20. Kadar sFlt-1 - Fetomaternal Denpasar

advertisement
TESIS
SOLUBLE FMS-LIKE TYROSINE KINASE-1 SEBAGAI FAKTOR
RISIKO ABORTUS IMINENS
Oleh :
ANAK AGUNG GEDE RAKA BUDAYASA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KONSULTAN
FETOMATERNAL BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH
DENPASAR
2013
1
SOLUBLE FMS-LIKE TYROSINE KINASE-1 SEBAGAI FAKTOR
RISIKO ABORTUS IMINENS
Tesis untuk memperoleh Gelar Konsultan Fetomaternal
Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsultan Fetomaternal
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
Oleh :
ANAK AGUNG GEDE RAKA BUDAYASA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KONSULTAN
FETOMATERNAL BAGIAN/SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH
DENPASAR
2013
2
LEMBAR PERSETUJUAN
Tesis
SOLUBLE FMS-LIKE TYROSINE KINASE-1 SEBAGAI FAKTOR
RISIKO ABORTUS IMINENS
Oleh
:
Anak Agung Gede Raka Budayasa
Tesis ini telah disetujui untuk dipresentasikan
Pada tanggal : .................................
Pembimbing I
Prof. Dr, Made Kornia Karkata SpOG (K)
Pembimbing II
Dr. TGA Suwardewa, SpOG (K)
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KONSULTAN
FETOMATERNAL BAGIAN/SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH
DENPASAR
2013
3
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini telah Diuji dan Disetujui
Pada Tanggal : ......................................
Pembimbing I
Prof.. dr. Made Kornia Karkata, SpOG (K)
Pembimbing II
Dr. TGA Suwardewa, SpOG (K)
Ketua Divisi Pendidikan Dokter Konsultan Fetomaternal
Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsultan Fetomaternal Bag/SMF Ilmu
Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP
Sanglah Denpasar
Prof.DR.Dr I Gede Putu Surya, SpOG (K)
Ketua Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar
Prof. DR. Dr. Ketut Suwiyoga, SpOG (K)
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa karena atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Dokter
Konsultan Fetomaternal di Bagian Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar.
Dengan selesainya tesis ini perkenankanlah kami mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Ketua Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar, Prof. DR. Dr. Ketut
Suwiyoga, SpOG (K), atas segala dorongan dan bimbingan selama kami
mengikuti pendidikan.
2.
Kepala Divisi Fetomaternal
Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar ,
Dr. TGA Suwardewa, SpOG(K) atas bimbingan dan perhatiannya selama kami
mengikuti pendidikan konsultan.
3.
Ketua
Program
Pendidikan
Dokter
Spesialis
Konsultan
Fetomaternal
Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar, Prof. DR. Dr. IGP Surya, SpOG(K)
atas bimbingan dan arahannya
5
4.
Pembimbing, Prof. Dr. Made Kornia Karkata, SpOG (K) atas segala
bimbingannya mulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian
tesis ini
5.
Seluruh Staf Divisi Fetomaternal Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar atas
segala bimbingannya selama menempuh pendidikan konsultan maupun dalam
penyelesaian tesis ini.
6.
Direktur Utama Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Dr. I Wayan Sutarga, MPHM,
atas segala fasilitas yang diberikan selama kami mengikuti pendidikan konsultan.
7.
Direktur Rumah Sakit Umum Sanjiwani Gianyar, Dr Gusti Ngurah Swastika,
MPH
8.
Pembimbing statistik Drs. I Ketut Tunas atas bimbingan dan arahan khususnya
pada analisa statistik.
9.
Laboratorium Prodia Denpasar atas kerjasama dan dukungannya yang diberikan
dalam menunjang penyelesaian tesis ini.
10. Rekan-rekan sejawat dokter PPDS II Feto Maternal
Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, atas segala bantuan dan kerjasamanya sehingga
pelaksanaan penelitian berjalan lancar dan tesis ini dapat diselesaikan.
11. Ayahanda tercinta (almarhum) Anak Agung Gede Agung dan Ibunda Anak
Agung Anom Murti , yang telah mendidik dan membesarkan kami sehingga
dapat mengenyam pendidikan sampai saat ini.
6
12. Istri dan anak-anak tercinta, dr. Anak Agung Ayu Dewi Anjani, Anak Agung
Puteri Indira Rajani, Anak Agung Puteri Litha Satyarini, Anak Agung Puteri
Listya Saraswati, Anak Agung Bagus Damar Negara , Anak Agung Bagus
Wijaya Tanu, yang dengan penuh pengertian mendampingi kami selama
mengikuti pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsultan
Fetomaternal Bagian / SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar
13. Seluruh pasien di SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD
Sanjiwani Gianyar, khususnya pasien-pasien yang telah menjadi sampel
penelitian ini atas kepercayaannya dan keihklasannya berperan serta dalam
penelitian ini
Akhirnya perkenankanlah kami mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, yang telah
membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa memberikan
berkat kepada semua pihak yang dengan ikhlas membantu terselesainya tesis ini.
Penulis
7
RINGKASAN
Faktor angiogenik sebelumnya belum banyak dievaluasi peranannya dalam
komplikasi kehamilan dini. Vaskularisasi abnormal plasenta dengan kerusakan
oksidatif yang meningkat adalah gambaran umum dari preeklampsia, gangguan
pertumbuhan janin akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini . Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kadar serum sFlt-1 rendah
merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminens.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode kasus –kontrol
untuk mengetahui apakah kadar sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko abortus
iminens. Kasus adalah ibu hamil dengan klinis abortus iminens umur kehamilan 6-10
minggu, sedangkan kontrol adalah ibu hamil normal umur kehamilan 6-10 minggu.
Pengambilan sampel darah ibu diambil dan dilakukan penyimpanan di laboratorium
pada suhu -70°C sampai jumlah sampel terpenuhi. Pemeriksaan dilakukan dengan
Eliza memakai mesin Roche Eleccys dengan nilai deteksi minimal 10 pg/ml. Luaran
utama yang ingin diketahui adalah apakah kadar sFlt-1 yang rendah merupakan faktor
risiko abortus niminens.
Penelitian dilakukan di RSUD Sanjiwani Gianyar . Pasien adalah ibu hamil yang
datang ke Poliklinik atau UGD Kebidanan atau rujukan dari spesialis. Penelitian ini
meliputi 37 kasus abortus iminens umur kehamilan 6-10 minggu berdasarkan haid
atau USG. Dari karakteristik pasien tidak didapatkan perbedaan bermakna mengenai
umur ibu, riwayat abortus, BMI dan umur kehamilan pada kelompok kasus maupun
kontrol. Rerata kadar sFlt-1 pada kelompok abortus iminens adalah 784,89 pg/ml
dan pada kelompok kontrol adalah 1191,67 pg/ml. Rasio odds kadar sFlt-1 yang
rendah pada abortus iminens dibandingkan dengan kontrol adalah 3,5 kali (RO 3,524
IK95% 1,292 – 9,612, p=0,012), artinya kadar serum sFlt-1 rendah 3,5 kali lebih
sering ditemukan pada abortus iminens dibandingkan kehamilan normal.
Kesimpulan penelitian adalah kadar sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko 3,5
kali lebih tinggi untuk menjadi abortus iminens dibandingkan dengan kehamilan
normal
8
ABSTRAK
Latar Belakang : Vaskularisasi abnormal plasenta dengan kerusakan oksidatif yang
meningkat adalah gambaran umum dari pre-eklampsia, gangguan pertumbuhan janin
akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini. Faktor angiogenik belum
banyak dievaluasi peranannya dalam komplikasi kehamilan awal
Tujuan : untuk mengetahui apakah kadar sFlt-1 rendah merupakan risiko terjadinya
abortus iminens.
Metode penelitian : Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus-kontrol. Sebanyak
37 orang kasus abortus iminens umur kehamilan 6-10 minggu dan 45 kontrol
dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar serum sFlt-1. Pemeriksaan
kadar serum sFlt-1 dikerjakan di Laboratorium Prodia Jakarta. Data yang terkumpul
dilakukan pengujian normalitas data dan dilakukan analisa uji perbedaan dengan tindependent sample test.
Hasil : Rerata kadar sFlt-1 pada kelompok abortus iminens adalah 784,89 pg/ml dan
pada kelompok kontrol adalah 1191,67 pg/ml. Rasio odds kadar sFlt-1 rendah
terhadap kejadian abortus iminens adalah 3,5 kali (RO 3,524 IK95% 1,292 – 9,612,
p=0,012)
Simpulan : kadar serum sFlt-1 yang rendah merupakan risiko terjadinya abortus
iminens.
Kata kunci : Abortus iminens, kadar serum sFlt-1, kehamilan normal.
9
ABSTRACT
Background : Abnormal placentation with increased oxidative damage is a general
overview of pre-eclampsia, fetal growth retardation due to placental insufficiency and
early pregnancy failure. Angiogenic factors has not been widely evaluated its role in
early pregnancy complications
Purpose: to determine whether there are low levels of sFlt-1 a risk factor for
miscarriage.
Methods: This study was conducted using a case-control study. A total of 37 cases
of threatened abortions at 6-10 weeks gestation comparing with 45 normal
pregnancies, done the blood test for serum levels of sFlt-1. Examination of serum
levels of sFlt-1 is done at Prodia Laboratory Jakarta. The collecting data were
analyzed for normality and differences test with independent sample t-test.
Results: Means levels of sFlt-1 in threatened abortios was 784,89 pg/ml and in
control groups was 1191,67 pg/ml. Odds ratio of low levels of sFlt-1 for the incidens
of threatened abortion was 3,5 (OR 3,524 CI95% 1,292 – 9,612, p=0,012)
Conclusion: the low levels of sFlt-1 as a risk factor for threatened abortion.
Keywords: threatened abortion, serum levels of sFlt-1, normal pregnancy.
10
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................iii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv
RINGKASAN ......................................................................................................vii
ABSTRAK ...........................................................................................................viii
ABSTRACT .........................................................................................................ix
DAFTAR ISI .........................................................................................................x
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiv
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xv
DAFTAR BAGAN ...............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvi
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………...... 1
Latar Belakang ……………1
1.1
1.2
Rumusan Masalah …………………………………………...…....5
1.3
Tujuan Penelitian ……………………………………………....... 5
1.4
1.3.1
Tujuan umum ……………………………………............ 5
1.3.2
Tujuan khusus ………………………………………........5
Manfaat Penelitian …………………………………………......... 6
1.4.1
Manfaat bagi ilmu pengetahuan ……………..…………... 6
1.4.2
Manfaat bagi pelayanan……………………..………….....6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………….......................... 7
2.1
Abortus Iminens …………………………………...……………...7
2.2
Penyebab Abortus Iminens ……...….. …………………………...8
11
2.3
Patofisiologi ………………...…………………………………...12
2.4
Plasentasi Abnormal ………. ………………………..…………..19
2.5
Peranan Angiogenik dan Anti Angiogenik ……………………...20
BAB III. KERANGKA PENELITIAN ……………………………………….....25
3.1
Kerangka Berpikir …………………………………………….....27
3.2
Kerangka teori …………………………………………………....28
3.3
Kerangka konsep………………………………………………....28
3.4
Hipotesis Penelitian ………………………………………….......29
BAB IV. METODE PENELITIAN …………………………………………..... 30
4.1
Rancangan Penelitian …………………………………………....30
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………....... 31
4.3
4.2.1
Lokasi penelitian …………………………………….......31
4.2.2
Waktu penelitian ……………………………………...... 31
Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………... 31
4.3.1
Populasi penelitian ……………………………………... 31
4.3.2
Sampel penelitian ……………………………………......31
4.3.3
Pemilihan sampel………………………………………...32
4.3.4 Penghitungan besar sampel ………………….................32
4.4
Variabel Penelitian ………………………………………….......33
4.5
Alur Penelitian………………. ……………………………….....35
4.6
Prosedur Pemeriksaan …………………………………………..38
4.7
Analisis Data ……………………………………………….........39
BAB V. HASIL PENELITIAN ............................................................................40
5.1
5.3
Karakteristik Sampel Penelitian ...................................................40
Rasio odds Kadar sFlt-1 Rendah Pada Abortus Iminens
Dibandingkan Kehamilan Normal ...............................................
