andri wardana d1a011035 - fh unram

advertisement
1
JURNAL ILMIAH
TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
TANAH URUG TERHADAP DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN
(studi di Kec. Batukliang dan Batukliang Utara)
Oleh :
ANDRI WARDANA
D1A011035
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2016
2
TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
TANAH URUG TERHADAP DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN
(studi di Kec. Batukliang dan Batukliang Utara)
JURNAL
Oleh :
ANDRI WARDANA
D1A011035
Menyetujui,
Pembimbing Pertama
Prof. Dr. Salim HS, S.H, M.S.
NIP. 196004081986031004
ii
JUDUL: TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL
BELI TANAH URUG TERHADAP DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN
(STUDI DI KEC. BATUKLIANG DAN BATUKLIANG UTARA)
ANDRI WARDANA
D1A011035
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab para pihak
dalam perjanjian jual beli tanah urug terhadap dampak kegiatan pertambangan
dan penyelesaian sengketa yang timbul akibat dampak kegiatan pertambangan
tanah urug menurut Undang-Undang PPLH. Jenis penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian empiris, yaitu dengan mengkaji dan melihat secara
langsung penerapan peraturan perundang-undangan di lapangan. Hasil penelitian
yang diperoleh dari penelitian ini antara lain, yaitu: 1). Tanggung jawab yang
dilaksanakan oleh pihak penambangan merupakan tanggung jawab perdata, yaitu
berupa ganti rugi dan diakhir pertambangan harus mereklamasi lahan menjadi
lahan yang produktif. 2). Cara penyelesaian sengketa yaitu penyelesaian sengketa
di lur pengdilan atau musyawarah untuk mencapai mufakat sehingga tidak
merusak tali kekeluargaan.
Kata kunci: Tanggung jawab terhadap dampak kegiatan pertambangan
THE RESPONSIBILITY OF PARTIES IN THE SALE AND PURCHASE
FILL AGREEMENT ABOUT MINING ACT RESULT
ABSRACT
The purpose of this research is to find out the responsibility of parties in
the sale and purchase fill agreement about mining act result and how the solution
of lawsuit as a consequence from mining act result according draft Law Number
32 year 2009 on Environmental Management (UUPLH). Research carried out by
using the method of empirical approach is done with study carefully the
application of low in soiciety activity. Result from this research is: 1). The
responsibility was done by the mining actor is civil responsibility form of fining
and at the last timeof mining action, mining actor must be reclamation the land to
be froductive land. 2). Solving of lawsuit is nonlitigatation or deliberative to
reach an agreement.
Key word: Responsibility about mining act resul
i
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi sumber daya
alamnya yang melimpah. Potensi sumber daya alam yang melimpah tersebut
merupakan modal dasar pembangunan nasional yang harus dikelola,
dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik.
Potensi sumber daya alam tersebut diharapkan dapat memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan secara berkelanjutan berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pola pemanfaatan sumber daya alam
secara berkelanjutan yang mengacu pada upaya-upaya konservasi sebagai
landasan dari proses tercapainya keseimbangan antara perlindungan,
pengawasan, dan pemanfaatan dari sumber daya alam yang terbentang luas di
Indonesia.
Salah satu kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam adalah
kecamatan Batukliang dan Batukliang Utara, Salah satu potensi sumber daya
alam yang menjadi asset adalah bukit bukit yang terbentuk secara alami
mengandung beberapa jenis bahan galian diantaranya tanah urug, batu apung
dan pasir.
Selain itu, kecamatan Batukliang Utara merupakan daerah pariwisata
yang cukup terkenal di kalangan wisatawan baik lokal maupun internasional
yaitu pariwisata Aik Bukak, air terjun Benang Stukel dan Benang Kelambu
yang menjadi kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya,
kecamatan Batukliang Utara juga sebagai daerah sumber air dan penyuplai air
untuk daerah Lombok Tengah bagian selatan dan daerah di bawahnya.
Begitu pentingnya fungsi kawasan kecamatan Batukliang Utara
tersebut, sehingga diperlukan sistem pengelolaan yang mampu menjamin
keutuhan fungsinya baik sebagai daerah pariwisata, sebagai daerah sumber
air, keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, termasuk masyarakat
sekitarnya yang sering terlupakan, tertutup oleh kepentingan-kepentingan
para pihak.
