BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula di kaitkan pubertas atau remaja. Dari segi umur remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja akhir/late adolescence (17-20 tahun) (Behrman, Kliegman & Jenson, 2004). Pada masa remaja (usia 12 - 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 2002), salah satunya adalah fase remaja awal (usia 12 – 15 tahun) yang didalamnya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 2002) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga remaja mengalami kesulitan dalam menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Karakteristik dari transisi tersebut mencakup perkembangan biologis dari munculnya pubertas sampai kematangan seksual dan reproduksi, perkembangan psikologis meliputi pola-pola kognitif dan emosional masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dan perubahan dari ketergantungan sosial ekonomi pada masa kanak- 1 2 kanak menjadi relatif lebih mandiri (World Health Organization/WHO, 1980). Beberapa masalah kesehatan yang terjadi pada remaja berkaitan dengan perilaku yang berisiko, yaitu perilaku merokok, dan melakukan hubungan seksual pranikah (Smet, 1994), (Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2012) (Depkes 2003). Perilaku berisiko pada remaja mengacu pada segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian dan adaptasi sosial dari remaja (WHO,1993). Perilaku seksual dan perilaku merokok berhubungan erat dengan performance remaja di sekolah, tempat kerja maupun dalam bidang olahraga. Remaja lebih rentan berperilaku berisiko disebabkan oleh pengaruh-pengaruh psikososial, yaitu kemampuan yang terbatas untuk berpikir logis, kemampuan mengatur emosi yang lemah, serta pengaruh teman sebaya. Kemampuan remaja berpikir logis berkembang optimal pada usia sekitar lima belas tahun, dan kemampuan tersebut akan terus berlanjut sampai memasuki usia dewasa awal. Karakteristik utama remaja adalah munculnya konflik dan kebutuhan untuk mendefinisikan serta membandingkan diri mereka dengan dunia orang dewasa. Perilaku mengambil risiko tersebut merupakan upaya untuk mendapatkan penghargaan khususnya di dalam kelompok teman sebayanya (Steinberg, 2007). Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan hasil bahwa dari 54.663 remaja usia 10-24 tahun yang belum menikah, 58,5% laki-laki dan 62,8% perilaku berisiko hubungan seksual pertama kali dilakukan pada umur 10-19 3 tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2010). Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) di tahun 20022003, remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada: usia 14-19 tahun, perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia 20-24 tahun perempuan 48,6% dan laki-laki 46,5%. Menurut penuturan Masri kepada Okezone, belum lama ini, Wimpie Pangkahila pada tahun 1996 melakukan penelitian terhadap remaja SMA di Bali. Dia mengambil sampling 633. Kesemuanya memiliki pengalaman berhubungan seks pra nikah, dengan persentase perempuan 18% dan 27% laki-laki. Berdasarkan data Riskesdas 2010 diketahui sekitar 34,7% dari 82 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan perokok aktif. Dengan jumlah perokok aktif usia 10-24 tahun mencapai kurang lebih 10 juta jiwa (Christina, 2011). Riset terbaru mengungkapkan bahwa 88,78% dari 3.040 pelajar SMP putri hingga mahasiswi (13-25 tahun) Indonesia merupakan perokok aktif. Mereka mengkonsumsi 1-10 batang dalam hidup mereka. Riset tersebut dilakukan The Tobacco Control Research Program of Southeast Asia Tobacco Alliance (SEATCA) dan Rockefeller Foundation (Nuryati,2009). Menurut Green dan Kreuter (Green and Kreuter, 2005), ada beberapa faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja. Salah satunya adalah faktor enabling atau faktor pemungkin, faktor ini memungkinkan atau mendorong suatu perilaku dapat terlaksana, salah satu contoh dari faktor ini adalah akses terhadap media informasi. Banyaknya 4 keluhan remaja yang disampaikan dalam rubrik konsultasi psikologi (Budiman, 1999) atau dapat juga diketahui dari berbagai berita atau ulasan mengenai masalah dan perilaku menyimpang remaja dalam berbagai media, baik media cetak maupun elektronik. Kemajuan dan modernisasi tehnologi membawa pengaruh dalam keluarga, termasuk remaja dalam keluarga. Sarana komunikasi yang semakin canggih akibat kemajuan tehnologi menyebabkan meningkatnya arus informasi dari luar. Remaja akan mengadopsinya tanpa memilah milah yang selanjutnya di praktekkan dalam hidup kesehariannya. Remaja yang masih berjiwa labil dan emosional sering salah menafsirkan apa yang mereka dapatkan baik dari media masa maupun dari situs pertemanan. Keadaan yang seperti demikian menjadikan remaja sering terpancing rasa keingintahuannya untuk mencoba apa yang ditawarkan kepada mereka melalui media-media tersebut yang kemudian memunculkan perubahan perilaku, baik itu positif maupun negatif diri remaja, (Santrock, 2003). Sebuah survei pernah dilakukan CSM (Christian Science Monitor) tahun 1996 terhadap 1.209 orang tua yang memiliki anak umur 2 – 17 tahun, terhadap pertanyaan seberapa jauh tayangan di TV mempengaruhi anak, 56% responden menjawab amat mempengaruhi. Derasnya arus informasi dalam era globalisasi sekarang memungkinkan remaja memperoleh kemudahan dalam mencari informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan perubahan fisik dan psikis yang terjadi dalam dirinya. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan BKKBN, Depkes RI, dan ORC MARCO, USA tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (Indonesia Young Adult 5 Reproductive Health Survey/IYARHS) pada tahun 2002 – 2003 menunjukkan bahwa remaja Indonesia sebagian besar (60%) mengakses internet > 3 jam sehari dan ada 26,67% mengatakan sering mengakses situs–situs yang berisi konten dewasa (cerita dewasa, video dewasa, gambar – gambar porno). Hasil survey menyatakan 99,8% anak remaja sudah terpapar iklan rokok (Wibowo, 2009). Pengaruh informasi yang tidak benar, dorongan pubertas dan pergaulan di kalangan remaja mengakibatkan banyak ditemuinya remaja yang melakukan perilaku negatif dan tindakan kriminal, kemajuan pesat di samping merupakan peluang juga dapat berupa ancaman bagi remaja jika informasi yang diperoleh tidak benar (Depkes RI, 2003). Faktor yang memengaruhi perilaku berisiko remaja diantaranya adalah faktor keluarga dan teman sebaya. Hubungan orangtua remaja, mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dengan perilaku seksual pranikah remaja. Dalam penelitian Ika Nur (2009) pada 58 responden remaja SMA Negeri 1 Purwokerto yang mendapatkan pengawasan yang kurang dari orang tuanya, sebanyak 16 (27.6%) melakukan perilaku seksual pranikah. Sedangkan 67 responden yang mendapatkan pengawasan yang baik dari orang tuanya sebanyak 20 (21.5 %) melakukan perilaku seksual pranikah. Dalam hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual pranikah terdapat pada penelitian Ika Nur (2009) menyatakan dari 91 responden SMA Negeri 1 Baturraden yang memiliki pengaruh teman sebaya yang buruk serta melakukan perilaku seksual pranikah berjumlah 66 (72.5%), dan 25 (27.5%) 6 tidak melakukan. Sedangkan dari 34 responden yang memiliki pengaruh yang baik dari teman sebaya sebanyak 15 (44.1%) melakukan perilaku seksual pranikah, dan 19 (55.9%) tidak melakukan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual pranikah pada remaja SMA Negeri 1 Baturraden. Penelitian tentang rokok pernah dilakukan sebelumnya oleh Komalasari dan Helmi (2000) dengan hasil analisis regresi ganda memperlihatkan bahwa F = 22,468 (p<0,05) dan R = 0,620 (R2 = 0,384). Artinya, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja dan lingkungan teman sebaya merupakan prediktor terhadap perilaku merokok remaja. Jadi sumbangan sikap permisif orang tua dan lingkungan teman sebaya terhadap perilaku merokok remaja sebanyak 38,4%. Sementara itu, hubungan kepuasan psikologis terhadap perilaku merokok sebesar r = 0,640 (p<0,05). Hal ini berarti bahwa kepuasan psikologis menyumbang 40,9% terhadap perilaku merokok. Perilaku merokok orang tua mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku merokok remaja dan menemukan bahwa 7 dari 13 penelitian yang direview, perilaku merokok orang tua secara signifikan menjadi prediktor munculnya perilaku merokok pada usia remaja Conrad, Flay, dan Hill (dalam Richardson dkk, 2002). Harlianti (dalam Komalasari & Helmi, 2000) menemukan bahwa pengaruh lingkungan sebaya memberikan sumbangan efektif sebesar 33,048% untuk berperilaku merokok. Dari fenomena di atas, penulis tertarik untuk meneliti hubungan keterpaparan media elektronik dan lingkungan pada perilaku berisiko seksual dan pranikah 7 dan karena terbatasnya penelitian yang mengulas pengaruh media dan lingkungan di terhadap perilaku berisiko remaja di Bali Timur yang sebagian besar merupakan daerah pedesaan, maka penulis membuat penelitian tentang pengaruh media dan lingkungan terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok remaja pada siswa sekolah menengah atas di daerah Bali Timur. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas dapat dirumuskan masalah pengaruh media dan lingkungan terhadap perilaku berisiko remaja pada siswa SMA Negeri di Bali Timur”. Pertanyaan penelitian dalam hal ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh media elektronik terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok pada siswa SMA di Bali Timur? 2. Bagaimana pengaruh media cetak terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok pada siswa SMA di Bali Timur? 3. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok pada siswa SMA di Bali Timur? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh media dan lingkungan terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok pada siswa di SMA Bali Timur 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh media cetak terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok pada siswa SMA di Bali Timur 8 2. Mengetahui pengaruh media elektronik terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok pada siswa SMA di Bali Timur 3. Mengetahui pengaruh lingkungan terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok pada siswa SMA di Bali Timur 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi Keilmuan Epidemiologi dan Ilmu Kesehatan Masyarakat mengenai pengaruh media dan lingkungan terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok pada siswa SMA Negeri di daerah Bali Timur. 2. Dapat sebagai tambahan bahan referensi bagi penelitian lebih lanjut dengan menggali lebih dalam tentang perilaku beresiko pada kelompok remaja 3. Sebagai sarana untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh selama bangku kuliah dan menambah pengalaman penelitian, serta sebagai syarat kelulusan kuliah S1 Kesehatan Masyarakat 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Udayana bermanfaat sebagai masukan untuk mengembangkan khususnya mata kuliah Epidemiologi. kurikulum, 9 2 Bagi remaja bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran remaja tentang dampak negatif perilaku berisiko pada usia remaja dan mencari informasi seksual dari sumber yang benar dari keluarga, media masa dan tenaga kesehatan. 3 Bagi orang tua agar dapat lebih memberikan perhatian kepada remaja. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup penelitian ini adalah hubungan antara bidang kesehatan dengan bidang epidemiologi. 2. Pengaruh berbagai media terhadap perilaku berisiko seksual pranikah dan merokok pada remaja sekolah menengah atas di daerah Bali Timur 2015.