SikluS EkonoMi - Bank Indonesia

advertisement
gerai
EDISI 41 n agustus 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER BANK INDONESIA
3
Sejarah yang
Berulang...
6
Meramal
Ekonomi
g
n
a
b
m
o
l
e
Meniti G
i
m
o
n
o
k
E
s
u
l
k
i
S
ikan.
rakhir tak dapat dipast
be
n
da
ai
ul
m
di
s
lu
sik
kapan sebuah tahap
Meski dinamai siklus,
8
Dari Syariah
Sampai Pasar
Keuangan Daerah
13
K-Pop, Rupiah,
dan Mimpi
Berdikari
M
ata dunia kembali mengarah ke Amerika
Serikat. Belum tuntas dampak krisis ke­
uangan global yang bermula dari meletusnya gelembung kredit properti negara
itu pada 2008, kini dunia harus bersiap
mengantisipasi dampak pengurangan stimulus dari sang
negara adidaya.
Kesadaran tentang sejarah termasuk dalam memahami persoalan ekonomi, tetaplah perlu. Bagaimanapun,
sejarah mencatat data dan rekaman “perilaku” di balik naikturun gelombang siklus ekonomi.
Proyeksi atas “masa depan” ekonomi akan selalu ber­
kaca pada apa yang pernah ada, untuk mencegah perekonomian terjerembab atau jatuh bebas. Tak pernah ada
resep tepat untuk menyikapi gelombang siklus ekonomi,
16
namun bukan berarti tak ada yang harus dilakukan pula.
Seiring bertambahnya usia kemerdekaan Indonesia,
saatnya bersama-sama bergandeng tangan, mengoptimal­
kan langkah dari dalam negeri untuk mewujudkan citacita kemandirian ekonomi. Mulai saat ini. u
Meracik
Resep
Sendiri
meja Redaksi
editorial
kolom
D Aulia
Belajar
dari Sejarah
S
ejarah pasti berulang. Terdengar klise, tapi setiap kali memang terbukti itu yang terjadi. Tak
terkecuali di bidang ekonomi. Sayangnya, sejarah tak hanya mencatatkan kisah gemilang tetapi
juga cerita suram.
Terlepas dari apa penyebab siklus ekonomi
berulang, satu hal yang harus disadari bahwa memahami realitas dan potensi milik sendiri adalah
modal awal untuk bisa membuat antisipasi paling
optimal bila tahap perlambatan ekonomi sudah
saatnya kembali berulang. Sebaliknya, pemahaman
yang utuh juga akan mengoptimalkan segala potensi ketika momentum berjaya ada.
Tak pernah ada resep jitu untuk mengatasi sebuah persoalan ataupun mengoptimalkan capai­
an. Bahkan setiap kawasan dan negara punya cara
yang berbeda. Karenanya, pemahaman atas realitas
dan tujuan yang ingin dicapai di negeri ini, meme­
gang peran kunci.
Setepat apa pun ramalan ekonomi dibuat, pa­
da akhirnya kemampuan untuk menjaga pertumbuhan tetap tinggi ataupun mengantisipasi perlambatan ekonomi, akan bersandar pada kapasitas
yang bersama-sama dibangun oleh anak negeri
sendiri.
Di tahun ke-68 kemerdekaan Republik Indonesia, tak pernah salah untuk terus membangkitkan
semangat mencari cara terbaik menjaga biduk eko­
nomi tetap bisa tenang meniti gelombang siklus
yang niscaya terulang.
Bahwa dunia semakin terkait dan saling memberi dampak ketika sesuatu terjadi di salah satu
sudut bumi, setidaknya tetap akan lebih bijak ketika kita selalu siap sedia bersiaga.
Berkaca dari sejarah dan data, tak akan pernah
salah bila setiap langkah saat ini adalah untuk menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan
yang terjadi. Sejarah juga yang nanti akan menguji,
ketepatan dan kesungguhan upaya yang sudah
dibuat. Tabik. u
Difi A Johansyah
Departemen Komunikasi
Asal Jangan...
S
eorang rekan wartawan menele­
pon dengan nada setengah
meng­­goda. “Pak, apa sih keseimbangan ekonomi itu? Apa yg dimaksud
dengan rupiah menuju keseimbangan
baru?”
Saya katakan pertanyaan menggoda karena mungkin dia tak berharap
ada jawaban yang terang-benderang
dari saya. Mengingat, pernyataan “se­
suai keseimbangan atau fundamental
ekonomi” lebih banyak bersifat normatif dengan pemahamannya dise­
rahkan ke persepsi yang ada.
Namun, saya putuskan untuk menerangkan juga arti keseimbangan
eko­nomi ini. Nah, ini dia masalahnya.
Ternyata menerangkan keseimbangan
ekonomi itu rada sulit, apalagi hanya
lewat telepon. Sulit, karena harus lewat dialog dan juga papan tulis kalau
perlu. Jadilah saya terangkan lewat te­
lepon sambil tangan saya menari-nari
seolah sedang menggambar di papan
tulis.
Saya terangkan bahwa keseimbangan ekonomi itu ada dua, yakni
ke­
seimbangan internal dan keseimbangan eksternal. Keseimbangan internal adalah kestabilan harga-harga
alias inflasi yang dipengaruhi kom-
ponen supply dan demand.
Adapun keseimbangan eksternal
adalah kestabilan nilai tukar rupiah
yang dipengaruhi neraca pembayaran.
Di dalamnya ada neraca barang dan
jasa serta neraca arus modal.
Masing-masing komponen saling
berinteraksi membentuk keseimbang­
an. Jadi, keseimbangan ekonomi itu
dibentuk melalui keseimbangan komponen-komponennya.
Cukup panjang, saya terangkan
arti keseimbangan di atas, dan tentunya melalui dialog dan beberapa
pertanyaan kritis dari rekan wartawan
tersebut. Saya berharap keterangan
saya yang dilandasi pemahaman teori
ekonomi itu dapat memuaskan dia.
Akhirnya, sebagai bonus, di akhir
pembicaraan, untuk memastikan teman saya itu mengerti, saya bilang
keseimbangan ekonomi itu ada kata
kuncinya. Kata kuncinya adalah “Asal
jangan...”
Asal jangan ekonomi kolaps, asal
jangan overheating, asal jangan resesi dan depresi, asal jangan hilangnya
kepercayaan pasar, asal jangan ada
krisis likuiditas, dan asal jangan yang
lain. Hehehehe... Itulah keseimbangan
ekonomi yang sebenarnya. u
redaksi
Penanggung Jawab
Difi A Johansyah
Pemimpin Redaksi
peter jacobs
2
Redaksi Pelaksana
Rizana Noor
DWI MUKTI WIBOWo
ERNAWATI JATININGRUM
Wahyu Indra Sukma
Surya Nanggala
Dahlia Dessianayanthi
lina ernawati
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Alamat Redaksi
Humas Bank Indonesia
Jl MH Thamrin 2 - Jakarta
Telp : 021 ­29817317, 29817187
email : [email protected]
website : www.bi.go.id
Redaksi
menerima
kiriman naskah
dan mengedit
naskah sebelum
dipublikasikan.
Kalau saja masalahnya hanya tapering,
pergerakan liar pasar masih bisa diredam.
menyikapi kejatuhan ekonominya pada 2008 dengan menggelontorkan quantitative easing.
Stimulus senilai 85 miliar dolar AS per bulan ini dikucurkan untuk
membeli obligasi pemerintah, agar investor tak menyimpan uang di
bank yang berbunga sangat rendah atau obligasi yang imbal hasilnya
(yield) juga tertekan.
Uang diharapkan masuk ke pasar saham untuk memberi efek kemakmuran.
Ketika harga saham naik, investor bisa bertambah kaya dan ma­
kin rajin belanja, sehingga perekonomian bergerak. Likuiditas juga
akan masuk ke instrumen investasi pasar berkembang.
Uang baru yang dibuat The Fed melalui quantitative easing dan
kebijakan suku bunga mendekati nol persen, kembali mengalirkan
li­
kuiditas untuk mencegah depresi ekonomi.
ejarah akan selalu terulang,
De­­
ngan stimulus ini Amerika akhirnya hanya
nak..” Pesan itu sudah menmengalami resesi. Emerging market pun senang
jadi mantra warisan dari sang
karena ikut kebanjiran likuiditas yang menaikkan
ayah kepada Lawrence G McKetika kemampuan seharga aset mereka.
Donald.
Nah, pada Mei 2013, Gubernur The Fed ber­
buah negara membiayai
Sayangnya, sejarah tak hanya memuat
pidato mengatakan bahwa sudah saatnya stimudefisit transaksi berjalan
ki­sah kemenangan, tetapi juga banyak menlus mulai dikurangi. Pasar pun kembali gon­cang.
coretkan cerita kejatuhan. McDonald adalah
dianggap berkurang,
Rencana yang kemudian dikenal se­ba­gai taperWakil Presiden Lehman Brother yang membi­
ing ini dikhawatirkan bakal memperketat likuidiberhamburan keluarlah
dangi perdagangan surat berharga konvertibel
tas, berupa kenaikan suku bunga.
valuta asing.
dan utang bermasalah, saat raksasa keuangan
Kekhawatiran ini membuat yield obligasi
Amerika itu runtuh pada September 2008.
