkah pertama pemakaian asam lemak adalah mentranspor asam lemak ke dalam mitokondria. Transpor ini adalah proses yang diperantarai oleh carrier yang memakai karnitin sebagai zat carrier. Setelah di dalam mitokondria, asam lemak berpisah dari karnitin dan kemudian didegradasi dan dioksidasi. 2. Degradasi asam lemak menjadi asetil ko-enzim A oleh oksidasi beta Molekul asam lemak didegradasi dalam mitokondria dengan melepaskan dua segmen karbon secara bertahap dalam bentuk asetil koenzim-A (asetil-KoA). Proses ini disebut proses oksidasi beta untuk degradasi asam lemak, yang dapat dilihat pada gambar 2.3 14 Gambar 2.3 Oksidasi Beta Asam Lemak untuk Menghasilkan Asetilkoenezim A (Guyton dan Hall, 2014) Pada langkah oksidasi beta, persamaan 1 bahwa langkah pertama adalah penggabungan molekul asam lemak dengan koenzim-A (KoA) untuk membentuk asil-KoA lemak. Pada persamaan 2, 3, dan 4 melalui beberapa langkah kimia, karbon beta (karbon kedua dari kanan) dari asil-KoA lemak bergabung dengan satu molekul oksigen yang berarti karbon beta dioksidasi. Pada persamaan 5, gugus dua karbon di sebalah kanan dari molekul dipecahkan untuk melepaskan asetil-KoA ke dalam cairan sel. Pada waktu yang sama, molekul koenzim-A (KoA) yang lain bergabung pada ujung dari sisa sisa gugus molekul asil KoA lemak yang baru, tetapi kali ini dua atom karbon menjadi lebih pendek dari sebelumnya karena hilangnya asetil-KoA dari bagian ujung terminalnya. Selanjutnya, asil-KoA lemak masuk dalam persamaan 3 dan berlanjut melalui persamaan 3, 4, dan 5 untuk tetap melepaskan molekul asetil Ko-A yang lain, sehingga memendekkan molekul asam lemak yang asli sebanyak dua karbon lagi. Dari putaran dari rangkaian persamaan tersebut, seluruh molekul asam lemak yang asli dipotong untuk membentuk banyak molekul asetil-koA. Untuk setiap molekul asetil-KoA yang dipecahkan dari asam lemak, total 4 atom hidrogen 15 dilepaskan. Keempat atom hidrogen itu kemudian dioksidasi dalam mitokondria untuk membentuk sejumlah besar adenosin trifosfat (ATP). 3. Oksidasi asetil ko-enzim A Molekul asetil-KoA dibentuk melalui oksidasi beta asam lemak di dalam mitokondria yang segera masuk ke dalam siklus asam sitrat, pertama-tama bergabung dengan asam oksaloasetat untuk membentuk asam sitrat, yang kemudian didegradasi menjadi karbondioksida dan atom hidrogen. Gambar 2.4 Reaksi Akhir dalam Siklus Asam Sitrat untuk Tiap Molekul Asetil-KoA (Guyton dan Hall, 2014) Jadi setelah degradasi awal dari asam lemak menjadi asetil-KoA, pemecahan akhir sama tepat dengan pembentukan asetil Ko-A dari asam piruvat selama metabolisme glukosa. Kemudian hidrogen dioksidasi dengan cara yang sama melalui sistem oksidasi kemiosmotik mitokondria yang digunakan untuk oksidasi karbohidrat, membebaskan jumlah ATP yang sangat besar. 2.2.3 Fosfolipid Tipe utama dari fosfolipid tubuh adalah lesitin, sefalin, dan sfingomielin. Fosfolipid selalu mengandung satu atau lebih molekul asam lemak dan satu molekul asam lemak dan satu radikal fosforat, dan fosfolipid biasanya berisi basa nitrogen. Sekalipun struktur kimia fosfolipid bervariasi, sifat fisiknya sama, 16 karena mereka semua larut dalam lemak, ditrasnpor bersama-sama dalam lipoprotein, dan dipakai di seluruh tubuh untuk berbagai tujuan struktural, seperti untuk penggunaaan dalam membran sel dan membran intraselular. Fosfolipid pada dasarnya dibentuk dalam semua sel tubuh, walaupun sel tertentu mempunyai kemampuan khusus untuk membentuk fosfolipid dalam jumlah besar. Mungkin 90% dibentuk dalam sel hati, jumlah yang cukup banyak juga dibentuk oleh sek epitel usus selama absorbsi lipid dari usus. 2.2.4 Asam lemak Asam lemak merupakan asam monokarboksilat rantai panjang. Ada dua macam asam lemak yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid) merupakan asam lemak ini tidak memiliki ikatan rangkap. Yang kedua adalah asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid). Asam lemak ini memiliki satu atau lebih ikatan rangkap yaitu (Rader dan Hobbs, 2005) 2.3 Metabolisme Lipid Lipid plasma dapat diangkut dalam sirkulasi dengan memodifikasi susunan molekul lipid, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Pada lipoprotein menunjukkan bahwa pada inti terdapat ester kolesterol dan trigliserida, dikelilingi oleh fosfolipid, kolesterol non-ester dan apoliprotein. Zatzat tersebut beredar dalam darah sebagai lipoprotein larut plasma. Lipoprotein ini bertugas mengangkut lipid dari tempat sintesisnya menuju tempat penggunaannya. Apolipoprotein berfungsi untuk mempertahankan struktur lipoprotein dan mengarahkan metabolisme lipid tersebut (Suyatna, 2012). 