BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arsitektur Neo-Vernacular 2.1.1 Latar Belakang Munculnya Arsitektur Neo-Vernacular Arsitektur Neo-Vernacular adalah salah satu paham atau aliran yang berkembang pada era Post Modern yaitu aliran arsitektur yang muncul pada pertengahan tahun 1960-an, Post Modern lahir disebabkan pada era modern timbul protes dari para arsitek terhadap pola-pola yang berkesan monoton (bangunan berbentuk kotak-kotak). Ada 6 (enam) aliran yang muncul pada era Post Modern menurut Charles A. Jenck diantaranya, Historiscism, Straight Revivalism, Neo Vernakular, Contextualism, Methapor dan Post Modern Space. Dimana, menurut (Budi A Sukada, 1988) dari semua aliran yang berkembang pada Era Post Modern ini memiliki 10 (sepuluh) ciri-ciri arsitektur sebagai berikut : 1. Mengandung unsur komunikatif yang bersikap lokal atau populer. 2. Membangkitkan kembali kenangan historik. 3. Berkonteks urban. 4. Menerapkan kembali teknik ornamentasi. 5. Bersifat representasional (mewakili seluruhnya). 6. Berwujud metaforik (dapat berarti bentuk lain). 7. Dihasilkan dari partisipasi. 8. Mencerminkan aspirasi umum. 9. Bersifat plural. 10. Bersifat ekletik. Sebuah karya arsitektur yang memiliki enam atau tujuh dari ciri-ciri diatas sudah dapat dikategorikan ke dalam arsitektur Post Modern (Neo-Vernakular). Charles Jenks seorang tokoh pencetus lahirnya post modern menyebutkan tiga alasan yang mendasari timbulnya era Post Modern, yaitu : 1. Kehidupan sudah berkembang dari dunia serba terbatas ke dunia tanpa batas, ini disebabkan oleh cepatnya komunikasi dan tingginya daya tiru manusia. 2. Canggihnya teknologi menghasilkan produk-produk yang bersifat pribadi. 3. Adanya kecenderungan untuk kembali kepada nilai-nilai tradisional atau daerah, sebuah kecenderungan manusia untuk menoleh ke belakang. 5 6 Kriteria-kriteria yang mempengaruhi arsitektur Neo-Vernacular adalah sebagai berikut : 1. Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen). 2. Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen non-fisik yaitu budaya pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos dan lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan. 3. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan vernakular melainkan karya baru (mengutamakan penampilan visualnya). Berikut merupakan perbandingan arsitektur Tradisional, Vernacular Dan Neo-Vernacular : Tabel 1. Perbandingan Arsitektur Ttradisional, Vernacular dan Neo Vernacular No 1 Perbandingan Ideologi Tradisional Terbentuk oleh tradisi Vernakular Terbentuk oleh tradisi Neo-Vernakular Penerapan elemen yang diwariskan secara turun tetapi arsitektur yang sudah ada turun- terdapat dari dan kemudian sedikit atau temurun,berdasarkan luar baik fisik maupun banyaknya kultur non-fisik, pembaruan menuju suatu dan kondisi lokal. temurun pengaruh bentuk perkembangan arsitektur mengalami karya yang modern. tradisional. 2 Prinsip Tertutup dari Berkembang setiap waktu Arsitektur yang bertujuan untuk merefleksikan melestarikan unsur-unsur terpaut pada satu kultur lingkungan, budaya dan lokal yang telah terbentuk kedaerahan, dan sejarah dari daerah dimana secara empiris oleh tradisi mempunyai peraturan arsitektur tersebut berada. dan mengembang-kannya norma-norma Transformasi dari situasi menjadi keagamaan yang kental kultur homogen ke situasi yang modern. Kelanjutan yang lebih heterogen. dari arsitektur Vernacular. Bentuk perubahan dan 3 Ide Desain zaman, Lebih mementingkan Ornamen fasade atau pelengkap, bentuk, sebagai tidak ornamen sebagai suatu meninggalkan nilai- nilai keharusan. setempat melayani tetapi suatu desain langgam lebih modern. dapat aktifitas masyarakat didalam. Sumber : Sonny Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo, diakses 19/04/15 4.26PM dari http://arsitektur-neo-vernakular-fazil.blogspot.com/ Berdasarkan tabel 1, dapat disimpulkan bahwa arsitektur Post Modern dan aliran-alirannya merupakan arsitektur yang menggabungkan antara tradisional 7 dengan non-tradisional, modern dengan setengah non-modern, perpaduan yang lama dengan yang baru. Dalam timeline arsitektur modern, Vernacular berada pada posisi arsitektur modern awal dan berkembang menjadi Neo-Vernacular pada masa modern akhir setelah terjadi eklektisme dan kritikan-kritikan terhadap arsitektur modern. 2.1.2 Metode Eksplorasi untuk Pembaharuan dalam Arsitektur Neo-Vernacular Neo Vernacular berasal dari Bahasa Yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti baru. Jadi Neo-Vernacular berarti bahasa setempat yang diucapkan dengan cara baru, arsitektur Neo-Vernacular adalah suatu penerapan elemen arsitektur yang telah ada, baik fisik (bentuk, konstruksi) maupun non fisik (konsep, filosofi, tata ruang) dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya yang lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat. Pembaharuan ini dapat dilakukan dengan upaya eksplorasi yang tepat. (Tjok Pradnya Putra dalam jurnal berjudul Pengertian Arsitektur Neo-Vernacular). Dalam proses eksplorasi gedung-gedung Modern-Vernacular di Indonesia, menurut Deddy Erdiono dalam Jurnal Sabua Vol. 3, No.3:32-39, November 2011 berjudul Arsitektur ‘Modern’ (Neo) Vernacular di Indonesia, menyatakan bahwa ada empat model pendekatan yang harus diperhatikan terkait dengan bentuk dan makna dalam merancang dan memodernisir bangunan tradisional dalam konteks kekini-an, yaitu kecenderungan terjadinya perubahan- perubahan dengan paradigma, yaitu: (a) bentuk dan maknanya tetap (b) bentuk tetap dengan makna baru (c) bentuk baru dengan makna tetap (d) bentuk dan maknanya baru. Pada pendekatan (c) bentuk baru dengan makna tetap, penampilan bentukan arsitektur Neo-Vernacular dapat menghadirkan bentuk baru dalam pengertian unsur-unsur lama yang diperbaharui, jadi tidak lepas sama sekali karena terjadi interpretasi baru terhadap bentuk lama yang kemudian diberi makna yang lama untuk menghindari kejutan budaya (culture shock). 