Kurs pun anjlok.
di Amerika dan negara maju lain melonjak. US
Awalnya selalu sama. Ada aturan yang diTreasury yang Mei lalu yield-nya 1,6 persen naik
anggap terlalu keras dan membatasi sehingga
menjadi 2,78 persen pada Agustus 2013. Akibat­
minta direvisi, zaman yang disebut sudah berbeda, bahwa segalanya nya, instrumen investasi di negara pasar berkembang kurang menarik
lebih canggih, dan atas nama mempercepat laju ekonomi.
lagi.
Para pelaku bisnis menyongsong abad ke-21 dengan “kepongah­
Kalau saja masalahnya hanya tapering, mungkin pergerakan liar
an” bahwa era sudah tak seperti masa 1933 ketika Depresi Hebat pasar masih bisa diredam. Guru Besar London School Business School
meng­hantam “kepongahan” yang waktu itu muncul setelah revolusi Helen Rey menyebut ada siklus finansial global dalam aliran modal,
industri.
harga aset, dan pertumbuhan kredit. Siklus itu bergerak mengikuti
Sinyal berikutnya pun berentetan menyambangi kantor pusat perilaku pelaku pasar terhadap situasi ketidakpastian dan pengLehman Brothers di 745 Seventh Avenue, New York, Amerika Serikat. hindaran risiko.
Termasuk peringatan bahwa pada 2005, pasar real estate Amerika suPasar juga menyaksikan potensi krisis lain, yaitu besarnya defisit
dah meregang nyawa.
transaksi berjalan di negara-negara berkembang yang selama ini
Derasnya kredit perumahan di Amerika sudah dinilai hanya ibarat menjadi tumpuan investasi portofolio. Pada Agustus 2013, misalnya,
otot atlet yang menggembung karena pompaan steroid. Harga pe- defisit transaksi berjalan India mencapai 4,8 persen dan Indonesia
rumahan terlalu mahal, tak sebanding dengan nilai riilnya, di tengah 4,4 persen dari produk domestik bruto. Perekonomian Cina dan India
kredit perumahan yang sudah “tercemar” menjadi produk derivatif.
pun melambat akibat lesunya ekspor dan turunnya investasi.
Maka, perkataan ayah McDonald kembali terbukti, bahwa sejarah
Ketika kemampuan sebuah negara membiayai defisit transaksi
berulang kembali. Pada 2008, gelembung properti Amerika pecah berjalan dianggap berkurang, berhamburan keluarlah valuta asing.
dan memicu krisis finansial global.
Kurs pun anjlok. Per Agustus 2013, rupiah melemah 11,9 persen, sementara rupee bahkan 20 persen.
Soal Cara Mendarat
Berulang atau tidaknya krisis menyusul wacana tapering, butuh
Meski sejarah lagi-lagi terbukti berulang, termasuk dalam perpu­ banyak tangan untuk ikut turun menyiapkan resep terjitu. Setidaknya
taran siklus ekonomi, cara penyikapan bakal menentukan hasil akhir bila krisis memang sejarah yang pasti terulang, ekonomi semestinya
dari “kejatuhan yang terjadi”. Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) tak perlu ikut berulang jatuh bebas. u
fokus
Sejarah yang
Berulang...
“S
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
3
Memahami Siklus Ekonomi
fokus
Para ekonom belajar agar dampak dari krisis yang sangat mungkin terulang kembali bisa diminimalkan.
R
evolusi industri dan inovasi tek­no­
logi telah mendorong terciptanya
keajaiban ekonomi. Yakni, peningkatan kapasitas produksi barang
de­ngan ongkos lebih rendah. Bagi
para pengambil kebijakan ekonomi, ‘keajaib­
an’ ini adalah resep mujarab untuk penyakit
inflasi.
Selama dua dekade pada awal abad ke20, resep tersebut juga sangat diyakini, ketika pasokan barang kebutuhan sangat berlimpah. Harga saham naik terus, demikian
pula harga real estat, dan inflasi tak lebih dari
dua persen per tahun.
Semua orang waktu itu meyakini datang­
nya era baru ekonomi dan mengucapkan se­
lamat tinggal kepada krisis ekonomi. Pada
abad sebelumnya, krisis menjadi semacam
hal rutin dalam siklus tertentu.
Ekonom John Maynard Keynes pada
1927 menyebut ekonomi Amerika tak akan
mengalami crash lagi. Guru besar ekonomi
Universitas Yale, Irving Fisher, pada musim
(Miliar Dolar AS)
pa­nas 1929 pun menyatakan pasar saham
telah mencapai plateau, posisi yang arahnya
hanya naik dan naik terus.
Namun, beberapa bulan setelah pernya­
taan Fisher, pasar saham jatuh. Berikutnya,
terjadilah apa yang sekarang dikenal sebagai Depresi Hebat 1930. Siklus krisis telah
kembali.
Perputaran Siklus
Krisis ekonomi pertama pertama kali terjadi di Inggris pada 1825, dan terus ber­ulang
sejak itu. Setelah periode pertumbuhan eko­
nomi mencapai booming, akan menyusul
kon­traksi, resesi, bahkan mungkin depresi.
Lalu perekonomian berkonsolidasi lagi, ada
pemulihan menuju ekspansi ekonomi, dan
seterusnya berdasarkan fluktuasi produksi,
perdagangan, dan aktivitas bisnis.
Walau business cycle dianggap sebagai
titik lemah alias achilles heel sistem ekonomi
kapitalis, pertumbuhan pesat ekonomi mo­
del apa pun pasti akan menemui titik je­
Tren Data Cadangan Devisa, BI Rate, dan Inflasi
2005-2013
140,00
% (persen)
20,00
19,00
18,00
120,00
17,00
16,00
15,00
100,00
14,00
13,00
12,00
80,00
11,00
10,00
9,00
60,00
8,00
7,00
6,00
40,00
5,00
4,00
3,00
20,00
2,00
1,00
0,00
0,00
2005
2006
2007
Cadev (IRFCL) - Axis kiri
4
2008
2009
2010
BI Rate - Axis kanan
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
2011
2012
2013
Inflasi (YoY) - Axis kanan
nuhnya. Harga barang yang terus naik, misal­
nya, akan mencapai posisi tak ada lagi yang
mau membeli karena sudah terlalu mahal.
Dalam kasus Depresi Hebat, terlalu ba­
nyak barang diproduksi melebihi yang mampu dikonsumsi di dalam negeri, sementara
pa­sar ekspor di Eropa lesu. Lalu, ada faktor
spekulasi di pasar modal.
Namun, siklus ibarat hutan yang tumbuh
lebat selama tahun-tahun kaya curah hujan,
terbakar di kala tiba kemarau panjang, lalu
abu hasil kebakaran itu bisa mempersubur
tanaman yang baru. Dari krisis, harga-harga
akan jatuh ke titik keseimbangan baru menyesuaikan permintaan yang juga menurun.
Meski dinamai siklus, kapan krisis berulang tak bisa dipastikan dan hanya bisa di­
prediksi dengan melihat tanda-tanda yang
ada. Sayangnya, ketika ekonomi dunia sema­
kin terhubung, variabel untuk memprediksi
krisis semakin sulit. Karena, ada pergerakan
cepat aliran modal yang lari dari negara atau
kawasan yang terkena krisis menuju kawasan yang ekonominya masih menjanjikan.
Aliran modal yang dikenal sebagai hot
money ini digerakkan oleh berbagai lembaga keuangan swasta. Misalnya, lembaga
hedge fund yang banyak berperan dalam
berbagai krisis ekonomi sejak 1990-an, ter­
utama krisis ekonomi Asia pada 1998.
Saat itu, modal yang ditarik pulang dari
Asia ke Amerika pun kemudian menyulut ge­
lembung ‘dotcom’ di bursa Wall Street pada
2000. Akhirnya, penyebab utama krisis tak
lagi melulu datang dari faktor internal sebuah negara.
Para ekonom kemudian belajar agar
dam­
pak krisis yang sangat mungkin ber­
ulang kembali dapat diminimalkan. Sebisa
mungkin ekonomi tak jatuh bebas atau crash
landing seperti Depresi Hebat Amerika.
Kebijakan fiskal Amerika yang disebut
New Deal saat Depresi Hebat, dengan berba­
gai proyek infrastrukturnya, tak mampu me­
mu­lihkan ekonomi. Karenanya, ketika terja­
di krisis finansial global 2008 –krisis yang
di­
anggap terburuk setelah Depresi Hebat
1930- The Fed mengombinasikan kebijakan
defisit fiskal Pemerintah Amerika dengan kebijakan moneter.
Maka, lahirlah guyuran likuiditas me­
fokus
lalui skema quantitative easing (QE)
dan penetapan suku bunga sangat
ren­­
dah untuk menggairahkan sektor keuangan. Gubernur The Fed Ben
Ber­nanke menilai dengan cara ini fase
resesi atau kontraksi ekonomi bisa di­
persingkat dan fase depresi dalam
business cycle bisa dihindari. Hasilnya,
Amerika melewati krisis 2008 dengan
soft landing.
Kapan Berakhir?
