LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PELATIHAN PENGGUNAAN BAHASA KELAS (CLASSROOM LANGUAGE) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. NIP. 196609081991022002 Dra. Luh Putu Artini, M.A., Ph.D. NIP. 196407141988102001 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 023.04.2.552581/2013 revisi 2 tanggal 01 Mei 2013 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2013 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT a. Judul Program b. Jenis Program c. Bidang Kegiatan d. Identitas Pelaksana : 1. Ketua Nama NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor Alamat Rumah 2. Anggota 1 Nama NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor Alamat Rumah e. Biaya yang diperlukan f. Lama Kegiatan : Pelatihan Penggunaan Bahasa Kelas (Classroom Language) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng : Pelatihan : Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak : Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. : 196609081991022002 : Pembina/IVa : Jl. A. Yani No. 67, Singaraja : Jl. Jelantik Gingsir No. 83, Sukasada, Singaraja, Bali : Dra. Luh Putu Artini, M.A.,Ph.D. : 196407141988102001 : Pembina/IVa : Jl. A. Yani No. 67, Singaraja : Perum Asri Agung Persada Blok B/2, Jalan Tri Brata Singaraja, Bali : Rp. 7.500.000,: 6 bulan Mengetahui, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha Prof. Dr. P.K. Nitiasih, M.A. NIP. 196206261986032002 Singaraja, 6 November 2013 Ketua Pelaksana, Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. NIP. 196609081991022002 Mengetahui Ketua LPM Undiksha Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. NIP. 1959010119840100 ii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, pelaksana P2M Undiksha dapat melaksanakan kegiatan P2M yang berjudul “Pelatihan Penggunaan Bahasa Kelas (Classroom Language) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng” dengan baik, lancar dan sesuai dengan rencana. Dalam kesempatan ini, kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan P2M ini, antara lain: Ucapan terima kasih ditujukan kepada Rektor Universitas Pendidikan Ganesha, yang dalam hal ini melalui LPM telah menyalurkan dana DIPA untuk pelaksanaan P2M ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala UPP Kecamatan Sukasada, staf, dan Pengawas Sekolah yang telah mendukung dan menyambut baik kegiatan P2M ini. Pelaksana juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua panitia dan peserta yang telah berpartisipasi dalam kegiatan P2M ini. Terima kasih yang tulus juga kami ucapkan kepada bapak Kepala Sekolah SD No.5 Sukasada, atas ijin yang diberikan untuk menggunakan sekolahnya yang dipimpinnya sebagai tempat pelaksanaan kegiatan P2M, dan mempersiapkan tempat kegiatan dengan sangat baik. Akhir kata, kepada semua pihak yang terlibat, yang tidak bisa disebutkan satu persatu, kami ucapkan terimakasih banyak. Semoga semua kebaikannya mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pelaksana yakin bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan laporan ini diterima dengan senang hati. Singaraja, 6 November 2013 Ketua Pelaksana, Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. NIP. 196609081991022002 iv DAFTAR ISI Halaman Sampul Muka i Halaman Pengesahan ii Abstrak iii Kata Pengantar iv Daftar Isi v BAB I: PENDAHULUAN 1 1.1 Analisis Situasi 1 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah 5 1.3 Tujuan Kegiatan 5 1.4 Manfaat Kegiatan 6 BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Hakikat Pebelajar Pemula (Anak-anak) 8 2.2 Bahasa Kelas (Classroom Language) 10 BAB III: METODE PELAKSANAAN KEGIATAN P2M 14 3.1 Khalayak Strategis 14 3.2 Metode Kegiatan 14 3.3 Kerangka Pemecahan Masalah 15 3.4 Keterkaitan 18 3.5 Rancangan Evaluasi 18 BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN 20 4.1 Hasil Kegiatan P2M 20 4.2 Pembahasan 28 BAB V: PENUTUP 35 5.1 Simpulan 35 5.2 Saran 35 DAFTAR PUSTAKA 36 LAMPIRAN-LAMPIRAN 37 Lampiran 1: Peta Lokasi Kegiatan Lampiran 2 : Foto Kegiatan v Lampiran 3 : Materi Pelatihan Lampiran 4 : Susunan Panitia Lampiran 5 : Susunan Acara Lampiran 6 :Daftar Hadir Peserta Lampiran 7 :Daftar Hadir Panitia Lampiran 8 : Daftar Honor Pemakalah/Fasilitator Lampiran 9 : Daftar Bantuan Transport Peserta Lampiran 10 : Daftar Bantuan Transport Pemakalah/Pejabat Terkait Lampiran 11 : Daftar Bantuan Transport Panitia Lampiran 12 : Hasil Kerja Kelompok Lampiran 13 : Klipping Koran Nusa Bali Lampiran 14: Surat Ijin Ketua LPM Lampiran 15: Hasil Monitoring Kegiatan dari Sekretaris LPM dan Reviewer Lampiran 16: Surat Keterangan Peaksanaan P2M dari KUPP Kecamatan Sukasada Lampiran 17: Surat Perjanjian Kerja (SPK) P2M 2013 vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak yang disebut English for Young Learners (TEYL) sedang berkembang di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kebijakan ini dimulai di Indonesia sejak diberlakukannya Kurikulum 1994, dan sampai saat ini terus semakin perlu ditingkatkan pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan usaha pemerintah untuk menyiapkan para pebelajar yang handal dan berkualitas, yang nantinya mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional. Bagi masyarakat Bali, pembelajaran bahasa Inggris yang diperkenalkan sejak dini sangat signifikan, karena Bali sebagai salah satu daerah tujuan pariwisata internasional menghendaki masyarakatnya untuk memiliki keterampilan berbahasa Inggris yang memadai khususnya pemanfaatan bahasa lisan, agar dapat berkomunikasi dengan wisatawan asing. Di samping itu, masyarakat Bali sangat sadar bahwa dengan kemampuan berbahasa Inggris aktif akan membawa dampak positif dalam kehidupan (life skills), oleh karena banyak lowongan pekerjaan utamanya dalam bisnis pariwisata serta pekerjaan lain yang menyaratkan kemampuan berbahasa Inggris. Sebagai upaya untuk mencapai tujuan tersebut, bahasa Inggris menjadi mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di sekolah dasar. Pengenalan bahasa Inggris sejak awal didasari oleh suatu konsep pedagogis bahwa semakin dini usia seseorang diperkenalkan dengan bahasa target, semakin cepat dan semakin bagus penguasaan dan pemerolehan anak terhadap bahasa yang dipelajari (Harmer, 2007b). Secara hakiki, pembelajaran untuk anak-anak berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa. Pebelajar anak-anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok lain. Beberapa karakteristik mendasar dari anak-anak adalah mereka senang bermain dan memiliki konsentrasi yang singkat. Dengan krakteristik tersebut, guru bahasa Inggris di sekolah dasar semestinya menggunakan strategi atau teknik mengajar yang berbeda dengan para pebelajar bahasa lainnya. Terkait dengan hal ini, Brown (2001) menegaskan bahwa terdapat lima kategori yang harus diperhatikan guru dalam merancang pembelajaran bahasa 1 Inggris yang sukses bagi anak-anak, yaitu (1) Intellectual Development, (2) Attention Span, (3) Sensory Input, (4) Affective Factors, dan (5) Authentic, Meaningful Language. Terkait dengan intellectual development, dijelaskan bahwa anak-anak sampai pada usia 11 tahun masih dalam fase pertumbuhan intelektual yang dinamakan oleh Piaget “concrete operation”. Dengan keterbatasan ini, segala bentuk pembelajaran berupa aturan-aturan, penjelasan-penjelasan, dan pembahasan kebahasaan yang bersifat abstrak hendaknya dilaksanakan dengan sangat hati-hati. Dari dimensi attention span, diungkapkan bahwa lama tidaknya anak-anak berkonsentrasi dalam pembelajaran banyak tergantung dari bagaimana pembelajaran itu dikemas oleh guru. Mereka kurang atau tidak akan memperhatikan pelajaran jika materi yang diajarkan membosankan, tidak berguna, dan terlalu sulit. Dengan demikian, tugas guru adalah untuk membuat pembelajaran itu menarik, hidup dan menyenangkan. Salah satu strategi untuk mengaktifkan dan mengefektifkan siswa dalam pembelajaran adalah melalui penggunaan bahasa kelas (classroom language) yang relevan dengan tingkat kemampuan pebelajar. Melalui pemanfaatan bahasa kelas yang relevan, mereka dapat bekerja sama dan berkomunikasi dalam proses pembelajaran. Sehubungan dengan pemanfaatan bahasa kelas, Scott dan Ytreberg (2000) mengemukakan bahwa jika kerjasama dan komunikasi harus menjadi bagian dari proses pembelajaran bahasa serta bagian dari proses perkembangan, maka pembelajaran hendaknya dikemas dengan mengajarkan ekspresi-ekspresi bermakna dalam bahasa Inggris. Cara mengajarkannya adalah melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language). Di samping itu pembelajaran bahasa kelas dapat melatih siswa untuk mengurangi ketergantungan pada buku dan kemandirian dalam menggunakan bahasa untuk tujuan komunikasi. Jadi, penggunaan bahasa kelas dapat mengarahkan siswa untuk belajar menggunakan bahasa untuk mengekpresikan perasaannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam bahasa target. 2 Kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah dasar yang di mulai sejak tahun 1994 sampai dengan pemberlakuan KTSP sejak tahun 2006 belum dibarengi oleh usaha maksimal baik dari pihak pemerintah maupun sekolah, terutama guru untuk memaksimalkan pembelajaran. Pemerintah kurang memperhatikan kualifikasi guru-guru yang mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Hasil survei, melalui angket yang disebarkan kepada guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Buleleng dan Sukasada, yang dilakukan Ratminingsih (2010) membuktikan bahwa tenaga kependidikan (guru) yang dimiliki sekolah dasar di dua kecamatan belum memadai dilihat dari latar belakang pendidikan. Dari 185 guru bahasa Inggris tersebut,105 orang (56,75%) memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan 80 orang (43,25%) tidak berlatar belakang bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa sampai dengan tahun 2010, masih terdapat hampir setengah jumlah guru yang mengajarkan bahasa Inggris tidak memiliki persyaratan akademik yang memadai. Selanjutnya, dari 80 guru yang tidak berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, 46 orang (57,5%) adalah guru-guru tamatan D2 PGSD, 26 orang (32,5%) adalah guru-guru tamatan S1 dengan latar belakang pendidikan bervariasi, dengan rincian 7 orang (26,92%) tamatan S1 Agama Hindu, 5 orang (19,23%) S1 IPS (Ekonomi, Geografi, dan Manajemen), masing-masing 2 orang (7,69%) tamatan S1 PKK dan Perhotelan, dan sisanya adalah tamatan S1 Hukum, S1 Pendidikan Bahasa Indonesia, dan UT. Temuan yang tidak kalah menarik yaitu 6 orang guru (13,64%) adalah tamatan SLTA (5 SPG dan 1 SMA), berstatus PNS, yang juga berani mengajar bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa tuntutan kurikulum muatan lokal yang diberlakukan pemerintah belum dibarengi dengan perekrutan guru-guru yang memiliki kualitas akademik yang memadai, sehingga hal ini dapat berdampak terhadap pengajaran yang kurang memenuhi standar pengajaran bahasa Inggris yang baik dilihat dari segi ketepatan penanganan materi pembelajaran (aspek-aspek kebahasaan dan keterampilan berbahasa) yang diajarkan, maupun dari prosedur pembelajaran terkait dengan metode dan teknik pembelajaran yang digunakan. Hasil wawancara informal dengan beberapa guru di Kelurahan Sukasada, didapatkan informasi bahwa dalam pembelajaran mereka lebih banyak menggunakan buku teks (textbook oriented). Rutinitas pembelajaran dilakukan dengan melakukan segala 3 aktivitas atau tugas yang hanya ada di dalam buku teks. Hal ini bisa membuat pembelajaran menjadi membosankan. Sementara itu, dari pengalaman peneliti memberikan pelatihan penyegaran tentang strategi mengajar bahasa Inggris kepada sekitar 100 guru-guru bahasa Inggris di lingkungan SD se-Kecamatan Buleleng (2006), para guru menceritakan pengalaman mereka mengajar yang lebih menekankan pada pembelajaran kosakata, karena menurutnya kosakata sangat penting untuk bisa menggunakan bahasa Inggris. Pendapat tersebut memang cukup beralasan dan menurut peneliti memang benar bahwa tanpa kosakata yang memadai, tidak ada seorang pun yang mampu menggunakan bahasa. Strategi atau teknik yang biasanya digunakan oleh guru dalam mengajar cenderung bersifat konvensional, yaitu setelah mengajarkan melafalkan kosakata secara berulangulang (drills), guru menjelaskan kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan, yaitu memberikan padanannya dalam bahasa ibu (bahasa Indonesia). Pemanfaatan bahasa pertama (L1) bila dilakukan terlalu sering, bahkan mendominasi tidak baik atau tidak membantu siswa menguasai bahasa yang dipelajari. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target dengan baik, yakni lebih banyak menggunakan bahasa Inggris di dalam kelas. Temuan terkini dari kegiatan P2M yang dilakukan Ratminingsih dan Budasi (2012) menunjukkan bahwa dari 25 guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Sukasada yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, hanya 6 orang guru (24%) yang berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan mayoritas guru, yaitu 19 orang (76%) berlatar belakang pendidikan non bahasa Inggris. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas guru yang mengajarkan bahasa Inggris di 25 sekolah dasar belum memiliki kualitas pembelajaran bahasa Inggris yang memadai. Dari semua temuan di atas, tim pelaksana kegiatan merasa berkepentingan untuk membantu para guru, utamanya yang tidak berlatar belakang kependidikan bahasa Inggris agar dapat meningkatkan kualitas bahasa Inggris yang digunakan di dalam kelas melalui pelatihan penggunaan bahasa kelas (classroom language). Dengan pelatihan tersebut, para guru akan diperkenalkan dengan berbagai ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan siswa. Dengan penggunaan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang memadai, maka secara simultan guru 4 dapat lebih mendominankan penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran. Dengan demikian, siswa akan menjadi terbiasa dengan pemanfaatan bahasa kelas, dan melalui cara tersebut, mereka akan dapat memeroleh bahasa secara alami (language acquisition). 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Sesuai dengan analisis situasi di atas, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi: a) Pembelajaran masih berfokus pada pemanfaatan utama buku teks (textbook), sehingga pembelajaran menjadi kegiatan rutinitas yang dapat membosankan. b) Pembelajaran cenderung bersifat konvensional, yaitu guru menjadi figur aktif, mengajarkan pelafalan setiap kosakata, melalui latihan pengulangan (drills), dan kemudian menjelaskan makna setiap kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan. c) Dominansi penggunaan bahasa Indonesia sebagai medium pembelajaran. d) Mayoritas guru bahasa Inggris di Kecamatan Sukasada pada tahun 2012 (76%) belum memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang memadai. Mengacu pada masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, maka rumusan permasalahan yang diangkat pada pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut: a) Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language)? b) Bagaimana meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas (classroom language) yang relevan dan efektif ? 1.3 Tujuan Kegiatan Berdasarkan hasil analisis situasi dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah: 5 a) Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language). b) Untuk meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas (classroom language) yang relevan dan efektif. 1.4 Manfaat Kegiatan Dengan melaksanakan kegiatan ini, manfaat yang dapat dipetik oleh beberapa pihak antara lain: a) Bagi Guru Bahasa Inggris Sekolah Dasar Kegiatan P2M ini memberikan masukan yang berharga berupa pengetahuan dan keterampilan praktis bagi guru-guru bahasa Inggris dalam rangka mengupayakan memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di kelas melalui pemanfaatan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan mudah dimengerti oleh anak-anak. Dengan demikian, anak-anak dibiasakan untuk mendengar bahasa komunikatif, yang dapat meningkatkan kompetensi berbahasa Inggris mereka terutama kompetensi berbicara. b) Bagi Sekolah Kegiatan P2M ini memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas guru bahasa Inggris dari segi penambahan pengetahuan dan keterampilan praktis melaksanakan pembelajaran terutama dengan pemanfaatan lebih banyak bahasa Inggris di dalam kelas melalui penggunaan ekspresi-ekspresi sederhana yang mudah dipahami baik oleh guru maupun oleh siswa. Dengan lebih banyak menggunakan bahasa Inggris di dalam kelas, maka mutu pendidikan khususnya pembelajaran bahasa Inggris dapat lebih ditingkatkan. 6 c) Bagi Siswa Sekolah Dasar Melalui pelaksanaan pelatihan ini, guru dapat lebih mengevektifkan pembelajaran bahasab Inggris, yaitu dengan menggunakan lebih banyak ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang bermanfaat bagi siswa, dan dengan demikian siswa dapat meningkatkan kompetensi bahasa Inggris mereka, terutama kompetensi berbicara. d) Bagi UNDIKSHA Salah satu dari Tri Dharma adalah melakukan pengabdian pada masyarakat. Melalui kegiatan P2M ini, Undiksha ikut berperan aktif secara berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas SDM (guru) di Propinsi Bali pada umumnya dan di Kabupaten Buleleng khususnya, yaitu di Kecamatan Sukasada. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pebelajar Pemula (Anak-Anak) Harmer (2007a) menggolongkan tiga kelompok umur pebelajar, yaitu anak-anak (children), remaja (adolescents), dan dewasa (adults). Anak-anak adalah kelompok pebelajar dengan usia 2 sampai dengan 14 tahun, remaja adalah kelompok pebelajar dengan usia antara 12 sampai dengan 17 tahun, dan dewasa umumnya mereka yang berumur antara 16 tahun ke atas. Khusus untuk istilah anak-anak (children), Harmer menggolongkan dua kelompok usia anak-anak, yaitu young learners adalah mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 9 tahun, dan very young learners biasanya antara 2 sampai dengan 5 tahun. McKay (2007: 1) mendefinisikan young language learners sebagai berikut: Young language learners are those who are learning a foreign or second language and who are doing so during the first six or seven years of formal schooling. In the education system of most countries, young learners are children who are in the primary or elementary school. In terms of age, young learners are between the ages of approximately five and twelve. Dalam kutipan tersebut, McKay menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pebelajar anak-anak adalah mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua pada enam atau tujuh tahun pertama pembelajaran di sekolah formal dan biasanya diajarkan di sekolah dasar. Dari segi usia, mereka rata-rata berusia antara 5 sampai dengan 12 tahun. Selanjutnya, Harmer (2007a) mengemukakan bahwa karakteristik anak-anak ketika belajar ialah mereka tidak hanya fokus pada apa yang diajarkan, tetapi juga belajar banyak hal pada saat yang bersamaan, seperti mengambil informasi dari sekitarnya. Melihat, mendengar, dan menyentuh sama pentingnya dengan penjelasan guru dalam proses pemahaman. Abstraksi aturan-aturan gramatika kurang efektif bila diajarkan pada anakanak. Anak-anak biasanya merespon dengan baik pada aktivitas-aktivitas yang memfokuskan pada kehidupan dan pengalaman mereka. Namun, perhatian anak-anak, yaitu kemauan untuk tetap memperhatikan satu kegiatan biasanya singkat. Salah satu karakteristik penting anak-anak adalah kemampuannya menjadi pembicara yang kompeten 8 dari sebuah bahasa baru bila disediakan fasilitas yang memadai, dan bila mendapatkan pajanan bahasa yang mencukupi. Harmer (2007b) lebih jauh mengungkapkan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan terhadap apa yang diajar dan bagaimana mengajar. Orang-orang yang berbeda usia memiliki kebutuhan, kompetensi, keterampilan kognitif yang berbeda. Anak-anak lebih baik memperoleh bahasa asing melalui permainan, sedangkan orang dewasa mungkin lebih baik belajar melalui pemanfaatan pikiran abstrak. Salah satu kepercayaan yang berlaku umum terkait dengan hubungan umur dan belajar bahasa adalah bahwa anak-anak belajar lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Scott dan Ytreberg (2000: 1) menegaskan yang dimaksudkan anak-anak adalah mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 10 atau 11 tahun. Namun, mereka membagi anak-anak ke dalam dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok 5 sampai 7 tahun, dan (2) kelompok 8 sampai 10 tahun. Karakteristik anak-anak pada usia 5 sampai 7 tahun adalah (1) mereka bisa mengatakan apa yang sedang dikerjakan, (2) mereka bisa memberitahu apa yang telah dikerjakan atau didengar, (3) mereka bisa merencanakan aktivitas, (4) mereka bisa berargumentasi, (5) mereka bisa menggunakan alasan logis, (6) mereka bisa menggunakan imajinasi dengan jelas, (7) mereka dapat menggunakan pola intonasi yang bervariasi dalam bahasa ibu, dan (8) mereka bisa memahami interaksi manusia langsung. Sedangkan, karakteristik umum anak-anak umur 8 sampai 10 tahun adalah (1) konsep dasar mereka terbentuk. Mereka memiliki pandangan yang jelas terhadap dunia, (2) mereka bisa membedakan antara fakta dengan fiksi, (3) mereka selalu bertanya, (4) mereka percaya dengan kata-kata lisan dan dunia fisik untuk menyampaikan dan memahami makna, (5) mereka bisa mengambil keputusan terhadap apa yang harus mereka pebelajari, (6) mereka mempunyai pandangan yang jelas terhadap apa yang dia suka dan tidak suka, (7) mereka memahami rasa keadilan yang terjadi di kelas, dan (8) mereka dapat bekerja sama dengan dan belajar dari orang lain. Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar tergolong anak-anak, yang oleh Harmer (2007a) disebut children atau young learners, yang berusia 9 antara 6 tahun s.d. 12 tahun yang belajar di sekolah selama 6 tahun (McKay, 2007), dan oleh Scott dan Ytreberg (2000) dikategorikan pada kelompok kedua. Paul (2003) mengemukakan bahwa dalam teori intelegensi jamak (multiple intelligence), anak-anak memiliki intelegensi yang berbeda-beda. Anak tertentu bisa lebih berintelegensi dalam satu hal, sedangkan anak yang lain lebih berintelegensi dalam hal yang lain. Tugas guru adalah menemukan kekuatan-kekuatan pada setiap anak dan membangun kekuatan-kekuatan tersebut. Moon (2000) menjelaskan bahwa anak-anak yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing di sekolah telah mempelajari satu bahasa, dan ketika masuk kelas, mereka akan membawa pengalaman dalam bahasa sebelumnya, yang dapat membantunya belajar dan belajar bahasa Inggris. Guru hendaknya bisa memanfaatkan dan membangun kemampuan dan karakteristik ini. Situasi belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, anak-anak akan sangat tergantung secara keseluruhan hanya pada lingkungan sekolah sebagai input. Dengan demikian, guru biasanya merupakan satu-satunya sumber yang memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa anak. Di samping itu, anak-anak tidak belajar dengan satu cara, tetapi menggunakan berbagai cara. Mereka hanya bisa menggunakan cara-cara tersebut, jika guru mengembangkan lingkungan belajar yang tepat, yaitu suatu lingkungan belajar yang memberikan cukup pajanan yang memberikan input bermakna, memberikan mereka kebebasan untuk mengambil resiko dan meneliti, membuat mereka mau menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman-temannya, dan mendapatkan umpan balik dari proses belajar. Dari paparan Moon (2000) dan Paul (2003) di atas, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan sumber belajar penting dan utama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena itu guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target yang memadai agar anak-anak dapat memiliki kompetensi berkomunikasi dalam bahasa yang mereka pelajari. 2.2 Bahasa Kelas (Classroom Language) Bahasa kelas (classroom language) secara umum dapat dikatakan sebagi ekspresiekspresi bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi di kelas antara guru dan peserta 10 didik. Menurut Scott dan Ytreberg (2000:17), bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna yang digunakan untuk membantu anak-anak berkembang dari ketergantungan pada buku menjadi lebih mandiri dalam usaha untuk berkomunikasi. Pemanfaatan bahasa kelas oleh guru sangat penting dalam proses belajar mengajar agar anak-anak terbiasa dalam menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris dalam berinteraksi. Beberapa contoh ekspresi bahasa yang segera harus diajarkan kepada pebelajar anak-anak sejak awal, seperti: Good morning/afternoon Good bye Can I ...................., please? Sorry, I don’t know/don’t understand/can’t What’s this called in English?