2.2 Elaborasi Konsep Arsitektur Neo-Vernacular dengan Budaya Betawi, khususnya Delapan Ragam Hias yang pada Umumnya Diterapkan di Rumah Tradisional Betawi. 8 Menurut Tjok Pradnya Putra dalam Pengertian Arsitektur Neo-Vernacular, menyatakan bahwa Neo berasal dari Bahasa Yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti baru. Jadi Neo-Vernacular berarti bahasa setempat yang diucapkan dengan cara baru, arsitektur Neo-Vernacular adalah suatu penerapan elemen arsitektur yang telah ada, baik fisik (bentuk, konstruksi) maupun non-fisik (konsep, filosofi, tata ruang) dengan tujuan melestarikan unsur-unsur local yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya yang lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat. Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam buku Kajian Pengembangan Ornamen Betawi menyatakan bahwa ragam hias Betawi memiliki arti penting dalam merujuk suatu identitas bangunan bercirikan budaya Betawi. Penggunaan ragam hias juga dapat memberikan keindahan dan keunikan kota Jakarta. Dengan perkembangan teknologi komunikasi yang mendunia, Jakarta yang “melting pot” dari berbagai budaya dapat meningkatkan daya tarik kota dan kepribadian budaya Betawi dapat tercermin dalam budaya kota Jakarta. Di sisi lain juga dapat memberikan pilihan kepada masyarakat, pemerintah daerah maupun instansi lainnya untuk pengembangan fisik kota Jakarta. Berdasarkan uraian di atas mengenai Arsitektur Neo-Vernacular dan ragam hias budaya Betawi dapat disimpulkan bahwa dengan salah satu elemen fisik arsitektur budaya Betawi, yaitu ragam hias mampu memberikan suatu ciri khas budaya Betawi dalam lingkup bangunan hingga kota Jakarta dalam penerapannya. Sehingga, Arsitektur Neo-Vernacular dalam penerapan tidak diperlukan untuk menerapkan elemen-elemen fisik dan non-fisik dari budaya setempat secara keseluruhan, tetapi dapat menerapkan hanya salah satu dari elemen-elemen tersebut. 2.3 Delapan Ragam Hias yang Umumnya Diterapkan pada Rumah Tradisional Betawi. Berikut merupakan delapan ragam hias yang umumnya diterapkan pada Rumah Tradisional Betawi (Doni Swadarma , Yunus Aryanto dalam buku Rumah Etnik Betawi 2013) : Tabel 2. Ragam Hias yang Umumnya Ada pada Rumah Tradisional Betawi. No Ragam Hias Betawi 9 Ragam Hias Betawi Arti/ Makna Simbol Awal Kekuatan dan keseimbangan alam. 1 Tumpal/ Gunung No Tumpal/ Gunung Ragam Hias Betawi Ragam Hias Betawi Arti/ Makna Simbol Awal Matahari Menunjukkan harapan si pemilik rumah agar hatinya senantiasa diterangi seperti matahari yang menerapi bumi (mendapatkan rezeki atau kebahagiaan yang banyak). Matahari Tapak Dara Kedekatan masayarakat Betawi dengan alam serta pengetahuan masyarakat Betawi mengenai tanaman obat. 3 4 5 Kecubung Tapak Dara Kedekatan masayarakat Betawi dengan alam serta pengetahuan masyarakat Betawi mengenai tanaman obat. Kecubung Bentuk penghormatan pemilik rumah 6 kepada tamu yang berkunjung. Gigi Balang Gigi Balang Berkaitan yang dengan kerap tanaman ditanam oleh masyarakat Betawi di halaman 7 rumah yang berkhasiat untuk Bunga Delima 8 mengobati penyakit. Bunga Delima Keagungan Bunga Cempaka Bunga Cempaka Sumber : Doni Swadarma , Yunus Aryanto, Buku Rumah Etnik Betawi 2013 Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam buku Kajian Pengembangan Ornamen Betawi menyatakan bahwa secara umum ragam hias yang terdapat pada rumah tradisional Betawi bersifat sederhana, namun demikian kandungan makna di dalamnya cukup mandalam, dan menjadi dasar filosofi hidup bagi penggunanya. Pemaknaan terhadap ragam hias tersebut tidak memiliki dasar 10 tertulis yang cukup kuat, namun demikian hal ini identik seperti berlakunya norma etika di masyarakat Betawi. Sehingga walaupun terdapat beberapa pandangan yang berbeda terhadapa arti atau makana ragam hias antar-narasumber, tetapi kandungan intinya hampir sama. Hampir semua ragam hias yang digunakan merupakan panduan untuk menjalankan kehidupan dan berpikir secara positif, sehingga dapat ditarik suatu benang merah bahwa ragam hias adalah pencerminan kehidupan. Ragam hias Betawi adalah bagian dari pengembangan seni dan budaya Betawi. Untuk menjaga dan melestarikan ragam hias tersebut tentunya bisa dilaksanakan dengan banyak cara. Namun yang terpenting adalah bagaimana mengenalkan ragam hias tersebut ke masyarakat umum serta tata cara penggunaan serta pemanfaatannya. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam buku Kajian Pengembangan Ornamen Betawi juga menyatakan bahwa seiring dengan perkembangan teknologi membangun dan adanya tuntutan desain, maka diperlukan langkah-langkah kreatif dalam pemanfaatan dan pengembangan ragam hias Betawi. Dalam penerapan dan penggunaan ragam hias Betawi terhadap bangunan nontradisional diperlukan suatu adaptasi bentuk, rupa dan perletakkan, dalam hal pengolahan bentuk dan rupa dapat dilakukan pengolahan hanya secara geometri agar pengunaan ragam hias tersebut tidak terlalu kaku dan tidak menunjukkan kesan dipaksakan serta fleksibel terhadap perubahan jaman. Olah bentuk, rupa dan perletakkan tersebut tentunya tidak bermaksud untuk menghilangkan makna dari ragam hias yang diwakilinya. Tetapi, mengarah ke usaha agar ragam hias tersebut dapat diterima oleh masyarakat awam, sehingga pengenalan dalam penggunaan ragam hias tersebut menjadi lebih luas. Gambar 2. Contoh Olah Bentuk pada Ragam Hias Gigi Balang pada Listplang Sumber : Dinas Pariwisata & Kebudayaan DKI Jakarta, Kajian