12
41
BAB VI. PEMBAHASAN ...................................................................................42
6.1
Karakteristik Subyek ....................................................................42
6.2
Rasio odds Kadar sFlt-1 Rendah Pada Abortus Iminens
Dibandingkan Kehamilan Normal ................................................43
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................46
7.1
Simpulan .......................................................................................46
7.2
Saran ..............................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................47
LAMPIRAN ..........................................................................................................50
13
DAFTAR SINGKATAN
HSP70
: Heat Shock Protein 70
hCG
: Human Chorionic Gonadotrophin
sFlt-1
: Soluble Fms Like Tyrosine-1
VEGF
: Vascular Endothelial Growth Factor
PlGF
: Placental Growth Factor
TF
: Tissue Factor
C5a
: Complement 5a
uNK
: Uterine Natural Killer Cell
VEGFR
: Vascular Endothelial Growth Factor Receptor
OFRs
: Oxydative Free Radicals
EPL
: Early Pregnancy Loss
Th1/Th2
: T Lymphocyte Helper 1 / 2
Ang
: Protein Angiopoietin
KDR
: Kinase Domain Region
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Permukaan uteroplasenta awal dan akhir trimester satu ……….15
Gambar 2.2
Efek
dari
syncytiotrophoblastik
oxidative
stress
terhadap
abortus…....................................................................................17
Gambar 2.3
Scatter plot tingkat sirkulasi reseptor serum soluble VEGF 1
(sFlt-1) pada berbagai kelompok wanita ………………………....25
15
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1
Algoritma Kerangka Teori .................................................................29
Bagan 3.2
Algoritma Kerangka Konsep..............................................................29
Bagan 4.1
Bagan Alur Penelitian.........................................................................37
16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Anggaran Penelitian ……………………………………………..54
Lampiran 2
Informed Consent ………………………………………………..57
Lampiran 3
Formulir Persetujuan ……………………………………………59
Lampiran 4
Formulir Penelitian ………………………………………………60
Lampiran 5
Data Responden .................................................................. ..............62
Lampiran 6.
Data Perhitungan Statistik ..................................................................66
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gangguan kehamilan yang berhubungan dengan patologi
plasenta merupakan
iminens, missed abortion, abortus komplit, keguguran berulang dan insufisiensi
plasenta yang disertai maupun tidak dengan
hipertensi dalam kehamilan,
mempengaruhi lebih dari 30% kehamilan klinis pada manusia. Gangguan plasenta ini
jarang ditemukan pada spesies mamalia lainnya (Jauniaux dkk, 2006).
Proses plasentasi pada manusia dicirikan oleh sifat invasif dari hasil konsepsi
yang masuk kedalam endometrium uterus ibu dan miometrium superfisial disertai
oleh remodeling
ujung arteri spiralis ibu. Pada kehamilan normal, tahap awal
perkembangan janin berlangsung dalam suatu lingkungan oksigen (O2) rendah.
Hipoksia fisiologis ini melindungi janin dari efek buruk dan teratogenik radikal
bebas O2. Gradien O2 yang stabil antara desidua uterus ibu dan jaringan feto-plasenta
juga merupakan faktor penting dalam diferensiasi dan migrasi trofoblast,
perkembangan vili normal dan angiogenesis (Jauniaux dkk, 2003).
Penelitian oleh Jauniaux dkk. (2003)
telah ditunjukkan bahwa pada
kehamilan normal ada stres oksidatif fisiologis dalam jaringan plasenta pada
kehamilan sekitar 9-10 minggu yang dibuktikan dengan peningkatan aktivitas Heat
Shock Protein (HSP70), sebagai protein petanda adanya stress oksidatif, terutama di
18
pinggiran plasenta primitif . Perubahan vili yang diamati di pinggiran plasenta selama
pembentukan membran janin identik dengan yang ditemukan pada kasus missed
abortion, yang menunjukkan adanya reaksi umum terhadap stres oksidatif . Missed
abortion
didiagnosis dengan ultrasonografi
berdasarkan tidak adanya aktivitas
jantung janin setelah lima minggu usia kehamilan atau adanya kantong kehamilan
yang kosong. Abortus iminens didiagnosis dengan adanya janin tumbuh normal
ditemukan pada pemeriksaan USG disertai dengan
perdarahan vagina. Abortus
iminens berhubungan dengan stres oksidatif fokal pada plasenta dan hal ini akan
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kehamilan lainnya seperti keguguran,
kelahiran prematur dan ketuban pecah dini (Muttukrisna dkk, 2011 ; Jauniaux dkk,
2003).
Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi dapat mengubah sintesis berbagai
protein plasenta. Konsentrasi serum hCG ibu mencapai puncak menjelang akhir
trimester pertama dan kondisi pengoksidasi akan meningkatkan pembentukan subunit protein in vitro. Data terakhir menunjukkan hubungan antara konsentrasi O2
intrauteri dengan konsentrasi inhibin A dan sFlt-1 pada kehamilan awal, dan hal
menunjukkan bahwa protein plasenta spesifik mungkin tergantung dengan
konsentrasi O2 intrauteri (Jauniaux dkk, 2000).
Pada kegagalan kehamilan dini, perkembangan pertemuan placento-desidua
mengalami gangguan
cukup berat yang
menyebabkan aliran darah ibu yang
mengalir terus menerus ke dalam plasenta dan bersamaan juga dengan adanya stres
oksidatif di dalam plasenta dapat menyebabkan degenerasi jaringan.
19
Masuknya
darah yang berlebihan di dalam plasenta ibu tidak berhubungan dengan karyotype
janin. Lebih dari dua-pertiga kasus missed abortion menunjukkan bukti anatomis
bahwa ada plasentasi yang terganggu yang ditandai dengan adanya pengurangan
invasi sitotrofoblas ke dalam endometrium , berkurangnya transformasi arteri spiralis
dan adanya penyumbatan arteri spiralis yang tidak lengkap. Angiogenesis ini ditandai
dengan meningkatnya permeabilitas vaskuler, proliferasi dan migrasi sel endotel . Hal
ini diatur oleh berbagai faktor pro dan anti-angiogenik, angiopoietins dan matriks
metalloproteinase. Faktor anti-angiogenik dan pro-angiogenik telah diketahui
memainkan peran penting dalam patofisiologi pre-eklampsia (PE) . Soluble Fms-like
Tyrosine Kinase (sFlt-1) adalah
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF,
Vascular Endothelial Growth Factor) reseptor 1 yang larut dalam aliran darah.
Soluble Fms-like Tyrosine Kinase (sFlt-1)
mengikat faktor pertumbuhan
proangiogenik VEGF dan plasenta (PlGF, Placental Growth Factor), dengan
demikian hal ini akan menekan fungsi mereka. Faktor pertumbuhan angiogenik
VEGF dan PlGF telah diselidiki secara ekstensif dalam perkembangan pembuluh
darah plasenta normal dan abnormal (Muttukrisna dkk, 2011).
Penelitian mendapatkan bahwa kadar serum sFlt-1 dan PlGF lebih rendah
masing-masing 88% dan 44% pada abortus iminens
yang menjadi abortus
dibandingkan dengan kasus abortus iminens yang kehamilannya berlanjut. Pada
kehamilan normal sFlt-1 akan meningkat 10 kali lipat pada kehamilan 6-10 minggu
dibandingkan kadarnya pada siklus mentruasi fase sekresi. Hal ini membuktikan
bahwa unit feto plasenta merupakan sumber utama molekul ini pada kehamilan awal.
20
Kadar PlGF juga meningkat, tetapi cuma dua kali lipat. Jadi pemeriksaan sFlt-1 lebih
sensitif
sebagai
prediktor
kelangsungan
kehamilan
pada
abortus
iminens
dibandingkan dengan PlGF. Pada penelitian yang lain juga didapatkan kadar serum
sFlt-1 lebih rendah pada kehamilan trimester pertama yang kemudian menjadi
kematian janin intra uteri dibandingkan yang tidak (Muttukrisna dkk, 2011; Romero
dkk, 2010).
Selama ini beberapa petanda serum yang sering dipakai dalam penilainan
kehamilan muda terutama kemampuannya dalam memprediksi kelangsungan
kehamilan maupun untuk menentukan lokasi kehamilan. Salah satunya adalah
pemeriksaan serum β hCG. Peningkatan kadar serum dua kali (doubling time)
umumnya dipakai dalam analisis kelangsungan kehamilan. Dikatakan normal apabila
kadar serum meningkat 66% lebih dalam 48-72 jam. Tetapi pemeriksaan β hCG ini
mempunyai beberapa kelemahan, termasuk variasi harian kadar β hCG, kesukaran
untuk interpretasi tentang nilai normal pada umur kehamilan tertentu dan waktu paruh
yang panjang. Pada 15% kasus kehamilan intra uteri yang sehat tidak didapatkan
peningkatan kadar 66% dalam 48-72 jam dan 13% kasus kehamilan ektopik
didapatkan kenaikan kadar serum β hCG melebihi 66% dalam 2 hari dan pada
kehamilan ektopik awal 64% didapatkan peningkatan normal kadar BHCG.
Penurunan kadar HCG sampai normal memerlukan waktu yang panjang hampir 4-6
minggu (Miller D, 2008).
Penggunaan kadar serum progesteron selama ini yang umum dipakai dalam
memperkirakan luaran kehamilan. Kelebihannya adalah harganya murah dan
21
kadarnya yang sedikit berubah sesuai peningkatan umur kehamilan pada kehamilan
muda. Dengan menggunakan nilai batas 10 ng/ml didapatkan sensitifitas kadar serum
progesteron dalam memperkirakan kejadian abortus adalah 69,2%. Hampir 33%
abortus spontan ternyata mempunyai kadar serum progesteron lebih 10 ng/ml.
(Jufairy,2000).
Faktor angiogenik sebelumnya belum banyak
komplikasi kehamilan dini. Vaskularisasi
abnormal
dievaluasi peranannya dalam
plasenta dengan kerusakan
oksidatif yang meningkat adalah gambaran umum dari pre-eklampsia, gangguan
pertumbuhan janin akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini . Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah kadar sFlt-1 rendah merupakan
faktor risiko abortus iminens.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka pertanyaan penelitian adalah apakah kadar
sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminens?
Tujuan Penelitian
1.2.1
Tujuan umum
Untuk mengetahui peranan kadar sFlt-1 pada kehamilan muda (6-10 minggu).
1.2.2
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui kadar serum sFlt-1 pada abortus iminens.
2. Mengetahui kadar serum sFlt-1 pada kehamilan normal.
22
3. Mengetahui bahwa kadar sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko abortus
iminens.
1.3 Manfaat Penelitian:
1.3.1
Manfaat bagi ilmu pengetahuan :
Bila hasilnya sesuai hipotesis maka dapat dibuktikan bahwa protein angiogenesis
berperanan pada proses etiopatogenesis abortus.
1.3.2
Manfaat bagi pelayanan
1. Sebagai dasar pencegahan / penanganan dengan memberikan terapi
dengan obat yang bisa mempengaruhi protein angiogenesis untuk
mencegah abortus.
2. Sebagai prognostik pada kehamilan dengan abortus iminens untuk
menentukan kemungkinan kelangsungan kehamilan
23
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Abortus Iminens
Definisi abortus adalah terhentinya kehamilan dengan janin hidup atau mati,
yang disertai atau tidak pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan ≤ 20 minggu atau
berat badan janin ≤ 500 gram . Abortus merupakan salah satu komplikasi obstetri
yang paling sering dijumpai pada wanita hamil. Diperkirakan 20 sampai 25% dari
seluruh wanita hamil ditemukan gejala perdarahan atau ancaman abortus pada
trimester pertama dan sekitar 50% diantaranya akan berakhir dengan abortus. Lebih
80% abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu. Abortus sebelum usia
kehamilan 12 minggu disebut keguguran awal (early pregnancy loss). (Cuningham
dkk, 2010 ).
Perdarahan bercak
sangat sering ditemukan
dan terjadi
pada
25%
kehamilan kurang 20 minggu. Perdarahan dan nyeri yang menyertai ancaman
keguguran (abortus iminens) biasanya tidak terlalu berat. Abortus iminens jarang
bermanifestasi dengan perdarahan vagina yang berat. Seringkali perdarahan bersifat
sementara dan berhenti sendiri. Hal ini
mungkin disebabkan karena perbaikan
implantasi trofoblas dalam jaringan desidua endometrium (Muttukrisna dkk, 2011).
24
Lebih kurang setengah wanita dengan abortus iminens akan menjadi abortus dan
sisanya terus berlanjut sampai kehamilan viabel. Sekitar 15% kehamilan
akan mengalami abortus spontan dan 75% kejadian abortus ini
klinis
terjadi pada 8
minggu pertama kehamilan. Tingkat keguguran diperkirakan 2-3 kali lebih tinggi
dengan kehamilan yang sangat awal dan seringkali secara klinis belum diketahui
(Cunningham dkk, 2010).
2.2 Penyebab Abortus Iminens
Perdarahan pada trimester pertama dengan atau tanpa hematom subkorionik
berhubungan dengan reaksi inflamasi kronik pada desidua yang menyebabkan uterus
berkontraksi. Duapertiga kasus abortus terjadi akibat kelainan pada plasenta terutama
akibat kegagalan invasi sitotrophoblast pada lumen arteri spiralis. Adanya perdarahan
subkorionik pada abortus iminens berhubungan dengan insiden abortus spontan.
Abortus iminens dipertimbangkan sebagai bagian yang terpisah dari abortus lainnya
karena berasal dari pendarahan fokal pada bagian perifer dari plasenta yang sedang
terbentuk. Pendarahan ini terjadi pada saat pembentukan membran dan dapat
menyebabkan abortus komplit bila hematom meluas ke bagian plasenta yang definitif
(Jauniaux dkk, 2006).
