Hubungan Antara Perilaku Komunikasi dengan Tingkat Adopsi

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Komunikasi
Kincaid (1987) mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses saling
membagi atau menggunakan informasi secara bersama dan ber-talian antara para
pelaku dalam proses komunikasi. Definisi lainnya adalah dari De Vito (1997)
bahwa komunikasi adalah mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih, yang
mengirimkan dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi
dalam konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk
melakukan umpan balik.
Komunikasi mempunyai multi makna dan memberikan cara pandang yang
beragam, sehingga lahirlah berbagai paradigma. Salah satu paradigma komunikasi yang terkenal yaitu karya Laswell (Arifin, 1992) komunikasi adalah “Who
Says What In Which Channel To Whom With What Effect ?”. Menurut Laswell
dari perspektif mekanistis komunikasi mempunyai lima komponen untuk menja wab pertanyaan tersebut yaitu komunikator, pesan, media, komu-nikan, dan efek.
Jadi komunikasi adalah proses penyampaian pesa n oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Selain itu komunikasi juga dapat dilihat dari aspek bentuknya yaitu komunikasi persona, komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi media (Effendy, 1997).
2.2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal menurut Sendjaja (2002) adalah suatu proses
pertukaran makna antara oirang-orang yang saling berkomunikasi.
Adapun
karakteristik komunikasi interpersonal dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1 Karakteristik Komunikasi Pribadi
Aspek
1. Kadar spontanitas dan struktur
Komunikasi Pribadi
Sangat spontan dan tidak terstruktur
2. Kesadaran akan sasaran kelompok Peranan dan tanggungjawab rendah, ukuran
dan ukuran kelompok
tidak permanent
3. Dasar komunikasi
Persepsi dan pengalaman pribadi
4. Sifat komunikasi
Transaksional memberi dan menerima secara
bersamaan, tidak dapat diubah atau diulang
5. Jarak komunikasi
Adanya kedekatan fisik
De Vito (1997) menjelaskan dua karakteristik komunikasi interpersonal
yaitu: 1) berlangsung melalui tiga tahap antara lain kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan dan pemutusan, 2) hubungan berbeda -beda berdasarkan keluasannya atau jumlah topik pembicaraan dan kedalamannya atau derajat kepersonalan
dalam membicarakan topik-topik yang dimaksud.
Kemudian dalam mengem-
bangkan hubungan lebih jauh diperlukan lima faktor yaitu daya tarik berupa fisik
dan kepribadian, kedekatan, pengukuhan, kesamaan, dan komplementaritas.
Menurut Rakhmat (1996), dalam sistem komunikasi antar pribadi dipengaruhi
oleh faktor persepsi, konsep diri, atraksi dan hubungan interpersonal.
2.2.1. Individu dalam komunikasi interpersonal
Memahami komunikasi interpersonal dan hubungan interpersonal dari sudut pandang individu adalah menempatkan pema haman mengenai komunikasi di
dalam proses psikologis. Hal ini terjadi karena dalam komunikasi interpersonal
para pelaku komunikasi mencoba menafsirkan makna yang menyangkut diri
sendiri, diri orang lain dan hubungan yang terjadi. Kesemuanya itu terjadi melalui
suatu proses pikir guna penarikan sebuah kesimpulan.
5
2.2.2. Memahami diri pribadi dalam komunikasi interpersonal
Diri pribadi adalah suatu ukuran atau kualitas yang memungkinkan seseorang untuk dianggap dan dikenal sebagai individu yang berbeda dengan individu
lainnya. Memahami diri pribadi yang sering disebut dengan konsep diri adalah
pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya senmdiri. Diri pribadi menjadi
pusat dari proses komunikasi, oleh karena itu dengan memahami diri pribadi ma ka
akan lebih mengerti terhadap komunikasi interpersonal yang dilakukan.
2.2.3. Memahami orang lain dalam komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal yang efektif membutuhkan pemahaman terhadap orang lain yang menjadi partner komunikasi. Memaha mi orang lain adalah
untuk mengurangi ketidakpastian dan perbandingan, khususnya bagi orang yang
baru saling mengenal. Proses mempersepsi orang lain untuk memahami orang
tersebut mencakup implicit personality theory, proses atribusi dan respons.
Implicit personality theory mengasumsikan kita sebagai psikolog amatir yang
menggunakan perangkat psikologis untuk mempersepsi orang lain.
Proses
atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain
dengan melihat pada perilakunya yang tampak. Sedangkan respons adalah tanggapan tertentu yang dilakukan untuk menanggapi orang lain. Kemudian untuk
mempengaruhi persepsi orang lain terhadap diri kita dalam komunikasi interpersonal dapat menggunakan tiga strategi yaitu: 1) impression management yaitu
mengungkapkan diri dengan bermain peran untuk memberi kesan kepada orang
lain, 2) attributional responses yaitu penggunaan proses atribusi melalui perilaku
dalam bentuk ekspresi atau pernyataan sebagai reaksi atas tindakan orang lain.
6
2.2.4. Hubungan antarpribadi dalam komunikasi interpersonal
Hubungan antar pribadi sangat diperlukan oleh setiap orang yaitu untuk
perasaan dan ketergantungan. Perasaan (attachment) adalah mengacu pada hubungan yang secara emosional berlangsung intensif. Sedangkan ketergantungan
(dependency) adalah mengacu pada instrumen perilaku antarpribadi seperti
membutuhkan pertolongan, memerlukan persetujuan, mencari kedekatan. Tahapan hubungan antarpribadi mencakup: 1) tahap pembentukan hubungan antarpribadi, 2) tahap peneguhan hubungan antarpribadi, 3) tahap konfirmasi, 4) tahap
diskonfirmasi, 6) tahap pemutusan hubungan antarpribadi.
Sedangkan faktor-
faktor yang mempengaruhi hubungan antar pribadi dalam komunikasi interpersonal antara lain percaya, empati, kejujuran, dan sikap suportif.
2.3. Pengertian Kelompok
Vitayala (1995) mendefinisikan kelompok adalah suatu sistem yang berarti
suatu keadaan yang tersusun dari berbagai unsur yang saling berkaitan dalam
suatu ikatan keteraturan tertentu, yang melakukan atau mengandung sesuatu atau
beberapa proses tertentu dalam rangka mewujudkan peranan atau fungsinya untuk mencapai tujuan tertentu.
Sarwono (1999) menjelaskan bahwa kelompok
adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka , yang masing-masing
menyadari keanggotaannya dalam kelompok, menyadari keberadaan anggota
kelompok lainnya , dan menyadari saling ketergantungan secara positif dalam
mencapai tujuan bersama. Sebuah kelompok sosial mempunyai empat ciri antara
lain: 1) dorongan (motif) yang sama, 2) reaksi-reaksi dan kecakapan yang
berlainan, 3) penegasan struktur kelompok, dan 4) penegasan norma-norma
kelompok.
7
Menurut Djuarsa (2002) ada tiga tipe kelompok yaitu: 1) kelompok bela jar, 2) kelompok pertumbuhan, dan 3) kelompok pemecahan masalah. Kelompok
belajar memusatkan perhatiannya dalam hal peningkatan kemampuan yang berupa
pengetahuan, keterampilan dan sikap para anggotanya; ciri khasnya adalah
terjadinya pertukaran informasi dua arah. Kelompok pertumbuhan memusatkan
perhatiannya kepada hal-hal atau masalah-masalah pribadi yang dihadapi anggotanya, ciri khasnya adalah semua tujuan kelompok diarahkan untuk membantu dan
mengarahkan para anggota untuk peduli dengan persoalan pribadi yang mereka
hadapi.
Sedangkan kelompok pemecahan masalah memusatkan perhatiannya
pada pemecahan persoalan yang dihadapi bersama, ciri khasnya adalah memiliki
dua kegiatan yaitu pengumpulan informasi dan pembuatan keputusan.
