AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN KANDUNGAN ALKALOID KUININ

advertisement
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN KANDUNGAN ALKALOID
KUININ KAPANG ENDOFIT TANAMAN KINA
(Cinchona calisaya Wedd.)
ALFIDA ZAKIYAH
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/ 1436 H
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN KANDUNGAN ALKALOID
KUININ KAPANG ENDOFIT TANAMAN KINA
(Cinchona calisaya Wedd.)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALFIDA ZAKIYAH
1110095000039
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/ 1436 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2014
Alfida Zakiyah
1110095000039
ALFIDA
ZAKIYAH
Aktivitas Antibakteri dan Kandungan Alkaloid
Kuinin Kapang Endofit Tanaman Kina
(Cinchona calisaya Wedd.)
JAKARTA
2014 M/1436 H
ABSTRAK
ALFIDA ZAKIYAH. Aktivitas Antibakteri dan Kandungan Alkaloid Kuinin
Kapang Endofit Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.). Skripsi. Jurusan
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2014.
Mikroorganisme endofit adalah mikroorganisme yang hidup di dalam
jaringan tanaman dan tidak membahayakan inangnya salah satunya ialah kapang
endofit. Kapang endofit dapat menghasilkan senyawa yang sama seperti tanaman
inangnya. Tanaman kina menghasilkan alkaloid kuinin sulfat yang berpotensi
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Penelitian ini bertujuan menguji potensi kapang endofit tanaman kina dalam
menghasilkan kuinin sulfat dan sebagai antibakteri. Metode yang digunakan untuk
uji antibakteri adalah paper disc diffusion, sedangkan metode untuk menganalisis
kandungan kuinin sulfat adalah HPLC dan GCMS. Hasil analisis data
menggunakan Anova satu arah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antar diameter zona hambat ekstrak kapang endofit. Kapang fusarium
oxysporum menghasilkan zona hambat terbesar terhadap S. aureus sebesar 14,9
mm. Kapang endofit sp.1 menghasilkan zona hambat terbesar terhadap E. coli
sebesar 9,2 mm. Isolat kapang endofit yang dapat menghasilkan alkaloid kuinin
sulfat sebanyak 6 isolat yaitu kapang endofit sp.1, Fusarium equiseti,
Leptosphaerulina sp., Neofusicoccum sp., Pestalotiopsis sp., Leptosphaerulina sp.
masing-masing sebesar 300,1; 249,1; 26,68; 20,6; 14,37 dan 0,65 ppm.
Kata Kunci: Antibakteri, Kapang Endofit, Kuinin Sulfat, Tanaman Kina
ABSTRACT
ALFIDA ZAKIYAH. Antibacterial Activity and Quinine Alkaloid Content of
Endophytic Fungi from Cinchona Plant (Cinchona calisaya Wedd.).
Undergraduate Thesis. Biology Department Faculty of Science and
Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.
Endophytic microorganisms are microorganisms that live in the plant
tissue and not harmful to the host, one of those is endophytic fungi. Endophytic
fungi could produce the same compound as the host plant. Cinchona plant
produce quinine alkaloid and has the potential to inhibit Staphylococcus aureus
and Escherichia coli. This research purposed to test the potential of endophytic
fungi in produce quinine sulfate as antibacterial. The used method for antibacterial
test was paper disc diffusion, where as the method for analyzing the quinine and
other content was HPLC and GCMS. Results of data analysis using one-way
ANOVA showed that there are significant differences between the diameter of
inhibition zone of extracts endophytic fungi. The genus Fusarium oxysporum
produced the largest inhibition zone against Staphylococcus aureus 14,9 mm and
sp. 1 of endophytic fungi produced the largest inhibition zone against Escherichia
coli 9,2 mm. There are 6 isolates of endophytic fungi that could produce alkaloid
quinine sulfate that is sp. 1 of endophytic fungi, Fusarium equiseti,
Leptosphaerulina sp., Neofusicoccum sp., Pestalotiopsis sp., Leptosphaerulina
sp., they are produced 300,1; 249,1; 26,68; 20,6; 14,37 and 0,65 ppm of alkaloid
quinine respectively.
Key Words: Antibacterial, Endophytic Fungi, Quinine Sulfate, Cinchona plant
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Aktivitas Antibakteri dan Kandungan Alkaloid Kuinin
Kapang Endofit Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.)”. Skripsi ini
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Biologi,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW pembawa risalah Dinul Islam serta pengetahuan dunia akhirat.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak baik moril
dan materialnya, untuk itu penyusun menghaturkan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.
Mama, Ayah, Alfiana, Alfian dan Alfan yang senantiasa memberikan bantuan
baik materil dan materil atas segala doa dan keikhlasannya serta dukungannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
2.
Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
yang telah menyetujui skripsi ini.
3.
Ibu Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian ini.
4.
Ibu Nani Radiastuti, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia
membimbing, memberi ilmu dan mengizinkan penulis melakukan penelitian.
5.
Bapak La Ode Sumarlin, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan
i
saran, ilmu dan membimbing penulis melaksanakan penelitian ini.
6.
Bapak Dr. Irawan Sugoro, Bapak Adi Riyadi, M.Si, ibu Dr. Megga Ratnasari
Pikoli, ibu Dr. Dasumiati dan ibu Dr. Fahma Wijayanti selaku penguji
seminar proposal, seminar hasil penelitian dan sidang yang memberi
bimbingan dan saran saat penyusunan skripsi.
7.
Seluruh dosen Biologi yang telah mendidik penulis selama menuntut ilmu di
Jurusan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8.
Seluruh staf Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian ini.
9.
Nisa, Uty, Tias, Nur Aolia, Fitri, Dimar, Arif, Farida yang selalu memberi
semangat dan dukungan kepada penyusun.
10. Dali, Ario, Ayu yang telah bekerjasama membantu dan mendukung penyusun
melakukan penelitian.
11. Teman-teman Biologi 2010 yang saling mendoakan dan memberi semangat.
12. Pihak lain yang membantu penyusun sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak untuk memperbaiki dan menyempurnakan penyusunan skripsi ini.
Penyusun berharap semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Amin.
Jakarta,
Desember 2014
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..........................................................................
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................
1.3. Hipotesis .................................................................................
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................
1
3
4
4
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Kapang ...............................................................
2.2. Kapang Endofit .......................................................................
2.3. Tanaman Kina ..........................................................................
2.4. Metabolit Sekunder .................................................................
2.5. Alkaloid Kuinin .......................................................................
2.6. Aktivitas Antibakteri ...............................................................
2.7. Karakteristik Bakteri Staphylococcus aureus .........................
2.8. Karakteristik Bakteri Escherichia coli ....................................
2.9. High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) ....................
2.10. Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS) ......
5
6
8
9
10
12
12
14
15
15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu ..................................................................
3.2. Alat dan Bahan .......................................................................
3.3. Rancangan Penelitian ..............................................................
3.4. Sumber Isolat ...........................................................................
3.5. Cara Kerja ..............................................................................
3.5.1 Persiapan Isolat Kapang Endofit .................................
3.5.2 Pembuatan Media ........................................................
3.5.2.1 Pembuatan Media dan PDB ..........................
3.5.2.2 Pembuatan Media NA dan NB .....................
3.5.2.3 Pembuatan Media Preservasi Kapang
Endofit ...........................................................
3.5.3 Subkultur Kapang Endofit ..........................................
3.5.3.1 Pengamatan Makroskopis ...............................
3.5.3.2 Pengamatan Mikroskopis ...............................
iii
16
16
16
17
17
18
18
18
18
19
19
19
19
3.5.4
3.5.5
3.5.6
3.5.7
3.5.8
3.5.9
Preservasi Kapang Endofit ..........................................
Fermentasi Cair ...........................................................
Ekstraksi Metabolit Sekunder .....................................
Preparasi Inokulum Bakteri Uji ..................................
Pengujian Aktivitas Antibakteri ..................................
Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder Kuinin Dengan
HPLC ..........................................................................
3.5.9 Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder dengan
GCMS .........................................................................
3.6. Analisis Data ..........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Makroskopis dan Mikroskopis Kapang
Endofit ....................................................................................
4.2. Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji ..
4.3. Analisis Kandungan Alkaloid Kuinin Kapang Endofit
dengan HPLC ..........................................................................
4.4. Analisis GCMS Ekstrak Kloroform dan Etil Asetat
Kapang Endofit ......................................................................
20
20
20
21
22
23
23
24
25
29
36
38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .............................................................................
5.2. Saran .......................................................................................
44
44
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
45
LAMPIRAN .............................................................................................
50
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Daftar Isolat Kapang Endofit Tanaman Kina ............................
Tabel 2. Tabel Verifikasi Pengamatan Makroskopis dan
Mikroskopis Kapang ...................................................................
Tabel 3. Analisis Metabolit Sekunder Kuinin Kapang Endofit
dengan HPLC ..............................................................................
Tabel 4. Senyawa dalam Ekstrak Kloroform Kapang Endofit
F. oxysporum yang diidentifikasi dengan GCMS .......................
Table 5. Senyawa dalam Ekstrak Etil Asetat Kapang Endofit
F. oxysporum yang diidentifikasi dengan GCMS .......................
v
7
25
36
39
41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Morfologi Bunga, Daun dan Batang C. Calisaya Wedd. .........
Struktur Alkaloid Kuinin .........................................................
Bakteri S. aureus .....................................................................
Bakteri E. coli ..........................................................................
Bagan Kerja Penelitian ............................................................
Grafik Zona Hambat Bakteri Hasil Ekstraksi Etil Asetat .......
Grafik Zona Hambat Bakteri Hasil Ekstraksi Kloroform .......
vi
8
11
13
14
17
29
31
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kerangka Berfikir ................................................................
Lampiran 2. Skema Alur Penelitian .........................................................
Lampiran 3. Preservasi Kapang Endofit ...................................................
Lampiran 4. Proses Fermentasi dan Ekstraksi ..........................................
Lampiran 5. Zona Hambat Ekstrak Kapang Endofit terhadap
Bakteri Escherichia coli ..........................................................
Lampiran 6. Zona Hambat Ekstrak Kapang Endofit terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus .............................................
Lampiran 7. Standar Deviasi Zona Hambat Ekstrak Kapang
Terhadap Bakteri Uji ............................................................
Lampiran 8. Analisis Antibakteri menggunakan ANOVA
Ekstrak Kloroform Terhadap Bakteri Uji ............................
Lampiran 9. Analisis Antibakteri menggunakan ANOVA
Ekstrak Etil Asetat Terhadap Bakteri Uji ............................
Lampiran 10.Analisis Kromatogram Alkaloid Kuinin Sulfat
menggunakan HPLC ............................................................ `
Lampiran 11.Hasil GCMS Kapang Endofit Ekstrak Etil Asetat ................
Lampiran 12.Hasil GCMS Kapang Endofit Ekstrak Kloroform .................
vii
50
51
52
53
54
55
56
58
60
62
66
68
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tanaman obat merupakan salah satu sumber bahan baku obat. Sebagian
besar komponen kimia yang berasal dari tanaman yang digunakan sebagai bahan
baku obat ialah metabolit sekunder. Tanaman menghasilkan metabolit sekunder
dengan struktur molekul dan aktivitas biologi yang beraneka ragam serta
berpotensi untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit (Semangun,
1996). Tanaman kina (Cinchona calisaya Wedd.) sudah dikenal sebagai salah satu
jenis tanaman obat yang berkhasiat untuk mengobati penyakit malaria. Khasiat
dari tanaman ini berasal dari senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid kuinin
yang terkandung di dalamnya. Senyawa alkaloid lain yang terkandung dalam
tanaman kina adalah kinidin, sinkonidin dan sinkonin (Winarno, 2006).
Pemanfaatan sumber daya hayati tanaman obat-obatan dilakukan dengan
cara mengekspalorasi secara fitokimia. Cara ini dilakukan dengan mengekstrak
bagian tanaman secara fisik dan kimia. Cara lain dalam memproduksi senyawa
metabolit sekunder sejenis yang terdapat dalam tanaman adalah dengan
pemanfaatan mikroorganisme endofitik yang hidup dalam jaringan tanaman
(Winarno, 2006). Mikroorganisme endofitik adalah mikroorganisme yang hidup
dan berasosiasi di dalam jaringan tanaman inang. Asosiasi yang terjadi umumnya
bersifat mutualisme. Kemampuan mikroorganisme endofitik memproduksi
senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang
1
2
yang sangat baik (Petrini et al., 1992). Pemanfaatan mikroorganisme endofit
diharapkan dapat melestarikan tanaman inangnya yang membutuhkan waktu
bertahun-tahun untuk tumbuh dan berkembang.
Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme endofit diduga
sama seperti yang terkandung di tanaman inangnya (Petrini et al., 1992). Hal ini
terjadi karena adanya kemungkinan transfer genetik antara tanaman inang dan
mikroorganisme endofit, sehingga zat-zat yang bermanfaat di tanaman juga dapat
dihasilkan oleh mikroorganisme endofitnya
(Syarmalina
et al., 2007).
Mikroorganisme endofit yang berpotensi memiliki metabolit yang sama dengan
tanaman inangnya salah satunya kapang endofit. Beberapa penelitian mengenai
kandungan kuinin pada tanaman kina dan kapang endofitnya telah dilakukan.
Kapang endofit yang diisolasi dari bagian batang tanaman kina (Cinchona
ledgeriana) mengandung kuinin sebesar 0,423 mg/L sedangkan kapang endofit
dari batang kina (Cinchona succirubra) menghasilkan kuinin sebesar 0,080 mg/L
(Winarno, 2006). Kapang endofit pada tanaman kina berpotensi menghasilkan
alkaloid kuinin khususnya yang diisolasi dari batang tanaman kina (Winarno,
2006; Maehara, 2011; Simanjuntak, 2002). Kapang endofit Colletotrichum sp. dan
Phomopsis sp. yang diisolasi dari tanaman kina (C. calisaya Wedd.) dapat
menghasilkan kuinin sulfat masing-masing sebesar 100 ppm dan 40 ppm (Mutiea,
2010; Pamungkas, 2010). Penelitian mengenai kapang endofit dari beberapa genus
seperti fusarium, cercospora dan leptosphaerulina dari seluruh bagian tanaman
kina (C. calisaya Wedd.) belum pernah diuji potensinya dalam menghasilkan
alkaloid kuinin sulfat.