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang bergerak
dibidang pemanfaatan sumber daya alam dan diandalkan pemerintah
ii
Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa, industri
pertambangan juga menyedot lapangan kerja, bagi Kabupaten dan Kota
merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun industri ini juga
rawan terhadap pengrusakan lingkungan. Banyak kegiatan penambangan
yang mengundang sorotan masyarakat sekitarnya karena pengrusakan
lingkungan, apalagi penambangan tanpa izin yang selain merusak lingkungan
juga membahayakan jiwa penambang karena keterbatasan pengetahuan si
penambang.
Pihak yang paling merasakan dampak dari kegitan pertambangan
tersebut adalah warga di sekitar wilayah pertambangan, terutama warga yang
letak rumahnya di pinggir jalan pariwisata Aik Bukak dan Benang Setukel
dan Benang Kelambu karena digunakan sebagai jalur pengangkutan hasil
pertambangan yang akibatnya rumah-rumah warga tersebut tercemar oleh
debu setiap harinya, sehingga hak-hak terhadap lingkungan yang baik dan
sehat menjadi terganggu.
Akan tetapi semua itu luput dari perhatian para pihak, terutama
penambang, meskipun sudah banyak usaha protes yang telah dilakukan oleh
masyarakat yang merasakan dampak dari kegiatan pertambangan tersebut
baik secara lisan maupun secara tindakan seperti menutup jalan keluar masuk
truk pengangkut dengan pohon, menumpukkan tanah di tengah jalur tersebut
bahkan mengancam untuk mengadukan hal tersebut ke pihak yang berwajib.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
di tarik beberapa pokok permasalahan, yaitu : 1. Bagaimana pertanggung
jawaban para pihak dalam perjanjian jual beli tanah urug terhadap dampak
yang timbul akibat kegiatan pertambangan tanah urug di kecamatan
Batukliang dan Batukliang Utara. 2. Bagaimana penyelesaian sengketa yang
timbul akibat dampak kegiatan pertambangan tanah urug di kecamatan
Batukliang dan Batukliang Utara menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pertanggung
jawaban para pihak dalam perjanjian jual beli tanah urug terhadap dampak
yang timbul akibat kegiatan pertambangan tanah urug di kecamatan
iii
Batukliang dan Batukliang Utara. 2. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa
yang timbul akibat dampak kegiatan pertambangan tanah urug di kecamatan
Batukliang dan Batukliang Utara menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sedangkan manfaat penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat teoritis yang
mencakup : a. Merupakan syarat mencapai S-1 program studi ilmu hukum
pada Universitas Mataram, b. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran, dalam ilmu pengetahuan tentang ilmu
hukum khususnya dibidang hukum pertambangan dan hukum lingkungan. 2.
Manfaat praktis, mencakup : a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat dalam memahami bagaimana pertanggung jawaban para
pihak dalam perjanjian jual beli tanah urug terhadap dampak kegiatan
pertambangan tanah urug di kecamatan Batukliang dan Batukliang Utara
menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, b. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi pedoman bagi masyarakat dalam menyalesaikan
masalah-masalah mengenai lingkungan hidup yang terjadi akibat suatu
kegiatan usaha pertambangan khususnya di kecamatan Batukliang dan
Batukliang Utara.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
empiris, dengan menggunakan pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan perundangundangan (Statute Approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan
mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti, 2. Pendekatan konseptual (Konseptual Approach), yaitu pendekatan
yang dilakukan dengan mengkaji literatur yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti, 3. Pendekatan sosiologis (Sociologial Approah), yaitu pendekatan yang
dilakukan dengan mengkaji aturan aturan hukum yang berlaku di dalam
masyarat yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
iv
II. PEMBAHASAN
TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
TANAH URUG TEHADAP DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN DI
KECAMATAN BATUKLIANG DAN BATUKLIANG UTARA.
Kegiatan pertambangan di kecamatan Batukliang dan Batukliang Utara
merupakan kegiatan pertambangan yang termasuk dalam jenis bahan galian
batuan seperti pasir, tanah urug, batu apung dan lain-lain, yang menjadi perhatian
utama penulis adalah tanah urug karena dari beberapa jenis bahan galian tersebut,
tanah urug merupakan yang paling besar menimbulkan dampak lingkungan.
