PRAKTIS Manfaat Pemeriksaan Imunohisto(sito)kimia Neni Wahyu Hastuti*, Humairah Medina Liza Lubis** *Bagian Patologi RSUD Rd. Mattaher/Fakultas Kedokteran Universitas Jambi, Jambi **Bagian Patologi Anatomi Fak. Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara Pendahuluan Tiap tumor mengandung protein atau antigen tertentu yang dapat digunakan sebagai pembantu mendiagnosis tumor tersebut. Imunohisto(sito)kimia (IHSK) (Immunohisto(cyto) chemistry, IHC) adalah proses untuk menetapkan lokasi dan jenis protein (antigen) tersebut di dalam sel-sel jaringan. Prinsip IHSK adalah bahwa antibodi akan berikatan secara spesifik dengan antigen. Antibodi akan “mencari“ lokasi antigen, dan berikatan dengan antigen. Tempat antigen dapat ditentukan bila kita dapat mengetahui dimana ikatan antibodi-antigen. Bila kandungan protein (antigen) yang terdapat di dalam selsel (tumor) diketahui, diagnosis dapat ditentukan, dan selanjutnya untuk merencanakan pengobatan dan meramalkan prognosis. Dasar Imunologi Antibodi terbentuk akibat masuknya bahan kimia spesifik dari spesies lain ke dalam sistem imun. Sistem imun mempunyai kemampuan innate untuk mengenali setiap asam amino, karbohidrat, atau lipid dan bereaksi terhadap bahan-bahan kimia ini melalui molekul reseptor spesifik. Pengenalan ini tergantung pada banyak faktor, salah satu di antaranya adalah besar (size) bahan kimia tersebut; diperlukan molekul yang besarnya beberapa ratus Dalton untuk memulai pengenalan oleh reseptor dan timbulnya respons imun. Molekul-molekul ini disebut antigen. Beberapa protein cukup besar untuk menimbulkan respons imun, sehingga protein ini dapat besifat antigen. Beberapa molekul lain, atau protein kecil disebut haptens, harus terlebih dahulu dilekatkan pada molekul yang lebih besar, baru kemudian dapat dikenal oleh sistem imun. Bila molekul asing masuk ke dalam tubuh, molekul ini dikenali oleh reseptor Human leukocyte antigen (HLA) atau reseptor Mayor Histocompatibility Complex (MHC) yang terdapat dalam sel penampil antigen (SPA) (antigen presenting cell, APC). SPA mencerna molekul tersebut dan menampilkannya dalam bentuk kombinasi kelompok atom eksternal yang 384 disebut epitop pada permukaan SPA tersebut. Epitop kemudian akan kontak dengan helper T-cell lymphocyte, yang membantu menampilkan epitop tersebut pada B-cell lymphocytes. Sel B mensintesis rantai protein imunoglobulin yang mampu berikatan secara spesifik dengan epitop. Sel B membentuk rantai ringan (light chain) sebesar 30 dalton berjenis lambda atau kappa, yang merupakan dasar struktur molekul. Kedua rantai ringan akan berikatan dengan dua rantai berat (heavy chain), jenis mu, gamma, delta, alpha, atau epsilon, yang berukuran 60 dalton, untuk membentuk molekul imunoglobulin. Dalam merespons rangsang antigen, maka molekul yang terbentuk ini disebut antibodi. Bagian antibodi yang bereaksi secara spesifik dengan dengan epitop disebut idiotip (idiotype) 5. Dalam merespons stimulus, sel B berubah menjadi sel plasma dan mensekresi banyak antibodi ke dalam sirkulasi. Molekul-molekul ini dapat dipusatkan untuk bereaksi secara spesifik dengan antigen yang menyebabkan terjadinya respons. Antigen ini disebut imunogen. Tiap antigen mempunyai banyak epitop, yang juga disebut determinan, yang mampu berikatan dengan antibodi. Secara in vivo, respons terhadap antigen bersifat luas, dan antibodi-antibodi yang terbentuk akibat reaksi terhadap determinan dari antigen disebut antiserum poliklonal. Antibodi monoklonal dihasilkan dengan mencampurkan satu jenis sel-sel B yang