LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PELATIHAN

advertisement
LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PELATIHAN PENGGUNAAN BAHASA KELAS
(CLASSROOM LANGUAGE) DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR
DI KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG
Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
NIP. 196609081991022002
Dra. Luh Putu Artini, M.A., Ph.D.
NIP. 196407141988102001
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 023.04.2.552581/2013
revisi 2 tanggal 01 Mei 2013
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
a. Judul Program
b. Jenis Program
c. Bidang Kegiatan
d. Identitas Pelaksana :
1. Ketua
Nama
NIP
Pangkat/Golongan
Alamat Kantor
Alamat Rumah
2. Anggota 1
Nama
NIP
Pangkat/Golongan
Alamat Kantor
Alamat Rumah
e. Biaya yang diperlukan
f. Lama Kegiatan
: Pelatihan Penggunaan Bahasa Kelas (Classroom
Language) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di
Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten
Buleleng
: Pelatihan
: Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak
: Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
: 196609081991022002
: Pembina/IVa
: Jl. A. Yani No. 67, Singaraja
: Jl. Jelantik Gingsir No. 83, Sukasada, Singaraja, Bali
: Dra. Luh Putu Artini, M.A.,Ph.D.
: 196407141988102001
: Pembina/IVa
: Jl. A. Yani No. 67, Singaraja
: Perum Asri Agung Persada Blok B/2, Jalan Tri Brata
Singaraja, Bali
: Rp. 7.500.000,: 6 bulan
Mengetahui,
Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha
Prof. Dr. P.K. Nitiasih, M.A.
NIP. 196206261986032002
Singaraja, 6 November 2013
Ketua Pelaksana,
Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
NIP. 196609081991022002
Mengetahui
Ketua LPM Undiksha
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S.
NIP. 1959010119840100
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
pelaksana P2M Undiksha dapat melaksanakan kegiatan P2M yang berjudul “Pelatihan
Penggunaan Bahasa Kelas (Classroom Language) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris
di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng” dengan baik, lancar
dan sesuai dengan rencana.
Dalam kesempatan ini, kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan P2M
ini, antara lain:
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Rektor Universitas Pendidikan Ganesha,
yang dalam hal ini melalui LPM telah menyalurkan dana DIPA untuk pelaksanaan P2M
ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala UPP Kecamatan
Sukasada, staf, dan Pengawas Sekolah yang telah mendukung dan menyambut baik
kegiatan P2M ini. Pelaksana juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua panitia dan peserta yang telah berpartisipasi dalam kegiatan P2M ini.
Terima kasih yang tulus juga kami ucapkan kepada bapak Kepala Sekolah SD No.5
Sukasada, atas ijin yang diberikan untuk menggunakan sekolahnya yang dipimpinnya
sebagai tempat pelaksanaan kegiatan P2M, dan mempersiapkan tempat kegiatan dengan
sangat baik. Akhir kata, kepada semua pihak yang terlibat, yang tidak bisa disebutkan
satu persatu, kami ucapkan terimakasih banyak. Semoga semua kebaikannya mendapat
pahala dari Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Pelaksana yakin bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna, sehingga
kritik dan saran untuk penyempurnaan laporan ini diterima dengan senang hati.
Singaraja, 6 November 2013
Ketua Pelaksana,
Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
NIP. 196609081991022002
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Muka
i
Halaman Pengesahan
ii
Abstrak
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
v
BAB I: PENDAHULUAN
1
1.1 Analisis Situasi
1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
5
1.3 Tujuan Kegiatan
5
1.4 Manfaat Kegiatan
6
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1 Hakikat Pebelajar Pemula (Anak-anak)
8
2.2 Bahasa Kelas (Classroom Language)
10
BAB III: METODE PELAKSANAAN KEGIATAN P2M
14
3.1 Khalayak Strategis
14
3.2 Metode Kegiatan
14
3.3 Kerangka Pemecahan Masalah
15
3.4 Keterkaitan
18
3.5 Rancangan Evaluasi
18
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
20
4.1 Hasil Kegiatan P2M
20
4.2 Pembahasan
28
BAB V: PENUTUP
35
5.1 Simpulan
35
5.2 Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN-LAMPIRAN
37
Lampiran 1: Peta Lokasi Kegiatan
Lampiran 2 : Foto Kegiatan
v
Lampiran 3 : Materi Pelatihan
Lampiran 4 : Susunan Panitia
Lampiran 5 : Susunan Acara
Lampiran 6 :Daftar Hadir Peserta
Lampiran 7 :Daftar Hadir Panitia
Lampiran 8 : Daftar Honor Pemakalah/Fasilitator
Lampiran 9 : Daftar Bantuan Transport Peserta
Lampiran 10 : Daftar Bantuan Transport Pemakalah/Pejabat Terkait
Lampiran 11 : Daftar Bantuan Transport Panitia
Lampiran 12 : Hasil Kerja Kelompok
Lampiran 13 : Klipping Koran Nusa Bali
Lampiran 14: Surat Ijin Ketua LPM
Lampiran 15: Hasil Monitoring Kegiatan dari Sekretaris LPM dan Reviewer
Lampiran 16: Surat Keterangan Peaksanaan P2M dari KUPP Kecamatan Sukasada
Lampiran 17: Surat Perjanjian Kerja (SPK) P2M 2013
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak yang disebut English for Young
Learners (TEYL) sedang berkembang di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Kebijakan ini dimulai di Indonesia sejak diberlakukannya
Kurikulum 1994, dan sampai saat ini terus semakin perlu ditingkatkan pelaksanaannya. Hal
ini terkait dengan usaha pemerintah untuk menyiapkan para pebelajar yang handal dan
berkualitas, yang nantinya mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Bagi masyarakat Bali, pembelajaran bahasa Inggris yang diperkenalkan sejak dini
sangat signifikan, karena Bali sebagai salah satu daerah tujuan pariwisata internasional
menghendaki masyarakatnya untuk memiliki keterampilan berbahasa Inggris yang
memadai khususnya pemanfaatan bahasa lisan, agar dapat berkomunikasi dengan
wisatawan asing. Di samping itu, masyarakat Bali sangat sadar bahwa dengan kemampuan
berbahasa Inggris aktif akan membawa dampak positif dalam kehidupan (life skills), oleh
karena banyak lowongan pekerjaan utamanya dalam bisnis pariwisata serta pekerjaan lain
yang menyaratkan kemampuan berbahasa Inggris.
Sebagai upaya untuk mencapai tujuan tersebut, bahasa Inggris menjadi mata
pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di sekolah dasar. Pengenalan bahasa Inggris
sejak awal didasari oleh suatu konsep pedagogis bahwa semakin dini usia seseorang
diperkenalkan dengan bahasa target, semakin cepat dan semakin bagus penguasaan dan
pemerolehan anak terhadap bahasa yang dipelajari (Harmer, 2007b).
Secara hakiki, pembelajaran untuk anak-anak berbeda dengan pembelajaran untuk
orang dewasa. Pebelajar anak-anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok
lain. Beberapa karakteristik mendasar dari anak-anak adalah mereka senang bermain dan
memiliki konsentrasi yang singkat. Dengan krakteristik tersebut, guru bahasa Inggris di
sekolah dasar semestinya menggunakan strategi atau teknik mengajar yang berbeda dengan
para pebelajar bahasa lainnya. Terkait dengan hal ini, Brown (2001) menegaskan bahwa
terdapat lima kategori yang harus diperhatikan guru dalam merancang pembelajaran bahasa
1
Inggris yang sukses bagi anak-anak, yaitu (1) Intellectual Development, (2) Attention Span,
(3) Sensory Input, (4) Affective Factors, dan (5) Authentic, Meaningful Language. Terkait
dengan intellectual development, dijelaskan bahwa anak-anak sampai pada usia 11 tahun
masih dalam fase pertumbuhan intelektual yang dinamakan oleh Piaget “concrete
operation”. Dengan keterbatasan ini, segala bentuk pembelajaran berupa aturan-aturan,
penjelasan-penjelasan, dan pembahasan kebahasaan yang bersifat abstrak hendaknya
dilaksanakan dengan sangat hati-hati. Dari dimensi attention span, diungkapkan bahwa
lama tidaknya anak-anak berkonsentrasi dalam pembelajaran banyak tergantung dari
bagaimana pembelajaran itu dikemas oleh guru. Mereka kurang atau tidak akan
memperhatikan pelajaran jika materi yang diajarkan membosankan, tidak berguna, dan
terlalu sulit. Dengan demikian, tugas guru adalah untuk membuat pembelajaran itu
menarik, hidup dan menyenangkan.
Salah satu strategi untuk mengaktifkan dan mengefektifkan siswa dalam
pembelajaran adalah melalui penggunaan bahasa kelas (classroom language) yang relevan
dengan tingkat kemampuan pebelajar. Melalui pemanfaatan bahasa kelas yang relevan,
mereka dapat bekerja sama dan berkomunikasi dalam proses pembelajaran. Sehubungan
dengan pemanfaatan bahasa kelas, Scott dan Ytreberg (2000) mengemukakan bahwa jika
kerjasama dan komunikasi harus menjadi bagian dari proses pembelajaran bahasa serta
bagian dari proses perkembangan, maka pembelajaran hendaknya dikemas dengan
mengajarkan ekspresi-ekspresi bermakna dalam bahasa Inggris. Cara mengajarkannya
adalah melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language).
Di samping itu
pembelajaran bahasa kelas dapat melatih siswa untuk mengurangi ketergantungan pada
buku dan kemandirian dalam menggunakan bahasa untuk tujuan komunikasi. Jadi,
penggunaan bahasa kelas dapat mengarahkan siswa untuk belajar menggunakan bahasa
untuk mengekpresikan perasaannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam bahasa
target.
2
Kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal di
sekolah dasar yang di mulai sejak tahun 1994 sampai dengan pemberlakuan KTSP sejak
tahun 2006 belum dibarengi oleh usaha maksimal baik dari pihak pemerintah maupun
sekolah, terutama guru untuk memaksimalkan pembelajaran.
Pemerintah kurang memperhatikan kualifikasi guru-guru yang mengajarkan bahasa
Inggris di sekolah dasar. Hasil survei, melalui angket yang disebarkan kepada guru-guru
bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Buleleng dan Sukasada, yang dilakukan
Ratminingsih (2010) membuktikan bahwa tenaga kependidikan (guru) yang dimiliki
sekolah dasar di dua kecamatan belum memadai dilihat dari latar belakang pendidikan. Dari
185 guru bahasa Inggris tersebut,105 orang (56,75%) memiliki latar belakang pendidikan
bahasa Inggris, sedangkan 80 orang (43,25%) tidak berlatar belakang bahasa Inggris. Data
ini membuktikan bahwa sampai dengan tahun 2010, masih terdapat hampir setengah
jumlah guru yang mengajarkan bahasa Inggris tidak memiliki persyaratan akademik yang
memadai. Selanjutnya, dari 80 guru yang tidak berlatar belakang pendidikan bahasa
Inggris, 46 orang (57,5%) adalah guru-guru tamatan D2 PGSD, 26 orang (32,5%) adalah
guru-guru tamatan S1 dengan latar belakang pendidikan bervariasi, dengan rincian 7 orang
(26,92%) tamatan S1 Agama Hindu, 5 orang (19,23%) S1 IPS (Ekonomi, Geografi, dan
Manajemen), masing-masing 2 orang (7,69%) tamatan S1 PKK dan Perhotelan, dan sisanya
adalah tamatan S1 Hukum, S1 Pendidikan Bahasa Indonesia, dan UT. Temuan yang tidak
kalah menarik yaitu 6 orang guru (13,64%) adalah tamatan SLTA (5 SPG dan 1 SMA),
berstatus PNS, yang juga berani mengajar bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa
tuntutan kurikulum muatan lokal yang diberlakukan pemerintah belum dibarengi dengan
perekrutan guru-guru yang memiliki kualitas akademik yang memadai, sehingga hal ini
dapat berdampak terhadap pengajaran yang kurang memenuhi standar pengajaran bahasa
Inggris yang baik dilihat dari segi ketepatan penanganan materi pembelajaran (aspek-aspek
kebahasaan dan keterampilan berbahasa) yang diajarkan, maupun dari prosedur
pembelajaran terkait dengan metode dan teknik pembelajaran yang digunakan.
Hasil wawancara informal dengan beberapa guru di Kelurahan Sukasada,
didapatkan informasi bahwa dalam pembelajaran mereka lebih banyak menggunakan buku
teks (textbook oriented). Rutinitas pembelajaran dilakukan dengan melakukan segala
3
aktivitas atau tugas yang hanya ada di dalam buku teks. Hal ini bisa membuat pembelajaran
menjadi membosankan. Sementara itu, dari pengalaman peneliti memberikan pelatihan
penyegaran tentang strategi mengajar bahasa Inggris kepada sekitar 100 guru-guru bahasa
Inggris di lingkungan SD se-Kecamatan Buleleng (2006), para guru menceritakan
pengalaman mereka mengajar yang lebih menekankan pada pembelajaran kosakata, karena
menurutnya kosakata sangat penting untuk bisa menggunakan bahasa Inggris. Pendapat
tersebut memang cukup beralasan dan menurut peneliti memang benar bahwa tanpa
kosakata yang memadai, tidak ada seorang pun yang mampu menggunakan bahasa.
