BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah berakhirnya perang dingin pada awal 1990-an, polaritas kekuatan dunia tidak hanya berkutub pada dua kekuatan besar di Blok Barat dan Blok Timur, ancaman keamanan dunia pun sedikit demi sedikit mengalami pergeseran. Sementara pada masa perang dingin ancaman tradisional berupa agresi militer menjadi persoalan utaman keamanan, kini ancaman terhadap keamanan semakin berkembang. Meningkatnya ancaman-ancaman baru dalam dinamika politik internasional, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar pasca-perang dingin telah memunculkan fenomena self-defense yang makin kuat antara masing-masing negara di dunia. Setiap negara didunia ternyata tidak ingin mendapat gangguan dari pihak lain, oleh sebab itu negara-negara tersebut akan senantiasa meningkatkan kemampuan militernya untuk pertahanan nasional. Militer merupakan salah satu elemen paling penting dalam pertahanan yang dimiliki oleh negara. Dengan kualitas dan kuantitas militer, sebuah negara dapat menunjukkan seberapa besar kemampuan negara tersebut dalam usahanya mencapai kepentingan nasional. Dalam pembangunan sistem pertahanan dan keamanan suatu negara, peran alat utama sistem persenjataan (Alutsista) terbilang sangat vital jika dibandingkan dengan yang lain, karena selain untuk sarana pertahanan negara, 1 alutsista juga menjadi bagian penting dalam menjaga keamanan suatu negara dari ancaman negara-negara lain yang datang. (Sudarsono, 2008) Alutsista berguna dalam pengembangan profesionalitas militer suatu negara, karena salah satu ciri tentara yang modern adalah tentara yang dapat memahami berbagai macam persenjataan yang teknologinya terus berkembang setiap waktu. Saat ini beberapa negara didunia bahkan bersaing untuk memperkuat system pertahanannya masing-masing dengan cara pengembangan dan pembuatan alutsista yang lebih kuat dan memiliki teknologi tinggi. Selama beberapa dekade, jika diukur dari beberapa faktor seperti jumlah personel aktif, jumlah alutsista dan APBN untuk militer, Amerika Serikat berada pada posisi pertama, namun saat ini Amerika Serikat tidak lagi melenggang sendiri dipuncak. Negara lain seperti Rusia dan bahkan China perlahan mulai bersaing dengan Amerika Serikat. (Modusaceh, 2016) Industri pertahanan merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung dan meningkatkan kekuatan pertahanan suatu negara, terlebih dalam era modern saat sekarang ini. Negara yang memiliki industri pertahanan yang maju akan mempunyai kemampuan lebih baik dalam kekuatan pertahanannya. Kekuatan pertahanan suatu negara akan dapat dikatakan mempuni bila ditunjang dengan kemampuan negara tersebut dalam memproduksi berbagai macam sarana dan prasarana pendukung pertahanan melalui industri pertahanan yang dimilikinya. 2 Pertahanan Indonesia pernah menjadi pertahanan yang sangat kuat di kawasan Asia Tenggara bahkan hingga Asia pada masa kepemimpinan pemerintahan Sukarno. Pada masa itu, pertahanan Indonesia sangat disegani oleh negara lain bahkan dikatakan sebagai Macan Asia, dengan angkatan perang yang sangat tangguh serta alat utama system persenjataan yang sangat lengkap, menjadikann Indonesia saat itu berjaya dan berhasil mengusir Belanda dari Irian Barat.(Pojok Media, 2014) Pada Tahun 1991 hingga 2005 Indonesia terkena sanksi embargo dari salah satu negara produsen senjata dunia yaitu Amerika Serikat, hal tersebut akibat dari serangkaian tudingan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI di Timor Timur. yang pada akhirnya membuat pertahanan negara Indonesia menjadi lemah. Tidak berselang lama, tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang mengakibatkan industri pertahanan Indonesia saat itu mengalami kemunduran. Hingga pada awal 2000an industri pertahanan nasional dalam membangun keamanan nasional relative belum maksimal, yang dicerminkan dari potensi industri pertahanan yang belum sepenuhnya dapat direalisasikan dan termanfaatkan dalam system keamanan nasional Indonesia.(Bapenas, 2012) Berdasarkan data yang telah dirilis oleh Markas Besar Tentara Nasional Indonesia tahun 2010, 70% alutsista Indonesia berada dalam kondisi yang sudah tua atau minimal berusia dua puluh tahun.(Mabes TNI, 2010) Hal tersebut di akibatkan karena adanya kendala yang di hadapi Indonesia dalam proses pengadaan dan pemeliharaan alutsista. Misalnya dalam perawatan dan 3 perbaikan alutsista yang terkadang terbentur pada ketersediaan suku cadang akibat embargo dan ketersediaan anggaran yang diakibatkan oleh krisis, sehingga perencanaan perbaikan alutsista yang telah direncanakan tidak dapat berjalan dengan semestinya. Namun kejadian tersebut memang seharusnya menjadi hikmah bagi pemerintah Indonesia bahwa ketergantungan kepada negara-negara tertentu dalam, perolehan system senjata dan pendukungnya bias mengakibatkan hilangnya kemampuan yang dimiliki, apabila dijatuhkan sanksi embargo. Hal ini juga dapat dijadikan starting point untuk segera memperdayakan industri dalam negeri, agar mampu mencukupi kebutuhan militer Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jilid II tahun 2010-2014 pertahanan Indonesia mulai bangkit dengan anggaran militer yang terus mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp. 150 Triliun. (Arteleri, 2013) Pemerintah juga menetapkan langkah awal dari perkembangan alutsista Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang mengatur bahwa modernisasi persenjataan militer dan revitalisasi industri pertahanan nasional merupakan prioritas di bidang pertahanan. (Indonesia, 2010) Perkembangan pertahanan Indonesia khusunya Alutsista yang di miliki TNI dilanjutkan pemerintah dengan memberlakukan Minimum Essential Force (MEF) 2005-2024 yang merupakan suatu standar kekuatan pokok dan minimum 4 Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi terlaksananya secara efektif tugas pokok dan fungsi TNI dalam menghadapi ancaman actual.(Sudarsono, 2008) Pada tahun yang sama pemerintah telah merumuskan Strategic Defense Review (SDR) dan ditetapkan pokok-pokok pikiran serta direkomendasikan langkah-langkah strategis dalam mewujudkan suatu kekuatan pokok minimum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertahanan sebagai postur ideal pertahanan Negara.(Yusgiantoro, 2012) Modernisasi persenjataan militer pada renstra I masih menggunakan pengadaan alat utama sistem persenjataan (dapat dinyatakan hampir semuanya) masih diperoleh dari luar negeri.Adapun beberapa contoh pengadaan alat utama sistem senjata dari luar negeri adalah Armored Vehicle Tarantula, Helicopter Bell untuk jenis 412 EP dan Rhenmenttal AG untuk 1004 Leopard 2A.(Arteleri, 2013) Meski alutsista tersebut mampu memeberikan efek deterrence, pembelian alutsista yang terus-menerus akan memebawa dampak buruk berupa tidak mampunya Indonesia melepaskan diri dari ketergantungan. Jika pembelian terus menerus dilakukan dan tidak memproduksi alutsista sendiri, maka Indonesia tidak akan biasa mandiri sama dengan negara-negara produsen. Oleh karena itu, penguasaan teknologi dalam system pertahanan di Indonesia harus terus menjadi perhatian. Khususnya para industry pertahanan dalam negeri yang harus mengupayakan penguasaan dan peningkatan teknologi pertahanan. 5 Maka dari itu untuk merevitalisasi industri pertahanan nasional yang ada pada renstra II pemerintah telah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang bertugas untuk mengkordinasikan perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan nasional industri pertahanan.(praturan presiden republik indonesia tentang organisasi, 2013) Indonesia memiliki mimpi besar terhadap kemandirian Industri pertahanan yang mengacu pada UU No.16/Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan maka dari itu Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) pun menyusun tujuh program nasional industri pertahanan yang mencakup: Pengembangan Jet Tempur KF-X / IF-X, Pembangunan Kapal Selam, Pembangunan Industri Propelan, Pengembangan Pengembangan Rudal Nasional (peluru kendali), Roket Nasional, Pengembangan Radar Nasional dan Pengembangan Tank Sedang (medium tank).(Falah, 2015) Kementerian Pertahanan yang bekerjasama dengan Kementrian BUMN dan Kementerian Keuangan akan mendukung pengembangan dan pembuatan alutsista pertahanan yang telah direncanakan oleh KKIP, dalam hal ini Kementerian Pertahanan bekerjasama dengan Kementerian BUMN terus mendorong dan mengawasi pencapaian terhadap revitalisasi industri pertahanan. Kementerian Pertahanan juga mendorong Kementerian Keuangan untuk memberikan insentif khusus bagi industri pertahanan nasional yang berkontribusi besar bagi modernisasi alutsista pertahanan Indonesia, seperti : PT DI (pesawat), PT PAL (kapal laut), PT PINDAD (alutsista darat), PT Dahana 6 (bahan peledak) dan industry pertahanan nasional lainnya.(Kina Karya Indonesia, 2011) Pengadaan persenjataan yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya berupaya untuk memenuhi target MEF dan memberikan modal pembiayaan modernisasi alutsista ke pada industri-industri pertahanan nasional, tetapi juga untuk mendukung pembangunan industri pertahanan, pemerintah Indonesia melakukan beberapa bentuk kerjasama yang dilakukan untuk mendukung mengembangkan Industri pertahanan nasional adalah lewat Joint Production, Joint Research, Lisensi dan ahli teknologi. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Pertahanan di era Kabinet Indonesia Bersatu II, Purnomo Yusgiantoro. (Munawwaroh, 2011) Memang tidak ada sebuah negara yang mampu seratus persen mandiri dalam memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista), pasti terdapat ketergantungan terhadap negara lain. Amerika sebagai negara yang paling kuat sistem pertahanannya dan terbesar penghasil alutsista,(TAOnline, 2016) ternyata masih memerlukan pasokan komponen dari negara lain untuk kebutuhan industri pertahanannya. Bahkan sebuah kasus menunjukan terdapat komponen elektronik palsu produksi China dalam sebuah pesawat tempur buatan Amerika.(savingusmanufacturing, 2012) Untuk membangun sebuah industri pertahanan yang mandiri memang tidak mudah, diperlukan berbagai macam upaya dan sumber daya yang tidak sedikit. Disamping memerlukan dana yang besar, juga dibutuhkan pengusaan teknologi tinggi. Hal tersebut tidak dapat dilaksanakan dalam waktu yang 7 singkat, serta memerlukan kerjasama berbagai pihak. Kementerian Pertahanan Indonesia sebagai penanggung jawab utama sistem pertahanan Indonesia memerlukan kerjasama dengan pihak lain untuk mewujudkan pengembangan industri pertahanan yang mandiri. Pemberdayaan industri nasional untuk pembangunan pertahanan memerlukan kerja sama di antara tiga pilar industri pertahanan, yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan serta Perguruan Tinggi, Industri, dan pihak Dephan/TNI, dengan dibentengi oleh kebijakan nasional yang jelas untuk menggunakan produk-produk hasil dari putra-putra terbaik bangsa.(Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2008) Hal tersebut merupakan bentuk harapan pemerintah untuk mengembangkan industri pertahanan nasional serta memodernisasi alat utama sistem persenjataan, yaitu dengan melakukan skema transfer of technology (TOT) dengan negara-negara maju dalam bidang tersebut. Dalam pelaksanaannya jika persenjataan yang diperlukan belum dapat disediakan dalam negeri, maka pengadaannya dapat dilakukan dari luar negeri dengan mekanisme joint production ataupun alih teknologi.(Fikri, 2012) Dengan demikian userakan mendapatkan manfaat yang maksimal, baik dalam pemeliharaan, maupun sharing knowledge yang dapat memperkaya pengetahuan para pelaku industri pertahanan dalam mengejar perkembangan teknologi militer didunia saat ini. Untuk mendorong realisasi ketujuh program nasional yang telah direncanakan oleh Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) pemerintah 8 Indonesia lewat Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luan Negeri Indonesia melakukan kerjasama dengan industri pertahanan negara-negara lain yang telah menyepakati kerjasama bidang teknologi pertahanan dalam rangka peningkatan kualitas teknologi dan modernisasi alutsista pertahanan Indonesia. Dari beberapa program yang di rencanakan terdapat tiga program pengembangan dan pembuatan Alutsista yang sangat diandalkan pemerintah Indonesia untuk memajukan industry pertahanan dalam negeri dan juga untuk meningkatkan kualistas teknologi alutsista Indonesia, yaitu pada marka udara pemerintah Indonesia menunjuk PT. Dirgantara Indonesia untuk menjalankan program pengembangan bersama pesawat tempur Korean Fighter Xperiment / Indonesian Fighter Xperiment atau KF-X / IF-X dengan industry militer Korea Selatan, pada marka laut yaitu kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia lewat PT.PAL dengan Korea Selatan yaitu pengembangan dan pembuatan kapal selam DSME-209 dan terahkir pada marka darat yaitu kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia lewat PT.PINDAD mengembangkan dan membuat Light/Medium Tank yang dilakukan bersama FNSS Defense Systems Turki. PT. PINDAD sendiri dipercayakan oleh pemerintah Indonesia untuk mengembangkan dan membuat Medium Tank yang bekerjasama dengan industry pertahanan asal Turki yaitu FNSS Defense Systems Turki. PT.PINDAD dipilih untuk menjalankan kerjasama tersebut karena industry pertahanan ini merupakan Industri pertahanan nasional (BUMN) yang telah memiliki banyak 9 pengalaman dalam hal membuat dan menciptakan Alutsista bagi TNI, Industri dalam negeri ini juga telah menguasai teknologi wheeled propulsion systems seperti pada Panser ANOA 6 X 6 yang yang telah di produksi mencapai kurang lebih 260 unit kendaraan dengan berbagai varian yang dibuat sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pelanggan dan panser ini telah diakui kehebatannya didunia, (PT.PINDAD, 2015) hingga saat ini Panser Anoa milik PT.PINDAD Indonesia masih digunakan dalam misi perdamaian PBB misalnya di Lebanon dan Negara-negara konflik lainnya. Sedangkan FNSS Defence Systems Turki adalah perusahaan patungan antara Nurol Holding Turki dengan BAE Systems Land and Armament berbasis di Amerika Serikat, dengan saham mayoritas milik perusahaan Turki.