BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fleksibilitas Otot Hamstring Fleksibilitas otot merupakan kemampuan suatu jaringan otot untuk memanjang semaksimal mungkin sehingga tubuh dapat bergerak dengan lingkup gerak sendi yang normal tanpa disertai rasa nyeri. Fleksibilitas otot merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan suatu gerakan dalam kegiatan sehari- hari. Fleksibilitas berkaitan erat dengan jaringan lunak seperti ligamen tendon dan otot,struktur tulang dan sendi. Peningkatan lemak tubuh, kurangnya aktifitas tubuh seseorang akan diikuti penurunan fleksibilitas. Hal ini terjadi karena ketika aktifitas tubuh berkurang dalam jangka waktu lama akan diikuti pemendekan jaringan lunaknya termasuk otot dan ligamen. Kebiasaan sikap tubuh dalam dalam waktu yang lama akan membentuk postur tubuh yang menetap dan akan terjadi pemendekan otot karena adaptasi. Secara umum menurunnya fleksibilitas lebih disebabkan karena kebiasaan bergerak pada pola tertentu dan pada gerakan tertentu (Heyward, 2006). Faktor yang dapat mempengaruhi fleksibilitas otot antara lain usia, latar belakang penyakit, cidera yang pernah diderita, pola hidup. Contohnya seorang atlet lebih fleksibel daripada orang awam yang tidak pernah olah raga, anak-anak lebi fleksibel dari pada orang dewasa di atas 45 tahun. Pada diri seseorang pun fleksibilitas tiap ototnya berbeda – beda di mana sangat dipengaruhi olah kegiatan sehari –hari tergantung pada penggunaan otot –otot. 7 10 11 Ada bagian otot yang selalu menerima beban berlebihan. Sebagai contoh seorang perawat yang dalam aktifitas sehari – hari banyak berdiri, jalan, mengangkat dan memindahkan pasien atau mendororng kursi roda. Kegiatan ini memerlukan fleksibilitas otot hamstring yang memadai agar kualitas kerjanya bagus (Basuki, et al., 2009). Untuk lebih mendalami mengenai fleksibilitas otot hamstring, salah satu aspek yang sangat penting untuk diperhatikan adalah anatomi dan fisiologi otot hamstring. 2.2 Anatomi dan Fisiologi 2.2.1 Anatomi Otot Stephen (2010), Hamstring merupakan suatu grup otot sendi panggul dan lutut yang terletak pada sisi belakang paha yang berfungsi untuk gerakan fleksi lutut, ekstensi hip, dan membantu gerakan eksternal dan internal rotasi hip. Grup otot ini terdiri atas beberapa otot yaitu : M. biceps femoris, M. semitendinosus, M. semimembranosus. M. biceps femoris mempunyai dua caput, yaitu caput longum dan caput brevis. M. biceps femoris caput longum bekerja pada dua sendi, berasal dari tuberositas ischiadicum bersama – sama dengan M. semitendinosus. M. biceps femoris caput brevis hanya bekerja pada satu sendi, berasal dari sepertiga tengah linea aspera labium laterale dan lateralis terhadap septum intermuskulare. Bersatunya caput membentuk M. biceps femoris yang berinsertio pada caput fibulae. Diantara otot dan ligamentum colaterale fibulare sendi lutut terdapat bursa subtendenea. Musculi bicipitis femoris inferior. Kontraksi otot caput longgum biceps 12 femoris menghasilkan gerak ekstensi (retroversi) sendi panggul. Fungsi M. biceps femoris adalah fleksi sendi lutut dan eksternal rotasi dan fleksi. Otot ini disarafi oleh nerves tibialis dan M.caput longgum, sedangkan M. caput brevis disarafi oleh nerve fibularis communis. Gambar 2.1 : Otot – otot hamstring Sumber Nillson (2007) M. semitendinosus berasal dari tuberischiadicum dan berjalan ke facies medialis tibiae bersama- sama dengan M. gracilis dan M. sartorius untuk bergabung dengan pes anserinus superficialis. Disini juga terdapat bursa anserina diantara permukaan tibia dan tempat perlekatan pada pes anserinus. M. semimembranosus, berasal dari tuberositas ischiadicum dan berinsertio pada condylus medial tibia. Otot ini berhubungan erat dengan M. semitendinosus. Di bawah ligamentum colaterale mediale , tendonnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama berjalan ke anterior terhadap condylus medialis tibiae, bagian kedua masuk ke fascia poplitea dan bagian 13 ketiga melanjutkan ke dinding posterior capsula ligamentum popliteum obliqum. Pembagian menjadi tiga bagian ini dikenal sebagai pes anserinus profundus. Otot ini bekerja pada dua sendi dan berfumgsi mirip M. semitendinosus. Otot ini dapat melakukan ekstensi sendi panggul dan fleksi sendi lutut dengan rotasi medialis pada sendi lutut. Diantara tendon tersebut (sebelum terbagi - bagi) dan caput mediale M. gastrocnemius terdapat bursa musculi semimembranosi, yang kadang – kadang berhubungan dengan bursa subtendinei musculi gastrocnemii medialis. Otot ini disarafi oleh nerve tibialis. 2.2.2 Fisiologi Otot Otot merupakan jaringan peka rangsang (eksitabilitas) yang dapat dirangsang secara kimia, listrik dan mekanik untuk menimbulkan suatu aksi potensial (Romana, 2014). Secara umum otot dibagi menjadi tiga jenis, yaitu otot skeletal, otot jantung dan otot polos. Dalam bab ini akan dibatasi menjelaskan otot skeletal saja. 2.2.2.1 Struktur Otot Skeletal Otot merupakan suatu jaringan yang dapat dieksitasi yang kegiatannya berupa kontraksi, sehingga otot dapat digunakan untuk memindahkan bagian- bagian skelet yang berarti suatu gerakan dapat terjadi. Hal ini terjadi karena otot mempunyai kemampuan untuk fleksibilitas, eksibilitas. Otot rangka tersusun dari serat-serat yang dikenal dengan balok penyusun sistem otot. Dalam tubuh manusia terdapat lebih dari 500 otot 14 skeletal dan merupakan otot yang membentuk 40% - 50% tubuh. Otot nini terdiri dari serabut otot (muscle fiber) yang merupakan sebuah sel yang panjang dan mengandung banyak inti. Panjangnya dapat melebihi 30cm dan diameternya sekitar 0,01 sampai 0,1 mm. Gambar 2.2 : Struktur jaringan otot Sumber : Baecle and Earle (2002) Sarkolema adalah membran sel dari serabut otot. Seperti tampak pada gambar 2.2 di mana sarkolema terdiri dari membran sel yang sebenarnya disebut membran plasma dan sebuah lapisan luar yang terdiri dari satu lapisan tipis materi poli sakarida yang mengandung sejumlah fibril kolagen tipis. Di setiap ujung serabut otot, lapisan permukaan sarkolema ini bersatu dengan serabut tendon kemudian berkumpul menjadi berkas untuk membentuk tendon otot dan kemudian menyisip ke dalam tulang. 