Masalah lain siklus adalah, kita tak
pernah tahu kapan krisis berakhir. Wa­
lau resesi Amerika berakhir sejak Juni
2009 setelah kontraksi ekonomi selama 18 bulan, namun kondisi ekonomi
global yang ikut terdampak masih berfluktuasi.
Pertumbuhan ekonomi Amerika
juga masih lemah. QE tentu ada ba­
tasnya setelah mencapai lebih dari 6
triliun dolar AS sejak pencetakan uang
dimulai pada 2008. Salah satu hal yang
harus diantisipasi adalah bagaimana
bila kucuran stimulus itu dihentikan.
Mengingat dampak krisis mengglobal, Indonesia juga harus melakukan berbagai upaya mencegah per­
ekonomiannya tak ikut-ikutan jatuh
be­
bas bila krisis kembali menerpa.
Beragam upaya pun tak terkecuali dilakukan Bank Indonesia.
Belajar dari krisis finansial global
yang disulut sektor properti di Amerika, Bank Indonesia antara lain merancang aturan agar aksi investasi spekulatif di pasar properti bisa dikurangi.
Terbitlah aturan seperti ketentuan tentang loan to value ratio untuk pembeli­
an rumah kedua.
Kebijakan kenaikan suku bunga
acu­
an dan instrumen moneter lain
juga dirancang untuk mencegah keluarnya aliran hot money. Pendalaman
pasar valas dalam negeri juga dilakukan untuk menjaga fluktuasi nilai tukar tak begitu bergejolak setiap kali
ada perubahan situasi ekonomi global.
Namun, masa pemulihan hampir selalu memunculkan beragam
tan­­
tangan pula. Bisa jadi, misalnya,
ekonomi tumbuh ketika pertumbuhan
lapangan kerja dan investasi berjalan
lambat.
Bila siklus tumbuh, booming, krisis,
perlambatan, sampai pemulihan ini
bisa dilewati, perekonomian cende­
rung menjadi lebih kuat. Growing
pains. Data perekonomian Indonesia,
misal­nya, memperlihatkan tren tersebut da­lam dua dekade terakhir.
Bukan berarti, setiap goncangan
per­ekonomian cukup disikapi dengan
keyakinan “krisis pasti berlalu”. Bera­
gam ‘pekerjaan rumah’ perekenomian
tetap harus dituntaskan, dan itu tak
bisa hanya mengandalkan satu dua
lembaga atau sektor tertentu. u
Kebijakan kenaikan
suku bunga acu­an dan
instrumen moneter lain
juga dirancang untuk
mencegah keluarnya
aliran hot money.
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
5
fokus
Meramal Ekonomi
D
r Doom, menjadi julukan yang
kini melekat pada Nourel Roubini. Ekonom Amerika keturunan
Turki ini dianggap sebagai
orang pertama yang memprediksi dan memperingatkan akan ada krisis
keuangan pada 2008.
Terlepas dari kontroversi apakah dia benar peramal pertama atau bukan, Roubini
se­karang menjadi salah satu pembicara la­
ris karena ramalannya dianggap jitu. Perta­
nyaannya, sebegitu pentingkah meramal
eko­nomi?
Sebelum seorang pengusaha melakukan investasi, dia tentu ingin mengetahui
ba­gaimana kira-kira animo masyarakat terhadap produk yang akan dia modali. Kualitas produk kerap kali tak menjadi indikator
tunggal yang memastikan animo itu.
Pendapatan masyarakat, juga merupakan indikator yang mesti diprediksi sebelum
sebuah produk dilempar ke pasar. Sementara, daya beli masyarakat secara umum akan
turun ketika perekonomian bergerak me­
lam­bat.
Karenanya, keputusan yang tepat tentang apakah produk akan jadi didanai, atau
berapa maksimal harga yang bisa dipatok
untuk produk itu, butuh “ramalan” tentang
situasi ekonomi di masa mendatang.
Mudahkah?
Meramal atau lebih tepatnya mempro­
yeksikan ekonomi ke depan tak semudah
membalik telapak tangan. Kata proyeksi,
menunjukkan perlunya sebuah metodologi.
Tentu, unsur ilmiah ada di dalamnya, de­
ngan tingkat akurasi tergantung pada pro­
ses yang dijalankan.
Untuk mendapatkan proyeksi yang ji­tu,
seorang analis harus tahu pasti kondisi eko­
nomi saat ini. Namun, kondisi tersebut juga
tak gampang disimpulkan. Dalam sebuah
perusahaan besar, sudah lazim ditemukan
ada divisi yang khusus bertugas membantu
menganalisa perekonomian.
Bila dalam perusahaan saja sampai ada
divisi khusus, tentu saja setiap negara juga
pu­
nya instansi yang bertugas menganalisa ekonomi. Di Indonesia, tugas tersebut
6
Dari Asumsi Sampai Skenario
Untuk mendapatkan proyeksi yang ji­tu,
seorang analis harus tahu pasti kondisi
eko­nomi saat ini.
IGP Wira Kusuma
Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter
diembankan antara lain ke Bank Indonesia
selaku bank sentral, Kementerian Keuangan,
dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Variabel ekonomi apa yang dianalisa,
ter­gantung pada tujuan analisa. Untuk per­
usahaan di sektor keuangan, misalnya, va­
ria­bel yang berpengaruh pada portofolio
ke­
uangannya akan lebih menjadi fokus
analisa.
Secara umum, variabel makro seperti
pertumbuhan ekonomi dan fluktuasi harga
akan menjadi bagian dari analisa. Pendapat­
an domestik bruto dan angka inflasi, menjadi angka yang terus “dibaca”. Setelah krisis
keuangan 2008, sektor keuangan berperan
semakin penting dalam siklus perekonomian, sehingga analisa terkait sektor ini menjadi bertambah penting pula.
Setelah variabel ditentukan, indikator
data menjadi alat yang kemudian dibutuhkan. Tugas utama seorang analis adalah memahami bagaimana pergerakan indikator
dapat terjadi. Hasil dari analisa inilah yang
ke­mudian disimpulkan sebagai kondisi eko­
nomi sekarang.
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Berbekal analisa kondisi ekonomi saat
ini, proyeksi dilakukan dengan asumsi tertentu yang ditetapkan lebih dulu. Asumsi
ter­sebut misalnya harga minyak atau angka pertumbuhan ekonomi dunia. Bacaan
atas kondisi ekonomi saat ini dan penggunaan asumsi yang tepat, akan menentukan jitu atau tidaknya “ramalan” yang
akan dibuat.
Sementara sebagai alat bantu untuk
melakukan proyeksi, para ekonom atau analis biasanya menggunakan model-model
ekonomi. Beberapa skenario kemungkinan
yang dapat terjadi terhadap variabel dan
indikator ekonomi juga dibuat.
Skenario itu misalnya, ketika pertum­
buhan ekonomi dunia turun tajam, apa
yang akan terjadi atau bagaimana penga­
ruhnya pada perekonomian domestik. Demikian pula sebaliknya bagaimana ketika
per­ekonomian global bergairah.
Pembuatan skenario tersebut bertujuan
mempermudah antisipasi segala kemung­
kinan buruk yang dapat terjadi. Proyeksi
yang dibuat pun pada umumnya menggunakan jangka waktu pendek dan panjang,
berupa tren atau angka-angka sebagai “pe­
nerjemah”.
Paduan antara kondisi ekonomi saat ini
dan proyeksi perekonomian di masa mendatang, merupakan landasan untuk merumuskan kebijakan. Bila ekonomi diperkirakan memburuk atau sedang mengalami
kon­
traksi bahkan krisis, berbekal paduan
itu akan dirumuskan langkah-langkah untuk meminimalkan dampak dan mencegah
pemburukan.
Sebaliknya, saat fase ekonomi diperkirakan cerah, akan dibuat kebijakan yang
mem­
buat laju ekonomi tak terlalu cepat
yang berisiko “kepanasan” alias overheating.
Pada akhirnya, inti dari kegiatan “meramal”
ini adalah menjaga ekonomi stabil tanpa
fluktuasi berlebihan. Larisnya Roubini diundang menjadi pembicara, barangkali cukup
menerangkan seberapa penting meramal
ekonomi ini. u
Paduan antara kondisi ekonomi saat ini dan
proyeksi perekonomian di masa mendatang,
merupakan landasan untuk merumuskan kebijakan.
buh lebih cepat, karena volumenya masih
terlalu kecil.
Dalam kondisi seperti seperti Brasil, bank
sentral biasanya memilih menurunkan suku
bu­nga acuan dengan harapan bisa menggerakkan ekonomi. Namun, Komite Moneter
Bank Sentral Brasil lebih memilih menjaga
kestabilan harga dibandingkan menggenjot
pertumbuhan ekonomi. Pilihannya, menaikkan suku bunga acuan.
Pada awal 2013, ketika kebijakan suku
bunga rendah masih dipertahankan, Bank
Sen­tral Brasil sudah menyatakan kebijakan
moneter bukanlah perangkat terbaik untuk
menggenjot pertumbuhan. Mengingat, pe­
lemahan terjadi pada pasokan. Kebijakan
mo­neter pada umumnya merupakan instrumen yang bekerja untuk sisi permintaan.
