gerai EDISI 41 n agustus 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER BANK INDONESIA 3 Sejarah yang Berulang... 6 Meramal Ekonomi g n a b m o l e Meniti G i m o n o k E s u l k i S ikan. rakhir tak dapat dipast be n da ai ul m di s lu sik kapan sebuah tahap Meski dinamai siklus, 8 Dari Syariah Sampai Pasar Keuangan Daerah 13 K-Pop, Rupiah, dan Mimpi Berdikari M ata dunia kembali mengarah ke Amerika Serikat. Belum tuntas dampak krisis ke­ uangan global yang bermula dari meletusnya gelembung kredit properti negara itu pada 2008, kini dunia harus bersiap mengantisipasi dampak pengurangan stimulus dari sang negara adidaya. Kesadaran tentang sejarah termasuk dalam memahami persoalan ekonomi, tetaplah perlu. Bagaimanapun, sejarah mencatat data dan rekaman “perilaku” di balik naikturun gelombang siklus ekonomi. Proyeksi atas “masa depan” ekonomi akan selalu ber­ kaca pada apa yang pernah ada, untuk mencegah perekonomian terjerembab atau jatuh bebas. Tak pernah ada resep tepat untuk menyikapi gelombang siklus ekonomi, 16 namun bukan berarti tak ada yang harus dilakukan pula. Seiring bertambahnya usia kemerdekaan Indonesia, saatnya bersama-sama bergandeng tangan, mengoptimal­ kan langkah dari dalam negeri untuk mewujudkan citacita kemandirian ekonomi. Mulai saat ini. u Meracik Resep Sendiri meja Redaksi editorial kolom D Aulia Belajar dari Sejarah S ejarah pasti berulang. Terdengar klise, tapi setiap kali memang terbukti itu yang terjadi. Tak terkecuali di bidang ekonomi. Sayangnya, sejarah tak hanya mencatatkan kisah gemilang tetapi juga cerita suram. Terlepas dari apa penyebab siklus ekonomi berulang, satu hal yang harus disadari bahwa memahami realitas dan potensi milik sendiri adalah modal awal untuk bisa membuat antisipasi paling optimal bila tahap perlambatan ekonomi sudah saatnya kembali berulang. Sebaliknya, pemahaman yang utuh juga akan mengoptimalkan segala potensi ketika momentum berjaya ada. Tak pernah ada resep jitu untuk mengatasi sebuah persoalan ataupun mengoptimalkan capai­ an. Bahkan setiap kawasan dan negara punya cara yang berbeda. Karenanya, pemahaman atas realitas dan tujuan yang ingin dicapai di negeri ini, meme­ gang peran kunci. Setepat apa pun ramalan ekonomi dibuat, pa­ da akhirnya kemampuan untuk menjaga pertumbuhan tetap tinggi ataupun mengantisipasi perlambatan ekonomi, akan bersandar pada kapasitas yang bersama-sama dibangun oleh anak negeri sendiri. Di tahun ke-68 kemerdekaan Republik Indonesia, tak pernah salah untuk terus membangkitkan semangat mencari cara terbaik menjaga biduk eko­ nomi tetap bisa tenang meniti gelombang siklus yang niscaya terulang. Bahwa dunia semakin terkait dan saling memberi dampak ketika sesuatu terjadi di salah satu sudut bumi, setidaknya tetap akan lebih bijak ketika kita selalu siap sedia bersiaga. Berkaca dari sejarah dan data, tak akan pernah salah bila setiap langkah saat ini adalah untuk menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Sejarah juga yang nanti akan menguji, ketepatan dan kesungguhan upaya yang sudah dibuat. Tabik. u Difi A Johansyah Departemen Komunikasi Asal Jangan... S eorang rekan wartawan menele­ pon dengan nada setengah meng­­goda. “Pak, apa sih keseimbangan ekonomi itu? Apa yg dimaksud dengan rupiah menuju keseimbangan baru?” Saya katakan pertanyaan menggoda karena mungkin dia tak berharap ada jawaban yang terang-benderang dari saya. Mengingat, pernyataan “se­ suai keseimbangan atau fundamental ekonomi” lebih banyak bersifat normatif dengan pemahamannya dise­ rahkan ke persepsi yang ada. Namun, saya putuskan untuk menerangkan juga arti keseimbangan eko­nomi ini. Nah, ini dia masalahnya. Ternyata menerangkan keseimbangan ekonomi itu rada sulit, apalagi hanya lewat telepon. Sulit, karena harus lewat dialog dan juga papan tulis kalau perlu. Jadilah saya terangkan lewat te­ lepon sambil tangan saya menari-nari seolah sedang menggambar di papan tulis. Saya terangkan bahwa keseimbangan ekonomi itu ada dua, yakni ke­ seimbangan internal dan keseimbangan eksternal. Keseimbangan internal adalah kestabilan harga-harga alias inflasi yang dipengaruhi kom- ponen supply dan demand. Adapun keseimbangan eksternal adalah kestabilan nilai tukar rupiah yang dipengaruhi neraca pembayaran. Di dalamnya ada neraca barang dan jasa serta neraca arus modal. Masing-masing komponen saling berinteraksi membentuk keseimbang­ an. Jadi, keseimbangan ekonomi itu dibentuk melalui keseimbangan komponen-komponennya. Cukup panjang, saya terangkan arti keseimbangan di atas, dan tentunya melalui dialog dan beberapa pertanyaan kritis dari rekan wartawan tersebut. Saya berharap keterangan saya yang dilandasi pemahaman teori ekonomi itu dapat memuaskan dia. Akhirnya, sebagai bonus, di akhir pembicaraan, untuk memastikan teman saya itu mengerti, saya bilang keseimbangan ekonomi itu ada kata kuncinya. Kata kuncinya adalah “Asal jangan...” Asal jangan ekonomi kolaps, asal jangan overheating, asal jangan resesi dan depresi, asal jangan hilangnya kepercayaan pasar, asal jangan ada krisis likuiditas, dan asal jangan yang lain. Hehehehe... Itulah keseimbangan ekonomi yang sebenarnya. u redaksi Penanggung Jawab Difi A Johansyah Pemimpin Redaksi peter jacobs 2 Redaksi Pelaksana Rizana Noor DWI MUKTI WIBOWo ERNAWATI JATININGRUM Wahyu Indra Sukma Surya Nanggala Dahlia Dessianayanthi lina ernawati EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA Alamat Redaksi Humas Bank Indonesia Jl MH Thamrin 2 - Jakarta Telp : 021 ­29817317, 29817187 email : [email protected] website : www.bi.go.id Redaksi menerima kiriman naskah dan mengedit naskah sebelum dipublikasikan. Kalau saja masalahnya hanya tapering, pergerakan liar pasar masih bisa diredam. menyikapi kejatuhan ekonominya pada 2008 dengan menggelontorkan quantitative easing. Stimulus senilai 85 miliar dolar AS per bulan ini dikucurkan untuk membeli obligasi pemerintah, agar investor tak menyimpan uang di bank yang berbunga sangat rendah atau obligasi yang imbal hasilnya (yield) juga tertekan. Uang diharapkan masuk ke pasar saham untuk memberi efek kemakmuran. Ketika harga saham naik, investor bisa bertambah kaya dan ma­ kin rajin belanja, sehingga perekonomian bergerak. Likuiditas juga akan masuk ke instrumen investasi pasar berkembang. Uang baru yang dibuat The Fed melalui quantitative easing dan kebijakan suku bunga mendekati nol persen, kembali mengalirkan li­ kuiditas untuk mencegah depresi ekonomi. ejarah akan selalu terulang, De­­ ngan stimulus ini Amerika akhirnya hanya nak..” Pesan itu sudah menmengalami resesi. Emerging market pun senang jadi mantra warisan dari sang karena ikut kebanjiran likuiditas yang menaikkan ayah kepada Lawrence G McKetika kemampuan seharga aset mereka. Donald. Nah, pada Mei 2013, Gubernur The Fed ber­ buah negara membiayai Sayangnya, sejarah tak hanya memuat pidato mengatakan bahwa sudah saatnya stimudefisit transaksi berjalan ki­sah kemenangan, tetapi juga banyak menlus mulai dikurangi. Pasar pun kembali gon­cang. coretkan cerita kejatuhan. McDonald adalah dianggap berkurang, Rencana yang kemudian dikenal se­ba­gai taperWakil Presiden Lehman Brother yang membi­ ing ini dikhawatirkan bakal memperketat likuidiberhamburan keluarlah dangi perdagangan surat berharga konvertibel tas, berupa kenaikan suku bunga. valuta asing. dan utang bermasalah, saat raksasa keuangan Kekhawatiran ini membuat yield obligasi Amerika itu runtuh pada September 2008. Kurs pun anjlok. di Amerika dan negara maju lain melonjak. US Awalnya selalu sama. Ada aturan yang diTreasury yang Mei lalu yield-nya 1,6 persen naik anggap terlalu keras dan membatasi sehingga menjadi 2,78 persen