(Jakarta Greater, 2015) FNSS Defense SystemsTurki merupakan pabrikan kendaraan lapis baja Turki dan telah menguasai teknologi tracked propulsion system (kendaraan beroda trek seperti pada tank) mulai dari Tank kelas ringan atau Medium Tank hingga Tank kelas berat atau dapat disebut dengan Main Battle Tank, dan pabrikan ini juga telah membuat berbagai kendaraan tempur lapis baja, angkut personel dan berbagai sistem senjata lainnya. FNSS Defense Systems Turki telah dipercaya oleh pemerintah Indonesia untuk menjalin kerjasama dalam program pembuatan Tank Medium dengan PT.PINDAD tidak hanya karena Turki merupakan negara demokrasi yang mayoritas masyarakat muslim sama seperti Indonesia dan telah mempunyai begitu banyak pengalaman dan teknologi maju dalam pengembangan dan 10 pembuatan Tank sesuai standar NATO, tetapi Indonesia punya hubungan bilateral yang sangat baik dengan Turki. Hubungan bilateral Indonesia-Turki dimulai pada tahun 1950, Hubungan Indonesia dan Turki selama ini telah terjalin dengan baik, ditandai oleh saling kunjung dan pertemuan antar Presiden dan Pejabat tinggi kedua Negara.Indonesia dan Turki telah melaksanakan tiga kali pertemuan Forum Konsultasi Bilateral pada tingkat pejabat eselon I guna membahas kerjasama bilateral serta isu-isu regional dan internasional yang menjadi kepentingan bersama. Pada tanggal 28 Juni – 1 Juli 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melakukan kunjungan kenegaraan ke Turki atas undangan Presiden Turki. Dalam kunjungan tersebut ditandatangani delapan perjanjian kerjasama di bidang Industri Pertahanan, Tenaga Kerja, Industri Kecil dan Menengah, Pertukaran Budaya, Pertukaran Program dan Berita, Kerjasama Teknik, dan Kerjasama Penanaman Modal. Sedangkan pada tanggal 4 – 6 April 2011 Presiden Turki, Abdullah Gül telah melakukan kunjungan kenegaraan balasan ke Indonesia. Dalam kunjungan tersebut ditandatangani tiga persetujuan yaitu: Persetujuan Pembebasan Visa bagi Pemegang Paspor Diplomatik Diplomatik dan Dinas RI – Turki, Persetujuan mengenai Konsultasi Bilateral dan Persetujuan Kerjasama Pengelolaan Bencana Alam.(Kementerian Luar Negeri, 2012) 11 Kerjasama joint development medium tank telah dimulai pada 29 Juni 2010 silam setelah Kementerian Pertahanan kedua negara menandatangani persetujuan kerjasama industri pertahanan (Defence Industry Cooperation) di Ankara Turki, dimana salah satu kesepakatannya adalah Turki dan Indonesia akan melaksanakan pengembangan Medium Tank bersama yang dilaksanakan oleh FNSS Turki dan PT.PINDAD. Sebagai tindak lanjut, telah ditandatangani MoU antara PT Pindad dan FNSS yang kemudian lebih rinci dituangkan dalam Protocol on Defence Industry Cooperation antara Kemhan RI dan Kemhan Turki pada 7 April 2011 di Jakarta. (militerhankam, 2014) Selanjutnya PT PINDAD melakukan riset dengan pengguna dalam hal ini Pusat Kesenjataan Kavaleri (Pussenkav) TNI AD untuk mendapatkan masukan kebutuhan kavaleri akan Tank Medium. Pada tanggal 4 April 2013 dilakukan rapat koordinasi implementasi kerjasama RI-Turki dalam pengembangan Tank Medium di PT.Pindad Bandung. Selanjutnya pada tanggal 7 Mei 2013 dilaksanakan Bilateral Meeting ke-2 Defense Industry Coopration di Turki yang menghasilkan kesepakatan pendanaan bersama program joint development Tank Medium. Selanjutnya bulan Juli 2013 dilaksanakan presentasi bersama PT.Pindad dan FNSS tentang proposal rencana dan anggaran joint medium tank development di Kantor Potensi Pertahanan Kementrian Pertahanan. Tanggal 4 Desember 2013 pada pameran Bridex di Brunei Darussalam dilakukan pertemuan antara perwakilan kedua Negara yang diantaranya 12 membicarakan pembangunan joint medium tank dan komitmen kedua pemerintah atas program tersebut.(Artileri, 2014) Kemudian dalam tahapan selanjutnya di tahun 2014 kedua negara sepakat untuk mendesain platform tank yang khusus dibuat untuk TNI dan untuk Turki yang dimulai dari pendidikan sumber daya manusia, pembentukan teknologi, hingga pada tahap produksi dan pengetesan alutsista.(Gifari, 2014) Perkembangan terakhir dalam proses kerjasama pembuatan tank medium tersebut, yaitu industri pertahanan nasional PT.PINDAD Indonesia telah memperliharkan desain dan spesifikasi resmi tank medium yang di kembangkan bersama FNSS Defense Systems Turki di acara pameran alat pertahanan Indo Defense di JIExpo Kemayoran yang ke-7.(Jakarta Greater, 2016) Kerjasama PT.PINDAD dan FNSS Turki dalam pembuatan Tank Medium ini memakai sistem TOT (transfer of technology) yang dimana dengan melalui system kerjasama tersebut Indonesia berharap dapat memberikan titik terang bagi Indonesia untuk mengembangkan kapasitas Alutsista yang canggih, dan adanya transfer teknologi antara PT.PINDAD Indonesia dengan FNSS Defense Systems Turki nantinya para ahli teknologi Indonesia bisa mewujudkan keinginan kemandirian pertahanan Indonesia, khususnya dalam pembuatan Tank Medium, sedangkan FNSS Defense Systems Turki berupaya untuk meningkatkan posisi industry militernya di kawasan pasar kendaraan lapis baja Asia. 13 Indonesia dalam mewujudkan kemandirian pertahanannya tentunya membutuhkan adanya transfer teknologi, hal tersebut yang mendorong terlaksananya kerjasama pertahanan Indonesia dan Turki terus berlanjut karena Indonesia ingin kembali menghasilkan Alutsista buatan industri dalam negeri, hal ini terbukti dengan kesuksesan Indonesia dalam membuat dua kapal perang pesanan militer Filipina jenis Strategic Sealift Vessel (SSV) yang merupakan hasil dari transfer teknologi dalam pembuatan kapal perang jenis Landing Platform Dock (LPD) dengan Korea Selatan.(Indomiliter, 2015) Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai kerjasama pertahanan Indonesia-Turki dalam pembuatan tank medium yang dikembangkan oleh PT.PINDAD dan FNSS Defense Systems Turki untuk meningkatkan kualitas teknologi alutsista Indonesia kedepannya. Sehingga penulis mengangkat judul “Prospek Kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki Dalam Peningkatan Kualitas Teknologi Alutsista Indonesia” B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Indonesia-Turki merupakan negara demokratis berpenduduk Islam terbesar didunia dan memiliki hubungan bilateral yang cukup baik, kedua negara juga menyadari pentingnya memiliki basis pengembangan dan produksi industri pertahanan berbasis teknologi, yang secara umum dikembangkan ke 14 dalam kendaraan militer atau secara khusus dalam produksi medium tank untuk menjaga dan mempertahanakan kedaulatan kedua negara tersebut. Oleh sebab itu kedua negara sepakat untuk terlibat dalam proyek pengembangan dan pembuatan medium tank. FNSS Defense Systems Turki menggandeng BAE Systems Land and Armament berbasis di Amerika Serikat sebagai mitra utama dalam industry pertahanan mereka dengan pertimbangan mengandeng negara adidaya “pemenang” Perang Dunia II dan Perang Dingin yang telah memiliki teknologiteknologi maju di bidang pertahanan. Indonesia pun dengan upayanya dalam lisensi-produksi dengan menggandeng beberapa negara mencapai tingkat dimana PT.PINDAD telah menjadi produsen suatu propulsion systems seperti pada Panser ANOA 6 X 6walaupun teknologinya tidak bias di samakan dengan kendaraan tempur produksi negara-negara maju. Dalam kenyataannya industri pertahanan memang mempunyai tingkatan-tingkatan atau kelas-kelas yang membagi kemampuan para negaranegara di dunia yang mendikte output dan ambisi dari tiap negara. Negaranegara adidaya yang dominan dari Barat telah memiliki kemampuan dan melakukan riset sejak puluhan hingga ratusan tahun lamanya hanya untuk mengembangkan teknologi militernya, dan mereka juga menjaga kerahasiaan teknologi yang mereka dapatkan secara rapat. Dikarenakan teknologi bagi negara-negara maju membuat mereka kompetitif di linkup global kontenporer ini dan menjadi jurang pemisah antara mereka dengan negara berkembang. 15 Dengan adanya kemauan, kemandirian, kemajuan bangsa, dan lain sebagainya negara-negara berkembang sebetulnya berusaha untuk mengikuti, tetapi adanya tembok besar yang menghalangi antara apa yang disebut oleh Bitzinger sebagai first-tier (Britzingger, 2003) dengan tier dibawahnya sangatlah susah untuk ditembus. Alhasil, yang kerap terjadi adalah negaranegara berkembang membeli pasokan persenjataan mereka termasuk tank dalam bentuk bekas maupun baru dari negara maju, walaupun ada beberapa unit yang dirakit di negara tujuan. Perkembangan berikutnya adalah kerjasama pengembangan bersama sebuah alutsista , dimana prosesi rancang bangun dan produksi dilakukan bersama. Namun, tetap saja komponen penting dan sumber pengetahuan di balik komponen-komponen yang tinggi tingkatan ipteknya seperti mesin dan system persenjataannya yang kadang masih dijaga kerahasiaannya oleh negara maju. Permasalahan yang akan dibahas adalah pengembangan dan pembuatan tank medium yang di kerjakan oleh PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Turki tergolong mutahir atau mempunyai spesifikasi teknologi yang cukup tinggi dikelasnya, kerjasama ini memakai metode Transfer of Technology(TOT) yang dapat menambah ilmu pengetahuan dan teknologi PT.PINDAD menegnai proses pembuatan tank dengan ukuran medium. Apakah kerjasama tersebut dapat meningkatkan kualitas teknologi alutsista Indonesia khususnya TNI AD dan juga apakah dapat membantu Indonesia dalam memodernisasi alutsista serta membangun kemandirian industri pertahanan yang lebih maju merupakan citacita bangsa Indonesia. 16 2. Rumusan Masalah 2. 1. Bagaimana Peluang kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense SystemsTurki dalam peningkatan kualitas teknologi alutsista Indonesia? 2. 2. Apa tantangan kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki dalam peningkatan kualitas teknologi alutsista Indonesia? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan peluang kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki dalam peningkatan kualitas teknologi alutsista Indonesia. 1. 2. Untuk mengetahui tantangan kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki dalam peningkatan kualitas teknologi alutsista Indonesia. 2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan akan berguna untuk: 2. 1. Memberi sumbangan pemikiran dan informasi bagi Akademisi Ilmu Hubungan Internasional, yaitu Dosen dan Mahasiswa dalam mengkaji dan memahami pengaruh kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki dalam 17 pengembangan dan pembuatan tank medium demi peningkatan kualitas teknologi alutsista pertahanan Indonesia. 2. 2. Diharapkan pula dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan berbagai pihak para pengambil kebijakan terkait masalah peningkatan kualitas teknologi alutsista pertahanan Indonesia. D. Kerangka Konseptual Dalam menelaah topik dan permasalahan yang telah disebutkan di atas, penulis akan menggunakan Konsep Security Dilemma, Teori Proliferasi Nuklir dan Teori Perdagangan Internasional. 1. Security Dilemma Security Dilemma adalah salah satu konsep dalam teori realisme yang muncul akibat adanya aksi dari suatu negara untuk meningkatkan keamanan negaranya namun di satu sisi ini menimbulkan reaksi dari negara lain yang juga ingin meningkatkan keamanannya yang pada akhirnya hal ini menyebabkan penurunan kemanan di negara pertama. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam konsep keamanan sebelumnya yaitu dapat terjadi karena suatu negara merasa terancam terhadap kekuatan yang dimiliki oleh negara lain sehingga berusaha untuk meningkatkan persenjataan dan pertahanannya yang berakhir dengan suatu keadaan dimana negara-negara berlomba-lomba untuk memproduksi senjata. (Jervis, Cooperation Under the Security Dilemma, 1994) 18 Konsep security dilemma digunakanya untuk mendeskripsikan self-help negara-negara karena khawatir dengan kondisi anarki dunia yang tidak memiliki otoritas tertinggi dalam tatanan internasional untuk menjamin perilaku suatu negara. Herz berargumen bahwa negara yang hidup di dalam sebuah system yang anarki harus memperhatikan masalah keamananya, baik dari serangan maupun dominasi negara lain. Kondisi ini menghasilkan semakin khawatirnya sebuah negara akan ketidakpastian diantara negaranegara dalam system internasional yang berakibat pada berkurangnya rasa percaya antar sesama negara. Maka, terjadilah self help sebagai upaya negara terhindar dari ancaman kekuatan negara lainya. Kondisi saling mencurigai dan saling bersaing ini dipahami sebagai apa yang disebut Herz vicious circle of security (lingkaran setan untuk keamanan), sebagai gambaran yang digunakan Herz untuk negara-negara yang terjebak dalam suatu kekhawatiran masalah keamanan. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya perlombaan senjata dan maupun konflik. Security dilemma juga muncul karena rasa curiga atas keamanan dan akumulasi kekuatan Negara lainya, sehingga mendorong Negara untuk meningkatkan lagi dan lagi kekuatanya agar terhindar dari dampak kekuatan pihak lainya karena mereka sendiri juga memiliki kekuatan (John, 1950) Inti dari security dilemma ini adalah perlombaan senjata. Menurut Barry Buzan, perlombaan senjata ialah dorongan militer bagi negara-negara yang merasa terancam, dimana upaya mereka untuk mempertahankan diri dengan carameningkatkan jumlah dan teknologi militernya yang dapat 19 menyebabkan mereka menjadi ancaman bagi negara lain.(Buzan, 1997, p. 62) 2. Teori Revolution in Military Affairs RMA (Revolution in Military Affairs) adalah perubahan besar dalam peperangan yang timbul akibat aplikasi inovatif dari teknologi dimana bila dibarengi dengan berubah pulanya doktrin militer serta konsep operasional dari angkatan bersenjata, akan secara fundamental merubah karakter dan cara kerja dari sebuah operasi militer. (Andrews, 1998) Dengan paradigma untuk menggunakan teknologi dalam meningkatkan kemampuan alutsista sebagai faktor pendorong utamanya. RMA merupakan sebuah teori tentang peperangan masa depan, dimana sering dikaitkan dengan kemampuan untuk siap melakukan perubahan terhadap tehnologi dan organisasi yang ditujukan terhadap peperangan. Peperangan masa depan adalah peperangan informasi, networkcentric warfare, Komado dan Kendali terintegrasi yang semuanya berbasis tehnologi informasi yang bermuara pada Keamanan Nasional. Negaranegara diseluruh dunia saat ini telah melakukan revolusi tempur karena tindakan ini bukan semata-mata untuk melakukan pertempuran secara konvensional namun telah terjadinya pergeseran yang sangat besar dalam bidang kemiliteran. Teori tersebut berasal dan berkembang dari cara berpikir para kalangan militer AS yang terjadi karena timbulnya perkembangan teknologi 20 yang dipicu oleh kemajuan teknologi, khususnya teknologi komunikasi termasuk komputer, internet dan teknologi penginderaan jarak jauh (remote sensing), media cetak, media elektronika. Hal ini mengakibatkan perubahan penting dalam komando dan pengawasan, sistim komunikasi, ketepatan dalam suatu penguncian pengantaran penembakan peluru kendali atau senjata modern lainnya dan pengumpulan data, keterangan serta penyebaran informasi yang sifatnya umum dan intelijen. (Toffle, 1993) Karakteristik dari RMA ini sendiri yaitu penggunaan teknologi komunikasi dan informasi untuk meningkatkan efektivitas di dalam pertempuran. Efektivitas ini diperoleh dengan melakukan perubahanperubahan di sejumlah elemen militer, yaitu persenjataan, organisasi dan doktrin, melalui penerapan sistem yang disebut sebagai “system of systems”. (Toffle, 1993) 3. