ANALISIS HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN POLA MAKAN DENGAN KADAR LIPID DARAH DAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA JANTUNG KORONER NOVA SULVIANA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN NOVA SULVIANA. Analisis Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan Kadar Lipid Darah dan Tekanan Darah pada Penderita Jantung Koroner. Dibimbing oleh VERA URIPI dan RETNANINGSIH Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari gaya hidup dan pola makan pasien penyakit jantung koroner yang melakukan control atau general check-up ke instalasi rawat jalan RS Persahabatan Jakarta Timur. Adapun tujuan khususnya antara lain : (1). Mempelajari karakteristik sosial ekonomi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, besar keluarga, dan penerangan diet) pasien, (2). Mempelajari status gizi dan riwayat kesehatan pasien, (3). Mempelajari gaya hidup (aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan mer okok awal) pasien, (4). Mempelajari pola makan (frekuensi konsumsi bahan pangan dalam setahun, konsumsi energi dan zat gizi, frekuensi makan dalam sehari, kelengkapan bahan pangan dalam sehari dan preferensi jenis pangan) pasien, (5). Menganalisis faktor -faktor (karakteristik sosial ekonomi, status gizi, riwayat kesehatan, dan gaya hidup) yang berhubungan dengan kadar lipid darah dan tekanan darah pasien. Desain penelitian yang dilakukan yaitu Cross-Sectional Study. Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RS Persahabatan Jakarta Timur pada bulan April-Juni 2008. Contoh dalam penelitian ini adalah para penderita penyakit jantung koroner yang berkunjung ke Instalasi Rawat Jalan RS Persahabatan Jakarta Timur. Jumlah contoh yang diambil yaitu 31 orang. Adapun penarikan contoh dilakukan dengan purposive sampling. Kriteria contoh yang diambil yaitu: berjenis kelamin pria atau wanita, umur lebih dari 40 tahun, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak mengalami gangguan hati dan ginjal, dan bersedia dijadikan contoh penelitian. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan yaitu data mengenai karakteristik contoh (nama, umur, jenis kelamin, agama, besar keluarga, pekerjaan, pendapatan per kapita per bulan, pendidikan terakhir, tinggi badan, berat badan, dan riwayat kesehatan), penerangan diet, data pola makan (frekuensi konsumsi bahan pangan dalam setahun, preferensi jenis pangan, dan konsumsi energi se rta zat gizi), data gaya hidup {aktivitas fisik selama satu hari (1x24 jam), kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok}. Data karakteristik dan gaya hidup contoh didapatkan dari wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Data konsumsi energi, zat gizi dan serat serta kelengkapan bahan pangan dalam sehari diperoleh dengan menggunakan metode food recall 1x24 jam serta food frequency questionaire untuk mengetahui frekuensi konsumsi bahan pangan dalam setahun. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu hasil rekam medik berupa kadar lipid darah (kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, kadar LDL), tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik dan profil RS Persahabatan serta instalasi rawat jalan penyakit jantung RS Persahabatan Jakarta Timur. Data sekunder diperoleh dari buku rekam medik untuk kadar lipid darah dan tekanan darah, sedangkan profil RS Persahabatan dan instalasi rawat jalan penyakit jantung diperoleh dari sekretariat RS Persahabatan. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh contoh (58,1%) berada pada usia 41-65 tahun dan sudah tidak bekerja lagi atau pensiunan , lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki jenis kelamin laki-laki, persentase terbesar contoh berada pada tingkat pendidikan SMA yaitu 48.4 persen, sebagian besar contoh (87,1%) termasuk dalam keluarga kecil, lebih dari separuh contoh (54,8%) memiliki pendapatan perkapita dalam kategori sedang dan tidak pernah mendapatkan penerangan diet. Riwayat kesehatan c ontoh antara lain sebanyak 22.6 persen contoh mengalami hipertensi, 16.1 persen contoh mengalami diabetes mellitus sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner. Umumnya contoh memiliki status gizi normal. Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki kadar trigliserida baik, lebih dari separuh contoh (74,2%) memiliki kadar kolesterol total dan HDL yang rendah, sebanyak 29.0 persen contoh memiliki kadar LDL pada kategori mendekati optimal dan sedang. Sebanyak 38.7 persen contoh mempunyai tekanan darah diastolik pada kisaran normal dan lebih dari separuh contoh (54,8%) berada pada kisaran normal. Umumnya contoh memiliki aktivitas fisik sangat ringan (48,4%), sebagian besar contoh (83,9%) memiliki kebiasaan berolahraga, lebih dari separuh contoh (69,2%) melakukan jalan pagi sebagai olahraga yang dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya, lebih dari separuh contoh (53,9%) berolahraga dalam rentang waktu 15-30 menit, dan persentase frekuensi olahraga paling besar terdapat pada frekuensi 8-14 kl/bl (42,3%). Lebih dari separuh contoh (51,6 %) tidak memiliki kebiasaan merokok sebelum sakit, persentase terbesar (33,3%) contoh merokok ≤ 5 btng/hr. Lebih dari separuh contoh (66,7%) merokok dalam kurun waktu > 15 tahun dan persentase terbesar usia awal merokok conto h (46,7%) berada pada kisaran umur 16-20 tahun. Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kl/hr. Jenis bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh pada saat sarapan yaitu makanan pokok (29,0%). Contoh paling banyak mengkonsumsi bahan pangan dengan kombinasi makanan pokok, lauk hewani, dan sayuran (19,4%) pada saat makan siang da n makan malam. Lebih dari separuh contoh (51,6%) contoh menyukai pengolahan pangan yang digoreng dan lebih dari separuh contoh (74,2%) menyukai teh untuk dikonsumsi seharihari. Jenis bahan pangan sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi yaitu nasi (beras) yang dikonsumsi setiap hari oleh semua contoh. Sayuran yang paling banyak dikonsumsi yaitu wortel frekuensi 279 kl/th. Buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah jeruk dengan rata -rata frekuensi 268 kl/th. Jenis susu yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah susu bubuk skim dengan rata-rata 181 kl/th. Jenis pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi yaitu telur ayam, ikan, daging ayam, dan daging sapi. Tahu dan tempe merupakan jenis pangan nabati yang paling banyak dikons umsi oleh contoh (30 orang) dengan rata-rata frekuensi yang sama yaitu 276 kl/th. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan kadar HDL (p<0,01;r=0,545). Terdapat hubungan yang signifikan antara st atus gizi dengan kadar LDL (p=0,036;r=0,379), tekanan darah sistolik (p=0,003;r=0,522) dan tekanan darah diastolik (p=0,014;r=0,436). Selain itu, terdapat hubungan yang positif signifikan antara kebiasaan merokok awal dengan kad ar kolesterol total (p<0,05;r=0,429) dan kadar LDL dalam darah (p<0,05;r=0,373). Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap dengan kadar kolesterol total (p=0,024;r=0,579), kadar LDL darah (p=0,034;r=0,549) dan tekanan darah diastolik (p=0,045;r=0, 523). Masih banyaknya pasien yang belum pernah mendapatkan penerangan diet mengakibatkan masih adanya pasien yang mengkonsumsi makanan yang tidak dianjurkan. Oleh sebab itu, sebaiknya pihak rumah sakit menyediakan tempat khusus untuk konsultasi atau penyuluhan gizi serta konsultasi m engenai gaya hidup yang sehat. ABSTRACT NOVA SULVIANA. Correlation Analysis Between Lifestyles and Food Pattern with Blood Lipids Level and Blood Pressure at Coronary Artery Disease Patient. Supervised by VERA URIPI and RETNANINGSIH. Nowadays, coronary artery disease is the primary cause of death in the several countries including Indonesia. One of the risk factor of this disease is lifestyles and food pattern changes which can affect the blood lipids and blood pressure. Blood lipids and blood pressure are the indicators that used in coronary artery disease treatment and also as a risk factors. Objection of this research is study carefully about the correlation between lifestyles and food pattern with blood lipids and blood pressure at coronary artery disease patient in RSUP Persahabatan Jakarta Timur. This research was used cross-sectional study design with purposive sampling. The amount of samples are 31 samples. This research was used two kinds of data which are primary and secondary data. Primary data including social economy characteristics, lifestyles, dan food pattern were collected by using questionnaire. Food pattern data were obatained by using food recall 1x24 hour and food frequency questionnaire. Secondary data including blood lipids level and blood pressure were collected from medical book. Rank Spearman analysis was used to ascertain the correlation between lifestyles ( physical activity, sports, and smoking) and food pattern with blood lipids and blood pressure. There is no variable either social economic characteristics, lifestyles or food pattern that correlate with triglyceride level. Variable that significantly correlate with total cholesterol level are smoking habit before sample diagnosed having coronary artery disease, amount of cigarrete, and age when sample start to smoke. The other variable which significantly correlate with HDL level is age. There is a significant correlation between body mass index, smoking habit before sample diagnosed having coronary artery disease, amount of ciga rrete, and age when sample start to smoke with LDL level. Variable which significantly correlate with blood pressure are body mass index for both sistole and diastole level, term or duration of smoking before quit for sistole level, and amount of cigarrete for diastole level. Keyword : coronary artery disease, lifestyles, food pattern, blood lipids, blood pressure ANALISIS HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN POLA MAKAN DENGAN KADAR LIPID DARAH DAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA JANTUNG KORONER Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Nova Sulviana A54104085 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Judul Skripsi : Analisis Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan Kadar Lipid Darah dan Tekanan Darah pada Penderita Jantung Koroner Nama : Nova Sulviana NIM : A54104085 Disetujui Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II dr. Vera Uripi, S. Ked NIP 131 760 855 Ir. Retnaningsih, MSi NIP 131 861 467 Diketahui Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP 131 124 019 Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 November 1986 dar i Bapak Yusuf Pohan dan Ibu Siti Hotna Siregar. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 01 Pagi Jakarta Timur pada tahun 1998. Pendidikan menengah pertama dilalui di SMP 51 Jakarta Timur dari tahun 1998 hingga 2001 dan selanjutnya diteruskan di SMA 71 Jakarta Timur pada tahun 2001 hingga 2004. Penulis kemudian diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Semasa kuliah penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan acara kampus. Penulis pernah menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian sebagai staff Departemen Kesekretariatan periode 2004-2005. Selain itu, penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan GMSK English Club (GEC), Badan Konsultasi Gizi (BKG), dan Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan dan Gizi Indonesia (HMPPI). Penulis juga mendapatkan pembiayaan dari DIKTI atas diterimanya proposal Pekan Kreatifitas Mahasiswa dalam bidang Kewirausahaan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga pernah menjadi asisten Matakuliah Biokimia Gizi, dan Dietetika Penyakit Degeneratif, dan Dietetika Penyakit Infeksi. PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gaya Hidup dan Pola Makan Penderita Jantung Koroner di RS Persahabatan Jakarta Timur”. Penulis menyampaikam terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, yaitu kepada: 1. dr. Vera Uripi, S.Ked dan Ir. Retnaningsih, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dalam memberikan arahan, bimbingan, dorongan, dan masukan dari awal penu lisan hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menjalani masa studi di GMSK. 3. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen pemandu seminar atas saran yang diberikan. 4. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku dosen penguji skripsi atas saran dan pertanyaan yang membangun. 5. Endang Taat Uji SKM MS selaku pemandu lapangan atas saran dan bantuannya selama penulis mengambil data di RS Persahabatan sert a pihak-pihak lainnya yang telah membantu kelancaran pengambilan data. 6. Orang tua serta adik tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dorongan, dan bantuan selama penulisan skripsi ini. 7. Dewi Kusumah, Ibnu Akbar, dan Devita Kusuma selaku pemb ahas atas saran dan kritik yang diberikan. 8. Teman-teman baikku, Pipin, Ari, Icha, Bagus, Aqsa, Nur Laela, Ima, Daru, Noorma, Yulia, Vika, Dhe dan teman-teman GMSK lainnya atas bantuan, semangat, dan kebersamaannya serta kenangan selama masa perkuliahan. 9. Teman-teman baikku di Onigiri Nippon Club: Ferly, Riffan, Iqbal, Chakko, dan segenap anggota lainnya atas semangat, kebersamaan, dan kenangan lainnya yang tak akan terlupakan Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak -pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bogor, Agustus 2008 Nova Sulviana DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................ .......... ................................ ...................... ix DAFTAR GAMBAR ................................ ...... ................................ ...................... xi PENDAHULUAN ................................ ......... Latar Belakang ................................ .... Tujuan ................................ ................ Manfaat ................................ ............... ................................ ....................... 1 ................................ ....................... 1 ................................ ....................... 3 ................................ ....................... 4 TINJAUAN PUSTAKA................................ .. ................................ ....................... 5 Penyakit Jantung Koroner ................................ ................................ ........... 5 Kadar Lipid Darah ................................ ................................ ....................... 7 Tekanan Darah ................................ ................................ ......................... 10 Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner ................................ ........ 12 KERANGKA PEMIKIRAN ............................ ................................ ..................... 29 METODE ................................ ..................... ................................ ..................... 32 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ................................ ..................... 32 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... ................................ ..................... 32 Jenis dan Cara Pengambilan Data ...... ................................ ..................... 32 Pengolahan dan Analisis Data ............ ................................ ..................... 33 Definisi Operasional ............................ ................................ ..................... 38 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................ ................................ ..................... 40 Gambaran Umum RSUP Persahabatan ................................ .................... 40 Karakteristik Sosial Ekonomi ............... ................................ ..................... 40 Status Gizi ................................ .......... ................................ ..................... 44 Riwayat Kesehatan ............................. ................................ ..................... 44 Gaya Hidup ................................ ......... ................................ ..................... 45 Pola Makan ................................ ......... ................................ ..................... 51 Kadar Lipid Darah dan Faktor-Faktor yang Berhubungan ......................... 62 Tekanan Darah dan Faktor-Faktor yang Berhubungan.............................. 81 KESIMPULAN DAN SARAN ........................ ................................ ..................... 83 Kesimpulan ................................ ......... ................................ ..................... 83 Saran ................................ .................. ................................ ..................... 85 DAFTAR PUSTAKA ................................ ..... ................................ ..................... 87 DAFTAR TABEL Halaman 1. Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks massa tubuh ............................ 28 2. Peubah, kategori peubah, dan analisis data yang digunakan .................... 35 3. Sebaran contoh berdasarkan umur ..... ................................ ..................... 40 4. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ................................ ............... 41 5. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan terakhir .......................... 41 6. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ................................ .................... 42 7. Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga ............................ 43 8. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita ................................ . 43 9. Sebaran contoh berdasarkan penerangan diet ................................ .......... 44 10. Sebaran contoh berdasarkan status gizi ................................ ................... 44 11. Sebaran contoh berdasarkan riwayat kesehatan ................................ ....... 45 12. Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik ................................ .... 46 13. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan berolahraga ............................... 46 14. Sebaran contoh berdasarkan jenis olahraga ................................ ............. 47 15. Sebaran contoh berdasarkan durasi olahraga ................................ ........... 47 16. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi olahraga sebulan terakhir ............ 48 17. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok ................................ ..... 49 18. Sebaran contoh berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari ..... 49 19. Sebaran contoh berdasarkan lama merokok ................................ ............. 50 20. Sebaran contoh berdasarkan usia awal merokok ................................ ...... 50 21. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan dalam sehari .................... 51 22. Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat sarapan ... 52 23. Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat makan siang ................................ ................................ ..................... 52 24. Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat makan malam .............................. ................................ ..................... 53 25. Sebaran contoh berdasarkan jenis olahan pangan yang disukai ............... 58 26. Sebaran contoh berdasarkan jenis minuman yang disukai ........................ 58 27. Sebaran contoh berdasarkan kadar trigliserida ................................ ......... 62 28. Sebaran contoh berdasarkan kadar kolesterol total ................................ ... 63 29. Sebaran contoh berdasarkan kadar HDL ................................ .................. 63 30. Sebaran contoh berdasarkan kadar LDL ................................ ................... 64 31. Tabulasi silang antara umur dengan kadar lipid darah .............................. 65 32. Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kadar lipid dar ah .................. 66 33. Tabulasi silang antara pendidikan dengan kadar lipid darah ..................... 67 34. Tabulasi silang antara pekerjaan dengan kadar lipid darah ....................... 68 35. Tabulasi silang antara besar keluarga dengan kadar lipid darah ............... 69 36. Tabulasi silang antara pendapatan per kapita dengan kadar lipid darah ... 70 37. Tabulasi silang antara aktivitas fisik dengan kadar lipid darah ................... 71 38. Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah .. 72 39. Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah .. 72 40. Tabulasi silang antara durasi olahraga dengan kadar lipid darah .............. 73 41. Tabulasi silang antara frekuensi olahraga dengan kadar lipid darah ......... 74 42. Tabulasi silang antara kebiasaan merokok dengan kadar lipid darah ........ 75 43. Tabulasi silang antara jumlah rokok dengan kadar lipid darah .................. 76 44. Tabulasi silang antara lama merokok dengan kadar lipid darah ................ 77 45. Tabulasi silang antara usia awal merokok dengan kadar lipid darah ......... 78 46. Tabulasi silang antara status gizi dengan kadar lipid darah ....................... 79 47. Tabulasi silang antara penerangan diet dengan kadar lipid darah ............. 80 48. Tabulasi silang antara riwayat kesehatan dengan kadar lipid darah .......... 81 49. Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah sistolik ................................ . 82 50. Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah diastolik ............................... 83 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Jantung dengan arteri koroner kanan (RCA) dan kiri (LCA) ........................ 5 2. Aterosklerosis pada pembuluh darah .. ................................ ....................... 7 3. Hubungan antar faktor risiko penyakit jantung koroner .............................. 13 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit jantung koroner ..................... 31 5. Rata-rata Frekuensi Konsumsi Serealia, Umbi, Roti, Pasta dan Hasil Olahannya ........................... ................................ ..................... 54 6. Rata-rata Frekuensi Konsumsi Sayur .. ................................ ..................... 55 7. Rata-rata Frekuensi Konsumsi Buah ... ................................ ..................... 56 8. Rata-rata Frekuensi Konsumsi Susu dan Hasil Olahannya ....................... 56 9. Rata-rata Frekuensi Daging, Kacang -Kacangan dan Hasil Olahannya...... 57 PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan harus dijaga sebaik mungkin. Kesehatan merupakan salah satu faktor yang dianggap penting dalam pembangunan di Indonesia. Pemerintah menetapkan tujuan pembangunan kesehatan pada UU No. 23 tahun 1992 yakni tercapainya harapan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan mayarakat sebagai salah satu unsur kesejahteraan penduduk. Tahun 2010 merupakan tahun yang tela h ditetapkan oleh pemerintah sebagai tahun Indonesia Sehat. Tahun pencanangan Indonesia Sehat berjalan seiringan dengan era globalisasi. Era globalisasi ini otomatis akan meningkatkan persaingan di Indonesia. Oleh karena itu, adanya peningkatan derajat kes ehatan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia sehingga dapat bersaing dengan individu-individu lain. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang terjadi saat ini membawa perubahan-perubahan dalam kehidupan. Perubahan tersebut ter jadi karena derasnya arus informasi yang dapat masuk dengan mudah dan diakses oleh masyarakat. Perubahan yang berhubungan dengan kesehatan manusia dapat terjadi dalam bentuk perubahan gaya hidup masyarakat dan adanya perubahan pola konsumsi pangan. Gaya hidup menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya (Sumarwan 2002). Suhardjo (1989) menyatakan gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Menurut Pelto (1981) dalam Suhardjo (1989), gaya hidup mempengaruhi perilaku konsumsi dalam keluarga. Perilaku konsumsi dapat diketahui melalui pola konsumsi makan keluarga. Pola konsumsi makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan seseorang dan merupakan ciri khas untuk kelom pok masyarakat tertentu (Kardjati, Alisjahbana, & Kusin 1985). Kedua perubahan tersebut disinyalir sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan derajat kes ehatan manusia. 2 Salah satu jenis penyakit yang saat ini banyak diteliti dan dihubungkan dengan gaya hidup dan pola konsumsi pangan adalah penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif mencakup penyakit diabetes mellitus, kanker, penyakit kardiovaskuler dan lain-lain. Penyakit kardiovaskuler yang banyak menyebabkan kematian adalah penyakit jantung koroner. Menurut data WHO (2002), jumlah individu yang meninggal akibat penyakit jantung koroner adalah sebanyak 5.825.000 untuk umur 60 tahun ke atas dan 1.332.000 untuk umur 15-59 tahun. Menurut WHO (2004) Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian utama seluruh dunia, terus meningkat, dan menjadi pandemik yang tidak melihat batasan apapun. Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia j uga memperlihatkan peningkatan. Hal tersebut bisa dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) (2001), penyakit sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) menempati urutan tertinggi sebagai penyakit penyebab kematian di Indonesia (26,4%). Persentase ini meningkat dibandingkan SKRT sebelumnya yaitu SKRT (1995) sebesar 19 persen dan SKRT (1992) sebesar 9.9 persen. Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang diakibatkan oleh penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner (Ulfah 2000). Penyempitan atau penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung (Krisnatuti & Yenrina 1999). Penyakit jantung koroner dikaitkan dengan adanya aterosklerosis yang bertalian erat dengan penyimpangan metabolisme trigliserida dan kolest erol dalam tubuh (Muchtadi 1996). Permasalahan yang ingin dilihat dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat hubungan antara gaya hidup dan pola makan seseorang terhadap kadar lipid darah dan tekanan darah pasien p enyakit jantung koroner. Kadar lipid darah dan tekanan darah merupakan salah satu dari faktor risiko penyakit jantung koroner serta saat ini dijadikan salah satu objek dalam pengobatan dan pencegahan penyakit jantung koroner. Kadar lipid darah yang diduga mempengaruhi penyakit jantung koroner anta ra lain kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kadar HDL, dan kadar LDL. Sedangkan tekanan darah yang tinggi diduga akan memperberat kerja jantung sehingga dapat menyebabkan kemampuan kontraksinya berkurang. Baik kadar lipid darah maupun tekanan darah dapat berubah-ubah jika terdapat perubahan pada gaya hidup dan pola 3 makan seseorang. Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat disinyalir sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK). Mann (2002) membagi faktor risiko yang dapat menye babkan penyakit jantung koroner sebagai berikut: faktor yang tidak dapat diubah (jenis kelamin, peningkatan umur, faktor genetis, dan bentuk tubuh), faktor yang dapat diubah (merokok, dislipidemia, oksidasi LDL, obesitas, hipertensi, aktivitas fisik, hiperglikemia dan diabetes, peningkatan trombosis, serta tingkat homosistein yang tinggi), psikososial (kelas sosioekonomi bawah dan situasi yang menekan (stress)), dan perilaku yang tidak sehat serta geografi (iklim dan musim (udara dingin)). Era globalisasi yang saat ini sedang berjalan membawa perubahan perubahan dalam kehidupan manusia. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di era ini mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup. Penemuan penemuan di bidang teknologi seperti lift, escalator, dan lain-lain menjadikan orang-orang menjadi malas untuk aktif bergerak. Perubahan gaya hidup menjadi gaya hidup yang santai dan kurang bergerak secara fisik atau biasa disebut sebagai gaya hidup sedentary dapat memberikan efek negatif pada kesehatan. Era ini juga membawa perubahan dalam pola makan dan kebiasaan makan seseorang. Jenis-jenis rumah makan atau restaurant yang menawarkan makanan-makanan yang tinggi kalori dan lemak seperti junkfood lebih banyak disukai oleh masyarakat pada umumnya sehingga cenderung untuk meninggalkan pola makan yang lama. Perubahan pola konsumsi makan dari makanan yang beragam dan bergizi ke jenis makanan yang memiliki kalori tinggi dan serat rendah serta memiliki kandungan lemak tinggi juga dapat meningkatkan efek negatif terhadap kesehatan. Apabila kedua hal tersebut tidak diubah tidak mustahil seseorang akan mengalami penyakit degeneratif atau kardiovaskuler sebelum waktunya. Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gaya hidup dan p ola makan pasien penderita jantung koroner di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta Timur. Tujuan Tujuan Umum Secara umum, tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mempelajari gaya hidup dan pola makan penderita penyakit jantung koroner yang melakukan kontrol di Instalasi Rawat Jalan RSUP Persahabatan Jakarta Timur. 4 Tujuan Khusus 1. Mempelajari karakteristik sosial ekonomi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, dan besar keluarga) pasien. 2. Mempelajari gaya hidup (aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok) pasien. 3. Mempelajari pola makan (frekuensi konsumsi bahan pangan dalam setahun, konsumsi energi dan zat gizi, frekuensi makan dalam sehari, kelengkapan bahan pangan dalam sehari dan preferensi jenis pangan) pasien. 4. Mempelajari penerangan diet, status gizi dan riwayat kesehatan pasien. 5. Mempelajari kadar lipid darah (kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar kolestertol) dan tekanan darah pasien. 6. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar lipid darah dan tekanan darah pasien. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada RSUP Persahabatan Jakarta Timur selaku instansi yang terkait mengenai faktor -faktor yang berhubungan dengan kadar lipid darah dan tek anan darah pasien penyakit jantung koroner sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja dalam pengobatan penyakit jantung koroner misalnya dalam memberikan penerangan diet yang lebih menyeluruh. Selain itu, diharapkan juga dapat memberikan informasi kepada pasien maupun masyarakat luas mengenai faktor -faktor yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner sehingga dapat menanggulangi dan mencegah penyakit jantung koroner. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah ilmu bagi peneliti sendiri. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Jantung Koroner Jantung merupakan organ berupa otot yang berbentuk kerucut, berongga, dan dengan basisnya di atas dan puncaknya dibawah. Puncak atau apexnya miring ke sebelah kiri. Jantung memiliki berat kira-kira sebesar 300 gram (Maulana 2007). Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia. Jantung berperan dalam pemompaan darah dalam tubuh. Jantung bagian kiri berfungsi dalam memompa darah bersih yang kaya akan oksigen (O 2) atau zat asam ke seluruh tubuh. Sedangkan jantung kanan berfungsi dalam menampung darah kotor yang rendah oksigen (O 2), kaya karbondioksida (CO2) atau zat asam arang yang nantinya akan dialirkan ke paru -paru untuk dibersihkan (Ulfah 2000). Arteri koronaria merupakan arteri yang keluar dari aorta (pembuluh darah besar utama) yang kemudian bercabang dua menjadi arteri koronaria kiri dan kanan yang berdiameter lebih kecil dari 304 milimeter. Arteri koronaria kiri dan kanan melewati permukaan jantung, saling bertemu di bagian belakang dan hampir membentuk lingkaran (Maulana 2007). Dari keseluruhan pembuluh darah, pembuluh darah arteri koronaria merupakan pembuluh darah yang paling sering mengalami gangguan pada penyakit jantung koroner (Maulana 2007). Ulfah menyatakan bahwa jantung berdenyut sebanyak 60 -80 kali per menit. Denyutan jantung dapat bertambah cepat pada saat aktifitas atau emosi agar kebutuhan energi tubuh terpenuhi . Tiap kali jantung berdenyut darah yang dipompakan adalah sekitar 70 cc jadi dalam waktu satu hari atau 24 jam, jantung memompakan darah sebanyak kira-kira 7000 l. Gambar 1 menunjukkan jantung dan arterinya (Ulfah 2000). Gambar 1. Jantung dengan arteri koroner kanan (RCA) dan kiri (LCA) Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi karena penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner. Akibat adanya penyumbatan ini, maka dengan sendiri nya suplai energi kimiawi 6 ke otot jantung (miokard) berkurang, sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan. Kondisi dimana otot jantung mengalami kekurangan energi kimiawi disebut iskemia miokard. Bila iskemia berlangsung terus maka terjadilah kerusakan sel otot jantung, kondisi ini disebut infark miokard (Ulfah 2000). Kematian akibat penyakit jantung koroner umumnya terjadi melalui sindroma koroner akut (SKA) yang umumnya disebut sebagai serangan jantung. Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh terganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner di jantung secara akut. Gangguan pada aliran darah tersebut diakibatkan trombosis (pembekuan darah) yang terbentuk di dalam pembuluh darah sehingga mengham bat aliran darah (Maulana 2007). Manifestasi klinis penyakit jantung koroner (PJK) bervariasi tergantung pada derajat aliran dalam arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan tak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis (Kusm ana & Hanafi 1996). Penyakit jantung koroner dikaitkan dengan adanya aterosklerosis yang bertalian erat dengan penyimpangan metabolisme trigliserida dan kolesterol dalam tubuh (Muchtadi 1996). Aterosklerosis merupakan penyempitan pembuluh darah koroner karena lemak jenuh. Aterosklerosis terjadi karena adanya pengumpulan lemak di dinding arteri dan menebal sehingga menghasilkan permukaan yang kasar dan penyempitan pada dinding arteri. Hal ini membuat kemungkinan adanya penggumpalan darah pada bagian arteri y ang menyempit tersebut (Maulana 2007). Aterosklerosis Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani athere yang berarti seperti bubur dan skleros yang berarti mengeras. Aterosklerosis merupakan penimbunan yang terdapat pada arteri oleh endapan jaringan lemak. Lapisan jaringan lemak atau biasa disebut atheroma ini terdapat pada lapisan dalam arteri sejak masa kanak-kanak dan seterusnya. Jika lapisan ini rusak seperti karena tekanan darah tinggi atau merokok maka potongan -potongan besar dari jaringan lemak akan timbul selama beberapa tahun (Patel 1994). Potongan-potongan besar tersebut disebut atheromatous plaques dan biasanya muncul pada bagian cabang-cabang arteri dan di bagian biasanya aliran darah terganggu (Patel 1994). Plak tersebut berwarna kuning, substansinya seperti bubur, terutama terdiri dari darah, lipid, kolesterol, dan 7 trigliserida. Lipid ini biasanya terdapat pada aliran darah bergabung dengan protein khusus dan membentuk partikel yang dikenal sebagai lipoprotein. Semua lipoprotein mengandung kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan protein namun proporsinya berbeda (Patel 1994). Gambar 2 memperlihatkan proses aterosklerosis pada pembuluh darah. Gambar 2 Aterosklerosis pada pembuluh darah Ateroskeloris adalah suatu penyakit sistemik dan karena itu jarang timbul pada hanya satu pembuluh darah (Kusmana & Han afi 1996). Plak sering timbul pada tempat-tempat dimana terjadi turbulensi maksimum seperti pada percabangan, daerah dengan tekanan tinggi, daerah yang pernah kena trauma dimana terjadi deskuamasi endotel yang menyebabkan adesi trombosit (Kusmana & Hanafi 1996). Aterosklerosis merupakan respons terhadap cedera dari dinding arteri baik akibat tekanan darah, mekanis, kimiawi, makanan, CO, racun rokok, homosistin, kolesterol teroksidasi maupun LDL teroksidasi (Krisnatuti & Yenrina 1999). Bila aterosklerosis berada pada pembuluh darah koroner jantung maka akan menimbulkan penyakit jantung koroner (Krisnatuti & Yenrina 1999). Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan otot dinding jantung akibat terhentinya aliran darah (infark miokardia). Selain itu, gangguan akibat penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah dapat me nyebabkan berkurangnya aliran darah ke suatu organ ( iskemia). Pembuluh nadi sangat peka sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem pengontrol irama jantung (Krisnatuti & Yenrina 1999). Kadar Lipid Darah Kolesterol Salah satu turunan lemak yang saat ini banyak diteliti karena keterkaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif yaitu kolesterol. Kolesterol merupakan sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Sterol adalah kelompok senyawa yang mempunyai karakteristik struktur cincin kompleks steroid dengan bebagai variasi (Almatsier 2003). Kolesterol adalah lemak berwarna kekuningan 8 dan berupa seperti lilin yang diproduksi oleh tubuh terutama di liver (hati) (Heslet 2007). Bahan makanan yang mengandung kolesterol yang tinggi yaitu kuning telur, jeroan (paru, hati, ginjal, dan jantung), dan produk ikan atau kerang (kaviar, telur ikan kod, kepiting, udang besar dan udang kecil) (Heslet 2007). Kolesterol di dalam tubuh mempunyai dua sisi berlawanan, yaitu di satu sisi diperlukan dan di sisi lain dapat membahayakan bergantung berapa banyak terdapat dalam tubuh dan di bagian mana (Almatsier 2003). Kolesterol dalam darah berasal dari dua sumber yaitu dari diet (kolesterol eksogen) dan dari ha sil sintesis dalam tubuh (kolesterol endogen). Apabila seseorang tidak mengkonsumsi kolesterol maka hati akan mensintesisnya dari asam lemak dengan kecepatan 0.5 -1.0 g/hari. Biosintesis kolesterol secara endogen di mulai dengan perpindahan asetil-KoA dari mitokondria ke sitosol, khususnya di peroksisom. Terdapat lima tahapan utama dalam biosintesis kolesterol yaitu (1) konversi asetil -KoA menjadi 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA (HMG KoA), (2) konversi HMG KoA menjadi mevalonat, (3) konversi mevalonat menjadi suatu molekul isopren yaitu isopentil pirofosfat (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO 2, (4) konversi IPP menjadi squalene dan (5) konversi squalene menjadi kolesterol (Cheung et al 1993). Dalam biosintesis kolesterol dilibatkan sebanyak sebelas macam enzi m yaitu asetoasetil-KoA thiolase, HMG KoA sintase, HMG KoA reduktase, mevalonat kinase, fosfomevalonat kinase, mevalonat pirofosfat dekarboksilase, isopentenil-pirofosfat isomerase (IPP isomerase), farnesil -pirofosfat transferase (FPP transferase), squalene sintase, squalene monooksigenase dan squalene epoksidase. Biosintesis kolesterol terjadi 25 persen di organ hati dan 10 persen di usus (Cheung et al 1993). Kolesterol diperlukan oleh tubuh untuk kepentingan berikut sintesis asam empedu yang diperlukan untuk pencernaan lemak, sintesis hormon steroid, sintesis vitamin D, dan sebagai komponen membran sel (Krisnatuti & Yenrina 1999). Bersama darah, lemak dibawa dalam bentuk lip oprotein. Lipoprotein adalah gabungan dari trigliserida dan lipid besar lainnya seperti kolesterol dan fossolipiddengan protein-protein khusus (Almatsier 2003). Berdasarkan National Cholesterol Education Program (2001) kadar kolesterol total dalam darah diklasifikasikan menjadi: rendah (< 200 mg/dl), sedang (200-239 mg/dl), dan tinggi (≥ 240 mg/dl). 9 Terdapat empat jenis lipoprotein dengan karakteristik berbeda -beda, antara lain sebagai berikut (Krisnatuti & Yenrina 1999): 1. Chilomikrons Merupakan jenis lipoprotein yang kandungan lemaknya tinggi, densitas rendah, komposisi trigliserida tinggi, dan membawa sedikit protein. Kilomikron adalah lipoprotein yang berukuran paling besar serta berfungsi mengangkut lipid berasal makanan dari saluran cerna ke seluruh tubuh. (Almatsier 2003). 2. Pre-beta lipoprotein-very low density lipoprotein (VLDL) Jenis lipoprotein ini memiliki kandungan lipid tinggi. Kurang lebih sebanyak 20 persen kolesterol terbuat dari lemak endogenous di hati. Bila VLDL meninggalkan hati, lipoprotein lipase kembali bekerja dengan memecah trigliserida. Kemudian, VLDL akan mengikat kolesterol yang ada pada lipoprotein lain dalam sirkulasi darah. VLDL akan bertambah berat karena kekurangan trigliserida dan mejadi LDL (Almatsier 2003). 3. Beta lipoprotein-low density lipoprotein (LDL) Jenis lipoprotein ini membawa lemak dan mengandung kolesterol yang sangat tinggi, dibuat dari lemak endogenous di hati. Kolesterol ini sering disebut sebagai kolesterol jahat. Hal tersebut dikarenakan LDL yang teroksidasi di pembuluh darah oleh sel-sel perusak (scavenger pathway) sehingga tidak dapat kembali ke dalam aliran darah (Almatsier 2003). Hal tersebut akan mengakibatkan penumpukan dalam pembuluh darah dan apabila terjadi selama bertahun-tahun, kolesterol akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Plak tersebut akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel -sel otot dan kalsium sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis (Almatsier 2003). National Cholesterol Education Program (2001) menyatakan bahwa kadar LDL yang baik dalam tubuh yaitu dibawah 100 mg/dl. 4. Beta lipoprotein-high density lipoprotein (HDL) Jika sel-sel lemak membebaskan gliserol dan asam lemak, kemungkinan kolesterol dan fosfolipid akan dikembalikan pula ke dalam aliran darah. Hati dan usus halus kemudian akan memproduksi HDL yang masuk ke aliran darah. HDL akan mengambil kolesterol dan fosfolipid yang ada di dalam aliran darah dan menyerahkannya ke lipoprotein lain untuk diang kut kembali ke hati guna diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh (Almatsier 2003). Jenis lipoprotein ini membawa lemak total rendah, protein tinggi, dan dibuat 10 dari lemak endogenous di hati. Oleh karena kandungan kolesterolnya lebih rendah dan fungsinya sebagai pembuangan kolesterol maka HDL ini sering disebut kolesterol baik. Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan risiko terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan cara berhenti merokok, mengurangi berat badan dan menambah aktifitas (exercise) (Djohan 2004). Berdasarkan National Cholesterol Education Program (2001), kadar HDL darah yang baik yaitu > 40 mg/dl. Trigliserida Lemak dalam bahan makanan sebagian besar (kurang lebih 90%) merupakan lemak yang terdapat dalam bentuk trigliserida, sedang 10 persen sisanya terdapat dalam bentuk kolesterol dan fosfolipid (Piliang & Al Haj 2006). Menurut National Cholesterol Education Program (2001), kadar trigliserida normal di dalam tubuh manusia yaitu kurang dari 150 mg/dl, agak tinggi (150250mg/dl), tinggi (250-500 mg/dl), dan sangat tinggi (>500 mg/dl). Peningkatan kadar trigliserida darah umumnya tidak ditemukan pada seseorang yang usianya dibawah 30 tahun (Patel 1994). Trigliserida merupakan lemak darah yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol, peningkatan berat badan, diet tinggi gula, atau lemak serta gaya hidup tidak sehat la innya (Maulana 2007). Tekanan Darah Tekanan darah arterial ialah kekuatan darah ke dinding pembuluh darah yang menampungnya. Tekanan ini berubah -ubah pada setiap tahap siklus jantung (Pearce 1997). Tekanan darah sistolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi (jantung berdenyut). Tekanan darah sistolik merupakan besarnya tekanan tertinggi pada pembuluh darah pada satu waktu tertentu. Tekanan darah diastolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembulu h darah pada saat otot jantung rileks diantara dua denyutan. Tekanan darah diastole merupakan tekanan terkecil di dalam pembuluh darah pada satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002). Tekanan darah selalu berubah-ubah, tergantung waktu dan keadaan si penderita. Keadaan sakit atau emosi dapat meningkatkan tekanan darah dengan tiba-tiba. Selain itu, rasa kegelisahan, tekanan mental, dan temperatur yang dingin dapat pula meningkatkan tekanan darah (Moerdowo 1984). Faktor -faktor yang mempertahankan tekanan da rah, yaitu: 11 1. Kekuatan memompa jantung Gerakan jantung berasal dari nodus sinus -atrial dan kontraksi dua atrium. Gelombang kontraksi ini bergerak melalui berkas His dan kemudian ventrikel berkontraksi. Gerakan jantung terdiri atas dua jenis yaitu kontraksi atau sistol dan pengenduran atau diastol. 2. Banyaknya darah yang beredar Untuk membuat tekanan dalam suatu susunan tabung maka tabung perlu diisi penuh. Oleh karena dinding pembuluh darah adalah elastik dan dapat menggembung, maka harus diisi lebih supa ya dapat dibangkitkan suatu tekanan. 3. Viskositas (kekentalan darah) Viskositas darah disebabkan oleh protein plasma dan oleh jumlah sel darah yang berada di dalam aliran darah. Setiap perubahan pada kedua faktor ini akan merubah tekanan darah. Misalnya dalam anemia, jumlah sel dalam darah berkurang dan dengan sendirinya tekanan menjadi lebih rendah, seandainya jantung dan sistema vasomotrik tidak bekerja lebih giat untuk mengimbanginya. 4. Elastisitas dinding pembuluh darah Tekanan lebih besar terjadi di dalam arteri daripada di dalam vena sebab otot yang membungkus arteri lebih elastik daripada yang ada pada vena. 5. Tahanan tepi (resistensi perifer) Tahanan tepi adalah tahanan yang dikeluarkan oleh geseran darah yang mengalir dalam pembuluh. Tahanan utama pada aliran darah dalam sistem sirkulasi besar berada dalam arteriol, dan turunnya tekanan terbesar terjadi pada tempat ini. Arteriol juga menghasilkan denyutan yang keluar dari tekanan darah sehingga denyutan darah tidak kelihatan di dalam kapiler dan vena (Pearce 1997) Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45 -75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terj adinya angina pectoris dan miokard infark. Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan antara penyakit jantung koroner dan tekanan darah diastolik. Kejadian miokard infark dua kali lebih besar pada kelompok tekanan darah diastolik 90 -104 mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan pada teka nan darah diastolik 105 mmHg empat kali lebih besar (Djohan 2004). 