3
Kuinin sulfat dari tanaman kina diketahui berpotensi menghambat bakteri
Gram positif dan Gram negatif seperti Staphylococcus aureus, Enterobacter
agglomerans, Klebsiella pneumonia dan Escherichia coli (Kharal et al., 2009).
Kapang endofit Colletotrichum sp. dan Phomopsis sp. dari tanaman kina (C.
calisaya Wedd.) berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus dan E.coli
(Mutiea, 2010; Pamungkas, 2010). Saat ini informasi mengenai potensi antibakteri
kapang endofit tanaman kina (C. calisaya Wedd.) masih sedikit informasinya..
Penelitian ini diharapkan dapat melaporkan beberapa genus kapang endofit dari
tanaman kina (C.
calisaya Wedd.) seperti
fusarium, cercospora
dan
leptosphaerulina yang berpotensi sebagai antibakteri. Oleh karena itu perlu diteliti
lebih lanjut apakah kapang endofit dari beberapa genus yang diisolasi dari
tanaman kina dapat menghasilkan alkaloid kuinin sulfat.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah kapang endofit yang diisolasi dari tanaman kina berpotensi
sebagai antibakteri?
2. Bagaimana konsentrasi kuinin sulfat yang dihasilkan kapang endofit
tanaman kina?
4
1.3
Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman kina memiliki potensi untuk
dijadikan antibakteri.
2. Kuinin sulfat yang dihasilkan kapang endofit tanaman kina memiliki
konsentrasi sebesar 100 ppm.
1.4
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apakah produksi metabolit sekunder kapang endofit pada
tanaman kina berpotensi untuk dijadikan senyawa antibakteri.
2. Mengetahui konsentrasi kandungan alkaloid kuinin sulfat yang dihasilkan
kapang endofit tanaman kina.
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
jenis kapang endofit yang berpotensi sebagai bahan antibakteri serta mengetahui
jenis alkaloid yang dihasilkan. Hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber
senyawa bioaktif alami.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Karakteristik Kapang
Kapang merupakan fungi multiseluler yang memiliki filamen. Kapang
terdiri dari suatu talus yang bercabang disebut hifa. Hifa yang saling berhubungan
kemudian membentuk suatu struktur semacam jala disebut miselium. Kapang
dapat
bereproduksi
secara
seksual
dan
aseksual.
Kapang
merupakan
mikroorganisme kemoheterotrof yaitu mengasimilasi karbon organik sebagai
sumber energi dengan bantuan oksidasi senyawa organik (Gandjar, 2006). Kapang
akan bersifat saprofit jika sumber nutrisi diperoleh dari bahan organik mati.
Kapang biasanya tumbuh pada benda-benda organik yang lembab. Kapang
mempunyai inti eukariotik, tidak mengandung klorofil atau pigmen fotosintesis
dan kapang membutuhkan bahan organik untuk pertumbuhannya. Bahan organik
ini
disediakan
oleh
organisme
autotrof
yang
memiliki
kemampuan
melangsungkan proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari dengan
produk akhir bahan organik (Tjitrosomo et al., 1996). Kapang dapat bereproduksi
secara seksual dan aseksual. Spora seksual yang dapat dihasilkan kapang antara
lain basidiospora, askospora, zigospora dan oospora. Spora aseksual yang
dihasilkan kapang antara lain sporangiospora, klamidospora, arthospora dan
konidia (Gandjar et al., 2006). Spesies kapang banyak yang sudah dimanfaatkan
contohnya Penicillium notatum Westling sebagai antibiotik, Rhizopus sp. dan
Aspergillus sp. sebagai bahan dalam industri makanan (Clay, 2004).
5
6
2.2
Kapang Endofit
Endofit secara bahasa berasal dari kata endon yang berarti di dalam dan
phyton yang berarti tanaman. Secara umum,endofit adalah makhluk hidup yang
berada di dalam tanaman dapat bersifat parasitik atau simbiotik (Gandjar, 2006).
Cendawan atau fungi adalah suatu organisme heterotrof dan memerlukan senyawa
organik untuk pertumbuhannya. Cendawan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
khamir (yeast) yang berbentuk uniselular dan kapang (mold) yang berbentuk
benang (filamen). Kapang ada yang hidup sebagai parasit dan juga saprofit dalam
jaringan (Gandjar, 2006).
Kapang endofit adalah fungi yang menginfeksi jaringan tanaman yang
sehat tanpa menyebabkan sakit tanaman inangnya (Clay, 2004). Kapang endofit
terdapat dalam sistem jaringan tumbuhan seperti daun, ranting dan akar.
Kemampuan kapang endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai
dengan tanaman inang karena adanya transfer genetik dari tanaman inangnya ke
dalam kapang endofit (Petrini et al., 1992). Kapang endofit berkembang biak di
dalam tanaman inangnya tanpa menyebabkan penyakit. Hubungan simbiosis
mutualisme yang terjadi ialah kapang endofit memperoleh nutrisi dari tanaman
inang, sedangkan tanaman inang diproteksi atau dilindungi dari berbagai penyakit
oleh kapang endofit (Gandjar, 2006).
Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. merupakan kapang dengan anggota
spesies yang banyak digunakan dalam perlindungan tanaman alami sebagai fungi
biokontrol. Isolat kapang endofit daun jambu biji (Psidium guajava L.)
Trichoderma sp. bisa menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (Azizah, 2008).
7
Winarno (2006) menemukan bahwa hasil pemurnian mikroorganisme endofit dari
batang kina (C. calisaya Wedd) diperoleh jenis kapang yang dapat menghasilkan
senyawa alkaloid kuinin dan sinkonin. Kapang endofit dari tanaman kina (C.
ledgeriana) dapat memproduksi kuinin dengan baik dalam media PDB sebesar
0,423 mg/L (Winarno, 2006).
Tabel 1. Daftar Isolat Kapang Endofit Tanaman Kina
No
Kode Isolat
Hasil Blast
1
1_4_2_A2_M16
Fusarium oxysporum
2
3_1_1_C1_M17
Neofusicoccum sp
3
5_2_2_C1_M18
Cercospora sp.
4
1_7_4_B2_M19
Aspergillus sp.
5
1_3_1_A1_M23
Diaporthe sp.
6
4_7_2_D1_M25
Cladosporium oxysporum
7
2_5_5_C1_M26
Trichoderma hamatum
8
2_7_2_C3_M27
Aspergillus sp.
9
5_2_5_C1_M29
Guinardia sp.
10
2_1_1_B2_M33
Kapang endofit sp. 1
11
4_2_2_C1_M34
Fusarium equiseti
12
5_2_5_C1_M35
Guinardia mangiferae
13
1_3_1_A3_M46
Kapang endofit sp. 2
14
1_5_4_B2_M49
Gliocladiopsis sp.
15
4_2_1_A2_M50
Phoma glomerata
16
1_1_4_C2_M51
Penicillium citrinum
17
1_1_5_A5_M52
Trichoderma sp.
18
1_2_4_B2_M62
Diaporthe sp.
19
1_7_3_B1_M66
Fusarium equiseti
20
1_4_1_A3_M75
Kapang endofit sp. 3
21
3_4_4_C1_M63
Pestalotiopsis sp.
22
4_1_2_B1_M83
Leptosphaerulina sp.
23
4_1_2_B2_M87
Leptosphaerulina sp.
24
1_3-4_A4_M90
Kapang endofit sp. 4
25
4_3_5_A3_M93
Fusarium solani
26
1_3_4_B2_M97
Fusarium solani
27
3_3_1_A2_M98
Trichoderma hamatum
Sumber: Disertasi Nani Radiastuti, M.Si (Belum dipublikasi)
8
2.3
Tanaman Kina
Kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari Amerika
Selatan di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela,
Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Daerah tersebut terletak pada
ketinggian 900-3000 mdpl. Tanaman kina masuk ke Indonesia tahun 1852 berasal
dari Bolivia (Tao dan Taylor, 2011).
Skala 1:1.6
Skala: 1: 0.5
Skala 1:1
Gambar 1. Morfologi Bunga, Daun dan Batang C. calisaya Wedd.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
)
Klasifikasi tanaman kina adalah sebagai berikut:
Kelas
: Magnoliopsida
Suku
: Rubiaceae
Genus
: Cinchona
Spesies
: Cinchona calisaya Wedd. (www.plantamor.com)
Tinggi pohon antara 4-15 m, cabang bentuk segi empat, berbulu halus atau
lokos. Daun elip sampai lanset, bagian pangkal dan ujung daun lancip, berwarna
ungu terang, tangkai daun tidak berbulu, panjang tangkai 3-6 mm. Mahkota bunga
berwarna kuning agak putih, bentuk melengkung panjang 8-12 mm. Buah lanset
sampai bulat telur dengan ukuran panjang 8-12 mm dan lebar 3-4 mm (Tao dan
Taylor, 2011).
9
Tanaman kina tumbuh baik dengan curah hujan tahunan ideal yaitu 2.0003.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun, penyinaran matahari yang tidak
terlalu terik, temperatur antara 13,5-21°C, kelembaban relatif 68-97%. Tanaman
kina di Indonesia dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 800-2.000 mdpl,
namun ketinggian optimum untuk budidaya tanaman kina adalah 1.400-1.700
mdpl. Tanaman kina yang ada di Indonesia diantaranya C. succirubra Pavon., dan
C. calisaya Wedd. (Tao dan Taylor, 2011).
Kulit kina banyak mengandung alkaloid-alkaloid yang berguna untuk obat
seperti saponin, flavonoida dan polifenol. Ada empat jenis alkaloid utama pada
tanaman kina yaitu kuinin, kinidin, sinkonin dan sinkonidin. Alkaloid tersebut
dapat mengobati penyakit malaria dan penyakit jantung. Manfaat lain dari kulit
kina ini antara lain adalah untuk disentri, diare dan tonik (Wibisana, 2010).
2.4
Metabolit Sekunder
Produk metabolisme pada organisme dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Senyawa yang
tergolong metabolit primer adalah polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat.
Metabolit primer merupakan senyawa-senyawa utama penyusun tanaman
(makhluk hidup) yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan.
Metabolit sekunder digunakan untuk pertahanan diri suatu organisme dari
penyakit (Pratiwi, 2008).
Hubungan simbiosis tanaman inang dan mikroorganisme endofitnya,
memungkinkan adanya transfer genetik. Kemungkinan besar kandungan metabolit
sekunder
mikroorganisme
endofit
sama
dengan
tanaman
inangnya.
10
Mikroorganisme endofit yang banyak berasosiasi dengan tanaman salah satunya
kapang endofit (Petrini et al., 1992). Kapang endofit menginfeksi tanaman sehat
pada jaringan tertentu tanpa menimbulkan tanda-tanda adanya infeksi lalu
menghasilkan enzim dan metabolit sekunder yang bermanfaat bagi fisiologi dan
ekologi tanaman inang seperti mikotoksin dan antibiotik (Clay, 2004) yang
dimanfaatkan tanaman inang untuk melawan penyakit yang ditimbulkan oleh
patogen tanaman. Kapang endofit juga dapat membantu tanaman inangnya untuk
memperoleh senyawa anorganik seperti karbon dan nitrogen (Gandjar, 2006).
Spesies mikroorganisme tertentu mungkin memproduksi beberapa macam
metabolit sekunder atau hanya memproduksi satu sampai dua macam metabolit
sekunder. Metabolit sekunder dapat berfungsi sebagai nutrien darurat untuk
bertahan hidup (Pratiwi, 2008). Kapang endofit berperan penting karena
kemampuannya dalam memproduksi senyawa metabolit yang bervariasi, baik dari
struktur maupun fungsinya. Berbagai golongan senyawa metabolit sekunder yang
dihasilkan ialah alkaloid, flavonoid, kuinon, tanin dan antrakuinon (Wibisana,
2010).
2.5
Alkaloid Kuinin
Senyawa alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder
yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid adalah
golongan senyawa basa nitrogen heterosiklik yang banyak terdapat pada
tumbuhan. Sebagian besar alkaloid (basa bebas) tidak dapat larut (beberapa sedikit
larut) di air, tetapi dapat larut dalam pelarut organik seperti kloroform, eter dan
benzena (Wibisana, 2010).
11
Kuinin merupakan senyawa alkaloid berbentuk kristal halus putih, tidak
berbau dan memiliki rasa pahit. Kuinin bersifat basa dan dalam bentuk
hidroklorida dan sulfat. Kuinin dalam bentuk hidroklorida memiliki rumus
molekul C20H25N4O8Cl. Kuinin sulfat rumus molekulnya C40H50N4O8S. Kuinin
termasuk dalam golongan kuinolina dan merupakan alkaloid penting yang
diperoleh dari pohon kina (Dinarliah, 2001; Wibisana, 2010).
Gambar 2. Struktur Alkaloid Kuinin (Simanjuntak et al., 2002)
Alkaloid jenis kuinin sulfat dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif dan Gram negatif. Bakteri yang dapat dihambat pertumbuhannya antara
lain
S.
aureus,
Enterobacter
agglomerans,
Klebsiella
pneumonia
dan
Pseudomonas aeruginosa (Rennie et al., 2003). Alkaloid jenis kuinin sulfat juga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (Kharal et al., 2009).
Kapang endofit tanaman kina (C. calisaya Wedd.) pada medium PDB
menghasilkan kuinin sebesar 0,128 mg/L. Kapang endofit tanaman kina (C.
succirubra) menghasilkan 0,080 mg/L (Winarno, 2006). Maehara (2011) dan
Simanjuntak (2002) melaporkan kapang endofit yang diisolasi dari tanaman kina
juga menghasilkan alkaloid kuinin sulfat.
12
2.6
Aktivitas Antibakteri
Antimikroba merupakan zat yang mampu menghambat pertumbuhan
mikroba Antimikroba terbagi menjadi antibakteri, antivirus dan antifungi.
Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri adalah merusak dinding sel,
menghambat kerja enzim serta menghambat sintesis asam nukleat dan protein
(Pratiwi, 2008). Apabila suatu zat antibakteri dapat menghambat aktivitas atau
pertumbuhan bakteri Gram positif maupun Gram negatif berarti termasuk ke
dalam jenis spektrum luas.