pada Agustus 2013. Akibat­ minta direvisi, zaman yang disebut sudah berbeda, bahwa segalanya nya, instrumen investasi di negara pasar berkembang kurang menarik lebih canggih, dan atas nama mempercepat laju ekonomi. lagi. Para pelaku bisnis menyongsong abad ke-21 dengan “kepongah­ Kalau saja masalahnya hanya tapering, mungkin pergerakan liar an” bahwa era sudah tak seperti masa 1933 ketika Depresi Hebat pasar masih bisa diredam. Guru Besar London School Business School meng­hantam “kepongahan” yang waktu itu muncul setelah revolusi Helen Rey menyebut ada siklus finansial global dalam aliran modal, industri. harga aset, dan pertumbuhan kredit. Siklus itu bergerak mengikuti Sinyal berikutnya pun berentetan menyambangi kantor pusat perilaku pelaku pasar terhadap situasi ketidakpastian dan pengLehman Brothers di 745 Seventh Avenue, New York, Amerika Serikat. hindaran risiko. Termasuk peringatan bahwa pada 2005, pasar real estate Amerika suPasar juga menyaksikan potensi krisis lain, yaitu besarnya defisit dah meregang nyawa. transaksi berjalan di negara-negara berkembang yang selama ini Derasnya kredit perumahan di Amerika sudah dinilai hanya ibarat menjadi tumpuan investasi portofolio. Pada Agustus 2013, misalnya, otot atlet yang menggembung karena pompaan steroid. Harga pe- defisit transaksi berjalan India mencapai 4,8 persen dan Indonesia rumahan terlalu mahal, tak sebanding dengan nilai riilnya, di tengah 4,4 persen dari produk domestik bruto. Perekonomian Cina dan India kredit perumahan yang sudah “tercemar” menjadi produk derivatif. pun melambat akibat lesunya ekspor dan turunnya investasi. Maka, perkataan ayah McDonald kembali terbukti, bahwa sejarah Ketika kemampuan sebuah negara membiayai defisit transaksi berulang kembali. Pada 2008, gelembung properti Amerika pecah berjalan dianggap berkurang, berhamburan keluarlah valuta asing. dan memicu krisis finansial global. Kurs pun anjlok. Per Agustus 2013, rupiah melemah 11,9 persen, sementara rupee bahkan 20 persen. Soal Cara Mendarat Berulang atau tidaknya krisis menyusul wacana tapering, butuh Meski sejarah lagi-lagi terbukti berulang, termasuk dalam perpu­ banyak tangan untuk ikut turun menyiapkan resep terjitu. Setidaknya taran siklus ekonomi, cara penyikapan bakal menentukan hasil akhir bila krisis memang sejarah yang pasti terulang, ekonomi semestinya dari “kejatuhan yang terjadi”. Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) tak perlu ikut berulang jatuh bebas. u fokus Sejarah yang Berulang... “S EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA 3 Memahami Siklus Ekonomi fokus Para ekonom belajar agar dampak dari krisis yang sangat mungkin terulang kembali bisa diminimalkan. R evolusi industri dan inovasi tek­no­ logi telah mendorong terciptanya keajaiban ekonomi. Yakni, peningkatan kapasitas produksi barang de­ngan ongkos lebih rendah. Bagi para pengambil kebijakan ekonomi, ‘keajaib­ an’ ini adalah resep mujarab untuk penyakit inflasi. Selama dua dekade pada awal abad ke20, resep tersebut juga sangat diyakini, ketika pasokan barang kebutuhan sangat berlimpah. Harga saham naik terus, demikian pula harga real estat, dan inflasi tak lebih dari dua persen per tahun. Semua orang waktu itu meyakini datang­ nya era baru ekonomi dan mengucapkan se­ lamat tinggal kepada krisis ekonomi. Pada abad sebelumnya, krisis menjadi semacam hal rutin dalam siklus tertentu. Ekonom John Maynard Keynes pada 1927 menyebut ekonomi Amerika tak akan mengalami crash lagi. Guru besar ekonomi Universitas Yale, Irving Fisher, pada musim (Miliar Dolar AS) pa­nas 1929 pun menyatakan pasar saham telah mencapai plateau, posisi yang arahnya hanya naik dan naik terus. Namun, beberapa bulan setelah pernya­ taan Fisher, pasar saham jatuh. Berikutnya, terjadilah apa yang sekarang dikenal sebagai Depresi Hebat 1930. Siklus krisis telah kembali. Perputaran Siklus Krisis ekonomi pertama pertama kali terjadi di Inggris pada 1825, dan terus ber­ulang sejak itu. Setelah periode pertumbuhan eko­ nomi mencapai booming, akan menyusul kon­traksi, resesi, bahkan mungkin depresi. Lalu perekonomian berkonsolidasi lagi, ada pemulihan menuju ekspansi ekonomi, dan seterusnya berdasarkan fluktuasi produksi, perdagangan, dan aktivitas bisnis. Walau business cycle dianggap sebagai titik lemah alias achilles heel sistem ekonomi kapitalis, pertumbuhan pesat ekonomi mo­ del apa pun pasti akan menemui titik je­ Tren Data Cadangan Devisa, BI Rate, dan Inflasi 2005-2013 140,00 % (persen) 20,00 19,00 18,00 120,00 17,00 16,00 15,00 100,00 14,00 13,00 12,00 80,00 11,00 10,00 9,00 60,00 8,00 7,00 6,00 40,00 5,00 4,00 3,00 20,00 2,00 1,00 0,00 0,00 2005 2006 2007 Cadev (IRFCL) - Axis kiri 4 2008 2009 2010 BI Rate - Axis kanan EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA 2011 2012 2013 Inflasi (YoY) - Axis kanan nuhnya. Harga barang yang terus naik, misal­ nya, akan mencapai posisi tak ada lagi yang mau membeli karena sudah terlalu mahal. Dalam kasus Depresi Hebat, terlalu ba­ nyak barang diproduksi melebihi yang mampu dikonsumsi di dalam negeri, sementara pa­sar ekspor di Eropa lesu. Lalu, ada faktor spekulasi di pasar modal. Namun, siklus ibarat hutan yang tumbuh lebat selama tahun-tahun kaya curah hujan, terbakar di kala tiba kemarau panjang, lalu abu hasil kebakaran itu bisa mempersubur tanaman yang baru. Dari krisis, harga-harga akan jatuh ke titik keseimbangan baru menyesuaikan permintaan yang juga menurun. Meski dinamai siklus, kapan krisis berulang tak bisa dipastikan dan hanya bisa di­ prediksi dengan melihat tanda-tanda yang ada. Sayangnya, ketika ekonomi dunia sema­ kin terhubung, variabel untuk memprediksi krisis semakin sulit. Karena, ada pergerakan cepat aliran modal yang lari dari negara atau kawasan yang terkena krisis menuju kawasan yang ekonominya masih menjanjikan. Aliran modal yang dikenal sebagai hot money ini digerakkan oleh berbagai lembaga keuangan swasta. Misalnya, lembaga hedge fund yang banyak berperan dalam berbagai krisis ekonomi sejak 1990-an, ter­ utama krisis ekonomi Asia pada 1998. Saat itu, modal yang ditarik pulang dari Asia ke Amerika pun kemudian menyulut ge­ lembung ‘dotcom’ di bursa Wall Street pada 2000. Akhirnya, penyebab utama krisis tak lagi melulu datang dari faktor internal sebuah negara. Para ekonom kemudian belajar agar dam­ pak krisis yang sangat mungkin ber­ ulang kembali dapat diminimalkan. Sebisa mungkin ekonomi tak jatuh bebas atau crash landing seperti Depresi Hebat Amerika. Kebijakan fiskal Amerika yang disebut New Deal saat Depresi Hebat, dengan berba­ gai proyek infrastrukturnya, tak mampu me­ mu­lihkan ekonomi. Karenanya, ketika terja­ di krisis finansial global 2008 –krisis yang di­ anggap terburuk setelah Depresi Hebat 1930- The Fed mengombinasikan kebijakan defisit fiskal Pemerintah Amerika dengan kebijakan moneter. Maka, lahirlah guyuran likuiditas me­ fokus lalui skema quantitative easing (QE) dan penetapan suku bunga sangat ren­­ dah untuk menggairahkan sektor keuangan. Gubernur The Fed Ben Ber­nanke menilai dengan cara ini fase resesi atau kontraksi ekonomi bisa di­ persingkat dan fase depresi dalam business cycle bisa dihindari. Hasilnya, Amerika melewati krisis 2008 dengan soft landing. Kapan Berakhir? Masalah lain siklus adalah, kita tak pernah tahu kapan krisis berakhir. Wa­ lau resesi Amerika berakhir sejak Juni 2009 setelah kontraksi ekonomi selama 18 bulan, namun kondisi ekonomi global yang ikut terdampak masih berfluktuasi. Pertumbuhan ekonomi Amerika juga masih lemah. QE tentu ada ba­ tasnya setelah mencapai lebih dari 6 triliun dolar AS sejak pencetakan uang dimulai pada 2008. Salah satu hal yang