Adapun ciri-ciri kelompok menurut Zanden (1984) antara lain : 1) di antara
anggota kelompok itu me miliki ikatan satu dengan lainnya, 2) kelompok memiliki tujuan yang nyata, 3) orang-orang itu pada umumnya menyadari dirinya
merupakan bagian atau bukan bagian dari kelompok.
2.3.2. Unsur dan dinamika kelompok
Marzuki (1996) mengemukakan sepuluh unsur pokok sebuah kelompok
sebagai sistem sosial yaitu tujuan (goal), keyakinan (belief), sentimen atau perasaan (feeling), norma (norms) , sangsi (sanksi), peranan kedudukan (status roles),
kewenangan atau kekuasaan (power/authority), jenjang sosial (social rank), fasilitas (facility), tekanan dan ketegangan (stress and strain). Adjid (1980) menjelaskan bahwa suatu kelompok sosial mempunyai “external structure” atau “socio
group” dan “internal structure” atau “psycho group”. Yang dimaksud “external
structure” adalah dinamika dari kelompok untuk menanggapi tugas yang timbul
8
karena adanya tantangan dari lingkungan dalam rangka mewujudkan cita-cita
yang menjadi dasar terbentuknya kelompok tadi. Sedangkan “internal structure”
adalah pranata atau norma yang mengatur hubungan antar anggota dalam kelompok sehingga setiap anggota mendapat kedudukan, peranan dan kewajiban tertentu yang ada hubungannya dengan keten-tuan distribusi fasilitas, kekuasaan dan
prestasi kelompok. Dengan kata lain “internal structure” adalah dasar daripada
solidaritas kelompok yang berkembang dari kesadaran adanya persamaan kepentingan dan tujuan bersama yang hanya bisa dicapai melalui kegiatan bersama.
Selain unsur-unsur kelompok tersebut sebagai dasar sebuah kelompok,
maka di dalam tumbuhkembangnya sebuah kelompok dipe-ngaruhi oleh beberapa
faktor yang disebut dengan unsur -unsur dinamika kelompok. Menurut Marzuki
(1996); dinamika kelompok adalah kelompok yang selalu memiliki gairah dan
semangat untuk bekerja. Jadi dinamika kelompok adalah suatu proses kehidupan
kelompok yang merupakan fungsi dari kekuatan-kekuatan kelompok, yang diarahkan pada pembentukan perilaku kelompok dan anggota kelompok untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan. Orientasi dinamika kelompok adalah kepada peranan atau
fungsi manusia (pemimpin, anggota) dalam bekerjasama menurut pola tertentu
sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan kelompok yang ditetapkan. Lebih
jauh dijelaskan bahwa ada delapan unsur dinamika kelompok ayaitu:
(a) Tujuan kelompok ; adalah gambaran suatu hasil yang diharapkan anggota akan
dicapai oleh kelompok.
(b) Struktur kelompok adalah pola hubungan (interaksi) antar individu dalam
kelompok yang disesuaikan dengan kedudukan dan peranan masing-masing
anggota guna mencapai tujuan.
9
(c) Fungsi tugas adalah memfasilitasi dan mengkoordinasi aktivitas kelompok
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
(d) Pembinaan dan pengembangan kelompok adalah sebagai usaha untuk menjaga
atau mempertahanakan kehidupan kelompok.
(e) Kekompakan kelompok adala h daya lekat yang terjadi sebagai “resultante” dari
segala kekuatan kegiatan seluruh orang yang terlibat di dalam kelompok
tersebut untuk tetap tinggal di dalamnya.
(f) Suasana kelompok adalah keadaan sikap mental, moral dan perasaan-perasaan
yang pada umumnya ada dalam kelompok.
(g) Tekanan pada kelompok adalah tekanan (baik dari luar maupun dari dalam)
yang terjadi di dalam kelompok yang menimbulkan tegangan pada kelompok,
sehingga menimbulkan dorongan untuk berbuat sesuatu guna tercapainya
tujuan kelompok.
(h) Efektivitas kelompok ; adalah keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas
dengan cepat dan memuaskan setiap anggota kelompok.
Sedangkan agenda tersembunyi merupakan unsur ke sembilan menurut
Vitayala (1995) adalah program, tugas atau tujua n yang tidak diketahui oleh
para anggota kelompok. Sumber dari maksud terselubung dapat berasal dari
anggota, pimpinan atau dari kelompok itu sendiri.
Salah satu kelompok sosial yang ada di Indonesia adalah kelompok taninelayan. Mengacu dari pengertian-pengertian tentang kelompok seperti di muka,
maka menurut Departemen Pertanian (1999), yang dimaksud dengan kelompok
tani adalah kumpulan petani nelayan (dewasa, wanita, taruna) yang terikat secara
nonformal atas dasar keserasian, kesamaan kondisi lingkungan sosial-ekonomi-
10
sumberdaya, keakraban, kepentingan bersama dan saling percaya mempercayai,
serta mempunyai pimpinan, untuk mencapai tujuan bersama.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Kelompok Wanita Tani (KWT)
adalah sejumlah atau sekumpulan wanita tani yang terikat secara informal dengan
bentuk struktur organisasi formal di suatu wilayah kelompok berdasarkan domisili. Sedangkan ciri-ciri KWT yaitu: (1) selu-ruh anggotanya adalah wanita, (2)
memiliki tujuan atau kepentingan yang sama, (3) adanya dorongan (motif ) yang
sama, (4) mempunyai reaksi-reaksi dan kecakapan yang berbeda, (5) mempunyai
struktur organisasi yang jelas, (6) mempunyai norma-norma pedoman tingkah
laku yang jelas, (7) adanya interaksi diantara sesama anggota, (8) adanya kegiatan
kelompok yang nyata.
2.3.3. Karakteristik dan fungsi kelompok
Mengetahui karakteristik kelompok merupakan langkah pertama untuk
dapat lebih memahami komunikasi kelompok. Menurut Sendjaja (2002) ada dua
karakteristik yang melekat pada sebuah kelompok ya itu norma dan peran. Contoh
norma-norma kelompok dapat diikuti pada Tabel 2.
Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana berperilaku
dengan sesama anggota kelompok.
Norma sering disebut hukum (law) atau
aturan (rule) , yaitu perilaku apa sa ja yang pantas dan yang tidak pantas dibeda kan menjadi tiga kategori yaitu norma sosial mengatur hubungan antar anggota
kelompok, norma prosedural yang berupa uraian rinci prosedur operasional
kelompok, seperti pengambilan keputusan secara aklamasi atau voting, dan norma
tugas yang memusatkan perhatian pada bagaimana tugas dapat dilaksanakan.
11
Tabel 2 Norma Sosial, Norma Prosedural dan Norma Tugas Yyng Diharapkan
dalam Sebuah Kelompok
SOSIAL
PROSEDURAL
TUGAS
Mendiskusikan
persoalan
yang tidak kontrovers ial
Menceritakan gurauan yang
lucu
Menceritakan
kebenaran
yang tidak dapat dibantah
Jangan merokok (jika memungkinkan)
Jangan dat ang terlambat
Meperkenalkan para anggota kelompok
Membuat agenda pertemuan
Mengkritik “ide” nya bukan
“orang” nya
Mendukung gagasan yang
terbaik
Memiliki kepedulian untuk
pemecahan persoalan
Berbagi beban pekerjaan
Tidak hadir tanpa alasan
Duduk saling bertatap muka
Memantapkan tujuan kelompok
Jangan meninggalkan pertemuan tanpa alasan
Jangan memonopoli percakapan
Jangan memaksakan gagasan
sendiri dalam kelompok
Jangan berkata kasar jika tidak
setuju
Sumber: Djuarsa, 2002.
Sedangkan peran adalah pola -pola perilaku yang diharapkan dari setiap
anggota kelompok.
Ada dua peranan fungsional dari sebuah kelompok yaitu
fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan (lihat Tabel 3).