17 Lipid darah diangkut dengan 2 cara, yaitu dengan jalur eksogen dan jalur endogen ( Rader dan Hopp, 2005 ) : 1. Jalur Eksogen Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas sebagai kilomikron. Kilomikron ini akan diangkut dalam saluran limfe lalu ke dalam darah via duktus torasikus. Di dalam jaringan lemak, trigliserida dalam kilomikron mengambil hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan sel endotel. Akibat hidrolisis ini maka akan terbentuk asam lemak dan kilomikron remnan. Asam lemak bebas akan menembus endotel dan masuk ke dalam jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali (cadangan) atau dioksidasi (energi). Kilomikron remnan adalah kilomikron yang telah dihilangkan sebagian besar trigliseridanya sehingga ukurannya mengecil tetapi jumlah ester kolesterol tetap. Kilomikron remnan ini akan dibersihkan oleh hati dari sirkulasi dengan mekanisme endositosis oleh lisosom. Hasil metabolisme ini berupa kolesterol bebas yang akan digunakan untuk sintesis berbagai struktur (membran plasma, mielin, hormon steroid), disimpan dalam hati sebagai kolesterol ester lagi atau dieksresikan ke dalam empedu (sebagai kolesterol atau asam empedu) atau diubah menjadi lipoprotein endogen yang dikeluarkan ke dalam plasma. Kolesterol juga dapat disintesis dari asetat di bawah pengaruh enzim HMG-CoA reduktase yang menjadi aktif jika terdapat kekurangan kolesterol endogen. Asupan kolesterol dari darah juga diatur oleh jumlah reseptor LDL yang terdapat pada permukaan sel hati. 18 2. Jalur Endogen Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati diangkut secara endogen dalam bentuk VLDL kaya trigliserida dan mengalami hidrolisis dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil yaitu IDL dan LDL. LDL merupakan lipoprotein yang mengandung kolesterol paling banyak (60-70%). LDL mengalami katabolisme melalui reseptor seperti di atas dan jalur non reseptor. Jalur katabolisme reseptor dapat ditekan oleh produksi kolesterol endogen. Pasien hierkolesterolemia familial heterozigot mempunyai kira-kira 50% reseptor LDL yang fungsional. Gambar 2.5 Jalur Endogen dan Eksogen Metabolisme Lipoprotein (Harrison’s, 2015) HDL berasal dari hati dan pengaruh enzim lecithin : cholesterol acyltransferase (LCAT). Ester kolesterol ini akan mengalami perpindahan dari 19 HDL kepada VLDL atau IDL sehingga dengan demikian terjadi kebalikan arah transpor kolesterol perifer menuju ke hati untuk dikatabolisasi. Aktivitas ini mungkin berperan sebagai sifat aterogenik. 2.4 Transpor Lipid Lipid sukar larut dalam air, pengangkutannya dalam tubuh berbentuk kompleks dengan protein yang disebut lipoprotrein Lipoprotein merupakan gabungan molekul lipid dan protein yang disintesis di dalam hati. Seperempat sampai sepertiga bagian dari lipoprotein adalah protein dan selebihnya lipid (Almatsier, 2009). Transpor lipid dalam cairan tubuh adalah sebagai berikut : 1. Transpor trigliserida dan lipid lain melalui limfe dari traktus gastrointestinal kilomikron Hampir seluruh lemak dari diet kecuali asam lemak rantai pendek, diabsorbsi dari usus ke dalam limfe. Selama pencernaan, sebagian besar trigliserida dipecah menjadi monogliserida dan asam lemak. Sewaktu melalui epitel sel epitel usus, keduanya disintesis kembali menjadi molekul trigliserida baru yang berkumpul dan masuk ke dalam limfe dalam bentuk droplet kecil yang tersebar disebut kilomikron. Sejumlah kecil dari protein apoprotein B berabsorpsi ke permukaan luar kilomikron sehingga meningkatkan stabilitas suspensi kilomikron dalam cairan limfe dan mencegah perlekatan kilomikron ke dinding pembuluh limfe (Guyton dan Hall, 2007). Sebagian besar kolesterol dan fosfolipid diabsorbsi dari saluran pencernaan memasuki kilomikron. Kilomikron kemudian ditranspor ke duktus 20 torasikus dan masuk ke dalam darah vena pada pertemuan vena jugularis dan subklavia (Guyton dan Hall, 2007). 2. Pengeluaran Kilomikron dari Darah Sekitar satu jam setelah makan makanan yang mengandung banyak lemak, konsentrasi kilomikron dalam plasma dapat meningkat 1 sampai 2%. Kilomikron mempunyai waktu paruh kurang dari 1 jam, sehingga plasma menjadi jernih lagi dalam beberapa jam. Lemak kilomikron dikeluarkan dengan cara berikut : Hidrolisis trigliserida kilomikron oleh lipase protein, penyimpanan lemak dalam sel lemak dan sel hati. Kebanyakan kilomikron dikeluarkan dari sirkulasi darah sewaktu mereka melalui kapiler jaringan adiposa dan hati. Keduanya, jaringan adiposa dan hati berisi banyak enzim yang disebut lipoprotein lipase. Enzim ini aktif dalam endotel kapiler dimana enzim menghidrolisis trigliserida dari kilomikron yang melekat pada dinding endotel, melepaskan asam lemak dan gliserol. Asam lemak, yang sangat menyatu dengan membran sel, dengan segera berdifusi ke dalam sel lemak jaringan adiposa dan sel hati. Sekali berada dalam sel ini, asam lemak disintesis kembali menjadi trigliserida, gliserol baru yang disuplai oleh proses metabolik sel. Lipase juga menyebabkan hidrolisis fosfolipid, proses ini juga melepaskan asam lemak untuk disimpan dalam sel melalui cara yang sama. Jadi sebagian besar massa kilomikron dikeluarkan dari sirkulasi darah, kemudian sisanya diambil terutama oleh hati (Guyton dan Hall, 2007). 