harus diantisipasi adalah bagaimana bila kucuran stimulus itu dihentikan. Mengingat dampak krisis mengglobal, Indonesia juga harus melakukan berbagai upaya mencegah per­ ekonomiannya tak ikut-ikutan jatuh be­ bas bila krisis kembali menerpa. Beragam upaya pun tak terkecuali dilakukan Bank Indonesia. Belajar dari krisis finansial global yang disulut sektor properti di Amerika, Bank Indonesia antara lain merancang aturan agar aksi investasi spekulatif di pasar properti bisa dikurangi. Terbitlah aturan seperti ketentuan tentang loan to value ratio untuk pembeli­ an rumah kedua. Kebijakan kenaikan suku bunga acu­ an dan instrumen moneter lain juga dirancang untuk mencegah keluarnya aliran hot money. Pendalaman pasar valas dalam negeri juga dilakukan untuk menjaga fluktuasi nilai tukar tak begitu bergejolak setiap kali ada perubahan situasi ekonomi global. Namun, masa pemulihan hampir selalu memunculkan beragam tan­­ tangan pula. Bisa jadi, misalnya, ekonomi tumbuh ketika pertumbuhan lapangan kerja dan investasi berjalan lambat. Bila siklus tumbuh, booming, krisis, perlambatan, sampai pemulihan ini bisa dilewati, perekonomian cende­ rung menjadi lebih kuat. Growing pains. Data perekonomian Indonesia, misal­nya, memperlihatkan tren tersebut da­lam dua dekade terakhir. Bukan berarti, setiap goncangan per­ekonomian cukup disikapi dengan keyakinan “krisis pasti berlalu”. Bera­ gam ‘pekerjaan rumah’ perekenomian tetap harus dituntaskan, dan itu tak bisa hanya mengandalkan satu dua lembaga atau sektor tertentu. u Kebijakan kenaikan suku bunga acu­an dan instrumen moneter lain juga dirancang untuk mencegah keluarnya aliran hot money. EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA 5 fokus Meramal Ekonomi D r Doom, menjadi julukan yang kini melekat pada Nourel Roubini. Ekonom Amerika keturunan Turki ini dianggap sebagai orang pertama yang memprediksi dan memperingatkan akan ada krisis keuangan pada 2008. Terlepas dari kontroversi apakah dia benar peramal pertama atau bukan, Roubini se­karang menjadi salah satu pembicara la­ ris karena ramalannya dianggap jitu. Perta­ nyaannya, sebegitu pentingkah meramal eko­nomi? Sebelum seorang pengusaha melakukan investasi, dia tentu ingin mengetahui ba­gaimana kira-kira animo masyarakat terhadap produk yang akan dia modali. Kualitas produk kerap kali tak menjadi indikator tunggal yang memastikan animo itu. Pendapatan masyarakat, juga merupakan indikator yang mesti diprediksi sebelum sebuah produk dilempar ke pasar. Sementara, daya beli masyarakat secara umum akan turun ketika perekonomian bergerak me­ lam­bat. Karenanya, keputusan yang tepat tentang apakah produk akan jadi didanai, atau berapa maksimal harga yang bisa dipatok untuk produk itu, butuh “ramalan” tentang situasi ekonomi di masa mendatang. Mudahkah? Meramal atau lebih tepatnya mempro­ yeksikan ekonomi ke depan tak semudah membalik telapak tangan. Kata proyeksi, menunjukkan perlunya sebuah metodologi. Tentu, unsur ilmiah ada di dalamnya, de­ ngan tingkat akurasi tergantung pada pro­ ses yang dijalankan. Untuk mendapatkan proyeksi yang ji­tu, seorang analis harus tahu pasti kondisi eko­ nomi saat ini. Namun, kondisi tersebut juga tak gampang disimpulkan. Dalam sebuah perusahaan besar, sudah lazim ditemukan ada divisi yang khusus bertugas membantu menganalisa perekonomian. Bila dalam perusahaan saja sampai ada divisi khusus, tentu saja setiap negara juga pu­ nya instansi yang bertugas menganalisa ekonomi. Di Indonesia, tugas tersebut 6 Dari Asumsi Sampai Skenario Untuk mendapatkan proyeksi yang ji­tu, seorang analis harus tahu pasti kondisi eko­nomi saat ini. IGP Wira Kusuma Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter diembankan antara lain ke Bank Indonesia selaku bank sentral, Kementerian Keuangan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Variabel ekonomi apa yang dianalisa, ter­gantung pada tujuan analisa. Untuk per­ usahaan di sektor keuangan, misalnya, va­ ria­bel yang berpengaruh pada portofolio ke­ uangannya akan lebih menjadi fokus analisa. Secara umum, variabel makro seperti pertumbuhan ekonomi dan fluktuasi harga akan menjadi bagian dari analisa. Pendapat­ an domestik bruto dan angka inflasi, menjadi angka yang terus “dibaca”. Setelah krisis keuangan 2008, sektor keuangan berperan semakin penting dalam siklus perekonomian, sehingga analisa terkait sektor ini menjadi bertambah penting pula. Setelah variabel ditentukan, indikator data menjadi alat yang kemudian dibutuhkan. Tugas utama seorang analis adalah memahami bagaimana pergerakan indikator dapat terjadi. Hasil dari analisa inilah yang ke­mudian disimpulkan sebagai kondisi eko­ nomi sekarang. EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA Berbekal analisa kondisi ekonomi saat ini, proyeksi dilakukan dengan asumsi tertentu yang ditetapkan lebih dulu. Asumsi ter­sebut misalnya harga minyak atau angka pertumbuhan ekonomi dunia. Bacaan atas kondisi ekonomi saat ini dan penggunaan asumsi yang tepat, akan menentukan jitu atau tidaknya “ramalan” yang akan dibuat. Sementara sebagai alat bantu untuk melakukan proyeksi, para ekonom atau analis biasanya menggunakan model-model ekonomi. Beberapa skenario kemungkinan yang dapat terjadi terhadap variabel dan indikator ekonomi juga dibuat. Skenario itu misalnya, ketika pertum­ buhan ekonomi dunia turun tajam, apa yang akan terjadi atau bagaimana penga­ ruhnya pada perekonomian domestik. Demikian pula sebaliknya bagaimana ketika per­ekonomian global bergairah. Pembuatan skenario tersebut bertujuan mempermudah antisipasi segala kemung­ kinan buruk yang dapat terjadi. Proyeksi yang dibuat pun pada umumnya menggunakan jangka waktu pendek dan panjang, berupa tren atau angka-angka sebagai “pe­ nerjemah”. Paduan antara kondisi ekonomi saat ini dan proyeksi perekonomian di masa mendatang, merupakan landasan untuk merumuskan kebijakan. Bila ekonomi diperkirakan memburuk atau sedang mengalami kon­ traksi bahkan krisis, berbekal paduan itu akan dirumuskan langkah-langkah untuk meminimalkan dampak dan mencegah pemburukan. Sebaliknya, saat fase ekonomi diperkirakan cerah, akan dibuat kebijakan yang mem­ buat laju ekonomi tak terlalu cepat yang berisiko “kepanasan” alias overheating. Pada akhirnya, inti dari kegiatan “meramal” ini adalah menjaga ekonomi stabil tanpa fluktuasi berlebihan. Larisnya Roubini diundang menjadi pembicara, barangkali cukup menerangkan seberapa penting meramal ekonomi ini. u Paduan antara kondisi ekonomi saat ini dan proyeksi perekonomian di masa mendatang, merupakan landasan untuk merumuskan kebijakan. buh lebih cepat, karena volumenya masih terlalu kecil. Dalam kondisi seperti seperti Brasil, bank sentral biasanya memilih menurunkan suku bu­nga acuan dengan harapan bisa menggerakkan ekonomi. Namun, Komite Moneter Bank Sentral Brasil lebih memilih menjaga kestabilan harga dibandingkan menggenjot pertumbuhan ekonomi. Pilihannya, menaikkan suku bunga acuan. Pada awal 2013, ketika kebijakan suku bunga rendah masih dipertahankan, Bank Sen­tral Brasil sudah menyatakan kebijakan moneter bukanlah perangkat terbaik untuk menggenjot pertumbuhan. Mengingat, pe­ lemahan terjadi pada pasokan. Kebijakan mo­neter pada umumnya merupakan instrumen yang bekerja untuk sisi permintaan. Seperti mantra, ketika suku bunga naik maka harga obligasi turun. M ata para investor pasar modal, kini tengah terarah ke perge­ rakan imbal hasil (yield) surat utang negara Amerika Serikat. Pada Mei 2013, yield US Treasury notes (UST) dengan tenor 10 tahun masih di kisaran 1,6 persen. Namun, setelah pidato Gubernur The Fed Ben Bernanke tentang rencana tapering alias pengurangan stimulus