Strategi atau teknik yang biasanya digunakan oleh guru dalam mengajar cenderung
bersifat konvensional, yaitu setelah mengajarkan melafalkan kosakata secara berulangulang (drills), guru menjelaskan kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan, yaitu
memberikan padanannya dalam bahasa ibu (bahasa Indonesia). Pemanfaatan bahasa
pertama (L1) bila dilakukan terlalu sering, bahkan mendominasi tidak baik atau tidak
membantu siswa menguasai bahasa yang dipelajari. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat
menjadi model bahasa target dengan baik, yakni lebih banyak menggunakan bahasa Inggris
di dalam kelas.
Temuan terkini dari kegiatan P2M yang dilakukan Ratminingsih dan Budasi (2012)
menunjukkan bahwa dari 25 guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Sukasada
yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, hanya 6 orang guru (24%) yang berlatar
belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan mayoritas guru, yaitu 19 orang (76%)
berlatar belakang pendidikan non bahasa Inggris. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas
guru yang mengajarkan bahasa Inggris di 25 sekolah dasar belum memiliki kualitas
pembelajaran bahasa Inggris yang memadai.
Dari semua temuan di atas, tim pelaksana kegiatan merasa berkepentingan untuk
membantu para guru, utamanya yang tidak berlatar belakang kependidikan bahasa Inggris
agar dapat meningkatkan kualitas bahasa Inggris yang digunakan di dalam kelas melalui
pelatihan penggunaan bahasa kelas (classroom language). Dengan pelatihan tersebut, para
guru akan diperkenalkan dengan berbagai ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana
dan bermakna, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan siswa. Dengan
penggunaan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang memadai, maka secara simultan guru
4
dapat lebih mendominankan penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran.
Dengan demikian, siswa akan menjadi terbiasa dengan pemanfaatan bahasa kelas, dan
melalui cara tersebut, mereka akan dapat memeroleh bahasa secara alami (language
acquisition).
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Sesuai dengan analisis situasi di atas, ada beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi:
a) Pembelajaran masih berfokus pada pemanfaatan utama buku teks (textbook),
sehingga pembelajaran menjadi kegiatan rutinitas yang dapat membosankan.
b) Pembelajaran cenderung bersifat konvensional, yaitu guru menjadi figur aktif,
mengajarkan pelafalan setiap kosakata, melalui latihan pengulangan (drills), dan
kemudian
menjelaskan
makna
setiap
kosakata
bahasa
Inggris
dengan
menerjemahkan.
c) Dominansi penggunaan bahasa Indonesia sebagai medium pembelajaran.
d) Mayoritas guru bahasa Inggris di Kecamatan Sukasada pada tahun 2012 (76%)
belum memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang memadai.
Mengacu pada masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, maka rumusan
permasalahan yang diangkat pada pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut:
a) Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris
dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language)?
b) Bagaimana
meningkatkan
keterampilan
guru-guru
bahasa
Inggris
dalam
melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas (classroom
language) yang relevan dan efektif ?
1.3 Tujuan Kegiatan
Berdasarkan hasil analisis situasi dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah:
5
a) Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris
dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language).
b) Untuk meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam melaksanakan
pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas (classroom language) yang
relevan dan efektif.
1.4 Manfaat Kegiatan
Dengan melaksanakan kegiatan ini, manfaat yang dapat dipetik oleh beberapa pihak
antara lain:
a) Bagi Guru Bahasa Inggris Sekolah Dasar
Kegiatan P2M ini memberikan masukan yang berharga berupa pengetahuan dan
keterampilan praktis bagi guru-guru bahasa Inggris dalam rangka mengupayakan
memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di kelas melalui pemanfaatan ekspresi-ekspresi
bahasa Inggris yang sederhana dan mudah dimengerti oleh anak-anak. Dengan demikian,
anak-anak dibiasakan untuk mendengar bahasa komunikatif, yang dapat meningkatkan
kompetensi berbahasa Inggris mereka terutama kompetensi berbicara.
b) Bagi Sekolah
Kegiatan P2M ini memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas
guru bahasa Inggris dari segi penambahan pengetahuan dan keterampilan praktis
melaksanakan pembelajaran terutama dengan pemanfaatan lebih banyak bahasa Inggris di
dalam kelas melalui penggunaan ekspresi-ekspresi sederhana yang mudah dipahami baik
oleh guru maupun oleh siswa. Dengan lebih banyak menggunakan bahasa Inggris di dalam
kelas, maka mutu pendidikan khususnya pembelajaran bahasa Inggris dapat lebih
ditingkatkan.
6
c) Bagi Siswa Sekolah Dasar
Melalui pelaksanaan pelatihan ini, guru dapat lebih mengevektifkan pembelajaran
bahasab Inggris, yaitu dengan menggunakan lebih banyak ekspresi-ekspresi bahasa Inggris
yang bermanfaat bagi siswa, dan dengan demikian siswa dapat meningkatkan kompetensi
bahasa Inggris mereka, terutama kompetensi berbicara.
d) Bagi UNDIKSHA
Salah satu dari Tri Dharma adalah melakukan pengabdian pada masyarakat. Melalui
kegiatan P2M ini, Undiksha ikut berperan aktif secara berkelanjutan dalam meningkatkan
kualitas SDM (guru) di Propinsi Bali pada umumnya dan di Kabupaten Buleleng
khususnya, yaitu di Kecamatan Sukasada.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Pebelajar Pemula (Anak-Anak)
Harmer (2007a) menggolongkan tiga kelompok umur pebelajar, yaitu anak-anak
(children), remaja (adolescents), dan dewasa (adults). Anak-anak adalah kelompok
pebelajar dengan usia 2 sampai dengan 14 tahun, remaja adalah kelompok pebelajar dengan
usia antara 12 sampai dengan 17 tahun, dan dewasa umumnya mereka yang berumur
antara 16 tahun ke atas. Khusus untuk istilah anak-anak (children), Harmer menggolongkan
dua kelompok usia anak-anak, yaitu young learners adalah mereka yang berumur antara 5
sampai dengan 9 tahun, dan very young learners biasanya antara 2 sampai dengan 5 tahun.
McKay (2007: 1) mendefinisikan young language learners sebagai berikut:
Young language learners are those who are learning a foreign or second language
and who are doing so during the first six or seven years of formal schooling. In the
education system of most countries, young learners are children who are in the
primary or elementary school. In terms of age, young learners are between the ages
of approximately five and twelve.
Dalam kutipan tersebut, McKay menegaskan bahwa yang dimaksud dengan
pebelajar anak-anak adalah mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau
bahasa kedua pada enam atau tujuh tahun pertama pembelajaran di sekolah formal dan
biasanya diajarkan di sekolah dasar. Dari segi usia, mereka rata-rata berusia antara 5
sampai dengan 12 tahun.
Selanjutnya, Harmer (2007a) mengemukakan bahwa karakteristik anak-anak ketika
belajar ialah mereka tidak hanya fokus pada apa yang diajarkan, tetapi juga belajar banyak
hal pada saat yang bersamaan, seperti mengambil informasi dari sekitarnya. Melihat,
mendengar, dan menyentuh sama pentingnya dengan penjelasan guru dalam proses
pemahaman. Abstraksi aturan-aturan gramatika kurang efektif bila diajarkan pada anakanak. Anak-anak biasanya merespon dengan baik pada aktivitas-aktivitas yang
memfokuskan pada kehidupan dan pengalaman mereka. Namun, perhatian anak-anak, yaitu
kemauan untuk tetap memperhatikan satu kegiatan biasanya singkat. Salah satu
karakteristik penting anak-anak adalah kemampuannya menjadi pembicara yang kompeten
8
dari sebuah bahasa baru bila disediakan fasilitas yang memadai, dan bila mendapatkan
pajanan bahasa yang mencukupi.
Harmer (2007b) lebih jauh mengungkapkan bahwa umur merupakan salah satu
faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan terhadap apa yang
diajar dan bagaimana mengajar. Orang-orang yang berbeda usia memiliki kebutuhan,
kompetensi, keterampilan kognitif yang berbeda. Anak-anak lebih baik memperoleh bahasa
asing melalui permainan, sedangkan orang dewasa mungkin lebih baik belajar melalui
pemanfaatan pikiran abstrak. Salah satu kepercayaan yang berlaku umum terkait dengan
hubungan umur dan belajar bahasa adalah bahwa anak-anak belajar lebih cepat dan lebih
efektif dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Scott dan Ytreberg (2000: 1) menegaskan yang dimaksudkan anak-anak adalah
mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 10 atau 11 tahun. Namun, mereka membagi
anak-anak ke dalam dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok 5 sampai 7 tahun, dan (2)
kelompok 8 sampai 10 tahun. Karakteristik anak-anak pada usia 5 sampai 7 tahun adalah
(1) mereka bisa mengatakan apa yang sedang dikerjakan, (2) mereka bisa memberitahu apa
yang telah dikerjakan atau didengar, (3) mereka bisa merencanakan aktivitas, (4) mereka
bisa berargumentasi, (5) mereka bisa menggunakan alasan logis, (6) mereka bisa
menggunakan imajinasi dengan jelas, (7) mereka dapat menggunakan pola intonasi yang
bervariasi dalam bahasa ibu, dan (8) mereka bisa memahami interaksi manusia langsung.
Sedangkan, karakteristik umum anak-anak umur 8 sampai 10 tahun adalah (1) konsep dasar
mereka terbentuk. Mereka memiliki pandangan yang jelas terhadap dunia, (2) mereka bisa
membedakan antara fakta dengan fiksi, (3) mereka selalu bertanya, (4) mereka percaya
dengan kata-kata lisan dan dunia fisik untuk menyampaikan dan memahami makna, (5)
mereka bisa mengambil keputusan terhadap apa yang harus mereka pebelajari, (6) mereka
mempunyai pandangan yang jelas terhadap apa yang dia suka dan tidak suka, (7) mereka
memahami rasa keadilan yang terjadi di kelas, dan (8) mereka dapat bekerja sama dengan
dan belajar dari orang lain.
Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar tergolong
anak-anak, yang oleh Harmer (2007a) disebut children atau young learners, yang berusia
9
antara 6 tahun s.d. 12 tahun yang belajar di sekolah selama 6 tahun (McKay, 2007), dan
oleh Scott dan Ytreberg (2000) dikategorikan pada kelompok kedua.
Paul (2003) mengemukakan bahwa dalam teori intelegensi jamak (multiple
intelligence), anak-anak memiliki intelegensi yang berbeda-beda. Anak tertentu bisa lebih
berintelegensi dalam satu hal, sedangkan anak yang lain lebih berintelegensi dalam hal
yang lain. Tugas guru adalah menemukan kekuatan-kekuatan pada setiap anak dan
membangun kekuatan-kekuatan tersebut. Moon (2000) menjelaskan bahwa anak-anak yang
belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing di sekolah telah mempelajari
satu bahasa, dan ketika masuk kelas, mereka akan membawa pengalaman dalam bahasa
sebelumnya, yang dapat membantunya belajar dan belajar bahasa Inggris. Guru hendaknya
bisa memanfaatkan dan membangun kemampuan dan karakteristik ini. Situasi belajar
bahasa Inggris sebagai bahasa asing, anak-anak akan sangat tergantung secara keseluruhan
hanya pada lingkungan sekolah sebagai input. Dengan demikian, guru biasanya merupakan
satu-satunya sumber yang memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran
bahasa anak. Di samping itu, anak-anak tidak belajar dengan satu cara, tetapi menggunakan
berbagai cara. Mereka hanya bisa menggunakan cara-cara tersebut, jika guru
mengembangkan lingkungan belajar yang tepat, yaitu suatu lingkungan belajar yang
memberikan cukup pajanan yang memberikan input bermakna, memberikan mereka
kebebasan untuk mengambil resiko dan meneliti, membuat mereka mau menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman-temannya, dan
mendapatkan umpan balik dari proses belajar.
Dari paparan Moon (2000) dan Paul (2003) di atas, dapat disimpulkan bahwa guru
merupakan sumber belajar penting dan utama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai
bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena itu guru hendaknya dapat menjadi model
bahasa target yang memadai agar anak-anak dapat memiliki kompetensi berkomunikasi
dalam bahasa yang mereka pelajari.
2.2 Bahasa Kelas (Classroom Language)
Bahasa kelas (classroom language) secara umum dapat dikatakan sebagi ekspresiekspresi bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi di kelas antara guru dan peserta
10
didik. Menurut Scott dan Ytreberg (2000:17), bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa
Inggris yang sederhana dan bermakna yang digunakan untuk membantu anak-anak
berkembang dari ketergantungan pada buku menjadi lebih mandiri dalam usaha untuk
berkomunikasi. Pemanfaatan bahasa kelas oleh guru sangat penting dalam proses belajar
mengajar agar anak-anak terbiasa dalam menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris
dalam berinteraksi. Beberapa contoh ekspresi bahasa yang segera harus diajarkan kepada
pebelajar anak-anak sejak awal, seperti:
Good morning/afternoon
Good bye
Can I ...................., please?
Sorry, I don’t know/don’t understand/can’t
What’s this called in English?/ What’s the English for ...........
Whose turn id it/book is this/chair is this?
Whose turn is it to ....................