15 Sarkolema mendapat persyarafan dari saraf – saraf cranial atau spinal, dan dikontrol secara sadar. Fungsi utamanya ialah untuk gerakan – gerakan tubuh dan untuk mempertahankan sikap tubuh. Suatu otot mempunyai parenchima yang terdiri dari serabut – serabut otot dan satu jaringan ikat. Setiap serabut dikelilingi oleh suatu jaring halus yang terdiri dari serabut – serabut jaringan ikat retikuler dan beberapa serabut kolagen dan elastin yang dikenal sebagai endomisium dan ini yang memisahkan tiap – tiap sel dari sel- sel lainnya, 12 sampai 20 serabut otot disatukan menjadi berkas – berkas yang disebut fasciculi yang masing – masing dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh perimisium, yaitu suatu lapisan tipis dari serabut – serabut kolagen dan elastik. Perimisium ini juga mencangkup semua jaringan ikat yang membungkus beberapa fasciculi menjadi kelompok – kelompok yang lebih besar, dan yang membentuk sekat – sekat fibrous di dalam otot. Seluruh otot akhirnya dibungkus oleh suatu lapisan jaringan ikat yang disebut sebagai epimisium atau fascia. Di dalam ketiga jenis pembungkus ini berjalan pembuluh – pembuluh darah dan limfa dan serabut – serabut saraf. Serabut otot rangka tersusun dari miofibril yang terbagi dalam berapa filamen serat. Sedangkan filamen –filamen tersebut terbentuk dari protein – protein kontraktil dibagi dalam dua jenis yaitu filamen tipis dan filamen tebal. Filamen tipis merupakan polimer yang terdiri dari dua rantai aktin 16 yang membentuk double helix yang panjang, tersusun dari aktin, tropomiosin, dan troponin. Menurut Guyton & Hall (2006), tiap filamen tipis mengandung 300 sampai dengan 400 molekul aktin dan 40 sampai dengan 60 molekul troppmyosin. Molekul – molekul tropomyosin merupakan filamen – filamen penjang yang terletak di sepanjang alur di antara dua rantai aktin. Molekul troponin merupakan unit – unit bulat kecil dengan jarak tertentu di sepanjang molekul tropomyosin. Gambar 2.3 : Penampang melintang muscular conective tissue Sumber : Caroline & Allen (2007) Sebuah sel otot mempunyai banyak nucleus dan mempunyai banyak mitokondria, organelpenghasil energi, karena tingginya kebutuhan energi suatu jaringan seaktif otot skeletal. Setiap serabut otot dikelilingi oleh sarkolema yang merupakan membran sel serabut otot. Pada ujung serabut, tendo otot yang melekat pada tulang. Setiap serabut otot terdiri dari beberapa myofibril dan setiap myofibril mengandung miofilamen (aktin 17 dan myosin). Mekanisme kontraksi otot rangka bergantung pada interaksi kedua protein kontraktil ini. Gambar 2.4 : Actin dan Myosin dalam single sarcomere Sumber : Wilmore Costill (1988) Setiap serabut otot mengandung beberapa ratus sampai beberapa ribu myofibril. Pada gambar 2.4 berupa bulatan-bulatan kecil pada potongan melintang. Setiap myofibril tersusun oleh sekitar 1500 filamen miosin yang berdekatan dan 3000 filamen aktin, yang merupakan molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi otot sesungguhnya. Pada gambar 2.5 filamen tebal dalam diagram adalah miosin dan filamen tipis adalah aktin. Pada gambar 2.6 terdapat pita (band), mengandung filamen aktin disebut pita I (band I) bersifat isotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan, sehingga kelihatan terang. Pita – pita gelap mengandung filamen miosin. Ujung filamen aktin yang tumpang tindih dengan miosin disebut pita A (band A) karena bersifat anisotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan. Terdapat penonjolan-penonjolan 18 kecil dari samping filamen miosin, pada penonjolan ini merupakan jembatan silang. Interaksi antara jembatan silang dan filamen aktin tersebut adalah peristiwa yang menyebabkan kontraksi. Jika serabut otot teregang normal, panjang sarkomer kira- kira 2 mikron dan dalam keadaan ini terdapat filamen aktin dan miosin yang letaknya bersisian (overlap), sedangkan jika otot itu meregang ujung sesama filamen aktin menjauh dan timbullah daerah terang di tengah bagian A. Inilah yang disebut zone H. Dalam keadaan kontraksi zone H tidak akan terlihat, karena perubahan panjang sarkomer berkisar 1,6 mikron sampai 2 mikron. Di tengah dari zone H terdapat garis lintang yang disebut sebagai garis M. Garis M merupakan tempat pembalikan polaritas molekul miosin di setiap filamen tebal. Di tempat-tempat tersebut ditemukan hubungan silang tipis yang menjaga keteraturan susunan filamen tebal. Myofibril berada dalam sarkoplasma yang komposisinya sama dengan komposisi cairan intrasel. Sarkoplasma banyak mengandung ion K, Mg, fosfat dan enzim- enzim. Juga terdapat mitokondria dalam jumlah besar diantara myofibril. Pada mitokondria inilah dibentuk ATP sebagai sumber energi untuk kontraksi otot. Sarkoplasma akan melakukan perluasan ke arah dalam sebagai T tubulus inilah gelombang depolarisasi selama proses eksitasi dapat mencapai myofibril yang terletak di bagian dalam. Diantara myofibril terdapat reticulum sarkoplasma (RS) yang memegang peranan penting dalam proses eksitasi-kontraksi coupling. Otot 19 yang melakukan kontraksi dengan cepat mempunyai RS lebih banyak. Pada ujung RS terjadi pelebaran yang disebut terminal cisternae yang posisi nya sangat berdekatan dengan T tubulus dan disebut functional sarcoplasmic reticulum. Struktur ini sangat besar peranannya dalam proses eksitasi- kontraksi coupling, dan kemungkinan seagai calcium channel. Fungsi RS adalah melepaskan ion Ca selama proses kontraks dan pengambilan serta penyimpanan kembali Ca selama proses relaksasi. Mekanisme kontraksi otot dimulai dengan aksi potensial pada motorneuron. Aksi potensial pada sel postsinaps yang disebarkan dari sel presinaps serabut saraf yang menginervasi otot. Hal inin akan menimbukan impuls pada otot. Aksi potensial pada otot mengakibatkan pelepasan ion kalsium dari RS, juga mengaktifkan Ca channel pada T tubulus sehingga akan banyak ion kalsium dilepas ke dalam sarkoplasma. Ion Ca akan berkaitan dengan troponin C sehingga akan mengubah konfigurasi aktin-tropomiosin-troponin kompleks, diamana aktif site dari aktin akan terbuka sehingga dapat terikat dengan kepala myosin (cross brige). Ikatan inilah yang mengakibatkan kontraksi otot karena tertariknya aktin ke arah myosin oleh struktur cross bridge yang keluar dari struktur myosin. Membran sel dari serabut otot disebut sarkolema yang terdiri dari membran sel yang disebut membran plasma dan sebuah lapisan luar yang terdiri satu lapisan tipis meteri polisarida. Polisakarida mengandung sejumlah fibril kolagen tipis. Disetiap ujung serabut otot, lapisan 20 permukaan sarkolema ini bersatu dengan serabut tendon kemudian berkumpul menjadi berkas yang membentuk tendon otot menyisip ke dalam tulang. Fungsi utama dari sarkolema untuk gerakan – gerakan tubuh dan mempertahankan sikap tubuh. Sarkolema mendapat persarafan dari syaraf cranial atau spinal yang dikontrol secara sadar. Suatu otot mempunyai parenchima yang terdiri dari serabut- serabut otot dan satu jaringan atau fascia. Di dalam pembungkus ini berjalan pembuluh daah, limfe, dan serabut- serabut saraf. 