Berbagai galur Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. memproduksi
berbagai senyawa metabolit sekunder yang bersifat antibakteri, antinematoda,
antifungi atau antikhamir (Wipf dan Kerekes, 2003). Metabolit sekuder hasil
fermentasi kapang endofit Fusarium sp. pada lengkuas merah (Alpinia galanga
(L.) Wild) dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Metabolit sekuder
kapang endofit Cladosporium sp. pada lengkuas merah (Alpinia galanga (L.)
Wild) dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (Kusumaningtyas et al.,
2010).
2.7
Karakteristik Bakteri Staphylococcus aureus
S. aureus adalah bakteri yang bersifat Gram positif dan tidak motil (Martin
dan Landolo, 1999). S. aureus hidup di kulit dan membran mukosa dari hewan
homoiterm. Bakteri S. aureus dapat ditemukan di dalam hidung manusia sekitar
10-40% (Meggitt, 2003). Bakteri S. aureus hidup sebagai saprofit di dalam
saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung,
mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin.
13
Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar
keringat dan saluran usus (Pratiwi, 2008). Struktur dan komposisi dinding sel
bakteri Gram positif seperti S. aureus ialah lapisan peptidoglikan tebal, memiliki
asam tekoat, tidak terdapat ruang periplasmik dan sedikit mengandung protein
(Pratiwi, 2008).
Gambar 3. Bakteri S. aureus (www.learning.covcollege.ac.uk) p: 1000x
Klasifikasi S. aureus adalah Kingdom: Bacteria, Divisi: Firmicutes, Kelas:
Bacilli, Ordo: Bacillales, Familia: Staphylococcaceae. Genus: Staphylococcus,
Species: Staphylococcus aureus (www.ncbi.com)
Bakteri S. aureus tumbuh optimum pada suhu sekitar 37°C dan mampu
bertahan pada suhu rendah di bawah 8°C, sehingga digolongkan menjadi bakteri
mesofilik. Derajat keasaman (pH) yang optimum antara 7,0 dan 7,5 (Martin dan
Landolo, 1999). Metabolit sekunder seperti tannin dan flavonoid dapat mencegah
pertumbuhan bakteri S. aureus (Doughari, 2006). Bakteri ini telah resisten
terhadap penisilin, oksasilin dan antibiotik beta laktam lainnya. Di Asia, S. aureus
yang resisten terhadap siprofloksasin mencapai 37%. Persentase galur S. aureus
yang telah resisten terhadap metisilin (MRSA) cukup tinggi di Asia (Mardiastuti
et al., 2007).
14
2.8
Karakteristik Bakteri Escherichia coli
E. coli adalah bakteri Gram negatif yang resisten terhadap beberapa
antibakteri hal ini disebabkan karena tiga lapisan dinding sel pada bakteri ini,
sehingga beberapa senyawa tidak mampu merusak jaringan dari dinding sel
bakteri E. coli (Pratiwi, 2008). Bakteri ini yang bersifat patogen pada manusia
yang menyebabkan gangguan pencernaan pada manusia dan mengganggu sistem
kerja dari organ lambung. Bakteri ini sangat merugikan, paling banyak ditemukan
di usus manusia dan hewan. Struktur dan komposisi dinding sel bakteri Gram
negatif seperti E. coli ialah lapisan peptidoglikan tipis, tidak memiliki asam
tekoat, terdapat ruang periplasmik dan mengandung protein (Pratiwi, 2008).
Gambar 4. Bakteri E. coli (www.learning.covcollege.ac.uk) p: 1000x
Klasifikasi E. coli yaitu Kingdom: Bacteria, Divisi: Proteobacteria.
Kelas:
Gammaproteobacteria,
Enterobacteriaceae,
Genus:
Ordo:
Escherichia,
Enterobacteriales,
Species:
Escherichia
Famili:
coli
(www.ncbi.com)
Metabolit sekunder seperti tannin dan flavonoid dapat mencegah
pertumbuhan bakteri E. coli (Doughari, 2006). Alkaloid aflatoksin dan penisilin
yang dihasilkan dari umbi bawang putih juga berpotensi menghambat
pertumbuhan E. coli (Hidayahti, 2010).
Bakteri ini cukup resisten terhadap
antibiotik Ceftazidime dan Cefotaxime (Anggraini et al., 2013).
15
2.9
High Pressure Liquid Chromatography (HPLC)
High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kimia untuk menganalisis
suatu senyawa. Metode ini termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik
kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan atau padat (Putra,
2004). Ada beberapa metode analisis kuantitatif yang dapat digunakan untuk suatu
komponen zat dalam kromatogram, diantaranya yaitu baku luar dan baku dalam
Baku luar menggunakan larutan baku berbagai konsentrasi disuntikkan ke kolom
KCKT. Baku dalam dengan senyawa baku yang diketahui jumlahnya ditambah
larutan sampel dan standar disuntikkan ke kolom KCKT (Putra, 2004).
2.10
Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS)
Kromatografi
spektroskopi
massa
ialah
teknik
analisis
yang
menggabungkan dua metode analisis yaitu kromatografi gas dan spektroskopi
massa. Kromatografi gas adalah metode analisis di mana sampel terpisahkan
secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul
yang lebih kecil (hasil
kromatogram). Spektroskopi massa adalah metode analisis di mana sampel diubah
menjadi ion-ion dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur (hasil spektrum
massa). Pemisahan komponen dalam GCMS terjadi di dalam kolom (kapiler) GC
dengan melibatkan dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak merupakan
gas pembawa sedangkan fase diam merupakan zat yang ada di dalam kolom.
Proses pemisahan dapat terjadi karena adanya perbedaan kecepatan alir dari tiap
molekul di dalam kolom. Komponen yang telah dipisahkan masuk ke dalam ruang
MS sebagai detektor secara instrumentasi (Pavia, 2006).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan
Agustus 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Fisiologi dan Laboratorium
Pangan, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah Laminar Air Flow Cabinet (ESCI), cryotube,
kertas saring, rotary evaporator (Heidolph), HPLC (Perkin Elmer Series 200,
Detector UV-Vis Series 200), GCMS (Shimadzu QP 2010), magnetic stirer, hot
plate (Merck MR300 1K), vortex, mikroskop cahaya dan mikroskop stereo
(Olympus), autoklaf (ALP), oven (Memmert), timbangan analitik, dan kamera.
Bahan yang digunakan adalah kapang endofit sebanyak 27 subkultur
dengan genus berbeda, kultur bakteri S. aureus ATCC 6538 dan bakteri E. coli
ATCC 8739, plastik tahan panas, kertas cakram steril, antibiotik kloramfenikol,
aquades, NaCl, HCl, media Nutrient Agar (NA), media Potato Dextrose Agar
(Merck), media Potato Dextrose Broth, etil asetat PA (EtOAc), kloroform PA
(CHCl3), shear’s, standar kuinin sulfat, alkohol 70%.
3.3
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dengan desain
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas tiga kali pengulangan.
16
17
3.4
Sumber Subkultur
Kapang endofit yang digunakan sebanyak 27 subkultur yaitu genus
Fusarium, Neofusicoccum, Cercospora, Cladosporium, Trichoderma, Guignardia,
Gliocladiopsis, Diaporthe, Phoma, Penicillium, Pestalotiopsis, Lestosphaerulina
dan Aspergillus. Subkultur kapang sudah diidentifikasi secara molekuler. Kapang
diisolasi dari tanaman kina di Pusat Perkebunan Teh dan Kina (PPTK), Gambung,
Ciwidey, Bandung, Jawa Barat. Isolasi kapang dilakukan tanggal 29 September
2012 oleh Nani Radiastuti, M.Si dosen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Isolasi pukul 09.00-12.00 WIB. Lokasi Sampling l7°
8'35.78"S 107°30'59.55"E. pH tanah 6,8 dan kelembaban tanah 35%.
3.5
Cara Kerja
Sterilisasi Alat, Bahan dan Pembuatan Media
Pengamatan Subkultur Kapang
Fermentasi Cair (Duplo)
Preparasi Inokulum Bakteri Uji
Ekstraksi Metabolit
Sekunder (Etil Asetat)
Ekstraksi Metabolit
Sekunder (Kloroform)
Pengujian Antibakteri
Pengujian Alkaloid Kuinin
Hasil +/- (Zona Hambat)
Analisis Metabolit Sekunder (HPLC)
Analisis Data - Kromatogram
Analisis Metabolit Sekunder Lain
(GCMS)
Gambar 5. Bagan kerja Penelitian
18
3.5.1
Persiapan Subkultur Kapang Endofit
Subkultur kapang endofit sebanyak 27 dengan genus berbeda ditumbuhkan
pada cawan petri berisi media Potato Dextrose Agar (PDA). Proses peremajaan
subkultur ke media PDA baru bertujuan agar kapang tidak mati. Subkultur kapang
dari media PDA lama dicetak menggunakan sedotan steril. Kapang lalu
dipindahkan ke media PDA baru menggunakan tusuk gigi steril. Subkultur kapang
ditumbuhkan di media PDA cawan dan PDA tabung.
3.5.2
Pembuatan Media
3.5.2.1 Pembuatan Media PDA dan PDB
Sebanyak 39,0 g PDA dilarutkan di dalam 1000 ml akuades menggunakan
erlenmeyer. Larutan dihomogenisasi dan dididihkan menggunakan hot plate dan
magnetic stirer. Media PDA lalu disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu
121°C selama ± 15 menit pada tekanan 1,5 atm.
Sebanyak 26,4 g PDB dilarutkan di dalam 1000 ml akuades menggunakan
erlenmeyer. Larutan dihomogenisasi menggunakan hot plate dan magnetic stirer.
Media dituang ke dalam botol besar sebanyak 200 ml. Media PDB disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada tekanan 1,5 atm.
3.5.2.2 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB)
Media NA sebanyak 28 g dilarutkan dalam 1000 ml akuades. Larutan
dihomogenisasi menggunakan hot plate dan magnetic stirer. Media disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada tekanan 1,5 atm.
Media NB sebanyak 9 g dilarutkan dalam 1000 ml akuades. Larutan
dihomogenisasi menggunakan hot plate dan magnetic stirer. Media NB lalu
19
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada
tekanan 1,5 atm.
3.5.2.3 Pembuatan Media Preservasi Kapang Endofit
Gliserol sebanyak 10 ml dan trehalosa 1 g ditera hingga 100 ml dengan
aquades lalu dihomogenkan menggunakan hot plate dan magnetic stirer.
Campuran tersebut dimasukkan ke dalam cryotube sebanyak 0,8 ml, lalu
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada
tekanan 1,5 atm (LIPI, 2006).
3.5.3
Subkultur Kapang Endofit
Masing-masing subkultur kapang endofit ditanam pada media PDA di
cawan petri selama 7 hari (Arisanti et al., 2011). Miselium kapang yang telah
tumbuh diambil dan ditanam kembali pada media PDA miring. Pengamatan
morfologi kapang secara makroskopis dan mikroskopis untuk verifikasi.
3.5.3.1 Pengamatan Makroskopis
Pengamatan makroskopis dilakukan dengan cara menumbuhkan subkultur
kapang dalam cawan petri sekitar ±7 hari. Miselium yang terbentuk diamati
karakteristik morfologi koloninya. Warna miselium dicatat, bentuk area miselium,
bentuk tepi miselium. Hasil pengamatan didokumentasikan menggunakan kamera.
3.5.3.2 Pengamatan Mikroskopis
Subkultur kapang diamati menggunakan mikroskop stereo. Konidia atau
miselium diamati dan diambil dengan ose secara aseptis. Preparat di atas gelas
objek yang telah ditetesi shear’s lalu diamati menggunakan mikroskop cahaya
20
perbesaran 100-400 kali. Hasil pengamatan didokumentasikan menggunakan
kamera.
3.5.4
Preservasi Kapang Endofit
Miselium subkultur kapang endofit dari tiap cawan petri ditanam di dalam
botol vial berisi PDA. Kapang endofit yang telah tumbuh dilapisi bagian
permukaannya dengan parafin oil steril agar kondisi aerob. kapang endofit juga
ditanam di dalam cryotube berisi campuran gliserol 10 ml dan trehalosa 1 g.
Preservasi ini bertujuan agar subkultur kapang tersebut dapat digunakan kembali
dalam jangka waktu yang panjang atau untuk dijadikan stok kultur (LIPI, 2006).
3.5.5
Fermentasi Cair
Kapang yang sudah diremajakan selama ± 7 hari pada media PDA di
cawan petri diambil menggunakan sedotan steril sebanyak 3 cuplikan. Kapang
lalu ditumbuhkan secara duplo di dalam media PDB sebanyak 200 ml. Medium
berisi kapang dalam kondisi statis dan diletakkan pada suhu ruang (Zaini, 2012).
Proses fermentasi ini berlangsung selama ± 21 hari (Kharismaya, 2010; Bungihan
et al., 2013).
3.5.6
Ekstraksi Metabolit Sekunder
Ekstraksi hasil fermentasi (duplo) dilakukan dengan pelarut yang berbeda.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut kloroform dan etil asetat. Hasil
fermentasi pertama dilarutkan menggunakan kloroform (CHCl3) dan hasil kedua
menggunakan etil asetat (EtOAc). Masing-masing ekstraksi dilakukan sebanyak 3
21
kali dengan perbandingan kultur : pelarut = 1:1. Filtrat (fraksi air) dan miselium
(biomassa) dipisahkan (Kharismaya, 2010).
Bagian biomassa kapang dihancurkan hingga halus lalu dicampur kembali
dengan filtrat dan ditambahkan pelarut (Bungihan et al., 2013). Campuran
dikocok atau dishaker agar tercampur sempurna. Ekstrak yang didiamkan selama
± 2 hari akan membentuk 2 fase (Kharismaya, 2010). Ekstraksi dengan kloroform
diambil fase bagian bawah, sedangkan ekstraksi dengan etil asetat diambil fase
bagian atas.
Hasil ekstraksi lalu dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak
dengan kloroform dipekatkan pada suhu ≤ 45°C, sedangkan hasil ekstraksi dengan
etil asetat dipekatkan pada suhu ≤ 60°C (Winarno, 2006; Bungihan et al., 2013).