/ What’s the English for ........... Whose turn id it/book is this/chair is this? Whose turn is it to .................... It’s my/your/his/her turn. Pass the .................., please. Lebih lanjut, Scott dan Ytreberg (2000) menegaskan agar guru lebih memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas dengan menggunakan bantuan mimik, akting, boneka, dan lain-lain untuk dapat menyampaikan makna. Penggunaan bahasa Inggris yang maksimal di dalam kelas sangat berguna, karena anak-anak hanya mendapat kesempatan mendengar bahasa Inggris digunakan di dalam kelas. Di luar sekolah mereka biasanya kurang mendapat ekspos bahasa. Oleh karena itu, guru hendaknya mengupayakan penggunaan bahasa Inggris yang sederhana, natural dan sesuai dengan level siswa. Dengan strategi tersebut, guru dapat memperbanyak pemanfaatan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran daripada bahasa Indonesia, yang lebih bermanfaat dalam usaha pemerolehan bahasa target. Paul (2003) menambahkan bahwa guru perlu menggunakan bahasa kelas untuk instruksi-instruksi kelas. Tugas guru untuk memberikan contoh dan membimbing siswa untuk menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris secara natural. Melalui cara tersebut, siswa dapat memahami bagian-bagian bahasa secara periferal dan menghubungkan penggunaan bahasa Inggris sesuai dengan perasaannya. Beberapa bahasa kelas yang dipaparkan oleh Paul (2003: 81) adalah sebagai berikut: 11 Classroom Language Simple Expressions Good Afternoon. How are you today? Thank you. I’m sorry. I don’t know. Goodbye. See you next week. May I open the window? Between the children Can I borrow your ... , please? Sure. Here you are. It’s my turn. It’s your turn. May I have a ...? Asking for help Could you repeat that, please? What’s this in English? What’s that in English? How do you spell...? I don’t understand. Please help me. How do I say...? From the teacher Guess. Please stand up. Please open your books. Let’s write/ go home. Let’s play ... What’s the weather like today? It’s time to write/ go home Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa yang umum digunakan oleh guru maupun siswa sebagai bagian dari kegiatan berkomunikasi atau interaksi. Sehubungan dengan hal di atas, Nation (2003) menegaskan bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam kelas bahasa hendaknya dimaksimalkan kapan saja memungkinkan secara terus menerus maupun melalui pengelolaan kelas. Nation (2003) menambahkan bahwa ketika siswa memiliki sedikit kesempatan menggunakan bahasa target di luar kelas, tugas guru untuk memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris yang dipelajari di dalam kelas. Salah satu cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui pengelolaan kelas (classroom management), seperti menyuruh siswa apa yang perlu dikerjakan, misalnya take your books, turn to page 7; mengontrol perilaku, misalnya be quiet; menjelaskan aktivitas, misalnya get into pairs. Terkait dengan pemanfaatan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, Chang (2010) melaporkan hasil 12 surveinya terhadap 370 mahasiswa S1 di Taiwan bahwa mereka memiliki sikap positif terhadap penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar (English as a Medium of Instruction), dan mayoritas setuju bahwa pembelajaran dengan bahasa pengantar bahasa Inggris dapat meningkatkan profisiensi bahasa Inggris mereka terutama keterampilan mendengarkan. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa kelas sebagai medium pembelajaran sangat penting dilakukan oleh guru sebagai upaya memaksimalkan pemanfaatan bahasa Inggris di dalam kelas guna membimbing dan melatih siswa agar dapat menggunakan bahasa untuk tujuan berkomunikasi dan meningkatkan profisiensi mereka. 13 BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Khalayak Sasaran Strategis Peserta yang akan menjadi khalayak sasaran strategis dari kegiatan P2M ini adalah guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar se-Kecamatan Sukasada, terutama sekolahsekolah yang berada di pedesaan dengan target jumlah peserta sebanyak 25 orang guru. Ada dua alasan signifikan mengapa guru-guru di pedesaan yang diutamakan, yaitu (1) guru-guru di pedesaan kurang memiliki akses untuk meningkatkan profesionalime melalui in-service training, dengan ikut seminar, lokakarya, atau sejenisnya ke sebuah LPTK (seperti Undiksha atau institusi lain), karena berbagai alasan, seperti jarak yang jauh, biaya, dsb., dan (2) guru-guru di pedesaan, sesuai dengan hasil survei (Ratminingsih, 2010) masih banyak yang tidak memiliki latar belakang mengajar bahasa Inggris yang memadai. Terlebih lagi, hasil wawancara dengan guru-guru pada kegiatan P2M (Ratminingsih dan Budasi, 2012), dari 25 guru yang ikut berpartisipasi, 19 orang guru (76%) tidak memiliki latar belakang kependidikan bahasa Inggris, namun mengajar bahasa Inggris. Bukti ini mengindikasikan bahwa pelatihan penggunaan bahas kelas (classroom language) merupakan kegiatan mendesak yang harus diupayakan oleh Undiksha, sebagai LPTK, untuk membantu para guru tersebut untuk meningkatkan kualitas bahasa Inggris mereka. 3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan Metode yang dipilih dalam melaksanakan kegiatan P2M ini adalah pelatihan terutama kepada para guru bahasa Inggris di sekolah dasar yang berada di wilayah Kecamatan Sukasada, yang terletak di pedesaan. Guru-guru yang diutamakan adalah mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, tetapi mereka mengajar telah mengajar bahasa Inggris. Mereka akan diberikan pelatihan berupa penggunaan bahasa kelas (classroom language) sebagai upaya untuk membuat pembelajaran bahasa Inggris lebih berkualitas. 14 Oleh karena guru-guru bahasa Inggris sudah memiliki pengalaman mengajarkan bahasa Inggris, maka rancangan kegiatan berupa in-service training. Langkah-langkah kegiatan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut: a) Penyemaian informasi, berupa landasan teoretis tentang hakikat bahasa kelas (classroom language) dan peranannya. b) Pemberian model berupa contoh-contoh bahasa kelas (classroom language). c) Praktek membuat persiapan mengajar dengan menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas (classroom language) secara berkelompok pada fase awal, inti, dan penutup pembelajaran. d) Praktek menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas (classroom language) yang telah didesain. 3.3 Kerangka Pemecahan Masalah Adapun tahapan dari identifiasi masalah sampai dengan dilaksanakannya kegiatan P2M ini mengikuti alur seperti yang digambarkan pada bagan di bawah ini: 15 Tahap I Identifikasi Permasalahan Survei Wawancara Tahap II Pengolahan Informasi & Penentuan Pemecahan permasalahan Tahap III Kajian Teoretik Kajian Empirik Mengumpulkan referensi penggunaan bahasa kelas Penyusunan materi pelatihan Penentuan ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang penting Pemberian contoh pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas Tahap IV Pelatihan Penyemaian informasi pembelajaran hakikat bahasa kelas Ceramah dan tanya jawab Penyemaian informasi contohcontoh ekspresi bahasa kelas Ceramah dan tanya jawab Pemberian model pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas dalam 3 fase (awal, inti, penutup) Demontrasi contoh pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas Membuat contoh pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas dalam 3 fase (awal, inti, penutup) Kerja kelompok membuat contoh pembelajaran dengan menggunakan bahsa kelas dalam 3 fase (awal, inti, penutup) Praktek menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas Demontrasi pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas Bagan 1. Kerangka Pemecahan Masalah 16 Pada tahap I, dilakukan identifikasi masalah melalui hasil survei (Ratminingsih, 2010) tentang kondisi SDM (guru) sehubungan dengan pembelajaran bahasa Inggris di dua Kecamatan di Buleleng, yakni Kecamatan Sukasada dan Kecamatan Buleleng. Hasil survei membuktikan bahwa 80 orang guru (43,25%) memiliki latar belakang non kependidikan bahasa Inggris, sehingga mereka sangat perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan mereka mengajar melalui pelatihan. Di samping itu, identifikasi masalah juga dilakukan melalui wawancara informal dengan para guru bahasa Inggris dalam suatu pertemuan pelatihan pada kegiatan P2M di Kecamatan Sukasada (Ratminingsih dan Budasi, 2012). Temuan menunjukkan bahwa dari 25 orang guru yang berpartisipasi, 19 orang guru (76%) tidak berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris. Pada tahap II, tim pelaksana mengolah semua informasi baik berupa masukan hasil survei dan wawancara. Kajian teoretik dan empiris dikumpulkan terkait dengan usaha memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang telah teridentifikasi. Adapun solusi yang segera perlu dilakukan adalah melalui pelatihan penggunaan bahasa kelas (classroom language) untuk meningkatkan kualitas bahasa Inggris para guru dalam proses pembelajaran. Pelatihan ini sangat signifikan utamanya bagi para guru yang tidak memiliki latar belakang kependidikan bahasa Inggris. Pada tahap III, dilanjutkan dengan penyusunan materi pelatihan, yang meliputi pengumpulan referensi terkait dengan penggunaan bahasa kelas (classroom language), contoh-contoh ekspresi bahasa kelas yang sederhana dan bermakna untuk melatih guru lebih banyak menggunakan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran. Pada tahap IV yang merupakan tahap yang paling penting, tim pelaksana merealisasikan kegiatan ke tempat yang ditentukan untuk melaksanakan pelatihan. Untuk tujuan ini, tim pelaksana akan berkoordinasi dengan Kepala UPP Kecamatan Sukasada, agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan lancar. Tahapan dari kegiatan pelatihan meliputi penyemaian informasi tentang penggunaan bahasa kelas (hakikat bahasa kelas dan peranan bahasa kelas), pemodelan melalui pemberian contoh-contoh eskpresi bahasa kelas, yang dilakukan dengan ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi. Selanjutnya, peserta bekerja kelompok untuk berlatih membuat ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang dapat digunakan pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran. Setelah membuat contoh ekspresi-ekspresi 17 bahasa kelas, pada langkah terakhir dari pelatihan adalah peserta mendemontrasikan keterampilan mereka mengajar dengan menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang telah mereka disain dalam kelompok. 3.4 Keterkaitan Selain guru-guru yang menjadi khalayak sasaran utama dari pelaksanaan P2M ini, beberapa pihak terkait turut diundang, yaitu (1) Kepala UPP Kecamatan Sukasada, (2) Pengawas Sekolah, (3) Para Kepala Sekolah, dan (4) Ketua LPM Undiksha Singaraja, yang menjadi penanggung jawab penuh dalam pelaksanaan Tri Dhrama Perguruan Tinggi Undiksha, khususnya P2M. Tabel di bawah mendeskripsikan peran dari pihak-pihak terkait. No PIHAK TERKAIT PERAN 1 Kepala UPP Kecamatan Sukasada Koordinasi dan Pengawasan 2 Pengawas Sekolah Koordinasi dan Pengawasan 3 Para Kepala Sekolah Dasar yang menjadi sasaran Koordinasi dan Pengawasan 4 Ketua LPM Undiksha Singaraja Pengawasan Pelaksanaan Program P2M 3.5 Rancangan Evaluasi Keberhasilan program pelaksanaan P2M ini dievaluasi dengan pengamatan langsung (observation). Adapun indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah: a) Pengetahuan dan keterampilan guru dalam menggunakan bahasa kelas (classroom language). b) Keterampilan guru mendesain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language) pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran. c) Keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang telah ditetapkan dalam persiapan. 