Seperti mantra, ketika suku bunga naik
maka harga obligasi turun.
M
ata para investor pasar modal,
kini tengah terarah ke perge­
rakan imbal hasil (yield) surat
utang negara Amerika Serikat. Pada Mei 2013, yield US
Treasury notes (UST) dengan tenor 10 tahun
masih di kisaran 1,6 persen.
Namun, setelah pidato Gubernur The Fed
Ben Bernanke tentang rencana tapering alias
pengurangan stimulus quantitative easing
(QE), imbal hasil UST langsung naik menjadi
2,78 persen pada Agustus 2013. Para investor
pun ramai-ramai menjual obligasi Pemerintah AS sehingga harganya terus merosot.
Pesan yang disampaikan Bernanke diba­
ca investor bukan hanya sinyal dari akhir QE.
Itu juga dibaca sebagai sinyal bakal segera
berakhirnya kebijakan suku bunga ultra rendah Fed Fund Rate, yang lima tahun terakhir
bertengger di level 0,25 persen.
Seperti mantra, ketika suku bunga naik
maka harga obligasi turun. Imbal hasil surat
utang yang lama pun naik menyesuaikan
dengan suku bunga kupon surat utang baru
yang akan diterbitkan. Para investor pasar
modal segera menghitung imbal hasil atau
kupon obligasi dibandingkan dengan dividen dari bursa saham.
Dengan posisi imbal hasil US Treasury
notes tenor 10 tahun per Agustus 2013, ha­
nya 18 persen saham di daftar indeks S&P
1500 yang masih bisa memberikan imbalan
lebih besar. Pada Mei 2013 masih ada sepertiga saham di S&P 1500 yang kinerjanya lebih
baik daripada obligasi Pemerintah AS.
Namun, indeks pasar modal di Amerika
dan Eropa masih terus bertahan. Rupanya
karena ada aliran balik hot money di balik
dana pembelian obligasi yang imbal hasilnya
diprediksi bakal terus naik itu. Hot money
berdatangan kembali setelah sebelumnya
ditempatkan di negara-negara emerging
mar­ket selama kucuran dana stimulus membanjiri pasar keuangan Amerika.
Apalagi saat ini negara berkembang ber­
hadapan dengan membengkaknya defisit
ne­­
raca transaksi berjalan karena lesunya
eks­por. Korea Selatan, Filipina, dan Selandia
Baru adalah sedikit negara yang mengalami
goncangan pasar dan capital outflow, namun
perekonomiannya tetap stabil.
Sementara India, Brasil, Indonesia, India,
fokus
Beragam Cara Bersiaga
India
Saat ini negara berkembang ber­hadapan dengan
membengkaknya defisit
ne­­raca transaksi berjalan
karena lesunya eks­por.
dan negara-negara berkembang lain sejak
Juli 2013 mulai merasakan goncangan lebih
kencang. Nilai tukar mata uang negara-negara itu tertekan capital outflow.
Brasil
Pada akhir Agustus 2013, Bank Sentral
Bra­sil sudah menjawab situasi tersebut de­
ngan menaikkan suku bunga acuan 50 basis
poin ke level 9 persen, kenaikan keempat kalinya dengan total 175 basis poin sejak April
2013. Sepanjang 2013 real Brasil melemah 11
persen terhadap dolar AS, menambah beban
inflasi impor terhadap inflasi dalam negeri
yang sudah tinggi melampuai harapan bank
sentral.
Menaikkan suku bunga bukan pilihan
mu­
dah di tengah lesunya ekonomi Brasil
yang pada 2012 hanya tumbuh 0,9 persen,
jauh dari pertumbuhan 7,5 persen pada
2010. Kebijakan fiskal yang telah menggerus
keseimbangan primer anggaran pemerintah
juga tak mampu mendorong ekonomi tum-
Di tengah situasi ekonomi hari-hari ini,
rupee India terdepresiasi hingga 20 persen,
dan defisit neraca berjalannya mencapai 4,8
per­
sen pendapatan domestik bruto pada
kuartal kedua 2013.
Impor kebutuhan domestik menjadi pe­
micu defisit itu, yang uniknya bukan berupa
bahan pangan melainkan emas. Tahun lalu,
India mengimpor emas senilai 50 miliar dolar
AS, dengan 60 persen dibeli kalangan petani.
Tiga jurus kemudian dikeluarkan peme­
rintah India. Yaitu, menaikkan bea masuk
emas menjadi 10 persen, menghemat konsumsi bahan bakar minyak, dan menggenjot
ekspor.
Masalahnya, bukan hanya India yang butuh menambah ekspor. Problem depresiasi
mata uang dan genjotan ekspor juga ada
di emerging market seperti Brasil, Indonesia,
Afri­ka Selatan, Turki, dan Thailand.
Tak seperti emerging market lain, Reserve
Bank of India (RBI) tak juga menaikkan suku
bunga acuan. Kenaikan hanya dilakukan
pada bunga pinjaman jangka pendek atau
repo rate pada Juli 2013.
Banyak kalangan menengarai “sikap bertahan” RBI ini demi mengejar pertumbuhan
ekonomi yang empat tahun lalu sempat
men­cetak rekor laju 10 persen. Dibayangi
in­flasi tinggi, RBI lebih memilih menarik sebanyak mungkin valuta asing masuk. Mereka
merelaksasi penerbitan obligasi internasio­
nal bank.
RBI juga memberi bank fasilitas swap do­­lar
AS ke rupee. Ini untuk menekan biaya hedg­ing
yang harus dikeluarkan bank saat me­megang
valuta asing, sebagai “iming-iming­” agar perbankan lincah berburu valas. u
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
7
liputan
Hendar, Deputi Gubernur Bank Indonesia
Dari Syariah Sampai
Pasar Keuangan Daerah
Anton Febriawan
Departemen Komunikasi
Kekuatan ekonomi domestik dan
potensi daerah adalah aset Indonesia.
S
etelah melalui uji kelayakan dan
ke­
patutan yang dilakukan Komisi
XI DPR pada 1 Juli 2013, Hendar
ter­
pilih menjadi Deputi Gubernur
Bank Indonesia melalui mekanisme
rapat internal komisi tersebut pada 8 Juli
2013. Penguatan pasar keuangan domestik
dan pengembangan pasar keuangan daerah
menjadi salah satu konsen utama Hendar.
"Ini amanah yang akan saya junjung tinggi," kata Hendar tentang jabatan barunya.
Dia pun tak menjanjikan selain dedikasi dan
pengabdian penuh pada jabatannya.
Upacara pelantikan Hendar sebagai De­
puti Gubernur BI dilaksanakan di Ruang Ku-
8
suma Atmadja, Gedung Mahkamah Agung,
Jakarta Pusat, pada Jumat (2/8/2013). Ketua
Mahkamah Agung Hatta Ali melantik Hendar berdasarkan Surat Keputusan Presiden
No­mor 89/P Tahun 2013, tertanggal 27 Juli
2013.
Hendar terpilih menggantikan posisi
yang 'ditinggalkan' Muliaman D Hadad yang
mengundurkan diri karena terpilih menjadi
Ketua Otoritas Jasa Keuangan pada 2012.
Hendar akan meneruskan jabatan yang pernah diduduki Muliaman hingga 2016.
Seusai pelantikan, Hendar menegaskan
bahwa mendorong intermediasi perbankan
dan pendalaman pasar keuangan akan menjadi salah satu visi-misi yang akan dia jalankan. Sejalan dengan visi-misi Bank Indonesia,
Hendar pun akan mendorong terwujudnya
pasar keuangan yang stabil, inklusif, dan
efi­sien. "Untuk mendukung pembangunan
ekonomi nasional melalui optimalisasi kebi-
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
jakan moneter, makroprudensial, dan sistem
pembayaran," kata dia.
Terkait dengan dinamika ekonomi nasional dan global akhir-akhir ini, menurut
Hen­dar Bank Indonesia juga perlu berperan
lebih aktif mendukung pengembangan sektor keuangan di daerah. "Kekuatan ekonomi
domestik dan potensi daerah adalah aset
In­do­nesia untuk bertahan dan berkembang
dalam lingkungan perekonomian dunia yang
semakin dinamis dan penuh tantangan," papar dia.
Dengan kehadiran Hendar sebagai De­
puti Gubernur Bank Indonesia, kini Dewan
Gu­bernur Bank Indonesia berkomposisikan
seorang gubernur didampingi empat deputi
gubernur. Keahlian Hendar di bidang formulasi kebijakan dan operasi moneter diharapkan dapat lebih mendorong integrasi peran
sistem pembayaran. Integrasi ini merupakan
bagian dari revitalisasi peran Bank Indonesia
monetaria
siklus bisnis atau ekonomi, meng­acu
pada fluktuasi eknomi yang luas dalam
produksi, perdagangan, dan kegi­
atan
ekonomi selama beberapa waktu, da­
lam sistem perekonomian berbasis per­
dagangan bebas. Fluktuasi tumbuh atau
melambat dalam siklus ini biasanya me­
rujuk pada pendapatan domestik bruto
(PDB) dengan tren jangka panjang. Meski
disebut siklus, namun kapan terjadi dan
berakhirnya tak bisa dipastikan. Ada be­
ragam teori mengenai siklus ini. Gambaran sangat disederhanakannya adalah
seperti gambar di samping.
dalam siklus bisnis adalah proses
ekonomi dari fase pertumbuhan ke perlambatan ekonomi tetapi dengan pendekatan yang menghindari resesi apalagi
depresi, sebisa mungkin menjadi datar
tanpa masuk ke fase resesi apalagi depresi, untuk pada saatnya nanti perekonomi­
an kembali tumbuh. Istilah ini diadopsi
dari dunia penerbangan, yaitu pada tahap
pendaratan pesawat, dengan mengu­
rangi ketinggian secara bertahap.