12 Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner disebabkan oleh beberapa faktor risiko yang saling mempengaruhi. Faktor risiko diartikan sebagai karakterisitik yang berkaitan dengan kejadian suatu penyakit di atas rata -rata. Linder (1992) mengelompokkan faktor risiko penyakit jantung koroner dalam dua kelompok, yaitu faktor risiko primer dan sekunder. Faktor-faktor yang temasuk dalam faktor risiko primer yaitu merokok (satu pak atau lebih dalam sehari), adanya hipertensi, dan peningkatan kolesterol plasma. Faktor risiko sekunder yaitu peningkatan trigliserida plasma, obesitas, diabetes mellitus, stress kronis, pil KB, vasektomi, kurang aktivitas fisik, dan keturunan (Linder 1992). Selain itu, Ia juga menyatakan tentang hubungan kejadian penyakit kardiovaskuler dengan konsumsi makanan tertentu. Bahan pangan yang berkorelasi positif, yaitu protein hewani, kol esterol, daging, lemak total, telur, gula, kalori total, dan lemak hewani. Sedangkan bahan pangan yang berkorelasi negatif yaitu serat dan protein nabati. Mann (2002) membagi faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner sebagai berikut: ï‚· Faktor yang tidak dapat diubah: Jenis kelamin, peningkatan umur, faktor genetis, bentuk tubuh ï‚· Faktor yang dapat diubah: merokok, dislipidemia, oksidasi LDL, obesitas, hipertensi, aktivitas fisik, hiperglikemia dan diabetes, peningkatan trombosis, tingkat homosistein yang tinggi ï‚· Psikososial: kelas sosioekonomi bawah, situasi yang menekan (stress), perilaku yang tidak sehat ï‚· Geografi: iklim dan musim (udara dingin). Faktor-faktor risiko yang disebutkan di atas tersebut bersifat saling menguatkan. Orang yang memiliki tiga faktor risiko memiliki peluang terserang penyakit jantung enam kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang hanya memiliki satu faktor risiko (Krisnatuti & Yenrina 1999). Secara skematis faktor faktor risiko diatas dapat dilihat pada Gambar 3. Selain itu, faktor diet yang dapat memberikan kontribusi timbulnya penyakit jantung meli puti tiga hal, yaitu: 1. Diet yang berkaitan dengan tinggi kolesterol dan tinggi lemak yang berhubungan dengan konsumsi lemak jenuh hewani. Mann (2002) menyatakan bahwa vegetarian memiliki risiko yang lebih rendah daripada 13 pemakan daging, namun hal tersebut belum dinyatakan secara pasti karena masih memerlukan penelitian lebih lanjut. 2. Hipertensi yang berkaitan dengan tingginya konsumsi garam pada makanan. 3. Obesitas. Diet makanan dan minuman berlebihan Kegemukan Gaya Hidup Santai Diabetes Mellitus Merokok Diet tinggi sodium Hipertensi Atheriosklerosis Penyakit Jantung Koroner Diet Lemak - Tinggi lemak total - Tinggi lemak jenuh - Rendah perbandingan lemak tak jenuh/lemak jenuh - Tinggi masukan kolesterol Kolesterol darah tinggi Gambar 3 Hubungan antar faktor risiko penyakit jantung koroner (Muchtadi 1996) Faktor-Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah Umur. Seiring dengan meningkatnya usia, efisiensi dari sistem kardiovaskuler pun menurun dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan (Patel 1994). Usia 45 tahun merupakan usia yang kritis dan harus diwaspadai oleh kaum pria sedangkan pada kaum wanita yaitu pada usia 55 tahun atau ketika sudah memasuki masa menopause (Maulana 2007). Jenis Kelamin. Penyakit jantung koroner umumnya dikenal sebagai penyakit kaum pria. Hal tersebut bisa dilihat pada perbandingan kasus dengan kaum wanita pada usia yang sama. Pria dibawah usia 50 tahun memiliki risiko 3 atau 5 kali lebih besar terkena atau meninggal akibat jantung koroner dari kaum wanita (Patel 1994). Menurut Maulana (2007), sebelum memasuki masa 14 menopause, kaum wanita memiliki suatu ”pelindung alami” yaitu hormon estrogen. Hormon estrogen ini berperan dalam menjaga tingkat kolesterol darah , yaitu menjaga High Density Lipoprotein (HDL) tetap tinggi dan Low Density Lipoprotein (LDL) tetap rendah. Selain itu, hormon estrogen juga berfungsi untuk mengurangi risiko terjadinya pembekuan darah. Genetik atau Riwayat Penyakit Jantung pada Keluarga. Jika terdapat anggota keluarga seperti kakek, nenek, orangtua, saudara lelaki atau perempuan yang pernah mengalami serangan jantung atau stroke maka terdapat peningkatan risiko terkena serangan dibandingkan dengan orang lain yang tidak berasal dari keluarga yang memiliki riwayat penyakit jantung (Patel 1994). Lingkungan Keluarga. Hal ini dipertimbangkan dalam faktor risiko yang tidak dapat diubah karena keluarga tidak hanya membagikan gen tetapi juga berada dalam lingkungan yang sama. Untuk menyokong teori lingkungan ini terdapat pengamatan bahwa tekanan darah tinggi biasanya muncu l pada pasangan suami istri dan hanya satu dari kembar identik yang dapat terkena penyakit jika dipisahkan segera setelah lahir dan dibawa ke lingkungan yang berbeda. Selain itu, keadaan rumah yang penuh tekanan, adanya perselisihan, persaingan tidak sehat yang terjadi di dalam keluarga dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung dan tekanan darah tinggi (Patel 1994). Faktor-Faktor Risiko yang Berpotensi dapat Diubah Pendidikan. Pendidikan adalah usaha untuk mengadakan perubahan perilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Perubahan perilaku yang diharapkan mengandung aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang nantinya berkaitan dengan perubahan kebiasaan makan (Guhardja 1979). Menurut Hardinsyah (1985) tingkat pendidikan akan mempengaruhi ting kat konsumsi pangan seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas dibandingkan dengan orang yang berpen didikan rendah. Tingkat pendidikan yang tinggi terutama yang berkaitan dengan pengetahuan gizi tentang informasi gizi dan kesehatan yang tinggi akan mendorong terbentuknya perilaku makan yang baik. Namun, jika tingkat pendidikan tinggi tetapi tidak disertai dengan pengetahuan gizi maka tidak akan berpengaruh terhadap pemilihan pangan (Sediaoetama 1991). 15 Pendapatan Keluarga. Pendapatan berpengaruh terhadap daya beli seseorang. Rendahnya pendapatan mengakibatkan seseorang tak mampu membeli bahan pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sajogyo et al. 1994). Menurut Harper et al. (1986) pada umumnya jika pendapatan naik, maka jumlah dan jenis pangan akan membaik. Madanijah (2004) menyatakan bahwa perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi keluarga. Jika pendapatan meningkat maka pembelian pangan dalam hal kualitas maupun kuantitas akan lebih baik. Besar Keluarga. Menurut BKKBN (1998) diacu dalam Marut (2008), besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar keluarga d ikelompokkan menjadi tiga yaitu: keluarga kecil (jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan empat orang), keluarga sedang (jumlah anggota keluarga antara lima hingga tujuh orang, dan keluarga besar (jumlah anggota keluarga lebih dari tujuh orang). Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Selain itu juga dapat mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam k eluarga (Sukarni 1994). Pekerjaan. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu (BPS 1998 dalam Setiawati 2006). Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi gaya hidup dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise, kehormatan, dan respek (Engel et al 1994). Gaya Hidup. Menurut Suhardjo (1989), gaya hidup adalah hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Beberapa masukan yang merupakan variabel utama dalam penelitian adalah: pendapatan, pendidikan, tempat pemukiman pertanian, perkotaan, dan sebagainya. Masukan lainnya adalah struktur keluarga, jumlah anggota rumah tangga, umur, jarak antar anak, jenis kelamin, pembagian kerja anggota rumah tangga dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga (Suhardjo 1989). Gaya hidup seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah (Sumarwan 2002). Gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, kurang gerak badan, dan tidak pernah berolahraga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner (Patel 1994). 16 Merokok. Dua bahan terpenting dalam asap rokok yang berkaitan dengan penyakit jantung adalah nikotin dan gas CO (karbon monoksida). Asap rokok mengandung sekitar 0.5 persen sampai 3 persen nikotin dan apabila dihisap maka kadar nikotin dalam darah akan berkisar antara 40 -50 mg/ml darah. Akibatnya, nikotin dapat mengganggu kinerja jantung karena membuat irama jantung menjadi tidak teratur, mempercepat aliran darah, menimbulkan kerusakan lapisan dalam dari pembuluh darah dan menimbulkan penggumpalan darah (Aditama 1992). Nikotin dalam rokok juga dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bert ugas membawa oksigen ke jantung (Sani 2006). Menurut beberapa hasil penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat menaikkan tekanan darah. Senyawa dala m rokok yang diduga dapat meningkatkan tekanan darah yaitu nikotin. Nikotin dapat meningkatkan penggumpalan dalam darah dan menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah (Purwati et al. 2002) Gas CO (karbon monoksida) dapat mengganggu kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat zat hemoglobin di dalam darah 200 kali lebih kuat dari oksigen. Setiap batang rokok mengandung tiga hingga enam persen gas CO. Kadar CO dalam darah perokok berat sekitar lima persen. Kebiasaan merokok berpengaruh pada jantung dan pembuluh darah melalui mekanisme aterosklerotik, gangguan metabolisme lemak, gangguan sistem homeostatik, gangguan irama jantung serta penurunan kemampuan untuk oksigenisasi (Aditama 1992). Perokok akan mengalami serangan jantung tiga kali lebih sering dibandingkan dengan bukan perokok. Kebiasaan merokok juga akan meningkatkan kematian menjadi dua kali lebih tinggi pada perokok yang sebelumnya pernah mendapat serangan jantung. Jika kebiasaan merokok dimulai dari usia muda maka risiko mendapatkan penyakit jantung koroner adalah dua kali lebih besar daripada bukan perokok dan meningkatkan risiko terkena serangan jantung sebelum usia 50 tahun (Aditama 1992). Merokok juga berpengaruh terhadap kadar lipid darah . Ditemukan kadar HDL yang rendah pada orang-orang yang merokok. Hal tersebut berarti pembentukan kolesterol baik yang bertugas membawa lemak dari jaringan ke hati menjadi terganggu. Sementara kebalikannya justru terjadi pada kadar 17 LDLnya. Kadar LDL pada orang merokok cenderung tinggi yang berarti lemak dari hati justru dibawa kembali ke jaringan tubuh (Sani 2006). Kedua hal tersebut mengindikasikan bahwa seorang perokok mengalami gangguan transportasi lemak ke hati. Meski sering ditemukan kadar HDL rendah pada seorang perokok namun belum ada penelitian khusus yang bisa menjelaskan bagaimana mekanisme penurunan HDL oleh rokok. Selain memperburuk profil lemak atau kolesterol darah, rokok juga dapat meningkatka n tekanan darah dan nadi (Sani 2006). Kurang Gerak Badan. Bergerak atau aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Saat ini, masyarakat dimanjakan dengan teknologi yang dapat mempermudah aktivitas sehari-hari sehingga menimbulkan gaya hidup sedentary (Kodyat 1994 dalam Muchtadi 1996). Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup dimana gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental maksimal. Fasilitas -fasilitas yang menggunakan teknologi tinggi (lift, escalator) mempersempit peluang warga kota untuk melakukan gerak fisik yang optimal. Gerak fisik yang kurang atau bahkan tidak ada sama sekali dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Menurut Kusmana (2003) aktivitas fisik terutama aerobik meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang mendorong peningkatan produksi nitrit oksida (NO) serta merangsang pembentukan dan pelepasan endothelial derive relaxing factor (EDRF) yang merelaksasi dan melebarkan pembuluh darah. Apabila seseorang kurang aktif bergerak maka orang tersebut mempunyai risiko dua sampai tiga kali lebih besar untuk menderita serangan jantung dibanding orang yang aktif dan melakukan olahraga secara teratur. Hal tersebut dikarenakan latihan secara teratur dapat memperkuat otot jantung , memperbaiki sistem peredaran darah, dan mengurangi kemungkinan terjadinya kegemukan (Masino 2006). Kebiasaan Olahraga. Menurut Masino (2006), banyak hasil -hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kebiasaan berolahraga dapat meningkatkan kesehatan jantung. Namun, masih banyak orang yang belum menerapkan kebiasaan berolahraga ini dalam kehidupan sehari -harinya. Alasan yang umumnya digunakan adalah tidak adanya waktu dan keterbatasan fasilitas. Padahal sebenarnya olahraga dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja tanpa harus pergi ke sasana olahraga. Olahra ga sederhana yang dapat 18 dilakukan antara lain: lompat tali, berjalan cepat selama 30 menit, menggunakan tangga ketika kembali ke ruangan di kantor, dan aktivitas apapun yang dapat memacu kerja jantung setidaknya selama 30 menit hingga satu jam (Masino 2006). Jenis olahraga yang baik untuk para penderita jantung koroner adalah jenis olahraga yang memiliki intensitas yang sedang seperti jalan pagi, jalan cepat, senam, dan lain-lain (Lee & Paffenbarger 2001). Beberapa penelitian yang terdapat dalam Lee & Paffenbarger (2001) menyatakan bahwa jenis olahraga yang baik untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga dengan intensitas sedang hingga bersemangat (vigorous). Pemilihan jenis olahraga sebaiknya disesuaikan dengan keadaan penyakit penderita penyakit jantung koroner. Menurut American College of Sports Medicine (2001), olahraga yang dianjurkan untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga aerobik sedangkan yang tidak dianjurkan yaitu yang berkaitan dengan penguatan otot. Jenis olahraga aerobik yang dapat dilakukan seperti jalan cepat, jogging, senam pagi, ataupun sekedar mengerjakan pekerjaan rumah seperti mengepel, membuang sampah, dan lain-lain. Seseorang yang memiliki penyakit jantung koroner seharusnya memiliki suatu perencanaan olahraga yang dikonsultasikan dengan dokter dan secara berkala mengevaluasi perencanaan olahraga tersebut (American College of Sports Medicine 2001). Durasi olahraga yang dianjurkan untuk para penderita penyakit jantung koroner adalah setidaknya 30 menit hingga satu jam setiap berolahraga dengan frekuensi olahraga setidaknya tiga hari sekali. Beban yang dapat diterima oleh jantung berkisar antara 60 -80 persen dari kekuatan maksimal jantung. Beban segera itu dijabarkan dengan denyut jantung antara 70-85 persen dari denyut jantung maksimal. Dengan demikian, olahraga sudah cukup memperbaiki atau meningkatkan kemampuan jantung bila diberi beban antara 60-80 persen atau dengan aturan denyut jantung antara 70 -85 persen dari denyut jantung maksimal. Bila latihan dilakukan sampai denyut jantung maksimal akan menyebabkan kelelahan dan membahayakan. Sebaliknya jika beban latihan kurang dari 70 persen maka efek latihan sangat sedikit atau kurang bermanfaat bagi jantung khususnya bagi orang sehat (Kusmana 1997). Menurut Kuntaraf dan Kuntaraf (2000), jika olahraga dilakukan dengan teratur, jantung akan menjadi lebih kuat dan berdaya guna. Arteri yang mensuplai 19 otot jantung dengan darah akan bertambah besar ukurannya dan mengurangi risiko serangan lebih lanjut. Olahraga bukan hanya sekedar melindungi penderita penyakit jantung dengan jalan membuka saluran pembuluh darah baru sekitar pembuluh darah koroner yang tersumbat namun juga terdapat bukti yang menyebutkan bahwa olahraga dapat menghindari penyumbatan bagi mereka yang belum mengalami penyumbatan pembuluh darah. Hal ini disebabkan seseorang yang berolahraga akan mel arutkan satu macam protein yang disebut fibrin. Dengan demikian lebih banyak seseorang berolahraga maka kadar fibrinnya akan makin rendah sehingga gumpalan darah tidak akan terbentuk (Kuntaraf & Kuntaraf 2000). Berolahraga keras dapat meningkatkan HDL kol esterol dalam darah sampai 20-30 persen. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa kemampuan High Density Lipoprotein (HDL) menyingkirkan kolesterol biasa meningkat selama latihan fisik. Namun, hal tersebut tidak bertahan lama karena apabila kita berhenti berolahraga, kadar HDL kolesterol dan kolesterol biasa kembali ke kadar semula sebelum olahraga dimulai. Oleh karena itu, jika ingin memperbaiki dan mengontrol kadar kolesterol dalam darah maka perlu melakukan olahraga secara teratur (Heslet 2007). Menurut beberapa hasil penelitian dalam Durstine (2001), kebiasaan berolahraga dapat menurunkan kadar trigliserida dan kadar LDL namun tidak selalu turun. Kadar kolesterol cenderung tidak berubah selama berolahraga. Namun, kadar HDL meningkat jika seseorang melakukan olahraga aerobik yang dilakukan setidaknya 12 minggu berturut -turut walaupun tidak selalu berhasil. Kebiasaan berolahraga umumnya lebih berpengaruh terhadap kadar lipid darah pada seseorang yang sejak awal memiliki gaya hidup yang aktif dan tidak berpengaruh banyak pada seseorang yang memiliki gaya hidup sedentary. Kebiasaan berolahraga tersebut dapat mempengaruhi kadar lipid darah dalam waktu setidaknya 24-48 jam sesudah berolahraga. Hal tersebut tentunya dapat mempengaruhi hasil laboratorium pada saat pengambilan darah untuk mengecek kadar lipid darah (Durstine 2001). Kusmana (2003) menyatakan bahwa aktivitas apa pun asal mampu meningkatkan denyut jantung antara 110 -130 per menit, berkeringat dan disertai peningkatan frekuensi napas namun tidak sampai terengah-engah sudah cukup baik untuk mencegah penyakit jantung dan stroke . Namun, manfaat itu baru bisa didapat jika peningkatan aliran darah lewat aktivitas fisik berlangsung secara 20 teratur dalam waktu cukup lama (20 menit sampai satu jam) serta dilakuk an secara teratur seumur hidup. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa latihan rutin dapat meningkatkan peredaran dan melindungi jantung, sehingga dapat dikatakan bahwa latihan merupakan suatu faktor risiko bagi tubuh. Seperti pada penelitian pada pegawai sipil dewasa di London yang menyatakan bahwa laki -laki yang mengisi waktu luang dengan aktivitas yang bersemangat hanya memiliki sepertiga risiko terkena penyakit jantung koroner dibandingkan yang tidak beraktivitas (Patel 1994). Pola Makan. Pola makan adalah berbagai informasi yang menberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan seseorang dan merupakan ciri khas untuk kelompok masyarakat tertentu (Kardjati, Alisjahbana, & Kusin 1985). Menurut Harper et al (1986) pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang memilih bahan makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya, dan sosial. Pola makan biasa disebut juga dengan kebiasaan makan, kebiasaan pangan, atau pola pangan (Harper et al 1986). Kebiasaan makan atau pola makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan seperti tata krama, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam anggota keluarga, preferensi terhadap makanan, dan cara pemi lihan bahan pangan (Suhardjo 1989). Khumaidi (1994) menyebutkan bahwa pada dasarnya terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu faktor intrinsik (berasal dari dalam diri manusia) dan faktor ekstrinsik (berasal dari luar manusia). Pola konsumsi makanan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung jumlah kalori yang berlebih, tinggi lemak, garam, dan gula serta kebiasaan mengkonsumsi alkohol maupun kopi (Patel 1994). Seseorang yang menkonsumsi makanan yang tinggi kolesterol atau lemak jenuh cenderung untuk memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena aterosklerosis, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner. Bahan makanan yang tinggi kolesterol antara lain: telur, jeroan (hati, otak, jantung, usus, dan lain -lain), dan kerangkerangan. Lemak jenuh biasanya ditemukan pada pangan hewani seperti daging dagingan, produk susu, produk olahan daging, dan cooking fats (Patel 1994). 21 Sanjur dan Elizabeth (1982) dalam Suhardjo (1989) menyatakan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan dalam hubungannya dengan preferensi pangan. Ketiga faktor tersebut adalah karakteristik individu (umur, jenis kelamin, suku, dan pendapatan), karakteristik makanan (rasa, harga, rupa, dan tekstur), dan karakteristik lingkungan (musim, pekerjaan, dan tingkatan sosial dalam masyarakat). Konsumsi Energi dan Zat Gizi. Pangan adalah salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai s umber energi dan zat-zat gizi. Kebutuhan akan energi dan zat -zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat, badan, iklim, dan aktivitas fisik. Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun, dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan yang dikonsumsi sehari -hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Zat gizi yang dibu tuhkan oleh tubuh antara lain: karbohidrat, lipid atau lemak, protein, vitamin, mineral, dan air (Almatsier 2003). Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup. Menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidra t, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Menurut FAO/WHO (1985) diacu dalam Almatsier (2003) kebutuhan energi seseorang adalah konsumsi energi yang berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempu nyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan s umber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang -kacangan dan biji-bijian. Selain itu juga bahan makanan sumber karbohidrat seperti padi -padian, umbi-umbian, dan gula murni serta semua bahan makanan yang dibuat dari dan dengan bahan makanan tersebut. Angka kecukupan energi rata-rata per orang per hari untuk jenis kelamin laki-laki adalah 2350 Kal (30-49 thn), 2250 Kal (50-64 thn), dan 2050 Kal (> 65 thn) (AKG 2004). Jenis kelamin perempuan memiliki angka kecukupan energi rata-rata yaitu 1800 Kal (30-49 thn), 1750 Kal (50-64 thn), dan 1600 Kal (> 65 thn) (AKG 2004). Jumlah masukan energi yang berlebihan baik energi yang berasal dari karbohidrat, lemak, protein, maupun alkohol dapat 22 mempertinggi trigliserida dan kolesterol dalam darah (Krisnatuti dan Yenrina 1999). Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa), disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa, dan trehalosa), gula alkohol (sorbitol, manitol, dulsitol, dan inositol), dan oligosakarida (rafinosa, stakiosa, verbakosa, dan fruktan). Jenis karbohidrat lainnya yaitu karbohidrat kompleks terdiri dari polisakarida yang terdiri atas lebih dari dua ikatan monosakarida (pati, dekstrin, dan glikogen), dan serat yang dinamakan juga polisakarida non pati. Golongan polisakarida non pati atau serat terbagi ke dalam dua kelompok yaitu serat larut air (pektin, gum, mukilase, glukan, dan algal) dan serat tidak larut air (s elulosa, hemiselulosa, dan lignin) (Almatsier 2003). Banyak penelitian yang menyatakan polisakarida non pati larut air berpengaruh terhadap penurunan kolesterol darah terutama fraksi LDL (Low Density Lipoprotein) yang disertai dengan penurunan kolesterol dalam hati dan lain jaringan. Menurut Almatsier (2003) fungsi karbohidrat bagi tubuh yaitu sebagai sumber energi, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak, dan membantu pengeluaran feses. Sumber karbohidrat terutama adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacang kering, dan gula. Bahan pangan lainya seperti sayuran, buah -buahan, daging-dagingan dan olahannya sedikit sekali mengandung karbohidrat. WHO (1990) diacu dalam Almatsier (2003) menganjurkan agar 55-75% konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks dan paling banyak hanya 10% berasal dari gula sederhana. Lemak dibedakan berdasarkan struktur dan fungsinya. Komponen utama lemak terdiri dari: asam-asam lemak, turunan asam-asam lemak (ester gliserol, ester kolesterol, dan glikolipid), dan sterol dan turunan sterol seperti kolesterol, asam empedu, steroid, dan komponen minor (vitamin -vitamin yang larut dalam lemak dan prostaglandin). Fungsi utama lemak yaitu mensuplai sejumlah energi dengan volume relatif sedikit, membantu absorbsi vitamin -vitamin yang larut lemak, sumber asam-asam lemak esensial yang tidak dapat disintesa oleh tubuh (Piliang & Al Haj 2006). Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan lain -lain), mentega, 23 margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lainnya yaitu kacang-kacangan, biji-bijian, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Almat sier 2003). Panjang rantai atom karbon dan tingkat kejenuhan asam trigliserida akan menentukan perbedaan tekstur, bentuk, dan sifat -sifat lain asam lemak. Lemak yang berasal dari pangan hewani umumnya mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat, dan juga mengandung asam lemak tunggal tidak jenuh, misalnya asam oleat dan sedikit mengandung asam lemak ganda tidak jenuh. Sebaliknya, pangan nabati selain minyak kelapa mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh berantai panjang seperti asam oleat dan asam linoleat yang mengandung asam lemak jenuh dengan jumlah lebih sedikit (Piliang & Al Haj 2006). WHO (1990) diacu dalam Almatsier (2003) menganjurkan konsumsi lemak sebesar 15-30 persen dari kebutuhan energi total. Konsumsi lemak jenuh yang dianjurkan maksimal 10 persen dari kebutuhan energi total, sedangkan konsumsi lemak tidak jenuh ganda dianjurkan tiga hingga tujuh persen. Konsumsi kolesterol yang dianjurkan yaitu ≤ 300 mg sehari. Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas asam-asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur -unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan beberapa diantaranya juga mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan kobalt (Almatsier 2003). Fungsi protein antara lain untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat -zat gizi dan sumber energi. Protein dapat diperoleh dari bahan pangan terutama bahan pangan hewani seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati yang baik adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tahu dan tempe. Padi-padian dan hasil olahannya relatif rendah dalam protein (Almatsier 2003) Angka kecukupan protein yang dianjurkan per orang perhari berdasarkan AKG 2004 yaitu untuk pria dengan rentang umur 30 hingga > 65 tahun yaitu 60 gram dan untuk wanita dengan rentang umur 30 hingg a > 65 tahun yaitu 50 gram. Sedangkan berdasarkan syarat diet untuk penyakit jantung, p enderita 24 penyakit jantung koroner dianjurkan untuk mengkonsumsi protein cukup (0,8gr/kgBB). Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh sehingga harus didapatkan dari konsumsi makanan. Vitamin memiliki peranan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh. Umumnya vitamin berfungsi sebagai koenzim atau bagian dari enzim. Vitamin diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu vitamin larut lemak (A, D, E, K), dan vitamin larut air (B, C) (Almatsier 2003). Vitamin C memiliki banyak fungsi dalam tubuh sebagai koenzim atau kofaktor dan kandungan asam askorbatnya memiliki kekuatan yang kuat kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi -reaksi hidroksilasi serta diduga dapat menurunkan kadar trigliserida serum yang tinggi (Almatsier 2003). Angka kecukupan yang dianjurkan yaitu untuk pri a sebesar 90 mg dan wanita 75 mg (AKG 2004). Terdapat satu jenis vitamin yaitu vitamin B 6 yang juga berperan dalam pembentukan aterosklerosis. Vitamin B 6 berperan dalam mencegah pembentukan atau akumulasi homosistin dalam darah (Linder 1991). Serat merupakan bagian yang terdapat dalam bahan pangan yang tidak tercerna dan mempunyai sifat positif bagi gizi dan metabolisme (Winarno 1992). Serat makanan atau dietary fiber merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisi s oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah buahan (Winarno 1992). Serat makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut ( soluble fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman mengandung kedua-duanya dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih banyak. Serat larut antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan beberapa hemiselulosa. Sedangkan serat tidak larut terdiri dari lignin dan selulosa (Siagian 2003). Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan meningkatkan konsumsi dietary fiber dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah terutama jika dilakukan secara kontinyu (Winarno 1992). Penurunan kolesterol diduga berkaitan dengan metabolisme asam empedu (Almatsier 2003). Asam empedu dan steroid netral disintesis dalam hati dari kolesterol yang kemudian disekresi ke dalam empedu dan biasanya kembali ke hati melalui reabsorbsi dalam usus 25 halus (siklus entero hepatik). Serat makanan diduga menghalangi siklus ini dengan menyerap asam empedu sehingga perlu diganti dengan asam empedu baru dari kolesterol persediaan (Almatsier 2003). Serat dari sumber yang berbeda mempunyai kemampuan mengikat asam empedu yang berbeda pula. Selulosa yang telah dimurnikan dan dedak gandum hampir tidak mempunyai kemampuan untuk menurunkan kadar kolesterol serum. Serat alfalfa dan oats sangat efektif menurunkan kadar kolesterol serum. Pektin dan gum cukup efektif dalam menurunkan kadar kolesterol. Serat jenis lain juga dapat membantu meningkatkan pengeluaran kolesterol melalui feces dengan jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui usus kecil. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian serat makanan mempunyai sifat hipokolesterolemik dan menurunkan risiko aterosklerosis (Krisnatuti & Yenrina 1999). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lairon et al (2005), jumlah konsumsi serat makanan dan serat tak larut yang tinggi berhubungan dengan penurunan risiko kelebihan berat badan ( overweight), rasio pinggangpinggul yang tinggi, tekanan darah, plasma apolipoprotein (apo) B, apoB:apo A -I, kolesterol, triacylglycerol, dan homosistein. Serat dari sereal berhubungan dengan BMI rendah, tekanan darah, dan kadar homosistein. Tekanan Darah Tinggi atau Hipertensi. Tekanan tinggi di dalam arteri (pembuluh nadi) akan merusak dindingnya dan merangsang timbulnya aterosklerosis atau ateroma. Jantung juga akan bekerja lebih keras untuk memompa darah yang bertekanan tinggi tanpa suplai oksigen yang mencukupi. Hal tersebut yang mengakibatkan kemungkinan seseorang terkena angina atau serangan jantung (Maulana 2004). Hipertensi merupakan s uatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan ( morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Penyakit darah tinggi atau lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit jantung k oroner (PJK) dan stroke. Bila tidak diatasi, tekanan darah tinggi akan mengakibatkan ja ntung bekerja keras hingga pada suatu saat akan terjadi kerusakan yang serius. Pada jantung, otot jantung akan menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsinya sebagai pompa menjadi terganggu. Sehingga dapat mengakibatkan jantung dilatasi dan kemampuan kontraksinya berkurang (Anonim 2007). 26 Seseorang yang terdiagnosa hipertensi memiliki risiko yang menin gkat untuk penyakit antara lain : penyakit jantung (gagal Jantung, kematian menda dak, kardiomiopati) dan aritmia, stroke, penyakit jantung koroner, aneurisma aorta (kelemahan dinding aorta yang mengakibatkan dilatasi hingga 1.5 kali lebih besar dan berisiko untuk ruptur), gagal ginjal, dan retinopati (penyakit mata yang mengakibatkan kebutaan). Risiko untuk terjadi satu atau lebih dari kondisi diatas, meningkat sebanding dengan peningkatan tekanan darahnya. Diabetes. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70 -110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120 -140 mg/dL pada dua jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya (Soegondo 2007). Penyakit ini disebabkan karena kekurangan hormon insulin yang berfungsi mengatur kadar glukosa dalam darah. Karena hormon insulin berkurang maka kadar gula dalam darah meningkat. Kelebihan kadar gula dalam darah ini dapat meningkatkan risiko gangguan di dalam peredaran darah termasuk serangan jantung. Selain itu, diabetes juga meningkatkan kadar lemak dalam darah, termasuk kolesterol tinggi (Maulana 2004). Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endok rinologi Indonesia) (2006) dalam Soegondo (2007), seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa lebih besar dari 126 mg/dL dan pada tes sewaktu lebih besar dari 200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu dua jam. Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, te rutama yang menuju ke kulit dan saraf (Soegondo 2007). Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya 27 aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah ). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke (Soegondo 2007). Status Gizi. Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan utilisasi zat gizi makanan. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai status gizi, yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Cara penilaian status gizi tersebut dapat digunakan secara gabungan (lebih dari satu indikator) atau secara tunggal (Riyadi 2001). Metode antropometri menggunakan pengukuran -pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis dan dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lainnya yaitu dapat memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau (Riyadi 2001). Status gizi (kurang atau lebih) dapat ditentukan dengan menggun akan indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index. Berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara indeks massa tubuh dengan lemak tubuh dan risiko terkena penyakit degeneratif atau risiko kematian karena penyakit degeneratif (Riyadi 2001). IMT (Indeks Massa Tubuh) dapat diperoleh dari perbandingan indeks antropometri berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2) (Riyadi 2001). Obesitas timbul sebagai akibat dari konsumsi makanan dalam jumlah kalori yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan kalori yang dibakar sehingga disimpan sebagai lemak dalam tubuh. Jika tubuh kelebihan berat badan maka jantung akan bekerja lebih keras untuk menyediakan darah ke semua lemak yang berlebih (Patel 1994). Menurut Heslet (2007), orang yang mengalami kelebihan berat badan mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi yang dapat mendorong terjadinya aterosklerosis. Selain itu, seseorang yang status gizinya berlebih umumnya memiliki kandungan lemak yang tinggi dalam tubuhnya (Patel 1994). Pengklasifikasian status gizi berdasarkan indeks massa tubuh dapat dilihat pada Tabel 1. 28 Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks massa tubuh Indeks Massa Tubuh Klasifikasi Principal cut-off points Additional cut-off points <18.50 <18.50 Underweight <16.00 <16.00 Severe thinness 16.00 - 16.99 16.00 - 16.99 Moderate thinness 17.00 - 18.49 17.00 - 18.49 Mild thinness 18.50 - 22.99 18.50 - 24.99 Normal range 23.00 - 24.99 ≥25.00 ≥25.00 Overweight 25.00 - 27.49 25.00 - 29.99 Pre-obese 27.50 - 29.99 ≥30.00 ≥30.00 Obese 30.00 - 32.49 30.00 - 34-99 Obese class I 32.50 - 34.99 35.00 - 37.49 35.00 - 39.99 Obese class II 37.50 - 39.99 ≥40.00 ≥40.00 Obese class III Sumber : WHO 2004 KERANGKA PEMIKIRAN Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner. Penyakit jantung koroner dikaitkan dengan adanya aterosklerosis yang bertalian erat dengan penyimpangan metabolisme trigliserida dan kolesterol dalam tubuh (Muchtadi 1996). Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Faktor risiko merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kejadian suatu penyakit di atas rata-rata. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor primer dan faktor sekunder. Faktor-faktor primer yaitu merokok (satu pak atau lebih dalam sehari), adanya hipertensi, dan peningkatan kolesterol plasma. Faktor risiko sekunder yaitu peningkatan trigliserida plasma, obesitas, diabetes mellitus, stress kronis, pil KB, vasektomi, kurang aktivitas fisik, dan keturuna n (Linder 1992). Selain itu, Linder (1992) juga menyatakan tentang hubungan kejadian penyakit kardiovaskuler dengan konsumsi makanan tertentu. Bahan pangan yang berkorelasi positif, yaitu protein hewani, kolesterol, daging, lemak total, telur, gula, kalori total, dan lemak hewani, sedangkan bahan pangan yang berkorelasi negatif yaitu serat dan protein nabati. Gaya hidup merupakan salah satu aspek yang dapat menyebabkan peningkatan terjadinya penyakit kardiovaskuler terutama penyakit jantung koroner. Gaya hidup tersebut antara lain kebiasaan berolahraga atau aktif bergerak secara fisik dan kebiasaan merokok. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Lakka di India memperlihatkan bahwa seseorang yang berolahraga dengan rata-rata intensitas sedang memiliki risiko separuh lebih rendah terkena penyakit jantung koroner daripada mereka yang tidak pernah atau jarang berolahraga secara teratur. Gaya hidup lainnya yang termasuk dalam faktor risiko penyakit jantung yaitu kebiasaan menghisap rokok. Rokok memiliki kandungan kimia yang berbahaya bagi jantung. Bahan -bahan kimia tersebut yaitu nikotin dan CO (karbon monoksida) yang dapat mengganggu kinerja jantung seperti merusak lapisan dalam pemburuh darah, memekatkan darah sehingga mudah menggumpal, mengganggu irama jantung dan mengakibatkan kekurangan oksigen (Sani 2006). Seseorang yang merokok secara aktif memiliki risiko tiga kali lebih besar menderita penyakit jantung merokok daripada orang yang tidak merokok. 30 Kebiasaan merokok juga akan meningkatkan kematian menjadi dua kali lebih tinggi pada perokok yang sebelumnya pernah mendapat serangan jantung (Aditama 1992). Hal tersebut mengakibatkan rokok menjadi perhatian dan mendapatkan tempat sebagai penyebab penyakit kardiovasku ler terutama penyakit jantung koroner (PJK). Selain gaya hidup, faktor pola makan juga menjadi salah satu aspek yang diamati. Hal ini disebabkan oleh penyebab aterosklerosis yang menjadi penyebab dalam timbulnya penyakit jantung koroner yaitu adanya gangguan dalam metabolisme lemak dan tingginya kadar kolesterol terutama LDL dalam darah. Bahan pangan yang diamati yaitu bahan pa ngan yang memiliki kadar lemak dan kolesterol yang tinggi serta kandungan vitamin dan serat yang terkandung. Faktor risiko lainnya yang diamati yaitu faktor riwayat kesehatan pada responden. Riwayat kesehatan yang diamati yaitu apakah pasien mengidap penyakit hipertensi atau tekanan darah ting gi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan lain-lain yang dapat meningkatkan risiko pasien terkena penyakit jantung koroner. Selain itu, variabel lainnya yang diteliti yaitu penerangan diet dan status gizi yang diduga dapat mempengaruhi kadar lipid darah dan tekanan darah. Kadar lipid darah dan tekanan darah merupakan indikator yang digunakan dalam menanggulangi atau mengontrol penyakit jantung koroner seseorang. Bagan kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. 31 Karakteristik Sosial Ekonomi Demografi ï‚· Umur ï‚· Jenis Kelamin ï‚· Pendidikan ï‚· Pekerjaan ï‚· Pendapatan ï‚· Besar Keluarga Pola Makan Gaya Hidup ï‚· Frekuensi Makan Sehari ï‚· Aktivitas Fisik ï‚· Kerangka Menu ï‚· Kebiasaan Olahraga ï‚· Frekuensi Konsumsi Bahan ï‚· Kebiasaan Merokok Status Gizi Pangan ï‚· Preferensi Jenis Pangan ï‚· Konsumsi Energi ï‚· Konsumsi Zat Gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak, dan Vitamin) dan serat PENYAKIT JANTUNG KORONER - Kadar Lipid Darah - Tekanan darah Penerangan Diet Riwayat Kesehatan ï‚· Hipertensi Genetik ï‚· Diabetes Mellitus Ket : : Variabel Yang Diteliti : Hubungan yang diteliti : Variabel Yang Tidak Diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Gambar 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit jantung koroner METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang dilakukan yaitu Cross-Sectional Study. Pemilihan desain studi tersebut dikarenakan pengambilan data dilakukan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik con toh dan hubungan antar variabel (Singarimbun dan Effendi 1989). Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus yang dilaksanakan di Instalasi Rawat Jalan RSUP Persahabatan Jakarta Timur pada bulan April-Juni 2008. RSUP Persahabatan dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan agar pengambilan dan pengolahan data dapat di lakukan dengan mudah dan lancar serta fungsinya sebagai Rumah Sakit Pendid ikan yang juga menangani kasus penyakit jantung koroner (PJK). Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah para penderita penyakit jantung koroner yang kontrol ke Instalasi Rawat Jalan RSUP Persahabatan Jakarta Timur. Adapun penarikan contoh dilakukan dengan purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: 1. Berjenis kelamin pria atau wanita 2. Umur lebih dari 40 tahun 3. Tidak mengkonsumsi alkohol. 4. Tidak mengalami gangguan hati dan ginjal . 5. Bersedia dijadikan contoh penelitian. Pengambilan data dilakukan dari bulan Mei -Juni 2008. Jumlah contoh yang dapat diambil yaitu sebanyak 31 orang. Jenis dan Cara Pengambilan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuisioner. Jenis data primer yang dikumpulkan yaitu: 1. Karakteristik contoh meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, besar keluarga, pekerjaan, pendapatan per kapita, pe ndidikan terakhir, dan penerangan diet. 2. Data tinggi badan dan berat badan. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak. Subjek berpijak pada timbangan d an pandangan lurus ke depan tanpa menggenggam atau menyentuh apapun, 33 alas kaki dan barang lainnya seperti dompet dan lain -lain dilepas, kemudian angka penunjuk dibaca. Tinggi badan diukur sengan menggunakan microtoise. Subjek berdiri tegak tanpa alas kaki sejajar alat pengukur, tumit, bokong, dan kepala bagian belakang menempel ke dinding dalam sikap tegak kemudian alat pengukut diturunkan sampai menyentuh kepala bagian atas. 3. Data riwayat kesehatan yang meliputi riwayat kesehatan di masa lalu sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner terutama tentang penyakit hipertensi dan diabetes mellitus. 4. Pola makan contoh meliputi frekuensi makan dalam sehari, f rekuensi konsumsi bahan pangan dalam setahun, preferensi jenis pangan, kelengkapan bahan pangan dal am sehari dan konsumsi energi serta zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, asam lemak tak jenuh dan vitamin C) dan serat. Data konsumsi energi dan zat gizi diperoleh dengan menggunakan metode food recall 1x24 jam. Sedangkan food frequency questionaire digunakan untuk mengetahui frekuensi konsumsi bahan pangan dalam setahun. 5. Gaya hidup contoh meliputi aktivitas fisik selama satu hari (1x24 jam), kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok. Data kebiasaan berolahraga mencakup jenis olahraga, durasi olahraga, dan frekuensi olahraga. Data kebiasaan merokok meliputi kebiasaan merokok sebelum dan sesudah sakit, jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, dan usia awal merokok. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu: 1. Data kadar lipid darah berupa kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL. 2. Data tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik 3. Gambaran umum RSUP Persahabatan Data kadar lipid darah dan tekanan darah diperoleh dari buku rekam medik contoh sedangkan gambaran umum RSUP Persahabatan diperoleh dari sekretariat RS Persahabatan. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data menggunakan software komputer yaitu Microsoft Excel dan SPSS versi 16.0 for windows. Proses pengolahan meliputi kegiatan editing, coding, dan entry. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif dan analitik. 34 Data karakteristik contoh yang meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, pendapatan perkapita, riwayat kesehatan, dan penerangan diet dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu. Data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif dan korelasi. Status gizi contoh dihitung berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT (Indeks Massa Tubuh) diperoleh dari perbandingan indeks antropometri berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2) (Riyadi 2001). Rumus untuk menentukan indeks massa tubuh ya itu: Data pola makan mencakup frekuensi makan lengkap dalam sehari, frekuensi konsumsi bahan pangan dalam setahun, preferensi jenis pangan, dan konsumsi energi serta zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, asam lemak tak jenuh dan vitamin C) dan serat. Data konsumsi pangan dan zat gizi yang diperoleh dengan food recall 1x24 jam dikonversikan ke dalam energi, karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, asam lemak tak jenuh, vitamin C, dan serat. Konversi ke dalam bentuk energi, karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin C dengan menggunakan DKBM (Daftar Kandungan Bahan Makanan) 2005. Sedangkan konversi konsumsi kolesterol, serat, dan asam lemak tak jenuh menggunakan software Nutrisurvey Indonesia. Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994): Keterangan : Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan Kebutuhan kalori seseorang sehari -hari dihitung dengan rumus kebutuhan kalori total (Total Calorie Requirements) dari Scholl (1987) dalam Almatsier (2003), yaitu: Kebutuhan Kalori Total (Kalori/hari) = BasalEnergiExpenditure( BEE ) ï‚´ FaktorAktivitas ï‚´ FaktorPenyakit 35 Basal Energi Expenditure (BEE) atau Angka Metabolisme Basal (AMB) dihitung dengan menggunakan persamaan Harris -Benedict (Scholl 1987) dalam Almatsier (2003), yaitu: Laki-Laki : BEE (Kal/hari) = 66 + 13.7BB + 5TB – 6.8U Perempuan : BEE (Kal/hari) = 655 + 9.6BB + 1.7TB – 4.7U Keterangan : BB = Berat Badan (kg) TB = Tinggi Badan (cm) U = Umur (Tahun) Faktor aktivitas dihitung dengan mengakumulasikan jenis dan lama kegiatan yang dilakukan selama sehari (1x24 jam). Faktor penyakit atau injury factor yang digunakan yaitu faktor penyakit jantung sebesar 1.2 dan faktor aktivitas yang digunakan yaitu faktor aktivitas rawat jalan sebesar 1.3 . Selain perhitungan aktivitas sehari-hari, aktivitas fisik yang diteliti juga termasuk kebiasaan berolahraga. Kebiasaan berolahraga dilihat dari jenis olahraga yang dilakukan, durasi berolahraga, dan frekuensinya yaitu berapa kali dalam sebulan. Gaya hidup lainnya yang dilihat yaitu kebiasaan merokok dari responden sebelum dan sesudah terdiagnosa penyakit jant ung koroner. Kebiasaan merokok dilihat dari riwayat merokok sebelum dan sesudah sakit, jumlah rokok yang dihisap dalam sehari, lama merokok, serta usia awal merokok contoh. Jenis data yang dikumpulkan, pengkategorian, dan analisis data yang digunakan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Peubah, kategori peubah, dan analisis data yang digunakan Peubah Umur (Papalia & Olds 1981) Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Besar Keluarga (BKKN (1998) diacu dalam Marut (2008) Kategori 1. Dewasa awal (20-40 th) 2. Dewasa menengah (40-65 th) 3. Dewasa akhir (>65 th) 1. Laki-laki 2. Perempuan 1. TK/SD 2. SMP 3. SMA/ SMU/ SLTA/SMK 4. Perguruan Tinggi 1. Pegawai Swasta 2. Pegawai Negeri Sipil 3. Wiraswasta 4. Ibu Rumah Tangga 5. Pensiunan 1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Sedang (5-7 orang) 3. Besar (> 7 orang) Analisis Data Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan Deskripitif korelasi dan Deskriptif korelasi dan 36 Peubah Pendapatan (skala interval) perkapita Riwayat Kesehatan Status Gizi IMT (WHO 2004) berdasarkan Penerangan Diet Kadar Trigliserida (Boedhidarmojo (1993) diacu dalam Krisnatuti dan Yenrina (1999)) Kadar Kolesterol Total National Cholesterol Education Program (2001) Kadar HDL National Cholesterol Education Program (2001) Kadar LDL National Cholesterol Education Program (2001) Tekanan Darah Sistolik (JNC VI) Tekanan Darah Diastolik (JNC VI) Aktivitas Fisik Kebiasaan Berolahraga Jenis Olahraga Durasi Olahraga Frekuensi Olahraga Kebiasaan Merokok Jumlah Rokok yang Dihisap Lama Merokok Kategori 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Diabetes Mellitus 2. Hipertensi 1. Underweight (< 18,5) 2. Normal (18,5-24,99) 3. Overweight (25,00-29,99) 4. Obesitas (≥ 30,00) 1. Ya 2. Tidak Analisis Data Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan Deskriptif Korelasi dan Deskriptif korelasi dan 1. Normal (< 150 mg/dl) 2. Tinggi (> 150 mg/dl) Deskriptif 1. Rendah (< 200 mg/dl) 2. Sedang (200-239 mg/dl) 3. Tinggi (≥ 240 mg/dl) Deskriptif 1. Baik (> 40 mg/dl) 2. Buruk (< 40 mg/dl) Deskriptif 1. Optimal (< 100 mg/dl) 2. Mendekati Optimal (100-129 mg/dl) 3. Sedang (130-159 mg/dl) 4. Tinggi (160-189) 5. Sangat Tinggi (≥ 190 mg/dl) 1. Normal (120-130 mmHg) 2. Normal Tinggi (130-139 mmHg) 3. Hipertensi Ringan (140-159 mmHg) 4. Hipertensi Sedang (160-179 mmHg) 5. Hipertensi Berat (180-209 mmHg) 1. Normal (80-85 mmHg) 2. Normal Tinggi (85-89 mm Hg) 3. Hipertensi Ringan (90-99 mm Hg) 4. Hipertensi Sedang (100-109 mm Hg) 5. Hipertensi Berat (≥ 110 mmHg) 1. Sangat Ringan 2. Ringan 3. Sedang 4. Berat 1. Ya 2. Tidak 1. Jalan Pagi 2. Senam 3. Renang 1. < 15 menit 2. 