Pengembangan Ornamen Betawi. Pada gambar 2 dapat dilihat hasil oleh bentuk dari ragam hias gigi balang pada lisplang, gambar sebelah kiri merupakan bentuk asli, sedangkan gambar sebelah kanan merupakan hasil olah bentuk secara geometri. Hasil transformasi yang terjadi pada geometri ini menghasilkan bentuk baru tanpa menghilangkan makna lamanya, 11 karena dapat dilihat bahwa bentuk hasil transformasi merupkan bentuk yang lebih modern atau lebih sederhana dibanding bentuk aslinya dengan mempertahankan unsur-unsur pembentuk aslinya. Perubahan juga terjadi pada penggunaan jenis material pada gambar kanan yang merupakan hasil transformasi bentuk lama yang menggunakan material kayu menjadi gypsum. Hal ini tidak menghilangkan esensi dari makna simbol gigi balang yang terdapat pada bentuk lama. 2.4 Teori Fraktal – Kurva yang Menyerupai Diri Sendiri Di dalam matematika, fraktal merupakan sebuah kelas bentuk geometri kompleks yang umumnya mempunyai "dimensi pecahan", sebuah konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh matematikawan Felix Hausdorff pada tahun 1918. Sering bentuk-bentuk fraktal bersifat menyerupai diri sendiri (self-similar) – artinya setiap bagian kecil dalam sebuah fraktal dapat dipandang sebagai replikasi skala kecil dari bentuk keseluruhan. Fraktal berbeda dengan gambar-gambar klasik sederhana atau geometri Euclid – seperti bujur sangkar, lingkaran, bola, dan sebagainya. Fraktal dapat digunakan untuk menjelaskan banyak obyek yang bentuknya tak beraturan atau fenomena alam yang secara spasial tak seragam, seperti bentuk pantai atau lereng gunung. Istilah fraktal (fractal) berasal dari kata Latin fractus (berarti "terpenggal" atau "patah"), dan diperkenalkan oleh matematikawan kelahiran Polandia Benoit B. Mandelbrot. Gambar 3. Kurva Bongkahan Salju Koch Sumber : http://staff.uny.ac.id/, diakses pada 02/05/15 10.47 PM. Gambar 4. Proses Terbentuknya Kurva Bongkahan Salju Koch Sumber : http://yupazq.blogspot.com/, diakses pada 03/05/15 7.13 PM. 12 Gambar 5. Proses Terbentuknya Kurva Bongkahan Salju Koch Sumber : http://memenazmi.blog.upi.edu/, diakses pada 05/04/15 10.34 AM. Kurva bongkahan salju Koch sebuah fraktal snowflake Koch dibentuk dengan membuat penambahan secara terus menerus bentuk yang sama pada sebuah segitiga sama sisi. Penambahan dilakukan dengan membagi sisi-sisi segitiga menjadi tiga sama panjang dan membuat segitiga sama sisi baru pada tengah-tengah setiap sisi (luar). Jadi, setiap frame menunjukkan lebih banyak kompleksitas, namun setiap segitiga baru dalam bentuk tersebut terlihat persis seperti bentuk semula. Refleksi bentuk yang lebih besar pada bentuk-bentuk yang lebih kecil merupakan karakteristik semua fraktal. Secara teoritis proses tersebut akan menghasilkan sebuah gambar yang luasnya berhingga namun dengan batas yang panjangnya tak berhingga, yang terdiri atas tak berhingga titik. Dalam istilah matematika, kurva demikian tidak dapat diturunkan (dideferensialkan). Pada setiap tahap pembentukan, panjang sisisisinya bertambah dengan rasio 4 banding 3. Ahli matematika Benoit Mandelbrot telah menggeneralisasi istilah dimensi, disimbolkan dengan D, untuk menyatakan pangkat pada bilangan 3 yang menghasilkan 4, yakni 3D = 4. Dimensi fraktal snowflake Koch, dengan demikian, adalah log 4/log 3 atau mendekati 1,26. Informasi-informasi dari fraktal koch snow flake yang diperoleh dari iterasi 0 sampai 3 dapat dikumpulkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 3. Fraktal Koch Snow Flake yang Diperoleh dari Iterasi 0 Sampai 3 Sumber : http://memenazmi.blog.upi.edu/, diakses pada 05/04/15 10.34 AM. 13 Informasi-informasi dari gambar fraktal lainnya seperti mendelbrot, sierpinski sama sisi, sierpinski sembarangan, anti koch snow flake dan sebagainya juga bisa disusun seperti pada tabel informasi koch snow flake. Dengan tujuan untuk memudahkan kita dalam mencari informasi mengenai banyaknya segmen, banyaknya bangun serupa yang terbentuk, banyaknya bangun tiap iterasi, keliling tiap iterasi atau keliling gabungan iterasi, luas tiap iterasi atau atau luas gabungan semua iterasi dan lain sebagainya (Tabel 3). Banyak fraktal memiliki sifat menyerupai dirinya, paling tidak hampir, jika tidak persis. Sebuah obyek yang menyerupai dirinya adalah suatu objek yang memiliki bagian-bagian pembentuk yang sama dengan bentuk keseluruhan. Pengulangan detil atau pola ini terjadi pada skala yang lebih kecil secara progresif, dan untuk kasus entitas abstrak murni, kontinyu secara terus-menerus, sehingga setiap bagian dari setiap komponen jika diperbesar akan tampak seperti bagian tetap dari keseluruhan obyek. Akibatnya, obyek-obyek yang serupa dirinya tetap tidak berubah bentuk sekalipun skalanya diubah, yakni obyek tersebut memiliki skala simetris. Fenomena fraktal sering dapat dideteksi pada objek-objek seperti bongkahan-bongkahan salju (snowflake) dan kulit pohon. Semua fraktal alam jenis ini, dan juga beberapa fraktal serupa dirinya dalam matematika bersifat stokastik, atau acak; bentuk-bentuk tersebut berkembang secara statistiks. Karakteristik kunci lain sebuah fraktal adalah sebuah parameter matematika yang disebut dimensi fraktal. Tidak seperti dimensi dalam geometri Euclid, dimensi fraktal pada umumnya dinyatakan dengan bilangan bukan bulat – yakni berupa bilangan pecahan. Dimensi fraktal dapat digambarkan dengan melihat sebuah contoh khususmisalnya kurva bongkahan salju yang didefinisikan oleh Helge von Koch pada 1904. Contoh fraktal ini merupakan gambar matematika secara murni dengan enam simetri lipat, seperti kepingan salju alami. Fraktal ini bersifat menyerupai dirinya, dalam arti bahwa bentuk ini terdiri atas tiga bagian identik, masing-masing