Tabel 3 Peran Fungsional dari Kelompok
Fungsi Tugas
Fungsi Pemeliharaan
1. Pemberi Informasi
1. Pendorong Partisipasi
2. Pemberi Pendapat
2. Penyelaras
3. Pencari Informasi
3. Penurun Ketegangan
4. Pemberian Aturan
4. Penengah Persoalan Pribadi
Sumber: Djuarsa, 2002.
2.4. Karakteristik Personal
Karakterisitik personal menurut Rogers (1983) adalah meliputi status
sosial-ekonomi, ciri kepribadian dan perilaku komunikasi.
Secara lebih rinci
karakteristik personal tersebut dijabarkan lagi ke dalam umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, jumlah keluarga, pengalaman berusahatani, usaha keluarga, penghasilan keluarga, kekos -mopolitan, partisipasi, kelembagaan masyarakat,
12
partisipasi dalam kelompok, dan kontak media. Profil petani dan kelompoknya
menentukan tingkat penerimaan inovasi dan kemampuan adopsinya. Mengingat
terbatasnya sumberdaya waktu, tenaga dan biaya maka karakteristik personal yang
diteliti terbatas pada pendidikan nonformal, pengetahuan, dan kekosmopolitan
anggota kelompok.
2.4.1. Pendidikan Nonformal
Menurut Sudjana (2004) sistem pendidikan nasional Indonesia terdiri dari
subsistem pendidikan formal yang berlangsung di sekolah, subsistem pendidikan
informal yang berlangsung di dalam keluarga dan lingkungannya , dan subsistem
pendidikan nonformal yang berlangsung secara optional dapat dimana saja.
Pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar
sistem sekolah yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian
penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani
peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan nonformal
tersebut mempunyai beragam nama misalnya kursus, pelatihan, penataran,
upgrading, bimbingan belajar, tutorial.
Dengan memiliki tingkat pendidikan
tertentu baik itu pendidikan formal, informal, ataupun nonformal; maka seseorang
akan meningkat pengetahuannya, sikapnya dan keterampilannya. Hal ini pada
gilirannya akan bermuara pada tingkat penerimaan seseorang terhadap perubahan.
Menurut Soekartawi (1988) pengalaman kursus yang dimiliki seseorang
akan ikut mempengaruhi kecepatan dalam mengambil keputusan. Dari kursus
atau pelatihan pertanian diperoleh penambahan pengeta huan, kecakapan dalam
pengelolaan usahatani, ketrerampilan dalam pelaksanaan tugas operasional,
kreativitas, dan percaya diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat
13
pendidikan seseorang akan sangat mempengaruhi terhadap tingkat penerimaan
inovasi, baik yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung atau melalui
media.
Prayitnohadi (1987) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan petani
mempengaruhi kecepatan dalam mengambil keputusan terhadap teknologi
pertanian. Abdurachman (1998) juga mengemukakan bahwa pengalaman mengikuti kursus mempunyai korelasi nyata dengan tingkat adopsi PHT. Pendidikan
nonformal dapat diketahui dengan cara mengukur frekuensi seseorang dalam
mengikuti pendidikan nonformal yang berupa kursus, penataran, pelatihan.
2.4.2. Pengalaman Bertani
Pengalaman adalah yang mana individu mewujudkan pemahamannya
dalam bentuk ucapan, tindakan, perilaku, dan sikap. Pengalaman bagi seseorang
mengandung arti yang mendalam serta mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupannya. Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
tingkat adopsi inovasi. Menurut Soekartawi (1988) petani yang berpengalaman
lebih cepat mengadopsi teknologi pertanian dibandingkan dengan petani yang
belum atau kurang pengalaman bertaninya. Tamarli (1994) menyimpulkan bahwa
pengalaman bertani mempunyai korelasi nyata dengan penerapan program Supra
Insus. Abdurachman (1998) mengemukakan bahwa pengalaman bertani nyata
hubungannya dengan tingkat adopsi PHT. Pengalaman bertani dapat diketahui
dengan cara mengukur berapa lama seseorang pernah melaksanakan usahatani.
2.4.3. Kekosmopolitan
Kekosmopolitan menurut Rogers (1995) adalah orang yang memiliki sifat
keterbukaan, mudah bepergian ke berbagai tempat, banyak kenalan, mencari
14
informasi da n digunakan dalam pekerjaannya, serta responsif terhadap inovasi.
Kekosmopolitan seseorang untuk mencari informasi atau ide baru adalah tingkat
keterbukaan seseorang dalam menerima pengaruh dari luar.
Ada tiga kriteria tentang sifat kosmopolitan seseora ng yang dapat disimpulkan dari pendapat Roger (1995) yaitu: (a) intensitas kontak dengan banyak
orang, masyarakat, bangsa, organisasi atau negara, (b) intensitas penggunaan
berbagai media massa dalam berkomunikasi dan mencari informasi, dan (3) berorientasi ke masyarakat dunia.
Seseorang yang kosmopolit adalah bersedia
mencari ide-ide baru atau terbuka terhadap inovasi, selalu melakukan dialog atau
komunikasi yang menimbulkan kesadaran kritis, mempunyai kemampuan empati yang tinggi sehingga membuahkan komunikasi yang tepat, mempunyai
tingkat innovativeness, motivasi, dan aspirasinya yang tinggi, selalu mengalami
perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap proses adopsi suatu
inovasi. Tamarli (1994) menyimpulkan bahwa kekosmopolitan petani mempunyai hubungan yang nyata dengan penerapan program Supra Insus. Kemudian
Abdurachman (1998) juga menyimpulkan bahwa kekosmopolitan petani memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat penerimaan PHT.
Kekosmopolitan
seseorang dapat diketahui dengan cara mengukur: (a) Jumlah sumber informasi
inovasi yang dikunjungi, (b) frekuensi kontak dengan orang-orang di luar kelompoknya, (c) jarak dari tempat tinggal ke sumber informasi, (d) lama waktu
menonton televisi, mendengarkan Radio, dan (e) frekuensi membac a surat kabar.
Dari pengertian dan beberapa hasil penelitian tersebut, karakteristik personal anggota yang berupa pendidikan nonformal, pengalaman bertani, dan kekosmopolitan diduga memiliki hubungan dengan perilaku komunikasi anggota KWT.
15
2.4.4. Penge tahuan
Menurut Rakhmat (1995) pengetahuan adalah persepsi yang jelas tentang
apa yang dipandang sebagai fakta atau nyata, obyektif, kebenaran, atau kewajiban.
Pengetahuan dibedakan kedalam tiga golongan: (a) pengetahuan teoritis, (b)
pengetahuan praktis, dan (c) pengetahuan produktif.
Pengetahuan merupakan
sejumlah tumpukan pengalaman selama perjalanan hidup manusia sejak kanakkanak sampai dewasa dan pengetahuan dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
sengaja untuk menemukan suatu yang baru.
Pengetahuan mengacu kepada pengenalan fakta, terutama sejumlah fakta
yang disusun menjadi dasar-dasar perilaku manusia. Menurut Albrecht (1985)
pengetahuan dibedakan menjadi tiga macam yaitu: (a) pengetahuan populer, yaitu
pengetahuan yang diperoleh dari pengalama n sehari-hari, (b) pengetahuan imajinasi atau literer yaitu pengetahuan yang diciptakan dalam proses abstraksi orang,
dan (c) pengetahuan ilmiah, adalah diperoleh dengan cara memadukan pengujian
sebagai ciri pengetahuan populer dengan penyusunan teori sebagai ciri dari
pengetahuan literer. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
itu dapat diperoleh dari pengalaman, pendidikan, dan penelitian. Seran (1997)
mengemukakan bahwa pengetahuan gizi anggota meningkatkan perilaku komunikasi dan mempunyai hubungan yang nyata terhadap kesinambungan program
intervensi diversifikasi konsumsi pangan dan gizi pada kelompok Mitra di Bogor.
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dengan cara menguji atau memberikan
pertanyaan terhadap materi-materi yang te lah diajarkan kepadanya.
Berdasar
pengertian dan hasil penelitian tersebut di atas, diduga pengetahuan tentang DPG
yang dimiliki anggota memiliki hubungan dengan perilaku komunikasi KWT.
