Aqidah dan Ibadah

advertisement
UTS Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II
Aqidah dan Ibadah
Alfin Rhomansyah K / 201410230311260

Tujuan dan Orientasi Hidup Menurut Islam
Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, manusia memiiki alasan
mengapa ia diciptakan. Terlebih mengapa manusia diciptakan sebagai
makhluk yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.
Secara Normatif, tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah
kepada Allah, sebagaimana firman Allah dalam QS. Adz-Dzaariyaat : 561
yang artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku”.
Pengertian menyembah dalam ayat ini bukan hanya terbatas pada ritual
keagamaan (Ibadah Mahdiah), akan tetapi lebih luas lagi, meliputi segala
gerak-gerik, tingkah laku, tutur kata dan perbuatan manusia, dan lain-lain.2
Hal ini juga didukung oleh kandungan surat Ali Imran ayat 191 yang
maknanya adalah manusia diperintahkan oleh Allah untuk mengingat-Nya
dalam segala kondisi (entah duduk, berdiri, berbaring) serta selalu berfikir
(tentang penciptaan langit dan bumi). Perintah untuk memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi adalah untuk menyadarkan manusia terkait
kebesaran Allah dan juga menyadarkan bahwa manusia dituntut untuk harus
selalu mencari tau tentang segala sesuatu yang diciptakan Allah agar dapat
memahami alasan kenapa Allah menciptakannya, yang nantinya juga
menumbuhkan kesadaran bahwa hanya Allah-lah yang pantas untuk
disembah dan tidak ada alasan untuk tidak menyembah-Nya.
Selain tujuan tersebut, manusia juga memiliki misi3 yang harus dijalankan
dimuka bumi ini, yaitu sebagai Khalifah Fil ‘Ard sebagaimana yang
dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 30 dan Al An’am ayat 165. Kedua
ayat ini dengan tegas sekali Allah menyatakan bahwa fungsi manusia dimuka
1
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 17
2
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 18
3
Dalam KBBI misi berarti yg dirasakan orang sbg suatu kewajiban untuk melakukannya demi
agama, ideologi, patriotisme, dsb.
bumi sebagai Khalifatullah, karena itu mereka bertugas untuk menciptakan
kemakmuran di dunia dan membangun berbagai segi kehidupan.4
Membangun berbagai segi kehidupan disini adalah memperbaiki
kerusakan yang terjadi di dunia (baik alam maupun masyarakatnya) menuju
suatu peradaban yang madani. Namun sebagaimana yang kita tahu bahwa
sumber kerusakan alam biasanya berasal dari ulah manusia. Sehingga disini
faktor yang harus dibenahi adalah manusia itu sendiri sembari memperbaiki
alam. Untuk itu misi ini dapat disebut sebagai pembangunan masyarakat yang
thoyyibah.
Konsekuensi logis dari adanya misi penciptaan manusia ini, maka manusia
haruslah memiliki orientasi hidup yang mengarah pada perbaikan atau
pembangunan masyarakat mengingat manusia juga telah diberikan kelebihan
dibanding dengan makhluk-makhluk lainnya. Sebagaimana pendapat dari
Abu bakar muhammad serta Romlah (dalam buku Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan II) Kelebihan yang dimiliki manusia berupa naluri,
indera, akal, agama, ilmu, bakat dan kecerdasan, nafsu dan berbagai
dorongan, serta karakter atau tabiat.5 Orientasi hidup manusia dapat bernilai
salah ketika tidak sesuai dengan tujuan dan misi penciptaan manusia, dan
bernilai benar ketika telah sesuai dengan tujuan dan misi tersebut.
Orientasi hidup yang salah adalah ketika segala perbuatan manusia tidak
mengarah pada tujuan manusia untuk menyembah Allah dan/atau tidak
menjalankan misi khalifah sehingga berdampak pada kerusakan masyarakat
(jahiliyah) dan kehancuran alih-alih kebagaiaan. Dalam Al-qur’an telah
dijelaskan beberapa contoh orientasi hidup yang salah –yang juga merupakan
teguran bagi kita agar tidak melakukannya. Diantaranya: Obsesi mengejar
kenikmatan dunia dan melupakan kehidupan akhirat (QS. Ali Imran:14, QS.
