HIDUP DAN SPRITUALITAS SANTO LOUIS-MARIE DE MONTFORT OLEH : J. PATRRICK GAFFNEY, S.M.M Penerbit SERIKAT MARIA MONTFORTAN Bandung 1988 JUDUL ASLI : Light, Wind and Water The life and spirituality of Saint Louis de Montfort Gambar : J. Harding Terjemahkan : Mgr.Isak Doera,pr Imprimatur : Bandung, die 12 Martii 1988 + A. Djajasiswaya Episc. Bandung. 2 SEKILAS BIODATA PENULIS Penulis buku ini, Pater J. Patrick Gaffney, SMM, STD, adalah seorang Pater Montfortan, Profesor Teologi pada Universitas Saint Louis di Louis Negara bagian Missouri Amerika Serikat. Buku kecil sederhana ini dimaksudkan sebagai sebuah pengantar singkat ke dalam hidup dan tulisan Santo Louis de Montfort untuk memberi kesempatan kepada para pembaca masa kini melihat selayang pandang ke dalam Spritualitasnya yang kristosentris. 3 PENGANTAR KE DALAM HIDUP DAN SPRITUALITAS SANTO LOUIS DE MONTFORT BERSEMANGAT, TEGUH DAN TEPAT Sejak beatifikasinya tahun 1888 dan, terutama sejak kanonisasinya tahun 1947, Louis-Marie Grignion de Montfort berulang kali dipuji oleh pemimpin-pemimpin Gereja. Tulisan-tulisannya ditampilkan sebagai pengungkapan-pengungkapan otentik Gereja, atau seperti yang dikatakan Paus Pius XII, tulisan-tulisannya itu bersemangat, teguh dan tepat. Cinta Paus Yohanes Paulus II terhadap pengkhotbah pengembara ini terkenal dikalangan luas. Bapak Suci tidak hanya secara terbuka menyatakan rasa kagumnya terhadap santo ini, melainkan juga telah memilih rumusan singkat penyerahan diri Montfort (bdk. Bakti Sejati 232) sebagai motto keuskupannya; motto itu kemudian tetap dipertahankannya ketika ia dipilih menjadi Paus. Bersama banyak orang lain, Paus Yohanes Paulus II mengatakan tampa ragu bahwa “membaca buku ini (Bakti Sejati) merupakan titik balik dalam hidup saya”. Maka tidak mengherankan bahwa dalam Ensikliknya Redemtoris Mater Santo Montfort ditonjolkan sebagai “Seorang tokoh di antara begitu banyak saksi dan guru spiritualitas mariawi”. “Santo Louis de Montfort”, kata Pater Faber pada tahun 1862, “mempunyai pengaruh besar sekali dalam Gereja… dan patut diharapkan akan mempunyai pengaruh yang lebih besar lagi di masamasa yang akan datang. Khotbahnya, tulisannya, percakapannya, semuanya penuh dengan ramalan dan antisipasi suasana Gereja di abad-abad kemudian”. Ramalan Pater Faber ini telah terpenuhi. Beberapa tahun terakhir ini kita menyaksikan munculnya kembali secara mengherankan minat terhadap hidup dan ajaran misionaris pengembara Prancis ini, yang berkembang sekitar masa pemerintahan Raja Surya, Louis XIV. 4 Walaupun gaya kesusasteraan Montfort tidak sama dengan gaya kesusastraan zaman kita, namun tulisan-tulisannya yang benar-benar kharismatis, nampaknya mampu mengendalikan semangat dan memenuhi kerinduan zaman kita. Tidaklah mengherankan bahwa banyak uskup, imam, biarawan, biarawati dan kaum awam memohon kepada Paus, supaya imam yang sederhana ini diberi gelar Pujangga Gereja. PENERBITAN BARU Agar ajaran-ajaran Santo Louis de Montfort semakin jelas dapat dipahami, dan sesuai dengan harapan Gereja, semakin luas berpengaruh di kalangan umat Allah, maka penerbitan karya-karyanya dalam bahasa Indonesia juga sangat diperlukan. Karya ini sedang diusahakan, tetapi masih makan banyak waktu. Sementara itu diharapkan kiranya karangan ini dapat membantu kita mengenal konteks dan isi dasar tulisan-tulisan Santo ini. Dengan demikian diharapkan ajaran Santo Montfort yang sederhana namun dalam itu, akan dapat dimengerti semakin baik. Dengan pengantar singkat ini kami tidak bermaksud sama sekali untuk meyelidiki berbagai implikasi teologis dan pastoral kharisma Montfort. Ini adalah tugas yang akan digiatkan oleh penerjemahan karya-karya Santo Montfort pengembara ini, serta oleh rasa kagum dan hormat yang tersebar luas terhadapnya. HIDUPNYA ontfort adalah sebuah desa kecil di Bretagne, Prancis Barat. Letaknya kira-kira dua puluh lima kilometer di sebelah barat kota Rennes. Desa ini penting sekali dalam setiap penulisan riwayat hidup Louis Grignion. Namun pentingnya itu bukan karena di sanalah dia dilahirkan pada tanggal 31 Januari 1673. Alasan yang benar mengapa Santo Louis-Marie menghubungkan diri dengan nama desa Montfort ialah karena di sanalah dia dibaptis dalam nama Yesus M 5 Kristus. Karena alasan sama itu juga sebagai pengkhotbah keliling ia menanggalkan nama keluarganya Grignion dan lebih suka disapa dengan Louis Marie de Montfort saja, atau lebih sederhana lagi dengan Pater dari Montfort. Tekanannya pada Sakramen Baptis dengan akibat praktisnya berupa penyerahan diri secara total kepada Kebijaksanaan Abadi yang telah menjadi manusia, menjadi dasar yang karakteristik bagi pandangannya tentang realitas. Masa hidupnya di desa Montfort singkat sekali: tidak lebih dari dua tahun pertama usianya yang pendek yaitu empat puluh tiga tahun lebih sedikit. Masa mudanya