Adanya kegiatan pertambangan tanah urug di kecamatan Batukliang dan
Batukliang Utara tersebut berawal dari adanya perjanjian jual beli tanah urug yang
dilakukan antara pemilik tanah atau lahan dengan pemilik modal sekaligus
sebagai penambang. Dari hasil survei ada sekitar 30 perjanjian jual beli tanah urug
yang terjadi di kecamatan Batukliang dan Batukliang Utara, perjanjian-perjanjian
tersebut merupakan perjanjian lisan mengingat daerah ini merupakan daerah
pedesaan yang masih menjunjung tinggi asas kekeluargaan, sangat berbeda
dengan masyrakat kota yang sudah modern dan bersifat individualis sehingga
setiap prjanjian dibuat dengan akta.1
Perjanjian jual beli tanah urug di kecamatan Batukliang dan Batukliang
Utara adalah perjanjian antara pemilik tanah dan pemilik modal (penambang) di
mana pemilik tanah bersedia menyerahkan tanahnya kepada pemilik modal untuk
ditambang tanah urugnya, dan pemilik modal menyerahkan sejumlah uang sesuai
1
Hasil survei di kec. Batukliang Utara dan wawancara dengan basirun, pemilik tanah,
tanggal 21 Desember 2015, di lokasi pertambangan.
v
dengan kesepakatan. Objek dari perjanjian tersebut adalah sebidang tanah yang
memiliki potensi bahan gali jenis batuan atau galian c khususnya tanah urug.
Para pihak dalam perjanjian jual beli tanah urugdi kecamatan Batukliang
dan Batukliang Utara, yatu: 1. Pemilik tanah (penjual). Pihak yang menjadi
penjual tanah urug adalah seorang atau lebih yang memiliki sebidang tanah yang
memiliki potensi bahan galian jenis batuan khususnya tanah urug. 2. Pemilik
modal/penambang. Pembeli adalah pihak yang berkewajiban menyerahkan
sejumlah uang dan berhak atas suatu barang, dalam perjanjian jual beli tanah urug,
pembeli berkewajiban menyerahkan uang sesuai dengan harga tanah urug yang
telah disepakati dan berhak atas tanah untuk diurug. Pembeli yang memiliki
modal sekaligus sebagi penambang karena pemilik modalah yang memiliki alat
untuk menambang atau memiliki modal untuk menyewa alat berat untuk
menambang.
Sedangkan isi dari perjanjian para pihak dalam penjajian tersebut antara
lain: 1. Pihak pertama bersedia menyerahkan tanahnya kepada pihak kedua untuk
ditambang tanah urugnya dengan harga Rp. 10.000/truk. 2. Di akhir kegiatan
pertambangan pihak kedua bersedia mereklamasi tanah pihak pertama sesuai
kehendak pihak pertama(menjadi persawahan/perkebunan
Kegiatan pertambangan tanah urug di kec. Batukliang dan Batuklang Utara
rata-rata merupakan pertambangan ilega atau ilegal mining karena tidak
mengantongi izin usaha pertambangan (IUP). Meskipun tidak mengantongi izin,
kegiatan usaha pertambangan tetap dilakukan oleh masyarakat lokal baik
menambang dengan alat tradisional maupun dengan alat modern, hal ini karena
vi
menambang dijadikan sebagai mata pencaharian utama karena nilai ekonomisnya
yang cukup tinggi, sehingga masyarakat mengabaikan peraturan yang berlaku
bahkan mengabaikan akibat yang akan membahayakan mereka sendiri.
Padahal di dalam Undang-Undang Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara sudah diatur mengenai ketentuan pidana pertambangan tanpa izin yaitu
pada Pasal 158 yang berbunyi;
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 Ayat (3), Pasal 48, Pasal
67 Ayat (1), Pasal 74 Ayat (1) atau Ayat (5) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000.(sepuluh milyar rupiah)”.
Kegiatan pertambangan tanah urug di kecamatan Batukliang dan
Batukliang Utara merupakan suatu usaha dan/atau kegiatan yang menjadi
penyebab timbulnya dampak tehadap lingkungan. Dampak lingkungan dari
kegiatan penambangan tanah urug di kecamatan Batukliang Utara dibedakan
menjadi dampak fisik lingkungan dan dampak sosial.