It’s my/your/his/her turn.
Pass the .................., please.
Lebih lanjut, Scott dan Ytreberg (2000) menegaskan agar guru lebih
memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas dengan menggunakan bantuan
mimik, akting, boneka, dan lain-lain untuk dapat menyampaikan makna. Penggunaan
bahasa Inggris yang maksimal di dalam kelas sangat berguna, karena anak-anak hanya
mendapat kesempatan mendengar bahasa Inggris digunakan di dalam kelas. Di luar sekolah
mereka biasanya kurang mendapat ekspos bahasa. Oleh karena itu, guru hendaknya
mengupayakan penggunaan bahasa Inggris yang sederhana, natural dan sesuai dengan level
siswa. Dengan strategi tersebut, guru dapat memperbanyak pemanfaatan bahasa Inggris
sebagai medium pembelajaran daripada bahasa Indonesia, yang lebih bermanfaat dalam
usaha pemerolehan bahasa target.
Paul (2003) menambahkan bahwa guru perlu menggunakan bahasa kelas untuk
instruksi-instruksi kelas. Tugas guru untuk memberikan contoh dan membimbing siswa
untuk menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris secara natural. Melalui cara tersebut,
siswa dapat memahami bagian-bagian bahasa secara periferal dan menghubungkan
penggunaan bahasa Inggris sesuai dengan perasaannya. Beberapa bahasa kelas yang
dipaparkan oleh Paul (2003: 81) adalah sebagai berikut:
11
Classroom Language
Simple Expressions
 Good Afternoon.
 How are you today?
 Thank you.
 I’m sorry.
 I don’t know.
 Goodbye.
 See you next week.
 May I open the window?
Between the children
 Can I borrow your ... , please?
 Sure.
 Here you are.
 It’s my turn.
 It’s your turn.
 May I have a ...?
Asking for help
 Could you repeat that, please?
 What’s this in English?
 What’s that in English?
 How do you spell...?
 I don’t understand.
 Please help me.
 How do I say...?
From the teacher
 Guess.
 Please stand up.
 Please open your books.
 Let’s write/ go home.
 Let’s play ...
 What’s the weather like today?
 It’s time to write/ go home
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi
bahasa yang umum digunakan oleh guru maupun siswa sebagai bagian dari kegiatan
berkomunikasi atau interaksi.
Sehubungan dengan hal di atas, Nation (2003) menegaskan bahwa penggunaan
bahasa Inggris dalam kelas bahasa hendaknya dimaksimalkan kapan saja memungkinkan
secara terus menerus maupun melalui pengelolaan kelas. Nation (2003) menambahkan
bahwa ketika siswa memiliki sedikit kesempatan menggunakan bahasa target di luar kelas,
tugas guru untuk memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris yang dipelajari di dalam
kelas. Salah satu cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui pengelolaan kelas (classroom
management), seperti menyuruh siswa apa yang perlu dikerjakan, misalnya take your
books, turn to page 7; mengontrol perilaku, misalnya be quiet; menjelaskan aktivitas,
misalnya get into pairs.
Terkait dengan pemanfaatan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam
pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, Chang (2010) melaporkan hasil
12
surveinya terhadap 370 mahasiswa S1 di Taiwan bahwa mereka memiliki sikap positif
terhadap penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar (English as a Medium of
Instruction), dan mayoritas setuju bahwa pembelajaran dengan bahasa pengantar bahasa
Inggris dapat meningkatkan profisiensi bahasa Inggris mereka terutama keterampilan
mendengarkan.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa kelas sebagai
medium pembelajaran sangat penting dilakukan oleh guru sebagai upaya memaksimalkan
pemanfaatan bahasa Inggris di dalam kelas guna membimbing dan melatih siswa agar dapat
menggunakan bahasa untuk tujuan berkomunikasi dan meningkatkan profisiensi mereka.
13
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Khalayak Sasaran Strategis
Peserta yang akan menjadi khalayak sasaran strategis dari kegiatan P2M ini adalah
guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar se-Kecamatan Sukasada, terutama sekolahsekolah yang berada di pedesaan dengan target jumlah peserta sebanyak 25 orang guru.
Ada dua alasan signifikan mengapa guru-guru di pedesaan yang diutamakan, yaitu (1)
guru-guru di pedesaan kurang memiliki akses untuk meningkatkan profesionalime melalui
in-service training, dengan ikut seminar, lokakarya, atau sejenisnya ke sebuah LPTK
(seperti Undiksha atau institusi lain), karena berbagai alasan, seperti jarak yang jauh, biaya,
dsb., dan (2) guru-guru di pedesaan, sesuai dengan hasil survei (Ratminingsih, 2010) masih
banyak yang tidak memiliki latar belakang mengajar bahasa Inggris yang memadai.
Terlebih lagi, hasil wawancara dengan guru-guru pada kegiatan P2M (Ratminingsih dan
Budasi, 2012), dari 25 guru yang ikut berpartisipasi, 19 orang guru (76%) tidak memiliki
latar belakang kependidikan bahasa Inggris, namun mengajar bahasa Inggris. Bukti ini
mengindikasikan bahwa pelatihan penggunaan bahas kelas (classroom language)
merupakan kegiatan mendesak yang harus diupayakan oleh Undiksha, sebagai LPTK,
untuk membantu para guru tersebut untuk meningkatkan kualitas bahasa Inggris mereka.
3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan
Metode yang dipilih dalam melaksanakan kegiatan P2M ini adalah pelatihan
terutama kepada para guru bahasa Inggris di sekolah dasar yang berada di wilayah
Kecamatan Sukasada, yang terletak di pedesaan. Guru-guru yang diutamakan adalah
mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, tetapi mereka
mengajar telah mengajar bahasa Inggris. Mereka akan diberikan pelatihan berupa
penggunaan bahasa kelas (classroom language) sebagai upaya untuk membuat
pembelajaran bahasa Inggris lebih berkualitas.
14
Oleh karena guru-guru bahasa Inggris sudah memiliki pengalaman mengajarkan
bahasa Inggris, maka rancangan kegiatan berupa in-service training. Langkah-langkah
kegiatan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:
a) Penyemaian informasi, berupa landasan teoretis tentang hakikat bahasa kelas
(classroom language) dan peranannya.
b) Pemberian model berupa contoh-contoh bahasa kelas (classroom language).
c) Praktek membuat persiapan mengajar dengan menggunakan ekspresi-ekspresi
bahasa kelas (classroom language) secara berkelompok pada fase awal, inti, dan
penutup pembelajaran.
d) Praktek menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan ekspresi-ekspresi
bahasa kelas (classroom language) yang telah didesain.
3.3 Kerangka Pemecahan Masalah
Adapun tahapan dari identifiasi masalah sampai dengan dilaksanakannya kegiatan
P2M ini mengikuti alur seperti yang digambarkan pada bagan di bawah ini:
15
Tahap I
Identifikasi Permasalahan
Survei
Wawancara
Tahap II
Pengolahan Informasi &
Penentuan Pemecahan
permasalahan
Tahap III
Kajian Teoretik
Kajian Empirik
Mengumpulkan referensi penggunaan bahasa kelas
Penyusunan materi pelatihan
Penentuan ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang penting
Pemberian contoh pembelajaran dengan menggunakan
bahasa kelas
Tahap IV
Pelatihan
Penyemaian informasi
pembelajaran hakikat bahasa
kelas
Ceramah dan tanya jawab
Penyemaian informasi contohcontoh ekspresi bahasa kelas
Ceramah dan tanya jawab
Pemberian model pembelajaran
dengan menggunakan bahasa
kelas dalam 3 fase (awal, inti,
penutup)
Demontrasi contoh pembelajaran dengan
menggunakan bahasa kelas
Membuat contoh pembelajaran
dengan menggunakan bahasa
kelas dalam 3 fase (awal, inti,
penutup)
Kerja kelompok membuat contoh
pembelajaran dengan menggunakan
bahsa kelas dalam 3 fase (awal, inti,
penutup)
Praktek menyelenggarakan
pembelajaran dengan
menggunakan bahasa kelas
Demontrasi pembelajaran dengan
menggunakan bahasa kelas
Bagan 1. Kerangka Pemecahan Masalah
16
Pada tahap I, dilakukan identifikasi masalah melalui hasil survei (Ratminingsih,
2010) tentang kondisi SDM (guru) sehubungan dengan pembelajaran bahasa Inggris di dua
Kecamatan di Buleleng, yakni Kecamatan Sukasada dan Kecamatan Buleleng. Hasil survei
membuktikan bahwa 80 orang guru (43,25%) memiliki latar belakang non kependidikan
bahasa Inggris, sehingga mereka sangat perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan
mereka mengajar melalui pelatihan. Di samping itu, identifikasi masalah juga dilakukan
melalui wawancara informal dengan para guru bahasa Inggris dalam suatu pertemuan
pelatihan pada kegiatan P2M di Kecamatan Sukasada (Ratminingsih dan Budasi, 2012).
Temuan menunjukkan bahwa dari 25 orang guru yang berpartisipasi, 19 orang guru (76%)
tidak berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris.
Pada tahap II, tim pelaksana mengolah semua informasi baik berupa masukan
hasil survei dan wawancara. Kajian teoretik dan empiris dikumpulkan terkait dengan usaha
memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang telah teridentifikasi. Adapun solusi
yang segera perlu dilakukan adalah melalui pelatihan penggunaan bahasa kelas (classroom
language) untuk meningkatkan kualitas bahasa Inggris para guru dalam proses
pembelajaran. Pelatihan ini sangat signifikan utamanya bagi para guru yang tidak memiliki
latar belakang kependidikan bahasa Inggris.
Pada tahap III, dilanjutkan dengan penyusunan materi pelatihan, yang meliputi
pengumpulan referensi terkait dengan penggunaan bahasa kelas (classroom language),
contoh-contoh ekspresi bahasa kelas yang sederhana dan bermakna untuk melatih guru
lebih banyak menggunakan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran.
Pada tahap IV yang merupakan tahap yang paling penting, tim pelaksana
merealisasikan kegiatan ke tempat yang ditentukan untuk melaksanakan pelatihan. Untuk
tujuan ini, tim pelaksana akan berkoordinasi dengan Kepala UPP Kecamatan Sukasada,
agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan lancar. Tahapan dari kegiatan pelatihan meliputi
penyemaian informasi tentang penggunaan bahasa kelas (hakikat bahasa kelas dan peranan
bahasa kelas), pemodelan melalui pemberian contoh-contoh eskpresi bahasa kelas, yang
dilakukan dengan ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi. Selanjutnya, peserta bekerja
kelompok untuk berlatih membuat ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang dapat digunakan
pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran. Setelah membuat contoh ekspresi-ekspresi
17
bahasa kelas, pada langkah terakhir dari pelatihan adalah peserta mendemontrasikan
keterampilan mereka mengajar dengan menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang
telah mereka disain dalam kelompok.
3.4 Keterkaitan
Selain guru-guru yang menjadi khalayak sasaran utama dari pelaksanaan P2M ini,
beberapa pihak terkait turut diundang, yaitu (1) Kepala UPP Kecamatan Sukasada, (2)
Pengawas Sekolah, (3) Para Kepala Sekolah, dan (4) Ketua LPM Undiksha Singaraja, yang
menjadi penanggung
jawab penuh dalam pelaksanaan Tri Dhrama Perguruan Tinggi
Undiksha, khususnya P2M. Tabel di bawah mendeskripsikan peran dari pihak-pihak terkait.
No
PIHAK TERKAIT
PERAN
1
Kepala UPP Kecamatan Sukasada
Koordinasi dan Pengawasan
2
Pengawas Sekolah
Koordinasi dan Pengawasan
3
Para Kepala Sekolah Dasar yang menjadi
sasaran
Koordinasi dan Pengawasan
4
Ketua LPM Undiksha Singaraja
Pengawasan Pelaksanaan
Program P2M
3.5 Rancangan Evaluasi
Keberhasilan program pelaksanaan P2M ini dievaluasi dengan pengamatan langsung
(observation). Adapun indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
a) Pengetahuan dan keterampilan guru dalam menggunakan bahasa kelas (classroom
language).
b) Keterampilan guru mendesain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas
(classroom language) pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran.
c) Keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa
kelas (classroom language) yang telah ditetapkan dalam persiapan.
18
Matrik di bawah ini mempertegas rancangan evaluasi dan cara pengukurannya.
NO
INDIKATOR
CARA PENGUKURAN
1
Pengetahuan dan keterampilan menggunakan Produk ekspresi-ekspresi
bahasa kelas (classroom language)
bahasa kelas (classroom
language)
2
Mendesain pembelajaran dengan menggunakan Produk contoh desain
bahasa kelas (classroom language) dalam pembelajaran dengan
kelompok
menggunakan bahasa kelas
(classroom language) pada
fase awal, inti, penutup
3
Melaksanakan
menggunakan
pembelajaran
bahasa
kelas
dengan Performansi guru dalam
(classroom melaksanakan pembelajaran
language) yang telah didisain
menggunakan bahasa kelas
(classroom language) yang
telah didisain
Evaluasi dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian proses dan penilaian produk.
