laporan survei dan pemetaan daerah rawan

advertisement
PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI
Jalan Raya Sentani – Abepura Telp/Fax (0967) 593 392
LAPORAN
SURVEI DAN PEMETAAN
DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI
DI DISTRIK DEPAPRE DAN DISTRIK RAVENIRARA
KABUPATEN JAYAPURA
KEGIATAN:
BIDANG BINA PENGEMBANGAN GEOLOGI DAN
SUMBER DAYA MINERAL
DPA SATKER DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KAB. JAYAPURA
TAHUN ANGGARAN 2009 NOMOR: 2.03.2.03.0116.04.5.2.
Sentani, Desember 2009
KATA PENGANTAR
Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara secara topografis memiliki keragaman bentang
alam, yaitu mulai dari pantai, dataran rendah maupun tinggi, sampai perbukitan dan
pegunungan dengan tingkat kemiringan lereng yang sangat bervariasi, yaitu landai
hingga terjal. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya bencana yang disebabkan
oleh faktor alam dan dapat menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan
tertentu dapat menghambat pembangunan.
Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tingkat
kabupaten. Salah satu pengejawatahan tanggung jawab ini maka dilakukan upaya
pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana melalui
kegiatan Penyebaran Peta Daerah Rawan Bencana Alam di Kabupaten Jayapura yang
dijabarkan dalam bentuk Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam di Distrik
Depapre dan Distrik Ravenirara Kabupaten Jayapura, tahun anggaran 2009.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dan berpartisipasi dalam kegiatan ini. Dengan harapan, kerja sama yang
telah berlangsung dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan untuk kegiatan yang lain.
Semoga kegiatan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat maupun instansi pemerintah
terkait, dan dapat memberikan informasi yang akurat bagi perencanaan,
pengembangan dan pembangunan di Kabupaten Jayapura secara keseluruhan.
Sentani, 10 Desember 2009
KEPALA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI
KABUPATEN JAYAPURA
NEHEMIA KARMA, SH
PEMBINA
NIP. 19550924 198912 1 001
i
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sepuluh tahun terakhir ini, Indonesia terus menerus dilanda berbagai bencana, baik
bencana oleh sebab alamiah maupun bencana akibat ulah manusia. Bencana yang
datang bagai sebuah estafet, dari pulau satu ke pulau yang lain, serta dari satu jenis
bencana ke bencana yang lain. Sudah ratusan ribu nyawa manusia melayang, dan
sudah milyaran rupiah nilai harta benda yang rusak dan hilang, serta juta tenaga
manusia dikerahkan untuk menangani masalah bencana di negeri ini.
Sesungguhnya bencana tidak diinginkan oleh setiap orang atau masyarakat sebuah
negeri. Namun faktor alamiah yang dimiliki oleh wilayah atau daerah tempat manusia
bertempat tinggal itulah yang terus menerus melakukan proses untuk mencapai
keseimbangan alamiahnya, baik secara internal maupun eksternal. Manusia sebagai
penghuni yang menempati bagian permukaan dan terkadang dapat mengeksplorasi
hingga sampai ke bagian bumi yang paling dalam, tidak dapat menyesuaikan dengan
proses-proses keseimbangan alam tadi, sehingga berbagai bencana yang ditakutkan
dapat terjadi secara sambung menyambung.
Sebenarnya proses keseimbangan alamiah bumi telah cukup banyak dipahami dan
diketahui oleh manusia, baik secara tradisional maupun modern. Bukti-bukti kearifan
lokal masyarakat mengenai memelihara alam sudah dikenal, serta hasil-hasil penelitian
modern tentang proses keseimbangan alam juga sudah banyak dipublikasikan. Saat ini
yang diperlukan adalah bagaimana mengimplementasi budaya (kearifan lokal) dan
hasil penelitian tersebut untuk mengenali lebih dalam proses keseimbangan yang
dimiliki oleh setiap wilayah atau daerah sehingga dampak dari bencana yang dihadapi
dapat dikurangi dan manusia yang bertempat tinggal di wilayah tersebut dapat hidup
selaras dengan alamnya.
Kabupaten Jayapura yang berada di bagian utara pulau Papua, secara topografis
memiliki keragaman bentang alam, yaitu mulai dari pantai, dataran rendah maupun
tinggi, sampai perbukitan dan pegunungan dengan tingkat kemiringan lereng yang
sangat bervariasi (landai hingga terjal). Berdasarkan kondisi geologi, wilayah
1
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Kabupaten Jayapura tersusun oleh formasi batuan yang berumur sangat tua (praTersier) hingga muda (Kuarter) dengan kondisi sudah lapuk menengah hingga lapuk
lanjut dan memiliki kondisi geodinamika yang kompleks. Kondisi seperti ini merupakan
kendala yang cukup berarti dalam pengembangan wilayah dan berpeluang menjadi
bencana yang dapat mengancam keberadaan manusia dan segala infrastruktur yang
ada. Keadaan iklim, terutama curah hujan yang terjadi di wilayah ini menunjukkan
perubahan yang cukup signifikan. Di samping itu, pertumbuhan kota Sentani sebagai
ibukota Kabupaten Jayapura juga semakin berkembang yang diikuti dengan
pertambahan jumlah penduduk dan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan.
