analisis hubungan gaya hidup dan pola makan dengan

advertisement
ANALISIS HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN POLA MAKAN
DENGAN KADAR LIPID DARAH DAN TEKANAN DARAH
PADA PENDERITA JANTUNG KORONER
NOVA SULVIANA
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
NOVA SULVIANA. Analisis Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan
Kadar Lipid Darah dan Tekanan Darah pada Penderita Jantung Koroner.
Dibimbing oleh VERA URIPI dan RETNANINGSIH
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari gaya hidup dan
pola makan pasien penyakit jantung koroner yang melakukan control atau
general check-up ke instalasi rawat jalan RS Persahabatan Jakarta Timur.
Adapun tujuan khususnya antara lain : (1). Mempelajari karakteristik sosial
ekonomi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan perkapita, tingkat
pendidikan, besar keluarga, dan penerangan diet) pasien, (2). Mempelajari status
gizi dan riwayat kesehatan pasien, (3). Mempelajari gaya hidup (aktivitas fisik,
kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan mer okok awal) pasien, (4). Mempelajari
pola makan (frekuensi konsumsi bahan pangan dalam setahun, konsumsi energi
dan zat gizi, frekuensi makan dalam sehari, kelengkapan bahan pangan dalam
sehari dan preferensi jenis pangan) pasien, (5). Menganalisis faktor -faktor
(karakteristik sosial ekonomi, status gizi, riwayat kesehatan, dan gaya hidup)
yang berhubungan dengan kadar lipid darah dan tekanan darah pasien.
Desain penelitian yang dilakukan yaitu Cross-Sectional Study. Penelitian
dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RS Persahabatan Jakarta Timur pada bulan
April-Juni 2008. Contoh dalam penelitian ini adalah para penderita penyakit
jantung koroner yang berkunjung ke Instalasi Rawat Jalan RS Persahabatan
Jakarta Timur. Jumlah contoh yang diambil yaitu 31 orang. Adapun penarikan
contoh dilakukan dengan purposive sampling. Kriteria contoh yang diambil yaitu:
berjenis kelamin pria atau wanita, umur lebih dari 40 tahun, tidak mengkonsumsi
alkohol, tidak mengalami gangguan hati dan ginjal, dan bersedia dijadikan contoh
penelitian.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis data
primer yang dikumpulkan yaitu data mengenai karakteristik contoh (nama, umur,
jenis kelamin, agama, besar keluarga, pekerjaan, pendapatan per kapita per
bulan, pendidikan terakhir, tinggi badan, berat badan, dan riwayat kesehatan),
penerangan diet, data pola makan (frekuensi konsumsi bahan pangan dalam
setahun, preferensi jenis pangan, dan konsumsi energi se rta zat gizi), data gaya
hidup {aktivitas fisik selama satu hari (1x24 jam), kebiasaan berolahraga, dan
kebiasaan merokok}. Data karakteristik dan gaya hidup contoh didapatkan dari
wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Data konsumsi energi,
zat gizi dan serat serta kelengkapan bahan pangan dalam sehari diperoleh
dengan menggunakan metode food recall 1x24 jam serta food frequency
questionaire untuk mengetahui frekuensi konsumsi bahan pangan dalam
setahun.
Data sekunder yang dikumpulkan yaitu hasil rekam medik berupa kadar lipid
darah (kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, kadar LDL), tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik dan profil RS Persahabatan serta
instalasi rawat jalan penyakit jantung RS Persahabatan Jakarta Timur. Data
sekunder diperoleh dari buku rekam medik untuk kadar lipid darah dan tekanan
darah, sedangkan profil RS Persahabatan dan instalasi rawat jalan penyakit
jantung diperoleh dari sekretariat RS Persahabatan.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh contoh (58,1%)
berada pada usia 41-65 tahun dan sudah tidak bekerja lagi atau pensiunan , lebih
dari separuh contoh (61,3%) memiliki jenis kelamin laki-laki, persentase terbesar
contoh berada pada tingkat pendidikan SMA yaitu 48.4 persen, sebagian besar
contoh (87,1%) termasuk dalam keluarga kecil, lebih dari separuh contoh
(54,8%) memiliki pendapatan perkapita dalam kategori sedang dan tidak pernah
mendapatkan penerangan diet. Riwayat kesehatan c ontoh antara lain sebanyak
22.6 persen contoh mengalami hipertensi, 16.1 persen contoh mengalami
diabetes mellitus sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner. Umumnya
contoh memiliki status gizi normal.
Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki kadar trigliserida baik, lebih dari
separuh contoh (74,2%) memiliki kadar kolesterol total dan HDL yang rendah,
sebanyak 29.0 persen contoh memiliki kadar LDL pada kategori mendekati
optimal dan sedang. Sebanyak 38.7 persen contoh mempunyai tekanan darah
diastolik pada kisaran normal dan lebih dari separuh contoh (54,8%) berada pada
kisaran normal.
Umumnya contoh memiliki aktivitas fisik sangat ringan (48,4%), sebagian
besar contoh (83,9%) memiliki kebiasaan berolahraga, lebih dari separuh contoh
(69,2%) melakukan jalan pagi sebagai olahraga yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-harinya, lebih dari separuh contoh (53,9%) berolahraga dalam rentang
waktu 15-30 menit, dan persentase frekuensi olahraga paling besar terdapat
pada frekuensi 8-14 kl/bl (42,3%). Lebih dari separuh contoh (51,6 %) tidak
memiliki kebiasaan merokok sebelum sakit, persentase terbesar (33,3%) contoh
merokok ≤ 5 btng/hr. Lebih dari separuh contoh (66,7%) merokok dalam kurun
waktu > 15 tahun dan persentase terbesar usia awal merokok conto h (46,7%)
berada pada kisaran umur 16-20 tahun.
Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki frekuensi makan sebanyak
tiga kl/hr. Jenis bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh pada
saat sarapan yaitu makanan pokok (29,0%). Contoh paling banyak
mengkonsumsi bahan pangan dengan kombinasi makanan pokok, lauk hewani,
dan sayuran (19,4%) pada saat makan siang da n makan malam. Lebih dari
separuh contoh (51,6%) contoh menyukai pengolahan pangan yang digoreng
dan lebih dari separuh contoh (74,2%) menyukai teh untuk dikonsumsi seharihari.
Jenis bahan pangan sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi
yaitu nasi (beras) yang dikonsumsi setiap hari oleh semua contoh. Sayuran yang
paling banyak dikonsumsi yaitu wortel frekuensi 279 kl/th. Buah-buahan yang
paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah jeruk dengan rata -rata frekuensi
268 kl/th. Jenis susu yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah susu
bubuk skim dengan rata-rata 181 kl/th. Jenis pangan hewani yang paling banyak
dikonsumsi yaitu telur ayam, ikan, daging ayam, dan daging sapi. Tahu dan
tempe merupakan jenis pangan nabati yang paling banyak dikons umsi oleh
contoh (30 orang) dengan rata-rata frekuensi yang sama yaitu 276 kl/th.
Terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan kadar HDL
(p<0,01;r=0,545). Terdapat hubungan yang signifikan antara st atus gizi dengan
kadar LDL (p=0,036;r=0,379), tekanan darah sistolik (p=0,003;r=0,522) dan
tekanan darah diastolik (p=0,014;r=0,436). Selain itu, terdapat hubungan yang
positif signifikan antara kebiasaan merokok awal dengan kad ar kolesterol total
(p<0,05;r=0,429) dan kadar LDL dalam darah (p<0,05;r=0,373). Hasil korelasi
Rank Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan antara jumlah rokok
yang dihisap dengan kadar kolesterol total (p=0,024;r=0,579), kadar LDL darah
(p=0,034;r=0,549) dan tekanan darah diastolik (p=0,045;r=0, 523).
Masih banyaknya pasien yang belum pernah mendapatkan penerangan diet
mengakibatkan masih adanya pasien yang mengkonsumsi makanan yang tidak
dianjurkan. Oleh sebab itu, sebaiknya pihak rumah sakit menyediakan tempat
khusus untuk konsultasi atau penyuluhan gizi serta konsultasi m engenai gaya
hidup yang sehat.
ABSTRACT
NOVA SULVIANA. Correlation Analysis Between Lifestyles and Food Pattern
with Blood Lipids Level and Blood Pressure at Coronary Artery Disease Patient.
Supervised by VERA URIPI and RETNANINGSIH.
Nowadays, coronary artery disease is the primary cause of death in the
several countries including Indonesia. One of the risk factor of this disease is
lifestyles and food pattern changes which can affect the blood lipids and blood
pressure. Blood lipids and blood pressure are the indicators that used in coronary
artery disease treatment and also as a risk factors. Objection of this research is
study carefully about the correlation between lifestyles and food pattern with
blood lipids and blood pressure at coronary artery disease patient in RSUP
Persahabatan Jakarta Timur.
This research was used cross-sectional study design with purposive
sampling. The amount of samples are 31 samples. This research was used two
kinds of data which are primary and secondary data. Primary data including
social economy characteristics, lifestyles, dan food pattern were collected by
using questionnaire. Food pattern data were obatained by using food recall 1x24
hour and food frequency questionnaire. Secondary data including blood lipids
level and blood pressure were collected from medical book. Rank Spearman
analysis was used to ascertain the correlation between lifestyles ( physical
activity, sports, and smoking) and food pattern with blood lipids and blood
pressure.
There is no variable either social economic characteristics, lifestyles or
food pattern that correlate with triglyceride level. Variable that significantly
correlate with total cholesterol level are smoking habit before sample diagnosed
having coronary artery disease, amount of cigarrete, and age when sample start
to smoke. The other variable which significantly correlate with HDL level is age.
There is a significant correlation between body mass index, smoking habit before
sample diagnosed having coronary artery disease, amount of ciga rrete, and age
when sample start to smoke with LDL level. Variable which significantly correlate
with blood pressure are body mass index for both sistole and diastole level, term
or duration of smoking before quit for sistole level, and amount of cigarrete for
diastole level.
Keyword : coronary artery disease, lifestyles, food pattern, blood lipids, blood
pressure
ANALISIS HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN POLA MAKAN
DENGAN KADAR LIPID DARAH DAN TEKANAN DARAH
PADA PENDERITA JANTUNG KORONER
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Nova Sulviana
A54104085
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Skripsi : Analisis Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan Kadar
Lipid Darah dan Tekanan Darah pada Penderita Jantung Koroner
Nama
: Nova Sulviana
NIM
: A54104085
Disetujui
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
dr. Vera Uripi, S. Ked
NIP 131 760 855
Ir. Retnaningsih, MSi
NIP 131 861 467
Diketahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr
NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 November 1986 dar i Bapak
Yusuf Pohan dan Ibu Siti Hotna Siregar. Penulis merupakan putri pertama dari
dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 01 Pagi Jakarta Timur pada
tahun 1998. Pendidikan menengah pertama dilalui di SMP 51 Jakarta Timur dari
tahun 1998 hingga 2001 dan selanjutnya diteruskan di SMA 71 Jakarta Timur
pada tahun 2001 hingga 2004. Penulis kemudian diterima sebagai mahasiswa
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB pada tahun 2004
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Semasa kuliah penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan
dan kepanitiaan acara kampus. Penulis pernah menjadi pengurus Badan
Eksekutif
Mahasiswa
Fakultas
Pertanian
sebagai
staff
Departemen
Kesekretariatan periode 2004-2005. Selain itu, penulis pernah aktif dalam
organisasi kemahasiswaan GMSK English Club (GEC), Badan Konsultasi Gizi
(BKG), dan Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan dan Gizi Indonesia (HMPPI).
Penulis juga mendapatkan pembiayaan dari DIKTI atas diterimanya proposal
Pekan Kreatifitas Mahasiswa dalam bidang Kewirausahaan. Selama mengikuti
kegiatan perkuliahan, penulis juga pernah menjadi asisten Matakuliah Biokimia
Gizi, dan Dietetika Penyakit Degeneratif, dan Dietetika Penyakit Infeksi.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gaya
Hidup dan Pola Makan Penderita Jantung Koroner di RS Persahabatan Jakarta
Timur”. Penulis menyampaikam terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, yaitu kepada:
1. dr. Vera Uripi, S.Ked dan Ir. Retnaningsih, MSi selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah meluangkan waktu dalam memberikan arahan, bimbingan,
dorongan, dan masukan dari awal penu lisan hingga terselesaikannya skripsi
ini.
2.
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menjalani masa studi di
GMSK.
3.
Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen pemandu seminar atas saran yang
diberikan.
4.
Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku dosen penguji skripsi atas saran dan
pertanyaan yang membangun.
5.
Endang Taat Uji SKM MS selaku pemandu lapangan atas saran dan
bantuannya selama penulis mengambil data di RS Persahabatan sert a
pihak-pihak lainnya yang telah membantu kelancaran pengambilan data.
6.
Orang tua serta adik tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
dorongan, dan bantuan selama penulisan skripsi ini.
7.
Dewi Kusumah, Ibnu Akbar, dan Devita Kusuma selaku pemb ahas atas
saran dan kritik yang diberikan.
8.
Teman-teman baikku, Pipin, Ari, Icha, Bagus, Aqsa, Nur Laela, Ima, Daru,
Noorma, Yulia, Vika, Dhe dan teman-teman GMSK lainnya atas bantuan,
semangat, dan kebersamaannya serta kenangan selama masa perkuliahan.
9.
Teman-teman baikku di Onigiri Nippon Club: Ferly, Riffan, Iqbal, Chakko,
dan segenap anggota lainnya atas semangat, kebersamaan, dan kenangan
lainnya yang tak akan terlupakan
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak -pihak lainnya yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Agustus 2008
Nova Sulviana
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................ .......... ................................ ...................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................ ...... ................................ ...................... xi
PENDAHULUAN ................................ .........
Latar Belakang ................................ ....
Tujuan ................................ ................
Manfaat ................................ ...............
................................ ....................... 1
................................ ....................... 1
................................ ....................... 3
................................ ....................... 4
TINJAUAN PUSTAKA................................ .. ................................ ....................... 5
Penyakit Jantung Koroner ................................ ................................ ........... 5
Kadar Lipid Darah ................................ ................................ ....................... 7
Tekanan Darah ................................ ................................ ......................... 10
Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner ................................ ........ 12
KERANGKA PEMIKIRAN ............................ ................................ ..................... 29
METODE ................................ ..................... ................................ ..................... 32
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ................................ ..................... 32
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... ................................ ..................... 32
Jenis dan Cara Pengambilan Data ...... ................................ ..................... 32
Pengolahan dan Analisis Data ............ ................................ ..................... 33
Definisi Operasional ............................ ................................ ..................... 38
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................ ................................ ..................... 40
Gambaran Umum RSUP Persahabatan ................................ .................... 40
Karakteristik Sosial Ekonomi ............... ................................ ..................... 40
Status Gizi ................................ .......... ................................ ..................... 44
Riwayat Kesehatan ............................. ................................ ..................... 44
Gaya Hidup ................................ ......... ................................ ..................... 45
Pola Makan ................................ ......... ................................ ..................... 51
Kadar Lipid Darah dan Faktor-Faktor yang Berhubungan ......................... 62
Tekanan Darah dan Faktor-Faktor yang Berhubungan.............................. 81
KESIMPULAN DAN SARAN ........................ ................................ ..................... 83
Kesimpulan ................................ ......... ................................ ..................... 83
Saran ................................ .................. ................................ ..................... 85
DAFTAR PUSTAKA ................................ ..... ................................ ..................... 87
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks massa tubuh ............................ 28
2.
Peubah, kategori peubah, dan analisis data yang digunakan .................... 35
3.
Sebaran contoh berdasarkan umur ..... ................................ ..................... 40
4.
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ................................ ............... 41
5.
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan terakhir .......................... 41
6.
Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ................................ .................... 42
7.
Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga ............................ 43
8.
Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita ................................ . 43
9.
Sebaran contoh berdasarkan penerangan diet ................................ .......... 44
10.
Sebaran contoh berdasarkan status gizi ................................ ................... 44
11.
Sebaran contoh berdasarkan riwayat kesehatan ................................ ....... 45
12.
Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik ................................ .... 46
13.
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan berolahraga ............................... 46
14.
Sebaran contoh berdasarkan jenis olahraga ................................ ............. 47
15.
Sebaran contoh berdasarkan durasi olahraga ................................ ........... 47
16.
Sebaran contoh berdasarkan frekuensi olahraga sebulan terakhir ............ 48
17.
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok ................................ ..... 49
18.
Sebaran contoh berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari ..... 49
19.
Sebaran contoh berdasarkan lama merokok ................................ ............. 50
20.
Sebaran contoh berdasarkan usia awal merokok ................................ ...... 50
21.
Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan dalam sehari .................... 51
22.
Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat sarapan ... 52
23.
Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan
saat makan siang ................................ ................................ ..................... 52
24.
Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan
saat makan malam .............................. ................................ ..................... 53
25.
Sebaran contoh berdasarkan jenis olahan pangan yang disukai ............... 58
26.
Sebaran contoh berdasarkan jenis minuman yang disukai ........................ 58
27.
Sebaran contoh berdasarkan kadar trigliserida ................................ ......... 62
28.
Sebaran contoh berdasarkan kadar kolesterol total ................................ ... 63
29.
Sebaran contoh berdasarkan kadar HDL ................................ .................. 63
30.
Sebaran contoh berdasarkan kadar LDL ................................ ................... 64
31.
Tabulasi silang antara umur dengan kadar lipid darah .............................. 65
32.
Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kadar lipid dar ah .................. 66
33.
Tabulasi silang antara pendidikan dengan kadar lipid darah ..................... 67
34.
Tabulasi silang antara pekerjaan dengan kadar lipid darah ....................... 68
35.
Tabulasi silang antara besar keluarga dengan kadar lipid darah ............... 69
36.
Tabulasi silang antara pendapatan per kapita dengan kadar lipid darah ... 70
37.
Tabulasi silang antara aktivitas fisik dengan kadar lipid darah ................... 71
38.
Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah .. 72
39.
Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah .. 72
40.
Tabulasi silang antara durasi olahraga dengan kadar lipid darah .............. 73
41.
Tabulasi silang antara frekuensi olahraga dengan kadar lipid darah ......... 74
42.
Tabulasi silang antara kebiasaan merokok dengan kadar lipid darah ........ 75
43.
Tabulasi silang antara jumlah rokok dengan kadar lipid darah .................. 76
44.
Tabulasi silang antara lama merokok dengan kadar lipid darah ................ 77
45.
Tabulasi silang antara usia awal merokok dengan kadar lipid darah ......... 78
46.
Tabulasi silang antara status gizi dengan kadar lipid darah ....................... 79
47.
Tabulasi silang antara penerangan diet dengan kadar lipid darah ............. 80
48.
Tabulasi silang antara riwayat kesehatan dengan kadar lipid darah .......... 81
49.
Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah sistolik ................................ . 82
50.
Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah diastolik ............................... 83
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Jantung dengan arteri koroner kanan (RCA) dan kiri (LCA) ........................ 5
2.
Aterosklerosis pada pembuluh darah .. ................................ ....................... 7
3.
Hubungan antar faktor risiko penyakit jantung koroner .............................. 13
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit jantung koroner ..................... 31
5.
Rata-rata Frekuensi Konsumsi Serealia, Umbi, Roti, Pasta
dan Hasil Olahannya ........................... ................................ ..................... 54
6.
Rata-rata Frekuensi Konsumsi Sayur .. ................................ ..................... 55
7.
Rata-rata Frekuensi Konsumsi Buah ... ................................ ..................... 56
8.
Rata-rata Frekuensi Konsumsi Susu dan Hasil Olahannya ....................... 56
9.
Rata-rata Frekuensi Daging, Kacang -Kacangan dan Hasil Olahannya...... 57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu anugerah yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa dan harus dijaga sebaik mungkin. Kesehatan merupakan salah
satu faktor yang dianggap penting dalam pembangunan di Indonesia. Pemerintah
menetapkan tujuan pembangunan kesehatan pada UU No. 23 tahun 1992 yakni
tercapainya harapan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan
derajat
kesehatan
mayarakat
sebagai
salah
satu
unsur
kesejahteraan penduduk.
Tahun 2010 merupakan tahun yang tela h ditetapkan oleh pemerintah
sebagai tahun Indonesia Sehat. Tahun pencanangan Indonesia Sehat berjalan
seiringan dengan era globalisasi. Era globalisasi ini otomatis akan meningkatkan
persaingan di Indonesia. Oleh karena itu, adanya peningkatan derajat kes ehatan
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia sehingga
dapat bersaing dengan individu-individu lain.
Perkembangan zaman dan era globalisasi yang terjadi saat ini membawa
perubahan-perubahan dalam kehidupan. Perubahan tersebut ter jadi karena
derasnya arus informasi yang dapat masuk dengan mudah dan diakses oleh
masyarakat. Perubahan yang berhubungan dengan kesehatan manusia dapat
terjadi dalam bentuk perubahan gaya hidup masyarakat dan adanya perubahan
pola konsumsi pangan.
Gaya hidup menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia
hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya
(Sumarwan 2002). Suhardjo (1989) menyatakan gaya hidup merupakan hasil
penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Menurut
Pelto (1981) dalam Suhardjo (1989), gaya hidup mempengaruhi perilaku
konsumsi dalam keluarga. Perilaku konsumsi dapat diketahui melalui pola
konsumsi makan keluarga. Pola konsumsi makan adalah berbagai informasi
yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang
dimakan seseorang dan merupakan ciri khas untuk kelom pok masyarakat
tertentu (Kardjati, Alisjahbana, & Kusin 1985). Kedua perubahan tersebut
disinyalir sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan derajat kes ehatan
manusia.
2
Salah satu jenis penyakit yang saat ini banyak diteliti dan dihubungkan
dengan gaya hidup dan pola konsumsi pangan adalah penyakit degeneratif.
Penyakit degeneratif mencakup penyakit diabetes mellitus, kanker, penyakit
kardiovaskuler dan lain-lain. Penyakit kardiovaskuler yang banyak menyebabkan
kematian adalah penyakit jantung koroner. Menurut data WHO (2002), jumlah
individu yang meninggal akibat penyakit jantung koroner adalah sebanyak
5.825.000 untuk umur 60 tahun ke atas dan 1.332.000 untuk umur 15-59 tahun.
Menurut WHO (2004) Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab
kematian utama seluruh dunia, terus meningkat, dan menjadi pandemik yang
tidak melihat batasan apapun.
Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia j uga memperlihatkan
peningkatan. Hal tersebut bisa dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) (2001), penyakit sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) menempati
urutan tertinggi sebagai penyakit penyebab kematian di Indonesia (26,4%).
Persentase ini meningkat dibandingkan SKRT sebelumnya yaitu SKRT (1995)
sebesar 19 persen dan SKRT (1992) sebesar 9.9 persen. Penyakit jantung
koroner adalah penyakit yang diakibatkan oleh penyumbatan sebagian atau total
dari satu atau lebih pembuluh darah koroner (Ulfah 2000). Penyempitan atau
penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung (Krisnatuti &
Yenrina 1999). Penyakit jantung koroner dikaitkan dengan adanya aterosklerosis
yang bertalian erat dengan penyimpangan metabolisme trigliserida dan kolest erol
dalam tubuh (Muchtadi 1996).
Permasalahan yang ingin dilihat dalam penelitian ini yaitu apakah
terdapat hubungan antara gaya hidup dan pola makan seseorang terhadap kadar
lipid darah dan tekanan darah pasien p enyakit jantung koroner. Kadar lipid darah
dan tekanan darah merupakan salah satu dari faktor risiko penyakit jantung
koroner serta saat ini dijadikan salah satu objek dalam pengobatan dan
pencegahan penyakit jantung koroner. Kadar lipid darah yang diduga
mempengaruhi penyakit jantung koroner anta ra lain kadar kolesterol total, kadar
trigliserida, kadar HDL, dan kadar LDL. Sedangkan tekanan darah yang tinggi
diduga akan memperberat kerja jantung sehingga dapat menyebabkan
kemampuan kontraksinya berkurang. Baik kadar lipid darah maupun tekanan
darah dapat berubah-ubah jika terdapat perubahan pada gaya hidup dan pola
3
makan seseorang. Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat disinyalir
sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK).
Mann (2002) membagi faktor risiko yang dapat menye babkan penyakit
jantung koroner sebagai berikut: faktor yang tidak dapat diubah (jenis kelamin,
peningkatan umur, faktor genetis, dan bentuk tubuh), faktor yang dapat diubah
(merokok, dislipidemia, oksidasi LDL, obesitas, hipertensi, aktivitas fisik,
hiperglikemia dan diabetes, peningkatan trombosis, serta tingkat homosistein
yang tinggi), psikososial (kelas sosioekonomi bawah dan situasi yang menekan
(stress)), dan perilaku yang tidak sehat serta geografi (iklim dan musim (udara
dingin)).