dijalaninya di rumah pertanian keluarga, Bois Marquer, di desa Iffendic, beberapa mil dari tempat kelahirannya. Louis adalah anak kedua dari delapan belas bersaudara, dan satu dari sedikit yang bertahan hidup hingga dewasa. Ayahnya adalah seorang notaris. Ia terkenal karena wataknya yang keras. Ibunya terkenal karena kesalehannya yang sejati. Keluarga Grignion memiliki beberapa harta benda, tetapi mereka bukanlah orang kaya, dan juga tidak termasuk kelas atas. Louis dilahirkan dalam sebuah keluarga Katolik yang teguh imannya, di suatu daerah Prancis yang terkenal karena hidup kristianinya yang kuat. 6 MASA SEKOLAH etika berusia sebelas tahun, Louis-Marie pergi ke Rennes, ibukota Bretagne, untuk mendaftarkan diri di Kolose Thomas Becket yang dikelola oleh Pater Yesuit. Lembaga pendidikan itu mempunyai nama yang harum dan karena itu dikunjungi sekitar dua ribu pelajar. Di sinilah Montfort membina persahabatan yang langgeng, khususnya dua rekan pelajar. Claude Poulart des Places, pendiri pertama para Imam Roh Kudus, dan terutama Jean-Baptiste Blain, yang juga menjadi sahabat akrab Santo Yohanes Baptis dela Salle, pendiri kongregasi para Bruder Sekolah Kristen. K Paman Louis-Marie, Pastor paroki Sang Penebus di Rennes, menjadi orang kepercayaan yang sangat dekat dengan pemuda itu. Keluarganya berpindah ke kota setelah dua tahun pertama Louis menuntut ilmu di Kolose, lalu pulang ke desa Iffendic selama musim panas. Menurut gurunya, pelajar muda dari Montfort itu pintar, rajin belajar, sangat religius, berbakat seni dan sedikit pemalu. Para Pater Yesuit menjadi sahabatnya selama hidupnya. Rumah mereka selalu menjadi tempat berlindung baginya dalam masa-masa percobaan, suatu tempat untuk berhenti dan beristirahat. 7 Di bawah bimbingan para pater Yesuit panggilan imamat Louis berkembang mantap. Keputusan untuk terus meniti jalannya menuju imamat telah diambilnya didepan kaki Santa Perawan Maria dalam gereja Karmelit di Rennes. Cinta Montfort terhadap Maria semakin berkembang. Tidak diragukan lagi hal itu adalah berkat bimbingan Pater Yesuit, terutama mereka yang bertugas dalam kongregasi Maria dikolose itu. DI PARIS esudah delapan tahun belajar di Rennes, Louis mendapat bantuan keuangan yang tak terduga sebelumnya. Lalu ia memutuskan untuk melanjutkan pelajarannya di Saint Sulpice di Paris. S Pada waktu itu, dalam usia sembilan belas tahun, terbukalah sebuah bab baru dalam hidupnya. Anak muda itu mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga dan sahabat kenalannya di jembatan Cesson di pinggir kota Rennes. Kejadian itu melambangkan sesuatu yang agung. Setelah meninggalkan segala-galanya ia menyeberangi jembatan Cesson 8 menuju suatu hidup baru yang bergantung sepenuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi. Ia begitu yakin bahwa Allah adalah benar-benar Bapanya yang penuh kasih, sampai ia memberikan uangnya dan semua barang bawaannya kepada para pengemis pertama yang dijumpainya, malahan menukarkan pakaiannya dengan salah seorang di antara mereka. Ia benar-benar telah meninggalkan segala-galanya. Kini dengan sangat gembira dan bebas ia menyatakan kerinduannya yang besar untuk menghayati tuntutan Injil secara radikal. Sambil mengemis makanan dan penginapan sepanjang jalan, ia berangkat menuju Paris, dan tiba di sana dalam pakaian gombal seorang pengemis. Ia merasa sangat bahagia, karena dapat berharap sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi, kedati hatinya dilanda kesedihan perpisahan dari keluarganya. Lagu gubahannya di bawah ini mengungkapkan perasaan hatinya itu: Tuhan adalah Bapaku yang baik, Yesus, Juruselamatku terkasih, Maria Bundaku yang baik, Tak mungkin aku lebih berbahagia! Ia mulai menemukan kebebasannya dalam penyerahan diri sepenuhnya kepada kasih Tuhan, Kebijaksanaan Abadi yang telah menjadi manusia, yaitu Yesus Tuhan. Di Paris ia mondok di asrama para seminaris yang miskin, yang masih mempunyai hubungan dengan Saint Sulpice. Selama dua tahun pertama Montfort mengikuti kuliah di Sorbonne. Enam tahun berikutnya ia dibimbing oleh para dosen Saint Sulpice sendiri. Sama seperti para Pater Yesuit di Rennes, merekapun mendapat kesan, bahwa mahasiswa asal Montfort itu sangat berbakat, punya iman yang dalam, sangat giat belajar dan punya devosi yang besar kepada Santa Maria. Sebaliknya, mereka menyebut sebagai kelemahannya: cintanya yang nyata terhadap orang miskin, keinginannya untuk melayani para sampah masyarakat, dan niat yang teguh untuk menghayati Injil biarpun karena itu ia akan dianggap aneh, bahkan barangkali sok suci! 9 Montfort adalah seorang yang gemar membaca, dan ia benar-benar menikmati pekerjaannya sebagai pengurus perpustakaan di Saint Supice. Kemudian sebagai imam muda ia akan membuat pernyataan yang sangat berani sehubungan dengan hal itu: “Setelah membaca hampir semua