Bobot ekstrak diperoleh dari selisih antara bobot botol berisi ekstrak dan bobot
botol kosong (Azhari, 2012).
3.5.7
Preparasi Inokulum Bakteri Uji
Sebanyak 1 ose masing-masing koloni bakteri uji diambil dari kultur
persediaan dan digoreskan pada permukaan agar miring. Bakteri uji lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37-38 ºC (Doughari, 2006). Biakan bakteri
uji umur 24 jam diinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam 30 ml media NB steril.
Bakteri uji diinkubasi pada rotary shaker hingga koloni bakteri tersuspensi.
Sampling S. aureus dan E. coli dilakukan berdasarkan fase mid log, telah
diketahui fase mid log untuk S. aureus pada menit ke 600, sedangkan E. coli pada
menit ke-450 jumlah sel 8,70 x 108 sel/ml dan jumlah sel 5,90 x 108 sel/ml
(Khotimah, 2010; Jauhari, 2010).
22
Teknik inokulasi bakteri yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pour
plate. Sebanyak 1 ml suspensi masing-masing bakteri uji diinokulasikan ke dalam
erlenmeyer 200 ml yang berisi 100 ml media NA yang masih cair (≤45°C) (Huda
et al., 2012). Campuran dihomogenkan dengan sedikit pengocokan seperti angka
delapan agar suspensi tercampur rata, kemudian dituang ke dalam cawan petri dan
didiamkan hingga campuran suspensi bakteri uji membeku.
3.5.8
Pengujian Aktivitas Antibakteri
Hasil sampel yang sudah dipekatkan lalu ditimbang dan dilarutkan
kembali dengan pelarut organik dengan konsentrasi yang sama. Sekitar 10 μl
sampel (1000 ppm) diteteskan ke kertas cakram steril berukuran diameter 6 mm,
yang selanjutnya digunakan untuk uji aktivitas antibakteri (Azizah, 2008).
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode Kirby-Bauer atau
metode difusi cakram. Setiap kertas cakram steril yang ditetesi sampel ekstraksi
didiamkan ±15 menit (Azizah, 2008). Secara aseptik kertas cakram diletakkan
dalam cawan petri yang berisi bakteri uji. Kontrol positif yang digunakan yaitu
cakram kloramfenikol 10 μl dan kuinin 10 μl (1000 ppm). Kontrol negatif yang
digunakan adalah cakram yang ditetesi akuades steril, kloroform dan etil asetat.
Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali. Cakram diinkubasi pada suhu
37°C selama 18-24 jam, lalu dilakukan pengukuran zona hambat di sekitar cakram
menggunakan jangka sorong (Azizah, 2008). Diameter zona hambat ialah
diameter yang tidak ditumbuhi oleh bakteri pada kertas cakram.
23
3.5.9
Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder Kuinin Dengan HPLC
Hasil
ekstraksi
dengan
pelarut
kloroform
selanjutnya
dianalisis
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kloroform adalah suatu pelarut non
polar yang dapat digunakan untuk ekstraksi alkaloid (Winarno 2006). Alat yang
digunakan ialah HPLC merk PerkinElmer Series 200, eluen KH2PO4 20 mM (pH
2.5) : CH3CN = 9:1. Detektor yang digunakan ialah UV-VIS Detector Series 200,
jenis kolom C18, kecepatan alir 2 ml/menit, tekanan alir 143-145 kg/cm2, standar
kuinin sulfat 0,1 mg/l, (λ : 230 nm) volume injeksi 10,0 µl. (Simanjuntak et al.,
2002; Winarno, 2006).
Pembuatan larutan fasa gerak yaitu 6,8 g KH2P04 dan 3 g Hexylamin
dilarutkan dengan 700 ml H2O diatur pH dengan H3PO4 sampai pH 2,8, kemudian
ditambah H2O sampai 940 ml dan 60 ml Acetonitrile (Wibisana, 2010).
Pembuatan larutan standar untuk uji alkaloid yaitu dengan melarutkan standar
kuinin sulfat sebanyak 5 mg di dalam labu ukur 10 ml (500 ppm) dilarutkan dalam
larutan fase gerak (Wibisana, 2010).
Preparasi sampel dilakukan dengan menimbang sampel hasil ekstraksi lalu
dilarutkan dengan larutan fase gerak, campuran disonikasi selama 30 menit.
Tahapan selanjutnya campuran disaring dengan membran filter 0,45 μl, lalu filtrat
dinjeksikan ke HPLC sebanyak 10 μl (Wibisana, 2010).
3.5.10 Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder Dengan GCMS
Ekstrak kapang endofit dianalisis menggunakan GCMS Shimadzu QP
2010. Ekstrak kapang yang dianalisis hanya satu yaitu ekstrak yang memiliki zona
hambat terbesar namun tidak mengandung alkaloid kuinin sulfat. Hal ini untuk
24
mengetahui kandungan senyawa yang berperan sebagai antibakteri selain kuinin
sulfat. Sampel sebanyak 1 µl diinjeksikan ke dalam GCMS yang dioperasikan
menggunakan kolom kaca panjang 25 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan 0,25 µl
dengan fasa diam CP-Sil 5 CB dengan temperatur 10ºC/menit, gas pembawa
helium bertekanan 12 kPa, total laju 30 mL/menit dan split ratio sebesar 1:50
(Sastrohamidjojo, 2001).
3.6
Analisis Data
Analisis hasil aktivitas antibakteri pada penelitian ini menggunakan uji
Analysis of Variance (ANOVA) satu arah (One-way) menggunakan batas
kepercayaan sebesar 95% (α:0,05). Pengujian antibakteri dilakukan sebanyak 3
kali pengulangan. Jika terdapat perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjutan
Duncan. Pengujian hipotesis berdasarkan pada ketetapan H1 dan H0.
H0: Aktivitas antibakteri kapang terhadap bakteri uji tidak berbeda signifikan
H1: Aktivitas antibakteri kapang terhadap bakteri uji berbeda signifikan
Penarikan kesimpulan berdasarkan nilai signifikansi, yaitu:
-
Jika P<0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
-
Jika P>0.05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
-
Jika Ftabel<Fhitung maka H0 ditolak dan H1 diterima
-
Jika Ftabel>Fhitung maka H0 diterima dan H1 ditolak
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Makroskopis dan Mikroskopis Kapang Endofit
Pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis kapang endofit
dilakukan saat subkultur berumur 7 hari. Pengamatan makroskopis meliputi warna
miselium (tampak depan dan sebaliknya), bentuk area miselium dan bentuk tepi
miselium. Pengamatan mikroskopis jika pada subkultur terdapat tubuh buah, maka
tubuh buah tersebut diambil secara aseptis lalu dipecahkan. Apabila pada isolat
tidak ada tubuh buah, maka miselium yang ada diambil dan diamati.
Tabel 2. Tabel Verifikasi Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Kapang
Isolat
Karakteristik
M16
Permukaan koloni
seperti tepung dan
rata, tepi koloni
berserabut
warna depan ungu
muda, sebaliknya
ungu tua
M17
M18
Makroskopis
(Depan)
Makroskopis
(sebaliknya)
Mikroskopis (p: 1000x)
aa
Verifikasi
Fusarium
oxysporum
b
Ket: a: mikrokonidia
b: klamidospora
Permukaan koloni
berserabut,
permukaan
meninggi,
tepi
berserabut
warna depan abuabu tua, sebaliknya
hitam
a
Neofusicoccum
sp.
b
Ket: a: konidia
b: konidiofor
Permukaan koloni
tidak
rata,
penonjolan
miselium
di
permukaan,
tepi
koloni
bergelombang
warna depan merah
muda, sebaliknya
hitam
a
b
Ket: a: konidiofor
b: konidia
25
Cercospora sp.
26
Isolat
Karakteristik
M19
Permukaan koloni
seperti tepung dan
rata. Tepi koloni
bergelombang,
mengeluarkan
cairan
eksudat
berwarna
merah
hati ke medium.
Warna depan dan
sebaliknya merah
hati.
Permukaan koloni
kasar
dan
berserabut, terdapat
bintik coklat muda.
Tepi tidak rata, ada
garis radial. Warna
depan
putih,
sebaliknya oren.
M23
M25
M26
M34
Permukaan koloni
rata
dan
tebal
munggunung.
Miselium seperti
beludru, tepi koloni
rata.
Warna depan abuabu tua sedangkan
sebaliknya hitam.
Permukaan koloni
seperti kapas. Area
miselium di bagian
tengah. Tepi koloni
rata dan terdapat
garis radial.
Warna
depan
koloni
putih,
sebaliknya coklat
muda.
Permukaan koloni
tidak rata
dan
berserabut.
Tepi
koloni tidak rata.
Pada
miselium
terdapat beberapa
garis
radial
konsentris
warna depan koloni
putih dan pink
sebaliknya putih.
Makroskopis
(Depan)
Makroskopis
(sebaliknya)
Mikroskopis (p: 1000x)
a
Verifikasi
Aspergillus sp.
b
Ket: a: konidia
b: konidiofor
aa
Diaporthe sp.
b
Ket: a: miselium
b: konidia
a
b
Cladosporium
oxysporum
Ket: a: konidiofor
b: konidia
a
b
Trichoderma
hamatum
Ket: a: konidiofor
b: konidia
a
bb
Ket: a: mikrokonidia
a b: makrokonidia
Fusarium
equiseti
b
27
Isolat
Karakteristik
M35
Permukaan koloni
tidak
rata dan
kasar.
Miselium
seperti
beludru,
tepi bergelombang
tidak merata.
Warna
depan
koloni
hitam,
sebaliknya hitam.
M49
M51
M63
M66
Permukaan koloni
tidak rata. Ada
cairan
eksudat
yang dikeluarkan
ke
medium
berwarna
coklat
muda. Tepi koloni
berserabut, warna
depan coklat muda,
sebaliknya coklat
tua.
Permukaan koloni
kasar dan rata, tepi
koloni
bergelombang. Ada
garis
radial
konsentris
berwarna
hitam.
Warna
depan
koloni putih abuabu dan warna
sebaliknya oren.
Permukaan koloni
tidak
rata,
miselium tumbuh
lebih
tebal
di
bagian tengah. Tepi
koloni tidak rata.
Warna
depan
koloni putih dan
warna sebaliknya
putih,kekuningan.
Permukaan koloni
rata dengan warna
kuning.
Bagian
pinggir
ada
lingkaran,
tepi
koloni rata dan
warna
depan
kuning sebaliknya
coklat.
Makroskopis
(Depan)
Makroskopis
(sebaliknya)
Mikroskopis (p: 1000x)
a
b
Verifikasi
Guinardia
mangifera
Ket: a: konidiofor
b: konidia
a
b
Gliocladiopsis
sp.
Ket: a: konidiofor
b: konidia
a
b
Penicillium
citrinum
Ket: a: makrokonidia
b: mikrokonidia
a
b
Pestalotiopsis
sp.
Ket: a: konidia
b: konidiofor
a
bbb
Ket: a: mikrokonidia
b: makrokonidia
Fusarium
equiseti
28
Isolat
Karakteristik
M83
Permukaan koloni
seperti tepung dan
menggunung. Tepi
koloni
bergelombang
tidak merata.
Warna
depan
koloni coklat muda
dan
warna
sebaliknya coklat
tua.
M93
M97
M98
Permukaan koloni
menggunung,
miselium
seperti
beludru.
Tepi
koloni
bergelombang,
terdapat
garis
radial.
Warna
depan kecoklatan,
sebaliknya coklat
tua.
Permukaan koloni
rata seperti kapas,
tepi
koloni
berserabut, terdapat
garis
radial
konsentris
berwarna
coklat
muda.
Warna
depan
koloni
merah muda, warna
sebaliknya kuning
kecoklatan.
Permukaan koloni
tidak rata, sepert
tepung,
yang
mengandung spora.
Tepi
koloni
berserabut
dan
tidak rata.
Warna
depan
koloni hijau tua
dan
warna
sebaliknya merah
muda.
Makroskopis
(Depan)
Makroskopis
(sebaliknya)
Mikroskopis (p: 1000x)
a
b
Verifikasi
Leptosphaerulina
sp.
Ket: a: konidiofor
b: konidia
b
a
Fusarium
solani
Ket: a: makrokonidia
b: mikrokonidia
a
b
Fusarium
solani
Ket: a: makrokonidia
b: mikrokonidia
a
b
Ket: a: konidia
b: konidiofor
Trichoderma
hamatum
29
4.2
Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit Terhadap Bakteri Uji
Aktivitas antibakteri dapat diketahui dengan melihat ada atau tidaknya
daerah hambatan (zona hambat) pada pertumbuhan bakteri di media padat.
Semakin besar zona hambat maka semakin besar aktivitas antibakteri yang ada
(Pratiwi, 2008). Adapun rata-rata diameter zona hambatan dari uji aktivitas
antibakteri tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 6. Grafik Zona Hambat Bakteri Hasil Ekstraksi Etil Asetat
Kapang endofit kina seluruhnya positif menghambat pertumbuhan bakteri
uji. Daya hambat ekstrak kapang menggunakan etil asetat terhadap bakteri uji
ditampilkan pada gambar 6. Hasil zona hambat ekstrak etil asetat terhadap bakteri
S.aureus cukup besar dihasilkan oleh kapang M16 (F. oxysporum), M19
(Aspergillus sp.), M35 (G. mangifera), M49 (Gliocladiopsis sp.), M51 (P.
citrinum).
Etil asetat dan akuades steril yang digunakan sebagai kontrol negatif tidak
menghasilkan zona hambat karena keduanya terbukti tidak memiliki kemampuan
30
dalam menghambat pertumbuhan bakteri (Jauhari, 2010). Kontrol positif kuinin
sulfat dan antibiotik kloramfenikol digunakan untuk membandingkan zona
hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kapang. Ekstrak kapang M16 (F.
oxysporum), M19 (Aspergillus sp.), M35 (G. mangifera), M49 (Gliocladiopsis
sp.), M51 (P. citrinum) menghasilkan zona hambat yang lebih besar dari kontrol
kuinin sulfat terhadap bakteri S.aureus masing-masing sebesar 11,26 mm, 10,20
mm, 8,83 mm, 10,80 mm, 7,40 mm (Gambar 6). Hal ini karena kapang endofit
menghasilkan senyawa kuinin sulfat yang lebih besar jumlahnya dibandingkan
dengan kontrol atau kapang endofit menghasilkan senyawa lain yang berperan
sebagai antibakteri. Mikroorganisme endofit dapat menghasilkan senyawa bioaktif
selain senyawa yang terkandung di dalam tanaman inangnya (Pratiwi, 2008).