2.2.2.2 Jenis – Jenis Serabut Otot Perbedaan ukuran panjang dan diameter otot dalam tubuh menyebabkan karakteristik kontraksi dari setiap otot juga berbeda tergantung dari fungsi otot itu sendiri. Berdasarkan karakteristik metabolisme dan kecepatan kontraksinya maka serabut otot pada otot skeletal dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe umum serabut otot, yaitu serabut otot tipe I atau sering disebut dengan slow twitch oxidative fiber dan serabut otot tipe IIB fast twitch glycolytic fiber. Selain itu, terdapat serabut otot tipe II (fast-twitch oxidative glycolytic) yang merupakan gabungan dari kedua serabut otot tipe I dan tipe IIB (Wismanto, 2011). 2.2.2.2.1 Tipe I (slow twitch oxidative) atau otot tonik Slow twitch oxidative disebut juga red muscle karena berwarna lebih gelap dari otot lainnya. Otot merah yang berespon lambat dan 21 mempunyai masa laten panjang, beradaptasi pada kontraksi yang lama, serabut ototnya kecil, lebih banyak mengandung mitokondria sehingga sangat lambat mengalami kelelahan, dan kemungkinan untuk dapat menghasilkan energi yang lebih banyak, metabolisme aerobic (oxidative), berfungsi untuk mempertahankan sikap tubuh. Patologi pada tipe otot ini cenderung tegang dan memendek di antaranya adalah otot-otot postural seperti m. Quadratus lumborum, group ekstensor trunk yang terdiri dari m. erector spine, m. longisimus thoraksis, m.rotatores, m. multifidus, group fleksor panggul yang melipyuti : m. illiopsoas, m.tensor fascia latae, m. rektus femoris, group eksorotasi panggul yang meliputi m. piriformis, m. adduktor panggul, group hamstring dan m.gastrocnemius dan soleus. 2.2.2.2.2 Tipe IIB (fast twitch glycolitic) atau otot phasik, disebut juga white muscle karena berwarna lebih pucat, durasi kontraksi yang singkat, serabut ototnya besar, sedikit mengandung mitokondria sehingga cepat mengalami kelelahan , metabolisme dengan anaerob (glycolytic), berfungsi sebagai mobilisasi (bergerak) dan berfungsi khusus untuk gerakan halus dan terampil. Patologi pada tipe otot ini cenderung lemah dan atrofi di antaranya adalah otot-otot perut, otot gastrocnemius otot gluteus masimus dan minimus, otot peroneal, otot tibialis anterior, otot extra ocular, dan otot-otot tangan. 2.2.2.2.3 Tipe II (fast twitch oxidative glycolytic), disebut juga pink muscle karena berasal dari dua macam serabut yaitu serabut otot tipe I, 22 kelelahannya lambat dan serabut tipe IIB kelelahannya sangat cepat. Otot tipe II memiliki kelelahan rata-rata atau sedang, serabut ototnya kecil-besar, metabolisme dengan aerobik-anaerobik (oxidative glycolytic), kekuatan motor unit tinggi, dan myofibril ATPase tinggi. Guyton & Hall (2006), telah mengidentifikasi perbedaan serabut fast twitch fibers dan slow twitch fibers sebagai berikut : Serabut otot fast twitch fibers : serabut – serabut lebih besar untuk kekuatan kontraksi yang besar, retikulum sarkoplasma yang luas sehingga cepat melepaskan ionion kalsium untuk memulai kontraksi otot, enzime glikolitik yang banyak untuk pengeluaran energi yang cepat memulai proses glikolitik. Persediaan darah yang tidak terlalu luas karena metabolisme oksidatif tidak begitu penting. Serabut otot slow twitch serabut-serabutnya lebih kecil, disarafi oleh serabut saraf yang lebih kecil, sistem pembuluh darah lebih luas untuk menyediakan oksigen ekstra, besarnya jumlah mitokondria, juga sangat membantu metabolisme oksidatif, serabut- serabut mengandung sebagian besar mioglobin., suatu protein yang mengandung besi serupa dengan hemoglobin sel-sel darah merah. Mioglobin bergabung dengan oksigen dan menyimpannya di dalam sel otot sampai oksigen tersebut diperlukan oleh mitokondria. Menurut Ridho (2009). Serabut otot slow twitch memiliki karakteristik tertentu, yaitu menghasilkan kontraksi yang lambat, kekuatan 23 motr unit yang rendah, tahan terhadap kelelahan, memiliki kapasitas aerobik yang tinggi. Sedangkan serabut fast twitch tipe a dan tipe b memiliki karakteristik yang berbeda pula. Adapun tipe dari otot hamstring adalah otot dengan tipe slow twitch atau tipe I yang berfungsi sebagai stabilitator atau memperthankan sikap tubuh dengan kecepatan kontraktil lambat, kekuatan motor unit rendah, tahan terhadap kelelahan, memiliki kapasitas aerobik yang tinggi serta bila terjadi patologi cenderung untuk tegang dan memendek, secara mikroskopik otot ini berwarna merah (Wismanto, 2011). 2.3 Energi dan Metabolisme Otot Kontraksi otot membutuhkan energi, dan otot disebut mesin pengubah energi kimia menjadi energi mekanik. Sumber energi yang dapat segera digunakan adalah derivat fosfat organik berenergi tinggi yang terdapat dalam otot. Selain itu sumber utama energi diperoleh dari metabolisme intermedier karbohidrat-lipid dan hidrolisis ATP yang menghasilkan energi untuk kontraksi. 2.4 Kontraksi Otot 2.4.1 Dasar Molekuler Kontraksi Kontraksi otot skeletal dimulai oleh suatu aksi potensial yang berasal dari saraf bermielin yang berhubungan dengan otot melalui sambungan neuromuskular (neuromuskular junction). Guyton & Hall (2006) menjelaskan bahwa setiap serabut otot rangka demikian besarnya, sehingga potensial aksi yang menyebar disepanjang membran permukaannya hampir tidak menimbulkan aliran di dalam serabut. Untuk 24 menimbulkan kontraksi otot maksimal, arus listrik harus menembus kedalam serabut otot disekitar myofibril yang terpisah. Hal ini dicapai melalui penyebaran potensial aksi sepanjang tubulus transversus yang menembus sepenuhnya melalui serabut otot dari satu sisi ke sisi yang lain. Potensial aksi tubulus T menyebabkan pelepasan ion-ion kalsium di dalam serabut otot disekitar myofibril, ionkalsium ini kemudian menimbulkan kontraksi. Antara sistem tubulus T dengan retikulum sarkoplasma yang letaknya tegak lurus satu terhadap yang lain, terdapat hubungan melalui daerah yang disebut triad dan ditempat ini terdapat pengembungan dari retikulum yang disebut sisterna. Daerah triad ini dalam otot skeletal dijumpai di daerah dimana letak aktin dan miosin bersisian. Akibat datangnya arus maka dengan cara yang belum diketahui , sisterna ini melepaskan kalsium. Mungkin ini disebabkan karena terbukanya lubang halus terhadap kalsium pada permukaan dari aksi potensial ini. Kalsium yang dilepaskan sisterna ini kemudian berdifusi pada myofibril yang berdekatan dan berkaitan dengan troponin, yang menimbulkan kontraksi otot. Kontraksi ini akan terus berlangsung selama kalsium terdapat di cairan sarkoplasma. 