pada gilirannya tersusun dari empat bagian dan secara persis merupakan bentuk secara keseluruhan dalam skala kecil. Jadi setiap bagian dari empat bagian itu sendiri terdiri atas empat bagian yang juga merupakan bentuk keseluruhan dalam skala kecil. Tidaklah mengherankan apabila faktor skalanya empat, karena sifat demikian benar untuk sebuah segmen garis atau busur lingkaran. Akan tetapi, untuk kurva bongkahan salju, faktor skala pada setiap tahap adalah tiga. Dimensi fraktal, dinyatakan dengan huruf D, adalah pangkat untuk bilangan 3 sehingga menghasilkan 4, yakni 3 D = 4. Dimensi dari 14 fraktal bongkahan salju adalah D = log 4/log 3, atau sekitar 1,26 (satu koma dua enam). Dimensi fraktal merupakan sebuah sifat kunci dan sebagai indikator kekomplekannya. Geometri fraktal dengan konsep-konsep serupa diri sendiri dan dimensi pecahan telah diterapkan secara meluas di dalam mekanika statistika yang membahas sistem-sistem fisik yang memiliki sifat-sifat yang kelihatan acak. Sebagai contoh, simulasi fraktal telah digunakan untuk menggambar distribusi gugusan galaksi di seluruh alam semesta dan untuk mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan gerak tak beraturan fluida. Geometri fraktal juga telah memberikan sumbangan pada grafik komputer. Algoritma fraktal telah memungkinkan pembuatan gambar hidup dengan komputer dari obyek-obyek alam yang sangat tak beraturan dan rumit, seperti lereng pegunungan berbatu dan sistem lapisan kulit pohon yang rumit. Titik balik kajian tentang fraktal dimulai dengan penemuan geometri fraktal oleh ahli matematika Perancis kelahiran Polandia Benoit B. Mandelbrot pada tahun 1970. Mandelbrot menggunakan definisi dimensi yang lebih bastrak daripada yang digunakan dalam geometri Euclid (geometri biasa yang diajarkan di sekolah), dengan menyatakan bahwa dimensi sebuah fraktal harus digunakan sebagai pangkat pada saat mengukurnya. Hasilnya adalah bahwa sebuah fraktal tidak mungkin diperlakukan seperti benda-benda geometris lain yang berdimensi satu, dua, atau bilangan-bilangan bulat lain. Akan tetapi, fraktal harus diperlakukan secara matematis sebagai bentuk-bentuk geometris yang berdimensi pecahan. Sebagai contoh, kurva fraktal snow flake Koch memiliki dimensi 1.2618. Geometri fraktal bukanlah sekedar sebuah teori abstrak. Sebuah garis pantai, jika diukur sampai ketidakberaturannya akan cenderung memiliki panjang tak berhingga seperti halnya kurva kepingan salju. Mandelbrot sudah menduga bahwa pegunungan, awan, pertumbuhan agrigasi, gugusan galaksi, dan fenomena-fenomena alam lainnya pada hakekatnya merupakan fraktal. Selanjutnya, keindahan fraktal telah membuatnya merupakan sebuah elemen kunci dalam perkembangan grafik komputer. Contoh lain dari fraktal kurva yang menyerupai diri sendiri adalah Daun Fraktal. Analisis daun fraktal adalh contoh dari self-similar set, yakni memiliki kemiripan dengan dirinya sendiri dalam skala yang berbeda. Daun fraktal yang dikenal umum adalah Barnsley Fern, yang dinamakan dengan nama penemunya, seorang matematikawan Inggris bernama Michael Barnsley yang mendeskripsikan daun yang mirip dengan Asplenium Adiantum-Nigrum pada bukunya Fractals Everywhere. Konsep pembuatan daun fraktal dimulai dengan membuat sebuah 15 batang, lalu ditransformasikan menggunakan Affine Transformation, transformasi yang menggeser sebuah objek, titik, garis dan bidang, tanpa menghilangkan tampilan dari kondisi objek setelah pergeseran harus tersambung dengan sebuah titik di objek semula. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga terbentuk sebuah pola fraktal yang terlihat seperti daun pakis. Gambar 6. Fraktal Daun Asplenium Adiantum-Nigrum Sumber : http://ichrans.blogdetik.com/, diakses pada 05/04/15 12.51 AM. Fraktal segitiga sama sisi Sierpinski juga merupakan salah satu contoh dari fraktal kurva yang menyerupai diri sendiri. Yang menjadi generatornya adalah segitiga sama sisi yang menghadap ke atas kemudian didalam segitiga sama sisi tersebut digambar lagi segitiga sama sisi yang menghadap ke bawah yang masingmasing titik sudutnya menyinggung masing-masing sisi segitiga sama sisi yang menghadap ke atas. Lalu dilakukan proses iterasi menggunakan pola dari generator tersebut, sampai iterasi yang diinginkan (Gambar 7). 16 Gambar 7. Fraktal Segitiga Sama Sisi Sierpinski Sumber : http://memenazmi.blog.upi.edu/, diakses pada 05/04/15 10.34 AM. 2.5 Resort Hotel 2.5.1 Definisi Resort Hotel Pengertian resort hotel dijelaskan dalam Architect’s Data, bahwa resort hotel merupakan hotel yang umumnya berlokasi di daerah pantai, pengunungan, tepi danau, atau lokasi-lokasi menarik lainnya dan didesain untuk melayani paket-paket liburan dimana diaransir memenuhi kebutuhan besar terutama pada akhir minggu dan musim-musim liburan (Vincent Jones, dkk, 1980, hal. 208). Dalam SK No. 241/H70 Menteri Perhubungan Republik Indonesia dijelaskan bahwa resort hotel adalah hotel yang biasanya berlokasi di pegunungan, tepi danau dan pantai atau daerah tempat berlibur atau rekreasi yang memberikan fasilitas penginapan kepada orang-orang yang datang bersama keluarga untuk jangka waktu relatif lama. Definisi menurut sumber lainnya, resort hotel merupakan hotel yang hadir dari adanya keinginan akan sebuah perjalanan yang memberikan pengalaman yang tak terlupakan dari para wisatawan. Pengunjung dimanjakan dengan sebuah pengalaman akan tempat yang mengangkat budaya setempat sebagai pusat perhatian utama (John. C. Hill, dkk, 2001, hal.63). Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka disimpulkan bahwa resort hotel merupakan suatu jenis hotel yang bersifat rekreatif, yang memilih lokasi dengan keindahan alam yang menarik dan didesain dengan fasilitas-fasilitas pendukung sebagai daya tarik utama bagi pasarannya yang bertujuan untuk menciptakan suasana liburan yang tak terlupakan serta mengangkat budaya setempat sebagai pusat perhatian utama. 2.5.2 Program Ruang Resort Hotel Secara umum, setiap jenis hotel memiliki standarisasi pembagian program ruang yang sama dalam program perencanaan desain. John. C. Hill, dkk, 2001 dalam bukunya Hospitality Facilities merangkumkan pembagian program ruang resort hotel secara umum menjadi empat kategori sebagai berikut : 1. Guest room dan area pendukungnya. Setiap guest room didukung oleh area sirkulasi, area servis dan area utilitas. 17 2. Public space. Public space pada resort hotel melingkupi area guest arrival and registration, area circulation to guest room, area lobby lounge, area food and beverages dan area function and meeting. 3. Back to the house space. Fasilitas pada back to house space tergantung pada selera pengelola yang pada umumnya area ini meliputi area kerja dari pengelola, seperti kantor pengelola, baik front office maupun back office. 4. Covered nonconditionaed areas. Area ini meliputi fasilitas-fasilitas bagi para tamu seperti balkon, porte cocheres, kolam renang, lapangan olahraga dan lain sebagainya. 2.5.3 Kebutuhan Ruang Resort Hotel Kebutuhan ruang resort hotel berbintang lima menurut kelompok kegiatan (Dawid Yuliadi, Op Cit., hal 23-25) adalah sebagai berikut : 1. Kelompok kegiatan umum : front office, telepon publik, lounge, lavatory dan parking area. 2. Kelompok kegiatan makan dan minum : restoran, bar, coffee shop, dapur utama dan dapur tambahan. 3. Kelompok kegiatan hiburan dan rekreasi : kolam renang beserta penunjangnya, ruang billiard, fitness center, lapangan tennis, taman bermain anak dan sauna. 4. Kelompok kegiatan tamu yang menginap : ruang tidur dengan tipe standar ( single bed dan double bed) dan suite room; lobby; rental room dan kamar mandi atau WC. 5. Kelompok kegiatan tamu yang tidak menginap : ruang serbaguna, restoran, coffee shop, bar, lapangan tennis, ruang rapat, ruang pertemuan, kolam renang beserta penunjangnya dan fitness center. 6. Kelompok kegiatan pengelola : ruang manager dan sekretaris; food and beverage service; ruang security, ruang rapat dan ruang arsip; ruang akuntan dan personalia serta lavatory. 7. Kelompok kegiatan pelayanan : housekeeping; linen room; ruang laundry; ruang karyawan, ruang istirahat, ruang ibadah dan lockers; dapur umum yang dilengkapi dengan gudang basah dan gudang kering; gudang furniture dan workshop; boy station room; ruang loading dan unloading; poliklinik; engineering office; maintenance; ruang kontrol; service room; ruang penerima barang; ruang mechanical dan electrical serta fuel storage. 18 2.5.4 Standar Minimum Resort Hotel Bintang 5 Menurut World Tourism Organization (WTO). Tabel 4. Standar Minimum Resort Hotel Bintang 5 Menurut WTO No A 1 2 Kebutuhan Hotel Kebutuhan Fisik Ukuran Entrance WTO Minimum Hotel Standart 3 4 Tangga Konstruksi 5 Furnitur, pemasangan kebutuhan Emergency power supply 6 Pemanasan dan pendinginan 7 8 9 Lift (s) tersedia sesuai kapasitas ruangan. Service lift Komunikasi dalam ruang 10 Telepon publik B 1 Bedrooms Ukuran kamar dan a b c 2 Single Double Triple Suites 3 4 Ukuran minimum Single bed Linen / handuk 5 6 Pembersihan ruangan Storage a b 7 Tempat duduk Meja Pencahayaan 8 Floor covering Minimum 10 bedrooms Hotel harus mempunyai entrance keluar dan ke dalam secara seimbang dan terpisah dari service entrance. Tangga service terpisah Arsitektur, desain, furniture dan dekorasi harus mencerminkan gaya lokal dengan tingkat kecanggihan yang tinggi dengan kategori: Biaya konstruksi yang tinggi, pemasangan, peralatan dan furnitur. Dekorasi secara khusus/ individual. Stand by generator penyedia energi untuk penerangan, lift, pengolahan air, cooking dan pendinginan dan pemanasan. Pengaturan AC secara individual di setiap kamar. Peralatan berkualitas tinggi dengan noise emition sangat rendah. Bila lebih dari satu lantai dari yang dibutuhkan. Terpisah dari lift tamu. Telepon sambungan langsung untuk panggilan nasional dan internasional. Telepon di kamar mandi. Stan kedap suara di lobi dengan koneksi nasional dan internasional. Memadai untuk pergerakan yang bebas, kenyamanan dan keamanan. Luas minimum dalam meter persegi (tidak termasuk kamar mandi dan lobi). 13 m2 16 m2 19 m2 Independent suites dari berbagai jenis dan menghubungkan kamar. 2000mm x 800mm Penggantian handuk setiap harinya untuk masingmasing penghuni baru. Penggantian sprei setiap harinya. 24 jam tambahan membersihkan kamar. Lemari atau lemari pakaian dengan gantungan ditambah rak atau laci. Peningkatan fasilitas: Minimal satu kursi per orang. Meja tulis / meja rias dengan laci. Cahaya alami melalui jendela di siang hari. Cahaya buatan pada malam hari cukup untuk membaca. Lampu ceiling dengan switch di pintu masuk dan samping tempat tidur. Satu lampu samping tempat tidur per orang; lampu baca di meja kursi / menulis. Karpet dinding ke dinding atau lantai dan penutup lantai dengan kualitas tinggi. 19 9 In-room entertaiment No 10 Kebutuhan Hotel Fasilitas ruang lainnya. 