BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan defek kongenital tersering yang telah diketahui menjadi salah satu penyebab kematian utama pada tahun pertama kehidupan (Luc-Bernier et al., 2010). PJB disebabkan karena abnormalitas perkembangan jantung saat embriogenesis serta sebagian diketahui disebabkan karena defek genetik (Pierpont et al., 2007). Secara umum diketahui bahwa insidensi PJB adalah 8 per 1000 kelahiran hidup, dengan Defek Septum Ventrikel 30,9%, Defek Septum Atrium 9,8%, serta Duktus Arteriosus Paten 9,7% sebagai tiga defek kongenital tersering (Luc-Bernier et al., 2010; Braunwald et al., 2001; Webb et al., 2007). Sekitar 5 – 10% dari pasien PJB secara umum akan berkembang menjadi Hipertensi Arteri Pulmonal (HAP). Seiring dengan berjalannya waktu, apabila tekanan arteri pulmonal hampir sama atau bahkan melebihi tekanan sistemik akan terjadi perubahan arah pirau yang menyebabkan terjadinya hipoksia dan sianosis. Kondisi ini disebut dengan Sindrom Eisenmenger, yang terjadi pada 1%-2% pasien PJB (Adatia et al., 2010; Bouzas dan Gatzoulis, 2005). Defek septum atrium (DSA) merupakan suatu kelainan jantung bawaan yang ditandai dengan adanya lubang pada septum interatrial sehingga terjadi pirau antara atrium kanan dengan atrium kiri. Kelainan ini merupakan PJB kedua tersering dengan angka kejadian diperkirakan 56 per 100.000 kelahiran hidup atau 1 10% dari PJB (Geva et al., 2014). Sebagian besar anak yang lahir dengan kelainan DSA memiliki gejala yang minimal, bahkan asimtomatik, sehingga banyak yang tidak terdiagnosis hingga dewasa. Hal ini menyebabkan DSA menjadi PJB terbanyak yang dijumpai pada usia dewasa (Suchon et al., 2006). Di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta saat ini DSA diketahui merupakan PJB terbanyak yang dijumpai pada usia dewasa (Ismail et al., 2015). Apabila tidak dikoreksi, DSA dapat menyebabkan oversirkulasi pulmonal dan peningkatan beban volume jantung kanan. Peningkatan tekanan dan resistensi pulmonal akibat perubahan histopatologi arteri pulmonal menyebabkan terjadinya HAP yang dapat mengubah arah aliran pirau dari kanan ke kiri, yang disebut Sindrom Eisenmenger, yang dapat mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional, sianosis, aritmia, stroke, serta kematian pada usia dewasa (GelemterYaniv dan Lorber, 2007; Salehian et al., 2005). Insidensi HAP pada pasien DSA dewasa adalah 15-19%, dan secara perjalanan alamiah akan terjadi pada usia dekade 5 apabila tidak dilakukan penutupan defek. Sementara itu, prevalensi Sindrom Eisenmenger pada pasien dengan DSA bervariasi antara 2-6% menurut beberapa registri yang telah ada sebelumnya (Duffels et al., 2007; Engelfriet et al., 2007; Gabriels et al., 2014; Geva et al., 2014). Sebagian besar kasus DSA diketahui terjadi secara sporadik (Geva et al., 2014). Akan tetapi, pada beberapa individu yang menderita DSA diketahui memiliki anggota keluarga dengan kelainan DSA juga maupun malformasi jantung kongenital yang lain. Pada penelitian - penelitian sebelumnya dilaporkan 2 bahwa metode pewarisan pada DSA sekundum adalah secara dominan autosom (Benson et al., 1998; Caputo et al., 2005; Chen et al., 2010). Selain itu, abnormalitas pada gen - gen yang penting pada proses septasi jantung diketahui berhubungan dengan terjadinya DSA, termasuk mutasi pada gen faktor transkripsi jantung NKX2-5, GATA4, TBX5, serta MYH6 pada kromosom 14q12 (Benson et al., 1998; Ching et al., 2005; Mc Elhinney et al., 2003; Schott et al., 1998). Hubungan antara DSA sekundum dengan gangguan konduksi, khususnya blok atrioventrikular, diketahui berhubungan dengan mutasi pada NKX2-5 (Bjornstad et al., 2009; Gelemter-Yaniv dan Lorber, 2007; Rifai et al., 2007). Selain itu, pada DSA familial dilaporkan terjadi deformitas skeletal (GelemterYaniv dan Lorber, 2007). Risiko terjadinya DSA sekundum meningkat pada keluarga dengan riwayat PJB, terutama bila DSA terjadi pada saudara kandung (Caputo et al., 2005). Sejak tahun 2012, di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta telah dilakukan suatu Registri Defek Septum Atrium. Hingga saat ini telah terdaftar lebih dari 300 orang pasien dewasa yang menderita DSA, 26% diantaranya sudah mengalami HAP berat bahkan Sindrom Eisenmenger pada usia yang relatif muda. Hal ini cukup memprihatinkan karena banyak pasien DSA yang tidak terdiagnosis saat anak-anak dan datang sudah dengan komplikasi yang cukup serius bahkan Sindrom Eisenmenger yang hanya bisa dilakukan terapi paliatif. Menurut sepengetahuan peneliti, saat ini