18 Matrik di bawah ini mempertegas rancangan evaluasi dan cara pengukurannya. NO INDIKATOR CARA PENGUKURAN 1 Pengetahuan dan keterampilan menggunakan Produk ekspresi-ekspresi bahasa kelas (classroom language) bahasa kelas (classroom language) 2 Mendesain pembelajaran dengan menggunakan Produk contoh desain bahasa kelas (classroom language) dalam pembelajaran dengan kelompok menggunakan bahasa kelas (classroom language) pada fase awal, inti, penutup 3 Melaksanakan menggunakan pembelajaran bahasa kelas dengan Performansi guru dalam (classroom melaksanakan pembelajaran language) yang telah didisain menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang telah didisain Evaluasi dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian proses dan penilaian produk. Penilaian proses dilakukan mulai dari penyemaian informasi terkait dengan kajian teoretis dan praktis tentang hakikat bahasa kelas dan peranannya, pemodelan melalui contoh-contoh ekspresi-ekspresi bahasa kelas, latihan mendesain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas yang relevan, dan praktek mengajar menggunakan bahasa kelas. Sedangkan penilaian produk dilakukan dengan melihat produk yang dihasilkan, yaitu berupa desain pembelajaran yang menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas (classroom language) pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran. 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kegiatan P2M 4.1.1 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris di Sekolah Dasar dalam Menggunakan Bahasa Kelas (Classroom Language) Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar dalam pembelajaran bahasa Inggris pada umumnya dan penggunaan bahasa kelas (classroom language), beberapa konsep dipaparkan oleh narasumber antara lain: 1) Hakikat Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak di Sekolah Dasar 2) Bahasa Kelas (Classroom Language) 3) Contoh Desain Pembelajaran yang berisi contoh-contoh ekspresi bahasa kelas Pada tahap penyemaian informasi, para guru diberikan materi pelatihan yang komprehensif tentang hakikat pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak yang berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa. Kesuksesan pembelajaran untuk anak-anak sangat tergantung dari bagaimana guru mengkemas pembelajaran dengan memperhatikan aspek-aspek, seperti perkembangan intelektual anak-anak, perhatian anak-anak yang terbatas, memberikan input yang bervariasi, memperhatikan faktor afektif yang menyebabkan anak-anak termotivasi belajar, dan memperkenalkan bahasa yang otentik dan bermakna. Sehubungan dengan penyemaian informasi tentang bahasa kelas (classroom language), mereka diberikan pemahaman tentang hakikat bahasa kelas, apa saja jenis-jenis ekspresi yang bisa digunakan baik dalam membuka pelajaran, melakukan kegiatan inti pembelajaran, maupun dalam menutup pembelajaran. Selanjutnya, para guru diberikan contoh desain pembelajaran yang memanfaatkan bahasa kelas mulai dari membuka pelajaran sampai menutup pelajaran, seperti pada tabel berikut. 20 Tabel 1: Contoh Desain Pembelajaran Jam pelajaran 2 x 35 menit Tema: Greetings Langkah Kegiatan Guru Pembelajaran Memberi salam kepada Kegiatan Awal (Pre- siswa. Activity) - Good morning students - How are you today? - I’m fine, thank you. How about you? - I’m OK/pretty well/not in a good condition Mengecek kehadiran siswa. - Who’s absent today? - Where is Dian? - What happens to her? - Is she sick? Memberikan beberapa pertanyaan terkait dengan tema pembelajaran, misalnya: - When you meet someone in the morning/ afternoon, evening, what will you say? - What will you say when someone asks how are you today? Kegiatan Siswa Waktu Membalas salam. 2 menit - Good morning teacher - How are you? - I’m fine, thank you. How about you? - I’m OK/pretty well/not in a good condition Mendengarkan dan 3 menit menjawab pertanyaan - Dian is absent today - Dian is not coming - She is sick Memperhatikan dan 3 menit merespon pertanyaan guru. Good morning/ afternoon/evening I’m fine/OK/pretty well, thank you. How about you? Memberitahukan topik Mendengarkan dan 2 menit pelajaran yang akan memperhatikan penjelasan dibahas (Greetings). guru. - Today We are going to learn about..... - Our lesson today is about .... -Now We are going to 21 study about ... Kegiatan Inti Memperkenalkan permainan 1 ”Jigsaw (Whilst Listening” dan Activity) memberikan aturan permainan. -Listen carefully, I will give you a game. -Do you like to play a game? -Its name is Jigsaw game/ -We will play Jigsaw. Mendengarkan permainan aturan 2 menit Yes, I do/we do Yes, I like it/we like it Memberikan lembar kerja Melakukan permainan 10 dan menyuruh siswa secara berpasangan. menit melakukan permainan secara berpasangan, yaitu menyusun kalimat-kalimat acak menjadi sebuah percakapan setelah mendengarkan teks. -Please pay attention -You work with your partner/friend next to you/ -Please find one friend -Read the sentence silently/loudly -Arrange sentences after you listen to the tape with your partner -You will listen to the tape 3 times - Are you ready? - Please listen now. Mengecek jawaban siswa. - Are you finished? - Are you done? - Is it easy/difficult? - Now,Lets check your answer. 22 Memberikan respon. Yes, we are It’s easy/difficult OK. 5 menit Memberikan teks dialog Mendengarkan yang lengkap dan mengulangi memberi contoh membaca seksama. teks dialog dengan lafal yang benar. - Please be quiet and listen again. - Now I have a dialogue - I will read the dialogue Menyuruh beberapa pasang siswa membaca dialog seperti yang dicontohkan oleh guru. dan 5 menit dengan 10 menit -It’s your turn now to read the dialogue/It’s time for you to read the dialogue. -Dian and Dina, please. Menyuruh siswa bekerja Melakukan dialog secara 25 berpasangan membuat berpasangan. dialog sederhana seperti menit contoh dan kemudian mempraktekkannya di depan kelas. -Now, it’s time to practise speaking. -Make a dialogue like the example. -Do the dialogue in front of the class. - I will give you mark/score. Menanyakan opini siswa Kegiatan Akhir (Post- tentang pelajaran hari itu. -How do you feel? Activity) -Are you happy? -Do you like the lesson? Menutup pelajaran dengan 23 Merespon dengan jujur 2 menit bagaimana opini mereka tentang pelajaran. Yes, I/we do Yes, I’m/we are happy Merespon salam 1 menit salam perpisahan. perpisahan. -That’s our lesson for today. -That’s all for today. It’s break time. -Good bye. Good bye -See you later See you later. Semua informasi yang didapatkan para guru digunakan sebagai acuan untuk mendesain pembelajaran sendiri yang menggunakan bahasa kelas mulai dari pre-activity, whilst activity sampai dengan post activity. 4.1.2 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris dalam Membuat Desain Pembelajaran dalam Kelompok Pada tahap ini, para guru dilatih untuk dapat mendesain pembelajaran sendiri sesuai dengan contoh yang diberikan oleh narasumber. Para guru yang berjumlah 25 orang dikelompokkan menjadi 5 kelompok, dan masing-masing kelompok terdiri atas 5 orang anggota. Mereka diberikan tugas untuk membuat desain pembelajaran dengan tema dan kelas yang berbeda-beda. Waktu yang disediakan untuk membuat lagu adalah 1 jam (60 menit). Semua guru yang ikut dalam pelatihan ini secara aktif dan antusias mengerjakan tugas, dan mereka saling berbagi untuk mengerjakan bagian-bagian dalam pembelajaran. Ada yang mengerjakan di bagian membuka pelajaran, ada yang mengerjakan di bagian pelaksanaan inti pembelajaran, dan ada yang mengerjakan di bagian penutup. Mereka memberikan ekspresi-ekspresi bahasa yang perlu digunakan pada setiap bagian tahap pembelajaran. Di bawah ini adalah contoh desain pembelajaran yang dibuat oleh salah satu kelompok. 24 Contoh Hasil kerja Group 4: Members: 1. Kd Nova Budiasa, S.Pd. 2. Komang Widhatri Bhawanti, S.Pd. 3. Putu Sujatmika, S.Pd. 4. Ni Nyoman Suparmi, S.Pd. 5. Ni Made Sri Ayoni, S.E. Classroom Language for 5 Grade First step: Greeting Pre-activity (Kegiatan awal) Teacher: Good morning class How are you today? Who is absent today? Giving brainstorming: Asking about things in the classroom Allright students, can you mention something in the class? Student: Mention things in the classroom: Blackboard window Vase door Table flag Chair picture Bag etc. Second step: Whilst activity (Kegiatan inti) Drive Game used as a teaching technique Make a group of 5 to 6 students. 25 The teacher explains about the procedure: One of the students as a leader, the other members as the guides. And they must say “turn left or turn right”. The leader will close their eyes with napkin and she/he will ask to find the thing around the classroom based on the guidance. The teacher’s key word like “take the pen” or “find the pen” The winner who answers correctly and they have high score will get reward. Thrid step Post Activity (Kegiatan akhir) The teacher asks students about their opinion: Do you like the game? Are you happy? What did you learn today? Can you mention again the things? ... (contoh-contoh desain pembelajaran yang dibuat guru lainnya ada pada lampiran) Dari contoh di atas dapat dicermati bahwa guru telah mampu mendesain pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas. Pada contoh di atas jelas terlihat bahwa pada awal pembelajaran (pre activity), guru mendesain bahasa kelas yang digunakan pada saat memberi salam (greeting) dengan memanfaatkan bahasa kelas seperti: “Good morning class; How are you today?;Who is absent today?. Selanjutnya, pada kegiatan inti (whilst activity), guru menggunakan game sebagai teknik mengajar, contoh bahasa kelas yang dimanfaatkan, seperti make a group of 5 to 6 students; One of the students as a leader, the other members as the guides. And they must say “turn left or turn right”; The leader will close their eyes with napkin and she/he will ask to find the thing around the classroom based on the guidance; The teacher’s key word like “take the pen” or “find the pen”; The winner who answers correctly and they have high score will get reward. Pada akhir 26 kegiatan (post activity), guru menggunakan bahasa kelas untuk mengetahui reaksi siswa terhadap pemanfaatan game dalam pembelajaran, seperti: Do you like the game?; Are you happy?; What did you learn today?; Can you mention again the things? ... Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan diberikan pelatihan, guru mampu mendesain pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas pada setiap langkah pembelajaran, kegiatan awal, inti, dan penutup. 4.1.3 Peningkatan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris dalam Melaksanakan Pembelajaran melalui Pemanfaatan Bahasa Kelas (Classroom Language) Pada tahap akhir kegiatan, semua kelompok yang telah mendesain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas yang sesuai, kemudian menunjuk wakilnya untuk melaksanakan pembelajaran dari desain yang telah dirancang. Narasumber meminta agar yang mewakili sebaiknya mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan lebih banyak bagi mereka untuk berlatih menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang lebih banyak dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam prakteknya, guru yang ditunjuk berperan sebagai guru bahasa Inggris, sedangkan guru-guru lain berperan sebagai peserta didik. Guru yang ditunjuk selanjutnya memberikan instruksi, sedangkan guru-guru lain melakukan kegiatan yang diinstruksikan. Pada akhir setiap performansi yang dilakukan oleh 5 guru, guru-guru yang lain diminta untuk memberikan masukan dan komentar mengenai pembelajaran yang baru saja dilaksanakan. Narasumber dan fasilitator juga memberikan masukan terkait dengan performansi guru dalam praktek mengajar yang berusaha memaksimalkan pemanfaatan bahasa kelas. Hasil observasi pelaksanaan pembelajaran mengindikasikan bahwa semua guru sangat antusias dan senang berlatih mendesain dan mempraktekkan pembelajaran yang berusaha memaksimalkan pemanfaatan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris sederhana untuk berinteraksi dengan siswa. 