11 12 Soundproofing Pintu C 1 Bathroom Ketersediaan 2 Ukuran 3 Standar fasilitas WTO Minimum Hotel Standart Jendela tertutup untuk memberikan privasi dan belum termasuk cahaya: perabot dengan kualitas tinggi. Keranjang limbah. Asbak (jika tidak non-smooking). Setidaknya satu waterglass per orang. Informasi tertulis mengenai pelayanan hotel dan prosedur yang diberikan dalam satu atau dua bahasa. Don’t disturb sign. Instruksi keselamatan kebakaran: peraturan daerah mungkin memerlukan tampilan tarif. Rak bagasi. Cermin selain di kamar mandi atau di wastafel : ditambah panjang penuh cermin. Stationery. Mini fridge/ mini bar. Soundproofing dengan kualitas yang tinggi. Dikunci dengan kunci secara individu atau orang lain. Mudah terindentifikasi dari luar. Pengait keamanan internal. Wash-basin dengan cermin, lampu, rak, handuk, sabun dan soket listrik ditandai dengan tegangan. + Setidaknya 25% dari kamar dengan kamar mandi pribadi. Semua kamar memiliki kamar mandi pribadi. Kamar mandi yang luas. Toilet terpisah. Memadai untuk pergerakan yang bebas, nyaman dan aman. Alam atau diinduksi ventilasi yang menyediakan setidaknya 3 perubahan udara / jam. Air mengalir dalam keadaan panas dan dingin. Kode warna. Termostatik dikendalikan: air minum dingin. Wash-basin dengan cermin, cahaya, rak, handuk, sabun dan soket listrik ditandai dengan tegangan. Lemari air dengan tisu toilet. Shower cabinet atau mandi dengan pancuran dan tirai atau layar. D 1 Area Publik Toilet publik Radio / system musik yang dikontrol oleh tamu. TV warna dengan saluran video. Mandi dengan pancuran minimum 1600mm panjang. Terpisah bilik mandi. Minimal satu tangan dan satu handuk per tamu: bath mats, sampoo dan perlengkapan mandi lain yang disediakan, kabinet untuk barang pribadi, pengering rambut, telepon. Pisahkan untuk setiap jenis kelamin. Biasanya masingmasing harus memiliki minimal dua water closet dengan tisu toilet, wastafel dengan air panas dan dingin, cermin, sabun, handuk atau pengering tangan dan tempat sampah. Bilik terpisah untuk disable equipped dilengkapi dengan peralatan yang tepat, sesuai terletak 20 2 No Koridor dekat area publik dengan interior tertutup dari pandangan. Ventilasi dengan setidaknya 3 perubahan udara / jam. Penerangan yang menyala selama 24 jam sehari dengan cahaya alami dan / atau buatan. Berventilasi memadai. Bebas dari hambatan atau bahaya. Sesuai dengan signposted darurat yang jelas terlihat. Kebutuhan Hotel WTO Minimum Hotel Standart Karpet, dinding ke dinding karpet atau special floor finishes. Receptionist area Tempat duduk dan furnitur yang tepat sepadan dengan kapasitas kamar. Coffee and/ or writing tables. Karpet, dinding ke dinding karpet atau or special floor finishes. Tanaman. Music system / PA. Parking area Parkir atau garasi eksklusif untuk mengakomodasi semua tamu hotel dan pengunjung dengan keamanan 24 jam. Green area Area hijau untuk tamu digunakan seperti teras dengan tanaman, taman atap, teras atau adjoining gardens. Makanan dan Minuman, Hiburan dan Fasilitas Rekreasi Lounge Choice of (lounge (s) or sitting room (s) as before with 24 hour lounge service. 3 4 5 E 1 2 Breakfast 3 Room service 4 Restaurant 5 6 Bar Conference facilities 7 8 Ruang penitipan pakaian Entertaiment 9 10 F 1 Rekreasi Ruang penata rambut Services Reception services 2 3 Layanan medis Layanan kasir 4 Laundry services 5 Layanan portal 6 Tourist and travel service Restoran disediakan dalam hotel di kapasitas tempat duduk yang memadai untuk sarapan dan makanan lainnya. (7.00 am to 11 am). Pilihan fasilitas katering dapat diberikan: makanan lengkap 24 jam dan layanan minuman. Restoran utama atau pilihan restoran yang menyajikan berbagai makanan. Private dining or function room available. Jumlah tempat duduk tidak kurang dari kapasitas kamar tidur pada hotel. Standar tertinggi pada masakan dan layanan. Separate bar (s) and cocktail lounge. Ruang pertemuan dan konferensi dengan fasilitas konferensi yang sesuai. Cloarkroom dan toilet dekat ruang publik. Musik dan public address system Night Club, daerah menari atau diskotek yang tersedia di hotel atau dekat dengan hotel. Sauna, gymnasium/ health club, swimming pool/ jetpool. Ruang penata rambut / beauty studio. Layanan penerimaan permanen. 24 jam check-in. Hall porters, luggage handling and doorman. Medis / ruang pertolongan pertama gawat darurat. Safety deposite : credit card accepted, currency exchange service, 24 hours currency exchange service. Express laundry termasuk mencuci, menyetrika and dry cleaning. Layanan untuk pengiriman surat dan pengiriman dan penjualan prangko dan alat tulis: Pengiriman dan penerimaan, telex dan telefax. Agen perjalanan / wisata layanan) wisata informasi, 21 7 Retail services No 8 9 Kebutuhan Hotel Layanan bahasa Kondisi kunjungan, guiding, asuransi, dll). Tiket dan layanan pemesanan untuk transportasi, hotel, hiburan dan acara-acara kebudayaan. Taksi dan penyewaan layanan mobil. Hotel kendaraan gratis jika lokasi terisolasi. Penjualan koran, buku, kartu pos, tembakau dan perlengkapan fotografi. Penjualan kosmetik, souvenir dan bunga. WTO Minimum Hotel Standart Pengetahuan yang baik tentang dua Bahasa inti yang diakui secara internasional dengan posisi manajemen dan pengetahuan yang sangat baik dari tiga bahasa tersebut yang dilakukan oleh staff yang dikontrak oleh pelanggan. Bangunan, grounds, peralatan, perlengkapan dan furnitur dipelihara dalam kondisi bersih, aman dan sehat, dalam keadaan baik dan bebas dari cacat yang dapat mengganggu penggunaan: Publik dan area tamu dibersihkan setidaknya setiap hari, dijaga agar dekoratif yang baik dan dilengkapi dengan perabotan untuk pembersihan dalam kondisi yang baik. Attention given to defects with minimum of delay, sangat bersih dan agar dekoratif yang sangat baik dan kondisi. Respon yang cepat terhadap setiap masalah yang membutuhkan perhatian. Kepatuhan penuh dengan standar hukum dan perizinan dalam hal api, yang termasuk dalam evakuasi diti dan keamanan lainnya tindakan pencegahan, kebersihan, kondisi tempat kerja dan tempat tinggal, asuransi hotel dan persyaratan lain yang ditetapkan Sumber : World Tourism Organization Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat berbagai ketentuan dalam standar minimum resort hotel bintang lima menurut World Tourism Organization, hal ini berguna dalam perancangan resort hotel secara eksterior maupun interior. 