buku yang menguraikan devosi kepada Santa Maria dan setelah bergaul akrab dengan tokohtokoh terbaik dan paling bijaksana dari Zaman akhir ini…” Ia mempelajari dengan sungguhsungguh naskah-naskah tradisional yang wajib bagi para seminaris pada zaman itu, yaitu komentarkomentar atas buku-buku Thomas Aquino, Cornelis a Lapide, dan lain-lain. Tetapi di samping itu ia juga mengetahui dengan baik karya-karya rohani dari Bernadus Olier, Vinsensius a Paulo, Boudon, Poiré, Codren, de Bérulle, Fransikus dari Sales, Yohanes Eudes, d’Argentan, Crasset, Vinsensius Ferrer, Alain de la Roche, dan banyak lagi yang lain. Melalui para penulis ini ia sampai kepada karya-karya para Bapa Gereja. Tetapi di atas segala-galanya ia adalah seorang tokoh Kitab Suci yang biasa ditafsirkanya secara rohani, memenuhi seluruh khotbah dan tulisantulisannya. Tujuannyapun menjadi semakin pasti: menjadi seorang misionaris, di Perancis ataupun diluar negeri. Ia rindu sekali menyampaikan Berita Gembira Kasih Allah kepada orang miskin serta mereka yang tergolong sampah masyarakat; ia ingin sekali bercerita tentang cinta kasih Kristus dan perhatian Ibu Maria terhadap mereka. Ditahun-tahun selanjutnya ia akan menulis kepada pembimbing rohaninya: 10 “Sudah sejak lama saya ingin… membentuk diri saya bagi kepentingan daerah misi, khususnya untuk mengajar katekismus kepada orang miskin….. Saya ingin sekali berusaha agar Yesus dan Bunda-Nya dicintai, dan berkeliling sebagai orang miskin dan sederhana guna mengajar katekismus kepada masyarakat desa yang papa”. MISA PERTAMA anggal 5 Juni 1700 Pater Louis-Marie Grignion de Montfort mempersembahkan misanya yang pertama. Perayaan itu berlangsung di altar Santa Perawan Maria dalam gereja paroki Saint Sulpice. Sejak usia sebelas tahun, enam belas tahun lamanya ia telah menekuni studi formal guna mempersiapkan dirinya untuk hari itu. Pelayanan imamatnya sediripun hanya berlangsung selama enam belas tahun. Beberapa tahun ia turut serta dalam berbagai kegiatan misi, dan melayani kaum papa penghuni wisma tunaharta di Poitiers. Di situ, bersama Marie-Louise Trichet, ia mulai mendirikan Kongregasi Sustersuster Abdi Sang Kebijaksanaan. Ia juga melayani orang-orang miskin yang terbaring di Rumah Sakit Umum di Paris. Namun Pater LouisMarie masih tetap saja merasa ragu. Akhirnya ia memutuskan saja untuk memohon nasehat dari Bapa Suci. Ia berangkat berjalan kaki dari Prancis Barat, sambil mengemis makanan dan tumpangan di sepanjang jalan menuju kota suci. Ketika melihat Basilika Santo Petrus di kejauhan, ia menanggalkan sandalnya, lalu melanjutkan perjalanan dengan kaki telanjang sampai kemakam Santo Petrus. Pada suatu hari di bulan Juni 1706 Montfort berlutut di depan kaki Paus Klemens XI, dan mencurahkan isi hatinya kepada Wakil Kristus. Heran bin ajaib, jelas sekali Bapa Suci melihat kurniakurnia Tuhan yang luar biasa dalam diri imam ini. Louis-Marie mohon pergi ke Kanada atau ke daerah misi di Timur Jauh, namun Paus menolak permohonan itu. Tetapi ia memberinya gelar Misionaris Apostolik dan menyuruhnya kembali ketanah airnya untuk terus T 11 berkhotbah tentang pembaharuan janji-janji baptis. Montfort memandang tugas yang diterimanya dari Bapa Suci itu sebagai meterai persetujuan atas panggilannya, dan juga atas isi dan cara pemakluman Sabda Tuhan yang dilaksanakannya. Kemudian setelah kembali ke Poitiers dengan berjalan kaki, ia menghabiskan sisa hidupnya dengan memimpin sekitar dua ratus misi dan retret di seluruh Perancis Barat, dan memaklumkan Injil Kasih Allah dengan semangat yang dipenuhi Roh-Nya. 12 Kini, hampir tiga ratus tahun kemudian, banyak paroki yang pernah mendengar khotbah Pater Montfort, masih tetap memandang kunjungannya ke kota mereka itu. Pemaklumannya yang berani, inovatif dan kharismatik tentang Kasih Allah berkumandang di gerejagereja, biara-biara, tangsi-tangsi, wisma-wisma tunaharta, lapanganlapangan kota, dan malahan juga di wisma-wisma tunasusila. Khotbahkhotbahnya sangat mengagumkan bagi banyak orang, tetapi juga membangkitkan amarah bagi orang lain. PENGKHOTBAH PENGEMBARA ontfort mempunyai gaya hidup khusus sebagai seorang pengkhotbah pengembara. Ia selalu membawa serta beberapa miliknya, antara lain Kitab Suci, Brevir, dan buku catatan, dalam sebuah ransel yang disandangkan pada bahunya. Hal ini oleh banyak orang dianggap tidak pantas bagi seorang imam. Beberapa kali para pemimpin keuskupan melarangnya berkhotbah di salah satu keuskupan. Montfort selalu taat dan melanjutkan perjalanannya. Santo Louis-Marie sama sekali tidak memperdulikan penghormatan manusiawi. Ia mengidentifikasikan dirinya dengan kaum papa. Ia gembira sekali bila dapat melayani mereka dengan Sabda Tuhan dan dengan setiap bantuan material yang dapat diberikannya. Peristiwa berikut ini, barangkali satu dari banyak perbuatan yang pernah dilakukannya, merupakan ciri khas kegiatannya: pada suatu hari dengan lemah lembut ia memeluk seorang pengemis penderita kusta yang terbaring hampir mati di tengah jalan ke kota Dinan, lalu menggotongnya ke sebuah biara yang dekat dengan tempat itu. Kepada penjaga pintu ia berseru: “Bukalah pintu bagi Yesus Kristus!”