quantitative easing (QE), imbal hasil UST langsung naik menjadi 2,78 persen pada Agustus 2013. Para investor pun ramai-ramai menjual obligasi Pemerintah AS sehingga harganya terus merosot. Pesan yang disampaikan Bernanke diba­ ca investor bukan hanya sinyal dari akhir QE. Itu juga dibaca sebagai sinyal bakal segera berakhirnya kebijakan suku bunga ultra rendah Fed Fund Rate, yang lima tahun terakhir bertengger di level 0,25 persen. Seperti mantra, ketika suku bunga naik maka harga obligasi turun. Imbal hasil surat utang yang lama pun naik menyesuaikan dengan suku bunga kupon surat utang baru yang akan diterbitkan. Para investor pasar modal segera menghitung imbal hasil atau kupon obligasi dibandingkan dengan dividen dari bursa saham. Dengan posisi imbal hasil US Treasury notes tenor 10 tahun per Agustus 2013, ha­ nya 18 persen saham di daftar indeks S&P 1500 yang masih bisa memberikan imbalan lebih besar. Pada Mei 2013 masih ada sepertiga saham di S&P 1500 yang kinerjanya lebih baik daripada obligasi Pemerintah AS. Namun, indeks pasar modal di Amerika dan Eropa masih terus bertahan. Rupanya karena ada aliran balik hot money di balik dana pembelian obligasi yang imbal hasilnya diprediksi bakal terus naik itu. Hot money berdatangan kembali setelah sebelumnya ditempatkan di negara-negara emerging mar­ket selama kucuran dana stimulus membanjiri pasar keuangan Amerika. Apalagi saat ini negara berkembang ber­ hadapan dengan membengkaknya defisit ne­­ raca transaksi berjalan karena lesunya eks­por. Korea Selatan, Filipina, dan Selandia Baru adalah sedikit negara yang mengalami goncangan pasar dan capital outflow, namun perekonomiannya tetap stabil. Sementara India, Brasil, Indonesia, India, fokus Beragam Cara Bersiaga India Saat ini negara berkembang ber­hadapan dengan membengkaknya defisit ne­­raca transaksi berjalan karena lesunya eks­por. dan negara-negara berkembang lain sejak Juli 2013 mulai merasakan goncangan lebih kencang. Nilai tukar mata uang negara-negara itu tertekan capital outflow. Brasil Pada akhir Agustus 2013, Bank Sentral Bra­sil sudah menjawab situasi tersebut de­ ngan menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin ke level 9 persen, kenaikan keempat kalinya dengan total 175 basis poin sejak April 2013. Sepanjang 2013 real Brasil melemah 11 persen terhadap dolar AS, menambah beban inflasi impor terhadap inflasi dalam negeri yang sudah tinggi melampuai harapan bank sentral. Menaikkan suku bunga bukan pilihan mu­ dah di tengah lesunya ekonomi Brasil yang pada 2012 hanya tumbuh 0,9 persen, jauh dari pertumbuhan 7,5 persen pada 2010. Kebijakan fiskal yang telah menggerus keseimbangan primer anggaran pemerintah juga tak mampu mendorong ekonomi tum- Di tengah situasi ekonomi hari-hari ini, rupee India terdepresiasi hingga 20 persen, dan defisit neraca berjalannya mencapai 4,8 per­ sen pendapatan domestik bruto pada kuartal kedua 2013. Impor kebutuhan domestik menjadi pe­ micu defisit itu, yang uniknya bukan berupa bahan pangan melainkan emas. Tahun lalu, India mengimpor emas senilai 50 miliar dolar AS, dengan 60 persen dibeli kalangan petani. Tiga jurus kemudian dikeluarkan peme­ rintah India. Yaitu, menaikkan bea masuk emas menjadi 10 persen, menghemat konsumsi bahan bakar minyak, dan menggenjot ekspor. Masalahnya, bukan hanya India yang butuh menambah ekspor. Problem depresiasi mata uang dan genjotan ekspor juga ada di emerging market seperti Brasil, Indonesia, Afri­ka Selatan, Turki, dan Thailand. Tak seperti emerging market lain, Reserve Bank of India (RBI) tak juga menaikkan suku bunga acuan. Kenaikan hanya dilakukan pada bunga pinjaman jangka pendek atau repo rate pada Juli 2013. Banyak kalangan menengarai “sikap bertahan” RBI ini demi mengejar pertumbuhan ekonomi yang empat tahun lalu sempat men­cetak rekor laju 10 persen. Dibayangi in­flasi tinggi, RBI lebih memilih menarik sebanyak mungkin valuta asing masuk. Mereka merelaksasi penerbitan obligasi internasio­ nal bank. RBI juga memberi bank fasilitas swap do­­lar AS ke rupee. Ini untuk menekan biaya hedg­ing yang harus dikeluarkan bank saat me­megang valuta asing, sebagai “iming-iming­” agar perbankan lincah berburu valas. u EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA 7 liputan Hendar, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dari Syariah Sampai Pasar Keuangan Daerah Anton Febriawan Departemen Komunikasi Kekuatan ekonomi domestik dan potensi daerah adalah aset Indonesia. S etelah melalui uji kelayakan dan ke­ patutan yang dilakukan Komisi XI DPR pada 1 Juli 2013, Hendar ter­ pilih menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia melalui mekanisme rapat internal komisi tersebut pada 8 Juli 2013. Penguatan pasar keuangan domestik dan pengembangan pasar keuangan daerah menjadi salah satu konsen utama Hendar. "Ini amanah yang akan saya junjung tinggi," kata Hendar tentang jabatan barunya. Dia pun tak menjanjikan selain dedikasi dan pengabdian penuh pada jabatannya. Upacara pelantikan Hendar sebagai De­ puti Gubernur BI dilaksanakan di Ruang Ku- 8 suma Atmadja, Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada Jumat (2/8/2013). Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali melantik Hendar berdasarkan Surat Keputusan Presiden No­mor 89/P Tahun 2013, tertanggal 27 Juli 2013. Hendar terpilih menggantikan posisi yang 'ditinggalkan' Muliaman D Hadad yang mengundurkan diri karena terpilih menjadi Ketua Otoritas Jasa Keuangan pada 2012. Hendar akan meneruskan jabatan yang pernah diduduki Muliaman hingga 2016. Seusai pelantikan, Hendar menegaskan bahwa mendorong intermediasi perbankan dan pendalaman pasar keuangan akan menjadi salah satu visi-misi yang akan dia jalankan. Sejalan dengan visi-misi Bank Indonesia, Hendar pun akan mendorong terwujudnya pasar keuangan yang stabil, inklusif, dan efi­sien. "Untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional melalui optimalisasi kebi- EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA jakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran," kata dia. Terkait dengan dinamika ekonomi nasional dan global akhir-akhir ini, menurut Hen­dar Bank Indonesia juga perlu berperan lebih aktif mendukung pengembangan sektor keuangan di daerah. "Kekuatan ekonomi domestik dan potensi daerah adalah aset In­do­nesia untuk bertahan dan berkembang dalam lingkungan perekonomian dunia yang semakin dinamis dan penuh tantangan," papar dia. Dengan kehadiran Hendar sebagai De­ puti Gubernur Bank Indonesia, kini Dewan Gu­bernur Bank Indonesia berkomposisikan seorang gubernur didampingi empat deputi gubernur. Keahlian Hendar di bidang formulasi kebijakan dan operasi moneter diharapkan dapat lebih mendorong integrasi peran sistem pembayaran. Integrasi ini merupakan bagian dari revitalisasi peran Bank Indonesia monetaria siklus bisnis atau ekonomi, meng­acu pada fluktuasi eknomi yang luas dalam produksi, perdagangan, dan kegi­ atan ekonomi selama beberapa waktu, da­ lam sistem perekonomian berbasis per­ dagangan bebas. Fluktuasi tumbuh atau melambat dalam siklus ini biasanya me­ rujuk pada pendapatan domestik bruto (PDB) dengan tren jangka panjang. Meski disebut siklus, namun kapan terjadi dan berakhirnya tak bisa dipastikan. Ada be­ ragam teori mengenai siklus ini. Gambaran sangat disederhanakannya adalah seperti gambar di samping. dalam siklus bisnis adalah proses ekonomi dari fase pertumbuhan ke perlambatan ekonomi tetapi dengan pendekatan yang menghindari resesi apalagi depresi, sebisa mungkin menjadi datar tanpa masuk ke fase resesi apalagi depresi, untuk pada saatnya nanti perekonomi­ an kembali tumbuh. Istilah ini diadopsi dari