3. Transpor asam lemak dalam darah dalam bentuk gabungan dengan albumin – asam lemak bebas 21 Bila lemak yang telah disimpan dalam jaringan adiposa akan digunakan di dalam tubuh, biasanya untuk menghasilkan energi, pertama-tama lemak harus ditranspor ke jaringan lain. Lemak ditranspor terutama dalam bentuk asam lemak bebas. Keadaan ini dicapai dengan hidrolisis trigliserida kembali menjadi asam lemak dan gliserol. Sedikitnya dua jenis rangsangan berperan penting dalam meningkatkan hidrolisis ini. Pertama, bila persediaan glukosa dalam sel lamak sangat rendah, salah satu hasil pemecahannya, - gliserofosfat, juga menjadi sangat rendah. Zat ini dibutuhkan untuk membentuk gugus gliserol dari trigliserida yang baru disintesis, dan bila zat ini tidak ada, keseimbangan bergeser ke arah hidrolisis. Kedua, lipase sel yang peka hormon dapat diaktifkan oleh berbagai hormon, dan hormon ini juga meningkatkan kecepatan hidrolisis trigliserida (Guyton dan Hall, 2007). Sewaktu meninggalkan sel lemak, asam lemak mengalami ionisasi dengan kuat dalam plasma dan segera bergabung dengan molekul-molekul albumin protein plasma. Asam lemak yang berikatan dengan protein disebut asam lemak bebas atau asam lemak bukan ester untuk membedakannya dari asam lemak lain dalam plasma yang terdapat dalam bentuk ester gliserol, kolesterol atau zat lainnya (Guyton dan Hall, 2007). Lipoprotein dengan elektroforesis lipoprotein dibedakan menjadi 5 golongan besar ( Rader dan Hopp, 2005 ) : 1. Kilomikron Lipoprotein berat molekul terbesar ini lebih dari 80% komponennya terdiri dari trigliserida dan kurang dari 5% kolesterol ester. Kilomikron membawa 22 trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka dan kolesterol ke dalam hati. Trigliserida dari kilomikron terhidrolisis oleh lipoprotein lipase (LPL), sehingga diameter lipoprotein ini mengecil. Komponen lipid permukaan dan apoprotein ditrasnfer ke HDL; kilomikron remnan mengalami endositosis lewat reseptor hepatosit. Kilomikronemia pasca makan (postprandial) mereda 8-10 jam sesudah makan. Adanya kilomikron dalam plasma sewaktu dianggap abnormal. 2. Lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL, very low density lipoprotein) Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserida (endogen) dan 10-15% kolesterol. VLDL disekresi oleh hati untuk mengangkut trigliserida ke jaringan perifer. Trigliserida VLDL dihidrolisis oleh LPL menghasilkan asam lemak bebas untuk disimpan dalam jaringan adiposa dan bahan oksidasi di jantung dan otot skelet. Sebagian VLDL remnan akan diubah menjadi LDL, sehingga dapat terjadi peningkatan kadar LDL serum mengikuti penurunan hipertrigliserida (delta shift). Karena asam lemak bebas dan gliserol dapat disintesis dari karbohidrat, maka makanan kaya karbohidrat akan meningkatkan kadar VLDL. 3. Lipoprotein densitas sedang (IDL, intermediate density lipoprotein) IDL ini kurang mengandung trigliserida (30%), lebih banyak kolesterol (20%) dan relatif lebih banyak mengandung apoprotein B dan E. IDL adalah zat perantara yang terjadi sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi LDL. 4. Lipoprotein densitas rendah (LDL, low density lipoprtotein) LDL merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol 50%. Jalur utama katabolisme LDL berlangsung lewat receptor-mediated endocytosis 23 di hati dan sel lain. Ester kolesterol dari inti LDL di hidrolisis menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis sel membran dan hormon steroid. Selain lewat proses endositosis sel juga mendapat kolesterol dari sintesis de novo lewat enzim HMG-CoA reduktase. Produksi enzim ini dan reseptor LDL diatur lewat transkripsi genetik berdasarkan tinggi rendahnya kadar kolesterol dalam sel. 5. Lipoprotein densitas tinggi (HDL, high density lipoprotein) HDL dapat disubklasifikasikan ke dalam HDL1, HDL2, HDL3 dan berdasarkan kandungan Apo A-I dan Apo A-Inya. Metabolisme HDL kompleks dan terdapat petunjuk bahwa Apo A-I plasma yang merupakan inverse predictor untuk resiko penyakit jantung koroner yang lebih baik daripada kadar HDL. HDL merupakan lipoprotein protektif yang menurunkan resiko penyakit jantung koroner. Efek protektifnya diduga karena mengangkut