menunjukkan idiotype khusus dengan sel plasma transformasi imortal yang secara terus menerus menghasilkan imunoglobulin tertentu. Hasilnya adalah antibodi dengan idiotype spesifik yang secara terus menerus dihasilkan dari sel hibrid transformasi yang imortal 5. Keberadaan antigen spesifik dalam jaringan dapat ditentukan dengan mengikatkan antibodi monoklonal atau poliklonal pada antigen tersebut, dan menentukan lokasi ikatanikatan ini dengan sistem deteksi yang dirancang untuk mengidentifikasi imunoglobulin antibodi spesies tertentu. Banyak teknik yang digunakan namun secara keseluruhan teknologinya sama; menggunakan antibodi terhadap bahan yang akan diperiksa, diikuti dengan sistem deteksi yang mengenali imunoglobulin dari spesies asal antibodi, kemudian membuat molekul pelapor (reporter molecule) dari sistem deteksi (enzim, fluochrome, gold particle, dll) untuk bereaksi dengan substratnya. Substrat yang sudah dikenal ini cukup permanen untuk didokumentasi lokasinya menggunakan mikroskop 5. Cara dan Bahan Pemeriksaan Ikatan antibodi-antigen dapat dilihat dengan menggunakan berbagai cara; paling sering dengan mengkonjugasi antibodi dengan enzim, misalnya peroxidase, yang dapat mengkatalisa reaksi dan menghasilkan warna. Bila menggunakan DAB maka warna yang timbul adalah coklat. Ikatan antibodi-antigen ini dapat berlokasi pada sitoplasma atau inti sel 3. Jaringan yang diperlukan untuk pemeriksaan imunokimia adalah blok paraffin dan sediaan sitologi. Blok paraffin adalah produk pengolahan jaringan-jaringan biopsi atau operasi yang dikirim ke Bagian Patologi. Sediaan sitologi dapat berupa cairan jaringan yang diperoleh secara biopsi aspirasi, effusi pleura, ascites, cervix smear dll. Pemeriksaan imunokimia terhadap jaringan blok paraffin disebut pemeriksaan imunohistokimia (IHK) (imunohistochemistry, IHC) dan terhadap jaringan sitologi disebut imunositokimia (ISK) (immunocytochemistry, ICC). Setelah diproses, semua jenis antibodi spesifik yang berikatan dengan antigen, baik pada pemeriksaan IHK atau ISK akan memberikan warna yang sama. (gambar 1, 2) Gbr 1. Immunohistochemistry terhadap Vasculoendothelial Growth Factor (VEGF): positif sedang sampai kuat pada 90% sel-sel tumor CD K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 PRAKTIS Penghambat kimia (chemical inhibitor) Timbulnya beberapa tumor dipengaruhi oleh hormon. Hormon ini ditangkap oleh reseptor hormon yang berada di sel-sel tumor. Keberadaan reseptor ini digunakan untuk menentukan apakah tumor tersebut responsif terhadap pengobatan antihormon. Contoh terapi ini adalah antiestrogen misalnya tamoxifen untuk kanker payudara. Reseptor hormon tersebut ditentukan dengan pemeriksaan immunohistochemistry. Imatinib, suatu penghambat tyrosine kinase, digunakan untuk mengobati chronic myelogenous leukemia. Leukemia ini ditandai dengan keberadaan tyrosine kinase pada sel-selnya. Sebagian besar tumor stroma gastrointestinal (gastrointestinal stromal tumor), menampilkan c-KIT (CD117); tumor ini diobati dengan inhibitor c-KIT misalnya imatinib 2. Gbr 2. Immunocytochemistry terhadap CD20: positif kuat pada kurang dari 20% sel-sel tumor Penilaian Sel-sel (tumor) yang terwarnai dinilai intensitas warnanya dan banyak atau luasnya sel-sel yang terwarnai. Intensitas warna dinyatakan dalam peringkat lemah, sedang, kuat atau sangat kuat, sedang banyaknya sel yang terwarnai dinyatakan sebagai persentase. Sebagai contoh laporan hasil IHK adalah pemeriksaan IHK dengan Erb-2, intensitas kuat pada lebih kurang 50% sel-sel tumor. Manfaat