13 BAHAN DAN METODE Prosedur Sterilisasi

advertisement
13
BAHAN DAN METODE
Prosedur Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Bakteri Endofit
Contoh tanaman
Tanaman kentang diambil bersama-sama dengan tanah bagian rizosfernya
dari lokasi (1) kebun Gapoktan Multi Tani Jaya Giri Desa Cipendawa, Cipanas,
Cianjur (2) kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, (3)
screen house di Cisurupan Garut, dan (4) lahan pertanaman kentang di Desa
Mulyasari Pasirwangi Garut (Lampiran 1). Wilayah-wilayah tersebut dipilih
sebagai tempat pengambilan sampel tanaman kentang karena merupakan daerah
penghasil kentang di wilayah Jawa Barat. Jarak antara lokasi pengambilan sampel
dan laboratorium tempat isolasi yang dapat ditempuh kurang dari 24 jam juga
menjadi salah satu pertimbangan pemilihan lokasi-lokasi tersebut, sehingga
kondisi sampel yang diambil tetap segar ketika diisolasi bakterinya. Diantara
ketiga daerah tersebut, luas area pertanaman dan produksi kentang di dataran
tinggi Garut adalah paling tinggi, sehingga wilayah ini menjadi salah satu pusat
penghasil bibit kentang dan umbi kentang di Indonesia.
Tanaman kentang yang diambil berumur 6 sampai 8 minggu, dan dipilih
tanaman sehat yang tumbuh di dekat tanaman yang menunjukkan gejala layu
bakteri. Tanaman bersama tanah tempat tumbuhnya dimasukkan ke dalam amplop
coklat besar dalam posisi berdiri, selanjutnya bagian bawah amplop dimasukkan
ke dalam kantong plastik. Sampel tanaman diatur dan diletakkan dalam posisi
berdiri dalam bak plastik. Kesegaran tanaman dijaga dengan cara memercikkan air
mineral kemasan ke bagian tajuk dan tanahnya selama proses transportasi dari
lapangan sampai ke laboratorium di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN) Bogor untuk
diisolasi bakteri endofitnya. Sampel tanaman yang sampai di Laboratorium pada
malam hari selanjutnya segera diisolasi pada hari berikutnya. Selisih waktu
pengambilan sampel di lapangan dengan waktu pelaksanaan isolasi bakteri endofit
tidak lebih dari 24 jam.
Optimasi sterilisasi permukaan akar
Sebanyak 24 contoh tanaman kentang (Granola) umur 5-7 minggu asal
Cipanas, Lembang, dan Garut dipergunakan sebagai bahan untuk optimasi
sterilisasi permukaan akar. Tanaman (8 contoh tanaman dari Garut, dan masingmasing 8 tanaman dari Cipanas dan Lembang) dibersihkan dari tanah yang
menempel di daerah akar lalu dicuci dibawah air mengalir. Bagian akar dipotong
dan dipisahkan dari bagian tanaman lainnya. Masing-masing sampel akar dibagi
menjadi 4 bagian yang relatif sama.
14
Sterilisasi sampel bagian pertama dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
direndam selama 1 menit dalam 1.5% larutan bleaching komersial (BAYCLIN,
Johnson Home Hygiene Product, Indonesia; mengandung 5.25% NaOCl) dibilas
dengan akuades steril, direndam selama 5 menit dalam ethanol 75%, dan terakhir
dibilas 2 kali dengan akuades steril. Sampel kedua disterilisasi dengan urutan
berikut: direndam selama 1 menit dalam 2.5% larutan bleaching komersial, dibilas
dengan akuades steril, direndam selama 5 menit dalam ethanol 75%, dan terakhir
dibilas 2 kali dengan akuades steril (Gambar 4).
15
Sampel bagian ketiga dan keempat masing masing dimasukkan secara
terpisah ke dalam mangkuk ultrasonic cleaner (ULTRA 7000, James Product Ltd.
Sturminster Newton, Dorset, UK) berisi akuades steril dingin dan dilanjutkan
dengan sonikasi bertahap (5 kali). Setiap tahap sonikasi dilakukan selama 2 menit
dalam akuades steril dingin yang baru. Selanjutnya untuk sampel bagian ketiga
dilanjutkan dengan tahapan sterilisasi seperti yang dilakukan terhadap sampel
bagian pertama. Sedangkan sterilisasi sampel keempat dilanjutkan dengan tahapan
sterilisasi seperti yang dilakukan terhadap sampel kedua (Gambar 4). Masingmasing bagian sampel ditiriskan diatas kertas tissue steril yang terletak di dalam
cawan petri besar steril. Keberhasilan sterilisasi permukaan dicek dengan cara
menginokulasikan 100 µL air bilasan terakhir dari masing-masing prosedur
sterilisasi ke permukaan media Trypticase Soy Agar (TSA : TSB 30 g/L, agar-agar
BIOTEK 20 g/L). Selain itu, pengecekan juga dilakukan dengan cara
mengusapkan permukaan akar yang telah disterilisasi permukaannya ke media
TSA. Inokulasi air bilasan dan pengusapan akar ke media TSA masing-masing
dilakukan dalam tiga ulangan.
Cawan-cawan TSA tersebut tersebut di-seal menggunakan plastict wrap
selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (29ºC-30ºC) selama 3 hari. Pengamatan
dilakukan terhadap terhadap jumlah koloni yang tumbuh dari masing-masing
prosedur sterilisasi permukaan akar yang telah dilakukan. Prosedur sterilisasi
yang tidak menghasilkan pertumbuhan koloni mikroba dari air bilasan terakhirnya
(mikroba phyloplant atau rhizosphere) pada media TSA kontrol dipilih sebagai
prosedur sterilisasi sampel akar yang akan diisolasi bakteri endofitnya.
Sterilisasi permukaan batang dan daun
Tanaman dibersihkan dari tanah yang menempel, dicuci dibawah air mengalir,
lalu ditiriskan diatas kertas tissue. Bagian batang dipisahkan dari bagian akar dan
daunnya menggunakan gunting steril kemudian dipotong-potong dengan ukuran ±
4 cm sebelum disterilisasi. Sterilisasi dilakukan dengan cara direndam selama 1
menit dalam 2.5% larutan bleaching komersial (BAYCLIN, Johnson Home
Hygiene Product, Indonesia) yang mengandung 5.25% NaOCl, dibilas dengan
akuades steril, direndam selama 5 menit dalam ethanol 75%, dan terakhir dibilas 2
kali dengan akuades steril. Daun-daun (beserta tangkainya) disterilisasi dengan
cara yang sama dengan cara sterilisasi bagian batang.