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai kegiatankegiatan perniagaan dari suatu negara asal (country of origin) yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan (country of destination) yang dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk melakukan perdagangan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan teknologi dan perpindahan merk dagang. Perdagangan internasional terjadi karena setiap negara dengan negara partner dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan SDA, iklim, penduduk, 21 spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya. Dari perbedaan tersebut maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran yang terjadi secara luas yang dikenal sebagai perdagangan internasional.(Hadi, 1991, p. 60) Tujuan kebijakan perdagangan internasional yang dijalankan oleh suatunegara antara lain; melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh burukatau negatif dan dari situasi/kondisi ekonomi/perdagangan internasional yang tidak baik atau tidak menguntungkan; melindungi kepentingan industri di dalam negeri; melindungi lapangan kerja (employment); menjaga keseimbangan danstabilitas balance of payment (BOP) atau neraca pembayaran internasional; menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil; terakhir, menjaga stabilitas nilai kurs/kurs valas.(Hadi, 1991, p. 62) Kebijakan Perdagangan Internasional diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional dari atau ke negara tersebut. Teori perdagangan internasional adalah teori-teori yang mencoba memahami mengapa sebuah negara (perekonomian) mau melakukan kerjasama perdagangan dengan negara lain. 22 E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif analisis, yakni penelitian yang menggunakan pola penggambaran keadaan fakta empiris disertai argumen yang relevan secara deskriptif. Kemudian, hasil uraian tersebut dilanjutkan dengan analisis untuk menarik kesimpulan yang bersifat analisis. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan pendekatan studi kepustakaan, dengan mengumpulkan bahan dari berbagai sumber, seperti: buku, internet, majalah, jurnal, dan koran. Data sekunder merupakan data yang telah diperoleh dan diolah oleh penulis pertamanya. 3. Jenis Data Jenis data yang penulis gunakan adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur, yang bersumber dari buku, jurnal, artikel, majalah, handbook, situs internet, laporan tahunan. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data hasil penelitian adalah teknik analisis kualitatif. Adapun dalam 23 menganalisis permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada, kemudian menghubungkan fakta tersebut dengan fakta lainnya sehingga menghasilkan sebuah argumen yang tepat. Sedangkan, data kuantitatif memperkuat analisis kualitatif 5. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan oleh penulis ialah metode deduktif, yaitu penulis mencoba menggambarkan secara umum masalah yang diteliti, kemudian menarik kesimpulan secara khusus. 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Security Dilemma Dalam perspektif Realis, peningkatan militer merupakan konsekuensi dari sistem internasioanal yang bersifat anarki, yaitu suatu sistem yang terdiri dari negara-negara berdaulat yang mempunyai tujuan utama yaitu mempertahankan diri dan melindungi kepentingan nasionalnya, dibandingkan hanya sekedar mempertahankan perdamaian. Negara dan perilakunya tidak dibatasi oleh institusi internasional apapun. Akibatnya, setiap negara harus berusaha untuk mempertahankan diri dari ancaman ataupun serangan negara lain dan lebih mementingkan kepentingan negaranya sendiri diatas kepentingan negara lain. Langkah-langkah yang sering kali diambil adalah dengan meningkatkan kekuatan militer, membentuk aliansi militer, dan langkahlangkah strategis lainnya. Disinilah lingkaran setan terjadi, karena langkahlangkah tersebut dapat dipandang sebagai ancaman oleh negara lain. Gejala ini disebut sebagai security dilemma dalam hubungan antar negara.(N.Kenneth, 1979, p. 118) Konsep security dilemma pertama kali dikemukakan oleh John Herz dalam Jurnal world politics. Herz berargumen bahwa negara yang hidup di dalam sebuah sistem yang anarki harus memperhatikan masalah keamanannya, baik dari serangan ataupun dominasi negara lain. Oleh karena itu, negara 25 tersebut akan berusaha meningkatkan kekuatannya agar bisa terhindar dari ancaman kekuatan negara lain. Hal ini akan menyebabkan negara lain menjadi tidak aman dan berasumsi mengenai kemungkinan yang terburuk. Karena tidak ada yang bisa merasa aman sepenuhnya dalam dunia yang penuh kompetisi ini, maka muncullah vicious circle of security (lingkaran setan keamanan) dan upaya peningkatan kekuatan yang sebesar-besarnya. (Plnem, 2017) Ketika suatu negara berusaha untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya melalui pembangunan kekuatan persenjataan, maka akan terjadi suatu keadaan dimana tindakan suatu negara dalam membangun kekuatan persenjataannya melebihi yang diperlukannya untuk sekedar keperluan pertahanan, bahkan sampai memiliki kekuatan ofensif. Hal tersebut membuat negara lain beranggapan bahwa negaranya memiliki persenjataan yang terlalu sedikit karena apa yang dilakukan oleh negara pertama akandirespon oleh negara-negara lain dengan cara meningkatkan persenjataanmereka pula sehingga pada akhirnya justru akan mengurangi keamanan negara pertama.(Richard Little, 2006) Menurut John H. Herz sendiri, dilema keamanan atau security dilemma dalam Hubungan Internasional adalah: “gagasan struktural di mana upaya-upaya yang diambil oleh sebuah negara untuk menjaga kebutuhan keamanannya sendiri, terlepas dari apapun niatnya, cenderung memicu ketidaknyamanan bagi negara-negara lainnya, terutama negara yang berada di sekitarnya, karena masing-masing negara (yang mengambil tindakan tersebut) menganggap bahwa tindakan 26 yang diambilnya hanyalah bersifat defensif dan tindakan yang diambil negara lain bersifat mengancam” (Herz, 1950) Merujuk kepada sistem internasional yang bersifat anarki, masingmasing negara membutuhkan kekuatan atau power dan juga keamanan. Setiap negara merasa wajib memiliki sarana ataupun instrumen kekuatan baik utama maupun pendukung, seperti kekuatan militer dan persenjataan, sebagai bukti bahwa sebuah negara memiliki kekuatan, dan juga sebagai alat pertahanan demi menjamin keamanan suatu negara dari ancaman kekuatan negara lain, terlebih dari serangan luar. Dengan kondisi yang anarki tersebut, negara kemudian menganggap bahwa keamanan merupakan first concern. (R.Posen, 1993) Kekuatan persenjataan suatu negara berlaku secara kondisional dan relational. Artinya kekuatam efektif suatu persenjataan akan sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi suatu negara. Selain itu suatu negara harus paham terhadap kekuatan persenjataan yang akan digunakannya.(K.Betts, 1994, pp. 11-12). Karena apabila melewati batas maka sebuah negara akan merasa terancam jika negara lain baginya terlihat ofensif dalam meningkatkan keamanannya, dan mengambil langkah yang serupa demi menjamin keamanannya pula. Dalam proses ini seluruh pihak merasa terancam. Kesiagaan defensive salah satu pihak dianggap bukti motif ofensif oleh pihak lain, yang selanjutnya mempersenjatai diri sebagai tanggapannya. Semua pihak berusaha untuk saling mengungguli satu sama lainnya sehingga menimbulkan perlombaan senjata danp asukan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Perlombaan ini 27 menciptakan dilemma keamanan. Meskipun satu atau kedua belah pihak yangterlibat dalam konflik bilateral menginginkan perdamaian, cara yang mereka gunakan untuk mencapainya cenderung merusak iklim dan prospek perdamaian itu sendiri. Beberapa argumentasi lainnya menyatakan bahwa persaingan persenjataan yang berada pada batas tertentu, sebenarnya menunjang stabilitas. Namun akanmengikis diluar batas itu, persaingan persenjataan memang stabilitas dan turut menciptakan suatu lingkungan internasionaldimana tingkat keamanan berbanding terbalik dengan penambahan biaya persenjataannya. Kedua versi konsep dasar dilemma keamanan ini melahirkan beberapa pendekatan matematis baru bagi studi mengenai kekuatan militer dan perang, yang akhirnya akansampai pada kesimpulan bahwa persenjataan benar-benar dapat mengakibatkan ketidakamanan.(Walter, 1993, pp. 196-197) B. Teori Revolution in Military Affairs (RMA) Revolusi merupakan perubahan yang menyentuh seluruh aspek dalam sebuah sistem karena timbulnya tuntutan perubahan. Revolusi juga terjadi di bidang militer, dengan paradigma untuk menggunakan teknologi dalam meningkatkan kemampuan alutsista sebagai faktor pendorong utamanya, revolusi di bidang militer dikenal dengan istilah Revolution in Military Affairs (RMA). Sesungguhnya, RMA lahir karena adanya tuntutan penyesuaian terhadap kompleksitas perubahan abad 21 terutama di bidang teknologi. 28 Pengertian RMA menurut Laksamana William A. Owens pada dasarnya adalah “sistem dari sistem-sistem” yang komponen utamanya meliputi pengumpulan data intelijen, “surveillance and reconnaissance”, teknologi, dan sistem yang menyediakan komando, kendali, komunikasi, dan proses komputer. Sedangkan Krievinevich (2007) berpendapat bahwa RMA muncul atas ide penggunaan teknologi baru ke dalam sistem militer yang kemudian diterapkan melalui konsep operasional yang inovatif disertai dengan langkah adaptasi organisasional yang mengubah secara mendasar karakter dan terjadinya sebuah konflik peperangan. Hal ini terjadi dengan melakukan peningkatan kekuatan pertempuran secara dramatis, dan efektivitas militer suatu angkatan bersenjata. Dengan kata lain, RMA tidak sekedar pelibatan teknologi mutakhir dalam perang, melainkan perubahan mendasar hingga menyentuh aspek doktrin dan sistem organisasi yang disesuaikan dengan adanya perubahan teknologi tersebut. (Luthfi, 2012) sedangkan menurut Bitzinger berpendapat bahwa RMA seringkali diistilahkan dengan transformasi pertahanan. Transformasi Pertahanan dalam rumusan Bitzinger disebutkan sebagai sebuah konsep modernisasi angkatan bersenjata dan bagaimana perang di masa kini dijalankan, bukan perubahan paradigma dalam karakter angkatan bersenjata. Namun Bitzinger menekankan bahwa penggunaan teknologi baru dalam angkatan bersenjata tersebut akan membutuhkan perubahan mendasar dalam doktrin militer, operasi dan organisasi. Secara garis besar terdapat kesamaan perspektif mengenai RMA di 29 kalangan security experts bahwa RMA yang pada dua abad terakhir ini telah berlangsung semata-mata timbul atas dorongan kemajuan teknologi. Sebagai wujud inovasi kemajuan teknologi di bidang pertahanan yang menjadi berlangsungnya RMA antara lain adalah kemajuan signifikan di dalam teknologi sensor, pencari, komputer dan komunikasi, automasi, jarak, presisi dan teknologi stealth. (Bitzinger, 2008) Teori tersebut berkembang dari cara berpikir para kalangan militer AS yang terjadi karena timbulnya perkembangan teknologi yang dipicu oleh kemajuan teknologi, khususnya teknologi komunikasi termasuk komputer, internet dan teknologi penginderaan jarak jauh (remote sensing), media cetak, media elektronika. Hal ini mengakibatkan perubahan penting dalam komando dan pengawasan, sistim komunikasi, ketepatan dalam suatu penguncian pengantaran penembakan peluru kendali atau senjata modern lainnya dan pengumpulan data, keterangan serta penyebaran informasi yang sifatnya umum dan intelijen. (Toffle, 1993) Karakteristik dari RMA ini sendiri yaitu penggunaan teknologi komunikasi dan informasi untuk meningkatkan efektivitas di dalam pertempuran. Efektivitas ini diperoleh dengan melakukan perubahanperubahan di sejumlah elemen militer, yaitu persenjataan, organisasi dan doktrin, melalui penerapan sistem yang disebut sebagai “system of systems”. (Toffle, 1993) 30 C. Teori Perdagangan Internasional Salah satu isu terpenting dalam hubungan internasional kontenporer yaitu ekonomi dan perdagangan merupakan isu yang sangat menarik untuk dikaji dan dibahas di antara isu-isu yang lain. Ekonomi dan Perdagangan dunia telah menjadi isu yang senantiasa menarik karena dampaknya bagi umat manusia di dunia, tidak saja bagi masyarakat di negara maju, tetapi juga di negara-negara Dunia Ketiga. (Winarno, 2008) Pengertian dan ruang lingkup perdagangan internasional menurut Oxlay Summary yaitu ekonomi internasional dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi ilmiah dan dari segi praktisnya. 1) Dari segi ilmiah, pengertian ekonomi internasional adalah bagian atau cabang dari ilmu ekonomi yang diterapkan pada kegiatan-kegiatan ekonomi antar negara atau antar bangsa. 2) Dari segi praktisnya, ekonomi internasional adalah meliputi seluruh kegiatan perekonomian yang dilakukan antar bangsa, negara, maupun antara orang-orang perorangan dari negara yang satu dengan negara yang lainnya. Sedangkan menurut Zaim Mukaffi, SE.,M.Si, “pengertian ekonomi internasional adalah sebagai cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis tentang transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (EksportImport) yang meliputi perdagangan dan keuangan atau moneter 31 serta organisasi ekonomi (swasta maupun pemerintah) dan kerja sama ekonomi antar negara” (gunadarma, 2016) Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal (country of origin) yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan (country of destination) yang dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk melakukan perdagangan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan teknologi dan perpindahan merk dagang. Perdagangan internasional terjadi karena setiap Negara dengan negara partner dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan SDA, iklim, penduduk, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya. Dari perbedaan tersebut maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran yang terjadi secara luas yang dikenal sebagai perdagangan internasional. Menurut Amir M.S., “bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan”. (Univ Negeri Yokyakarta, 2015) Tujuan kebijakan perdagangan internasional yang dijalankan oleh suatu negara antara lain; melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negatif dan dari situasi atau kondisi ekonomi maupun perdagangan 32 internasional yang tidak baik atau tidak menguntungkan; melindungi kepentingan industri di dalam negeri; melindungi lapangan kerja (employment); menjaga keseimbangan dan stabilitas balance of payment (BOP) atau neraca pembayaran internasional; menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil; terakhir, menjaga stabilitas nilai kurs/kurs valas. Kebijakan Perdagangan Internasional diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional dari atau ke negara tersebut. Teori perdagangan internasional adalah teori-teori yang mencoba memahami mengapa sebuah negara (perekonomian) ingin melakukan kerjasama perdagangan dengan negara lain. Dalam era globalisasi & perdagangan bebas, manusia dengan ide, bakat, iptek, barang & jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah melewati batas negara yang mana pergerakan relatif bebas ini, telah menimbulkan saling keterkaitan & ketergantungan maka menyebabkan hampir semua kehidupan dalam suatu negara terpengaruh oleh ekonomi internasional. Dengan kata lain, perdagangan bebas saat ini dapat dikatakan tak ada lagi negara yang autharcy yaitu negara yang hidup terisolasi, tanpa mempunyai hubungan ekonomi, keuangan, maupun perdagangan internasional. Jika dilihat dari pemanfaatannya, perdagangan internasional bukan hanya bermanfaat di bidang ekonomi saja. 33 Manfaatnya di bidang lain pada masa globalisasi ini juga semakin terasa. Bidang itu antara lain politik, sosial, dan pertahanan keamanan. Perdagangan internasional juga berfungsi untuk pertahanan keamanan suatu negara. Misalnya, setiap negara tentu membutuhkan senjata untuk mempertahankan wilayahnya. Seperti yang kita ketahui bahwa tidak semua negara mampu memproduksi senjata. Maka diperlukan impor senjata dari negara lain, baik itu pembelian secara langsung maupun pengembangan bersama dalam memproduksi suatu senjata atau alutsista. 