di Indonesia belum ada penelitian yang meneliti kejadian DSA pada anggota keluarga pasien DSA. Banyaknya 3 penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa DSA dapat terjadi secara familial atau diturunkan, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan populasi keluarga pasien DSA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sekaligus sebagai upaya deteksi dini sehingga dapat dilakukan intervensi untuk menurunkan morbiditas, mortalitas, serta meningkatkan kualitas hidup pasien DSA. I.B. Perumusan Masalah Penelitian Defek septum atrium merupakan PJB dengan gejala minimal bahkan asimtomatik sehingga sering tidak terdiagnosis saat anak - anak dan menjadi PJB tersering yang dijumpai pada usia dewasa. Deteksi dini saat anak - anak saat ini di Indonesia masih berjalan kurang baik sehingga banyak pasien DSA datang saat usia dewasa dengan komplikasi yang cukup serius, bahkan telah mengalami Sindrom Eisenmenger. DSA diketahui tidak hanya terjadi secara sporadik namun dapat juga diwariskan, sehingga deteksi dini sangat penting dilakukan terutama pada anggota keluarga pasien DSA. Dengan demikian, dapat dilakukan intervensi untuk menurunkan morbiditas, mortalitas, serta meningkatkan kualitas hidup pasien DSA. Saat ini di Indonesia belum diketahui prevalensi DSA pada anggota keluarga pasien DSA. I.C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka timbul pertanyaan penelitian yaitu berapakah prevalensi DSA pada anggota keluarga pasien DSA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 4 I.D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi DSA pada anggota keluarga pasien DSA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta serta sebagai upaya deteksi dini DSA di masyarakat. I.E. Manfaat Penelitian 1. Memperoleh data prevalensi DSA pada anggota keluarga pasien DSA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta beserta profil maupun komplikasi yang terjadi. 2. Deteksi dini adanya DSA di masyarakat, terutama pada keluarga pasien DSA sehingga semakin banyak DSA yang ditemukan dan ditangani sedini mungkin komplikasi berat maupun Sindrom Eisenmenger tidak terjadi pada pasien - pasien DSA, sehingga dapat menurunkan morbiditas, mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup. 3. Memberikan sumbangan berharga bagi ilmu kedokteran dan kesehatan khususnya DSA yang merupakan PJB dengan prevalensi tertinggi pada dewasa baik nasional maupun internasional. I.F. Keaslian Penelitian Dari studi literatur yang telah dilakukan diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang meneliti tentang DSA familial, yaitu: 1. Gelemter-Yaniv dan Lorber (2007) dalam publikasinya yang berjudul The Familial Form of Atrial Septal Defect melakukan skrining pada 286 pasien 5 DSA dan keluarga tingkat pertama (first degree relatives), didapatkan 11 keluarga dengan 28 anggota keluarga menderita DSA. Hal ini menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi yaitu 10% dari seluruh pasien DSA. Selain itu didapatkan abnormalitas konduksi atrioventrikular pada 5 pasien pada 2 keluarga, serta deformitas skeletal pada 1 pasien. 2. Caputo et al. (2005) melalui publikasinya dengan berjudul Familial Recurrence of Congenital Heart Disease in Patients with Ostium Secundum Atrial Septal Defect melakukan skrining pada 583 subjek dengan DSA serta 408 subjek sehat. Dari 583 pasien DSA, 19% memiliki minimal satu anggota keluarga yang menderita PJB. Sementara dari 408 subjek sehat, hanya 6% yang memiliki anggota keluarga yang menderita PJB. 3. Sarkozy et al. (2005) melakukan penelitian dengan judul Spectrum of Atrial Septal Defect associated with Mutations of NKX2-5 and GATA4 Transcription Factors. Penelitian ini melakukan studi pada 16 pasien DSA familial dan 13 pasien DSA sporadik. Dilakukan analisis genetik pada kedua kelompok tersebut, didapatkan 2 pasien mengalami mutasi NKX2-5 dan 2 pasien mengalami mutasi GATA4 pada kelompok DSA familial serta 1 pasien pada kelompok DSA sporadik mengalami mutasi NKX2-5. 4. Chen et al. (2010) dalam publikasinya yang berjudul A Novel Mutation in GATA4 Gene associated with Dominant Inherited Familial Atrial Septal Defect meneliti tiga generasi pada satu keluarga etnis Cina. Dari 31 orang, 8 orang menderita DSA (38%). Dilakukan analisis genetik pada keluarga 6 ini dan didapatkan mutasi pada gen GATA4 yang berhubungan dengan kejadian DSA familial. Menurut sepengetahuan peneliti, saat ini di Indonesia belum ada penelitian yang meneliti mengenai prevalensi DSA pada anggota keluarga pasien DSA. 7