MAKALAH PENYAJI DINAMIKA KELOMPOK KECIL LEVELS OF GROUP PROCESS: BEHAVIOUR AND EMOTION Disusun Oleh: Feisal Makarim | 1006692682 Fitriani | 1006682700 Hania Alifa Adzhani | 1006664376 Risa Wardatun Nihayah | 0906523403 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa manusia lain. Sehingga manusia melakukan interaksi dengan masyarakat untuk menjaga kelangsungan hidup. Di dalam masyarakat tersebut terdapat berbagai kelompok yang mengakomodir kepentingan individu–individu berdasarkan kesamaan tujuan. Dengan adanya kelompok, tiap-tiap individu dapat menyuarakan aspirasi yang sebelumnya belum dapat tersalurkan. Aspirasi tersebut didapatkan karena adanya kesamaan pemikiran dan kepentingan bersama pula. Terdapat level of group process dalam kelompok kecil, diantaranya ada behavior dan emotion. Setiap individu berperilaku sesuai kebutuhannya. Dengan berperilaku, individu-individu saling melakukan interaksi antar anggota dalam kelompok. Interaksi-interaksi di dalam kelompok tersebut dapat mempengaruhi emosi masing-masing individu. 1.2 Tujuan Penulisan Dengan makalah ini, kelompok penyaji ingin menjelaskan bagaimana perilaku dalam kelompok dapat mempengaruhi emosi anggota-anggotanya. Serta mengetahui apakah ada sebuah kelompok yang menunjukkan bahwa interaksi antar anggota dalam kelompok tidak mempengaruhi emosi anggotanya. 1 BAB II KERANGKA KONSEPTUAL 2.1 Levels of Group Process Menurut Theodore M. Mills, suatu kelompok dapat dikatakan sebagai kelompok kecil apabila beranggotakan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi secara timbal balik dan memiliki tujuan tertentu. Di dalam bukunya, Theodore M. Mills membagi tahapan di dalam pembentukan sebuah kelompok, karena kelompok itu terbentuk tidak dengan sendirinya melainkan melalui sebuah proses interpersonal. Proses interpersonal tersebut, yaitu perilaku (behavior), emosi (emotions), norma (norms), tujuan (goals), dan nilai (group values). Akan tetapi, di dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai perilaku (behavior) dan emosi (emotions) dalam pembentukan sebuah kelompok. Sebelum lebih lanjut membahas level behavior dan emotions, akan dijelaskan secara singkat kelima level of group process. Behavior menggambarkan bagaimana orang bertindak secara terbuka dihadapan orang lain. Emotions yaitu perasaaan mereka terhadap satu sama lain dan mengenai suatu hal yang tengah terjadi. Norms merupakan ide-ide mengenai bagaimana orang-orang seharusnya bertindak merasakan, mengekspreksikan perasaan mereka. Goals adalah sebuah gagasan mengenai apa yang paling diinginkan kelompok untuk dilakukan dan mencapainya. Groups values adalah ide mengenai apa yang paling diinginkan kelompok sebagai unit untuk menjadi yang diinginkan oleh kelompok. Proses interpersonal tersebut terbagi kedalam subsistem masing-masing, yaitu: 1. Level of behavior → memiliki subsistem interaction system, dimana anggota-anggota dalam kelompok harus bertindak terbuka terhadap anggota lainnya setiap waktu. 2. Level of emotion → memiliki subsistem group emotion, dimana perasaan dan emosi antar anggota diatur dalam merespon suatu kejadian. 3. Level of norms → memiliki subsistem normative system, dimana individu dalam kelompok saling berbagi pikiran atau ide mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan dirasakan oleh anggota-anggotanya. Mengenai bagaimana norma dijadikan aturan dan mengenai sanksi apa yang seharusnya diberikan ketika tindakan kelompok tidak sesuai dengan norma. 2 4. Pada level of goals → memiliki subsistem technical system, yaitu seperangkat ide mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh kelompok dan rencana mengenai bagaimana mencapai hal tersebut. 