Al-Qashash:79, QS. Ar-Ra’d:26, QS. Al-Jaatsiyah:24), Merasa berat dan
ogah-ogahan jika diajak berjuang di jalan Allah (QS. At-Taubah:38). Mereka
yang demikian termasuk orang-orang yang sesat dari jalan kebenaran,
meskipun dalam perjalanan hidupnya memperoleh kenikmatan duniawi.6
Orientasi hidup yang benar adalah ketika segala perbuatan manusia
mengarah kepada apa yang diperintahkan oleh Allah. Untuk memudahkan
manusia menjalani orientasi hidup yang benar, Allah memberi petunjuk
kepada manusia pada jalan yang harus dilaluinya, sebagaimana firman Allah
4
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 21
5
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 11-17
6
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 24-28
dalam QS. Al-Baqarah ayat 256.7 Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah
telah menunjukkan jalan yang benar dan jalan yang sesat. Dan jalan
kebenaran itu tidak lain adalah Agama (Islam), yang mengatur segala
perbuatan manusia agar sesuai dengan yang seharusnya. Ketika kita berada
dalam islam serta memahaminya, maka kita dapat memaksimalkan potensipotensi yang dimiliki manusia serta mendapatkan kebahagiaan didunia dan
akhirat.

Islam Rahmatan Lil‘alamin
Islam adalah ajaran agama yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad
SAW sebagai ajaran penyempurna dari ajaran-ajaran lain. Islam bermakna
kedamaian dan keselamatan yang diperoleh dengan melakukan penyerahan
diri dan kepatuhan secara total (kaffah).8 Sebagai ajaran yang Rahmatan
Lil’alamin, Islam memiliki karakteristik yang menjadi nilai unggul, yang
berbeda dari sistem ajaran atau ideologi lain.
Adapun karakteristik tersebut adalah9 :
o Islam merupakan agama universal untuk seluruh umat manusia
bahkan untuk jin dan seluruh alam (QS. Saba’: 28, QS. AlAnbiya’:107, QS. Al-Furqan: 1)
o Islam merupakan agama untuk sepanjang zaman, berlaku hingga
akhir zaman.
o Islam merupakan agama yang sempurna, mencakup seluruh aspek
kehidupan, baik aspek lahir, batin, pribadi maupun masyarakat
(QS. Al-Maidah: 3, QS.Al-An’am: 38 & 115)
o Islam merupakan agama fitrah. Sesuai dengan fitrah manusia (QS.
Ar-Rum: 30) dan tidak bertentangan dengan fitrahnya.
o Islam merupakan agama ilmu dan menjunjung tinggi ilmu (QS.
Ibrahim:1, QS. Fathir: 28)
Islam disebut sebagai Rahmatan Lil’alamin karena bersifat universal.
Hukum-hukum kehidupan yang diatur dalam islam bukan hanya berlaku
untuk pemeluk agama islam, melainkan untuk seluruh umat di dunia.
Sehingga ajaran islam dapat memberikan manfaat untuk seluruh alam
semesta. Sebagaimana yang tergambarkan jelas dalam surat Al-Anbiya’ ayat
107 yang artinya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-
7
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 29
8
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 43
9
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 46-47
Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam. Sehingga disini telah sempurnalah agama islam karena adanya
petunjuk dari al-Qur’an yang didalamnya terkadung sunnatullah segala
sesuatu yang ada dimuka bumi ini.

Ruang Lingkup dan Pokok-pokok Aqidah
Secara etimologis, aqidah berasal dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan –
‘aqîdatan. ‘Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh, dan setelah
menjadi ‘aqîdatan (aqidah) maka bermakna keyakinan.10 Sehingga dapat
disimpulkan bahwa aqidah merupakan suatu keyakinan akan konsep agama
yang tersimpan kokoh dalam hati yang tidak menimbulkan keraguan atasnya.