Konfirmasi keberhasilan proses sterilisasi dilakukan dengan cara
menempelkan sesaat permukaan sampel batang atau daun (masing-masing 3 buah)
ke media TSA, serta menginokulasikan air bilasan terakhir ke media TSA seperti
diuraikan diatas. Jika dalam waktu 24 atau 48 jam setelah inkubasi, terdapat
koloni mikroba yang tumbuh pada media TSA tersebut, maka proses sterilisasi
dianggap gagal dan proses isolasi yang dilakukan dengan sampel tersebut harus
diulang mulai dari awal.
Isolasi bakteri endofit dari jaringan tanaman kentang
Akar, batang, dan daun yang telah disterilisasi masing-masing dipotong
kecil-kecil lalu digerus dengan mortar secara terpisah. Hasil gerusan masingmasing diencerkan secara serial dengan akuades steril kemudian disebarkan pada
media TSA 20% (TSB 6 g/L, agar-agar 20 g/L), King’s B Agar (KBA) 20%
16
(proteosa pepton 4 g/L, K2HPO4. 3H2O 0.3 g/L, MgSO4.7H2O 0.3 g/L, gliserol 4
ml/L dan Agar-agar 20 g/L), dan agar Nitrate Mineral Salt (NMS) bebas N
(MgSO4.7H2O 1.0 g/L, CaCl2.6H2O 0.2 g/L, KH2PO4 0.272 g/L, Na2HPO4 4.0
g/L, Na2EDTA 0.5 g/L, FeSO4.7H2O 0.2 g/L, H3BO4 0.03 g/L, CoCl2.6H2O 0.02
g/L, ZnSO4.7H2O 0.01 g/L, MnCl2.4H2O 3.0 mg/L, Na2MoO4.2H2O 3.0 mg/L,
NiCl2.6H2O 2.0 mg/L dan CaCl2.2H2O 1.0 mg/L, methanol 100 mL/L , dan Bacto
Agar 15 g/L). Inkubasi dilakukan pada suhu ruang dan kondisi gelap selama 2 hari
sampai 6 minggu. Koloni yang tumbuh pada media isolasi dan menunjukkan
morfologi koloni yang berbeda dipilih dan dimurnikan dengan teknik penggoresan
kuadran pada media yang sama. Tahapan proses isolasi bakteri endofit secara
garis besar ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram alir isolasi bakteri endofit dari tanaman kentang
Penapisan Isolat Bakteri Endofit Kentang Tahap I
Isolat-isolat yang diperoleh ditapis secara bertahap. Tahapan penapisan
terdiri dari penapisan awal yang meliputi bioessei Hypersentive Response (HR),
uji hemolitik, uji patogenisitas terhadap planlet kentang, dan uji kemampuan
menurunkan Disease Insidence (DI) pada kondisi penanaman tidak steril (Gambar
6).
17
Gambar 6
Diagram alir penapisan isolat bakteri endofit
dan kajian perubahan fisiologis inang
Bioesei Hypersentive Response (HR)
Isolat bakteri endofit ditumbuhkan pada media TSA seama 2-7 hari, E. coli
ditumbuhkan pada media Luria Berthani Agar (LBA : yeast extract 5 g/L, trypton
10 g/L, NaCl 10 g/L, dan agar-agar BIOTEK 20 g/L) selama 2 hari, dan Ralstonia
solanacearum ditumbuhkan pada media Sucrose Peptone Agar (SPA : sukrosa 20
g/L, Pepton 5 g/L, MgSO4 7H2O 0.5 g/L, KH2PO4 0.25 g/L, dan agar-agar
BIOTEK 20 g/L) selama 7 hari. Koloni bakteri yang tumbuh diambil dengan lup
inokulasi kemudian disuspensikan dengan garam fisiologis steril sampai diperoleh
kepadatan sel ± 107 sel/mL. Sebanyak 0.5-1.0 mL masing-masing suspensi
bakteri diinfiltrasikan ke permukaan bawah daun tembakau (Nicotiana tabaccum)
umur 2 bulan. Pengamatan terhadap reaksi HR yang timbul di bagian yang
diinfeksi dilakukan setiap hari selama 7 hari berturut-turut. Bioesei HR untuk
masing-masing isolat dilakukan dalam 5 ulangan.
18
Uji hemolitik
Uji aktivitas hemolitik dilakukan dengan cara menginokulasikan isolat
bakteri ke permukaan media agar darah yang komposisinya terdiri dari : Blood
Agar Base (BBL) 40 g/L, dan darah domba steril yang telah di-defibrinasi
sebanyak 50 ml/L (Snavely dan Brahier 1960). Setelah diinkubasi selama 1-5 hari
pada suhu ruang (29°C-30°C), dilakukan pengamatan ada tidaknya aktivitas
hemolitik di sekitar koloni bakteri. Isolat-isolat yang tidak menunjukkan aktivitas
hemolitik merupakan isolat terpilih yang digunakan sebagai bahan pada percobaan
berikutnya. E. coli K1.1 koleksi IPB Culture Collection (IPBCC) digunakan
sebagai kontrol posif pada uji ini. Uji hemolitik untuk setiap isolat dilakukan
dalam 3 ulangan.
Uji patogenisitas isolat terhadap planlet kentang
Inokulum bakteri endofit terpilih ditumbuhkan pada medium TSA selama 57 hari. Koloni yang telah tumbuh diambil degan ose selanjutnya disuspensikan
dalam akuades steril. Sebanyak 100 µL suspensi bakteri (± 1.0 x107 sel/ mL)
diteteskan ke media disekitar akar planlet kentang (Granola) berumur 2 minggu.
Sebagai kontrol, akuades steril digunakan untuk menggantikan suspensi bakteri
endofit yang diinokulasikan. Planlet yang telah diinokulasi diinkubasi kembali
dan gejala penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri yang diinokulasikan diamati
selama 10 hari. Penumbuhan planlet dilakukan pada kondisi berikut : media
Murashige-Skoog, suhu 23ºC, 8 jam gelap dan 16 jam terang (intensitas cahaya
2500 lux). Planlet yang sehat diinkubasi lebih lanjut sampai berumur 4 minggu
untuk digunakan sebagai bahan percobaan berikutnya. Uji ini dilakukan masingmasing dalam 3 ulangan (satu planlet dalam satu botol kultur setiap ulangan)
untuk setiap isolat.