Era globalisasi yang saat ini sedang berjalan membawa perubahan perubahan dalam kehidupan manusia. Peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi di era ini mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup. Penemuan penemuan di bidang teknologi seperti lift, escalator, dan lain-lain menjadikan
orang-orang menjadi malas untuk aktif bergerak. Perubahan gaya hidup menjadi
gaya hidup yang santai dan kurang bergerak secara fisik atau biasa disebut
sebagai gaya hidup sedentary dapat memberikan efek negatif pada kesehatan.
Era ini juga membawa perubahan dalam pola makan dan kebiasaan
makan seseorang. Jenis-jenis rumah makan atau restaurant yang menawarkan
makanan-makanan yang tinggi kalori dan lemak seperti junkfood lebih banyak
disukai
oleh
masyarakat
pada
umumnya
sehingga
cenderung
untuk
meninggalkan pola makan yang lama. Perubahan pola konsumsi makan dari
makanan yang beragam dan bergizi ke jenis makanan yang memiliki kalori tinggi
dan serat rendah serta memiliki kandungan lemak tinggi juga dapat
meningkatkan efek negatif terhadap kesehatan. Apabila kedua hal tersebut tidak
diubah tidak mustahil seseorang akan mengalami penyakit degeneratif atau
kardiovaskuler sebelum waktunya. Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gaya hidup dan p ola makan pasien
penderita jantung koroner di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta Timur.
Tujuan
Tujuan Umum
Secara
umum,
tujuan
diadakannya
penelitian
ini
adalah
untuk
mempelajari gaya hidup dan pola makan penderita penyakit jantung koroner
yang melakukan kontrol di Instalasi Rawat Jalan RSUP Persahabatan Jakarta
Timur.
4
Tujuan Khusus
1. Mempelajari karakteristik sosial ekonomi (umur, jenis kelamin,
pekerjaan, pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, dan besar
keluarga) pasien.
2. Mempelajari gaya hidup (aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, dan
kebiasaan merokok) pasien.
3. Mempelajari pola makan (frekuensi konsumsi bahan pangan dalam
setahun, konsumsi energi dan zat gizi, frekuensi makan dalam sehari,
kelengkapan bahan pangan dalam sehari dan preferensi jenis
pangan) pasien.
4. Mempelajari penerangan diet, status gizi dan riwayat kesehatan
pasien.
5. Mempelajari kadar lipid darah (kadar trigliserida, kadar kolesterol total,
kadar HDL, dan kadar kolestertol) dan tekanan darah pasien.
6. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar lipid
darah dan tekanan darah pasien.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada RSUP
Persahabatan Jakarta Timur selaku instansi yang terkait mengenai faktor -faktor
yang berhubungan dengan kadar lipid darah dan tek anan darah pasien penyakit
jantung koroner sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja dalam
pengobatan penyakit jantung koroner misalnya dalam memberikan penerangan
diet yang lebih menyeluruh. Selain itu, diharapkan juga dapat memberikan
informasi kepada pasien maupun masyarakat luas mengenai faktor -faktor yang
berhubungan dengan penyakit jantung koroner sehingga dapat menanggulangi
dan mencegah penyakit jantung koroner. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menambah ilmu bagi peneliti sendiri.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Jantung Koroner
Jantung merupakan organ berupa otot yang berbentuk kerucut, berongga,
dan dengan basisnya di atas dan puncaknya dibawah. Puncak atau apexnya
miring ke sebelah kiri. Jantung memiliki berat kira-kira sebesar 300 gram
(Maulana 2007). Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh
manusia. Jantung berperan dalam pemompaan darah dalam tubuh. Jantung
bagian kiri berfungsi dalam memompa darah bersih yang kaya akan oksigen (O 2)
atau zat asam ke seluruh tubuh. Sedangkan jantung kanan berfungsi dalam
menampung darah kotor yang rendah oksigen (O 2), kaya karbondioksida (CO2)
atau zat asam arang yang nantinya akan dialirkan ke paru -paru untuk
dibersihkan (Ulfah 2000).
Arteri koronaria merupakan arteri yang keluar dari aorta (pembuluh darah
besar utama) yang kemudian bercabang dua menjadi arteri koronaria kiri dan
kanan yang berdiameter lebih kecil dari 304 milimeter. Arteri koronaria kiri dan
kanan melewati permukaan jantung, saling bertemu di bagian belakang dan
hampir membentuk lingkaran (Maulana 2007). Dari keseluruhan pembuluh darah,
pembuluh darah arteri koronaria merupakan pembuluh darah yang paling sering
mengalami gangguan pada penyakit jantung koroner (Maulana 2007).
Ulfah menyatakan bahwa jantung berdenyut sebanyak 60 -80 kali per
menit. Denyutan jantung dapat bertambah cepat pada saat aktifitas atau emosi
agar kebutuhan energi tubuh terpenuhi . Tiap kali jantung berdenyut darah yang
dipompakan adalah sekitar 70 cc jadi dalam waktu satu hari atau 24 jam, jantung
memompakan darah sebanyak kira-kira 7000 l. Gambar 1 menunjukkan jantung
dan arterinya (Ulfah 2000).
Gambar 1. Jantung dengan arteri koroner kanan (RCA) dan kiri (LCA)
Penyakit
jantung
koroner
adalah
penyakit
yang
terjadi
karena
penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner.
Akibat adanya penyumbatan ini, maka dengan sendiri nya suplai energi kimiawi
6
ke
otot
jantung
(miokard)
berkurang,
sehingga
terjadilah
gangguan
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan. Kondisi dimana otot jantung
mengalami kekurangan energi kimiawi disebut iskemia miokard. Bila iskemia
berlangsung terus maka terjadilah kerusakan sel otot jantung, kondisi ini disebut
infark miokard (Ulfah 2000).
Kematian akibat penyakit jantung koroner umumnya terjadi melalui
sindroma koroner akut (SKA) yang umumnya disebut sebagai serangan jantung.
Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh
terganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner di jantung secara akut.
Gangguan pada aliran darah tersebut diakibatkan trombosis (pembekuan darah)
yang terbentuk di dalam pembuluh darah sehingga mengham bat aliran darah
(Maulana 2007).
Manifestasi klinis penyakit jantung koroner (PJK) bervariasi tergantung
pada derajat aliran dalam arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi
kebutuhan jaringan tak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis (Kusm ana &
Hanafi 1996). Penyakit jantung koroner dikaitkan dengan adanya aterosklerosis
yang bertalian erat dengan penyimpangan metabolisme trigliserida dan kolesterol
dalam tubuh (Muchtadi 1996). Aterosklerosis merupakan penyempitan pembuluh
darah koroner karena lemak jenuh. Aterosklerosis terjadi karena adanya
pengumpulan lemak di dinding arteri dan menebal sehingga menghasilkan
permukaan yang kasar dan penyempitan pada dinding arteri. Hal ini membuat
kemungkinan adanya penggumpalan darah pada bagian arteri y ang menyempit
tersebut (Maulana 2007).
Aterosklerosis
Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani athere yang berarti seperti
bubur
dan
skleros
yang
berarti
mengeras.
Aterosklerosis
merupakan
penimbunan yang terdapat pada arteri oleh endapan jaringan lemak. Lapisan
jaringan lemak atau biasa disebut atheroma ini terdapat pada lapisan dalam
arteri sejak masa kanak-kanak dan seterusnya. Jika lapisan ini rusak seperti
karena tekanan darah tinggi atau merokok maka potongan -potongan besar dari
jaringan lemak akan timbul selama beberapa tahun (Patel 1994).
Potongan-potongan besar tersebut disebut atheromatous plaques dan
biasanya muncul pada bagian cabang-cabang arteri dan di bagian biasanya
aliran
darah
terganggu
(Patel
1994).
Plak
tersebut
berwarna
kuning,
substansinya seperti bubur, terutama terdiri dari darah, lipid, kolesterol, dan
7
trigliserida. Lipid ini biasanya terdapat pada aliran darah bergabung dengan
protein khusus dan membentuk partikel yang dikenal sebagai lipoprotein. Semua
lipoprotein mengandung kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan protein namun
proporsinya
berbeda
(Patel
1994).
Gambar
2
memperlihatkan
proses
aterosklerosis pada pembuluh darah.
Gambar 2 Aterosklerosis pada pembuluh darah
Ateroskeloris adalah suatu penyakit sistemik dan karena itu jarang timbul
pada hanya satu pembuluh darah (Kusmana & Han afi 1996). Plak sering timbul
pada
tempat-tempat
dimana
terjadi
turbulensi
maksimum
seperti pada
percabangan, daerah dengan tekanan tinggi, daerah yang pernah kena trauma
dimana terjadi deskuamasi endotel yang menyebabkan adesi trombosit
(Kusmana & Hanafi 1996). Aterosklerosis merupakan respons terhadap cedera
dari dinding arteri baik akibat tekanan darah, mekanis, kimiawi, makanan, CO,
racun rokok, homosistin, kolesterol teroksidasi maupun LDL teroksidasi
(Krisnatuti & Yenrina 1999).
Bila aterosklerosis berada pada pembuluh darah koroner jantung maka
akan menimbulkan penyakit jantung koroner (Krisnatuti & Yenrina 1999). Hal
tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan otot dinding jantung akibat
terhentinya aliran darah (infark miokardia). Selain itu, gangguan akibat
penyempitan
atau
penyumbatan
pembuluh
darah
dapat
me nyebabkan
berkurangnya aliran darah ke suatu organ ( iskemia). Pembuluh nadi sangat peka
sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem pengontrol irama jantung
(Krisnatuti & Yenrina 1999).
Kadar Lipid Darah
Kolesterol
Salah satu turunan lemak yang saat ini banyak diteliti karena
keterkaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif yaitu kolesterol. Kolesterol
merupakan sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Sterol adalah kelompok
senyawa yang mempunyai karakteristik struktur cincin kompleks steroid dengan
bebagai variasi (Almatsier 2003). Kolesterol adalah lemak berwarna kekuningan
8
dan berupa seperti lilin yang diproduksi oleh tubuh terutama di liver (hati) (Heslet
2007). Bahan makanan yang mengandung kolesterol yang tinggi yaitu kuning
telur, jeroan (paru, hati, ginjal, dan jantung), dan produk ikan atau kerang (kaviar,
telur ikan kod, kepiting, udang besar dan udang kecil) (Heslet 2007).
Kolesterol di dalam tubuh mempunyai dua sisi berlawanan, yaitu di satu
sisi diperlukan dan di sisi lain dapat membahayakan bergantung berapa banyak
terdapat dalam tubuh dan di bagian mana (Almatsier 2003). Kolesterol dalam
darah berasal dari dua sumber yaitu dari diet (kolesterol eksogen) dan dari ha sil
sintesis
dalam
tubuh
(kolesterol
endogen).
Apabila
seseorang
tidak
mengkonsumsi kolesterol maka hati akan mensintesisnya dari asam lemak
dengan kecepatan 0.5 -1.0 g/hari.
Biosintesis kolesterol secara endogen di mulai dengan perpindahan
asetil-KoA dari mitokondria ke sitosol, khususnya di peroksisom. Terdapat lima
tahapan utama dalam biosintesis kolesterol yaitu (1) konversi asetil -KoA menjadi
3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA (HMG KoA), (2) konversi HMG KoA menjadi
mevalonat, (3) konversi mevalonat menjadi suatu molekul isopren yaitu isopentil
pirofosfat (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO 2, (4) konversi IPP menjadi
squalene dan (5) konversi squalene menjadi kolesterol (Cheung et al 1993).
Dalam biosintesis kolesterol dilibatkan sebanyak sebelas macam enzi m
yaitu asetoasetil-KoA thiolase, HMG KoA sintase, HMG KoA reduktase,
mevalonat kinase, fosfomevalonat kinase, mevalonat pirofosfat dekarboksilase,
isopentenil-pirofosfat isomerase (IPP isomerase), farnesil -pirofosfat transferase
(FPP transferase), squalene sintase, squalene monooksigenase dan squalene
epoksidase. Biosintesis kolesterol terjadi 25 persen di organ hati dan 10 persen
di usus (Cheung et al 1993).
Kolesterol diperlukan oleh tubuh untuk kepentingan berikut sintesis asam
empedu yang diperlukan untuk pencernaan lemak, sintesis hormon steroid,
sintesis vitamin D, dan sebagai komponen membran sel (Krisnatuti & Yenrina
1999). Bersama darah, lemak dibawa dalam bentuk lip oprotein. Lipoprotein
adalah gabungan dari trigliserida dan lipid besar lainnya seperti kolesterol dan
fossolipiddengan protein-protein khusus (Almatsier 2003). Berdasarkan National
Cholesterol Education Program (2001) kadar kolesterol total dalam darah
diklasifikasikan menjadi: rendah (< 200 mg/dl), sedang (200-239 mg/dl), dan
tinggi (≥ 240 mg/dl).
9
Terdapat empat jenis lipoprotein dengan karakteristik berbeda -beda,
antara lain sebagai berikut (Krisnatuti & Yenrina 1999):
1. Chilomikrons
Merupakan jenis lipoprotein yang kandungan lemaknya tinggi, densitas
rendah, komposisi trigliserida tinggi, dan membawa sedikit protein. Kilomikron
adalah lipoprotein yang berukuran paling besar serta berfungsi mengangkut
lipid berasal makanan dari saluran cerna ke seluruh tubuh. (Almatsier 2003).
2. Pre-beta lipoprotein-very low density lipoprotein (VLDL)
Jenis lipoprotein ini memiliki kandungan lipid tinggi. Kurang lebih sebanyak
20 persen kolesterol terbuat dari lemak endogenous di hati. Bila VLDL
meninggalkan hati, lipoprotein lipase kembali bekerja dengan memecah
trigliserida. Kemudian, VLDL akan mengikat kolesterol yang ada pada
lipoprotein lain dalam sirkulasi darah. VLDL akan bertambah berat karena
kekurangan trigliserida dan mejadi LDL (Almatsier 2003).
3. Beta lipoprotein-low density lipoprotein (LDL)
Jenis lipoprotein ini membawa lemak dan mengandung kolesterol yang
sangat tinggi, dibuat dari lemak endogenous di hati. Kolesterol ini sering
disebut sebagai kolesterol jahat. Hal tersebut dikarenakan LDL yang
teroksidasi di pembuluh darah oleh sel-sel perusak (scavenger pathway)
sehingga tidak dapat kembali ke dalam aliran darah (Almatsier 2003). Hal
tersebut akan mengakibatkan penumpukan dalam pembuluh darah dan
apabila terjadi selama bertahun-tahun, kolesterol akan menumpuk pada
dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Plak tersebut akan bercampur
dengan protein dan ditutupi oleh sel -sel otot dan kalsium sehingga dapat
menyebabkan
aterosklerosis
(Almatsier
2003).
National
Cholesterol
Education Program (2001) menyatakan bahwa kadar LDL yang baik dalam
tubuh yaitu dibawah 100 mg/dl.
4. Beta lipoprotein-high density lipoprotein (HDL)
Jika sel-sel lemak membebaskan gliserol dan asam lemak, kemungkinan
kolesterol dan fosfolipid akan dikembalikan pula ke dalam aliran darah. Hati
dan usus halus kemudian akan memproduksi HDL yang masuk ke aliran
darah. HDL akan mengambil kolesterol dan fosfolipid yang ada di dalam
aliran darah dan menyerahkannya ke lipoprotein lain untuk diang kut kembali
ke hati guna diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh (Almatsier 2003).
Jenis lipoprotein ini membawa lemak total rendah, protein tinggi, dan dibuat
10
dari lemak endogenous di hati. Oleh karena kandungan kolesterolnya lebih
rendah dan fungsinya sebagai pembuangan kolesterol maka HDL ini sering
disebut kolesterol baik.
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan risiko
terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan cara berhenti
merokok, mengurangi berat badan dan menambah aktifitas (exercise)
(Djohan 2004). Berdasarkan National Cholesterol Education Program (2001),
kadar HDL darah yang baik yaitu > 40 mg/dl.
Trigliserida
Lemak dalam bahan makanan sebagian besar (kurang lebih 90%)
merupakan lemak yang terdapat dalam bentuk trigliserida, sedang 10 persen
sisanya terdapat dalam bentuk kolesterol dan fosfolipid (Piliang & Al Haj 2006).
Menurut National Cholesterol Education Program (2001), kadar trigliserida
normal di dalam tubuh manusia yaitu kurang dari 150 mg/dl, agak tinggi (150250mg/dl), tinggi (250-500 mg/dl), dan sangat tinggi (>500 mg/dl).
Peningkatan kadar trigliserida darah umumnya tidak ditemukan pada
seseorang yang usianya dibawah 30 tahun (Patel 1994). Trigliserida merupakan
lemak darah yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol, peningkatan
berat badan, diet tinggi gula, atau lemak serta gaya hidup tidak sehat la innya
(Maulana 2007).
Tekanan Darah
Tekanan darah arterial ialah kekuatan darah ke dinding pembuluh darah
yang menampungnya. Tekanan ini berubah -ubah pada setiap tahap siklus
jantung (Pearce 1997). Tekanan darah sistolik menunjukkan besarnya tekanan
pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi (jantung
berdenyut). Tekanan darah sistolik merupakan besarnya tekanan tertinggi pada
pembuluh darah pada satu waktu tertentu. Tekanan darah diastolik menunjukkan
besarnya tekanan pada dinding pembulu h darah pada saat otot jantung rileks
diantara dua denyutan. Tekanan darah diastole merupakan tekanan terkecil di
dalam pembuluh darah pada satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002).
Tekanan darah selalu berubah-ubah, tergantung waktu dan keadaan si
penderita. Keadaan sakit atau emosi dapat meningkatkan tekanan darah dengan
tiba-tiba. Selain itu, rasa kegelisahan, tekanan mental, dan temperatur yang
dingin dapat pula meningkatkan tekanan darah (Moerdowo 1984). Faktor -faktor
yang mempertahankan tekanan da rah, yaitu:
11
1. Kekuatan memompa jantung
Gerakan jantung berasal dari nodus sinus -atrial dan kontraksi dua atrium.
Gelombang kontraksi ini bergerak melalui berkas His dan kemudian
ventrikel berkontraksi. Gerakan jantung terdiri atas dua jenis yaitu
kontraksi atau sistol dan pengenduran atau diastol.
2. Banyaknya darah yang beredar
Untuk membuat tekanan dalam suatu susunan tabung maka tabung perlu
diisi penuh. Oleh karena dinding pembuluh darah adalah elastik dan
dapat menggembung, maka harus diisi lebih supa ya dapat dibangkitkan
suatu tekanan.
3. Viskositas (kekentalan darah)
Viskositas darah disebabkan oleh protein plasma dan oleh jumlah sel
darah yang berada di dalam aliran darah. Setiap perubahan pada kedua
faktor ini akan merubah tekanan darah. Misalnya dalam anemia, jumlah
sel dalam darah berkurang dan dengan sendirinya tekanan menjadi lebih
rendah, seandainya jantung dan sistema vasomotrik tidak bekerja lebih
giat untuk mengimbanginya.
4. Elastisitas dinding pembuluh darah
Tekanan lebih besar terjadi di dalam arteri daripada di dalam vena sebab
otot yang membungkus arteri lebih elastik daripada yang ada pada vena.
5. Tahanan tepi (resistensi perifer)
Tahanan tepi adalah tahanan yang dikeluarkan oleh geseran darah yang
mengalir dalam pembuluh. Tahanan utama pada aliran darah dalam
sistem sirkulasi besar berada dalam arteriol, dan turunnya tekanan
terbesar terjadi pada tempat ini. Arteriol juga menghasilkan denyutan
yang keluar dari tekanan darah sehingga denyutan darah tidak kelihatan
di dalam kapiler dan vena (Pearce 1997)
Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar.
Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45 -75 tahun
mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terj adinya angina
pectoris dan miokard infark. Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan
hubungan antara penyakit jantung koroner dan tekanan darah diastolik. Kejadian
miokard infark dua kali lebih besar pada kelompok tekanan darah diastolik 90 -104
mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan pada teka nan
darah diastolik 105 mmHg empat kali lebih besar (Djohan 2004).
12
Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh beberapa faktor risiko yang
saling mempengaruhi. Faktor risiko diartikan sebagai karakterisitik yang berkaitan
dengan kejadian suatu penyakit di atas rata -rata. Linder (1992) mengelompokkan
faktor risiko penyakit jantung koroner dalam dua kelompok, yaitu faktor risiko
primer dan sekunder.
Faktor-faktor yang temasuk dalam faktor risiko primer yaitu merokok (satu
pak atau lebih dalam sehari), adanya hipertensi, dan peningkatan kolesterol
plasma. Faktor risiko sekunder yaitu peningkatan trigliserida plasma, obesitas,
diabetes mellitus, stress kronis, pil KB, vasektomi, kurang aktivitas fisik, dan
keturunan (Linder 1992). Selain itu, Ia juga menyatakan tentang hubungan
kejadian penyakit kardiovaskuler dengan konsumsi makanan tertentu. Bahan
pangan yang berkorelasi positif, yaitu protein hewani, kol esterol, daging, lemak
total, telur, gula, kalori total, dan lemak hewani. Sedangkan bahan pangan yang
berkorelasi negatif yaitu serat dan protein nabati.
Mann (2002) membagi faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit
jantung koroner sebagai berikut:
ï‚· Faktor yang tidak dapat diubah: Jenis kelamin, peningkatan umur, faktor
genetis, bentuk tubuh
ï‚· Faktor yang dapat diubah: merokok, dislipidemia, oksidasi LDL, obesitas,
hipertensi, aktivitas fisik, hiperglikemia dan diabetes, peningkatan trombosis,
tingkat homosistein yang tinggi
ï‚· Psikososial: kelas sosioekonomi bawah, situasi yang menekan (stress),
perilaku yang tidak sehat
ï‚· Geografi: iklim dan musim (udara dingin).
Faktor-faktor risiko yang disebutkan di atas tersebut bersifat saling
menguatkan. Orang yang memiliki tiga faktor risiko memiliki peluang terserang
penyakit jantung enam kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang hanya
memiliki satu faktor risiko (Krisnatuti & Yenrina 1999). Secara skematis faktor faktor risiko diatas dapat dilihat pada Gambar 3. Selain itu, faktor diet yang dapat
memberikan kontribusi timbulnya penyakit jantung meli puti tiga hal, yaitu:
1. Diet yang berkaitan dengan tinggi kolesterol dan tinggi lemak yang
berhubungan
dengan
konsumsi lemak jenuh
hewani.
Mann
(2002)
menyatakan bahwa vegetarian memiliki risiko yang lebih rendah daripada
13
pemakan daging, namun hal tersebut belum dinyatakan secara pasti karena
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
2. Hipertensi yang berkaitan dengan tingginya konsumsi garam pada makanan.
3. Obesitas.
Diet makanan dan
minuman berlebihan
Kegemukan
Gaya Hidup Santai
Diabetes Mellitus
Merokok
Diet tinggi sodium
Hipertensi
Atheriosklerosis
Penyakit
Jantung
Koroner
Diet Lemak
- Tinggi lemak total
- Tinggi lemak jenuh
- Rendah
perbandingan lemak
tak jenuh/lemak
jenuh
- Tinggi masukan
kolesterol
Kolesterol darah tinggi
Gambar 3 Hubungan antar faktor risiko penyakit jantung koroner (Muchtadi 1996)
Faktor-Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah
Umur.
Seiring dengan
meningkatnya usia, efisiensi dari
sistem
kardiovaskuler pun menurun dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan (Patel
1994). Usia 45 tahun merupakan usia yang kritis dan harus diwaspadai oleh
kaum pria sedangkan pada kaum wanita yaitu pada usia 55 tahun atau ketika
sudah memasuki masa menopause (Maulana 2007).
Jenis Kelamin. Penyakit jantung koroner umumnya dikenal sebagai
penyakit kaum pria. Hal tersebut bisa dilihat pada perbandingan kasus dengan
kaum wanita pada usia yang sama. Pria dibawah usia 50 tahun memiliki risiko 3
atau 5 kali lebih besar terkena atau meninggal akibat jantung koroner dari kaum
wanita (Patel 1994). Menurut Maulana (2007), sebelum memasuki masa
14
menopause, kaum wanita memiliki suatu ”pelindung alami” yaitu hormon
estrogen. Hormon estrogen ini berperan dalam menjaga tingkat kolesterol darah ,
yaitu menjaga High Density Lipoprotein (HDL) tetap tinggi dan Low Density
Lipoprotein (LDL) tetap rendah. Selain itu, hormon estrogen juga berfungsi untuk
mengurangi risiko terjadinya pembekuan darah.
Genetik atau Riwayat Penyakit Jantung pada Keluarga. Jika terdapat
anggota keluarga seperti kakek, nenek, orangtua, saudara lelaki atau perempuan
yang pernah mengalami serangan jantung atau stroke maka terdapat
peningkatan risiko terkena serangan dibandingkan dengan orang lain yang tidak
berasal dari keluarga yang memiliki riwayat penyakit jantung (Patel 1994).