Zona hambat ekstrak kapang endofit menggunakan etil asetat seluruhnya lebih
kecil daripada zona hambat antibiotik kloramfenikol, jadi ekstrak kapang endofit
tidak ada yang memiliki potensi sebesar antibiotik kloramfenikol dalam
menghambat bakteri uji. Zona hambat kapang endofit terhadap bakteri E. coli
seluruhnya lebih kecil dari zona hambat yang dihasilkan oleh kuinin sulfat
(Gambar 6).
Analisis data menunjukkan zona hambat kapang endofit ekstrak etil asetat
terhadap bakteri S. aureus dan E. coli diperoleh nilai Ftabel < Fhitung dan nilai P <
0,05 seperti yang telah dilampirkan (Lampiran 9). Kesimpulan yang diperoleh dari
hasil tersebut adalah H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada diameter zona hambat antar isolat ekstrak
etil asetat.
31
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan SPSS ANOVA satu arah
(One way) pada uji Duncan, kapang endofit M16 (F. oxysporum) memiliki zona
hambat terhadap bakteri S. aureus paling besar (Lampiran 9). Kapang M16 (F.
oxysporum) menghasilkan zona hambat terhadap S. aureus sebesar 11,2 mm.
Kapang endofit M23 (Diaporthe sp.) memiliki zona hambat terbesar terhadap
bakteri E. coli sebesar 6,3 mm. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa
kapang endofit lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus
daripada E. coli (Gambar 6). Kapang endofit tanaman kina Colletotrichum sp. dan
Phomopsis sp. yang diekstrak menggunakan etil asetat menghasilkan zona hambat
lebih besar terhadap bakteri S. aureus daripada bakteri E. coli (Mutiea, 2010;
Pamungkas, 2010).
Gambar 7. Grafik Zona Hambat Bakteri Hasil Ekstraksi Kloroform
Kapang endofit seluruhnya positif menghambat pertumbuhan bakteri uji.
Daya hambat ekstrak kapang menggunakan kloroform ditampilkan pada gambar
32
7. Hasil zona hambat kapang ekstrak kloroform terhadap bakteri S.aureus cukup
besar dihasilkan oleh kapang M16 (F. oxysporum), M25 (C. oxysporum), M33
(Kapang endofit sp. 1), M63 (Pestalotiopsis sp.). Zona hambat ekstrak kapang
terhadap bakteri E.coli cukup besar dihasilkan oleh kapang M16 (F. oxysporum)
dan M33 (Kapang endofit sp. 1) (Gambar 7). Pelarut kloroform dan akuades
sebagai kontrol negatif terbukti tidak menghasilkan area zona hambat terhadap
bakteri uji. Hal ini karena keduanya tidak memiliki kemampuan sebagai
antibakteri.
Kontrol positif kuinin sulfat dan antibiotik kloramfenikol digunakan untuk
membandingkan zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kapang. Ekstrak
kapang M16 (F. oxysporum), M25 (C. oxysporum), M33 (Kapang endofit sp. 1),
M63 (Pestalotiopsis sp.) menghasilkan zona hambat yang lebih besar dari kontrol
kuinin sulfat terhadap bakteri S. aureus masing-masing sebesar 14,66 mm, 12,80
mm, 13,76 mm, 12,30 mm (Gambar 7). Ekstrak kapang M16 (F. oxysporum),
M23 (Diaporthe sp.), M25 (C. oxysporum), M33 (Kapang endofit sp. 1)
menghasilkan zona hambat yang lebih besar dari kontrol kuinin sulfat terhadap
bakteri E. coli masing-masing sebesar 7,70 mm, 6,70 mm, 6,56 mm, 9,26 mm
(Gambar 7). Hal ini karena konsentrasi kuinin sulfat yang dihasilkan lebih besar
dibandingkan isolat lain dan kontrol. Dugaan lain karena kapang endofit tersebut
menghasilkan senyawa lain selain kuinin sulfat yang dapat berperan sebagai
antibakteri. Mikroorganisme endofit dapat menghasilkan senyawa bioaktif selain
senyawa yang terkandung di tanaman inangnya (Pratiwi, 2008).
33
Hasil zona hambat kapang endofit ekstrak kloroform terhadap bakteri S.
aureus dan E. coli. dari analisis data menunjukkan nilai Ftabel < Fhitung dan nilai P <
0,05 (Lampiran 8) dengan kesimpulan yang diperoleh adalah H0 ditolak dan H1
diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada
diameter zona hambat antar isolat ekstrak kloroform. Berdasarkan hasil analisis
data mengguanakan SPSS ANOVA satu arah (One way) uji lanjut Duncan,
kapang endofit M16 (F. oxysporum) memiliki zona hambat terhadap bakteri S.
aureus paling besar (Lampiran 8). Kapang M16 (F. oxysporum) menghasilkan
zona hambat terhadap S. aureus sebesar 14,6 mm. Kapang endofit M33 (kapang
endofit sp. 1) menunjukkan zona hambat terbesar terhadap bakteri E. coli sebesar
9,2 mm (Gambar 7). Hasil ini menunjukkan zona hambat yang dihasilkan ekstrak
kapang endofit menggunakan kloroform ternyata lebih efektif dalam menghambat
bakteri S. aureus dan E. coli dibandingkan ekstrak kapang endofit dengan etil
asetat. Kapang endofit M16 (F. oxysporum) dan kapang endofit sp. 4
menghasilkan zona hambat 2x potensinya terhadap bakteri S. aureus
dibandingkan dengan kontrol positif kuinin sulfat (Gambar 7).
Zona hambat terbesar dari ekstrak kloroform dan etil asetat terhadap
bakteri uji dihasilkan oleh kapang M16 (F. oxysporum). Hal ini karena kapang
endofit F. oxysporum memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa bioaktif
antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan kapang endofit lainnya. Kapang
endofit Fusarium sp. dari lengkuas merah dan daun mimba dapat menghasilkan
senyawa seperti fenol untuk menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E.
coli (Astuti, 2005; Kusumaningtyas et al., 2010). Zona hambat yang dihasilkan
34
kapang endofit ekstrak kloroform rata-rata lebih besar dibandingkan ekstrak etil
asetat. Hal ini karena senyawa yang ada pada kapang endofit lebih mudah larut
atau ditarik oleh pelarut non polar seperti kloroform. Sebagian besar senyawa
alkaloid dapat larut atau disari oleh pelarut non polar seperti kloroform (Wibisana,
2010).
Hasil pengujian antibakteri kontrol positif antibiotik kloramfenikol
terhadap bakteri S. aureus dan E. coli menunjukkan adanya zona hambat.
Antibiotik kloramfenikol memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Besar zona hambat yang dihasilkan
pada penelitian ini terhadap bakteri S. aureus dan E. coli ialah sebesar 14,5 mm
dan 17 mm (Gambar 6 dan 7). Kerja dari antibiotik kloramfenikol ialah
menghambat proses sintesis protein dengan cara menyerang subunit 30S yang
berada di ribosom. Subunit tersebut berperan dalam proses sintesis protein, E. coli
mensintesis semua asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis protein yang
terjadi di ribosom. Ribosom E. coli memiliki 2 jenis subunit yaitu partikel 50S dan
partikel 30S yang akan mengalami penggabungan menjadi ribosom 70S untuk
proses sintesis protein. Hal ini menyebabkan zona hambat yang dihasilkan oleh
antibiotik kloramfenikol lebih besar terhadap bakteri E. coli daripada bakteri
S.aureus (Pratiwi, 2008).
Ekstraksi kapang endofit menggunakan pelarut kloroform dan etil asetat
menghasilkan rata-rata diameter zona hambat yang lebih besar terhadap
pertumbuhan bakteri S. aureus dibandingkan bakteri E. coli. Bakteri S. aureus
lebih peka terhadap metabolit yang dihasilkan kapang endofit daripada bakteri E.
35
coli. Hal ini disebabkan adanya perbedaan struktur dinding sel bakteri. Struktur
dinding sel bakteri Gram positif relatif sederhana yang terdiri atas tiga lapis yaitu
selaput sitoplasmik, lapisan peptidoglikan dan lapisan luar yang disebut simpai.
Sebaliknya, bakteri Gram negatif mempunyai struktur yang berlapis-lapis dan
sangat kompleks (Pratiwi, 2008). Hal lain karena senyawa yang dihasilkan oleh
ekstrak kapang menghambat proses sintesis peptidoglikan dengan cara memutus
ikatan silang peptida. Beberapa peptidoglikan pada tiap bakteri berbeda dalam hal
bahwa rantai-rantai peptidanya tidak langsung terikat silang dengan sesamanya,
melainkan terikat oleh jenis peptida lain membentuk jembatan penghubung.
Bakteri S. aureus memiliki jembatan penghubung yang terdiri dari lima molekul
glisin yang dapat menghubungkan dua peptide asam asetilmuramat (AAM)
bersama-sama, sehingga apabila ikatan peptida diputus maka proses sintesis
peptidoglikan pada bakteri S. aureus gagal terbentuk. Hal ini yang menyebabkan
zona hambat kapang terhadap bakteri S. aureus lebih besar dibandingkan bakteri
E. coli (Pelczar dan Chan, 2006).
Diameter zona hambat dari ekstrak kapang endofit M16 (F. oxysporum)
hasil ekstraksi kloroform terhadap bakteri S. aureus ternyata melebihi zona
hambat kloramfenikol yaitu sebesar 14,66 mm. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan senyawa antibakteri pada isolat M16 (F. oxysporum) bersifat kuat
dan efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Diameter zona
hambat kapang M16 (F. oxysporum) terhadap bakteri E. coli sebesar 11,2 mm.
Dapat diketahui bahwa kapang endofit M16 (F. oxysporum) hasil ekstrak
kloroform memiliki kemampuan yang sama dengan kloramfenikol dalam
36
menghambat bakteri S. aureus, sedangkan kemampuan antibakteri kapang endofit
hasil ekstrak kloroform ataupun etil terhadap bakteri E. coli lebih rendah
dibandingkan dengan kloramfenikol.
4.3
Analisis Kandungan Alkaloid Kuinin Kapang Endofit dengan HPLC
Analisis kandungan alkaloid kuinin sulfat menggunakan HPLC yaitu
secara kuantitatif. Hal ini untuk mengetahui secara pasti jumlah kandungan kuinin
sulfat pada kapang. Proses ekstraksi alkaloid kuinin kapang endofit tanaman kina
dilakukan menggunakan pelarut yang bersifat non polar yaitu kloroform. Sebagian
besar alkaloid tidak dapat larut (beberapa sedikit larut) di air, tetapi dapat larut
dalam pelarut organik seperti kloroform (Wibisana, 2010). Kapang endofit yang
diuji kandungan kuinin sulfatnya menggunakan HPLC hanya kapang yang
diekstrak menggunakan pelarut kloroform.
Tabel 3. Analisis Metabolit Sekunder Kuinin Kapang Endofit dengan HPLC
Isolat
Kapang endofit sp. 1
F. equiseti
Leptosphaerulina sp.
Neofusicoccum sp.
Pestalotiopsis sp.
Leptosphaerulina sp.
Area
(%)
69,05
96,54
62,29
31,07
39,99
2,48
Kuinin
(ppm)
300,1
249,1
26,68
20,6
14,37
0,65
Tempat
Isolasi
Ranting
Buah
Daun
Ranting
Batang
Daun
Tanaman kina telah diketahui menghasilkan 30 jenis alkaloid. Alkaloid
tanaman kina yang saat ini diketahui mempunyai nilai komersial ialah kuinin
sulfat. Hasil skrining HPLC pada penelitian ini, dari 27 isolat kapang endofit yang
diekstrak, terdapat hanya 6 isolat yang menghasilkan alkaloid kuinin sulfat.
Keenam isolat kapang tersebut diisolasi dari bagian tanaman kina (C. calisaya
37
Wedd.) yang berbeda yaitu ranting, buah, daun dan batang. Kapang endofit yang
mengandung alkaloid kuinin sulfat yaitu F. equiseti, Leptosphaerulina sp.,
Neofusicoccum sp., Pestalotiopsis sp., kapang endofit sp. 1 dan Leptosphaerulina
sp. Keenam isolat tersebut dikatakan menghasilkan alkaloid kuinin sulfat karena
waktu retensi yang ada mendekati waktu retensi alkaloid kuinin sulfat standar
yaitu 1,90 menit. Parameter yang digunakan untuk analisis kandungan alkaloid
selain waktu retensi ialah luas area (Lampiran 10).
Hasil pada tabel di atas menunjukkan isolat M33 (Kapang endofit sp. 1)
mengandung kuinin sulfat paling banyak yaitu sebesar 300,1 ppm, sedangkan
kapang endofit yang mengandung kuinin paling sedikit yaitu isolat M83
(Leptosphaerulina sp.) sebesar 0,65 ppm. Kapang endofit sp. 1 diisolasi dari
bagian ranting tanaman kina, sedangkan kapang endofit Leptosphaerulina sp. dan
diisolasi dari bagian daun tanaman kina. Kapang endofit sp. 1 yang diisolasi dari
bagian ranting mengandung kuinin paling banyak karena C. calisaya Wedd.
mengandung kuinin hampir 90% pada bagian kulit batang, cabang atau ranting.
Bagian kulit akar mengandung kuinin sebanyak 60% dan bagian daun sebesar 1%
(Sukasmono, 1997). Kemampuan kapang endofit dalam memproduksi senyawa
metabolit sekunder dipengaruhi oleh kondisi inangnya. Produksi metabolit
sekunder pada tanaman dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar (Petrini et al.,
1992). Isolat kapang lainnya berdasarkan hasil HPLC tidak mengandung alkaloid
kuinin. Tidak adanya senyawa kuinin ini karena kemampuan setiap kapang
endofit dalam menyerap senyawa yang ada pada tanaman inangnya berbeda-beda
(Petrini et al., 1992). Tempat isolasi kapang endofit pada tanaman kina tidak
38
terlalu mempengaruhi jumlah kandungan kuinin sulfat pada kapang. Kapang
endofit genus Colletotrichum isolasi dari beberapa bagian tanaman kina (C.
calisaya Wedd.) menunjukkan bahwa kapang endofit yang mengandung kuinin
sulfat terbesar diisolasi dari bagian buah yaitu sebanyak 138 ppm (Mutiea, 2010).