Uji ketahanan tanaman Generasi 0 (G0) yang diperkaya isolat bakteri
endofit terhadap layu bakteri
Plantlet-plantlet yang telah diinokulasi dengan bakteri endofit dan tidak
menunjukkan gejala penyakit (sehat) dan telah berumur 4 minggu ditanam dalam
polybag berisi 3 kg media tanam tidak steril yang terdiri atas campuran kompos
kotoran ayam, tanah, dan sekam bakar dengan perbandingan 1:1:1. Polybag yang
telah ditanami bibit kentang tersebut dipelihara dalam sungkup plastik di Kebun
Percobaan BB-BIOGEN Pacet Cianjur, Jawa Barat. Penyiraman dilakukan
menggunakan air embung yang terdapat di kebun tersebut. Jumlah planlet yang
ditanam masing-masing sebanyak 5 plantlet untuk setiap perlakuan. Pada
percobaan ini tidak ada pupuk kimia atau pestisida yang diaplikasikan.
R. solanacearum (Rs) ditumbuhkan pada media SPA selama 5-7 hari pada
suhu ruang. Koloni R. solanacearum yang tumbuh diambil menggunakan lup
kemudian disuspensikan dalam akuades steril. Suspensi patogen tersebut (±1x108
sel/mL) digunakan untuk menginokulasi tanaman kentang generasi 0 (G0) yang
telah berumur 1.5 bulan. Inokulasi dilakukan dengan cara mengorek tanah
berjarak ±3 cm dari pangkal batang sehingga ada 1-2 akar rambut yang terpotong.
Selanjutnya sebanyak 5 mL suspensi R. solanacearum disiramkan ke sekitar
bagian akar yang terpotong dan rizosfer di sekitarnya. Gejala layu bakteri yang
muncul diamati sampai masa panen (12 minggu). Perlakuan endofit yang berhasil
19
melindungi semua tanaman dalam setiap perlakuan (5 tanaman) dari penyakit layu
bakteri diamati parameter pertumbuhannya (biomasa tajuk, biomasa akar, jumlah
dan berat umbi).
Pengukuran densitas sel bakteri
Densitas sel bakteri dalam suspensi inokulum ditentukan dengan
menggunakan kombinasi teknik spektrofotometri dan plate count (Hadioetomo,
1993). Bakteri yang akan diukur densitasnya ditumbuhkan pada media yang
sesuai (TSA untuk bakteri endofit, SPA untuk R. solanacearum). Biomasa sel
yang diperoleh dari kultur padat disuspensikan dalam akuades steril atau larutan
garam fisiologis kemudian diencerkan secara serial (1:1, 1:2, 1:4, 1:8, dst.).
Sebagian suspensi sel dari masing-masing tingkat pengenceran diukur nilai
Optical Density-nya (OD) pada panjang gelombang 600 nm. Sisa suspensi sel dari
masing-masing tingkat pengenceran diencerkan lebih lanjut secara serial (10-1, 102
, 10-3 , 10-4 , 10-5 , dst.) kemudian sebanyak 100 µL hasil pengenceran tersebut
disebarkan pada cawan agar yang sesuai. Semua agar cawan yang telah
diinokulasi diinkubasi pada suhu ruang selama 4-7. Pengukuran densitas sel
bakteri pada kultur cair dilakukan dengan cara yang sama tetapi pengenceran
dilakukan menggunakan media cair yang sesuai. Jumlah koloni yang tumbuh pada
setiap agar cawan dihitung. Nilai jumlah koloni yang tumbuh dari masing-masing
tingkat pengenceran dan nilai OD-nya digunakan untuk mendapatkan persamaan
kurva konversi nilai OD menjadi densitas sel permililiter.
Penapisan Isolat Bakteri Endofit Kentang Tahap II
Evaluasi ketahanan tanaman G0 yang diperkaya isolat bakteri endofit pada
media steril
Seleksi lanjut dilakukan dengan menanam kembali planlet yang sebelumnya
telah diinokulasi dengan 2 isolat bakteri endofit terpilih pada 3 kg media tanam
seperti yang dilakukan pada tahap seleksi awal namun media tanam dan air yang
digunakan untuk menyiram tanaman telah disterilkan terlebih dahulu. Selanjutnya
setelah tanaman berumur 1.5 bulan diinfeksi dengan R. solanacearum. Percobaan
dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 6
perlakuan yaitu tanaman kontrol yang tidak diperkaya endofit dan tidak diinfeksi
R. solanacearum (K), tanaman kontrol yang diinokulasi R. solanacearum (K+Rs),
tanaman diperkaya isolat G053, tanaman diperkaya isolat G062, tanaman
diperkaya isolat G053 dan diinokulasi R. solanacearum (G053+Rs), dan tanaman
diperkaya isolat G062 dan diinokulasi R. solanacearum (G062+Rs). Setiap
perlakuan terdiri dari 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 8 tanaman.
Pengamatan dilakukan terhadap Nilai Disease Incidence (DI) layu bakteri yang
dihitung menggunakan persamaan berikut (Kelman 1954):
n =
N =
jumlah planlet atau tanaman yang sakit
jumlah planlet atau tanaman yang diamati
20
Pengolahan data dilakukan menggunakan program SAS versi 6.12. Nilai DI yang
diperoleh dianalisa ragamnya dan apabila ada perbedaan yang nyata dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 0.05.
Evaluasi DI tanaman Generasi 1 (G1) pada media tidak steril.
Evaluasi DI tanaman G1 dilakukan terhadap 3 perlakuan tanaman yaitu
tanaman G1Kontrol, G1G053, dan G1G062. Masing-masing perlakuan terdiri dari 15
ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 1 tanaman G1. Umbi yang dihasilkan oleh
tanaman G0 kontrol, tanaman diperkaya isolat G053, dan tanaman diperkaya
G062 pada percobaan sebelumnya (evaluasi ketahanan tanaman G0 pada kondisi
steril) disimpan di dalam lemari pendingin. Umbi yang telah disimpan selama ±3
bulan dan telah bertunas ditanam pada media tanam (komposisi seperti media
tanam pada uji ketahanan tanaman pada penapisan awal) yang tidak steril di
screen house di Desa Cipendawa, Cipanas, Cianjur. Tanaman G1 tersebut disiram
dengan air yang langsung diambil dari aliran air gunung di kebun. Tanaman G1
tidak diinokulasi secara artifisial, oleh karena itu nilai DI dihitung berdasarkan
infeksi yang terjadi secara alami.
Analisis respon fisiologis tumbuhan terkait ketahanan
a. Penentuan kandungan protein total. Masing-masing sebanyak 8
polybag tanaman kontrol (1 tanaman per-polybag), tanaman G053, dan tanaman
G062 yang berumur 1.5 bulan dipindahkan dari kebun percobaan BB-BIOGEN di
Pacet ke dalam low temperature incubator (23⁰C, 14 jam terang dan 10 jam
gelap) di Laboratorium Mikrobiologi, Kelti Biokimia BB-BIOGEN. Setelah
tanaman dibiarkan beradaptasi selama 3 hari, dari masing-masing tanaman
diambil 200 mg daun muda yang telah berkembang sempurna (daun ketiga dari
pucuk). Daun-daun tersebut digerus menggunakan mortar yang telah didinginkan
di dalam freezer. Hasil gerusan dihomogenisasi dengan 10 ml buffer fosfat pH 6.8
lalu disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 15 menit pada suhu 4ºC.
