5 Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang II.1 Mengenal Diagram Hertzprung-Russel (HR) Ejnar Hertzprung pada tahun 1911 mem-plot sebuah diagram yang menghubungkan antara magnitudo relatif bintang-bintang dalam satu gugus dengan tipe spektral yang mereka miliki. Dua tahun kemudian Henry Russel yang bekerja secara independen, membuat sebuah diagram yang mem-plot antara magnitudo absolut bintang-bintang dekat yang diketahui jaraknya, dengan tipe spektral mereka. Berdasarkan hasil dari Ejnar Hertzprung dan Henry Russel, maka kita mengenal diagram Hertzprung-Russel, yang merupakan diagram yang sangat penting dan menjadi dasar kita memahami bintang. Diagram Hertzprung-Russel atau dikenal dengan diagram HR merupakan plot antara terang intrinsik (luminositas/ magnitudo absolut) pada sumbu vertikal (ordinat) dan temperatur efektif pada sumbu horizontal (absis). Sifat yang dimiliki sumbu vertikal adalah nilainya semakin bertambah ke arah atas, sedangkan untuk sumbu horizontal nilainya bertambah ke arah kiri. Diagram HR biasa dinamakan dengan "Color-Magnitude Diagrams (CMD)". II.2 Memahami Diagram HR Hal utama yang harus kita ketahui adalah bahwa 90% bintang dalam Diagram HR menempati posisi seperti diagonal dari kiri atas ke kanan bawah. Daerah ini dinamakan daerah Deret Utama (Main Sequence). Posisi kiri atas merupakan posisi bintang yang memiliki derajat terang bintang yang tinggi dan panas. Sedangkan posisi kanan bawah memiliki derajat terang bintang yang rendah dan relatif 'dingin'. Matahari kita berada pada pertengahan daerah ini. Sebelah kanan Deret utama, terdapat bintang yang dingin (indeks warnanya : merah) tetapi terang. Karena luminositas hanya bergantung pada temperatur dan massa/ukuran, maka seharusnya bintang-bintang di daerah ini lebih besar daripada bintang-bintang di deret utama. Daerah ini dinamakan Giants (Raksasa) dan Supergiants (Maharaksasa). Pada sudut sebaliknya adalah bintang yang redup, bintang biru yakni bintang panas, bintang kecil atau White Dwarfs (Katai Putih). Sempitnya Deret utama merupakan petunjuk bahwa terdapat hubungan yang kuat antara luminositas dengan massa. Maka dinamakan Relasi Massa-Luminositas. Massa dan Luminositas di-plot dalam skala logaritmik relatif terhadap massa matahari dan luminositas matahari. Maka posisi deret utama 6 bergantung pada massa, bintang yang lebih masif lebih panas dan lebih terang Daerah-daerah pada diagram HR yang dijelaskan di atas ditunjukkan dalam gambar II.1 di bawah ini : Sumber :http://astropc0.ulb.ac.be/~siess/server/iso.html Gambar II. 1 Diagram HR II.3 Interpretasi Diagram HR Bintang yang satu dengan yang lain dapat dibedakan hanya dari massa inisialnya dan usianya. Berdasarkan hal tersebut, kita dapat menginterpretasikan diagram HR dalam dua hal yaitu : a. sebaran titik dalam diagram HR menunjukkan perbedaan usia bintang-bintang. Implikasi dari konsep ini adalah bahwa bintang-bintang dibentuk pada waktu yang berbeda dan kita mengenal ada bintang muda dan bintang tua. Berdasarkan hipotesis ini evolusi bintang dapat diletakkan dalam diagram HR dengan beberapa garis, yang menunjukkan waktu/usia dari bintang mulai terbentuk, dengan perubahan parameter selama waktu tersebut b. parameter gugus bintang, terutama luminositas dan temperatur permukaan, memiliki relasi kuat dengan massa. Massa merupakan parameter yang membedakan pada saat pembentukan. Berbeda titik dalam