Triwulan I 2009 BAB V KEUANGAN DAERAH Pada tahun anggaran 2009 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Banten adalah sebesar Rp 2,36 triliun atau meningkat 5% dari APBD 2008 sebesar Rp 2,27 triliun. Pendapatan daerah Provinsi Banten direncanakan mencapai Rp 2,2 triliun yang didukung oleh penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 1,53 triliun atau 68,73% dari APBD 2009. Anggaran pembangunan daerah yang direncanakan mencapai Rp 2,3 triliun terutama ditujukan untuk kegiatan pembangunan, bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dan pemerintah desa, serta bantuan sosial. Defisit anggaran sebesar Rp. 145,69 miliar akan dipenuhi dengan menggunakan pembiayaan berupa surplus anggaran tahun 2008 yang berjumlah Rp. 159,98 miliar. Perkembangan pembangunan di Propinsi Banten pada triwulan I 2009 menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan yang sama tahun 2008. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat realisasi pendapatan APBD triwulan laporan sebesar 15,20% dari target APBD 2009, lebih rendah dari realisasi triwulan I 2008 yaitu 32,20%. Sementara itu realisasi belanja pemerintah daerah hingga akhir triwulan laporan sebesar Rp. 167,4 miliar atau 7,07% dari APBD, sedikit lebih besar dibandingkan triwulan I 2008 sebesar 6%. Belanja tersebut diwujudkan dalam kegiatan perbaikan sarana jalan, pendidikan, dan bantuan sosial. Rendahnya realisasi secara umum disebabkan oleh keterlambatan pengesahan APBD 2009 pada pertengahan Februari 2009. Realisasi pendapatan APBD triwulan laporan tertinggi sebesar Rp 241,2 miliar berasal dari PAD yang ditopang oleh pajak daerah. Pajak Daerah Banten tersebut sebagian besar berasal dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Pendapatan terbesar kedua pada triwulan laporan diperoleh melalui realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 90,29 miliar dari total DAU Banten tahun 2009 sebesar Rp 3,131.33 triliun. Realisasi belanja APBD triwulan laporan mencapai 7,07%, hanya sedikit di atas realisasi belanja triwulan yang sama tahun 2008. Pada Triwulan I 2008, realisasi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung masing-masing hanya mencapai 6,86% dan 3,13%. Sementara itu Belanja Modal APBD triwulan I 2008 adalah 3,74%. Kondisi yang sama diperkirakan terjadi pada triwulan I 2009 mengingat pelaksanaan pembangunan masih dalam proses persiapan setelah 87 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 pengesahan APBD Daerah Tingkat II dilaksanakan pada pertengahan triwulan laporan. APBD Provinsi Banten tahun 2009 dari sisi komposisi pendapatan menunjukkan karakteristik yang sama dengan beberapa provinsi lain seperti di pulau Jawa. Sementara dari sisi komposisi belanja, APBD Banten tahun 2009 memiliki pola yang sama dengan propinsipropinsi penghasil sumber daya alam seperti Riau, dan Kalimantan Timur. Dari sisi alokasi APBD 2009, Kabupaten dan Kota Tangerang merupakan daerah penerima pendapatan tertinggi masing-masing sebesar 27% dan 18% dari total pendapatan daerah kabupaten/kota di Banten. Namun tingginya belanja di Kabupaten dan Kota Tangerang menyebabkan defisit anggaran masing-masing sebesar Rp.406,67 miliar dan Rp 119,04 miliar. Tabel V.1 Realisasi APBD Pemerintah Propinsi Banten Triwulan I 2009 No. I II III Uraian APBD 2009 (Milyar Rp) S.d. Triwulan I-09 Realisasi Realisasi (Milyar (%) Rp) Pendapatan - Pendapatan Asli Daerah - Dana Perimbangan - Lain-lain PAD yang sah 2,221.04 337.70 15.20% 1,526.46 241.20 15.80% 96.05 13.90% 0.45 12.43% Belanja - Belanja Tidak Langsung - Belanja Langsung 2,360.00 Pembiayaan - Penerimaan Daerah - Pengeluaran Daerah 145.69 690.96 3.62 * * 1,130.00 1,230.00 234.64 161.05% - SILPA 2008 145.69 234.64 161.05% Sumber : DPKAD Provinsi Banten *) Data resmi realisasi Belanja APBD Banten Triwulan I-09 belum