. Bahkan orang-orang miskin mengumpulkan uang untuk membeli beberapa M 13 potong pakaian baginya. Mereka bangga dengannya dan menyebutnya sebagai ‘seorang dari kita sendiri’. Bagi banyak orang Pater Louis-Marie Grignion de Montfort adalah tidak lain dari pada Pater yang baik dari Monfort. Kadang-kadang Montfort dijuliki Pater dengan Rosario besar, karena biasanya ia memakai sebuah rosario besar yang digantungkan pada ikat pinggang jubahnya. Tetapi bagi beberapa orang lain ia adalah musuh. Khotbahnya yang mengalir dari pengalamannya sendiri tentang kasih Allah dan perhatian Ibu Maria, telah menarik kembali ribuan orang kepada iman. Dalam zaman yansenistik yang sangat menekankan jarak yang besar antara Tuhan dan manusia, ia malahan menganjurkan komuni setiap hari, devosi yang mesra kepada Bunda Allah, dan penyerahan seluruh diri kita kepada Yesus melalui Maria. Pater Montfort adalah seorang nabi. Ia anggap oleh beberapa orang sebagai tokoh yang gagal total. Ia diracuni dan meskipun tidak 14 menimbulkan akibat fatal, namun menyebabkan kesehatannya semakin merosot dengan cepat. Usaha-usaha pembunuhan lain dilakukan terhadap dirinya, namun semangatnya tidak dapat dibendung. Para Pater Yesuit, Sulpisian, dan Dominikan (pada tahun 1710 ia bergabung dengan Ordo Ketiga Dominikus), akan menjadi pendukungnya. Ia mengalami secara mendalam, bahwa seluruh hidupnya berada dalam tangan Yesus yang mencintainya: atau seperti dikatakannya sendiri “hamba setia Yesus melalui Maria”; ia selalu mengartikan hamba sesuai dengan arti kata itu dalam Perjanjian Baru, yaitu ketergantungan sepenuhnya kepada Tuhan dalam semangat cinta seperti Maria menamakan dirinya hamba Tuhan(Lukas 1:38), atau seperti Paulus mengidentifikasikan dirinya sebagai hamba Yesus Kristus (Roma 1:1). Ia telah mendalami kehidupannya sedemikian rupa dalam Kristus, sehingga kini ia tidak mempunyai keinginan sama sekali untuk menjadi suatu “sukses”, tidak merindukan suatu pengalaman mistik, tidak merasa tergerak untuk menjadi masyhur. Satu-satunya keinginannya adalah menjadi kecapi yang akan dimainkan oleh Kebijaksanaan Abadi, dan menghasilkan lagu apa saja yang diinginkan Roh. Di dalam penyerahan diri yang aktif, bertangggung jawab dan dihayati kepada Kebijaksanaan Abadi melalui Maria ini, ia menemukan kedamaian dan kekuatan untuk mewartakan Injil kepada setiap orang yang dijumpainya. MENERIMA KEKECEWAAN emangat Montfort ini nampak jelas, terutama dalam apa yang dikenal sebagai Peristiwa Pontchâteau. Setelah berkotbah dalam sebuah misi didesa Pontchâteau, misionaris ini mewujudkan sebuah idaman; dengan ribuan pembantu ia benar-benar membangun sebuah bukit dan mendirikan sebuah Kalvari dengan ukuran asli, guna menjadi tempat ziarah permanen. Pekerjaan itu memakan lebih dari setahun. Hanya beberapa hari sebelum berlangsungnya upacara pemberkatan yang direncanakan, ia menerima perintah dari uskup, bahwa tempat itu tidak boleh diberkati melainkan harus dibongkar. S 15 Montfort bergegas berjalan kaki ke istana Uskup untuk meminta keterangan. Tetapi tak satupun dapat dilakukan lagi; para pengumpatnya telah berhasil lagi membujuk Uskup. Katanya perintah itu datang dari pejabat tertinggi di istana Raja di Paris. Mereka itu menerima laporan, bahwa misionaris itu akan memakai bukit di Pontchâteau untuk memberi isyarat kepada musuh, yaitu Inggris! Jawaban Montfort kepada ribuan orang yang menunggu upacara pemberkatan sederhana saja: “Kita mengharapkan membangun bukit Kalvari di sini; marilah kita membangunnya dalam hati kita masingmasing”. Santo Louis-Marie dapat menerima kenyataan ini dengan tenang sebagai bagian dari jalan rahasia Penyelenggaraan Ilahi yang penuh kasih. Santo Louis-Marie de Montfort telah menjadi mistisi sejati. Ia adalah tanah liat yang mudah dikerjakan dalam tangan tukang periuk Ilahi. Ia adalah Ya hidup yang aktif dan bertanggung jawab terhadap Roh Kudus. Hidupnya yang aktif dan bertanggung jawab adalah “Ya” terhadap Roh Kudus, sama seperti Maria, dan telah ditransformasikan oleh Roh menjadi citra Putra. Setelah kesehatannya semakin mundur karena kegiatan kerasulannya, dan badannya semakin lemah karena hidup miskin dan percobaan-percobaan terhadap hidupnya, akhirnya Pater de Montfort jatuh pingsan ketika sedang berkotbah pada kesempatan misi di desa Saint-Laurent-sur Sèvre. Tema khotbahnya yang terakhir itu dapat memberikan gambaran bagaimana hidupnya sendiri: Hal-hal yang sangat bagus dari Yesus, Kebijaksanaan yang telah menjadi manusia. Ia meninggal tanggal 28 April 1716, beberapa bulan setelah ulang tahunnya yang keempat puluh tiga. Beberapa tahun sebelumnya ia menulis kepada Suster Putri Sang Kebijaksanaan yang pertama: “Kalau kita tidak berani mengambil risiko untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan, maka kita tidak pernah akan berbuat sesuatu yang besar bagiNya”. Montfort dengan senang hati mengambil risiko untuk berbuat apa saja guna menghayati dan memaklumkan injil. Keberaniannya, kreativitasnya, imannya yang hidup, kesederhanaan hidupnya yang luar biasa, identifikasi dirinya dengan orang miskin dan tertindas, membuat dia menjadi model bagi umat kristiani dari segala zaman. 