34 BAB III KERJASAMA INDONESIA-TURKI DALAM BIDANG PERTAHANAN A. Sistem Petahanan Indonesia Indonesia adalah negara yang lahir dari suatu perjuangan melepaskan diri dari kolonialisme negara lain. Perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya tidak hanya berbentuk perjuangan damai melalui jalur diplomasi, tetapi juga melalui perjuangan fisik yaitu melalui perang atau perjuangan bersenjata. Hingga pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya yang pada saat itu dalam masa berakhirnya perang dunia II. Namun saat itu belanda kembali datang ke Indonesia dengan membawa bantuan yaitu militer Inggris, Demikian pula bangsa Indonesia kembali berdiri untuk menghadapi berbagai usaha bekas penjajah untuk kembali datang dan merebut kembali kekuasaannya. Akan tetapi, Belanda dengan bantuan Inggris sangat susah dihentikan sehingga perwalanan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pun terjadi. Pada tahun 1946 Tentara Keamanan Rakyat TKR telah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan Markas Besar Tentara (MBT) sebagai lembaga pimpinannya.Namun, Belanda muncul dengan teknik milter yang sudah maju sebaliknya bangsa Indonesia belum dapat membangun kemampuan teknologi yang dimiliki Belanda. Sehingga para perwira di MBT menyimpulkan 35 bahwa melawan tentara musuh yang memiliki keunggulan teknologi tidak cukup hanya dengan perlawanan yang berani tetapi perlawanan rakyat akan sangat menentukan sehingga pada masa itu MBT mulai menyusun perlawanan baru untuk mengalahkan Belanda dalam konsep itu TRI berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang harus melawan serangan Belanda secara berani, secara gigih, tetapi juga mengadakan perlawanan wilayah dengan teknik gerilyasebagai cara utama. Supaya perlawanan wilayah dapat berfungsi baik maka TNI harus selalu dekat dengan rakyat dan mengajak rakyat untuk melawan Belanda.(Kementerian Pertahanan, 2015) Latar sejarah yang demikian, mau tidak mau memberikan pengaruh besar dalam system pertahanan yang dianut Indonesia saat ini. Di jelaskan dalam undang-undang nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa system pertahanan negara adalah system pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.(Kementrian Pertahanan Republik Indonesia, 2002) Sistem pertahanan yang dianut Indonesia dengan demikian adalah system pertahanan semesta atau total defense yang mencakup konsep pertahanan militer (military defense) dan pertahanan non-militer (non-militery defense). 36 Dalam Buku Putih Pertahanan 2015 disebutkan bahwa bagi Indonesia, penyelenggaraan pertahanan negara tidak semata-mata ditunjukan untuk perang, tapi juga untuk mewujudkan perdamaian, menjamin keutuhan NKRI, mengamankan kepentingan nasional, serta menjamin terlaksananya pembangunan nasional. Pertahanan yang efektif adalah pertahanana yang mampu menghadirkan suasana aman dan damai. Di mana kehidupan masyarakat berjalan secara normal, dan hubungan sesama negara, baik di kawasan maupun di luar kawasan, berlangsung secara harmonis dan saling menghargai. Sistem keamanan semesta merupakan perbaikan dari system sebelumnya, yaitu system pertahanan dan keamanan rakyat semesta (hankamrata). System pertahanan semesta sendiri lahir dari kondisi politik pasca-reformasi 1998. Buku Putih Pertahanan 2015 menyebutkan bahwa kesemestaan mengundang makna pelibatan seluruh rakyat dan segeap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.(Kementrian Pertahanan RI, 2015, p. 29) Konsepsi pertahanan negara ini mempunyai dua fungsi, yaitu pertahanan militer dan pertahanan non-militer. Fungsi pertahanan militer yang diemban oleh Tentara Nasional Indonesia meliputi operasi militer perang dan operasi militer selain perang. Sedangkan fungsi pertahanan non-militer adalah pemberdayaan sumber daya nasional baik kekuatan non-militer maupun sipil, 37 yang meliputi fungsi untuk penanganan bencana alam, operasi kemanusiaan, sosial budaya, ekonomi, psikologi pertahanan yang berkaitan dengan kesadaran bela negara, dan pengembangan teknologi. Dalam UUD Nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan juga mengklasifikasikan komponen pertahanan menjadi 3 bagian yaitu komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung. (Pertahanan, 2002) Komponen utama memberikan pengertian bahwa TNI yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan. Sebagai komponen utama, TNI bertugas untuk menanggulangi dan menghadapi berbagai ancaman-ancaman militer. Dalam melaksanakan fungsinya komponen utama didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Komponen cadangan merupakan komponen yang berasal dari sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama. Komponen cadangan terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.(Kementrian Pertahanan Republik Indonesia, 2002, p. pasal 1) Mobilisasi merupakan tindakan pengerahan dan penggunaan secara serentak sumber daya nasional serta sarana dan prasarana nasional sebagai kekuatan pertahanan negara. Komponen cadangan ditujukan untuk rakyat 38 terlatih yang telah diberikan pembekalan atau pelatihan tentang bela negara yang merupakan bentuk upaya pemerintah dalam menyiapkan sistem pertahanan.(Kementrian Pertahanan Republik Indonesia, 2002, p. pasal 8 ayat 1) Komponen pendukung merupakan komponen yang juga berasal dari sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.(Kementrian Pertahanan Republik Indonesia, 2002, p. pasal 8 ayat 2) Dalam hal ini warga negara yang tidak diberikan pembekalan atau pelatihan tentang bela negara dapat mempunyai kedudukan yang sama dalam sistem pemerintahan keamanan negara dengan menggunakan kemampuan sesuai dengan bidangnya masingmasing. B. Sejarah Hubungan Bilateral dan Kerjasama Indonesia-Turki Secara historis, awal mula hubungan Indonesia dengan Turki dimulai sejak abad ke 12. Pada masa itu pelajar Turki yang mengunjungi Indonesia membawa misi penyebaran ajaran agama Islam di Indonesia. Pelajar Turki membawa dan menyebarkan ajaran agama Islam dengan cara berdakwah di wilayah Indonesia yang bermula dari wilayah Nanggroe Aceh Darussalam.(Kementerian Luar Negeri, 2012) Sejarah pun telah membuktikan bahwa hubungan kedua negara sebenarnya sudah dimulai sejak abad ke 16. Pada saat Turki dibawah 39 kepemimpinan Utsmaniyah mengadakan ekspedisi ke Indonesia tepatnya ke wilayah Aceh. Alasan kaum Utsmaniyah mengadakan ekspedisi tersebut adalah untuk merespon permintaandan membantu Kesultanan Aceh dalam konflik dengan penjajah Portugis di wilayah Malaka.(Kementerian Luar Negeri, 2012) Dimana pada saat itu, Aceh yang merupakan salah satu provinsi Republik Indonesia di era modern, adalah negeri Imperium Utsmani di wialayah Asia Timur. Kemudian hal ini juga diekspresikan dengan kemiripan bendera kerajaan Aceh tempo dulu dengan bendera Turki Utsmani, yaitu berlatar belakang Bulan Sabit.(Baddal, 2015) Seiring berjalan waktu, hubungan antar kedua negara semakin baik dan masuk ke ranah yang lebih serius. Hal itu dikarenakan sistem dalam negeri dikedua negara tersebut berangsur menjadi negara yang berdaulat dan berdemokrasi tinggi serta menuntut kedua negara ini untuk memiliki politik luar negeri yang bebas aktif dan strategis. Seperti negara Republik Turki yang sebelumnya menganut system pemerintahan otoriter, merubah sistem menjadi demokrasi. Meskipun awalnya hanya dengan menggunakan sistem satu partai.(Zurcher, 2003) Kemudian pengakuan secara kedaulatan antar kedua negara yang menjadikan hubungan bilateral menjadi formal dan intens sesuai dengan undang – undang serta peraturan yang ada di dunia internasional. Negara Indonesia mengakui kedaulatan negara Republik Turki pada saat negara Turki memproklamasikan kemerdekaan bulan Oktober tahun 1923. Kemudian negara Turki mengakui Indonesia pada 29 Desember1949 dan hubungan diplomatik 40 telah dibangun pada 1950. Dan 8 (delapan) tahun kemudian, Kedutaan besar Turki di Jakarta telah dibuka pada tanggal 10 April 1957.(Kementerian Luar Negeri, 2012) Repbulik Indonesia dan Republik Turki sama-sama anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), D8 (komunitas Islam untuk perekonomian dan pembangunan), dan G20. Kedua negara juga aktif dalam dialog antar peradaban (Dialogue Among Civilization). Keterlibatan dalam berbagai forum internasional tersebut menjadi kesempatan bagi kedua negara untuk mempererat hubungan bilateral dan jalinan kerjasama yang disepakati dalam berbagai bidang lainya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa ini modal, opportunity, yang baik untuk bersinergi memainkan peran di forum internasional. Namun dalam perjalananya, hubungan diplomasi antara Indonesia dan Turki tidak selamanya berjalan mulus. Terdapat dinamika dalam hubungan kedua negara, salah satunya ditandai dengan tidak adanya kunjungan kenegaraan antara Indonesia dan Turki sejak tahun 1985. Hal ini dikarenakan fokus masing-masing negara yang berbeda saat itu.Indonesia lebih memfokuskan pada hubungan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Asia Tenggara. Sedangkan Turki lebih memilih untuk menjalin hubungan dengan Eropa sehubungan dengan keinginannya untuk bergabung dengan Eropa dan menjalin hubungan baik dengan negara-negara di lingkup kawasan regionalnya. Namun secara keseluruhan dinamika yang ada tersebut menjadikan Indonesia dan Turki sebagai rival bilateral yang memiliki prospek baik. 41 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadikan Turki sebagai negara sahabat yang dapat dijadikan rival bilateral baik yang dapat memajukan masing masing negara (Malau 2010). Dalam pengakuan ikatan berkembang sejak tahun 2004, kedua negara sepakat untuk meningkatkan hubungan kemitraan strategis pada bulan April 2011 ketika Presiden ke-11 dari Turki , Abdullah Gül mengunjungi Indonesia untuk bertemudengan Presiden ke-6 dari Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Selama kunjungan mereka menandatangani deklarasi bersama yaitu Turki dan Indonesia : menuju kemitraan yang ditingkatkan dalam pengaturan New World, yang tetap menjadi dasar yang kuat dari hubungan bilateral hingga saat ini.(Kementerian Luar Negeri, 2012) Pada tanggal 28 Juni – 1 Juli 2010, Presiden SBY telah melakukan kunjungan kenegaraan ke Turki pada atas undangan Presiden Turki. Dalam kunjungan tersebut ditandatangani 8 perjanjian kerjasama di bidang Industri Pertahanan, Tenaga Kerja, Industri Kecil dan Menengah, Pertukaran Budaya, Pertukaran Program dan Berita, Kerjasama Teknik, dan Kerjasama Penanaman Modal. Hal tersebut direspon dengan baik oleh pemerintah Turki.Pada tanggal 4 – 6April 2011 Presiden Turki, Abdullah Gül telah melakukan kunjungan kenegaraan balasan ke Indonesia. Dalam kunjungan tersebut ditandatangani 3 (tiga) persetujuan yaitu: Persetujuan Pembebasan Visa bagi Pemegang Paspor Diplomatik Diplomatik dan Dinas RI – Turki, Persetujuan mengenai Konsultasi Bilateral dan Persetujuan Kerjasama Pengelolaan Bencana Alam. 42 Pada kerjasama ekonomi perdagangan, Indonesia dan Turki membentuk asosiasi perdagangan. Berdasarkan data Kemenperin, neraca perdagangan kedua negara relatif masih kecil. Nilai impor Turki dari Indonesia pada 2010 tercatat sekitar US$1,48 miliar, sedangkan ekspor Turki ke Indonesia hanya US$250 juta. Nilai impor Turki dari Indonesia ini hanya berkontribusi 0,8 persen dari total impor negara tersebut.(Kementerian Luar Negeri, 2012) Kemudian pada tahun 2013 neraca perdagangan Indonesia-Turki surplus 1,6 miliar dolar AS dari total volume perdagangan kedua negara yang mencapai 2,2 miliar dolar AS. Sedangkan nilai ekspor Indonesia ke Turki mencapai 1,9 miliar dolar AS dengan impor senilai 300 juta dolar AS. Volume perdagangan tersebut meningkat 500 juta dolar AS dibanding tahun sebelumnya senilai hanya 1,7 miliar dolar AS.(Tribun Manado, 2014) Republik Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga diketahui memiliki visi pembangunan salah satunya visi dalam pembangunan militer negara. Turki sebagai rival bilateral Indonesia ini juga dikenal dengan kepemilikan pertahanan yang baik. Sebagai anggota Organisasi Peratahan Atlantik Utara (NATO), Turki memiliki 700.000 tentara aktif, 230 unit pesawat tempur f-16 serta alutsista berkelas dunia lainya. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia menganggap penting untuk mengembangkan serta memanfaatkan kerjasama di bidang pertahanan dengan Turki ini agar dapat belajar untuk menciptakan dan berinovasi dalam pembuatan alat militer pertahanan. (Kawilarang, 2010) 43 Republik Turki memang dikenal sebagai salah satu inovator dalam pembuatanalat berat, salah satunya alat pertahanan militer.Sebuah prestasi yang baik jugaditerima oleh produsen alat militer yang dimiliki Turki yaitu perusahaan Aselsan dan TUSAS. Kedua perusahaan tersebut termasuk dalam 100 perusahaan militer terbesar dunia. Oleh karenanya, Turki berpotensi untuk menguasai pasar alat pertahanan Eropa, Asia, Timur Tengah dan Afrika dan menjadi pesaing yang diperhitungkan oleh perusahaan perusahaan militer lainya dari negara barat. Hal tersebut menjadi salah satu alasan dalam kebijakan yang dituangkan dalam kerjasama militer adalah mengadakan kerjasama dengan Turki dalam pembuatan Tank militer yang di mulai pada tahun 2013. Tank yang akan dibuat nantinya akan digunakan untuk kebutuhan militer Republik Indonesia dan Turki. Di pihak Indonesia, produksi tank Republik Indonesia - Turki akan melibatkandua Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT PINDAD dan PT Len Industri. PT Len merupakan mitra perusahaan Aselsan asal Turki yang sudah berpengalaman memproduksi peralatan komunikasi militer taktis dan sistem pertahanan elektronikuntuk Angkatan Bersenjata Turki.