Penilaian proses dilakukan mulai dari penyemaian informasi terkait dengan kajian teoretis
dan praktis tentang hakikat bahasa kelas dan peranannya, pemodelan melalui contoh-contoh
ekspresi-ekspresi bahasa kelas, latihan mendesain pembelajaran dengan menggunakan
bahasa kelas yang relevan, dan praktek mengajar menggunakan bahasa kelas. Sedangkan
penilaian produk dilakukan dengan melihat produk yang dihasilkan, yaitu berupa desain
pembelajaran yang menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas (classroom language)
pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan P2M
4.1.1 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris di
Sekolah Dasar dalam Menggunakan Bahasa Kelas (Classroom Language)
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di
sekolah dasar dalam pembelajaran bahasa Inggris pada umumnya dan penggunaan bahasa
kelas (classroom language), beberapa konsep dipaparkan oleh narasumber antara lain:
1) Hakikat Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak di Sekolah Dasar
2) Bahasa Kelas (Classroom Language)
3) Contoh Desain Pembelajaran yang berisi contoh-contoh ekspresi bahasa kelas
Pada tahap penyemaian informasi, para guru diberikan materi pelatihan yang
komprehensif tentang hakikat pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak yang berbeda
dengan pembelajaran untuk orang dewasa. Kesuksesan pembelajaran untuk anak-anak
sangat tergantung dari bagaimana guru mengkemas pembelajaran dengan memperhatikan
aspek-aspek, seperti perkembangan intelektual anak-anak, perhatian anak-anak yang
terbatas, memberikan input yang bervariasi, memperhatikan faktor afektif yang
menyebabkan anak-anak termotivasi belajar, dan memperkenalkan bahasa yang otentik dan
bermakna.
Sehubungan dengan penyemaian informasi tentang bahasa kelas (classroom
language), mereka diberikan pemahaman tentang hakikat bahasa kelas, apa saja jenis-jenis
ekspresi yang bisa digunakan baik dalam membuka pelajaran, melakukan kegiatan inti
pembelajaran, maupun dalam menutup pembelajaran.
Selanjutnya, para guru diberikan contoh desain pembelajaran yang memanfaatkan
bahasa kelas mulai dari membuka pelajaran sampai menutup pelajaran, seperti pada tabel
berikut.
20
Tabel 1: Contoh Desain Pembelajaran
Jam pelajaran 2 x 35 menit
Tema: Greetings
Langkah
Kegiatan Guru
Pembelajaran
Memberi salam kepada
Kegiatan
Awal
(Pre- siswa.
Activity)
- Good morning students
- How are you today?
- I’m fine, thank you. How
about you?
- I’m OK/pretty well/not
in a good condition
Mengecek
kehadiran
siswa.
- Who’s absent today?
- Where is Dian?
- What happens to her?
- Is she sick?
Memberikan
beberapa
pertanyaan terkait dengan
tema
pembelajaran,
misalnya:
- When you meet someone
in
the
morning/
afternoon, evening, what
will you say?
- What will you say when
someone asks how are
you today?
Kegiatan Siswa
Waktu
Membalas salam.
2 menit
- Good morning teacher
- How are you?
- I’m fine, thank you. How
about you?
- I’m OK/pretty well/not in
a good condition
Mendengarkan
dan 3 menit
menjawab pertanyaan
- Dian is absent today
- Dian is not coming
- She is sick
Memperhatikan
dan 3 menit
merespon pertanyaan guru.
Good
morning/
afternoon/evening
I’m fine/OK/pretty well,
thank you. How about
you?
Memberitahukan
topik Mendengarkan
dan 2 menit
pelajaran
yang
akan memperhatikan penjelasan
dibahas (Greetings).
guru.
- Today We are going to
learn about.....
- Our lesson today is about
....
-Now We are going to
21
study about ...
Kegiatan Inti Memperkenalkan
permainan 1 ”Jigsaw
(Whilst
Listening”
dan
Activity)
memberikan
aturan
permainan.
-Listen carefully, I will
give you a game.
-Do you like to play a
game?
-Its name is Jigsaw game/
-We will play Jigsaw.
Mendengarkan
permainan
aturan
2 menit
Yes, I do/we do
Yes, I like it/we like it
Memberikan lembar kerja Melakukan
permainan 10
dan
menyuruh
siswa secara berpasangan.
menit
melakukan
permainan
secara berpasangan, yaitu
menyusun kalimat-kalimat
acak menjadi sebuah
percakapan
setelah
mendengarkan teks.
-Please pay attention
-You work with your
partner/friend next to you/
-Please find one friend
-Read
the
sentence
silently/loudly
-Arrange sentences after
you listen to the tape with
your partner
-You will listen to the tape
3 times
- Are you ready?
- Please listen now.
Mengecek jawaban siswa.
- Are you finished?
- Are you done?
- Is it easy/difficult?
- Now,Lets check your
answer.
22
Memberikan respon.
Yes, we are
It’s easy/difficult
OK.
5 menit
Memberikan teks dialog Mendengarkan
yang
lengkap
dan mengulangi
memberi contoh membaca seksama.
teks dialog dengan lafal
yang benar.
- Please be quiet and listen
again.
- Now I have a dialogue
- I will read the dialogue
Menyuruh
beberapa
pasang siswa membaca
dialog
seperti
yang
dicontohkan oleh guru.
dan 5 menit
dengan
10
menit
-It’s your turn now to read
the dialogue/It’s time for
you to read the dialogue.
-Dian and Dina, please.
Menyuruh siswa bekerja Melakukan dialog secara
25
berpasangan
membuat berpasangan.
dialog sederhana seperti
menit
contoh dan kemudian
mempraktekkannya
di
depan kelas.
-Now, it’s time to practise
speaking.
-Make a dialogue like the
example.
-Do the dialogue in front
of the class.
- I will give you
mark/score.
Menanyakan opini siswa
Kegiatan
Akhir (Post- tentang pelajaran hari itu.
-How do you feel?
Activity)
-Are you happy?
-Do you like the lesson?
Menutup pelajaran dengan
23
Merespon dengan jujur 2 menit
bagaimana opini mereka
tentang pelajaran.
Yes, I/we do
Yes, I’m/we are happy
Merespon
salam 1 menit
salam perpisahan.
perpisahan.
-That’s our lesson for
today.
-That’s all for today.
It’s break time.
-Good bye.
Good bye
-See you later
See you later.
Semua informasi yang didapatkan para guru digunakan sebagai acuan untuk
mendesain pembelajaran sendiri yang menggunakan bahasa kelas mulai dari pre-activity,
whilst activity sampai dengan post activity.
4.1.2 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris dalam
Membuat Desain Pembelajaran dalam Kelompok
Pada tahap ini, para guru dilatih untuk dapat mendesain pembelajaran sendiri sesuai
dengan contoh yang diberikan oleh narasumber. Para guru yang berjumlah 25 orang
dikelompokkan menjadi 5 kelompok, dan masing-masing kelompok terdiri atas 5 orang
anggota. Mereka diberikan tugas untuk membuat desain pembelajaran dengan tema dan
kelas yang berbeda-beda. Waktu yang disediakan untuk membuat lagu adalah 1 jam (60
menit).
Semua guru yang ikut dalam pelatihan ini secara aktif dan antusias mengerjakan
tugas, dan mereka saling berbagi untuk mengerjakan bagian-bagian dalam pembelajaran.
Ada yang mengerjakan di bagian membuka pelajaran, ada yang mengerjakan di bagian
pelaksanaan inti pembelajaran, dan ada yang mengerjakan di bagian penutup. Mereka
memberikan ekspresi-ekspresi bahasa yang perlu digunakan pada setiap bagian tahap
pembelajaran.
Di bawah ini adalah contoh desain pembelajaran yang dibuat oleh salah satu
kelompok.
24
Contoh Hasil kerja Group 4: Members:
1. Kd Nova Budiasa, S.Pd.
2. Komang Widhatri Bhawanti, S.Pd.
3. Putu Sujatmika, S.Pd.
4. Ni Nyoman Suparmi, S.Pd.
5. Ni Made Sri Ayoni, S.E.
Classroom Language for 5 Grade
First step: Greeting
Pre-activity (Kegiatan awal)
Teacher:
 Good morning class
 How are you today?
 Who is absent today?
Giving brainstorming: Asking about things in the classroom
 Allright students, can you mention something in the class?
Student: Mention things in the classroom:
Blackboard
window
Vase
door
Table
flag
Chair
picture
Bag
etc.
Second step:
Whilst activity (Kegiatan inti)
Drive Game used as a teaching technique
 Make a group of 5 to 6 students.
25
The teacher explains about the procedure:
 One of the students as a leader, the other members as the guides. And they must say
“turn left or turn right”.
 The leader will close their eyes with napkin and she/he will ask to find the thing
around the classroom based on the guidance.
 The teacher’s key word like “take the pen” or “find the pen”
 The winner who answers correctly and they have high score will get reward.
Thrid step
Post Activity (Kegiatan akhir)
The teacher asks students about their opinion:
 Do you like the game?
 Are you happy?
 What did you learn today?
 Can you mention again the things? ...
(contoh-contoh desain pembelajaran yang dibuat guru lainnya ada pada lampiran)
Dari contoh di atas dapat dicermati bahwa guru telah mampu mendesain
pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas. Pada contoh di atas jelas terlihat bahwa
pada awal pembelajaran (pre activity), guru mendesain bahasa kelas yang digunakan pada
saat memberi salam (greeting) dengan memanfaatkan bahasa kelas seperti: “Good morning
class; How are you today?;Who is absent today?. Selanjutnya, pada kegiatan inti (whilst
activity), guru menggunakan game sebagai teknik mengajar, contoh bahasa kelas yang
dimanfaatkan, seperti make a group of 5 to 6 students; One of the students as a leader, the
other members as the guides. And they must say “turn left or turn right”; The leader will
close their eyes with napkin and she/he will ask to find the thing around the classroom
based on the guidance; The teacher’s key word like “take the pen” or “find the pen”; The
winner who answers correctly and they have high score will get reward. Pada akhir
26
kegiatan (post activity), guru menggunakan bahasa kelas untuk mengetahui reaksi siswa
terhadap pemanfaatan game dalam pembelajaran, seperti: Do you like the game?; Are you
happy?; What did you learn today?; Can you mention again the things? ...
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan diberikan pelatihan, guru mampu
mendesain pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas pada setiap langkah
pembelajaran, kegiatan awal, inti, dan penutup.
4.1.3 Peningkatan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris dalam Melaksanakan
Pembelajaran melalui Pemanfaatan Bahasa Kelas (Classroom Language)
Pada tahap akhir kegiatan, semua kelompok yang telah mendesain pembelajaran
dengan menggunakan bahasa kelas yang sesuai, kemudian menunjuk wakilnya untuk
melaksanakan pembelajaran dari desain yang telah dirancang. Narasumber meminta agar
yang mewakili sebaiknya mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa
Inggris. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan lebih banyak bagi mereka untuk
berlatih menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang lebih banyak dalam
melaksanakan pembelajaran.
Dalam prakteknya, guru yang ditunjuk berperan sebagai guru bahasa Inggris,
sedangkan guru-guru lain berperan sebagai peserta didik. Guru yang ditunjuk selanjutnya
memberikan instruksi, sedangkan guru-guru lain melakukan kegiatan yang diinstruksikan.
Pada akhir setiap performansi yang dilakukan oleh 5 guru, guru-guru yang lain
diminta untuk memberikan masukan dan komentar mengenai pembelajaran yang baru saja
dilaksanakan. Narasumber dan fasilitator juga memberikan masukan terkait dengan
performansi guru dalam praktek mengajar yang berusaha memaksimalkan pemanfaatan
bahasa kelas.
Hasil observasi pelaksanaan pembelajaran mengindikasikan bahwa semua guru
sangat antusias dan senang berlatih mendesain dan mempraktekkan pembelajaran yang
berusaha memaksimalkan pemanfaatan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris sederhana untuk
berinteraksi dengan siswa.
27
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan P2M ini diselenggarakan di SD No. 5 Sukasada, Kelurahan Sukasada dan
Kecamatan Sukasada. Penentuan tempat pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah
berkoordinasi dengan Kepala UPP Kecamatan Sukasada bersama dengan para Pengawas
Sekolah Dasar dalam suatu rapat, yang diselenggarakan pada hari Jumat, tanggal 26 Juli
2013. Dari hasil keputusan rapat, maka ditentukan tempat dan tanggal kegiatan, yaitu di SD
No. 5 Sukasada, pada hari Sabtu tanggal 3 Agustus 2012. Pelaksana selanjutnya
mempersiapkan pembuatan surat undangan dan penyebaran surat kepada semua pihak
terkait dengan kegiatan ini, seperti undangan kepada Ketua LPM Undiskha untuk
memberikan sambutan dan sekaligus membuka dan memonitor kegiatan, Kepala UPP
Kecamatan Sukasada untuk memberikan sambutan, Pengawas Sekolah untuk mengawasi
jalannya kegiatan, Kepala Sekolah di Kecamatan Suksada yang berjumlah 25 orang untuk
mengirimkan satu guru bahasa Inggris untuk berpartisipasi dalam kegiatan (daftar nama
peserta dan asal sekolah terlampir).