2.4.2 Jenis – jenis Kontraksi Otot 2.4.2.1 Kontraksi Isotonik Kontraksi ini merupakan kontraksi otot dengan beban konstan dan terjadi perubahan panjang otot. Pada kontraksi isotonik dengan menggunakan beban dapat meningkatkan kekuatan otot sepanjang ruang lingkup gerak sendi sehingga kontraksi ini dapat digunakan dalam aktifitas bekerja. Selain itu kontraksi isotonik 25 dengan beban juga dapat menimbulkan hipertropi otot, pelebaran kapiler yang menyebabkan peredaran darah meningkat sehingga tidak cepat menimbulkan kelelahan. 2.4.2.2 Kontraksi Isometrik Kontraksi otot dimana tidak terjadi perubahan panjang otot dengan beban dapat berubah-ubah. Isometrik juga sering disebut statik kontraksi otot dimana sendi dalam keadaan statis. Pada kontraksi isometrik terjadi resiprocal innervation (reserve innervation) yaitu kelompok otot agonis berkontraksi maka akan diikuti oleh relaksasi pada kelompok otot antagonisnya. 2.4.2.3 Eksentrik Kontraksi otot dimana kedua ujung perlengketan otot (origo-insertio) saling menjauh, atau otot dalam keadaan memanjang. 2.4.2.4 Konsentrik Kontraksi otot dimana kedua ujung/perlengketan otot (origo-insertio) saling mendekat atu otot dalam keadaan memendek. 2.5 Proses Pemendekan dan Penambahan Panjang Otot 2.5.1 Proses pemendekan otot Tightness, kaku pada otot membatasi lingkup gerak sendi normal kita. Pada kasus-kasus tertentu fleksibilitas yang buruk dapat menjadi faktor utama yang menyebabkan nyeri pada otot dan sendi. Hal ini berarti fleksibilitas yang buruk sangat menyulitkan kita dalam beraktifitas. Jika otot tidak dapat berkontraksi dak relaksasi secara efisien, akan mengakibatkan menurunnya performa dan kurangnya kontrol gerakanpada 26 otot. Pemedekan otot juga akan mengakibatkan hilangnya kekuatan dan tenaga saat melakukan aktifitas. Sebagian kecil persentase kasus tightness, kekakuan pada otot dapat menghambat sirkulasi darah. Sirkulasi darah yang baik sangat diperlukan dalam pengambilan oksigen dan nutrisi pada tubuh. Sirkulasi darah yang juga akan mengakibatkan otot menjadi lebih cepat lelah dan akhirnya kemampuan tubuh untuk pulih setelah melakukan latihan berat menjadi terganggu. Hal ini memungkinkan seseorang berisiko tinggi untuk mengalami cedera, merasa tidak nyaman pada ototnya, hilangnya performa dan meningknya resiko untuk cedera berulang. Pada saat otot memendek, komponen yang ada dalam otot yaitu mtofibril (aktin dan myosin), sarkomer serta fascia kehilangan ekstensibilitas dan fleksibilitasnya, dimana filamen-filamen aktin dan myosin yang tumpang tindih bertambah ddan karena itu jumlah ikatan silang akan bertambah, jumlah sarkomer berkurang serta terbentuknya abnormal crosslink dan adanya taut band pada serabut otot yang pada akhirnya membuat otot memendek. Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan segera maka akan mempengaruhi kekuatan otot berupa berkurangnya fleksibilitas otot yang normal, perubahan hubungan panjang dan tegangan otot yang menyebabkan kelemahan otot, pemendekan otot dan keterbatasan gerak sendi yang pada akhirnya akan menimbulkan nyeri dengan intensitas yang lebih hebat pada saat otot diulur (Wismanto, 2011). 27 2.5.2 Proses Pemanjangan Otot Tingkat fleksibilitas otot sangat menentukan ukuran panjang otot itu sendiri. Pada saat otot berkontraksi dan relaksasi, akan terjadi perubahan panjang dari otot tersebut. Kekuatan total dari sebuah otot yang berkontraksi adalah merupakan hasil dari sejumlah serabut otot yang berkontraksi, sehingga panjang total yang dihasilkan oleh otot yang diulur adalah juga merupakan hasil dari penguluran sejumlah serabut otot. Dalam hal ini berarti semakin banyak serabut otott yang diulur maka akan menyebabkan semakin besar panjang otot yang dihasilkan. Pada saat otot terulur maka spindel otot juga terulur. Spindel otot akan melaporkan perubahan panjang dan seberapa cepat perubahan panjang itu terjadi serta memberikan sinyal ke medula spinalis untuk meneruskan informasi ini ke susunan saraf pusat. Spindel otot akan memicu stretch refleks atau refleks miostatis untuk mencoba menahan perubahan panjang otot yang terjadi oleh golgi tendon dengan cara otot yang diulur tatadi kemudian berkontraksi. Semakin tiba-tiba terjadi perubahan panjang otot maka akan menyebabkan otot berkontraksi semakin kuat. Ketika otot diregang, baik dengan kombinasi Active Isolated Stretching dan Mobilisasi Saraf ataupun Active Isolated Stretching dan Myofascial Release, otot-otot tersebut akan dibiarkan terulur dalam jangka waktu tertentu baru kemudian rileks sehingga komponen yang ada dalam otot akan ikut terulur. Pada saat melakukan Active Isolated Stretching, otot antagonis (group otot pada sisi yang tidak di-stretch) dan otot agonis (otot yang akan di-stretch) keduanya 28 relax. Secara perlahan dan lembut, gerakan tubuh meningkatkan tekanan pada group otot yang akan di-stretch. Tekanan pada otot agonis saat peregangan secara aktif akan membuat otot mudah terulur, dimana muscle spindle tidak terstimulasi optimal dan stimulasi optimal terjadi pada golgi tendon., sehingga akan diperoleh suatu penguluran yang berarti. Pemberian Active Isolated Stretching yang dilakukan secara perlahan juga akan menghasilkan peregangan pada sarkomer yang terganggu. Pada latihan stretching dengan Active Isolated Stretching dan Mobiisasi Saraf ataupun dengan Active Isolated Stretching dan Myofascial Release akan memberikan dampak atau respon terhadap otot. Adaptasi yang dapat terjadi setelah latihan di antaranya adalah adaptasi neurologikal, adaptasi struktural dan adaptasi metabolik (Wismanto, 2011). 2.5.3 Adaptasi Neurologikal Pada orang tak terlatih yang memulai program latihan penguluran pertama kali akan merasakan penambahan panjang otot secara dramatis. Peningkatan ini akan berlanjut secara linier selama 8 sampai dengan 12 minggu. Mekanisme yang mendominasi pada awal latihan penguatan adalah adaptasi neurologi secara alami. Adaptasi ini dapat terjadi dengan atau tanpa peningkatan cross sectional area. Faktor utama pada stretching exercise untuk menambah panjang otot dengan meningkatkan fleksibilitas otot adalah pengetahuan dan koordinasi. Adaptasi neurologi yang terjadi mengalami tahapan sebagai berikut (Wismanto, 2011). 29 2.5.3.1 Penigkatan koordinasi inter-muscular Hal ini meningkatkan kerjasama antara grup otot yang berbeda agar terjadi peningkatan efisiensi gerakan koordinasi. Perubahan ini terjadi selama 2-3 minggu pertama setelah latihan rutin. 2.5.3.2 Peningkatan koordinasi intra-muscular Hal ini meningkatkan kerjasama serabut otot untuk meningkatkan produksi tenaga. Perubahan ini terjadi selama 4 sampai dengan 6 minggu. 2.5.3.3 Peningkatan Fleksibilitas Otot Adaptasi ini merupakan restrukturisasi pada jaringan otot sebagai peningkatan fungsional pada masa otot. Otot menambahkan elemen kontraktil dan meningkatkan ketahanan jaringan terhadap cedera. Adaptasi ini terjadi pada 2 sampai 5 bulan setelah adaptasi awal stretching exercise. 