Kapang endofit genus Phomopsis dari beberapa bagian tanaman kina (C. calisaya
Wedd.) menunjukkan bahwa kapang yang diisolasi dari bagian batang
mengandung kuinin sulfat terbesar yaitu 45 ppm (Pamungkas, 2010).
4.4
Analisis GCMS Ekstrak Kloroform dan Etil Asetat Kapang Endofit
Analisis kandungan senyawa ekstrak kapang endofit menggunakan alat
GCMS. Ekstrak kapang yang dianalisis dengan GCMS yaitu kapang M16 (F.
oxysporum). Hal ini karena ekstrak kapang tersebut menghasilkan zona hambat
terbesar terhadap S. aureus (dengan kloroform dan etil asetat), dan zona hambat
terbesar terhadap E. coli (dengan kloroform). Ekstrak kapang M16 tersebut
setelah dianalisis dengan HPLC tidak mengandung kuinin sulfat. Oleh karena itu
dilakukan analisis dengan GCMS untuk mengetahui senyawa yang berperan
sebagai antibakteri. Hasil GCMS menunjukkan adanya beberapa senyawa yang
terkandung dalam kapang endofit. Senyawa-senyawa tersebutlah yang berperan
dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Ekstrak kapang yang diuji dengan
GCMS ialah ekstrak M16 dengan pelarut kloroform dan etil asetat. Senyawa yang
terdapat pada ekstrak kapang menggunakan kloroform adalah sebagai berikut.
39
Tabel 4. Senyawa dalam Ekstrak Kloroform Kapang Endofit F. oxysporum yang
diidentifikasi dengan GCMS.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Nama Senyawa
n-Tetratetrakontan
Oktakosan*
Heksatriakontan
E-15-Heptadesen
Fenol 2,4-bis (1,1 dimetiletil)*
Tetrakontan
Heksakosan
Pentakosan
n-Tetrakosan
Dokosan*
Eikosan*
Oktadesilen .alfa.
1-Heksadesen*
n-Heptakosan
1-Trikosanol*
1-Nonadesen*
Triakontan
Tetrakosan, 9-oktil
2,21-Dimetildokosan
% Area
Golongan
18,33
8,85
14,47
0,93
0,72
14,74
6,47
3,58
1,97
7,20
0,96
1,19
0,61
10,94
0,96
1,17
1,76
2,34
2,80
Alkana
Alkana
Alkana
Alkena
Fenol
Alkana
Alkana
Alkana
Alkana
Alkana
Alkana
Alkena
Alkena
Alkana
Alkanol
Alkena
Alkana
Alkana
Alkana
Ket : *) memiliki aktivitas antibakteri
Hasil GCMS ekstrak kapang endofit didapatkan 19 senyawa (lampiran
12). Analisis menggunakan GCMS pada tabel di atas didapatkan senyawa dari
golongan alkana, alkena, fenolik dan alkanol (Tabel 4). Senyawa yang paling
banyak ditemukan pada ekstrak kapang endofit menggunakan kloroform ialah
senyawa dari golongan alkana. Senyawa yang berperan sebagai antibakteri antara
lain 1-heksadesen, 1-nonadesen, trikosanol, dokosan, eikosan, oktakosan dan
fenol,2,4-bis (1,1 dimetiletil) dengan persen area masing-masing 0,61%, 1,17%,
0,96%, 7,20%, 0,96%, 8,85% dan 0,72%. Senyawa oktakosan dari golongan
alkana memiliki persen area tertinggi dibandingkan dengan senyawa-senyawa
yang diketahui berperan sebagai antibakteri yaitu sebesar 8,85%. Senyawa
40
oktakosan memiliki nilai similaritas sebesar 96%. Hasil tersebut dapat
mengindikasikan bahwa senyawa tersebut berperan cukup besar dalam
menghambat bakteri uji S.aureus dan E.coli.
Senyawa golongan alkena seperti 1-heksadesen yang terkandung pada
ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan 1-nonadesen pada
ekstrak air bunga kecombrang (Etlingera elatior) terbukti dapat menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli
(Putra, 2010; Sukandar, 2010).
Senyawa dari golongan alkana dan alkanol seperti trikosanol, dokosan, eikosan,
oktakosan yang terkandung pada ekstrak Sargassum polycystum dapat
menghambat bakteri E. coli dan S.aureus (Ebtananto dan Bagoes, 2011).
Senyawa golongan fenolik seperti fenol 2,4-bis (1,1 dimetiletil) yang
terkandung pada ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) juga
diketahui berpotensi menghambat bakteri Gram positif seperti S. aureus dan
bakteri Gram negatif E. coli (Putra, 2010). Bakteri Gram positif seperti S. aureus
diketahui tidak tahan terhadap senyawa fenol dan antrakuinon. Senyawa fenol dan
antrakuinon dari buah mengkudu menekan pertumbuhan bakteri Gram positif
karena kemampuan penetrasi senyawa ini dalam dinding sel bakteri. Kapang
endofit ekstrak kloroform terbukti menghasilkan senyawa fenol yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus dan E.coli (Astuti, 2005). Senyawa
fenol dan antraquinon termasuk senyawa yang larut lemak (Sufiriyanto dan
Indraji, 2005).
41
Tabel 5. Senyawa dalam Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Kapang Endofit F.oxysporum
yang diidentifikasi dengan GCMS.
No.
Nama Senyawa
% Area
Golongan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Benzena, 1,3,5-trimetil
Undekan
Dekan
Dokosan*
n-dodekan*
Benzen, 1,2,3-trimetil
Dekan, 2-metil
1,3 Dimetil-5-etil benzene
Tridekan
Eikosan*
Heneikosan*
n-Trikosan
n-Tetrakosan
Pentakosan
2-6-Dimetilundekan
Heksakosan
Dekana, 3,7-Dimetil
Asam Heksanedioik, bis (2-etilheksil)
ester
Naptalen
1,2-Dimetil-4-etilbenzen
4-7 Dimetilindan
Heptana, 5-etil-2-metil
5,9,9- Trimetilspiro (3,6) deka-5,7-dien-1
Butilbenzen sekunder
2-(4-metil-6-(2,6,6-trimetilsikloneks-enil)
Benzena 1,3-dietil-5-metil
2,59
16,73
4,56
4,02
9,83
2,49
1,98
3,35
1,66
1,52
2,39
5,14
6,20
5,56
1,76
3,33
1,38
Aromatik
Alkana
Alkana
Alkana
Alkana
Aromatik
Alkana
Aromatik
Alkana
Alkana
Alkana
Alkana
Alkana
Alkana
Alkena
Alkana
Alkana
Ester alifatik
19
20
21
22
23
24
25
26
1,80
2,02
3,45
1,32
2,30
2,16
3,30
6,13
3,39
Aromatik
Aromatik
Alkana
Aromatik
Aromatik
Aromatik
Ket : *) memiliki aktivitas antibakteri
Hasil analisis senyawa dari ekstraksi kapang endofit menggunakan etil
asetat terdapat 26 senyawa (lampiran 11). Senyawa-senyawa tersebut diasumsikan
memiliki keterkaitan dengan kemampuan kapang sebagai antibakteri. Senyawa
yang berperan sebagai antibakteri pada ekstrak kapang menggunakan etil asetat
berjumlah 4 senyawa antara lain dokosan, n-dodekan, eikosan dan heneikosan
dengan persen area masing-masing 4,02%, 9,83%, 1,52%, dan 2,39%. Persen area
42
tertinggi yaitu senyawa n-dodekan yaitu sebesar 9,83%. Senyawa n-dodekan
memiliki nilai similaritas sebesar 96%. Hasil tersebut dapat mengindikasikan
bahwa senyawa n-dodekan berperan cukup besar dalam menghambat bakteri uji
S. aureus dan E. coli.
Senyawa dari golongan alkana seperti heneikosan, eikosan dan dokosan
yang terkandung pada ekstrak Sargassum polycystum terbukti dapat menghambat
pertumbuhan bakteri E. coli dan Vibrio parahaemolyticus (Ebtananto dan Bagoes,
2011). Senyawa golongan alkana seperti n-dodekan yang terkandung pada ekstrak
kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terbukti dapat menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli (Putra, 2010).
Adanya perbedaan antara ekstrak kloroform dan etil asetat kapang endofit
disebabkan oleh sifat suatu pelarut dan senyawa yang terkandung. Pelarut yang
bersifat polar dapat menyerap senyawa yang bersifat polar dan sebaliknya.
Senyawa-senyawa yang tersari oleh kedua pelarut tersebut memiliki kualitas
penyarian yang berbeda-beda, sehingga hasilnya pun berbeda. Pelarut etil asetat
merupakan pelarut yang memiliki sifat universal dapat menyerap senyawa polar
dan non polar, sehingga senyawa yang didapatkan lebih banyak dan lebih
kompleks. Berbeda dengan pelarut kloroform yang hanya dapat menyerap
senyawa bersifat nonpolar saja, sehingga hasil yang didapat tidak terlalu banyak
(Winarno, 2006). Ekstrak kloroform menghasilkan 19 senyawa, sedangkan
ekstrak etil asetat menghasilkan 26 senyawa.
Senyawa yang terbukti berperan sebagai antibakteri pada ekstrak
kloroform berjumlah 7 senyawa yaitu oktakosan, fenol 2,4-bis (1,1 dimetiletil),
43
dokosan, eikosan, 1-heksadesen dan 1-trikosanol. Senyawa pada ekstrak etil asetat
berjumlah 4 senyawa yaitu dokosan, n-dodekan, eikosan dan heneikosan. Hal ini
yang mengakibatkan zona hambat yang dihasilkan kapang ekstrak kloroform lebih
besar dibandingkan zona hambat kapang ekstrak etil asetat. Senyawa-senyawa
yang terbukti memiliki kemampuan sebagai antibakteri pada kapang ekstrak
kloroform lebih banyak bila dibandingkan dengan senyawa antibakteri pada
kapang ekstrak etil asetat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Kapang endofit dari tanaman kina (C. calisaya Wedd.) memiliki potensi
sebagai senyawa antibakteri. Kapang endofit F. oxysporum memiliki zona
hambat terbesar terhadap bakteri S. aureus yaitu sebesar 14,9 mm dan
kapang endofit sp. 1 memiliki zona hambat terbesar terhadap bakteri E.
coli yaitu sebesar 9,2 mm.
2. Kapang endofit dari tanaman kina menghasilkan alkaloid kuinin sulfat
yang cukup besar. Kapang endofit sp. 1, F. equiseti, Leptosphaerulina sp.,
Neofusicoccum sp., Pestalotiopsis sp., dan Leptosphaerulina sp. masingmasing menghasilkan kuinin sebesar 300,1; 249,1; 26,68; 20,6; 14,37 dan
0,65 ppm.
5.2
Saran
Perlu dilakukan identifikasi kapang endofit secara molekuler
hingga tingkat spesies. Analisis menggunakan GCMS pada tiap isolat
kapang endofit perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa
bioaktif yang terkandung.
44
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, F. 2013. Isolasi dan Uji Antimikroba Metabolit Sekunder Ekstrak
Kultur Jamur Endofit AFKR-5 dari Tumbuhan Akar Kuning
(Arcangelisia flava (L) Merr. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Arisanti, S., N.D. Kuswytasari, M. Shovitri. 2011. Uji Antimikroba Isolat
Kapang Tanah Wonorejo Surabaya. Journal of Microbiology.
Astuti, P., D. Apristiani. 2005. Isolasi Komponen Aktif Antibakteri Ekstrak
Kloroform Daun Mimba (Azadirachta indica A.Juss) dengan Bioautografi.
3(2): 43-46.
Azhari, A. 2012. Aktivitas Sitotoksik dan Apoptosis Sel Khamir Ekstrak
Kloroform Kapang Endofit Evodia suaveolens. Skripsi. Departemen
Biokimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Azizah, N.N. 2008. Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit dari Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L.) Penghasil Antibakteri Terhadap Bakteri Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas
Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. Malang.
Bungihan, E.M., M.A. Tan, H. Takayama, T.E. Dela, M.G. Nonato. 2013. A
new macrolide isolated from the endophytic fungus Colletotrichum sp.
Philippine Science Letters 6(1): 57-73.
Clay, K. 2004. Fungi and the food of the gods. Nature 427: 401-402.
Dinarliah, I. 2001. Produksi Senyawa Kinin oleh Mikroorganisme Endofitik pada
Tanaman Cinchona ledgeriana Moens dengan Berbagai Konsentrasi
Sukrosa. Skripsi. Jurusan Tenologi Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Doughari, J.H. 2006. Antimicrobial activity of Tamarandus indica linn.
Tropical journal of pharamaceutical research 5(2): 597-603.
Ebtananto, Bagoes. 2011. Daya Antibakteri Ekstrak Sargassum Polycystum
dengan Berbagai Pelarut Terhadap Escherechia coli dan Vibrio
parahaemolyticus. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya.
Surabaya.
45
46
Gandjar I., R.A. Samson, K.V.D.T. Vermeulen, A. Oetari, I. Santoso. 1999.
Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Gandjar, I., W. Sjamsuridzal, A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.
Edisi ke-1. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Hidayahti, N. 2010. Isolasi dan identifikasi jamur endofit pada umbi bawang putih
(Allium sativum) sebagai penghasil senyawa antibakteri terhadap bakteri
Streptococcus mutans dan Escherichia coli. Skripsi. Jurusan biologi.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. Malang.
Huda, C., Salni, Melki. 2012. Penapisan aktivitas antibakteri dari bakteri yang
berasosiasi dengan karang lunak Sarcophyton sp. Marpari Journal 4(1):
69-76.
Jauhari, L.T. 2010. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit Penghasil
Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi.
Departemen Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam
Negeri. Jakarta.
Kharal, A.S., Q. Hussain, S. Ali, Fakhuruddin. 2009. Quinine is bactericidal.
Journal Pakistan Medical Assoiation 59(4): 208-211.