Sebagai penyebab abortus iminens adalah sebagai berikut:
1. Faktor embrio, biasanya akibat kelainan kromosom meliputi hampir 75%
kejadian abortus trimester pertama.
25
2. Faktor ibu seperti penyakit ginjal, diabetes melitus, penyakit infeksi akut,
trauma dan kelainan sistem reproduksi mioma uterus dan kelainan uterus.
Peran reaksi oksidatif pada plasenta akan menyebabkan kelainan
plasenta itu
sendiri. Sekarang terdapat bukti yang jelas bahwa abortus merupakan kelainan
plasentasi. Pada dua pertiga kasus abortus, terdapat bukti anatomis adanya defek pada
plasentasi, yang memiliki karakteristik lapisan trofoblas yang lebih tipis maupun
berfragmentasi, kurangnya invasi endometrium oleh trofoblas dan sumbatan ujung
arteri spiralis yang tidak sempurna. Hal ini mengakibatkan tidak adanya perubahan
fisiologis pada sebagian besar arteri spiralis dan menyebabkan onset prematur
sirkulasi maternal pada plasenta (Jauniaux dkk, 2006).
Keguguran berulang terjadi pada 1% sampai 3% pasangan. Wanita keguguran
berulang terkadang memerlukan pemeriksaan yang mahal dan lama untuk
mengidentifikasi penyebabnya, tetapi sering penyebabnya tidak jelas bisa diketahui.
Pada 50% sampai 60% kasus tidak bisa dibuktikan dengan jelas penyebab kelainan
genetik, anatomi, endokrin, dan infeksi janin sebagai penyebab kegagalan kehamilan
ini.
Penelitian observasional membuktikan adanya hubungan antara komplikasi
kehamilan dengan angiogenesis dan trombosis pada pembuluh darah plasenta yang
mengalami gangguan (Jauniaux dkk, 2006).
Menggunakan model tikus dengan keguguran spontan berulang
menunjukkan gambaran
yang
keguguran berulang dan pertumbuhan janin terhambat,
26
telah diidentifikasi faktor jaringan (TF: Tissue Factor) berperan penting
dalam
terjadinya kerusakan plasenta dan janin. Pada penelitian sebelumnya telah
ditunjukkan bahwa C5a melepaskan molekul angiogenik sFlt-1 didalam sel monosit
yang mengakibatkan gangguan pembentukan plasenta dan kematian janin pada tikus.
Dalam penelitian itu dibuktikan bahwa tissue factor (TF) tidak hanya mengaktivasi
faktor pembekuan tetapi juga pengeluaran sFlt-1 yang mengakibatkan gangguan
pertumbuhan plasenta dan kematian janin. Blokade TF dengan monoclonal antibody
menghambat pengeluaran sFlt-1 , mencegah aktivasi patologis dari faktor
pembekuan, memperbaiki aliran darah plasenta, mencegah stres oksidatif pada
plasenta dan menjaga kelangsungan kehamilan (Calleja-Agius dkk, 2004 ; Redecha
dkk, 2009).
Penelitian juga menunjukkan bahwa pravastatin dengan downregulasi ekspresi
TF
pada monosit dan trofoblas, mencegah kerusakan plasenta dan memberi
perlindungan terhadap kehamilan pada tikus percobaan. Studi ini menunjukkan
bahwa TF merupakan mediator penting dalam kematian janin dan pertumbuhan
janin terhambat dan bahwa statin dapat menjadi pengobatan yang baik untuk wanita
dengan keguguran berulang dan pertumbuhan janin terhambat (PJT) (Pang dkk, 2011
; Redecha et al, 2009)
Adaptasi vaskuler desidua pada proses implantasi berperan penting dalam
keberhasilan kehamilan dan proses ini sudah dimulai sejak fase sekresi reseptif dalam
setiap siklus haid. Desidualisasi, remodeling vaskuler dan invasi sel imun merupakan
proses yang dominan pada minggu pertama pembuahan. Sel imun meningkat dari
27
8% dari total jumlah sel stroma saat siklus haid normal menjadi lebih dari 30% saat
kehamilan trimester pertama. Kurang lebih 70% dari sel leukosit ini adalah uterine
natural killer cell (uNK) dan 10% merupakan sel makrofag. Adaptasi vaskuler
meliputi vaskulogenesis, remodeling arteri, angiogenesis dan pembentukan pembuluh
darah baru. Angiogenesis bercirikan peningkatan permeabilitas vaskuler, proliferasi
dan migrasi sel endotel dan ini diatur oleh berbagai macam growth factor seperti
vascular endhothelial growth factor (VEGF) , placental growth factor (PlGF),
angiopoitins dan protease seperti membrane-type matrix metalloproteinase. Gangguan
pertumbuhan vaskuler merupakan penyebab penting abortus (Plaisier dkk , 2008).
Gen VEGF adalah gen yang paling awal yang diaktifkan saat embrio masa
praimplantasi dan VEGF dihasilkan oleh sel desidua ibu dan juga oleh sel blastokist
dan sel trophoblast. Protein VEGF merupakan inducer yang poten dari proses
angiogenesis dan berikatan dengan sFlt-1 (VEGFR-1) dan Kinase Domain Receptor,
KDR (VEGFR-2) yang mengakibatkan proliferasi sel endothel, migrasi sel dan
peningkatan permeabilitas vaskuler. KDR merupakan reseptor sentral VEGF dalam
proses angiogenesis, sementara sFlt-1 berperan sebagai faktor pendukung. Selama
kehamilan bentuk soluble dari Flt-1 juga terbentuk yang bisa membatasi aktivitas
VEGF. Placenta Growth Factor (PlGF) menunjukkan gambaran biokimia dan fungsi
seperti VEGF tetapi hanya berinteraksi dengan Flt-1. Placenta Growth Factor (PlGF)
dan VEGF mempunyai efek yang sinergis dalam angiogenesis, tetapi pembuluh darah
yang dipengaruhi oleh PlGF lebih matang dan lebih stabil dibandingkan pembuluh
darah yang dinduksi oleh VEGF saja (Mattukrisna dkk, 2011 ).
28
2.3 Patofisiologi
Gangguan kehamilan terkait plasenta adalah komplikasi
paling umum dari
kehamilan manusia. Secara kolektif, abortus komplit, missed abortion, keguguran
berulang, abortus iminens dan insufisiensi plasenta baik yang ada hubungannya
maupun tidak dengan adanya hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi lebih 30%
kehamilan. Gangguan plasenta ini jarang ditemukan pada spesies mamalia lainnya.
(Jauniaux dkk, 2006).
Proses plasentasi pada manusia dicirikan oleh sifat yang sangat invasif hasil
konsepsi yang masuk
dalam endometrium dan miometrium superfisial dan juga
oleh remodeling dari ujung arteri spiralis ibu. Pada kehamilan normal, tahap awal
perkembangan janin
berlangsung dalam suatu lingkungan (O2) oksigen rendah.
Hipoksia fisiologis ini melindungi janin terhadap efek buruk dan teratogenik radikal
bebas O2. Gradien O2 yang stabil antara desidua uterus ibu dan jaringan feto-plasenta
juga merupakan faktor penting dalam diferensiasi dan migrasi trofoblas,
perkembangan vili normal dan angiogenesis (Jauniaux dkk, 2006).
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pada kehamilan normal ada
stres oksidatif fisiologis dalam jaringan plasenta pada kehamilan sekitar 9-10 minggu
yang dibuktikan dengan peningkatan aktivitas HSP70 terutama di pinggiran plasenta
primitif . Perubahan vili diamati di pinggiran plasenta selama pembentukan membran
janin adalah identik dengan yang ditemukan pada kasus missed abortion
menunjukkan adanya mekanisme umum
29
karena
stres oksidatif . Klinis missed
abortion terlihat sebelum pengeluaran janin atau jaringan plasenta. Hal ini dapat
didiagnosis dengan ultrasonografi berdasarkan tidak adanya aktivitas jantung janin
setelah lima minggu usia kehamilan atau adanya kantung kehamilan yang kosong.
Abortus iminens didiagnosis dengan adanya janin tumbuh normal ditemukan saat
USG disertai dengan perdarahan vagina. Abortus iminens berhubungan dengan stres
oksidatif fokal pada plasenta definitif dan meningkatkan kemungkinan komplikasi
kehamilan seperti keguguran, kelahiran prematur dan ketuban pecah dini (Jarek
dkk, 2011 ; Muttukrisna dkk, 2011).
Plasentasi terjadi akibat infiltrasi difus pada endometrium dan sepertiga
miometrium oleh sel trofoblas ekstravilus. Plasenta manusia digolongkan sebagai tipe
hemokorial dengan trofoblas fetus direndam oleh darah ibu. Sebelumnya diperkirakan
sirkulasi plasenta intervillous dibentuk setelah satu minggu implantasi. Namun teori
ini di bantah oleh penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa sirkulasi intraplasenta
ibu sangat terbatas sebelum usia kehamilan 12 minggu. Data tersebut menunjukkan
bahwa selama trimester pertama, rongga intervilli plasenta yang sedang berkembang
dipisahkan dari sirkulasi uterus oleh sel-sel trofoblas yang menutupi arteri
uteroplasental (arteri spiralis). Pada akhir trimester pertama sel-sel trofoblas ini
hilang dan mengakibatkan darah ibu mengalir secara bebas ke ruang intervilli. Sel-sel
embrio dan plasenta sangat sensitif terhadap stres oksidatif karena berada dalam tahap
pembelahan sel yang cepat sehingga meningkatkan risiko pemaparan Oxydative Free
Radicals (OFRs) pada sel DNA (Deoxy Nucleic Acid). Sel-sel sinsitiotrofoblas pada
plasenta sangat sensitif tidak hanya karena merupakan lapisan sel terluar dari hasil
30
konseptus sehingga terpapar lingkungan dengan konsentrasi oksigen yang sangat
tinggi, namun karena ternyata sel-sel tersebut memiliki kadar enzim anti-oksidan
yang sangat rendah pada awal kehamilan. Sehingga risiko abortus meningkat pada
kehamilan dengan gangguan metabolisme maternal seperti pada ibu dengan diabetes
mellitus dimana terjadi peningkatan produksi OFRs. Hal ini akan meningkatkan
insiden abortus, vaskulopati dan kelainan struktural pada fetus, yang menunjukkan
bahwa hasil konseptus mamalia dapat mengalami kerusakan yang irreversibel akibat
stres oksidatif. Jadi asupan makan untuk embrio selama trimester pertama melalui
kelenjar endometrium yang langsung disekresi pada ruang intervili plasenta. Pada
akhir trimester pertama, sumbatan trofoblastik pada arteri spiralis dibuka secara
bertahap, sehingga meningkatkan aliran darah maternal kedalam ruang intervillier
secara bertahap pula. Selama fase transisi pada umur kehamilan 10-14 minggu, dua
pertiga dari plasenta primitif yang sudah terbentuk akan menghilang, kavitas
eksokoelomik hilang akibat pertumbuhan kantong amnion dan aliran darah maternal
meningkat secara bertahap pada seluruh bagian plasenta. Perubahan tersebut
memungkinkan darah maternal untuk mendekati jaringan fetus sehingga terjadi
pertukaran nutrien dan gas antara sirkulasi maternal dan fetus (Burton GJ dkk, 2001 ;
Jauniaux dkk, 2000; Jauniaux dkk, 2009).
31
Gambar 2.1 Permukaan uteroplasenta awal dan akhir timester satu (Jauniaux dkk,
2006)
Berdasarkan evaluasi sirkulasi plasenta pada berbagai masa kehamilan dengan
menggunakan Doppler, tidak ditemukan sinyal nonpulsatile yang menunjukkan aliran
darah maternal intraplasenta dalam rongga intervilli hingga umur kehamilan 10
minggu. Salah satu implikasi dari teori baru tersebut adalah bahwa kadar oksigen
dalam plasenta janin stadium awal sangat rendah dan meningkat ketika mendapatkan
aliran darah dari ibu. Sebaliknya pada kehamilan muda dengan komplikasi, terlihat
hipervaskularisasi pada plasenta jauh sebelum akhir trimester pertama dengan
pemetaan color flow. Pada kehamilan dengan komplikasi, invasi endometrium oleh
trofoblas ekstravilli sangat terbatas dibandingkan dalam keadaan normal. Pembatasan
(plugging) arteri spiralis yang tidak sempurna dan dapat menjadi faktor predisposisi
onset awal sirkulasi maternal. Jaringan plasenta memiliki enzim antioksidan dalam
konsentrasi rendah dan aktifitas rendah selama trimester pertama sehingga menjadi
sangat rentan terhadap kerusakan yang dimediasi oksidatif. Ditemukan peningkatan
32
tajam dari ekspresi marker stres oksidatif pada trofoblas pada umur kehamilan
delapan hingga sembilan minggu
kehamilan normal dan diperkirakan
berhubungan dengan onset sirkulasi pada
bahwa stres oksidatif yang berlebih pada
plasenta pada kehamilan muda mungkin merupakan faktor yang berperan dalam
patogenesis abortus (Jauniaux dkk, 2006; Burton GJ dkk, 2004).
Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi dapat mengubah sintesis berbagai
protein plasenta. Konsentrasi serum human Chorionic Gonadotrophin (hCG) ibu
mencapai puncak menjelang akhir trimester pertama dan kondisi pengoksidasi
meningkatkan pembentukan sub-unit protein in vitro . Data terakhir menunjukkan
hubungan antara konsentrasi O2 intrauterin in vivo dengan konsentrasi inhibin A dan
sFlt-1 pada kehamilan awal, hal ini menunjukkan bahwa protein plasenta spesifik
mungkin tergantung dengan konsentrasi O2 intrauterin. Pada kegagalan kehamilan
dini, perkembangan pertemuan placento-desidua mengalami gangguan yang cukup
berat menyebabkan aliran darah ibu yang mengalir terus menerus ke dalam plasenta
dan bersamaan dengan adanya stres oksidatif menyebabkan degenerasi jaringan.
Masuknya darah yang berlebihan di dalam plasenta ibu dalam tahap awal keguguran
tidak berhubungan dengan karyotype janin . Lebih
dua-pertiga kasus missed
abortion, ada bukti anatomis dari plasentasi yang terganggu dengan pengurangan
invasi sitotrofoblas ke dalam endometrium, arteri spiralis transformasinya berkurang
dan adanya penyumbatan yang tidak lengkap (Muttukrisna dkk, 2011).
33
Gambar 2.2 Efek dari syncytiotrophoblastik oxidative stress terhadap abortus
(Jauniaux dkk, 2000)
Angiogenesis ini ditandai dengan meningkatnya permeabilitas vaskuler,
proliferasi dan migrasi sel endotel . Hal ini diatur oleh berbagai faktor pro-dan antiangiogenik, angiopoietins dan matriks metalloproteinase. Faktor anti-angiogenik dan
pro-angiogenik yang dilaporkan untuk memainkan peran penting dalam patofisiologi
pre-eklampsia (PE) . Soluble Flt-1 adalah
faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF) reseptor 1 yang larut dalam aliran darah. Soluble Flt-1 mengikat faktor
34
pertumbuhan proangiogeni VEGF dan plasenta (PlGF), dengan demikian hal ini akan
menekan fungsi mereka. Faktor pertumbuhan angiogenik VEGF-A dan PlGF telah
diselidiki secara ekstensif dalam pengembangan pembuluh darah plasenta normal dan
abnormal (Juniaux dkk , 2000).
Faktor angiogenik sebelumnya belum pernah dievaluasi dalam komplikasi
kehamilan dini. Vaskularisasi abnormal dari plasenta dengan kerusakan oksidatif
yang meningkat adalah etiologi umum dari pre-eklampsia, gangguan pertumbuhan
janin akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini (Muttukrisna dkk,
2011).
Masuknya darah ibu yang berlebihan ke dalam ruang intervili memiliki efek
mekanik langsung pada jaringan vili dan efek stres oksidatif yang tidak langsung
untuk terjadinya disfungsi atau kerusakan sel. Korelasi data in vivo dan in vitro
menunjukkan bahwa stres oksidatif dari jaringan plasenta merupakan mekanisme
patofisiologi umum untuk terjadinya keguguran awal. Trisomi autosom adalah
kelainan kariotip paling sering ditemukan pada keguguran awal, tetapi perbandingan
data dari studi sitogenetika berbeda adalah sulit karena kurangnya informasi klinis
dalam penentuan usia ibu, usia kehamilan, waktu kematian janin dan metodologi
sitogenetika yang digunakan. Mayoritas penulis menemukan hubungan yang lemah
antara gambaran
morfologi vili dan kelainan kromosom, dengan pengecualian
triploidi pada mola parsial. Perbandingan temuan USG dan data histologis plasenta
menunjukkan bahwa perubahan histologi vili pada kematian janin dalam rahim
mempunyai nilai prediktif rendah dalam mengidentifikasi suatu aneuploidi atau
35
etiologi non-kromosom lainnya. Sebaliknya, gambaran histologis kehamilan mola
dan mola parsial cukup khas dan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan
histologi saja (Jauniaux dkk, 2000).
2.4 Plasentasi Abnormal
Plasenta mempunyai peran penting terhadap terjadinya patologi kehamilan . Pada
awal perkembangan plasenta normal sitotrofoblas ekstravilus melakukan invasi
menuju arteri spiralis sampai ke desidua dan miometrium. Sitotrofoblas yang invasif
ini menggantikan kedudukan sel endotel pada arteri spiralis ibu yang sebelumnya
mempunyai diameter kecil dan tahanan tinggi menjadi diameter besar dan tahanan
yang rendah sehingga mampu memberikan perfusi plasenta yang adekuat untuk
pertumbuhan janin. Sebaliknya pada pada angiogenesis yang abnormal
terjadi
perubahan yang tidak sempurna. Sitotrofoblas menginvasi arteri spiralis ibu terbatas
pada desidua superfisial sehingga pada segmen miometrium masih tetap sempit.
(Lam C, 2005 ; Wang , 2010)
Pada remodelling arteri spiralis yang tidak efektif dan sirkulasi uterus- plasenta
dipertahankan dengan kondisi resistensi tinggi, menyebabkan menurunnya perfusi
plasenta dan insufisiensi plasenta. Iskemik plasenta menyebabkan pelepasan faktorfaktor plasenta dan ketidakseimbangan faktor-faktor angiogenik lebih lanjut
menyebabkan disfungsi endotel.
Faktor-faktor angiogenik yang berperan pada
implantasi dan proliferasi normal sel-sel trofoblast adalah vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan Placental Growth Factor (PlGF). Pada preeklamsia
36
ekspresi VEGF dan PlGF menurun dibandingkan kehamilan normal. Perubahan
angiogenesis ini juga ditemukan pada pasien dengan abortus (Lunghi dkk, 2007).
Iskemik plasenta sebagai akibat kegagalan remodelling arteri spiralis akan
meningkatkan rasio T Helper 1/ T Helper 2 (Th1/Th2) dan gangguan keseimbangan
faktor proangiogenik antiangiogenik, keadaan ini menyebabkan rangsangan pada
proses inflamasi dengan melepaskan sitokin Th1 dan reactive oxygen species (ROS).
Pada kehamilan normal sel trofoblas menghasilkan debris, suatu produk apoptosis
dari bagian terluar plasenta yang berkembang dan matur yang dapat dideteksi pada
serum darah ibu (Lungi dkk ,2007)
2.5 Peranan Proangiogenik dan Anti Angiogenik
2.5.1 Faktor-faktor proangiogenik
Pada proses pembentukan sistem pembuluh darah plasenta terdiri dari tiga tahap,
yaitu tahap vaskulogenesis, tahap angiogenesis branching dan angiogenesis non
branching.
Vaskulogenesis adalah pembetukan pembuluh darah baru dari sel cikal
bakal endotel yaitu mesoderm. Sedangkan angiogenesis adalah pembentukan kapiler
atau percabangan baru dari pembuluh darah yang sudah ada (Carmeliet, 2000).
Dalam vaskulogenesis terjadi differensiasi sel endotel insitu yang kemudian
membentuk tabung paten. Pada plasenta proses ini dimulai pada hari ke-21 setelah
konsepsi, dengan transformasi sel-sel mesenkim dalam villi menjadi sel-sel
hemangioblastik yang kemudian menjadi bagian dari endotel. Angiogenesis
37
branching terjadi pada hari ke-32 sampai minggu ke-25 setelah konsepsi
menghasilkan kapiler vilus yang kaya cabang dengan aliran darah fetoplasental yang
mempunyai tahanan rendah. Proses angiogenesis beralih ke angiogenesis non
branching pada minggu ke-25 setelah konsepsi. Faktor-faktor angiogenik yang
berperan dalam angiogenesis plasenta antara lain Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF), fibroblast Growth Factor (FGF), protein angiopoietin (Ang), beserta
reseptornya Flt 1(VEGFR-1), VEGFR-2, Tie-1, Tie -2. Perubahan pada jalur ini pada
awal kehamilan mempunyai kontribusi terhadap invasi sitotrofoblas yang tidak
adekuat. Sitotrofoblas invasif mengekspresikan VEGF, PlGF, VEGFR-1 (Flt-1).
(Kaufmann, 2004)
2.5.1.1 VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)
VEGF A merupakan protein dimer yang merupakan anggota dari kelompok
keluarga besar protein yang disebut “cystein knot”, karena berstruktur seperti simpul.
Anggota lain dari kelompok ini adalah VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E, yang
berbeda dalam masa molekul dan kemampuannya berikatan dengan sel permukaan
heparan sulfat proteoglikan. VEGF dikatakan merupakan komponen penting dalam
pertumbuhan janin karena pada delesi heterozigot dan homozigot atas protein ini
adalah kondisi letal pada embrio (Tjwa dkk , 2003).
Pada kehamilan VEGF dihasilkan oleh sitotrofoblas yang pembentukannya
diinduksi oleh hipoksia serta berperan dalam angiogenesis.
38
Aktivitas VEGF
diperantarai oleh interaksinya dengan dua reseptor afinitas tinggi yaitu kinase domain
region (KDR) dan reseptor Flt-1 yang diekspresikan selektif pada permukaan sel
endotel (Tjwa dkk , 2003).
2.5.1.2 Placenta Growth Factor (PlGF)
Peranan PlGF bisa mempengaruhi sel endotel pembuluh darah dan sel
trophoblast, sehingga gangguan dalam produksi faktor ini dapat mempengaruhi
fungsi fungsi sel saat awal kehamilan dan patologi vaskuler dan plasenta. (Torry dkk ,
1999 ; Desai dkk , 1999)
2.5.2 Faktor-Faktor Antiangiogenik
2.5.2.1 Soluble Fms-like Tyrosine Kinase 1
Soluble Flt-1 adalah varian dari reseptor VEGF yang kehilangan domain
transmembran dan sitoplasma. Soluble Flt-1 diproduksi dalam jumlah besar oleh
trofoblas plasenta dan dilepaskan ke dalam sirkulasi maternal. Soluble Flt-1 berperan
sebagai molekul protein antiangiogenik yang mengikat VEGF dan PlGF bebas dalam
sirkulasi. Pada preeklamsia sFlt-1 meningkat pada plasenta. Kadar sFlt-1 pada aliran
darah berhubungan dengan penurunan kadar VEGF dan PlGF bebas. Produksi sFlt-1
yang berlebihan pada plasenta merupakan penyebab patogenesis sindroma maternal.
Selain itu sFlt-1 juga dapat menginduksi plasentasi abnormal serta iskemia plasenta
(Karumanchi, 2004).
39
Kadar serum sFlt-1 yang tinggi dan kadar kadar VEGF dan PlGF bebas yang
rendah telah diketahui terjadi sebelum dan selama manifestasi klinis preeclampsia.
Pada penelitian oleh Matutrisna dkk. (2011) dengan membandingkan kadar sFlt-1,
PlGF pada kehamilan dengan abortus iminens yang kemudian berhasil berlangsung
kehamilannya dibandingkan dengan kasus abortus iminens yang yang akhirnya
menjadi abortus didapatkan hasil sFlt-1 dan PlGF kadarnya lebih rendah pada kasus
yang mengalami abortus dibandingkan yang tidak terjadi abortus. Rendahnya kadar
PlGF dikarenakan sintesis oleh sinsitiotrophoblast yang berkurang. Rendahnya kadar
sFlt-1 kemungkinan karena mekanisme kompensasi karena plasenta kemungkinan
menghasilkan lebih banyak VEGF dan kadar soluble VEGFR-1 yang tidak berikatan
dengan VEGF kadarnya berkurang. Pada pasien yang kemudian terjadi keguguran
baik VEGF maupun reseptornya keduanya berkurang sehingga kadar sFlt-1 juga
berkurang. Pada kehamilan kadar sFlt-1 meningkat 20 kali lipat membuktikan bahwa
unit feto-plasenta merupakan sumber utama protein ini. PlGF juga meningkat lima
kali lipat pada kehamilan muda. Sampai saat ini belum ada essay yang dapat
memeriksa total VEGF pada kehamilan muda dan kadar VEGF pada kehamilan muda
lebih rendah dari kemampuan deteksi alat.
Penelitian oleh Daponte dkk. (2011) juga mendapatkan kadar sFlt-1 yang
rendah pada missed abortion dan pada kehamilan ektopik.