Supernatan yang merupakan ekstrak daun diambil dan dipindahkan ke dalam
botol pyrex bertutup ulir yang telah didinginkan terlebih dahulu. Sebanyak 4
tanaman dari masing-masing perlakuan diinfeksi dengan suspensi R.
solanacearum, sedangkan sisanya diperlakukan dengan cara yang sama tetapi
dengan akuades (kontrol negatif yang tidak diinfeksi R. solanacearum). Infeksi R.
solanacearum dilakukan dengan cara seperti diuraikan di bagian sebelumnya. Dua
puluh empat jam dan 48 jam kemudian dilakukan kembali pengambilan sampel
daun dari semua tanaman (yang diinfeksi R. solanacearum dan tanaman yang
tidak diinfeksi R. solanacearum) untuk diekstraksi seperti diuraikan diatas.
Ekstrak daun yang diperoleh ditentukan kandungan protein totalnya menggunakan
teknik microassay sebagaimana yang dipublikasikan oleh Bradford (1976). Satu
mililiter reagen protein ditambahkan ke dalam tabung berisi 100 µL supernatan
atau larutan Bovine Serum Albumin (BSA) yang dipergunakan sebagai standar
protein. Campuran reaksi divortex, dibiarkan selama 2 menit, dan akhirnya diukur
absorban-nya pada panjang gelombang 565nm. Pengukuran protein dilakukan
dalam 4 ulangan.
b. Pengukuran aktivitas enzim peroksidase. Ekstrak daun diencerkan
sebanyak 20 kali dengan buffer fosfat pH 6.8. Satu mililiter ekstrak daun encer
21
ditambahkan ke dalam tabung berisi 4 ml campuran reaksi (125 μmol buffer
phosphate pH 6.8, 50 μmol pyrogallol, dan 50 μmol of H2O2), kemudian
diinkubasi pada suhu ruang (29-30ºC) selama 5 menit. Reaksi dihentikan dengan
cara menambahkan 0.5 ml H2SO4 5% (v/v) (Kar dan Mishra 1976). Campuran
reaksi diukur absorbans-nya pada λ: 420 nm. Aktvitas peroksidase diukur dalam
6 ulangan.
c. Pengukuran aktivitas enzim polifenol oksidase. Pengukuran aktivitas
polifenol oksidase dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran
peroksidase, tetapi campuran reaksinya tidak mengandung H2O2 (Kar dan Mishra
1976). Pengukuran polifenol oksidase dilakukan sebanyak 3 ulangan.
d. Pengukuran aktivitas enzim askorbat peroksidase. Aktivitas askorbat
peroksidase ditentukan dengan menggunakan metode Nakano dan Asada (1981).
Pengujian aktvitas askorbat peroksidase dilakukan sebanyak 3 ulangan. Sebanyak
200 mg daun muda yang telah berkembang sempurna digerus dalam larutan
pengekstrak dingin (2 ml 50 mM bufer fosfat pH 7.0, 1 mL PVP 1%, dan 1 mL
0.2 mM asam askorbat). Hasil gerusan disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm
suhu 4°C selama 30 menit. Supernatan yang terbentuk diambil sebanyak 100 µL
kemudian dimasukkan ke dalam tabung kuvet yang telah berisi pereaksi (0.5 mL
50 mM bufer fosfat pH 7.0, 1 mL 0.5 mM asam askorbat, 0.2 mL 1 mM EDTA,
dan 0.1 mL 0.1 mM H2O2). Campuran reaksi tersebut dihomogenisasi
menggunakan pipet kemudian segera diukur absorbansinya pada λ: 290 nm.
Pengukuran absorbans dilakukan setiap 10 detik selama 1 menit. Aktivitas enzim
askorbat peroksidase dihitung menggunakan persamaan berikut :
𝛆 : 289 mM-1 cm-1
e. Pengukuran emisi etilen. Dari 12 tanaman kontrol dan 12 tanaman
G053 masing-masing diambil 1 lembar daun muda yang telah berkembang
sempurna. Setiap tiga daun dari perlakuan yang sama digabung, ditimbang,
selanjutnya dimasukkan ke dalam 1 tabung reaksi khusus untuk sampel gas dan
ditutup rapat. Tabung sampel diinkubasi pada suhu 23⁰±1⁰C selama 16 jam
seelum diukur kadar gas etilen yang diemisikannya. Etilen diukur menggunakan
kromatografi gas (Hitachi 263-70) dengan detector FID dan kolom Porapack M di
Laboratorium tanah, BBSDLP, Cimanggu, Bogor.
Delapan belas jam setelah pengambilan sampel daun yang pertama,
setengah jumlah tanaman dari masing-masing perlakuan (6 tanaman kontrol dan 6
tanaman G053) diinfeksi R. solanacearum dengan cara seperti yang telah
diuraikan pada bagian sebelumnya (2.4). Sebagai kontrol, rizosfer akar tanaman
yang telah dikorek disiram dengan akuades. Setelah 18 jam, kembali dilakukan
pengambilan sampel daun untuk diukur emisi etilen-nya. Pengukuran etilen
dilakukan dalam 2 ulangan untuk setiap perlakuan (setiap perlakuan terdiri dari 3
daun yang berasal dari 3 tanaman).
f. Penetapan kandungan lignin like compound. Biomasa sampel tanaman
dari setiap perlakuan digabung jadi satu, dikeringkan pada suhu 50ºC selama 2
22
hari, digerus, dan diayak (50 mesh) sebelum dianalisis kadar senyawa serupa
lignin-nya menggunakan metode Van Soests et al. (1991). Analisis ini dilakukan
di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Pakan dan Nutrisi,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Umbi
Tanaman G0 dan G1 diamati parameter pertumbuhan dan produktivitas
umbinya. Parameter pertumbuhan tanaman G0 yang diamati meliputi berat kering
tajuk dan berat kering akar, sedangkan produktivitas umbi yang diamati adalah
jumlah serta berat umbi per tanaman. Pengukuran berat kering dilakukan setelah
sampel tanaman dikeringkan pada suhu 50ºC sampai beratnya stabil (2 hari).
Sedangkan parameter pertumbuhan tanaman G1 yang diamati adalah tinggi
tanaman, serta jumlah dan berat umbi kentang yang dihasilkan. Tinggi tanaman
diukur pada umur 9 minggu setelah tanam (MST), sedangkan jumlah dan berat
umbi dihitung setelah panen (12 MST).