16
2.4.5. Kedudukan Dalam Kelompok
Kedudukan (status) dan peranan (role) menurut Sukanto (1990) adalah
unsur-unsur baku dan penting bagi sistem sosial. Sistem sosial adalah pola-pola
yang mengatur hubungan timbale balik antar individu dalam masyarakat dan
antara individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu-indiv idu tersebut. Status adalah kedudukan sosial seseorang dalam kelompok serta dalam
masyarakat yaitu aspek struktural dan fungsional. Aspek struktural adalah bersifat
hierarkhis tinggi atau rendah, sedang aspek fungsional yang dimaksud adalah
peranan sese orang. Status yang dimaksud adalah status sosial dimana tempat
seseorang secara umum dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan
“pergaulannya, prestisenya, hak dan kuajibannya”. Status sosial berbeda dengan
kedudukan sosial. Kedudukan sosial adalah sebagai tempat atau posisi seseorang
dalam suatu kelompok sosial yang dihubungkan dengan orang lain dalam kelompok tersebut. Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat merupakan unsur
yang statis yang menunjukkan tempat dalam organisasi masyarakat. Kedudukan
secara abstrak adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok
sosial. Jika dipisahkan dari individu yang memilikinya kedudukan hanya merupakan kumpulan hak-hak dan kewajiban.
Karena hak dan kewajiban itu hanya
dapat terlaksana melalui individu, maka agak sulit memisahkannya secara tegas.
Jadi orang yang mempunyai kedudukan, maka ia mempunyai hak dan kewajiban
melaksanakan tugas. Ada tiga macam kedudukan dalam sistem sosial yaitu:
1) Dibebankan (Ascribed-status) adalah kedudukan seseorang dalam sistem sosial
atau kelompok atau masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan
rohaniah dan kemampuan.
17
2) Diperjuangkan (Achieved-status) adalah kedudukan yang dicapai seseorang
dengan usaha -usaha yang disengaja.
3) Diberikan (Assigned-status); adalah kedudukan yang diberikan karena hal-hal
tertentu (misalnya karena berjasa).
Kedudukan dalam kelompok adalah perilaku individu di dalam dimensi
tugas dan sosial pada proses interaksi kelompok. Kedudukan dalam kelompok
terkait erat denga n pelaksanaan tugas dan kewajiban seseorang sesuai dengan
keanggotaannya. Dengan mengacu pada pengertian di atas maka kedudukan atau
keanggotaan dalam kelompok pada penelitian ini adalah jabatan yang dipegang
atau yang diberikan kepada seseorang yaitu sebagai Ketua, Pengurus, Anggota
hubungannya dengan hak-hak, tugas dan kewajiban dalam kelompok. Tamarli
(1994) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara keanggotaan
dalam kelompoktani dengan adopsi program Supra Insus.
Dari pengertian dan hasil penelitian tersebut, diduga kedudukan dalam
kelompok memiliki hubungan dengan perilaku komunikasi KWT.
2.5. Perilaku Komunikasi
Perilaku komunikasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah tentang
jaringan komunikasi anggota KWT. Beberapa hal tentang jaringan komunikasi
dapat diikuti dalam uraian berikut ini.
2.5.1. Pengertian jaringan komunikasi
Perkembangan analisis jaringan komunikasi diawali dengan model komunikasi linear yang dikembangkan oleh Shannon and Weaver pada tahun 1949.
Kemudian kritik-kritik dengan pandangan kritis terhadap model komunikasi linear
18
tersebut dan berkembanglah model komunikasi Konvergensi oleh Kincaid dan
Schramm (1987).
Menurut pandangan linear, komunikasi adalah penyampaian informasi dari
sumber kepada komunikan mela lui saluran tertentu yang menimbulkan efek. Jadi
komunikasi bersifat satu arah yaitu dari komunikator kepada komunikan dan
selalu diperoleh efek oleh penerima.
Model ini memperoleh kritikan, bahwa
dalam setiap komunikasi para pelakunya adalah aktif melakukan pertukaran informasi dengan tujuan untuk memperoleh kesamaan pengertian. Kesamaan pengertian inilah yang disebut dengan konvergensi. Komunikasi konvergensi adalah
memusat atau mengarah pada saling pengertian, dimana terdapat daerah yang
bertumpukan (overlapping) antara komunikator dan komunikan dalam proses
komunikasi atau pengunaan informasi bersama. Konvergensi di antara pelaku
komunikasi tidak pernah lengkap atau sempurna, oleh karena itu terjadilah proses
konvergensi yang bersifat dinamis.
Model komunikasi memusat dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 2 Model Komunikasi Antar Manusia yang Memusat
(Diadopsi dari Kincaid dan Schramm, 1977).
19
Pada hakekatnya perilaku manusia adalah berinteraksi atau berkomunikasi
dengan atau melalui seseorang atau lebih. Setiap individu dalam sebuah sistem
senang berhubungan dengan orang-orang tertentu, dan mengabaikan yang lainnya.
Oleh sebab itu arus komunikasi antar pribadi terbentuk di dalam rentang waktu
dan tumbuhlah suatu jaringan komunikasi yang relatif stabil dan perilaku orangnya dapat diprediksikan.
Menurut Rogers (1995) jaringan komunikasi adalah
suatu jaringan yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, dan
dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Sedang menurut Knoke (1982)
jaringan komunikasi adalah semacam hubungan yang secara khusus merangkai
individu-individu, obyek-obyek dan kejadian-kejadian.
2.5.2. Tujuan analisis dan ciri jaringan komunikasi
Tujuan dari analisis jaringan komunikasi adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang interaksi individu dalam sebuah sistem sosial, dan untuk
mengidentifikasi struktur komunikasi yang ada dalam sebuah sistem sosial. Ciri
analisis jaringan komunikasi terletak pada analisis hubungan antara dua orang
atau lebih dalam sebuah struktur jaringan komunikasi, sehingga unit analisisnya
adalah tidak pada individu tetapi pada tingkat komunikasi interpersonal, klik dan
sistem yang besar. Analisis jaringan komunikasi adalah sebuah metode untuk
mengetahui struktur komunikasi dalam sebuah sistem, di mana data hubungan
arus komunikasi dianalisis dengan memakai beberapa tipe hubungan interpersona
sebagai unit analisis (Kincaid, 1981).
Analisis jaringan komunikasi bisa terdiri dari satu atau lebih dari ketiga
prosedur berikut: 1) mengidentifikasi klik-klik yang ada pada ke-seluruhan sistem
kemudian menetapkan bagaimana klik ini mempengaruhi perilaku komunikasi
20
dalam sistem, 2) mengidentifikasi peranan khusus individu dalam jaringan komunikasi antara lain bridge, liaison, isolated, 3) mengukur indikator -indikator struktur komunikasi yaitu derajat keterhubungan, derajat kekompakan, dan derajat
keragaman dalam sebuah sistem.
2.5.3. Variabel struktural dan tipe hubungan
Variabel struktural komunikasi adalah tipe hubungan dalam jaringan
komunikasi yang menjelaskan keadaan hubungan antar orang, antar klik maupun
antar orang dan klik dalam sebuah sistem jaringan komunikasi. Struktur komunikasi adalah susunan dari unsur-unsur yang berbeda yang dapat dikenal melalui
pola arus komunikasi dalam sebuah sistem. Variabel struktural terdiri atas tiga
tingkatan yaitu tingkat individual, tingkat klik, dan tingkat sistem. Oleh karena itu
ada tiga tipe analisis hubungan perilaku komunikasi yang dapat dipakai yaitu: 1)
analisis hubungan komunikasi pada tingkat personal atau pribadi, 2) analisis
hubungan komunikasi pada tingkat klik atau beberapa orang yang menyatu
menjadi satu kesatuan, 3) analisis hubungan komunikasi pada tingkat sistem atau
kesatuan yang sangat besar.