Lingkungan Keluarga. Hal ini dipertimbangkan dalam faktor risiko yang
tidak dapat diubah karena keluarga tidak hanya membagikan gen tetapi juga
berada dalam lingkungan yang sama. Untuk menyokong teori lingkungan ini
terdapat pengamatan bahwa tekanan darah tinggi biasanya muncu l pada
pasangan suami istri dan hanya satu dari kembar identik yang dapat terkena
penyakit jika dipisahkan segera setelah lahir dan dibawa ke lingkungan yang
berbeda. Selain itu, keadaan rumah yang penuh tekanan, adanya perselisihan,
persaingan tidak sehat yang terjadi di dalam keluarga dapat meningkatkan risiko
terkena serangan jantung dan tekanan darah tinggi (Patel 1994).
Faktor-Faktor Risiko yang Berpotensi dapat Diubah
Pendidikan. Pendidikan adalah usaha untuk mengadakan perubahan
perilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Perubahan perilaku yang
diharapkan mengandung aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
nantinya berkaitan dengan perubahan kebiasaan makan (Guhardja 1979).
Menurut Hardinsyah (1985) tingkat pendidikan akan mempengaruhi ting kat
konsumsi pangan seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi
cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kualitas maupun
kuantitas dibandingkan dengan orang yang berpen didikan rendah.
Tingkat pendidikan yang tinggi terutama yang berkaitan dengan
pengetahuan gizi tentang informasi gizi dan kesehatan yang tinggi akan
mendorong terbentuknya perilaku makan yang baik. Namun, jika tingkat
pendidikan tinggi tetapi tidak disertai dengan pengetahuan gizi maka tidak akan
berpengaruh terhadap pemilihan pangan (Sediaoetama 1991).
15
Pendapatan Keluarga. Pendapatan berpengaruh terhadap daya beli
seseorang. Rendahnya pendapatan mengakibatkan seseorang tak mampu
membeli bahan pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sajogyo et al. 1994).
Menurut Harper et al. (1986) pada umumnya jika pendapatan naik, maka jumlah
dan jenis pangan akan membaik. Madanijah (2004) menyatakan bahwa
perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan
konsumsi keluarga. Jika pendapatan meningkat maka pembelian pangan dalam
hal kualitas maupun kuantitas akan lebih baik.
Besar Keluarga. Menurut BKKBN (1998) diacu dalam Marut (2008),
besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari
suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama.
Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar keluarga d ikelompokkan menjadi
tiga yaitu: keluarga kecil (jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan
empat orang), keluarga sedang (jumlah anggota keluarga antara lima hingga
tujuh orang, dan keluarga besar (jumlah anggota keluarga lebih dari tujuh orang).
Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Selain
itu juga dapat mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam k eluarga (Sukarni 1994).
Pekerjaan. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan
selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu (BPS 1998 dalam
Setiawati 2006). Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi gaya
hidup dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan
prestise, kehormatan, dan respek (Engel et al 1994).
Gaya Hidup. Menurut Suhardjo (1989), gaya hidup adalah hasil
penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Beberapa
masukan yang merupakan variabel utama dalam penelitian adalah: pendapatan,
pendidikan, tempat pemukiman pertanian, perkotaan, dan sebagainya. Masukan
lainnya adalah struktur keluarga, jumlah anggota rumah tangga, umur, jarak
antar anak, jenis kelamin, pembagian kerja anggota rumah tangga dan
pengambilan keputusan dalam rumah tangga (Suhardjo 1989). Gaya hidup
seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah (Sumarwan 2002). Gaya
hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, kurang gerak badan, dan
tidak pernah berolahraga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung
koroner (Patel 1994).
16
Merokok. Dua bahan terpenting dalam asap rokok yang berkaitan
dengan penyakit jantung adalah nikotin dan gas CO (karbon monoksida). Asap
rokok mengandung sekitar 0.5 persen sampai 3 persen nikotin dan apabila
dihisap maka kadar nikotin dalam darah akan berkisar antara 40 -50 mg/ml darah.
Akibatnya, nikotin dapat mengganggu kinerja jantung karena membuat irama
jantung menjadi tidak teratur, mempercepat aliran darah, menimbulkan
kerusakan lapisan dalam dari pembuluh darah dan menimbulkan penggumpalan
darah (Aditama 1992).
Nikotin dalam rokok juga dapat mempercepat proses penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi
pada pembuluh darah koroner, yang bert ugas membawa oksigen ke jantung
(Sani 2006). Menurut beberapa hasil penelitian, diungkapkan bahwa merokok
dapat menaikkan tekanan darah. Senyawa dala m rokok yang diduga dapat
meningkatkan tekanan darah yaitu nikotin. Nikotin dapat meningkatkan
penggumpalan dalam darah dan menyebabkan pengapuran pada dinding
pembuluh darah (Purwati et al. 2002)
Gas CO (karbon monoksida) dapat mengganggu kemampuan darah
untuk mengikat oksigen. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat zat
hemoglobin di dalam darah 200 kali lebih kuat dari oksigen. Setiap batang rokok
mengandung tiga hingga enam persen gas CO. Kadar CO dalam darah perokok
berat sekitar lima persen. Kebiasaan merokok berpengaruh pada jantung dan
pembuluh darah melalui mekanisme aterosklerotik, gangguan metabolisme
lemak, gangguan sistem homeostatik, gangguan irama jantung serta penurunan
kemampuan untuk oksigenisasi (Aditama 1992).
Perokok akan mengalami serangan jantung tiga kali lebih sering
dibandingkan
dengan
bukan
perokok.
Kebiasaan
merokok
juga
akan
meningkatkan kematian menjadi dua kali lebih tinggi pada perokok yang
sebelumnya pernah mendapat serangan jantung. Jika kebiasaan merokok
dimulai dari usia muda maka risiko mendapatkan penyakit jantung koroner
adalah dua kali lebih besar daripada bukan perokok dan meningkatkan risiko
terkena serangan jantung sebelum usia 50 tahun (Aditama 1992).
Merokok juga berpengaruh terhadap kadar lipid darah . Ditemukan kadar
HDL yang rendah pada orang-orang yang merokok. Hal tersebut berarti
pembentukan kolesterol baik yang bertugas membawa lemak dari jaringan ke
hati menjadi terganggu. Sementara kebalikannya justru terjadi pada kadar
17
LDLnya. Kadar LDL pada orang merokok cenderung tinggi yang berarti lemak
dari hati justru dibawa kembali ke jaringan tubuh (Sani 2006).
Kedua hal tersebut mengindikasikan bahwa seorang perokok mengalami
gangguan transportasi lemak ke hati. Meski sering ditemukan kadar HDL rendah
pada seorang perokok namun belum ada penelitian khusus yang bisa
menjelaskan bagaimana mekanisme penurunan HDL oleh rokok.
Selain
memperburuk profil lemak atau kolesterol darah, rokok juga dapat meningkatka n
tekanan darah dan nadi (Sani 2006).
Kurang Gerak Badan. Bergerak atau aktifitas fisik adalah setiap gerakan
tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori).
Saat ini, masyarakat dimanjakan dengan teknologi yang dapat mempermudah
aktivitas sehari-hari sehingga menimbulkan gaya hidup sedentary (Kodyat 1994
dalam Muchtadi 1996). Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup dimana gerak
fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental maksimal. Fasilitas -fasilitas
yang menggunakan teknologi tinggi (lift, escalator) mempersempit peluang warga
kota untuk melakukan gerak fisik yang optimal.
Gerak fisik yang kurang atau bahkan tidak ada sama sekali dapat
mempengaruhi kesehatan seseorang. Menurut Kusmana (2003) aktivitas fisik
terutama aerobik meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang
mendorong
peningkatan
produksi
nitrit
oksida
(NO)
serta
merangsang
pembentukan dan pelepasan endothelial derive relaxing factor (EDRF) yang
merelaksasi dan melebarkan pembuluh darah.
Apabila
seseorang
kurang
aktif
bergerak
maka
orang
tersebut
mempunyai risiko dua sampai tiga kali lebih besar untuk menderita serangan
jantung dibanding orang yang aktif dan melakukan olahraga secara teratur. Hal
tersebut dikarenakan latihan secara teratur dapat memperkuat otot jantung ,
memperbaiki sistem peredaran darah, dan mengurangi kemungkinan terjadinya
kegemukan (Masino 2006).
Kebiasaan Olahraga. Menurut Masino (2006), banyak hasil -hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa kebiasaan berolahraga dapat meningkatkan
kesehatan jantung. Namun, masih banyak orang yang belum menerapkan
kebiasaan berolahraga ini dalam kehidupan sehari -harinya. Alasan yang
umumnya digunakan adalah tidak adanya waktu dan keterbatasan fasilitas.
Padahal sebenarnya olahraga dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja
tanpa harus pergi ke sasana olahraga. Olahra ga sederhana yang dapat
18
dilakukan antara lain: lompat tali, berjalan cepat selama 30 menit, menggunakan
tangga ketika kembali ke ruangan di kantor, dan aktivitas apapun yang dapat
memacu kerja jantung setidaknya selama 30 menit hingga satu jam (Masino
2006).
Jenis olahraga yang baik untuk para penderita jantung koroner adalah
jenis olahraga yang memiliki intensitas yang sedang seperti jalan pagi, jalan
cepat, senam, dan lain-lain (Lee & Paffenbarger 2001). Beberapa penelitian yang
terdapat dalam Lee & Paffenbarger (2001) menyatakan bahwa jenis olahraga
yang baik untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga dengan intensitas
sedang hingga bersemangat (vigorous). Pemilihan jenis olahraga sebaiknya
disesuaikan dengan keadaan penyakit penderita penyakit jantung koroner.
Menurut American College of Sports Medicine (2001), olahraga yang
dianjurkan untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga aerobik sedangkan
yang tidak dianjurkan yaitu yang berkaitan dengan penguatan otot. Jenis
olahraga aerobik yang dapat dilakukan seperti jalan cepat, jogging, senam pagi,
ataupun sekedar mengerjakan pekerjaan rumah seperti mengepel, membuang
sampah, dan lain-lain. Seseorang yang memiliki penyakit jantung koroner
seharusnya memiliki suatu perencanaan olahraga yang dikonsultasikan dengan
dokter dan secara berkala mengevaluasi perencanaan olahraga tersebut
(American College of Sports Medicine 2001). Durasi olahraga yang dianjurkan
untuk para penderita penyakit jantung koroner adalah setidaknya 30 menit
hingga satu jam setiap berolahraga dengan frekuensi olahraga setidaknya tiga
hari sekali.
Beban yang dapat diterima oleh jantung berkisar antara 60 -80 persen dari
kekuatan maksimal jantung. Beban segera itu dijabarkan dengan denyut jantung
antara 70-85 persen dari denyut jantung maksimal. Dengan demikian, olahraga
sudah cukup memperbaiki atau meningkatkan kemampuan jantung bila diberi
beban antara 60-80 persen atau dengan aturan denyut jantung antara 70 -85
persen dari denyut jantung maksimal. Bila latihan dilakukan sampai denyut
jantung
maksimal
akan
menyebabkan
kelelahan
dan
membahayakan.
Sebaliknya jika beban latihan kurang dari 70 persen maka efek latihan sangat
sedikit atau kurang bermanfaat bagi jantung khususnya bagi orang sehat
(Kusmana 1997).
Menurut Kuntaraf dan Kuntaraf (2000), jika olahraga dilakukan dengan
teratur, jantung akan menjadi lebih kuat dan berdaya guna. Arteri yang mensuplai
19
otot jantung dengan darah akan bertambah besar ukurannya dan mengurangi
risiko serangan lebih lanjut. Olahraga bukan hanya sekedar melindungi penderita
penyakit jantung dengan jalan membuka saluran pembuluh darah baru sekitar
pembuluh darah koroner yang tersumbat namun juga terdapat bukti yang
menyebutkan bahwa olahraga dapat menghindari penyumbatan bagi mereka
yang belum mengalami penyumbatan pembuluh darah. Hal ini disebabkan
seseorang yang berolahraga akan mel arutkan satu macam protein yang disebut
fibrin. Dengan demikian lebih banyak seseorang berolahraga maka kadar
fibrinnya akan makin rendah sehingga gumpalan darah tidak akan terbentuk
(Kuntaraf & Kuntaraf 2000).
Berolahraga keras dapat meningkatkan HDL kol esterol dalam darah
sampai 20-30 persen. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa kemampuan High
Density Lipoprotein (HDL) menyingkirkan kolesterol biasa meningkat selama
latihan fisik. Namun, hal tersebut tidak bertahan lama karena apabila kita
berhenti berolahraga, kadar HDL kolesterol dan kolesterol biasa kembali ke
kadar semula sebelum olahraga dimulai. Oleh karena itu, jika ingin memperbaiki
dan mengontrol kadar kolesterol dalam darah maka perlu melakukan olahraga
secara teratur (Heslet 2007).
Menurut beberapa hasil penelitian dalam Durstine (2001), kebiasaan
berolahraga dapat menurunkan kadar trigliserida dan kadar LDL namun tidak
selalu turun. Kadar kolesterol cenderung tidak berubah selama berolahraga.
Namun, kadar HDL meningkat jika seseorang melakukan olahraga aerobik yang
dilakukan setidaknya 12 minggu berturut -turut walaupun tidak selalu berhasil.
Kebiasaan berolahraga umumnya lebih berpengaruh terhadap kadar lipid
darah pada seseorang yang sejak awal memiliki gaya hidup yang aktif dan tidak
berpengaruh banyak pada seseorang yang memiliki gaya hidup sedentary.
Kebiasaan berolahraga tersebut dapat mempengaruhi kadar lipid darah dalam
waktu setidaknya 24-48 jam sesudah berolahraga. Hal tersebut tentunya dapat
mempengaruhi hasil laboratorium pada saat pengambilan darah untuk mengecek
kadar lipid darah (Durstine 2001).
Kusmana (2003) menyatakan bahwa aktivitas apa pun asal mampu
meningkatkan denyut jantung antara 110 -130 per menit, berkeringat dan disertai
peningkatan frekuensi napas namun tidak sampai terengah-engah sudah cukup
baik untuk mencegah penyakit jantung dan stroke . Namun, manfaat itu baru bisa
didapat jika peningkatan aliran darah lewat aktivitas fisik berlangsung secara
20
teratur dalam waktu cukup lama (20 menit sampai satu jam) serta dilakuk an
secara teratur seumur hidup.
Beberapa
penelitian
menunjukkan
bahwa
latihan
rutin
dapat
meningkatkan peredaran dan melindungi jantung, sehingga dapat dikatakan
bahwa latihan merupakan suatu faktor risiko bagi tubuh. Seperti pada penelitian
pada pegawai sipil dewasa di London yang menyatakan bahwa laki -laki yang
mengisi waktu luang dengan aktivitas yang bersemangat hanya memiliki
sepertiga risiko terkena penyakit jantung koroner dibandingkan yang tidak
beraktivitas (Patel 1994).
Pola Makan. Pola makan adalah berbagai informasi yang menberikan
gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan
seseorang dan merupakan ciri khas untuk kelompok masyarakat tertentu
(Kardjati, Alisjahbana, & Kusin 1985). Menurut Harper et al (1986) pola makan
adalah cara seseorang atau sekelompok orang memilih bahan makanan sebagai
tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya, dan sosial. Pola
makan biasa disebut juga dengan kebiasaan makan, kebiasaan pangan, atau
pola pangan (Harper et al 1986).
Kebiasaan makan atau pola makan adalah suatu perilaku yang
berhubungan dengan makan dan makanan seperti tata krama, frekuensi makan
seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam
anggota keluarga, preferensi terhadap makanan, dan cara pemi lihan bahan
pangan (Suhardjo 1989). Khumaidi (1994) menyebutkan bahwa pada dasarnya
terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu
faktor intrinsik (berasal dari dalam diri manusia) dan faktor ekstrinsik (berasal dari
luar manusia).
Pola konsumsi makanan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit jantung koroner yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung
jumlah kalori yang berlebih, tinggi lemak, garam, dan gula serta kebiasaan
mengkonsumsi
alkohol
maupun
kopi
(Patel
1994).
Seseorang
yang
menkonsumsi makanan yang tinggi kolesterol atau lemak jenuh cenderung untuk
memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena aterosklerosis, tekanan darah
tinggi dan penyakit jantung koroner. Bahan makanan yang tinggi kolesterol
antara lain: telur, jeroan (hati, otak, jantung, usus, dan lain -lain), dan kerangkerangan. Lemak jenuh biasanya ditemukan pada pangan hewani seperti daging dagingan, produk susu, produk olahan daging, dan cooking fats (Patel 1994).
21
Sanjur dan Elizabeth (1982) dalam Suhardjo (1989) menyatakan bahwa
ada
tiga
faktor
utama
yang
mempengaruhi
konsumsi
pangan
dalam
hubungannya dengan preferensi pangan. Ketiga faktor tersebut adalah
karakteristik individu (umur, jenis kelamin, suku, dan pendapatan), karakteristik
makanan (rasa, harga, rupa, dan tekstur), dan karakteristik lingkungan (musim,
pekerjaan, dan tingkatan sosial dalam masyarakat).
Konsumsi Energi dan Zat Gizi. Pangan adalah salah satu kebutuhan
pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai s umber
energi dan zat-zat gizi. Kebutuhan akan energi dan zat -zat gizi bergantung pada
berbagai faktor seperti umur, gender, berat, badan, iklim, dan aktivitas fisik. Zat
gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun, dan memelihara jaringan,
serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan yang dikonsumsi sehari -hari
yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk
fungsi normal tubuh. Zat gizi yang dibu tuhkan oleh tubuh antara lain: karbohidrat,
lipid atau lemak, protein, vitamin, mineral, dan air (Almatsier 2003).
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup. Menunjang
pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidra t,
lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Menurut FAO/WHO
(1985) diacu dalam Almatsier (2003) kebutuhan energi seseorang adalah
konsumsi energi yang berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi
pengeluaran energi seseorang bila ia mempu nyai ukuran dan komposisi tubuh
dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang
memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan
ekonomi.
Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan s umber
lemak, seperti lemak dan minyak, kacang -kacangan dan biji-bijian. Selain itu juga
bahan makanan sumber karbohidrat seperti padi -padian, umbi-umbian, dan gula
murni serta semua bahan makanan yang dibuat dari dan dengan bahan
makanan tersebut. Angka kecukupan energi rata-rata per orang per hari untuk
jenis kelamin laki-laki adalah 2350 Kal (30-49 thn), 2250 Kal (50-64 thn), dan
2050 Kal (> 65 thn) (AKG 2004). Jenis kelamin perempuan memiliki angka
kecukupan energi rata-rata yaitu 1800 Kal (30-49 thn), 1750 Kal (50-64 thn), dan
1600 Kal (> 65 thn) (AKG 2004). Jumlah masukan energi yang berlebihan baik
energi yang berasal dari karbohidrat, lemak, protein, maupun alkohol dapat
22
mempertinggi trigliserida dan kolesterol dalam darah (Krisnatuti dan Yenrina
1999).
Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan,
yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana
terdiri atas monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa), disakarida (sukrosa,
maltosa, laktosa, dan trehalosa), gula alkohol (sorbitol, manitol, dulsitol, dan
inositol), dan oligosakarida (rafinosa, stakiosa, verbakosa, dan fruktan). Jenis
karbohidrat lainnya yaitu karbohidrat kompleks terdiri dari polisakarida yang
terdiri atas lebih dari dua ikatan monosakarida (pati, dekstrin, dan glikogen), dan
serat yang dinamakan juga polisakarida non pati. Golongan polisakarida non pati
atau serat terbagi ke dalam dua kelompok yaitu serat larut air (pektin, gum,
mukilase, glukan, dan algal) dan serat tidak larut air (s elulosa, hemiselulosa, dan
lignin) (Almatsier 2003). Banyak penelitian yang menyatakan polisakarida non
pati larut air berpengaruh terhadap penurunan kolesterol darah terutama fraksi
LDL (Low Density Lipoprotein) yang disertai dengan penurunan kolesterol dalam
hati dan lain jaringan.
Menurut Almatsier (2003) fungsi karbohidrat bagi tubuh yaitu sebagai
sumber energi, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur
metabolisme lemak, dan membantu pengeluaran feses. Sumber karbohidrat
terutama adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacang kering,
dan gula. Bahan pangan lainya seperti sayuran, buah -buahan, daging-dagingan
dan olahannya sedikit sekali mengandung karbohidrat. WHO (1990) diacu dalam
Almatsier (2003) menganjurkan agar 55-75% konsumsi energi total berasal dari
karbohidrat kompleks dan paling banyak hanya 10% berasal dari gula
sederhana.
Lemak dibedakan berdasarkan struktur dan fungsinya. Komponen utama
lemak terdiri dari: asam-asam lemak, turunan asam-asam lemak (ester gliserol,
ester kolesterol, dan glikolipid), dan sterol dan turunan sterol seperti kolesterol,
asam empedu, steroid, dan komponen minor (vitamin -vitamin yang larut dalam
lemak dan prostaglandin). Fungsi utama lemak yaitu mensuplai sejumlah energi
dengan volume relatif sedikit, membantu absorbsi vitamin -vitamin yang larut
lemak, sumber asam-asam lemak esensial yang tidak dapat disintesa oleh tubuh
(Piliang & Al Haj 2006).
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa,
kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan lain -lain), mentega,
23
margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lainnya
yaitu kacang-kacangan, biji-bijian, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta
makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Almat sier 2003).
Panjang rantai atom karbon dan tingkat kejenuhan asam trigliserida akan
menentukan perbedaan tekstur, bentuk, dan sifat -sifat lain asam lemak. Lemak
yang berasal dari pangan hewani umumnya mengandung asam lemak jenuh,
misalnya asam palmitat dan stearat, dan juga mengandung asam lemak tunggal
tidak jenuh, misalnya asam oleat dan sedikit mengandung asam lemak ganda
tidak jenuh. Sebaliknya, pangan nabati selain minyak kelapa mengandung
sejumlah besar asam lemak tidak jenuh berantai panjang seperti asam oleat dan
asam linoleat yang mengandung asam lemak jenuh dengan jumlah lebih sedikit
(Piliang & Al Haj 2006).
WHO (1990) diacu dalam Almatsier (2003) menganjurkan konsumsi
lemak sebesar 15-30 persen dari kebutuhan energi total. Konsumsi lemak jenuh
yang dianjurkan maksimal 10 persen dari kebutuhan energi total, sedangkan
konsumsi lemak tidak jenuh ganda dianjurkan tiga hingga tujuh persen.
Konsumsi kolesterol yang dianjurkan yaitu ≤ 300 mg sehari.
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima
ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas asam-asam amino yang terikat
satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur -unsur
karbon,
hidrogen,
oksigen,
nitrogen,
dan
beberapa
diantaranya
juga
mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan kobalt (Almatsier 2003).
Fungsi protein antara lain untuk pertumbuhan dan pemeliharaan,
pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air,
memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat -zat gizi dan
sumber energi. Protein dapat diperoleh dari bahan pangan terutama bahan
pangan hewani seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber
protein nabati yang baik adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tahu dan
tempe. Padi-padian dan hasil olahannya relatif rendah dalam protein (Almatsier
2003)
Angka kecukupan protein yang dianjurkan per orang perhari berdasarkan
AKG 2004 yaitu untuk pria dengan rentang umur 30 hingga > 65 tahun yaitu 60
gram dan untuk wanita dengan rentang umur 30 hingg a > 65 tahun yaitu 50
gram. Sedangkan berdasarkan syarat diet untuk penyakit jantung, p enderita
24
penyakit jantung koroner dianjurkan untuk mengkonsumsi protein cukup
(0,8gr/kgBB).
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah
sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh sehingga harus
didapatkan dari konsumsi makanan. Vitamin memiliki peranan dalam beberapa
tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh.
Umumnya vitamin berfungsi sebagai koenzim atau bagian dari enzim. Vitamin
diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu vitamin larut lemak (A, D, E, K), dan
vitamin larut air (B, C) (Almatsier 2003).
Vitamin C memiliki banyak fungsi dalam tubuh sebagai koenzim atau
kofaktor dan kandungan asam askorbatnya memiliki kekuatan yang kuat
kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi -reaksi
hidroksilasi serta diduga dapat menurunkan kadar trigliserida serum yang tinggi
(Almatsier 2003). Angka kecukupan yang dianjurkan yaitu untuk pri a sebesar 90
mg dan wanita 75 mg (AKG 2004). Terdapat satu jenis vitamin yaitu vitamin B 6
yang juga berperan dalam pembentukan aterosklerosis. Vitamin B 6 berperan
dalam mencegah pembentukan atau akumulasi homosistin dalam darah (Linder
1991).
Serat merupakan bagian yang terdapat dalam bahan pangan yang tidak
tercerna dan mempunyai sifat positif bagi gizi dan metabolisme (Winarno 1992).