Pada hari yang telah ditetapkan, yaitu Sabtu, tanggal 3 Agustus 2013, acara dimulai
sesuai dengan jadwal kegiatan, yaitu registrasi peserta pada pukul 08.30 wita, kemudian
dilanjutkan dengan pembukaan, yang diawali dengan doa, menyanyikan lagu Indonesia
Raya, dan kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala UPP Kecamatan Sukasada,
Drs. I Made Sedana, S.Pd.,M.Pd. yang menegaskan bahwa kegiatan ini sangat disambut
baik dan sangat berguna bagi peningkatan kualitas pembelajaran yang dilaksanakn oleh
guru-guru bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Suksasada. Pada sambutannya
beliau juga melaporkan bahwa dari 60 SD reguler dan 3 Madrasah yang ada di Kecamatan
Sukasada, hanya 6% dari guru-guru bahasa Inggris berlatar belakang pendidikan bahasa
Inggris, karena kebanyakan guru yang mengajar bahasa Inggris adalah guru-guru kelas,
yang notabene berasal dari pendidikan PGSD umum. Mereka dituntut oleh pihak sekolah
untuk mau memberikan pembelajaran bahasa Inggris. Kalaupun ada yang berpendidikan
bahasa Inggris, mereka itu mayoritas adalah guru-guru honorer.
28
Kondisi ini berbanding terbalik dengan tuntutan era globalisasi yang menuntut
dinamika berpikir global untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas dan memiliki daya
saing tinggi. Hal ini bisa direalisasikan bila kita dapat menguasai bahasa Inggris yang
menjadi bahasa internasional. Agar bisa memenuhi harapan tersebut, pembelajaran bahasa
Inggris mestinya diupayakan dan dikelola dengan lebih baik, yaitu dengan merekrut guruguru yang lebih berkompeten di bidangnya. Namun demikian, beliau menyadari bahwa
rekrutmen guru hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Maka dari itu beliau tetap
mengharapkan kerjasama yang terus menerus antara Undiksha sebagai lembaga LPTK
untuk secara kontinyu memberikan pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan
pengembangan profesionalisme guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar khususnya di
Kecamatan Sukasada.
Pada akhir pidato sambutannya beliau berharap agar kegiatan seperti ini terus
dilanjutkan dan Undiksha terus bekerjasama dengan Kecamatan Sukasada dalam
pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Beliau juga menegaskan bahwa guru-guru akan
diupayakan untuk secara berkesinambungan dan berkala, misalnya setiap 6 bulan sekali
mendapatkan pelatihan-pelatihan penyegaran yang dapat meningkatkan kompetensi dan
keterampilan para guru dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris dengan lebih
baik melalui kerjasama dengan Undiksha.
Sebagai bukti keseriusan beliau mendukung kegiatan P2M yang dilaksanakan, yang
diketuai oleh Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A., beliau mengundang jurnalis radio Guntur
dan Nusa Bali untuk melakukan wawancara khusus baik kepada narasumber dan Kepala
UPP tentang kegiatan yang dilaksanakan (berita dalam radio disiarkan pada jam 06.00
dalam acara Buleleng Round Up tanggal 4 Agustus 2013 dan berita dalam koran Nusa Bali
diterbitkan pada edisi Senin, 5 Agustus 2013 halaman 4, terlampir).
Kegiatan inti P2M dimulai dari jam 09.00-13.30 wita yang dimulai dengan
penyemaian informasi yang diberikan oleh narasumber (Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.)
yang meliputi : (1) Hakikat Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak di Sekolah
Dasar, (2) Bahasa Kelas (Classroom Language), dan (3) Contoh Desain Pembelajaran.
Dalam presentasinya, narasumber memberikan berbagai macam ulasan mengenai informasi
yang telah disebutkan di atas yang sungguh bermanfaat bagi para peserta dalam usaha
29
meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris. Pembelajaran bahasa Inggris untuk anakanak harus dikemas berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa, karena anak-anak
memiliki karakteristik tersendiri, yang berbeda dari orang dewasa. Karakteristik mendasar
mereka adalah mereka senang bermain dan tidak bisa berkonsentrasi lama dalam
pembelajaran. Hal ini didukung oleh pendapat Brown (2001) “that young learners enjoy
playing and have short span of attention.”
Inilah yang harus dipahami guru dalam
mendesain pembelajaran. Bila para guru bisa menciptakan situasi belajar yang dapat
menghadirkan nuansa bermain, maka anak-anak akan termotivasi untuk belajar. Apalagi
bila ditambahkan dengan pemanfaatan bahasa kelas (classroom language) yang baik dan
tepat, maka anak-anak akan dapat memiliki kebiasaan mendengarkan dalam bahasa target,
yang memudian akan menjadi pemerolehan bahasa, karena mereka dibiasakan untuk selalu
mendengar dan kemudian berusaha menggunakannya dalam interaksi di kelas.
Selanjutnya, narasumber juga memberikan contoh desain pembelajaran yang
menggunakan ekspresi-ekspresi sederhana bahasa kelas baik oleh guru maupun oleh siswa
dalam 3 langkah utama, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Pada kegiatan berikutnya, guru yang telah diberikan pengarahan tentang langkahlangkah membuat contoh desain pembelajaran yang memanfaatkan bahasa kelas dalam
kelompok yang terdiri atas 5 orang anggota dalam satu kelompok. Setiap kelompok
mendapatkan tugas yang berbeda dalam mendesain pembelajaran, ada yang mendapatkan
tugas untuk desain pembelajaran di kelas, 4, kelas 5, dan kelas 6 dengan tema yang
ditentukan sendiri oleh kelompok. Narasumber memfasilitasi para guru dalam bekerja di
masing-masing kelompok. Mahasiswa-mahasiswi pendamping pun ikut serta membantu
para peserta, seperti memberikan masukan mengenai pemilihan kata yang tepat dalam
mengekspresikan kalimat atau pernyataan ke dalam bahasa Inggris.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan performansi dari setiap kelompok. Masingmasing kelompok menunjuk salah satu wakil untuk melakukan praktek mengajar di depan
kelas. Guru yang ditunjuk berperan sebagai pengajar, sedangkan guru-guru yang lain
berperan sebagai peserta didik. Guru yang ditunjuk selanjutnya melakukan praktek sesuai
dengan langkah-langkah pembelajaran yang sudah dirancang. Narasumber memberikan
kesempatan kepada guru-guru yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris untuk
30
melakukan pembelajaran. Hal yang paling membanggakan dan membuat terharu adalah
antusiasme mereka dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa
Inggris. Walaupun mereka harus pelan-pelan dan terkadang berhenti, mereka berusaha
untuk melakukan pembelajaran dengan bahasa Inggris. Ini membuktikan bahwa pelatihan
yang diselenggarakan mampu memacu para guru untuk mengupayakan penggunakan
bahasa Inggris melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language) yang terus menerus
di dalam kelas, tanpa harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau memberi
penjelasan dalam bahasa Indonesia.
Pada akhir kegiatan, narasumber juga meminta pendapat atau komentar dari para
guru terkait dengan pelaksanaan kegiatan P2M ini. Dari 5 guru yang berpendapat, semua
menyatakan bahwa kegiatan yang yang telah mereka ikut tersebut sangat bermanfaat untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk melakukan inovasi-inovasi dalam
pembelajaran bahasa Inggris.
Acara penutupan dilakukan pada pukul 13.30 wita yang dipandu oleh pembawa
acara dengan memberikan laporan yang menyatakan bahwa kegiatan P2M tersebut berjalan
dengan lancar. Pada pidato penutupannya, narasumber berharap agar apa yang telah
didapatkan dan apa yang telah dilatihkan bersama-sama hendaknya terus dipraktikkan di
sekolah, agar dapat meningkatkan kompetensi bahasa Inggris siswa sekolah dasar.
4.2.2 Teori dan Praktek Pembelajaran
Penyemaian informasi tentang konsep-konsep pembelajaran bahasa Inggris untuk
anak-anak (TEYL), seperti hakikat pembelajar bahasa Inggris untuk anak-anak, hakikat
bahasa kelas (classroom language) sangat penting diberikan kepada para guru terutama
kepada mereka yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris untuk memberikan dasar
(grounding) yang kuat bahwa hakikat pembelajaran untuk anak-anak berbeda dengan
pembelajaran untuk orang dewasa. Oleh karena itu guru harus mempertimbangkan
karakteristik peserta didik yang tergolong anak-anak ketika melaksanakan pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan pandangan Brown (2001) bahwa pembelajaran bahasa Inggris untuk
anak-anak dapat berhasil dengan baik bila guru mempertimbangkan 5 hal mendasar, yaitu
(1) Intellectual Development, (2) Attention Span, (3) Sensory Input, (4) Affective Factors,
31
dan (5) Authentic, Meaningful Language. Intellectual development pada diri peserta didik
harus menjadi pertimbangan utama. Dalam hal ini Brown (2001) menegaskan bahwa anakanak sebelum usia 11 tahun, mereka ada pada fase concrete operation (mengutip Piaget),
sehingga pembelajaran tidak memberikan konsep-konsep abstrak. Dalam hubungannnya
dengan attention span, ditegaskan bahwa anak-anak memiliki perhatian yang sangat
singkat, oleh karena itu guru harus mencari strategi-strategi pembelajaran yang jitu untuk
mempertahankan dan meningkatkan perhatian mereka. Strategi yang paling tepat bagi
anak-anak adalah dengan menghadirkan permainan dan lagu. Sensory Input berkaitan
dengan upaya-upaya guru dalam pembelajaran yang memberikan masukan beragam bagi
anak-anak melalui kelima indranya. Hal ini terkait dengan konsep multiple inteligence,
yaitu anak-anak hendaknya dikembangkan berbagai kecakapannya melalui berbagai variasi
pembelajaran. Dalam hal ini Paul (2003) menegaskan bahwa guru hendaknya dapat
membangun kekuatan-kekuatan pada setiap anak, oleh karena ada anak tertentu paling
bagus belajar dengan menggambar atau bermain, sedangkan anak yang lain paling sesuai
belajar dengan mendengarkan atau menyanyikan lagu. Dengan konsep multiple intelligence
ini, maka guru diharapkan untuk lebih memvariasikan pembelajaran, karena siswa yang
diajar memiliki intelegensi yang berbeda-beda. Affective factors menyangkut sikap anakanak dalam pembelajaran. Agar mereka memiliki sikap yang positif, maka menjadi tugas
guru untuk mengupayakan berbagai strategi pembelajaran yang bervariasi yang mampu
mengajak anak-anak belajar. Cara-cara yang dapat ditempuh oleh guru adalah melalui
kegiatan-kegiatan yang dapat melibatkan mereka belajar sambil bermain (learning while
playing). Yang paling penting adalah pengenalan bahasa yang otentik dan bermakna.
Bahasa yang dipelajari hendaknya bahasa yang digunakan sehari-hari yang memiliki makna
bagi anak-anak di kemudian hari dalam kehidupannya (life skills). Untuk itulah bahasa
kelas (classroom language) sangat perlu dimaksimalkan pemanfaatannya agar siswa dapat
membentuk kebiasaan mendengar dan menggunakan bahasa yang dipelajari dalam
kehidupannya, mulai dari sekolah dan kemudian dapat dipraktekkan di masyarakat. Hal ini
didukung oleh Scott dan Ytreberg (2000) yang menekankan pentingnya para guru lebih
memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas dengan menggunakan bantuan
mimik, akting, boneka, dan lain-lain untuk dapat menyampaikan makna. Penggunaan
32
bahasa Inggris yang maksimal di dalam kelas sangat berguna, karena anak-anak hanya
mendapat kesempatan mendengar bahasa Inggris digunakan di dalam kelas. Senada dengan
Scott dan Ytreberg (2000), Paul (2003)
menegaskan bahwa guru perlu menggunakan
bahasa kelas untuk instruksi-instruksi kelas. Melalui cara tersebut, siswa dapat memahami
bagian-bagian bahasa secara periferal dan menghubungkan penggunaan bahasa Inggris
sesuai dengan perasaannya.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa guru sebagai sumber pembelajaran
bahasa Inggris hendaknya dapat memberikan model kebahasaan bahasa target yang benar
dan tepat. Pemberian model yang tepat dengan menggunakan bahasa kelas (classroom
language) yang baik dan benar dapat meningkatkan kompetensi bahasa Inggris mereka.