Uji Kolonisasi
Pengamatan tampilan morfologi akar planlet yang diperkaya dengan bakteri
endofit
Planlet kentang (Granola) umur 2 minggu diinokulasi dengan bakteri endofit
dengan cara yang sama seperti diuraikan pada bagian sebelumnya (2.3). Sebagai
perlakuan kontrol media disekitar akar planlet ditetesi dengan 100 µL akuades
steril untuk pengganti inokulum endofit, sedangkan sebagai pembanding planlet
diinokulasi dengan 100 µl suspensi isolat G059 dan G0196. Delapan belas jam
setelah inokulasi, kejernihan media tanam dan tampilan akar planlet diamati.
Pengamatan dilakukan sampai planlet berumur 4 minggu. Planlet dicabut dengan
hati-hati dari media tanamnya pada akhir pengamatan (umur 4 minggu) dan
didokumentasikan (difoto) tampilan morfologi bagian luar akarnya.
Pengamatan secara mikroskopis
Planlet dikirim ke divisi Zoologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, di
Cibinong Indonesia, untuk diamati kolonisasi bagian dalam batangnya oleh M.
endophyticus G053. Spesimen difiksasi menggunakan buffer cacodylate dan
glutaraldehida, lalu didehidrasi dengan alkohol bertingkat sebelum dikeringkan
menggunakan pengering beku (Goldstein 1992). Spesimen batang yang telah
kering dipotong menyerong. Batang disobek dari salah satu ujungnya
menggunakan jarum khusus untuk menyingkap bagian dalam batangnya
kemudian ditempelkan ke spesimen stub dengan cello-tape ganda, dilapisi dengan
emas 400 A◦ menggunakan mesin pelapis Eico I-B2 ion coater dan diamati
dengan Scanning Electron Microscope (JEOL, JSM-5310 LV).
Reisolasi bakteri endofit dari tanaman dan planlet
Tanaman dibersihkan dari sisa-sisa media tanam, dicuci menggunakan air
mengalir, selanjutnya diseka menggunakan kertas tisu untuk mengeringkan sisa
air yang ada di permukaan sampel tanaman. Semua daun dan akar dibuang
dengan cara dipotong menggunakan gunting steril. Sampel yang telah dibuang
23
akarnya direndam berturut-turut dalam 2.5% cairan pemutih komersil
(BAYCLIN, Johnson Home Hygiene Product, Indonesia; mengandung 5.25%
NaOCl selama) 3 menit, akuades steril, etanol 70% selama 5 menit, dan terakhir
dibilas 3 kali dengan akuades steril. Sampel yang telah disterilkan permukaannya
dipotong kecil-kecil sebelum digerus dengan mortar steril. Hasil gerusan
diencerkan dengan akuades steril, kemudian diinokulasi pada cawan TSA 50%.
Planlets dicabut dengan hati-hati menggunakan pinset steril kemudian dipotong
pada posisi ± 1.5 cm dari atas bagian planlet yang tertanam dalam media.
Potongan planlet ditimbang secara aseptis kemudian langsung digerus, diencerkan
secara serial, dan disebarkan di permukaan media TSA 50%. Reisolasi isolat
G053 dari planlet dilakukan terhadap planlet umur 6 minggu (4 msi) dan 16
minggu (14 msi). Reisolasi isolat G053 juga dilakukan terhadap planlet umur 6
minggu yang disubkultur dari batang bawah dan batang atas planlet umur 6
minggu (4 msi). Reisolasi isolat G062 hanya dilakukan dari planlet umur 6
minggu (4 msi).
Karakterisasi Isolat Bakteri Endofit Terpilih
Dua isolat terbaik yang memiliki kemampuan tertinggi dalam menurunkan
nilai Disease Insidence (DI) penyakit layu bakteri dipilih untuk dikarakterisasi.
Karakterisasi yang dilakukan meliputi karakterisasi molekuler, fisiologis dan
biokimia, serta morfologi. Diagram kegiatan karakterisasi yang dilakukan
dipaparkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir kegiatan karakterisasi isolat bakteri endofit terpilih yang
dilakukan dalam penelitian ini
24
Identifikasi dan karakterisasi molekuler
DNA genom diekstraksi menggunakan XPrep Stool DNA Mini Kit
(Philekorea Technology, INC. Seoul Korea) dengan mengikuti prosedur yang
direkomendasikan oleh produsennya. DNA yang diperoleh digunakan sebagai
template untuk amplifikasi 16S rDNA dan beberapa gen lainnya. Amplifikasi
DNA 16S rRNA dilakukan menggunakan pasangan primer 63f (5’CAGGCCTAACACATGCAAGTC-3’) dan 1387r (5’-GGGCGGWGTGTACAAGGC-3’) sebagaimana yang dipublikasikan oleh Marchessi et al. (1998).
Komposisi dan kondisi reaksi reaksi PCR dipaparkan pada Tabel 2 dan 3.
Amplikon dikirim ke perusahaan jasa sekuensing (Genetika Science Indonesia)
untuk proses sekuensing DNA. Sekuen DNA yang diperoleh dianalisa
kesejajarannya menggunakan Program Clustal W (Thompson et al. 1994) dan
dibandingkan dengan basis data sekuen DNA 16S rRNA yang terdapat gene bank.
Pohon filogenetik dikonstruksi menggunakan neighbor-joining method with
Maximum Composite Likelihood model in Mega 5.05 (Tamura et al. 2011).
Tabel 2
Komposisi campuran reaksi PCR untuk amplifikasi 16S rDNA
G053 dan G062
Konsentrasi akhir
G053
G062
1x
1.5 mM
0.2 mM
0.3 μM
0.3 μM
0.3 μM
0.3 μM
100 ng
100 ng
0.02 U/µL
1x
Komponen reaksi
Bufer untuk KOD Hot Start polymerase
MgSO4
dNTPs (masing-masing)
Primer “Forward”
Primer “Reverse”
Template DNA
KOD Hot Start DNA polymerase
Phusion Master Mix
Tabel 3 Kondisi reaksi PCR amplifikasi 16S rDNA G053 dan G062
Tahapan reaksi
Polymerase activation
Denaturation
Annealing
Extention
Final extention
Durasi
G053
G062
95⁰C, 2 menit
95⁰C, 30 detik
56.5⁰C, 45 detik
73⁰C, 1 menit 15 detik
73⁰C, 2 menit
95⁰C, 2 menit
95⁰C, 2 detik
55⁰C, 30 detik
72⁰C, 1 menit
72⁰C, 5 menit
25
Potensi genetik produksi of 2,4-diasetilfloroglusinol (DAPG) oleh isolat
G062 dideteksi menggunakan pasangan primer phl2a (5’-GAGGACGTCGAAGACCACCA-3’)
dan
phl2b
(5’-ACCGCAGCATCGTG-TATGAG-3’),
sedangkan untuk produksi gen pyrrolnitrin dengan menggunakan pasangan primer
prnCf (5’-CCACAAGCCCGGCCAGGAGC-3’) dan prnCr (5’-GAGAAGAGCGGG-TCGATGAAGCC-3’). Kondisi amplifikasi untuk kedua gen metabolit
sekunder tersebut sebagaimana kondisi PCR yang dipublikasikan oleh
Raaijmakers et al. (1997) dan Mavrodi et al. (2001).