40
Gambar 2.3. Scatter plot tingkat sirkulasi reseptor serum soluble VEGF 1 (sFlt-1)
pada berbagai kelompok wanita dengan kisaran median dan interkuartil. Kelompok 1
(wanita yang tidak hamil, n = 14), kelompok 2 (ibu hamil normal, n = 32), kelompok
3 (pasien terancam keguguran dengan hasil kelahiran hidup, n = 21) dan kelompok 4
(pasien ancaman keguguran yang menjadi keguguran, n = 19). Analisis varians
linier umum dilakukan untuk mempelajari signifikansi statistik antara kelompok
dengan tes posthoc. P, = 0,001 (Mattukrisna et al. , 2011)
Pada penelitian Jaunniaux dkk (2006) juga didapatkan konsentrasi sFlt-1
berbanding terbalik dengan kadar oksigen di dalam trophoblast dan plasental bed saat
kehamilan 6 sampai 12 minggu. Pada penyakit diabetes juga bisa terjadi pelepasan
radikal bebas oksigen dalam jumlah yang lebih besar, dan pada kehamilan awal yang
mempunyai aktivitas anti radikal yang terbatas bisa mengakibatkan kerusakan DNA,
oksidasi protein dan lemak mengakibatkan disfungsi trophoblast. Pada abortus
iminens terjadi perdarahan fokal pada pinggir plasenta. Komplikasi kehamilan ini
sering terjadi pada kehamilan 8-12 minggu yang dapat mengakibatkan abortus
komplit bila hematoma meluas ke sebagian besar plasenta.
41
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi dapat mengubah sintesis berbagai
protein plasenta. Data terakhir
menunjukkan hubungan antara konsentrasi O2
intrauterin in vivo dengan konsentrasi inhibin A dan sFlt-1 pada kehamilan awal,
menunjukkan bahwa protein plasenta spesifik mungkin tergantung dengan
konsentrasi O2 intrauterin (Jauniaux E dkk, 2000).
Pada kegagalan kehamilan dini, perkembangan pertemuan plasenta-desidua
mengalami gangguan yang cukup berat menyebabkan aliran darah ibu yang mengalir
terus menerus ke dalam plasenta dan bersamaan dengan adanya stres oksidatif yang
menyebabkan degenerasi jaringan.
Masuknya darah yang berlebihan di dalam
plasenta ibu dalam tahap awal keguguran tidak berhubungan dengan karyotype janin.
Lebih dari dua-pertiga kasus missed abortion, ada bukti anatomis dari plasentasi yang
terganggu dengan pengurangan invasi sitotrofoblas ke dalam endometrium, arteri
spiralis transformasinya berkurang dan adanya penyumbatan arteri spiralis yang tidak
lengkap. Angiogenesis ini ditandai dengan meningkatnya permeabilitas vaskuler,
proliferasi dan migrasi sel endotel . Hal ini diatur oleh berbagai faktor pro-dan antiangiogenik, angiopoietins
dan matriks metalloproteinase. sFlt-1 adalah
faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) reseptor 1 yang larut dalam aliran darah.
42
Soluble Flt-1 mengikat faktor pertumbuhan proangiogenik
VEGF dan plasenta
(PlGF), dengan demikian ini akan menekan fungsi mereka (Muttukrisna dkk, 2011)
Faktor angiogenik sebelumnya belum pernah dievaluasi dalam komplikasi
kehamilan muda. Vaskularisasi abnormal plasenta dengan meningkatnya kerusakan
oksidatif adalah etiologi umum dari pre-eklampsia, gangguan pertumbuhan janin
akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini (Muttukrisna , 2011).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah abortus iminens yang
berhubungan dengan stres oksidatif fokal dalam plasenta definitif juga berhubungan
dengan perubahan faktor-faktor angiogenik dan juga untuk mengetahui apakah kadar
serum sFlt-1 merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminens dan berapa besar
peranan kadar sFlt-1 terhadap kejadian abortus iminens.
43
3.2 Kerangka Teori
Kehamilan normal
Kehamilan abnormal
Kadar oksigen rendah
Oksigenasi meningkat lebih
awal
sFlt-1 
Stres oksidatif fokal
Angiogenesis dan
pertumbuhan jaringan
trophoblas normal
sFlt-1 ↓
VEGF
Gangguan remodeling a. spiralis
Gangguan angiogenesis
Degenerasi jaringan / apoptosisis
Perdarahan desidua
ABORTUS / MISSED
ABORTION
Tissue Factor (TF ↑)
Kontraksi
Perubahan serviks
Pecah ketuban
ABORTUS IMINENS
ABORTUS
Bagan 3.1. Algoritme Kerangka Teori
44
3.3. Kerangka Konsep
Masuknya oksigen lebih awal dalam unit
fetoplasenta
sFlt-1 ↓
Genetik
Imunologi
Nutrisi
Lingkungan
Gangguan Plasentasi
Obat teratogenik
ABORTUS IMINENS
Bagan 3.2 Algoritme Kerangka Konsep
45
3.4. Hipotesis Penelitian
Kadar serum sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko abortus iminens.
46
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional dengan rancangan
kasus-kontrol untuk mengetahui hubungan peranan faktor risiko kadar sFlt-1 yang
rendah terhadap kejadian abortus iminens. Kasus adalah ibu hamil dengan abortus
iminens sedangkan kontrol adalah ibu hamil normal. Faktor risiko didapatkan dengan
pengukuran kadar serum sFlt-1 pada saat kedatangan. Penentuan cut off point risiko
abortus pada hamil muda berdasarkan penelitian Daponte, dkk (2011) dimana kadar
sFlt-1 kurang dari 741,5 pg/ml dengan sensitivitas 88%, spesifisitas 96,2% dan AUC
(Area Under Curve) 0, 964.
Kadar sFlt-1 < 741,5 pg/ml
Abortus Iminens 6-10 mgg
Kadar sFlt-1 > 741,5 pg/ml
Kadar sFlt-1 ˂ 741,5 pg/ml
Hamil normal 6-10 mgg
Kadar sFlt-1 > 741,5 pg/ml
47
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di Poliklinik dan IRD Kebidanan RSUD Sanjiwani
Gianyar
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2012 sampai dengan Januari 2013
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi penelitian
Semua ibu hamil dengan umur kehamilan 6-10 minggu yang datang ke RSUD
Sanjiwani Gianyar.
4.3.2 Sampel penelitian
Semua ibu hamil dengan umur kehamilan 6-10 minggu dengan abortus
iminens sebagai kasus dan kehamilan normal sebagai kontrol yang memenuhi kriteria
inklusi.
4.3.2.1 Kriteria inklusi kasus :
1. Kehamilan intra uteri hidup dengan umur kehamilan 6 – 10 minggu
dengan abortus iminens.
2. Janin tunggal
3. Umur 1bu 16-40 tahun
Kriteria inklusi kontrol : kehamilan dari ibu umur 16-40 tahun, janin tunggal
dengan umur kehamilan 6-10 minggu, kehamilan normal.
48
4.3.2.2 Kriteria eksklusi kasus:
1. Kehamilan mola
2. Ada kelainan rahim (mioma uterus, kelainan bentuk uterus)
4. Riwayat abortus provokatus pada kehamilan ini
4.3.2
Pemilihan sampel
Pemilihan sampel ini dilakukan dengan cara concecutive sampling dimana
setiap ibu hamil dengan abortus iminens yang memenuhi kriteria inklusi ditetapkan
sebagai kasus dan ibu hamil normal sebagai kontrol sampai jumlah sampel yang
diperlukan dipenuhi
4.3.4. Perhitungan Besar Sampel
Penelitian berdasarkan asumsi :
Tingkat kesalahan tipe I (α) dipergunakan 0,05 → Za = 1,960
Power penelitian 80%→ Zβ = 0,842
Proporsi abortus iminens pada kontrol 35%. p1 = 0.35
Rasio odds yang bermakna : 2
n1  n2 
( Z 2 PQ  Z  P1Q1  P2Q2 ) 2
( P1  P2 ) 2
Berdasarkan perhitungan diperlukan sampel minimal pada kasus dan kontrol
sebanyak 30 orang.
49
4.4 Variabel dan Difinisi Operasional Variabel
1.
Soluble Flt-1 adalah singkatan dari soluble Fms like tyrosine kinase 1,
merupakan reseptor dari Vascular Endothel Growth Factor (VEGF) 1
antiangiogenesis yang berada dalam bentuk bebas didalam darah yang
dikeluarkan oleh jaringan trophoblas yang sedang tumbuh
2.
Kadar sFlt-1 : pemeriksaan darah ibu yang diambil dari darah vena umur 6
– 10 minggu dengan metode Eliza , satuan mg / ml
3.
Abortus iminens adalah kehamilan mulai umur 6 minggu sampai dengan
10 minggu, mengalami perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus,
disertai sakit perut atau tidak, uterus membesar sesuai umur kehamilan,
tanpa adanya pembukaan serviks dengan tes kehamiian masih positif,
inspikulo tidak ada kelainan sebagai penyebab perdarahan dari vagina atau
serviks, dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus yang dibuktikan
dengan USG dengan telah ditemukan fetus dengan denyut jantung janin
dengan atau tanpa adanya perdarahan sub khorionik di Bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUD Sanjiwani Gianyar
4.
Hamil normal adalah kehamilan mulai umur 6 minggu sampai dengan 10
minggu dimana telah dijumpai kantong kehamilan dengan fetal pole pada
umur kehamilan 6 minggu dengan
50
fetal heart beat
dengan USG
transabdominal atau transvaginal
di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSUD Sanjiwani Gianyar.
5.
Kehamilan mola hidatidosa adalah kehamilan pada umur kehamilan 6
minggu sampai 10 minggu yang ditandai dengan adanya gejala klinis
berupa: riwayat amenore, perdarahan pervaginam atau tidak, disertai
keluarnya gelembung mola atau tidak, dengan besar uterus umumnya lebih
besar dari umur kehamilan, tidak ditemukan detak jantung, dengan
pemeriksaan USG
sesuai dengan gambaran honey comb appearance
(sarang tawon).
6.
Kehamilan muda dengan kelainan uterus adalah kehamilan mulai umur 6
minggu sampai dengan 10 minggu dengan kelainan bawaan pada uterus
berupa uterus didelphys yaitu dua buah uterus terpisah sama sekali disertai
dua serviks uteri dengan sebuah septum vertikal pada bagian atas vagina,
yang ditemukan pada pemeriksaan inspikulo dan dibuktikan dengan USG
dimana tampak dua buah uterus yang terpisah. Kelainan lain yaitu mioma
uterus yaitu tumor jinak yang betasal dari miometrium yang diketahui dari
pemeriksaan palpasi atau inspikulo dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
USG.
7.
Abortus provokatus adalah jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan
pada kehamilan ini baik dengan menggunakan obat-obatan maupun secara
51
mekanis dengan memasukkan benda asing
kedalam osteum uteri
eksternum yang didapatkan dengan wawancara pengakuan pasien atau
adanya bukti tindakan tersebut (misalnya ada korpus alienum pada uterus
atau vagina)
8.
Umur ibu merupakan jumlah tahun komplit umur ibu hamil yang dihitung
dari tanggal lahir atau yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk
(KTP).
9.
Umur kehamilan merupakan jumlah minggu komplit yang dihitung dari
hari pertama haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan hasil pemeriksaaan
USG yang dilakukan sebelum umur kehamilan 12 minggu. Apabila
terdapat ketidaksesuaian antara umur kehamilan dari HPHT dan dari USG
maka umur kehamilan yang dipakai adalah dari USG.
10. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialami oleh ibu hamil
sebelum kehamilan yang sekarang.
4.5 Alur Penelitian
Dilakukan penapisan dan apabila memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
dilakukan konseling dan menandatangani inform concent. Selanjutnya dilakukan
pengambilan sampel darah ibu untuk pemeriksan kadar sFlt-1. Selanjutnya semua
sampel penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Terapi Lab/SMF Ilmu Kebidanan
dan Penyakit Kandungan FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar.
52
Langkah-langkah yang dilakukan pada sampel adalah:
1. Anamnesis meliputi nama, umur, hari pertama
haid terakhir, riwayat
keguguran sebelumnya, riwayat pemeriksaan ginekologi sebelumnya,
riwayat abortus provokatus.
2. Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan
darah dan pemeriksaan
fisik umum dan ginekologi, pemeriksaan
laboratorium yaitu tes kehamilan (bila belum dikerjakan sebelumnya) serta
USG sesuai prosedur tetap.
3. Pemeriksaan tekanan darah
Penderita berbaring santai minimal 5 menit sebelum pengukuran dimulai.
Tekanan darah diukur pada bagian tengah lengan kiri dengan menggunakan
tensimeter air raksa. Tekanan darah sistolik ditentukan dengan teknik
Korotkof 1 (saat pertama terdengar detak nadi) dan tekanan diastolik dengan
teknik Korotkof V (hilangnya detak nadi).
4. Dilakukan pengambilan darah vena dari vena cubiti sebanyak 6 cc untuk
pemeriksaan kadar sFlt-1 plasma. Sampel darah yang ada diberi label
identitas sesuai nomor urut kasus dan kontrol. Selanjutnya sampel akan
dikirim ke laboratorium Prodia untuk dilakukan pemeriksaan kadar sFlt-1.
