Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan diuraikan teori, pendapat

advertisement
Bab 2
Landasan Teori
Dalam bab ini akan diuraikan teori, pendapat dan hasil penelitian yang berhubungan
dengan masalah yang akan diteliti.
2.1 Konsep Shoushika
Definisi shoushika ialah sebagai berikut : 少子化とは、新旧世代の間で1対1の
人口の置換えができなくなる低い出産率が継続することを言. (Kono, 2007:1).
Artinya: Shoushika ialah, tingkat kelahiran yang terus menerus rendah. Sehingga antara
generasi baru dan lama satu persatu kehilangan populasi pengganti.
Shoushika merupakan salah satu fenomena masyarakat yang terjadi di Jepang saat
ini. Tingkat kelahiran yang terus menerus menurun mengakibatkan berkurangnya
jumlah populasi penduduk. Sehingga tidak adanya generasi penerus yang mengganti dan
melanjuti kehidupan di masa mendatang. Hal ini membuat keresahan dalam masyarakat
Jepang mengenai kahidupan mereka di masa tua kelak.
Penyebab munculnya fenomena shoushika menurut Tachibanaki (2010: 148);
1. Terlalu mahal untuk membesarkan dan mendidik anak
2. Tidak ingin melahirkan di usia dini
x
3. Tidak dapat menanggung beban fisik/mental setelah memiliki anak
4. Menggangu pekerjaan (pekerjaan atau masalah keluarga)
5. Alasan kesehatan
6. Ingin memiliki anak, namun tidak bisa
7. Rumah terlalu kecil
8. Tidak memiliki suami yang dapat bekerjasama dalam mengurus anak
dan pekerjaan rumah tangga
9. Kehidupan sosial yang tidak kondusif untuk anak-anak tumbuh dewasa
riang
10. Ingin anak yang terakhir telah menjadi dewasa ketika suami memasuki
usia pensiun
11. Suami tidak ingin memiliki anak lagi
12. Ingin fokus kepada hidupnya baik sebagai pasangan maupun individual
13. Lainnya.
Alasan-alasan diatas berkembang pada pasangan muda yang telah menikah di Jepang
moderen saat ini, sehingga menyebabkan terjadinya fenomena shoushika dalam
masyarakat.
ix
2.3 Konsep Feminisme
Feminisme merupakan salah satu bentuk perjuangan wanita dalam mencari sebuah
emansipasi. Emansipasi wanita terjadi oleh karena selama ini wanita merasa tidak
dihargai hak-haknya dan merasa didiskriminasi oleh para pria. Feminisme adalah suatu
sistem kepercayaan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan perempuan, pengalamanpengalaman serta ide-ide perempuan dihargai, yaitu bahwa laki-laki dan perempuan
harus setara secara sosial, ekonomi, dan hukum. Dalam buku yang ditulis oleh
Rosemary Tong yaitu Feminist Thought, feminisme dibagi menjadi tiga yaitu feminisme
liberal, feminisme radikal, feminisme marxis dan sosialis, feminisme psikoanalisi dan
gender, feminisme posmodern, feminisme multikultural dan global, dan ekofeminisme.
2.3.1 Konsep Feminisme di Jepang
Dalam perkembangannya, perjuangan emansipasi wanita di Jepang di gerakkan oleh
kaum sosialis. Pada awal tahun 1900-an terdapat dua kelompok wanita sosialis yaitu,
Sekirankai dan Yokakai. Wanita sosialis ini perlu meyakinkan kolega laki-laki bahwa
wanita bukan hanya sebagai pekerja, namun juga sebagai kelompok pekerja yang
potensial ( Mackie, 2003:79 ).
Mackie ( 2003:77 ) mengemukakan mengenai hubungan sosialisme dengan
feminisme adalah sebagai berikut:
“Socialism, like feminism, had developed from the roots of the early liberal
movement. In different ways, both socialist thought and feminist thought
addressed the limitation of liberalism.”
Artinya: sosialisme sama halnya dengan feminisme, mengalami
perkembangan yang berakar dari pergerakan awal liberal. Dengan cara yang
x
berbeda, baik pemikiran sosialis dan pemikiran feminisme ditujukan pada
keterbatasan dari liberalisme.
Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan antara sosialisme dan feminisme ialah
karena sama-sama berasal dari liberalisme. Sosialisme dan feminisme muncul akibat
dari keterbatasan terwujudnya liberal. Menurut kaum liberal, hak harus diberikan
sebagai prioritas diatas kebaikan. Dengan kata lain, keseluruhan sistem atas hak
individu dibenarkan, karena hak ini merupakan dasar bagi kita untuk memilih apa yang
terbaik bagi kita masing-masing, selama kita tidak merampas hak orang lain.