Karakterisasi fisiologis dan biokimia
a. Uji fisiologis dan biokimia umum. Kultur yang dipergunakan untuk uji
fisiologis dan biokimia ditumbuhkan pada media TSA atau TSB dan diinkubasi
pada suhu ruang (29⁰C-30⁰C) selama 24 jam bila tidak ada keterangan lain yang
disebutkan secara khusus. Penggolongan tipe Gram sel yang diambil dari kultur
umur 24 jam dilakukan menggunakan metode non-staining (Buck, 1982) dan
selanjutnya diverifikasi menggunakan metode pewarnaan (Benson 2001) serta
pengamatan pada perbesaran 1000 kali menggunakan mikroskop medan terang
(Olympus CH20BIMF200).
Uji aktivitas katalase dilakukan dengan cara mengamati pembentukan
gelembung pada 1 lup massa sel bakteri yang dicampur dengan 1-2 tetes H2O2
3%, sedangkan aktivitas oksidase diuji dengan menggunakan oxidase paper
(Difco). Aktivitas kitinolitik, proteolitik, dan amilolitik berturut-turut diobservasi
pada kultur umur 7 hari yang tumbuh pada media 1% (w/v) TSA yang
mengandung 1% koloidal kitin, 1% susu skim, dan 1% soluble starch sedangkan
aktivitas hidrolisis CMC (Carboxy methyl cellulose) di amati pada kultur yang
tumbuh pada media agar CMC. Aktivitas pelarutan fosfat isolat terpilih diuji pada
media agar Pikovskaya (Pikovskaya, 1948). Tingkat toleransi terhadap NaCl
diamati dengan cara menumbuhkan bakteri pada media kaldu LB yang
mengandung NaCl pada berbagai konsentrasi (0-15%). Penentuan pH
pertumbuhan dilakukan dengan cara menumbuhkan bakteri pada media TSB yang
telah diatur pH-nya menggunakan larutan NaOH atau HCl. Sedangkan penentuan
suhu pertumbuhan dilakukan terhadap kultur cair bakteri yang diinkubasi pada
suhu 13⁰C, 18⁰C, 20⁰C, 30⁰C, 37⁰C, 40⁰C, dan 42⁰C. Kultur untuk uji toleransi
NaCl serta suhu dan pH pertumbuhan diinkubasi sambil digoyang pada kecepatan
75 rpm diatas shaker. Pertumbuhan kultur-kultur tersebut diamati dengan cara
diukur rapat optisnya pada 600 nm. Selain uji-uji yang telah diuraikan diatas, uji
fisiologis dan biokimia untuk isolat G062 juga dilakukan menggunakan kit API
20NE (bioMerieux SA, Lyon, France).
b. Uji aktivitas fiksasi nitrogen. Aktivitas fiksasi nitrogen isolat terpilih
diuji dengan cara mengamati kemampuan tumbuh isolat yang diuji pada media
agar LGI yang telah dimodifikasi (K2HPO4 0.2 g/L; KH2PO4 0.6 g/L;
MgSO4.7H2O 0.2 g/L; CaCl2 0.02 g/L; Na2MoO4.2H2O 0.002 g/L; FeCl3 0.01
g/L; arabinosa 3 g/L; manitol 3 g/L; asam malat 3 g/L; dan agar Bacto 15 g/L) dan
uji aktivitas reduksi asetilen (Acetylene reduction assay: ARA) terhadap kultur
yang tumbuh pada media semi padat LGI (komposisi seperti agar LGI tetapi
hanya mengandung agar Bacto 8 g/L).
26
Inokulum untuk uji ARA disiapkan dengan cara menginokulasikan masingmasing 1 lup biakan padat isolat G053 dan G062 umur 72 jam ke dalam 10 mL
media cair LGI kemudain diinkubasi pada suhu ruang (29°C-30°C ) diatas shaker
selama 3 hari. Sebanyak 0.1 mL kultur inokulum isolat G053 dan G062 umur 48
jam masing-masing diinokulasikan ke dalam tabung reaksi bertutup ulir ukuran 15
mL yang memiliki sumbat karet dibagian tengah tutupnya yang berisi 7 mL media
LGI semi padat. Kultur tersebut diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari
sebelum diukur ARA-nya. Pengukuran ARA dilakukan menurut Gothwal et al.
(2008) di Laboratorium tanah, BBSDLP, Cimanggu, Bogor. Sebanyak 3 mL
udara pada bagian head space kultur diambil menggunakan jarum suntik dan
sebagai gantinya ke dalam head space tersebut dimasukkan gas asetilen dengan
volume yang sama dengan udara yang disedot. Kultur diinkubasi kembali selama
2 jam pada suhu ruang dan kemudian diukur konsentrasi gas etilen yang terbentuk
di bagian head space-nya menggunakan perangkat kromatografi gas (Hitachi 26370) dengan detector FID dan kolom Porapack M. Uji ARA dilakukan dalam 3
ulangan.
c. Uji kemampuan produksi plant growth hormone like compounds. Satu
lup massa bakteri diambil dari koloni yang tumbuh pada TSA kemudian
diinokulasikan ke dalam tabung reaksi berisi 5 mL TSB. Setelah diinkubasi pada
suhu ruang sambil digoyang (75 rpm) selama 24 jam, sebanyak 1 mL kultur
tersebut digunakan sebagai inokulum untuk 50 ml media TSB yang baru, dan
selanjutnya diinkubasi dengan kondisi yang sama dengan kultur inokulum selama
7 hari. Kultur disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm, suhu 4⁰C, selama 10
menit. Supernatan yang diperoleh sebagian digunakan untuk pengukuran IAA
like compound yang dilakukan dengan metode Salkowsky yang telah dimodifikasi
oleh Glickmann dan Dessaux (1995). Sisa supernatan diekstraksi Giberellin
(GA), zeatin, dan ABA like yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan
etil asetat. Konsentrasi ZPT like diukur menggunakan teknik spektrofotomeri pada
panjang gelombang 254 nm, 269 nm, dan 263 nm berturut-turut untuk Gibberellin
(GA), zeatin, dan ABA like (Ergűn et al. 2002). Sebagai standar pengukuran
digunakan larutan IAA (Merck, Darmstadt, Germany), Giberellin (Merck,
Darmstadt, Germany), zeatin (Sigma, St. Louis MO USA), dan ABA (Duchefa
Biochemie, Haarlem, Netherland). Pengukuran IAA dan ketiga ZPT like lainnya
berturut-turut dilakukan dalam 4 dan 3 ulangan.