Hard landing:
dalam siklus bisnis atau siklus ekonomi adalah pergeseran fase ekonomi de­
ngan cepat, dari fase tumbuh menjadi
sangat melambat bahkan depresi. Ini juga
mengadopsi istilah dari pendaratan pesawat. u
monetaria
Business cycle:
Soft landing:
wikipedia
Berikut adalah beberapa makna istilah yang muncul dalam Gerai Info edisi ini:
Krisis:
Dalam siklus bisnis, krisis adalah istilah
untuk situasi di antara fase pertumbuh­an
menuju perlambatan ekonomi, yang bila
tak ada tindakan diambil bisa membawa
sebuah perekonomian jatuh bebas ke titik
resesi bahkan depresi.
setelah pelimpahan kewenangan pengawasan bank ke Otoritas Jasa Keuangan.
Segera beralihnya fungsi pengawasan
per­bankan dari Bank Indonesia ke Otoritas
Ja­
sa Keuangan, ujar Hendar, menjadikan
ko­ordinasi yang semakin erat antara bank
sentral sebagai otoritas moneter dengan
otoritas fiskal dan Otoritas Jasa Keuangan semakin penting. "Ini akan menentukan dalam
mewujudkan kebijakan makroekonomi yang
efektif dan efisien," tegas dia.
Lahir pada 1957 di Bandung, Jawa Barat,
Hendar menempuh pendidikan di Fakultas
Eko­nomi Universitas Padjadjaran. Ia berhasil
mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di bidang ilmu manajemen pada 1982.
Hendar mengawali kariernya di Bank
Indo­
nesia pada 1983 sebagai Staf Urusan
Kredit Umum. Lalu, pada 1995 ia memperoleh
gelar MA di bidang Ekonomi Pembangun­an
dari Center for Development Economics, Williams College, AS.
Karier Hendar menanjak menjadi Kabiro
Kebijakan Moneter pada 2004 dan Direktur
Eksekutif Departemen Pengelolaan Mone­ter
pada 2009. Pria yang menyandang gelar doktor di bidang ekonomi dari Univer­sitas Pa­
djadjaran ini, sejak awal 2013 di­promosi­kan
sebagai Asisten Gubernur yang mem­bawahi
bidang Sistem Pembayaran, Pengedaran
Uang, dan Pengelolaan Sistem Informasi.
Jauh sebelumnya, Hendar sudah dikenal
punya perhatian pada pengembangan pasar
keuangan syariah dan perbankan syariah. Dia
pun berperan aktif ketika menjadi anggota
Komite Perbankan Syariah Bank Indonesia.
Perannya antara lain dalam perumusan
langkah-langkah dukungan terhadap pe­
nguatan pengelolaan likuiditas melalui operasi mone­ter syariah. Juga, pengembangan
pasar uang syariah serta pendalaman pasar
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). u
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
9
ruang baca
Bakti
untuk Negeri
Dwi Mukti Wibowo
Departemen Komunikasi
Beragam kegiatan kepedulian digelar, sebagai upaya
bersama mengisi kemerdekaan dan berbakti pada negeri.
P
eringatan hari ulang tahun ke-68 Republik Indonesia menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia. Tak terkecuali
Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memiliki tugas
dan fungsi strategis dalam mengawal perekonomian nasional.
Namun, ada nuansa berbeda yang disajikan Bank Indonesia untuk menyemarakkan peringatan kemerdekaan ini. Momentum hari
kemerdekaan dimanfaatkan dengan menggelar sejumlah kegiatan di
lingkungan eksternal dan internal.
Rangkaian kegiatan yang tak 'berbau' ekonomi ini dikemas dalam
'paket' bertajuk 'Bakti Bank Indonesia untuk Negeri'. Dari kegiatan ini
diharapkan nilai-nilai nasionalisme dan kepedulian sosial yang menjadi perekat bangsa terbangkitkan dan terjaga. Di antaranya berupa
pemberian santunan kesehatan, santunan pendidikan, bantuan so­
sial pemberdayaan masyarakat, bantuan sosial untuk pelestarian ling­
kungan, dan kepedulian sosial.
Santunan kesehatan diserahkan kepada keluarga Korps Veteran
RI di lingkungan Bank Indonesia. Sementara santunan pendidikan
di­be­rikan berupa beasiswa untuk siswa berprestasi dari keluarga
pe­gawai outsourcing di Bank Indonesia dan keluarga tidak mampu.
Masih dari paket santunan pendidikan, diserahkan juga bantuan perlengkapan belajar untuk anak-anak sekolah non-formal.
Adapun bantuan sosial untuk pemberdayaan masyarakat dise­
rahkan dalam rupa peralatan musik sebagai modal usaha untuk para
tunanetra dari Yayasan Swaybima. Juga, bantuan gerobak untuk
modal usaha masyarakat di Kampung Pemulung, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Sementara bantuan sosial untuk pelestarian lingkungan diwujudkan dalam bentuk bibit tanaman mangrove. Bibit ini kemudian akan
ditanam oleh para siswa TK, SD, SMP, dan SMA Yasporbi.
Bantuan sosial juga diserahkan dalam bentuk penyediaan air bersih untuk warga di Blok Empang Dalam, Muara Angke, Jakarta Utara.
Juga, pemberian rompi kepada tukang ojek di lingkungan Kebon
Sirih dan Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat.
Sedikit 'berbau' ekonomi sebagaimana tugas kesehariannya,
Bank Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
berupaya meningkatkan daya beli masyarakat di Pasar Tanah Abang.
Bank Indonesia juga turut membantu memperkenalkan Blok G di
pasar tersebut sebagai tempat belanja yang representatif.
Di blok pasar tersebut, Bank Indonesia melakukan identifikasi
10
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
persoalan untuk kemudian bisa mendapatkan solusi. Salah satu isu
utama yang menjadi sorotan adalah bagaimana meramaikan transak­
si di blok ini, menyusul relokasi para pedagang kaki lima ke lokasi
ter­sebut. Termasuk di antara fasilitas yang teridentifikasi sebagai ma­
salah untuk menarik pengunjung adalah perlunya tersedia pusat jajan dan mesin tarik tunai (ATM).
Aneka kegiatan dalam rangka peringatan hari kemerdekaan
tersebut sejalan dengan program-program lain kepedulian yang rutin disalurkan melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), Bantuan
Sosial Ikatan Pegawa Bank Indonesia (IPEBI), dan Bantuan Sosial Majelis Masjid Bank Indonesia (MMBI). Melalui beragam program dan
kegiatan tersebut, Bank Indonesia mengajak seluruh kalangan untuk
bersama-sama mengisi kemerdekaan, sebagai bakti untuk negeri. u
E
Djalu’13
mpat mahasiswa jurusan psikologi ha­
rus datang ke rumah sakit jiwa untuk
pe­nelitian. Budi membawa mobil bututnya untuk berangkat bersama ketiga temannya.
Selesai dengan riset mereka, Budi dan
tiga temannya hendak pulang. Apes, salah
ban mobil bututnya kempes. Sambil menggerutu, Budi pun mengganti ban yang kem­
pes dengan ban cadangan.
Ternyata keapesan Budi belum usai.
Ka­
rena bekerja sambil menggerutu saat
mengganti ban, mur ban malah menggelinding ke got yang berjeruji. Empat-empatnya pula.
“Aduh, tak cukup ya seharian harus susah payah mewawancarai orang gila, masih
harus bermasalah dengan mur,” keluh Budi.
Tiga temannya hanya bengong melihat Bu­
di berkeluh kesah.
“Ada yang mau tanya dimana bengkel
dan ke sana untuk beli mur?” tanya Budi pa­
da tiga temannya. Tapi dengan tampang
po­los yang mengesalkan, ketiga temannya
keberatan dengan beragam alasan, mulai
dari tak tahu lokasi sekitar rumah sakit sampai tak bawa uang.
Budi sudah mulai kesal dan menyesal
berangkat satu rombongan dengan tiga
te­mannya itu. Tahu begini, pikir dia, lebih
baik dia tadi berangkat sendiri dengan motor butut yang dia pakai sehari-hari. Meski
butut, motornya sudah pakai ban tubeless
sehingga tak mungkin kempes di tempat
antah-berantah begini.
Ternyata, sepanjang insiden ban kem­
pes itu, ada seorang pasien rumah sakit
yang memperhatikan keempat mahasiswa
tersebut. Dia pun tiba-tiba bekomentar, ketika melihat para mahasiswa hanya saling
berdiam dengan ekspresi kesal.
“Ambil saja satu mur dari tiga ban yang
lain, untuk dipasang di ban cadangan itu.