Serat makanan atau dietary fiber merupakan komponen dari jaringan tanaman
yang tahan terhadap proses hidrolisi s oleh enzim dalam lambung dan usus kecil.
Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah buahan (Winarno 1992).
Serat makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut ( soluble
fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman mengandung
kedua-duanya dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih banyak. Serat larut
antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan beberapa hemiselulosa.
Sedangkan serat tidak larut terdiri dari lignin dan selulosa (Siagian 2003).
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan meningkatkan
konsumsi dietary fiber dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah terutama
jika dilakukan secara kontinyu (Winarno 1992). Penurunan kolesterol diduga
berkaitan dengan metabolisme asam empedu (Almatsier 2003). Asam empedu
dan steroid netral disintesis dalam hati dari kolesterol yang kemudian disekresi
ke dalam empedu dan biasanya kembali ke hati melalui reabsorbsi dalam usus
25
halus (siklus entero hepatik). Serat makanan diduga menghalangi siklus ini
dengan menyerap asam empedu sehingga perlu diganti dengan asam empedu
baru dari kolesterol persediaan (Almatsier 2003).
Serat dari sumber yang berbeda mempunyai kemampuan mengikat asam
empedu yang berbeda pula. Selulosa yang telah dimurnikan dan dedak gandum
hampir tidak mempunyai kemampuan untuk menurunkan kadar kolesterol serum.
Serat alfalfa dan oats sangat efektif menurunkan kadar kolesterol serum. Pektin
dan gum cukup efektif dalam menurunkan kadar kolesterol. Serat jenis lain juga
dapat membantu meningkatkan pengeluaran kolesterol melalui feces dengan
jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui usus kecil. Sehingga
dapat
dikatakan
bahwa
sebagian
serat
makanan
mempunyai
sifat
hipokolesterolemik dan menurunkan risiko aterosklerosis (Krisnatuti & Yenrina
1999).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lairon et al (2005),
jumlah konsumsi serat makanan dan serat tak larut yang tinggi berhubungan
dengan penurunan risiko kelebihan berat badan ( overweight), rasio pinggangpinggul yang tinggi, tekanan darah, plasma apolipoprotein (apo) B, apoB:apo A -I,
kolesterol, triacylglycerol, dan homosistein. Serat dari sereal berhubungan
dengan BMI rendah, tekanan darah, dan kadar homosistein.
Tekanan Darah Tinggi atau Hipertensi. Tekanan tinggi di dalam arteri
(pembuluh nadi) akan merusak dindingnya dan merangsang
timbulnya
aterosklerosis atau ateroma. Jantung juga akan bekerja lebih keras untuk
memompa darah yang bertekanan tinggi tanpa suplai oksigen yang mencukupi.
Hal tersebut yang mengakibatkan kemungkinan seseorang terkena angina atau
serangan jantung (Maulana 2004). Hipertensi merupakan s uatu keadaan dimana
seseorang
mengalami
peningkatan
tekanan darah
diatas
normal
yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan ( morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas). Penyakit darah tinggi atau lebih dikenal sebagai hipertensi
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit jantung k oroner (PJK) dan
stroke.
Bila tidak diatasi, tekanan darah tinggi akan mengakibatkan ja ntung
bekerja keras hingga pada suatu saat akan terjadi kerusakan yang serius. Pada
jantung, otot jantung akan menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsinya
sebagai pompa menjadi terganggu. Sehingga dapat mengakibatkan jantung
dilatasi dan kemampuan kontraksinya berkurang (Anonim 2007).
26
Seseorang yang terdiagnosa hipertensi memiliki risiko yang menin gkat
untuk penyakit antara lain : penyakit jantung (gagal Jantung, kematian menda dak,
kardiomiopati) dan aritmia, stroke, penyakit jantung koroner, aneurisma aorta
(kelemahan dinding aorta yang mengakibatkan dilatasi hingga 1.5 kali lebih besar
dan berisiko untuk ruptur), gagal ginjal, dan retinopati (penyakit mata yang
mengakibatkan kebutaan). Risiko untuk terjadi satu atau lebih dari kondisi diatas,
meningkat sebanding dengan peningkatan tekanan darahnya.
Diabetes. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa
(gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan
atau menggunakan insulin secara cukup. Kadar gula darah yang normal pada
pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70 -110 mg/dL darah.
Kadar gula darah biasanya kurang dari 120 -140 mg/dL pada dua jam setelah
makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya
(Soegondo 2007).
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan hormon insulin yang
berfungsi mengatur kadar glukosa dalam darah. Karena hormon insulin
berkurang maka kadar gula dalam darah meningkat. Kelebihan kadar gula dalam
darah ini dapat meningkatkan risiko gangguan di dalam peredaran darah
termasuk serangan jantung. Selain itu, diabetes juga meningkatkan kadar lemak
dalam darah, termasuk kolesterol tinggi (Maulana 2004).
Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endok rinologi
Indonesia) (2006) dalam Soegondo (2007), seseorang dikatakan menderita
diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa lebih besar dari 126 mg/dL dan
pada tes sewaktu lebih besar dari 200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari
bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam
waktu dua jam.
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan
terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula
darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah,
saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam
dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami
kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, te rutama
yang menuju ke kulit dan saraf (Soegondo 2007).
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan
kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya
27
aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah ). Aterosklerosis
ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Penderita diabetes bisa
mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola
dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah
serangan jantung dan stroke (Soegondo 2007).
Status Gizi. Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang
atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan
utilisasi zat gizi makanan. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menilai status gizi, yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis.
Cara penilaian status gizi tersebut dapat digunakan secara gabungan (lebih dari
satu indikator) atau secara tunggal (Riyadi 2001).
Metode antropometri menggunakan pengukuran -pengukuran dimensi fisik
dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat
gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan terjadinya ketidakseimbangan
energi dan protein secara kronis dan dapat digunakan untuk mendeteksi
malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lainnya yaitu dapat memberikan
informasi tentang riwayat gizi masa lampau (Riyadi 2001).
Status gizi (kurang atau lebih) dapat ditentukan dengan menggun akan
indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index. Berbagai penelitian
menunjukkan adanya korelasi positif antara indeks massa tubuh dengan lemak
tubuh dan risiko terkena penyakit degeneratif atau risiko kematian karena
penyakit degeneratif (Riyadi 2001). IMT (Indeks Massa Tubuh) dapat diperoleh
dari perbandingan indeks antropometri berat badan (kg) dibagi dengan tinggi
badan kuadrat (m2) (Riyadi 2001). Obesitas timbul sebagai akibat dari konsumsi
makanan dalam jumlah kalori yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan kalori
yang dibakar sehingga disimpan sebagai lemak dalam tubuh. Jika tubuh
kelebihan berat badan maka jantung akan bekerja lebih keras untuk
menyediakan darah ke semua lemak yang berlebih (Patel 1994). Menurut Heslet
(2007), orang yang mengalami kelebihan berat badan mempunyai tekanan darah
yang lebih tinggi yang dapat mendorong terjadinya aterosklerosis. Selain itu,
seseorang yang status gizinya berlebih umumnya memiliki kandungan lemak
yang tinggi dalam tubuhnya (Patel 1994). Pengklasifikasian status gizi
berdasarkan indeks massa tubuh dapat dilihat pada Tabel 1.
28
Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks massa tubuh
Indeks Massa Tubuh
Klasifikasi
Principal cut-off points
Additional cut-off points
<18.50
<18.50
Underweight
<16.00
<16.00
Severe thinness
16.00 - 16.99
16.00 - 16.99
Moderate thinness
17.00 - 18.49
17.00 - 18.49
Mild thinness
18.50 - 22.99
18.50 - 24.99
Normal range
23.00 - 24.99
≥25.00
≥25.00
Overweight
25.00 - 27.49
25.00 - 29.99
Pre-obese
27.50 - 29.99
≥30.00
≥30.00
Obese
30.00 - 32.49
30.00 - 34-99
Obese class I
32.50 - 34.99
35.00 - 37.49
35.00 - 39.99
Obese class II
37.50 - 39.99
≥40.00
≥40.00
Obese class III
Sumber : WHO 2004
KERANGKA PEMIKIRAN
Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit kardiovaskuler yang
disebabkan oleh penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh
darah koroner. Penyakit jantung koroner dikaitkan dengan adanya aterosklerosis
yang bertalian erat dengan penyimpangan metabolisme trigliserida dan kolesterol
dalam tubuh (Muchtadi 1996).
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung. Faktor risiko merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kejadian
suatu penyakit di atas rata-rata. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor
primer dan faktor sekunder. Faktor-faktor primer yaitu merokok (satu pak atau
lebih dalam sehari), adanya hipertensi, dan peningkatan kolesterol plasma.
Faktor risiko sekunder yaitu peningkatan trigliserida plasma, obesitas, diabetes
mellitus, stress kronis, pil KB, vasektomi, kurang aktivitas fisik, dan keturuna n
(Linder 1992).
Selain itu, Linder (1992) juga menyatakan tentang hubungan
kejadian penyakit kardiovaskuler dengan konsumsi makanan tertentu. Bahan
pangan yang berkorelasi positif, yaitu protein hewani, kolesterol, daging, lemak
total, telur, gula, kalori total, dan lemak hewani, sedangkan bahan pangan yang
berkorelasi negatif yaitu serat dan protein nabati.
Gaya hidup merupakan salah satu aspek yang dapat menyebabkan
peningkatan terjadinya penyakit kardiovaskuler terutama penyakit jantung
koroner. Gaya hidup tersebut antara lain kebiasaan berolahraga atau aktif
bergerak secara fisik dan kebiasaan merokok. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Dr. Lakka di India memperlihatkan bahwa seseorang yang berolahraga
dengan rata-rata intensitas sedang memiliki risiko separuh lebih rendah terkena
penyakit jantung koroner daripada mereka yang tidak pernah atau jarang
berolahraga secara teratur.
Gaya hidup lainnya yang termasuk dalam faktor risiko penyakit jantung
yaitu kebiasaan menghisap rokok. Rokok memiliki kandungan kimia yang
berbahaya bagi jantung. Bahan -bahan kimia tersebut yaitu nikotin dan CO
(karbon monoksida) yang dapat mengganggu kinerja jantung seperti merusak
lapisan
dalam
pemburuh
darah,
memekatkan
darah
sehingga
mudah
menggumpal, mengganggu irama jantung dan mengakibatkan kekurangan
oksigen (Sani 2006).
Seseorang yang merokok secara aktif memiliki risiko tiga kali lebih besar
menderita penyakit jantung merokok daripada orang yang tidak merokok.
30
Kebiasaan merokok juga akan meningkatkan kematian menjadi dua kali lebih
tinggi pada perokok yang sebelumnya pernah mendapat serangan jantung
(Aditama 1992). Hal tersebut mengakibatkan rokok menjadi perhatian dan
mendapatkan tempat sebagai penyebab penyakit kardiovasku ler terutama
penyakit jantung koroner (PJK).
Selain gaya hidup, faktor pola makan juga menjadi salah satu aspek yang
diamati. Hal ini disebabkan oleh penyebab aterosklerosis yang menjadi
penyebab dalam timbulnya penyakit jantung koroner yaitu adanya gangguan
dalam metabolisme lemak dan tingginya kadar kolesterol terutama LDL dalam
darah. Bahan pangan yang diamati yaitu bahan pa ngan yang memiliki kadar
lemak dan kolesterol yang tinggi serta kandungan vitamin dan serat yang
terkandung.
Faktor risiko lainnya yang diamati yaitu faktor riwayat kesehatan pada
responden. Riwayat kesehatan yang diamati yaitu apakah pasien mengidap
penyakit hipertensi atau tekanan darah ting gi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan
lain-lain yang dapat meningkatkan risiko pasien terkena penyakit jantung
koroner. Selain itu, variabel lainnya yang diteliti yaitu penerangan diet dan status
gizi yang diduga dapat mempengaruhi kadar lipid darah dan tekanan darah.
Kadar lipid darah dan tekanan darah merupakan indikator yang digunakan dalam
menanggulangi atau mengontrol penyakit jantung koroner seseorang. Bagan
kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
31
Karakteristik Sosial Ekonomi Demografi
ï‚· Umur
ï‚· Jenis Kelamin
ï‚· Pendidikan
ï‚· Pekerjaan
ï‚· Pendapatan
ï‚· Besar Keluarga
Pola Makan
Gaya Hidup
ï‚· Frekuensi Makan Sehari
ï‚· Aktivitas Fisik
ï‚· Kerangka Menu
ï‚· Kebiasaan Olahraga
ï‚· Frekuensi Konsumsi Bahan
ï‚· Kebiasaan Merokok
Status Gizi
Pangan
ï‚· Preferensi Jenis Pangan
ï‚· Konsumsi Energi
ï‚· Konsumsi
Zat
Gizi
(Karbohidrat, Protein, Lemak,
dan Vitamin) dan serat
PENYAKIT JANTUNG KORONER
- Kadar Lipid Darah
- Tekanan darah
Penerangan Diet
Riwayat Kesehatan
ï‚· Hipertensi
Genetik
ï‚· Diabetes Mellitus
Ket :
: Variabel Yang Diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Variabel Yang Tidak Diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit jantung koroner
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan yaitu Cross-Sectional Study. Pemilihan
desain studi tersebut dikarenakan pengambilan data dilakukan pada satu waktu
yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik con toh dan
hubungan antar variabel (Singarimbun dan Effendi 1989).
Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus yang dilaksanakan di
Instalasi Rawat Jalan RSUP Persahabatan Jakarta Timur pada bulan April-Juni
2008. RSUP Persahabatan dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan
agar pengambilan dan pengolahan data dapat di lakukan dengan mudah dan
lancar serta fungsinya sebagai Rumah Sakit Pendid ikan yang juga menangani
kasus penyakit jantung koroner (PJK).
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah para penderita penyakit jantung
koroner yang kontrol ke Instalasi Rawat Jalan RSUP Persahabatan Jakarta
Timur. Adapun penarikan contoh dilakukan dengan purposive sampling dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Berjenis kelamin pria atau wanita
2. Umur lebih dari 40 tahun
3. Tidak mengkonsumsi alkohol.
4. Tidak mengalami gangguan hati dan ginjal .
5. Bersedia dijadikan contoh penelitian.
Pengambilan data dilakukan dari bulan Mei -Juni 2008. Jumlah contoh
yang dapat diambil yaitu sebanyak 31 orang.
Jenis dan Cara Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan pengamatan langsung dan wawancara menggunakan
kuisioner. Jenis data primer yang dikumpulkan yaitu:
1. Karakteristik contoh meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, besar
keluarga, pekerjaan, pendapatan per kapita, pe ndidikan terakhir, dan
penerangan diet.
2. Data tinggi badan dan berat badan. Berat badan diukur dengan
menggunakan timbangan injak. Subjek berpijak pada timbangan d an
pandangan lurus ke depan tanpa menggenggam atau menyentuh apapun,
33
alas kaki dan barang lainnya seperti dompet dan lain -lain dilepas, kemudian
angka penunjuk dibaca. Tinggi badan diukur sengan menggunakan
microtoise. Subjek berdiri tegak tanpa alas kaki sejajar alat pengukur, tumit,
bokong, dan kepala bagian belakang menempel ke dinding dalam sikap
tegak kemudian alat pengukut diturunkan sampai menyentuh kepala bagian
atas.
3. Data riwayat kesehatan yang meliputi riwayat kesehatan di masa lalu
sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner terutama tentang penyakit
hipertensi dan diabetes mellitus.
4. Pola makan contoh meliputi frekuensi makan dalam sehari, f rekuensi
konsumsi
bahan
pangan
dalam
setahun,
preferensi
jenis
pangan,
kelengkapan bahan pangan dal am sehari dan konsumsi energi serta zat gizi
(karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, asam lemak tak jenuh dan vitamin C)
dan serat. Data konsumsi energi dan zat gizi diperoleh dengan menggunakan
metode food recall 1x24 jam. Sedangkan food frequency questionaire
digunakan untuk mengetahui frekuensi konsumsi bahan pangan dalam
setahun.
5. Gaya hidup contoh meliputi aktivitas fisik selama satu hari (1x24 jam),
kebiasaan
berolahraga,
dan
kebiasaan
merokok.
Data
kebiasaan
berolahraga mencakup jenis olahraga, durasi olahraga, dan frekuensi
olahraga. Data kebiasaan merokok meliputi kebiasaan merokok sebelum dan
sesudah sakit, jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, dan usia awal
merokok.
Data sekunder yang dikumpulkan yaitu:
1. Data kadar lipid darah berupa kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar
HDL, dan kadar LDL.
2. Data tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik
3. Gambaran umum RSUP Persahabatan
Data kadar lipid darah dan tekanan darah diperoleh dari buku rekam medik
contoh sedangkan gambaran umum RSUP Persahabatan diperoleh dari
sekretariat RS Persahabatan.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data menggunakan software komputer yaitu Microsoft Excel
dan SPSS versi 16.0 for windows. Proses pengolahan meliputi kegiatan editing,
coding, dan entry. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif dan analitik.
34
Data karakteristik contoh yang meliputi usia, jenis kelamin, status gizi,
pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, pendapatan perkapita, riwayat kesehatan,
dan penerangan diet dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu. Data tersebut
kemudian dianalisis secara deskriptif dan korelasi.
Status gizi contoh dihitung berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT
(Indeks Massa Tubuh) diperoleh dari perbandingan indeks antropometri berat
badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2) (Riyadi 2001). Rumus untuk
menentukan indeks massa tubuh ya itu:
Data pola makan mencakup frekuensi makan lengkap dalam sehari,
frekuensi konsumsi bahan pangan dalam setahun, preferensi jenis pangan, dan
konsumsi energi serta zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, asam
lemak tak jenuh dan vitamin C) dan serat. Data konsumsi pangan dan zat gizi
yang diperoleh dengan food recall 1x24 jam dikonversikan ke dalam energi,
karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, asam lemak tak jenuh, vitamin C, dan
serat. Konversi ke dalam bentuk energi, karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin
C dengan menggunakan DKBM (Daftar Kandungan Bahan Makanan) 2005.
Sedangkan konversi konsumsi
kolesterol, serat, dan asam lemak tak jenuh
menggunakan software Nutrisurvey Indonesia. Konversi dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):
Keterangan :
Kgij
= Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j
Bj
= Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j
BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan
Kebutuhan
kalori
seseorang
sehari -hari
dihitung
dengan
rumus
kebutuhan kalori total (Total Calorie Requirements) dari Scholl (1987) dalam
Almatsier (2003), yaitu:
Kebutuhan Kalori Total (Kalori/hari) =
BasalEnergiExpenditure( BEE ) ï‚´ FaktorAktivitas ï‚´ FaktorPenyakit
35
Basal Energi Expenditure (BEE) atau Angka Metabolisme Basal (AMB)
dihitung dengan menggunakan persamaan Harris -Benedict (Scholl 1987) dalam
Almatsier (2003), yaitu:
Laki-Laki
: BEE (Kal/hari) = 66 + 13.7BB + 5TB – 6.8U
Perempuan
: BEE (Kal/hari) = 655 + 9.6BB + 1.7TB – 4.7U
Keterangan :
BB = Berat Badan (kg)
TB = Tinggi Badan (cm)
U = Umur (Tahun)
Faktor aktivitas dihitung dengan mengakumulasikan jenis dan lama
kegiatan yang dilakukan selama sehari (1x24 jam). Faktor penyakit atau injury
factor yang digunakan yaitu faktor penyakit jantung sebesar 1.2 dan faktor
aktivitas yang digunakan yaitu faktor aktivitas rawat jalan sebesar 1.3 . Selain
perhitungan aktivitas sehari-hari, aktivitas fisik yang diteliti juga termasuk
kebiasaan berolahraga. Kebiasaan berolahraga dilihat dari jenis olahraga yang
dilakukan, durasi berolahraga, dan frekuensinya yaitu berapa kali dalam sebulan.
Gaya hidup lainnya yang dilihat yaitu kebiasaan merokok dari responden
sebelum dan sesudah terdiagnosa penyakit jant ung koroner. Kebiasaan merokok
dilihat dari riwayat merokok sebelum dan sesudah sakit, jumlah rokok yang
dihisap dalam sehari, lama merokok, serta usia awal merokok contoh. Jenis data
yang dikumpulkan, pengkategorian, dan analisis data yang digunakan disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Peubah, kategori peubah, dan analisis data yang digunakan
Peubah
Umur
(Papalia & Olds 1981)
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Besar Keluarga
(BKKN (1998) diacu dalam
Marut (2008)
Kategori
1. Dewasa awal (20-40 th)
2. Dewasa menengah (40-65 th)
3. Dewasa akhir (>65 th)
1. Laki-laki
2. Perempuan
1. TK/SD
2. SMP
3. SMA/ SMU/ SLTA/SMK
4. Perguruan Tinggi
1. Pegawai Swasta
2. Pegawai Negeri Sipil
3. Wiraswasta
4. Ibu Rumah Tangga
5. Pensiunan
1. Kecil (≤ 4 orang)
2. Sedang (5-7 orang)
3. Besar (> 7 orang)
Analisis Data
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
Deskripitif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
36
Peubah
Pendapatan
(skala interval)
perkapita
Riwayat Kesehatan
Status Gizi
IMT
(WHO 2004)
berdasarkan
Penerangan Diet
Kadar Trigliserida
(Boedhidarmojo
(1993)
diacu dalam Krisnatuti dan
Yenrina (1999))
Kadar Kolesterol Total
National
Cholesterol
Education Program (2001)
Kadar HDL
National
Cholesterol
Education Program (2001)
Kadar LDL
National
Cholesterol
Education Program (2001)
Tekanan Darah Sistolik
(JNC VI)
Tekanan Darah Diastolik
(JNC VI)
Aktivitas Fisik
Kebiasaan Berolahraga
Jenis Olahraga
Durasi Olahraga
Frekuensi Olahraga
Kebiasaan Merokok
Jumlah Rokok yang Dihisap
Lama Merokok
Kategori
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Diabetes Mellitus
2. Hipertensi
1. Underweight (< 18,5)
2. Normal (18,5-24,99)
3. Overweight (25,00-29,99)
4. Obesitas (≥ 30,00)
1. Ya
2. Tidak
Analisis Data
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
Korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
1. Normal (< 150 mg/dl)
2. Tinggi (> 150 mg/dl)
Deskriptif
1. Rendah (< 200 mg/dl)
2. Sedang (200-239 mg/dl)
3. Tinggi (≥ 240 mg/dl)
Deskriptif
1. Baik (> 40 mg/dl)
2. Buruk (< 40 mg/dl)
Deskriptif
1. Optimal (< 100 mg/dl)
2. Mendekati Optimal (100-129 mg/dl)
3. Sedang (130-159 mg/dl)
4. Tinggi (160-189)
5. Sangat Tinggi (≥ 190 mg/dl)
1. Normal (120-130 mmHg)
2. Normal Tinggi (130-139 mmHg)
3. Hipertensi Ringan (140-159 mmHg)
4. Hipertensi Sedang (160-179 mmHg)
5. Hipertensi Berat (180-209 mmHg)
1. Normal (80-85 mmHg)
2. Normal Tinggi (85-89 mm Hg)
3. Hipertensi Ringan (90-99 mm Hg)
4. Hipertensi Sedang (100-109 mm Hg)
5. Hipertensi Berat (≥ 110 mmHg)
1. Sangat Ringan
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
1. Ya
2. Tidak
1. Jalan Pagi
2. Senam
3. Renang
1. < 15 menit
2. 15-30 menit
3. > 30 menit
1. 1-7 kali
2. 8-14 kali
3. 15-22 kali
4. 23-30 kali
1. Ya
2. Tidak
1. ≤ 5 batang
2. 6-10 batang
3. 11-14 batang
4. > 14 batang
1 .< 5 tahun
2. 5-10 tahun
3. 11-15 tahun
4. > 15 tahun
Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
korelasi
dan
37
Peubah
Usia Awal Merokok
Food Recall
Frekuensi Konsumsi Bahan
Pangan dalam Setahun
Kelengkapan
Bahan
Pangan dalam Sehari
Preferensi Jenis Pangan
Kategori
1.
2.
3.
4.
10-15 tahun
16-20 tahun
21-25 tahun
26-30 tahun
Analisis Data
Deskriptif
korelasi
dan
Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif
Analisis data yang digunakan yaitu uji korelasi Rank Spearman. Uji
tersebut digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik sosial
ekonomi, penerangan diet, riwayat kesehatan, status gizi, aktivitas fisik,
kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok dengan kadar lipid darah dan
tekanan darah.
38
Definisi Operasional
Contoh adalah orang yang menderita penyakit jantung koroner berdasarkan
hasil diagnosa dokter, baik
contoh
lama maupun
contoh
baru, tidak
mengkonsumsi alkohol, dan tidak mengalami komplikasi gangguan hati dan
ginjal.
Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyumbatan
sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner karena adanya
plak atau aterosklerosis dan menggunakan indikator kadar lipid darah serta
tekanan darah.
Kadar Lipid Darah adalah kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kadar HDL,
dan kadar LDL contoh.
Tekanan Darah adalah besarnya aliran darah contoh yang terdiri atas sistolik
dan diastolik.
Umur adalah jumlah tahun yang dilalui contoh dalam menjalani pertumbuhan
dan perkembangan tubuhnya.
Jenis Kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh
contoh.
Pendapatan per Kapita adalah jumlah penerimaan yang berasal dari gaji dan
upah baik pokok maupun hasil sampingan di keluarga yang dapat disetarakan
dalam rupiah dalam kurun waktu satu bulan terakhir yang dinyatakan dalam
Rp/kap/bln.
Gaya Hidup adalah cara hidup seseorang sehari-hari yang dilihat dari kebiasaan
merokok, aktivitas fisik, dan kebiasaan berolahraga.
Aktivitas Fisik adalah banyaknya waktu yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari yang menuntut pergerakan fisik tubuh seseorang . Aktivitas
fisik dibagi ke dalam 3 kategori yaitu aktivitas ringan, aktivitas sedang, dan
aktivitas berat berdasarkan faktor aktivitasnya.
Kebiasaan Berolahraga adalah jenis, durasi, dan frekuensi berolahraga dalam
kurun waktu sebulan terakhir.
Kebiasaan Merokok adalah riwayat merokok contoh sebelum terdiagnosa
penyakit jantung koroner yang dilihat dari jumlah rokok yang dihisap, lama
merokok dan usia awal merokok.
39
Pola Makan adalah jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh
contoh serta frekuensi makan lengkap, frekuensi konsumsi bahan pangan,
kelengkapan bahan pangan dan preferensi jenis pangan.
Makanan Sepinggan Lengkap adalah hidangan seimbang yang mempunyai
kandungan gizi yang lengkap untuk tubuh dalam kadar yang benar, misalnya
nasi goreng, kwetiau, gado-gado, spaghetti, dan lain-lain.
Makanan Pokok adalah sumber gizi dasar yang tidak menyediakan keseluruhan
zat gizi untuk tubuh, misalnya beras, gandum, jagung, dan umbi -umbian.
Lauk Hewani adalah bahan pangan yang berasal dari hewan sebagai su mber
protein dan lemak misalnya daging-dagingan, telur, susu, dan hasil olahannya.
Lauk Nabati adalah bahan pangan yang berasal dari tumbuhan sebagai sumber
protein dan lemak misalnya kacang -kacangan dan produk hasil olahannya.
Sayuran dan Buah adalah bahan pangan sumber vitamin dan mineral misalnya
bayam, kangkung, wortel, jeruk, pisang, dan lain -lain.
Riwayat Kesehatan adalah informasi mengenai penyakit yang diderita sebelum
contoh terkena penyakit jantung koroner yang terdiri dari hipertensi dan diabete s
mellitus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum RSUP Persahabatan
RSUP Persahabatan mulai dibangun pada tahun 1961. Rumah sakit ini
merupakan sumbangan dari pemerintah Rusia kepada pemerintah Indonesia.
Penyerahan secara resmi dilakukan pada tanggal 7 November 1963. Rumah
Sakit Persahabatan merupakan Pusat R ujukan Nasional Kesehatan Paru serta
Laboratorium
Kuman
Tuberkulosis
dan mendapat pengakuan international
sebagai WHO Collaborating Centre.
Saat ini Rumah Sakit Persahabatan sedang mempersiapkan diri untuk
menjadi
Pusat
Kesehatan
Respirasi
Nasional
yang
nantinya
dapat
menanggulangi secara aktif masalah kesehatan respirasi di Indonesia. Selain itu
juga melaksanakan pelayanan prima di bidang kesehatan respirasi baik promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif serta bersifat komprehensif dan one stop service
untuk berbagai disiplin terkait dengan kesehatan respirasi. Pelayanan yang
diberikan bertaraf international dan mampu memenuhi kebutuhan konsumen dan
menjawab persaingan global.
Rumah Sakit Persahabatan merupakan rumah sakit pendidikan baik
untuk pendidikan dokter spesialis dan juga untuk tempat pendidikan dan
pelatihan dokter, perawat, petugas laboratorium, rekam medis dan petugas lain
yang berasal dari berbagai daerah. Rumah Sakit Persahabatan merupakan
rumah sakit tipe B yang berlokasi di Jakarta Timur yang secara administratif
merupakan rumah sakit vertikal di bawah Departemen Kesehatan RI, cq. Direktur
Jenderal Pelayanan Medik. Luas dari RSUP Persahabatan kurang lebih 13.5
hektar.
Karakteristik Sosial Ekonomi
Umur
Umur contoh pada penelitian ini berkisar antara 43-80 tahun dengan rata rata umur 63 tahun. Lebih dari separuh contoh (58,1%) berada pada kisaran usia
dewasa madya atau berada pada kisaran usia 41-65 tahun (Tabel 3).
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan umur
Kisaran Umur
20-40 tahun
41-65 tahun
> 65 tahun
Total
Jumlah
n
0
18
13
31
%
0
58.1
41.9
100.0.0
41
Menurut Maulana (2007), usia 45 tahun merupakan usia yang kritis dan
harus diwaspadai oleh kaum pria sedangkan pada kaum wanita yaitu pada usia
55 tahun atau ketika sudah memasuki masa menopause . Hal tersebut
dikarenakan
seiring
dengan
meningkatnya
usia,
efisiensi
dari
sistem
kardiovaskuler pun menurun dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan (Patel
1994).
Jenis Kelamin
Penyakit jantung koroner umumnya dikenal sebagai penyakit pria, namun
tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan juga dapat teserang penyakit ini
(Maulana 2007). Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki jenis kelamin lakilaki (Tabel 4).
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki Laki
Perempuan
Total
Jumlah
n
19
12
31
%
61.3
38.7
100.0
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan pernyataan Patel (1994) bahwa
pria dibawah usia 50 tahun memiliki risiko 3 atau 5 kali lebih besar terkena atau
meninggal akibat jantung koroner dari kaum wanita . Sebelum memasuki masa
menopause, kaum wanita memiliki suatu ”pelindung alami” yaitu hormon
estrogen. Hormon estrogen ini berperan dalam menjaga tingkat kolesterol darah,
yaitu menjaga HDL (High Density Lipoprotein) tetap tinggi dan LDL (Low Density
Lipoprotein) tetap rendah. Selain itu, hormon estrogen juga berfungsi untuk
mengurangi risiko terjadinya pembekuan darah (Maulana 2007).
Tingkat Pendidikan
Pendidikan contoh bervariasi antara Sekolah Dasar (SD) hingga
Perguruan Tinggi (PT). Persentase terbesar contoh berada pada tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu 48.4 persen (Tabel 5).
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
Jumlah
Pendidikan
n
SD
7
SMP
3
SMA/SMK
15
PT
6
Total
31
%
22.6
9.7
48.4
19.4
100.0
42
Tingkat pendidikan tidak secara langsung mempengaruhi kadar lipid
darah dan tekanan darah pasien. Namun, diduga mempengaruhi pemilihan jenis
bahan pangan yang dikonsumsi sehari -hari. Menurut Hardinsyah (1985) tingkat
pendidikan akan mempengaruhi tingkat ko nsumsi pangan seseorang dalam
memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih bahan pangan yang
lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas dibandingkan dengan orang yang
berpendidikan rendah.
Pekerjaan
Bekerja
adalah
kegiatan
melakukan
pekerjaan
dengan
maksud
memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama
paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu (BPS 1998 dalam Setiawati
2006). Lebih dari separuh contoh (58,1%) sudah tidak bekerja atau pensiunan
(Tabel 6). Banyaknya contoh yang tidak bekerja diduga karena rata -rata usia
contoh sudah tidak berada dalam usia produktif.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan
Pegawai Swasta
Pegawai Negeri Sipil
Wiraswasta
Pensiun
Ibu Rumah Tangga
Total
Jumlah
n
4
1
3
18
5
31
%
12.9
3.2
9.7
58.1
16.1
100.0
Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi gaya hidup
dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise,
kehormatan, dan respek (Engel et al 1994). Gaya hidup yang diduga yaitu yang
berkaitan dengan aktivitas fisik. Contoh yang pensiun cenderung memiliki
aktivitas fisik yang sangat ringan dibandingkan contoh yang masih be kerja.
Besar Keluarga
Besar keluarga contoh berkisar antara 1 hingga 11 orang dengan ratarata berjumlah 3 orang. Menurut BKKBN (1998) diacu dalam Marut (2008), besar
keluarga dibagi ke dalam tiga kategori yaitu keluarga kecil ( ≤ 4 orang), keluarga
sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (> 7 orang). Sebagian besar contoh
(87,1%) termasuk dalam keluarga kecil (Tabel 7).
43
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga
Jumlah
Jumlah Anggota Keluarga
n
≤ 4 Orang
27
5-7 Orang
2
> 7 Orang
2
Total
31
%
87.1
6.5
6.4
100.0
Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga.
Selain itu juga dapat mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam keluarga (Sukarni
1994). Lingkungan keluarga juga termasuk dalam faktor risiko penyakit jantung
koroner. Hal tersebut disebabkan keadaan rumah yang penuh tekanan, adanya
perselisihan, dan persaingan tidak sehat yang terjadi di dalam keluarga sehingga
dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung dan tekanan darah tinggi
(Patel 1994).
Pendapatan per Kapita
Pendapatan per kapita per bulan contoh berkisar antara Rp 125.000,00
hingga Rp 1.333.333.33 dengan rata-rata Rp 494.218.33 Lebih dari separuh
contoh (54,8%) termasuk dalam kategori sedang dan hampir dari separuh contoh
(42%) termasuk dalam kategori rendah (Tabel 8).
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita
Jumlah
Tingkat Pendapatan
n
Rendah
13
Sedang
17
Tinggi
1
Total
31
%
42
54.8
3.2
100.0
Pendapatan berpengaruh terhadap daya beli seseorang. Rendahnya
pendapatan mengakibatkan seseorang tak mampu membeli bahan pangan
dalam jumlah yang diperlukan (Sajogyo et al. 1994). Madanijah (2004)
menyatakan
bahwa
perubahan
pendapatan
secara
langsung
dapat
mempengaruhi perubahan konsumsi keluarga. Jika pendapatan meningkat maka
pembelian pangan dalam hal kualitas maupun kuantitas akan lebih baik.
Penerangan Diet
Penerangan diet yang dimaksud yaitu penjelasan mengenai diet yang
terkait dengan penyakit jantung koroner yang didapatkan dari dokter atau ahli
gizi. Lebih dari separuh contoh (54,8%) tidak pernah mendapatkan penerangan
diet (Tabel 9). Hal ini diduga disebabkan oleh tidak adanya ahli gizi yang khusus
44
ditempatkan di instalasi rawat jalan penyakit jantung yang dapat menjelaskan
jenis makanan atau diet yang tepat untuk penyakit jantung koroner.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan penerangan diet
Jumlah
Penerangan Diet
n
Pernah
14
Tidak Pernah
17
Total
31
%
45.2
54.8
100.0
Umumnya contoh mendapatkan penerangan diet ketika sedang dirawat
inap di rumah sakit atau sehabis operasi. Media yang digunakan dalam
penerangan diet yaitu dalam bentuk leaflet yang berisikan jenis makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan serta contoh menu.
Status Gizi
Status gizi contoh pada penelitian ini berkisar antara kurus ( underweight)
hingga overweight. Pengelompokkan status gizi berdasarkan indeks massa
tubuh (berat badan terhadap tinggi badan) contoh.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi
Status Gizi
Underweight
Normal
Overweight
Obesitas
Total
Jumlah
n
%
3
18
10
0
31
9.7
58.1
32.3
0
100.0
Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (58,1%) berada pada
status gizi normal, hanya sebagian kecil contoh (32,3%) yang berada pada status
gizi overweight dan tidak ada pasien yang berada pada status gizi obesitas.
Obesitas timbul sebagai akibat dari konsumsi makanan dalam jumlah kalori yang
berlebihan dan tidak diimbangi dengan kalori yang dibakar sehingga disimpan
sebagai lemak dalam tubuh. Jika tubuh kelebihan berat badan maka jantung
akan bekerja lebih keras untuk menyediakan darah ke semua lemak yang
berlebih (Patel 1994).
Riwayat Kesehatan
Hampir dari separuh contoh (35,5%) tidak mengetahui apakah pernah
terkena diabetes mellitus atau hipertensi sebelum terdiagnosis penyakit jantung
koroner (Tabel 11). Sebanyak 22.6 persen contoh mengalami hipertensi dan
45
sebanyak 16.1 persen contoh mengalami diabetes mellitus sebelum terserang
penyakit jantung koroner.
Jenis penyakit lainnya yang termasuk dala m riwayat kesehatan pada
Tabel 11 antara lain maag, bronchitis, Coronary Heart Failure (CHF), dan lainlain. Banyaknya contoh yang tidak mengetahui riwayat kesehatan diduga
disebabkan
oleh
contoh
yang
tidak
pernah
memeriksakan
keadaan
kesehatannya secara rutin.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kesehatan
Jumlah
Riwayat Kesehatan
n
Hipertensi
7
Diabetes
5
Lainnya
8
Tidak Diketahui
11
Total
31
%
22.6
16.1
25.8
35.5
100.0
Tekanan tinggi di dalam arteri (pembuluh nadi) akan merusak dinding
pembuluh darah dan merangsang timbulnya aterosklerosis atau ateroma
(Maulana 2004). Sedangkan diabetes menyebabkan k adar gula darah yang tidak
terkontrol sehingga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah
meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak
lemak di dalam pembuluh darah) (Soegondo 2007).
Gaya Hidup
Gaya hidup menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia
hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya yang
digambarkan dengan kegiatan, minat, dan opini dari diri seseorang. Gaya hidup
seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah (Sumarwan 2002). Gaya
hidup yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner yaitu berkaitan dengan
aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok.
Aktivitas Fisik
Gerak fisik yang kurang atau bahkan tidak ada sama sekali dapat
mempengaruhi kesehatan seseorang. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup
dimana gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental maksimal.
Umumnya aktivitas yang dilakukan oleh pasien sehari-hari yaitu berjalan,
berbaring, kegiatan beribadah, dan pekerjaan rumah seperti menyapu,
mengepel, dan memasak.
46
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik
Jumlah
Tingkat Aktivitas Fisik
Sangat Ringan
Ringan
Sedang
Berat
Total
n
%
15
12
0
4
31
48.4
38.7
0
12.9
100.0
Berdasarkan Tabel di atas, persentase terbesar contoh (48,4%) memiliki
aktivitas fisik sangat ringan dan tidak ada contoh yang memiliki aktivitas fisik
sedang. Banyaknya contoh yang memiliki aktivitas fisik sangat ringan diduga
disebabkan oleh rata-rata usia contoh yang sudah tua. Selain itu, para penderita
janting koroner memang tidak diperbolehkan untuk beraktivitas terlalu berat
karena dapat memberikan beban yang lebih besar terhadap jantung.
Menurut Masino (2006) seseorang yang kurang aktif bergerak akan
mempunyai resiko dua sampai tiga kali lebih besar untuk menderita serangan
jantung dibanding orang yang aktif dan melakukan olahraga secara teratur. Hal
tersebut dikarenakan latihan secara teratur dapat memperkuat otot jantung,
memperbaiki sistem peredaran darah, dan mengurangi kemungkinan terjadinya
kegemukan.
Kebiasaan Berolahraga
Menurut Kuntaraf dan Kuntaraf (2000), jika olahraga dilakukan dengan
teratur, jantung akan menjadi lebih kuat dan berdaya guna. Arteri yang mensuplai
otot jantung dengan darah akan bertambah besar ukurannya dan mengurangi
risiko serangan lebih lanjut. Berdasarkan Tabel 13, sebagian besar contoh
(83,9%) memiliki kebiasaan berolahraga sehari-hari.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan berolahraga
Jumlah
Kebiasaan Berolahraga
n
Ya
Tidak
Total
26
5
31
(%)
83.9
16.1
100.0
Menurut American College of Sports Medicine (2001), olahraga yang
dianjurkan untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga aerobik sedangkan
yang tidak dianjurkan yaitu yang berkaitan dengan penguatan otot. Jenis
olahraga aerobik yang dapat dilakukan seperti jalan cepat, jogging, senam pagi,
ataupun sekedar mengerjakan pekerjaan rumah seperti mengepel, membuang
sampah, dan lain-lain. Seseorang yang memiliki penyakit jantung koroner
47
seharusnya memiliki suatu perencanaan olahraga yang dikonsultasikan dengan
dokter dan secara berkala mengevaluasi peren canaan olahraga tersebut
(American College of Sports Medicine 2001).
Jenis Olahraga
Jenis olahraga yang baik untuk para penderita jantung koroner adalah
jenis olahraga yang memiliki intensitas yang sedang seperti jalan pagi, jalan
cepat, senam, dan lain-lain (Lee & Paffenbarger 2001). Beberapa penelitian
dalam Lee & Paffenbarger (2001) menyatakan bahwa jeni s olahraga yang baik
untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga dengan intensitas sedang hingga
bersemangat (vigorous). Pemilihan jenis olahraga sebaiknya disesuaikan dengan
keadaan penyakit penderita penyakit jantung koroner.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis olahraga
Jumlah
Jenis Olahraga
Jalan Pagi
Senam
Renang
Total
n
%
18
7
1
26
69.2
26.9
3.9
100.0
Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (69,2%) melakukan
jalan pagi sebagai olahraga yang dilakukan dalam kehidup an sehari-harinya.
Berolahraga dapat meningkatkan HDL kolesterol dalam darah dari 20 hingga 30
persen. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa kemampuan High Density
Lipoprotein (HDL) menyingkirkan kolesterol biasa meningkat selama latihan fisik
(Heslet 2007).
Durasi Olahraga
Menurut American College of Sports Medicine (2001), durasi olahraga
yang dianjurkan untuk para penderita penyakit jantung koroner adalah setidaknya
30 menit hingga satu jam setiap berolahraga.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan durasi olahraga
Jumlah
Durasi Olahraga
n
%
< 15 Menit
5
19.2
15-30 Menit
14
53.9
> 30 Menit
7
26.9
Total
26
100.0
Durasi contoh berolahraga berkisar antara 10 menit hingga 90 menit
dengan rata-rata 25 menit. Berdasarkan Tabel 15, lebih dari separuh contoh
(53,9%) berolahraga dalam rentang waktu 15 -30 menit dan hanya 19.2 persen
48
contoh yang berolahraga dalam rentang waktu kurang dari 15 menit. Kusmana
(2003) menyatakan bahwa aktivitas apa pun asal mampu meningkatkan denyut
jantung antara 110-130 per menit, berkeringat, dan disertai peningkatan
frekuensi napas namun tidak sampai terengah-engah sudah cukup baik untuk
mencegah penyakit jantung dan stroke namun hal tersebut harus dilakukan
secara teratur seumur hidup.
Frekuensi Olahraga
Frekuensi olahraga yang dianjurkan untuk penderita penyakit j antung
koroner yaitu setidaknya tiga hari sekali (American College of Sports Medicine
2001). Jika dihitung dalam kurun waktu sebulan, setidaknya penderita penyakit
jantung koroner sebaiknya berolahraga kurang lebih 10 kali. Frekuensi olahraga
dalam penelitian ini dilihat dalam kurun waktu sebulan terakhir.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi olahraga sebulan terakhir
Jumlah
Frekuensi Olahraga
n
%
1-7 kali
1
3.9
8-14 kali
11
42.3
15-22 kali
4
15.4
23-30 kali
10
38.5
Jumlah
26
100.0
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa persentase paling besar
terdapat pada frekuensi 8-14 kali dalam sebulan (42,3%) dan hanya sebesar 3,9
persen contoh yang berolahraga dengan frekuensi 1 -7 kali dalam sebulan. Hal ini
mengindikasikan bahwa contoh sudah memiliki kepedulia n terhadap pentingnya
berolahraga dan efeknya terhadap kesehatan terutama kesehatan jantung.
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok mempengaruhi jantung dan pembuluh darah melalui
mekanisme aterosklerotik, gangguan metabolisme lemak, gangguan sistem
homeostatik, gangguan irama jantung serta penurunan kemampuan untuk
oksigenisasi (Aditama 1992). Kebiasaan merokok dapat memperburuk kadar lipid
darah dan meningkatkan tekanan darah dan nadi (Sani 2006). Sebaran contoh
berdasarkan kebiasaan merokok sebelum menderita jantung koroner dapat
dilihat pada Tabel 17.
49
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok sebelum menderita
penyakit jantung koroner
Jumlah
Kebiasaan Merokok
Ya
Tidak
Total
n
%
15
16
31
48.4
51.6
100.0
Berdasarkan Tabel di atas, lebih dari separuh contoh (51,6%) tidak
memiliki kebiasaan merokok sebelum terdiagnosa sakit. Umumnya contoh yang
tidak merokok adalah contoh perempuan (sebanyak 12 orang) sedangkan contoh
laki-laki umumnya merokok sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner.
Setelah terdiagnosa penyakit jantung koroner hampir seluruh pasien yang
awalnya merokok lalu berhenti karena takut penyakitnya memburuk. Hanya
terdapat satu pasien yang masih merokok namun sudah mengurangi jumlah
rokok yang dihisap.
Jumlah Rokok Yang Dihisap
Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap maka semakin besar risiko
terkena penyakit jantung dan apabila sudah terkena penyakit jantung maka akan
meningkatkan risiko serangan jantung yang dapat mengakibatkan kematian
(Patel 1994). Jumlah rokok yang dihisap oleh contoh bervariasi dari lima batang
hingga lebih dari 14 batang dalam sehari.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari
Jumlah
Jumlah rokok yang dihisap
n
%
≤ 5 batang
6-10 batang
11-14 batang
> 14 batang
5
3
3
4
33.3
20
20
26.7
Total
15
100.0
Berdasarkan tabel di atas, persentase terbesar terdapat pada jumlah
rokok kurang dari sama dengan lima batang sehari ( ≤ 5 batang) yaitu sebesar
33.3 persen dan sebesar 26.7 persen contoh merokok lebih dari 14 batang dalam
sehari. Seseorang yang menghisap 20 batang rokok atau lebih dalam sehari
mempunyai risiko dua kali lipat terkena penyakit jantung di bandingkan dengan
non perokok (Heslet 2007).
50
Lama Merokok
Lama merokok contoh berkisar antara kurang dari lima tahun hingga lebih
dari lima belas tahun. Sebaran contoh berdasarkan lama mer okok dapat dilihat
pada tabel 19.
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan lama merokok
Jumlah
Lama Merokok (Tahun)
< 5 tahun
5-10 tahun
11-15 tahun
> 15 tahun
Total
n
%
2
0
3
10
15
13.3
20
66.7
100.0
Berdasarkan tabel di atas, terdapat lebih dari separuh contoh (66,7%)
merokok dalam kurun waktu lebih dari lima belas tahun. Lama waktu merokok ini
dihitung pada awal merokok hingga berhenti total. Menurut Patel (1994), perokok
berat memiliki risiko lima kali lebih besar untuk menderita penyakit jantung
koroner. Semakin lama merokok maka kandungan zat berbahaya seperti nikotin,
tar dan gas CO semakin menumpuk dan mempengaruhi kinerja pembuluh darah
dan jantung serta memperburuk kadar lipid darah.
Usia Awal Merokok
Usia awal merokok contoh berkisar antara sepuluh hingga lebih dari dua
puluh lima tahun. Persentase terbesar usia awal merokok contoh (46,7%) berada
pada kisaran umur 16-20 tahun (Tabel 20).
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan usia awal merokok
Jumlah
Usia Awal Merokok
10-15 tahun
16-20 tahun
21-25 tahun
26-30 tahun
Total
n
%
4
7
3
1
15
26.7
46.7
20
6.7
100.0
Jika kebiasaan merokok dimulai dari usia muda maka risiko mendapatkan
penyakit jantung koroner adalah dua kali lebih besar daripada bukan perokok dan
meningkatkan risiko terkena serangan jantung sebelu m usia 50 tahun (Aditama
1992). Perokok akan mengalami serangan jantung tiga kali lebih sering
dibandingkan dengan bukan perokok.
51
Pola Makan
Menurut Harper et al (1986) pola makan adalah cara seseorang
atau sekelompok orang memilih bahan makanan sebagai tanggapan terhadap
pengaruh fisiologi, psikologi, budaya, dan sosial. Pola makan biasa disebut juga
dengan kebiasaan makan, kebiasaan panga n, atau pola pangan (Harper et al
1986). Pola konsumsi makanan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit jantung koroner yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung
jumlah kalori yang berlebih, tinggi lemak, garam, dan gula serta kebiasaan
mengkonsumsi alkohol maupun kopi (Patel 1994).