(Anggi Kusumadewi, 2013) Sementara dari pihak Turki, pada proyek bersama Indonesia ini akan ditangani oleh kontraktor pertahanan Turki, FNSS Defense Systems, yang telah sering memproduksi kendaraan tempur lapis baja roda rantai maupun ban dan senjata untuk militer Turki dan sekutunya. Dari segi teknologi, FNSS jelas lebih 44 unggul jika dibandingkan dengan PT Pindad. Ini akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk dapat menerima transfer teknologi dari Turki. C. Komparasi Kapabilitas Pertahanan atau Military Power IndonesiaTurki Kekuatan militer sangat erat hubungannya dengan kemampuan negara dalam melakukan operasi militer, dan dalam menggapai tujuan-tujuan dari kebijakan negara. Dimana dalam force structure sendiri terdiri dari jumlah personel, alutsista, dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Sehingga karya ilmiah ini menggunakan force structure yang diselaraskan dengan alutsista kedirgantaraan untuk menjelaskan kekuatan militer kedua negara. Penulis menggunakan kajian dari website globalfirepower.com dalam membandingkan kapabilitas pertahanan kedua negara. Ternyata dalam perhitungan situs tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-14 (empat belas) sedangkan Turki menempati peringkat ke-8 (delapan). Dapat dilihat di tabel sebagai berikut. Tabel 1.Komparasi Kapabilitas Pertahanan Indonesia-Turki CURRENT GFP RANK Total Population Manpower Available Fit-for-Service Reaching Military Age Annually INDONESIA 14 255,993,674 130,000,000 107,540,000 4,500,000 TURKI 8 79,414,269 41,640,000 35,010,000 1,357,000 45 Active Military Personnel Active Military Reserves Aircraft (All Types) Helicopters Attack Helicopters Attack Aircraft (FixedWing) Fighter Aircraft Trainer Aircraft Transport Aircraft Serviceable Airports Tank Strength AFV Strength SPG Strength Towed Artillery MLRS Strength Merchant Marine Strength Major Ports / Terminals Fleet Strength Aircraft Carriers Submarines Frigates Destroyers Corvettes Mine Warfare Craft Patrol Craft External Debt (USD) Annual Defense Budget (USD) Reserves Foreign Exchange / Gold (USD) Purchasing Power Parity Labor Force Oil Production (Barrels / Day) Oil Consumption (Barrels / Day) 476,000 400,000 420 152 5 58 410,500 185,630 1,007 445 64 207 35 108 170 673 468 1,089 37 80 86 1,340 9 221 0 2 6 0 10 12 66 $293,200,000,000 $6,900,00,000 207 276 439 93 3,778 7,550 1,013 697 811 629 9 194 0 13 16 0 8 15 29 $402,400,000,000 $18,185,000,000 $103,400,000,000 $118,300,000,000 $2,686,000,000,000 121,900,000 789,800 bbl 1,515,000,000,000 28,790,000 47,670 bbl 1,660,000 bbl 720,000 bbl 46 3,693,000,000 bbl Proven Oil Reserves (Barrels / Day) 437,759 km Roadway Coverage (km) 5,042 km Railway Coverage (km) 21,579 km Waterway Coverege (km) 54,716 km Coastline Coverege (km) 2,958 km Shared Borders (km) 1.904,569 km Square Land Area (km) Sumber: (Global Fire Power, 2016) 296,000,000 bbl 352,046 km 8,699 km 1,200 km 7,200 km 2,816 km 783,562 km Dilihat dari tabel diatas jumlah alutsista indonesia mulai dari angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara, Indonesia sangat tertinggal jauh jumlah maupun kualitas alutsistanya jika dibandingkan dengan alutsista yang dimiliki oleh Turki, namun jika dilihat dari SDM dan SDA Indonesia lebih unggul di bandingkan Turki. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa Indonesia sangat tertinggal jauh dari turki dalam hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) bidang pertahanan, SDM Indonesia sebenarnya dapat mengelolah SDA yang dipunya untuk kepentingan pertahanan Indonesia. Hal ini lah yang menjadi dasar dan alasan utama pemerintah Indonesia menjalin hubungan kerjasama dengan Turki yang merupakan salah satu negara mayoritas islam terbesar didunia yang sama dengan Indonesia namun Turki memiliki kemampuan teknologi khususnya dalam bidang pertahanan yang cukup mempuni di kawasan eropa. D. Industri Pertahanan Meningkatnya ancaman-ancaman baru dalam dinamika politik internasional, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar pasca-perang dingin telah memunculkan fenomena self-defense yang makin kuat antara 47 masing-masing negara di dunia. Setiap negara didunia ternyata tidak ingin mendapat gangguan dari pihak lain, oleh sebab itu negara-negara tersebut akan senantiasa meningkatkan kemampuan militernya untuk pertahanan nasional. Militer merupakan salah satu elemen paling penting dalam pertahanan yang dimiliki oleh negara. Dengan kualitas dan kuantitas militer, sebuah negara dapat menunjukkan seberapa besar kemampuan negara tersebut dalam usahanya mencapai kepentingan nasional. Militer dapat diidentikkan dengan kekerasan, pemaksaan, serta persenjataan. Sebagai salah satu instrument kebijakan nasional, persenjataan memang memiliki karakter yang penting jika dibandingkan dengan peralatan teknik lainnya. Penggunaan persenjataan sebagai kekuatan militer untuk memperjuangkan pencapaian kepentingan nasional dapat mempengaruhi orientasi, peranan, tujuan serta tindakan negara lain. Akan tetapi dewasa ini, penggunaan kekuatan militer tidak lagi dipandang sebelah mata yang hanya dipakai untuk kekerasan secara langsung. Yang patut dinilai dari persenjataan itu adalah kegunaan senjata tersebut tentunya. Tujuan utama dari usaha peningkatan kemampuan militer suatu negara adalah upaya untuk melindungi diri dari atau penangkalan terhadap serangan militer lawan. Akan tetapi, dalam upaya mempengaruhi sikap negara lain tidak selalu ditentukan oleh karakteristik persenjataan yang digunakan saja, melainkan terdapat kriteria-kriteria tertentu yang dapat membawa penangkalan tersebut kepada keberhasilan. Penangkalan sendiri, didefinisikan sebagai 48 kemampuan suatu negara dalam menggunkan ancaman kekuatan militer untuk mencegah negara lain melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu dengan menyakinkan bahwa biaya yang harus ditebus jauh lebih besar jika dibandingkan keuntungan politik yang dapat dihasilkannya.(Anggoro, 1996, p. 71) Penangkalan juga merupakan cara untuk meningkatkan kemampuan dengan biaya yang minimal namun dapat menimbulkan kerusakan maksimal di pihak lawan. Setiap negara memiliki alasan-alasan khusus dalam hal peningkatan kapabilitas pertahanannya. Dinamika keamanan regional, kemajuan teknologi di bidang non-militer yang berdampak pada bidang militer, sampai pada menjaga kepentingan nasional baik di dalam maupun diluar territorial merupakan beberapa alasan mengapa sebuah negara meningkatkan kapabilitas pertahanannya. Buzan menambahkan, walaupun tidak ada dorongan maupun keuntungan dari upaya suatu negara memperbaiki kapabilitas pertahanannya, tetap saja moderenisasi akan terjadi. Ini diakibatkan system internasional yang anarkis dan tidak bias diprediksi, serta kekhawatiran negara lain memiliki keunggulan teknologi militer yang akan mengancam negara kita sendiri. (Buzan, 1987, p. 109) Perahanan negara merupakan elemen pokok dan vital suatu negara mengingat pertahanan diantaranya menyangkut kepentingan untuk melindungi warga negaranya, serta wilayah dan system politiknya dari ancaman negara lain. Hal ini seiring dengan pandangan Holsti, pertahanan adalah kepentingan 49 nasional yang dinilai sebagai core values atau sesuatu yang dianggap paling vital bagi negara dan menyangkut eksistensi tegaknya suatu negara.(K.J.Holsti, 1981, p. 200)Penyelenggaraan pertahanan bukanlah sesuatu yang mudah dan sangat kompleks. Dalam pelaksanaannya, pertahanan nasional akan melibatkan seluruh warga negara, wilayah, ketersediaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pemetaan geopolitik nasional, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan industri pertahanan nasional. Kapabilitas suatu negara sangat erat kaitannya dengan power berikut sumber dayanya. Untuk mengetahui kekuatan dan kapabilitas suatu negara biasanya digunakan terminilogi great power dan small power. Perbedaan antara great power dan small power biasanya berdasarkan pada faktor tangible dan intangible.(K.J.Holsti, 1981, p. 206) Faktor tangible adalah populasi penduduk, territorial, sumber alam dan kapasitas industry, kapasitas pertanian dan kekuatan militer. Sedangkan faktor intangible adalah kepemimpinan, efisiensi organisasi birokrasi, persetujuan masyarakat, reputasi, dan musibah.(Ayu, 2005, p. 37) Pasca perang dingin, negara-negara maju dan berkembang berlombalomba dalam perkembangan industri pertahanan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas militer nasional dan secara ekonomi dengan melakukan transaksi alat-alat persenjataan dengan negara lain. Tidak dapat disangkal industri pertahanan telah membawa dampak global. Terdapat 3 (tiga) aspek utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan industri pertahanan, (Widjajanto, 2012, p. 7) yaitu: (1) aspek 50 insitusional. Pemerintah berkewajiban melindungi industri pertahanan sepenuhnya. Komitmen dan proteksi diperlukan, karena erat terhubung dengan tujuan politik dan strategi negara. Setengah dari negara berkembang di dunia mulai mengembangkan industri pertahanan mereka atas dasar tersebut. (2) Aspek kerangka industrial. Widjajanto memberikan kajian pilihan 1 (satu) dari 3 (tiga) pilihan model perkembangan industri militer, yaitu autarki atau kemandirian, niche atau pengkhususan teknologi atau instrument yang belum banyak ditawarkan negara lain, dan terakhir menjadi bagian dari mata rantai industry pertahanan global. (3) Aspek legal, yang mencakup regulasi industri dan pelindungan hak kekayaan intelektual (HAKI). Pilihan pertama diambil oleh negara yang berambisi mendapatkan kemandirian pertahanan, yang diukur dari kapasitas negara dalam perihal modal, penguasaan teknologi, dan kesiapan industri. Diperlukan komitmen jangka panjang untuk mencapai kemandirian dalam pertahanan. Pilihan kedua yaitu niche diambil agar negara dapat mengurangi ketergantungan terhadap negara lain. Yang di perlukan adalah komitmen investasi modal dan upaya untuk mendapatkan transfer teknologi militer. Pilihan yang ketiga diambil negara yang memiliki dasar kapabilitas industry tangguh namun tidak memiliki akses ke pasar yang lebih luas, sehingga lebih menguntungkan bagi mereka melakukan integrasi industry pertahanan mereka kepada konsorsium global. Fungsi negara dalam industri pertahanan adalah berperan sebagai instrument dalam membangun industri pertahanan domestic khususnya pada 51 negara berkembang dan industri yang baru.(Widjajanto, 2012) contohnya produksi persenjataan akan didominasi oleh negara secara utuh maupun sebagian, termasuk juga dalam kepemilikan negara seperti singapura dengan Singapore technologies group. Bahkan produksi persenjataan dibeberapa negara telah dikuasai, seperti jepang, swedia, korea selatan. Jadi jelas bahwa intervensi negara dalam mendukung industri pertahanan adalah sebagai instrument. Setiap negara punya alasan untuk mengembangkan persenjataannya. Bitzinger berpendapat bahwa kemungkinan besar motivasi negara didunia untuk memiliki industri persenjataan sendiri yaitu untuk memenuhi kebutuhan persenjataan tentara nasionalnya. Industri pertahanan dalam suatu negara tidak terlepas dari institusi militer dan pemerintah yang menjadi aktor dengan peran terbesar. Terdapat berbagai kepentingan dalam membangun.Pendekatan military industrial complekx mengasumsikan bahwa ancaman terhadap suatu negara harus direspon dengan membangun kemampuan pertahanan. Jika ditingkatkan akan berdampak pada dorongan untuk melakukan industrialisasi militer. Industrialisasi militer sendiri kemudian akan berdampak pada peningkatan kualitas persenjataan guna mendukung strategi pertahanan suatu negara. Peningkatan kualitas militer akan mendorong penciptaan lapangan pekerjaan. Keuntungan yang diperoleh akan berkontribusi pada pertumbukan ekonomi suatu negara. Faktor yang paling penting dalam menentukan tingkat maupun kesiapan dari sebuah industri pertahanan adalah teknologi. Teknologi telah menjadi 52 faktor penentu dari peperangan, dari perang klasik hingga peperangan dunia yang berlanjut hingga sekarang menjadi peperangan berbasis teknologi informasi.Teknologi selain menjadi salah satu faktor pemisah antara negara maju dengan lainnya. Dikarenakan penguasaan teknologi lanjut menjadi modal bagi negara yang memilikinya untuk melakukan pengembangan lebih lanjut dan menjualnya pada konsumen di luar maupun menjadi basis perkembangan militernya. Teknologi yang kian berkembang, bagi negara yang tidak mampu mencukupinya (dengan pengembangan sendiri maupun kerjasama dengan mitra asing) akan menjadi ancaman nyata negara itu, karena kedaulatan negara itu mengalami dampak negative akibat kemajuan negara lain. Menurut pendapat Ghosh, peningkatan kapabilitas pertahanan sebuah negara bergantung pada doktrin pertahanan, struktur kekuatan militer, tujuan yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu dan sumber daya yang diperlukan dan jumlah anggaran.(Ghosh, 2008) Proses penganggaran termasuk tiga aspek: (1) perubahan dalama anggaran terkait dengan adanya ancaman terhadap keamanan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan untuk mengelola sumber daya untuk mencapai kemampuan pertahanan optimal, dan untuk mencapai efisiensi maksimum dalam belanja pertahanan. (2) Proses pengaggaran harus dikaitkan dengan proses perencanaan pertahanan sebagai bagian dari siklus perencanaan pertahanan. (3) Harus memfokuskan perhatian pada produk akhir dari anggaran pertahanan melalui konsep program pembangunan kapasitas. Anggaran sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan terdiri dari enam tahap: identifikasi tujuan kebijakan, perencanaan, 53 pemrograman, formulasi anggaran, pelaksanaan anggran,review anggaran.