d. Uji kemampuan produksi siderofor. Kemampuan produksi siderofor
isolat terpilih diuji menggunakan metode double layer-CAS agar. Metode ini
merupakan metode yang dikembangkan oleh oleh Hu dan Xu (2011) untuk
menguji kemampuan bakteri yang bersifat fastidious dalam memproduksi
siderofor serta mengatasi efek toksik beberapa komponen CAS agar seperti
hexadecyltrimetyl ammonium bromide (HDTMA) terhadap mikroba yang diuji.
Prinsip pengujian ini adalah kompetisi antara siderofor yang dihasilkan oleh
mikroba yang diuji dengan kompleks senyawa pengkelat-indikator dalam
mengkelat besi yang terdapat di dalam media uji (CAS agar). Biakan padat bakteri
endofit yang akan diuji ditumbuhkan pada media TSA selama 4-5 hari. Biakan
tersebut digoreskan ke atas permukaan media double layer TSA-CAS agar dengan
dua ulangan. Isolat yang mengekskresikan siderofor akan membentuk zona berwarna
oranye di sekitar koloni setelah diinkubasi selama 2-4 hari.
27
e. Analisa Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Isolat bakteri endofit
ditumbuhkan pada media TSA. Setelah diinkubasi selama 48 jam pada suhu
ruang, sebanyak 2 lup kultur tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi gelas bertutup ulir. Selanjutnya sebanyak 1 mL reagen saponifikasi (NaOH
45 g, metanol 150 mL, dan 150 mL akuadest) ditambahkan ke dalam tabung
reaksi berisi biomasa bakteri yang akan dianalisa FAME-nya. Tabung ditutup
rapat menggunakan penutup yang terbuat dari teflon, di-vortex dengan kuat
selama 5-10 detik, kemudian dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 5
menit, di-vortex kembali selama 5-10 detik, dan terakhir dipanaskan lagi di dalam
penangas selama 25 menit. Tabung berisi campuran reaksi didinginkan dalam bak
berisi air sebelum ditambahkan 2 ml reagen metilasi (325 mL HCl 6.0 N, 275 mL
metil alkohol) ke dalamnya dan selanjutnya ditutup kembali dengan rapat.
Campuran reaksi tersebut di-vortex kuat selama 5-10 detik, kemudian dipanaskan
dalam penangas air bersuhu 80ºC ± 1ºC selama 10 ± 1 menit. Campuran reaksi
didinginkan kembali dengan cepat di di dalam bak berisi air sebelum dilakukan
ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan cara menambahkan 1.25 mL pelarut (hexan
: tersier-butil-eter = 1:1) selanjutnya tabung ditutup rapat dan dikocok pelanpelan dengan cara dibolak-balik selama 10 menit. Setelah terbentuk 2 fase, fase
air (di bagian bawah) disedot dan dibuang menggunakan pipet gelas. Fase organik
yang tersisa ditambah dengan 3 mL reagen keempat (sample clean up : 10.8 g
NaOH dalam 900 mL akuades), tabung ditutup rapat, kemudian tabung dibolakbalik selama 5 menit. Tahap selanjutnya, campuran dibiarkan sampai terjadi
pemisahan fase. Sebanyak 2/3 fase organik yang terbentuk diambil dan
dimasukkan ke dalam botol sampel GC untuk dianalisa (Sasser, 1990). Analisa
dilakukan menggunakan perangkat MIDI Sherlock System (Agilent, USA) dan
standar campuran FAME yang direkomendasikan oleh produsen perangkat analisa
tersebut. Analisa FAME dilakukan di Laboratorium Center of Ecellence
Indigenous Biological Resources-Genome Studies (CoE IBR-GS), FMIPA
Universitas Indonesia, Depok.
f. Bioesei produksi VOCs dan aktivitas penghambatannya terhadap
kultur R. solanacearum. Kemampuan produksi VOCs isolat bakteri endofit
G053 diuji menggunakan teknik cawan terbagi (divided petri plate) sebagaimana
dipublikasikan oleh Fernando et al. (2005). TSA atau Kings B Agar (KBA)
masing-masing dituang ke dalam ruang pertama yang terdapat pada two
compartment petri plate, sedangkan SPA atau SPA yang mengandung 50 mg/mL
tetrazolium klorida (TZC) dituang ke dalam ruang kedua. Setelah media memadat,
pada permukaan media TSA tersebut digoreskan isolat bakteri endofit kemudian
diinkubasi pada suhu ruang dalam keadaan gelap. Sepuluh hari setelah diinkubasi
dan bakteri endofit telah tumbuh subur di permukan media, pada permukaan
media SPA atau SPA+TZC digoreskan R. solanacearum selanjutnya cawan
ditutup kembali, di-seal menggunakan plastic wrap, dan selanjutnya diinkubasi
pada suhu ruang dan gelap selama 7 hari. Sebagai kontrol, isolat bakteri endofit
dan patogen ditumbuhkan dengan cara yang sama tetapi pada three compartment
petri disk. Ruang ketiga diiisi dengan serbuk arang aktif steril pada waktu yang
bersamaan dengan inokulasi R. solanacearum. Arang aktif tersebut berfungsi
sebagai penjerap VOCs yang dihasilkan oleh isolat yang diuji (G053). Cawan
kontrol diinkubasi dengan cara yang sama dengan cawan perlakuan
28
Pengamatan motilitas dan morfologi
Pengamatan motilitas dan morfologi koloni dan sel isolat G053 dan G062
dilakukan terhadap biakan yang tumbuh pada media TSA atau TSB. Motilitas sel
diamati menggunakan teknik preparat tetes gantung dibawah mikroskop medan
terang (Olympus CH20BIMF200). Morfologi koloni yang diamati meliputi
bentuk, warna, elevasi, serta konsistensi. Pengamatan morfologi dan ukuran sel
dilakukan terhadap sel yang berasal dari kultur cair berumur 24 jam. Media TSB
yang baru diinokulasi dikirim ke Bagian Zoologi, Pusat Penelitian Biologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong untuk diamati menggunakan
mikroskop elektron payar (JEOL, JSM-5310 LV) pada keesokan harinya.