5. Pada level of values → memiliki subsistem executive system, dimana mengandung penafsiran apa itu grup, ide mengenai apa yang diinginkan dan bagaimana hal itu dimungkinkan atau dicapai. Lima sistem ini secara empiris saling terkait untuk memastikan perasaan kita telah terafeksi dengan apa yang kita lakukan, apa yang kita lakukan dipengaruhi oleh pikiran kita, dan aturan sering kali berubah seiring berubahnya tujuan dalam kelompok. Langkah awal untuk memahami keterkaitan sistem tersebut adalah dengan meneliti sub sistem yang terpisah, memahami kekhususan, dan melihat perbedaan-perbedaannya. Pertama adalah menyediakan indikator untuk membedakan antara aturan yang berbedabeda dalam berbagai grup. Langkah paling umum untuk membedakan organisasi sosial adalah pada levels mana saja yang mereka gunakan. Kedua adalah melihat anggota secara individual dalam grup. Walaupun sebuah grup secara keseluruhan atau hanya sebagian besar bisa mengikuti lima levels yang ada, tapi tidak semua harus melakukannya. Contoh yang paling jelas adalah seorang anggota yang baru masuk. Walaupun dia bisa langsung berinteraksi dengan anggota lainnya dan secara langsung mengalami kontak emosi, tapi ia tidak begitu saja dapat berada dalam semua level tanpa kesempatan belajar mengenai norma grup, tujuannya, dan nilai-nilai yang dimiliki. 2.2 Keterkaitan Antar Level Behavior antar anggota dalam kelompok dapat mempengaruhi emosi atau perasaan individu, begitupun sebaliknya emosi yang dimiliki individu tersebut dapat mempengaruhi perilaku dalam berinteraksi dengan individu lainnya. Lalu di dalam kelompok ada nilai dan norma-norma atau aturan yang berlaku untuk setiap anggotanya, Hal ini juga mempengaruhi perilaku anggota serta group goals. Jika individu bertindak sesuai aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada maka group goals akan lebih mudah untuk dicapai, sebaliknya jika anggotanya bertindak diluar norma dan nilai kelompok maka group goals akan sulit untuk dicapai. 2.3 Perilaku dan Sistem Interaksi Di dalam mempelajari Dinamika Kelompok Kecil, terdapat beberapa perilaku dan interaksi yang sering terjadi di dalam suatu kelompok. Perilaku dan interaksi yang dilakukan 3 secara intensif dan terus berkelanjutan, memunculkan pola yang menjadi kebiasaan di dalam kelompok tersebut, yaitu: 1. Keteraturan (order) Perilaku manusia memiliki pola, Untuk dapat melihat dan memahami pola yang terdapat di dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat bagaimana hubungan interaksi yang ada di dalamnya. Fitur yang sistematis dari urutan interaksi-interaksi dapat direkam dan diringkas menjadi suatu data dasar pada group. Teratur atau kurang teratur dalam pola berperilaku adalah fitur dasar dari sistem interaksi. 2. Distribusi tindakan oleh partisipan Merupakan elemen kedua yang terdapat di dalam sistem interaksi, distiribusi aktifitas dari tiap-tiap anggotanya. Distribusi tindakan itu partisipan merupakan pengalokasian interaksi antar anggota yang membentuk suatu pola di dalam kelompok. 3. Ukuran kelompok Jumlah anggota dalam group dapat mempengaruhi distribusi dan kualitas interaksi. Semakin besar anggota dalam kelompok, semakin kecil hambatannya, karena anggota-anggota tersebut dapat menjadi lebih baik dengan berkenalan dalam pertemuan-pertemuan, dan hambatan pun akan semakin berkurang untuk kelompok yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang anggotanya lebih kecil. Tetapi dalam kelompok yang anggotanya lebih kecil, alienasi dari tiap-tiap individu lebih kecil dibandingkan dengan kelompok yang anggotanya yang lebih besar. 4. Batasan di dalam interaksi Di dalam chapter 3, Bavelas menekankan pertanyaan bagaimana efek dari interaksi pola yang tetap. Bavelas juga membagikan 4 pola interaksi : lingkaran, rantai, roda, ‘y’. Dilihat dari kasus untuk memecahkan masalah dan kepuasan yang dilihat oleh Leavitt, untuk pemecahan masalah lebih baik dengan menggunakan pola interaksi roda dan ‘y’, tetapi untuk kepuasan akan lebih baik menggunakan pola interaksi rantai dan lingkaran. Heise dan Miller, untuk masalah yang membutuhkan informasi dan akumulasi lebih baik menggunakan hubungan terbuka seperti pola lingkaran dan rantai. Jika masalah membutuhkan paduan dan wawasan akan lebih baik menggunakan hubungan terpusat seperti pola roda dan ‘y’. Menurut Shaw, lebih baik membedakan informasi yang relevan dan tidak relevan untuk hubungan terbuka. 