Petanda molekul spesifik yang merupakan ciri khas proses sel tertentu dapat memberi petunjuk tentang etiologi, diagnosis, pengobatan, kambuhnya tumor, dan prognosis. Etiologi Penyebab kanker sering dikaitkan dengan virus, misalnya Epstein Barr virus (EBV). Gengen EBV yang dapat bekerja sebagai onkogen untuk merangsang terjadinya kanker nasopharynx adalah latent membrane protein-1 (LMP-1) dan EBNA-2 . C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 Diagnosis Di samping untuk menegakkan diagnosis jenis kanker secara umum, teknik ini lebih luas dapat digunakan untuk diagnosis yang lebih spesifik misalnya immunostaining e-cadherin untuk membedakan DCIS (ductal carcinoma in situ: memberi warna positif dan LCIS (lobular carcinoma in situ: tidak memberi warna positif) 6. Pengobatan Terjadinya kanker dikaitkan dengan perubahanperubahan jalur molekul. Beberapa perubahan molekul ini merupakan tujuan atau sasaran (target) pengobatan kanker. Pengobatan ini disebut sebagai pengobatan tertuju (directed therapy) atau target therapy. Immunohistochemistry dapat digunakan untuk menentukan tumor yang paling mungkin memberikan respons baik terhadap terapi dengan menentukan keberadaan dan peningkatan molekulmolekul sasaran. Pengobatan tertuju ini dapat berupa obat-obat penghambat kimia atau obat-obat antibodi monoklonal 7. Pengobatan antibodi monoklonal Beberapa jenis protein yang secara immunohistokimiawi terekspresi berlebihan (overexpressed), merupakan sasaran (target) pengobatan dengan antibodi monoklonal. Sasaransasaran yang overexpressed ini antara lain adalah anggota-anggota dari famili epidermal growth factor receptor (EGFR). HER2/neu (dikenal juga sebagai Erb-B2) adalah yang pertama dikembangkan. Molekul HER2/neu ini sangat terekspresi pada bermacam-macam jenis kanker, yang paling menonjol adalah pada kanker payudara. Antibodi terhadap HER2/neu telah disetujui sebagai pengobatan kanker tersebut. EGFR (HER1) terekspresi berlebihan pada tumortumor kepala leher termasuk nasopharyx, dan colon. Immunohistochemistry digunakan untuk menentukan penderita yang responsif bila diberi cetuximab sebagai antibodi terhadap HER1 1. PRAKTIS Tabel. Beberapa marker yang digunakan untuk identifikasi jenis, terapi, dan etiologi tumor. Nama Marker Jenis Terapi/Etiologi Carcinoembryonic antigen (CEA) Adenocarcinomas, tidak spesifik untuk lokasi Menurun sesudah operasi, meningkat bila kambuh Cytokeratins Carcinoma, tapi juga terekspresi pada beberapa sarkoma. Alpha fetoprotein: Yolk sac tumors Hepatocellular carcinoma CD117 (KIT) Gastrointestinal stromal tumor (GIST) CD10 (CALLA): Renal cell carcinoma Acute lymphoblastic leukemia Prostate specific antigen (PSA) Prostate cancer p53 Berbagai kanker CD20, CD23,sIgM,sIgD,CD5,CD10,IgG,A B-cell lymphoma CD3 T-cell lymphoma Imatinib Mabtera CD15 and CD30 Hodgkin's disease Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Pertumbuhan pembuluh kapiler, prognose jelek pada semua kanker Cetuximab (Erbitux) Latent membrane protein-1 (LMP-1) Epstein Barr Virus Nuclear Antigen-2 (EBNA-2) Nasopharyngeal carcinoma, dll Epstein Barr Virus HERR2 (c-Erb-2) Breast cancer, Ovarian cancer Herceptin Estrogen, progesterone receptor (ER, PR) Breast cancer, Helicobacter Pylori (H) Ovarian cancer Antibiotik /Kuman Helicobacter DAFTAR PUSTAKA: 1. Bibeau F, Boissière-Michot F, Sabourin JC, et al. (September 2006). Assessment of epidermal growth factor receptor (EGFR) expression in primary colorectal carcinomas and their related metastases on tissue sections and tissue microarray. Virchows Arch. 2006 Nov ;449 (3):281-7. 