Dampak fisik lingkungan antara lain: 1. Rusak dan hilangnya habitat satwa
liar, 2. Terjadinya penurunan kwalitas lingkungan, 3. Tingginya tingkat erosi di
daerah penambangan tanah urug dan juga didaerah sekitarnya, 4. Adanya tebingtebing bukit yang rawan longsor, 5. Berkurangnya debit air permukaan/ mata air,
6. Banyak gundukan tanah di jalan pariwisata aik bukak, 7. Terjadinya polusi
udara, 8. ruas jalan Pariwisata Aik Bukak dan air terjun Benang Setukel dan
Benang Kelambu, 9. Rawan terjadi kecelakaan lalu lintas.
Tanggung jawab para pihak terhadap dampak kegiatan pertambangan
tanah urug tesebut antara lain: 1. Pemilik tanah. Menurut isi perjanjian dan
kenyataan dilapangan pemilik tanah hanya memiliki hubungan hukum dengan
vii
pihak pembeli/penambang, dimana di dalam isi perjanjian pemilik tanah hanya
bertanggungjawab atau berkewajiban untuk menyerahkan tanahnya kepada
pembeli/penambang untuk ditambang tanah urugnya dan berhak menerima uang
sebesar Rp.10.000/truk, serta di akhir pertambangan berhak menerima tanahnya
dalam keadaan lapang dan menjadi tanah produktif. 2. Pembeli/penambang. Di
dalam isi perjanjian dengan pemilik tanah, penambang berkewajiban untuk
membayar tanah urug dengan harga yang telah disepakati, yaitu Rp.10.000/truk
dan di akhir pertambangan nanti berkewajiban mereklamasi tanah yang tadinya
berbukit menjadi tanah lapang yang produktif sesuai dengan kesepakatan.
Kemudian penambang berdasarkan tuntutan dari masyrakat yang terkena
dampak dari kegiatan pertambangan tersebut, penambang dituntut untuk
membayar ganti rugi dengan membayar iuran sebesar Rp.2000/truk untuk sekali
lewat.
PENYELESAIAN SENGKETA YANG TIMBUL AKIBAT DAMPAK
KEGIATAN PERTAMBANGAN TANAH URUG DI KECAMATAN
BATUKLIANG DAN BATUKLIANG UTARA MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PEMANFAATAN LINGKUNGAN HIDUP.
Sengketa yang terjadi akibat kegiatan pertambangan tanah urug di
kecamatan Batukliang dan Batukliang Utara adalah sengketa lingkungan hidup
yang merupakan suatu sengketa yang terjadi akibat dari suatu kegiatan usaha
pertambangan tanah urug. Sengketa lingkungan hudup menurut Pasal 1 angka (25)
Undang-UndangNomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa;
viii
“Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak
pada lingkungan hidup.”
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sengketa
lingkungan hidup yang terjadi di kecamatan Batukliang dan Batukliang Utara
terjadi karena adanya masyarakat sebagai pihak penuntut yang mengajukan
keberatan ataupun tuntutan kepada suatu perusahaan yang menjalankan suatu
kegiatan usaha yang berdampak pada lingkungan agar kiranya bertanggungjawab
atas dampakyang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukannya itu.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup menurut UUPPLH dapat
dilakukan melalui pengadilan (litigasi)atau di luar pengadilan(nonlitigasi).
Penyelesaian
sengketa
melalui
pengadilan(litigasi)yaitu
melalui
proses
administrasi, perdata dan pidana. Sedangkan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan (nonlitigasi) dilakukan melalui arbitrase dan musyawarah yaitu
negosiasi, mediasi, dan konsiliasi sesuai pilihan hukum berupa kesepakatan dan
bersifat pacta sunt servanda bagi para pihak.
Peneyelesaian sengketa yang terjadi di kecamatan Batukliang dan
Batukliang Utara merupakan penyelesaian sengketa nonlitigasi (penyelesaian
sengketa di luar pengdilan) atau secara hukum adat, di mana penyelesaian
sengketa menurut hukum adat yaitu dengan cara negisiasi atau musyawarah untuk
mendapatkan kesepakatan.