15-30 menit 3. > 30 menit 1. 1-7 kali 2. 8-14 kali 3. 15-22 kali 4. 23-30 kali 1. Ya 2. Tidak 1. ≤ 5 batang 2. 6-10 batang 3. 11-14 batang 4. > 14 batang 1 .< 5 tahun 2. 5-10 tahun 3. 11-15 tahun 4. > 15 tahun Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan Deskriptif korelasi dan 37 Peubah Usia Awal Merokok Food Recall Frekuensi Konsumsi Bahan Pangan dalam Setahun Kelengkapan Bahan Pangan dalam Sehari Preferensi Jenis Pangan Kategori 1. 2. 3. 4. 10-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun 26-30 tahun Analisis Data Deskriptif korelasi dan Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Analisis data yang digunakan yaitu uji korelasi Rank Spearman. Uji tersebut digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi, penerangan diet, riwayat kesehatan, status gizi, aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok dengan kadar lipid darah dan tekanan darah. 38 Definisi Operasional Contoh adalah orang yang menderita penyakit jantung koroner berdasarkan hasil diagnosa dokter, baik contoh lama maupun contoh baru, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak mengalami komplikasi gangguan hati dan ginjal. Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner karena adanya plak atau aterosklerosis dan menggunakan indikator kadar lipid darah serta tekanan darah. Kadar Lipid Darah adalah kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kadar HDL, dan kadar LDL contoh. Tekanan Darah adalah besarnya aliran darah contoh yang terdiri atas sistolik dan diastolik. Umur adalah jumlah tahun yang dilalui contoh dalam menjalani pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Jenis Kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh contoh. Pendapatan per Kapita adalah jumlah penerimaan yang berasal dari gaji dan upah baik pokok maupun hasil sampingan di keluarga yang dapat disetarakan dalam rupiah dalam kurun waktu satu bulan terakhir yang dinyatakan dalam Rp/kap/bln. Gaya Hidup adalah cara hidup seseorang sehari-hari yang dilihat dari kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan kebiasaan berolahraga. Aktivitas Fisik adalah banyaknya waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari yang menuntut pergerakan fisik tubuh seseorang . Aktivitas fisik dibagi ke dalam 3 kategori yaitu aktivitas ringan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat berdasarkan faktor aktivitasnya. Kebiasaan Berolahraga adalah jenis, durasi, dan frekuensi berolahraga dalam kurun waktu sebulan terakhir. Kebiasaan Merokok adalah riwayat merokok contoh sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner yang dilihat dari jumlah rokok yang dihisap, lama merokok dan usia awal merokok. 39 Pola Makan adalah jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh contoh serta frekuensi makan lengkap, frekuensi konsumsi bahan pangan, kelengkapan bahan pangan dan preferensi jenis pangan. Makanan Sepinggan Lengkap adalah hidangan seimbang yang mempunyai kandungan gizi yang lengkap untuk tubuh dalam kadar yang benar, misalnya nasi goreng, kwetiau, gado-gado, spaghetti, dan lain-lain. Makanan Pokok adalah sumber gizi dasar yang tidak menyediakan keseluruhan zat gizi untuk tubuh, misalnya beras, gandum, jagung, dan umbi -umbian. Lauk Hewani adalah bahan pangan yang berasal dari hewan sebagai su mber protein dan lemak misalnya daging-dagingan, telur, susu, dan hasil olahannya. Lauk Nabati adalah bahan pangan yang berasal dari tumbuhan sebagai sumber protein dan lemak misalnya kacang -kacangan dan produk hasil olahannya. Sayuran dan Buah adalah bahan pangan sumber vitamin dan mineral misalnya bayam, kangkung, wortel, jeruk, pisang, dan lain -lain. Riwayat Kesehatan adalah informasi mengenai penyakit yang diderita sebelum contoh terkena penyakit jantung koroner yang terdiri dari hipertensi dan diabete s mellitus. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSUP Persahabatan RSUP Persahabatan mulai dibangun pada tahun 1961. Rumah sakit ini merupakan sumbangan dari pemerintah Rusia kepada pemerintah Indonesia. Penyerahan secara resmi dilakukan pada tanggal 7 November 1963. Rumah Sakit Persahabatan merupakan Pusat R ujukan Nasional Kesehatan Paru serta Laboratorium Kuman Tuberkulosis dan mendapat pengakuan international sebagai WHO Collaborating Centre. Saat ini Rumah Sakit Persahabatan sedang mempersiapkan diri untuk menjadi Pusat Kesehatan Respirasi Nasional yang nantinya dapat menanggulangi secara aktif masalah kesehatan respirasi di Indonesia. Selain itu juga melaksanakan pelayanan prima di bidang kesehatan respirasi baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta bersifat komprehensif dan one stop service untuk berbagai disiplin terkait dengan kesehatan respirasi. Pelayanan yang diberikan bertaraf international dan mampu memenuhi kebutuhan konsumen dan menjawab persaingan global. Rumah Sakit Persahabatan merupakan rumah sakit pendidikan baik untuk pendidikan dokter spesialis dan juga untuk tempat pendidikan dan pelatihan dokter, perawat, petugas laboratorium, rekam medis dan petugas lain yang berasal dari berbagai daerah. Rumah Sakit Persahabatan merupakan rumah sakit tipe B yang berlokasi di Jakarta Timur yang secara administratif merupakan rumah sakit vertikal di bawah Departemen Kesehatan RI, cq. Direktur Jenderal Pelayanan Medik. Luas dari RSUP Persahabatan kurang lebih 13.5 hektar. Karakteristik Sosial Ekonomi Umur Umur contoh pada penelitian ini berkisar antara 43-80 tahun dengan rata rata umur 63 tahun. Lebih dari separuh contoh (58,1%) berada pada kisaran usia dewasa madya atau berada pada kisaran usia 41-65 tahun (Tabel 3). Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan umur Kisaran Umur 20-40 tahun 41-65 tahun > 65 tahun Total Jumlah n 0 18 13 31 % 0 58.1 41.9 100.0.0 41 Menurut Maulana (2007), usia 45 tahun merupakan usia yang kritis dan harus diwaspadai oleh kaum pria sedangkan pada kaum wanita yaitu pada usia 55 tahun atau ketika sudah memasuki masa menopause . Hal tersebut dikarenakan seiring dengan meningkatnya usia, efisiensi dari sistem kardiovaskuler pun menurun dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan (Patel 1994). Jenis Kelamin Penyakit jantung koroner umumnya dikenal sebagai penyakit pria, namun tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan juga dapat teserang penyakit ini (Maulana 2007). Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki jenis kelamin lakilaki (Tabel 4). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki Laki Perempuan Total Jumlah n 19 12 31 % 61.3 38.7 100.0 Hasil dari penelitian ini sejalan dengan pernyataan Patel (1994) bahwa pria dibawah usia 50 tahun memiliki risiko 3 atau 5 kali lebih besar terkena atau meninggal akibat jantung koroner dari kaum wanita . Sebelum memasuki masa menopause, kaum wanita memiliki suatu ”pelindung alami” yaitu hormon estrogen. Hormon estrogen ini berperan dalam menjaga tingkat kolesterol darah, yaitu menjaga HDL (High Density Lipoprotein) tetap tinggi dan LDL (Low Density Lipoprotein) tetap rendah. Selain itu, hormon estrogen juga berfungsi untuk mengurangi risiko terjadinya pembekuan darah (Maulana 2007). Tingkat Pendidikan Pendidikan contoh bervariasi antara Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Persentase terbesar contoh berada pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu 48.4 persen (Tabel 5). Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan terakhir Jumlah Pendidikan n SD 7 SMP 3 SMA/SMK 15 PT 6 Total 31 % 22.6 9.7 48.4 19.4 100.0 42 Tingkat pendidikan tidak secara langsung mempengaruhi kadar lipid darah dan tekanan darah pasien. Namun, diduga mempengaruhi pemilihan jenis bahan pangan yang dikonsumsi sehari -hari. Menurut Hardinsyah (1985) tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat ko nsumsi pangan seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah. Pekerjaan Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu (BPS 1998 dalam Setiawati 2006). Lebih dari separuh contoh (58,1%) sudah tidak bekerja atau pensiunan (Tabel 6). Banyaknya contoh yang tidak bekerja diduga karena rata -rata usia contoh sudah tidak berada dalam usia produktif. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Pegawai Swasta Pegawai Negeri Sipil Wiraswasta Pensiun Ibu Rumah Tangga Total Jumlah n 4 1 3 18 5 31 % 12.9 3.2 9.7 58.1 16.1 100.0 Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi gaya hidup dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise, kehormatan, dan respek (Engel et al 1994). Gaya hidup yang diduga yaitu yang berkaitan dengan aktivitas fisik. Contoh yang pensiun cenderung memiliki aktivitas fisik yang sangat ringan dibandingkan contoh yang masih be kerja. Besar Keluarga Besar keluarga contoh berkisar antara 1 hingga 11 orang dengan ratarata berjumlah 3 orang. Menurut BKKBN (1998) diacu dalam Marut (2008), besar keluarga dibagi ke dalam tiga kategori yaitu keluarga kecil ( ≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (> 7 orang). Sebagian besar contoh (87,1%) termasuk dalam keluarga kecil (Tabel 7). 43 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah Jumlah Anggota Keluarga n ≤ 4 Orang 27 5-7 Orang 2 > 7 Orang 2 Total 31 % 87.1 6.5 6.4 100.0 Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Selain itu juga dapat mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam keluarga (Sukarni 1994). Lingkungan keluarga juga termasuk dalam faktor risiko penyakit jantung koroner. Hal tersebut disebabkan keadaan rumah yang penuh tekanan, adanya perselisihan, dan persaingan tidak sehat yang terjadi di dalam keluarga sehingga dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung dan tekanan darah tinggi (Patel 1994). Pendapatan per Kapita Pendapatan per kapita per bulan contoh berkisar antara Rp 125.000,00 hingga Rp 1.333.333.33 dengan rata-rata Rp 494.218.33 Lebih dari separuh contoh (54,8%) termasuk dalam kategori sedang dan hampir dari separuh contoh (42%) termasuk dalam kategori rendah (Tabel 8). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita Jumlah Tingkat Pendapatan n Rendah 13 Sedang 17 Tinggi 1 Total 31 % 42 54.8 3.2 100.0 Pendapatan berpengaruh terhadap daya beli seseorang. Rendahnya pendapatan mengakibatkan seseorang tak mampu membeli bahan pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sajogyo et al. 1994). Madanijah (2004) menyatakan bahwa perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi keluarga. Jika pendapatan meningkat maka pembelian pangan dalam hal kualitas maupun kuantitas akan lebih baik. Penerangan Diet Penerangan diet yang dimaksud yaitu penjelasan mengenai diet yang terkait dengan penyakit jantung koroner yang didapatkan dari dokter atau ahli gizi. Lebih dari separuh contoh (54,8%) tidak pernah mendapatkan penerangan diet (Tabel 9). Hal ini diduga disebabkan oleh tidak adanya ahli gizi yang khusus 44 ditempatkan di instalasi rawat jalan penyakit jantung yang dapat menjelaskan jenis makanan atau diet yang tepat untuk penyakit jantung koroner. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan penerangan diet Jumlah Penerangan Diet n Pernah 14 Tidak Pernah 17 Total 31 % 45.2 54.8 100.0 Umumnya contoh mendapatkan penerangan diet ketika sedang dirawat inap di rumah sakit atau sehabis operasi. Media yang digunakan dalam penerangan diet yaitu dalam bentuk leaflet yang berisikan jenis makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan serta contoh menu. Status Gizi Status gizi contoh pada penelitian ini berkisar antara kurus ( underweight) hingga overweight. Pengelompokkan status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (berat badan terhadap tinggi badan) contoh. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi Underweight Normal Overweight Obesitas Total Jumlah n % 3 18 10 0 31 9.7 58.1 32.3 0 100.0 Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (58,1%) berada pada status gizi normal, hanya sebagian kecil contoh (32,3%) yang berada pada status gizi overweight dan tidak ada pasien yang berada pada status gizi obesitas. Obesitas timbul sebagai akibat dari konsumsi makanan dalam jumlah kalori yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan kalori yang dibakar sehingga disimpan sebagai lemak dalam tubuh. Jika tubuh kelebihan berat badan maka jantung akan bekerja lebih keras untuk menyediakan darah ke semua lemak yang berlebih (Patel 1994). Riwayat Kesehatan Hampir dari separuh contoh (35,5%) tidak mengetahui apakah pernah terkena diabetes mellitus atau hipertensi sebelum terdiagnosis penyakit jantung koroner (Tabel 11). Sebanyak 22.6 persen contoh mengalami hipertensi dan 45 sebanyak 16.1 persen contoh mengalami diabetes mellitus sebelum terserang penyakit jantung koroner. Jenis penyakit lainnya yang termasuk dala m riwayat kesehatan pada Tabel 11 antara lain maag, bronchitis, Coronary Heart Failure (CHF), dan lainlain. Banyaknya contoh yang tidak mengetahui riwayat kesehatan diduga disebabkan oleh contoh yang tidak pernah memeriksakan keadaan kesehatannya secara rutin. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kesehatan Jumlah Riwayat Kesehatan n Hipertensi 7 Diabetes 5 Lainnya 8 Tidak Diketahui 11 Total 31 % 22.6 16.1 25.8 35.5 100.0 Tekanan tinggi di dalam arteri (pembuluh nadi) akan merusak dinding pembuluh darah dan merangsang timbulnya aterosklerosis atau ateroma (Maulana 2004). Sedangkan diabetes menyebabkan k adar gula darah yang tidak terkontrol sehingga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah) (Soegondo 2007). Gaya Hidup Gaya hidup menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya yang digambarkan dengan kegiatan, minat, dan opini dari diri seseorang. Gaya hidup seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah (Sumarwan 2002). Gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner yaitu berkaitan dengan aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok. Aktivitas Fisik Gerak fisik yang kurang atau bahkan tidak ada sama sekali dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup dimana gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental maksimal. Umumnya aktivitas yang dilakukan oleh pasien sehari-hari yaitu berjalan, berbaring, kegiatan beribadah, dan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, dan memasak. 46 Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik Jumlah Tingkat Aktivitas Fisik Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Total n % 15 12 0 4 31 48.4 38.7 0 12.9 100.0 Berdasarkan Tabel di atas, persentase terbesar contoh (48,4%) memiliki aktivitas fisik sangat ringan dan tidak ada contoh yang memiliki aktivitas fisik sedang. Banyaknya contoh yang memiliki aktivitas fisik sangat ringan diduga disebabkan oleh rata-rata usia contoh yang sudah tua. Selain itu, para penderita janting koroner memang tidak diperbolehkan untuk beraktivitas terlalu berat karena dapat memberikan beban yang lebih besar terhadap jantung. Menurut Masino (2006) seseorang yang kurang aktif bergerak akan mempunyai resiko dua sampai tiga kali lebih besar untuk menderita serangan jantung dibanding orang yang aktif dan melakukan olahraga secara teratur. Hal tersebut dikarenakan latihan secara teratur dapat memperkuat otot jantung, memperbaiki sistem peredaran darah, dan mengurangi kemungkinan terjadinya kegemukan. Kebiasaan Berolahraga Menurut Kuntaraf dan Kuntaraf (2000), jika olahraga dilakukan dengan teratur, jantung akan menjadi lebih kuat dan berdaya guna. Arteri yang mensuplai otot jantung dengan darah akan bertambah besar ukurannya dan mengurangi risiko serangan lebih lanjut. Berdasarkan Tabel 13, sebagian besar contoh (83,9%) memiliki kebiasaan berolahraga sehari-hari. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan berolahraga Jumlah Kebiasaan Berolahraga n Ya Tidak Total 26 5 31 (%) 83.9 16.1 100.0 Menurut American College of Sports Medicine (2001), olahraga yang dianjurkan untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga aerobik sedangkan yang tidak dianjurkan yaitu yang berkaitan dengan penguatan otot. Jenis olahraga aerobik yang dapat dilakukan seperti jalan cepat, jogging, senam pagi, ataupun sekedar mengerjakan pekerjaan rumah seperti mengepel, membuang sampah, dan lain-lain. Seseorang yang memiliki penyakit jantung koroner 47 seharusnya memiliki suatu perencanaan olahraga yang dikonsultasikan dengan dokter dan secara berkala mengevaluasi peren canaan olahraga tersebut (American College of Sports Medicine 2001). Jenis Olahraga Jenis olahraga yang baik untuk para penderita jantung koroner adalah jenis olahraga yang memiliki intensitas yang sedang seperti jalan pagi, jalan cepat, senam, dan lain-lain (Lee & Paffenbarger 2001). Beberapa penelitian dalam Lee & Paffenbarger (2001) menyatakan bahwa jeni s olahraga yang baik untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga dengan intensitas sedang hingga bersemangat (vigorous). Pemilihan jenis olahraga sebaiknya disesuaikan dengan keadaan penyakit penderita penyakit jantung koroner. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis olahraga Jumlah Jenis Olahraga Jalan Pagi Senam Renang Total n % 18 7 1 26 69.2 26.9 3.9 100.0 Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (69,2%) melakukan jalan pagi sebagai olahraga yang dilakukan dalam kehidup an sehari-harinya. Berolahraga dapat meningkatkan HDL kolesterol dalam darah dari 20 hingga 30 persen. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa kemampuan High Density Lipoprotein (HDL) menyingkirkan kolesterol biasa meningkat selama latihan fisik (Heslet 2007). Durasi Olahraga Menurut American College of Sports Medicine (2001), durasi olahraga yang dianjurkan untuk para penderita penyakit jantung koroner adalah setidaknya 30 menit hingga satu jam setiap berolahraga. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan durasi olahraga Jumlah Durasi Olahraga n % < 15 Menit 5 19.2 15-30 Menit 14 53.9 > 30 Menit 7 26.9 Total 26 100.0 Durasi contoh berolahraga berkisar antara 10 menit hingga 90 menit dengan rata-rata 25 menit. Berdasarkan Tabel 15, lebih dari separuh contoh (53,9%) berolahraga dalam rentang waktu 15 -30 menit dan hanya 19.2 persen 48 contoh yang berolahraga dalam rentang waktu kurang dari 15 menit. Kusmana (2003) menyatakan bahwa aktivitas apa pun asal mampu meningkatkan denyut jantung antara 110-130 per menit, berkeringat, dan disertai peningkatan frekuensi napas namun tidak sampai terengah-engah sudah cukup baik untuk mencegah penyakit jantung dan stroke namun hal tersebut harus dilakukan secara teratur seumur hidup. Frekuensi Olahraga Frekuensi olahraga yang dianjurkan untuk penderita penyakit j antung koroner yaitu setidaknya tiga hari sekali (American College of Sports Medicine 2001). Jika dihitung dalam kurun waktu sebulan, setidaknya penderita penyakit jantung koroner sebaiknya berolahraga kurang lebih 10 kali. Frekuensi olahraga dalam penelitian ini dilihat dalam kurun waktu sebulan terakhir. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi olahraga sebulan terakhir Jumlah Frekuensi Olahraga n % 1-7 kali 1 3.9 8-14 kali 11 42.3 15-22 kali 4 15.4 23-30 kali 10 38.5 Jumlah 26 100.0 Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa persentase paling besar terdapat pada frekuensi 8-14 kali dalam sebulan (42,3%) dan hanya sebesar 3,9 persen contoh yang berolahraga dengan frekuensi 1 -7 kali dalam sebulan. Hal ini mengindikasikan bahwa contoh sudah memiliki kepedulia n terhadap pentingnya berolahraga dan efeknya terhadap kesehatan terutama kesehatan jantung. Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok mempengaruhi jantung dan pembuluh darah melalui mekanisme aterosklerotik, gangguan metabolisme lemak, gangguan sistem homeostatik, gangguan irama jantung serta penurunan kemampuan untuk oksigenisasi (Aditama 1992). Kebiasaan merokok dapat memperburuk kadar lipid darah dan meningkatkan tekanan darah dan nadi (Sani 2006). Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok sebelum menderita jantung koroner dapat dilihat pada Tabel 17. 49 Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok sebelum menderita penyakit jantung koroner Jumlah Kebiasaan Merokok Ya Tidak Total n % 15 16 31 48.4 51.6 100.0 Berdasarkan Tabel di atas, lebih dari separuh contoh (51,6%) tidak memiliki kebiasaan merokok sebelum terdiagnosa sakit. Umumnya contoh yang tidak merokok adalah contoh perempuan (sebanyak 12 orang) sedangkan contoh laki-laki umumnya merokok sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner. Setelah terdiagnosa penyakit jantung koroner hampir seluruh pasien yang awalnya merokok lalu berhenti karena takut penyakitnya memburuk. Hanya terdapat satu pasien yang masih merokok namun sudah mengurangi jumlah rokok yang dihisap. Jumlah Rokok Yang Dihisap Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap maka semakin besar risiko terkena penyakit jantung dan apabila sudah terkena penyakit jantung maka akan meningkatkan risiko serangan jantung yang dapat mengakibatkan kematian (Patel 1994). Jumlah rokok yang dihisap oleh contoh bervariasi dari lima batang hingga lebih dari 14 batang dalam sehari. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari Jumlah Jumlah rokok yang dihisap n % ≤ 5 batang 6-10 batang 11-14 batang > 14 batang 5 3 3 4 33.3 20 20 26.7 Total 15 100.0 Berdasarkan tabel di atas, persentase terbesar terdapat pada jumlah rokok kurang dari sama dengan lima batang sehari ( ≤ 5 batang) yaitu sebesar 33.3 persen dan sebesar 26.7 persen contoh merokok lebih dari 14 batang dalam sehari. Seseorang yang menghisap 20 batang rokok atau lebih dalam sehari mempunyai risiko dua kali lipat terkena penyakit jantung di bandingkan dengan non perokok (Heslet 2007). 