Setelah pemodelan yang diberikan oleh narasumber, yaitu melalui pemberian contoh
desain pembelajaran dengan tahapan sesuai pada langkah-langkah pembelajaran awal, inti,
penutup, para guru yang menjadi peserta kemudian diarahkan melalui kerja kelompok
untuk membuat desain pembelajaran dalam kelompok. Jadi, guru-guru bukan hanya
mendengarkan dan bertanya jawab tentang teori-teori pembelajaran untuk anak-anak, tetapi
yang lebih penting adalah praktek mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran
(learning by doing and experiencing). Dengan praktek langsung mempersiapkan dan
melaksanakan pembelajaran, para guru dapat memperdalam pemahamannya terhadap
pemanfaatan bahasa kelas baik dalam persiapan pembelajaran (RPP) atau pun dalam
implementasi melalui peer teaching. Di samping memperdalam pemahaman, dengan
learning by doing, guru juga dapat mengasah kemampuan berpikir kritis dalam
mementukan bahasa kelas apa saja yang cocok digunakan untuk pembelajaran dan
aktivitas-aktivitas tertentu. Strategi atau teknik pembelajaran yang berbeda menyebabkan
pemanfaatan bahasa kelas yang berbeda pula. Sehubungan dengan hal ini, Kruger (2010)
menyatakan bahwa learning by doing memiliki beberapa keuntungan, yaitu (1)
mendapatkan pemahaman yang lebih baik terhadap apa yang harus dilakukan dalam
kegiatan, (2) memahami apakah kita menyenangi kegiatan atau tidak, (3) memahami apa
yang harus diperbaiki, (4) memperdalam pemahaman terhadap materi yang dipelajari, dan
(5) meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dalam mempersiapkan pembelajaran berupa
skenario pembelajaran, mereka berdiskusi menentukan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris
33
yang akan digunakan dalam melaksanakan pembelajaran. Setelah mengaktualisasikan
pembelajaran melalui latihan mengajar dengan menggunakan bahasa kelas (classroom
language), para guru yang menjadi peserta didik kemudian memberikan komentar dan
masukan-masukan kepada temannya dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan
pembelajaran. Kegiatan memberikan komentar untuk perbaikan ini terkait dengan apa yang
diungkapkan Kruger (2010) di atas bahwa dengan learning by doing, para guru dapat
mengetahui apa yang mesti ditingkatkan dan disempurnakan “we know what we can
tweak”.
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Hal-hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan P2M ini adalah bahwa melalui kegiatan
P2M ini, Undiksha dapat berpartisipasi dalam usaha:
1) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan para guru bahasa Inggris di SD di
Kecamatan Sukasada melalui penyemaian informasi tentang pembelajaran bahasa
Inggris untuk anak-anak, yang meliputi: (1) Hakikat Pembelajaran Bahasa Inggris
untuk Anak-Anak di Sekolah Dasar, (2) Hakikat Bahasa Kelas (classroom
language), dan (3) contoh desain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas.
2) Peningkatan kompetensi para guru bahasa Inggris dalam mendesain dan
melaksanakan pembelajaran yang memaksimalkan penggunaan bahasa kelas
(classroom language).
5.2 Saran
Hal-hal yang dapat disarankan sesuai dengan simpulan di atas adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar hendaknya
secara terus-menerus diupayakan oleh berbagai pihak terkait terutama melalui
peningkatan kompetensi profesional guru dalam mendesain dan melaksanakan
pembelajaran.
2) Guru hendaknya berusaha secara terus menerus meningkatkan kualitas pemanfaatan
bahasa Inggris di dalam kelas, karena mereka adalah sumber dan model utama
bahasa target yang dipelajari siswa. Dengan menjadi sumber dan model yang baik,
siswa dapat memetik pembelajaran yang baik dari para guru mereka.
35
DAFTAR PUSTAKA
Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles. An Interactive Approach to Language
Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Chang, Yu-Ying. 2010. “English-Medium Instruction for Subject Courses in Tertiary
Education: Reactions from Taiwanese Undergraduate Students.” Taiwan
International ESP Journal, Volume 2, Number 1, (pp. 55-84).
Harmer, Jeremy. 2007a. How to Teach English. Essex: Pearson Education Limited.
-------. 2007b. The Practice of English Language Teaching. Essex: Pearson Education
Limited.
Kruger,
Sherri.
2010.
“Why
You
Should
Learn
by
Doing”.
http://www.dumblittleman.com/2010/10/why-you-should-learn-by-doing.html
(diakses tanggal 3 November 2013).
McKay, Penny. 2007. Assessing Young Language Learners. Cambridge: Cambridge
University Press.
Moon, Jayne. 2000. Children Learning English. Oxford: Macmillan Publishers Limited.
Nation, Paul. 2003. “The Role of the First Language in Foreign Language Learning.” Asian
EFL Journal, Volume 5, Issue 2. http://www.asian-efl-journal.com/site_ map_ 2003
.php (diakses tanggal 30 Agustus 2012).
Paul, David. 2003. Teaching English to Children in Asia. Hong Kong: Pearson Education
Asia Ltd.
Ratminingsih, Ni Made. 2010. Pengaruh Teknik Pembelajaran dan Tipe Kepribadian
terhadap Keterampilan Mendengarkan Bahasa Inggris: Studi Eksperimen pada
Siswa SD LAB Undiskha Singaraja. Disertasi Doktor (tidak diterbitkan). PPS
Universitas Negeri Jakarta.
Ratminingsih, Ni Made dan Budasi, I Gede. 2012. “Pelatihan Pemanfaatan Lagu-Lagu
Kreasi Khusus (Scripted Songs) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tema
di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.” Laporan Program
P2M, Universitas Pendidikan Ganesha.
Scott, Wendy A. and Lisbeth H. Ytreberg. 2000. Teaching English to Children, New York:
Longman Group UK Ltd.
36
Lampiran 1
Peta Lokasi Daerah Sasaran
Lampiran 2
:Foto Kegiatan P2M yang diselenggarakan di SD No.5 Sukasada
pada hari Sabtu, 3 Agustus 2013
Pembukaan oleh KUPP kecamatan Sukasada, I Made Sedana, S.Pd., M.Pd.
Penyemaian informasi oleh ketua pelaksana P2M
Pembagian materi pelatihan oleh panitia
Mendalami materi pelatihan
Sesi diskusi dan tanya jawab
Kerja kelompok mendesain pembelajaran
Kerja kelompok mendesain pembelajaran
Implementasi pembelajaran oleh perwakilan guru
MATERI PELATIHAN P2M
PENGGUNAAN BAHASA KELAS (CLASSROOM LANGUAGE)
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
DI SEKOLAH DASAR
DI KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG
Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
NIP. 196609081991022002
Dra. Luh Putu Artini, M.A., Ph.D.
NIP. 196407141988102001
Disampaikan pada Kegiatan Pelatihan yang Diselenggarakan di SD No.1 Sukasada
Sabtu, 3 Agustus 2013
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
Judul: Pelatihan Penggunaan Bahasa Kelas (Classroom Language) dalam
Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan
Sukasada Kabupaten Buleleng
1. PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak yang disebut English for Young
Learners (TEYL) sedang berkembang di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Kebijakan ini dimulai di Indonesia sejak diberlakukannya
Kurikulum 1994, dan sampai saat ini terus semakin perlu ditingkatkan pelaksanaannya. Hal
ini terkait dengan usaha pemerintah untuk menyiapkan para pembelajar yang handal dan
berkualitas, yang nantinya mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Bagi masyarakat Bali, pembelajaran bahasa Inggris yang diperkenalkan sejak dini
sangat signifikan, karena Bali sebagai salah satu daerah tujuan pariwisata internasional
menghendaki masyarakatnya untuk memiliki keterampilan berbahasa Inggris yang
memadai khususnya pemanfaatan bahasa lisan, agar dapat berkomunikasi dengan
wisatawan asing. Di samping itu, masyarakat Bali sangat sadar bahwa dengan kemampuan
berbahasa Inggris aktif akan membawa dampak positif dalam kehidupan (life skills), oleh
karena banyak lowongan pekerjaan utamanya dalam bisnis pariwisata serta pekerjaan lain
yang menyaratkan kemampuan berbahasa Inggris.
Sebagai upaya untuk mencapai tujuan tersebut, bahasa Inggris menjadi mata
pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di sekolah dasar. Pengenalan bahasa Inggris
sejak awal didasari oleh suatu konsep pedagogis bahwa semakin dini usia seseorang
diperkenalkan dengan bahasa target, semakin cepat dan semakin bagus penguasaan dan
pemerolehan anak terhadap bahasa yang dipelajari (Harmer, 2007b).
Secara hakiki, pembelajaran untuk anak-anak berbeda dengan pembelajaran untuk
orang dewasa. Pembelajar anak-anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan
kelompok lain. Beberapa karakteristik mendasar dari anak-anak adalah mereka senang
bermain dan memiliki konsentrasi yang singkat. Dengan krakteristik tersebut, guru bahasa
Inggris di sekolah dasar semestinya menggunakan strategi atau teknik mengajar yang
berbeda dengan para pembelajar bahasa lainnya. Terkait dengan hal ini, Brown (2001)
1
menegaskan bahwa terdapat lima kategori yang harus diperhatikan guru dalam merancang
pembelajaran bahasa Inggris yang sukses bagi anak-anak, yaitu (1) Intellectual
Development, (2) Attention Span, (3) Sensory Input, (4) Affective Factors, dan (5)
Authentic, Meaningful Language. Terkait dengan intellectual development, dijelaskan
bahwa anak-anak sampai pada usia 11 tahun masih dalam fase pertumbuhan intelektual
yang dinamakan oleh Piaget “concrete operation”. Dengan keterbatasan ini, segala bentuk
pembelajaran berupa aturan-aturan, penjelasan-penjelasan, dan pembahasan kebahasaan
yang bersifat abstrak hendaknya dilaksanakan dengan sangat hati-hati. Dari dimensi
attention span, diungkapkan bahwa lama tidaknya anak-anak berkonsentrasi dalam
pembelajaran banyak tergantung dari bagaimana pembelajaran itu dikemas oleh guru.
Mereka kurang atau tidak akan memperhatikan pelajaran jika materi yang diajarkan
membosankan, tidak berguna, dan terlalu sulit. Dengan demikian, tugas guru adalah untuk
membuat pembelajaran itu menarik, hidup dan menyenangkan.
Salah satu strategi untuk mengaktifkan dan mengefektifkan siswa dalam
pembelajaran adalah melalui penggunaan bahasa kelas (classroom language) yang relevan
dengan tingkat kemampuan pembelajar. Melalui pemanfaatan bahasa kelas yang relevan,
mereka dapat bekerja sama dan berkomunikasi dalam proses pembelajaran. Sehubungan
dengan pemanfaatan bahasa kelas, Scott dan Ytreberg (2000) mengemukakan bahwa jika
kerjasama dan komunikasi harus menjadi bagian dari proses pembelajaran bahasa serta
bagian dari proses perkembangan, maka pembelajaran hendaknya dikemas dengan
mengajarkan ekspresi-ekspresi bermakna dalam bahasa Inggris. Cara mengajarkannya
adalah melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language).
Di samping itu
pembelajaran bahasa kelas dapat melatih siswa untuk mengurangi ketergantungan pada
buku dan kemandirian dalam menggunakan bahasa untuk tujuan komunikasi. Jadi,
penggunaan bahasa kelas dapat mengarahkan siswa untuk belajar menggunakan bahasa
untuk mengekpresikan perasaannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam bahasa
target.
2
2. ANALISIS SITUASI
Kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal di
sekolah dasar yang di mulai sejak tahun 1994 sampai dengan pemberlakuan KTSP sejak
tahun 2006 belum dibarengi oleh usaha maksimal baik dari pihak pemerintah maupun
sekolah, terutama guru untuk memaksimalkan pembelajaran.
Dari pihak pemerintah dimaksudkan di sini adalah kurangnya guru-guru yang
memiliki kompetensi mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Terkait dengan hal ini,
hasil survei, melalui angket yang disebarkan kepada guru-guru bahasa Inggris di sekolah
dasar di Kecamatan Buleleng dan Sukasada, yang dilakukan Ratminingsih (2010)
membuktikan bahwa tenaga kependidikan (guru) yang dimiliki sekolah dasar di dua
kecamatan belum memadai dilihat dari latar belakang pendidikan. Dari 185 guru bahasa
Inggris tersebut,105 orang (56,75%) memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris,
sedangkan 80 orang (43,25%) tidak berlatar belakang bahasa Inggris. Data ini
membuktikan bahwa sampai dengan tahun 2010, masih terdapat hampir setengah jumlah
guru yang mengajarkan bahasa Inggris tidak memiliki persyaratan akademik yang
memadai. Selanjutnya, dari 80 guru yang tidak berlatar belakang pendidikan bahasa
Inggris, 46 orang (57,5%) adalah guru-guru tamatan D2 PGSD, 26 orang (32,5%) adalah
guru-guru tamatan S1 dengan latar belakang pendidikan bervariasi, dengan rincian 7 orang
(26,92%) tamatan S1 Agama Hindu, 5 orang (19,23%) S1 IPS (Ekonomi, Geografi, dan
Manajemen), masing-masing 2 orang (7,69%) tamatan S1 PKK dan Perhotelan, dan sisanya
adalah tamatan S1 Hukum, S1 Pendidikan Bahasa Indonesia, dan UT. Temuan yang tidak
kalah menarik yaitu 6 orang guru (13,64%) adalah tamatan SLTA (5 SPG dan 1 SMA),
berstatus PNS, yang juga berani mengajar bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa
tuntutan kurikulum muatan lokal yang diberlakukan pemerintah belum dibarengi dengan
perekrutan guru-guru yang memiliki kualitas akademik yang memadai, sehingga hal ini
dapat berdampak terhadap pengajaran yang kurang memenuhi standar pengajaran bahasa
Inggris yang baik dilihat dari segi ketepatan penanganan materi pembelajaran (aspek-aspek
kebahasaan dan keterampilan berbahasa) yang diajarkan, maupun dari prosedur
pembelajaran terkait dengan metode dan teknik pembelajaran yang digunakan.