Kalau nanti ketemu bengkel, baru beli mur
baru lagi,” ujar pasien tersebut.
Sontak, Budi dan tiga temannya terpe­
rangah. Spontan pula, Budi bertanya, “Pak,
Anda bisa memberi ide cemerlang begitu
tapi kenapa ada di rumah sakit jiwa?”
Mendapat pertanyaan itu, si pasien
hanya nyengir dan senyum-senyum. Sejurus kemudian dia menjawab, “Mas, saya di
sini karena gila, bukan bodoh.” Lalu dia berlalu dengan bersiul-siul tidak jelas. u
gerai canda
Gila Tapi Tidak Bodoh
kuis
J
awab pertanyaan berikut
dan rebut hadiah menarik
dari Gerai Info Bank Indonesia:
istilah yang dipakai oleh
1 Apa
Irving Fisher sebagai gambar­
an situasi ekonomi Amerika
Se­rikat di puncak kejayaan re­
volusi industri?
situasi ekonomi
2 Menghadapi
saat ini, Bank Sentral India me­
milih tidak menaikkan suku
bu­nga acuan. Namun ada sa­tu
suku bunga yang mereka se­
suaikan. Suku bunga apakah?
suku bunga acuan
3 Berapa
yang ditetapkan Bank Indonesia per Agustus 2013?
Jawaban dapat dikirimkan ke
e-mail: RedaksiGeraiInfo@
bi.go.id paling lambat
20 Oktober 2013. Di dalam subyek e-mail, cantumkan “Kuis
Gerai Info Edisi Agustus 2013”,
dan di dalam e-mail sertakan
pula nama lengkap, alamat,
profesi, dan nomor te­lepon
yang dapat dihubungi.
Pemenang akan
diumumkan dalam
Gerai Info Bank Indonesia
edisi Oktober 2013.
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
11
PASAR VALAS
perspektif
How Deep Can We Go?
12
Harus diakui pasar valas kita masih masuk kategori dangkal.
H
ar dolar AS.
Sementara pada periode yang sama, di puncak aliran dana
ma­suk ke Indonesia, volume transaksi pasar valas Indonesia ‘ha­
nya’ 3,38 miliar dolar AS. Dilihat dari komposisi variasi produk
transaksinya, 60 persen transaksi valas Indonesia adalah spot,
hanya 18 persen transaksi forward dan 22 persen swap. Perban­
dingan kondisi regional, dapat dilihat pada tabel.
Karenanya, cukup beralasan bila bank sentral ikut mendorong pendalaman dan perluasan pasar valas. Diyakini, pasar
valas yang dalam dan berkembang akan lebih memberikan
kemampuan meredam gejolak berlebihan nilai tukar. Bila terwujud, penanganan fluktuasi nilai tukar tak hanya
mengandalkan langkah moneter bank sentral yang
berbiaya besar.
ari-hari ini, barangkali “aktor” paling ngetop dan menyedot perhatian adalah nilai tukar rupiah. Bila frasa
itu disebut, sontak semua kalangan berebut urun
pendapat, komentar, bahkan hujatan. Kurs rupiah
dianggap menjadi biang keladi carut-marut perekonomian Indonesia saat ini.
Hampir semua ahli ekonomi berpendapat anjloknya nilai tukar rupiah sekarang merupakan akibat perlambat­
an ekonomi, baik di dalam negeri maupun di ta­
tar­
an global. Di dalam negeri, perlambatan ini
men­
dorong para investor pemilik uang hengkang, mencari tempat yang dinilai lebih aman dan
Bagaimana yang Ideal?
menjanjikan untuk “mengembangbiakkan” aset.
Tentu, yang dibutuhkan adalah pasar yang da­
Lalu ada rencana tapering dari The Fed, alias pe­
lam dan berkembang tetapi sehat. Layaknya fungsi
ngurangan stimulus yang mereka kucurkan sejak
uang sebagai alat pembayaran dan alat hitung
krisis keuangan 2008.
aset, valas yang ditransaksikan di pasar seharusnya
Namun, ada satu penyebab lain yang tak ka­lah
ter­kait dengan kebutuhan pembayaran atau kepeYuli Nurjanati
Departemen
berkontribusi pada pelemahan nilai tukar ru­piah.
milikan aset, bukan sekadar transaksi mencari unPengelolaan Moneter
Namanya, struktur pasar valas domestik. Tidak bisa
tung dari selisih kurs yang spekulatif.
disangkal jika struktur pasar valas kita sampai saat
Bila pasar ideal yang sehat terjadi, importir yang
ini lebih besar pasak daripada tiang. Permintaan valas melambutuh valas untuk satu bulan ke depan tak perlu lagi risau de­ngan
paui pasokan, kerap disebut sebagai kondisi excess demand. Papelemahan kurs. Kebutuhan mereka ‘terasuransikan’ oleh transakdahal, tak beda dengan barang, ketika pasokan tak mencukupi
si forward beli valas. Begitu juga para eksportir tak perlu khawatir
permintaan maka harganya melambung.
saat rupiah menguat tajam, karena ada ‘asuransi’ dari transaksi
Pelaku transaksi juga didominasi “itu-itu saja”, pada kondisi
forward jual valas. Kalau saja valas para ekportir di luar negeri yang
produk masih berkutat pada transaksi spot, ditambah selisih
konon nilainya cukup besar bisa masuk ke dalam negeri, pasar vakurs jual dan kurs beli yang lumayan besar. Dengan karakter ter­
las domestik pun akan mendapat suntikan signifikan.
sebut, pasar valas Indonesia harus diakui memang masuk kate­
Struktur pasar valas yang sehat juga akan ‘menguntungkan’
gori “dangkal”.
investor asing di bursa saham. Mereka tak perlu bimbang soal
Sebagai pembanding, bisa kita tengok kondisi pasar valas
ketersediaan rupiah maupun nilai aset valas mereka saat hendak
negara tetangga. Berdasarkan survei triennial Bank for Internakeluar dari bursa. Tak perlu lagi mereka terpaku melihat kurs di
tional Settlements (BIS) pada 2010, volume transaksi valas Matransaksi spot, karena transaksi swap sudah optimal.
laysia mencapai 7,26 miliar dolar AS per hari, Filipina 5,01 miliar
Memang, pasar yang dalam dan berkembang tetap tak sera­
dolar AS, Singapura 265,9 miliar dolar AS, dan Thailand 7,39 mili­
tus persen imun dari perilaku pencari untung jangka pendek.
Pa­ra spekulan akan selalu mencari celah untuk meraup untung.
KOMPOSISI TRANSAKSI VALAS REGIONAL
Skan­dal praktik transaksi valas global pada akhir 2012 dan awal
70
67
2013, adalah contoh yang masih hangat. Namun, yang kita do­
60
rong adalah pendalaman dan pengembangan pasar valas yang
60
sehat, yang membuat para pelaku ekonomi nyaman berada di
50
49
50
47
dalamnya.
44
Upaya yang dilakukan Bank Indonesia, antara lain adalah pe­
40
39
40
nerbitan aturan soal devisa hasil ekspor dan trustee. Juga, mem30
bangun Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) dan terakhir
22
22
menggelar lelang FX swap yang diharapkan dapat mendorong
20
18
pelaku pasar lebih aktif melakukan transaksi swap dalam penge­
11
11
11
lolaan likuiditas valasnya. Bila saja boleh mengubah pepatah,
9
10
ba­rangkali sekarang ada seloka baru berbunyi “Dalamnya laut
0
dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tahu. Dalamnya pasar
INDONESIA
MALAYSIA
PHILIPPINES
SINGAPORE
THAILAND
valas yang sehat, itu yang kita perlu.” u
Spot
Forward
Swap
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Ketergantungan pada impor pun pelan-pelan memupus cerita jaya tentang negara agraris bernama Indonesia.
B
eberapa bulan lalu saya kedatang­
an seorang anak muda dari Ko­rea
Selatan. Mahasiswa dari Fakultas
Ekonomi satu kampus di Amerika
ini datang untuk menjajaki situasi
Jakarta. Rencananya pada 2014 dia belajar
Bahasa Indonesia di Universitas Indonesia,
karena memperkirakan Indonesia kelak punya peran strategis dalam tatanan ekonomi
Asia.
Dalam perbincangan, dia sempat ber­ta­
nya mengapa grup band pop Korea (K-Pop)
begitu digandrungi, padahal nyanyiannya
dalam bahasa Korea. Buta soal K-Pop, saya
jawab sekenanya, “Mungkin mereka tertarik
dengan penampilan fisik para personel
band itu.” Si Korea pun tertawa.
Lama berselang, pertanyaan soal K-Pop
itu masih mengusik benak saya. Urusan idola saja, bangsa kita harus impor. Walaupun
itu hak asasi, tetapi pikiran saya mengembara dan mengaitkannya dengan kondisi
ekonomi Indonesia hari-hari ini.
Fenomena
Sudah dua kuartal ekonomi Indonesia
melambat. Sementara inflasi melonjak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak.
Neraca berjalan dan neraca perdagangan
terus defisit, saat ekonomi Eropa tak kunjung pulih dan Amerika berencana mengurangi stimulus ekonomi. Belakangan rupiah
pun melemah. Ada fenomena apa?