Frekuensi Makan Lengkap Dalam Sehari
Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki frekuensi makan sebanyak
tiga kali dalam sehari (Tabel 21). Terdapat masing-masing satu orang yang
frekuensi makannya satu kali dan lebih dari tiga kali sehari. Sebaran contoh
berdasarkan frekuensi makan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan dalam sehari
Jumlah
Frekuensi Makan
n
%
1 kali
1
3.2
2 kali
10
32.3
3 kali
19
61.3
> 3 kali
1
3.2
Total
31
100.0
Menurut Eryanti (1996), kebiasaan makan yang baik adalah makan
dengan frekuensi tiga kali sehari untuk kecukupan gizi yang lebih baik. Namun,
bagi penderita penyakit jantung koroner frekuensi dapat lebih dari tiga kali tetapi
porsinya kecil.
Kelengkapan Bahan Pangan dalam Sehari
Bahan pangan yang dikonsumsi seseorang dalam waktu tertentu dapat
menggambarkan pola makan. Kelengkapan bahan pangan melihat bahan
pangan apa saja yang dikonsumsi dalam setiap waktu makan yaitu pada saat
sarapan, makan siang, dan makan malam. Konsumsi berbagai variasi makanan
dibutuhkan oleh tubuh, karena tidak ada satu jenis makanan yang mengandung
semua zat gizi yang diperlukan dalam jumlah yang seimbang (Silalahi 2006).
Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan pangan pada set iap waktu
makan dapat dilihat pada Tabel 22, Tabel 23, dan Tabel 24 .
52
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat sarapan
Bahan Pangan (Sarapan)
Makanan Sepinggan
Makanan Pokok, Lauk Hewani
Makanan Pokok, Lauk Hewani, Lauk Nabati
Makanan Pokok, Lauk Hewani, Buah
Makanan Pokok, Lauk Hewani, Sayuran
Makanan Pokok, Lauk Nabati, Lauk Hewani, Sayuran
Makanan Pokok, Buah
Makanan Pokok, Sayuran
Makanan Pokok, Sayuran, Buah
Tidak makan
Total
Jumlah
n
9
8
1
1
4
1
1
1
2
3
31
%
29.0
25.8
3.2
3.2
12.9
3.2
3.2
3.2
6.5
9.7
100.0
Berdasarkan tabel di atas, bahan pangan contoh bervariasi dari makanan
pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah. Jenis bahan pangan yang
paling banyak dikonsumsi oleh contoh pada saat sarapan yaitu makanan
sepinggan (29,0%). Contoh makanan sepinggan yang banyak dikonsumsi yaitu
nasi goreng, ketupat sayur, dan bubur ayam. Makanan pokok yang paling banyak
dikonsumsi oleh contoh pada pagi hari yaitu roti. Kombinasi bahan pangan
lainnya yang banyak dikonsumsi oleh contoh yaitu makanan pokok dan lauk
hewani. Contoh lauk hewani yang banyak dikonsumsi saat sarapan adalah telur
ayam. Tidak banyaknya contoh yang mengkonsumsi bahan makanan secara
lengkap diduga disebabkan oleh beberapa hal, seperti tidak terlalu suka sarapan
atau adanya keterbatasan waktu dalam menyiapkan sarapan.
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat makan
siang
Bahan Pangan (Makan Siang)
Tidak Makan
Makanan Pokok, Buah
Makanan Pokok, Lauk Hewani
Makanan Pokok, Lauk Hewani,
Makanan Pokok, Lauk Hewani,
Makanan Pokok, Lauk Hewani,
Makanan Pokok, Lauk Hewani,
Makanan Pokok, Lauk Hewani,
Makanan Pokok, Lauk Nabati
Makanan Pokok, Sayuran
Makanan Sepinggan (Jajanan)
Total
Buah
Lauk Nabati
Lauk Nabati, Sayuran
Sayuran
Sayuran, Buah
Jumlah
n
2
1
5
1
3
5
6
5
1
1
1
31
%
6.5
3.2
16.1
3.2
9.7
16.1
19.4
16.1
3.2
3.2
3.2
100.0
Berdasarkan tabel di atas, contoh paling banyak mengkonsumsi bahan
pangan dengan kombinasi makanan pokok, lauk hewani, dan sayuran (19,4%).
Kombinasi lainnya yang dikonsumsi oleh contoh yaitu makanan pokok, lauk
hewani dan buah; makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran serta
53
makanan pokok, lauk hewani, sayuran, dan buah (16,1%). Pemilihan bahan
pangan pada saat makan siang lebih bervariasi daripada saat sarapan. Hal ini
diduga disebabkan oleh pada saat makan siang contoh cenderung memilih
makanan yang lebih mengenyangkan. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh
ketersediaan bahan pangan di rumah tangga.
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan bahan makan saat makan
malam
Bahan Pangan (Makan Malam)
Tidak Makan
Makanan Pokok, Buah
Buah
Makanan Pokok, Lauk Hewani
Makanan Pokok, Lauk Hewani, Buah
Makanan Pokok, Lauk Hewani, Lauk Nabati, Sayuran
Makanan Pokok, Lauk Hewani, Sayuran
Makanan Pokok, Lauk Hewani, Sayuran, Buah
Makanan Pokok, Lauk Hewani, Lauk Nabati, Sayuran, Buah
Makanan Pokok, Lauk Nabati
Makanan Pokok, Lauk Nabati, Buah
Makanan Pokok, Lauk Nabati, Sayuran
Makanan Pokok, Sayuran
Makanan Sepinggan
Sayuran
Total
Jumlah
n
1
1
1
2
3
5
6
4
1
1
1
2
1
1
1
31
%
3.2
3.2
3.2
6.5
9.7
16.1
19.4
12.9
3.2
3.2
3.2
6.5
3.2
3.2
3.2
100.0
Berdasarkan tabel di atas, contoh paling banyak mengkonsumsi bahan
pangan dengan kombinasi makanan pokok, lauk hewani, dan sayuran (19,4%).
Terdapat satu orang yang mengkonsumsi semua jenis bahan pangan (makanan
pokok, lauk nabati, lauk hewani, sayuran, dan buah). Kombinasi bahan pangan
saat makan malam lebih bervariasi dibandingkan saat sarapan namun tidak
berbeda terlalu jauh dengan makan siang. Hal ini diduga disebabkan oleh
umumnya contoh mengkonsumsi makanan yang sama dengan makanan saat
makan siang.
Frekuensi Konsumsi Bahan Pangan
Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan
makan dan makanan seperti tata krama, frekuensi makan seseorang, pola
makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam anggota keluarga,
preferensi terhadap makanan, dan cara pemilihan bahan pangan (Suhardjo
1989). Frekuensi konsumsi bahan pangan dapat digunakan untuk melihat
kebiasaan makan seseorang. Frekuensi konsumsi bahan pangan dilihat dalam
kurun waktu setahun terakhir.
54
Kelompok Serealia, Umbi, Roti, Pasta, dan Hasil Olahannya. Jenis
bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi dalam kelompok ini yaitu nasi
(beras) yang dikonsumsi setiap hari oleh semua contoh. Hal ini diduga
disebabkan oleh beras yang menjadi sumber karbohidrat utama di Indonesia dan
mudah didapatkan oleh contoh. Jenis bahan pangan lainnya yang banyak
dikonsumsi oleh hampir semua contoh adalah singkong, biskuit, roti, dan ubi
jalar. Jenis bahan pangan dalam kelompok ini yang lebih dianjurkan yaitu sereal
karena banyak mengandung serat larut air yang dapat membantu penyerapan
kolesterol jahat. Namun, jumlah contoh yang mengkonsumsinya hanya sebanyak
empat orang dengan frekuensi 36 kali dalam setahun. Hal ini diduga disebabkan
oleh ketersediaan sereal di pasaran yang tidak selalu ada, rasa yang kurang
enak, dan loyalitas terhadap beras. Frekuensi konsumsi bahan pangan dari
kelompok ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Rata-rata Frekuensi Konsumsi Serealia, Umbi, Roti, Pasta
dan Hasil Olahannya.
Kelompok Sayur.
Sayuran merupakan sumber serat larut air yang
dapat menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah (Almatsier 2003).
Sayuran yang paling banyak dikonsumsi yaitu wortel yang dikonsumsi oleh
semua contoh dengan frekuensi 279 kali dalam setahun. Jenis sayuran yang
tidak
dianjurkan
untuk
penderita
jantung
koroner
yaitu
sayuran
yang
mengandung gas seperti kol, kembang kol, lobak, sawi, dan nangka muda. Rata rata frekuensi konsumsi kol dalam setahun oleh contoh hanya sebesar 18 kali
dan dikonsumsi oleh lima orang (Gambar 6).
55
Gambar 6 Rata-rata Frekuensi Konsumsi Sayur
Kelompok Buah-Buahan. Buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi
oleh contoh adalah jeruk yang dikonsumsi oleh 30 contoh dengan rata-rata
frekuensi 268 kali dalam setahun. Selain itu, buah lainnya yang dikonsumsi oleh
hampir seluruh contoh (28 orang) yaitu pepaya dan pisang masing-masing
dengan frekuensi 130 dan 170 kali dalam setahun . Jenis buah yang tidak
dianjurkan adalah durian dan nangka (Almatsier 2005). Tetapi, masih ada contoh
yang mengkonsumsi durian (4 orang) dan nangka (9 orang) walaupun jumlahnya
tidak terlalu besar yaitu 12 kali dalam setahun.
Hal tersebut patut diwaspadai karena walaupun jumlahnya kecil tetapi jika
diulang
terus
selam
bertahun-tahun
dapat
berakibat
buruk
terhadap
perkembangan penyakit jantung koroner contoh karena lemak dalam duren yang
sangat tinggi. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi kelompok buah buahan dalam setahun dapat dilihat pada Gambar 7.
56
Gambar 7 Rata-rata Frekuensi Konsumsi Buah
Kelompok Susu dan Hasil Olahannya. Jenis susu yang paling banyak
dikonsumsi oleh contoh adalah susu bubuk skim yang dikonsumsi oleh 15 contoh
yaitu dengan rata-rata 181 kali dalam setahun (Gambar 8). Banyaknya contoh
yang mengkonsumsi susu skim diduga disebabkan adanya anjuran dokter
kepada contoh. Jenis susu lainnya yang cukup banyak dikonsumsi oleh contoh
yaitu susu kental manis dan susu bubuk penuh (full cream). Kedua jenis susu
tersebut sebaiknya dihindari karena kandungan gula dan lemaknya yang tinggi.
Gambar 8 Rata-rata Frekuensi Konsumsi Susu dan Hasil Olahannya
Kelompok
Daging,
Kacang-Kacangan,
dan
Hasil
Olahannya.
Kelompok ini merupakan kelompok yang berkontribusi memberikan protein dan
lemak kepada tubuh. Jenis bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi dari
kelompok ini yaitu telur ayam, ikan, daging ayam, dan daging sapi untuk protein
hewani. Jenis protein hewani yang tidak dianjurkan yaitu dagi ng-dagingan yang
57
berlemak seperti gajih, sosis, jeroan, dan daging kambing. Masih terdapat contoh
yang mengkonsumsi jeroan dan kambing namun frekuensinya kecil yaitu hanya
satu kali dalam setahun. Hal ini diduga disebabkan oleh contoh sudah
mengetahui larangan untuk tidak mengkonsumsi bahan pangan tersebut dan
mengkonsumsinya hanya dalam acara tertentu misalnya saat resepsi.
Tahu dan tempe merupakan jenis pangan nabati yang paling banyak
dikonsumsi oleh contoh (30 orang) dengan rata-rata frekuensi yang sama yaitu
276 kali dalam setahun. Selain itu, jenis minyak yang paling banyak digunakan
oleh contoh yaitu minyak kelapa sawit. Jenis minyak yang dianjurkan untuk
penderita jantung koroner adalah minyak zaitun, minyak jagung atau minyak
kedelai namun faktor ketersediaan dan ekonomi mengakibatkan contoh lebih
memilih minyak kelapa sawit. Pemilihan bahan pangan dalam kelompok ini
umumnya sudah sesuai dengan jenis bahan pangan yang dianjurkan. Namun,
perlu adanya penerangan lebih lanjut karena masih terdapat conto h yang
mengkonsumsi bahan pangan yang tidak dianjurkan
Gambar 9 Rata-rata Frekuensi Daging, Kacang-Kacangan
dan Hasil Olahannya
Preferensi Jenis Pangan
Preferensi konsumsi pangan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan
atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan (Suhardjo 1989).
58
Preferensi jenis pangan yang dilihat dalam penelitian ini adalah pemilihan jenis
pengolahan pangan dan jenis minuman yang disukai oleh contoh.
Preferensi Jenis Olahan Pangan. Lebih dari separuh contoh (51,6%)
menyukai pengolahan pangan yang digoreng dan 25.8 persen contoh menyukai
pangan yang direbus (Tabel 25). Jenis olahan lainnya yang disukai oleh contoh
yaitu digulai dan dibakar.
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan jenis olahan pangan yang disukai
Jumlah
Jenis Olahan Pangan Yang Disukai
n
%
Digoreng
16
51.6
Direbus
8
25.8
Ditumis
5
16.1
Lainnya
2
6.5
Jumlah
31
100.0
Pengolahan pangan yang digoreng dapat meningkatkan jumlah lemak
pada bahan pangan sebagai akibat penyerapan minyak . Penderita jantung
koroner sebaiknya menghindari penggunan minyak kelapa, minyak kelapa sawit,
margarin, dan mentega pada saat menggoreng atau menumis. Hal tersebut
disebabkan bahan pangan tersebut banyak mengandung asam lemak jenuh
yang dapat meningkatka n kadar kolesterol dalam darah (Purwati et al. 2002).
Preferensi Jenis Minuman. Lebih dari separuh contoh (74,2%)
menyukai teh untuk dikonsumsi sehari -hari. Sedangkan jenis minuman yang
tidak disukai adalah kopi karena menurut contoh sehabis mengkonsumsi kopi
jantung menjadi berdebar lebih kencang. Jenis minuman lainnya yang
dikonsumsi oleh contoh yaitu jus buah dan soft drink. Sebaran contoh
berdasarkan jenis minuman yang di sukai dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan jenis minuman yang disukai
Jumlah
Jenis Minuman Yang Disukai
n
(%)
Teh
23
74.2
Susu
5
16.1
Kopi
0
0.0
Lainnya
3
9.7
Jumlah
31
100.0
Konsumsi kopi yang berlebihan yaitu sebanyak lima hingga enam gelas
per hari bisa dikaitkan dengan peningkatan kadar kolesterol dan gangguan irama
jantung (Patel 1994). Sedangkan konsumsi teh menurut beberapa hasil
penelitian dapat mengurangi kadar LDL dan reaksi LDL dalam darah. Efek
59
tersebut diduga disebabkan oleh adanya kandungan polifenol dalam teh hijau
atau hitam. Jenis minuman soft drink tidak dianjurkan untuk penderita jantung
koroner karena umumnya memiliki kandungan gas dan gula yang tinggi.
Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Konsumsi Energi. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung
pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat, badan, iklim, dan aktivitas fisik.
Makanan yang dikonsumsi sehari -hari yang dipilih dengan baik akan memberikan
semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh (Almatsier 2003).
Kebutuhan energi untuk contoh laki-laki dan perempuan didapatkan dengan
menggunakan rumus Harris Benedict (Almatsier 2003). Rata-rata kebutuhan
energi contoh yaitu 1918.28 Kal sedangkan rata-rata konsumsi energi contoh
yaitu 1003.21 Kal. Jika dibandingkan dengan kebutuha n maka rata-rata contoh
mengkonsumsi energi di bawah kebutuhannya atau hanya sebesar 52.3 persen
dari kebutuhan energi contoh.
Bahan pangan sumber energi tinggi antara lain bahan makanan sumber
lemak (lemak, minyak, kacang-kacangan, dan biji-bijian) dan karbohidrat (padipadian, umbi-umbian, dan gula murni serta semua bahan makanan yang dibuat
dari bahan makanan tersebut). Berdasarkan syarat diet untuk penyakit jantung,
energi yang diberikan sebaiknya cukup untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan normal (Almatsier 2003).
Konsumsi Karbohidrat. Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi
dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks.
Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida, disakarida, gula alkohol, dan
oligosakarida. Jenis karbohidrat lainnya yaitu karbohidrat kompleks terdiri dari
polisakarida dan serat yang dinamakan juga polisaka rida non pati. Rata-rata
konsumsi karbohidrat contoh yaitu sebesar 167.3 gr. Jumlah karbohidrat tidak
ditetapkan dalam syarat diet jantung namun WHO (1990) diacu dalam Almats ier
(2003) menganjurkan agar 55-75 persen konsumsi energi total berasal dari
karbohidrat kompleks dan paling banyak hanya 10 persen berasal dari gula
sederhana. Jika dikonversikan maka jumlah karbohidrat yang dianjurkan yaitu
sebesar 137.95-188.1 gr. Konsumsi contoh termasuk dalam kisaran tersebut
sehingga dapat dikatakan konsumsi karbohidrat contoh sudah cukup.
Konsumsi Protein. Protein merupakan salah satu zat gizi yang penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Penderita penyakit jantung
koroner dianjurkan untuk mengkonsumsi protein cukup (0.8 g/kgBB) (Almatsier
60
2003). Jika angka tersebut dikonversikan berdasarkan rata-rata berat badan
pasien maka angka yang didapatkan adalah sebesar 48.32 gr. Rata -rata
konsumsi protein contoh yaitu sebesar 35.75 gr. Jika dibandingkan maka
konsumsi protein contoh sudah tergolong cukup dengan per sentase sebesar 74
persen. Protein dapat diperoleh dari bahan pangan terutama bahan pangan
hewani seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein
nabati yang baik adalah kacang kedelai dan hasil olahannya seperti tahu dan
tempe.
Konsumsi Lemak. Berdasarkan syarat diet jantung, lemak yang
sebaiknya diberikan yaitu 25 hingga 30 persen dari kebutuhan energi total. Jika
angka tersebut dikonversikan maka lemak yang sebaiknya diberikan berkisar
antara 479.6-575.5 Kalori. Angka tersebut kemudian dikonversikan lagi ke dalam
satuan gram menjadi sebesar 53.3-63.9 gram. Sedangkan rata-rata konsumsi
lemak contoh yaitu sebesar 22.1gr. Terlihat perbedaan yang sangat jauh antara
syarat diet dengan rata-rata konsumsi. Hal ini diduga disebabkan oleh co ntoh
yang sudah mengurangi makanan yang berlemak tinggi dan memilih pengo lahan
makanan yang lebih sehat seperti direbus atau dipepes.
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa,
kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan l ain-lain), mentega,
margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lainnya
yaitu kacang-kacangan, biji-bijian, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta
makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Almatsier 2003).
Konsumsi Kolesterol. Salah satu turunan lemak yang saat ini banyak
diteliti karena keterkaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif adalah
kolesterol. Kolesterol adalah lemak berwarna kekuningan dan berupa seperti lilin
yang diproduksi oleh tubuh terutama di liver (hati) (He slet 2007). WHO (1990)
diacu dalam Almatsier (2003) menganjurkan konsumsi kolesterol kurang dari 300
mg sehari. Rata-rata jumlah kolesterol yang dikonsumsi contoh yaitu sebesar
145.5mg. Jumlah tersebut sudah memenuhi anjuran dari WHO.
Hal tersebut menunjukkan bahwa contoh sudah mulai mengurangi
makanan yang tinggi kolesterol seperti ketika mengkonsumsi telur hanya
mengkonsumsi putihnya saja. Bahan makanan yang mengandung kolesterol
yang tinggi yaitu kuning telur, jeroan (paru, hati, gin jal, dan jantung), produk ikan
atau kerang (kaviar, telur ikan kod, kepiting, udang besar dan udang kecil)
(Heslet 2007).
61
Konsumsi Asam Lemak Tak Jenuh Ganda. Lemak tidak jenuh dikenali
dari bentuknya yang selalu cair atau paling tidak lunak dalam suhu rua ngan.
Lemak tak jenuh biasanya berasal dari lemak nabati. Jumlah asam lemak tak
jenuh yang disyaratkan dalam diet jantung yaitu 10 -15 persen dari kebutuhan
lemak total tubuh. Jika angka tersebut dikonversikan maka rata -rata kebutuhan
lemak adalah sebesar 5.3-9.6 gr. Rata-rata konsumsi asam lemak tak jenuh
contoh yaitu sebesar 7.3 gr. Angka konsumsi tersebut sudah berada dalam
kisaran jumlah yang dianjurkan. Hal ini diduga disebabkan oleh jumlah contoh
banyak yang mengkonsumsi ikan. Ikan meruapakan sumber a sam lemak tak
jenuh ganda yang baik.
Konsumsi asam lemak tak jenuh ganda memiliki efek yang positif yaitu
menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida, mengikis endapan kolesterol yang
menempel pada dinding bagian dalam pembuluh darah, sehingga pembuluh
darah kembali elastis, dan melindungi dinding pembuluh darah dari kerusakan
lebih lanjut akibat radikal bebas (Heslet 2007).
Konsumsi Vitamin C. Vitamin C memiliki kekuatan yang kuat
kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi -reaksi
hidroksilasi serta diduga dapat menurunkan kadar trigliserida serum yang tinggi
(Almatsier 2003). Angka kecukupan yang dianjurkan yaitu untuk pria sebesar 90
mg dan wanita 75 mg (AKG 2004). Rata-rata konsumsi vitamin C contoh yaitu
sebesar 57.1 mg. Jumlah vitamin C yang dikonsumsi tidak memenuhi angka
kecukupan yang dianjurkan sehingga perlu ditingkatkan kembali agar fungsi
vitamin C dalam tubuh dapat berjalan secara maksimal.
Konsumsi Serat. Jenis serat yang dapat membantu menurunkan
absorbsi lemak dan kolesterol darah adalah serat larut air (pektin, gum, dan
mukilase) yang banyak terdapat pada havermout, kacang -kacangan, sayur, dan
buah-buahan (Almatsier 2005). Beberapa hasil penelitian menye butkan bahwa
dengan meningkatkan konsumsi dietary fiber dapat menurunkan kadar kolesterol
dalam darah terutama jika dilakukan secara kontinyu (Winarno 1992). Penurunan
kolesterol diduga berkaitan dengan metabolisme asam empedu (Almatsier 2003).
Asam empedu dan steroid netral disintesis dalam hati dan kolesterol, disekresi ke
dalam empedu dan biasanya kembali ke hati melalui reabsorbsi dalam usus
halus (siklus entero hepatik). Serat makanan diduga menghalangi siklus ini
dengan menyerap asam empedu sehingga p erlu diganti dengan asam empedu
baru dari kolesterol persediaan (Almatsier 2003).
62
Rata-rata konsumsi serat contoh hanya sebesar 8 gr. Jumlah tersebut
berbeda sangat jauh dengan asupan konsumsi serat yang dianjurkan oleh WHO
yaitu sebesar 25 hingga 30 gr pe r hari. Hal tersebut diduga disebabkan oleh
masih kurangnya konsumsi sayuran dan buah -buahan oleh contoh. Jumlah
konsumsi serat perlu ditingkatkan agar perannya dalam mengurangi kadar
kolesterol dalam darah dapat berjalan dengan optimal.
Kadar Lipid Darah dan Faktor-Faktor yang Berhubungan
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida. Lemak dalam bahan makanan sebagian besar
(kurang lebih 90%) merupakan lemak yang terdapat dalam bentuk trigliserida,
sedang 10 persen sisanya terdapat dalam bentuk kolesterol dan fos folipid
(Piliang & Al Haj 2006). Kadar trigliserida contoh pada penelitian ini berkisar
antara 50 mg/dl hingga 292 mg/dl. Menurut National Cholesterol Education
Program (2001), kadar trigliserida normal di dalam tubuh manusia yaitu kurang
dari 150 mg/dl dan tinggi (> 150 mg/dl) (Tabel 27).
Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan kadar trigliserida
Jumlah
Kadar Trigliserida
Optimal (< 150 mg/dl)
Tinggi (> 150 mg/dl)
Total
n
%
19
12
31
61.3
38.7
100.0
Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki
kadar trigliserida dalam keadaan optimal. Trigliserida merupakan lemak darah
yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol, peningkatan berat badan,
diet tinggi gula atau lemak serta gaya hidup tidak sehat lainnya (Maulana 2007).
Rendahnya kadar trigliserida contoh diduga disebabkan oleh status gizi contoh
yang umumnya normal, tidak mengkonsumsi alkohol, dan sudah mulai
mengurangi makanan yang tinggi gula dan lemak.
Kadar Kolesterol Total. Kadar kolesterol total merupakan susunan dari
banyak zat termasuk diantaranya trigliserida, LDL kolesterol, dan HDL kolesterol.