1) Hubungan komunikasi pada tingkat personal
Cirinya adalah derajat di mana seseorang terintegrasi dengan individu-individu lainnya di dalam jaringan komunikasinya. Integrasi jaringan komunikasi
adalah derajat di mana hubungan-hubungan komunikasi ada di antara anggota-anggota jaringan individual atau jaringan komunikasi personal.
Makin
besar jumlah hubungan ini makin besar pula derajat integrasi jaringan komunikasi khusus individual. Jaringan komunikasi model ini antara lain: a) jaringan personal yang saling mengunci (interlocking) yang mempunyai derajat
21
integrasi yang tinggi (lihat Gambar 2), b) jaringan personal jari-jari (radial) ,
mempunyai derajat integrasi yang rendah (lihat Gambar 3).
A
B
INDIVIDU
C
Gambar 2 Jaringan komunikasi personal yang interlocking
A
B
INDIVIDU
C
Gambar 3 Jaringan komunikasi yang radial
Jaringan personal radial, tingkat integrasinya rendah, karena mereka tidak
saling berteman atau teman seseorang tidak menjadi teman orang lainnya.
22
Tipe jaringan radial lebih terbuka dengan lingkungannya, dan informasi yang
diterima oleh individu yang mempunyai tipe jaringan radial ini akan menyebar relatif lebih cepat di dalam sistemnya sendiri jika dibandingkan dengan
tipe jaringan interlocking. Jadi semakin tinggi tingkat integrasi jaringan personal, maka semakin kurang informasi yang dapat diterimanya.
Dalam
jaringan personal terdapat peranan khusus komunikasi yang disebut liaison,
yaitu individu yang mempunyai derajat integrasi lebih tinggi dibandingkan
dengan non liaison dan mempunyai posisi marjinal yang menjadi Penghubung antara dua klik atau lebih dalam sistemnya.
Demikian pula halnya
dengan pemuka pendapat (opinion leader) dalam suatu organisasi, kurang
terintegrasi dengan jaringan personalnya tetapi mempunyai banyak informasi.
Jaringan personal yang terintegrasi lebih banyak memuat topik-topk pembicaraa n yang sensitif atau issue yang tabu daripada yang biasa-biasa. Jadi
jaringan komunikasi personal terkait dengan dua hal yaitu: (a) peranan khusus
komunikasi dalam sebuah sistem (bridge, liaison, isolated), (b) topik-topik
percakapan yang berbeda.
2) Hubungan komunikasi pada tingkat klik
Pada tingkat klik, variabel struktural yang dapat diukur antara lain:
(a) keterhubungan klik (clique connectedness) adalah derajat para anggota
suatu klik berhubungan satu sama lain melalui arus komunikasi (lihat
Gambar 4).
23
Gambar 4 Indeks keterhubungan komunikasi yang tinggi
(Keterangan: Indeks Keterhubungan = kontak nyata dibagi kemungkinan hubungan =
10 : 10 = 100 %)
Keterhubungan klik dapat dihitung dengan menggunakan indeks
keterhubungan klik dengan rumus sebagai berikut:
Indeks keterhubungan =
Kontak-kontak nyata (actual contact)
Kemungkinan hubungan (possible contact)
Jadi dalam hal ini klik menjadi unit analisis. Indeks ini memungkinkan
untuk meneliti derajat hubungan suatu klik dengan sistem variabel lain
misalnya kecepatan sistem difusi inovasi dalam satu klik dibandingkan
dengan klik yang lain.
(b) kedominanan klik (clique dominance) adalah derajat di mana pola -pola
hubungan komunikasi antar klik tidak memungkinkan kesamaan. Model
hubungan roda memiliki derajat kedominanan yang tinggi, karena
seluruh arus komunikasi harus melalui seorang individu.
Pemusatan
tersebut menimbulkan kurangnya informasi dan cenderung mengurangi
keterbukaan (Gambar 5).
24
B
C
A
D
E
Gambar 5 Kedominanan Klik
(c) sistem keterbukaan klik (clique openness) adalah derajat di mana anggota-anggota suatu klik saling bertukar informasi dengan klik -klik yang ada
di luarnya. Suatu gagasan baru akan lebih mudah masuk ke dalam suatu
klik yang lebih terbuka.
(d) keintegrasian klik (clique integration) dalam sistem yang lebih besar dapat diukur dengan ada tidaknya penghubung yang menghubungkan klik
dengan jaringan yang lebih luas tersebut.
3) Hubungan komunikasi pada tingkat sistem
Pada tingkat sistem misalnya suatu unit yang disebut desa , maka analisis yang
dapat dilakukan adalah pada:
(a) Keterhubungan sistem yaitu derajat di mana klik-klik dalam suatu sistem
berkaitan satu sama lain melalui arus komunikasi. Indeks ini memungkinkan digunakannya matematika untuk memperhitungkan derajat saling
keterhubungan klik dalam sistem sosial.
Pada umumnya ada sebuah
harapan bahwa derajat hubungan dalam jaringan komunikasi berkaitan
secara positif dengan tingkat difusi inovasi
25
(b) Kedominanan sistem adalah derajat di mana pola -pola hubungan antar
klik dalam suatu sistem sosial tidak mempunyai kesamaan. Hal ini berarti sebuah pengukuran terhadap derajat pemusatan yang menguasai
komunikasi antar klik. Makin besar kontrol dilakukan oleh suatu klik
terhadap arus informasi pada sekelompok klik, makin tinggi kedominanan sistem tersebut.
(c) Keterbukaan sistem adalah derajat di mana suatu sistem saling bertukar
informasi dengan lingkungannya. Suatu sistem yang derajat keterbuka annya besar adalah inovatif.
4) Konfigurasi sosiometri
Bentuk atau konfigurasi sosiometri sangat berguna untuk melihat peranan
seseorang dalam sebuah jaringan, sehingga dapat lebih memperjelas sosok
jaringan komunikasinya.
Ada lima konfigurasi sosiometri dalam analisis
jaringan komunikasi sebagai berikut:
(a) Bintang (Star); adalah seseorang yang merupakan pemusatan jalur
komunikasi dari beberapa orang (lihat Gambar 6).
Bintangnya
A
Gambar 6 Jaringan komunikasi konfigurasi Bintang
(b) Penghubung (Liaison) adalah orang yang menghubungkan dua atau lebih klik dalam suatu sistem jaringan komunikasi (lihat Gambar 7), tetapi
26
orang tersebut tidak menjadi anggota klik.
Sedangkan Bridge adalah
penghubung yang sekaligus menjadi anggota klik).
LIAISON
Gambar 7 Jaringan komunikasi konfigurasi Penghubung
(c) Pemencil (Isolated) adalah orang yang berada dalam lingkungan suatu
sistem, tetapi tidak menjadi anggota jaringan komunikasi (Gambar 8).
PEMENCIL
Gambar 8 Jaringan komunikasi konfigurasi Pemencil
(d) Negelctee adalah orang yang memilih tetapi tak dipilih (Gambar 9)
NEGLECTEE
Gambar 9 Jaringan komunikasi konfigurasi Neglectee
27
(e) Penjaga pintu (Gate Keeper) adalah seseorang yang berada da lam suatu
struktur jaringan komunikasi yang memungkinkan dia me-ngontrol arus
informasi (lihat Gambar 10).
GATE KEEPER
Gambar 10 Jaringan komunikasi konfigurasi Penjaga Pintu
Jaringan komunikasi berhubungan dengan kecepatan tersebarnya sua tu
informasi dan kecepatan untuk mendapatkan kesamaan penger-tian. Kedua hal
tersebut dapat diperoleh pada komunikasi yang konvergen, yaitu komunikasi yang
dapat mengakomodasikan kepentingan berbagai pihak. Lebih jauh menurut De
Vito (1997), dari berbagai bentuk jaringan komuniksi kelompok (lihat Gambar 11)
ternyata jaringan jenis roda, rantai, Y, lingkaran atau bintang sangat menentukan
dalam efektifitas komunikasinya.