4 5. Hasil Beberapa laporan studi menampilkan bahwa kedua interpersonal cenderung mengarah teratur dan faktor situasi berefek pada karakteristik dari keteraturan tersebut. Interkasi manusia bersifat sistematis dan kompleks. Sehingga semakin sering interaksi berupa tingkah laku dilakukan oleh individu–individu dalam kelompok maka emosi yang muncul pada salah seorang anggota dapat mewakili emosi anggota lain dalam kelompok tersebut. Begitu pula sebaliknya, emosi yang dirasakan oleh kelompok berpengaruh kepada tingkah laku setiap individu dalam bertindak. 2.4 Perasaan dan Emosi di dalam Kelompok Sherif dan Sherif menjelaskan poin penting tentang kelompok melalui studi tentang remaja, yaitu: Ketika berbagai macam keinginan hadir, apa yang diinginkan oleh orang, harapanharapan, hasrat, dan perasaan takut, frustasi, pengasingan, kesenangan, perlingdungan, kepuasan, dan solidaritas adalah bahan-bahan dari emosi kelompok. Tidak ada satupun elemen-elemen di atas hadir ketika di dalam pengasingan, sebaliknya elemen-elemen itu hadir ketika adanya hubungan yang saling bergantungan di antara mereka, bagaimana perilaku seseorang berdampak kepada anggota kelompoknya. 2.5 Merumuskan Dinamika Emosi dalam Kelompok Meskipun banyak orang dapat menjalankan perasaan intuitifnya secara efektif di dalam dinamika kelompok, namun keakraban dalam kelompok ditumbuhkan dengan pemikiran tentang proses emosional. Kombinasi dari harapan, ketakutan dan kesamaan yang ada merupakan satu struktur dalam emosi kelompok. Proses emosi tidak dapat diamati secara langsung tetapi diduga pada wujud-wujud tidak langsung. Banyak model perasaan yang diberikan atau diungkapkan pada kelompok untuk membuat perwujudan emosi dalam kelompok dan meskipun model-model tersebut mirip, akan tetapi merefleksikan perasaan yang berbeda. Sehingga terdapat jarak diantara pengalaman yang dirasakan dengan dugaan terhadap perasaan tersebut. Akan lebih baik jika dugaan tersebut berdasar dari pengalaman seluruh anggota juga dipertimbangkan. Emosi bersama dari suatu kelompok, susunan yang teratur, membutuhkan informasi yang memadai yang pertama, kedua dan ketiga keteraturan dalam hubungan tentu saja memperpanjang jarak yang ada. Pada kenyataannya sedikit orang dapat menghubungkan emosi kelompok dan bagaimana hal itu terjadi. 5 Meskupin sulit namun tetap berusaha untuk melihat dari emosi kelompok, Birdwhistell telah mengkodekan perubahan badan dan isyarat tubuh dalam melihat ekspresi dari emosi yang dirasakan. Sedangkan Horwitz dan Cartwright menggunkan teknik tertentu dalam mengasumsikan proses kelompok yang tersembunyi. Cita-cita, interpretasi terhadap sesuatu dan cerita-cerita dalam kelompok dapat memberikan gambaran tentang proses emosional individu. Mitologi kelompok, kebiasaan dan kreasi artistik dapat memberikan gambaran mengenai emosi yang tersembunyi diantara anggota. Hubungan yang disertai emosi yang tersembunyi dalam kelompok dan orientasi emosi secara keseluruhan dari kelompok dapat diduga dari analisa yang cermat pada kandungan yang ada pada kelompok, yang meliputi apa yang dikatakan di dalam kelompok, termasuk apa apa yang dikatakan terhadap obyek-obyek diluar kelompok, kelompok, kejadian dan lain-lain. 2.6 Perhitungan Cost Reward Dalam teori pertukaran mengenai perilaku sosial, yaitu menekankan perilaku individu tersebut terletak dalam cost, reward, dan profit. Cost dalam hal ini merupakan pengorbanan individu dalam berperilaku dan reward merupakan imbalan yang diterima oleh individu atas apa yang dia lakukan. Profit merupakan hasil reward dikurangi dengan cost. Karena adanya profit, interaksi akan terus berlangsung. Dari teori pertukaran perilaku sosial ini ingin memperlihatkan keseimbangan antara reward dan cost yang terjadi antarindividu dalam kelompok kecil. Dalam perhitunngan cost dan reward dapat terlihat dengan proposisi Homans, yaitu "Semua tindakan yang dilakukan oleh individu, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh reward, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi". Individu tersebut akan mengulangi lagi tindakannya jika selama apa yang dia lakukan dapat memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri. Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah "distributive justice" yang merupakan aturan yang mengatakan bahwa sebuah reward harus sebanding dengan investation (apa yang diharapkan oleh individu). Proposisi yang terkenal sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi "Seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan reward yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan cost yang telah dikeluarkannya - makin tinggi pengorbanan, makin tinggi imbalannya – dan profit yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investation - makin tinggi investation, makin tinggi profit". 6 BAB III DESKRIPSI KASUS Penyaji mengambil contoh keluarga dalam menganalisis kelompok kecil pada tahap proses berperilaku dan emosi. Keluarga merupakan contoh kelompok kecil nyata yang mana setiap anggotanya berperilaku satu sama lain dan berinteraksi di dalamnya serta dapat mempengaruhi emosi individunya. Keluarga adalah wadah untuk sosialisasi primer kepada anggota–anggotanya tentang nilai dan norma yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan. Peyampaian sosialisasi tersebut biasanya dilakukan melalui perbuatan atau tingkah laku setiap individu yang pada akhirnya dapat mempengaruhi emosi atau ikatan batin kelompok keluarga secara keseluruhan. Setiap anggota keluarga melakukan interaksi yang sangat intens dan umumnya secara tatap muka dan intim. Maka ketika ada salah seorang anggota keluarga yang harus meninggalkan rumah untuk sementara waktu seperti tugas keluar kota atau kuliah di luar daerah, anggota lain akan merasa emosi yang sama seperti yang dirasakan oleh anggota yang harus meninggalkan rumah tersebut. Sementara itu, interaksi anggota suatu kelompok berupa tingkah laku yang tidak memberikan pengaruh pada emosi kelompok secara keseluruhan dapat dijelaskan melalui perusahaan. Perusahaan sebagai kelompok kecil merupakan organisasi formal yang mengedepankan profesionalitas setiap anggota dalam mencapai tujuan perusahaan. Sehingga tingkah laku anggota kelompok yang bertentangan dengan tujuan perusahaan akan menjadi penilaian yang buruk bagi kinerja perusahaan. Implikasinya adalah anggota mkelompok tersebut, dalam hal ini karyawan yang melakukan ‘kesalahan’, mendapatkan reward sesuai dengan hal yang dilakukannya itu. Namun pada hal yang lain, karyawan tersebut masih mendapat kredibilitas yang baik. 7 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Faktor-faktor yang Terkait Dengan Interaksi dan Emosi Berdasarkan bacaan Homans, faktor-faktor berpengaruh dengan interaksi dan emosi dalam kelompok kecil itu berasal dari dalam kelompok itu sendiri berupa norma, nilai, tujuan, dan kohesivitas. Keberadaan keluarga memiliki dasar yang paling emosional diantara kelompok kecil lainnya. Interaksi yang terjadi didalamnya bukan karena mengutamakan keuntungan materi. keluarga tetapi keyakinan akan nilai-nilai yang tertanam antar anggota. Misalkan nilai-nilai yang tertanam dalam keluarga yaitu nilai afeksi sehingga memperlihatkan kedekatan antaranggota keluarga. Semakin besar kohesivitas sebuah anggota kelompok semakin besar tingkat emosi yang dirasakan antaranggota (maksudnya seperti ada salah seorang anggota keluarga yang harus meninggalkan rumah untuk sementara waktu seperti tugas keluar kota atau kuliah di luar daerah, anggota lain akan merasa emosi yang sama seperti yang dirasakan oleh anggota yang harus meninggalkan rumah tersebut). Seperti penjelasan Mills yang menyatakan bahwa jumlah anggota dalam group dapat mempengaruhi distribusi dan kualitas interaksi. Keluarga inti menunjukkan jumlah anggota keluarga yang cukup kecil sehingga cukup mudah untuk menentukan sebuah keputusan mufakat dalam kelompok ini. Lebih lanjut, Leavitt mengatakan bahwa untuk pemecahan masalah lebih baik menggunakan pola interaksi roda dan ‘y’, yang mana terdapat central person yang menjadi ‘eksekutor’ akhir terhadap pemecahan masalah yang terjadi, dalam hal ini adalah orangtua atau ayah yang menjadi kepala keluarga. Kepuasan akan lebih baik menggunakan pola interaksi rantai dan lingkaran karena kepuasan dibutuhkan oleh setiap anggota keluarga dan kepuasan individu dimungkinkan berbeda dengan kepuasan individu