Tong ( 2008: 18 ) menjelaskan bahwa, tujuan umum dari feminisme liberal adalah
untuk menciptakan masyarakat yang adil dan peduli tempat kebebasan berkembang.
Hanya di dalam masyarakat seperti itu, perempuan dan juga laki-laki dapat
mengembangkan diri. Harapan bahwa masyarakat membuka cara pandang mereka
mengenai kebebasan, bahwa kebebasan dapat diperoleh baik laki-laki maupun
perempuan dalam mengembangkan diri, mencari potensi-potensi yang mereka miliki
tanpa adanya perbedaan masalah gender. Hal ini juga dipertegas oleh Mill dan Taylor
dalam Tong ( 2008: 23 ), bahwa jika masyarakat ingin mencapai kesetaraan seksual,
atau keadilan gender, maka masyarakat harus memberikan perempuan hak politik dan
kesempatan, serta pendidikan yang sama yang dinikmati oleh laki-laki.
Tugas laki-laki dan perempuan adalah untuk saling mendukung kehidupan. Maka
seharusnya perempuan pun diberi kesempatan menjadi partner laki-laki dalam usaha dan
keuntungan, risiko dan pendapatan dari industri produktif, yang berarti untuk menjadi
partner laki-laki, perempuan atau istri harus mempunyai penghasilan dari pekerjaannya
di luar rumah.
ix
Feminisme liberal adalah kesetaraan dan kesempatan. Hal ini menunjukkan bahwa
baik laki-laki dan perempuan untuk saling memberi kesempatan dan kebebasan untuk
mempelajari tugas masing- masing kedua belah pihak. Dahulu tugas utama laki-laki
ialah sebagai pencari nafkah utama, dan tugas utama perempuan ialah mengurus
kehidupan rumah tangganya. Akan tetapi, dengan adanya kesetaraan maka perempuan
bisa saja mempelajari tugas baru yaitu mencari nafkah utama dan juga sebaliknya.
Friedan dalam Tong ( 2008: 43 ) menegaskan bahwa adalah sama pentingnya bagi
laki-laki untuk mengembangkan diri personal dan pribadinya sebagaiamana penting bagi
perempuan untuk mengembangkan diri publik dan sosialnya. Laki-laki yang menyadari
hal ini, juga menyadari bahwa pembebasan bagi perempuan adalah pembebasan bagi
laki-laki. Akhirnya, seorang laki-laki tidak harus menjadi “pencari nafkah utama” atau
semata-mata melibatkan diri dalam usaha peningkatan karier yang tidak pernah berakhir
dan tidak bermakna.
Penekanan dalam masyrakat patriarkal yang mencampuradukkan seks dan gender,
dan menganggap hanya pekerjaan-pekerjaan yang dihubungkan dengan kepribadian
feminin yang layak untuk perempuan. Menurut Suharto ( 2006: 12 ), baik feminisme
liberal dan feminisme radikal kedua feminisme ini menolak sistem hierarkis yang
berstarata berdasarkan garis gender dan kelas. Feminis liberal berkeinginan untuk
membebaskan perempuan dari peran gender yang telah melekat dalam gambaran wanita
seperti, mengurus rumah tangga, merawat suami serta anak. Peran-peran yang
digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan tempat yang lebih
rendah, atau tidak memberikan tempat sama sekali bagi perempuan baik di dalam
akademi, forum, maupun pasar ( Tong, 2008: 48 ).
x
Penyetaraan perempuan dalam bidang akademi, sangatlah penting bagi perempuan
untuk memperoleh kesempatan berkehidupan yang lebih layak sama halnya dengan lakilaki. Serta saling membagi tugas utama dengan laki-laki dalam hal mengurus rumah
tangga serta menjadi pencari nafkah utama. Dikatakan oleh Tong ( 2008: 66 ),
memberikan pendidikan awal yang sama bagi anak-anak perempuan dan laki-laki, serta
mengakhiri prasangka, yang pada gilirannya akan menuntut redistribusi besar-besaran
atas sumber daya dan perubahan kesadaran yang besar. Maksud Tong dalam
pernyataanya bahwa dengan memberikan pendidikan awal yang sama baik pada anak
laki-laki dan juga anak perempuan akan menghilangkan cara pandang masyarakat
selama ini yaitu hanya anak laki-laki yang bisa mengemban pendidikan. Akan tetapi,
dengan kesetaraan pendidikan yang diterima oleh perempuan menuntut meningkatnya
permintaan sumber daya yang tinggi sehingga memunculkan kesadaran pada masyarakat
bahwa pentingnya anak perempuan juga mendapatkan pendidikan awal yang setara
dengan laki-laki.
ix
Download