50 Lama Merokok Lama merokok contoh berkisar antara kurang dari lima tahun hingga lebih dari lima belas tahun. Sebaran contoh berdasarkan lama mer okok dapat dilihat pada tabel 19. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan lama merokok Jumlah Lama Merokok (Tahun) < 5 tahun 5-10 tahun 11-15 tahun > 15 tahun Total n % 2 0 3 10 15 13.3 20 66.7 100.0 Berdasarkan tabel di atas, terdapat lebih dari separuh contoh (66,7%) merokok dalam kurun waktu lebih dari lima belas tahun. Lama waktu merokok ini dihitung pada awal merokok hingga berhenti total. Menurut Patel (1994), perokok berat memiliki risiko lima kali lebih besar untuk menderita penyakit jantung koroner. Semakin lama merokok maka kandungan zat berbahaya seperti nikotin, tar dan gas CO semakin menumpuk dan mempengaruhi kinerja pembuluh darah dan jantung serta memperburuk kadar lipid darah. Usia Awal Merokok Usia awal merokok contoh berkisar antara sepuluh hingga lebih dari dua puluh lima tahun. Persentase terbesar usia awal merokok contoh (46,7%) berada pada kisaran umur 16-20 tahun (Tabel 20). Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan usia awal merokok Jumlah Usia Awal Merokok 10-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun 26-30 tahun Total n % 4 7 3 1 15 26.7 46.7 20 6.7 100.0 Jika kebiasaan merokok dimulai dari usia muda maka risiko mendapatkan penyakit jantung koroner adalah dua kali lebih besar daripada bukan perokok dan meningkatkan risiko terkena serangan jantung sebelu m usia 50 tahun (Aditama 1992). Perokok akan mengalami serangan jantung tiga kali lebih sering dibandingkan dengan bukan perokok. 51 Pola Makan Menurut Harper et al (1986) pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang memilih bahan makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya, dan sosial. Pola makan biasa disebut juga dengan kebiasaan makan, kebiasaan panga n, atau pola pangan (Harper et al 1986). Pola konsumsi makanan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung jumlah kalori yang berlebih, tinggi lemak, garam, dan gula serta kebiasaan mengkonsumsi alkohol maupun kopi (Patel 1994). Frekuensi Makan Lengkap Dalam Sehari Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali dalam sehari (Tabel 21). Terdapat masing-masing satu orang yang frekuensi makannya satu kali dan lebih dari tiga kali sehari. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan dalam sehari Jumlah Frekuensi Makan n % 1 kali 1 3.2 2 kali 10 32.3 3 kali 19 61.3 > 3 kali 1 3.2 Total 31 100.0 Menurut Eryanti (1996), kebiasaan makan yang baik adalah makan dengan frekuensi tiga kali sehari untuk kecukupan gizi yang lebih baik. Namun, bagi penderita penyakit jantung koroner frekuensi dapat lebih dari tiga kali tetapi porsinya kecil. Kelengkapan Bahan Pangan dalam Sehari Bahan pangan yang dikonsumsi seseorang dalam waktu tertentu dapat menggambarkan pola makan. Kelengkapan bahan pangan melihat bahan pangan apa saja yang dikonsumsi dalam setiap waktu makan yaitu pada saat sarapan, makan siang, dan makan malam. Konsumsi berbagai variasi makanan dibutuhkan oleh tubuh, karena tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi yang diperlukan dalam jumlah yang seimbang (Silalahi 2006). Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan pangan pada set iap waktu makan dapat dilihat pada Tabel 22, Tabel 23, dan Tabel 24 . 52 Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat sarapan Bahan Pangan (Sarapan) Makanan Sepinggan Makanan Pokok, Lauk Hewani Makanan Pokok, Lauk Hewani, Lauk Nabati Makanan Pokok, Lauk Hewani, Buah Makanan Pokok, Lauk Hewani, Sayuran Makanan Pokok, Lauk Nabati, Lauk Hewani, Sayuran Makanan Pokok, Buah Makanan Pokok, Sayuran Makanan Pokok, Sayuran, Buah Tidak makan Total Jumlah n 9 8 1 1 4 1 1 1 2 3 31 % 29.0 25.8 3.2 3.2 12.9 3.2 3.2 3.2 6.5 9.7 100.0 Berdasarkan tabel di atas, bahan pangan contoh bervariasi dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah. Jenis bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh pada saat sarapan yaitu makanan sepinggan (29,0%). Contoh makanan sepinggan yang banyak dikonsumsi yaitu nasi goreng, ketupat sayur, dan bubur ayam. Makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh pada pagi hari yaitu roti. Kombinasi bahan pangan lainnya yang banyak dikonsumsi oleh contoh yaitu makanan pokok dan lauk hewani. Contoh lauk hewani yang banyak dikonsumsi saat sarapan adalah telur ayam. Tidak banyaknya contoh yang mengkonsumsi bahan makanan secara lengkap diduga disebabkan oleh beberapa hal, seperti tidak terlalu suka sarapan atau adanya keterbatasan waktu dalam menyiapkan sarapan. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat makan siang Bahan Pangan (Makan Siang) Tidak Makan Makanan Pokok, Buah Makanan Pokok, Lauk Hewani Makanan Pokok, Lauk Hewani, Makanan Pokok, Lauk Hewani, Makanan Pokok, Lauk Hewani, Makanan Pokok, Lauk Hewani, Makanan Pokok, Lauk Hewani, Makanan Pokok, Lauk Nabati Makanan Pokok, Sayuran Makanan Sepinggan (Jajanan) Total Buah Lauk Nabati Lauk Nabati, Sayuran Sayuran Sayuran, Buah Jumlah n 2 1 5 1 3 5 6 5 1 1 1 31 % 6.5 3.2 16.1 3.2 9.7 16.1 19.4 16.1 3.2 3.2 3.2 100.0 Berdasarkan tabel di atas, contoh paling banyak mengkonsumsi bahan pangan dengan kombinasi makanan pokok, lauk hewani, dan sayuran (19,4%). Kombinasi lainnya yang dikonsumsi oleh contoh yaitu makanan pokok, lauk hewani dan buah; makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran serta 53 makanan pokok, lauk hewani, sayuran, dan buah (16,1%). Pemilihan bahan pangan pada saat makan siang lebih bervariasi daripada saat sarapan. Hal ini diduga disebabkan oleh pada saat makan siang contoh cenderung memilih makanan yang lebih mengenyangkan. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh ketersediaan bahan pangan di rumah tangga. Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat makan malam Bahan Pangan (Makan Malam) Tidak Makan Makanan Pokok, Buah Buah Makanan Pokok, Lauk Hewani Makanan Pokok, Lauk Hewani, Buah Makanan Pokok, Lauk Hewani, Lauk Nabati, Sayuran Makanan Pokok, Lauk Hewani, Sayuran Makanan Pokok, Lauk Hewani, Sayuran, Buah Makanan Pokok, Lauk Hewani, Lauk Nabati, Sayuran, Buah Makanan Pokok, Lauk Nabati Makanan Pokok, Lauk Nabati, Buah Makanan Pokok, Lauk Nabati, Sayuran Makanan Pokok, Sayuran Makanan Sepinggan Sayuran Total Jumlah n 1 1 1 2 3 5 6 4 1 1 1 2 1 1 1 31 % 3.2 3.2 3.2 6.5 9.7 16.1 19.4 12.9 3.2 3.2 3.2 6.5 3.2 3.2 3.2 100.0 Berdasarkan tabel di atas, contoh paling banyak mengkonsumsi bahan pangan dengan kombinasi makanan pokok, lauk hewani, dan sayuran (19,4%). Terdapat satu orang yang mengkonsumsi semua jenis bahan pangan (makanan pokok, lauk nabati, lauk hewani, sayuran, dan buah). Kombinasi bahan pangan saat makan malam lebih bervariasi dibandingkan saat sarapan namun tidak berbeda terlalu jauh dengan makan siang. Hal ini diduga disebabkan oleh umumnya contoh mengkonsumsi makanan yang sama dengan makanan saat makan siang. Frekuensi Konsumsi Bahan Pangan Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan seperti tata krama, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam anggota keluarga, preferensi terhadap makanan, dan cara pemilihan bahan pangan (Suhardjo 1989). Frekuensi konsumsi bahan pangan dapat digunakan untuk melihat kebiasaan makan seseorang. Frekuensi konsumsi bahan pangan dilihat dalam kurun waktu setahun terakhir. 54 Kelompok Serealia, Umbi, Roti, Pasta, dan Hasil Olahannya. Jenis bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi dalam kelompok ini yaitu nasi (beras) yang dikonsumsi setiap hari oleh semua contoh. Hal ini diduga disebabkan oleh beras yang menjadi sumber karbohidrat utama di Indonesia dan mudah didapatkan oleh contoh. Jenis bahan pangan lainnya yang banyak dikonsumsi oleh hampir semua contoh adalah singkong, biskuit, roti, dan ubi jalar. Jenis bahan pangan dalam kelompok ini yang lebih dianjurkan yaitu sereal karena banyak mengandung serat larut air yang dapat membantu penyerapan kolesterol jahat. Namun, jumlah contoh yang mengkonsumsinya hanya sebanyak empat orang dengan frekuensi 36 kali dalam setahun. Hal ini diduga disebabkan oleh ketersediaan sereal di pasaran yang tidak selalu ada, rasa yang kurang enak, dan loyalitas terhadap beras. Frekuensi konsumsi bahan pangan dari kelompok ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Rata-rata Frekuensi Konsumsi Serealia, Umbi, Roti, Pasta dan Hasil Olahannya. Kelompok Sayur. Sayuran merupakan sumber serat larut air yang dapat menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah (Almatsier 2003). Sayuran yang paling banyak dikonsumsi yaitu wortel yang dikonsumsi oleh semua contoh dengan frekuensi 279 kali dalam setahun. Jenis sayuran yang tidak dianjurkan untuk penderita jantung koroner yaitu sayuran yang mengandung gas seperti kol, kembang kol, lobak, sawi, dan nangka muda. Rata rata frekuensi konsumsi kol dalam setahun oleh contoh hanya sebesar 18 kali dan dikonsumsi oleh lima orang (Gambar 6). 55 Gambar 6 Rata-rata Frekuensi Konsumsi Sayur Kelompok Buah-Buahan. Buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah jeruk yang dikonsumsi oleh 30 contoh dengan rata-rata frekuensi 268 kali dalam setahun. Selain itu, buah lainnya yang dikonsumsi oleh hampir seluruh contoh (28 orang) yaitu pepaya dan pisang masing-masing dengan frekuensi 130 dan 170 kali dalam setahun . Jenis buah yang tidak dianjurkan adalah durian dan nangka (Almatsier 2005). Tetapi, masih ada contoh yang mengkonsumsi durian (4 orang) dan nangka (9 orang) walaupun jumlahnya tidak terlalu besar yaitu 12 kali dalam setahun. Hal tersebut patut diwaspadai karena walaupun jumlahnya kecil tetapi jika diulang terus selam bertahun-tahun dapat berakibat buruk terhadap perkembangan penyakit jantung koroner contoh karena lemak dalam duren yang sangat tinggi. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi kelompok buah buahan dalam setahun dapat dilihat pada Gambar 7. 56 Gambar 7 Rata-rata Frekuensi Konsumsi Buah Kelompok Susu dan Hasil Olahannya. Jenis susu yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah susu bubuk skim yang dikonsumsi oleh 15 contoh yaitu dengan rata-rata 181 kali dalam setahun (Gambar 8). Banyaknya contoh yang mengkonsumsi susu skim diduga disebabkan adanya anjuran dokter kepada contoh. Jenis susu lainnya yang cukup banyak dikonsumsi oleh contoh yaitu susu kental manis dan susu bubuk penuh (full cream). Kedua jenis susu tersebut sebaiknya dihindari karena kandungan gula dan lemaknya yang tinggi. Gambar 8 Rata-rata Frekuensi Konsumsi Susu dan Hasil Olahannya Kelompok Daging, Kacang-Kacangan, dan Hasil Olahannya. Kelompok ini merupakan kelompok yang berkontribusi memberikan protein dan lemak kepada tubuh. Jenis bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi dari kelompok ini yaitu telur ayam, ikan, daging ayam, dan daging sapi untuk protein hewani. Jenis protein hewani yang tidak dianjurkan yaitu dagi ng-dagingan yang 57 berlemak seperti gajih, sosis, jeroan, dan daging kambing. Masih terdapat contoh yang mengkonsumsi jeroan dan kambing namun frekuensinya kecil yaitu hanya satu kali dalam setahun. Hal ini diduga disebabkan oleh contoh sudah mengetahui larangan untuk tidak mengkonsumsi bahan pangan tersebut dan mengkonsumsinya hanya dalam acara tertentu misalnya saat resepsi. Tahu dan tempe merupakan jenis pangan nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh (30 orang) dengan rata-rata frekuensi yang sama yaitu 276 kali dalam setahun. Selain itu, jenis minyak yang paling banyak digunakan oleh contoh yaitu minyak kelapa sawit. Jenis minyak yang dianjurkan untuk penderita jantung koroner adalah minyak zaitun, minyak jagung atau minyak kedelai namun faktor ketersediaan dan ekonomi mengakibatkan contoh lebih memilih minyak kelapa sawit. Pemilihan bahan pangan dalam kelompok ini umumnya sudah sesuai dengan jenis bahan pangan yang dianjurkan. Namun, perlu adanya penerangan lebih lanjut karena masih terdapat conto h yang mengkonsumsi bahan pangan yang tidak dianjurkan Gambar 9 Rata-rata Frekuensi Daging, Kacang-Kacangan dan Hasil Olahannya Preferensi Jenis Pangan Preferensi konsumsi pangan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan (Suhardjo 1989). 58 Preferensi jenis pangan yang dilihat dalam penelitian ini adalah pemilihan jenis pengolahan pangan dan jenis minuman yang disukai oleh contoh. Preferensi Jenis Olahan Pangan. Lebih dari separuh contoh (51,6%) menyukai pengolahan pangan yang digoreng dan 25.8 persen contoh menyukai pangan yang direbus (Tabel 25). Jenis olahan lainnya yang disukai oleh contoh yaitu digulai dan dibakar. Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan jenis olahan pangan yang disukai Jumlah Jenis Olahan Pangan Yang Disukai n % Digoreng 16 51.6 Direbus 8 25.8 Ditumis 5 16.1 Lainnya 2 6.5 Jumlah 31 100.0 Pengolahan pangan yang digoreng dapat meningkatkan jumlah lemak pada bahan pangan sebagai akibat penyerapan minyak . Penderita jantung koroner sebaiknya menghindari penggunan minyak kelapa, minyak kelapa sawit, margarin, dan mentega pada saat menggoreng atau menumis. Hal tersebut disebabkan bahan pangan tersebut banyak mengandung asam lemak jenuh yang dapat meningkatka n kadar kolesterol dalam darah (Purwati et al. 2002). Preferensi Jenis Minuman. Lebih dari separuh contoh (74,2%) menyukai teh untuk dikonsumsi sehari -hari. Sedangkan jenis minuman yang tidak disukai adalah kopi karena menurut contoh sehabis mengkonsumsi kopi jantung menjadi berdebar lebih kencang. Jenis minuman lainnya yang dikonsumsi oleh contoh yaitu jus buah dan soft drink. Sebaran contoh berdasarkan jenis minuman yang di sukai dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan jenis minuman yang disukai Jumlah Jenis Minuman Yang Disukai n (%) Teh 23 74.2 Susu 5 16.1 Kopi 0 0.0 Lainnya 3 9.7 Jumlah 31 100.0 Konsumsi kopi yang berlebihan yaitu sebanyak lima hingga enam gelas per hari bisa dikaitkan dengan peningkatan kadar kolesterol dan gangguan irama jantung (Patel 1994). Sedangkan konsumsi teh menurut beberapa hasil penelitian dapat mengurangi kadar LDL dan reaksi LDL dalam darah. Efek 59 tersebut diduga disebabkan oleh adanya kandungan polifenol dalam teh hijau atau hitam. Jenis minuman soft drink tidak dianjurkan untuk penderita jantung koroner karena umumnya memiliki kandungan gas dan gula yang tinggi. Konsumsi Energi dan Zat Gizi Konsumsi Energi. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat, badan, iklim, dan aktivitas fisik. Makanan yang dikonsumsi sehari -hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh (Almatsier 2003). Kebutuhan energi untuk contoh laki-laki dan perempuan didapatkan dengan menggunakan rumus Harris Benedict (Almatsier 2003). Rata-rata kebutuhan energi contoh yaitu 1918.28 Kal sedangkan rata-rata konsumsi energi contoh yaitu 1003.21 Kal. Jika dibandingkan dengan kebutuha n maka rata-rata contoh mengkonsumsi energi di bawah kebutuhannya atau hanya sebesar 52.3 persen dari kebutuhan energi contoh. Bahan pangan sumber energi tinggi antara lain bahan makanan sumber lemak (lemak, minyak, kacang-kacangan, dan biji-bijian) dan karbohidrat (padipadian, umbi-umbian, dan gula murni serta semua bahan makanan yang dibuat dari bahan makanan tersebut). Berdasarkan syarat diet untuk penyakit jantung, energi yang diberikan sebaiknya cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal (Almatsier 2003). Konsumsi Karbohidrat. Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida, disakarida, gula alkohol, dan oligosakarida. Jenis karbohidrat lainnya yaitu karbohidrat kompleks terdiri dari polisakarida dan serat yang dinamakan juga polisaka rida non pati. Rata-rata konsumsi karbohidrat contoh yaitu sebesar 167.3 gr. Jumlah karbohidrat tidak ditetapkan dalam syarat diet jantung namun WHO (1990) diacu dalam Almats ier (2003) menganjurkan agar 55-75 persen konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks dan paling banyak hanya 10 persen berasal dari gula sederhana. Jika dikonversikan maka jumlah karbohidrat yang dianjurkan yaitu sebesar 137.95-188.1 gr. Konsumsi contoh termasuk dalam kisaran tersebut sehingga dapat dikatakan konsumsi karbohidrat contoh sudah cukup. Konsumsi Protein. Protein merupakan salah satu zat gizi yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Penderita penyakit jantung koroner dianjurkan untuk mengkonsumsi protein cukup (0.8 g/kgBB) (Almatsier 60 2003). Jika angka tersebut dikonversikan berdasarkan rata-rata berat badan pasien maka angka yang didapatkan adalah sebesar 48.32 gr. Rata -rata konsumsi protein contoh yaitu sebesar 35.75 gr. Jika dibandingkan maka konsumsi protein contoh sudah tergolong cukup dengan per sentase sebesar 74 persen. Protein dapat diperoleh dari bahan pangan terutama bahan pangan hewani seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati yang baik adalah kacang kedelai dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe. Konsumsi Lemak. Berdasarkan syarat diet jantung, lemak yang sebaiknya diberikan yaitu 25 hingga 30 persen dari kebutuhan energi total. Jika angka tersebut dikonversikan maka lemak yang sebaiknya diberikan berkisar antara 479.6-575.5 Kalori. Angka tersebut kemudian dikonversikan lagi ke dalam satuan gram menjadi sebesar 53.3-63.9 gram. Sedangkan rata-rata konsumsi lemak contoh yaitu sebesar 22.1gr. Terlihat perbedaan yang sangat jauh antara syarat diet dengan rata-rata konsumsi. Hal ini diduga disebabkan oleh co ntoh yang sudah mengurangi makanan yang berlemak tinggi dan memilih pengo lahan makanan yang lebih sehat seperti direbus atau dipepes. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan l ain-lain), mentega, margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lainnya yaitu kacang-kacangan, biji-bijian, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Almatsier 2003). Konsumsi Kolesterol. Salah satu turunan lemak yang saat ini banyak diteliti karena keterkaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif adalah kolesterol. Kolesterol adalah lemak berwarna kekuningan dan berupa seperti lilin yang diproduksi oleh tubuh terutama di liver (hati) (He slet 2007). WHO (1990) diacu dalam Almatsier (2003) menganjurkan konsumsi kolesterol kurang dari 300 mg sehari. Rata-rata jumlah kolesterol yang dikonsumsi contoh yaitu sebesar 145.5mg. Jumlah tersebut sudah memenuhi anjuran dari WHO. Hal tersebut menunjukkan bahwa contoh sudah mulai mengurangi makanan yang tinggi kolesterol seperti ketika mengkonsumsi telur hanya mengkonsumsi putihnya saja. Bahan makanan yang mengandung kolesterol yang tinggi yaitu kuning telur, jeroan (paru, hati, gin jal, dan jantung), produk ikan atau kerang (kaviar, telur ikan kod, kepiting, udang besar dan udang kecil) (Heslet 2007). 61 Konsumsi Asam Lemak Tak Jenuh Ganda. Lemak tidak jenuh dikenali dari bentuknya yang selalu cair atau paling tidak lunak dalam suhu rua ngan. Lemak tak jenuh biasanya berasal dari lemak nabati. Jumlah asam lemak tak jenuh yang disyaratkan dalam diet jantung yaitu 10 -15 persen dari kebutuhan lemak total tubuh. Jika angka tersebut dikonversikan maka rata -rata kebutuhan lemak adalah sebesar 5.3-9.6 gr. Rata-rata konsumsi asam lemak tak jenuh contoh yaitu sebesar 7.3 gr. Angka konsumsi tersebut sudah berada dalam kisaran jumlah yang dianjurkan. Hal ini diduga disebabkan oleh jumlah contoh banyak yang mengkonsumsi ikan. Ikan meruapakan sumber a sam lemak tak jenuh ganda yang baik. Konsumsi asam lemak tak jenuh ganda memiliki efek yang positif yaitu menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida, mengikis endapan kolesterol yang menempel pada dinding bagian dalam pembuluh darah, sehingga pembuluh darah kembali elastis, dan melindungi dinding pembuluh darah dari kerusakan lebih lanjut akibat radikal bebas (Heslet 2007). Konsumsi Vitamin C. Vitamin C memiliki kekuatan yang kuat kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi -reaksi hidroksilasi serta diduga dapat menurunkan kadar trigliserida serum yang tinggi (Almatsier 2003). Angka kecukupan yang dianjurkan yaitu untuk pria sebesar 90 mg dan wanita 75 mg (AKG 2004). Rata-rata konsumsi vitamin C contoh yaitu sebesar 57.1 mg. Jumlah vitamin C yang dikonsumsi tidak memenuhi angka kecukupan yang dianjurkan sehingga perlu ditingkatkan kembali agar fungsi vitamin C dalam tubuh dapat berjalan secara maksimal. Konsumsi Serat. Jenis serat yang dapat membantu menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah adalah serat larut air (pektin, gum, dan mukilase) yang banyak terdapat pada havermout, kacang -kacangan, sayur, dan buah-buahan (Almatsier 2005). Beberapa hasil penelitian menye butkan bahwa dengan meningkatkan konsumsi dietary fiber dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah terutama jika dilakukan secara kontinyu (Winarno 1992). Penurunan kolesterol diduga berkaitan dengan metabolisme asam empedu (Almatsier 2003). Asam empedu dan steroid netral disintesis dalam hati dan kolesterol, disekresi ke dalam empedu dan biasanya kembali ke hati melalui reabsorbsi dalam usus halus (siklus entero hepatik). Serat makanan diduga menghalangi siklus ini dengan menyerap asam empedu sehingga p erlu diganti dengan asam empedu baru dari kolesterol persediaan (Almatsier 2003). 62 Rata-rata konsumsi serat contoh hanya sebesar 8 gr. Jumlah tersebut berbeda sangat jauh dengan asupan konsumsi serat yang dianjurkan oleh WHO yaitu sebesar 25 hingga 30 gr pe r hari. Hal tersebut diduga disebabkan oleh masih kurangnya konsumsi sayuran dan buah -buahan oleh contoh. Jumlah konsumsi serat perlu ditingkatkan agar perannya dalam mengurangi kadar kolesterol dalam darah dapat berjalan dengan optimal. Kadar Lipid Darah dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida. Lemak dalam bahan makanan sebagian besar (kurang lebih 90%) merupakan lemak yang terdapat dalam bentuk trigliserida, sedang 10 persen sisanya terdapat dalam bentuk kolesterol dan fos folipid (Piliang & Al Haj 2006). Kadar trigliserida contoh pada penelitian ini berkisar antara 50 mg/dl hingga 292 mg/dl. Menurut National Cholesterol Education Program (2001), kadar trigliserida normal di dalam tubuh manusia yaitu kurang dari 150 mg/dl dan tinggi (> 150 mg/dl) (Tabel 27). Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan kadar trigliserida Jumlah Kadar Trigliserida Optimal (< 150 mg/dl) Tinggi (> 150 mg/dl) Total n % 19 12 31 61.3 38.7 100.0 Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki kadar trigliserida dalam keadaan optimal. Trigliserida merupakan lemak darah yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol, peningkatan berat badan, diet tinggi gula atau lemak serta gaya hidup tidak sehat lainnya (Maulana 2007). Rendahnya kadar trigliserida contoh diduga disebabkan oleh status gizi contoh yang umumnya normal, tidak mengkonsumsi alkohol, dan sudah mulai mengurangi makanan yang tinggi gula dan lemak. Kadar Kolesterol Total. Kadar kolesterol total merupakan susunan dari banyak zat termasuk diantaranya trigliserida, LDL kolesterol, dan HDL kolesterol. Berdasarkan Tabel 28, lebih dari separuh contoh (74,2%) memiliki kadar kolesterol total yang rendah. Hanya sebagian kecil contoh (6,5%) yang memiliki kadar kolesterol tinggi. Sebaran contoh berdasarkan kadar kolesterol total dapat dilihat pada Tabel 28. 