2.6 State of The Art Pedoman awal dalam meneliti menggunakan beberapa jurnal yang telah diterbitkan yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang dihadapi. 1. Jurnal 1 Jurnal : Jurnal Sains Dan Seni POMITS Judul : Desain Interior Resort Hotel Kusuma Berkonsep Neo-Vernakular Budaya Jawa Dengan Nuansa Kerajaan Majapahit dan Pedesaan Nama Penulis : Fathur Romadhon, Aria Weny Anggraita, ST, M.MT. Vol. 2, 2013, No. 1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print). 22 Webiste Sumber : http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29575-3409100102Paper.pdf. Tanggal Akses Website : 12 Februari 2015, Pukul, 12.29 AM. Peningkatan pariwisata di kawasan terpadu Kusuma Agrowisata agar dapat berkembang dan bersaing dengan lokasi-lokasi pariwisata lainnya. Resort Hotel Kusuma telah memiliki konsep desain interior-nya tersendiri. Sehingga Konsep Neo-Vernacular ini hanya sebagai alternative desain. Metode Penelitian (Approach Research terdiri atas 2 yaitu Diagnostic dan Theoritical; Design Research yaitu Survey serta Setting Research yaitu Natural). Penerapan Konsep Neo-Vernacular budaya Jawa, cerminan kerajaan Majapahit pada desain interior Resort Hotel Kusuma. Konsep Desain. Konsep Bentuk : penyederhanaan dan pengembangan bentuk dari candi-candi peninggalan kerajaan Majapahit; Konsep Material; Konsep Lantai. Kesimpulan, desain Interior Resort Hotel Kusuma Berkonsep Neo-Vernacular Budaya Jawa dengan Nuansa Kerajaan Majapahit dan Pedesaan adalah sebuah alternative desain interior yang dibuat sebagai masukan dan saran pada resort hotel Kusuma. Konsep Neo-Vernacular dipilih untuk mengkombinasikan gaya tradisional dengan gaya modern. 2. Jurnal 2 Jurnal : Jurnal Sabua Judul : Arsitektur “Modern” (Neo) Vernacular di Indonesia Nama Penulis : Deddy Erdiono Vo. 3, Novermber, 2011 No. 3 : 32-39, ISSN 2085-7020. Website Sumber : https://www.scribd.com/doc/83335633/ARSITEKTUR- MODERN-NEO-VERNACULAR-di-INDONESIA Tanggal Akses Website : Tanggal 28 Maret 2015, Pukul 12.33 AM Pembangunan gedung-gedung modern vernacular di Indonesia seolah kehilangan roh, wujud fisik tanpa nilai-nilai, tanpa pemahaman makna. Hal ini ditandai dengan hilangnya makna simbolis, tradisi arsitektur Vernacular, model bangunan dan punahnya peran penting kultur masyarakat dalam kehidupan sosial budaya. Bagaimana menciptakan bangunan modern yang tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi, dimana dalam eksplorasinya terdapat empat model pendekatan. Metode Penelitian, mengumpulkan data-data yang berkaitan berupa empat pendekatan eksplorasi arsitektur Neo-Vernacular, kemudian pendekatan tersebut diuraikan secara detail dengan deskripsi dan gambar sehingga menghasilkan 23 suatu kesimpulan penelitian. (Deskriptif). 4 pendekatan yang diperharikan dalam mengeksplorasi arsitektur Neo-Vernacular yang terkait dengan bentuk dan makna dalam merancang menjadi modern bangunan tradisional dalam konteks ke-kini-an. Akulturasi budaya dan kecenderungan perubahan bentuk (Bentuk dan makna tetap; bentuk tetap dengan makna baru; bentuk baru dengan makna tetap serta bentuk dan maknanya baru atau berubah). Dapat disimpulkan bahwa upaya mengangkat tradisi arsitektur Vernacular dalam konteks ke-kini-an dengan menghadirkan tampilan-tampilan yang berpijak pada nilai-nilai kehidupan masyarakat tradisional itu sendiri. 3. Jurnal 3 Jurnal : Judul : Sanggar Pengembangan Budaya Suku Ayamaru, Aitinyo dan Aifat di Sorong “Arsitektur Neo Vernacular”. Nama Penulis : Weldus Nauw dan Joseph Rengkung. Vo. 2, December, 2012, No. 1 Email : Website Sumber : http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/daseng/article/view/3568/pdf. Tanggal Akses Website : Tanggal 28 Maret 2015, Pukul 1.17 AM Melemahnya ketahanan budaya masyarakat , yang disebabkan antara lain oleh merosotnya penghayatan masyarkat terhadap nilai–nilai budaya yang seharusnya menjadi perilaku dalam kehidupan sosial dan juga menghilang budaya kita dengan hadir seni dan budaya asing sehingga itu sangat berbahaya bagi generasi-generasi muda atau generasi-generasi yang mendatang. Faktor kekurangan fasilitas penunjang merupakan masalah utama dalam pelaksana sanggar pengembagan budaya, belum terdapat suatu wadah yang dapat Mengembangkan potensi dan bakat seni dan budaya dari masyarakat kota sorong khusus suku Ayamaru, Aifat dan Ait inyo (A3). Menentukan aspek-aspek pendekatan yang akan digunakan; mengumpulkan berbagai data yang akan mempengaruhi persepsi pendekatan arsitektur melalui wawancara terstruktur, observasi, studi literature yang akan menghasilkan suatu konsep perancangan yang baik. (Observasi langsung (studi banding) dan wawancara). Kajian perancangan, konsep-konsep hasil perancangan dan hasil rancangan. Kajian : 24 deskripsi objek; lokasi dan tapak; kajian tema; analisa perancangan; analisa tapak. konsep-konsep hasil perancangan dan hasil rancangan. Dapat disimpulkan bahwa objek rancangan ini dengan tema Arsitektur Neo-Vernacular sengaja dipakai untuk dapat melestarikan bentuk asli dari rumah adat suku yang telah mengalami masa tranformasi ke bentuk modern dengan ciri-ciri : Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen). Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen non-fisik yaitu budaya , pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos, religi dan lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan Vernakular melainkan karya baru (mengutamakan penampilan visualnya). 