(Kementrian Pertahanan Republik Indonesia, 2015) Industri pertahanan yang kuat mempunyai dua efek utama, yakni efek langsung terhadap pembangunan kemampuan pertahanan, dan efek terhadap pembangunan ekonomi dan teknologi nasional. Dalam bidang pembangunan kemampuan pertahanan, industri pertahanan yang kuat menjamin pasokan kebutuhan Alutsista dan sarana pertahanan secara berkelanjutan. Ketersediaan pasokan Alutsista secara berkelanjutan menjadi prasyarat mutlak bagi keleluasaan dan kepastian untuk menyusun rencana pembangunan kemampuan pertahanan dalam jangka panjang, tanpa adanya kekhawatiran akan faktorfaktor politik dan ekonomi, seperti embargo atau restriksi. Industri pertahanan dapat memberikan efek pertumbuhan ekonomi dan industri nasional, yakni ikut menggairahkan pertumbuhan industri nasional yang berskala internasional, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan, transfer teknologi yang dapat menggairahkan sektor penelitian, dan pengembangan sekaligus memenuhi kebutuhan sektor pendidikan nasional di bidang sains dan teknologi.(Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2008) 1. PT.PINDAD Indonesia PT.PINDAD (Persero) Bandung pada mulanya adalah suatu usaha komandoTNI – AD yang bergerak dalam bidang instalasi industri. Oleh karena itu makaindustri ini disebut Komando Perindustrian Angkatan Darat yang disingkatdengan nama KOPINDAD. Fungsi utama KOPINDAD 54 adalah memproduksisenjata, amunisi, untuk kebutuhan Angkatan Darat khususnya dan ABRI padaumumnya. Pada masa penjajahan Belanda tahun 1908 didirikan Artillerie ContructieWinkel (ACW) di Surabaya. Pada tahun 1923 ACW dipindahkan ke Bandung danACW berganti nama menjadi Artillerie Inrictigen (AI). Sedangkan pada masapenjajahan Jepang pada tahun 1942 menjelang kemerdekaan, ACW digantinamanya menjadi Dai Khi Kozo (DIK) dan setelah kemerdekaan DIK digantinamanya menjadi Ledger Productie Bredjuen (LPB) dibawah NICA pada tahun1947. Dengan adanya penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda kepadaPemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950, maka instalasi inidiserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950tepatnya pada tanggal 29 April 1950, diganti namanya menjadi Pabrik Senjata danMesin (PSM). Peristiwa ini kemudian dijadikan sebagai hari lahirnya PabrikSenjata dan Mesin (PSM). Pada tahun 1958 Pabrik Senjata dan Mesin diubah namanya menjadi PabrikAlat Peralatan Angkatan Darat (PABAL – AD).Dalam produksinya tidak hanyamemproduksi senjata tetapi juga memproduksi kebutuhan lainnya untuk AngkatanDarat.Dengan adanya perkembangan dalam bidang produksi pokok yangdisesuaikan dengan prinsip – prinsip pengolahan industri mutakhir, maka tahun1962 PABAL – AD diubah menjadi Perindustrian TNI Angkatan Darat(PINDAD).Secara keseluruhan PINDAD baru beroperasi penuh pada tahun 1968.Pada tanggal 29 April 1983 55 PINDAD beralih menjadi Badan Usaha Milik Negara(BUMN) dengan nama PT.PINDAD (Persero). Tahun 1989 Pemerintah membentuk Badan Pengelola Industri Strategis(BPIS) dan PT.PINDAD dibawah pembinaannya atau menjadi BUMN Industristrategis. Tahun 1998 BPIS dibubarkan oleh Pemerintah dan pada tahun yangsama pemerintah mendirikan BUMN dengan nama PT.Prakarya Industri Strategis,dimana PT.PINDAD menjadi anak perusahaan PT.Prakarya Industri Strategis. Pada tahun 1999 PT.Prakarya Industri Strategis berganti nama menjadi PT.Bahana Prakarnya Industri Strategis (Persero). Pada tahun 2002, PT.BPIS(Persero) dibubarkan oleh Pemerintah, dan sejak saat itu PT.PINDAD beralihstatus menjadi PT.PINDAD (Persero) yang langsung dibawah pembinaanKementrian BUMN hingga sekarang. Dilihat dari produksinya, PT.PINDAD terdiri atas dua direktorat, yaitu Direktorat Militer dan Direktorat Produk Komersial.Direktorat Produk Militer terdiri atas Divisi Amunisi, Divisi Senjata, serta Unit Bisnis Workshop dan Prototipe.Sedangkan Direktorat Produk Komersial terdiri atas Divisi Mekanik, Listrik, Forging dan Pengecoran serta Unit Bisnis Tool Shop, Stamping dan Laboratorium. Walaupun saat ini PT.PINDAD mengalami beberapa permasalahan seperti mesin-mesin pendukung yang usianya sudah cukup tua (rata-rata di atas 43 tahun) sehingga kurang mampu untuk meningkatkan produksi. Ketersediaan bahan baku untuk amunisi sebesar 80 persen yang harus 56 diimpor dari berbagai negara seperti Belgia,India, Taiwan, karena di Indonesia belum dapat menghasilkan bahan baku yang berkualitas, dan masalah keterbatasan kualitas SDM. Namun demikian, perkembangan PT.PINDAD untuk mendukung terciptanya kemandirian industri pertahanan semakin memperlihatkan kinerja yang cukup baik. Hal ini terlihat dari upaya inovasi produk dan kemitraan strategis yang di jalin PT.PINDAD Indonesia dengan para stake holders. PT.PINDAD, sesuai dengan kebijakan pemerintah akan fokus dan terus melaksanakan usaha terpadu di bidang peralatan industri yang mendukung pertahanan dan keamanan negara. Hingga saat ini seluruh produksi PT.PINDAD telah mendapatkan pengakuan Internasional lewat standar-setandar resmi, misalnya pada Divisi Amunisi yang telah melalui berbagai pengujian sesuai standar North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan militer Amerika Serikat. Selain itu Divisi ini juga telah mendapatkan sertifikat ISO 9001 dari SGS YearslyInternational Certification Servoce Ltd, Inggris, pada tahun 1994. Sementara itu, Divisi Senjata yang bertempat di Bandung terus berupaya untuk berkembang dengan fasilitas yang terus di mutahirkan.Fasilitas yang ada saat ini membuat Divisi Senjata dapat melakukan semua aktivitas, dari desain, manufaktur, pengembangan, pengujian, hingga bantuan teknis kepada pemakai semua produknya.Kegiatan desain sudah dilakukan dengan bantuan alat-alat modern.Computer-aided design dan simulasi dilakukan oleh computer 57 tersendiri dalam sebuah laboratorium sebagai bagian dari kegiatan desain itu sendiri. Hingga saat ini divisi senjata telah berhasil memebuat berbagai macam senjata api dengan berbagai varian peluru, dan paling terbaru saat ini yaitu senapan serbu SS-2 yang merupakan contoh dari affirmative policy pemerintah dalam mendukung kemandirian industry pertahanan. Selain berbagai macam senapan PT.PINDAD juga telah menguasai teknologi kendaraan lapis baja pengangkut pasukan (armored personal carrier) atau yang saat ini dikenal dengan nama Panser ANOA. Kendaraan ini merupakan kendaraan lapis baja yang tahan peluru dengan desain monocoque, ANOA saat ini hadir dengan berbagai varian di antaranya: ANOA varian logistik, medis. Mortar hingga recovery unit. Dalam catatan manajeman PT. PINDAD pesanan kendaraan tempur jenis ANOA yang dipesan oleh pemerintah lewat wakil presiden Jusuf Kalla sebanyak 150 unit dengan harga senilai Rp.1,1 Triliun merupakan pesanan terbesar sejak perusahaan ini berdiri sebagai perseroan pada 29 April 1983. Hinggah saat ini Panser ANOA telah di produksi mencapai kurang lebih 260 unit kendaraan dengan berbagai varian yang dibuat sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pelanggan dan panser ini telah diakui kehebatannya didunia,(PT.PINDAD, 2015)hingga saat ini Panser Anoa milik PT.PINDAD Indonesia masih digunakan dalam misi perdamaian PBB misalnya di Lebanon dan Negara-negara konflik lainnya. 58 Strategi PT.PINDAD ke depan, ada tiga hal, pertama, integrasi bisnis dengan menjadikan bisnis peralatan tempur sebagai backbone, mengupayakan substitusi impor persenjataan, mengembangkan bisnis komersial yang terkait teknologi militer dan meninggalkan bisnis peralatan industrial yang tidak menguntungkan dan sulit dikembangkan. Kedua, fokus pengembangan yakni persenjataan untuk kavaleri dan artileri.Ketiga, membangun keunggulan operasional melalui perbaikan lini produksi khususnya senjata, restrukturisasi system atau proses bisnis, restrukturisasi permodalan, restrukturisasi sumber daya manusi dan aliansi strategis dengan industry dalam negeri dan luar negeri.(Suara Pembaharuan, 2011) Dengan strategi di atas diharapkan PT.PINDAD, tahun 2023 akan menjadi salah satu produsen senjata terkemuka di Asia. 2. FNSS Defense Systems Turki FNSSDefence Systems Turki adalah perusahaan patungan antara Nurol Holding Turki dengan BAE Systems Land and Armament berbasis di Amerika Serikat, dengan saham mayoritas milik perusahaan Turki sebesar 51% dan 49% milik BAE Systems,Incdengan fasilitas yang terletak di Golbasi, Ankata, Turki.(Jakarta Greater, 2015) FNSS Defense Systems merupakan pabrikan kendaraan lapis baja Turkiyang telah menguasai teknologi tracked propulsion system (kendaraan beroda trek seperti pada tank), teknologi inilah yang membuat FNSS dapat membuat berbagai macam jenis tank, mulai dari tank kelas ringan atau medium tank hingga tank kelas berat atau dapat disebut dengan Main Battle 59 Tank, dan pabrikan ini juga telah membuat berbagai kendaraan tempur lapis baja, angkut personel dan berbagai sistem senjata lainnya sesuai dengan standar NATO yang hingga saat ini digunakan untuk angkatan bersenjata Turki dan Sekutu. FNSS Turki didirikan melalui UU No.3238 pada tanggal 7 November 1985,langkah pertama pembentukan FNSS melalui joint venture ang ditentukan melalui nota kesepahaman yang ditandatangani pada 24 Juli 1986 antara Nurol Insaat ve Ticaret A.Ş. dan FMC Corporation. FNSS Defense System merupakan pembuat armoured personnel carrier (APC) PARS roda 6 x 6 dan 8 x 8 berkemampuan amphibi dengan bobot 16 – 24 ton. FNSS juga pembuat infantry fighting vehicle IFV ACV 300 (tracked) berbobot 14 ton, turunan M113 USA. ACV 300 juga memiliki varian baru yakni ACV S yang lebih panjang (Stretched) dengan penggerak rantai 6 roda, sementara ACV 300 rantai 5 roda. FNSS juga telah memiliki sertifikasi mutu AQAP-2110 oleh NATO, ISO 9001-2008 oleh Bureau Veritas, dan 4 Star-2012 oleh EFQM. Sebelum bekerjasama dengan Indonesia, FNSS Turki telah bekerjasama dengan Malaysia dalam membuat DEFTECH atau AV-8, yang merupakan pengembangan dari PARS 8×8 Turki. Selain itu Malaysia juga bekerjasama dengan FNSS membuat ACV- Adnan berdasarkan ACV 300 Turki. Visi FNSS adalah menjadi nomor satu pemasok solusi sistem tempur lahan untuk Angkatan Bersenjata Turki dan pemasok lokal pilihan untuk angkatan bersenjata lainnya di seluruh dunia. Untuk mencapai visi tersebut, 60 FNSS mendesain, mengembangkan, memproduksi, dan disesuaikan dengan kemauan konsumen, termasuk kualitas dan harga yang terjangkau merupakan solusi FNSS dalam menawarkan sistem tempur kepada para pelanggan domestik maupun internasional. E. Kerjasama PT.PINDAD Indonesia dengan FNSS Turki dalam bidang pertahanan (Pembuatan Tank Medium) Perkembangan geostategis kawasan Asia Pasifik memperlihatkan 3 (tiga) tren utama, yaitu meningkatnya kebijakan pertahanan; meningkatnya tingkat kecanggihan matra udara,laut dan darat; dan semakin tingginya keinginan maupun usaha negara kawasan menuju kemandirian pertahanan. Tren-tren tersebut diperkirakan akan terus berjalan selama beberapa dekade kedepan, dikarenakan negara di kawasan ini mengambil kebijakan keamanan komprehensif dengan kerangka jangka panjang. Oleh karena itu pada Rencana Strategis II dalam bidang pertahanan, pemerintah Indonesia telah membuat keputusan bahwa dalam renstra II kali ini lebih di fokuskan pada kemandirian industri pertahanan nasional untuk dapat membuat Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) yang lebih maju dan modern, pemerintah beranggapan bahwa penguasaan teknologi dalam system pertahanan di Indonesia harus terus menjadi perhatian. Khususnya para industri pertahanan dalam negeri yang harus mengupayakan penguasaan dan peningkatan teknologi pertahanan agar dapat membuat Alutsista nasional. 61 Revitalisasi industri pertahanan nasional yang ada pada renstra IImengacu pada UU No.16/Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan, pemerintah telah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang bertugas untuk mengkordinasikan perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan nasional Industri Pertahanan.(praturan presiden republik indonesia tentang organisasi, 2013) Pada Desember 2014, Presiden Joko Widodo meminta agar industri pertahanan bangkit dan berharap mimpi sejak Presiden pertama Soekarno ini bisa tercapai dan terlaksana.Anggota KKIP bidang teknologi, Laksamana Muda (purn) Rachmad Lubis menilai kemandirian sangat berdampak besar terhadap negara baik dari segi ekonomi hingga keluar dari ketergantungan pihak luar. Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) menyusun tujuh program nasional industri pertahanan yang mencakup: Pengembangan Jet Tempur KF-X / IF-X; Pembangunan Kapal Selam; Pembangunan Industri Propelan; Pengembangan Roket Nasional; Pengembangan Rudal Nasional (peluru kendali); Pengembangan Radar Nasional dan Pengembangan Tank Sedang (medium tank).(Falah, 2015) Berdasarkan ketujuh program tersebut, PT.PINDAD Indonesia dipercayakan oleh pemerintah untuk mengerjakan pengembangan Medium Tank bersama dengan industri pertahanan asal Turki yaitu FNSS Defense Systems yang merupakan produsen senjata terkemuka di Turki dan bahkan di Eropa. Medium Tank di pilih dalam kerjasama pertahanana kedua negara 62 tersebut dikarenakan jenis tank ini telah banyak dipakai di beberapa negara dan juga sangat dibutuhkan oleh TNI AD sebagai alutsista dalam menjalankan pengamanan wilayah nasional Republik Indonesia. Awal mula kerjasama tersebut terjadi pada tanggal 28 Juni – 1 Juli 2010, saat presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan kenegaraan ke Turki atas undangan Presiden Turki pada saat itu. Dalam kunjungan tersebut ditandatangani delapan perjanjian kerjasama di bidang tenaga kerja, industri kecil dan menengah, pertukaran budaya, pertukaran program dan berita, kerjasama teknik, kerjasama penanaman modal dan terakhir dalam bidang Industri Pertahanan.(Kementerian Luar Negeri, 2012) Kerjasama dalam Bidang Industri Pertahanan tersebut melahirkan kerjasama joint development medium tankyang telah dimulai pada 29 Juni 2010 silam setelah Kementerian Pertahanan kedua negara menandatangani persetujuan kerjasama industri pertahanan (Defence Industry Cooperation) di Ankara Turki, dalam kesepakatannya Turki dan Indonesia akan melaksanakan pengembangan Medium Tank bersama yang dilaksanakan oleh industri pertahanan FNSS Turki dan PT.PINDAD. Sebagai tindak lanjut dari kerjasama tersebut, telah ditandatangani MoU antara PT PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki yang kemudian lebih rinci dituangkan dalam Protocol on Defence Industry Cooperation antara Kementrian pertahanan RI dan Kementrian pertahanan Turki pada 7 April 2011 di Jakarta. (militerhankam, 2014) Perwakilan Kementrian pertahanan RI 63 diwakili oleh Sesditjen Potensi Pertahanan Kemenhan Brigjen Santoso, sedangkan perwakilan Turki yang melakukan penandatangan kontrak adalah Head of International Cooperation Departement of SSM Ministry of Defence Turki, Abdullah Erol Aidin. Kerja sama itu menggunakan investasi senilai 30 juta dolar AS atau sekitar Rp 400 miliar. Sedangkan untuk durasi pembuatan yang direncanakan selama tiga tahun untuk dua prototype, yang akandikerjakan oleh ahli dari FNSS sedangkan PT.PINDAD akan mengirimkan pula tim ahli untuk mempelajari dan menguasai teknik-teknik pembuatan Medium Tank. Melalui transfer teknologi ini, setelah satu tank selesai dibuat di Turki dengan mengikutsertakan tenaga ahli nasional dari PT.PINDAD, satu tank lagi akan dibuat di PT.PINDAD Indonesia.