Lingkaran
Roda
Y
Semua Saluran
Rantai
Gambar 11 Bentuk-bentuk jaringan komunikasi
28
Yang paling ideal adalah jaringan komunikasi dengan tipe tersebar atau
komunikasi terbuka dengan semua saluran seperti yang dikemukakan oleh Rogers
(1995) bahwa jaringan komunikasi dengan tipe roda adalah sangat penting dalam
penyebarserapan inovasi karena memilki jangkauan hubungan yang jauh di luar
sistemnya.
Anty (2002) mengemukakan bahwa struktur jaringan komunikasi
bentuk roda semi tertutup adalah kurang baik di dalam difusi teknologi SUTPA,
karena struktur ini menyebabkan semangat kerja rendah. Sementara itu Setyanto
(1993) menyimpulkan bahwa semakin luas jaringan komunikasi petani semakin
banyak pula petani mengadopsi paket teknologi Supra Insus.
halnya dengan Yanti (2003) bahwa
Demikian pula
makin tinggi derajat keterhubungan atau
jaringan komunikasi individunya dan kekompakannya makin tinggi pula adopsi
inovasi Kredit Usaha Tani (KUT) mereka.
Kemudian faktor-faktor yang
berpengaruh langsung terhadap jaringan komunikasi petani menurut Azis (2002)
antara lain usia, kekosmopolitan, status sosial, dan sikap terhadap inovasi.
2.6.. Adopsi Inovasi
2.6.1. Pengertian Inovasi
Inovasi menurut Rogers (1995) adalah suatu idea, penerapan atau praktek,
teknologi atau sesuatu hal yang dianggap baru oleh seseorang. Sebuah inovasi
biasanya terdiri dari dua komponen, yaitu komponen ide dan komponen obyek
yang berupa aspek material atau produk fisik dari ide tersebut). Inovasi menurut
Harper (1989) ada tiga yaitu: 1) variasi yang merupakan modifikasi bentuk sesua tu yang telah ada, 2) substitusi adalah di mana ide atau bahan baru digunakan
untuk mengganti yang lama, dan 3) mutasi adalah kombinasi dan reorganisasi
elemen-elemen yang telah ada atau lama dengan yang baru.
Ukuran dari
29
kebaharuan suatu inovasi adalah bersifat subyektif menurut pandangan individu,
sehingga diterima atau ditolaknya suatu inovasi merupakan suatu proses mental
sejak ia mengetahui sampai dengan keputusan yang diambil untuk menolak atau
menerima inovasi tadi.
Inovasi menurut Rogers (1995) mempunyai lima
karakteristik:
1) Keuntungan relatif (relative advantage), yaitu ketika suatu inovasi lebih
menguntungkan dibandingkan dengan yang lama,
2) Kecocokan/Keserasian (compatibility), yaitu ketika suatu inovasi masih tetap
konsisten dengan nilai-nilai budaya yang ada,
3) Kerumitan (complexity) , yaitu ketika suatu inovasi mempunyai sifat-sifat
yang rumit sulit dipahami dan diikuti,
4) Keujicoba an (trialability) , yaitu ketika suatu inovasi dapat diuji coba dengan
mudah sesuai situasi dan kondisi setempat,
5) Kekasatmataan (observability), yaitu ketika suatu inovasi segera dapat dilihat
atau kasatmata dan dirasakan hasilnya.
2.6.2. Macam dan jenis saluran komunikasi inovasi
Penyebarserapan (difusi) inovasi merupakan bentuk khusus komunikasi yaitu
berupa penyampaian pesan-pesan inovasi, di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam suatu jangka waktu di kalangan warga
suatu sistem sosial. Komunikasi diartikan sebagai proses di mana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapau sutau pengertian
bersama. Sedangkan saluran komunikasi adalah suatu alat di mana pesan atau
informasi inovasi dapat sampai da ri seorang individu ke individu lainnya. Ada
dua saluran komunikasi yang dikenal secara luas yaitu: saluran media massa, dan
30
saluran antarpribadi. Kedua saluran komunikasi tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing di mana karakteristik keduanya lihat Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan Antara Saluran Media Massa Dengan Saluran
Pribadi
Karakteristik
1. Arus pesa
2. Konteks komunikasi
3. Jumlah feedback yang siap sedia
4. Kemampuan mengatasi proses
selektif
5. Kecepatan menjangkau massa
6. Efek yang mungkin terjadi
Antar
Saluran Antar pribadi
Cenderung dua arah
Tatap muka
Tinggi
Tinggi
Saluran Media Massa
Cenderung satu arah
Interposed
Rendah
Rendah
Relatif lambat
Pembentukan dan
perubahan sikap
Relatif cepat
Perubahan pengetahuan
2.6.3. Waktu, keinovasian dan kategori adopter
Waktu merupakan elemen penting dalam proses difusi inovasi, karena
dimensi waktu terkait dalam:
1) proses keputusan inovasi di mana seorang individu sejak pertama kali mengetahui sebuah ionovasi kemudian menerima atau menolaknya.
2) keinovatifan seorang individu atau unit adopsi, yaitu dalam hal kecepatan
atau kelambatan relatif dalam mengadopsi dibandingkan dengan anggota lain
dari suatu sistem.
3) tingkat adopsi suatu inovasi di lingkungan sustu sistem, yang diukur melalui
jumlah anggota sistem yang mengadopsi dalam jangka waktu tertentu.
Ada lima kategori adopter keinovatifan yaitu innovator, early adopters,
early majority, late majority, laggards. Lima kategori adopter tersebut secara
grafis (lihat Gambar 12. Keinovasian adalah tingkat di mana seseorang individu
atau unit adopsi lain lebih awal dalam mengadopsi inovasi dibanding dengan
anggota lain suatu sistem sosial. Penyebutan dengan istilah-istilah yang khusus
misalnya innovator, late majority membantu memperjelas pengertian, karena
31
proses difusi inovasi menunnjukkan bahwa anggota dari masing-masing kategori
adopter mempunyai banyak kesamaan.
Kategori adopter adalah klasifikasi
masyarakat berdasarkan keinovatifannya.
Adopter
Innovator
Dini
2,5 %
13,5 %
Mayoritas
Dini
34 %
Mayoritas
Belakangan
34 %
Laggards
16 %
Gambar 12 Kategorisasi adopter berdasarkan keinovatifan
2.6.4. Adopsi Inovasi
Adopsi inovasi menurut Rogers (1995) adalah suatu proses mental sejak ia
mengetahui sampai dengan keputusan yang diambil untuk menolak atau menerima
inovasi tadi.
Variabel-variabel yang membentuk adopsi dapat diikuti pada
Gambar 13.
Adopsi inovasi dapat terjadi secara terindividu (optional) , kelompok
(kolektif), dan kekuasaaan (otoritas).
Tahapan proses adopsi inovasi secara
individual sebagai berikut:
1) Tahap Mengetahui atau mengenal (knowledge) yaitu ketika seseorang pertama
kali mengetahui, mengenal dan sadar terhadap kehadiran suatu inovasi,
2) Tahap Persuasif (persuasion) yaitu ketika seseorang membentuk sikapnya atau
minat untuk menerima atau menolak inovasi tersebut,
32
3) Tahap Keputusan (decisio n) yaitu proses di mana seseorang membuat suatu
penilaian sebagai pertimbangan untuk menerima atau menolak inovasi tadi,
4) Tahap Pelaksanaan (implementation) yaitu ketika seseorang mulai melaksanakan keputusannya dengan cara mencoba dalam skala kecil guna menetapkan
lebih jauh manfaat dan kesesuaian inovasi tersebut dengan dirinya,
5) Tahap Konfirmasi (confirmation), yaitu ketika seseorang mencoba meyakinkan
apakah inovasi tersebut benar-benar cocok untuk dirinya. Tahapan ini ada dua
kemungkinan yaitu mengadopsi inovasi atau menolak inovasi.