16 Perlu dicatat pula bahwa enam belas tahun hidup imamat Santo Louis-Marie mencakup juga bulan-bulan yang sunyi sepi; jumlah keseluruhannya barangkali sama dengan empat tahun. Di Gua Mervent, di tengah hutan yang indah, di pertapaan Santo Lazarus dekat desa Montfort, di pertapaan Santo Eligius di La Rochelle, di Mont Saint Michel, di berbagai rumah para Pater Yesuit, orang suci itu menemukan ketenangan yang penuh suasana syahdu yang diperlukan untuk menjadi alat Injil yang semakin lama semakin dipenuhi Roh. Kita juga harus menghitung bulan-bulan yang digunakan oleh misionaris itu untuk berjalan, paling kurang beberapa ribu mil, sambil mengarahkan pikirannya kepada Bapanya yang pengasih. Dalam perjalanan dari satu kota ke kota yang lain, sambil mengukir patung dan korpus salib, di antaranya banyak yang masih dapat dilihat di berbagai gedung gereja dan biara, biasanya ia menyanyikan dengan penuh rasa gembira beberapa madah pujian gubahannya sendiri untuk memuliakan Allah. 17 PENDIRI iga kongregasi menelusuri pendiriannya sampai kepada Santo Louis de Montfort. Yang pertama, para Suster Putri Sang Kebijaksanaan. Mereka ini menghayati usaha Kebijaksanaan yang penuh cintakasih mencari kemanusiaan yang terluka. Dengan berbagai macam cara mereka melayani orang-orang yang menderita, khususnya orang-orang yang ditolak dunia dan yang jauh dari Gereja. Misionaris ini juga merindukan suatu kompi pengkhotbah keliling yang disemangati oleh Roh Kudus, dan percaya sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi. Mereka juga harus satu dengan Maria dalam penyerahan diri yang penuh cintakasih kepada Tuhan. Montfort percaya teguh, bahwa melalui kompi pengkhotbah ini pembaharuan Gereja akan terlaksana. Kongregasi para Imam dan Bruder ini diberi nama Kompi Roh Kudus, dan juga Kompi Maria, karena sama seperti Maria para anggotanya harus dipenuhi dengan kekuatan Roh Kudus yang sanggup mengubah semangat. Yang terakhir itu yaitu kompi Maria, kemudian nama yang lazim. Pada saat resminya kelompok ini dikenal sebagai Serikat Maria Montfortan (S.M.M). Dalam satu tulisannya yang paling berpengaruh Santo Louis memohon kepada Tuhan agar mengirim misonaris-misionaris kepada kelompok ini, dan mereka itu harus memiliki sifat-sifat berikut ini: “Sama bebas seperti bebasnya awan-awan yang bergerak jauh di atas permukaan bumi… namun dalam perhambaan kepada kasih dan kehendak-Mu; orang-orang yang akan mengembara jauh ke segala jurusan sambil memancarkan Injil dari mulutnya seperti lidah apai yang terang menyala, dengan rosario di tangan, menyalak bagaikan anjing penjaga, menyala seperti api, mengusir kegelapan dunia ini, dan membuatnya bercahaya bagaikan matahari…”. Kadang-kadang misionaris ini ingin menugaskan beberapa orang dari para Bruder dalam kelompoknya yang kecil itu untuk mengajar katekismus kepada orang miskin. Kelompok ini berkembang menjadi kelompok ketiga yang mengaku Montfort sebagai pendirinya, yaitu Kongregasi Bruder-Bruder Santo Gabriel. T 18 Santo Louis de Montfort menjadi contoh kekuatan yang dihasilkan oleh penyerahan diri yang mutlak kepada kekuatan yang dihasilkan oleh penyerahan diri yang mutlak kepada kekuasaan Roh. Setelah mengosongkan diri sendiri, ia menjadi dinamo Kekuasaan dan Kebijaksanaan Bapa. Dalam segala hal ia bernafaskan suasana Maria, sehingga ia dapat bersatu lebih mesra dengan Yesus yang selamanya adalah buah tubuhnya. SPIRITUALITASNYA anyak sumber telah turut memungkinkan Montfort mengalami kebijaksanaan Bapa yang telah menjadi Manusia, yaitu Yesus Tuhan. Latar belakang keluarganya, pendidikannya, pengalamannya sebagai misionaris, semuanya memainkan peranan besar dalam usaha untuk memahami dan mengungkapkan iman. Tambahan pula, dengan leluasa ia menyerap semangat tulisan dan ajaran para Pater Yesuit, Dominikan, Sulpisian, Oratorian dan berbagai komunitas pria lainnya. Ia mempunyai hubungan yang erat sekali dengan Ordo Visitasi, dengan para biarawati Benediktin, dengan para Pertapa dari Mont Valerian di Paris dan dengan banyak lainnya lagi. Dari itu Spiritualitas Montfort bersifat menyaring. Dari segala macam sumber ini ia menyusun sebuah sintese yang kreatif, yang telah menarik