dunia penerbangan, yaitu pada tahap pendaratan pesawat, dengan mengu­ rangi ketinggian secara bertahap. Hard landing: dalam siklus bisnis atau siklus ekonomi adalah pergeseran fase ekonomi de­ ngan cepat, dari fase tumbuh menjadi sangat melambat bahkan depresi. Ini juga mengadopsi istilah dari pendaratan pesawat. u monetaria Business cycle: Soft landing: wikipedia Berikut adalah beberapa makna istilah yang muncul dalam Gerai Info edisi ini: Krisis: Dalam siklus bisnis, krisis adalah istilah untuk situasi di antara fase pertumbuh­an menuju perlambatan ekonomi, yang bila tak ada tindakan diambil bisa membawa sebuah perekonomian jatuh bebas ke titik resesi bahkan depresi. setelah pelimpahan kewenangan pengawasan bank ke Otoritas Jasa Keuangan. Segera beralihnya fungsi pengawasan per­bankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Ja­ sa Keuangan, ujar Hendar, menjadikan ko­ordinasi yang semakin erat antara bank sentral sebagai otoritas moneter dengan otoritas fiskal dan Otoritas Jasa Keuangan semakin penting. "Ini akan menentukan dalam mewujudkan kebijakan makroekonomi yang efektif dan efisien," tegas dia. Lahir pada 1957 di Bandung, Jawa Barat, Hendar menempuh pendidikan di Fakultas Eko­nomi Universitas Padjadjaran. Ia berhasil mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di bidang ilmu manajemen pada 1982. Hendar mengawali kariernya di Bank Indo­ nesia pada 1983 sebagai Staf Urusan Kredit Umum. Lalu, pada 1995 ia memperoleh gelar MA di bidang Ekonomi Pembangun­an dari Center for Development Economics, Williams College, AS. Karier Hendar menanjak menjadi Kabiro Kebijakan Moneter pada 2004 dan Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Mone­ter pada 2009. Pria yang menyandang gelar doktor di bidang ekonomi dari Univer­sitas Pa­ djadjaran ini, sejak awal 2013 di­promosi­kan sebagai Asisten Gubernur yang mem­bawahi bidang Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, dan Pengelolaan Sistem Informasi. Jauh sebelumnya, Hendar sudah dikenal punya perhatian pada pengembangan pasar keuangan syariah dan perbankan syariah. Dia pun berperan aktif ketika menjadi anggota Komite Perbankan Syariah Bank Indonesia. Perannya antara lain dalam perumusan langkah-langkah dukungan terhadap pe­ nguatan pengelolaan likuiditas melalui operasi mone­ter syariah. Juga, pengembangan pasar uang syariah serta pendalaman pasar Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). u EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA 9 ruang baca Bakti untuk Negeri Dwi Mukti Wibowo Departemen Komunikasi Beragam kegiatan kepedulian digelar, sebagai upaya bersama mengisi kemerdekaan dan berbakti pada negeri. P eringatan hari ulang tahun ke-68 Republik Indonesia menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia. Tak terkecuali Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memiliki tugas dan fungsi strategis dalam mengawal perekonomian nasional. Namun, ada nuansa berbeda yang disajikan Bank Indonesia untuk menyemarakkan peringatan kemerdekaan ini. Momentum hari kemerdekaan dimanfaatkan dengan menggelar sejumlah kegiatan di lingkungan eksternal dan internal. Rangkaian kegiatan yang tak 'berbau' ekonomi ini dikemas dalam 'paket' bertajuk 'Bakti Bank Indonesia untuk Negeri'. Dari kegiatan ini diharapkan nilai-nilai nasionalisme dan kepedulian sosial yang menjadi perekat bangsa terbangkitkan dan terjaga. Di antaranya berupa pemberian santunan kesehatan, santunan pendidikan, bantuan so­ sial pemberdayaan masyarakat, bantuan sosial untuk pelestarian ling­ kungan, dan kepedulian sosial. Santunan kesehatan diserahkan kepada keluarga Korps Veteran RI di lingkungan Bank Indonesia. Sementara santunan pendidikan di­be­rikan berupa beasiswa untuk siswa berprestasi dari keluarga pe­gawai outsourcing di Bank Indonesia dan keluarga tidak mampu. Masih dari paket santunan pendidikan, diserahkan juga bantuan perlengkapan belajar untuk anak-anak sekolah non-formal. Adapun bantuan sosial untuk pemberdayaan masyarakat dise­ rahkan dalam rupa peralatan musik sebagai modal usaha untuk para tunanetra dari Yayasan Swaybima. Juga, bantuan gerobak untuk modal usaha masyarakat di Kampung Pemulung, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sementara bantuan sosial untuk pelestarian lingkungan diwujudkan dalam bentuk bibit tanaman mangrove. Bibit ini kemudian akan ditanam oleh para siswa TK, SD, SMP, dan SMA Yasporbi. Bantuan sosial juga diserahkan dalam bentuk penyediaan air bersih untuk warga di Blok Empang Dalam, Muara Angke, Jakarta Utara. Juga, pemberian rompi kepada tukang ojek di lingkungan Kebon Sirih dan Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat. Sedikit 'berbau' ekonomi sebagaimana tugas kesehariannya, Bank Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya meningkatkan daya beli masyarakat di Pasar Tanah Abang. Bank Indonesia juga turut membantu memperkenalkan Blok G di pasar tersebut sebagai tempat belanja yang representatif. Di blok pasar tersebut, Bank Indonesia melakukan identifikasi 10 EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA persoalan untuk kemudian bisa mendapatkan solusi. Salah satu isu utama yang menjadi sorotan adalah bagaimana meramaikan transak­ si di blok ini, menyusul relokasi para pedagang kaki lima ke lokasi ter­sebut. Termasuk di antara fasilitas yang teridentifikasi sebagai ma­ salah untuk menarik pengunjung adalah perlunya tersedia pusat jajan dan mesin tarik tunai (ATM). Aneka kegiatan dalam rangka peringatan hari kemerdekaan tersebut sejalan dengan program-program lain kepedulian yang rutin disalurkan melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), Bantuan Sosial Ikatan Pegawa Bank Indonesia (IPEBI), dan Bantuan Sosial Majelis Masjid Bank Indonesia (MMBI). Melalui beragam program dan kegiatan tersebut, Bank Indonesia mengajak seluruh kalangan untuk bersama-sama mengisi kemerdekaan, sebagai bakti untuk negeri. u E Djalu’13 mpat mahasiswa jurusan psikologi ha­ rus datang ke rumah sakit jiwa untuk pe­nelitian. Budi membawa mobil bututnya untuk berangkat bersama ketiga temannya. Selesai dengan riset mereka, Budi dan tiga temannya hendak pulang. Apes, salah ban mobil bututnya kempes. Sambil menggerutu, Budi pun mengganti ban yang kem­ pes dengan ban cadangan. Ternyata keapesan Budi belum usai. Ka­ rena bekerja sambil menggerutu saat mengganti ban, mur ban malah menggelinding ke got yang berjeruji. Empat-empatnya pula. “Aduh, tak cukup ya seharian harus susah payah mewawancarai orang gila, masih harus bermasalah dengan mur,” keluh Budi. Tiga temannya hanya bengong melihat Bu­ di berkeluh kesah. “Ada yang mau tanya dimana bengkel dan ke sana untuk beli mur?” tanya Budi pa­ da tiga temannya. Tapi dengan tampang po­los yang mengesalkan, ketiga temannya keberatan dengan beragam alasan, mulai dari tak tahu lokasi sekitar rumah sakit sampai tak bawa uang. Budi sudah mulai kesal dan menyesal berangkat satu rombongan dengan tiga te­mannya itu. Tahu begini, pikir dia, lebih baik dia tadi berangkat sendiri dengan motor butut yang dia pakai sehari-hari. Meski butut, motornya sudah pakai ban tubeless sehingga tak mungkin kempes di tempat antah-berantah begini. Ternyata, sepanjang insiden ban kem­ pes itu, ada seorang pasien rumah sakit yang memperhatikan keempat mahasiswa tersebut. Dia pun tiba-tiba bekomentar, ketika melihat para mahasiswa hanya saling berdiam dengan ekspresi kesal. “Ambil saja satu mur dari tiga ban yang lain, untuk dipasang di ban cadangan itu. Kalau nanti ketemu bengkel, baru beli mur baru lagi,” ujar pasien tersebut. Sontak, Budi dan tiga temannya terpe­ rangah. Spontan pula, Budi bertanya, “Pak, Anda bisa memberi