Proses peneyelesaian sengketa tersebut adalah dengan mengundang atau
menghadirkan para pihak yang bersengketa, yaitu pihak pengugat dan pihak
tergugat.
Pihak
penggugat
dalam
hal
ini
adalah
masyarakat
dengan
ix
perwakilannya, yaitu (Kepala Desa, Kadus-Kadus, Penghulu, Pemuka agama,
Ketua Remaja), sedangkan pihak tergugat adalah pembeli/penambang.
Setelah para pihak dipertemukan maka barulah persoalan-persoalan yang
terjadi serta tuntutan-tuntutan dari masyarakat disampaikan kepada pihak
penambang untuk dibicarakan dan dimusyawarahkan guna menemukan jalan
keluar. Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain; 1. Pihak penambang dituntut untuk
membayar ganti rugi atas pencemaran yang terjadi akibat kegiatan pertambangan
tanah urug, 2. Setiap truk pengangkut tanah urug yang lewat harus membayar
iuran sebesar Rp.5000/sekali lewat.
Namun pihak penambang keberatan atas besar tuntutan pembayaran iuran
sebesar Rp.5000 tersebut dengan dalih bahwa iuran yang ditarik terlalu mahal
dibandingkan dengan harga tanah urug dan keuntungan yang didapat dari hasil
kegiatan pertambangan tersebut, dan juga iuran tersebut tidak dibayar hanya di
satu tempat saja melainkan di setiap dusun. Oleh karena keberatan tersebut
tuntutan diturunkan menjadi Rp. 2000/ truk pengangkut untuk sekali lewat.
Iuran-iuran tersebut diperuntukan untuk kas masjid, kas remaja dan upah
untuk petugas penarik iuran.
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 mengatur secara garis besar
penggunaan tiga cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu negosiasi,
mediasi dan arbitrase. Dalam proses negosiasi dan mediasi para pihak yang
berselisih atau bersengketa diharapkan dapat mencapai kesepakatan mengenai halhal berikut : a. Bentuk dan besarnya ganti rugi, b. Tindakan pemulihan akibat
pencemaran dan/atau perusakan, c. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
x
terulangnya pencemaran dan/atau perusakan, dan d. Tindakan untuk mencegah
timbulnya dampak negative terhadap lingkungan hidup.
xi
III. PENUTUP
KESIMPULAN. 1. Kegiatan pertambangan tanah urug di kecamatan
Batukliang dan Batukliang Utara merupakan kegiatan pertambangan ilegal,
meskipun ilegal para pihak tetap melaksanakan tanggung jawab masingmasing terhadap dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan yang dilakukannya,
meskipun hanya tanggung jawab keperdataan saja. Diantara tanggung jawab
tersebut antara lain yaitu; a. Pihak penjual/pemilik tanah : pemilik tanah hanya
memiliki hubungan hukum dengan pihak pembeli/ penambang, sehingga
tanggung jawabnya hanya tanggung jawab sebagai penjual, yaitu menyerahkan
tanahnya kepada pembeli/penambang untuk ditambang tanah urugnya dan
berhak menerima uang sebesar Rp.10.000/truk, serta di akhir pertambangan
berhak menerima tanahnya dalam keadaan lapang dan menjadi tanah produktif,
b. Pembeli/penambang : penambang berkewajiban untuk membayar tanah urug
dengan harga yang telah disepakati, yaitu Rp.10.000/truk dan di akhir
pertambangan nanti berkewajiban mereklamasi tanah yang tadinya berbukit
menjadi tanah lapang yang produktif sesuai dengan kesepakatan.Kemudian
penambang berdasarkan tuntutan dari masyrakat yang terkena dampak dari
kegiatan pertambangan tersebut, penambang dituntut untuk membayar ganti
rugi dengan membayar iuran sebesar Rp.2000/truk untuk sekali lewat. 2.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang terjadi di kecamatan Batukliang
dan Batukliang Utara dilakukan melalui penyelesaian sengketa nonlitigasi atau
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu dengan negosiasi.