kolesterol dari perifer untuk dimetabolisasi di hati dan menghambat modifikasi oksidatif LDL melalui paraoksonase, suatu protein antioksidan yang bersosialisasi dengan HDL. 6. Lipoprotein (a) Lipoprotein (a) [Lp(a)] terdiri atas partikel LDL dan suatu apoprotein selain ApoB-100. Apo(a) ini melekat pada ApoB-100 melalui ikatan disulfida. Apo(a) pada Lp(a) secara struktural merupakan homolog plasminogen dan tampaknya bersifat aterogenik karena menghambat fibrinolisis trombus. Kadar Lp(a) meningkat pada nefrosis (Suyatna, 2012) 24 2.5 Dislipidemia 2.5.1 Definisi dan Klasifikasi Dislipidemia Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total , kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting, dan erat kaitannya satu dengan yang lain (Adam dkk., 2004). Berbagai klarifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi yang mudah digunakan adalah pembagian dislipidemia dalam bentuk dislipidemia primer dan dislipidemia sekunder (Grundy, 2006). 1. Dislipidemia primer Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien dislipidemia sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan dislipidemia kombinasi familial. Dislipidemia berat umumnya karena hiperkolesterolemia familial, dislipidemia remnan, dan hipertrigliseridemia primer. 2. Dislipidemia sekunder Dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan sindroma metabolik. 25 2.5.2 Diagnosis Dislipidemia Anamnesis yang termasuk pemeriksaan keadaan fisik umum, pola makan, aktifitas fisik, merokok, riwayat konsumsi alkohol, riwayat penyakit keluarga. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu frekuensi denyut nadi, tekanan darah, dan auskultasi irama jantung. Pemeriksaan laboratorium darah berupa kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida (Adam dkk., 2006). Tabel 2.1 Intepretasi Kadar Lipid Plasma (Sumber : National Cholesterol Education Program, 2001) 2.5.3 Penatalaksanaan Dislipidemia Faktor resiko untuk penyakit jantung koroner sangat banyak, antara lain usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya, kadar lipid plasma, diabetes mellitus dan toleransi glukosa terganggu, hipertensi, kebiasaan merokok, obesitas dan berbagai faktor resiko non-tradisional, misalnya hsCRP, PAI-1 dan adiponektin (Perkeni, 2012) Penatalaksanaan baru dimulai setelah menentukan tingkat resiko seseorang untuk menetapkan sasaran kadar kolesterol LDL. Penatalaksanaan terdiri atas 26 terapi non farmakologik dan penggunaan obat untuk memperbaiki dislipidemia. Terapi kemudian di evaluasi kembali untuk menentukan apakah perlu ditambah dengan obat dislipidemia (Adam dkk., 2004). 2.5.3.1 Terapi Non-Farmakologis a. Terapi nutrisi medis Terapi nutrisi medis sangat penting dalam penatalaksanaan dislipidemia. Tabel 2.2 Intervensi Gaya Hidup yang Dapat Dilakukan untuk Mengurangi kolesterol LDL, HDL dan TG (Sumber : Perki, 2013) b. Aktivitas fisik Kegagalan penatalaksanaan non-farmakologis terutama disebabkan kurangnya kepatuhan diet dan aktivitas fisik. Pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. 27 2.5.3.2 Terapi Farmakologis Terapi farmakologis dengan obat penurun lipid terhadap target primer dilakukan pada pasien dengan konsentrasi awal kolesterol LDL di atas target terapi (Perki, 2013). Tabel 2.3 Obat Hipolipidemik dan Efek terhadap Kadar Lipid Plasma Jenis Obat Kolesterol LDL Statin 18-55% Resin 15-30% Kolesterol HDL Trigliserida - Fibrat Asam nikotinat Ezetimibe (Sumber : Suyatna, 2012) Obat hipolipidemik adalah obat yang ditujukan untuk menurunkan/meningkatkan kadar lipid/lemak di dalam darah/plasma. Pemberian obat hipolipidemik dapat diberikan dalam menangani kasus dislipidemia apabila dengan terapi diet dan olah raga kondisi pasien tidak responsif (Illingworth, 2002). Statin merupakan persenyawaan yang analog dengan struktur HMGKoA 3-hidroksi-3-metilglutaril-koenzim A (Katzung, 2002). Statin dapat dibedakan 28 menjadi water soluble dan lipid soluble. Yang termasuk water soluble ialah pravastatin, rosuvastatin, fluvastatin. Yang termasuk lipid soluble adalah atorvastatin, simvastatin, lovastatin. Statin ini menunjukkan efek metabolisme lebih rendah pada sistem sitokrom P450 (Sargowo, 2005). Water-soluble statins tidak dapat masuk dalam otak, tetapi fat-soluble statins dapat masuk dalam otak. Selain pada hati, kolesterol juga diproduksi oleh otak (Rogers, 2011). a. Kimia dan farmakokinetik Lovastatin dan simvastatin adalah prodrugs lakton yang tidak aktif yang dihidrolisasi di dalam saluran cerna menjadi turunan betahidroksil yang aktif. Pravastatin dan fluvastatin diberikan sebagai obat aktif. Kira-kira 30-50% lovastatin dan pravastatin yang dicerna diabsorbsi secara nyata dibandingkan