Sebagai bagian inti atau fondasi dari Agama, maka ruang lingkup yang
menjadi objek pembahasannya adalah segala unsur pokok ajaran agama
(Islam).11 Berikut unsur pokok keimanan yang dimaksud:
1) Ilahiyat
Yakni pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan ketuhanan (Al-ilâh), seperti wujud (ada) Allah, nama-nama dan
sifat-sifat Allah.12 Termasuk juga 10 Asma’ul Husna dan juga sifatsifat Allah yang berbeda dengan makhluknya, seperti Maha Esa, Maha
Kuasa, Maha Adil, dll. Unsur ini merupakan unsur utama yang
menjadi dasar unsur-unsur yang lain. Semakin kuat keyakinan Ilahiyat
seseorang, maka orang tersebut akan semakin menyadari keagungan
dari Allah SWT dan menyadari bahwa hanya kepada Allahlah
seharusnya ia mengabdi.
2) Nubuwat
Lingkup pembahasan mengenai segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, termasuk di dalamnya kajian tentang kitabkitab Allah dan mukjizat yang dianugerahi untuk peneguh kenabian,
karomah dan lainnya.13 Dalam keyakinan nubuwat, ketika seseorang
benar-benar meyakini kenabian dari Rasul, maka akan menambah
keimanan beragama, karena pada hakekatnya seluruh nabi diturunkan
untuk memecahkan masalah kehidupan dari jahiliyah menuju
thoyyibah.
10
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 72
11
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 74
12
Ibid
13
Ibid
3) Ruhaniyat
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
alam metafisik seperti malaikat, jin, ruh dan lainnya.14 Keyakinan ini
juga merupakan ajaran pokok agama islam, mengingat dalam
kehidupan ini bukan hanya terdapat alam fisik yang dapat dibuktikan
secara empiris, melainkan juga terdapat alam metafisik yang bersifat
ada, namun tidak terlihat.
4) Sam’iyat
Pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui
melalui sam’I (wahyu) yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah.15 Sebagaimana
yang kita tau, kitab Al-Qur’an dan juga kitab-kitab lainnya adalah
pedoman hidup. Al-Qur’an dan As-sunnah memberikan informasi dan
petunjuk bukan hanya tentang permasalahan di dunia, melainkan juga
tentang keberadaan alam akhirat yang tidak terjangkau oleh pikiran
manusia.
Pembahasan Aqidah juga terdapat pada rukun iman (Arkân Al-Imân)
meliputi: 1) Iman kepada Allah, 2) Iman kepada Malaikat, 3) Iman kepada
kitab-kitab Allah, 4) Iman kepada Nabi dan Rasul, 5) Iman kepada hari akhir,
6) Iman kepada Qada’ dan Qodar.

Relasi Iman dan Amal Manusia dalam Kehidupan
Menurut ulama salaf (termasuk Imam Ahmad, Malik dan Syafi’i) iman
adalah: “sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan
diamalkan dengan anggota tubuh”.16 Sebagaimana aqidah menjadi pondasi
dasar ajaran agama islam, iman juga berpengaruh penting terhadap keyakinan
kita terhadap dasar-dasar agama itu sendiri, sehingga ketika kita benar-benar
telah mengimaninya maka segala perbuatan kita dapat mengarah pada apa
diperintahkan oleh Allah.
Iman seseorang tidak tumbuh dengan sendirinya, karena menyangkut
konsekuensi yang harus ditanggung dari iman itu sendiri. Iman muncul dari
pemahaman kita tentang ajaran agama (islam) yang kita peroleh melalui ilmu.
Ilmu (sains) terbagi dua: pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu
yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri.
14
Ibid
Ibid
16
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 85
15
Sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian disebut ilmu
nazhari.17
Ilmu berperan penting dalam konsistensi iman, karena semua ajaran islam
itu adalah ilmu. Adanya iman tanpa dasar ilmu akan menyebabkan kesesatan
karena tidak memahami dasar ajaran yang harus diimani. Dalam surat AzZumar ayat 9 dan Al-Mujadilah ayat 11 menjelaskan bahwa Allah
menghargai orang-orang yang berilmu dibandingkan yang tidak.