Perkembangan wilayah perkotaan saat ini berada pada poros Sentani – Depapre. Hal
ini berpengaruh pada pertumbuhan wilayah-wilayah distrik dan/atau kampung yang
berada pada jalan poros tersebut. Di samping memerlukan prasarana dan sarana fisik
untuk menunjang pertumbuhan wilayah, diperlukan juga data dan informasi tentang
faktor yang dapat menghambat peluang pertumbuhan wilayah tersebut. Salah satu,
komponen non fisik yang perlu dipersiapkan adalah ketersediaan data dan informasi
tentang wilayah-wilayah yang rawan bencana.
Pemerintah kabupaten Jayapura, melalui Dinas Pertambangan telah membentuk tim
yang bertugas memetakan daerah rawan bencana alam geologi di Distrik Depapre dan
Distrik Ravenirara tahun anggaran 2009. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya
mitigasi bencana yang diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai tentang
ancaman bahaya dan potensi bencana, sehingga risiko dan dampak dari bencana yang
dapat terjadi di tengah-tengah masyarakat dapat dikurangi.
1.2.
Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakan pekerjaan ini adalah melakukan survei dan pemetaan daerah
rawan bencana alam (geologi) di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara Kabupaten Jayapura.
Tujuan yang ingin dicapai dari pekerjaan ini adalah :
1. Untuk mengumpulkan data dan mengetahui potensi bencana yang telah dan/atau
memiliki peluang terjadi bencana di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara, sebagai
bagian dari upaya melindungi masyarakat dari ancaman bahaya alam (geologi).
2
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
2. Untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat dan instansi terkait di
bidang geologi, terutama geologi tata lingkungan dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan.
1.3.
Sasaran
Sasaran dari pekerjaan ini adalah :
1. Teridentifikasi bahaya dan bencana geologi yang mengancam maupun telah terjadi
serta yang berpeluang terjadi di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara.
2. Tersedianya peta daerah rawan bencana pada tingkat distrik yang dapat digunakan
sebagai bahan pengambilan keputusan dalam bertindak menangani bencana alam.
3. Tergambarkan kondisi geologi, morfologi, penggunaan lahan, keadaan iklim,
kegempaan, hidrolog i, demografi dan sarana infrast ruktur yang tela h
terbangun dalam peta skala 1 : 50. 000.
4. Tersusun rencana tindak (upaya) penanganan bencana pada tingkat distrik dan
peningkatan peran serta masyarakat di kedua distrik.
1.4.
Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang melandasi pekerjaan ini antara lain :
1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua.
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 te ntang Pe nataan Ruang .
5. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan P ulau-pulau Kecil.
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan da n
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2000 tentang Pemindahan Ibukota
Kabupaten Jayapura ke Kota Sentani.
3
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
8. Peraturan
Peme rintah
Nomor
21
Tahun
2008
tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan
Bantuan Bencana Penanggulangan Bencana.
10. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
11. Peraturan Mente ri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang
Pedoman Umum M it igasi Bencana.
12. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1452/K/10/MEM/2000
tentang Pedoman teknis penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang
ineventarisasi sumberdaya mineral dan energi, penyusunan peta geologi, dan
pemetaan zona kerentanan gerakan tanah.
13. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 360/915/PUM tanggal 19 Juni 2007
tentang Panduan Pembuatan Peta Rawan Bencana.
14. Surat Keputusan Sekretaris Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
dan Penanganan Pengungsi Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
15. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kewenangan
Pemerintah D aerah Kabupaten Jayapura (Lembar Dae rah Kabupaten
Jayapura Tahun 2001 Nomor 12).
16. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kewenangan
dan Tata Kerja D inas – Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Jayapura Tahun 2001 Nomor 15).
17. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 17 Tahun 2008 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Jayapura
18. Keputusan Bupati Jayapura Nomor 347 Tahun 2002 tentang Satuan Pelaksana
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) Kabupaten
Jayapura.
19. Keputusan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Jayapura Nomor
546/16/SK/2009 tentang pembentukan tim survei, tim ahli, tim konsultasi publik
4
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
(seminar) dan tim penyusun buku pemetaan daerah rawan bencana alam geologi di
Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara Kabupaten Jayapura.
1.5.
Ruang Lingkup
1.5.1. Pengertian
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis (UU No 24 tahun 2007).