(detikNews, 2014) Selanjutnya PT PINDAD melakukan riset dengan pengguna dalam hal ini Pusat Kesenjataan Kavaleri (Pussenkav) TNI AD untuk mendapatkan masukan kebutuhan kavaleri akan Tank Medium. Pada tanggal 4 April 2013 dilakukan rapat koordinasi implementasi kerjasama RI-Turki dalam pengembangan Tank Medium di PT. PINDAD Bandung. Selanjutnya pada tanggal 7 Mei 2013 dilaksanakan Bilateral Meeting ke-2 Defense Industry Coopration di Turki yang menghasilkan kesepakatan pendanaan bersama program joint development Tank Medium. Selanjutnya bulan Juli 2013 dilaksanakan presentasi bersama PT. PINDAD dan FNSS mengenai proposal 64 rencana dan anggaran joint medium tank development di Kantor Potensi Pertahanan Kementrian Pertahanan. Tanggal 4 Desember 2013 pada pameran Bridex di Brunei Darussalam dilakukan pertemuan antara perwakilan kedua negara yang diantaranya membicarakan pembangunan joint medium tank dan komitmen kedua pemerintah atas program tersebut.(Artileri, 2014) Kemudian dalam tahapan selanjutnya di tahun 2014 kedua negara sepakat untuk mendesain platform tank yang khusus dibuat untuk TNI dan untuk Turki yang akan dimulai dari pendidikan sumber daya manusia, pembentukan teknologi, hingga pada tahap produksi dan pengetesan alutsista.(Gifari, 2014) Perkembangan terakhir dalam proses kerjasama pembuatan tank medium tersebut PT.PINDAD dan FNSS memperliharkan secara resmi menampilkan desain mockup medium tank yang di kembangkan bersama tersebut dalam acara pameran alat pertahanan Indo Defense di JIExpo Kemayoran yang ke-7 tahun 2016.(Jakarta Greater, 2016) Kedua perusahaan tersebut memberi label proyek medium tank ini sebagai Modern Medium Weight Tank (MMWT). Kepala Divisi Pengembangan Proses PT PINDAD Hery Mochtadi mengatakan “saat ini pengembangan medium tank telah masuk proses pembuatan Hull di Turki untuk prototipe pertama. Pada bulan Desember 2016 beberapa komponen body kit hullnya akan di kirim ke Indonesia untuk dirakit oleh PT.PINDAD, Jadi secara produknya 65 masih disekitaran 30%. tetapi untuk desain Tank Medium telah rampung hingga 95% tinggal fabrikasinya”.(Lubis, 2016) Kepala Divisi Pengembangan Proses PT Pindad Hery Mochtadi menambahkan bahwa “untuk tahun ini PT.PINDAD telah mengirim beberapa tim ahli. Dari tim engineering 20 orang telah selesai dan saat ini yang dikirim oleh PT.PINDAD adalah tim manufaktur 4 orang. Nanti akhir November kita akan kirim lagi 3 orang. Target PT.PINDAD kira-kira 50 orang akan dilatih dari sisi engineering, manufacture sampai quality untuk bisa menangani proyek ini”.(Lubis, 2016) Kerjasama tersebut nantinya akan melahirkan purwarupa atau prototype medium tank, yang dimana kedua negara akan membuat purwarupa yakni 1 unit di Indonesia dan 1 unit di Turki. Setelah lahir purwarupa, proses selanjutnya adalah melakukan tahap pengujian dan sertifikasi. Proses untuk menghasilkan purwarupa, pengujian hingga sertifikasi memakan waktu selama 3 tahun. Yang artinya produksi massal medium tank buatan industri nasional Indonesia baru dilakukan pada tahun 2017. 1. Spesifikasi Modern Medium Weight Tank (MMWT) dengan Tank-Tank Lain Milik TNI AD saat ini Tank mempunyai berbagai macam klasifikasi, ada pendekatan berat tank maupun pendekatan seberapa besar kaliber meriamnya, jika di lihat dari beratnya sebagai berikut: (1) Light Tank memiliki berat kurang dari 15 66 Ton; (2) Medium Tank memiliki berat 15-30 Ton; dan (3) Main Battle Tankmemiliki berat diatas 30 Ton. Sedangkan dari sisi besaran kaliber meriam, tank terbagi dalam beberapa kategori yaitu meriam 30mm, 90mm, 100mm, 105mm, dan 120mm.(Jakarta Greater, 2016) Gambar 1. Jenis Tank dilihat dari berat dan ukuran kaliber meriamnya. Sumber: (Garuda Militer, 2012) Kerjasama yang dilakukan oleh PT.PINDAD dan FNSS yaitu tank dengan jenis Medium Tank, Medium Tank inidiberi label proyek Modern Medium Weight Tank (MMWT) dan kedua perusahaan tersebut telah mengeluarkan secara resmi spesifikasiModern Medium Weight Tank (MMWT) sebagai berikut. Spesifikasi yang pertama yaitu mesin, mesin yang digunakan merupakan mesin diesel powerpack dengan performa tinggi, diperkirakan dapat melaju dengan kecepatan maksimum 70 km per jam, sementara jarak jelajahnya hingga 450 km. Di tambah dengan sistem transmisi otomatis, 67 MMWT inimempunyai power to weight ratio 20hp/ton. Bobot kotor MMWT ditaksir mencapai 35 ton dengan ukuran bodynya memilikidimensi panjang 7 meter, lebar 3,2 meter, dan tinggi 2,7 meter. Tank ini mampu mengangkut 3 personil yang terdiri dari juru kemudi, juru tembak, hingga pemberi komando. Gambar 2. Ukuran Modern Medium Weight Tank (MMWT) Pindad dan FNSS Sumber: (ARMY RECOGNITION, 2016) Gambar 3. Mesin Diesel 20 hp/ton powerpack Modern Medium Weight Tank (MMWT) Sumber: (JakartaGreater, 2016) 68 Gambar 4. Kapasitas Crew Modern Medium Weight Tank (MMWT) Sumber: (JakartaGreater, 2016) Tank medium ini juga akan dibekalimeriam kaliber 105 mm CMI (Cockerill Maintenance & Ingenierie SA Defense) dari Belgia. Meriam ini dilengkapi dengan sistem pengisian otomatis, sistem kendali tembakan yang terkomputerisasi, sistem penjejak sasaran berbasis laser dan sistem pengintaian panorama.jenis meriam CMI yang akan dipasang adalah tipe CT-CV 105HP. Tipe meriam ini mampu melepaskan aneka proyetil, sedangkan laras CT-CV 105HP juga dapat memuntahkan rudal anti tank, yakni Falarick 105. Rudal yang masuk segmen Gun-Launched Anti-Tank Guided Missile (GLATGM) ini dapat mengenai sasaran sejauh 5.000 meter.Falarick 105 juga mampu membawa hulu ledak tandem hollow charge. Rudal seberat 25,2 kg ini dipandu dengan sistem semi otomatis lewat laser beam. Waktu yang dibutuhkan untuk terbang menyasar ke sasaran sekitar 17 detik. Falarik 105 punya panjang 1015 mm dengan 69 kaliber 105 mm. Temperatur operasional rudal ini di rentang -40 hingga 60 derajat Celcius.(IndoMiliter) Gambar 5. Meriam Modern Medium Weight Tank (MMWT) Pindad-FNSS Sumber: (JakartaGreater, 2016) Selain dibekali meriam 105 mm MMWT ini juga memiliki kubah meriam yang dibekali turret stabilized system dengan gyro stabilizer dan firing control system yang mengadopsi komputer balistik. Untuk mengunci sasaran, gunner dibantu dengan auto target locking system.Yang dimana dapat mempermudah dalam olah pertempuran, juga ada pemilihan sasaran secara otomatis lewat hunter killer system.Dan bahkan dibekali IFF (identification friend or foe). Disamping kiri laras meriam dipasang senapan mesin sedang coaxial kaliber 7,62 mm atau SMB (senapan mesin berat) kaliber 7,62 mm. Di bagian atas tengah kubah, ada lagi senapan mesin sedang kaliber 7,62 mm. Tapi senjata ini dioperasikan secara RCWS (remote control weapon 70 system). Sedangkan untuk proteksi, diluar kubah dilengkapi dengan pelontar granat asap kaliber 40 mm (4 buah di kanan dan 4 buah di kiri). Gambar 6.Senapan mesin Modern Medium Weight Tank (MMWT).(JakartaGreater, 2016) Selain proteksi berupa tabir asap, lapisan baja yang terdapat pada kubah ditunjang proteksi dengan standar STANAG 4569, pilihannya hingga level 4 dan level 5. Secara keseluruhan body kit hull medium tank PINDAD dan FNSS ini disiapkan untuk mampu menahan terjangan proyektil kaliber 30 mm. Guna melindungi keselamatan para awak didalamnya, selain itu juga tersedia laser warning dan proteksi maksimal pada ancaman bahaya kontaminasi nuklir, biologi dan kimia. 71 Gambar 7.Lapisan baja pada Modern Medium Weight Tank (MMWT). Sumber:(JakartaGreater, 2016) Berikut ini merupakan spesifikasi beberapa jenis tank yang lebih dulu telah dimiliki oleh TNI Angkatan Darat dalam memperkuat dan menjaga NKRI. Foto 1. Tank Scorpion milik RI. Sumber: (IndoMiliter, 2009) Spesifikasi Tank Scorpion : Kru 3 orang Panjang 4.9 meter Lebar 2.24 meter Tinggi 2.1 meter Berat 8.07 ton Suspensi torsion-bar 72 Kecepatan di jalan 80 kilometer/jam Persenjataan : Senjata utama Meriam 76 mm L23A1 Senjata kedua Senapan Mesin Coaxial 7.62 mm L37A1 Perisai 12.7 Daya Jelajah : Mesin diesel Cummins BTA 5.9 190 hp (142 kW) Tenaga 190 / 142 kW Daya Jelajah 644 km Foto 2. Tank AMX-13 milik RI. Sumber: (IndoMiliter, 2009) Spesifikasi AMX-13: Tipe : tank ringan Produsen : Atelier de Construction d’Issy-les-Moulineaux Berat kosong : 13.7 ton Berat tempur : 14.5 ton Panjang : 6.35 meter Lebar : 2.51 meter Tinggi : 2.35 meter Awak : 3 orang (komandan, penembak dan pengemudi) Persenjataan: Meriam : 75 mm / 90 mm / 105 mm – 75 mm dengan 32 amunisi. 73 Senapan mesin : kaliber 7,62 mm dengan 3600 peluru Mesin : SOFAM Model 8Gxb 8-cyl. water-cooled petrol 250 hp (190 kW) – kini sudah dilakukan upgrade dengan mesin diesel buatan Detroit. Suspensi : torsi bar Jarak tempuh : 400 km Kecepatan : 60 km per jam Sumber: (IndoMiliter, 2009) 74 BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN PT.PINDAD INDONESIA DAN FNSS DEFENSE SYSTEMS TURKI TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TEKNOLOGI ALUTSISTA PERTAHANAN INDONESIA A. Peluang kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki dalam peningkatan kualitas teknologi alutsista Indonesia Dalam rencana pembangunan postur alutsista dan industri pertahanan berdasarkan konsep Revolution in Military Affairs pemerintah mengaitkan rencana pengembangan postur alat utama system persenjataan (Alutsista) dengan program pencapaian kemandirian industri pertahanan nasional. Industri pertahanan nasional sendiri yang akan meningkatkan kualitas teknologi alutsista Indonesia kedepannya, hal tersebut merupakan perencanaan dari Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang telah menyusun tujuh program pertahanan nasional yang harus segara dibangun teknologinya oleh industri pertahanan nasional, yaitu program pesawat tempur, kapal selam, industri propelan, roket, peluru kendali, radar, dan medium tank. Rencana pembanguanan pertahanan Indonesia dalam bidang pertahanan berdasarkan konsep Security Dylemma yaitu dilihat dari kemajuan system militer negara lain didunia khususnya negara-negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia yang telah mendorong pemerintah untuk mengembangkan 75 sistem pertahanan berbasis teknologi, hal tersebut bertujuan untuk memperkuat pertahanan Indonesia yang masih tertinggal system pertahanannya dengan negara-negara lain. Kemampuan system pertahanan Turki yang diakui dunia internasional, telah membuat Indonesia untuk mengadakan kerjasama dengan Turki dalam meningkatkan kualitas teknologi alutsista pertahanannya. Ketakutan sebuah negara dalam perkembangan teknologi negara lain menjadikan ancaman tersendiri terhadap sebuah negara untuk ikut mengembangkan kemapuan negaaranya. Sesuai dengan konsep Security Dylemma yang diartikan sebagai perlombaan senjata dikemukakan oleh Barry Buzan, terjadi dorongan militer terhadap sebuah negara yang merasa terancam untuk mempertahankan kekuatannya dengan meningkatkan jumlah teknologi militer. Maka Indonesia dan Turki sepakat untuk bersama-sama mengembangkan dan memproduksi medium tank. Berdasarkan kesepakatan itu, salah satu BUMN pembuat alutsista Indonesia yaitu PT. PINDAD akan bekerjasama dengan FNSS Defence Systems Turki yang merupakan pabrikan kendaraan lapis baja Turki yang memiliki teknologi dalam pembuatan kendaraan tempur jenis Tank. Melihat adanya pergadangan internasional yang terjadi di era globalisasi, membuat pemerintah Indonesia mulai mengembangkan industri pertahanannya agar dapat meningkatkan akselerasi pembangunan industri pertahanannya, dimana industri pertahanan tersebut memungkinkan untuk 76 beroperasi dalam ruang lingkup lintas-batas negara, sehingga perusahaan dapat mencari segala sumber daya yang dibutuhkan dengan biaya yang lebih efisien, dari bahan mentah sampai tenaga kerja. Hal tersebut juga dilakukan oleh PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Turki dalam kerjasama pengembangan dan pembuatan tank medium, demi meningkatkan kualitas teknologi alutsista Indonesia. Jika diliahat dari skala ekonomis, suatu perusahaan dikatakan feasible secara ekonomi apabila mampu memproduksi output dalam jumlah besar dengan biaya produksi yang efisien. Fisibilitas ini lebih dikenal dengan skala ekonomis, artinya perusahaan memiliki skala ekonomis bila mampu menekan biaya produksi seiring dengan bertambahnya output produksi. PT.PINDAD juga dapat di masukkan kedalam feasible jika pada kerjasama ini PT.PINDAD dapat menguasai teknologi tersebut dan memproduksi tank medium nasional dan dapat dipasarkan ke negara-negara didunia yang memiliki ketertarikan dengan tank medium hasil buatan PT.PINDAD. Dalam konsep Revolution in Military Affairs negara akan membangun kualitas teknologi pertahanan jangka panjang, yang dimana perkembangannya terus menerus meningkatkan mutu dan kualitas teknologi persenjataan industri pertahanan dalam negeri untuk memberikan perlindungan dan menjaga kedaulan negaranya dari ancaman teknologi alutsista negara lain, dikerenakan perkembangan teknologi dunia yang juga terus berjalan dan berkembang tiap 77 waktunya yang membuat teknologi dalam bidang pertahanan ikut bergerak maju. Berikut ini merupakan beberapa peluang kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki dalam pengembangan dan pembuatan Tank Medium khususnya untuk peningkatana kualitas teknologi Alutsista Indonesia: (1) FNSS Defense Systems Turki telah memiliki teknologi tracked propulsion systems (teknologi yang dipakai dalam pembuatan tank) dengan standar NATO, (Artileri, 2013) dimana peluang Indonesia dapat belajar banyak mengenai teknologi yang dibutuhkan dalam mengembangkan dan memproduksi sebuah tank ukuran medium dengan standar NATO sebagai alutsista yang dibutuhkan oleh TNI khususnya angkatan darat Indonesia saat ini dan menjawab segala tantangan TNI dalam menghadapi segala situasi yang dapat mengancam kedaulatan Indonesia di daerah-daerah perbatasan darat dengan negara lain. Selain itu Turki merupakan salah satu negara yang lebih terbuka dan menerima bentuk kerjasama dengan Indonesia dalam konteks kerjasama pemindahan teknologi (TOT), yang dimana Indonesia berpeluang untuk mendapatkan teknologi pembuatan tank medium dari FNSS Turki, dikarenakan kedua negara mempunyai sejarah hubungan bilateral yang sangat baik dan keduanya memiliki beberapa kesamaan yang merupakan negara demokrasi dengan mayoritas penduduk Islam terbesar di dunia, anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), anggota D8 (Komunitas Islam untuk perekonomian 