diagram menunjukkan perbedaan massa bintang. (Prialnik, 1999) 7 II.4 Diagram HR untuk Gugus Sutantyo (1984) menjelaskan bahwa bintang dalam satu gugus kemungkinan besar mempunyai asal mula yang sama, yaitu dilahirkan pada saat yang hampir bersamaan dan berasal dari materi yang sama. Oleh karena itu penyelidikan pada gugus bintang dengan berbagai umur penting artinya pada telaah evolusi bintang. Terdapat dua tipe gugus bintang yaitu : a) Gugus Bintang Terbuka (Gugus Galaktik) Gugus bintang terbuka mengandung 100 sampai 1000 bintang yang memiliki kemiripan komposisi kimia dengan matahari. Bintang yang paling terang sebagian besar berwarna biru. Bentuk gugus ini tidak beraturan, memiliki ukuran dalam rentang 1 sampai 20 parsec (pc). Gugus bintang yang telah diketahui hampir 1000 terdapat di galasi kita dan sebagian besar terdapat pada piringan. Beberapa mengandung gas dan debu, sementara yang lain tidak. Contoh gugus bintang terbuka adalah Pleiades dan Praesepe. b) Gugus Bola Gugus bola terkondensasi pada pusatnya. Bentuknya sferis secara virtual. Mengandung 100.000 sampai dengan 1000.000 bintang. Bintang yang paling terang berwarna merah. Berukuran mencapai 40 parsec (pc). Dalam galaksi kita, gugus bola yang telah diketahui sebanyak 150 buah, terdistribusi secara sferis di pusat galaksi. Gugus ini tidak mengandung gas dan debu. Bintang-bintang penyusunnya secara tipikal memiliki kelimpahan elemen berat, jika dibandingkan dengan matahari memiliki faktor antara 10-1000. Diagram HR dalam suatu gugus bintang dapat digambarkan sebagai hubungan antara magnitudo mutlak dan warna bintang anggotanya. Parameter yang sering digunakan adalah hubungan antara Mv dan B-V. Pada gugus galaktik muda hampir semua bintang masih berada di deret utama. Pada gugus galaktik tua, bintang yang massanya besar sudah ber-evolusi meninggalkan deret utama, sedangkan bintang yang massanya kecil masih di deret utama. Begitu juga dengan gugus bola, sebagian besar bintang yang berluminositas besar sudah meninggalkan deret utama. Hal ini menunjukkan bahwa gugus bola merupakan gugus yang tua. Evolusi yang cepat terdapat pada daerah antara cabang horizontal dan 8 cabang raksasa. Daerah tersebut adalah gap atau rumpang, yang menunjukkan daerah dengan evolusi yang cepat. Titik pada deret utama yang merupakan perbatasan antara bintang yang masih berada dalam deret utama dan bintang yang sudah meninggalkan deret utama dinamakan titik belok. Semakin rendah letak titik belok, semakin tua gugus tersebut, karena bintang yang bermassa lebih kecil sudah meninggalkan deret utama. Bintang dalam galaksi kita tidak dilahirkan dalam waktu yang bersamaan. Hal ini menunjukkan adanya generasi bintang. Ada bintang generasi tua, dan ada juga bintang generasi muda, yang memiliki ciri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pada tahun 1944 W.Baade mengajukan dua macam populasi bintang, yaitu : a) Populasi I : kelompok bintang muda b) Populasi II : kelompok bintang tua Bintang dalam populasi I, terdiri atas bintang maharaksasa biru dan bintang yang terbentuk belum lama berselang, sedangkan bintang dalam populasi II terdiri dari bintang raksasa merah dan bintang tua lainnya. Bintang yang terdapat dalam gugus galaktik, biasanya tergolong populasi I, sedangkan bintang anggota gugus bola tergolong populasi II. Bintang yang letaknya dekat dapat diamati geraknya. Berdasarkan geraknya bintang dapat