3
Di sisi lain, dari pihak guru, hasil wawancara informal dengan beberapa guru di
Kelurahan Sukasada, didapatkan informasi bahwa dalam pembelajaran mereka lebih
banyak menggunakan buku teks (textbook oriented). Rutinitas pembelajaran dilakukan
dengan melakukan segala aktivitas atau tugas yang hanya ada di dalam buku teks. Hal ini
bisa membuat pembelajaran menjadi membosankan. Sementara itu, dari pengalaman
peneliti memberikan pelatihan penyegaran tentang strategi mengajar bahasa Inggris kepada
sekitar 100 guru-guru bahasa Inggris di lingkungan SD se-Kecamatan Buleleng (2006),
para guru menceritakan pengalaman mereka mengajar yang lebih menekankan pada
pembelajaran kosakata, karena menurutnya kosakata sangat penting untuk bisa
menggunakan bahasa Inggris. Pendapat tersebut memang cukup beralasan dan menurut
peneliti memang benar bahwa tanpa kosakata yang memadai, tidak ada seorang pun yang
mampu menggunakan bahasa.
Strategi atau teknik yang biasanya digunakan oleh guru dalam mengajar cenderung
bersifat konvensional, yaitu setelah mengajarkan melafalkan kosakata secara berulangulang (drills), guru menjelaskan kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan, yaitu
memberikan padanannya dalam bahasa ibu (bahasa Indonesia). Pemanfaatan bahasa
pertama (L1) bila dilakukan terlalu sering, bahkan mendominasi tidak baik atau tidak
membantu siswa menguasai bahasa yang dipelajari. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat
menjadi model bahasa target dengan baik, yakni lebih banyak menggunakan bahasa Inggris
di dalam kelas.
Temuan terkini dari kegiatan P2M yang dilakukan Ratminingsih dan Budasi (2012)
menunjukkan bahwa dari 25 guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Sukasada
yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, hanya 6 orang guru (24%) yang berlatar
belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan mayoritas guru, yaitu 19 orang (76%)
berlatar belakang pendidikan non bahasa Inggris. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas
guru yang mengajarkan bahasa Inggris di 25 sekolah dasar belum memiliki kualitas
pembelajaran bahasa Inggris yang memadai.
Dari semua temuan di atas, tim pelaksana kegiatan merasa berkepentingan untuk
membantu para guru, utamanya yang tidak berlatar belakang kependidikan bahasa Inggris
agar dapat meningkatkan kualitas bahasa Inggris yang digunakan di dalam kelas melalui
4
pelatihan penggunaan bahasa kelas (classroom language). Dengan pelatihan tersebut, para
guru akan diperkenalkan dengan berbagai ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana
dan bermakna, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan siswa. Dengan
penggunaan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang memadai, maka secara simultan guru
dapat lebih mendominankan penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran.
Dengan demikian, siswa akan menjadi terbiasa dengan pemanfaatan bahasa kelas, dan
melalui cara tersebut, mereka akan dapat memeroleh bahasa secara alami (language
acquisition).
3.
IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan analisis situasi di atas, ada beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi:
a) Pembelajaran masih berfokus pada pemanfaatan utama buku teks (textbook),
sehingga pembelajaran menjadi kegiatan rutinitas yang dapat membosankan.
b) Pembelajaran cenderung bersifat konvensional, yaitu guru menjadi figur aktif,
mengajarkan pelafalan setiap kosakata, melalui latihan pengulangan (drills), dan
kemudian
menjelaskan
makna
setiap
kosakata
bahasa
Inggris
dengan
menerjemahkan.
c) Dominansi penggunaan bahasa Indonesia sebagai medium pembelajaran.
d) Mayoritas guru bahasa Inggris di Kecamatan Sukasada pada tahun 2012 (76%)
belum memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang memadai.
Mengacu pada masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, maka rumusan
permasalahan yang diangkat pada pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut:
a) Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris
dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language)?
b) Bagaimana
meningkatkan
keterampilan
guru-guru
bahasa
Inggris
dalam
melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas (classroom
language) yang relevan dan efektif ?
5
4. TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Hakikat Pembelajar Pemula (Anak-Anak)
Harmer (2007a) menggolongkan tiga kelompok umur pembelajar, yaitu anak-anak
(children), remaja (adolescents), dan dewasa (adults). Anak-anak adalah kelompok
pembelajar dengan usia 2 sampai dengan 14 tahun, remaja adalah kelompok pembelajar
dengan usia antara 12 sampai dengan 17 tahun, dan dewasa umumnya mereka yang
berumur antara 16 tahun ke atas. Khusus untuk istilah anak-anak (children), Harmer
menggolongkan dua kelompok usia anak-anak, yaitu young learners adalah mereka yang
berumur antara 5 sampai dengan 9 tahun, dan very young learners biasanya antara 2 sampai
dengan 5 tahun.
McKay (2007: 1) mendefinisikan young language learners sebagai berikut:
Young language learners are those who are learning a foreign or second language
and who are doing so during the first six or seven years of formal schooling. In the
education system of most countries, young learners are children who are in the
primary or elementary school. In terms of age, young learners are between the ages
of approximately five and twelve.
Dalam kutipan tersebut, McKay menegaskan bahwa yang dimaksud dengan
pembelajar anak-anak adalah mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau
bahasa kedua pada enam atau tujuh tahun pertama pembelajaran di sekolah formal dan
biasanya diajarkan di sekolah dasar. Dari segi usia, mereka rata-rata berusia antara 5
sampai dengan 12 tahun.
Selanjutnya, Harmer (2007a) mengemukakan bahwa karakteristik anak-anak ketika
belajar ialah mereka tidak hanya fokus pada apa yang diajarkan, tetapi juga belajar banyak
hal pada saat yang bersamaan, seperti mengambil informasi dari sekitarnya. Melihat,
mendengar, dan menyentuh sama pentingnya dengan penjelasan guru dalam proses
pemahaman. Abstraksi aturan-aturan gramatika kurang efektif bila diajarkan pada anakanak. Anak-anak biasanya merespon dengan baik pada aktivitas-aktivitas yang
memfokuskan pada kehidupan dan pengalaman mereka. Namun, perhatian anak-anak, yaitu
kemauan untuk tetap memperhatikan satu kegiatan biasanya singkat. Salah satu
karakteristik penting anak-anak adalah kemampuannya menjadi pembicara yang kompeten
6
dari sebuah bahasa baru bila disediakan fasilitas yang memadai, dan bila mendapatkan
pajanan bahasa yang mencukupi.
Harmer (2007b) lebih jauh mengungkapkan bahwa umur merupakan salah satu
faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan terhadap apa yang
diajar dan bagaimana mengajar. Orang-orang yang berbeda usia memiliki kebutuhan,
kompetensi, keterampilan kognitif yang berbeda. Anak-anak lebih baik memperoleh bahasa
asing melalui permainan, sedangkan orang dewasa mungkin lebih baik belajar melalui
pemanfaatan pikiran abstrak. Salah satu kepercayaan yang berlaku umum terkait dengan
hubungan umur dan belajar bahasa adalah bahwa anak-anak belajar lebih cepat dan lebih
efektif dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Scott dan Ytreberg (2000: 1) menegaskan yang dimaksudkan anak-anak adalah
mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 10 atau 11 tahun. Namun, mereka membagi
anak-anak ke dalam dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok 5 sampai 7 tahun, dan (2)
kelompok 8 sampai 10 tahun. Karakteristik anak-anak pada usia 5 sampai 7 tahun adalah
(1) mereka bisa mengatakan apa yang sedang dikerjakan, (2) mereka bisa memberitahu apa
yang telah dikerjakan atau didengar, (3) mereka bisa merencanakan aktivitas, (4) mereka
bisa berargumentasi, (5) mereka bisa menggunakan alasan logis, (6) mereka bisa
menggunakan imajinasi dengan jelas, (7) mereka dapat menggunakan pola intonasi yang
bervariasi dalam bahasa ibu, dan (8) mereka bisa memahami interaksi manusia langsung.
Sedangkan, karakteristik umum anak-anak umur 8 sampai 10 tahun adalah (1) konsep dasar
mereka terbentuk. Mereka memiliki pandangan yang jelas terhadap dunia, (2) mereka bisa
membedakan antara fakta dengan fiksi, (3) mereka selalu bertanya, (4) mereka percaya
dengan kata-kata lisan dan dunia fisik untuk menyampaikan dan memahami makna, (5)
mereka bisa mengambil keputusan terhadap apa yang harus mereka pembelajari, (6) mereka
mempunyai pandangan yang jelas terhadap apa yang dia suka dan tidak suka, (7) mereka
memahami rasa keadilan yang terjadi di kelas, dan (8) mereka dapat bekerja sama dengan
dan belajar dari orang lain.
Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar tergolong
anak-anak, yang oleh Harmer (2007a) disebut children atau young learners, yang berusia
7
antara 6 tahun s.d. 12 tahun yang belajar di sekolah selama 6 tahun (McKay, 2007), dan
oleh Scott dan Ytreberg (2000) dikategorikan pada kelompok kedua.
Paul (2003) mengemukakan bahwa dalam teori intelegensi jamak (multiple
intelligence), anak-anak memiliki intelegensi yang berbeda-beda. Anak tertentu bisa lebih
berintelegensi dalam satu hal, sedangkan anak yang lain lebih berintelegensi dalam hal
yang lain. Tugas guru adalah menemukan kekuatan-kekuatan pada setiap anak dan
membangun kekuatan-kekuatan tersebut. Moon (2000) menjelaskan bahwa anak-anak yang
belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing di sekolah telah mempelajari
satu bahasa, dan ketika masuk kelas, mereka akan membawa pengalaman dalam bahasa
sebelumnya, yang dapat membantunya belajar dan belajar bahasa Inggris. Guru hendaknya
bisa memanfaatkan dan membangun kemampuan dan karakteristik ini. Situasi belajar
bahasa Inggris sebagai bahasa asing, anak-anak akan sangat tergantung secara keseluruhan
hanya pada lingkungan sekolah sebagai input. Dengan demikian, guru biasanya merupakan
satu-satunya sumber yang memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran
bahasa anak. Di samping itu, anak-anak tidak belajar dengan satu cara, tetapi menggunakan
berbagai cara. Mereka hanya bisa menggunakan cara-cara tersebut, jika guru
mengembangkan lingkungan belajar yang tepat, yaitu suatu lingkungan belajar yang
memberikan cukup pajanan yang memberikan input bermakna, memberikan mereka
kebebasan untuk mengambil resiko dan meneliti, membuat mereka mau menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman-temannya, dan
mendapatkan umpan balik dari proses belajar.
Dari paparan Moon (2000) dan Paul (2003) di atas, dapat disimpulkan bahwa guru
merupakan sumber belajar penting dan utama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai
bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena itu guru hendaknya dapat menjadi model
bahasa target yang memadai agar anak-anak dapat memiliki kompetensi berkomunikasi
dalam bahasa yang mereka pelajari.
4.2. Bahasa Kelas (Classroom Language)
Bahasa kelas (classroom language) secara umum dapat dikatakan sebagi ekspresiekspresi bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi di kelas antara guru dan peserta
8
didik. Menurut Scott dan Ytreberg (2000:17), bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa
Inggris yang sederhana dan bermakna yang digunakan untuk membantu anak-anak
berkembang dari ketergantungan pada buku menjadi lebih mandiri dalam usaha untuk
berkomunikasi. Pemanfaatan bahasa kelas oleh guru sangat penting dalam proses belajar
mengajar agar anak-anak terbiasa dalam menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris
dalam berinteraksi. Beberapa contoh ekspresi bahasa yang segera harus diajarkan kepada
pembelajar anak-anak sejak awal, seperti:
Good morning/afternoon
Good bye
Can I ...................., please?
Sorry, I don’t know/don’t understand/can’t
What’s this called in English?/ What’s the English for ...........
Whose turn is it/book is this/chair is this?
Whose turn is it to ....................
It’s my/your/his/her turn.
Pass the .................., please.
Lebih lanjut, Scott dan Ytreberg (2000) menegaskan agar guru lebih
memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas dengan menggunakan bantuan
mimik, akting, boneka, dan lain-lain untuk dapat menyampaikan makna. Penggunaan
bahasa Inggris yang maksimal di dalam kelas sangat berguna, karena anak-anak hanya
mendapat kesempatan mendengar bahasa Inggris digunakan di dalam kelas. Di luar sekolah
mereka biasanya kurang mendapat ekspos bahasa. Oleh karena itu, guru hendaknya
mengupayakan penggunaan bahasa Inggris yang sederhana, natural dan sesuai dengan level
siswa. Dengan strategi tersebut, guru dapat memperbanyak pemanfaatan bahasa Inggris
sebagai medium pembelajaran daripada bahasa Indonesia, yang lebih bermanfaat dalam
usaha pemerolehan bahasa target.
Paul (2003) menambahkan bahwa guru perlu menggunakan bahasa kelas untuk
instruksi-instruksi kelas. Tugas guru untuk memberikan contoh dan membimbing siswa
untuk menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris secara natural. Melalui cara tersebut,
siswa dapat memahami bagian-bagian bahasa secara periferal dan menghubungkan
penggunaan bahasa Inggris sesuai dengan perasaannya. Beberapa bahasa kelas yang
dipaparkan oleh Paul (2003: 81) adalah sebagai berikut:
9
Classroom Language
Simple Expressions
 Good Afternoon.