Berdasarkan Tabel 28, lebih dari separuh contoh (74,2%) memiliki kadar
kolesterol total yang rendah. Hanya sebagian kecil contoh (6,5%) yang memiliki
kadar kolesterol tinggi. Sebaran contoh berdasarkan kadar kolesterol total dapat
dilihat pada Tabel 28.
63
Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan kadar kolesterol total
Jumlah
Kadar Kolesterol Total
Rendah (< 200 mg/dl)
Sedang (200-239 mg/dl)
Tinggi (≥ 240 mg/dl)
Total
n
%
23
6
2
31
74.2
19.4
6.5
100.0
Kolesterol dalam darah berasal dari dua sumber yaitu dari diet (kolesterol
eksogen) dan dari hasil sintesis dalam tubuh (kolesterol endogen) (Krisnatuti &
Yenrina 1999). Kadar kolesterol yang rendah pada contoh diduga disebabkan
oleh contoh yang mulai mengurangi konsumsi bahan pangan yang tinggi
kandungan kolesterolnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada setiap satu
persen peningkatan kadar kolesterol darah terjadi dua persen peningkatan risiko
terkena penyakit jantung koroner (Heslet 2007).
Kadar High Density Lipoprotein (HDL). High Density Lipoprotein adalah
lipoprotein dengan kandungan protein paling banyak. Kadar HDL darah contoh
berkisar antara 13 hingga 51 mg/dl dengan rata -rata 39 mg/dl. Lebih dari separuh
contoh memiliki kadar HDL yang rendah (74,2%) (Tabel 29).
Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan kadar HDL
Jumlah
Kadar HDL
Rendah (< 40 mg/dl)
Tinggi (> 40 mg/dl)
Total
N
%
23
8
31
74.2
25.8
100.0
HDL lebih dikenal sebagai kolesterol baik. Hal tersebut disebabkan oleh
HDL akan mengambil kolesterol dan fosfolipid yang ada di dalam aliran darah
dan menyerahkannya ke lipoprotein lain untuk diangkut kembali ke hati guna
diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh (Almatsier 2003). Rendahnya
kadar HDL contoh patut diwaspadai karena dapat mengganggu fungsi HDL
dalam tubuh sehingga terjadi kecenderungan peningkatan kadar LDL dalam
darah. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan berhenti merokok,
mengurangi berat badan dan mena mbah aktifitas (exercise) (Djohan 2004). Hal
tersebut sudah sejalan dengan gaya hidup contoh yang sudah berhenti merokok
dan mulai melakukan olahraga setiap hari.
Kadar Low Density Lipoprotein (LDL). Kadar Low Density Lipoprotein
(LDL) contoh pada penelitian ini berkisar antara 59-209 mg/dl dengan rata-rata
127 mg/dl. National Cholesterol Education Program (2001) menyatakan bahwa
kadar LDL yang baik dalam tubuh yaitu dibawah 100 mg/dl. Berdasarkan Tabel
64
30, persentase terbesar dari kadar LDL yaitu pada kate gori mendekati optimal
(29,0%) dan sedang ( 29,0%). Namun, masih terdapat pula contoh yang memiliki
kadar LDL tinggi (16,1%) dan sangat tinggi (3,2%). Sebaran contoh berdasarkan
kadar LDL dalam darah dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan kadar LDL
Kadar LDL
Optimal (< 100 mg/dl)
Mendekati Optimal (100-129 mg/dl)
Sedang (130-159 mg/dl)
Tinggi (160-189)
Sangat Tinggi (≥ 190 mg/dl)
Total
Jumlah
n
%
7
9
9
5
1
31
22.6
29.0
29.0
16.1
3.2
100.0
LDL lebih dikenal sebagai kolesterol jahat. Hal tersebut dikarenakan jika
LDL teroksidasi di pembuluh darah akan mengakibatkan penumpukan dalam
pembuluh darah. Apabila terjadi selama bertahun-tahun, kolesterol akan
menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak. P lak tersebut
akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel -sel otot dan kalsium
sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis (Almatsier 2003). Saat ini, kadar
LDL dalam darah menjadi sasaran utama dalam pencegahan dan terapi
pengobatan penyakit jantung (National Cholesterol Education Program 2001).
Karakteristik Sosial Ekonomi
Umur. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan kadar HDL (p<0,01;r=0,545). Hal ini menunjukkan bahwa
semakin meningkat umur maka kadar HDL akan meningkat pula. Berdasarkan
Tabel 31, dapat dilihat bahwa kadar HDL yang baik lebih banyak terdapat pada
kisaran usia dewasa akhir sedangkan usia dewasa menengah lebih banyak
berada pada kisaran kadar HDL yang buruk. Hal ini diduga disebabkan oleh
contoh tersebut merupakan pasien lama yang sudah mendapatkan perawatan
yang baik sehingga kadar HDLnya membaik.
Hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara umur dengan kadar trigliserida, kadar kolesterol total, dan
kadar LDL (p>0,05). Hal tersebut diduga disebabkan oleh contoh yang berada
pada kisaran usia dewasa akhir memiliki kadar trigliserida, kadar kol esterol total,
dan kadar LDL yang baik atau berada pada kisaran optimal. Tabulasi silang
antara umur dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 31.
65
Tabel 31 Tabulasi silang antara umur dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati sedang
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Dewasa
Menengah
Umur
Dewasa
Akhir
Total
Hasil Analisis
12
6
18
7
6
13
19
12
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
14
4
0
18
9
2
2
13
23
6
2
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
17
1
18
6
7
13
23
8
31
Berhubungan
(p<0,01;r=0,545)
4
5
5
4
0
18
3
4
4
1
1
13
7
9
9
5
1
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Jenis Kelamin. Menurut hasil uji korelasi Rank Spearman tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin terhadap kadar lipid darah baik
terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL
contoh (p>0,05). Hal tersebut diduga disebabkan oleh baik jenis kelamin laki -laki
maupun perempuan sama-sama memiliki rata-rata kadar trigliserida yang
optimal, kadar kolesterol total yang rendah, kadar HDL yang buruk, dan kadar
LDL yang cebderung sedang sehingga tidak terlihat perbedaan antara kedua
jenis kelamin tersebut (Tabel 32).
Menurut Patel (1994), sebelum memasuki masa menopause, kaum
wanita memiliki suatu ”pelindung alami” yaitu hormon estrogen. Hormon estrogen
ini berperan dalam menjaga tingkat kolesterol darah, yaitu menjaga HDL (High
Density Lipoprotein) tetap tinggi dan LDL (Low Density Lipoprotein) tetap
rendah.Selain itu, hal tersebut diduga disebabkan oleh contoh yang berjenis
kelamin perempuan telah memasuki masa usia menopause sehingga sudah
tidak ada lagi hormon estrogen yang dapat menjaga kadar lipid darah terutama
HDL dalam keadaan baik. Sehingga kadar lipid darah antara laki -laki dan
perempuan cenderung berada pada kisaran yang sama. Tabulasi silang antara
jenis kelamin dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 32.
66
Tabel 32 Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati sedang
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Laki-Laki
Jenis Kelamin
Perempuan
Total
Hasil Analisis
13
6
19
6
6
12
19
12
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
16
2
1
19
7
4
1
12
23
6
2
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
15
4
19
8
4
12
23
8
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
5
7
4
2
1
19
2
2
5
3
0
12
7
9
9
5
1
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Pendidikan. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara pendidikan terhadap kadar lipid darah baik terhadap
kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL contoh
(p>0,05). Hal ini diduga disebabkan oleh rata -rata contoh yang berada pada
pendidikan menengah ke atas dan memiliki kadar trigliserida, kadar kolesterol
total, dan kadar LDL yang berada pada kisaran optimal hingga sedang walaupun
kadar HDLnya masih buruk (Tabel 33). Menurut Hardinsyah (1985) tingkat
pendidikan akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan seseorang dalam
memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih bahan pangan yang
lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas dibandingkan dengan orang yang
berpendidikan rendah.
Jadi dapat dikatakan bahwa tingkat pendidi kan seseorang tidak
berpengaruh langsung terhadap kadar lipid darah namun berpengaruh pada
pemilihan bahan. Pemilihan bahan pangan oleh contoh yang berpendidikan lebih
tinggi diharapkan lebih baik daripada contoh yang berpendidikan lebih rendah.
Pemilihan bahan pangan itulah yang nantinya diduga berpengaruh langsung
terhadap kadar lipid seseorang. Tabulasi silang antara pendidikan dengan kadar
lipid darah dapat dilihat pada Tabel 33.
67
Tabel 33 Tabulasi silang antara pendidikan dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati sedang
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
SD
Pendidikan
SMP
SMA
PT
Total
Hasil Analisis
4
3
7
2
1
3
10
5
15
3
3
6
19
12
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
4
1
2
7
2
1
0
3
12
3
0
15
5
1
0
6
23
6
2
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
6
1
7
2
1
3
10
5
15
5
1
6
23
8
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
1
2
1
2
1
7
0
1
1
1
0
3
4
4
6
1
0
15
2
2
1
1
0
6
7
9
9
5
1
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Pekerjaan. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara pekerjaan terhadap kadar lipid darah baik terhadap
kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL contoh
(p>0,05). Hal ini diduga disebabkan oleh baik contoh yang bekerja di kantor,
wiraswasta, ibu rumah tangga maupun pensiunan rata -rata memiliki kondisi
kadar trigliserida total, kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL yang rendah
(Tabel 34).
Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi gaya hidup
dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise,
kehormatan, dan respek (Engel et al 1994). Pekerjaan juga akan mempengaruhi
pendapatan seseorang. Sama halnya dengan pendidikan, pekerjaan diduga tidak
berhubungan langsung dengan kadar lipid darah namun berh ubungan dengan
pemilihan bahan pangan dan juga gaya hidup. Tabulasi silang antar pekerjaan
dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 34.
68
Tabel 34 Tabulasi silang antara pekerjaan dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid
Darah
Kadar
Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar
Kolesterol
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati
Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Pekerjaan
Hasil Analisis
Pegawai
Swasta
PNS
Pensiun
Wiraswasta
IRT
Total
2
2
4
0
1
1
12
6
18
3
0
3
2
3
5
19
12
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
3
1
0
4
1
0
0
1
13
4
1
18
3
0
0
3
3
1
1
5
23
6
2
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
3
1
4
1
0
1
12
6
18
3
0
3
4
1
5
23
8
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
2
0
4
0
1
7
1
0
1
0
4
0
1
0
0
1
6
5
2
1
18
1
1
1
0
3
1
2
1
0
5
9
9
5
1
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Besar Keluarga. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara besar keluarga terhadap kadar lipid darah baik
terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL
contoh (p>0,05). Tabulasi silang antara besar keluarga contoh dengan kadar lipid
darah dapat dilihat pada Tabel 35.
Menurut Patel (1994), lingkungan keluarga juga termasuk dalam faktor
risiko penyakit jantung koroner. Hal tersebut disebabkan keadaan rumah yang
penuh tekanan, adanya perselisihan, dan persaingan tidak sehat yang terjadi di
dalam keluarga dapat meningkatkan risiko terkena seran gan jantung dan
tekanan darah tinggi. Namun, berdasarkan Tabel 35, baik keluarga kecil maupun
besar sama-sama memiliki kadar lipid darah dalam kisaran yang hampir sama.
Hal ini diduga disebabkan oleh keadaan lingkungan keluarga baik kecil maupun
besar sama-sama tidak ada tekanan, tidak ada perselisihan, dan juga persaingan
yang sehat. Besar keluarga juga tidak memiliki efek langsung terhadap kadar
lipid darah seseorang namun berpengaruh terhadap konsumsi zat gizi (Sukarni
1994).
69
Tabel 35 Tabulasi silang antara besar keluarga dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Kecil
Besar Keluarga
Sedang
Besar
Total
Hasil Analisis
18
9
27
0
2
2
1
1
2
19
12
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
21
4
2
27
1
1
0
2
1
1
0
2
23
6
2
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
20
7
27
2
0
2
1
1
2
23
8
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
6
8
8
4
1
27
0
1
1
0
0
2
1
0
0
1
0
2
7
9
9
5
1
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Pendapatan per kapita. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan per kapita terhadap kadar
lipid darah baik terhadap kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL,
maupun kadar LDL contoh (p>0,05). Pendapatan tidak berpengaruh langsung
terhadap kadar lipid darah tetapi berpengaruh terhadap daya beli seseorang.
Menurut Harper et al. (1986) pada umumnya jika pendapatan naik, maka jumlah
dan jenis pangan akan membaik.
Namun berdasarkan Tabel 36 contoh yang memiliki pendapatan rendah,
sedang, dan tinggi rata-rata sama-sama memiliki kadar trigliserida yang rendah,
kadar kolesterol total yang optimal, kadar HDL yang rendah, dan kadar LDL
dalam kisaran optimal (Tabel 36). Hal ini diduga disebabkan oleh walaupun rata rata contoh memiliki pendapatan yang rendah na mun contoh dapat memilih
bahan pangan lebih baik daripada contoh yang berpendapatan tinggi. Tabulasi
silang antara pendapatan per kapita dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada
Tabel 36.
70
Tabel 36 Tabulasi silang antara pendapatan per kapita deng an kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Rendah
Pendapatan per kapita
Sedang
Tinggi
Total
Hasil Analisis
10
3
13
9
8
17
0
1
1
19
12
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
11
2
0
13
11
4
2
17
1
0
0
1
23
6
2
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
11
2
13
11
6
17
1
0
1
23
8
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
3
7
1
2
0
13
4
2
7
3
1
17
0
0
1
0
0
1
7
9
9
5
1
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Gaya Hidup
Aktivitas Fisik. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak ada
hubungan antara tingkat aktivitas fisik terhadap kadar lipid d arah (kadar
trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05). Tabel 37
menunjukkan contoh yang memiliki aktivitas fisik sangat ringan ternyata memiliki
kadar trigliserida yang rendah, kadar kolesterol total yang rendah, kadar LDL
yang mendekati optimal, dan kadar HDL yang rendah. Kondisi tersebut sama
dengan contoh yang memiliki aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat.
Seharusnya contoh yang memiliki aktivitas sangat ringan memiliki kadar
trigliserida, kadar kolesterol total, dan kadar LDL yang lebih tinggi dan kadar HDL
yang lebih rendah daripada contoh yang aktivitas fisiknya lebih b erat. Hal ini
diduga disebabkan oleh recall aktivitas yang hanya bersifat 1x24 jam sehingga
belum dapat menggambarkan rutinitas aktivitas fisiknya setiap hari karena bisa
saja contoh yang sehari-harinya beraktivitas sangat ringan tiba -tiba beraktivitas
berat misalnya harus memperbaiki atap yang rusak. Tabulasi silang antara
aktivitas fisik dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 37.
71
Tabel 37 Tabulasi silang antara aktivitas fisik dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Sangat Ringan
Aktivitas Fisik
Ringan
Berat
Total
Hasil Analisis
10
5
15
7
5
12
2
2
4
19
12
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
11
2
2
15
9
3
0
12
3
1
0
4
23
7
2
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
10
5
15
10
2
12
3
1
4
23
8
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
3
5
4
2
1
15
3
4
3
2
0
12
1
0
2
1
0
4
7
9
9
5
1
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
Kebiasaan Berolahraga. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan
tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga terhadap kadar lipid darah
(kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05).
Hal ini bertentangan dengan p enelitian yang dilakukan oleh Siregar (2007) yang
menunjukkan bahwa olahraga dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kadar
LDL dan kadar HDL.
Tidak terdapatnya hubungan antara k ebiasaan berolahraga dengan kadar
lipid darah dapat disebabkan oleh perbedaan antara pengambilan darah dengan
kegiatan olahraga yang terakhir dilakukan. Kebiasaan berolahraga dapat
mempengaruhi kadar lipid darah dalam waktu setidaknya 24 -48 jam sesudah
berolahraga. Hal tersebut tentunya dapat mempengaruhi hasil laboratorium pada
saat pengambilan darah untuk mengecek kadar lipid darah (Du rstine 2001).
Sehingga kadar lipid daraha antara contoh yang berolahraga dan tidak
cenderung terlihat sama seperti kadar trigliseroda yang cenderung optimal,
kolesterol total yang rendah, kadar LDL sedang, dan kadar HDL yang buruk
(Tabel 38). Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid
darah dapat dilihat pada Tabel 38.
72
Tabel 38 Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Kebiasaan Berolahraga
Berolahraga
Tidak Berolahraga
Total
Hasil Analisis
17
9
26
2
3
5
19
12
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
19
5
2
26
4
1
0
5
23
6
2
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
20
6
26
3
2
5
23
8
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
6
8
7
4
1
26
1
1
2
1
0
5
7
9
9
5
1
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Jenis Olahraga. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak ada
hubungan antara jenis olahraga terhadap kadar lipid darah (kadar trigliserida,
kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05) (Tabel 39). Jenis
olahraga yang paling banyak dilakukan oleh contoh yaitu jalan pagi.
Tabel 39 Tabulasi silang antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Kebiasaan Berolahraga
Jalan Pagi
Senam
Renang
Total
Hasil Analisis
12
6
18
4
3
7
1
0
1
17
9
26
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
14
2
2
18
4
3
0
7
1
0
0
1
19
5
2
26
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
14
4
18
5
2
7
1
0
1
20
6
26
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
5
6
4
2
1
18
1
2
3
1
0
7
0
0
0
1
0
1
6
8
7
4
1
26
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
Walaupun jenis olahraga tersebut sudah sesuai dengan Lee dan
Paffenbarger (2001) yang menganjurkan jalan pagi, jalan cepat, senam, dan lain lain sebagai olahraga yang paling baik untuk penderita jantung koroner namun
73
masih terdapat contoh yang memiliki kadar trigliserida yang tinggi, kadar
kolesterol diatas optimal, kadar LDL yang tinggi dan kadar HDL yang rendah
(Tabel 39). Hal ini diduga disebabkan oleh pemilihan jenis olahraga yang belum
sesuai dengan keadaan penyakit contoh, misalnya contoh yang berada pada
kisaran usia dewasa menengah banyak yang memilih jalan pagi padahal
seharusnya dapat memilih olahraga jogging.
Durasi Olahraga. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak ada
hubungan antara durasi olahraga terhadap kadar lipid darah (kadar trigli serida,
kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05). Walaupun durasi
olahraga yang dilakukan sudah sesuai namun masih ada contoh yang memiliki
kadar trigliserida, kolesterol, dan LDL yang tinggi serta masih banyak contoh
yang memiliki kadar HDL yang buruk (Tabel 40). Hal ini bertentangan dengan
pernyataan Heslet (2007) bahwa b erolahraga dalam durasi yang lama dapat
meningkatkan HDL kolesterol dalam darah sampai 20-30 persen sehingga
terdapat kemungkinan bahwa kemampuan High Density Lipoprotein (HDL)
menyingkirkan kolesterol biasa meningkat selama latihan fisik. Hal tersebut
diduga disebabkan oleh perubahan kadar HDL tidak bertahan lama karena
apabila kita berhenti berolahraga maka kadar HDL kolesterol dan kolesterol biasa
kembali ke kadar yang sama dengan sebelum olahraga dimulai. Oleh karena itu,
jika ingin memperbaiki dan mengontrol kadar kolesterol dalam darah maka perlu
melakukan olahraga secara teratur (Heslet 2007).
Tabel 40 Tabulasi silang antara durasi olahraga dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
< 15 menit
Durasi Olahraga
15-30 menit
>30menit
Total
Hasil Analisis
8
5
13
4
2
6
5
2
7
17
9
26
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
8
4
1
13
4
1
1
6
7
0
0
7
19
5
2
26
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
10
3
13
6
0
6
4
3
7
20
6
26
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
3
3
4
3
0
13
1
2
1
1
1
6
2
3
2
0
0
7
6
8
7
4
1
26
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
74
Frekuensi Olahraga. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak
ada hubungan antara frekuensi olahraga terhadap kadar lip id darah (kadar
trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0,05).
Frekuensi olahraga contoh sudah cukup baik namun masih terdapat contoh yang
memiliki kadar trigliserida, kolesterol, dan LDL yang tinggi serta HDL yang buruk
(Tabel 41). Hal tersebut diduga disebabkan oleh contoh yang baru mulai
berolahraga setelah terdiagnosa penyakit jantung koroner dan sebelumnya
terbiasa dengan gaya hidup santai.
Menurut Durstine (2001), kebiasaan berolahraga umumnya lebih
berpengaruh terhadap kadar lipid darah pada seseorang yang sejak awal
memiliki gaya hidup yang aktif dan tidak berpengaruh banyak pada seseorang
yang memiliki gaya hidup sedentary (santai).
Selain itu, tidak terdapatnya
hubungan dapat juga disebabkan oleh hal yang sama dengan durasi olahraga
yaitu adanya perbedaan waktu antara pengambilan darah dengan kegiatan
olahraga yang terakhir dilakukan.
Tabel 41 Tabulasi silang antara frekuensi olahraga dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid
Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
1-7 kali
Frekuensi Olahraga
8-14 kali 15-22 kali
23-30 kali
Total
Hasil Analisis
0
1
1
7
4
11
3
1
4
7
3
10
17
9
26
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
1
0
0
1
8
3
0
11
3
1
0
4
7
1
2
10
19
5
2
26
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
1
0
1
8
3
11
2
2
4
9
1
10
20
6
26
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
1
0
0
0
0
1
2
3
4
2
0
11
1
0
1
3
0
4
2
5
2
0
1
10
6
8
7
5
1
26
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Kebiasaan Merokok. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan
hubungan yang positif signifikan antara kebiasaan merokok awal dengan kad ar
kolesterol total (p<0,05;r=0,429) serta kadar LDL dalam darah (p<0,05;r=0,373)
(Tabel 42). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang terbiasa merokok akan
meningkatkan kadar kolesterol total dan kadar LDL dalam darah. Hal ini diduga
disebabkan oleh kandungan nikotin dalam rokok yang dapat menurunkan kadar
75
HDL dan meningkatkan kadar LDL sehingga metabolisme lemak dan transportasi
lemak ke hati terganggu (Sani 2006).
Tabel 42 Tabulasi silang antara kebiasaan merokok dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Kebiasaan Merokok
Merokok
Tidak Merokok
Total
Hasil Analisis
11
4
15
8
8
16
19
12
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
14
1
0
15
9
5
2
16
23
6
2
31
Berhubungan
(p<0,5;r=0,429)
11
4
15
12
4
16
23
8
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
5
6
2
2
0
15
2
3
7
3
1
16
7
9
9
5
1
31
Berhubungan
(p<0,05;r=0,373)
Hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan tidak adanya
hubungan antara kebiasaan merokok dengan kadar trigliseri da total dan kadar
HDL (p>0,05). Hal ini diduga disebabkan oleh baik contoh yang merokok maupun
tidak merokok sebelum sakit rata-rata sama-sama memiliki kadar trigliserida total
yang rendah dan kadar HDL yang rendah (Tabel 42). Walaupun tidak
berhubungan namun ditemukannya kadar HDL yang rendah sejalan dengan
pernyataan Sani (2006) yang menyatakan bahwa pada perokok akan ditemukan
kadar HDL yang rendah dan kadar LDL yang tinggi.
Jumlah Rokok. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan
yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap dengan kadar kolesterol total
(p=0.024;r=0.579) dan kadar LDL dalam darah (p=0.034;r=0.549). Ha l ini
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah rokok yang dihisap maka kadar
kolesterol total dan LDL dalam darah akan meningkat. Hal ini diduga disebabkan
oleh adanya penumpukan zat -zat kimia berbahaya pada rokok seperti nikotin dan
tar yang dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah serta memperburuk kadar lipid darah (Sani 2006). Tabulasi silang antara
jumlah rokok dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 43.
76
Tabel 43 Tabulasi silang antara jumlah rokok dengan kadar lipid darah
Kadar lipid darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Jumlah Rokok yang Dihisap
6-10
11-14
>14
≤ 5 btg/hr
btg/hr
btg/hr
btg/hr
Total
Hasil Analisis
4
1
5
2
1
3
2
1
3
3
1
4
11
4
15
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
5
0
0
5
3
0
0
3
2
1
0
3
4
0
0
4
14
1
0
15
Berhubungan
(p=0,024
r=0,579)
3
2
5
2
1
3
3
0
3
3
1
4
11
4
15
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
2
3
0
0
0
5
2
1
0
0
0
3
0
2
1
0
0
3
1
0
1
2
0
4
5
6
2
2
0
15
Berhubungan
(p=0,034
r=0,549)
Lama Merokok. Hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan
tidak adanya hubungan yang signifikan antara lama merokok terhadap kadar
trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL (p>0.05). Hal ini
diduga disebabkan oleh contoh yang telah berhenti lama sebelum contoh
diwawancarai sehingga kondisinya telah membaik. Heslet (2007) menyatakan
diperlukan kira-kira setahun bagi mantan perokok untuk dapat mengurangi risiko
terkena penyakit jantung dan memperbaiki kadar lipid darah.