63 Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan kadar kolesterol total Jumlah Kadar Kolesterol Total Rendah (< 200 mg/dl) Sedang (200-239 mg/dl) Tinggi (≥ 240 mg/dl) Total n % 23 6 2 31 74.2 19.4 6.5 100.0 Kolesterol dalam darah berasal dari dua sumber yaitu dari diet (kolesterol eksogen) dan dari hasil sintesis dalam tubuh (kolesterol endogen) (Krisnatuti & Yenrina 1999). Kadar kolesterol yang rendah pada contoh diduga disebabkan oleh contoh yang mulai mengurangi konsumsi bahan pangan yang tinggi kandungan kolesterolnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada setiap satu persen peningkatan kadar kolesterol darah terjadi dua persen peningkatan risiko terkena penyakit jantung koroner (Heslet 2007). Kadar High Density Lipoprotein (HDL). High Density Lipoprotein adalah lipoprotein dengan kandungan protein paling banyak. Kadar HDL darah contoh berkisar antara 13 hingga 51 mg/dl dengan rata -rata 39 mg/dl. Lebih dari separuh contoh memiliki kadar HDL yang rendah (74,2%) (Tabel 29). Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan kadar HDL Jumlah Kadar HDL Rendah (< 40 mg/dl) Tinggi (> 40 mg/dl) Total N % 23 8 31 74.2 25.8 100.0 HDL lebih dikenal sebagai kolesterol baik. Hal tersebut disebabkan oleh HDL akan mengambil kolesterol dan fosfolipid yang ada di dalam aliran darah dan menyerahkannya ke lipoprotein lain untuk diangkut kembali ke hati guna diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh (Almatsier 2003). Rendahnya kadar HDL contoh patut diwaspadai karena dapat mengganggu fungsi HDL dalam tubuh sehingga terjadi kecenderungan peningkatan kadar LDL dalam darah. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan berhenti merokok, mengurangi berat badan dan mena mbah aktifitas (exercise) (Djohan 2004). Hal tersebut sudah sejalan dengan gaya hidup contoh yang sudah berhenti merokok dan mulai melakukan olahraga setiap hari. Kadar Low Density Lipoprotein (LDL). Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) contoh pada penelitian ini berkisar antara 59-209 mg/dl dengan rata-rata 127 mg/dl. National Cholesterol Education Program (2001) menyatakan bahwa kadar LDL yang baik dalam tubuh yaitu dibawah 100 mg/dl. Berdasarkan Tabel 64 30, persentase terbesar dari kadar LDL yaitu pada kate gori mendekati optimal (29,0%) dan sedang ( 29,0%). Namun, masih terdapat pula contoh yang memiliki kadar LDL tinggi (16,1%) dan sangat tinggi (3,2%). Sebaran contoh berdasarkan kadar LDL dalam darah dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan kadar LDL Kadar LDL Optimal (< 100 mg/dl) Mendekati Optimal (100-129 mg/dl) Sedang (130-159 mg/dl) Tinggi (160-189) Sangat Tinggi (≥ 190 mg/dl) Total Jumlah n % 7 9 9 5 1 31 22.6 29.0 29.0 16.1 3.2 100.0 LDL lebih dikenal sebagai kolesterol jahat. Hal tersebut dikarenakan jika LDL teroksidasi di pembuluh darah akan mengakibatkan penumpukan dalam pembuluh darah. Apabila terjadi selama bertahun-tahun, kolesterol akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak. P lak tersebut akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel -sel otot dan kalsium sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis (Almatsier 2003). Saat ini, kadar LDL dalam darah menjadi sasaran utama dalam pencegahan dan terapi pengobatan penyakit jantung (National Cholesterol Education Program 2001). Karakteristik Sosial Ekonomi Umur. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kadar HDL (p<0,01;r=0,545). Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat umur maka kadar HDL akan meningkat pula. Berdasarkan Tabel 31, dapat dilihat bahwa kadar HDL yang baik lebih banyak terdapat pada kisaran usia dewasa akhir sedangkan usia dewasa menengah lebih banyak berada pada kisaran kadar HDL yang buruk. Hal ini diduga disebabkan oleh contoh tersebut merupakan pasien lama yang sudah mendapatkan perawatan yang baik sehingga kadar HDLnya membaik. Hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan tidak terdapat hubungan antara umur dengan kadar trigliserida, kadar kolesterol total, dan kadar LDL (p>0,05). Hal tersebut diduga disebabkan oleh contoh yang berada pada kisaran usia dewasa akhir memiliki kadar trigliserida, kadar kol esterol total, dan kadar LDL yang baik atau berada pada kisaran optimal. Tabulasi silang antara umur dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 31. 65 Tabel 31 Tabulasi silang antara umur dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati sedang Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Dewasa Menengah Umur Dewasa Akhir Total Hasil Analisis 12 6 18 7 6 13 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 14 4 0 18 9 2 2 13 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 17 1 18 6 7 13 23 8 31 Berhubungan (p<0,01;r=0,545) 4 5 5 4 0 18 3 4 4 1 1 13 7 9 9 5 1 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Jenis Kelamin. Menurut hasil uji korelasi Rank Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin terhadap kadar lipid darah baik terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL contoh (p>0,05). Hal tersebut diduga disebabkan oleh baik jenis kelamin laki -laki maupun perempuan sama-sama memiliki rata-rata kadar trigliserida yang optimal, kadar kolesterol total yang rendah, kadar HDL yang buruk, dan kadar LDL yang cebderung sedang sehingga tidak terlihat perbedaan antara kedua jenis kelamin tersebut (Tabel 32). Menurut Patel (1994), sebelum memasuki masa menopause, kaum wanita memiliki suatu ”pelindung alami” yaitu hormon estrogen. Hormon estrogen ini berperan dalam menjaga tingkat kolesterol darah, yaitu menjaga HDL (High Density Lipoprotein) tetap tinggi dan LDL (Low Density Lipoprotein) tetap rendah.Selain itu, hal tersebut diduga disebabkan oleh contoh yang berjenis kelamin perempuan telah memasuki masa usia menopause sehingga sudah tidak ada lagi hormon estrogen yang dapat menjaga kadar lipid darah terutama HDL dalam keadaan baik. Sehingga kadar lipid darah antara laki -laki dan perempuan cenderung berada pada kisaran yang sama. Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 32. 66 Tabel 32 Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati sedang Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Laki-Laki Jenis Kelamin Perempuan Total Hasil Analisis 13 6 19 6 6 12 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 16 2 1 19 7 4 1 12 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 15 4 19 8 4 12 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 5 7 4 2 1 19 2 2 5 3 0 12 7 9 9 5 1 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Pendidikan. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan terhadap kadar lipid darah baik terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL contoh (p>0,05). Hal ini diduga disebabkan oleh rata -rata contoh yang berada pada pendidikan menengah ke atas dan memiliki kadar trigliserida, kadar kolesterol total, dan kadar LDL yang berada pada kisaran optimal hingga sedang walaupun kadar HDLnya masih buruk (Tabel 33). Menurut Hardinsyah (1985) tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa tingkat pendidi kan seseorang tidak berpengaruh langsung terhadap kadar lipid darah namun berpengaruh pada pemilihan bahan. Pemilihan bahan pangan oleh contoh yang berpendidikan lebih tinggi diharapkan lebih baik daripada contoh yang berpendidikan lebih rendah. Pemilihan bahan pangan itulah yang nantinya diduga berpengaruh langsung terhadap kadar lipid seseorang. Tabulasi silang antara pendidikan dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 33. 67 Tabel 33 Tabulasi silang antara pendidikan dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati sedang Sedang Tinggi Sangat tinggi Total SD Pendidikan SMP SMA PT Total Hasil Analisis 4 3 7 2 1 3 10 5 15 3 3 6 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 4 1 2 7 2 1 0 3 12 3 0 15 5 1 0 6 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 6 1 7 2 1 3 10 5 15 5 1 6 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 1 2 1 2 1 7 0 1 1 1 0 3 4 4 6 1 0 15 2 2 1 1 0 6 7 9 9 5 1 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Pekerjaan. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan terhadap kadar lipid darah baik terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL contoh (p>0,05). Hal ini diduga disebabkan oleh baik contoh yang bekerja di kantor, wiraswasta, ibu rumah tangga maupun pensiunan rata -rata memiliki kondisi kadar trigliserida total, kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL yang rendah (Tabel 34). Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi gaya hidup dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise, kehormatan, dan respek (Engel et al 1994). Pekerjaan juga akan mempengaruhi pendapatan seseorang. Sama halnya dengan pendidikan, pekerjaan diduga tidak berhubungan langsung dengan kadar lipid darah namun berh ubungan dengan pemilihan bahan pangan dan juga gaya hidup. Tabulasi silang antar pekerjaan dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 34. 68 Tabel 34 Tabulasi silang antara pekerjaan dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Pekerjaan Hasil Analisis Pegawai Swasta PNS Pensiun Wiraswasta IRT Total 2 2 4 0 1 1 12 6 18 3 0 3 2 3 5 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 3 1 0 4 1 0 0 1 13 4 1 18 3 0 0 3 3 1 1 5 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 3 1 4 1 0 1 12 6 18 3 0 3 4 1 5 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 2 0 4 0 1 7 1 0 1 0 4 0 1 0 0 1 6 5 2 1 18 1 1 1 0 3 1 2 1 0 5 9 9 5 1 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Besar Keluarga. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara besar keluarga terhadap kadar lipid darah baik terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL contoh (p>0,05). Tabulasi silang antara besar keluarga contoh dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 35. Menurut Patel (1994), lingkungan keluarga juga termasuk dalam faktor risiko penyakit jantung koroner. Hal tersebut disebabkan keadaan rumah yang penuh tekanan, adanya perselisihan, dan persaingan tidak sehat yang terjadi di dalam keluarga dapat meningkatkan risiko terkena seran gan jantung dan tekanan darah tinggi. Namun, berdasarkan Tabel 35, baik keluarga kecil maupun besar sama-sama memiliki kadar lipid darah dalam kisaran yang hampir sama. Hal ini diduga disebabkan oleh keadaan lingkungan keluarga baik kecil maupun besar sama-sama tidak ada tekanan, tidak ada perselisihan, dan juga persaingan yang sehat. Besar keluarga juga tidak memiliki efek langsung terhadap kadar lipid darah seseorang namun berpengaruh terhadap konsumsi zat gizi (Sukarni 1994). 69 Tabel 35 Tabulasi silang antara besar keluarga dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Kecil Besar Keluarga Sedang Besar Total Hasil Analisis 18 9 27 0 2 2 1 1 2 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 21 4 2 27 1 1 0 2 1 1 0 2 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 20 7 27 2 0 2 1 1 2 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 6 8 8 4 1 27 0 1 1 0 0 2 1 0 0 1 0 2 7 9 9 5 1 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Pendapatan per kapita. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan per kapita terhadap kadar lipid darah baik terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL contoh (p>0,05). Pendapatan tidak berpengaruh langsung terhadap kadar lipid darah tetapi berpengaruh terhadap daya beli seseorang. Menurut Harper et al. (1986) pada umumnya jika pendapatan naik, maka jumlah dan jenis pangan akan membaik. Namun berdasarkan Tabel 36 contoh yang memiliki pendapatan rendah, sedang, dan tinggi rata-rata sama-sama memiliki kadar trigliserida yang rendah, kadar kolesterol total yang optimal, kadar HDL yang rendah, dan kadar LDL dalam kisaran optimal (Tabel 36). Hal ini diduga disebabkan oleh walaupun rata rata contoh memiliki pendapatan yang rendah na mun contoh dapat memilih bahan pangan lebih baik daripada contoh yang berpendapatan tinggi. Tabulasi silang antara pendapatan per kapita dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 36. 70 Tabel 36 Tabulasi silang antara pendapatan per kapita deng an kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Rendah Pendapatan per kapita Sedang Tinggi Total Hasil Analisis 10 3 13 9 8 17 0 1 1 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 11 2 0 13 11 4 2 17 1 0 0 1 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 11 2 13 11 6 17 1 0 1 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 3 7 1 2 0 13 4 2 7 3 1 17 0 0 1 0 0 1 7 9 9 5 1 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Gaya Hidup Aktivitas Fisik. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik terhadap kadar lipid d arah (kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05). Tabel 37 menunjukkan contoh yang memiliki aktivitas fisik sangat ringan ternyata memiliki kadar trigliserida yang rendah, kadar kolesterol total yang rendah, kadar LDL yang mendekati optimal, dan kadar HDL yang rendah. Kondisi tersebut sama dengan contoh yang memiliki aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat. Seharusnya contoh yang memiliki aktivitas sangat ringan memiliki kadar trigliserida, kadar kolesterol total, dan kadar LDL yang lebih tinggi dan kadar HDL yang lebih rendah daripada contoh yang aktivitas fisiknya lebih b erat. Hal ini diduga disebabkan oleh recall aktivitas yang hanya bersifat 1x24 jam sehingga belum dapat menggambarkan rutinitas aktivitas fisiknya setiap hari karena bisa saja contoh yang sehari-harinya beraktivitas sangat ringan tiba -tiba beraktivitas berat misalnya harus memperbaiki atap yang rusak. Tabulasi silang antara aktivitas fisik dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 37. 71 Tabel 37 Tabulasi silang antara aktivitas fisik dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Sangat Ringan Aktivitas Fisik Ringan Berat Total Hasil Analisis 10 5 15 7 5 12 2 2 4 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 11 2 2 15 9 3 0 12 3 1 0 4 23 7 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 10 5 15 10 2 12 3 1 4 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 3 5 4 2 1 15 3 4 3 2 0 12 1 0 2 1 0 4 7 9 9 5 1 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Kebiasaan Berolahraga. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga terhadap kadar lipid darah (kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05). Hal ini bertentangan dengan p enelitian yang dilakukan oleh Siregar (2007) yang menunjukkan bahwa olahraga dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kadar LDL dan kadar HDL. Tidak terdapatnya hubungan antara k ebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah dapat disebabkan oleh perbedaan antara pengambilan darah dengan kegiatan olahraga yang terakhir dilakukan. Kebiasaan berolahraga dapat mempengaruhi kadar lipid darah dalam waktu setidaknya 24 -48 jam sesudah berolahraga. Hal tersebut tentunya dapat mempengaruhi hasil laboratorium pada saat pengambilan darah untuk mengecek kadar lipid darah (Du rstine 2001). Sehingga kadar lipid daraha antara contoh yang berolahraga dan tidak cenderung terlihat sama seperti kadar trigliseroda yang cenderung optimal, kolesterol total yang rendah, kadar LDL sedang, dan kadar HDL yang buruk (Tabel 38). Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 38. 72 Tabel 38 Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Kebiasaan Berolahraga Berolahraga Tidak Berolahraga Total Hasil Analisis 17 9 26 2 3 5 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 19 5 2 26 4 1 0 5 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 20 6 26 3 2 5 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 6 8 7 4 1 26 1 1 2 1 0 5 7 9 9 5 1 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Jenis Olahraga. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis olahraga terhadap kadar lipid darah (kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05) (Tabel 39). Jenis olahraga yang paling banyak dilakukan oleh contoh yaitu jalan pagi. Tabel 39 Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Kebiasaan Berolahraga Jalan Pagi Senam Renang Total Hasil Analisis 12 6 18 4 3 7 1 0 1 17 9 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 14 2 2 18 4 3 0 7 1 0 0 1 19 5 2 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 14 4 18 5 2 7 1 0 1 20 6 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 5 6 4 2 1 18 1 2 3 1 0 7 0 0 0 1 0 1 6 8 7 4 1 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Walaupun jenis olahraga tersebut sudah sesuai dengan Lee dan Paffenbarger (2001) yang menganjurkan jalan pagi, jalan cepat, senam, dan lain lain sebagai olahraga yang paling baik untuk penderita jantung koroner namun 73 masih terdapat contoh yang memiliki kadar trigliserida yang tinggi, kadar kolesterol diatas optimal, kadar LDL yang tinggi dan kadar HDL yang rendah (Tabel 39). Hal ini diduga disebabkan oleh pemilihan jenis olahraga yang belum sesuai dengan keadaan penyakit contoh, misalnya contoh yang berada pada kisaran usia dewasa menengah banyak yang memilih jalan pagi padahal seharusnya dapat memilih olahraga jogging. Durasi Olahraga. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara durasi olahraga terhadap kadar lipid darah (kadar trigli serida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05). Walaupun durasi olahraga yang dilakukan sudah sesuai namun masih ada contoh yang memiliki kadar trigliserida, kolesterol, dan LDL yang tinggi serta masih banyak contoh yang memiliki kadar HDL yang buruk (Tabel 40). Hal ini bertentangan dengan pernyataan Heslet (2007) bahwa b erolahraga dalam durasi yang lama dapat meningkatkan HDL kolesterol dalam darah sampai 20-30 persen sehingga terdapat kemungkinan bahwa kemampuan High Density Lipoprotein (HDL) menyingkirkan kolesterol biasa meningkat selama latihan fisik. Hal tersebut diduga disebabkan oleh perubahan kadar HDL tidak bertahan lama karena apabila kita berhenti berolahraga maka kadar HDL kolesterol dan kolesterol biasa kembali ke kadar yang sama dengan sebelum olahraga dimulai. Oleh karena itu, jika ingin memperbaiki dan mengontrol kadar kolesterol dalam darah maka perlu melakukan olahraga secara teratur (Heslet 2007). Tabel 40 Tabulasi silang antara durasi olahraga dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total < 15 menit Durasi Olahraga 15-30 menit >30menit Total Hasil Analisis 8 5 13 4 2 6 5 2 7 17 9 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 8 4 1 13 4 1 1 6 7 0 0 7 19 5 2 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 10 3 13 6 0 6 4 3 7 20 6 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 3 3 4 3 0 13 1 2 1 1 1 6 2 3 2 0 0 7 6 8 7 4 1 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 74 Frekuensi Olahraga. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara frekuensi olahraga terhadap kadar lip id darah (kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05). Frekuensi olahraga contoh sudah cukup baik namun masih terdapat contoh yang memiliki kadar trigliserida, kolesterol, dan LDL yang tinggi serta HDL yang buruk (Tabel 41). Hal tersebut diduga disebabkan oleh contoh yang baru mulai berolahraga setelah terdiagnosa penyakit jantung koroner dan sebelumnya terbiasa dengan gaya hidup santai. Menurut Durstine (2001), kebiasaan berolahraga umumnya lebih berpengaruh terhadap kadar lipid darah pada seseorang yang sejak awal memiliki gaya hidup yang aktif dan tidak berpengaruh banyak pada seseorang yang memiliki gaya hidup sedentary (santai). Selain itu, tidak terdapatnya hubungan dapat juga disebabkan oleh hal yang sama dengan durasi olahraga yaitu adanya perbedaan waktu antara pengambilan darah dengan kegiatan olahraga yang terakhir dilakukan. Tabel 41 Tabulasi silang antara frekuensi olahraga dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total 1-7 kali Frekuensi Olahraga 8-14 kali 15-22 kali 23-30 kali Total Hasil Analisis 0 1 1 7 4 11 3 1 4 7 3 10 17 9 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 1 0 0 1 8 3 0 11 3 1 0 4 7 1 2 10 19 5 2 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 1 0 1 8 3 11 2 2 4 9 1 10 20 6 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 1 0 0 0 0 1 2 3 4 2 0 11 1 0 1 3 0 4 2 5 2 0 1 10 6 8 7 5 1 26 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Kebiasaan Merokok. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang positif signifikan antara kebiasaan merokok awal dengan kad ar kolesterol total (p<0,05;r=0,429) serta kadar LDL dalam darah (p<0,05;r=0,373) (Tabel 42). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang terbiasa merokok akan meningkatkan kadar kolesterol total dan kadar LDL dalam darah. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan nikotin dalam rokok yang dapat menurunkan kadar 75 HDL dan meningkatkan kadar LDL sehingga metabolisme lemak dan transportasi lemak ke hati terganggu (Sani 2006). Tabel 42 Tabulasi silang antara kebiasaan merokok dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok Total Hasil Analisis 11 4 15 8 8 16 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 14 1 0 15 9 5 2 16 23 6 2 31 Berhubungan (p<0,5;r=0,429) 11 4 15 12 4 16 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 5 6 2 2 0 15 2 3 7 3 1 16 7 9 9 5 1 31 Berhubungan (p<0,05;r=0,373) Hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kadar trigliseri da total dan kadar HDL (p>0,05). Hal ini diduga disebabkan oleh baik contoh yang merokok maupun tidak merokok sebelum sakit rata-rata sama-sama memiliki kadar trigliserida total yang rendah dan kadar HDL yang rendah (Tabel 42). Walaupun tidak berhubungan namun ditemukannya kadar HDL yang rendah sejalan dengan pernyataan Sani (2006) yang menyatakan bahwa pada perokok akan ditemukan kadar HDL yang rendah dan kadar LDL yang tinggi. Jumlah Rokok. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap dengan kadar kolesterol total (p=0.024;r=0.579) dan kadar LDL dalam darah (p=0.034;r=0.549). Ha l ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah rokok yang dihisap maka kadar kolesterol total dan LDL dalam darah akan meningkat. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya penumpukan zat -zat kimia berbahaya pada rokok seperti nikotin dan tar yang dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah serta memperburuk kadar lipid darah (Sani 2006). Tabulasi silang antara jumlah rokok dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 43. 76 Tabel 43 Tabulasi silang antara jumlah rokok dengan kadar lipid darah Kadar lipid darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Jumlah Rokok yang Dihisap 6-10 11-14 >14 ≤ 5 btg/hr btg/hr btg/hr btg/hr Total Hasil Analisis 4 1 5 2 1 3 2 1 3 3 1 4 11 4 15 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 5 0 0 5 3 0 0 3 2 1 0 3 4 0 0 4 14 1 0 15 Berhubungan (p=0,024 r=0,579) 3 2 5 2 1 3 3 0 3 3 1 4 11 4 15 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 2 3 0 0 0 5 2 1 0 0 0 3 0 2 1 0 0 3 1 0 1 2 0 4 5 6 2 2 0 15 Berhubungan (p=0,034 r=0,549) Lama Merokok. Hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara lama merokok terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL (p>0.05). Hal ini diduga disebabkan oleh contoh yang telah berhenti lama sebelum contoh diwawancarai sehingga kondisinya telah membaik. Heslet (2007) menyatakan diperlukan kira-kira setahun bagi mantan perokok untuk dapat mengurangi risiko terkena penyakit jantung dan memperbaiki kadar lipid darah. Walaupun tidak terdapat hubungan, namun contoh yang mero kok lebih lama cenderung ada yang memiliki kadar trigliserida, kolesterol total, dan kadar LDL yang tinggi sedangkan kadar HDLnya buruk (Tabel 44). Hal tersebut sekiranya dapat menggambarkan bahwa semakin lama merokok maka kadar lipid darah akan memburuk sehingga akan meningkatkan terjadinya risiko penyakit jantung koroner. Tabulasi silang antara lama merokok dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 44. 