lain. Kaitannya dengan teori Homans, hal ini dapat dideskripsikan melalui peran orangtua dan anak. Setiap orangtua melakukan yang terbaik dan bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan anak terutama dalam hal pendidikan. Pengorbanan yang dilakukan oleh orangtua ini dianggap sebagai cost. sebagai investation – nya berupa harapan orangtua agar anak anaknya dapat memenuhi harapan tersebut berupa penyelesaian studi tepat waktu sebagai reward. Profit yang akan didapatkan adalah kesuksesan anak mendapatkan pekerjaan dengan jabatan yang bagus. Seluruh tindakan individu – individu tersebut dapat menciptakan emosi yang 8 sama oleh seluruh anggota kelompok jika ada anak yang benar – benar meraih sukses maka semua seluruh anggota keluarga akan merasa bangga dan bahagia dan begitu pula sebaliknya. Perusahaan berbeda dengan keluarga. Perusahaan didirikan karena ada sekelompok orang yang ingin mencari keuntungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Perusahaan hanya menerima orang-orang yang dianggap dapat memberi nilai tambah pada mereka secara maksimal. Norma dalam perusahaan sangat mempengaruhi pola interaksi antarindividu. Norma yang dilengkapi sanksi ketat membuat para pegawai agar tetap bekerja sesuai kesepakatan. Ruang gerak emosi antar pegawai menjadi terhambat. Nilai perusahaan adalah ingin bekerja seefisien mungkin. Emosi berlebihan dianggap akan mengganggu proses produksi. Tujuan perusahaan paling utama adalah menciptakan keuntungan untuk para anggotanya. Akibatnya, yang berkembang adalah hubungan impersonal yang mengenyampingkan emosi. Interaksi yang ada adalah untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian, kelompok dapat bersifat statis. Pola interaksi yang terjalin pada perusahaan juga cenderung statis dan terpusat. Pola interaksi yang dipakai adalah roda dan ‘y’ yang memiliki central person dalam menentukan segala hal yang sejalan dengan tujuan perusahaan tersebut. Interaksi yang terjalin juga cenderung artifisial dan tidak intim. Hal inilah yang menyebabkan tindakan individu–individu dalam kelompok tidak memberikan pengaruh pada emosi kelompok secara keseluruhan. Hal ini dapat lebih dijelaskan melalui teori Homans, yang mana pengorbanan yang dilakukan oleh setiap individu atau karyawan (cost) berupa melaksanakan seluruh perintah dan tugas yang dibebankan. Investation perusahaan adalah harapan bagi setiap karyawan melakukan pekerjaan sebaikbaiknya. Reward yang diberikan perusahaan juga bermacam–macam tergantung tingkat keberhasilan cost. Sedangkan profit-nya berupa pencapaian laba yang melebihi target akibat kerja keras seluruh karyawan, imbasnya adalah pembagian laba perusahaan, kenaikan gaji maupun kenaikan pangkat. 9 BAB V KESIMPULAN Terdapat lima tingkatan dalam melakukan proses interaksi interpersonal behavior yang menggambarkan tindakan seseorang kepada orang lain. Emotions yaitu perasaaan terhadap satu sama lain dan mengenai suatu hal yang tengah terjadi. Kemudian Norms merupakan ide-ide mengenai bagaimana orang-orang seharusnya, Goals adalah sebuah gagasan mengenai hal yang ingin dicapai dan Groups values, ide mengenai apa yang paling diinginkan kelompok sebagai unit untuk menjadi yang diinginkan oleh kelompok. Pada makalah ini, penulis hanya memberikan penjelasan mengenai level pertama dan kedua. Level of behaviour and level of emotion sangat berkaitan satu sama lain. Tindakan individu dalam suatu kelompok dapat memberikan pengaruh pada emosi kelompok secara keseluruhan, begitu pula sebaliknya. Hal ini dipengaruhi oleh pola interaksi yang terbentuk dan kepadatan anggota kelompok yang memberikan pengaruh pada kualitas interaksi yang intim atau tidak. Selain itu teori pertukaran— Homans juga dapat memberikan penjelasan yang lebih tajam dalam melihat keterkaitan antara tindakan dan emosi di dalam suatu kelompok. 10 DAFTAR PUSTAKA Mills, Theodore.M. Levels of Group Process: Behavior and emotion, in The Sociology of Small Group”, (New Jersey: Prentice Hall,Inc), 1967. Homans. C. George, “Social Behavior as Exchange”, in James Farganis Reading in Social Theory. (Boston: McGraw Hill), 2004. 11