Konsekuensi logis dari iman yang dilandasi ilmu adalah amal. Makna
amal berasal dari kata ‘amala artinya perbuatan. Menurut bahasa, amal berarti
perbuatan, pekerjaan, perlakuan, dan tindakan, sedangkan menurut istilah
adalah melakukan sesuatu dengan niat.18 Amal memiliki keterkaitan yang
kuat dengan iman, karena ketika kita tidak begitu mengimani sesuatu, maka
kita tidak akan mampu melakukan amal secara totalitas.
Jadi Ilmu, Iman, dan Amal merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, karena sudah ada dalam jiwa/fitrah setiap manusia, dimana Iman
itu merupakan keyakinan yang tertanam dalam hati yang berupa sikap afektif,
dan ilmu yang dimiliki oleh manusia berkaitan dengan potensi akal yang
dimiliki (sikap kognitif) serta amal (sikap psikomotorik) bagi manusia sangat
tergantung dari iman dan ilmu yang dipahami.19

Tauhid dan Konsekuensi dalam Kehidupan
Secara bahasa, tauhid bermakna sesuatu itu satu (esa). Sedangkan secara
syar’i tauhid bermakna mengesakan Allah dalam ibadah, bersamaan dengan
keyakinan keesaanNya dalam dzat, sifat, dan perbuatan-perbuatanNya.20
Tauhid juga dapat diartikan bahwa hanya Allahlah satu-satunya Illah yang
pantas untuk disembah, tidak ada yang selainnya. Tauhid dibagi menjadi tiga,
yaitu21 :
o Tauhid Rububiyah artinya kita meyakini keesaan Allah dalam hal
penciptaan, pemilik, pengatur, pemberi rezeki, dan pemelihara
alam semesta beserta isinya.
17
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 86
18
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 89
19
Ibid hal. 89-90
20
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 109
21
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 110-112
o Tauhid Uluhiyah artinya kita meyakini bahwa Allah-lah satusatunya Dzat yang berhak disembah (diibadahi). Artinya
mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang dilakukan.
o Tauhid Asma’ dan Sifat ialah meyakini secara mantap bahwa
Allah menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari segala
sifat kekurangan, dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh makhlukNya.
Wujud dari tauhid adalah mengucapkan dan memahami makna syahadat.
Dalam surat Muhammad ayat 19 yang artinya: “Maka ketahuilah, bahwa
sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah ....”.
Berdasarkan ayat di atas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib
hukumnya dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun islam yang lain.22
Tauhid dalam pandangan Islam merupakan merupakan akar yang
melandasi setiap aktivitas manusia. Kekokohan dan tegaknya tauhid
mencerminkan luasnya pandangan, timbulnya semangat semangat beramal
dan lahirnya sikap optimistik.23 Tauhid adalah dasar dari segala aktivitas
manusia. Dengan pemahaman makna syahadat yang mendalam, maka
keseluruhan hidup manusia akan dilandasi oleh kesadaran Ilahiyah yang Esa.
Dalam konteks perjuangan, tauhid merupakan kekuatan yang menopang
segala aktivitas yang akan kita lakukan. Tauhid sebagai semangat ilmiah,
maka dapat didekati dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan teologis dan
pendekatan filosofis.24 Teologis berarti komitmen personal kita utuk setia
mengabdi pada Tuhan. Sedangkan pendekatan filosofis yaitu pemahaman
secara mendalam suatu ilmu serta mengaitkannya dengan konteks sosial
kemasyarakatan untuk mengaplikasikan ilmu tersebut.
Daftar Pustaka:
Romlah et al. 2012. Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah.
Malang: UMM Press.
Al-Quran Terjemahan digital oleh martinvillar.com
Setiawan, Ebta. 2010. Kamus besar bahasa indonesia offline. http://ebsoft.web.id
22
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 116
23
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 121
24
Romlah et al, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan II – Aqidah dan Ibadah (Malang: UMM Press,
2012), hal. 122
Download