banyak orang di masa hidupnya sendiri dan yang kini kelihatannya lebih menggetarkan lagi dari sebelumnya. Dari sudut pandanggan tertentu barangkali keliru kalau kita bicara tentang suatu spiritualitas montfortan. Karena bila istilah spiritualitas itu terbatas untuk “suatu tekanan khusus pada pesan Injil”, maka Santo Louis de Montfort tidak dapat dinamakan pendiri suatu aliran Spiritualitas. Meskipun bersumber langsung dari Sekolah Perancis, dorongan utama Montfort itu begitu mendasar dan fundamental, sehingga iut tidak dapat disebut suatu tekanan khusus pada Berita Gembira. Orang suci itu tidak menuntut lebih ataupun kurang daripada B 19 mengaku dan menghayati permandian kita dalam Kristus, Kebijaksanaan Abadi Bapa yang telah menjadi manusia, sehingga kita dapat hidup hanya untuk Tuhan saja. Apa lagi yang bisa lebih mendasar? Apa lagi yang bisa lebih Injili? Daripada merupakan suatu spiritualitas yang khusus, ia meresapi dan menguatkan semua spiritualitas. Melalui persetujuan Maria yang penuh kasih, Sabda telah menjadi manusia, sesuai dengan permintaan Tritunggal: Maka menurut Montfort, dalam menghayati pembaptisan, kita harus mengakui pengaruh abadi “ya” yang diucapkan Maria atas nama kita semua. Rasanya Karl Rahner mengumandangkan pikiran Santo Louis de Montfort ini, ketika ia menulis: “Ya yang mutlak unik dari persetujuan Santa Perawan, yang bekerjasama dalam menentukan seluruh sejarah dunia, bukanlah hanya sekedar peristiwa yang telah lenyap ke dalam kekosongan masa lapau… Ia masih tetap mengucapkan Amen-nya yang langgeng, Fiat-nya yang abadi…”. PEMBAPTISAN YANG MAKIN SEMPURNA ita semua adalah milik Yesus melalui Sakramen Baptis. Maka menurut Montfort, dengan sukarela dan gembira, kita harus menyerahkan secara resmi seluruh diri dan milik kita kepada Kebijaksanaan Abadi yang telah menjadi Manusia, demi semakin besarnya kemuliaan Allah dan semakin meningkatnya penyucian seluruh umat manusia. Montfort menggaris bawahi apa yang kini kita istilahkan dengan dimensi gerejani pembaptisan. Semuanya ini terkandung dalam apa yang oleh Santo ini disebut sebagai persembahan diri kepada Kebijaksanaan Abadi yang telah menjadi Manusia. Persembahan ini disamakannya dengan suatu Pembaharuan janji baptis yang sempurna (BS 162). Penyerahan diri seperti dimaksudkan oleh Montfort adalah penerimaan kesatuan kita dalam Kristus yang formal, penuh cinta kasih dan dihayati. Penyerahan diri itu dalam tata keselamatan sekarang ini diluhurkan oleh Fiat abadi Maria atas nama seluruh ciptaan. Montfort memanggil kita untuk K 20 menyadari siapa diri kita sesungguhnya: hamba yang mencintai Yesus dalam Maria. Sekali lagi, istilah ini digunakan dalam arti alkitabiah saja. Dalam gaya bahasa dan pikiran zamannya, melalui ungkapanungkapan yang kadang-kadang bercorak barok, Montfort sang mistisi, pengkhotbah dan tokoh aktif-kontemplatif itu, secara jelas membawa ke permukaan, apa yang bagi banyak orang paling banter hanya tersirat saja; melalui pembaptisan kita semua adalah hamba Yesus dalam Maria. Karena bila Yesus sungguh TUHAN, maka kita semua - dengan penuh rasa gembira dan cinta - adalah hamba-hamba-Nya. “Persembahan diri kepada Yesus, Kebijaksanaan Abadi yang menjadi Manusia” yang dianjurkan oleh Pater Montfort memperkuat persatuan kita dengan Yesus, karena suatu kurnia hanya bisa menjadi nyata bila diterima. Persembahan diri adalah pengakuan resmi yang penuh kasih, bahwa kita diterima dan dikasihi oleh Tuhan kita dalam Yesus Kristus. Karena dalam tata sejarah keselamatan sekarang ini Yesus datang kepada kita lewat jawaban “Ya” Maria, maka mempersembahkan diri adalah menerima penuh gembira kurnia Bapa, yaitu Yesus, dan karena itu juga ibu-Nya Maria. Di mata Montfort setiap pembaharuan Gereja dan setiap pembaharuan spiritualitas khusus, harus mengandung seruan yang berani untuk memohon pencurahan Roh Kudus. Oleh Roh Kudus itu kita dibersihkan secara dinamis dalam pembaptisan. Ia mendasarkan khotbah-khotbahnya dengan kuat atas sakramen utama Pembaptisan dan ia yakin bahwa ajarannya “tidak dapat disalahkan tanpa menjungkirbalikkan dasar-dasar iman kristiani” (BS 163). 