Bahaya adalah situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi,
politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan (DMTP/UNDP, 1992)
Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau
suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya
tertentu, yang bergantung pada kondisinya, jenis material bangunan dan infrastruktur,
serta kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana
Kemampuan adalah sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang,
masyarakat, atau negara yang memungkinkan mereka untuk menanggulangi, bertahan
dari, mempe rsiapkan diri, me ncegah, dan memit igasi atau dengan cepat
memulihkan diri dari bencana
Risiko Bencana adalah kemungkinan timbulnya kerugian (kematian, luka-luka,
kerusakan harta dan gangguan kegiatan perekonomian) karena suatu bahaya terhadap
suatu wilayah dan pada suatu kurun waktu tertentu
Manajemen Bencana adalah sekumpulan kebijakan dan keputusan-keputusan
adminitrasi serta aktivitas-aktivitas operasional yang berhubungan dengan berbagai
tahapan dari semua tingkatan bencana, seperti kesiapsiagaan, tanggap darurat,
pemulihan, serta pencegahan dan mitigasi (DMTP/UNDP, 1992)
5
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan, dan meng urangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu (UU No 24 tahun 2007).
Peta daerah rawan bencana adalah gambaran yang menunjukkan kawasan yang sering
terjadi bencana alam atau berpotensi terjadinya bencana, sehingga merupakan
peristiwa yang rutin terjadi dan berpotensi terjadi bencana (SE Mendagri No 360
Tahun 2007).
Pemetaan daerah rawan bencana adalah suatu kegiatan identifikasi/menemukenali
daerah-daerah yang sering terjadi bencana dan selalu berulang maupun yang
berpotensi terjadi bencana yang disebabkan oleh alam, non alam ataupun gabungan
dari keduanya (SE Mendagri No 360 Tahun 2007).
1.5.2. Lingkup Pekerjaan
Metode kerja terdiri dari :
1. Pemetaan secara tidak langsung, yaitu pembuatan peta dengan cara menghimpun
dan menginventarisir data yang berasal dari peta tematik yang telah tersusun,
penyelidikan terdahulu serta penafsiran peta topografi, dan foto udara atau citra satelit.
2. Pemetaan secara langsung yang dilakukan bersamaan dengan survei lapangan,
yaitu pemetaan geologi permukaan berupa peninjauan, pengamatan, pencataan
pengukuran atau pengujian dan pendokumentasian.
3. Analisis studio yang dilakukan terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan
dalam pemetaan secara tidak langsung maupun langsung.
Pemetaan daerah rawan bencana maupun yang berpotensi bencana disusun
berdasarkan jenis-jenis bencana yang merupakan hasil identifikasi di tingkat kampung
dan distrik. Tiap jenis bencana ditunjukkan oleh warna yang berbeda.
Pendokumentasian hasil identifikasi dibuat dalam bentuk peta dan narasi. Hasil
pemetaan dicetak dalam bentuk buku yang berisi data dan informasi kejadian
6
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
bencana, serta menyajikan petunjuk pelaksanaan upaya mitigasi bencana yang
diperlukan oleh pemerintah Kabupaten Jayapura.
1.6.
Lokasi
Lokasi penyelidikan berada di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara, meliputi sebaran
seluas 871,7 km2 (87.170 ha) atau mencakup 4,98% luas Kabupaten Jayapura.
Kesampaian lokasi penyelidikan dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu 1) Jalan darat
menggunakan kendaraan roda 2 atau 4 untuk menuju Distrik Depapre, dan 2) Jalan
laut menggunakan speedboat untuk menuju Distrik Ravenirara.
Gambar 1.1. Lokasi daerah penyelidikan.
7
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
1.7.
Sistematika Laporan
Laporan akhir ini berisi uraian tentang keadaan umum dan keadaan geologi, tinjauan
aspek kebencanaan, data dan informasi kebencanaan geologi, hingga petunjuk
pelaksanaan upaya mitigasi bencana yang dapat dilaksanakan di Kabupaten Jayapura.
Sistematika laporan adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah dari pekerjaan ini; maksud dan tujuan yang ingin
dicapai; sasaran pekerjaan; dasar hukum yang menjadi acuan pelaksanaan pekerjaan
ini; ruang lingkup, mencakup pengertian dan lingkup pekerjaan; lokasi penyelidikan
serta sistematika laporan akhir.
Bab II Tinjauan Kebencanaan
Berisi teori tentang pengertian bahaya dan bencana geologi, menejemen bencana dan
menejemen risiko.
Bab III Keadaan Umum
Berisi tentang keadaan pemerintahaan, fisik dan pengunaan lahan, kependudukan,
perekonomian, sarana dan prasarana di Kabupaten Jayapura; adminitratif, keadaan
fisik, dan sosial budaya Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara
Bab IV Keadaan Geologi
Berisi tentang informasi geologi regional, meliputi geomorfologi, stratigrafi dan
struktur geologi; dan pengetahuan kebencanaan geologi (Geo Hazard).