fluvastatin, yang hampir seluruhnya diarbsorbsi. Semua penghambat reduktase mempunyai ekstraksi first-pass yang tinggi oleh hati. Kebanyakan dosis yang diabsorbsi dieksresi dalam empedu; kira-kira 5-20% dieksresi dalam urin (Katzung, 2002). b. Mekanisme kerja Statin menghambat sintesis kolesterol pada fase awal dengan menghambat HMG-KoA reduktase yang berfungsi sebagai clearance receptor, sehingga mengurangi kadar kolesterol dalam darah (Takemoto dan Liao, 2001). HMG-KoA reduktase memperantarai langkah pertama biosintesis sterol. Statin memiliki efek pleiotropik yang sangat baik. Diantaranya untuk menstabilkan plak 29 atherosklerosis dan mengurangi reaksi inflamasi serta mengurangi proliferasi otot polos (Takemoto dan Liao, 2001). c. Penggunaan terapi dan dosis Penghambat HMG-KoA sendiri atau dengan resin pengikat asam empedu atau niasin berguna dalam mengobati kelainan yang melibatkan peningkatan kadar LDL dalam plasma. (Katzung, 2002). Karena pola biosintesis kolesterol aktif siang hari, penghambat reduktase sebaiknya diberikan pada malam hari bila diberikan dosis tunggal. Absorbsi ditingkatkan bila diberikan bersama dengan makanan. Dosis harian lovastatin bervariasi dari 10 mg sampai 80 mg. Peningkatan sedang kadar LDL sering akibat pemberian dosis tunggal 20 mg, lebih baik pada malam hari. Pada pasien dengan hiperkolesterolemia familial heterozigot, dengan dosis 20 mg sekali atau dua kali sehari menurunkan kadar kolesterol total sebanyak 19%-34%. Pravastatin sama potensinya dibandingkan lovastatin dalam ukuran dasar massa sampai dosis maksimum dalam satu hari, 40 mg. Simvastatin dua kali lebih kuat diberikan dengan dosis 5-40 mg sehari. Fluvastatin ternyata kira-kira mempunyai potensi setengah dari lovastatin dalam ukuran dasar dan diberikan dengan dosis 20-40 mg sehari (Katzung, 2002). 30 Gambar 2.6 Cara Kerja Statin (Medscape, 2015) d. Efek samping Pada beberapa pasien yang menerima terapi dengan penghambat HMGKoA reduktase dapat terjadi peningkatan kecil pada aktivitas kreatin kinase dalam plasma. Pada kasus tersebut dapat terjadi rhabdomiolisis yang akan berlanjut menjadi mioglobinuria dan gagal ginjal jika pemakaian obat diteruskan. Miopati dapat terjadi pada pemberian terapi tunggal. Gejala hipersensitivitas yang mencakup suatu kelainan yang menyerupai lupus dan neuropati perifer dapat terjadi walau jarang dilaporkan. Kemiripan struktur dan mekanisme kerja mengakibatkan gejala hipersensitivitas tersebut dapat terjadi pada semua obat HMG-KoA reduktase (Katzung, 2002). Pada penggunaan statin fungsi hepar hendaknya diperhatikan karena metabolisme statin melalui sitokrom P450 di hepar (Opie, 2001). 31 2.4 Hubungan Dislipidemia dengan Aging Penuaan berkaitan dengan disfungsi multipel dan sistemik dari tubuh dan bersamaan dengan gangguan metabolisme lipid dan status inflamasi kronik yang berperan dalam atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD) (Liu dan Li, 2014). Angka kejadian terjadinya dislipidemia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Dislipidemia dikarakteristikkan dengan meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, low density lipoprotein (LDL), dan atau penurunan high density lipoprotein (HDL) di dalam darah (Perdomo dan Henry, 2009). Hal ini berkaitan dengan penyakit yang berhubungan dengan penuaan (aging) terutama penyakit kardiovaskuler. Stress oksidatif pada mekanisme dislipidemia dapat memicu timbulnya penyakit (Singh dan Jialal, 2006). Peningkatan stress oksidatif semakin tajam seiring dengan makin tingginya derajat dislipidemia (Csont dkk., 2007; Rui-Li dkk., 2008). Pada tikus kadar normal kolesterol total adalah 10-54 mg/dL (Kusumawati, 2004). Kadar normal LDL tikus adalah 17-22 mg/dL dan kadar normal HDL tikus adalah 77-84 mg/dL (Margareth, 2014), sedangkan kadar normal trigliserida tikus adalah 26-145 mg/dL (Nichols, 2003). Tikus dikatakan dislipidemia bila terjadi kenaikan berat badan >20% atau kadar kolesterol serum >200 mg/dL (Hardini dkk., 2007). Diet tinggi lemak dan kelebihan TAG (triasigliserol) di jaringan adiposa akan menstimulasi-pelepasan sitokin seperti TNF-α , yang merupakan sitokin yang diproduksi oleh jaringan lemak dan adiposit. Kadarnya yang meningkat 32 dihubungkan dengan penekanan oksidasi asam lemak pada hepar sehingga asam lemak bebas dalam hepar meningkat dan terjadi hipertrigliseridemia, peningkatan sintesis kolestrol oleh sel hepar meningkat dan terjadi hiperkolestrolemia, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin dengan meransaang serin fosforilase dan reseptor insulin substrat (Abbas dkk., 2000). Dislipidemia juga dapat menyebabkan stress oksidatif dalam tubuh. Ketersediaan lemak sebagai substrat memicu terjadinya reaksi rantai dan pembentukan radikal bebas yang lebih tinggi, dengan ditandai meningkatnya oksidasi LDL, protein dan glukosa. Oksidasi LDL dapat memicu aktivasi jalur phospoinol-3 kinase (PI-3K)-Akt-Foxo3a (Forkhead box O3) sehingga terjadi penurunan ekspresi manganese-containing superoxide dismutase (MnSOD) dan katalase (Erusalimsky dan Kurz, 2006). Peningkatan stress oksidatif semakin tajam seiring dengan makin tingginya derajat dislipidemia (Csont dkk., 2007; Rui-Li dkk., 2008). 