21 Bapa Suci Yohanes Paulus II mengulangi pikiran ini ketika Beliau berkata “Grignion de Montfort mengantar kita ke dalam inti misteri yang di atasnya iman kita hidup, berkembang dan menghasilkan buah”. Dan pikiran ini dianggapnya begitu penting bagi seluruh Gereja juga di masa kini, sehingga dalam Ensikliknya “Redemptoris Mater” ia tuliskan: “… Kami hendak menarik perhatian kembali bagi seorang tokoh di antara begitu banyak saksi dan guru spiritualitas Maria, yaitu Santo Louis-Marie Grignion de Montfort, yang mengusul kepada umat kristiani agar mempersembahkan diri kepada Kristus melalui tangan Maria sebagai sarana yang ampuh untuk menghayati janji-janji baptisnya dengan setia” (R.M. no. 48). PENEBUSAN MELALUI KRISTUS DAN MELALUI MARIA amun dari suatu sudut pandangan lain kita harus mengatakan: ada spiritualitas Montfortan. Benar, jawaban “Ya”nya Maria – yang mau bekerjasama, manjur dan sesuai kehendak Ilahi terhadap Inkarnasi yang membawa penebusan – adalah bagian hakiki sejarah keselamatan. Dan kenosis (pengosongan diri) Kebijaksanaan Abadi menghasilkan theosis (pengilahian) kita. Namun demikian, tekanan yang diletakan Montfort atas aspek-aspek pembaptisan ini sesungguhnya dapat dinamakan tekanan khusus Berita Injil. Karena peranan Maria sedikit sekali dimengerti orang pada zaman itu, maka Santo Louis-Marie menerangkan secara panjang lebar - dalam bahasa zamannya - peranan Maria sesuai kehendak ilahi dalam tata keselamatan sekarang ini, sehingga dengan dia dan di bawah fiat bundawinya kita dapat dibentuk oleh Roh Kudus menjadi citra Kristus Yesus, Kebijaksanaan Abadi yang menjadi Manusia. Di samping itu masih ada unsur-unsur Injil lain, yang menurut Montfort mengalir dari pembaharuan janji Baptis kita yang sempurna ini. N 22 Di antaranya kita mau menampilkan juga tekanan yang diletakannya pada: Inkarnasi Kebijaksanaan Abadi yang menebus, cinta terhadap Salib, kepercayaan mutlak pada Penyelenggaraan Ilahi, keibuan rohani Maria (k e ha mba a n d isa ma k a n dengan ketergantungan mutlak seorang anak dalam rahim ibunya), ibadat yang mendalam terhadap Roh Kudus, cinta terhadap Hati Kudus dan terhadap Tuhan dalam Ekaristi, kesetiaan yang teguh terhadap Bapa Suci, pelayanan terhadap sampah masyarakat, dan hidup kontemplatif yang aktif. Unsur-unsur ini merupakan beberapa tekanan utama Injil yang ditemukan dalam hidup dan tulisantulisannya. Bersama dengan inti ajarannya dan pembaharuan sempurna janji baptis di hadapan Tuhan sendiri, unsur-unsur ini membentuk mosaik yang dinamakan kharisma Montfort atau spiritualitas Montfortan. Spiritualitas ini sangat mengejutkan dalam kesederhanaannya mengaku siapa dirimu sebenarnya setelah kamu dibaptis dalam Kristus: hamba Yesus yang penuh kasih dalam Maria, dengan segala konsekuensi yang diakibatkannya. MERASAKAN KEBENARAN arangkali ada baiknya untuk mencatat satu hal penting dari tekanan-tekanan pada Berita Injil seperti Montfort memahaminya; pengalaman. Santo Louis-Marie menuntut suatu pengalaman tentang pembaptisan kita dan segala sesuatu yang mengalir daripadanya. Ia sering menggunakan istilah gouter, faire gouter, yang artinya merasakan, membuat orang lain merasakan, bila bicara tentang kesatuan kita dalam Kristus. Hal ini menuntut suatu B 23 integrasi antara pengetahuan dan rutin hidup setiap hari, antara kepala dan hati. Montfort sendiri tidak pernah mengkhotbahkan apa yang tidak dihayatinya sendiri. Tekanannya pada pembaharuan janji baptis kita yang sempurna didasarkannya tidak hanya pada Kitab Suci dan ajaran Gereja, melainkan juga pada pengalamannya sendiri sebagai seorang kristiani dan sebagai seorang pengkhotbah Injil. Santo Louis-Marie tidak begitu menghiraukan pengetahuan kita tentang Yesus, bila pengetahuan itu tidak mempengaruhi cara hidup kita secara radikal pada setiap segi kepribadian kita. Apabila misionaris ini berbicara tentang inti pengetahuan tentang Yesus, ia mengungkapkan suatu pengalaman yang mendalam, suatu keyakinan yang penuh rahmat, yang meresapi setiap aspek kehidupan, bahwa Yesus itu sungguh Tuhan, Hati alam semesta. Sebab itu kita dapat mengerti lebih baik pernyataannya yang masyhur: “Mengenal Yesus Kristus, Kebijaksanaan Abadi yang menjadi Manusia, adalah sama dengan mengetahui secukupnya; mengetahui segala sesuatu, tetapi tidak mengenal Dia, adalah sama dengan tidak mengetahui apapun… Apa gunanya bagi kita mengetahui segala ilmu pengetahuan lain yang perlu bagi keselamatan, jika kita tidak mengetahui satu-satunya yang hakiki, yaitu pengetahuan tentang Yesus Kristus, pusat, tempat 24 berkumpul segala yang lainnya... Yesus Kristus Juruselamat kita, Allah benar dan Manusia, harus menjadi tujuan terakhir segala ibadat kita, kalau tidak semuanya adalah palsu dan menyesatkan”. Kita tak dapat menahan diri dari mencatat betapa bagusnya pikiran Montfort memenuhi pedoman Paus Paulus VI seperti dinyatakan dalam Marialis Cultus: “Pada tempat pertama, pantas sekali bahwa pelaksanaan penghorm atan terhadap Perawan Maria harus mengungkapkan secara jelas ciri Tritunggal dan Kristologi yang intrinsik dan hakiki baginya”. SADAR AKAN DOSA ita juga harus ingat bahwa pengalaman kasih Yesus dan Maria yang sangat dirasakan oleh orang suci itu membuat dia sangat peka terhadap dosa dunia. Ketidakadilan, kebencian, pamer kekayaan, kemunduran di bidang sex, penghisapan kaum miskin, semua ini dikutuk secara nyaring dan keras sebagai penyelewenganpenyelewengan zamannya. Semua itu sangat berlawanan dengan kehidupan baptis kita, sehingga orang suci itu menganggapnya sebagai