Bab V Hasil Kegiatan
Berisi tentang penyelidikan terdahulu yang diperoleh dari referensi geologi dan
laporan banjir; hasil kegiatan survei lapangan yang membahas jenis bencana menurut
kampung atau distrik; analisis risiko; dan penanganan bencana.
Bab VI Penutup
Berisi kesimpulan dari hasil identifikasi; saran dan rekomendasi yang perlu
diperhatikan dari pekerjaan ini.
8
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
BAB II TINJAUAN KEBENCANAAN
Hampir setiap tahun di berbagai daerah di Indonesia terancam oleh bencana, terutama
oleh bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah
longsor dan lain-lain. Sebenarnya fenomena alam ini terlah terjadi sejak dahulu,
namun sekarang dampak yang dirasakan oleh manusia menjadi sangat berarti
(signifikan) akibat ketahanan atau kesiapsiagaan manusia semakin berkurang.
Dalam sejarah manusia dengan akal budinya selalu dapat belajar dari pengalaman
menghadapi bencana dan mencari alternatif cara-cara untuk menghadapinya. Secara
alamiah, kekuatan alam tidak dapat dilawan oleh manusia. Kekuatan alam akan
ditunjukkan oleh hasil yang telah menimpa manusia maupun perubahan yang terjadi
pada permukaan bumi. Termasuk di dalamnya, kekuatan alam berupa bencana.
Hal yang dapat dilakukan manusia adalah bersikap mencerdasi fenomena alam
tersebut sehingga tidak membahayakan atau menimbulkan lebih banyak korban.
Bencana menjadi kenyataan hidup manusia untuk membuka kesempatan manusia
mengelola hidup dan lingkungannya. Sehingga bencana yang saat ini terjadi dapat
menjadi bagian dari proses pencerdasan masyarakat untuk tidak menerima bencana
sebagai takdir semata, tetapi berupaya untuk terus menerus meningkatkan kualitas
hidup yang lebih sejahtera meskipun berada di bawah bayang-bayang bahaya dan
bencana alam.
2.1. Bahaya dan Bencana Geologi
Bencana geologi berkembang dari bahaya geologi (geo-hazard) yang menimbulkan
korban jiwa maupun harta benda. Geo-hazard merupakan potensi yang secara inheren
terkandung di dalam fenomena geologi. Fenomena geologi merupakan proses alam
yang sesungguhnya tidak memberikan ancaman yang serius terhadap manusia dan
harta benda. Keberadaan manusia atau penduduk dengan perilaku dan harta benda
yang dimilikinya merupakan faktor sebab akibat munculnya bahaya atau bencana geologi.
Faktor bahaya geologi yang dapat menjadi bencana, antara lain:
a. Geologi, meliputi gempa bumi, tsunami, gerakan tanah.
9
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
b. Hidro-Meteorologi, meliputi banjir, angin topan, banjir bandang dan
kekeringan.
c. Teknologi, meliputi kecelakan transportasi dan industri.
d. Lingkungan, seperti pencemaran akibat limbah, kebakaran hutan dan
pengurunan
e. Biologi, seperti epidemi penyakit, hama.
f. Sosial, seperti konflik atau peperangan dan terorisme
Bahaya yang berpengaruh terhadap bencana sebagai tolak ukur penting untuk
mengetahui kerentanan masyarakat. Kerentanan dipandang sebagai gerak maju dari 3
tahap, yaitu penyebab yang mendasari, tekanan-tekanan yang dinamis, dan kondisikondisi yang tidak aman (Gambar 2.1.)
Berkaitan antara bahaya dan kerentanan, bencana dapat didefinisikan sebagai akibat
bertemunya bahaya yang menimpa dan kerentanan yang berada disekitar kehidupan
masyarakat. Secara matematis diformulasikan sebagai:
Bencana = Bahaya + Kerentanan
Gambar 2. 1. Rangkaian ke rentanan yang berpadu dengan bahaya yang
menim bulkan be ncana.
Hubungan antara bencana dan pembangunan mulai mendapat perhatian khusus, baik
oleh pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini dilatarbelakangi oleh akibat dari
10
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
bencana yang telah merusak dan menghancurkan sarana dan prasarana serta sumber
daya manusia yang telah dibangun bertahun-tahun. Bencana menyebabkan
pemborosan sumber-sumber daya pembangunan yang berharga.
Saat ini konsep hubungan pembangunan dan bencana mempertimbangkan bencana
sebagai bagian dari keadaan normal, artinya bencana beserta segenap potensinya
harus dikelola. Konsep ini melibatkan hubungan yang lengkap antara bencana dan
dana pembangunan. Secara ringkas hubungan pembangunan dan bencana digambarkan
sebagai berikut (Gambar 2.2).