Preparasi sampel dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : sampel difiksasi
dalam bufer cacodilat dan glutaraldehid, didehidrasi secara bertahap
menggunakan alkohol, kemudian dikering bekukan (freeze dried). Specimen yang
telah kering tersebut ditempelkan pada permukaan stub, selanjutnya dilapis
dengan emas 400 A◦ (Goldstein 1992) dengan menggunakan perangkat Eico I -B2
ion coater.
Identifikasi Komponen VOCs dan
Pengaruhnya terhadap R. solanacearum dan Planlet Kentang
Trapping dan identifikasi komponen VOCs G053
Satu lup isolat G053 diinokulasikan ke 5 ml TSB, diinkubasi di inkubator
bergoyang pada 100 rpm pada suhu ruang. Setelah 24 jam, kultur tersebut
diinokulasikan ke dalam 500 mL TSB steril dalam erlenmeyer 2 L. Erlenmeyer
ditutup dengan sumbat karet steril yang telah dipasangi dua pipa gelas berbentuk
huruf L. Ujung luar pipa pertama disambungkan ke mesin aerator melalui filter
millipore (PTFE) 0.22 µL, glass wool, dan karbon aktif dengan menggunakan
selang silicon. Ujung luar pipa kedua dihubungkan menggunakan selang silikon
ke filter millipore (PTFE) 0.22 µL dan pangkal pipet kaca yang ujungnya
dimasukkan ke dalam heksan selama proses trapping VOCs (Lampiran 5). Pada
sepuluh hari pertama inkubasi, mesin aerator dimatikan, tetapi 5 hari terakhir
aerator dinyalakan untuk mendorong VOCs ke dalam heksan. Komposisi VOCs
yang terkandung dalam heksan dianalisa menggunakan perangkat GC MS
(Agilent Technologies 7890A Gas Chromatograph with auto sampler and 5975C
Mass Selective Detector). GC MS dioperasikan dengan kondisi: impact ionization
mode, 70 eV, suhu injeksi 260ºC, suhu sumber ion 230 ºC, suhu interface 280 ºC,
suhu quadrupole 140 ºC, dan aliran kolom 0.9 mLmenit-1. Kolom kapilernya
yang digunakan pada analisa ini adalah HP Innowax 30m x 0.25mm x 0.25 µm
film thickness. Suhu oven yang digunakan adalah: 80ºC pada 5 menit pertama.
Suhu oven selanjutnya ditingkatkan 5ºC/menit sampai tercapai suhu 200ºC selama
5 menit. Akhirnya suhu dinaikkan 10ºC/ menit sampai mencapai 220ºC dan
dipertahankan selama 6 menit.
Uji pengaruh VOCs terhadap produksi EPS oleh R. solanacearum
Kandungan EPS pada kultur Rs yang tidak terpapar dan terpapar VOCs atau
komponen utama VOCs dibandingkan dengan prosedur sebagai diuraikan berikut
ini. Lima mikroliter suspensi R. solanacearum diinokulasikan ke permukaan SPA
29
pada ruang II pada two compartment petri disk. Sebagai pembanding, ruang I
diisi kertas serap steril yang telah ditetesi 1 mL metil eugenol murni bersamaan
dengan waktu inokulasi Ralstonia solanacearum (Rs) atau diiisi dengan media
TSA dan digores dengan isolat endofit 10 hari lebih awal dari inokulasi
R.solanacearum. Cawan ditutup kembali dengan rapat dan di-seal menggunakan
plastic wrap untuk mencegah keluarnya senyawa volatil. Cawan cawan tersebut
diinkubasi selama 10 hari pada suhu ruang dan kondisi gelap dan kemudian
dipanen biomasa sel R. solanacearum-nya. Sebanyak 2 mL akuades ditambahkan
ke dalam tabung berisi biomasa sel R. solanacearum kemudian divorteks
berulang-ulang dengan kuat sampai membentuk suspensi dan tidak terlihat lagi
gumpalan biomasa R.solanacearum. Suspensi disentrifuse pada 10000 rpm selama
10 menit. Pellet sel dikeringkan pada suhu 50ºC sampai diperoleh berat yang
konstan (±2 hari). Supernatan yang mengandung EPS dipindahkan ke dalam
wadah yang baru selanjutnya ditambah dengan etanol sebanyak 3 kali volume.
Campuran tersebut disimpan pada freezer selama semalam, kemudian disentrifuse
pada 10000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, sedangkan pellet EPS
yang terbentuk dilarutkan kembali dalam akuades sebelum diukur kadar EPS-nya
menggunakan metode fenol-asam sulfat sebagaimana yang dipublikasikan oleh
Dubois et al. (1956).
Uji pengaruh VOCs terhadap munculnya gejala layu bakteri pada planlet
Isolat bakteri G053 ditumbuhkan dalam tabung reaksi kecil berisi agar TSA
miring. Inokulasi TSA miring tersebut dilakukan secara aseptis pada posisi tabung
terletak dalam suatu botol kultur kultur jaringan steril sehingga dinding luar
tabung reaksi tidak tersentuh oleh tangan dan terjaga sterilitasnya. Tabung reaksi
berisi kultur miring isolat G053 tersebut diinkubasi selama 10 hari pada suhu
ruang dan gelap dalam tabung kultur jaringan yang tertutup sebelum dipindahkan
ke dalam botol kultur jaringan yang berisi 3 planlet (umur 2 minggu). Planlet
diinkubasi kembali selama 4 hari, kemudian sebanyak 100 µL suspensi R.
solanacerum (± 107 sel/mL di dalam akuades steril) atau akuades steril (sebagai
perlakuan kontrol) diteteskan ke media MS di sekitar akar plantlet. Planlet
diinkubasi lagi sambil diamati timbulnya gejala layu selama selama 2 minggu
setelah inokulasi patogen.
Penyimpanan Isolat
Isolat murni yang diperoleh diremajakan dan diperbanyak pada media TSA.
Kultur padat isolat bakteri endofit yang tidak patogenik terhadap planlet kentang
(119 isolat) yang telah diremajakan (umur 48-72) jam diambil menggunakan lup
inokulasi kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah berisi 750
µL gliserol 40% steril. Tabung eppendorf tersebut ditutup rapat, diberi label dan
selanjutnya divortex dengan kuat supaya terbentuk suspensi sel yang merata
sebelum disimpan pada suhu -20⁰C. Penyimpanan jangka panjang juga dilakukan
terhadap 4 isolat yang terpilih pada tahap seleksi awal (G053, G062, G0196, dan
L-12). Keempat isolat terpilih tersebut juga disimpan untuk jangka panjang
dengan teknik liofilisasi (freeze drying).
Download