hal-hal yang menjijikkan. Namun pengetahuan akan kelemahannya sendiri, pengalaman tentang kehampaannya, dipadukan dengan pengalaman tentang kerahiman Tuhan, mendorong dia untuk bersikap ramah dan penuh pengertian terhadap orang berdosa, sehingga mereka berbondong-bondong datang kepadanya untuk berdamai kembali dengan Bapanya yang pengasih. Kepekaannya terhadap dosa dapat dilihat dalam seluruh tulisannya. Dalam ‘Doa untuk para Misionaris’ yang profetis dan berapi-api itu, ia berseru kepada Tuhan: “Sudah waktunya untuk bertindak, ya Tuhan! Mereka telah menolak peraturan-Mu, perintah-perintah ilahi-Mu sudah dilanggar, Injil-Mu telah dikesampingkan, banjir kejahatan melanda seluruh bumi sambil menghanyutkan malahan K 25 pelayan-pelayan-Mu sendiri. Seluruh negeri menjadi lengang, kekafiran merajalela. Tuhan keadilan, sudikah Engkau membiarkan segala sesuatu menjalani jalan yang sama? Bukankah kehendak-MU harus jadi di bumi ini seperti di dalam surga, dan bukankah Kerajaan-Mu harus datang?” “DEO SOLI !” : HANYA ALLAH SENDIRI Montfort yakin seyakin-yakinnya bahwa dunia ini tidak mempunyai masa depan kecuali kalau Allah sendiri ditaati, kecuali kalau kita menyerah kepada kasih-Nya, kecuali kalau kita benar-benar hidup hanya untuk Allah sendiri. Setiap hal yang menentang Allah, segala berhala yang kita ciptakan, bagi pengkhotbah keliling tentang kemuliaan Tuhan ini semuannya itu merupakan dunia dalam arti yang dipakai dalam Injil Yohanes (bdk. Yohanes 15:18-19). Dan Monfort 26 percaya teguh, dunia itu harus dilawan, di manapun ia ditemukan, baik dalam tatanilai zaman maupun dalam diri kita sendiri, atau dalam umat kristiani sendiri. Khotbah misionaris yang penuh Roh ini menekankan pertentangan yang mendasar antara Gereja dan dunia. Ia mengarahkan perhatian kita kepada musuh yang tepat: membuat diri kita menjadi pusat, sambil percaya dengan bangga bahwa tanpa Tuhan sendiri dunia dapat diubah. Tidak heran bahwa pengembara untuk Tuhan ini meminta kepada Allah suatu kelompok misionaris yang akan menjadi “pengawal pribadi pilihan untuk melindungi Rumah-Nya…” Tidak heran bahwa seruan tempur Montfort yang diberikan kepada kompinya berbunyi sederhana namun penuh kekuatan: Hanya Allah sendiri! SPIRITUALITAS YANG MASIH TETAP VITAL dalah untuk kehormatan misionaris ini, bahwa ia orang dari zamannya, dan pengkhotbah bagi orang sezamannya. Namun justru karena itu terdapat ungkapan dan gaya pikiran Santo ini yang masih harus disesuaikan dengan pengalaman umat katolik yang berlaku pada saat ini. Kesetiaan harafiah pada kata-kata yang dipakai Montfort dalam mengungkapkan ajarannya bisa membawa kita kepada pemutar-balikan artinya yang sebenarnya. A 27 Istilah hamba misalnya, meskipun bersifat alkitabiah, bisa disalahartikan sedemikian rupa dalam banyak kebudayaan, sehingga penggunaannya bisa memutar-balikan pesan Montfort. Meskipun mengherankan, bagaimana misalnya mariologi yang kristosentris dan eklesial Santo ini tepat cocok dengan pikiran-pikiran Konsili Vatikan II dan dengan Marialis Cultus, namun kesetiaan kepada kharisma montfortan itu sendiri menuntut supaya tulisan-tulisannya selalu harus dibaca dalam terang pandangan dan ungkapan Gereja pada saat ini. Tujuan dasar hidup dan pemikiran misionaris ini tetap saja – pembaharuan Gereja melalui suatu peneguhan baru yang serentak kita hayati dari pembaptisan kita dalam Kristus, di mana kita secara sukarela dan sepenuhnya menerima siapa diri kita: hamba Yesus yang penuh kasih dalam Maria. Di mata Montfort hal ini adalah Berita Gembira itu sendiri, dan karena itu dapat menyapa semua orang kristiani dari segala zaman. Di samping itu aspek-aspek lain spiritualitas montfortan, khususnya penyampaiannya yang kharismatis dan berani tentang Injil, cintakasihnya terhadap orang-orang yang tertindas, kepercayaannya yang gembira terhadap Penyelenggaraan Ilahi, penekanannya pada Roh Kudus, kesetiaannya kepada Bapa Suci, kehidupannya yang sangat kontemplatif dan aktif, semuannya ini pasti akan menggetarkan saraf sensitif dalam umat kristiani masa kini. Hidup dan spiritualitasnya nampaknya menjadi semakin relevan pada saat ini daripada masa lampau. SELALU BARU A pa yang dikatakan pater Faber tentang salah satu karya Montfort dapat dikenakan pada seluruh kumpuulan tulisannya. “Kalu saya bolah berani berkata demikian, saya mendapat suatu kesan yang semakin berkembang bahwa karya ini rasanya diinspirasi dan adikodrati bila kita terus membacanya; dan dengan itu mau tidak mau mengalami setelah membacanya 28 berulang kali, bahwa kebaruannya kelihatannya tidak pernah akan usang dan kepenuhannya tidak pernah akan surut”. Semoga tulisan-tulisan dan teladan Santo Louis de Montfort menguatkan kita semua dalam tugas kita untuk tetap memperbaharui Gereja, yang untuknya ia telah mempersembahkan hidupnya dengan penuh semangat. 29