Sebagai contoh kasus negatif positif (-+) adalah penataan ruang daerah pesisir dan
pantai yang tidak mempertimbangkan potensi atau ancaman tsunami, maka akan
menyebabkan banyak korban dan kerusakan infrastruktur. Untuk itu, bahaya yang
telah diidentifikasi menjadi acuan penting dalam arahan pembangunan agar diperoleh
hasil peningkatan aspek + pembangunan dan pengurangan aspek – bencananya.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis (UU 24/2007).
Gambar 2.2. Hubungan pembangunan dan bencana.
11
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga
menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi,
ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri
(ISDR, 2004).
Jenis bencana menurut UU No 24 tahun 2007 adalah sebagai berikut:
a. Bencana alam; bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
b. Bencana non alam; bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial; bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kondisi geologi di Papua memang mengandung potensi bahaya geologi yang sewaktuwaktu dapat berkembang menjadi bencana (disaster). Oleh sebab itu segala aspek
bahaya atau bencana alam yang bersumber dari atau terjadi di bumi relevan
diterangkan oleh geologi, meliputi segi komposisi dan struktur batuan penyusun,
tempat terjadinya bencana, proses yang menimbulkan bencana dan sejarah
kejadiannya di masa lalu. Bahaya atau bencana alam geologi yang umum dijumpai di
Papua adalah gempa bumi, tsunami, serta gerakan tanah atau tanah longsor.
A. Gempa Bumi
Gempabumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya
energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi.
Gempabumi
dapat
didefinisikan
sebagai
rambatan
gelombang
pada
masa
batuan/tanah yang berasal dari hasil pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam
bumi. Sumber energi yang dilepaskan dapat berasal dari hasil tumbukan lempeng,
letusan gunungapi, atau longsoran masa batuan / tanah. Hampir seluruh kejadian
12
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
gempa berkaitan dengan suatu patahan, yaitu satu tahapan deformasi batuan atau
aktivitas tektonik dan dikenal sebagai gempa tektonik (Gambar 2.3).
Sebaran pusat-pusat gempa (epicenter) di dunia tersebar di sepanjang batas-batas
lempeng (divergent, convergent, maupun transform), oleh karena itu terjadinya
gempabumi sangat berkaitan dengan teori Tektonik Lempeng. Penyebaran pusat-pusat
gempabumi sangat erat kaitannya dengan batas-batas lempeng. Pola penyebaran
pusat gempa di dunia yang berimpit dengan batas-batas lempeng. Disamping gempa
tektonik, dikenal juga gempa minor yang disebabkan oleh longsoran tanah, letusan
gunungapi, dan aktivitas manusia. Gempa minor umumnya hanya dirasakan secara
lokal dan getarannya sendiri tidak menyebabkan kerusakan yang signifikan atau
kerugian harta benda maupun jiwa manusia.
Gambar 2.3. Proses terjadinya gempa bumi.
Pusat gempa dapat diketahui dengan cara menghitung selisih waktu tiba dari
gelombang P dan gelombang S, sedangkan untuk mengetahui lokasi dari epicenter
gempa melalui perpotongan 3 lokasi alat seismograf yang mencatat getaran seismik
tersebut. Untuk menetukan magnitute gempa didasarkan atas besarnya amplitudo
gelombang seismik yang tercatat pada alat seismograf. Skala Richter adalah satuan
yang dipakai untuk mengukur besarnya magnitute gempa. Satuan besaran gempa
13
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
berdasarkan satuan skala Richter adalah 1 hingga 10. Satuan intensitas dan magnitute
gempabumi dapat juga diukur berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh
getaran gelombang seismik dan satuan ini dikenal dengan satuan Intensitas Modifikasi
Mercalli (MMI), nilai satuan ini berkisar dari 1 s/d 12 (lihat Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Skala Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI)
Skala MMI
DAMPAK KERUSAKAN
I
Tidak dirasakan oleh kebanyakan orang, hanya beberapa orang dapat merasakan dalam situasi
tertentu.
Dapat dirasakan oleh beberapa orang yang sedang diam/istirahat. Dapat memindahkan dan
menjatuhkan benda-benda.
Dirasakan oleh sedikit orang, terutama yang berada di dalam rumah, seperti getaran yang berasal dari
kendaraan berat yang melintas di dekat rumah.
Dirasakan oleh banyak orang, beberapa orang terbangun disaat tidur, Piring dan jendela bergetar.
Dapat mendengar suara-suara yang berasal dari pecahan barang pecah belah..