27 4.2 Pembahasan 4.2.1 Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan P2M ini diselenggarakan di SD No. 5 Sukasada, Kelurahan Sukasada dan Kecamatan Sukasada. Penentuan tempat pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah berkoordinasi dengan Kepala UPP Kecamatan Sukasada bersama dengan para Pengawas Sekolah Dasar dalam suatu rapat, yang diselenggarakan pada hari Jumat, tanggal 26 Juli 2013. Dari hasil keputusan rapat, maka ditentukan tempat dan tanggal kegiatan, yaitu di SD No. 5 Sukasada, pada hari Sabtu tanggal 3 Agustus 2012. Pelaksana selanjutnya mempersiapkan pembuatan surat undangan dan penyebaran surat kepada semua pihak terkait dengan kegiatan ini, seperti undangan kepada Ketua LPM Undiskha untuk memberikan sambutan dan sekaligus membuka dan memonitor kegiatan, Kepala UPP Kecamatan Sukasada untuk memberikan sambutan, Pengawas Sekolah untuk mengawasi jalannya kegiatan, Kepala Sekolah di Kecamatan Suksada yang berjumlah 25 orang untuk mengirimkan satu guru bahasa Inggris untuk berpartisipasi dalam kegiatan (daftar nama peserta dan asal sekolah terlampir). Pada hari yang telah ditetapkan, yaitu Sabtu, tanggal 3 Agustus 2013, acara dimulai sesuai dengan jadwal kegiatan, yaitu registrasi peserta pada pukul 08.30 wita, kemudian dilanjutkan dengan pembukaan, yang diawali dengan doa, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala UPP Kecamatan Sukasada, Drs. I Made Sedana, S.Pd.,M.Pd. yang menegaskan bahwa kegiatan ini sangat disambut baik dan sangat berguna bagi peningkatan kualitas pembelajaran yang dilaksanakn oleh guru-guru bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Suksasada. Pada sambutannya beliau juga melaporkan bahwa dari 60 SD reguler dan 3 Madrasah yang ada di Kecamatan Sukasada, hanya 6% dari guru-guru bahasa Inggris berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, karena kebanyakan guru yang mengajar bahasa Inggris adalah guru-guru kelas, yang notabene berasal dari pendidikan PGSD umum. Mereka dituntut oleh pihak sekolah untuk mau memberikan pembelajaran bahasa Inggris. Kalaupun ada yang berpendidikan bahasa Inggris, mereka itu mayoritas adalah guru-guru honorer. 28 Kondisi ini berbanding terbalik dengan tuntutan era globalisasi yang menuntut dinamika berpikir global untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas dan memiliki daya saing tinggi. Hal ini bisa direalisasikan bila kita dapat menguasai bahasa Inggris yang menjadi bahasa internasional. Agar bisa memenuhi harapan tersebut, pembelajaran bahasa Inggris mestinya diupayakan dan dikelola dengan lebih baik, yaitu dengan merekrut guruguru yang lebih berkompeten di bidangnya. Namun demikian, beliau menyadari bahwa rekrutmen guru hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Maka dari itu beliau tetap mengharapkan kerjasama yang terus menerus antara Undiksha sebagai lembaga LPTK untuk secara kontinyu memberikan pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengembangan profesionalisme guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar khususnya di Kecamatan Sukasada. Pada akhir pidato sambutannya beliau berharap agar kegiatan seperti ini terus dilanjutkan dan Undiksha terus bekerjasama dengan Kecamatan Sukasada dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Beliau juga menegaskan bahwa guru-guru akan diupayakan untuk secara berkesinambungan dan berkala, misalnya setiap 6 bulan sekali mendapatkan pelatihan-pelatihan penyegaran yang dapat meningkatkan kompetensi dan keterampilan para guru dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris dengan lebih baik melalui kerjasama dengan Undiksha. Sebagai bukti keseriusan beliau mendukung kegiatan P2M yang dilaksanakan, yang diketuai oleh Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A., beliau mengundang jurnalis radio Guntur dan Nusa Bali untuk melakukan wawancara khusus baik kepada narasumber dan Kepala UPP tentang kegiatan yang dilaksanakan (berita dalam radio disiarkan pada jam 06.00 dalam acara Buleleng Round Up tanggal 4 Agustus 2013 dan berita dalam koran Nusa Bali diterbitkan pada edisi Senin, 5 Agustus 2013 halaman 4, terlampir). Kegiatan inti P2M dimulai dari jam 09.00-13.30 wita yang dimulai dengan penyemaian informasi yang diberikan oleh narasumber (Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.) yang meliputi : (1) Hakikat Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak di Sekolah Dasar, (2) Bahasa Kelas (Classroom Language), dan (3) Contoh Desain Pembelajaran. Dalam presentasinya, narasumber memberikan berbagai macam ulasan mengenai informasi yang telah disebutkan di atas yang sungguh bermanfaat bagi para peserta dalam usaha 29 meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris. Pembelajaran bahasa Inggris untuk anakanak harus dikemas berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa, karena anak-anak memiliki karakteristik tersendiri, yang berbeda dari orang dewasa. Karakteristik mendasar mereka adalah mereka senang bermain dan tidak bisa berkonsentrasi lama dalam pembelajaran. Hal ini didukung oleh pendapat Brown (2001) “that young learners enjoy playing and have short span of attention.” Inilah yang harus dipahami guru dalam mendesain pembelajaran. Bila para guru bisa menciptakan situasi belajar yang dapat menghadirkan nuansa bermain, maka anak-anak akan termotivasi untuk belajar. Apalagi bila ditambahkan dengan pemanfaatan bahasa kelas (classroom language) yang baik dan tepat, maka anak-anak akan dapat memiliki kebiasaan mendengarkan dalam bahasa target, yang memudian akan menjadi pemerolehan bahasa, karena mereka dibiasakan untuk selalu mendengar dan kemudian berusaha menggunakannya dalam interaksi di kelas. Selanjutnya, narasumber juga memberikan contoh desain pembelajaran yang menggunakan ekspresi-ekspresi sederhana bahasa kelas baik oleh guru maupun oleh siswa dalam 3 langkah utama, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan berikutnya, guru yang telah diberikan pengarahan tentang langkahlangkah membuat contoh desain pembelajaran yang memanfaatkan bahasa kelas dalam kelompok yang terdiri atas 5 orang anggota dalam satu kelompok. Setiap kelompok mendapatkan tugas yang berbeda dalam mendesain pembelajaran, ada yang mendapatkan tugas untuk desain pembelajaran di kelas, 4, kelas 5, dan kelas 6 dengan tema yang ditentukan sendiri oleh kelompok. Narasumber memfasilitasi para guru dalam bekerja di masing-masing kelompok. Mahasiswa-mahasiswi pendamping pun ikut serta membantu para peserta, seperti memberikan masukan mengenai pemilihan kata yang tepat dalam mengekspresikan kalimat atau pernyataan ke dalam bahasa Inggris. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan performansi dari setiap kelompok. Masingmasing kelompok menunjuk salah satu wakil untuk melakukan praktek mengajar di depan kelas. Guru yang ditunjuk berperan sebagai pengajar, sedangkan guru-guru yang lain berperan sebagai peserta didik. Guru yang ditunjuk selanjutnya melakukan praktek sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang sudah dirancang. Narasumber memberikan kesempatan kepada guru-guru yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris untuk 30 melakukan pembelajaran. Hal yang paling membanggakan dan membuat terharu adalah antusiasme mereka dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris. Walaupun mereka harus pelan-pelan dan terkadang berhenti, mereka berusaha untuk melakukan pembelajaran dengan bahasa Inggris. Ini membuktikan bahwa pelatihan yang diselenggarakan mampu memacu para guru untuk mengupayakan penggunakan bahasa Inggris melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language) yang terus menerus di dalam kelas, tanpa harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau memberi penjelasan dalam bahasa Indonesia. Pada akhir kegiatan, narasumber juga meminta pendapat atau komentar dari para guru terkait dengan pelaksanaan kegiatan P2M ini. Dari 5 guru yang berpendapat, semua menyatakan bahwa kegiatan yang yang telah mereka ikut tersebut sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran bahasa Inggris. Acara penutupan dilakukan pada pukul 13.30 wita yang dipandu oleh pembawa acara dengan memberikan laporan yang menyatakan bahwa kegiatan P2M tersebut berjalan dengan lancar. Pada pidato penutupannya, narasumber berharap agar apa yang telah didapatkan dan apa yang telah dilatihkan bersama-sama hendaknya terus dipraktikkan di sekolah, agar dapat meningkatkan kompetensi bahasa Inggris siswa sekolah dasar. 4.2.2 Teori dan Praktek Pembelajaran Penyemaian informasi tentang konsep-konsep pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak (TEYL), seperti hakikat pembelajar bahasa Inggris untuk anak-anak, hakikat bahasa kelas (classroom language) sangat penting diberikan kepada para guru terutama kepada mereka yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris untuk memberikan dasar (grounding) yang kuat bahwa hakikat pembelajaran untuk anak-anak berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa. Oleh karena itu guru harus mempertimbangkan karakteristik peserta didik yang tergolong anak-anak ketika melaksanakan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pandangan Brown (2001) bahwa pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak dapat berhasil dengan baik bila guru mempertimbangkan 5 hal mendasar, yaitu (1) Intellectual Development, (2) Attention Span, (3) Sensory Input, (4) Affective Factors, 31 dan (5) Authentic, Meaningful Language. Intellectual development pada diri peserta didik harus menjadi pertimbangan utama. Dalam hal ini Brown (2001) menegaskan bahwa anakanak sebelum usia 11 tahun, mereka ada pada fase concrete operation (mengutip Piaget), sehingga pembelajaran tidak memberikan konsep-konsep abstrak. Dalam hubungannnya dengan attention span, ditegaskan bahwa anak-anak memiliki perhatian yang sangat singkat, oleh karena itu guru harus mencari strategi-strategi pembelajaran yang jitu untuk mempertahankan dan meningkatkan perhatian mereka. Strategi yang paling tepat bagi anak-anak adalah dengan menghadirkan permainan dan lagu. Sensory Input berkaitan dengan upaya-upaya guru dalam pembelajaran yang memberikan masukan beragam bagi anak-anak melalui kelima indranya. Hal ini terkait dengan konsep multiple inteligence, yaitu anak-anak hendaknya dikembangkan berbagai kecakapannya melalui berbagai variasi pembelajaran. Dalam hal ini Paul (2003) menegaskan bahwa guru hendaknya dapat membangun kekuatan-kekuatan pada setiap anak, oleh karena ada anak tertentu paling bagus belajar dengan menggambar atau bermain, sedangkan anak yang lain paling sesuai belajar dengan mendengarkan atau menyanyikan lagu. Dengan konsep multiple intelligence ini, maka guru diharapkan untuk lebih memvariasikan pembelajaran, karena siswa yang diajar memiliki intelegensi yang berbeda-beda. Affective factors menyangkut sikap anakanak dalam pembelajaran. Agar mereka memiliki sikap yang positif, maka menjadi tugas guru untuk mengupayakan berbagai strategi pembelajaran yang bervariasi yang mampu mengajak anak-anak belajar. Cara-cara yang dapat ditempuh oleh guru adalah melalui kegiatan-kegiatan yang dapat melibatkan mereka belajar sambil bermain (learning while playing). Yang paling penting adalah pengenalan bahasa yang otentik dan bermakna. Bahasa yang dipelajari hendaknya bahasa yang digunakan sehari-hari yang memiliki makna bagi anak-anak di kemudian hari dalam kehidupannya (life skills). Untuk itulah bahasa kelas (classroom language) sangat perlu dimaksimalkan pemanfaatannya agar siswa dapat membentuk kebiasaan mendengar dan menggunakan bahasa yang dipelajari dalam kehidupannya, mulai dari sekolah dan kemudian dapat dipraktekkan di masyarakat. Hal ini didukung oleh Scott dan Ytreberg (2000) yang menekankan pentingnya para guru lebih memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas dengan menggunakan bantuan mimik, akting, boneka, dan lain-lain untuk dapat menyampaikan makna. Penggunaan 32 bahasa Inggris yang maksimal di dalam kelas sangat berguna, karena anak-anak hanya mendapat kesempatan mendengar bahasa Inggris digunakan di dalam kelas. Senada dengan Scott dan Ytreberg (2000), Paul (2003) menegaskan bahwa guru perlu menggunakan bahasa kelas untuk instruksi-instruksi kelas. Melalui cara tersebut, siswa dapat memahami bagian-bagian bahasa secara periferal dan menghubungkan penggunaan bahasa Inggris sesuai dengan perasaannya. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa guru sebagai sumber pembelajaran bahasa Inggris hendaknya dapat memberikan model kebahasaan bahasa target yang benar dan tepat. Pemberian model yang tepat dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang baik dan benar dapat meningkatkan kompetensi bahasa Inggris mereka. Setelah pemodelan yang diberikan oleh narasumber, yaitu melalui pemberian contoh desain pembelajaran dengan tahapan sesuai pada langkah-langkah pembelajaran awal, inti, penutup, para guru yang menjadi peserta kemudian diarahkan melalui kerja kelompok untuk membuat desain pembelajaran dalam kelompok. Jadi, guru-guru bukan hanya mendengarkan dan bertanya jawab tentang teori-teori pembelajaran untuk anak-anak, tetapi yang lebih penting adalah praktek mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran (learning by doing and experiencing). Dengan praktek langsung mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran, para guru dapat memperdalam pemahamannya terhadap pemanfaatan bahasa kelas baik dalam persiapan pembelajaran (RPP) atau pun dalam implementasi melalui peer teaching. Di samping memperdalam pemahaman, dengan learning by doing, guru juga dapat mengasah kemampuan berpikir kritis dalam mementukan bahasa kelas apa saja yang cocok digunakan untuk pembelajaran dan aktivitas-aktivitas tertentu. Strategi atau teknik pembelajaran yang berbeda menyebabkan pemanfaatan bahasa kelas yang berbeda pula. Sehubungan dengan hal ini, Kruger (2010) menyatakan bahwa learning by doing memiliki beberapa keuntungan, yaitu (1) mendapatkan pemahaman yang lebih baik terhadap apa yang harus dilakukan dalam kegiatan, (2) memahami apakah kita menyenangi kegiatan atau tidak, (3) memahami apa yang harus diperbaiki, (4) memperdalam pemahaman terhadap materi yang dipelajari, dan (5) meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dalam mempersiapkan pembelajaran berupa skenario pembelajaran, mereka berdiskusi menentukan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris 33 yang akan digunakan dalam melaksanakan pembelajaran. Setelah mengaktualisasikan pembelajaran melalui latihan mengajar dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language), para guru yang menjadi peserta didik kemudian memberikan komentar dan masukan-masukan kepada temannya dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan pembelajaran. Kegiatan memberikan komentar untuk perbaikan ini terkait dengan apa yang diungkapkan Kruger (2010) di atas bahwa dengan learning by doing, para guru dapat mengetahui apa yang mesti ditingkatkan dan disempurnakan “we know what we can tweak”. 34 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Hal-hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan P2M ini adalah bahwa melalui kegiatan P2M ini, Undiksha dapat berpartisipasi dalam usaha: 1) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan para guru bahasa Inggris di SD di Kecamatan Sukasada melalui penyemaian informasi tentang pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak, yang meliputi: (1) Hakikat Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak di Sekolah Dasar, (2) Hakikat Bahasa Kelas (classroom language), dan (3) contoh desain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas. 2) Peningkatan kompetensi para guru bahasa Inggris dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran yang memaksimalkan penggunaan bahasa kelas (classroom language). 5.2 Saran Hal-hal yang dapat disarankan sesuai dengan simpulan di atas adalah sebagai berikut: 1) Peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar hendaknya secara terus-menerus diupayakan oleh berbagai pihak terkait terutama melalui peningkatan kompetensi profesional guru dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran. 2) Guru hendaknya berusaha secara terus menerus meningkatkan kualitas pemanfaatan bahasa Inggris di dalam kelas, karena mereka adalah sumber dan model utama bahasa target yang dipelajari siswa. Dengan menjadi sumber dan model yang baik, siswa dapat memetik pembelajaran yang baik dari para guru mereka. 35 DAFTAR PUSTAKA Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles. An Interactive Approach to Language Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Chang, Yu-Ying. 2010. “English-Medium Instruction for Subject Courses in Tertiary Education: Reactions from Taiwanese Undergraduate Students.” Taiwan International ESP Journal, Volume 2, Number 1, (pp. 55-84). Harmer, Jeremy. 2007a. How to Teach English. Essex: Pearson Education Limited. -------. 2007b. The Practice of English Language Teaching. Essex: Pearson Education Limited. Kruger, Sherri. 2010. “Why You Should Learn by Doing”. http://www.dumblittleman.com/2010/10/why-you-should-learn-by-doing.html (diakses tanggal 3 November 2013). McKay, Penny. 2007. Assessing Young Language Learners. Cambridge: Cambridge University Press. Moon, Jayne. 2000. Children Learning English. Oxford: Macmillan Publishers Limited. Nation, Paul. 2003. “The Role of the First Language in Foreign Language Learning.” Asian EFL Journal, Volume 5, Issue 2. http://www.asian-efl-journal.com/site_ map_ 2003 .php (diakses tanggal 30 Agustus 2012). Paul, David. 2003. Teaching English to Children in Asia. Hong Kong: Pearson Education Asia Ltd. Ratminingsih, Ni Made. 2010. Pengaruh Teknik Pembelajaran dan Tipe Kepribadian terhadap Keterampilan Mendengarkan Bahasa Inggris: Studi Eksperimen pada Siswa SD LAB Undiskha Singaraja. Disertasi Doktor (tidak diterbitkan). PPS Universitas Negeri Jakarta. Ratminingsih, Ni Made dan Budasi, I Gede. 2012. “Pelatihan Pemanfaatan Lagu-Lagu Kreasi Khusus (Scripted Songs) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tema di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.” Laporan Program P2M, Universitas Pendidikan Ganesha. Scott, Wendy A. and Lisbeth H. Ytreberg. 2000. Teaching English to Children, New York: Longman Group UK Ltd. 36 Lampiran 1 Peta Lokasi Daerah Sasaran Lampiran 2 :Foto Kegiatan P2M yang diselenggarakan di SD No.5 Sukasada pada hari Sabtu, 3 Agustus 2013 Pembukaan oleh KUPP kecamatan Sukasada, I Made Sedana, S.Pd., M.Pd. Penyemaian informasi oleh ketua pelaksana P2M Pembagian materi pelatihan oleh panitia Mendalami materi pelatihan Sesi diskusi dan tanya jawab Kerja kelompok mendesain pembelajaran Kerja kelompok mendesain pembelajaran Implementasi pembelajaran oleh perwakilan guru MATERI PELATIHAN P2M PENGGUNAAN BAHASA KELAS (CLASSROOM LANGUAGE) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. NIP. 196609081991022002 Dra. Luh Putu Artini, M.A., Ph.D. NIP. 196407141988102001 Disampaikan pada Kegiatan Pelatihan yang Diselenggarakan di SD No.1 Sukasada Sabtu, 3 Agustus 2013 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA Judul: Pelatihan Penggunaan Bahasa Kelas (Classroom Language) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng 1. PENDAHULUAN Pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak yang disebut English for Young Learners (TEYL) sedang berkembang di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kebijakan ini dimulai di Indonesia sejak diberlakukannya Kurikulum 1994, dan sampai saat ini terus semakin perlu ditingkatkan pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan usaha pemerintah untuk menyiapkan para pembelajar yang handal dan berkualitas, yang nantinya mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional. Bagi masyarakat Bali, pembelajaran bahasa Inggris yang diperkenalkan sejak dini sangat signifikan, karena Bali sebagai salah satu daerah tujuan pariwisata internasional menghendaki masyarakatnya untuk memiliki keterampilan berbahasa Inggris yang memadai khususnya pemanfaatan bahasa lisan, agar dapat berkomunikasi dengan wisatawan asing. Di samping itu, masyarakat Bali sangat sadar bahwa dengan kemampuan berbahasa Inggris aktif akan membawa dampak positif dalam kehidupan (life skills), oleh karena banyak lowongan pekerjaan utamanya dalam bisnis pariwisata serta pekerjaan lain yang menyaratkan kemampuan berbahasa Inggris. Sebagai upaya untuk mencapai tujuan tersebut, bahasa Inggris menjadi mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di sekolah dasar. Pengenalan bahasa Inggris sejak awal didasari oleh suatu konsep pedagogis bahwa semakin dini usia seseorang diperkenalkan dengan bahasa target, semakin cepat dan semakin bagus penguasaan dan pemerolehan anak terhadap bahasa yang dipelajari (Harmer, 2007b). Secara hakiki, pembelajaran untuk anak-anak berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa. Pembelajar anak-anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok lain. Beberapa karakteristik mendasar dari anak-anak adalah mereka senang bermain dan memiliki konsentrasi yang singkat. Dengan krakteristik tersebut, guru bahasa Inggris di sekolah dasar semestinya menggunakan strategi atau teknik mengajar yang berbeda dengan para pembelajar bahasa lainnya. Terkait dengan hal ini, Brown (2001) 1 menegaskan bahwa terdapat lima kategori yang harus diperhatikan guru dalam merancang pembelajaran bahasa Inggris yang sukses bagi anak-anak, yaitu (1) Intellectual Development, (2) Attention Span, (3) Sensory Input, (4) Affective Factors, dan (5) Authentic, Meaningful Language. Terkait dengan intellectual development, dijelaskan bahwa anak-anak sampai pada usia 11 tahun masih dalam fase pertumbuhan intelektual yang dinamakan oleh Piaget “concrete operation”. Dengan keterbatasan ini, segala bentuk pembelajaran berupa aturan-aturan, penjelasan-penjelasan, dan pembahasan kebahasaan yang bersifat abstrak hendaknya dilaksanakan dengan sangat hati-hati. Dari dimensi attention span, diungkapkan bahwa lama tidaknya anak-anak berkonsentrasi dalam pembelajaran banyak tergantung dari bagaimana pembelajaran itu dikemas oleh guru. Mereka kurang atau tidak akan memperhatikan pelajaran jika materi yang diajarkan membosankan, tidak berguna, dan terlalu sulit. Dengan demikian, tugas guru adalah untuk membuat pembelajaran itu menarik, hidup dan menyenangkan. Salah satu strategi untuk mengaktifkan dan mengefektifkan siswa dalam pembelajaran adalah melalui penggunaan bahasa kelas (classroom language) yang relevan dengan tingkat kemampuan pembelajar. Melalui pemanfaatan bahasa kelas yang relevan, mereka dapat bekerja sama dan berkomunikasi dalam proses pembelajaran. Sehubungan dengan pemanfaatan bahasa kelas, Scott dan Ytreberg (2000) mengemukakan bahwa jika kerjasama dan komunikasi harus menjadi bagian dari proses pembelajaran bahasa serta bagian dari proses perkembangan, maka pembelajaran hendaknya dikemas dengan mengajarkan ekspresi-ekspresi bermakna dalam bahasa Inggris. Cara mengajarkannya adalah melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language). Di samping itu pembelajaran bahasa kelas dapat melatih siswa untuk mengurangi ketergantungan pada buku dan kemandirian dalam menggunakan bahasa untuk tujuan komunikasi. Jadi, penggunaan bahasa kelas dapat mengarahkan siswa untuk belajar menggunakan bahasa untuk mengekpresikan perasaannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam bahasa target. 2 2. ANALISIS SITUASI Kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah dasar yang di mulai sejak tahun 1994 sampai dengan pemberlakuan KTSP sejak tahun 2006 belum dibarengi oleh usaha maksimal baik dari pihak pemerintah maupun sekolah, terutama guru untuk memaksimalkan pembelajaran. Dari pihak pemerintah dimaksudkan di sini adalah kurangnya guru-guru yang memiliki kompetensi mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Terkait dengan hal ini, hasil survei, melalui angket yang disebarkan kepada guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Buleleng dan Sukasada, yang dilakukan Ratminingsih (2010) membuktikan bahwa tenaga kependidikan (guru) yang dimiliki sekolah dasar di dua kecamatan belum memadai dilihat dari latar belakang pendidikan. Dari 185 guru bahasa Inggris tersebut,105 orang (56,75%) memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan 80 orang (43,25%) tidak berlatar belakang bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa sampai dengan tahun 2010, masih terdapat hampir setengah jumlah guru yang mengajarkan bahasa Inggris tidak memiliki persyaratan akademik yang memadai. Selanjutnya, dari 80 guru yang tidak berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, 46 orang (57,5%) adalah guru-guru tamatan D2 PGSD, 26 orang (32,5%) adalah guru-guru tamatan S1 dengan latar belakang pendidikan bervariasi, dengan rincian 7 orang (26,92%) tamatan S1 Agama Hindu, 5 orang (19,23%) S1 IPS (Ekonomi, Geografi, dan Manajemen), masing-masing 2 orang (7,69%) tamatan S1 PKK dan Perhotelan, dan sisanya adalah tamatan S1 Hukum, S1 Pendidikan Bahasa Indonesia, dan UT. Temuan yang tidak kalah menarik yaitu 6 orang guru (13,64%) adalah tamatan SLTA (5 SPG dan 1 SMA), berstatus PNS, yang juga berani mengajar bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa tuntutan kurikulum muatan lokal yang diberlakukan pemerintah belum dibarengi dengan perekrutan guru-guru yang memiliki kualitas akademik yang memadai, sehingga hal ini dapat berdampak terhadap pengajaran yang kurang memenuhi standar pengajaran bahasa Inggris yang baik dilihat dari segi ketepatan penanganan materi pembelajaran (aspek-aspek kebahasaan dan keterampilan berbahasa) yang diajarkan, maupun dari prosedur pembelajaran terkait dengan metode dan teknik pembelajaran yang digunakan. 