77 Tabel 44 Tabulasi silang antara lama merokok dengan kadar lipid darah Kadar lipid darah < 5 tahun Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Lama Merokok 11-15 tahun >15 tahun Total Hasil Analisis 2 0 2 2 1 3 7 3 10 11 4 15 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 2 0 0 2 3 0 0 3 9 1 0 10 14 1 0 15 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 1 1 2 3 0 3 7 3 10 11 4 15 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 1 1 0 0 0 2 2 1 0 0 0 3 2 4 2 2 0 10 5 6 2 2 0 15 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Usia Awal Merokok. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan yang negatif signifikan antara usia awal merokok den gan kadar kolesterol total (p=0,042;r=-0,530) dan kadar LDL dalam darah (p=0,002;r=-0,729) (Tabel 45). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama usia awal merokok maka kadar kolesterol total dan kadar LDL akan menurun. Menurut Aditama (1997), jika kebiasaan merokok dimulai dari usia muda maka risiko mendapatkan penyakit jantung korone r adalah dua kali lebih besar daripada bukan perokok dan meningkatkan risiko terkena serangan jantung sebelum usia 50 tahun. Hal ini diduga disebabkan oleh, jika semakin muda usia seseorang merokok maka kandungan zat-zat yang berbahaya seperti nikotin dan gas CO akan lebih banyak menumpuk daripada seserang yang merokok pada usia yang lebih tua. Nikotin dalam rokok juga dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung (Sani 2006). Tabulasi silang antara usia awal merokok dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 45. 78 Tabel 45 Tabulasi silang antara usia awal merokok dengan kadar lipid darah Kadar lipid darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total 10-15 thn Usia Awal Merokok 16-20 thn 21-25 thn 26-30 thn Total Hasil Analisis 3 1 4 5 2 7 2 1 3 1 0 1 11 4 15 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 4 0 0 4 6 1 0 7 3 0 0 3 1 0 0 1 14 1 0 15 Berhubungan (p=0,042 r=-0,530) 3 1 4 5 2 7 3 0 3 0 1 1 11 4 15 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 0 1 1 2 0 4 2 4 1 0 0 7 2 1 0 0 0 3 1 0 0 0 0 1 5 6 2 2 0 15 Berhubungan (p=0,002 r=-0,729) Status Gizi Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kadar LDL (p=0.036;r=0.379). Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat status gizi seseorang maka terjadi peningkatan pada kadar LDLnya. Hal ini diduga disebabkan oleh seseorang yang status gizinya berlebih umumnya memiliki kandungan lemak yang tinggi dalam tubuhnya sehingga dapat meningkatkan kadar LDL dalam lipid darah (Patel 1994). Hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kadar t rigliserida, kadar kolesterol total, dan kadar HDL (p>0.05). Namun, jika dijelaskan secara deskriptif, contoh yang memiliki status gizi overweight cenderung memiliki kadar trigliserida, kolesterol total, dan kadar LDL yang tinggi serta kadar HDL yang buruk (Tabel 46). Tabulasi silang antara status gizi dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 46. 79 Tabel 46 Tabulasi silang antara status gizi dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Underweight Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Status Gizi Normal Overweight Total Hasil Analisis 3 0 3 10 8 18 6 4 10 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 3 0 0 3 12 4 2 18 8 2 0 10 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 2 1 3 14 4 18 7 3 10 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 2 1 0 0 0 3 4 6 5 2 1 18 1 2 4 3 0 10 7 9 9 5 1 31 Berhubungan (p=0,036;r=0,379) Penerangan Diet Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara penerangan diet terhadap kadar lipid darah baik terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL contoh (p>0,05). Berdasarkan hasil analisis secara deskriptif, baik contoh yang pernah maupun yang belum pernah mendapatkan penerangan diet sama -sama memiliki kadar trigliserida rendah, kadar kolesterol total optimal, kadar HDL yang rendah, dan kadar LDL dalam kisaran optimal. Hal ini diduga disebabkan oleh masih banyaknya contoh yang belum pernah mendapatkan penerangan diet. Selain itu, kemungkinan penyebab lainnya yaitu contoh yang pernah mendapatkan penerangan diet belum menerapkan diet yang sesuai sehingga masih banyak contoh yang memiliki kadar trigliserida, kadar kolesterol, dan kadar LDL yang tinggi serta kadar HDL yang buruk. Tabulasi silang antara penerangan diet dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 47. 80 Tabel 47 Tabulasi silang antara penerangan diet dengan kadar lipid darah Kadar Lipid Darah Pernah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Penerangan Diet Tidak Pernah Total Hasil Analisis 7 7 14 12 5 17 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 10 3 1 14 13 3 1 17 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 9 5 14 14 3 17 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 3 3 6 2 0 4 6 3 3 1 7 9 9 5 1 14 17 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Riwayat Kesehatan Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara riwayat kesehatan dengan kad ar lipid darah (kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0.05). Hal ini diduga disebabkan oleh masih terdapat contoh yang tidak mengetahui penyakit yang diderita sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner. Contoh yang tidak mengetahui riwayat kesehatannya umumnya memiliki kadar trigliserida yang rendah, kadar kolesterol total yang optimal, kadar HDL yang rendah dan kadar LDL yang rendah. Sedangkan contoh yang sebelumnya menderita hipertensi dan diabetes umumnya masih memiliki kadar trigliserida, kadar kolesterol total, dan kadar LDL yang tinggi serta kadar HDL yang buruk (Tabel 48). Tabulasi silang antara riwayat kesehatan dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 48. 81 Tabel 48 Tabulasi silang antara riwayat kesehatan dengan kadar lipid darah Hasil Analisis Riwayat Kesehatan Kadar Lipid Darah Kadar Trigliserida Optimal Tinggi Total Kadar Kolesterol Total Rendah Sedang Tinggi Total Kadar HDL Buruk Baik Total Kadar LDL Optimal Mendekati Optimal Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Tidak diketahui Hipertensi Diabetes Lainnya Total 5 2 7 2 3 5 4 4 8 8 3 11 19 12 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 4 1 2 7 5 0 0 5 4 4 0 8 10 1 0 11 23 6 2 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 6 1 7 4 1 5 5 3 8 8 3 11 23 8 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) 0 1 3 2 1 7 2 2 1 0 0 5 2 2 2 2 0 8 3 4 3 1 0 11 7 9 9 5 1 31 Tidak Berhubungan (p> 0,05) Tekanan Darah dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi (jantung berdenyut). Tekanan darah sistolik merupakan besarnya tekanan tertinggi pada pembuluh darah pada satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002). Tekanan darah sistolik contoh berkisar antara 84 -195 mmHg dengan rata-rata 136.7 mmHg. Tabel 49 Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah sistolik Jumlah Tekanan Darah Sistolik Normal (120-130 mmHg) Normal Tinggi (131-139 mmHg) Hipertensi Ringan (140-159 mmHg) Hipertensi Sedang (160-179 mmHg) Hipertensi Berat (180-209 mmHg) Total n % 12 5 6 7 1 31 38.7 16.1 19.4 22.6 3.2 100.0 Berdasarkan tabel di atas, persentase terbesar yaitu pada tekanan darah sistolik yang normal (38,7%) dan hanya 3.2 persen contoh yang mengalami hipertensi berat. Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap pender ita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan miokard infark (Djohan 2004). 82 Tekanan Darah Diastolik. Tekanan darah diastolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada sa at otot jantung rileks diantara dua denyutan. Tekanan darah diastolik merupakan tekanan terkecil di dalam pembuluh darah pada satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002). Tekanan darah diastolik contoh berkisar antara 49 -106 mmHg dengan rata-rata sebesar 78.8 mm Hg. Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah diastolik dapat dilihat pada Tabel 50. Tabel 50 Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah diastolik Jumlah Tekanan Darah Diastolik n Normal (80-85 mmHg) 17 Normal Tinggi (86-89 mm Hg) 6 Hipertensi Ringan (90-99 mm Hg) 4 Hipertensi Sedang (100-109 mm Hg) 4 Hipertensi Berat (≥ 110 mmHg) 0 Total 31 % 54.8 19.4 12.9 12.9 100.0 Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (54,8%) termasuk dalam kategori normal. Tidak ada satupun contoh yang memiliki tekanan darah diastolik yang sangat tinggi atau hipertensi berat (0%). Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan antara penyakit jantung koroner dan tekanan darah diastolik. Kejadian miokard infark dua kali lebih besar pada kelompok tekanan darah diastolik 90 -104 mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan pada teka nan darah diastolik 105 mmHg empat kali lebih besar (Djohan 2004). Karakteristik Sosial Ekonomi Hasil Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, pendapatan per kapita dan penerangan diet terhadap tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik contoh (p>0.05). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya faktor faktor lainnya yang turut mempengaruhi ketika pengecekan tekanan darah seperti keadaan lingkungan, keadaan kesehatan contoh, dan lain-lain. Gaya Hidup Aktivitas Fisik dan Kebiasaan Berolahraga. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, jenis olahraga, durasi olahraga, dan frekuensi olahraga terhadap tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik (p>0,05). Hal ini 83 diduga disebabkan oleh masih rendahnya aktivitas fisik contoh sehari -hari dan pemilihan jenis olahraga serta frekuensi yang masih kurang dan belum sesuai. Kebiasaan Merokok. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap dengan tekanan darah diastolik (p=0.045;r=0.523) dan antara lama merokok dengan tekanan darah sistolik (p=0.008;r=0.653). Menurut beberapa hasil penelitian, diungkap kan bahwa merokok dapat menaikkan tekanan darah. Senyawa dalam rokok yang diduga dapat meningkatkan tekanan darah yaitu nikotin. Nikotin dapat meningkatkan penggumpalan dalam darah dan menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah (Purwati et al. 2002). Sedangkan hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap dengan tekanan darah sistolik (p>0.05). Hasil korelasi Rank Spearman lainnya juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan tekanan darah diastolik (p>0.05). Berdasarkan hasil korelasi Rank Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok awal dan usia awal merokok dengan tekanan darah sistoli k dan diastolik (p>0.05). Riwayat Kesehatan Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara riwayat kesehatan dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik contoh (p>0.05). Hal ini diduga disebabkan oleh ti dak terlalu banyak contoh yang mengalami hipertensi sebelum sakit, sehingga tekanan darah contoh berada dalam kisaran normal. Status Gizi Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tekanan darah sist olik (p=0.003;r=0.522) dan tekanan darah diastolik (p=0.014;r=0.436). Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat status gizi seseorang maka tekanan darahnya akan semakin meningkat. Menurut Heslet (2007), orang yang mengalami kelebihan berat badan mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi yang dapat mendorong terjadinya aterosklerosis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Lebih dari separuh contoh (58.1%) berada pada usia 41-65 tahun dan sudah tidak bekerja lagi atau pensiunan. Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki jenis kelamin laki-laki, persentase terbesar contoh (48.4%) berada pada tingkat pendidikan SMA, sebagian besar contoh (87,1%) termasuk dalam keluarga kecil. Lebih dari separuh contoh (54,8%) memiliki pendapatan per kapita dalam kategori sedang. 2. Persentase terbesar contoh (48,4%) memiliki aktivitas fisik sangat ringan, sebagian besar contoh (83,9%) memiliki kebiasaan berolahraga, lebih dari separuh contoh (69,2%) melakukan jalan pagi sebagai olahraga yang dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya, lebih dari separuh contoh (53,9%) berolahraga dalam rentang waktu 15-30 menit, persentase frekuensi olahraga paling besar (42,3%) terdapat pada frekuensi 8-14 kl/bln. Lebih dari separuh contoh (51,6%) tidak memiliki kebiasaan merokok sebelum sakit, persentase terbesar contoh (33,3%) merokok ≤ 5 batang sehari, lebih dari separuh contoh (66,7%) merokok dalam kurun waktu > 15 tahun, dan persentase terbesar (46,7%) usia awal merokok contoh berada pada kisaran umur 16-20 tahun. 3. Lebih dari separuh contoh (61,3 %) memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kl/hr. Jenis bahan pangan yang paling banyak (29,0%) dikonsumsi oleh contoh pada saat sarapan yaitu makanan pokok. Contoh paling banyak (19,4%) mengkonsumsi bahan pangan dengan kombinasi makanan pokok, lauk hewani, dan sayuran pada saat makan siang dan makan malam. Lebih dari separuh contoh (51,6%) contoh menyukai jenis olahan pangan yang digoreng dan lebih dari separuh contoh (74,2%) menyukai teh untuk dikonsumsi sehari-hari. Jenis bahan pangan sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi yaitu nasi (beras) yang dikonsumsi setiap hari oleh semua contoh. Sayuran yang paling banyak dikonsumsi yaitu wortel frekuensi 279 kl/thn. Buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah jeruk dengan rata-rata frekuensi 268 kl/thn. Jenis susu yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah susu bubuk skim dengan rata -rata 181 kl/thn. Jenis pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi yaitu telur ayam, ikan, daging ayam, dan daging sapi. Tahu dan tempe merupakan jenis pangan 85 nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh (30 orang) dengan rata rata frekuensi yang sama yaitu 276 kl/thn. Jenis minyak yang paling banyak digunakan oleh contoh yaitu minyak kelapa sawit. Konsumsi vitamin dan serat contoh cenderung rendah yaitu 57.1 mg untuk vitamin C dan 8 gr untuk serat. 4. Lebih dari separuh contoh (54,8%) tidak pernah mendapatkan penerangan diet, sebanyak 22.6 persen contoh mengalami hipertensi dan sebanyak 16.1 persen contoh mengalami diabetes mellitus sebelum terserang PJK, serta lebih dari separuh contoh (58,1%) berada pada status gizi normal. 5. Lebih dari separuh contoh (61,3 %) memiliki kadar trigliserida baik, lebih dari separuh contoh (74,2%) memiliki kadar kolesterol total dan kadar HDL yang rendah, sebanyak 29.0 persen contoh memiliki kadar LDL pada kategori mendekati optimal dan sedang. 38.7 persen contoh berada pada kisaran normal pada tekanan darah sistolik dan untuk tekanan darah diastoli k lebih dari separuh contoh (54,8%) berada pada kisaran normal. 6. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar HDL yaitu umur. Faktor-faktor lainnya yang berhubungan yaitu status gizi yang berhubungan dengan kadar LDL, tekanan darah sistolik, dan diastolik. Kebiasaan merokok, jumlah rokok, dan usia awal merokok berhubungan dengan kadar kolesterol dan ka dar LDL. Faktor-faktor yang tidak berhubungan yaitu aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, dan pola makan. Saran 1. Konsumsi serat dan vitamin contoh masih jauh dari angka kecukupan yang dianjurkan sehingga perlu adanya penyuluhan atau pemberitahuan lebi h lanjut terhadap contoh agar meningkatkan konsumsi bahan pangan yang tinggi serat dan vitamin misalnya buah -buahan dan sayuran. Selain itu, masih terdapat contoh yang mengkonsumsi bahan pangan yang tidak dianjurkan untuk penderita penyakit jantung koroner . Hal tersebut diduga disebabkan oleh masih banyaknya pasien yang belum mendapatkan penerangan diet oleh pihak terkait dari rumah sakit. Sehingga perlu diadakannya suatu jadwal khusus penerangan atau penyuluhan diet bagi pasien penyakit jantung koroner khususnya yang kontrol atau general check up di instalasi rawat jalan agar contoh dapat mengetahui bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan sehingga dapat mengatur makanan yang dikonsumsi sehari -hari. 86 2. Kebiasaan berolahraga yang dilakukan sudah cukup baik, namun perlu adanya peningkatan durasi berolahraga setidaknya 30 menit hingga 60 menit dengan jenis olahraga yang sesuai dengan keadaan penyakit. 3. Penelitian yang akan datang diharapkan untuk menyertakan variabel -variabel lainnya yang diduga mempengaruhi kadar lipida darah dan tekanan darah sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner seperti riwayat penyakit jantung koroner di keluarga (faktor genetik). DAFTAR PUSTAKA Aditama T.Y. 1992. Rokok dan Kesehatan. Jakarta: UI Press. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. __________. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Anonim. 2007. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi). www.pjnhk.go.id. Diakses tanggal 31 Januari 2008. Cheung AK, DeVault, George A, Gregory, Martin C. 1993. A Prospective Study on Treatment of Hypercholesterolemia With Lovastatin in Renal Transplant Patients Receiving Cyclosporine. Journal of The American Society of Nephrology Vol.3 Number 12. 1884 -1891 Djohan TBA. 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Hypertensi. http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri10.pdf. Diakses tanggal 10 Agustus 2008. Durstine JL. 2001. Exercise and Lipid Disorders dalam Exercise and Sports Cardiology. Thompson PD (editor). New York: McGraw Hill. Engel JF, RD Blackwell dan PW Miniard. 1994. Perilaku Konsumen (Edisi Keenam Jilid 1). FX Budiyanto (Penerjemah). Terjemahan dari: Consumer Behaviour. Jakarta: Binarupa Aksara. Guhardja S. 1979. Pendidikan Gizi [Diktat Kuliah]. Bogor: Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah. 1985. Ekonomi Gizi [Diktat Kuliah]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Harper, Deaton, dan Driskel. 1986. Pangan, Gizi, Pertanian. Suhardjo (Penerjemah). Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition, and Agriculture. Heslet L. 2007. Kolesterol Yang Perlu Anda Ketahui. Anton Adiwiyoto (Penerjemah). Jakarta: Kesaint Blanc. Terjemahan dari: Cholesterol. Karyadi D dan Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Khumaidi. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Krisnatuti D dan R Yenrina. 1999. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung Koroner. Bogor: PT Trubus Agriwidaya. 88 Kuntaraf J dan K Kuntaraf. 2000. Olahraga Sumber Kesehatan. Bandung: Advent Indonesia. Kusmana D dan M Hanafi. 1996. Buku Ajar Kardiologi. (Rilantono et al, ed). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. __________. 1997. Olahraga Bagi Kesehatan Jantung. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. __________. 2003. Aktivitas Fisik Membantu Mencegah Aterosklerosi s. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0306/19/095138.htm . Diakses tanggal 20 Juni 2007. Lairon D et al. 2005. Dietary Fiber Intake and Risk Factors for Cardiovascular Disease in French Adults. Am J Clin Nutr 2005;82:1185-94. Lee IM dan RS Paffenbarger. 2001. Exercise and Sports Cardiology dalam Exercise and Sports Cardiology. Thompson PD (editor). New York: McGraw Hill. Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klinis. Aminudin Parakkasi [Penerjemah]. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Nutritional Biochemistry and Metabolism: With Clinical Application. Madanijah S. 2004. Penilaian Status Gizi. Di dalam: Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Mann J dan AS Truswell. 2002. Essentials of Human Nutrition. New York: Oxford University Press. Marut UD. 2008. Studi Tentang Aspek Sosial Ekonomi Budaya Serta Kaitannya dengan Masalah Gizi Kurang di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. [Skripsi]. Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Maulana M. 2007. Penyakit Jantung: Pengertian, Penanga nan, dan Pengobatan. Jogjakarta: Kata Hati. Masino. 2006. Perbaiki Gaya Hidup Demi Kesehatan Jant ung. http://id.inaheart.or.id/?p=39. Diakses tanggal 18 Februari 2008. Moerdowo RM. 1984. Masalah Hipertenso (Tekanan Darah Tinggi). Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Muchtadi D. 1996. Pencegahan Gizi Lebih dan Penyakit Kronis Melalui Perbaikan Pola Konsumsi Pangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Metabolisme Zat Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. 89 National Cholesterol Education Program. 2001. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). www.aha.org. Diakses tanggal 29 Juni 2008. Nelson ME et al. 2001. Physical Activity and Public Health in Older Adults Recommendation From the American College of Sports Medicine and the American Heart Association. www.circ.ahajournals.org. Diakses tanggal 29 Juni 2008. Papalia DE dan SW Olds. 1981. Human Development, second edition . USA: Von Hoffman Press, Inc. Patel C. 1994. Fighting Heart Disease A Practical Self Help Guide To P revention and Treatment. London: Darling Kindersley Publishers Limited. Pearce E. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Piliang WG dan SD Al Haj. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 1. Bogor: IPB Press. Purwati, Salimar, dan Rahayu S. 2002. Perencanaan Menu Untuk Penderita Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Riyadi H. 2001. Metode Penelitian Status Gizi Secara Antropometri. [Diktat Kuliah]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Sajogyo, Goenardi, S Roesli, SS Harjati, M Khumaedi. 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Yogyakarta: UGM Press. Sani A. 2006. Rokok Bisa Tingkatkan Kolesterol. http://www.kompas.com. Diakses tangal 20 Juni 2007. Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi Untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian Rakyat. Setiawati NNE. 2006. Persepsi Remaja Tentang Peran Teman Sebaya Terhadap Pengetahuan Gizi, Preferensi, dan Kebiasaan Makan Serta Konsumsi Pangan dan Status Gizi Remaja di SMP Negeri 1 Bogor. [Skripsi]. Sarjana Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Siagian A. 2003. Tentang Serat Makanan!. www.kompas.co.id. Diakses tanggal 24 Juni 2007. Silalahi. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Singarimbun dan S Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Soegondo S. 2007. Diabetes The Silent Killer. www.medicastore.com. Diakses tanggal 31 Januari 2008. 90 Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Sukarni M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta : Kanisius. Sumarwan U. Perilaku Konsumen Teori dan Penera pannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia Ulfah A. 2000. Gejala Awal dan Deteksi Dini Penyakit Jantung Koroner. www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 15 Juni 2007. [WHO]. 2002. BMI Classification. http://www.who.int/. Diakses tanggal 29 Juni 2008. [WHO]. 2004. Deaths From Coronary Heart Disease. http://www.who.int/. Diakses tanggal 18 Februari 2008. Winarno F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.