tersedia. A. PENDAPATAN DAERAH Komposisi pendapatan daerah Banten memiliki karakteristik yang sama dengan beberapa provinsi lain di Pulau Jawa. Berdasarkan data APBD secara nasional, proporsi pendapatan Provinsi Banten tahun 88 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 2009 yang terutama berasal dari PAD (63,73%) tidak jauh berbeda dari provinsi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan PAD masing-masing sebesar 74,46%; 69,60%; dan 65,32% dari total pendapatan daerah. Sementara pendapatan daerah provinsi penghasil sumber daya lama seperti Riau dan Kalimantan Timur didominasi oleh dana bagi hasil yang rata-rata mencapai 60% dari total pendapatan daerah. Pendapatan daerah Provinsi Banten tahun 2009 sebesar Rp 2,2 triliun mengalami penurunan sebesar 2.3% dari pendapatan daerah pada tahun 2008 yang mencapai Rp 2,6 triliun. Hal ini disebabkan oleh perkiraan turunnya PAD yang berasal dari Pajak Daerah, terutama dari BBNKB dan PBBKB masing-masing sebesar 18.86% dan 2,85% pada tahun 2009 (Grafik V.1). Pertumbuhan ekonomi yang mengalami perlambatan di tahun 2009 diperkirakan memberikan pengaruh besar terhadap realisasi pendapatan daerah Provinsi Banten tahun 2009. Penurunan pendapatan daerah dari PAD telah diperkirakan dalam penetapan APBD 2009 berdasarkan perkiraan penurunan Pajak Daerah sebagai komponen PAD yang tertinggi. Mengikuti kecenderungan penurunan BBNKB sejak tahun 2006, pada tahun 2009 Pajak Daerah dari BBNKB diperkirakan turun sekitar 10 – 20 %. PKB diperkirakan naik sekitar 2,84% berdasarkan perkiraan pertambahan kontribusi PKB KBM baru sebesar 14%. Sedangkan PBBKB diperkirakan turun sekitar 2,85% berdasarkan rata-rata bulan realisasi terendah pada tahun 2008 dan penurunan harga BBM. Sementara itu potensi pajak lainnya seperti Pajak Air Bawah Tanah (ABT) dan Pajak Air Permukaan (AP) masih belum tergali dan hanya mencapai 3,22% dari rencana pendapatan 2009. Grafik V.1. Perkembangan Grafik V.2. Pajak Daerah Pemprov Pajak Daerah Banten 2008 - 2009 Banten 2009 Proporsi Pemprov Pada triwulan I 2009, realisasi pendapatan daerah Provinsi Banten hanya mencapai 15,20%, jauh lebih 89 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 rendah dari realiasi triwulan yang sama tahun 2008 yang mencapai 32,04%. Realisasi PAD yang hanya mencapai 15,80% pada triwulan laporan diperkirakan merupakan dampak dari rendahnya realisasi pendapatan BBNKB, PKB, dan PBBKB yang merupakan komponen utama Pajak Daerah. Penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dan masih tingginya suku bunga kredit konsumsi menyebabkan berkurangnya pembelian kendaraan bermotor baik secara langsung (20%) maupun leasing (80%). Hal ini sejalan dengan perkiraan penurunan pasar domestik kendaraan bermotor ratarata sebesar 26.9% dari estimasi dasar pada tahun 2009 (Grafik V.3). Penurunan Pajak Daerah dari PBBKB diperkirakan merupakan dampak dari turunnya harga BBM mengingat jumlah pendapatan dari PBBKB dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap harga BBM. Sumber : DPKAD Grafik V.3. Pasar Domestik Kendaraan Bermotor 1997 – 2008 dan Perkiraan 2009 - 2012 Selain rendahnya realisasi PAD, realisasi Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah juga masih rendah meski hal ini wajar terjadi pada Triwulan I. Realisasi Dana Perimbangan dan Lainlain Pendapatan yang Sah berturut-turut hanya mencapai 13,09% dan 12,43%, lebih rendah dari pencapaian pada triwulan yang sama tahun 2008 masing-masing sebesar 52,90% dan 19,55%. Hal ini terutama disebabkan belum siapnya dana pendampingan dari APBD sebagai bagian dari realisasi Dana Perimbangan. Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah Provinsi bagi pemerintah kabupateb/kota sebesar 25% dari target Rp 361,18 miliar pada tahun 2009 tidak diikuti oleh realisasi komponen Dana Perimbangan Lainnya. Tabel V.2 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Banten 2009 No. Uraian APBD 2009 (Milyar Rp) S.d. Triwulan I-09 Realisasi Realisasi (Milyar (%) 90 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Rp) I II III PENDAPATAN ASLI DAERAH - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan - Lain-lain PAD yang Sah DANA PERIMBANGAN - Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah TOTAL PENDAPATAN 1526.46 1474.10 2.95 241.20 235.56 0.41 15.80% 15.98% 13.90% 21.11 0.00 0.00% 28.30 690.96 5.23 96.04 18.48% 13.90% 297.66 361.18 32.12 5.75 90.29 0.00 1.93% 25.00% 0.00% 3.62 3.62 2221.04 0.45 0.45 337.69 12.43% 12.43% 15.20% Berdasarkan rincian realisasi pendapatan APBD Propinsi Banten pada Triwulan I 2009, terdapat beberapa pos yang telah mencapai realisasi lebih dari 25%. Pos pendapatan tersebut meliputi Retribusi Pelayanan Kesehatan (28,48%), Retribusi Izin Usaha Perikanan (30%), dan Lain-Lain PAD yang Sah dari Jasa Giro (25,16%). Realisasi Retribusi Izin Usaha Perikanan yang cukup tinggi mencerminkan iklim usaha yang positif, yaitu cuaca yang cukup baik sepanjang triwulan laporan dan permintaan hasil perikanan, terutama kepada pengusaha perikanan Cilegon yang merupakan salah satu penghasil produk perikanan terbaik di Asia untuk diekspor. B. BELANJA DAERAH Komposisi belanja daerah Banten memiliki karakteristik yang sama dengan beberapa provinsi penghasil sumber daya alam seperti Provinsi Riau dan Kalimantan Timur. Berdasarkan data APBD secara nasional, proporsi belanja Provinsi Banten tahun 2009 yang terutama ditujukan untuk belanja langsung (52%) tidak jauh berbeda dengan provinsi Riau dan Kalimantan Timur dengan belanja langsung masingmasing sebesar 58,54% dan 50,99% dari total belanja daerah. Sebagian besar belanja langsung di Banten dialokasikan untuk belanja modal. Sementara itu belanja tidak langsung dalam APBD Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur masing-masing hanya sebesar 34,78%; 38,44%; dan 39,13% dari total belanja. Sebagian besar belanja di provinsi-provinsi tersebut dialokasikan untuk belanja tidak langsung, yaitu belanja bagi hasil dan belanja pegawai. Tabel V.4 Proporsi Komponen Belanja APBD 2009 91 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Provinsi Belanja Tidak Langsung (Juta Rp) % APBD Belanja Langsung (Juta Rp) % APBD Banten 1,135,896 48.00% 1,230,720 52.00% Jawa Barat 5,388,575 65.22% 2,874,004 34.78% Jawa Tengah 3,304,942 61.56% 2,063,772 38.44% Jawa Timur 3,843,103 60.87% 2,470,953 39.13% Riau Kalimantan Timur 3,663,103 41.46% 2,345,105 58.54% 5,011,283 49.01% 2,768,379 50.99% Selain disebabkan pola realisasi yang cenderung masih rendah pada triwulan pertama, rendahnya penyerapan APBD pada triwulan I 2009 juga disebabkan oleh kelambatan pengesahan APBD Banten 2009 yang baru dilaksanakan pada pertengahan Februari 2009. Hingga akhir triwulan I 2009, hanya 7,07% anggaran belanja yang terealisasi di Provinsi Banten. Keterlambatan pengesahan APBD menyebabkan proses sinkronisasi program antara Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menghindari pelaksanaan program yang tumpang tindih menjadi tertunda dan sebagian besar realisasi belanja untuk program dibawah tujuh prioritas pembangunan wilayah Banten belum dapat dilaksanakan. Beberapa program di bidang Bina Marga telah dilaksanakan berdasarkan APBD 2008 sementara menunggu APBD 2009. Komponen belanja yang telah terealisasi merupakan Belanja Tidak Langsung yang bersifat reguler yaitu Belanja Pegawai dan sebagian Belanja Bantuan Sosial. Tabel V.5 Komponen Belanja APBD Pemprov Banten 2009 No. Komponen Belanja APBD 2009 (Milyar Rp) % APBD 1 - Belanja Pegawai 226.00 9.58% 2 - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bagi Hasil Kab/Kota 14.00 0.59% 60.00 2.54% 580.00 24.58% - Belanja Bantuan Keuangan Kab/Kota & Desa - Belanja Tidak Terduga 215.00 9.11% 10.00 0.42% 3 4 5 6 92 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 7 - Belanja Bantuan Pilkada/Pemilu 15.00 0.64% 8 - Belanja Modal - Belanja Barang dan Jasa 657.04 27.84% 488.81 20.71% 9 Tingkat penyerapan APBD yang rendah pada triwulan I 2009 diharapkan akan diimbangi oleh percepatan pelaksanaan program dan kegiatan pada triwulantriwulan berikutnya. Meski realisasi belanja APBD triwulan I 2009 masih rendah, dimulainya pelaksanaan program dan kegiatan pada awal triwulan II 2009 diharapkan akan mendorong sisi konsumsi pemerintah untuk membantu menggerakkan dunia usaha. Pada akhir triwulan laporan, sebagian besar proses pelelangan untuk program dan kegiatan mulai dilaksanakan. Pelaksanaan proyek tersebut mencakup beberapa proyek perbaikan infrastruktur, terutama yang terkait dengan pembangunan dan perbaikan jalan provinsi dan kabupaten; pembangunan instalasi listrik di Banten bagian selatan dalam rangka mewujudkan Banten Terang 2012; renovasi beberapa pasar tradisional; bantuan sosial; serta pelaksanaan program pendidikan. Sementara itu sektor pertanian diharapkan juga mampu menyerap anggaran belanja di triwulan berikutnya mengingat musim tanam yang dimulai pada bulan April 2009. Harapan peningkatan realisasi APBD 2009 pada triwulan berikutnya sejalan dengan pola posisi simpanan Pemerintah Provinsi Banten di perbankan yang baru akan mengalami pengurangan pada triwulan terakhir setiap tahunnya. Posisi simpanan Pemerintah Daerah Provinsi Banten di perbankan pada triwulan laporan adalah Rp 2,37 triliun dengan pertumbuhan 19,17% (y-o-y), sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan simpanan Pemerintah Banten pada triwulan yang sama tahun 2008 sebesar 17,33% (y-o-y). Target pendapatan bunga dari simpanan tersebut pada APBD 2009 adalah Rp 14,5 miliar dan baru terealisasi pada triwulan laporan sebesar Rp 13,76 juta atau kurang dari 1%. 93 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Grafik V.4. Perkembangan Banten di Perbankan Simpanan Pemda Propinsi C. APBD KABUPATEN/KOTA DI BANTEN TAHUN 2009 Pada tahun 2009, Kabupaten dan Kota Tangerang merupakan daerah dengan APBD tertinggi yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU). Total DAU bagi Provinsi Banten pada tahun 2009 adalah Rp 3.131,33 triliun. Kabupaten dan Kota Tangerang memperoleh pengalokasian DAU yang cukup tinggi yaitu Rp 855,24 miliar dan Rp496,31 miliar. Hal tersebut sejalan dengan kemampuan penyerapan pendapatan fiskal yang relatif besar dari dana bagi hasil yang diperoleh. Kabupaten Lebak dan Pandeglang menerima DAU masingmasing sebesar Rp576,19 miliar dan Rp 618,80 miliar. Pendapatan dari DAU merupakan komponen pendapatan terbesar dari total pendapatan kabupaten, yaitu mencapai 69,22% dan 71,59% mengingat keterbatasan kapasitas fiskal di kedua kabupaten tersebut. 94 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Tabel V.6 Komponen Pendapatan APBD di Banten 2009 PAD Dana Perimbangan Pendapatan Lain-lain Total Pendapatan Kab. Lebak 81,597 685,230 65,550 832,377 Pandeglang 50,879 737,235 76,199 864,313 Serang Kab. Tangerang Kota Cilegon Kota Tangerang Kota Serang 110,419 699,693 51,593 861,705 312,578 1,194,339 156,331 1,663,248 128,846 423,402 58,667 610,915 151,898 754,434 194,277 1,100,609 11,846 184,626 40,000 236,472 TOTAL 6,169,639 Dari sisi belanja APBD 2009, total belanja Kabupaten dan Kota Tangerang mencapai 49,19% dari keseluruhan belanja kabupaten/kota di Banten. Hal tersebut menyebabkan defisit anggaran tertinggi juga terjadi di Kabupaten dan Kota Tangerang masing-masing sebesar Rp 406,66 miliar dan Rp 119,04 miliar. Komponen belanja tertinggi di Tangerang, Serang, dan Cilegon adalah belanja langsung berupa belanja modal dan barang/jasa. Sementara itu belanja pegawai merupakan komponen dengan