 How are you today?
 Thank you.
 I’m sorry.
 I don’t know.
 Goodbye.
 See you next week.
 May I open the window?
Between the children
 Can I borrow your ... , please?
 Sure.
 Here you are.
 It’s my turn.
 It’s your turn.
 May I have a ...?
Asking for help
 Could you repeat that, please?
 What’s this in English?
 What’s that in English?
 How do you spell...?
 I don’t understand.
 Please help me.
 How do I say...?
From the teacher
 Guess.
 Please stand up.
 Please open your books.
 Let’s write/ go home.
 Let’s play ...
 What’s the weather like today?
 It’s time to write/ go home
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi
bahasa yang umum digunakan oleh guru maupun siswa sebagai bagian dari kegiatan
berkomunikasi atau interaksi.
Sehubungan dengan hal di atas, Nation (2003) menegaskan bahwa penggunaan
bahasa Inggris dalam kelas bahasa hendaknya dimaksimalkan kapan saja memungkinkan
secara terus menerus maupun melalui pengelolaan kelas. Nation (2003) menambahkan
bahwa ketika siswa memiliki sedikit kesempatan menggunakan bahasa target di luar kelas,
tugas guru untuk memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris yang dipelajari di dalam
kelas. Salah satu cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui pengelolaan kelas (classroom
management), seperti menyuruh siswa apa yang perlu dikerjakan, misalnya take your
books, turn to page 7; mengontrol perilaku, misalnya be quiet; menjelaskan aktivitas,
misalnya get into pairs.
Terkait dengan pemanfaatan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam
pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, Chang (2010) melaporkan hasil
surveinya terhadap 370 mahasiswa S1 di Taiwan bahwa mereka memiliki sikap positif
terhadap penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar (English as a Medium of
10
Instruction), dan mayoritas setuju bahwa pembelajaran dengan bahasa pengantar bahasa
Inggris dapat meningkatkan profisiensi bahasa Inggris mereka terutama keterampilan
mendengarkan.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa kelas sebagai
medium pembelajaran sangat penting dilakukan oleh guru sebagai upaya memaksimalkan
pemanfaatan bahasa Inggris di dalam kelas guna membimbing dan melatih siswa agar dapat
menggunakan bahasa untuk tujuan berkomunikasi dan meningkatkan profisiensi mereka.
5. TUJUAN KEGIATAN
Sesuai dengan analisis situasi dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas,
maka tujuan dari pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai
berikut:
a) Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di
sekolah dasar dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language).
b) Untuk meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam melaksanakan
pembelajaran
dengan menggunakan bahasa (classroom language).kelas yang
relevan dan efektif.
6. MANFAAT KEGIATAN
Melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat ini, manfaat yang dapat dipetik oleh
beberapa pihak adalah sebagai berikut:
a) Bagi Guru Bahasa Inggris Sekolah Dasar
Kegiatan P2M ini akan memberikan masukan yang berharga berupa pengetahuan
dan keterampilan praktis bagi guru-guru bahasa Inggris dalam rangka mengupayakan
pembelajaran yang lebih berkualitas, yaitu dalam menggunakan bahasa kelas (classroom
language) yang lebih optimal. Khusus bagi guru-guru bahasa Inggris yang tidak memiliki
latar belakang kependidikan
bahasa Inggris yang memadai, kegiatan ini akan sangat
bermanfaat dalam melatih kemampuan mereka menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa
Inggris yang sederhana dan bermakna dalam proses pembelajar, sehingga dapat
11
meningkatkan dominasi penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran daripada
bahasa Indonesia.
b) Bagi Sekolah
Kegiatan P2M ini akan memberikan kontribusi positif
terhadap peningkatan
kualitas guru bahasa Inggris dari segi penambahan pengetahuan dan keterampilan praktis
melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris yang lebih baik, yaitu dalam berkomunikasi
dan berinteraksi di kelas melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language).
c) Bagi Siswa Sekolah Dasar
Dengan adanya pembaharuan dalam cara guru mengajarkan bahasa Inggris, yaitu
melalui penggunaan bahasa kelas (classroom language) yang optimal, siswa akan berlatih
secara terus menerus berkomunikasi dan berinteraksi lebih banyak dalam bahasa target
(bahasa Inggris). Bila hal tersebut terus diupayakan oleh guru, maka pemanfaatan bahasa
kelas akan menjadi kebiasaan (habit), yang sangat berguna dalam mempercepat proses
pemerolehan bahasa target.
d) Bagi UNDIKSHA
Sebagai sebuah LPTK, yang salah satu dari Tri Dharma adalah melakukan
pengabdian pada masyarakat, kegiatan P2M ini akan menjadi salah satu wujud kepedulian
Undiksha untuk berperan aktif secara berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas SDM
(guru) di Propinsi Bali pada umumnya dan di Kabupaten Buleleng khususnya, yaitu di
Kecamatan Sukasada.
12
7. CONTOH DESAIN PEMBELAJARAN
Jam pelajaran 2 x 35 menit
Langkah
Kegiatan Guru
Pembelajaran
Memberi salam kepada
Kegiatan
Awal
(Pre- siswa.
Activity)
- Good morning students
- How are you today?
- I’m fine, thank you. How
about you?
- I’m OK/pretty well/not
in a good condition
Mengecek
kehadiran
siswa.
- Who’s absent today?
- Where is Dian?
- What happens to her?
- Is she sick?
Memberikan
beberapa
pertanyaan terkait dengan
tema
pembelajaran,
misalnya:
- When you meet someone
in
the
morning/
afternoon, evening, what
will you say?
- What will you say when
someone asks how are
you today?
Kegiatan Siswa
Waktu
Membalas salam.
2 menit
- Good morning teacher
- How are you?
- I’m fine, thank you. How
about you?
- I’m OK/pretty well/not in
a good condition
Mendengarkan
dan 3 menit
menjawab pertanyaan
- Dian is absent today
- Dian is not coming
- She is sick
Memperhatikan
dan 3 menit
merespon pertanyaan guru.
Good
morning/
afternoon/evening
I’m fine/OK/pretty well,
thank you. How about
you?
Memberitahukan
topik Mendengarkan
dan 2 menit
pelajaran
yang
akan memperhatikan penjelasan
dibahas (Greetings).
guru.
- Today We are going to
learn about.....
- Our lesson today is about
....
-Now We are going to
study about ...
13
Kegiatan Inti Memperkenalkan
permainan 1 ”Jigsaw
(Whilst
Listening”
dan
Activity)
memberikan
aturan
permainan.
-Listen carefully, I will
give you a game.
-Do you like to play a
game?
-Its name is Jigsaw game/
-We will play Jigsaw.
Mendengarkan
permainan
aturan
2 menit
Yes, I do/we do
Yes, I like it/we like it
Memberikan lembar kerja Melakukan
permainan 10
dan
menyuruh
siswa secara berpasangan.
menit
melakukan
permainan
secara berpasangan, yaitu
menyusun kalimat-kalimat
acak menjadi sebuah
percakapan
setelah
mendengarkan teks.
-Please pay attention
-You work with your
partner/friend next to you/
-Please find one friend
-Read
the
sentence
silently/loudly
-Arrange sentences after
you listen to the tape with
your partner
-You will listen to the tape
3 times
- Are you ready?
- Please listen now.
Mengecek jawaban siswa.
- Are you finished?
- Are you done?
- Is it easy/difficult?
- Now,Lets check your
answer.
14
Memberikan respon.
Yes, we are
It’s easy/difficult
OK.
5 menit
Memberikan teks dialog Mendengarkan
yang
lengkap
dan mengulangi
memberi contoh membaca seksama.
teks dialog dengan lafal
yang benar.
- Please be quiet and listen
again.
- Now I have a dialogue
- I will read the dialogue
Menyuruh
beberapa
pasang siswa membaca
dialog
seperti
yang
dicontohkan oleh guru.
dan 5 menit
dengan
10
menit
-It’s your turn now to read
the dialogue/It’s time for
you to read the dialogue.
-Dian and Dina, please.
Menyuruh siswa bekerja Melakukan dialog secara
25
berpasangan
membuat berpasangan.
dialog sederhana seperti
menit
contoh dan kemudian
mempraktekkannya
di
depan kelas.
-Now, it’s time to practise
speaking.
-Make a dialogue like the
example.
-Do the dialogue in front
of the class.
- I will give you
mark/score.
Menanyakan opini siswa
Kegiatan
Akhir (Post- tentang pelajaran hari itu.
-How do you feel?
Activity)
-Are you happy?
-Do you like the lesson?
Menutup pelajaran dengan
salam perpisahan.
15
Merespon dengan jujur 2 menit
bagaimana opini mereka
tentang pelajaran.
Yes, I/we do
Yes, I’m/we are happy
Merespon
salam 1 menit
perpisahan.
-That’s our lesson for
today.
-That’s all for today.
It’s break time.
-Good bye.
Good bye
-See you later
See you later.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles. An Interactive Approach to Language
Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Chang, Yu-Ying. 2010. “English-Medium Instruction for Subject Courses in Tertiary
Education: Reactions from Taiwanese Undergraduate Students.” Taiwan
International ESP Journal, Volume 2, Number 1, (pp. 55-84).
Harmer, Jeremy. 2007a. How to Teach English. Essex: Pearson Education Limited.
-------. 2007b. The Practice of English Language Teaching. Essex: Pearson Education
Limited.
McKay, Penny. 2007. Assessing Young Language Learners. Cambridge: Cambridge
University Press.
Moon, Jayne. 2000. Children Learning English. Oxford: Macmillan Publishers Limited.
Nation, Paul. 2003. “The Role of the First Language in Foreign Language Learning.” Asian
EFL Journal, Volume 5, Issue 2. http://www.asian-efl-journal.com/site_ map_ 2003
.php (diakses tanggal 30 Agustus 2012).
Paul, David. 2003. Teaching English to Children in Asia. Hong Kong: Pearson Education
Asia Ltd.
Ratminingsih, Ni Made. 2010. Pengaruh Teknik Pembelajaran dan Tipe Kepribadian
terhadap Keterampilan Mendengarkan Bahasa Inggris: Studi Eksperimen pada
Siswa SD LAB Undiskha Singaraja. Disertasi Doktor (tidak diterbitkan). PPS
Universitas Negeri Jakarta.
Ratminingsih, Ni Made dan Budasi, I Gede. 2012. “Pelatihan Pemanfaatan Lagu-Lagu
Kreasi Khusus (Scripted Songs) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tema
di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.” Laporan Program
P2M, Universitas Pendidikan Ganesha.
Scott, Wendy A. and Lisbeth H. Ytreberg. 2000. Teaching English to Children, New York:
Longman Group UK Ltd.
16
SUSUNAN PANITIA KEGIATAN P2M 2013
NO NAMA
JABATAN
1
Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
Ketua Panitia Pelaksana Kegiatan
2
Dr. Luh Putu Artini, M.A.
Wakil Ketua Panitia
3
I Gede Sugiarta, S.Pd., M.Pd.
Sie Tempat
4
I Nyoman Sunendra, S.Pd, M.Pd.
Sie Sekretariat
5
Made Raksa, S.Pd.,M.Pd.
Sie Perlengkapan
6
Wisnu Saputra
Sie Acara
7
Made Jane Purnama
MC
8
Gusti Ngurah Arya Bayu Permadi
Sie Dokumentasi
9
Putu Adi Setiawan
Sie Konsumsi
SUSUNAN ACARA KEGIATAN P2M
PELATIHAN PENGGUNAAN BAHASA KELAS (CLASSROOM
LANGUAGE) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
DI SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN SUKASADA
SABTU, 3 AGUSTUS 2013
NO WAKTU
KEGIATAN
KETERANGAN
1
08.30-09.00
Presensi Peserta
Sie Acara
2
09.00-09.30
Pembukaan:
1) Berdoa
Petugas
2) Menyanyikan
Lagu
Indonesia Petugas
Raya
Kepala
3) Sambutan
UPP
Kec.
Sukasada
Ketua LPM Undiksha
4) Sambutan dan pembukaan secara
resmi kegiatan pelatihan
3
09.30-09.40
Kudapan
Sie Konsumsi
4
09.40-10.30
Pemaparan
Materi
Bahasa
Kelas Dr.
Ni
Made
(classroom language) dan contoh desain Ratminingsih, M.A.
pembelajaran
5
10.30-11.30
Latihan mendesain pembelajaran dengan Peserta dibagi dalam 5
menggunakan bahasa kelas (classroom kelompok
language) dalam kelompok
6
11.30-12.00
Istirahat Makan Siang
7
12.00-13.30
Latihan
dengan
8
13.30-14.00
Petugas
melaksanakan
menggunakan
pembelajaran Performansi perwakilan
bahasa
kelas dari
masing-masing
(classroom language)
kelompok
Penutupan dan administrasi
Petugas
Singaraja, 3 Agustus 2013
Ketua Pelaksana,
Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
NIP 196609081991022002
DAFTAR HONOR KEGIATAN P2M 2013
NO JENIS KEGIATAN
JUMLAH HONOR
1
Honor pembuatan proposal
600.000,-
2
Honor pemakalah/fasilitator
750.000,-
3
Honor pembuatan laporan
750.000,-
Total Pengeluaran
2.100.000,-
Tanda Tangan
Download