4. Jurnal 4 Jurnal : Canopy: Journal Of Architecture. Judul : Pusat Seni Tari Jawa Di Semarang Dengan Pendekatan Arsitektur NeoVernacular. Nama Penulis : F. Indah Puspitasari Larasati. Canopy 2 (1) (2013) ISSN 2252-679X Volume : Canopy 2 (1) (2013) Website Sumber : http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/Canopy. Tanggal Akses Website : 28 Maret 2015, Pukul 2.24 AM Menciptakan Disain Arsitektur dengan penekanan Neo-Vernacular pada Pusat Seni Tari Jawa ini dilandasi pemikiran untuk melestarikan unsur-unsur budaya lokal yang secara empiris dibentuk oleh tradisi turun temurun hingga bentuk dan sistemnya. Bagaimana melestarikan budaya setempat melalui desain arsitektur Neo-Vernacular pada pusat seni tari Jawa di Semarang. Metode Penelitian : Pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode deskriptif analisis yaitu suatu metode atau cara dalam penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menggambarkan serta melukiskan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti dan dianalisis dengan sistematis, faktual dan akurat. Dengan cara menentukan program ruang, jumlah kapasitas, lokasi, tapak dan persyaratan teknik bangunan. Kegiatan yang dilakukan pada sebuah Pusat Seni Tari, Kapasitas dari sebuah Pusat Seni Tari, Lokasi dan tapak dimana pusat seni tari berada, Masalah teknis bangunan dan Penekan disain. Kegiatan yang dilakukan pada sebuah Pusat Seni Tari, hal ini untuk mengetahui kebutuhan 25 ruang dari sebuah Pusat Seni Tari dan juga besaran ruang yang dibutuhkan. b. Kapasitas dari sebuah Pusat Seni Tari, untuk menentukan luas ruang yang dibutuhkan. c. Lokasi dan tapak dimana pusat seni tari berada, untuk menentukan persyaratan pembobotan dan pemilihan lokasi dan tapak yang sesuai dengan sebuah Pusat Seni Tari. F.Indah Puspitasari Larasati / Canopy 2 (1) (2013) 3 d. Masalah teknis bangunan, untuk menentukan persyaratan teknis sebuah Pusat Seni Tari seperti struktur bangunan dan sistem jaringan utilitas. e. Penekan disain, untuk menentukan citra bangunan yang ideal dengan sebuah Pusat Seni Tari yang berlatar kebudayaan dan pendidikan. Pengumpulan data dan Hasil Prarancangan serta organisasi ruang. Dapat disimpulkan bahwa dalam perancangan pusat seni tari seperti ini harus memperhatikan budaya setempat, lokasi, pengguna, kegiatan dalam ruang, kebutuhan ruang dan lain sebagainya. 5. Jurnal 5 Jurnal : Research Journal of Recent Science. Judul : Developing Neo-Vernacular Building Technologies to Integrate Natural and Built Environments: A Model Tourist Village in Qeshm Island Nama Penulis : Javid Ghanbari Chahanjiri, Mahmood Golabchi, Mohammad Reza Bemanian and Hasanali Pourmand Nomor : Vol. 3(12), 78 86, ISSN 2277-2502 Vol. 3(12), 78-86, December (2014) Res.J.Recent Sci. Website Sumber : http://www.isca.in/rjrs/archive/v3/i12/12.ISCA-RJRS-2013-966.pdf Tanggal Akses Website: 28 Maret 2015, Pukul 1.36 AM Proses modernisasi dan globalisasi. Di babak kedua abad ke-20, proses globalisasi telah mengakibatkan cepat dan perubahan besar dalam struktur ekonomi, sosial, budaya dan alam habitat geografis lokal dan membawa fungsi internasional, bentuk dan bahan-bahan untuk semua region. Yang merupakan kebutuhan untuk mengintegrasikan lingkungan alam dan dibangun oleh arsitektur dapat dilihat dari berbagai sudut pandang terutama pada dasar etika lingkungan, yang merupakan salah satu cabang tindakan yang berkelanjutan, demi bumi yang akhirnya mengarah untuk kebaikan humanity. Bagaimana menganalisis fitur geo-alam Qeshm Island, menentukan dan mencari teknologi yang tepat berdasarkan pendekatan komparatif sehingga memperoleh metode baru agar bangunan Neo-Vernacular dapat diterapkan pada wilayah permukiman pedesaan dengan demikian menjadi suatu daerah wisata 26 yang diminari wisatawan. Metode Penelitian, pengumpulan data yang menjelaskan hubungan manusia dan alam, dianalisis hingga memperoleh nilai-niai mengenai ekologi secara detail dan gambaran alam yang berkelanjutkan serta membandingkan atau menghubungkannya dengan teknologi bangunan yang modern dan Vernacular. Paradigma Lingkungan dan Hubungan Manusia dan Nature dari Viewpoint Arsitektur Sudut pandang etis Tingkat Bahan Alam Konsumsi dan Managing Sumber Daya Manusia di Industri Konstruksi: Nilai Tumpang Tindih di Deep Ecology Paradigma dan Gambar Alam Keberlanjutan Perbandingan Vernacular Building Technology dan Teknologi modern Potensi di Daerah untuk Mengembangkan NeoVernacular Arsitektur. Konsep arsitektur Neo-Vernacular. Pendekatan desain arsitektur; Pemilihan Lokasi dan Analisis; Teknologi Konstruksi Usulan (Untuk Subutara Wilayah Pulau) dan Desain Arsitektur. Kesimpulan, hubungan manusia 26able26le melalui arsitektur harus direvisi demi kedua manusia 26able26le. Satu arah untuk membuat hubungan yang tepat adalah untuk kembali ke tradisi Vernacular dan menemukan cara untuk memperbarui tradisi-tradisi konstruksi, terutama di pinggiran kota atau daerah pedesaan. Kesimpulan Jurnal Secara Keseluruhan Berdasarkan analisa lima jurnal yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan suatu desain arsitektur Neo-Vernacular memerlukan beberapa pendekatan dalam upaya eksplorasinya. Mempertimbangkan faktor fisik dan non-fisik dari suatu nilai-nilai budaya local. Arsitektur Neo-Vernacular harus mampu memunculkan budaya local sebagai ciri khas yang dipadukan dengan perkembangan jaman sehingga menghasilkan suatu konsep perancangan yang baik. 2.7 Kerangka Pemikiran Kerangka dasar penelitian ini menggunakan definisi operasional pada dasarnya melekatkan arti pada suatu konsep dengan cara menetapkan kegiatankegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk menjelaskan konsep tersebut. (Gambar 8). 27 Gambar 8. Diagram Kerangka Pemikiran Sumber : Olahan Pribadi 2015 28 29