biaya belanja terbesar bagi Kabupaten Pandeglang dan Lebak. Grafik V.5. Rincian Grafik V.6. DAU Kabupaten Pendapatan Kabupaten/Kota /Kota di Banten 2009 dalam APBD Banten 2009 95 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Tabel V.7 Komponen Belanja APBD di Banten 2009 Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Total Belanja Kab. Lebak 462,266 389,297 851,563 Pandeglang 519,450 206,657 726,107 Serang 637,517 316,306 953,823 Kab. Tangerang 938,098 1,131,808 2,069,906 Kota Cilegon 281,726 347,963 629,689 Kota Tangerang 511,166 708,484 1,219,650 Kota Serang 179,525 56,947 236,472 TOTAL 6,687,210 V.8. Grafik V.7. Belanja Grafik Kabupaten/Kota dalam APBD Defisit/Surplus Anggaran Kabupaten/Kota di Banten 2009 2009 D. PRIORITAS PEMBANGUNAN Pada tahun 2009 prioritas pembangunan Provinsi Banten terpusat pada bidang Pendidikan dan bidang Bina Marga yang memperoleh pagu Belanja Langsung tertinggi masing-masing sebesar Rp 345 miliar dan Rp 275 miliar atau 14,62% dan 11,65% dari rencana Belanja APBD 2009. Pada triwulan I 2009, penyerapan anggaran belanja di kedua bidang prioritas ini diperkirakan masih rendah. Namun percepatan realisasi APBD untuk pendidikan serta pembangunan 96 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 dan rehabilitasi jalan/jembatan pada selanjutnya diharapkan dapat terlaksana. triwulan Tabel V.8 Pagu Belanja Langsung berdasarkan Bidang Tahun 2009 No. 1 Bidang APBD 2009 (Milyar Rp) % thd Belanja APBD % thd Belanja Langsung Pendidikan 345.00 14.62% 26.14% - Pendidikan Provinsi - Bantuan Pendidikan Kab/Kota 205.00 8.69% 15.53% 140.00 5.93% 10.61% 2 Kesehatan 150.00 6.36% 11.36% 3 115.00 4.87% 8.71% 4 KP3B Sumber Daya Alam dan Perkim 125.00 5.30% 9.47% 5 Bina Marga 275.00 11.65% 20.83% 6 Pertanian 40.00 1.69% 3.03% 7 20.00 0.85% 1.52% 8 Kelautan Kehutanan dan Perkebunan 20.00 0.85% 1.52% 9 Pariwisata 20.00 0.85% 1.52% 10 SKPD Lain 210.00 8.90% 15.91% TOTAL BELANJA LANGSUNG 1,320.00 Pembangunan di bidang pendidikan tahun 2009 ditujukan dalam rangka memenuhi amanat UU Pendidikan Nasional melalui peningkatan saran dan prasarana sekolah yang didukung APBN 2009 berupa bantuan sosial sebesar Rp. 2,44 triliun. Belanja pembangunan di bidang pendidikan di Provinsi Banten pada tahun 2009 sebagian besar dialokasikan untuk pengembangan sarana dan prasarana SD-SMP-SMA-SMK dan sekolah luar biasa serta program pendidikan non-formal sebesar Rp 109,54 miliar (31,75% dari anggaran Belanja Langsung). Selain itu Rp. 78,78 miliar (22,83%) telah dialokasikan untuk program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Pelaksanaan pembangunan di bidang pendidikan ini dukung oleh alokasi APBN 2009 sebesar Rp. 2,44 triliun yang sebagian besar berupa bantuan sosial untuk Dinas Pendidikan Provinsi Banten dan belanja barang dan modal untuk Universitas Terbuka. 97 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas untuk mendukung pengembangan wilayah, program pembangunan jalan, jembatan, serta rehabilitasi dan pemeliharaan rutin jalan/jembatan merupakan program yang akan segera dilaksanakan pada triwulan berikutnya. Dari total 889,01 kilometer ruas jalan milik Provinsi Banten, 230,19 kilometer diantaranya (25,89%) saat ini dalam kondisi rusak parah. Sekitar 78,67% dari panjang ruas jalan yang rusak tersebut berlokasi di Kabupaten Pandeglang dan Lebak (Grafik V.9). Kondisi sebagian jalan dan jembatan yang dikategorikan berkondisi sedang (42,72%) saat ini berangsur memburuk dan menyebabkan kelancaran distribusi barang/jasa dan penanggulangan bencana alam serta pemerataan pembangunan wilayah terhambat. Grafik V.9. Kondisi Jalan di Wilayah Banten Sumber : Bina Marga Grafik V.10. Kondisi Ruas Jalan Propinsi di Berbagai Daerah Sumber : Bina Marga 98 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 99 Kajian Ekonomi Regional Banten