3 Di sisi lain, dari pihak guru, hasil wawancara informal dengan beberapa guru di Kelurahan Sukasada, didapatkan informasi bahwa dalam pembelajaran mereka lebih banyak menggunakan buku teks (textbook oriented). Rutinitas pembelajaran dilakukan dengan melakukan segala aktivitas atau tugas yang hanya ada di dalam buku teks. Hal ini bisa membuat pembelajaran menjadi membosankan. Sementara itu, dari pengalaman peneliti memberikan pelatihan penyegaran tentang strategi mengajar bahasa Inggris kepada sekitar 100 guru-guru bahasa Inggris di lingkungan SD se-Kecamatan Buleleng (2006), para guru menceritakan pengalaman mereka mengajar yang lebih menekankan pada pembelajaran kosakata, karena menurutnya kosakata sangat penting untuk bisa menggunakan bahasa Inggris. Pendapat tersebut memang cukup beralasan dan menurut peneliti memang benar bahwa tanpa kosakata yang memadai, tidak ada seorang pun yang mampu menggunakan bahasa. Strategi atau teknik yang biasanya digunakan oleh guru dalam mengajar cenderung bersifat konvensional, yaitu setelah mengajarkan melafalkan kosakata secara berulangulang (drills), guru menjelaskan kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan, yaitu memberikan padanannya dalam bahasa ibu (bahasa Indonesia). Pemanfaatan bahasa pertama (L1) bila dilakukan terlalu sering, bahkan mendominasi tidak baik atau tidak membantu siswa menguasai bahasa yang dipelajari. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target dengan baik, yakni lebih banyak menggunakan bahasa Inggris di dalam kelas. Temuan terkini dari kegiatan P2M yang dilakukan Ratminingsih dan Budasi (2012) menunjukkan bahwa dari 25 guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Sukasada yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, hanya 6 orang guru (24%) yang berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan mayoritas guru, yaitu 19 orang (76%) berlatar belakang pendidikan non bahasa Inggris. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas guru yang mengajarkan bahasa Inggris di 25 sekolah dasar belum memiliki kualitas pembelajaran bahasa Inggris yang memadai. Dari semua temuan di atas, tim pelaksana kegiatan merasa berkepentingan untuk membantu para guru, utamanya yang tidak berlatar belakang kependidikan bahasa Inggris agar dapat meningkatkan kualitas bahasa Inggris yang digunakan di dalam kelas melalui 4 pelatihan penggunaan bahasa kelas (classroom language). Dengan pelatihan tersebut, para guru akan diperkenalkan dengan berbagai ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan siswa. Dengan penggunaan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang memadai, maka secara simultan guru dapat lebih mendominankan penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran. Dengan demikian, siswa akan menjadi terbiasa dengan pemanfaatan bahasa kelas, dan melalui cara tersebut, mereka akan dapat memeroleh bahasa secara alami (language acquisition). 3. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH Sesuai dengan analisis situasi di atas, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi: a) Pembelajaran masih berfokus pada pemanfaatan utama buku teks (textbook), sehingga pembelajaran menjadi kegiatan rutinitas yang dapat membosankan. b) Pembelajaran cenderung bersifat konvensional, yaitu guru menjadi figur aktif, mengajarkan pelafalan setiap kosakata, melalui latihan pengulangan (drills), dan kemudian menjelaskan makna setiap kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan. c) Dominansi penggunaan bahasa Indonesia sebagai medium pembelajaran. d) Mayoritas guru bahasa Inggris di Kecamatan Sukasada pada tahun 2012 (76%) belum memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang memadai. Mengacu pada masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, maka rumusan permasalahan yang diangkat pada pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut: a) Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language)? b) Bagaimana meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas (classroom language) yang relevan dan efektif ? 5 4. TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Hakikat Pembelajar Pemula (Anak-Anak) Harmer (2007a) menggolongkan tiga kelompok umur pembelajar, yaitu anak-anak (children), remaja (adolescents), dan dewasa (adults). Anak-anak adalah kelompok pembelajar dengan usia 2 sampai dengan 14 tahun, remaja adalah kelompok pembelajar dengan usia antara 12 sampai dengan 17 tahun, dan dewasa umumnya mereka yang berumur antara 16 tahun ke atas. Khusus untuk istilah anak-anak (children), Harmer menggolongkan dua kelompok usia anak-anak, yaitu young learners adalah mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 9 tahun, dan very young learners biasanya antara 2 sampai dengan 5 tahun. McKay (2007: 1) mendefinisikan young language learners sebagai berikut: Young language learners are those who are learning a foreign or second language and who are doing so during the first six or seven years of formal schooling. In the education system of most countries, young learners are children who are in the primary or elementary school. In terms of age, young learners are between the ages of approximately five and twelve. Dalam kutipan tersebut, McKay menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pembelajar anak-anak adalah mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua pada enam atau tujuh tahun pertama pembelajaran di sekolah formal dan biasanya diajarkan di sekolah dasar. Dari segi usia, mereka rata-rata berusia antara 5 sampai dengan 12 tahun. Selanjutnya, Harmer (2007a) mengemukakan bahwa karakteristik anak-anak ketika belajar ialah mereka tidak hanya fokus pada apa yang diajarkan, tetapi juga belajar banyak hal pada saat yang bersamaan, seperti mengambil informasi dari sekitarnya. Melihat, mendengar, dan menyentuh sama pentingnya dengan penjelasan guru dalam proses pemahaman. Abstraksi aturan-aturan gramatika kurang efektif bila diajarkan pada anakanak. Anak-anak biasanya merespon dengan baik pada aktivitas-aktivitas yang memfokuskan pada kehidupan dan pengalaman mereka. Namun, perhatian anak-anak, yaitu kemauan untuk tetap memperhatikan satu kegiatan biasanya singkat. Salah satu karakteristik penting anak-anak adalah kemampuannya menjadi pembicara yang kompeten 6 dari sebuah bahasa baru bila disediakan fasilitas yang memadai, dan bila mendapatkan pajanan bahasa yang mencukupi. Harmer (2007b) lebih jauh mengungkapkan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan terhadap apa yang diajar dan bagaimana mengajar. Orang-orang yang berbeda usia memiliki kebutuhan, kompetensi, keterampilan kognitif yang berbeda. Anak-anak lebih baik memperoleh bahasa asing melalui permainan, sedangkan orang dewasa mungkin lebih baik belajar melalui pemanfaatan pikiran abstrak. Salah satu kepercayaan yang berlaku umum terkait dengan hubungan umur dan belajar bahasa adalah bahwa anak-anak belajar lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Scott dan Ytreberg (2000: 1) menegaskan yang dimaksudkan anak-anak adalah mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 10 atau 11 tahun. Namun, mereka membagi anak-anak ke dalam dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok 5 sampai 7 tahun, dan (2) kelompok 8 sampai 10 tahun. Karakteristik anak-anak pada usia 5 sampai 7 tahun adalah (1) mereka bisa mengatakan apa yang sedang dikerjakan, (2) mereka bisa memberitahu apa yang telah dikerjakan atau didengar, (3) mereka bisa merencanakan aktivitas, (4) mereka bisa berargumentasi, (5) mereka bisa menggunakan alasan logis, (6) mereka bisa menggunakan imajinasi dengan jelas, (7) mereka dapat menggunakan pola intonasi yang bervariasi dalam bahasa ibu, dan (8) mereka bisa memahami interaksi manusia langsung. Sedangkan, karakteristik umum anak-anak umur 8 sampai 10 tahun adalah (1) konsep dasar mereka terbentuk. Mereka memiliki pandangan yang jelas terhadap dunia, (2) mereka bisa membedakan antara fakta dengan fiksi, (3) mereka selalu bertanya, (4) mereka percaya dengan kata-kata lisan dan dunia fisik untuk menyampaikan dan memahami makna, (5) mereka bisa mengambil keputusan terhadap apa yang harus mereka pembelajari, (6) mereka mempunyai pandangan yang jelas terhadap apa yang dia suka dan tidak suka, (7) mereka memahami rasa keadilan yang terjadi di kelas, dan (8) mereka dapat bekerja sama dengan dan belajar dari orang lain. Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar tergolong anak-anak, yang oleh Harmer (2007a) disebut children atau young learners, yang berusia 7 antara 6 tahun s.d. 12 tahun yang belajar di sekolah selama 6 tahun (McKay, 2007), dan oleh Scott dan Ytreberg (2000) dikategorikan pada kelompok kedua. Paul (2003) mengemukakan bahwa dalam teori intelegensi jamak (multiple intelligence), anak-anak memiliki intelegensi yang berbeda-beda. Anak tertentu bisa lebih berintelegensi dalam satu hal, sedangkan anak yang lain lebih berintelegensi dalam hal yang lain. Tugas guru adalah menemukan kekuatan-kekuatan pada setiap anak dan membangun kekuatan-kekuatan tersebut. Moon (2000) menjelaskan bahwa anak-anak yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing di sekolah telah mempelajari satu bahasa, dan ketika masuk kelas, mereka akan membawa pengalaman dalam bahasa sebelumnya, yang dapat membantunya belajar dan belajar bahasa Inggris. Guru hendaknya bisa memanfaatkan dan membangun kemampuan dan karakteristik ini. Situasi belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, anak-anak akan sangat tergantung secara keseluruhan hanya pada lingkungan sekolah sebagai input. Dengan demikian, guru biasanya merupakan satu-satunya sumber yang memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa anak. Di samping itu, anak-anak tidak belajar dengan satu cara, tetapi menggunakan berbagai cara. Mereka hanya bisa menggunakan cara-cara tersebut, jika guru mengembangkan lingkungan belajar yang tepat, yaitu suatu lingkungan belajar yang memberikan cukup pajanan yang memberikan input bermakna, memberikan mereka kebebasan untuk mengambil resiko dan meneliti, membuat mereka mau menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman-temannya, dan mendapatkan umpan balik dari proses belajar. Dari paparan Moon (2000) dan Paul (2003) di atas, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan sumber belajar penting dan utama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena itu guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target yang memadai agar anak-anak dapat memiliki kompetensi berkomunikasi dalam bahasa yang mereka pelajari. 4.2. Bahasa Kelas (Classroom Language) Bahasa kelas (classroom language) secara umum dapat dikatakan sebagi ekspresiekspresi bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi di kelas antara guru dan peserta 8 didik. Menurut Scott dan Ytreberg (2000:17), bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna yang digunakan untuk membantu anak-anak berkembang dari ketergantungan pada buku menjadi lebih mandiri dalam usaha untuk berkomunikasi. Pemanfaatan bahasa kelas oleh guru sangat penting dalam proses belajar mengajar agar anak-anak terbiasa dalam menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris dalam berinteraksi. Beberapa contoh ekspresi bahasa yang segera harus diajarkan kepada pembelajar anak-anak sejak awal, seperti: Good morning/afternoon Good bye Can I ...................., please? Sorry, I don’t know/don’t understand/can’t What’s this called in English?