Dirasakan oleh setiap orang yang saling berdekatan. Banyak orang terbangun disaat tidur. Terjadi
retakan pada dinding tembok. Barang-barang terbalik dan pohon-pohon megalami kerusakan.
Dirasakan oleh satiap orang, terjadi runtuhan tembok dan terjadi kerusakan pada menara / tugu.
Setiap orang berlarian keluar rumah, Bangunan berstruktur buruk mengalami kerusakan. Dapat
dirasakan oleh orang-orang yang berada di dalam kendaraan.
Runtuhnya bangunan yang berstruktur buruk, Tiang dan menara, dinding runtuh . Tersemburnya pasir
dan Lumpur dari dalam tanah.
Kerusakan pada bangunan berstruktur tertentu, sebagian runtuh Gedung-gedung tergeser dari
fondasinya,. Tanah mengalami retakan dan pipa –pipa mengalami pecah.
Hampir semua bangunan berstruktur beton dan kayu rusak. Tanah retak retak, jalan kereta api
bengkok, pipa-pipa pecah.
Beberapa struktur bangunan beton tersisa. Terjadi retakan yang panjang di permukaan tanah. Pipa
terpotong dan terjadi longsoran tanah dan rel kereta api terputus.
Kerusakan total. Gelombang permukaan tanah dapat teramati dan benda-benda terlempar ke uadara.
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
Dampak bencana gempabumi.
Rambatan gelombang seismik berasal
dari energi yang dilepaskan dari hasil
pergerakan lempeng dapat menimbulkan bencana. Bencana yang disebabkan oleh
gempabumi dapat berupa rekahan tanah (ground rupture), getaran tanah (ground
shaking), gerakan tanah (mass-movement), kebakaran (fire), perubahan aliran air
(drainage changes), gelombang pasang atau tsunami dan sebagainya. Gelombang
gempa yang merambat pada masa batuan, tanah, ataupun air dapat menyebabkan
bangunan gedung dan jaringan jalan, air minum, telepon, listrik, dan gas menjadi
rusak. Tingkat kerusakan sangat ditentukan oleh besarnya magnitute dan intensitas
serta waktu dan lokasi episenter gempa.
B. Tsunami
Tsunami adalah suatu pergeseran naik atau turun yang terjadi secara tiba-tiba pada
dasar samudra pada saat terjadi gempabumi bawah laut, kondisi ini akan menimbulkan
14
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
gelombang laut pasang yang sangat besar yang lazim disebut tidal waves. Istilah
tsunami berasal dari bahasa Jepang yang telah digunakan secara luas, baik untuk
gelombang pasang (tidal waves) maupun gelombang yang disebabkan oleh
gempabumi atau yang lebih dikenal dengan istilah seismic sea waves.
Mekanisme terjadinya tsunami (Gambar 2.4):
1) Diawali dengan terjadinya gempa yang disertai oleh pengangkatan sebagai
akibat kompresi.
2) Gelombang bergerak keluar ke segala arah dari daerah yang terangkat
3) Panjang gelombang berkurang tetapi tingginya meningkat saat mencapai
bagian yang dangkal, kemudian melaju ke arah darat dengan kecepatan +/-100
km/jam setelah sebelumnya surut dulu untuk beberapa saat (Gambar 2.5).
Gambar 2.4 Mekanisme terjadinya tsunami
Gambar 2.5 Pergerakan kecepatan gelombang tsunami ke arah pantai / daratan
C. Tanah Longsor
Longsoran Tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah
akibat gaya berat (gravitasi). Longsoran tanah telah lama menjadi perhatian ahli
15
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
geologi karena dampaknya banyak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta
benda. Tidak jarang pemukiman yang dibangun di sekitar perbukitan kurang
memperhatikan masalah kestabilan lereng, struktur batuan, dan proses geologi yang
terjadi di kawasan tersebut sehingga secara tidak sadar potensi bahaya longsoran
tanah setiap saat mengancam jiwanya.
Faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya ikat
(kohesi) tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat
terlepas dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang
ada disekitarnya membentuk massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat
tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelolosan air
(permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan
tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat dan menjadi pemicu
longsoran tanah dapat terdiri dari berbagai faktor yang kompleks seperti kemiringan
lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan
lahan serta pola pengolahan lahan, pengikisan oleh air yang mengalir (air permukaan),
ulah manusia seperti penggalian dan lain sebagainya.
Berdasarkan tipenya, longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu (lihat
Gambar 2.6):
(1). Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow flowage ) terdiri dari:
a. Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng
dengan pergerakan yang sangat lambat.
b. Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng
c. Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material
talus/scree.
d. Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blok-blok
batuan.
e. Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan ke arah kaki lereng
dari limbah batuan.
f. Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng dari
material debris batuan yang jenuh air.
(2). Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari :
16
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
a. Aliran lumpur (Mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau yang
jenuh air pada teras yang berlereng landai.
b. Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari
material debris batuan yang jenuh air.
c. Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran yang
meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal.