78 dan pembangunan) dan G20. (F.Malau, 2010) Dengan adanya kerjasama antar industri pertahanan kedua negera tersebut akan dapat meningkatkan hubungan bilateral di berbagai bidang selanjutnya. (2) Dengan adanya kerjasama pengembangan dan pembuatan tank medium yang memakai metode transfer of technology (TOT) tersebut akan dapat menambah kemampuan PT.PINDAD Indonesia dalam membuat alutsista tank medium, dengan teknologi tersebut PT.PINDAD dapat mendesain, berinovasi dan mengkombinasikan teknologi tersebut dengan kebutuhan TNI / Polri dalam menjalankan tugasnya, atau pun memproduksi untuk di pasarkan keluar negeri. PT PINDAD sendiri sejauh ini telah mampu menghasilkan sejumlah produk canggih, di antaranya, kendaraan tempur Anoa dan Komodo. (PINDAD, 2016) Dengan bertambahnya kemampuan PT.PINDAD dalam pembuatan Tank Medium tersebut akan dapat mengurangi kebergantungan Indonesia terhadap produk alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari luar negeri dan dapat meningkatkan kualitas teknologi alutsista Indonesia. (3) Indonesia memiliki sumber daya yang tinggi, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia, dimana dalam pelaksanaannya sumber daya sangat penting dalam pengembangan dan produksi suatu industri khususnya industri pertahanan. Maka apabila Indonesia dapat menguasai teknologi pembuatan tank medium tersebut, maka PT.PINDAD kedepannya dapat mengunakan sumber daya baik SDM maupun SDA yang di miliki Indonesia, misalnya pada sumber daya alam Indonesia yang berlimpah dapat di 79 dikelola langsung dan menjadikannya sebagai salah satu komponen dalam pembuatan alutsista, sedangkan SDM dapat dipekerjakan dengan cara membuka perluasan lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja oleh PT.PINDAD Indonesia. (4) Skala Ekonomis PT.PINDAD Indonesia dapat dikatakan feasible secara ekonomi apabila mampu memproduksi hasil kerjasama kedua industri pertahanan ini yaitu tank medium dalam jumlah besar dengan menetapkan biaya produksi yang efisien. Fisibilitas ini lebih dikenal dengan skala ekonomis, artinya perusahaan memiliki skala ekonomis bila mampu menekan biaya produksi seiring dengan bertambahnya output produksi. Oleh sebeb itu apabila PT.PINDAD dapat memproduksi tank medium hasil rancangan sendiri dengan biaya yang lebih murah dan diproduksi dalam jumlah yang besar akan menghasilkan nilai keuntungan yang tinggi bagi PT.PINDAD Indonesia kedepannya (5) PT.PINDAD Indonesia juga berpeluang mendapatkan bantuan dari perusahaan BUMN maupun swasta untuk mendapatkaan keperluan tambahan dana maupun sumber daya lainnya yang merupakan hasil regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memudahkan PT.PINDAD Indonesia dalam pembuatan alutsista khususnya tank medium yang sedang dikembangkan demi kemandirikan industri pertahanan dan meningkatkan kualitas teknologi alutsista indonesia, dalam hal ini pemerintah dapat membuat pohon industri yang dimana industri pertahanan nasional akan terbagi menjadi beberapa 80 bagian, mulai dari industri utama, industri komponen, industri material dan industri R&D. Dimana kesemua industri tersebut saling berkesinambungan, saling melengkapi dan saling menguntungkan. Hal tersebut akan dapat menjalankan misi dan visi masing-masing industri nasional tersebut dengan lancer atas kebijakan pemerintah, selain itu pemerintah dapat berperan sebagai pemilik modal bagi industri pertahanan untuk menciptahan kemajuan industri pertahanan dan mengembangkan alutsista-alutsista yang lebih modern dan memiliki spesifikasi yang diinginkan oleh pihak user (kavaleri TNI AD). (6) Pemerintah juga sebagai pengguna, dimana pemerintah akan memesan hasil produksi PT.PINDAD dengan jumlah banyak yang di sesuaikan dengan kebutuhan kavaleri TNI AD, yanag dimana tank medium ini memiliki kemampuan yang mendekati level tank berat atau main battle tank (MBT) tetapi memiliki bobot lebih ringan dari pada MBT sehingga dapat berjalan di medanmedan sulit yang ada dikawasan Indonesia. selain itu Tank tersebut nantinya dapat menjalankan atau bahkan menggantikan tugas tank ringan milik TNI AD yang telah tua seperti Tank Scorpion dan Tank AMX-13. Pemerintah sebagai pemilik modal bagi industri pertahanan untuk menciptahan kemajuan industri pertahanan dan mengembangkan alutsista-alutsista yang lebih modern dan memiliki spesifikasi yang diinginkan oleh pihak user (kavaleri TNI AD). 81 Selain peluang-peluang yang didapat oleh Indonesia khususnya PT.PINDAD, FNSS Defense Systems Turki sendiri memiliki beberapa peluang dalam kerjasama tersebut yaitu: (1) FNSS Defense Systems Turki akan mendapatkan keuntungan financial dari hasil penjualan teknologi pembuatan tank kepada pihak Indonesia khususnya PT.PINDAD Indonesia. Selain itu FNSS juga berpeluang untuk memperluas pasar hingga ke Asia Tenggara. Dari keseluruh peluang yang ada di atas tersebut akan memberikan point lebih bagi kemajuan industri pertahanan Indonesia dan menambah spesifikasi PT.PINDAD selaku industri pertahanan Indonesia dalam pengembangan teknologi alutsista Indonesia yaitu memproduksi sendiri tank kelas medium dengan kemampuan dan teknologi yang memadai. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap peringkat pertahanan Indonesia di mata dunia, selain itu tank ini juga nantinya akan menjadi alutsista andalan bagi pihak TNI AD untuk menjalankan tugas-tugasnya dalam melindungi wilayah kesatuan republik Indonesi. Hal tersebut menjawab tantangan pertahanan Indonesia di mana pada masa ini berbagai konflik sedang terjadi di dunia internasional, mulai dari perkembangan jaringan teroris di timur tengah, masalah laut china selatan yang belum ada jalan keluarnya maupun penempatan pangkalan-pangkalan militer barat yang terletak di sekeliling wilayah Indonesia, inilah yang menyebabkan 82 pertahanan Indonesia harus terus di tingkatkan dari segi jumlah maupun kualitas alutsistanya. Selain itu, kedepannya Indonesia akan mampu mengembangkan industri pertahanannya dengan memanfaatkan iptek hasil kerjasama ini, hal tersebut memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap pemenuhan kebutuhan produk industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap produk industri luar negeri yang padagilirannya akan mendorong kemajuan ekonomi bangsa dan meningkatkan daya saing Indonesia. B. Tantangan kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki dalam peningkatan kualitas teknologi alutsista Indonesia Dalam kerjasama PT.PINDAD Indonesia dan FNSS Defense Systems Turki terdapat beberapa tantanganyang membuat pengembangan dan pembuatan prototype tank medium yang dikerjakan kedua industri pertahanan tersebut dapat terganggu,berikut ini merupakan tantangan-tangangan yang mungkin terjadi pada saat proses kerjasama ini berlangsung, (1) Kemandirian industri pertahanan khususnya dalam pengadaan teknologi pendukung, material dan komponen, yang dimana industri pertahanan Indonesia khususnya PT.PINDAD masih kurang dalam hal-hal tersebut, misalnya saat ini PT.PINDAD mengalami beberapa permasalahan seperti mesin-mesin pendukung yang usianya sudah cukup tua (rata-rata di atas 43 83 tahun) sehingga kurang mampu untuk meningkatkan produksi. Selain itu PT.PINDAD harus lebih dulu mengimport dari luar jenis-jenis komponen yang tidak tersedia didalam negeri. dikarenakan Indonesia belum dapat menghasilkan bahan baku yang berkualitas, dan juga masalah keterbatasan kualitas SDM. Inilah yang dapat menyebabkan tantangan tersendiri bagi PT.PINDAD terhadap kerjasama pembuatan tank medium dengan FNSS Turki yang memerlukan berbagai macam komponen dan material khusus. (2) Pada periode 2012 - 2015, kinerja PT.PINDAD yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dunia yang mengalami perlambatan, disebabkan oleh perbaikan kinerja perekonomian negara maju, sedangkan perekonomian negara berkembang masih mengalami perlambatan. Dalam 4 (empat) tahun terakhir, membuat kinerja usaha PT.PINDAD cenderung fluktuatif. Kondisi tahun 2015 masih dipengaruhi oleh melemahnya perekonomian dunia khususnya di negara-negara berkembang. Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap U$ Dollar masih merupakan penyebab pelemahan ekonomi di Indonesia, hal tersebut yang menyebabkan perkembangan pembuatana tank medium yang sedang ditangani oleh PT.PINDAD bersama dengan FNSS Turki sempat terhambat pengerjaan hull (body tank). Pada tahun 2016 diprognosakan tumbuh secara signifikan yang merupakan titik balik pertumbuhan perusahaan. Sehingga peroyek-proyek yang dijalankan oleh PT.PINDAD dapat berjalan kembali. 84 (3) Anggaran yang minimum, terutama untuk riset dan pembangunan teknologi pertahanan, problem lain yang mesti mendapat perhatian serius adalah kemunculan situasi nasional atau internasional yang berpotensi menghambat atau bahkan menghentikan pembangunan industri pertahanan nasional. Pemerintah dan pelaku industri pertahanan, termasuk sektor privat dan perbankan mesti waspada dan memiliki persiapan dalam menghadapi peristiwa seperti itu.Krisis moneter 1997-1998 adalah contoh peristiwa yang memukul telak industri pertahanan Indonesia. Pada saat itu, pemerintah mesti menghentikan kucuran dana kepada Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dan PT Dua Satu Tiga Pulih (DSTP) dikarenakan pemerintah terikat perjanjian letter of intent dengan International Monetary Fund (IMF) untuk menghentikan pendanaan sektor negara dengan anggaran besar.(Kutlal, 2011) rencana dalam renstara II pada tahun 2015/2016 tercatat sebanyak 99 triliun. Padahal rencana anggran yang dibutuhkan masih kurung 57 triliun. (4) Pada MEF tahap III yaitu pada akhir 2024, direncanakan alutsista yang akan digunakan oleh tentara Indonesia harus lebih dari 70% buatan industri pertahanan nasional, inilah yang menjadi patokan pt.pindad untuk terus berusaha meningkatkan kuantitas dan kualitas industri pertahanannya agar renstra III dapat tercapai sesuai target pemerintah, hal ini lah yang menjadi tantanga PT.PINDAD yang merupakan industri pertahanan Indonesia khususnya alutsista angkatan darat. 85 (5) Negara-negara tetangga Indonesia khususnya malaysia, singapura dan Australia terus mengembangkan teknologi alutsistanya. Misalnya Malaysia, dimana Negara ini lebih dulu membuat kerjasama dengan FNSS Turki dalam pengadaan kendaraan tempur lapis baja pengangkut personel dengan teknologi yang mempuni, dan jumlah yang dipesan Malaysia termasuk banyak dalam hal pembelian alutsista jenis tersebut di perusahaan FNSS Turki, sedangkan singapura yang merupakan negara dengan tingkat ekonomi yang tinggi turut aktif dalam pengembangan teknologi alutsista untuk meningkatkan pertahanan negaranya, dan tekhir datang dari australia yang merupakan negara dengan pangkalan militer asing khusunya Amerika yang berada di Australia dan merupakan pangkalan Amerika terbesar yang berbatasan langsung oleh Indonesia tersebut dapat mengancam keutuhan wilayah NKRI di perbatasan. Hal tersebut dapat terjadi di karenakan hubungan Indonesia dengan ketiga negara tersebut kadang naik, kadang turun dan sulit untuk di prediksi. 86 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1) Kerjasama Indonesia – Turki dalam pengembangan Medium Tank bersama yang telah di mulai penandatangannya pada tahun 2010 silam telah berjalan dan dilaksanakan pengerjaan prototypenya oleh industri pertahanan kedua negara yaitu FNSS Defense Systems Turki dan PT.PINDAD Indonesia. Dibalik kerjasama pertahanan tersebut Turki bersedia memberikan teknologi yang dimana hal tersebut sangat dibutuhkan oleh Indonesia dalam pembuatan kendaraan tempur lapis baja dengan penggerak rantai (Tank). Dengan adanya trasnfer teknologi ini dalam proses kerjasama pertahanan oleh kedua negara, Indonesia diharapkan dapat memproduksi Alutsista jenis tank medium dengan kemampuan dan teknologi termuktahir saat ini secara mandiri. Direncanakan pada tahun 2017 di HUT TNI yang ke 71, prototype tank medium yang dikerjakan kedua industri akan di perlihatkan kepublik. 2) Kerasama ini di maksudkukan untuk mengatasi dilemma kemanan Indonesia terhadap perkembanagan teknologi militer negara lain, demi keamanan dan keutuhan negara Republik Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang dimana tujuannya untuk memandirikan industri pertahanan nasional dengan menghasilkan alutsista-alutsusta 87 yang mempunyai spesifikasi dan teknologi maju untuk menghadapi ancaman-ancaman yang akan datang. B. Saran 1) Indonesia perlu meningkatkan kerjasama pertahanan dalam bentuk transfer of technology dalam pembuatan alutsista dengan negara lain yang lebih maju dalam bidang tersebut. Dalam hal ini industri pertahanan diperlukan untuk menjalin kerjasama dengan industry pertahanan yang lebih maju untuk memandirikan industri pertahanan nasional dan meningkatkan kualitas teknologi alutsista buatan dalam negeri. Peran pemerintah dibutuhkan dalam memajukan industri pertahanan lewat kebijakan dan pengaruhnya untuk memberdayakan industri pertahanan nasional, produk-produk industri pertahanan tersebut hendaknya memiliki kualitas internasional sehingga mampu bersaing di pasar antar bangsa. Dengan demikian, alutsista buatan industri pertahanan nasional bukan saja diproduksi untuk digunakan oleh TNI, tetapi dapat pula dikonsumsi oleh negara-negara lain. Diharapkan pada akhirnya neraca antara impor alutsista dan ekspor alutsista akan berimbang di masa depan. 2) Dalam merealisasikan MEF Indonesia telah meningkatkan anggaran pertahanan Indonesia tiap tahunnya hingga pada tahun 2017 mencapai Rp. 104 Triliun. Namun, setiap negara didunia untuk melindungi kepentingan nasionalnya harus memiliki anggaran pertahanan di atas 1,5 88 % dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ditambah luas Indonesia harusnya anggaran minimum pertahanannya mencapai 209 Triliun sedangkan PDB Indonesia saat ini sekitar 10.000 Triliun. Rata-rata negara yang mempunyai kekuatan pertahanan andal memiliki anggaran pertahanan dua hingga tiga persen. Jadi 1,5% dari PDB merupakan angka reaistis dengan peningkatan secara bertahap. Hal tersebut harusnya menjadi perhatian yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk mencapai kemajuan teknologi pertahanan Indonesia dan kemandirian pertahanan nasional kedepannya karena mengingat anggaran pertahanan suatu negara merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan kekuatan pertahanan. 3) Dalam kerjasama pertahanan Indonesia dan Turki. Indonesia harusnya lebih memegang kendali dalam proses pembuatan Alutsista tank medium dalam setiap kerjasamanya, sehingga transfer teknologi mudah untuk didapatkan oleh teknisi Indonesia. Sehingga kedepannya dapat digunakan semaksimal mungkin untuk memajukan Industri Pertahanan dalam negeri Indonesia. 89