Walaupun tidak terdapat hubungan, namun contoh yang mero kok lebih
lama cenderung ada yang memiliki kadar trigliserida, kolesterol total, dan kadar
LDL yang tinggi sedangkan kadar HDLnya buruk (Tabel 44). Hal tersebut
sekiranya dapat menggambarkan bahwa semakin lama merokok maka kadar
lipid darah akan memburuk sehingga akan meningkatkan terjadinya risiko
penyakit jantung koroner. Tabulasi silang antara lama merokok dengan kadar
lipid darah dapat dilihat pada Tabel 44.
77
Tabel 44 Tabulasi silang antara lama merokok dengan kadar lipid darah
Kadar lipid darah
< 5 tahun
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Lama Merokok
11-15 tahun
>15 tahun
Total
Hasil
Analisis
2
0
2
2
1
3
7
3
10
11
4
15
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
2
0
0
2
3
0
0
3
9
1
0
10
14
1
0
15
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
1
1
2
3
0
3
7
3
10
11
4
15
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
1
1
0
0
0
2
2
1
0
0
0
3
2
4
2
2
0
10
5
6
2
2
0
15
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Usia Awal Merokok. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan
adanya hubungan yang negatif signifikan antara usia awal merokok den gan
kadar kolesterol total (p=0,042;r=-0,530) dan kadar LDL dalam darah
(p=0,002;r=-0,729) (Tabel 45). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama usia
awal merokok maka kadar kolesterol total dan kadar LDL akan menurun.
Menurut Aditama (1997), jika kebiasaan merokok dimulai dari usia muda maka
risiko mendapatkan penyakit jantung korone r adalah dua kali lebih besar
daripada bukan perokok dan meningkatkan risiko terkena serangan jantung
sebelum usia 50 tahun.
Hal ini diduga disebabkan oleh, jika semakin muda usia seseorang
merokok maka kandungan zat-zat yang berbahaya seperti nikotin dan gas CO
akan lebih banyak menumpuk daripada seserang yang merokok pada usia yang
lebih tua. Nikotin dalam rokok juga dapat mempercepat proses penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi
pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung
(Sani 2006). Tabulasi silang antara usia awal merokok dengan kadar lipid darah
dapat dilihat pada Tabel 45.
78
Tabel 45 Tabulasi silang antara usia awal merokok dengan kadar lipid darah
Kadar lipid darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
10-15 thn
Usia Awal Merokok
16-20 thn 21-25 thn 26-30 thn
Total
Hasil Analisis
3
1
4
5
2
7
2
1
3
1
0
1
11
4
15
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
4
0
0
4
6
1
0
7
3
0
0
3
1
0
0
1
14
1
0
15
Berhubungan
(p=0,042
r=-0,530)
3
1
4
5
2
7
3
0
3
0
1
1
11
4
15
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
0
1
1
2
0
4
2
4
1
0
0
7
2
1
0
0
0
3
1
0
0
0
0
1
5
6
2
2
0
15
Berhubungan
(p=0,002
r=-0,729)
Status Gizi
Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara status gizi dengan kadar LDL (p=0.036;r=0.379). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin meningkat status gizi seseorang maka terjadi
peningkatan pada kadar LDLnya. Hal ini diduga disebabkan oleh seseorang yang
status gizinya berlebih umumnya memiliki kandungan lemak yang tinggi dalam
tubuhnya sehingga dapat meningkatkan kadar LDL dalam lipid darah (Patel
1994).
Hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan tidak adanya
hubungan yang signifikan antara kadar t rigliserida, kadar kolesterol total, dan
kadar HDL (p>0.05). Namun, jika dijelaskan secara deskriptif, contoh yang
memiliki status gizi overweight cenderung memiliki kadar trigliserida, kolesterol
total, dan kadar LDL yang tinggi serta kadar HDL yang buruk (Tabel 46). Tabulasi
silang antara status gizi dengan kadar lipid darah dapat dilihat pada Tabel 46.
79
Tabel 46 Tabulasi silang antara status gizi dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Underweight
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Status Gizi
Normal Overweight
Total
Hasil Analisis
3
0
3
10
8
18
6
4
10
19
12
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
3
0
0
3
12
4
2
18
8
2
0
10
23
6
2
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
2
1
3
14
4
18
7
3
10
23
8
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
2
1
0
0
0
3
4
6
5
2
1
18
1
2
4
3
0
10
7
9
9
5
1
31
Berhubungan
(p=0,036;r=0,379)
Penerangan Diet
Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara penerangan diet terhadap kadar lipid darah baik terhadap
kadar trigliserida, kadar kolesterol total, kadar HDL, maupun kadar LDL contoh
(p>0,05). Berdasarkan hasil analisis secara deskriptif, baik contoh yang pernah
maupun yang belum pernah mendapatkan penerangan diet sama -sama memiliki
kadar trigliserida rendah, kadar kolesterol total optimal, kadar HDL yang rendah,
dan kadar LDL dalam kisaran optimal.
Hal ini diduga disebabkan oleh masih banyaknya contoh yang belum
pernah mendapatkan penerangan diet. Selain itu, kemungkinan penyebab
lainnya yaitu contoh yang pernah mendapatkan penerangan diet belum
menerapkan diet yang sesuai sehingga masih banyak contoh yang memiliki
kadar trigliserida, kadar kolesterol, dan kadar LDL yang tinggi serta kadar HDL
yang buruk. Tabulasi silang antara penerangan diet dengan kadar lipid darah
dapat dilihat pada Tabel 47.
80
Tabel 47 Tabulasi silang antara penerangan diet dengan kadar lipid darah
Kadar Lipid Darah
Pernah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Penerangan Diet
Tidak Pernah
Total
Hasil Analisis
7
7
14
12
5
17
19
12
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
10
3
1
14
13
3
1
17
23
6
2
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
9
5
14
14
3
17
23
8
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
3
3
6
2
0
4
6
3
3
1
7
9
9
5
1
14
17
31
Tidak Berhubungan
(p> 0,05)
Riwayat Kesehatan
Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara riwayat kesehatan dengan kad ar lipid darah (kadar trigliserida,
kadar kolesterol total, kadar HDL, dan kadar LDL) (p>0.05). Hal ini diduga
disebabkan oleh masih terdapat contoh yang tidak mengetahui penyakit yang
diderita sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner.
Contoh yang tidak mengetahui riwayat kesehatannya umumnya memiliki
kadar trigliserida yang rendah, kadar kolesterol total yang optimal, kadar HDL
yang rendah dan kadar LDL yang rendah. Sedangkan contoh yang sebelumnya
menderita hipertensi dan diabetes umumnya masih memiliki kadar trigliserida,
kadar kolesterol total, dan kadar LDL yang tinggi serta kadar HDL yang buruk
(Tabel 48). Tabulasi silang antara riwayat kesehatan dengan kadar lipid darah
dapat dilihat pada Tabel 48.
81
Tabel 48 Tabulasi silang antara riwayat kesehatan dengan kadar lipid darah
Hasil
Analisis
Riwayat Kesehatan
Kadar Lipid Darah
Kadar Trigliserida
Optimal
Tinggi
Total
Kadar Kolesterol
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kadar HDL
Buruk
Baik
Total
Kadar LDL
Optimal
Mendekati Optimal
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Tidak
diketahui
Hipertensi
Diabetes
Lainnya
Total
5
2
7
2
3
5
4
4
8
8
3
11
19
12
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
4
1
2
7
5
0
0
5
4
4
0
8
10
1
0
11
23
6
2
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
6
1
7
4
1
5
5
3
8
8
3
11
23
8
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
0
1
3
2
1
7
2
2
1
0
0
5
2
2
2
2
0
8
3
4
3
1
0
11
7
9
9
5
1
31
Tidak
Berhubungan
(p> 0,05)
Tekanan Darah dan Faktor-Faktor yang Berhubungan
Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan besarnya
tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi (jantung
berdenyut). Tekanan darah sistolik merupakan besarnya tekanan tertinggi pada
pembuluh darah pada satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002). Tekanan darah
sistolik contoh berkisar antara 84 -195 mmHg dengan rata-rata 136.7 mmHg.
Tabel 49 Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah sistolik
Jumlah
Tekanan Darah Sistolik
Normal (120-130 mmHg)
Normal Tinggi (131-139 mmHg)
Hipertensi Ringan (140-159 mmHg)
Hipertensi Sedang (160-179 mmHg)
Hipertensi Berat (180-209 mmHg)
Total
n
%
12
5
6
7
1
31
38.7
16.1
19.4
22.6
3.2
100.0
Berdasarkan tabel di atas, persentase terbesar yaitu pada tekanan darah
sistolik yang normal (38,7%) dan hanya 3.2 persen contoh yang mengalami
hipertensi berat. Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih
besar. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap pender ita berusia 45-75
tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya
angina pectoris dan miokard infark (Djohan 2004).
82
Tekanan Darah Diastolik. Tekanan darah diastolik menunjukkan
besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada sa at otot jantung rileks
diantara dua denyutan. Tekanan darah diastolik merupakan tekanan terkecil di
dalam pembuluh darah pada satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002). Tekanan
darah diastolik contoh berkisar antara 49 -106 mmHg dengan rata-rata sebesar
78.8 mm Hg. Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah diastolik dapat dilihat
pada Tabel 50.
Tabel 50 Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah diastolik
Jumlah
Tekanan Darah Diastolik
n
Normal (80-85 mmHg)
17
Normal Tinggi (86-89 mm Hg)
6
Hipertensi Ringan (90-99 mm Hg)
4
Hipertensi Sedang (100-109 mm Hg)
4
Hipertensi Berat (≥ 110 mmHg)
0
Total
31
%
54.8
19.4
12.9
12.9
100.0
Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (54,8%) termasuk
dalam kategori normal. Tidak ada satupun contoh yang memiliki tekanan darah
diastolik yang sangat tinggi atau hipertensi berat (0%). Hasil penelitian
Framingham juga mendapatkan hubungan antara penyakit jantung koroner dan
tekanan darah diastolik. Kejadian miokard infark dua kali lebih besar pada
kelompok tekanan darah diastolik 90 -104 mmHg dibandingkan Tekanan darah
diastolik 85 mmHg, sedangkan pada teka nan darah diastolik 105 mmHg empat
kali lebih besar (Djohan 2004).
Karakteristik Sosial Ekonomi
Hasil Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan
antara umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, pendapatan
per kapita dan penerangan diet terhadap tekanan darah sistolik dan tekanan
darah diastolik contoh (p>0.05). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya faktor faktor lainnya yang turut mempengaruhi ketika pengecekan tekanan darah
seperti keadaan lingkungan, keadaan kesehatan contoh, dan lain-lain.
Gaya Hidup
Aktivitas Fisik dan Kebiasaan Berolahraga.
Hasil korelasi Rank
Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik,
kebiasaan berolahraga, jenis olahraga, durasi olahraga, dan frekuensi olahraga
terhadap tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik (p>0,05). Hal ini
83
diduga disebabkan oleh masih rendahnya aktivitas fisik contoh sehari -hari dan
pemilihan jenis olahraga serta frekuensi yang masih kurang dan belum sesuai.
Kebiasaan Merokok. Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan
hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap dengan tekanan
darah diastolik (p=0.045;r=0.523) dan antara lama merokok dengan tekanan
darah sistolik (p=0.008;r=0.653). Menurut beberapa hasil penelitian, diungkap kan
bahwa merokok dapat menaikkan tekanan darah. Senyawa dalam rokok yang
diduga dapat meningkatkan tekanan darah yaitu nikotin. Nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan dalam darah dan menyebabkan pengapuran pada
dinding pembuluh darah (Purwati et al. 2002).
Sedangkan hasil korelasi Rank Spearman lainnya menunjukkan tidak
adanya hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap dengan
tekanan darah sistolik (p>0.05). Hasil korelasi Rank Spearman lainnya juga
menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara lama merokok
dengan tekanan darah diastolik (p>0.05). Berdasarkan hasil korelasi Rank
Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
awal dan usia awal merokok dengan tekanan darah sistoli k dan diastolik
(p>0.05).
Riwayat Kesehatan
Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara riwayat kesehatan dengan tekanan darah sistolik dan tekanan
darah diastolik contoh (p>0.05). Hal ini diduga disebabkan oleh ti dak terlalu
banyak contoh yang mengalami hipertensi sebelum sakit, sehingga tekanan
darah contoh berada dalam kisaran normal.
Status Gizi
Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara status gizi dengan tekanan darah sist olik (p=0.003;r=0.522) dan
tekanan darah diastolik (p=0.014;r=0.436). Hal ini menunjukkan bahwa semakin
meningkat status gizi seseorang maka tekanan darahnya akan semakin
meningkat. Menurut Heslet (2007), orang yang mengalami kelebihan berat badan
mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi yang dapat mendorong terjadinya
aterosklerosis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Lebih dari separuh contoh (58.1%) berada pada usia 41-65 tahun dan sudah
tidak bekerja lagi atau pensiunan. Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki
jenis kelamin laki-laki, persentase terbesar contoh (48.4%) berada pada
tingkat pendidikan SMA, sebagian besar contoh (87,1%) termasuk dalam
keluarga kecil. Lebih dari separuh contoh (54,8%) memiliki pendapatan per
kapita dalam kategori sedang.
2. Persentase terbesar contoh (48,4%) memiliki aktivitas fisik sangat ringan,
sebagian besar contoh (83,9%) memiliki kebiasaan berolahraga, lebih dari
separuh contoh (69,2%) melakukan jalan pagi sebagai olahraga yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya, lebih dari separuh contoh (53,9%)
berolahraga dalam rentang waktu 15-30 menit, persentase frekuensi
olahraga paling besar (42,3%) terdapat pada frekuensi 8-14 kl/bln. Lebih dari
separuh contoh (51,6%) tidak memiliki kebiasaan merokok sebelum sakit,
persentase terbesar contoh (33,3%) merokok ≤ 5 batang sehari, lebih dari
separuh contoh (66,7%) merokok dalam kurun waktu > 15 tahun, dan
persentase terbesar (46,7%) usia awal merokok contoh berada pada kisaran
umur 16-20 tahun.
3. Lebih dari separuh contoh (61,3 %) memiliki frekuensi makan sebanyak tiga
kl/hr. Jenis bahan pangan yang paling banyak (29,0%) dikonsumsi oleh
contoh pada saat sarapan yaitu makanan pokok. Contoh paling banyak
(19,4%) mengkonsumsi bahan pangan dengan kombinasi makanan pokok,
lauk hewani, dan sayuran pada saat makan siang dan makan malam. Lebih
dari separuh contoh (51,6%) contoh menyukai jenis olahan pangan yang
digoreng dan lebih dari separuh contoh (74,2%) menyukai teh untuk
dikonsumsi sehari-hari. Jenis bahan pangan sumber karbohidrat yang paling
banyak dikonsumsi yaitu nasi (beras) yang dikonsumsi setiap hari oleh
semua contoh. Sayuran yang paling banyak dikonsumsi yaitu wortel frekuensi
279 kl/thn. Buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah
jeruk dengan rata-rata frekuensi 268 kl/thn. Jenis susu yang paling banyak
dikonsumsi oleh contoh adalah susu bubuk skim dengan rata -rata 181 kl/thn.
Jenis pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi yaitu telur ayam, ikan,
daging ayam, dan daging sapi. Tahu dan tempe merupakan jenis pangan
85
nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh (30 orang) dengan rata rata frekuensi yang sama yaitu 276 kl/thn. Jenis minyak yang paling banyak
digunakan oleh contoh yaitu minyak kelapa sawit. Konsumsi vitamin dan
serat contoh cenderung rendah yaitu 57.1 mg untuk vitamin C dan 8 gr untuk
serat.
4. Lebih dari separuh contoh (54,8%) tidak pernah mendapatkan penerangan
diet, sebanyak 22.6 persen contoh mengalami hipertensi dan sebanyak 16.1
persen contoh mengalami diabetes mellitus sebelum terserang PJK, serta
lebih dari separuh contoh (58,1%) berada pada status gizi normal.
5. Lebih dari separuh contoh (61,3 %) memiliki kadar trigliserida baik, lebih dari
separuh contoh (74,2%) memiliki kadar kolesterol total dan kadar HDL yang
rendah, sebanyak 29.0 persen contoh memiliki kadar LDL pada kategori
mendekati optimal dan sedang. 38.7 persen contoh berada pada kisaran
normal pada tekanan darah sistolik dan untuk tekanan darah diastoli k lebih
dari separuh contoh (54,8%) berada pada kisaran normal.
6. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar HDL yaitu umur. Faktor-faktor
lainnya yang berhubungan yaitu status gizi yang berhubungan dengan kadar
LDL, tekanan darah sistolik, dan diastolik. Kebiasaan merokok, jumlah rokok,
dan usia awal merokok berhubungan dengan kadar kolesterol dan ka dar
LDL. Faktor-faktor yang tidak berhubungan yaitu aktivitas fisik, kebiasaan
berolahraga, dan pola makan.
Saran
1. Konsumsi serat dan vitamin contoh masih jauh dari angka kecukupan yang
dianjurkan sehingga perlu adanya penyuluhan atau pemberitahuan lebi h
lanjut terhadap contoh agar meningkatkan konsumsi bahan pangan yang
tinggi serat dan vitamin misalnya buah -buahan dan sayuran. Selain itu, masih
terdapat contoh yang mengkonsumsi bahan pangan yang tidak dianjurkan
untuk penderita penyakit jantung koroner . Hal tersebut diduga disebabkan
oleh masih banyaknya pasien yang belum mendapatkan penerangan diet
oleh pihak terkait dari rumah sakit. Sehingga perlu diadakannya suatu jadwal
khusus penerangan atau penyuluhan diet bagi pasien penyakit jantung
koroner khususnya yang kontrol atau general check up di instalasi rawat jalan
agar contoh dapat mengetahui bahan makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan sehingga dapat mengatur makanan yang dikonsumsi sehari -hari.
86
2. Kebiasaan berolahraga yang dilakukan sudah cukup baik, namun perlu
adanya peningkatan durasi berolahraga setidaknya 30 menit hingga 60 menit
dengan jenis olahraga yang sesuai dengan keadaan penyakit.
3. Penelitian yang akan datang diharapkan untuk menyertakan variabel -variabel
lainnya yang diduga mempengaruhi kadar lipida darah dan tekanan darah
sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner seperti riwayat
penyakit jantung koroner di keluarga (faktor genetik).
DAFTAR PUSTAKA
Aditama T.Y. 1992. Rokok dan Kesehatan. Jakarta: UI Press.
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
__________. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Anonim. 2007. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi). www.pjnhk.go.id. Diakses
tanggal 31 Januari 2008.
Cheung AK, DeVault, George A, Gregory, Martin C. 1993. A Prospective Study
on Treatment of Hypercholesterolemia With Lovastatin in Renal
Transplant Patients Receiving Cyclosporine. Journal of The American
Society of Nephrology Vol.3 Number 12. 1884 -1891
Djohan
TBA.
2004. Penyakit Jantung Koroner dan Hypertensi.
http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri10.pdf. Diakses tanggal 10
Agustus 2008.
Durstine JL. 2001. Exercise and Lipid Disorders dalam Exercise and Sports
Cardiology. Thompson PD (editor). New York: McGraw Hill.
Engel JF, RD Blackwell dan PW Miniard. 1994. Perilaku Konsumen (Edisi
Keenam Jilid 1). FX Budiyanto (Penerjemah). Terjemahan dari:
Consumer Behaviour. Jakarta: Binarupa Aksara.
Guhardja S. 1979. Pendidikan Gizi [Diktat Kuliah]. Bogor: Departemen Ilmu
Kesejahteraan Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah. 1985. Ekonomi Gizi [Diktat Kuliah]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Harper, Deaton, dan Driskel. 1986. Pangan, Gizi, Pertanian. Suhardjo
(Penerjemah). Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition, and
Agriculture.
Heslet L. 2007. Kolesterol Yang Perlu Anda Ketahui. Anton Adiwiyoto
(Penerjemah). Jakarta: Kesaint Blanc. Terjemahan dari: Cholesterol.
Karyadi D dan Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Khumaidi. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Krisnatuti D dan R Yenrina. 1999. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung
Koroner. Bogor: PT Trubus Agriwidaya.
88
Kuntaraf J dan K Kuntaraf. 2000. Olahraga Sumber Kesehatan. Bandung:
Advent Indonesia.
Kusmana D dan M Hanafi. 1996. Buku Ajar Kardiologi. (Rilantono et al, ed).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
__________. 1997. Olahraga Bagi Kesehatan Jantung. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
__________. 2003. Aktivitas Fisik Membantu Mencegah Aterosklerosi s.
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0306/19/095138.htm . Diakses
tanggal 20 Juni 2007.
Lairon D et al. 2005. Dietary Fiber Intake and Risk Factors for Cardiovascular
Disease in French Adults. Am J Clin Nutr 2005;82:1185-94.
Lee IM dan RS Paffenbarger. 2001. Exercise and Sports Cardiology dalam
Exercise and Sports Cardiology. Thompson PD (editor). New York:
McGraw Hill.
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara
Klinis. Aminudin Parakkasi [Penerjemah]. Jakarta: UI Press. Terjemahan
dari: Nutritional Biochemistry and Metabolism: With Clinical Application.
Madanijah S. 2004. Penilaian Status Gizi. Di dalam: Baliwati YF, Khomsan A,
Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Mann J dan AS Truswell. 2002. Essentials of Human Nutrition. New York: Oxford
University Press.
Marut UD. 2008. Studi Tentang Aspek Sosial Ekonomi Budaya Serta Kaitannya
dengan Masalah Gizi Kurang di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara
Timur. [Skripsi]. Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Maulana M. 2007. Penyakit Jantung: Pengertian, Penanga nan, dan Pengobatan.
Jogjakarta: Kata Hati.
Masino.
2006. Perbaiki
Gaya
Hidup Demi Kesehatan
Jant ung.
http://id.inaheart.or.id/?p=39. Diakses tanggal 18 Februari 2008.
Moerdowo RM. 1984. Masalah Hipertenso (Tekanan Darah Tinggi). Jakarta:
Bhratara Karya Aksara.
Muchtadi D. 1996. Pencegahan Gizi Lebih dan Penyakit Kronis Melalui
Perbaikan Pola Konsumsi Pangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu
Metabolisme Zat Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
89
National Cholesterol Education Program. 2001. Third Report of the National
Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult
Treatment Panel III). www.aha.org. Diakses tanggal 29 Juni 2008.
Nelson ME et al. 2001. Physical Activity and Public Health in Older Adults
Recommendation From the American College of Sports Medicine and
the American Heart Association. www.circ.ahajournals.org. Diakses
tanggal 29 Juni 2008.
Papalia DE dan SW Olds. 1981. Human Development, second edition . USA: Von
Hoffman Press, Inc.
Patel C. 1994. Fighting Heart Disease A Practical Self Help Guide To P revention
and Treatment. London: Darling Kindersley Publishers Limited.
Pearce E. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Piliang WG dan SD Al Haj. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 1. Bogor: IPB Press.
Purwati, Salimar, dan Rahayu S. 2002. Perencanaan Menu Untuk Penderita
Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Riyadi
H. 2001. Metode Penelitian Status Gizi Secara Antropometri. [Diktat
Kuliah]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Sajogyo, Goenardi, S Roesli, SS Harjati, M Khumaedi. 1994. Menuju Gizi Baik
yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Yogyakarta: UGM Press.
Sani
A. 2006. Rokok Bisa Tingkatkan Kolesterol. http://www.kompas.com.
Diakses tangal 20 Juni 2007.
Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi Untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian
Rakyat.
Setiawati NNE. 2006. Persepsi Remaja Tentang Peran Teman Sebaya Terhadap
Pengetahuan Gizi, Preferensi, dan Kebiasaan Makan Serta Konsumsi
Pangan dan Status Gizi Remaja di SMP Negeri 1 Bogor. [Skripsi].
Sarjana Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Siagian A. 2003. Tentang Serat Makanan!. www.kompas.co.id. Diakses tanggal
24 Juni 2007.
Silalahi. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Singarimbun dan S Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES
Soegondo S. 2007. Diabetes The Silent Killer. www.medicastore.com. Diakses
tanggal 31 Januari 2008.
90
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi.
Sukarni M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta : Kanisius.
Sumarwan U. Perilaku Konsumen Teori dan Penera pannya dalam Pemasaran.
Jakarta: Ghalia Indonesia
Ulfah A. 2000. Gejala Awal dan Deteksi Dini Penyakit Jantung Koroner.
www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 15 Juni 2007.
[WHO]. 2002. BMI Classification. http://www.who.int/. Diakses tanggal 29 Juni
2008.
[WHO]. 2004. Deaths From Coronary Heart Disease. http://www.who.int/.
Diakses tanggal 18 Februari 2008.
Winarno F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Download