2.5.3.4 Stagnasi (setelah 5 bulan) Adaptasi struktural dan fungsional mulai menjadi lebih lambat. Untuk melanjutkan perkembangan pada tahap ini adalah sangat penting untuk menentukan kondisi stagnasi, apakah terjadi pengurangan panjang otot, pengurangan volume dan intensitas atau pengurangan currebt adaptive reserve (CAR) pada tubuh yang terjadi sekitar 18 sampai dengan 22 minggu. 2.5.4 Adaptasi Struktural Adaptasi struktural pertama pada stretching exercise untuk menambah panjang otot adalah bertambahnya panjang jaringan itu sendiri. Fleksibilitas otot yang meningkat atau penambahan panjang otot skeletal 30 dengan stretching exercise dapat dilihat sebagai adaptasi struktural yang utama. Kompensasi ini merupakan penyesuaian untuk meningkatkan kapasitas otot dalam menghasilkan regangan sehingga otot dapat lebih fleksibel. Panjang otot secara langsung berhubungan dengan sintesis meterial selular, terutama pada protein elemen kontraktil. Peningkatan jumlah protein kontraktil terjadi secara paralel terhadap terhadap peningkatan jumlah volume mitokondria dalam sel otot. Di dalam sel, miofibril menjadi bertambah ukuran dan jumlah serta penambahan sarcomer terbentuk sebagai sintesis protein yang di percepat dan secara bersamaan menurunkan kerusakan protein. Dampak utama yang tampak pada bertambahnya panjang otot adalah meningkatnya fleksibilitas serta elastisitas jaringan (Wismanto, 2011). 2.5.5 Adaptasi Metabolik Pada adaptasi metabolik terdapat tiga enzim kompleks yang terlibat dalam adaptasi stretching exercise, yaitu phosphocreatine ATP kompleks, glikolisis/glikogenolosis kompleks dan lipolisis kompleks. Adaptasi ini merupakan adaptasi yang berkaitan dengan sistem energi yang digunakan selama latihan (Wismanto, 2011). 2.6 Stretching Stretching atau peregangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu manuver terapeutik yang bertujuan untuk memanjangkan struktur jaringan lunak yang memendek secara patologis maupun non patologis sehingga dapat meningkatkan Luas Gerak Sendi (LGS). Pada umumnya 31 stretching dibagi dalam dua kelompok yaitu aktif stretching (peregangan aktif), pasif stretching (peregangan pasif), dan contract relax stretching. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan stretching, yaitu fleksibilitas dan peregangan berlebih/overstretch. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggerakan sendi atau beberapa sendi melalui LGS yang bebas nyeri. Fleksibilitas bergantung pada ekstensibilitas otot, yang menyebabkan otot dapat melewati suatu sendi dengan relaks, memanjang dan berada dalam medan gaya stretch. Arthrokinematik dari sendi yang bergerak serta kemampuan jaringan konektif periartikular untuk berubah bentuk (memanjang) juga mempengaruhi LGS sendi dan fleksibilitas secara keseluruhan. Seringkali istilah “fleksibilitas” digunakan merujuk lebih spesifik pada kemampuan unit muskulotendinogen untuk memanjang sebagaimana segmen tubuh atau sendi bergerak melalui LGS penuh. Fleksibilitas dinamik merupakan LGS yang dilakukan sendi secara aktif. Aspek fleksibilitas ini bergantung pada derajat LGS sendi yang dihasilkan oleh kontraksi otot dan besarnya tahanan jaringan yang terulur selama pergerakan aktif. Fleksibilitas pasif merupakan derajat LGS sendi yang secara pasif dapat digerakkan melalui LGS yang ada dan bergantung pada ekstensibilitas otot dan jaringan konektif yang melewati dan mengelilingi sendi. Pasif fleksibilitas biasanya merupakan prasyarat untuk dinamik fleksibilitas, tetapi tidak mutlak. Sementara peregangan berlebih/ overstretch adalah suatu peregangan melampaui LGS normal sendi dan jaringan lunak disekitarnya, sehinga menghasilkan hipermobilitas. Overstretch diperlukan bagi orang-orang tertentu yang sehat dengan kekuatan dan stabilitas normal yaitu orang-orang tertentu 32 berperan aktif dalam olahraga yang memerlukan fleksibilitas berlebihan. Overstretch menjadi abnormal ketika struktur penopang sendi dan kekuatan otot disekitar sendi tidak cukup dan tidak dapat mempetahankan stabilitas sendi dan posisi fungsional selama aktivitas. Menurut Heyward (2006) untuk mengukur nilai fleksibilitas otot hamstring diperlukan suatu alat yang disebut sit-and-reach test box. Kriteria fleksibilitas dengan ukuran nilai fleksibilitas yang menjadi pedoman dalam menentukan subyek dan data penelitian terdapat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.1 : Standar Ukuran Nilai Fleksibilitas Sumber : Heyward (2006) UMUR (TAHUN) MEN Excellent Very good Good Fair Need improvement WOMEN Excellent Very good Good Fair Need improvement Peregangan/ 15-19 20-29 30-39 40-49 50-59 ≥ 39 34 -38 29 -33 24 -28 ≤ 23 ≥ 40 34- 39 30 -33 25 -29 ≤ 24 ≥ 38 33 -37 28 -32 23 -27 ≤ 22 ≥ 35 29 -34 24 -28 18 -23 ≤ 17 ≥ 35 28 -34 24 -27 16 -23 15 -19 ≥ 43 38 -42 34 -37 29 -33 ≤ 28 ≥ 41 37 -40 33 -36 28 -32 ≤ 27 ≥ 41 36 -40 32 -35 27 -31 ≤ 26 ≥ 38 24 -37 30 -33 25 -29 ≤ 24 ≥ 39 33 -38 30 -32 25 -29 ≤ 24 Stretching diindikasikan untuk berbagai kasus antara lain (Wismanto, 2011) : 1. Miostatik kontraktur: merupakan kasus yang paling sering terjadi biasanya tanpa disertai patologis pada jaringan lunak (soft tissue) dan dapat diatasi 33 dengan gentle stretching exercise dalam waktu yang pendek misalnya pada otot hamstring, otot rektus femoris dan otot gastroknemius. 2. Scar Tissue Contracture Adhession: paling sering terjadi pada kapsul sendi bahu dan bila pasien menggerakkan bahu terdapat nyeri sehingga pasien cenderung melakukan imobilisasi akibatnya kadar glikoaminoglikans dan air dalam sendi berkurang sehingga fleksibilitas dan ekstensibilitas sendi berkurang. 3. Fibrotic Adhession: kasus yang lebih berat dari kondisi kedua di atas karena biasanya bersifat kronis dan terdapat jaringan fibrotik seperti pada kondisi tortikolis. 4. Kontraktur: biasanya digunakan untuk mengembalikan lingkup gerak sendi dengan tindakan operatif karena dengan penanganan manual tidak menghasilkan dampak yang baik. 5. Pseudomyostatik Contractur: pada umumnya diakibatkan gangguan pada susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan gangguan sistem muskuloskeletal. Sementara kontra indikasi dari stretching antara lain : 1. Terdapat fraktur yang masih baru pada daerah persendian otot yang akan diregang. 2. Post immobilisasi yang lama karena otot sudah kehilangan strength. 