Karena perkiraan kasus tidak didapatkan dalam tempo singkat dan dengan
pertimbangan efektifitas kit dan efisiensi biaya, sampel serum akan disimpan
dalam penyimpanan khusus dan dilakukan pemeriksaan setelah kehamilan 20
minggu dan jumlah sampel mencukupi.
53
Ibu hamil yang datang ke Poliklinik dan
IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSUD Sanjiwani Gianyar
Populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria insklusi
Informed consent
Informed Consent
Abortus iminens
UK 6 -10 mgg
Kadar sFlt-1 <
741,5 pg/ml
Hamil normal
Kadar sFlt-1 >
741,5 pg/ml
Kadar sFlt-1 <
741,5 pg/ml
Analisa Data
Bagan 4.1 Bagan Alur penelitian
54
Kadar sFlt-1
741,5 pg/ml
5. Pemeriksaan sFlt-1 plasma. Dikerjakan dengan metode Elisa dengan kit
Elecsys sFlt-1 dari Roche Diagnostic GmBH Manhein, dengan analisa kadar
setiap sampel dalam pg/ml, dengan batas deteksi 10 – 85000 pg/ml.
3.6
Prosedur Pemeriksaan
1.
Plasma diambil 6 cc dari darah dan dimasukkan ke tabung tanpa EDTA
kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam dry ice kemudian dikirim ke
Laboratorium untuk dilakukan persiapan penyimpanan.
pertimbangan stabilisasi bahan
Dengan
pengambilan sampai penyimpanan
dilakukan kurang tiga jam pada suhu kamar : 18- 25, dan bila tidak
memungkinkan dibawa dalam tiga jam bahan disimpan dalam almari
pendingin dengan suhu 2 - 8 dengan stabilisasi delapan jam.
2.
Persiapan penyimpanan di Laboratorium Prodia Denpasar : Dengan
menggunakan serum separator tube (SST) dibiarkan sampel membeku
selama 30 menit sebelum dilakukan sentrifugasi pada putaran 1000 x g
selama 15 menit. Sampel disimpan dalam suhu - 70 C dengan stabilitas
6 bulan (sesuai kit insert).
3.
Prosedur pemeriksaan Elisa :
1. Persiapan reagen sesuai standar
2. Tambahkan 100µL assay diluents RD1-22 pada sampel sediaan
3. Tambahkan 100 µL standar, kontrol atau sampel masing-masing.
Inkubasi selama 2 jam
55
4. Aspirasi dan cuci sebanyak 4 kali
5. Tambahkan masing-masing 200 µL conjugate
6. Inkubasikan lagi selama 2 jam
7. Aspirasi dan cuci 4 kali
8. Tambahkan masing-masing 200 µL substrat solution dan inkubasikan
selama 30 menit. Hindari dari cahaya
9. Tambahkan masing-masing 50 µL stop solutions
10. Baca pada densitas optic 450 nm dalam 30 menit.
4.7 Analisis Data
Data akan dianalisa dengan menggunakan komputer program Statistical
Product and Service Solution (SPSS) for windows versi 17.0. Uji hipotesis untuk
mengetahui perbedaan rerata kadar sFlt-1 pada abortus iminens dan kehamilan
normal digunakan independent t-test
Untuk mengetahui hubungan antara kadar sFlt-1 dengan terjadinya abortus
iminens dilakukan perhitungan rasio odds. Analisis kemaknaan rasio odds akan di uji
dengan uji chi-square pada tingkat kemaknaan α = 0,05.
56
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam periode penelitian didapatkan 65 kasus
abortus iminens dan yang
memenuhi kriteria insklusi sebanyak 41 kasus, tetapi empat kasus sediaan serum
mengalami lisis sehingga analisa tidak dilakukan. Analisa data dilakukan sebanyak
82 orang sampel, terdiri atas 37 orang kelompok abortus iminens dan 45 orang
lainnya kelompok kontrol (kehamilan normal).
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Data karakteristik subjek pada kedua kelompok disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Karakteristik Subjek Penelitian pada Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol
Kelompok
Variabel
p
Kasus (37)
Kontrol(45)
28.14±5.574
27.84±4.917
0,803
3 (8,1)
8 (17,7)
0,201
BMI
23,07 ±3,119
22,52 ± 2,816
0,405
Umur Kehamilan (hari)
55.896.781±
58.00± 8.450
0,224
Umur (tahun)
Riwayat Abortus (n/%)
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa dengan uji t-independent didapatkan
nilai p > 0,05 pada keempat variabel, hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rerata
57
umur ibu, riwayat abortus, BMI, dan umur kehamilan antara kelompok kasus dengan
kelompok kontrol.
5.2 Rasio odds
Kadar sFlt-1 Rendah pada Abortus Iminens Dibandingkan
Kehamilan Normal
Rerata kadar sFlt-1 pada kelompok abortus iminens adalah 784,89 pg/ml dan
pada kelompok kontrol adalah 1191,67 pg/ml. Rasio odds kadar sFlt-1 rendah pada
abortus iminens dibandingkan kehamilan normal bisa dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Rasio odds kadar sFlt-1 rendah pada abortus iminens dibandingkan kehamilan
normal
Klinis
Kadar sFlt-1
Abortus
Kehamilan
Iminens
Normal
16
8
21
37
rendah
Kadar sFlt-1
OR
3,524
IK 95%
p
1,292-9,612
0,012
normal
Berdasarkan tabel diatas didapatkan kadar sFlt-1 yang rendah 3,5 kali lebih
besar risiko menjadi abortus iminens dibandingkan kehamilan normal (RO 3,524
IK95% 1,292-9,612, p=0,012).
BAB VI
58
PEMBAHASAN
6.1
Karakteristik Subyek
Dari hasil penelitian didapatkan rerata umur ibu kelompok kasus adalah
28,14±5,574 dan rerata kelompok kontrol adalah 27,84 ±4,917, dengan nilai p =
0,803. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur antara kelompok kasus dengan
kelompok kontrol. Riwayat abortus didapatkan pada 3 kasus untuk kelompok kasus
dan 8 untuk kelompok kontrol p=0,201 bahwa tidak ada perbedaan riwayat abortus
antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Tidak ada kasus dengan abortus
habitualis pada kedua kelompok.
Pengukuran BMI pada kelompok kasus dan
kelompok kontrol masing-masing 23,07 ±3,119 dan 22,52 ± 2,816 dengan nilai
p=0,405. Sedangkan umur kehamilan, didapatkan rerata umur kehamilan kelompok
kasus adalah 56,54 ± 7,415 hari dan rerata kelompok kontrol adalah 57,56 ± 9,022
hari dengan nilai p = 0,585. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur
kehamilan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil
tersebut, karakteristik subyek tidak berpengaruh terhadap terjadinya abortus sehingga
perannya dapat diabaikan.
59
6.2 Rasio Odds Kadar sFlt-1 Rendah pada Abortus Iminens Dibandingkan
Kehamilan Normal
Rasio odds kadar sFlt-1 yang rendah pada abortus iminens dibandingkan
dengan kontrol adalah 3,5 kali (RO 3,524 IK95% 1,292-9,612, p=0,012), artinya
kadar serum sFlt-1 rendah lebih sering 3,5 kali ditemukan pada kasus abortus iminens
dibandingkan kehamilan normal. Dari penelitian ini didapatkan kadar sFlt-1 yang
rendah pada kasus abortus iminen umur kehamilan 6-10 minggu merupakan faktor
risiko terjadinya abortus iminens. Rasio odds 3,5 kali bukan berarti seorang ibu
hamil akan berisiko 3,5 kali untuk menjadi abortus iminens , tetapi lebih mengarah
kepada proporsi ibu hamil dengan abortus iminens sebanyak 3,5 kali lebih sering atau
lebih besar ditemukan faktor risiko yaitu kadar sFlt-1 yang rendah dibandingkan
kehamilan normal
Rendahnya kadar serum sFlt-1 pada kehamilan awal akan menganggu proses
angiogenesis.
Tingginya kadar serum sFlt-1 pada kehamilan awal menunjukkan
tingginya produksi oleh plasenta dalam keadaan kadar oksigen rendah (hipoksia).
Tingginya kadar sFlt-1 akan menghalangi angiogenesis maternal didalam pembuluh
darah desidua, dimana hal ini akan memudahkan invasi pembuluh darah desidua oleh
sel trophoblas. Pada penelitian oleh Matutrisna dkk. (2011) juga mendapatkan kadar
serum sFlt-1 lebih rendah (berkurang 83%) kehamilan dengan abortus iminens pada
umur kehamilan 6-10 minggu yang selanjutnya menjadi abortus dibandingkan dengan
kontrol ibu hamil normal. Rendahnya kadar sFlt-1 kemungkinan karena mekanisme
60
kompensasi karena plasenta kemungkinannya menghasilkan lebih banyak VEGF dan
kadar soluble VEGFR-1 yang tidak berikatan dengan VEGF kadarnya berkurang.
Penelitian pada pasien yang kemudian terjadi keguguran baik VEGF maupun
reseptornya keduanya berkurang, sehingga rendahnya kadar sFlt-1 juga ditemukan
dalam pemeriksaan darah ibu.
Pada penelitian Jaunniaux (2006) juga didapatkan konsentrasi sFlt-1
berbanding terbalik dengan kadar oksigen di dalam trophoblast dan plasental bed saat
kehamilan 6 sampai 12 minggu. Berkurangnya kadar serum sFlt-1 sebelum terjadinya
abortus mengindikasikan adanya gangguan plasentasi yang berhubungan dengan
perubahan metabolik pada plasenta sebelum adanya tanda klinis abortus dan
perubahan ini disebabkan peningkatan abnormal konsentrasi O2 didalam plasenta
setelah implantasi. Berbeda dengan preeklampsi, dimana terjadi peningkatan kadar
serum sFlt-1 dan juga sEndoglin, rendahnya kadar sFlt-1 pada abortus menunjukkan
mekanisme yang berbeda dibandingkan dengan kejadian preeklampsia. Diduga
bahwa stress oksidasi yang terjadi lebih awal dan berat akan mengakibatkan
degenerasi atau kerusakan trophoblast sehingga seluruh kadar angiogenik protein baik
VEGF, PlGF dan sFlt-1 akan menurun.
Tingginya kadar serum sFlt-1 pada kehamilan awal menunjukkan tingginya
produksi oleh plasenta dalam keadaan kadar oksigen rendah (hipoksia). Tingginya
kadar sFlt-1 akan menghalangi angiogenesis maternal didalam pembuluh darah
desidua, dimana hal ini akan memudahkan invasi pembuluh darah desidua oleh sel
61
trophoblas. Rendahnya kadar serum sFlt-1 pada kehamilan awal akan menganggu
proses angiogenesis ini (Daponte dkk, 2011).
Penelitian saat ini sudah mengarah pada
penggunaan biomarker pada
kehamilan muda dalam penelitian patogenesis abortus, terutama karena penemuan
defek plasentasi ini terjadi pada lebih duapertiga kasus yang mengalami abortus.
Penelitian juga mengarah kepada penggunaan serum marker sebagai petanda
terjadinya abortus pada kasus abortus iminens maupun pada kasus yang asimtomatik.
Rendahnya kadar sFlt-1 pada kehamilan awal merupakan juga prognostik terjadinya
persalinan prematur, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim dan kematian janin.
(Daponte dkk, 2011). Diperlukan suatu uji prospektif dengan sampel yang lebih
banyak sehingga memungkinkan kadar serum sFlt-1 ini dapat dipergunakan sebagai
petanda atau prediktor terjadinya abortus atau kegagalan kehamilan.
62
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Soluble Flt-1 rendah merupakan faktor risiko 3,5 kali lebih tinggi untuk menjadi
abortus iminens dibandingkan dengan kehamilan normal (RO 3,524 IK95% 1,2929,612, p=0,012).
7.2 Saran
Diperlukan uji klinis pengobatan dengan obat yang mempengaruhi kadar sFlt-1
pada abortus iminens
63
DAFTAR PUSTAKA
1. Burton G.J., Hempstock J., Jauniaux E. 2001. Nutrition, Genetics and
Placental Development. Nutrition of the Human Fetus during the First
Trimester. Placenta; 22 (15) : 570–576.
2. Burton, G. J., Jauniaux E. 2004. Placental Oxidative Stress: From Miscarriage
to Preeclampsia. Journal of the Society for Gynecologic Investigation; 11 (6) :
342-352
3. Calleja-Agius J., Jauniaux E, Muttukrishna S. 2012. Inflammatory Cytokines
in Maternal Circulation and Placenta of Chromosomally Abnormal First
Trimester Miscarriages. Clinical and Developmental Immunology; 1 (15)
122-143
4. Carmeliet P. 2000. Mechanism of Angiogenesis and Arteriogenesis. Natural
Medicine , 6 : 389.
5. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom
K.D. 2010. Abortion. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950975.