Kharismaya, W. 2010. Biotransformasi Palmatin oleh Jamur Endofit dari
Tumbuhan
Akar
Kuning
(Arcangelisia
flava
L.Merr:
Menispermaceae). Skripsi. Departemen Farmasi. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri. Jakarta.
Khotimah, F.K. 2010. Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri Minyak Atsiri Bunga
Cengkeh (Syzygium aromaticum). Skripsi. Program Studi Kimia. Fakultas
Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. Jakarta.
Komalasari, D. 2012. Isolasi Identifikasi dan Pengujian Kemampuan Kapang
Selulolitik dari Naskah Kuno Kertas Eropa Asal Keraton Kasepuhan
Cirebon. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok.
Kusumaningtyas, E., M. Natasia, Darmono. 2010. Potensi Metabolit Kapang
Endofit Rimpang Lengkuas Merah dalam Menghambat Pertumbuhan
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan Media Fermentasi
Potato Dextrose Broth (PDB) dan Potato Dextrose Yeast (PDY). Prosiding
Teknologi Peternakan dan Veteriner Ramah Lingkungan dalam
Mendukung Program Swasembada Daging dan Peningkatan Ketahanan
Pangan. Bogor. 819-824.
47
LIPI, 2006. Seri Panduan Teknik Isolasi Fungi. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Bogor.
Machmud, M. 2001. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. AgroBio
4(1): 24-32.
Maehara, S., P. Simanjuntak, C. Kitamura, K. Ohashi, H. Shibuya. 2011.
Cinchona alkaloids are also produced by an endophytic filamentous
fungus living in cinchona plant. Chemical Pharmaceutical Bull 59(8):
1073-1074.
Mardiastuti, H.W., A. Karuniawati, A. Kiranasari, Ikaningsih, A. Kadarsih.
2007. Emerging resistance pathogen: situasi terkini di Asia, Eropa,
Amerika Serikat, Timur Tengah dan Indonesia. Majalah Kedokteran
Indonesia 57(3): 75-79.
Martin, S.E., J.J. Landolo. 1999. Staphylococcus . Dalam Robinson RK,
Encyclopedia of Food Microbiology. San Diego: Academic Pr.
editor,
Mutiea, D. 2014. Aktivitas Antibakteri dan Produksi Kuinin dari Kapang Endofit
(Colletotrichum spp.) Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.). Skripsi.
Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri.
Jakarta.
Pamungkas, A.P. 2014. Senyawa Bioaktif Kuinin dan Antibakteri Kapang Endofit
(Phomopsis spp.) dari Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.). Skripsi.
Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri.
Jakarta.
.
Meggitt, C. 2003. Food Hygiene and Safety. Roma. Heinemann Educational Pub.
Pavia, D.L., G.M. Lampman, G.S. Kriz, R.G. Engel. 2006. Introduction to
Organic Laboratory Techniques: A Microscale Approach, Edisi 4. Brooks
Cole Pub Co. United Kingdom.
Petrini, O., T.N. Sieber, L. Toti, O. Viret. 1992. Ecology metabolite
production and substrate utilization in endophytic fungi. Natural Toxins
1:185-196.
Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta.
Putra, E.D.L. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi.
USU digital Library. 1-22.
Putra, K.N.I. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.). Teknologi dan Industri Pangan 21: 1.
48
Rennie, R.P., R.N. Jones, A.H. Mutnick. Occurrence and antimicrobial
susceptibility patterns of pathogens isolated from skin and soft tissue
infections: report from the Sentry antimicrobial surveillance
Program (United States and Canada, 2000). Diagn Microbiol Infect Dis
2003.
Sastrohamidjojo, H. 2001. Kromatografi. Liberty. Yogyakarta
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM Press.
Yogyakarta
Simanjuntak, P., Bustanussalam, T.K. Prana, K. Ohashi, H. Shibuya. 2002.
Biotransformasi senyawa alkaloid kinkona oleh kapang Xylaria sp.
menjadi alkaloid kinkona N-oksida [Studi Mikroba Endofit Tanaman
Cinchona spp. (5)]. Majalah Farmasi Indonesia 13(2): 95-100.
Simanjuntak, P., Bustanussalam, T.K. Prana, K. Ohashi, H. Shibuya. 2002.
Production of quinine alkaloid by some endophytic microbes with addition
of inducer substances [Studies on Endophytic Microbes of Cinchona sp.
plants (2)]. Majalah Farmasi Indonesia 13(1): 1-6.
Sufiriyanto, M. Indraji. 2005. Uji in vitro dan in vivo ekstrak campuran
mengkudu (Morinda citrifolia) dan bawang putih (Allium sativum) pada
sapi perah penderita mastitis sub klinis. J. Anim. Prod. 7: 101-105.
Sukasmono, 1997. Manfaat Kina Bagi Kehidupan Manusia. Warta Pusat
Penelitian Teh dan Kina. 8(2): 81-89.
Sukandar, D., N. Radiastuti, I. Jayanegara, A. Hudaya. 2010. Karakterisasi
Senyawa Aktif Antibakteri Ekstrak Air Bunga Kecombrang (Etlingera
elatior) Sebagai Bahan Pangan Fungsional. 2(1): 333-339.
Syarmalina, W. Lely, N. Laupa. 2007. Uji sitotoksik hasil fermentasi kapang
endofit buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap sel MCF-7.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 5(1): 23-30.
Tao, C., M.C. Taylor. 2011. Cinchona linnaeus. Fl China 19: 88–89.
Tjitrosomo, S. Soetarmi, N. Sugiri. 1996. Biologi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Wibisana, A. 2010. Difusi teknologi ekstraksi kinin dan sinkonin dari produk
samping lndustri kina dan sintesis turunannya. Tugas Akhir. Balai
Pengkajian Bioteknologi, TAB, BPPT. Jakarta.
49
Wipf, P., A.D. Kerekes. 2003. Structure reassignment of the fungal metabolite
TAEMC161 as the phytotoxin viridiol. Journal National Production 66:
716-718.
Winarno, E.K. 2006. Produksi alkaloid oleh mikroba endofit yang diisolasi dari
batang kina Cinchona ledgeriana Moens dan Cinchona pubescens Vahl
(Rubiaceae). Jurnal Kimia Indonesia 1(2): 59-66.
www.learning.covcollege.ac.uk. Diakses tanggal 12-1-2014 pukul 16.00 WIB.
www.ncbi.com. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser/wwwtax.cgi.
Diakses tanggal 10 Januari 2014 pukul 14.00 wib.
www. plantamor.com. Diakses tanggal 29-2-2014 pukul 12.30 WIB.
Zaini, N.C., G. Indrayanto, N.E.N Sugijanto. 2012. Produksi Antibiotika Baru
Dari Jamur Endofit Tumbuhan Aglaia odorata Lour Cladosporium
oxysporum. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Lampiran 1. Kerangka Berfikir
Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.)
Kapang Endofit Tanaman Kina
45 senyawa
metabolit
Memproduksi Metabolit
sekunder
Alkaloid Kuinin
Antibakteri
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
50
51
Lampiran 2. Skema Alur Penelitian
Sterilisasi Alat dan Bahan,
Pembuatan Media
Pengamatan Subkultur Kapang
(Makroskopis dan Mikroskopis)
Preservasi dan Peremajaan
Kapang
Fermentasi Cair (Duplo)
Preparasi Inokulum Bakteri Uji
Ekstraksi Metabolit
Sekunder
(Etil Asetat)
Ekstraksi Metabolit
Sekunder
(Kloroform)
Pengujian Alkaloid
Pengujian
Antibakteri
Hasil Zona Hambat (+/-)
Analisis Metabolit Sekunder Kuinin
(KCKT)
Analisis Data - Kromatogram
Analisis Metabolit Sekunder
(GCMS)
52
Lampiran 3. Preservasi Kapang Endofit
No.
1.
Gambar
Keterangan
Preservasi dalam PDA
cawan.
Kapang dapat bertahan
selama beberapa bulan
(Machmud, 2001).
2.
Preservasi dalam PDA dan
Paraffin steril
Beberapa jenis jamur dapat
bertahan hidup hingga 10
tahun (Machmud, 2001).
3.
Preservasi dalam Gliserol
dan Trehalosa, disimpan di
freezer suhu -20ºC
(Machmud, 2001).
53
Lampiran 4. Proses Fermentasi dan Ekstraksi
Proses Fermentasi selama 21 Hari
Proses Ekstraksi menggunakan Pelarut Etil Asetat
Proses Ekstraksi menggunakan Pelarut Kloroform
54
Lampiran 5. Zona Hambat Ekstrak Kapang Endofit terhadap Bakteri Escherichia
coli
Kontrol (+) kloramfenikol
Zona hambat M52 dan M33
Zona hambat M49
Zona hambat M66 dan M25
Kontrol (-) etil asetat
Kontrol (-) kloroform
Kontrol (–) akuades
Kontrol (+) Kuinin
sulfat
Zona hambat M98 dan M23
Zona hambat M18 dan M33
Zona hambat M16
Zona hambat M97
Zona hambat M51 dan M87
Zona hambat M16 dan M29
55
Lampiran 6. Zona Hambat Ekstrak Kapang Endofit terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus
kontrol (+) kuinin
kontrol (-) kloroform
kontrol (+) kloramfenikol
kontrol (-) akuades
kontrol (-) etil asetat
Zona hambat M63dan M90
Zona hambat M33 dan M52
Zona hambat M16
Zona hambat M63dan M90
Zona hambat M66dan M25
Zona hambat M51
Zona hambat M29
Zona hambat M19dan M46
Zona hambat M26dan M46
56
Lampiran 7. Standar Deviasi Zona Hambat Ekstrak Kapang Terhadap Bakteri Uji
Ekstrak Kloroform
Kode Isolat
M16
M17
M18
M19
M23
M25
M26
M27
M29
M33
M34
M35
M46
M49
M50
M51
M52
M62
M63
M66
M75
M83
M87
M90
M93
M97
M98
KS
AK
K
A
Zona Hambat (S. aureus)
± SD
14,666 ± 0,288l
6,133 ± 0,115efg
6,000 ± 0,000defg
6,000 ± 0,000defg
5,666 ± 0,577bcd
12,800 ± 0,100j
6,000 ± 0,000defg
6,266 ± 0,057fg
6,000 ± 0,000 defg
13,766 ± 0,057k
6,300 ± 0,000g
5,500 ± 0,500b
6,000 ± 0,000 defg
5,533 ± 0,230b
5,500 ± 0,346b
6,000 ± 0,000 defg
5,600 ± 0,360bc
6,000 ± 0,000 defg
12,300 ± 0,000i
6,200 ± 0,000fg
6,000 ± 0,000defg
5,800 ± 0,000bcd
5,900 ± 0,173cdef
6,000 ± 0,000 defg
6,066 ± 0,115efg
6,300 ± 0,173g
5,600 ± 0,346bc
7,200 ± 0,000h
14,500 ± 0,000l
0,000 ± 0,000a
0,000 ± 0,000a
Zona Hambat (E. coli) ±
SD
7,700 ± 0,360i
6,000 ± 0,000c
6,000 ± 0,000c
6,300 ± 0,000def
6,700 ± 0,346h
6,566 ± 0,057gh
6,000 ± 0,000c
6,000 ± 0,000c
6,000 ± 0,000c
9,266 ± 0,208j
6,000 ± 0,000c
6,300 ± 0,000def
6,000 ± 0,000c
6,000 ± 0,000c
6,000 ± 0,000c
6,000 ± 0,000c
6,000 ± 0,000c
6,000 ± 0,000c
6,000 ± 0,000c
6,200 ± 0,000cd
6,166 ± 0,152cd
6,266 ± 0,057de
6,433 ± 0,057efg
6,200 ± 0,000cd
6,000 ± 0,000c
5,700 ± 0,264b
6,300 ± 0,000def
6,500 ± 0,000fg
17,000 ± 0,000k
0,000 ± 0,000a
0,000 ± 0,000a
57
Ekstrak Etil Asetat
Kode Isolat
M16
M17
M18
M19
M23
M25
M26
M27
M29
M33
M34
M35
M46
M49
M50
M51
M52
M62
M63
M66
M75
M83
M87
M90
M93
M97
M98
KS
AK
E
A
Zona HaMbat (S. aureus) ±
SD
11,266 ± 0,461M
6,100 ± 0,000cde
5,800 ± 0,100c
10,200 ± 0,529j
5,900 ± 0,173cd
6,300 ± 0,173cde
6,566 ± 0,737ef
6,000 ± 0,000cd
6,033 ± 0,152cd
6,100 ± 0,000cde
6,200 ± 0,000cde
8,833 ± 0,152i
6,000 ± 0,000cd
10,800 ± 0,173k
6,000 ± 0,000cd
7,400 ± 0,721h
6,800 ± 0,000fg
6,000 ± 0,000cd
6,400 ± 0,000def
5,966 ± 0,057cd
6,000 ± 0,000cd
6,366 ± 0,152def
5,333 ± 0,577b
6,000 ± 0,000cd
5,900 ± 0,173cd
5,900 ± 0,173cd
5,900 ± 0,100cd
7,200 ± 0,000gh
14,500 ± 0,000M
0,000 ± 0,000a
0,000 ± 0,000a
Zona HaMbat (E. coli) ±
SD
6,133 ± 0,057def
6,000 ± 0,000cde
6,000 ± 0,000cde
6,300 ± 0,300fgh
6,366 ± 0,115h
6,300 ± 0,000fgh
6,200 ± 0,173efg
6,000 ± 0,000cde
6,000 ±0,000cde
6,000 ± 0,000cde
6,000 ± 0,000cde
6,166 ± 0,152defg
6,000 ± 0,000cde
4,533 ± 0,351b
6,000 ± 0,000cde
6,000 ± 0,000cde
5,866 ± 0,115c
6,000 ± 0,000cde
6,000 ±0,000cde
6,000 ±0,000cde
6,000 ± 0,000cde
6,200 ± 0,200efg
5,933 ± 0,115cd
6,166 ± 0,288defg
6,000 ± 0,000cde
6,000 ± 0,000cde
6,000 ± 0,000cde
6,500 ± 0,000h
17,000 ± 0,000i
0,000 ± 0,000a
0,000 ± 0,000a
58
Lampiran 8. Analisis Antibakteri menggunakan ANOVA Ekstrak Kloroform
Terhadap Bakteri Uji
ANOVA
Sum of Squares
df
Between Groups
1042, 271
30
34,742
2,387
62
0,038
1044,658
92
619,457
30
0,793
62
620,250
92
Within Groups
S. aureus
Total
Between Groups
Within Groups
E. coli
Mean Square
Total
F
Sig,
F tabel
902,526
0,000
1,640
20,649 1613,711
0,000
1,640
0,013
S. aureus
Duncan
Perlakuan
K
A
M35
M50
M49
M52
M98
M23
M83
M87
M18
M19
M26
M29
M46
M51
M62
M75
M90
M93
M17
M66
M27
M34
M97
KS
M63
M25
M33
AK
M16
Sig.