(3) Gerakan tanah tipe luncuran (landslides) terdiridari :
a. Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian debris
batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.
b. Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran yang
sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi
(debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian
belakang bidang luncurnya.
c. Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall): adalah
luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi.
d. Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui bidang
perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar.
e. Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): adalah luncuran jatuh bebas dari
blok batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.
f. Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh
pemadatan dan isostasi/gravitasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 2,
yaitu faktor yang bersifat pasif dan faktor yang bersifat aktif.
(1) Faktor yang bersifat pasif pada longsoran tanah adalah:
a. Litologi: material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur
karena basah akibat masuknya air ke dalam tanah.
b. Susunan Batuan (stratigrafi): perlapisan batuan dan perselingan batuan antara
batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable
dan batuan impermeabel.
c. Struktur geologi: jarak antara rekahan/joint pada batuan, patahan, zona
hancuran, bidang foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar.
17
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
d. Topografi: lereng yang terjal atau vertikal.
e. Iklim: perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan
yang intensif.
f. Material organik: lebat atau jarangnya vegetasi.
B
A
C
D
E
F
Gambar 2.6. Macam-macam tipe gerakan tanah; A= rayapan (creep), B= aliran tanah
(earthflow), C= nendatan (slump), D= luncuran (debrisslide), E= jatuhan (debrisfall) dan F=
luncuran massa batuan (rockslide)
(2) Faktor yang bersifat aktif pada longsoran tanah adalah:
a. Gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan.
b. Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air.
c. Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah
menjadi jenuh air.
d. Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaran berat.
2.2. Menejemen Bencana
Menejemen bencana adalah sekumpulan kebijakan dan keputusan administratif dan
aktivitas operasional yang berhubungan dengan berbagai tahapan dari semua
tingkatanbencana.
18
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Tahapan bencana dapat dibedakan menurut kecepatan datangnya bencana, yaitu; a)
bencana datang secara cepat, dan b) bencana datang secara lambat. Jenis bencana
yang datang secara cepat meliputi bencana geologi, seperti letusan gunung api, gempa
bumi, tsunami dan tanah longsor. Sedangkan bencana yang datang secara lambat,
antara lain; kekeringan, kelaparan dan wabah penyakit.
Siklus menejemen bencana menyesuaikan dengan sifat serangan atau kecepatan
datangnya bencana. Pada serangan yang cepat terdapat 5 tahapan menejemen,
dengan satu tahap kejadian bencana. Kelima tahapan itu adalah tahap bantuan, tahap
rehabilitasi, tahap rekonstruksi, tahap mitigasi dan tahap kesiapan. Dalam serangan
yang cepat sangat sulit untuk melakukan peringatan dini dan tindakan darurat. Pada
serangan yang lambat terdapat 6 tahapan menejemen, yaitu; tahap darurat (di tengah
keadaan bencana), tahap bantuan, tahap rehabilitasi, tahap mitigasi, tahap kesiapan
dan tahap peringatan dini.
B
A
Gambar 2.7. Siklus menejemen bencana menurut kecepatan datangnya bencana, A=
serangan bencana yang lambat, serta B= serangan serangan bencana yang cepat
(Sumber DMTP; http://www.undmtp.org/modules_i.htm).
Siklus menejemen bencana merupakan urutan melingkar atau berputar bergerak mulai
dari keadaan yang paling kritis, yaitu keadaan tertimpa bencana sampai pada keadaan
aman dan kesiapan. Dalam siklus menejemen bencana, upaya mitigasi dilakukan pada
keadaan jauh dari bencana, yaitu sebelum atau sesudah datang bencana. Prinsip
mitigasi yang berkembang saat ini adalah semua tahapan menejemen harus
melibatkan upaya mitigasi, sebab tindakan mitigasi merupakan upaya mengurangi
dampak bencana yang bisa datang kapan saja dan dimana saja.
19
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Tahapan menejemen bencana yang dikembangkan oleh Direktorat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, seperti
Gambar 2.8.
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan aturan hukum yang mengatur
aspek kebencanaan
dalam Undang-undang No 24 tahun 2007
tentang
penanggulangan bencana. Aspek penanggulangan mendapat perhatian serius dengan
mempertimbangkan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk
perlindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum.
Gambar 2.8. Tahapan menejemen bencana menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Republik Indonesia.