6. Daponte A., Pournaras S., 2011. Soluble fms-Like Tyrosine Kinase-1 (sFlt-1)
and Serum Placental Growth Factor (PlGF) as Biomarkers for Ectopic
Pregnancy and Missed Abortion. J Cin Endocrinol Metab ; 96 : 1444-1451
7. Desai J, et al. 1999. Signal Transduction and Biological Function of Placenta
Growth Factor in Primary Human Trophoblast. Biology of Reproduction, 60
: 887–892
8. Hempstock J, Jauniaux E , Greenwold N. , Burton G.J. 2003. The
Contribution of Placental Oxidative Stress to Early Pregnancy Failure. Hum
Pathol ; 34 (12) : 1265-1275
9. Jarek B., Ranjit A., Ventura W., Argyro S., Nicolaides. 2011. Prediction of
Spontaneous Preterm Delivery from Maternal Factors, Obstetric History and
Placental Perfusion and Function at 11–13 weeks. Prenat Diagn ; 31: 75–83
10. Jauniaux E., Adrian L., Hempstock J., Yi-Ping B, Jeremy N., Skepper, Burton
G.J., 2000. Onset of Maternal Arterial Blood Flow and Placental Oxidative
Stress A Possible Factor in Human Early Pregnancy Failure. Am J Pathol ;
157 (6): 2111-2122.
64
11. Jauniaux E., Hempstock J., Greenwold N., Graham J., Burton G.J., 2003.
Trophoblastic Oxidative Stress in Relation to Temporal and Regional
Differences in Maternal Placental Blood Flow in Normal and Abnormal Early
Pregnancies. Am J Pathol ; 162 (1) : 115-125.
12. Jauniaux E., Burton, G. J. ,2005. Pathophysiology of Histological Changes in
Early Pregnancy Loss. Placenta ; 26 : 114-123.
13. Jauniaux E., Lucilla P., Burton G.J.. 2006. Placental-related Diseases of
Pregnancy: Involvement of Oxidative Stress and Implications in Human
Evolution. Human Reproduction Update ; Vol 12 ( No.6 ) : 747–755.
14. Jauniaux E., Cindrova-Davies T., Jemma J., Hempstock J., Frank J., Kelly
J., Burton G.J., 2009. Distribution and Transfer Pathways of Antioxidant
Molecules inside the First Trimester Human Gestational Sac. Academic
Department of Obstetrics and Gynaecology ; 89 (3) : 1452.
15. Jufairi Z., 2000. The value of Serum Progesterone Measurement in Early
Pregnancy. Bahrain Medical Bulletin, Volume 22, Number 1
16. Karumanchi S.A., Lindheimer M.D., 2008. Preeclampsi Pathogenesis: “Triple
A Rating”Autoantibodies and AntiAngiogenic Factors. Hypertension ; 51 :
991 – 992.
17. Kaufmann P, Mayhew T.M., Charnock-Jones D.S. 2004 Aspects of human
fetoplacental vasculogenesis and angiogenesis:II. Changes During Normal
Pregnancy. Placenta. 23:114
18. Laing FC, Frates M, Benson C. 2007. Ultrasound Examination During the
First Trimester of Pregnancy. In : Callen P.W, editor. Ultrasonography in
Obstetrics and Gynecology. Saunders. 5th edition . 181-224
19. Lam C., Lim K.H., Karumanchi S.A., 2005. Circulating Angiogenic Factors
in the Pathogenesis and Prediction of Preeclampsia. Hypertension, 46: 1077 1085.
20. Lunghi L., Ferrti M.E., Medici, Silvia, Biondi, Carla, Vesce, Fortunato. 2007.
Control of Human Trophoblast Function. Reproductive Biology and
Endocrinology , 11 : 12-16
21. Miller D. 2008. Assesement and management of Miscarriage. NZFP,35 (3) :
202-206
65
22. Muttukrishna S., Michelle S., Sangeeta S., 2011. Soluble Flt-1 and PlGF: New
Markers of Early Pregnancy Loss. Plos One , 6 (Issue 3) : 1-11.
23. Pang L.H., Li M. , Yang D., Shi L., 2011. Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) and the VEGF Soluble Receptor-1 (sFlt-1) in Chorionic Villus
Tissue from Chinese Women with Early Recurrent Spontaneous Abortion .
The Journal of International Medical Research ; 39 ( Number 3) : 830-837.
24. Plaisier M., Dennert I., Rost E., 2008. Decidual Vascularization and the
Expression of Angiogenic Growth Factor in First Trimester Spontaneous
Abortion. Human reproduction; 12 : 112-137.
25. Redecha P. , van Rooijen N. , Torry D. , Girardi G., 2009. Pravastatin
Prevents Miscarriages in Mice: Role of Tissue Factor in Placental and Fetal
Injury. Blood ; 113 (17) : 4101-4109.
26. Romero R., Chaiworapongsa T., Tarcia A. 2010. An Imbalance between
Angiogenic and Anti-angiogenic Factors Precedes Fetal Death in a Subset of
Patients: Results of a Longitudinal Study. J Matern Fetal Neonatal Med ;
23(12): 1384–1399
27. Tjwa M., Aernout L., Monica A., Carmeliet P., 2003. VEGF and PlGF: Two
Pleiotropic Growth Factors with Distinct Roles in Development and
Homeostasis. Cell and Tissue Research ; 314 (1) : 5-14
28. Tu'uhevaha J., Clare L., Gene-Lyn Ngian, Michael P., Stephen T.2009.
Serum Concentrations of Soluble Flt-1 Are Decreased among Women with a
Viable Fetus and No Symptoms of Miscarriage Destined for Pregnancy Loss.
Available from :
http:www.plosone.org/article/info%3Adoi%2Fio.1371%2Fjournal.pone.
0032509
29. Torry D.S., Holt-Shore V., Torry R.J., Caudle M.R., 1999. Placenta Growth
Factor: Potential Role in Pregnancy. American Journal of Reproductive
Immunology ; 41 (Issue 1) : 79-85.
30. Wang A., Rana S., Karumanchi A., 2010. Preeclampsia: The Role of
Angiogenic Factors in Its Pathogenesis. Physiology , 24:147-158.
66
Lampiran1. ANGGARAN PENELITIAN
No.
URAIAN
JUMLAH
HARGA
(Rp)
1.
sFlt-1 kit
1 set
2.
Biaya bahan pembantu : 20% harga
venoject tube, needles,
JUMLAH HARGA
(Rp)
17.000.000
17.000.000
3.500.000
3.500.000
1.000.000
1. 000.000
1.000.000
1.000.000
kit
tip, cuper fiser, tabung,
aquabides, dll.
Biaya
1. alat tulis dan foto
copy
Biaya
2. tak terduga
TOTAL
22.500.000
Lampiran 2. Formulir Informed Concent
INFORMED CONCENT
67
PEMERIKSAAN KADAR SERUM sFlt-1 PADA PASIEN DENGAN
ABORTUS IMINENS
Bapak dan Ibu Yth:
Abortus merupakan komplikasi tersering pada kehamilan muda. Abortus
iminens adalah salah satu diantaranya. Abortus iminens dalah kehamilan kurang dari
20 minggu, mengalami perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus, disertai
sakit perut atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai umur kehamilan, tanpa
adanya pembukaan serviks dengan tes kehamilan
masih positif, dimana hasil
konsepsi masih di dalam uterus. Penyebab dari abortus ini bermacam-macam
diantaranya : kelainan kromosom, infeksi, penyakit kronis yang melemahkan, factor
imunologis, trauma fisik, kelainan uterus dan faktor radikal bebas.
Peran faktor pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) dalam patogenesis
abortus belum banyak diteliti. Namun penelitian terbaru menunjukkan peningkatan
insiden kegagalan plasentasi berhubungan dengan ketidakseimbangan faktor
angiogenik (yang membantu pertumbuhan pembuluh darah dan plasenta) dan zat anti
angiogenik (zat yang menghambat pertumbuhan pembuluh darah dan plasenta).
Oleh karena itu kami akan melakukan penelitian untuk mengetahui apakah
kadar sFlt-1 merupakan faktor risiko terjadinya abortus. Bila ibu bersedia menjadi
sampel, kami akan mengambil darah ibu untuk diperiksa kadar sFlt-1 di Lab. Prodia
Denpasar. Biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan akan ditanggung oleh peneliti.
68
Hasil pemeriksaan akan dianalisa sesuai dengan tujuan penelitian seperti dimaksud
diatas.
Dengan ikut berpartisipasi menjadi sampel /koresponden dalam penelitian ini,
berarti ibu ikut berperan serta dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam usaha
mengurangi resiko terjadinya abortus.
Demikianlah penjelasan ini kami sampaikan, dan atas kesediaan ibu ikut serta
menjadi sampel/koresponden dalam penelitian ini, kami sampaikan banyak terima
kasih dan mohon menandatangani surat pernyataan yang telah kami sediakan
terlampir.
Peneliti
dr. AAG Raka Budayasa, SpOG
Lampiran 2. Formulir Informed Concent
INFORMED CONCENT
PEMERIKSAAN KADAR SERUM sFlt-1 PADA PASIEN DENGAN
69
ABORTUS IMINENS
Bapak dan Ibu Yth:
Abortus merupakan komplikasi tersering pada kehamilan muda. Abortus
iminens adalah salah satu diantaranya. Abortus iminens dalah kehamilan kurang dari
20 minggu, mengalami perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus, disertai
sakit perut atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai umur kehamilan, tanpa
adanya pembukaan serviks dengan tes kehamilan
masih positif, dimana hasil
konsepsi masih di dalam uterus. Penyebab dari abortus ini bermacam-macam
diantaranya : kelainan kromosom, infeksi, penyakit kronis yang melemahkan, factor
imunologis, trauma fisik, kelainan uterus dan faktor radikal bebas.
Peran faktor pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) dalam patogenesis
abortus belum banyak diteliti. Namun penelitian terbaru menunjukkan peningkatan
insiden kegagalan plasentasi berhubungan dengan ketidakseimbangan faktor
angiogenik (yang membantu pertumbuhan pembuluh darah dan plasenta) dan zat anti
angiogenik (zat yang menghambat pertumbuhan pembuluh darah dan plasenta).
Oleh karena itu kami akan melakukan penelitian untuk mengetahui apakah
kadar sFlt-1 merupakan faktor risiko terjadinya abortus. Bila ibu bersedia menjadi
sampel, kami akan mengambil darah ibu untuk diperiksa kadar sFlt-1 di Lab. Prodia
Denpasar. Biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan akan ditanggung oleh peneliti.
Hasil pemeriksaan akan dianalisa sesuai dengan tujuan penelitian seperti dimaksud
diatas.
70
Dengan ikut berpartisipasi menjadi sampel /koresponden dalam penelitian ini,
berarti ibu ikut berperan serta dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam usaha
mengurangi resiko terjadinya abortus.
Demikianlah penjelasan ini kami sampaikan, dan atas kesediaan ibu ikut serta
menjadi sampel/koresponden dalam penelitian ini, kami sampaikan banyak terima
kasih dan mohon menandatangani surat pernyataan yang telah kami sediakan
terlampir.
Peneliti
dr. AAG Raka Budayasa, SpOG
Lampiran 3
PERNYATAAN PERSETUJUAN
MENGIKUTI PENELITIAN
( Informed Consent )
Yang bertanda tangan dibawah ini :
71
Nama
:
Umur
:
Alamat
: Br/Jalan:
Desa/Kelurahan:
Kecamatan:
Kab/Kodya:
Telepon:
Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan dan
manfaat penelitian ini, maka kami setuju dan bersedia ikut serta dalam penelitian ini.
Denpasar ,
Ibu hamil
( _____________________ )
Peneliti
Suami
( dr. dr. AAG Raka Budayasa, SpOG)
( _____________________ )
Lampiran 4
FORMULIR PENELITIAN
1. No. Sampel
: …………
2. No CM
: ……………………………….
3. Tgl pemeriksaan :..………………………………
72
4.
5.
6.
7.
Nama
Umur
Paritas
Alamat
: ....................................................
: ……th
: …………
: ……………………………………………
Telp: ……………………………………..
8. Perkawinan
: ……..kali, lama: ………th
9. Riwayat kehamilan sebelumnya:
1. ……………………………………….
2. ……………………………………….
10. HPHT
: …………………………
11. Umur Kehamilan
: …………………………
12. Pemeriksaan kehamilan (ANC) : ……………………………..
13. Riwayat penyakit lain: ISPA ………DM ……………….
14. Vital Sign : T:...............mmHg N: .......X/mnt R:..........X/mnt
t. Rect:...........0C
15. Status general
: mata : anemis:.........
Ikterus:.........
Cor :..............
Pulmo :.................
16. Status Ginekologi : Abd: FUT :....................
Nyeri :...................
Pemeriksaan dalam
Insp:
Flx:.........., Fl: .........
Po:Θ:................, Livide:...............
VT:
Flx: .......... Fl:.............
P0: .........., Nyeri:..........
CU
b/c:...........