terbagi menjadi dua golongan yaitu : bintang yang bergerak cepat dan bintang yang bergerak lambat. Dalam diagram HR, bintang yang bergerak cepat menyerupai gugus bola, sedangkan bintang yang bergerak lambat menyerupai gugus galaktik. Hal ini menunjukkan bahwa bintang yang bergerak lambat tergolong populasi I, sedangkan bintang yang bergerak cepat tergolong populasi II. Matahari termasuk bintang yang bergerak lambat, hal ini disebabkan matahari bergerak mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan tinggi. Jika keadaan ini dilihat dari matahari atau dari kita, maka semua bintang ini bergerak lambat karena kita bergerak bersama mereka. Bintang yang bergerak cepat, mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan rendah, hal ini disebabkan bintang yang bergerak cepat tersebut tertinggal oleh gerak matahari, jika titik acuan kita adalah matahari. 9 Berdasarkan pengamatan spektroskopi, terdapat fakta yang menunjukkan bahwa di antara bintang populasi I ada yang garis logamnya lemah, dan adapula yang kuat. Garis logam adalah garis spektrum yang berasal dari unsur kimia lebih berat dari helium (He). Bintang ini digolongkan menjadi bintang bergaris kuat dan bintang yang bergaris lemah. Bintang populasi II mengandung unsur berat yang lebih sedikit dibandingkan unsur berat populasi I. J.H. Oort mengajukan klasifikasi populasi bintang secara lebih cermat, yaitu ditunjukkan dalam 5 kelompok. Ciri kelima kelompok tersebut diberikan dalam Tabel II.1. Contoh diagram HR gugus (M5) ditunjukkan pada gambar II.2 di bawah ini: Populasi Ekstrem I Pertengahan I Tua I Pertengahan II Ekstrem II Bintang Anggotanya Kecepatan Gerak (km/detik) Maharaksasa biru, gugus galaktik Bintang bergaris kuat Bintang bergaris lemah Bintang bergerak cepat Raksasa merah, gugus bola 10 Jumlah Elemen Berat (Z) (%) 4 20 3 30 2 50 1 180 0.3 Tabel II. 1 Klasifikasi Populasi Bintang menurut J.H. Oort Gambar II. 2 Contoh Diagram HR Gugus (M5) 10 II.5 Isochrone Fitting Diagram HR Gugus Anggaplah bintang-bintang dalam satu gugus memiliki massa yang berbeda yaitu m1, m2, m3,..., mn lahir pada waktu yang sama saat t0, kemudian berevolusi dan mencapai usia tertentu, yaitu t, dengan massa yang hampir tidak berubah. Itulah gambaran isochrone. Dengan kata lain, isochrone adalah kurva satu dimensi yang tersusun atas titik akhir jejak evolusi bintang-bintang (pada umur tertentu) dengan rentang massa tertentu. Salah satu cara untuk mengestimasi properties gugus bintang dalam diagram HR, misalnya jarak, pemerahan antar bintang, usia dan metalisitas adalah dengan membandingkan diagram observasi dengan isochrone dari komputasi evolusi bintang. Proses ini dinamakan isochrone fitting. Isochrone fitting dilakukan dengan tujuan mencari parameter penting yang didapatkan dari diagram HR dengan cara mencocokkan kurva observasi dengan isochrone teori, sehingga didapatkan parameter penting dalam gugus bintang yang dicari. Dalam mengestimasi usia, daerah dalam diagram HR yang paling sering ditinjau (dianggap paling penting) adalah daerah turn-off (daerah titik belok) pada deret utama. Daerah turn-off adalah daerah dalam diagram HR dalam deret utama yang merupakan perbatasan antara bintang yang masih di deret utama dan bintang yang sudah meninggalkan deret utama. Makin rendah letak titik belok, berarti gugus itu makin tua, karena bintang yang bermassa kecil sudah mulai meninggalkan deret utama. Daerah