2.7 Labu Siam (Sechium edule (Jacq.) Sw) Labu siam pertama kali ditemukan oleh Patrick Browne di Jamaika pada tahun 1756. Jenis tanaman ini banyak ditanam di kawasan Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Labu Siam bukanlah sayuran asing bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Labu siam dikenal dengan beberapa sebutan, seperti labu jipang (Jawa Tengah), manisah (Jawa Timur), serta waluh siam (Jawa Barat). Di dunia internasional, sayuran ini disebut chayote (Astawan dan Wresdiyanti, 2004). 33 Taksonomi Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Dilleniidae Ordo : Violales Famili : Curcubitaceae (suku labu-labuan) Genus : Sechium Spesies : Sechium edule (Jacq.) Sw. (Plantamor, 2008) Gambar 2.7 Labu Siam (Sechium edule) (Yudi, 2014) 2.7.1 Morfologi Tanaman Habistus labu siam berupa perdu dan merambat. Batangnya lunak, beralur, banyak cabang, terdapat pembelit berbentuk spiral, kasap, dan berwarna hijau. 34 Daunnya tunggal, bentuk jantung, tepi bertoreh, ujung meruncing, pangkalnya runcing, kasap, panjang 4-25 cm, lebar 3-20 cm, tangkai panjang, pertulangan menjari, dan berwarna hijau. Bunga merupakan bunga majemuk, berada di ketiak daun, kelopak bertaju lima, mahkota beralur, benang sari lima, kepala sari berwarna jingga, putik satu, dan berwarna kuning. Buah berbentuk buni bulat, menggantung, permukaan berlekuk, dan berwarna hijau keputih-putihan. Biji berbentuk pipih, berkeping dua, dan berwarna putih. Akar berupa akar tunggang, dan berwarna putih kecoklatan (Astawan dan Wresdiyanti, 2004). 2.7.2 Kandungan Kimia Dalam 100mg labu siam terkandung Energi 17 kkal, protein 0,82 gr, lemak 0,13 gr, karbohidrat 3,9 gr, serat 1,7 gr, gula 1,85 gr, kalsium 17 mg, besi 0,34 mg, magnesium 12 mg, fosfor 18 mg, kalium 125 mg, atrium 2 mg, seng 0,74 mg, tembaga 0,12 mg, mangan 0,19 mg, selenium 0,2 mg, vitamin C 7,7 mg, tiamin 0,03 mg, riboflavin 0,03 mg, niasin 0,47 mg, vitamin B6 0,08 mg, folat 93 mkg, vitamin E 0,12 mkg, vitamin K 4,6 mkg (Astawan dan Wresdiyanti, 2004). Selain itu, buah labu siam juga kaya akan beberapa asam amino seperti asam aspartat, asam glutamat, alanin, arginin, sistein, fenilalanin, glisin, histidin, isoleusin, leusin, metionin, prolin, serin, tirosin, treonin, dan valin (Rosmalena, 2008). Dalam 100 gr daging buah labu siam juga mengandung polifeno 5, an roan osiani in 5, ( o dkk., 2006). Pada uji kuantitatif ekstrak labu siam yang dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan di Universitas Udayana didapatkan kadar tanin 451,2929 mg/100 35 gr, flavonoid 3,9089 mg/100 gr, fenol 87,43/100 gr, antioksidan gallic acids equivalent antioxidant capacity (GAEAC) 48,5105 ppm. 2.7.3 Hubungan Labu Siam dengan Dislipidemia Kelebihan lipid akan berakumulasi di hati, yang memiliki implikasi dengan obesitas yang berkaitan dengan fatty liver disease (FLD). Fatty liver ini berkaitan dengan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti dislipidemia, hipertensi, aterosklerosis, diabetes tipe 2 dan kanker. Tunas sechium edule telah diverifikasi untuk mengurangi lipid serum dan kolesterol dan mencegah aterosklerosis. Ekstrak air atau sechium water extracts (SWE) dari tunas sechium edule dapat menurunkan serum dan lipid hati (misalnya, triasilgliserol dan kolesterol). Selanjutnya, sechium polyphenol extracts (SPE) melalui AMPK (AMP-mengaktifkan protein kinase) jalur sinyal bisa menurunkan enzim relatif lipogenik, seperti asam lemak sintase atau fatty acid syntase (FAS), HMGCoR (HMG-CoA), dan (protein elemen peraturan sterol mengikat) SREBPs, dan meningkatkan ekspresi CPT-I (karnitin palmitoyltransferase I) dan PPARα, yang regulator penting dari metabolisme lipid hati (Wu dkk., 2014). Dari penelitian terdahulu dilakukan perlakuan dengan dosis 20 mg, 30 mg dan 40 mg didapatkan penurunan kadar kolesterol dan trigliserida tikus putih jantn yang diberi diit tinggi kolesterol dan lemak. Penurunan efek sebanding dengan peningkatan dosisnya. Dosis yang memberikan kadar penurunan terbesar adalah 40 mg/200gr BB. Pada penelitian ini dibandingkan perlakuan selama 3 minggu 36 dan 6 minggu, tetapi didapatkan hasil yang lebih