2. Gold JS, Dematteo RP (August 2006). Combined surgical and molecular therapy: the gastrointestinal stromal tumor model. Ann. Surg. 2006 Aug;244 (2): 176-84. 3. Key M. Immunohistochemical staining methods. 4th ed, California, Carpinteria Dako; 2006. 4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010. Chapter 7, Neoplasia; p.259-330 5. Mikel UV. Advanced laboratory methods in histologi and pathology. Washington, DC: Armed Forces Institute of Pathology American Registry of Pathology; 1944. Chapter 1, Immunohistochemistry; p 1-40. 6. O'Malley F and Pinder S, Breast Pathology, 1st. Ed. Elsevier 2006. ISBN 978-0-443-06680-1 7. http://en.wikipedia.org/wiki/Immunohistochemistry Prognosis Prognosis tumor menjadi jelek bila terjadi proliferasi pembuluh kapiler yang dapat diketahui dengan tertampilnya Vasculoendothelial Growth Factor (VEGF), menjadi lebih baik bila banyak sel-sel mati (apoptosis) dengan tertampilnya P-53 type wild, atau menjadi lebih jelek bila apoptosis terhambat dengan tertampilnya P-53 type mutant 4. 385 386 CD K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 PRAKTIS Penghambat kimia (chemical inhibitor) Timbulnya beberapa tumor dipengaruhi oleh hormon. Hormon ini ditangkap oleh reseptor hormon yang berada di sel-sel tumor. Keberadaan reseptor ini digunakan untuk menentukan apakah tumor tersebut responsif terhadap pengobatan antihormon. Contoh terapi ini adalah antiestrogen misalnya tamoxifen untuk kanker payudara. Reseptor hormon tersebut ditentukan dengan pemeriksaan immunohistochemistry. Imatinib, suatu penghambat tyrosine kinase, digunakan untuk mengobati chronic myelogenous leukemia. Leukemia ini ditandai dengan keberadaan tyrosine kinase pada sel-selnya. Sebagian besar tumor stroma gastrointestinal (gastrointestinal stromal tumor), menampilkan c-KIT (CD117); tumor ini diobati dengan inhibitor c-KIT misalnya imatinib 2. Gbr 2. Immunocytochemistry terhadap CD20: positif kuat pada kurang dari 20% sel-sel tumor Penilaian Sel-sel (tumor) yang terwarnai dinilai intensitas warnanya dan banyak atau luasnya sel-sel yang terwarnai. Intensitas warna dinyatakan dalam peringkat lemah, sedang, kuat atau sangat kuat, sedang banyaknya sel yang terwarnai dinyatakan sebagai persentase. Sebagai contoh laporan hasil IHK adalah pemeriksaan IHK dengan Erb-2, intensitas kuat pada lebih kurang 50% sel-sel tumor. Manfaat Petanda molekul spesifik yang merupakan ciri khas proses sel tertentu dapat memberi petunjuk tentang etiologi, diagnosis, pengobatan, kambuhnya tumor, dan prognosis. Etiologi Penyebab kanker sering dikaitkan dengan virus, misalnya Epstein Barr virus (EBV). Gengen EBV yang dapat bekerja sebagai onkogen untuk merangsang terjadinya kanker nasopharynx adalah latent membrane protein-1 (LMP-1) dan EBNA-2 . C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 Diagnosis Di samping untuk menegakkan diagnosis jenis kanker secara umum, teknik ini lebih luas dapat digunakan untuk diagnosis yang lebih spesifik misalnya immunostaining e-cadherin untuk membedakan DCIS (ductal carcinoma in situ: memberi warna positif dan LCIS (lobular carcinoma in situ: tidak memberi warna positif) 6. Pengobatan Terjadinya kanker dikaitkan dengan perubahanperubahan jalur molekul. Beberapa perubahan molekul ini merupakan tujuan atau sasaran (target) pengobatan kanker. Pengobatan ini disebut sebagai pengobatan tertuju (directed therapy) atau target therapy. Immunohistochemistry dapat digunakan untuk menentukan tumor yang paling mungkin memberikan respons