/ What’s the English for ........... Whose turn is it/book is this/chair is this? Whose turn is it to .................... It’s my/your/his/her turn. Pass the .................., please. Lebih lanjut, Scott dan Ytreberg (2000) menegaskan agar guru lebih memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas dengan menggunakan bantuan mimik, akting, boneka, dan lain-lain untuk dapat menyampaikan makna. Penggunaan bahasa Inggris yang maksimal di dalam kelas sangat berguna, karena anak-anak hanya mendapat kesempatan mendengar bahasa Inggris digunakan di dalam kelas. Di luar sekolah mereka biasanya kurang mendapat ekspos bahasa. Oleh karena itu, guru hendaknya mengupayakan penggunaan bahasa Inggris yang sederhana, natural dan sesuai dengan level siswa. Dengan strategi tersebut, guru dapat memperbanyak pemanfaatan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran daripada bahasa Indonesia, yang lebih bermanfaat dalam usaha pemerolehan bahasa target. Paul (2003) menambahkan bahwa guru perlu menggunakan bahasa kelas untuk instruksi-instruksi kelas. Tugas guru untuk memberikan contoh dan membimbing siswa untuk menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris secara natural. Melalui cara tersebut, siswa dapat memahami bagian-bagian bahasa secara periferal dan menghubungkan penggunaan bahasa Inggris sesuai dengan perasaannya. Beberapa bahasa kelas yang dipaparkan oleh Paul (2003: 81) adalah sebagai berikut: 9 Classroom Language Simple Expressions Good Afternoon. How are you today? Thank you. I’m sorry. I don’t know. Goodbye. See you next week. May I open the window? Between the children Can I borrow your ... , please? Sure. Here you are. It’s my turn. It’s your turn. May I have a ...? Asking for help Could you repeat that, please? What’s this in English? What’s that in English? How do you spell...? I don’t understand. Please help me. How do I say...? From the teacher Guess. Please stand up. Please open your books. Let’s write/ go home. Let’s play ... What’s the weather like today? It’s time to write/ go home Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa yang umum digunakan oleh guru maupun siswa sebagai bagian dari kegiatan berkomunikasi atau interaksi. Sehubungan dengan hal di atas, Nation (2003) menegaskan bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam kelas bahasa hendaknya dimaksimalkan kapan saja memungkinkan secara terus menerus maupun melalui pengelolaan kelas. Nation (2003) menambahkan bahwa ketika siswa memiliki sedikit kesempatan menggunakan bahasa target di luar kelas, tugas guru untuk memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris yang dipelajari di dalam kelas. Salah satu cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui pengelolaan kelas (classroom management), seperti menyuruh siswa apa yang perlu dikerjakan, misalnya take your books, turn to page 7; mengontrol perilaku, misalnya be quiet; menjelaskan aktivitas, misalnya get into pairs. Terkait dengan pemanfaatan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, Chang (2010) melaporkan hasil surveinya terhadap 370 mahasiswa S1 di Taiwan bahwa mereka memiliki sikap positif terhadap penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar (English as a Medium of 10 Instruction), dan mayoritas setuju bahwa pembelajaran dengan bahasa pengantar bahasa Inggris dapat meningkatkan profisiensi bahasa Inggris mereka terutama keterampilan mendengarkan. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa kelas sebagai medium pembelajaran sangat penting dilakukan oleh guru sebagai upaya memaksimalkan pemanfaatan bahasa Inggris di dalam kelas guna membimbing dan melatih siswa agar dapat menggunakan bahasa untuk tujuan berkomunikasi dan meningkatkan profisiensi mereka. 5. TUJUAN KEGIATAN Sesuai dengan analisis situasi dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut: a) Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language). b) Untuk meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa (classroom language).kelas yang relevan dan efektif. 6. MANFAAT KEGIATAN Melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat ini, manfaat yang dapat dipetik oleh beberapa pihak adalah sebagai berikut: a) Bagi Guru Bahasa Inggris Sekolah Dasar Kegiatan P2M ini akan memberikan masukan yang berharga berupa pengetahuan dan keterampilan praktis bagi guru-guru bahasa Inggris dalam rangka mengupayakan pembelajaran yang lebih berkualitas, yaitu dalam menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang lebih optimal. Khusus bagi guru-guru bahasa Inggris yang tidak memiliki latar belakang kependidikan bahasa Inggris yang memadai, kegiatan ini akan sangat bermanfaat dalam melatih kemampuan mereka menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna dalam proses pembelajar, sehingga dapat 11 meningkatkan dominasi penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran daripada bahasa Indonesia. b) Bagi Sekolah Kegiatan P2M ini akan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas guru bahasa Inggris dari segi penambahan pengetahuan dan keterampilan praktis melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris yang lebih baik, yaitu dalam berkomunikasi dan berinteraksi di kelas melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language). c) Bagi Siswa Sekolah Dasar Dengan adanya pembaharuan dalam cara guru mengajarkan bahasa Inggris, yaitu melalui penggunaan bahasa kelas (classroom language) yang optimal, siswa akan berlatih secara terus menerus berkomunikasi dan berinteraksi lebih banyak dalam bahasa target (bahasa Inggris). Bila hal tersebut terus diupayakan oleh guru, maka pemanfaatan bahasa kelas akan menjadi kebiasaan (habit), yang sangat berguna dalam mempercepat proses pemerolehan bahasa target. d) Bagi UNDIKSHA Sebagai sebuah LPTK, yang salah satu dari Tri Dharma adalah melakukan pengabdian pada masyarakat, kegiatan P2M ini akan menjadi salah satu wujud kepedulian Undiksha untuk berperan aktif secara berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas SDM (guru) di Propinsi Bali pada umumnya dan di Kabupaten Buleleng khususnya, yaitu di Kecamatan Sukasada. 12 7. CONTOH DESAIN PEMBELAJARAN Jam pelajaran 2 x 35 menit Langkah Kegiatan Guru Pembelajaran Memberi salam kepada Kegiatan Awal (Pre- siswa. Activity) - Good morning students - How are you today? - I’m fine, thank you. How about you? - I’m OK/pretty well/not in a good condition Mengecek kehadiran siswa. - Who’s absent today? - Where is Dian? - What happens to her? - Is she sick? Memberikan beberapa pertanyaan terkait dengan tema pembelajaran, misalnya: - When you meet someone in the morning/ afternoon, evening, what will you say? - What will you say when someone asks how are you today? Kegiatan Siswa Waktu Membalas salam. 2 menit - Good morning teacher - How are you? - I’m fine, thank you. How about you? - I’m OK/pretty well/not in a good condition Mendengarkan dan 3 menit menjawab pertanyaan - Dian is absent today - Dian is not coming - She is sick Memperhatikan dan 3 menit merespon pertanyaan guru. Good morning/ afternoon/evening I’m fine/OK/pretty well, thank you. How about you? Memberitahukan topik Mendengarkan dan 2 menit pelajaran yang akan memperhatikan penjelasan dibahas (Greetings). guru. - Today We are going to learn about..... - Our lesson today is about .... -Now We are going to study about ... 13 Kegiatan Inti Memperkenalkan permainan 1 ”Jigsaw (Whilst Listening” dan Activity) memberikan aturan permainan. -Listen carefully, I will give you a game. -Do you like to play a game? -Its name is Jigsaw game/ -We will play Jigsaw. Mendengarkan permainan aturan 2 menit Yes, I do/we do Yes, I like it/we like it Memberikan lembar kerja Melakukan permainan 10 dan menyuruh siswa secara berpasangan. menit melakukan permainan secara berpasangan, yaitu menyusun kalimat-kalimat acak menjadi sebuah percakapan setelah mendengarkan teks. -Please pay attention -You work with your partner/friend next to you/ -Please find one friend -Read the sentence silently/loudly -Arrange sentences after you listen to the tape with your partner -You will listen to the tape 3 times - Are you ready? - Please listen now. Mengecek jawaban siswa. - Are you finished? - Are you done? - Is it easy/difficult? - Now,Lets check your answer. 14 Memberikan respon. Yes, we are It’s easy/difficult OK. 5 menit Memberikan teks dialog Mendengarkan yang lengkap dan mengulangi memberi contoh membaca seksama. teks dialog dengan lafal yang benar. - Please be quiet and listen again. - Now I have a dialogue - I will read the dialogue Menyuruh beberapa pasang siswa membaca dialog seperti yang dicontohkan oleh guru. dan 5 menit dengan 10 menit -It’s your turn now to read the dialogue/It’s time for you to read the dialogue. -Dian and Dina, please. Menyuruh siswa bekerja Melakukan dialog secara 25 berpasangan membuat berpasangan. dialog sederhana seperti menit contoh dan kemudian mempraktekkannya di depan kelas. -Now, it’s time to practise speaking. -Make a dialogue like the example. -Do the dialogue in front of the class. - I will give you mark/score. Menanyakan opini siswa Kegiatan Akhir (Post- tentang pelajaran hari itu. -How do you feel? Activity) -Are you happy? -Do you like the lesson? Menutup pelajaran dengan salam perpisahan. 15 Merespon dengan jujur 2 menit bagaimana opini mereka tentang pelajaran. Yes, I/we do Yes, I’m/we are happy Merespon salam 1 menit perpisahan. -That’s our lesson for today. -That’s all for today. It’s break time. -Good bye. Good bye -See you later See you later. DAFTAR PUSTAKA Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles. An Interactive Approach to Language Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Chang, Yu-Ying. 2010. “English-Medium Instruction for Subject Courses in Tertiary Education: Reactions from Taiwanese Undergraduate Students.” Taiwan International ESP Journal, Volume 2, Number 1, (pp. 55-84). Harmer, Jeremy. 2007a. How to Teach English. Essex: Pearson Education Limited. -------. 2007b. The Practice of English Language Teaching. Essex: Pearson Education Limited. McKay, Penny. 2007. Assessing Young Language Learners. Cambridge: Cambridge University Press. Moon, Jayne. 2000. Children Learning English. Oxford: Macmillan Publishers Limited. Nation, Paul. 2003. “The Role of the First Language in Foreign Language Learning.” Asian EFL Journal, Volume 5, Issue 2. http://www.asian-efl-journal.com/site_ map_ 2003 .php (diakses tanggal 30 Agustus 2012). Paul, David. 2003. Teaching English to Children in Asia. Hong Kong: Pearson Education Asia Ltd. Ratminingsih, Ni Made. 2010. Pengaruh Teknik Pembelajaran dan Tipe Kepribadian terhadap Keterampilan Mendengarkan Bahasa Inggris: Studi Eksperimen pada Siswa SD LAB Undiskha Singaraja. Disertasi Doktor (tidak diterbitkan). PPS Universitas Negeri Jakarta. Ratminingsih, Ni Made dan Budasi, I Gede. 2012. “Pelatihan Pemanfaatan Lagu-Lagu Kreasi Khusus (Scripted Songs) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tema di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.” Laporan Program P2M, Universitas Pendidikan Ganesha. Scott, Wendy A. and Lisbeth H. Ytreberg. 2000. Teaching English to Children, New York: Longman Group UK Ltd. 16 SUSUNAN PANITIA KEGIATAN P2M 2013 NO NAMA JABATAN 1 Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. Ketua Panitia Pelaksana Kegiatan 2 Dr. Luh Putu Artini, M.A. Wakil Ketua Panitia 3 I Gede Sugiarta, S.Pd., M.Pd. Sie Tempat 4 I Nyoman Sunendra, S.Pd, M.Pd. Sie Sekretariat 5 Made Raksa, S.Pd.,M.Pd. Sie Perlengkapan 6 Wisnu Saputra Sie Acara 7 Made Jane Purnama MC 8 Gusti Ngurah Arya Bayu Permadi Sie Dokumentasi 9 Putu Adi Setiawan Sie Konsumsi SUSUNAN ACARA KEGIATAN P2M PELATIHAN PENGGUNAAN BAHASA KELAS (CLASSROOM LANGUAGE) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN SUKASADA SABTU, 3 AGUSTUS 2013 NO WAKTU KEGIATAN KETERANGAN 1 08.30-09.00 Presensi Peserta Sie Acara 2 09.00-09.30 Pembukaan: 1) Berdoa Petugas 2) Menyanyikan Lagu Indonesia Petugas Raya Kepala 3) Sambutan UPP Kec. Sukasada Ketua LPM Undiksha 4) Sambutan dan pembukaan secara resmi kegiatan pelatihan 3 09.30-09.40 Kudapan Sie Konsumsi 4 09.40-10.30 Pemaparan Materi Bahasa Kelas Dr. Ni Made (classroom language) dan contoh desain Ratminingsih, M.A. pembelajaran 5 10.30-11.30 Latihan mendesain pembelajaran dengan Peserta dibagi dalam 5 menggunakan bahasa kelas (classroom kelompok language) dalam kelompok 6 11.30-12.00 Istirahat Makan Siang 7 12.00-13.30 Latihan dengan 8 13.30-14.00 Petugas melaksanakan menggunakan pembelajaran Performansi perwakilan bahasa kelas dari masing-masing (classroom language) kelompok Penutupan dan administrasi Petugas Singaraja, 3 Agustus 2013 Ketua Pelaksana, Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. NIP 196609081991022002 DAFTAR HONOR KEGIATAN P2M 2013 NO JENIS KEGIATAN JUMLAH HONOR 1 Honor pembuatan proposal 600.000,- 2 Honor pemakalah/fasilitator 750.000,- 3 Honor pembuatan laporan 750.000,- Total Pengeluaran 2.100.000,- Tanda Tangan