Variabel2 Yang Membentuk Adopsi
Variabel2 Dependen Yang Akan
I. Atribut2 Inovasi yg. Dipersepsikan:
1. Keuntuingan relatif 4. Dapat dicoba
2. Kompatibilitas
5. Dapat dilihat
3. Kerumitan
II. Jenis2 keputusan inovasi:
1. Opsional
3, Otoritas
2. Kolektif
Tingkat
Adopsi
Inovasi
III. Saluran2 komunikasi (media massa,
antar pribadi)
IV. Sistem sosial (norma2, tingkat
keterhubungan)
V. Tingkat promosi agen perubahan
Gambar 13 Paradigma dari berbagai variabel yang menentukan tingkat adopsi
inovasi diadopsi dari Rogers (1995) p. 207 (terjemahan bebas)
Kemudian untuk adopsi inovasi secara kelompok dapat dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu:
1) Keputusan otoritas yang dipaksakan atas seorang individu oleh seseorang
yang berada pada posisi kekuasaan atasan.
33
2) Keputusan individual di mana individu mempunyai pengaruh terhadap:
(a) Keputusan optional yang dibuat oleh seorang individu terlepas dari
keputusan yang dibuat oleh anggota lain dari sistem sosial dia berada.
(b) Keputusan kolektif yang dibuat oleh individu dalam suatu sistem sosial
secara konsensus.
Adopsi inovasi secara kolektif tersebut juga melalui lima tahapan yaitu:
1) Tahap Stimulasi yaitu penumbuhan minat kepada kebutuhan akan inovasi oleh
stimulator karena anggota belum menilai penting arti sebuah inovasi
2) Tahap Inisiasi yaitu memprakarsai ide-ide baru ke dalam kelompok oleh
inisiator karena inovasi mulai mendapat perhatian
3) Tahap Legitimasi yaitu pengakuan inovasi oleh legitimator atau proses
pembuatan keputusan secara kelompok terhadap keabsahan inovasi
4) Tahap Keputusan yaitu keputusan bertindak untuk menerapkan inovasi oleh
kelompok di mana anggota terlibat dalam pengambilan keputusan
5) Tahap Pelaksanaan yaitu penerapan inovasi oleh anggota kelompok
Paradigma proses keputusan inovasi yang diadopsi dari Rogers (1995)
dapat diikuti pada Gambar 14.
2.6.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi
Rogers (1995) menjelaskan dua kelompok faktor yang mempengaruhi
adopsi inovasi yaitu faktor internal yang berupa pendidikan, umur, luas garapan,
status pemilikan lahan, jumlah tenaga kerja anggota keluarga, wawasan
kewilayahan, persepsi, dan aktivitas petani dalam kelompok dan faktor eksternal
yang berupa kelembagaan, lingkungan, kebijaksanaan pemerintah.
34
(ANTECEDENT)
Variabel
Penemima:
1. Sifat-sifat pribadi (a.l. si kap umum
terhadap
perubahan)
2. Sifat-sifat so sial (a.l. kekosmopolitan)
3. Kebutuhan
nyata terhadap Inovasi
4. Dan sebagainya
Sistem sosial:
1. Norma2 sistem
2. Toleransi terhadap penyimpangan
3. Kesatuan
komunikasi
(PROSES)
(CONSEQUENCES)
SUMBER KOMUNIKASI
Terus
Mengadopsi
ADOPSI
Diskonfirmasi:
1. Ganti yg. Baru
2. Kecewa
S A L U R A N
PENGE NALAN
I
PERSUASI
II
KEPUTUSAN
III
KONFIRMASI
IV
Pengadopsian
terlambat
MENOLAK
Tetap menolak
Cirir-ciri Inovasi dalam
pengamatan penerima:
1. Keuntungan relaitf
2. Kompatibilitas
3. Kompleksitas
4. Triabilitas
5. Observabilitas
PERJALANAN WAKTU
Gambar 14 Paradigma Proses Keputusan Inovasi diadopsi dari Rogers (1995)
p. 163 (terjemahan bebas)
Lebih jauh dalam hal kecepatan proses adopsi inovasi menurut Rogers
(1995) ada faktor -faktor yang mempengaruhinya yaitu profil petani dan profil
kelompok.
Profil petani yang dimaksud meliputi umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, besaran keluarga, pengalaman bertani, usaha keluarga,
pendapatan keluarga, kekosmopolitan, partisipasi kelembagaan atau organisasi
masyarakat, partisipasi dalam kelompok dan kontak media.
Sedangkan profil
kelompok adalah mencakup kekohesifan, jaringan komunikasi, kepemimpinan.
Ada enam faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi yang dikemukakan oleh Mardikanto (1993) yaitu:
35
a. Sifat inovasinya;
Ø Sifat intrinsik inovasinya; informasi ilmiah dalam inovasi, nilai
keunggulan (teknis, sosial, ekonomis, politis), tingkat kerumitan, mudah
atau sulitnya inovasi (dikomunikasikan, diujicobakan, diamati)
Ø Sifat
entrinsik
tingkat
keserasiannya
dengan
lingkungan,
tingkat
keunggulan relatif yang ditawarkan (aspek teknis, sosial, ekonomi, politis)
b. Sifat sasaran
c. Cara pengambilan keputusan
d. Saluran komunikasi
e. Keadaan penyuluh
f. Ragam sumber informasi
Yusnandi (1992) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa petani yang
lahan usahataninya realtif sempit kurang responsif dalam adopsi inovasi.
Sedangkan faktor lainnya yang mempengaruhi keputusan adopsi petani adalah
tingkat pendidikan, di mana tingkat pendidikan petani yang relatif tinggi
mempunyai respon yang lerbih baik terhadap penerapan teknologi.
Kegiatan
promosi yang dilakukan oleh penyalur pestisida juga memberikan peluang untuk
pemakaian produk oleh petani. Petani yang sudah “nyandu” mempunyai rasa
ketergantungan yang besar terhadap “pestisida” untuk pengendalian hama
usahataninya. Namun ketika program pengendalian hama terpadu (PHT) mulai
diperkenalkan dan diadopsi, maka penggunaan pestisida menurun tajam sehingga
produsen mengalami penurunan keuntungan, oleh karena itu para produsen rajin
mempromosikan produknya melalui berbagai kegiatan (misalnya demonstrasi,
hadiah).
36
2.7. Diversifikasi Pangan dan Gizi, SL-DPG
2.7.1. Teknologi DPG sebagai inovasi
Seperti yang telah diuraikan di muka, inovasi adalah sebagai ide-ide baru,
praktek-praktek baru atau sesuatu obyek baru yang dapat dirasakan oleh individu
atau masyarakat. Yang dimaksud “baru” adalah mengandung pengertian “baru”
diketahui oleh pikiran, “baru” karena belum diterima oleh seluruh masyarakat,
dan “baru” karena belum diterapkan oleh masyarakat. Dengan menggunakan pengertian tersebut, maka teknologi DPG dapat dipandang sebagai sebuah inovasi.
Kegiatan DPG dimulai dengan berlandaskan Daftar Isian Proyek
dan
Pedoman umum Program Diverifikasi Pangan dan Gizi Departemen Pertanian
Tahun Angaran 1999/2000.
Program DPG dimaksudkan untuk meningkatkan
penyediaan beragam pangan sehingga dapat diwujudkan ketahanan pangan sampai tingkat rumah tangga.
Usahatani dengan pola DPG dilaksanakan dengan
memanfaatkan sumberdaya lokal secara efisien dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, dan ekologi setempat.