turn-off dalam deret utama digunakan untuk mengestimasi usia gugus, karena daerah turn-off merupakan daerah yang sensitif sebagai indikator usia. Selain itu, kerapatan populasi dalam deret utama lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan populasi deret utama lanjut. Contoh diagram HR gugus dengan isochronenya ditunjukkan pada gambar II.3 di bawah ini : 11 Sumber :http://astropc0.ulb.ac.be/~siess/server/iso.html Gambar II. 3 Diagram HR Gugus M5 dan Isochrone 11 Milyar tahun II.6 Permasalahan dalam Isochrone Fitting Ketika proses isochrone fitting dilakukan, terdapat beberapa masalah yang timbul, diantaranya adalah : a. Masalah multiple stars Multiple stars adalah sistem bintang yang terdiri atas sistem dua bintang, sistem tiga bintang, dan sistem empat bintang. Dalam proses isochrone fitting multiple stars menjadi masalah yang cukup serius, dalam hal menyebabkan kerapatan titik pada deret utama dalam diagram HR tidak simetris, sehingga isochrone tidak dapat di-fitkan ke tengah deret utama. Dalam hal ini, isochrone fitting hanya berlaku pada daerah tertentu (daerah turn-off) saja, bukan diagram HR secara keseluruhan b. Masalah Daerah Kecil ( Daerah Turn-off) Daerah dalam diagran HR yang paling sering ditinjau adalah daerah kecil, yaitu daerah turn-off. Orang memfokuskan penelitian berbagai hal yang berkaitan dengan evolusi bintang kepada daerah turn-off. Proses isochrone fitting dengan memfokuskan tinjauan kepada daerah turn-off menimbulkan masalah yang cukup serius yaitu kesulitan dalam membedakan usia dari jarak dan parameter lainnya. Paper yang membahas isochrone fitting sering mendiskusikan masalah ”trade offs” antara parameter. Contohnya adalah usia dan jarak. Padahal usia dan jarak memiliki perbedaan efek yang sangat jauh terhadap diagram HR. Usia berpengaruh kepada bentuk distribusi, sedangkan jarak hanya menyebabkan pergeseran vertikal. ”Trade 12 offs” antara parameter dapat dilakukan hanya pada daerah kecil (turn off), karena usia dan jarak memiliki korelasi sangat tinggi. Sedangkan usia dan jarak memiliki korelasi yang rendah jika dilakukan pada seluruh diagram. c. Isochrone Fitting tidak memanfaatkan sebuah kuantitas yang teramati dan akurat dalam diagram HR. Terdapat sebuah kuantitas teramati dan akurat yang dapat membantu dalam proses isochrone fitting Kuantitas tersebut adalah areal density, yang menyatakan jumlah populasi data pada sebuah area luas. Kita akan memanfaatkan konsep areal density dalam simulasi model. II.7 Konsep Areal Density dalam distribusi data Ketika kita mem-plot data dalam sebuah diagram, data akan tersebar sesuai fungsi distribusinya. Areal density menyatakan jumlah populasi data dalam sebuah area luas. Data yang sudah diplot dijadikan bentuk piksel-piksel. Piksel tersebut menyatakan ada berapa jumlah data di dalamnya. Sedangkan areal density adalah jumlah data dalam satu piksel dibagi dengan ukuran luas piksel. Ilustrasi konsep areal density ditunjukkan pada gambar II.4 di bawah ini : Ada berapa jumlah titik data dalam area luas tersebut Gambar II. 4 Konsep Areal Density Jika sebuah piksel berukuran (n x n) dan terisi sejumlah i data, maka kita dapat menghitung areal density sebagai berikut : Areal Density (A) = i / (n x n) Areal density dapat membantu penyederhanaan data distribusi, karena data distribusi dijadikan piksel-piksel. Setiap pikselnya mengisi sejumlah data. (Wilson & Hurley 2003)