ide cemerlang begitu tapi kenapa ada di rumah sakit jiwa?” Mendapat pertanyaan itu, si pasien hanya nyengir dan senyum-senyum. Sejurus kemudian dia menjawab, “Mas, saya di sini karena gila, bukan bodoh.” Lalu dia berlalu dengan bersiul-siul tidak jelas. u gerai canda Gila Tapi Tidak Bodoh kuis J awab pertanyaan berikut dan rebut hadiah menarik dari Gerai Info Bank Indonesia: istilah yang dipakai oleh 1 Apa Irving Fisher sebagai gambar­ an situasi ekonomi Amerika Se­rikat di puncak kejayaan re­ volusi industri? situasi ekonomi 2 Menghadapi saat ini, Bank Sentral India me­ milih tidak menaikkan suku bu­nga acuan. Namun ada sa­tu suku bunga yang mereka se­ suaikan. Suku bunga apakah? suku bunga acuan 3 Berapa yang ditetapkan Bank Indonesia per Agustus 2013? Jawaban dapat dikirimkan ke e-mail: RedaksiGeraiInfo@ bi.go.id paling lambat 20 Oktober 2013. Di dalam subyek e-mail, cantumkan “Kuis Gerai Info Edisi Agustus 2013”, dan di dalam e-mail sertakan pula nama lengkap, alamat, profesi, dan nomor te­lepon yang dapat dihubungi. Pemenang akan diumumkan dalam Gerai Info Bank Indonesia edisi Oktober 2013. EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA 11 PASAR VALAS perspektif How Deep Can We Go? 12 Harus diakui pasar valas kita masih masuk kategori dangkal. H ar dolar AS. Sementara pada periode yang sama, di puncak aliran dana ma­suk ke Indonesia, volume transaksi pasar valas Indonesia ‘ha­ nya’ 3,38 miliar dolar AS. Dilihat dari komposisi variasi produk transaksinya, 60 persen transaksi valas Indonesia adalah spot, hanya 18 persen transaksi forward dan 22 persen swap. Perban­ dingan kondisi regional, dapat dilihat pada tabel. Karenanya, cukup beralasan bila bank sentral ikut mendorong pendalaman dan perluasan pasar valas. Diyakini, pasar valas yang dalam dan berkembang akan lebih memberikan kemampuan meredam gejolak berlebihan nilai tukar. Bila terwujud, penanganan fluktuasi nilai tukar tak hanya mengandalkan langkah moneter bank sentral yang berbiaya besar. ari-hari ini, barangkali “aktor” paling ngetop dan menyedot perhatian adalah nilai tukar rupiah. Bila frasa itu disebut, sontak semua kalangan berebut urun pendapat, komentar, bahkan hujatan. Kurs rupiah dianggap menjadi biang keladi carut-marut perekonomian Indonesia saat ini. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat anjloknya nilai tukar rupiah sekarang merupakan akibat perlambat­ an ekonomi, baik di dalam negeri maupun di ta­ tar­ an global. Di dalam negeri, perlambatan ini men­ dorong para investor pemilik uang hengkang, mencari tempat yang dinilai lebih aman dan Bagaimana yang Ideal? menjanjikan untuk “mengembangbiakkan” aset. Tentu, yang dibutuhkan adalah pasar yang da­ Lalu ada rencana tapering dari The Fed, alias pe­ lam dan berkembang tetapi sehat. Layaknya fungsi ngurangan stimulus yang mereka kucurkan sejak uang sebagai alat pembayaran dan alat hitung krisis keuangan 2008. aset, valas yang ditransaksikan di pasar seharusnya Namun, ada satu penyebab lain yang tak ka­lah ter­kait dengan kebutuhan pembayaran atau kepeYuli Nurjanati Departemen berkontribusi pada pelemahan nilai tukar ru­piah. milikan aset, bukan sekadar transaksi mencari unPengelolaan Moneter Namanya, struktur pasar valas domestik. Tidak bisa tung dari selisih kurs yang spekulatif. disangkal jika struktur pasar valas kita sampai saat Bila pasar ideal yang sehat terjadi, importir yang ini lebih besar pasak daripada tiang. Permintaan valas melambutuh valas untuk satu bulan ke depan tak perlu lagi risau de­ngan paui pasokan, kerap disebut sebagai kondisi excess demand. Papelemahan kurs. Kebutuhan mereka ‘terasuransikan’ oleh transakdahal, tak beda dengan barang, ketika pasokan tak mencukupi si forward beli valas. Begitu juga para eksportir tak perlu khawatir permintaan maka harganya melambung. saat rupiah menguat tajam, karena ada ‘asuransi’ dari transaksi Pelaku transaksi juga didominasi “itu-itu saja”, pada kondisi forward jual valas. Kalau saja valas para ekportir di luar negeri yang produk masih berkutat pada transaksi spot, ditambah selisih konon nilainya cukup besar bisa masuk ke dalam negeri, pasar vakurs jual dan kurs beli yang lumayan besar. Dengan karakter ter­ las domestik pun akan mendapat suntikan signifikan. sebut, pasar valas Indonesia harus diakui memang masuk kate­ Struktur pasar valas yang sehat juga akan ‘menguntungkan’ gori “dangkal”. investor asing di bursa saham. Mereka tak perlu bimbang soal Sebagai pembanding, bisa kita tengok kondisi pasar valas ketersediaan rupiah maupun nilai aset valas mereka saat hendak negara tetangga. Berdasarkan survei triennial Bank for Internakeluar dari bursa. Tak perlu lagi mereka terpaku melihat kurs di tional Settlements (BIS) pada 2010, volume transaksi valas Matransaksi spot, karena transaksi swap sudah optimal. laysia mencapai 7,26 miliar dolar AS per hari, Filipina 5,01 miliar Memang, pasar yang dalam dan berkembang tetap tak sera­ dolar AS, Singapura 265,9 miliar dolar AS, dan Thailand 7,39 mili­ tus persen imun dari perilaku pencari untung jangka pendek. Pa­ra spekulan akan selalu mencari celah untuk meraup untung. KOMPOSISI TRANSAKSI VALAS REGIONAL Skan­dal praktik transaksi valas global pada akhir 2012 dan awal 70 67 2013, adalah contoh yang masih hangat. Namun, yang kita do­ 60 rong adalah pendalaman dan pengembangan pasar valas yang 60 sehat, yang membuat para pelaku ekonomi nyaman berada di 50 49 50 47 dalamnya. 44 Upaya yang dilakukan Bank Indonesia, antara lain adalah pe­ 40 39 40 nerbitan aturan soal devisa hasil ekspor dan trustee. Juga, mem30 bangun Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) dan terakhir 22 22 menggelar lelang FX swap yang diharapkan dapat mendorong 20 18 pelaku pasar lebih aktif melakukan transaksi swap dalam penge­ 11 11 11 lolaan likuiditas valasnya. Bila saja boleh mengubah pepatah, 9 10 ba­rangkali sekarang ada seloka baru berbunyi “Dalamnya laut 0 dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tahu. Dalamnya pasar INDONESIA MALAYSIA PHILIPPINES SINGAPORE THAILAND valas yang sehat, itu yang kita perlu.” u Spot Forward Swap EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA Ketergantungan pada impor pun pelan-pelan memupus cerita jaya tentang negara agraris bernama Indonesia. B eberapa bulan lalu saya kedatang­ an seorang anak muda dari Ko­rea Selatan. Mahasiswa dari Fakultas Ekonomi satu kampus di Amerika ini datang untuk menjajaki situasi Jakarta. Rencananya pada 2014 dia belajar Bahasa Indonesia di Universitas Indonesia, karena memperkirakan Indonesia kelak punya peran strategis dalam tatanan ekonomi Asia. Dalam perbincangan, dia sempat ber­ta­ nya mengapa grup band pop Korea (K-Pop) begitu digandrungi, padahal nyanyiannya dalam bahasa Korea. Buta soal K-Pop, saya jawab sekenanya, “Mungkin mereka tertarik dengan penampilan fisik para personel band itu.” Si Korea pun tertawa. Lama berselang, pertanyaan soal K-Pop itu masih mengusik benak saya. Urusan idola saja, bangsa kita harus impor. Walaupun itu hak asasi, tetapi pikiran saya mengembara dan mengaitkannya dengan kondisi ekonomi Indonesia hari-hari ini. Fenomena Sudah dua kuartal ekonomi Indonesia melambat. Sementara inflasi melonjak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak. Neraca berjalan dan neraca perdagangan terus defisit, saat ekonomi Eropa tak kunjung pulih dan Amerika berencana mengurangi stimulus ekonomi. Belakangan rupiah pun melemah. Ada fenomena apa? Saya paham, ruwetnya keterkaitan variabel ekonomi itu membuat orang awam keder. Bagi mereka, yang nyata adalah naik­ nya harga dan ongkos, uang serasa tak berharga, dan lowongan pekerjaan semakin sulit