3. Ditemukan adanya tanda-tanda inflamasi akut. tensile 34 2.6.1 Konsep Dasar dan Konsep Neurofisiologis Stretching Sebelum menerapkan teknik stretching ada beberapa konsep dasar dan konsep neurofisiologis yang berperan penting saat terjadi stretching otot seperti propioseptor, stretch refleks dan komponennya, reaksi pemanjangan otot dan juga resiprokal inhibisi. (Wismanto, 2011) 2.6.1.1 Propioseptor Akhir suatu serabut saraf yang menerima seluruh informasi tentang sistem muskuloskeletal dan menyampaikannya kepada sistem saraf pusat dikenal dengan nama propioseptor. Propioseptor juga disebut dengan nama mekanoreseptor yang merupakan sumber dari seluruh propiosepsi yaitu persepsi tentang gerak dan posisi tubuh. Propioseptor mendeteksi setiap perubahan gerak dan posisi tubuh, tegangan atau usaha yang terjadi di dalam tubuh. Propioseptor dapat ditemukan diseluruh akhir serabut saraf pada sendi, otot, dan tendon. Propioseptor yang berhubungan dengan stretching otot terletak di tendon dan di serabut otot. Ada dua jenis serabut otot yaitu serabut intrafusal dan serabut ekstrafusal. Serabut ekstrafusal merupakan satu-satunya yang mengandung miofibril sehingga sering disamakan artinya dengan serabut otot. Sedangkan serabut intrafusal disebut sebagai spindel otot dan terletak sejajar dengan serabut ekstrafusal. Pada saat serabut ekstrafusal memanjang maka serabut intrafusal juga memanjang (spindel otot juga ikut memanjang). Spindel otot atau reseptor stretch merupakan propioseptor pertama dan terutama di dalam otot. Adalah organ sensoris utama pada otot yang terdiri dari serabut kecil 35 intrafusal yang terletak sejajar dengan serabut ekstrafusal. Spindel otot atau reseptor stretch merupakan propioseptor utama di dalam otot. Spindel otot terdiri dari dua serabut yang sensitif terhadap perubahan panjang otot. Spindel otot berfungsi memonitor kecepatan dan durasi penguluran sehingga pada saat otot terulur maka serabut intrafusal dan ekstrafusal akan terulur. Pada saat otot di stretch secara aktif dengan perlahan dan lembut, spindel otot tidak terstimulasi optimal. Bila di stretch secara tiba-tiba, maka spindle otot akan terstimulasi dan berkontraksi dan menahan perubahan panjang pada otot karena adanya stretch reflex pada muscle spindle. Propioseptor kedua yang ikut berperan selama proses stretching otot terjadi berlokasi di tendon dekat dengan akhir serabut otot yang disebut dengan golgi tendon organ yaitu suatu mekanisme proteksi yang menginhibisi kontraksi otot dan memiliki treshold yang sangat lambat untuk melaju setelah otot berkontraksi serta mempunyai treshold yang tinggi saat dilakukan penguluran secara pasif. Golgi tendo organ dikelilingi oleh ujung serabut ekstrafusal yang peka terhadap tegangan otot yang disebabkan oleh pemberian pasif stretching. Pada saat otot berkontraksi akan mengakibatkan peningkatan tegangan pada tendon dimana golgi tendon terletak. Golgi tendon organ sensitif terhadap perubahan tegangan dan menilai rata-rata tegangan dalam otot. Bila penyebaran tegangan meluas maka golgi tendon organ melaju dan menimbulkan rileksasi otot. Ketika otot di stretch secara aktif dengan perlahan dan lembut, maka golgi tendon akan terstimulasi optimal, 36 sehingga penguluran akan terjadi pada serabut otot serta fascia dimana jumlah sarkomer bertambah dan fascia terulur. Tipe ketiga dari propioseptor disebut dengan pacinian corpuscle yang terletak dekat dengan golgi tendon organ dan bertanggung jawab untuk mendeteksi perubahan gerak dan tekanan dalam tubuh. 2.6.1.2 Reflek regang/ Stretch Refleks dan Komponennya Walker (2010), menjelaskan stretch reflex ialah peregangan refleks yang sering disebut refleks myotatic tendon refleks spontan, merupakan respon yang diprogram oleh tubuh untuk stimulus regangan di otot. Pada saat otot terulur maka spindel otot juga terulur. Spindel otot akan melaporkan perubahan panjang dan seberapa cepat perubahan panjang itu terjadi serta memberikan sinyal ke medula spinalis untuk meneruskan informasi ini ke susunan saraf pusat. Spindel otot akan memicu stretch refleks untuk mencoba menahan perubahan panjang otot yang terjadi dengan cara otot yang diulur tadi kemudian berkontraksi. Semakin tibatiba terjadi perubahan panjang otot maka akan menyebabkan otot berkontraksi semakin kuat. Fungsi dasar spindel otot ini membantu memelihara tonus otot dan mencegah cidera otot. Salah satu alasan untuk mempertahankan suatu penguluran dalam jangka waktu yang lama adalah pada saat otot dipertahankan pada posisi terulur maka spindel otot akan terbiasa dengan panjang otot yang baru dan akan mengurangi sinyal tadi. Secara bertahap reseptor stretch akan terlatih untuk memberikan panjang yang lebih besar lagi terhadap otot. 37 Bihasyim (2008) menegaskan stretch reflex menjadi dasar banyak sekali postural reflex yang secara garis besar bertujuan untuk menjaga sikap tubuh yang benar, dan menyesuaikan diri dengan berbagai kebutuhan. Stretch refleks mempunyai dua komponen yaitu komponen statis dan komponen dinamis. Komponen statis ditemukan di sepanjang pada saat otot terulur. Komponen dinamis ditemukan hanya pada akhir saat otot diulur dan responnya menyebabkan perubahan panjang otot yang segera. Alasan yang mendasari stretch refleks mempunyai dua komponen adalah karena terdapat dua serabut otot intrafusal yaitu serabut rantai nuklear (nuclear chain fibers) yang bertanggung jawab untuk komponen statis dan serabut tas nuklear (nuclear bag fibers) yang bertanggung jawab untuk komponen dinamis. Serabut rantai nuklear (nuclear chain fibers) panjang dan tipis dan segera memanjang pada saat diulur. Pada saat serabut ini diulur saraf stretch refleks akan meningkatkan tingkat sinyalnya yang diikuti dengan segera peningkatan panjang otot. Hal ini merupakan komponen statis stretch refleks. Serabut tas nuklear (nuclear bag fibers) berkumpul ditengah otot sehingga mereka lebih elastis. Nerve ending stretching pada serabut ini terbungkus di daerah tengah yang memanjang dengan cepat saat serabut otot terulur. Daerah tengah bagian luar adalah kebalikannya beraksi seperti terisi cairan kental yang menghambat kecepatan penguluran dan kemudian memanjang di bawah pengaruh tegangan otot yang panjang. Jadi ketika menginginkan 38 penguluran yang cepat pada serabut ini daerah tengah luar memanjang dan daerah tengah menjadi sangat memendek. 