baik pada perlakuan selama 3 minggu (Agustini dan Marlina, 2006). Beberapa senyawa fitokimia dalam labu siam yang diduga dapat menurunkan profil lipid darah, antara lain adalah : a. Niasin/asam nikotinat Niasin merupakan asam monokarboksilat dari pirimidin (Rahayu, 2005). Niasin merupakan bagian dari vitamin B-kompleks, yang disebut juga vitamin B3. Niasin dapat menurunkan produksi VLDL di hati, sehingga produksi kolesterol total, LDL, dan trigliserida menurun (Sotyaningtyas, 2007). Niasin memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim adenilat siklase, yang menyebabkan konsentrasi cAMP dalam jaringan adiposa rendah yang menyebabkan aktivitas lipase berkurang, yang menyebabkan mobilisasi asam lemak dari jaringan adiposa menurun, dan mengakibatkan berkurangnya substansi lipoprotein di hati, sehingga pembentukan VLDL, LDL, dan kolesterol total menurun (Sutarpa, 2005). Meningkatnya niasin akan menghambat aktivitas enzim HMG-KoA reduktase sehingga terjadi penurunan produksi asam mevalonat dan menghambat aktivitas lipoprotein lipase, yang menyebabkan produksi VLDL, di hati turun, dan aliran VLDL yang keluar dari hati berkurang. Akibatnya, produksi kolesterol total, LDL, trigliserida plasma menurun, dan meningkatnya HDL. Disamping itu, niasin juga membantu memperlancar keluarnya zat-zat yang tidak digunakan tubuh (Sutarpa, 2005). Penelitian menunjukkan bahwa niasin dapat menghambat enzim diasillgliserol asiltransferase–2, suatu enzim yang diperlukan untuk sintesis 37 trigliserida, pada hepatosit yang secara kompetitif maupun non-kompetitif. Penghambatan sintesis trigliserida oleh niasin menyebabkan peningkatan degradasi apo-B intrasel di hepar dan penurunan sekresi partikel VLDL dan LDL (Ganji dkk. , 2015). b. Vitamin A Senyawa vitamin A dibagi menjadi dua, yaitu preformed ( i a in ( aro noi ( A, r ino , an aro n an s n a a s nis o o, 200 r inoi , aa a sia ri a n a an i a in A a a an r a an r n i a in A ro i a in A rsor i a in A aro n ( o dkk., 2006). Vitamin A mempunyai peran dalam melindungi endotelium dan juga merupakan antioksidan yang dapat melindungi peroksidasi lemak. Vitamin A dapat mencegah agregasi platelet, mempengaruhi transpor oksigen dan penggunaannya, meningkatkan HDL dan meningkatkan kemampuan asam nikotinat dalam menurunkan lipid darah. Vitamin A dapat berperan dalam pencegahan primer terhadap kelainan metabolisme yang merupakan penyebab hiperlipoproteinemia, dan dapat juga berperan dalam pencegahan sekunder utuk mengurangi lipid darah yang dapat menyebabkan risiko aterogenesis (Markus, 2010). 38 c. Vitamin C Vitamin C atau asam askorbat dikenal dengan asam heksuronat (C6H8O6). Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan dalam keadaan tertentu dapat merupakan reduktor dan antioksidan (Dewoto, 2007). Pada metabolisme kolesterol vitamin C dapat meningkatkan laju eksresi kolesterol dalam bentuk asam empedu, meningkatkan kadar HDL, dan dapat berfungsi sebagai pencahar yang dapat meningkatkan pembuangan kotoran. Dengan demikain akan menurunkan penyerapan kembali asam empedu dan pengubahannya menjadi kolesterol. Vitamin C dapat menurunkan kolesterol dan trigliserida pada beberapa orang yang memiliki kadar kolesterol dan trigliserida tinggi, tetapi tidak pada orang dengan kadar kolesterol dan trigliserida normal. Vitamin C mempunyai fungsi dalam menjaga keseimbangan (homeostatis) di dalam tubuh (Sotyaningtyas, 2007). d. Saponin Saponin adalah glikosida yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan sapogenin (aglikon). Sebagian besar saponin mudah bergabung dengan kolesterol yang menyebabkan rendahnya aktifitas saponin, rasa pahit dan memiliki sifat yang berbusa. Saponin membentuk molekul kompleks dengan r a ai s n a a β-hidroksisteroid. R s or an r a β-hidroksisteroid termasuk kolesterol membran merupakan tempat aktivitas hemolitik saponin. 39 Sa onin a ri a an n an r a ai s n a a β- hidroksisteroid dan membentuk molekul kompleks yang sulit untuk dipisahkan (Widodo, 2010). Saponin dapat terikat dengan garam-garam empedu yang diperlukan untuk proses absorpsi kolesterol atau karena permukaan golongannya menjadi aktif, dapat juga menyebabkan garam-garam empedu menjadi terhimpit yang akhirnya menjadi polisakarida dalam otot. Pengaruh saponin terhadap rendahnya kolesterol darah akan menghalangi penyerapan kolesterol kembali setelah dikeluarkan dari empedu sehingga meningkatkan asam empedu dan sterol netral pada feses (Widodo, 2010). Rendahnya konsentrasi garam-garam empedu yang bebas dapat menurunkan absorbsi trigliserida dalam usus (Guyton dan Hall, 2014). e. Alkaloid Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan, seperti biji, daun, ranting, dan kulit batang. Alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan (Lenny, 2006). Kandungan alkaloid memiliki efek menghambat aktivitas enzim lipase, sehingga dapat menghambat pemecahan lemak menjadi molekul-molekul lemak yang lebih kecil. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan jumlah lemak yang dapat diabsorpsi (Pane, 2009). 40 f. Flavonoid, Polifenol, dan Proantosianidin Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam, serta berpotensi sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat (Rohyami, 2008). Senyawa-senyawa ini merupakan zat waran merah, ungu, dan biru sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai rantai dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 (Lenny, 2006). Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan tergantung pada struktur molekulnya. Posisi rantai hidroksil pada flavonoid penting untuk perannya sebagai antioksidan dan untuk mengatasi aktivitas radikal bebas (Buhler dan Miranda, 2000). Berdasarkan penelitian flavonoid dapat menangkap radikal bebas dan dapat mencegah proses peroksidasi lipid di mikrosom dan liposom (Peng dan Kuo, 2003). Fenol adalah senyawa dengan suatu gugus OH yang terikat pada cincin aromatik. Senyawa fenolik dalam tumbuhan dapat berupa fenol sederhana, antraquinon, asam fenolat, kumarin, lignin, tanin, dan proantosianidin (Rohyami, 2008; Purwitasari, 2010). Senyawa polifenol dan proan osiani in a i i as an io si an n a an ros s o si asi r n si ( aa nan a ra i a ii i as s r a o dkk., 2006). Polifenol memiliki peran dalam menurunkan sekresi lipoprotein yang terdapat di hepar dan usus. Polifenol yang terdapat mengurangi proses esterifikasi kolesterol sehingga terjadi 41 penurunan kadar ester kolesterol, dimana ester kolesterol merupakan komponen pembentuk utama kilomikron dan VLDL. Efek lain dari polifenol adalah menghambat sintesis Apo B-48 dan Apo B-100 yang disintesis di dalam enterosit dan hepar. Kadar Apo B-48 dan Apo B-100 yang menurun menyebabkan pembentukkan kilomikron, VLDL, IDL, dan LDL terganggu sehingga kadar trigliserida darah juga menurun (Vidal dkk., 2005). Proantosianidin berikatan dengan kolesterol dan asam empedu sehingga meningkatkan ekskresi kolesterol ke dalam feses dan menghambat absorbsi trigliserida. Proantosianidin menghambat siklus enterohepatik dari kolesterol dan asam empedu. Proantosianidin meningkatkan proses isomerasi kolesterol menjadi asam empedu melalui peningkatan ambilan partikel LDL darah dan aktivasi reseptor LDL di hepar. Proantosianidin menghambat absorbsi kolesterol melalui penghambatan pembentukan misel. Proantosianidin menurunkan aktivitas enzim HMG-KoA reduktase sehingga proses produksi VLDL di hati turun dan aliran VLDL yang keluar dari hati berkurang. Akibatnya, produksi kolesterol total, LDL, trigliserida plasma menurun (Del Bas dkk. , 2005). g. Serat Larut (Pektin) dan Serat Tidak Larut Serat merupakan bagian dari tanaman yang tidak dapat diserap oleh tubuh. Serat makanan yang terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam traktus digestif. Selain menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu yang menyebabkan proses pencernaan lemak akan terhambat. Serat makanan 42 dapat berikatan dengan garam asam lemak di usus halus, dan akhirnya dilepaskan untuk kerja bakteri di dalam kolon (Kusharto, 2006). Pektin merupakan serat makanan yang dapat larut (soluble dietary fibers), yang dapat mencegah hiperkolesterol, kanker usus besar, dan diabetes. Efek pektin adalah penurunan absorbsi asam-asam empedu. Pektin juga menstimulasi ekskresi lipid melalui pembuangan kolesterol dan koprostanol, peningkatan oksidasi kolesterol melalui efek induksi pada enzim 7 alfa-hidroksilase dan mengurangi absorbsi lemak di dalam usus. Efek serat pektin ini diperkuat dengan efek polifenol yang terkandung, sehingga efek anti lipemik dari penggabungan pektin dan polifenol jauh lebih kuat daripada efek masing-masing komponen (Aprikian dkk. , 2003). 2.8 Hewan Percobaan Tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus jenis jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Ngatidjan, 2006). Tikus putih dalam sistematika hewan percobaan diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Classis : Mamalia Subclassis : Placentalia 43 Ordo : Rodentia Familia : Muridae Genus : Rattus Species : Rattus norvegicus Gambar 2.8 Tikus Rattus Norvegicus Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatominya yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998). Tikus digunakan untuk penelitian karena ada kesamaannya dengan manusia dalam fisiologi, anatomi, nutrisi, patologi, dan metabolismenya (Harini dan Astrin, 2009).