didapat. Bicara pelemahan rupiah, ingatan saya melayang ke era 90-an saat krisis menyapu Asia. Perekonomian Indonesia sekarang memang sudah lebih kokoh dibandingkan waktu itu, dengan beragam pembenahan telah dilakukan. Dukungan data statistik dan teknologi informasi yang lebih baik kini juga tersedia untuk pemantauan ekonomi. Pertanyaannya, kenapa perekonomian Indonesia masih saja terguncang? Bukan- Faturachman Departemen Statistik kah seharusnya kita sudah lebih pintar ka­rena belajar dari krisis ke krisis? Di titik inilah, ada beda besar antara Indonesia dan Korea Selatan, yang sama-sama terhantam krisis pada 1997. Beda Indonesia dan Korea Selatan Indonesia, selewat krisis lebih banyak melakukan pembenahan di bidang politik, atas nama demokrasi. Produknya, antara lain otonomi daerah dan sistem politik multipartai. Sementara Korea Selatan, memilih memperkuat basis dan ambisi ekonomi. Di semenanjung Korea, terjadi revolusi industri otomotif dan teknologi informasi. Hasilnya, brand Korea Selatan kini ber­ te­baran di jalanan hingga telapak tangan kita, bahkan mulai menggeser dominasi Ame­rika dan Jepang. Tak ada lagi kesan produk murah dan kualitas rendah, untuk label dari sana. Respons berbeda berasal dari kondisi dan situasi yang juga berbeda. Konsekuen­ sinya, dampak respons tak sama pula. Bi­la Korea Selatan berjaya, Indonesia justru tergantung pada impor, termasuk soal pangan. Tak hanya menekan neraca perdagang­ an dan menimbulkan gesekan dengan pro­­dusen lokal, ketergantungan pada impor pun pelan-pelan memupus cerita jaya tentang negara agraris bernama Indonesia. Ekspor juga masih bergantung pada ko- moditas primer, yang darinya tercermin kedangkalan industri manufaktur Indonesia. Lalu, kemana saja kita selama ini? Di ma­na perencanaan dan eksekusi pemba­ ngunan yang pernah terlembaga apik? Apa kabar riset teknologi yang dulu menghasilkan pesawat karya anak bangsa? Akankan bonanza swasembada pangan bisa kembali dirasakan? Rentannya ekspor terhadap perkembangan eksternal dan meningkatnya ketergantungan impor, sudah seharusnya menggugah kita untuk kembali fokus menuju bangsa yang berdikari. Barangkali, selama ini kita lalai mengindahkan nilai luhur yang dikobarkan pendiri bangsa. Di balik mencuatnya Hyundai, Samsung, dan LG sebagai brand yang mendunia dari Korea, selalu ada kisah kerja keras dan jatuh bangun para pendirinya. Pendek kata, kerja keras tak akan ingkar! Instrumen moneter yang beragam, kedalaman pasar keuangan, dan kokohnya per­bankan, diakui merupakan faktor pen­ ting pendukung stabilitas perekonomian. Namun semua itu akan menjadi kurang berarti jika masalah struktural untuk meme­ nuhi kebutuhan dalam negeri tak diatasi. Terkait pangan, misalnya, perlu penangan­ an terlembaga dan masuk dalam rencana pembangunan pemerintah pusat hingga daerah. Untuk kembali berswasembada beras, perlu aksi bersama banyak lembaga. Mulai dari riset yang menghasilkan varietas unggul, ketersediaan lahan, kemudahan akses pembiayaan, jaminan pasar, hingga insentif untuk petani. Tanpa semua itu, kemandirian pangan hanya angan-angan. Krisis yang berulang seyogyanya men­ ja­dikan kita lebih mawas dan pintar. Perekonomian yang kini tertekan, bukan hanya masalah Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Tak cukup berpikir krisis hanya bakal berlangsung sementara. Masalah se­ sungguhnya harus dipetakan, lalu mengambil langkah terkoordinasi untuk kemudian mengeliminasinya. Enough is enough! u EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA perspektif K-Pop, Rupiah, dan Mimpi Berdikari 13 B S osialisasi cara mengenali ciri keaslian uang, tak selalu melulu kaku. Di Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, so­sialisasi dilakukan dengan cara unik. Dalam pagelaran wayang! Pentas wayang kulit di awal Juli 2013 itu memerankan lakon Wahyu Kantentreman, dimainkan oleh Ki Dalang Warseno Slank. Sebagai salah satu paket kegiatan hari ulang tahun Indonesia ke-68, sosialisasi keaslian uang dengan cara ini merupakan kerja sama antara Departemen Pengelolaan Uang (DPU) Bank Indonesia dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V yang mencakup Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. “Cara ini dipilih untuk mendekatkan diri dan menyapa masyarakat dalam bahasa dan budaya mereka,” kata Direktur Eksekutif DPU BI, Lambok Antonius Siahaan, dalam sambutannya. Harapannya, perlindungan masyarakat, akan lebih efektif. Audiens adalah masyarakat yang banyak memakai uang tunai dalam transaksi keseharian, seperti di Desa Sumogawe yang merupakan sentra peternak sapi. Apalagi berdasarkan statistik temuan, lebih dari 70 persen uang palsu juga beredar di Pulau Jawa. Sosialisasi diselipkan dalam pagelaran dalam bentuk paparan dan kuis. Selain ciri keaslian uang, dikenalkan juga rekening bank dan alat pembayaran non-tunai, sebagai dukungan bagi program financial inclusion. Tak lupa, la­ yanan penukaran uang “lecek” juga dibuka. Lambok mengundang tawa renyah di sela pagelaran, ketika menyisipkan pesan dalam bahasa Jawa. “Mlaku-Mlaku ning Semarang aja lali tuku kue moci, ‘di­lihat diraba diterawang’ supaya kenal rupiah asli. Mangan salak rasane sepet sing legi dawet lan gulali, rupiah aja diremet-remet supaya awet (lan) gampang dikenali.” Di desa ini, BI dengan menggandeng instansi terkait telah mengembangkan klaster sapi potong dan klaster tanaman obat (bio-farmaka). “Sekarang berkembang sistem pengelolaan sapi dalam kandang komunal,” kata Deputi Kepala Kantor Perwakilan BI Wilayah V, Benny Siswanto. Sistem tersebut sekaligus mengangkat pendapatan melalui pengelolaan limbah dan pakan, juga menjadikan Desa Sumogawe sebagai Desa Ener­gi Mandiri. Limbah organik peternakan diolah menjadi biogas, dipakai untuk keperluan penerangan, memasak, hingga penggilingan padi. Pelengkapnya, pelatihan manajemen pemasaran sapi yang menguntungkan peternak bagi siswa SMK 1 Bawen. ‘‘Komunitas Desa Sumogawe saat ini juga telah mendirikan ‘Perpustakaan Kandang Pintar’, untuk mendukung pengetahuan masyarakat dan menaikkan nilai tawar peternak setempat,” imbuh Kepala Divisi Moneter Kantor Perwakilan BI Wilayah V, Putra Nusantara Stevanus. Lakon Wahyu Katentreman menyisipkan pesan moral berlatar per­sa­ingan Negara Astina, Amarta, dan Poncowati, dalam memburu bunga Pudhak Tan­jung Biru yang diyakini membawa ketentraman dan keteraturan. Ternyata, ketika satu negara tentram dan teratur, dampaknya juga terasa di negara sekitar. u EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ank Indonesia melakukan penyempurnaan terhadap Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Salah satu penyempurnaan itu adalah menaikkan batas maksimal nominal transaksi pengiriman uang melalui sistem tersebut. Sebelumnya, kliring hanya dapat melayani transfer dana maksimal Rp 100 juta. Kini, batas mak­simalnya naik menjadi Rp 500 juta. Tujuannya, memenuhi kebutuhan pengiriman dana antarbank yang semakin meningkat di masyarakat. Ba­ tas baru tersebut mulai berlaku sejak 31 Mei 2013. Selain menaikkan batas maksimal dana yang bisa dikirimkan melalui kliring, Bank Indonesia juga mempercepat penyelesaian transaksi transfer dana melalui fasilitas ini. Waktu pengiriman yang sebelumnya adalah dua kali sehari, sekarang dipercepat menjadi setiap dua jam satu kali. Dengan penyempurnaan soal waktu kirim, tidak ada lagi cerita transfer dana melalui kliring baru akan sampai pada sore hari atau bahkan keesokan harinya. Bank Indonesia menyelesaikan transaksi kliring setiap pukul 10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB, dan 16.00 WIB. Harapannya, kliring dapat mengimbangi kebutuhan kecepatan pengi­ riman dana masyarakat, sehingga tak ada lagi yang ragu menggunakannya. u www.buzzle.com peristiwa & humaniora 14 Ciri Uang Transfer Sampai di Pagelaran Wayang Rp 500 Juta, Kliring Saja... T apanuli Selatan, Sumatera Utara, di­kenal sebagai salah satu sentra produksi salak di Indonesia. Ada ti­ ga varietas sa­lak dapat ditemukan di sana, yakni salak sidimpuan merah, salak sidimpuan putih, dan salak sibakua. Seiring kemajuan teknologi, salak sidim­ puan tidak lagi hanya diperdagangkan be­ rupa buah segar. Produk olahan juga sudah dibuat dari buah yang kaya kandungan kalsium, vitamin C, vitamin E, antioksidan, serta potasium ini. Pasar penjualan produk olahan tak ha­ nya di dalam negeri. Produk dari Tapanuli Selatan sudah beredar di Singapura, Malaysia, dan Hong Kong. Melihat potensi ekonomi yang menjanjikan dari buah salak dan produk turunannya, bantuan pun datang dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga, melalui Program So­sial Bank Indonesia (PSBI). Wujudnya, re­ novasi gedung sentra produksi pengolahan buah salak yang dikelola Koperasi Agro Rimba Nusantara (Agrina). Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga berharap bantuan ini bermanfaat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi olahan buah salak. Harapannya, pro­duk olahan yang dihasilkan memenuhi standar ISO untuk pasar ekspor. "Terutama terkait food safety, hygienic, dan quality system," kata dia. Koperasi Agrina menghimpun 7.372 keluarga dari 14 desa dan dua kelurahan, de­ ngan perkebunan salak seluas 18.967 hektare. Per tahun, wilayah ini menghasilkan salak sebanyak 426.758 ton. Kemampuan berinovasi mengolah salak menjadi aneka ragam produk pangan olah­ an, juga merupakan keunggulan Koperasi Agrina. Apalagi produk olahan memberikan nilai jual lebih tinggi. Di antara produk olah­ an yang sudah dihasilkan adalah kurma sa­ lah, dodol salak, keripik salak, nagogo drink, sirup salak, madu salak najago, dan bakso salak. u peristiwa & humaniora Mengoptimalkan Potensi Salak Dukung Wisata Dunia, Percantik Jukung Pasar Terapung P asar Terapung menjadi salah satu ikon pariwisata Provinsi Kalimantan Selatan yang dikenal baik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Daya tarik uta­ma obyek wisata ini adalah pasar tradisional yang terjaga originalitasnya, dengan keunikan berupa para pedagang berada di atas jukung alias perahu berinteraksi de­ ngan para pembelinya. Keberadaan Pasar Terapung tersebut mempunyai arti penting bagi masyarakat dan pemerintah Kalimantan Selatan. Selain merupakan warisan budaya, pasar ini juga men­ dorong perekonomian, baik dalam kegiatan kesehariannya maupun sebagai potensi wisata. Ada dua lokasi Pasar Terapung di Kalimantan Selatan yang sudah dikenal sebagai obyek wisata. Yaitu Pasar Terapung Kuin di Kota Banjarmasin dan Pasar Terapung Lok Baintan di Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. Pengembangan masih sangat dibutuh­ kan terutama di Pasar Terapung Lok Baintan, termasuk dukungan berupa promosi. Salah satu potensi yang dapat menarik wisatawan di Pasar Terapung Lok Baintan, adalah masih adanya pembayaran barter dalam transaksinya. Karenanya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan beserta perbankan melalui forum Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Kalimantan Se­ latan berupaya memberikan dukungan un­tuk pasar di Lok Baintan ini. Antara lain berupa pemberian bantuan pengecatan perahu Pasar Terapung Lok Baintan di Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar, melalui Progam Sosial Bank Indonesia. Kepala Perwakilan KPw BI Wilayah Kalimantan Mokhammad Dadi Aryadi dalam sambutannya mengatakan keberadaan pa­sar terapung ini hendaknya bisa terus dipertahankan dan dikemas menjadi ob­ yek wisata yang semakin menarik kunjung­ an wisatawan. "Tidak saja berimplikasi po­sitif terhadap pedagangnya dan perekonomian daerah, tetapi juga merupakan sebuah kebanggaan atas keberhasilan mempertahankan tradisi dan warisan yang sudah ada sejak beberapa abad lalu. Pengecatan dipilih sebagai bantuan, karena langkah itu bisa memperindah sekaligus memperpanjang umur teknis jukung. Bantuan diberikan pada sekitar 240 perahu. u EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA 15 ekspose Meracik Resep Sendiri 16 Kebijakan moneter dan fiskal beriringan untuk mengantisipasi dampak dinamika ekonomi global. K etika Gubernur Bank Sentral Amerika The Fed Ben Bernanke meng­ umumkan rencana pengurangan ku­curan dana quantitative easing, pasar global bergejolak. Pelaku pa­sar dan negara-negara di dunia, beradu ‘resep’ mengantisipasi dampak dari rencana yang kemudian dikenal sebagai tapering itu. Semua kalangan tak ingin perekonomi­ annya terpuruk ke titik terendah siklus eko­ nomi ketika tapering benar-benar terjadi, saat The Fed mengurangi kucuran 85 miliar dolar AS per bulan untuk pembelian obligasi pemerintahnya. Tak pernah ada resep spesifik, namun tak berbuat apa-apa juga jelas bu­kan pilihan. Bank Indonesia (BI) memilih menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin dari 6,5 persen pada Mei 2013 menjadi 7 persen pada akhir Agustus 2013, posisi tertinggi sejak Juni 2009. Suku bunga Lending Facility BI juga naik ke 7 persen, sementara suku bunga Deposit Facility naik 50 basis poin menjadi 5,25 persen. Angka-angka tersebut menjadikan se­li­sih suku bunga Indonesia dengan negara lain adalah yang tertinggi di kawasan. Karenanya, investasi dalam rupiah masih cukup menarik dan mampu menahan sebagian aset yang dimiliki non-residen di pasar keuangan domestik agar tak keluar. Selain itu, BI juga memperpendek kembali jangka waktu month-holding-period kepemilikan Ser­tifikat Bank Indonesia (SBI), dari enam bulan menjadi 1 bulan. Investor asing di pasar keuangan domestik sempat goyah ketika nilai tukar rupiah me­lemah, yang antara lain dipicu tingginya inflasi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak. Wacana tapering menjadi tambahan faktor penggoyah. Sementara defisit neraca berjalan dan neraca perdagangan adalah isu lain yang saat ini dihadapi Indonesia. Karenanya, kebijakan moneter yang diru­muskan untuk meredam dampak bera­ gam isu global terhadap perekonomian domestik, juga diimbangi dengan langkah menekan defisit. Sejumlah kebijakan fiskal dan regulasi terkait investasi pun dikeluarkan EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA pe­merintah. Tujuannya, mendorong ekspor dan mengurangi impor. Di antara kebijakan itu adalah tambah­ an potongan pajak untuk sektor padat karya dan kelonggaran aturan bagi kawasan berikat. Ekspor mineral juga didorong melalui relaksasi kuota. Pajak pertambahan nilai (PPN) buku dan PPNBM produk dasar yang sudah tak tergolong barang mewah dihapuskan. Impor minyak yang menjadi salah satu penyumbang defisit perdagangan coba di­ tekan dengan cara pengurangan konsumsi ba­ han bakar minyak. Nafsu impor mobil mewah direm dengan kenaikan 25-50 per­ sen pajak barang mewah. Sementara untuk memperbaiki iklim investasi, aturan dibuat lebih ramah dan longgar terhadap investor asing. BI dan pemerintah juga terus berupaya meredam inflasi, terutama untuk daging dan produk holtikultura. Dengan bauran berbagai kebijakan moneter, fiskal, dan investasi ini, dalam jangka pendek diharapkan defisit transaksi berjalan yang pada kuartal II 2013 sempat mencapai 4,4 persen produk domestik bruto (PDB) bisa turun menjadi 3,4 persen pada triwulan III. Tapering belum terjadi, namun tetap niscaya terjadi. Kesiapan dan ketangguhan menghadapi apa pun dampak dari kebijakan negara adidaya itu, tak cukup mengandalkan satu dua resep dari satu dua lembaga saja. Pemahaman dan keterlibatan seluruh anak bangsa, akan memegang peran kunci. u