2.6.2 Respon Mekanik dan Neurofisiologi pada Otot terhadap Peregangan/ Stretching Stretching yang diberikan pada otot maka akan memiliki pengaruh yang pertama akan terjadi pada komponen elastin (aktin dan miosin) dan tegangan dalam otot meningkat dengan tajam, sarkomer memanjang dan bila dilakukan terus-menerus otot akan beradaptasi dan hal ini hanya bertahan sementara untuk mendapatkan panjang otot yang diinginkan respon mekanik otot terhadap peregangan bergantung pada myofibril dan sarkomer otot. Setiap otot tersusun dari beberapa serabut otot. Satu serabut otot terdiri atas beberapa myofibril. Serabut myofibril tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar dengan serabut otot. Sarkomer merupakan unit kontraktil dari myofibril dan terdiri atas filamen aktin dan miosin yang saling tumpang tindih. Sarkomer memberikan kemampuan pada otot untuk berkontraksi dan relaksasi, serta mempunyai kemampuan elastisitas jika diregangkan. Ketika otot secara pasif diregang, maka pemanjangan awal terjadi pada rangkaian komponen elastis (sarkomer) dan tension meningkat secara drastis. Kemudian, ketika gaya regangan dilepaskan maka setiap sarkomer akan kembali ke posisi resting length. Kecenderungan otot untuk kembali ke posisi resting length setelah peregangan disebut dengan elastisitas. Respon neurofisiologi otot terhadap peregangan bergantung pada struktur muscle spindle dan golgi tendon 39 organ. Ketika otot diregang dengan sangat cepat, maka serabut afferent primer merangsang α (alpha) 27 motorneuron pada medulla spinalis dan memfasilitasi kontraksi serabut ekstrafusal yaitu meningkatkan ketegangan (tension) pada otot. Hal ini dinamakan dengan monosynaptik stretch refleks. Tetapi jika peregangan dilakukan secara lambat pada otot, maka golgi tendon organ terstimulasi dan menginhibisi ketegangan pada otot sehinggga memberikan pemanjangan pada komponen elastik otot yang paralel (Wismanto, 2011). 2.7 Active Isolated Stretching Menurut Kochno (2004), dimana Active Isolated Stretching merupakan stretching aktif, dengan menggunakan terapi myofacial release dan stretchig untuk otot yang dangkal maupun yang dalam, tendon dan facia. Strethcing berguna mengoptimalkan fleksibilitas. Gerakan aktif yang memungkinkan otot antagonis untuk relaksasi, sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas tanpa hambatan. Adapun tujuan dari pemberian Active Isolated Stretching adalah untuk mencegah dan atau mengurangi kekakuan serta mengulur strktur jaringan lunak (soft tissue) yang berkaitan dengan spasme sehingga dapat meningkatkan lingkup geraksendi dan menigkatkan fleksibilitas otot. Teknik Active Isolated Stretching merupakan aspek penting dari program latihan di rumah (home training program)vdan merupakan penatalaksanaan terapi jangka panjang pada beberapa gangguan muskuloskeletal. Menurut Olaf & Jean (1997) active stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot yang membatasi gerakan. Pemberian edukasi terhadap 40 subyek tentang cara yang aman melakukan prosedur Active Isolated Stretching di rumah sangat penting untuk pencegahan injuri kembali atau mencegah terjadinya disfungsi di masa akan datang. Adapun prinsip untuk mengaplikasikan Active Isolated Stretching adalah sebagai berikut : Posisi awal harus aman dan stabil, latihan harus selalu terkontrol dan mempunyai dampak yang sesuai, otot atau grup otot harus dalam keadaan rterulur di berbagai posisi dan memanjang sebisa mungkin sehingga dapat mencapai batas dari mobilitas normal. Falsone (2009) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip vital ini yang membuat Active Isolated Stretching efektif dan aman. Stretching ini membantu bergerak dengan mudah dan lebih baik. Tidak ada reaksi perlindungan yang ditimbulkan dan tidak terdapat resiko overtretch atau kerobekan pada otot jika stretching dilakukan secara perlahan dan lembut. Tsatsouline (2001), secara umum menjelaskan Active Isolated Stretching dilakukan untuk mendapatkan penambahan panjang dari otot dan jaringan ikat,.apabila suatu otot terulur dengan sangat cepat maka spindel otot berkontraksi untuk menghantarkan rangsangan serabut afferen primer yang menimbulkan ekstrafusal melaju dan tegangan otot meningkat. peristiwa ini disebut monosinaptik refleks stretch. Sedangkan jika otot diulur dengan kekuatan yang sedang dan perlahan-lahan maka laju golgi tendon organ dan inhibisi dalam otot menyababkan sarkomer memanjang. Dalam penerapan prosedur Active Isolated Stretching menujukkan suatu kontraksi isotonik dari otot yang mengalami pemendekan, secara aktif otot memanjang. Alasan penerapan teknik ini adalah bahwa kontraksi isotonik yang diakukan saat Active Isolated Stretching dari otot 41 yang mengalami pemendekan akan menghasilkan otot memanjang secara maksimal tanpa perlawanan. Adanya kontraksi isotonik akan membantu menggerakkan stretch reseptor dari spindel otot untuk segera mengulur panjang otot yang meksimal. Golgi tendon organ akan terlibat dan menghambat ketegangan otot bila otot sudah mengulur maksimal sehingga otot dapat dengan mudah dipanjangkan. 2.8 Mobilisasi Saraf Berbagai faktor seperti trauma, jaringan parut/ scar tissue dan perubahan sendi yang menglami arthritis dapat mempengaruhi mobilitas saraf karena mereka berjalan melalui otot dan pembungkus otot/ fascia di dalam tubuh. Tes penekanan saraf/ neural tension tests banyak digunakan oleh fisioterapis untuk memeriksa mobilitas saraf tersebut. Mobilisasi saraf sendiri berarti penggunaan berbagai macam tes tersebut (kadang-kadang dengan modifikasi) untuk penggunaan terapi selain juga untuk pemeriksaan/ asesmen. Contoh tes mobilisasi saraf pada kuadran bawah, antara lain: 2.5.1 Straight leg raise (SLR) 2.5.2 Prone knee bend (PKB) 2.5.3 Slump test Istilah mobilisasi saraf sendiri masih rancu karena memasukkan tes penekanan saraf juga pergerakan meluncur saraf/ neural gliding dalam satu istilah. Tujuan dari gerakan meluncur saraf/ neural gliding sendiri adalah untuk memfasilitasi gerakan saraf yang kemungkinan terhambat tanpa menekannya namun sekarang 42 istilah yang digunakan untuk mencakup gerakan penekanan dan peluncuran saraf disebut neurodynamics. Untuk menyelidiki mengapa slump stretching dapat menjadi terapi pada penaganan strain otot hamstring tingkat 1 (Grade 1 hamstring strains), sebuah penelitian menguji efek slump stretch pada aliran keluar simpatis/ sympathetic outflow pada anggota gerak bawah 10 orang normal dan atlet elit atletik (Bersama dengan beberapa hal lain, saraf simpatis menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada kulit dan pelebaran pembuluh darah pada otot, yang mungkin terlibat pada proses penyembuhan jaringan otot). Gambaran Telethermographic diambil pada empat lokasi sebelum dan setelah peregangan pada kedua sisi tungkai yang diregang maupun yang tidak. Gambaran ini menunjukkan perubahan pada temperatur kulit sebagai respon terhadap refleks. Peningkatan temperatur kulit pada tungkai yang diulur mengindikasikan bahwa efek vasodilator secara signifikan terjadi pada tungkai ini, sementara pada tungkai yangtidak diulur menunjukkan sedikit penurunan temperatur