Kegiatan program DPG tersebut
membantu petani dalam usaha -usaha meningkatkan:
1) Cara bertani
2) Jumlah panga n yang diusahakan
3) Keragaman tanaman pangan yang diusahakan
4) Cara penanganan, penyimpanan, pengawetan & pengolahan pangan
5) Distribusi di tingkat desa sehingga pangan tersedia cukup bagi keluarga
setempat
6) Pengetahuan
tentang
bagaimana
panganyang
diusahakan
membantu
menyediakan gizi dan kesehatan yang baik
37
DPG merupakan paket besar sebuah inovasi yang dapat dilihat dari dua
paket, yaitu paket program dan paket teknologi. Dari sudut strategi pengembangan pangan lokal, paket teknologi dibedakan ke dalam teknologi budidaya,
prosesing, dan pemasaran hasil. Guna dapat menerapkan paket teknologi DPG
yang berupa teknologi budidaya, pengolahan hasil, dan pemasaran; maka
seseorang perlu memahami unsur -unsur dasar teknologi DPG dan menguasai
komponen-komponen teknologi DPG. Unsur dasar teknologi DPG terdiri dari:
1) Budidaya tanaman sayuran yaitu pengetahuan tentang (a) benih unggul, (b)
pemupukan, (c) PHT, (d) pengairan, (e) pengolahan tanah, (f) panen, (g)
pengolahan hasil, (h) pemasaran hasil.
2) Budidaya Ikan yaitu pengetahuan tentang: (a) bibit unggul, (b) pengolahan
tanah & pemupukan, (c) pakan, (d) PHT, (e) pengairan, (f) panen, (g)
pengolahan hasil, (h) pPemasaran hasil.
3) Budidaya ternak yaitu pengetahuan tentang: (a) bibit unggul, (b) kandang,
(c) pakan, (d) kesehatan hewan, (e) air minum, (f) panen, (g) pengolahan
hasil, (h) pemasaran hasil.
Sarana atau komponen teknologi DPG antara lain varietas bibit atau benih,
air , tanah, pupuk/pakan, pestisida, dan pengo-lahan hasil, pemasaran hasil.
Teknologi DPG termasuk kriteria inovasi variasi, yaitu modifikasi dari teknologi
DPG yang lama. Variasi dari teknologi DPG tahun 1999 setelah dikelompokkan
dibandingkan dengan yang diluncurkan tahun 1997 dapat diikuti pada Tabel 5.
38
Tabel 5 Teknologi Diversifikasi Pangan dan Gizi sebagai Inovasi Variatif
DPG
DPG
No.
URAIAN
Tahun 1997
Tahun 1999
1. Teknologi Usahatani *) Sayuran
Ada
Variasi
2. Teknologi Usahatani **) Ikan
Ada
Variasi
***)
3. Teknologi Usahatani
Ternak
Ada
Variasi
Keterangan:
*) 1. Benih unggul, 2. Pemupukan, 3. PHT, 4. Pengairan, 5. Pengolahan tanah
6. Panen, 7. Pengolahan hasil, 8. Pemasaran hasil.
**) 1. Benih unggul, 2. Pengolahan Tanah & Pemupukan, 3. Pakan, 4. PHT,
5. Pengairan, 6. Panen, 7. Pengolahan hasil, 8. Pemasaran hasil.
***) 1. Benih unggul, 2. Kandang, 3. Pakan, 4. Kesehatan Hewan, 5. Air Minum
6. Panen, 7. Pengolahan hasil, 8. Pemasaran hasil.
2.7.2. Pengertian, azas, ciri-ciri dan prinsip SL-DPG
Menurut Yul (1999) kegiatan utama program DPG adalah pembinaan terhadap target grup terutama KWT. Kegiatan dilakukan melalui pendekatan pendidikan dan latihan (Diklat) dengan pola Sekolah Lapangan (SL). SL-DPG adalah
suatu cara belajar yang memadukan antara teori dan praktek melalui pengalaman
petani, keluarga tani termasuk wanita tani dan atau kelompok tani yang ada dalam
rangka memantapkan usaha ketahanan pangan dan memperbaiki status gizi keluarga. SL berazas partisipatif, pengalaman nyata, kemitraan dan pemecahan masalah. Ciri-ciri SL antara lain kemitraan, kebersamaan, partisipasi, pengalaman
nyata, keswadayaan, kesinambungan, kesesuaian, lokalitas, keterpaduan, latihan
selama satu siklus, dan sarana belajar. SL-DPG bagi KWT yaitu diklat bagi wanita tani yang terhimpun dalam KWT dengan kegiatan utamanya adalah praktek
lapangan dan laboratorium lapangan.
Laboratorium lapangan (Lablap) adalah
suatu wadah penerapan dan tempat berlatih memecahkan masalah usahatani, baik
masalah teknologi produksi dan manajemen, maupun masalah ekonomi dan sosial.
Ada lima prinsip dan ruang lingkup materi yang perlu menjadi pegangan
dasar bagi para pelaku kegiatan SL-DPG sebagai berikut:
39
1) wanita tani mampu mengelola pemanfaatan pekarangan,
2) wanita tani mampu mengelola pola konsumsi pangan dan gizi,
3) usahatani di pekarangan dan penyediaan bahan pangan sesuai dengan agroekosistem dan sosial budaya,
4) usahatani di pekarangan yang intensif dan lestari ( sustainable ),
5) usahatani di pekarangan yang menguntungkan (komersial).
2.7.3. Proses Berlatih SL-DPG
Materi pengamatan di Lablap diorganisir dalam bentuk Lembaran Berlatih
Mengalami (LBM) yang memungkinkan peserta mengidentifikasi semua permasalahan di lapangan secara rinci dan akurat. Kegiatan ini sebagai tahapan awal
dari daur berlatih melalui pengalaman (Experiencing Learning Cycle). Mate ri
pembahasan sama dengan topik pengamatan di Laplap. Materi teknis diorganisir
dalam Petunjuk lapangan (Petlap) dan Elemen Keterampilan (EK), sedangkan
untuk ketrampilan sosial, administrasi dan manajemen diorganisir dalam bentuk
modul. Materi dinamika kelompok yang diberikan dimaksudkan untuk 1) pencerahan atau penyegar suasana, 2) perkenalan atau pengakraban, 3) membangun
kerjasama, 4) memperlancar komunikasi, 5) menyusun perencanaan. Kemudian
di setiap akhir proses berlatih-melatih pemandu membuat refleksi harian. Evaluasi diselenggarakan pada awal dan akhir kegiatan SL-DPG.
Metode yang digunakan dalam SL-DPG adalah 1) metode partisipasi aktif,
2) metode pemecahan masalah, 3) metode pengalaman dalam situasi nyata, dan 4)
metode kerjasama kelompok. Keempat metode tersebut secara terpadu dikemas
dalam daur belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning cycle atau
ELC) yang melalui empat tahap belajar:
40
1) Tahap mengalami (experiencing) dengan menggunakan Lembar Berlatih
Mengalami (LBM),
2) Tahap mempertukarkan hasil mengalami (processing) dengan memakai
Lembar Rekapitulasi Hasil Berlatih Mengalami (LR-HBM),
3) Tahap menyimpulkan hasil berlatih (generalizing) dengan memakai Lembar
Penyimpulan Hasil Berlatih Mengalami (LP -HBM),
4) Tahap merencanakan penera pan hasil berlatih dalam situasi dan kondisi
masing-masing peserta (applying ) dengan menggunakan Lembar Rencana
Penerapan Hasil Berlatih (LR-PHB).
Waktu yang diperlukan untuk sebuah proses berlatih dalam SL-DPG
selama 18 minggu, di mana 4 minggu kegiatan pemantauan usahatani, perilaku
konsumsi, dan manajemen. Pola diklatnya adalah pola 1-6, yaitu satu hari selama
3-4 x 60 menit dalam seminggu belajar dalam pertemuan kelompok dengan
format diskusi dan 6 hari berikutnya adalah di mana setiap peserta menera pkan
hasil belajarnya tersebut di lahan atau pada kegiatannya sendiri. Format pelaksanaan diklat SL-DPG tersebut yaitu 1) Pengembangan usaha selama 60–90 menit
yaitu (a) pengamatan di Lablap atau kebun sendiri, dan atau di tempat lainnya
yang telah ditentukan, (b) identifikasi masalah, (c) presentasi, (d) penarikan
kesimpulan, (e) pengambilan keputusan, 2) Dinamika kelompok (15 menit), 3)
Topik Teknis (60 – 90 menit), 4) Topik Tambahan (60 menit), dan 5) Refleksi
Harian (15 menit).
41
Download