SARAN. Diharapkan kepada setiap pihak, baik pemerintah, pengusaha dan
masyarakat agar lebih memperhatikan lingkungan hidup, terutama dari suatu
xii
kegiatan usaha yang berdampak terhadap lingkungan seperti kegiatan usaha
pertambangan tanah urug yang terjadi di kecamatan Batukliang dan Batukliang
Utara yang dampaknya sangat mengganggu hak-hak masyarakat terhadap
lingkungan yang merupakan hak asasi manusia. Kepada pemerintah selaku
penegak hukum agar lebih tegas lagi dalam menjalankan dan menegakkan
hukum yang berlaku khususnya hukum pertambangan dan hukum lingkungan,
agar setiap kegiatan usaha yang berdampak terhadap lingkungan sesuai dengan
prosedur dan peraturan yang berlaku, sehingga jika terjadi hal yang merugikan
orang lain maka para pihak dapat bertanggung jawab sesuai dengan status
masing-masing. Para pengusaha yang akan melakukan suatu kegiatan usaha
hendaknya memperhatikan prosedur dan peraturan yang berlaku, agar tidak
ada pihak yang dirugikan. Peran serta masyarakat sebagai pihak yang
mengalami dan merasakan dampak dari suatu kegiatan usaha, agar lebih kritis
lagi pada suatu kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan dan bersatu
padu untuk menjaga
xiii
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
A.Z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, cet. II, Diapit Media, Jakarta,
2002
Djojodirdjo, Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Cet. II, pradnya paramita,
Jakarta, 1982
Fuady, Munir, Perbuatan Melawan Hukum, Cet.I, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002.
H.R, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, PT. Radja Grafindo Persada,
Jakarta, 2010.
H.S, Salim., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Edisi ke
4, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
________, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara,Cet.2, Sinar Ggrafika,
Jakarta, 2014.
Prakoso, Djoko, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Pertama, Liberty,
Yogyakarta, 1987.
Prof. Subekti,R. Aneka Perjanjian, Citra AdityaBakti, Bandung, 1995
Prodjohamidjojo, Martiman, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia , PT, Pradnya Paramita , Jakarta ,1987.
Salahudin, KitabUndang-UndangHukumPerdata, Jakarta, 2008.
Samosir, Djisman,HukumAcaraPidana,NuansaAulia, Bandung 2013.
Soeparmono, HukumAcaraPerdata Dan Yurisprudensi, MandarMaju,
Semarang, 2005.
S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Cet IV ,
Alumni, Jakarta, 1996.
Sutrisna, Gusti Bagus, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara pidana,
Ghalia Indonesia, jakarta, 1986.
Suparmono, Gatot,Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara Di Indonesia,
Rineka Cipta, Jakarta, 2012.
Tjandra, Riawan, Teori dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, Cahaya
Atma Pustaka, Yokyakarta 2011.
xiv
B. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Indonesia, Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 9
Tahun 2004
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pertambangan Mineral dan
BatubaraNomor4 Tahun 2009, LN NO.4 tahun 2009
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan HidupNomor 32 Tahun 2009, , LN No.140 tahun 2009
C. Artikel
Bonk Adha Fadli, Prosedur Pengurusan Izin Usaha Pertambangan,artikel,
tanggal 23 April
2013,http://bonkadhafadli.blogspot.co.id/2013/04/prosedur-pengurusanizin-usaha.html.
Fare Eryz Hariyanto, Makalah Perjanjian Jual Beli, edisi 10 Oktober 2013,
http://siyasahhjinnazah.blogspot.co.id/2013/10/makalah-hukumperdata-perjanjian-jual.html.
Idris Subrata, Makalah Perjanjian Jual Beli, edisi Desember, 2013.
Parlindungan Sitinjak, Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pertambangan
Batuan, artikel, http://www.esdm.go.id/berita/56-artikel/4387-tata-carapemberian-izin-usaha-pertambanganbatuan.html?tmpl=component&print=1&page=
Suparyanto, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kegiatan Pertambangan
Bahan Galian Golongan C di Kawasan Taman Nasional Gunung
Merapi Kabupaten Magelang (skripsi Universitas Atma Jaya),
Yogyakarta, 2011.
Yuhadian, Muhamad Billah, Perjanjian Jual Beli Secara Online Melalui
Rekening Bersama Pada Forum Jual Beli Kakus, Skripsi Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2012.
Download