Saya paham, ruwetnya keterkaitan variabel ekonomi itu membuat orang awam
keder. Bagi mereka, yang nyata adalah naik­
nya harga dan ongkos, uang serasa tak berharga, dan lowongan pekerjaan semakin
sulit didapat.
Bicara pelemahan rupiah, ingatan saya
melayang ke era 90-an saat krisis menyapu
Asia. Perekonomian Indonesia sekarang
memang sudah lebih kokoh dibandingkan
waktu itu, dengan beragam pembenahan
telah dilakukan. Dukungan data statistik
dan teknologi informasi yang lebih baik kini
juga tersedia untuk pemantauan ekonomi.
Pertanyaannya, kenapa perekonomian
Indonesia masih saja terguncang? Bukan-
Faturachman
Departemen Statistik
kah seharusnya kita sudah lebih pintar
ka­rena belajar dari krisis ke krisis? Di titik
inilah, ada beda besar antara Indonesia dan
Korea Selatan, yang sama-sama terhantam
krisis pada 1997.
Beda Indonesia dan Korea Selatan
Indonesia, selewat krisis lebih banyak
melakukan pembenahan di bidang politik,
atas nama demokrasi. Produknya, antara
lain otonomi daerah dan sistem politik multipartai. Sementara Korea Selatan, memilih
memperkuat basis dan ambisi ekonomi. Di
semenanjung Korea, terjadi revolusi industri otomotif dan teknologi informasi.
Hasilnya, brand Korea Selatan kini ber­
te­baran di jalanan hingga telapak tangan
kita, bahkan mulai menggeser dominasi
Ame­rika dan Jepang. Tak ada lagi kesan
produk murah dan kualitas rendah, untuk
label dari sana.
Respons berbeda berasal dari kondisi
dan situasi yang juga berbeda. Konsekuen­
sinya, dampak respons tak sama pula.
Bi­la Korea Selatan berjaya, Indonesia justru tergantung pada impor, termasuk soal
pangan.
Tak hanya menekan neraca perdagang­
an dan menimbulkan gesekan dengan
pro­­dusen lokal, ketergantungan pada impor pun pelan-pelan memupus cerita jaya
tentang negara agraris bernama Indonesia.
Ekspor juga masih bergantung pada ko-
moditas primer, yang darinya tercermin kedangkalan industri manufaktur Indonesia.
Lalu, kemana saja kita selama ini? Di
ma­na perencanaan dan eksekusi pemba­
ngunan yang pernah terlembaga apik? Apa
kabar riset teknologi yang dulu menghasilkan pesawat karya anak bangsa? Akankan
bonanza swasembada pangan bisa kembali
dirasakan?
Rentannya ekspor terhadap perkembangan eksternal dan meningkatnya ketergantungan impor, sudah seharusnya menggugah kita untuk kembali fokus menuju
bangsa yang berdikari. Barangkali, selama
ini kita lalai mengindahkan nilai luhur yang
dikobarkan pendiri bangsa.
Di balik mencuatnya Hyundai, Samsung, dan LG sebagai brand yang mendunia
dari Korea, selalu ada kisah kerja keras dan
jatuh bangun para pendirinya. Pendek kata,
kerja keras tak akan ingkar!
Instrumen moneter yang beragam, kedalaman pasar keuangan, dan kokohnya
per­bankan, diakui merupakan faktor pen­
ting pendukung stabilitas perekonomian.
Namun semua itu akan menjadi kurang
berarti jika masalah struktural untuk meme­
nuhi kebutuhan dalam negeri tak diatasi.
Terkait pangan, misalnya, perlu penangan­
an terlembaga dan masuk dalam rencana
pembangunan pemerintah pusat hingga
daerah.
Untuk kembali berswasembada beras,
perlu aksi bersama banyak lembaga. Mulai
dari riset yang menghasilkan varietas unggul, ketersediaan lahan, kemudahan akses
pembiayaan, jaminan pasar, hingga insentif
untuk petani. Tanpa semua itu, kemandirian pangan hanya angan-angan.
Krisis yang berulang seyogyanya men­
ja­dikan kita lebih mawas dan pintar. Perekonomian yang kini tertekan, bukan hanya
masalah Bank Indonesia dan Kementerian
Keuangan. Tak cukup berpikir krisis hanya
bakal berlangsung sementara. Masalah
se­
sungguhnya harus dipetakan,
lalu
mengambil langkah terkoordinasi untuk
kemudian mengeliminasinya. Enough is
enough! u
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
perspektif
K-Pop, Rupiah,
dan Mimpi Berdikari
13
B
S
osialisasi cara mengenali ciri keaslian uang, tak selalu melulu kaku.
Di Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang,
so­sialisasi dilakukan dengan cara unik. Dalam pagelaran wayang!
Pentas wayang kulit di awal Juli 2013 itu memerankan lakon Wahyu
Kantentreman, dimainkan oleh Ki Dalang Warseno Slank. Sebagai
salah satu paket kegiatan hari ulang tahun Indonesia ke-68, sosialisasi keaslian
uang dengan cara ini merupakan kerja sama antara Departemen Pengelolaan
Uang (DPU) Bank Indonesia dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V
yang mencakup Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Cara ini dipilih untuk mendekatkan diri dan menyapa masyarakat dalam
bahasa dan budaya mereka,” kata Direktur Eksekutif DPU BI, Lambok Antonius
Siahaan, dalam sambutannya. Harapannya, perlindungan masyarakat, akan
lebih efektif.
Audiens adalah masyarakat yang banyak memakai uang tunai dalam transaksi keseharian, seperti di Desa Sumogawe yang merupakan sentra peternak
sapi. Apalagi berdasarkan statistik temuan, lebih dari 70 persen uang palsu
juga beredar di Pulau Jawa.
Sosialisasi diselipkan dalam pagelaran dalam bentuk paparan dan kuis.
Selain ciri keaslian uang, dikenalkan juga rekening bank dan alat pembayaran
non-tunai, sebagai dukungan bagi program financial inclusion. Tak lupa, la­
yanan penukaran uang “lecek” juga dibuka.
Lambok mengundang tawa renyah di sela pagelaran, ketika menyisipkan
pesan dalam bahasa Jawa. “Mlaku-Mlaku ning Semarang aja lali tuku kue moci,
‘di­lihat diraba diterawang’ supaya kenal rupiah asli. Mangan salak rasane sepet
sing legi dawet lan gulali, rupiah aja diremet-remet supaya awet (lan) gampang
dikenali.”
Di desa ini, BI dengan menggandeng instansi terkait telah mengembangkan klaster sapi potong dan klaster tanaman obat (bio-farmaka). “Sekarang
berkembang sistem pengelolaan sapi dalam kandang komunal,” kata Deputi
Kepala Kantor Perwakilan BI Wilayah V, Benny Siswanto.
Sistem tersebut sekaligus mengangkat pendapatan melalui pengelolaan
limbah dan pakan, juga menjadikan Desa Sumogawe sebagai Desa Ener­gi
Mandiri. Limbah organik peternakan diolah menjadi biogas, dipakai untuk
keperluan penerangan, memasak, hingga penggilingan padi.
Pelengkapnya, pelatihan manajemen pemasaran sapi yang menguntungkan peternak bagi siswa SMK 1 Bawen. ‘‘Komunitas Desa Sumogawe saat ini juga
telah mendirikan ‘Perpustakaan Kandang Pintar’, untuk mendukung pengetahuan masyarakat dan menaikkan nilai tawar peternak setempat,” imbuh Kepala
Divisi Moneter Kantor Perwakilan BI Wilayah V, Putra Nusantara Stevanus.
Lakon Wahyu Katentreman menyisipkan pesan moral berlatar per­sa­ingan
Negara Astina, Amarta, dan Poncowati, dalam memburu bunga Pudhak Tan­jung
Biru yang diyakini membawa ketentraman dan keteraturan. Ternyata, ketika satu
negara tentram dan teratur, dampaknya juga terasa di negara sekitar. u
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
ank Indonesia melakukan penyempurnaan
terhadap Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Salah satu penyempurnaan itu
adalah menaikkan batas maksimal nominal transaksi pengiriman uang melalui sistem tersebut.
Sebelumnya, kliring hanya dapat melayani
transfer dana maksimal Rp 100 juta. Kini, batas
mak­simalnya naik menjadi Rp 500 juta. Tujuannya,
memenuhi kebutuhan pengiriman dana antarbank yang semakin meningkat di masyarakat. Ba­
tas baru tersebut mulai berlaku sejak 31 Mei 2013.
Selain menaikkan batas maksimal dana yang
bisa dikirimkan melalui kliring, Bank Indonesia
juga mempercepat penyelesaian transaksi transfer
dana melalui fasilitas ini. Waktu pengiriman yang
sebelumnya adalah dua kali sehari, sekarang dipercepat menjadi setiap dua jam satu kali.