N
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
1
0,000
0,000
2
5,500
5,500
5,533
5,600
5,600
5,666
5,800
3
5,600
5,600
5,666
5,800
5,900
4
5,666
5,800
5,900
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
5
5,800
5,900
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,066
6,133
Subset for alpha = 0,05
6
7
8
5,900
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,066
6,133
6,200
6,266
9
10
11
12
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,066
6,133
6,200
6,266
6,300
6,300
7,200
12,300
12,800
13,766
1,000
0,111
0,100
0,088
0,090
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
0,063
0,130
1,000
1,000
1,000
1,000
14,500
14,667
0,302
59
E. coli
Duncan
Perlakuan
N
Subset for alpha = 0,05
1
2
3
4
5
6
7
K
3
0,000
A
3
0,000
M97
3
M17
3
6,000
M18
3
6,000
M26
3
6,000
M27
3
6,000
M29
3
6,000
M34
3
6,000
M46
3
6,000
M49
3
6,000
M50
3
6,000
M51
3
6,000
M52
3
6,000
M62
3
6,000
M63
3
6,000
M93
3
6,000
M75
3
6,166
6,166
M66
3
6,200
6,200
M90
3
6,200
6,200
M83
3
6,266
6,266
M19
3
6,300
6,300
6,300
M35
3
6,300
6,300
6,300
M98
3
6,300
6,300
6,300
M87
3
6,433
6,433
6,433
KS
3
6,500
6,500
M25
3
M23
3
M16
3
M33
3
AK
3
Sig.
8
9
10
11
5,700
6,566
6,566
6,700
7,700
9,266
17,000
1,000
1,000
0,081
0,221
0,113
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
0,056
0,179
0,154
1,000
1,000
1,000
60
647,536
21,85
4,267
0,069
313,650
0,000
1401,349
0,000
651,803
587,663
19,,89
0,867
0,014
588,529
S. aureus
Duncan
Isolat
N
E
A
M87
M18
M23
M93
M97
M98
M66
M27
M46
M50
M62
M75
M90
M29
M17
M33
M34
M25
M83
M63
M26
M52
KS
M51
M35
M19
M49
M16
AK
Sig.
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
1
0,000
0,000
2
3
4
5
Subset for alpha = 0,05
6
7
8
9
10
11
12
13
5,333
5,800
5,900
5,900
5,900
5,900
5,966
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,033
6,100
6,100
6,200
6,300
5,900
5,900
5,900
5,900
5,966
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,033
6,100
6,100
6,200
6,300
6,366
6,400
6,100
6,100
6,200
6,300
6,366
6,400
6,566
6,366
6,400
6,566
6,800
6,800
7,200
7,200
7,400
8,833
10,200
10,800
11,266
1,000
1,000
0,060
0,061
0,063
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
0,068
0,067
0,354
1,000
1,000
1,000
1,000
14,500
1,000
61
E. coli
Duncan
Isolat
E
A
M49
M52
M87
M17
M18
M27
M29
M33
M34
M46
M50
M51
M62
M63
M66
M75
M93
M97
M98
M16
M35
M90
M26
M83
M19
M25
M23
KS
AK
Sig.
N
Subset for alpha = 0,05
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
1
0,000
0,000
2
3
4
5
6
7
8
9
4,533
5,866
5,933
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
1,000
1,000
0,266
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a,.Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
5,933
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,133
6,166
6,166
0,053
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,000
6,133
6,166
6,166
6,200
6,200
0,098
6,133
6,166
6,166
6,200
6,200
6,300
6,300
0,142
6,166
6,166
6,200
6,200
6,300
6,300
6,366
0,077
6,300
6,300
6,366
6,500
0,062
17,000
1,000
62
Lampiran 10. Analisis Kromatogram Alkaloid Kuinin Sulfat menggunakan
HPLC.
M87 (Leptosphaerulina sp.)
63
M83 (Leptosphaerulina sp.)
M17 (Neofusicoccum sp.)
64
M66 (Fusarium equiseti)
M63 (Pestalotiopsis sp.)
65
M33 (Kapang endofit sp. 1)
Qualitative Analysis Report
Analyzed by
Analyzed
Sample Type
Level #
Sample Name
Sample ID
IS Amount
Sample Amount
:
:
:
:
:
:
:
:
Admin
7/21/2014 3:23:23 PM
Unknown
1
fida biologi fst uinjkt
Dilution Factor
Vial #
Injection Volume
Modified by
Modified
Data File
Method File
Tuning File
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\m16e_210714.QGD
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\bahan alam05.qgm
: C:\GCMSsolution\System\Tune1\2014\21-juli-2014 minyak pala.qgt
:
:
:
:
:
1 / 29
1
17
2.00
Admin
7/22/2014 11:44:53 AM
[1]=1
1
Chromatogram
TIC
26
23
19
10.0
18
17
16
13
14
9
10
12 11
65
7
34
1
2
21
22
20
24
25
15
8
15,000,000
20.0
30.0
40.0
===== Analytical Line 1 =====
===== Analytical Line 1 =====
[GC-2010]
Column Oven Temp.
Injection Temp.
Injection Mode
Flow Control Mode
Pressure
Total Flow
Column Flow
Linear Velocity
Purge Flow
Split Ratio
High Pressure Injection
Carrier Gas Saver
Splitter Hold
Oven Temp. Program
Rate
5.00
[GCMS-QP2010 Plus]
IonSourceTemp
Interface Temp.
Solvent Cut Time
Detector Gain Mode
Detector Gain
Threshold
Equilibrium Time
:50.0 °C
:210.00 °C
:Split
:Linear Velocity
:53.5 kPa
:54.0 mL/min
:1.00 mL/min
:36.3 cm/sec
:3.0 mL/min
:50.0
:OFF
:OFF
:OFF
Temperature(°C)
50.0
250.0
:3.0 min
Hold Time(min)
3.00
3.00
46.0
min
:230.00 °C
:250.00 °C
:3.00 min
:Relative
:+0.00 kV
:0
[MS Table]
--Group 1 - Event 1-Start Time
:3.00min
End Time
:46.00min
ACQ Mode
:Scan
Event Time
:0.30sec
Scan Speed
:1250
Start m/z
:50.00
End m/z
:400.00
Sample Inlet Unit
:GC
C:\GCMSsolution\Data\Project1\2014\mhs bio\m16e_210714.QGD
Qualitative Analysis Report
Analyzed by
Analyzed
Sample Type
Level #
Sample Name
Sample ID
IS Amount
Sample Amount
:
:
:
:
:
:
:
:
Admin
7/21/2014 3:23:23 PM
Unknown
1
fida biologi fst uinjkt
Dilution Factor
Vial #
Injection Volume
Modified by
Modified
Data File
Method File
Tuning File
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\m16e_210714.QGD
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\bahan alam05.qgm
: C:\GCMSsolution\System\Tune1\2014\21-juli-2014 minyak pala.qgt
:
:
:
:
:
2 / 29
1
17
2.00
Admin
7/22/2014 11:44:53 AM
[1]=1
1
Peak Table
Peak Report TIC
Peak#
R.Time
Area
1
6.660
2783562
2.59 Benzene, 1,3,5-trimethyl (CAS)
2
6.935
4899689
4.56 Decane
3
7.419
2673765
2.49 Benzene, 1,2,3-trimethyl
4
7.579
2466479
2.30 Heptane, 5-ethyl-2-methyl- (CAS) 2 Methyl-5-ethylheptane
5
8.741
3546119
3.30 Secondary Butylbenzene
6
8.859
2131244
1.98 Decane, 2-methyl
7
9.323
3306274
3.08 1,2-Dimethyl-4-ethylbenzene
8
9.933
17979658
9
10.694
1488016
1.38 Decane, 3,7-Dimethyl
10
11.015
3638779
3.39 Benzene 1,3-diethyl-5-methyl
11
11.238
3598569
3.35 1,3 Dimethyl-5-ethyl benzene
12
11.377
2316513
2.16 5,9,9- Trimethylspirol (3,6)deca-5,7-dien-1-one
13
12.193
2166893
2.02 Naphthalene
14
12.324
1417496
1.32 4-7 Dimethylindan
15
12.880
10561750
16
13.242
1894377
1.76 2-6-Dimethylundecene
17
15.690
1788020
1.66 Tridecane (CAS) n-Tridecane
18
31.605
1629477
1.52 Eicosane (CAS) n-Eicosane
19
33.471
2567494
2.39 Heneicosane (CAS) n-heneicosane
20
34.629
6584469
6.13 2-(4-methyl-6- (2,6,6-trimethyl cyclonex-1-enyl)hexa
21
35.254
4317651
4.02 Docosane (CAS) n-Docosane
22
36.968
5525446
5.14 n-Tricosane
23
38.382
1936716
1.80 Hexanedioic acid, bis (2-ethylhexyl) ester
24
38.617
6666667
6.20 n-Tetracosane
25
40.199
5978954
5.56 Pentacosane
26
41.724
3576882
3.33 Hexacosane
107440959
Area% Name
16.73 undecane
9.83 n-dodecane
100.00
C:\GCMSsolution\Data\Project1\2014\mhs bio\m16e_210714.QGD
Qualitative Analysis Report
Analyzed by
Analyzed
Sample Type
Level #
Sample Name
Sample ID
IS Amount
Sample Amount
:
:
:
:
:
:
:
:
Admin
1/1/2002 4:22:59 AM
Unknown
1
fida biologi fst uinjkt
Dilution Factor
Vial #
Injection Volume
Modified by
Modified
Data File
Method File
Tuning File
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\m16k02_210714.QGD
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\bahan alam05.qgm
: C:\GCMSsolution\System\Tune1\2014\21-juli-2014 minyak pala.qgt
:
:
:
:
:
1 / 22
1
15
2.00
Admin
7/22/2014 2:22:14 PM
[1]=1
1
Chromatogram
TIC
1
9
8
6
5
4
2
3
7
10
14 15
18
12
11
17
13
16
19
35,000,000
20.0
30.0
40.0
46.0
min
===== Analytical Line 1 =====
===== Analytical Line 1 =====
[GC-2010]
Column Oven Temp.
Injection Temp.
Injection Mode
Flow Control Mode
Pressure
Total Flow
Column Flow
Linear Velocity
Purge Flow
Split Ratio
High Pressure Injection
Carrier Gas Saver
Splitter Hold
Oven Temp. Program
Rate
5.00
[GCMS-QP2010 Plus]
IonSourceTemp
Interface Temp.
Solvent Cut Time
Detector Gain Mode
Detector Gain
Threshold
Equilibrium Time
:50.0 °C
:210.00 °C
:Split
:Linear Velocity
:53.5 kPa
:54.0 mL/min
:1.00 mL/min
:36.3 cm/sec
:3.0 mL/min
:50.0
:OFF
:OFF
:OFF
Temperature(°C)
50.0
250.0
:3.0 min
Hold Time(min)
3.00
3.00
:230.00 °C
:250.00 °C
:3.00 min
:Relative
:+0.00 kV
:0
[MS Table]
--Group 1 - Event 1-Start Time
:3.00min
End Time
:46.00min
ACQ Mode
:Scan
Event Time
:0.30sec
Scan Speed
:1250
Start m/z
:50.00
End m/z
:400.00
Sample Inlet Unit
:GC
C:\GCMSsolution\Data\Project1\2014\mhs bio\m16k02_210714.QGD
Qualitative Analysis Report
Analyzed by
Analyzed
Sample Type
Level #
Sample Name
Sample ID
IS Amount
Sample Amount
:
:
:
:
:
:
:
:
Admin
1/1/2002 4:22:59 AM
Unknown
1
fida biologi fst uinjkt
Dilution Factor
Vial #
Injection Volume
Modified by
Modified
Data File
Method File
Tuning File
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\m16k02_210714.QGD
: C:\GCMSsolution\Data\Project1\bahan alam05.qgm
: C:\GCMSsolution\System\Tune1\2014\21-juli-2014 minyak pala.qgt
:
:
:
:
:
2 / 22
1
15
2.00
Admin
7/22/2014 2:22:14 PM
[1]=1
1
Peak Table
Peak Report TIC
Peak#
R.Time
Area
1
18.127
3151746
0.61 1-Hexadecene
2
20.937
3746351
0.72 Phenol, 2,4-bis(1,1-dimethylethyl)-
3
23.041
4842782
0.93 E-15-Heptadecenal
4
27.466
6184930
1.19 Octadecylene .alpha.
5
31.478
6062634
1.17 1-Nonadecene
6
33.472
4951288
0.96 Eicosane (CAS) n-Eicosane
7
34.333
37294486
8
35.151
4946680
0.96 1-Tricosanol
9
35.259
10212188
1.97 n-Tetracosane
10
36.976
18517804
3.58 Pentacosane
11
38.623
33487947
6.47 Hexacosane
12
39.397
56679235
13
40.209
45861100
14
41.167
9110084
15
41.319
12139339
16
41.739
74924338
14.47 Hexatriacontane (CAS) n-Hexatriacontane
17
42.310
76372749
14.74 Tetracontane
18
42.805
14516532
19
43.222
94955213
517957426
Area% Name
7.20 Docosane (CAS) n-Docosane
10.94 n-Heptacosane
8.85 Octacosane
1.76 Triacontane (CAS) n-Triacontane
2.34 Tetracosane, 9-octyl- (CAS) 9-n-Octyltetracosane
2.80 2,21-Dimethyldocosane
18.33 n-Tetratetracontane
100.00
C:\GCMSsolution\Data\Project1\2014\mhs bio\m16k02_210714.QGD
Download