baik terhadap terapi dengan menentukan keberadaan dan peningkatan molekulmolekul sasaran. Pengobatan tertuju ini dapat berupa obat-obat penghambat kimia atau obat-obat antibodi monoklonal 7. Pengobatan antibodi monoklonal Beberapa jenis protein yang secara immunohistokimiawi terekspresi berlebihan (overexpressed), merupakan sasaran (target) pengobatan dengan antibodi monoklonal. Sasaransasaran yang overexpressed ini antara lain adalah anggota-anggota dari famili epidermal growth factor receptor (EGFR). HER2/neu (dikenal juga sebagai Erb-B2) adalah yang pertama dikembangkan. Molekul HER2/neu ini sangat terekspresi pada bermacam-macam jenis kanker, yang paling menonjol adalah pada kanker payudara. Antibodi terhadap HER2/neu telah disetujui sebagai pengobatan kanker tersebut. EGFR (HER1) terekspresi berlebihan pada tumortumor kepala leher termasuk nasopharyx, dan colon. Immunohistochemistry digunakan untuk menentukan penderita yang responsif bila diberi cetuximab sebagai antibodi terhadap HER1 1. PRAKTIS Tabel. Beberapa marker yang digunakan untuk identifikasi jenis, terapi, dan etiologi tumor. Nama Marker Jenis Terapi/Etiologi Carcinoembryonic antigen (CEA) Adenocarcinomas, tidak spesifik untuk lokasi Menurun sesudah operasi, meningkat bila kambuh Cytokeratins Carcinoma, tapi juga terekspresi pada beberapa sarkoma. Alpha fetoprotein: Yolk sac tumors Hepatocellular carcinoma CD117 (KIT) Gastrointestinal stromal tumor (GIST) CD10 (CALLA): Renal cell carcinoma Acute lymphoblastic leukemia Prostate specific antigen (PSA) Prostate cancer p53 Berbagai kanker CD20, CD23,sIgM,sIgD,CD5,CD10,IgG,A B-cell lymphoma CD3 T-cell lymphoma Imatinib Mabtera CD15 and CD30 Hodgkin's disease Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Pertumbuhan pembuluh kapiler, prognose jelek pada semua kanker Cetuximab (Erbitux) Latent membrane protein-1 (LMP-1) Epstein Barr Virus Nuclear Antigen-2 (EBNA-2) Nasopharyngeal carcinoma, dll Epstein Barr Virus HERR2 (c-Erb-2) Breast cancer, Ovarian cancer Herceptin Estrogen, progesterone receptor (ER, PR) Breast cancer, Helicobacter Pylori (H) Ovarian cancer Antibiotik /Kuman Helicobacter DAFTAR PUSTAKA: 1. Bibeau F, Boissière-Michot F, Sabourin JC, et al. (September 2006). Assessment of epidermal growth factor receptor (EGFR) expression in primary colorectal carcinomas and their related metastases on tissue sections and tissue microarray. Virchows Arch. 2006 Nov ;449 (3):281-7. 2. Gold JS, Dematteo RP (August 2006). Combined surgical and molecular therapy: the gastrointestinal stromal tumor model. Ann. Surg. 2006 Aug;244 (2): 176-84. 3. Key M. Immunohistochemical staining methods. 4th ed, California, Carpinteria Dako; 2006. 4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010. Chapter 7, Neoplasia; p.259-330 5. Mikel UV. Advanced laboratory methods in histologi and pathology. Washington, DC: Armed Forces Institute of Pathology American Registry of Pathology; 1944. Chapter 1, Immunohistochemistry; p 1-40. 6. O'Malley F and Pinder S, Breast Pathology, 1st. Ed. Elsevier 2006. ISBN 978-0-443-06680-1 7. http://en.wikipedia.org/wiki/Immunohistochemistry Prognosis Prognosis tumor menjadi jelek bila terjadi proliferasi pembuluh kapiler yang dapat diketahui dengan tertampilnya Vasculoendothelial Growth Factor (VEGF), menjadi lebih baik bila banyak sel-sel mati (apoptosis) dengan tertampilnya P-53 type wild, atau menjadi lebih jelek bila apoptosis terhambat dengan tertampilnya P-53 type mutant 4. 385 386 CD K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1