Dengan penyempurnaan soal waktu kirim,
tidak ada lagi cerita transfer dana melalui kliring
baru akan sampai pada sore hari atau bahkan
keesokan harinya. Bank Indonesia menyelesaikan
transaksi kliring setiap pukul 10.00 WIB, 12.00 WIB,
14.00 WIB, dan 16.00 WIB. Harapannya, kliring dapat mengimbangi kebutuhan kecepatan pengi­
riman dana masyarakat, sehingga tak ada lagi yang
ragu menggunakannya. u
www.buzzle.com
peristiwa & humaniora
14
Ciri Uang
Transfer Sampai
di Pagelaran Wayang Rp 500 Juta,
Kliring Saja...
T
apanuli Selatan, Sumatera Utara,
di­kenal sebagai salah satu sentra
produksi salak di Indonesia. Ada ti­
ga varietas sa­lak dapat ditemukan
di sana, yakni salak sidimpuan merah, salak sidimpuan putih, dan salak sibakua.
Seiring kemajuan teknologi, salak sidim­
puan tidak lagi hanya diperdagangkan be­
rupa buah segar. Produk olahan juga sudah
dibuat dari buah yang kaya kandungan kalsium, vitamin C, vitamin E, antioksidan, serta
potasium ini.
Pasar penjualan produk olahan tak ha­
nya di dalam negeri. Produk dari Tapanuli Selatan sudah beredar di Singapura, Malaysia,
dan Hong Kong.
Melihat potensi ekonomi yang menjanjikan dari buah salak dan produk turunannya,
bantuan pun datang dari Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Sibolga, melalui Program
So­sial Bank Indonesia (PSBI). Wujudnya, re­
novasi gedung sentra produksi pengolahan
buah salak yang dikelola Koperasi Agro Rimba Nusantara (Agrina).
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga berharap bantuan ini bermanfaat
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
produksi olahan buah salak. Harapannya,
pro­duk olahan yang dihasilkan memenuhi
standar ISO untuk pasar ekspor. "Terutama
terkait food safety, hygienic, dan quality system," kata dia.
Koperasi Agrina menghimpun 7.372 keluarga dari 14 desa dan dua kelurahan, de­
ngan perkebunan salak seluas 18.967 hektare. Per tahun, wilayah ini menghasilkan
salak sebanyak 426.758 ton.
Kemampuan berinovasi mengolah salak
menjadi aneka ragam produk pangan olah­
an, juga merupakan keunggulan Koperasi
Agrina. Apalagi produk olahan memberikan
nilai jual lebih tinggi. Di antara produk olah­
an yang sudah dihasilkan adalah kurma sa­
lah, dodol salak, keripik salak, nagogo drink,
sirup salak, madu salak najago, dan bakso
salak. u
peristiwa & humaniora
Mengoptimalkan Potensi Salak
Dukung Wisata Dunia, Percantik Jukung Pasar Terapung
P
asar Terapung menjadi salah satu ikon
pariwisata Provinsi Kalimantan Selatan yang dikenal baik oleh wisatawan
lokal maupun mancanegara. Daya tarik
uta­ma obyek wisata ini adalah pasar tradisional yang terjaga originalitasnya, dengan
keunikan berupa para pedagang berada di
atas jukung alias perahu berinteraksi de­
ngan para pembelinya.
Keberadaan Pasar Terapung tersebut
mempunyai arti penting bagi masyarakat
dan pemerintah Kalimantan Selatan. Selain
merupakan warisan budaya, pasar ini juga
men­
dorong perekonomian, baik dalam
kegiatan kesehariannya maupun sebagai
potensi wisata.
Ada dua lokasi Pasar Terapung di Kalimantan Selatan yang sudah dikenal sebagai obyek wisata. Yaitu Pasar Terapung Kuin
di Kota Banjarmasin dan Pasar Terapung
Lok Baintan di Kecamatan Sungai Tabuk
Kabupaten Banjar.
Pengembangan masih sangat dibutuh­
kan terutama di Pasar Terapung Lok Baintan, termasuk dukungan berupa promosi.
Salah satu potensi yang dapat menarik
wisatawan di Pasar Terapung Lok Baintan,
adalah masih adanya pembayaran barter
dalam transaksinya.
Karenanya, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Wilayah Kalimantan beserta perbankan melalui forum Badan Musyawarah
Perbankan Daerah (BMPD) Kalimantan Se­
latan berupaya memberikan dukungan
un­tuk pasar di Lok Baintan ini. Antara lain
berupa pemberian bantuan pengecatan
perahu Pasar Terapung Lok Baintan di Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar,
melalui Progam Sosial Bank Indonesia.
Kepala Perwakilan KPw BI Wilayah Kalimantan Mokhammad Dadi Aryadi dalam
sambutannya mengatakan keberadaan
pa­sar terapung ini hendaknya bisa terus
dipertahankan dan dikemas menjadi ob­
yek wisata yang semakin menarik kunjung­
an wisatawan. "Tidak saja berimplikasi
po­sitif terhadap pedagangnya dan perekonomian daerah, tetapi juga merupakan
sebuah kebanggaan atas keberhasilan
mempertahankan tradisi dan warisan yang
sudah ada sejak beberapa abad lalu.
Pengecatan dipilih sebagai bantuan,
karena langkah itu bisa memperindah
sekaligus memperpanjang umur teknis
jukung. Bantuan diberikan pada sekitar
240 perahu. u
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
15
ekspose
Meracik Resep Sendiri
16
Kebijakan moneter dan fiskal beriringan
untuk mengantisipasi dampak dinamika
ekonomi global.
K
etika Gubernur Bank Sentral Amerika The Fed Ben Bernanke meng­
umumkan rencana pengurangan
ku­curan dana quantitative easing,
pasar global bergejolak. Pelaku
pa­sar dan negara-negara di dunia, beradu
‘resep’ mengantisipasi dampak dari rencana
yang kemudian dikenal sebagai tapering itu.
Semua kalangan tak ingin perekonomi­
annya terpuruk ke titik terendah siklus eko­
nomi ketika tapering benar-benar terjadi,
saat The Fed mengurangi kucuran 85 miliar
dolar AS per bulan untuk pembelian obligasi
pemerintahnya. Tak pernah ada resep spesifik, namun tak berbuat apa-apa juga jelas
bu­kan pilihan.
Bank Indonesia (BI) memilih menaikkan
suku bunga acuan sebesar 50 basis poin dari
6,5 persen pada Mei 2013 menjadi 7 persen
pada akhir Agustus 2013, posisi tertinggi sejak Juni 2009. Suku bunga Lending Facility BI
juga naik ke 7 persen, sementara suku bunga
Deposit Facility naik 50 basis poin menjadi
5,25 persen.
Angka-angka tersebut menjadikan
se­li­sih suku bunga Indonesia dengan negara lain adalah yang tertinggi di kawasan.
Karenanya, investasi dalam rupiah masih
cukup menarik dan mampu menahan sebagian aset yang dimiliki non-residen di pasar
keuangan domestik agar tak keluar. Selain
itu, BI juga memperpendek kembali jangka
waktu month-holding-period kepemilikan
Ser­tifikat Bank Indonesia (SBI), dari enam bulan menjadi 1 bulan.
Investor asing di pasar keuangan domestik sempat goyah ketika nilai tukar rupiah
me­lemah, yang antara lain dipicu tingginya
inflasi setelah kenaikan harga bahan bakar
minyak. Wacana tapering menjadi tambahan
faktor penggoyah. Sementara defisit neraca
berjalan dan neraca perdagangan adalah isu
lain yang saat ini dihadapi Indonesia.
Karenanya, kebijakan moneter yang
diru­muskan untuk meredam dampak bera­
gam isu global terhadap perekonomian domestik, juga diimbangi dengan langkah menekan defisit. Sejumlah kebijakan fiskal dan
regulasi terkait investasi pun dikeluarkan
EDISI 41 u agustus 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
pe­merintah. Tujuannya, mendorong ekspor
dan mengurangi impor.
Di antara kebijakan itu adalah tambah­
an potongan pajak untuk sektor padat karya
dan kelonggaran aturan bagi kawasan berikat. Ekspor mineral juga didorong melalui relaksasi kuota. Pajak pertambahan nilai
(PPN) buku dan PPNBM produk dasar yang
sudah tak tergolong barang mewah dihapuskan.
Impor minyak yang menjadi salah satu
penyumbang defisit perdagangan coba di­
tekan dengan cara pengurangan konsumsi
ba­
han bakar minyak. Nafsu impor mobil
mewah direm dengan kenaikan 25-50 per­
sen pajak barang mewah. Sementara untuk
memperbaiki iklim investasi, aturan dibuat
lebih ramah dan longgar terhadap investor
asing.
BI dan pemerintah juga terus berupaya
meredam inflasi, terutama untuk daging dan
produk holtikultura. Dengan bauran berbagai kebijakan moneter, fiskal, dan investasi
ini, dalam jangka pendek diharapkan defisit
transaksi berjalan yang pada kuartal II 2013
sempat mencapai 4,4 persen produk domestik bruto (PDB) bisa turun menjadi 3,4 persen
pada triwulan III.
Tapering belum terjadi, namun tetap
niscaya terjadi. Kesiapan dan ketangguhan
menghadapi apa pun dampak dari kebijakan
negara adidaya itu, tak cukup mengandalkan
satu dua resep dari satu dua lembaga saja.
Pemahaman dan keterlibatan seluruh anak
bangsa, akan memegang peran kunci. u
Download