sehingga peneliti berkesimpulan bahwa slump stretching dapat mempunyai efek penghambatan simpatik yang dapat menjadi mekanisme fisiologis yang mendasari untuk efek terapi slump stretch pada strain hamstring tingkat 1. Studi pada kadaver mengindikasikan bahwa posisi-posisi dimana anggota gerak ditempatkan saat neural tension tests benar – benar memberikan regangan pada struktur saraf. Pada studi dengan tubuh hidup yang utuh kaliper digital digunakan untuk menguji gerakan saraf/ nerve excursion dan ukuran microstrain mengukur regangan ketika upper limb neural tension test dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa tes median nerve tension menyebabkan regangan pada median nerve sebesar 7.6% 43 dan tes ulnar-nerve tension test menyebabkan peregangan sebesar 2.1% pada ulnar nerve. Mobilisasi saraf ini bila dikombinasikan dengan active stretching diharapkan dapat membawa hasil yang positif pada struktur jaringan saraf maupun otot (tendon dan fascia/pembungkus otot) sehingga dicapai hasil yang maksimal dalam perbaikan gerakan dan fungsi dari otot tersebut. Chirs Mallac, pada artikelnya mengenai diagnosis dan penyebab strain hamstring, menemukan bagaimana treatment pada jaringan non saraf menghasilkan perbaikan pada jaringan non saraf menghasilkan perbaikan pada neural test yang sebelumnya positif memiliki gejala neural. 2.9 Myofascial Release Menurut Riggs dan Grant (2008), MRT adalah kumpulan dari pendekatan teknik yang berfokus pada pembebasan gerak yang terbatas yang berasal dari jaringan lunak tubuh. Myofascial release secara luas digunakan sebagai pengobatan langsung yang memanfaatkan kekuatan mekanik khusus untuk memanipulasi dan mengurangi keterbatasan disfungsi somatik. Myofacial release bila digunakan dengan pengobatan konvensional lainnya menjadi sangat efektif untuk memberikan pembebasan nyeri untuk mengurangi nyeri tekan pada jaringan (Werenski,2011). Banyak manfaat dari myofascial release technique ini. Efek yang dapat dirasakan tubuh seperti pengurangan rasa nyeri, peningkatan kinerja pada atletik, fleksibilitas yang lebih baik dan gerak yang lebih mudah contohnya postur yang 44 bagus,dan jika digabungkan dengan metode konvensional dapat juga untuk mengurangi edema dan peradangan, pengurangan penggunaan analgesik, pemulihan otot pasca trauma dengan baik dan meningkatkan lingkup gerak sendi dari sendi yang terkena. Metode MRT sangat berfokus pada bagaimana kebiasaan postur, aktifitas spesifik atau kurangnya aktifitas, dan kompensasi kronis setelah cedera dan gerakan yang menghindari lingkup gerak sendi yang penuh yang merupakan hasil dari pemendekan unit otot dan perlengketan diantara lapisan fascia. Fascia membentuk struktur pasif dari tubuh kita. Aplikasi MRT ini berupa kontrol dan fokus pada tekanan, diterapkan ke arah yang dituju, berperan untuk meregangkan atau memanjangkan struktur fascia (myofascial) dan otot dengan tujuan memulihkan kualitas cairan/pelumas dari jaringan fascia, mobilitas jaringan dan fungsi normal sendi (Riggs and Grant, 2008). 2.10 Mekanisme Peningkatan Fleksibilitas Otot Hamstring melalui Pelatihan Kombinasi Active Isolated Stretching dengan Myofascial Realease dan Mobilisasi Saraf Tsatsoulin (2001) menjelaskan bahwa pemberian active isolated stretching dapat mengurangi iritasi terhadap saraf Aδ dan saraf tipe C yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal cross link. Hal ini dapat terjadi karena pada saat diberikan active isolated stretching serabut otot ditarik ke luar sampai panjang sarkomer penuh. Ketika hal ini terjadi maka akan membantu meluruskan kembali beberapa serabut atau abnormal cross link pada saat memendek. Active isolated stretching dapat bermanfaat pada serabut otot yang mengalami pemendekan. 45 Serabut otot yang terganggu akan menyebabkan penurunan elastisitas otot akibat adanya taut band dalam serabut otot. Sarkomer sebagai komponen elastisi di dalam serabut otot akan mengalami gangguan. Pemberian metode ini dilakukan secara perlahan akan menghasilkan peregangan pada sarkomer sehingga peregangan akan mengembalikan elastisitas sarkomer yang terganggu. Active isolated stretching dapat mencegah dan atau mengurangi kekakuan dan perasaan yang tidak nyaman. Active isolated stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap otot hamstring yang mengalami pemendekan. Metode MRT sangat berfokus pada bagaimana kebiasaan postur, aktifitas spesifik atau kurangnya aktifitas, dan kompensasi kronis setelah cedera dan gerakan yang menghindari lingkup gerak sendi yang penuh yang merupakan hasil dari pemendekan unit otot dan perlengketan diantara lapisan fascia. Fascia membentuk struktur pasif dari tubuh kita. Aplikasi MRT ini berupa kontrol dan fokus pada tekanan, diterapkan ke arah yang dituju, berperan untuk meregangkan atau memanjangkan struktur fascia (myofascial) dan otot dengan tujuan memulihkan kualitas cairan/pelumas dari jaringan fascia, mobilitas jaringan dan fungsi normal sendi (Riggs and Grant, 2008). Untuk menyelidiki mengapa slump stretching dapat menjadi terapi pada penaganan strain otot hamstring tingkat 1 (Grade 1 hamstring strains), sebuah penelitian menguji efek slump stretch pada aliran keluar simpatis/ sympathetic outflow pada anggota gerak bawah 10 orang normal dan atlet elit atletik (Bersama dengan beberapa hal lain, saraf simpatis menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada kulit dan pelebaran pembuluh darah pada otot, yang 46 mungkin terlibat pada proses penyembuhan jaringan otot). Gambaran Telethermographic diambil pada empat lokasi sebelum dan setelah peregangan pada kedua sisi tungkai yang diregang maupun yang tidak. Gambaran ini menunjukkan perubahan pada temperatur kulit sebagai respon terhadap refleks. Peningkatan temperatur kulit pada tungkai yang diulur mengindikasikan bahwa efek vasodilator secara signifikan terjadi pada tungkai ini, sementara pada tungkai yang tidak diulur menunjukkan sedikit penurunan temperatur sehingga peneliti berkesimpulan bahwa slump stretching dapat mempunyai efek penghambatan simpatik yang dapat menjadi mekanisme fisiologis yang mendasari untuk efek terapi slump stretch pada strain hamstring tingkat 1. Active isolated strethcing dapat dikombinasikan dengan myofacial release maupun mobilisasi saraf. Dimana pemberian myofacial release akan mengulur terlebih dahulu otot hamstring sebelum diberikan latihan sedangkan mobilisasi saraf dapat pula memberikan sensasi relaksasi terhadap otot hamstring sehingga keduanya memiliki peran sebagai pendukung dalam pemberian latihan active isolated strethcing untuk meningkatkan fleksibilitas otot hamstring.