Adneksa:
nyeri:.......... Massa:..........
Cavum Douglas:................
17. Laboratorium:
PTT:.............
Hb :................WBC :............... PLT:...............HCT:.............
18. Ultrasonografi
:
Kantong kehamilan (GS) :......... jumlah:............volume:..........Lokasi:.............
Embrio (fetus): +/- Jumlah:.......... FHB :.............
73
Biometri : GS ................. cm
UK ....................
CRL ............. cm
UK ....................
Umur kehamilan rata-rata (AVE) : ........................
Perkiraan persalinan (EDC) : ................................
No
Nama
Umur
Ibu
Riwayat
Abortus
BMI
Umur
kehamilan
Kadar
sflt1
Follow up
Subchorionic hematome : + / - ukuran : ............ mm
19. Diagnosis
: ...................................................................
20. Kadar sFlt-1
: ..........................
Lampiran 5.
DATA RESPONDEN PENELITIAN KADAR SERUM SFLT-1 PADA
KELOMPOK KASUS
74
1
Cahyani GA
28
0
21.7
49
227
2
Sariasih Ni luh Putu
22
0
23.5
64
1035
3
Suseni Made
28
0
20.0
57
633
kehamilan berlanjut
4
Rita Monika
31
0
28.1
50
622
kehamilan berlanjut
5
Suryawati IA
35
0
26.4
50
328
abortus
6
Eka Yuli Prasetyawati
32
0
25.5
50
545
kehamilan berlanjut
7
Eka Putriyani Putu
23
0
21.1
59
1751
kehamilan berlanjut
8
Putri Adhe Wardani
20
0
16.6
53
1390
kehamilan berlanjut
9
Siti Nuraini
22
0
20.5
63
689
kehamilan berlanjut
10
Sutiaryani ketut
32
0
20.5
68
640
kehamilan berlanjut
11
Astiti ketut
28
0
22.3
70
1398
kehamilan berlanjut
12
Sukanti wayan
29
0
23.0
62
1059
kehamilan berlanjut
13
Sukri Ni Made
36
0
19.5
60
780
abortus
14
Dwi omawati IA
28
0
19.1
49
158
abortus
15
Raka Astiti AA
37
0
28.1
51
280
abortus
16
Sunarti Ni Made
18
0
20.3
50
116
abortus
17
Petri Wayan
33
0
20.4
63
1173
18
Artini IA Made
39
2
22.0
51
859
abortus
19
Ariyantini Luh
25
0
25.0
50
794
kehamilan berlanjut
20
Parwati Wayan
31
0
28.4
58
882
kehamilan berlanjut
21
Yeni
30
0
21.5
58
990
kehamilan berlanjut
22
Wahyuni Ni wayan
22
0
19.5
68
698
kehamilan berlanjut
23
Suci Ni wayan
37
0
25.2
49
942
kehamilan berlanjut
24
Purnami deti
21
0
25.0
65
906
kehamilan berlanjut
25
Parmiti kadek
27
0
20.8
59
447
kehamilan berlanjut
26
Astiti sari putu
29
1
21.1
45
107
kehamilan berlanjut
27
Sarum Ni Made
37
0
23.4
61
870
kehamilan berlanjut
28
Lisna
22
0
23.3
55
768
kehamilan berlanjut
75
kehamilan berlanjut
abortus
kehamilan berlanjut
29
Monika Yanti
33
1
25.8
59
943
kehamilan berlanjut
30
Maryanti Wayan
30
0
20.0
44
1011
kehamilan berlanjut
31
Suparmiati Nyoman
21
0
21.8
70
2357
kehamilan berlanjut
32
Sri Windari Komang
27
0
23.2
60
960
abortus
33
Yustini Putu
27
0
28.1
63
819
kehamilan berlanjut
34
Sariani Wayan
21
0
23.4
46
373
abortus
35
Deviani Made
28
0
23.1
46
122
abortus
36
Mariati made
30
0
29.5
62
806
kehamilan berlanjut
37
Sumiarsi Nyoman
22
0
27.2
55
563
abortus
DATA RESPONDEN PENELITIAN KADAR SERUM SFLT-1 PADA
KELOMPOK KOHORT KONTROL
No
Nama
Umur
Ibu
Riwayat
Abortus
BMI
76
Umur
kehamilan
Kadar
sflt1
Follow up
1
Kartini Kadek
34
0
25.0
49
531
kehamilan berlanjut
2
Raditya IA
32
0
20.8
48
464
kehamilan berlanjut
3
Arini Ketut
27
0
23.5
69
2269
kehamilan berlanjut
4
Gustini Ketut
32
1
22.9
62
1135
kehamilan berlanjut
5
Wati Komang
26
1
20.2
69
788
kehamilan berlanjut
6
Sugiati ketut
28
1
20.0
44
996
kehamilan berlanjut
7
Tri Hastuti
32
1
28.0
70
1648
kehamilan berlanjut
8
Indrawati Nyn
35
0
20.8
67
1348
kehamilan berlanjut
9
Wati Ketut
30
1
23.8
70
1143
kehamilan berlanjut
10
Buntung Wayan
35
0
17.2
53
1521
kehamilan berlanjut
11
Ayu Kariani
29
0
21.4
57
1409
kehamilan berlanjut
12
Ratih Desak
21
0
23.4
67
1099
kehamilan berlanjut
13
Rahyudi putri DA
20
0
18.5
61
1459
kehamilan berlanjut
14
Risa
25
0
24.1
44
230
abortus
15
Sri Wijaya Ningsih
37
0
20.9
61
1140
kehamilan berlanjut
16
Jempiring jro Wayan
35
0
27.3
53
919
kehamilan berlanjut
17
Purnami Kd
22
0
23.3
51
844
kehamilan berlanjut
18
Sri Eka Punawati DA
31
0
26.6
65
2274
kehamilan berlanjut
19
Ernawati Kd
22
0
24.8
57
1542
kehamilan berlanjut
20
Megawati GA
35
0
22.6
56
1037
abortus
21
Dewi Jro
32
0
21.9
47
441
kehamilan berlanjut
22
Sariani Wayan
32
0
21.4
54
861
kehamilan berlanjut
23
Sudiarti Wayan
27
0
25.7
68
1079
kehamilan berlanjut
24
Jumantini IA
27
0
22.3
52
574
kehamilan berlanjut
25
Suarni Made
32
0
20.4
53
837
kehamilan berlanjut
26
Suardeni Luh
20
0
23.2
62
1159
kehamilan berlanjut
77
27
Musni wayan
24
1
20.4
43
494
kehamilan berlanjut
28
Mei Krisnawati
22
0
22.6
62
2238
kehamilan berlanjut
29
Susi Linda Sari
22
0
23.4
64
866
kehamilan berlanjut
30
Mariani Made
30
0
23.7
45
513
kehamilan berlanjut
31
Yuliani Ketut
22
0
21.7
66
1934
kehamilan berlanjut
32
Novilindasari IGA
27
0
23.0
59
1649
kehamilan berlanjut
33
Dewi Antari kadek
28
0
25.8
69
1028
kehamilan berlanjut
34
Ekadani Ni Wayan
23
0
18.7
52
874
kehamilan berlanjut
35
Srasih Komang
28
0
22.2
69
1430
kehamilan berlanjut
36
Suparmiati
27
1
26.5
69
1340
kehamilan berlanjut
37
Komang Trisna Dewi
35
1
21.4
57
798
kehamilan berlanjut
38
Supadmi Wayan
26
0
25.6
52
1785
kehamilan berlanjut
39
Mahendri Luh
30
0
29.1
51
1600
kehamilan berlanjut
40
Lestari wayan
20
0
19.1
70
2416
kehamilan berlanjut
41
Trisna dewi
21
0
17.4
60
737
kehamilan berlanjut
42
Kadek Yuli
25
0
16.8
63
1307
kehamilan berlanjut
43
Ratna Dewi DA
23
0
23.4
47
1991
kehamilan berlanjut
44
Ariani ketut
31
0
22.6
51
1137
kehamilan berlanjut
45
Rincin desak
31
0
20.4
52
741
kehamilan berlanjut
LAMPIRAN 6
DATA PERHITUNGAN STATISTIK
Group Statistics
78
Kelompok
Umur
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kasus
37
28.14
5.574
.916
Kontrol
45
27.84
4.917
.733
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Sig. (2-
F
Umur Equal variances
Sig.
.237
assumed
t
.628
Equal variances
not assumed
df
.251
Mean
Std. Error
tailed) Difference Difference
BMI
N
Lower
Upper
80
.803
.291
1.159
-2.016
2.597
.248 72.521
.805
.291
1.173
-2.048
2.630
Group Statistics
Kelompok
Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kasus
37
23.078
3.1190
.5128
Kontrol
45
22.529
2.8166
.4199
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
79
95% Confidence
Interval of the
Sig. (2F
BMI Equal variances
assumed
Sig.
.769
t
.383
Equal variances
not assumed
.838
df
Mean
Std. Error
tailed) Difference Difference
Abortus
N
Lower
Upper
80
.405
.5495
.6561
-.7562
1.8552
.829 73.446
.410
.5495
.6627
-.7712
1.8702
Group Statistics
Kelompok
Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kasus
37
.11
.393
.065
Kontrol
45
.18
.387
.058
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
80
95% Confidence
Interval of the
Sig. (2F
Abortus Equal variances
assumed
Sig.
2.084
t
.153 -.806
Equal variances
not assumed
df
Mean
Difference
Std. Error
tailed) Difference Difference
Lower
80
.423
-.070
.086
-.242
.102
-.804 76.452
.424
-.070
.087
-.242
.103
Group Statistics
Kelompok
Umur_kehamilan
Upper
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kasus
37
55.89
6.781
1.115
Kontrol
45
58.00
8.450
1.260
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
81
95% Confidence
Interval of the
Sig.
(2F
Sig.
t
df
Umur_kehamilan Equal
variances
3.193
.078
assumed
-
-
variances not
1.253
assumed
Std. Error
tailed) Difference Difference Lower
Kadar_sflt1
N
Upper
.224
-2.108
1.719
-5.528
1.312
79.963
.214
-2.108
1.682
-5.456
1.240
Group Statistics
Kelompok
Difference
80
1.227
Equal
Mean
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kasus
37
784.89
460.672
75.734
Kontrol
45
1191.67
539.134
80.369
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
82
95% Confidence
Interval of the
Sig. (2F
Kadar_sflt1 Equal variances
assumed
Sig.
2.228
t
.139
df
-
-
not assumed
3.684
Std. Error
Difference
tailed) Difference Difference Lower
.001
-406.775
112.145 -629.950 -183.599
79.867
.000
-406.775
110.430 -626.544 -187.006
Report
Kadar_sflt1
Kelompok_u
mur_hamil
Mean
N
Std. Deviation
42-48 hari
612.91
11
546.015
49-55 hari
815.92
26
446.114
56-62 hari
1214.48
25
513.912
63-70 hari
1217.40
20
506.509
Total
1008.12
82
541.932
Report
Kadar_sflt1
Kasus_kontrol_umur_hami
l
Mean
N
Upper
80
3.627
Equal variances
Mean
Std. Deviation
83
Minimum
Maximum
kasus uk 42 - 55 hari
589.06
18
416.614
107
1398
Kasus uk 56 - 70 hari
970.42
19
431.077
447
2357
Kontrol uk 42-55 hari
913.32
19
491.756
230
1991
Kontrol uk 56-70 hari
1395.08
26
485.328
737
2416
Total
1008.12
82
541.932
107
2416
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Sig. (2-
F
Kadar_sflt1 Equal variances
assumed
Sig.
.108
.743
t
df
-
-
not assumed
4.223
Difference
Std. Error
tailed) Difference Difference Lower
Upper
80
.000
-460.210
109.533 -678.187 -242.233
78.308
.000
-460.210
108.977 -677.153 -243.268
4.202
Equal variances
Mean
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
ROC_Cut_Off * Kelompok
Missing
Percent
82
100.0%
84
N
Total
Percent
0
.0%
N
Percent
82
100.0%
ROC_CC * Kelompok Crosstabulation
Count
Kelompok
Kasus
ROC_CC
Kontrol
Total
Kadar sFlt-1 < 741,5 pg/ml
16
8
24
Kadar sFlt-1 > 741,5 pg/ml
21
37
58
37
45
82
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Pearson Chi-Square
6.361a
1
.012
Continuity Correctionb
5.190
1
.023
Likelihood Ratio
6.408
1
.011
Fisher's Exact Test
.015
Linear-by-Linear Association
6.283
1
.012
McNemar Testb
.024c
N of Valid Cases
82
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,83.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Binomial distribution used.
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for ROC_CC
(Kadar sFlt-1 < 741,5 pg/ml /
3.524
1.292
9.612
1.841
1.182
2.869
Kadar sFlt-1 > 741,5 pg/ml)
For cohort Kelompok = Kasus
85
.011
For cohort Kelompok = Kontrol
N of Valid Cases
.523
.287
82
86
.950
87
Download