Penanggulangan yang dimaksud berasaskan pada kemanusiaan, keadilan, kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, di mengatasi kesulitan
masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihankembangkan dalam penanggulangan bencana di Indonesia antara lain:
a. cepat dan tepat; sesuai dengan tuntutan keadaan
b. prioritas; diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
c. koordinasi dan keterpaduan; koordinasi dan kerja sama yang baik serta saling
mendukung.
d. berdaya guna dan berhasil guna; mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan
tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
20
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
e. transparansi dan akuntabilitas; terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara
etik dan hukum.
f. kemitraan;
g. pemberdayaan;
h. nondiskriminatif; tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis
kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun.
i. nonproletisi; dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan
darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi:
a. Prabencana;
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi:
Dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana
meliputi:
Perencanaan penanggulangan bencana;
Pengurangan risiko bencana;
Pencegahan;
Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
Persyaratan analisis risiko bencana;
Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
Pendidikan dan pelatihan; dan
Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi
bencana meliputi:
Kesiapsiagaan;
Peringatan dini; dan
Mitigasi bencana.
b. Saat tanggap darurat;
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
21
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya;
Penentuan status keadaan darurat bencana;
Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
Pemenuhan kebutuhan dasar;
Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
c. Pascabencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi:
Rehabilitasi; dan
Rekonstruksi.
Upaya penanggulangan bencana memiliki tujuan untuk:
a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh;
d. menghargai budaya lokal;
e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan
g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Di dalam undang-undang dianamatkan bahwa indikator penetapan status dan tingkat
bencana nasional dan daerah, berdasarkan :
a. Jumlah korban;
b. Kerugian harta benda;
c. Kerusakan prasarana dan sarana;
d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
e. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Menejemen bencana yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang merupakan
unsur pelaksana dan operasional upaya tindakan penanggulangan bencana antara lain:
22
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
a. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana
sesuai dengan standar pelayanan minimum;
b. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana;
c. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan
program pembangunan; dan
d. Pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang memadai.
Wewenang pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
meliputi:
a. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan
kebijakan pembangunan daerah;
b. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana;
c. Pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan provinsi
dan/atau kabupaten/kota lain;
d. Pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau
bahaya bencana pada wilayahnya;
e. Perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam
yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya; dan
f. Pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala
provinsi, kabupaten/kota.
2.3. Menejemen Risiko
Pengelolaan resiko bencana pada dasarnya adalah suatu upaya yang ditujukan untuk
meminimalkan resiko yang mungkin terjadi serta melakukan upaya-upaya pencegahan
(mitigasi) di wilayah yang rentan terkena bencana. Pengelolaan resiko bencana
merupakan istilah yang umum dipakai dalam penilaian resiko, pencegahan bencana,
mitigasi bencana, dan persiapan menghadapi bencana.
Resiko Bencana (Disaster Risk) adalah tingkat kerusakan dan kerugian yang sudah
diperhitungkan dari suatu kejadian atau peristiwa alam. Resiko Bencana ditentukan
23
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
atas dasar perkalian antara faktor bahaya dan faktor kerentanannya. Yang termasuk
bahaya disini adalah probabilitas dan besaran yang dapat diantisipasi pada peristiwa
alam; sedangkan kerentanan/kerawanan dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi,
sosial budaya dan geografis. Berikut ini adalah rumusan yang dipakai secara luas untuk
menghitung resiko bencana yang merupakan perkalian 2 faktor, yaitu :
Risiko (Risk) = Bahaya (Hazard) x Kerentanan (Vulnerability)
Pengelolaan resiko bencana (Disaster risk management) secara teknis terdiri dari
tindakan (program, proyek dan atau prosedur) serta pengadaan peralatan yang
dipersiapkan untuk menghadapi dampak atau akibat dari suatu bencana sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan, yaitu untuk mengurangi resiko bencana yang
ditimbulkannya. Secara operasional, pengelolaan resiko bencana adalah kegiatan yang
terdiri dari penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi dan waspada bencana.
Penilaian Resiko atau Analisa Resiko adalah survei yang dilakukan terhadap bahaya
yang baru terjadi yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang ekstrim seperti yang
terjadi juga pada kerentanan lokal dari populasi yang didasari atas kehidupan untuk
memastikan resiko tertentu di wilayah. Berdasarkan informasi ini resiko
bencana dapat dikurangi.
Bencana alam yang disebabkan oleh gempabumi, angin topan, banjir, tanah longsor
dan kekeringan seringkali mengingatkan pada kita tentang bencana akan benar-benar
terjadi. Resiko bencana sebagai hasil dari frekuensi dan kondisi yang rentan dapat
berubah menjadi suatu bencana. Resiko bencana adalah hasil dari tingkat kejadian,
intensitas bahaya dan sistem kehidupan yang sangat rentan. Peran dari sistem sosial
dalam arti kepedulian masyarakat dan sistem pengelolaan memungkinkan merubah
sifat kerentanan terhadap bahaya dan mengurangi tingkat kerawanan melalui
intervensi yang sistematik.
Kegiatan dalam rangka pengelolaan risiko bencana, antara lain :
1. Penilaian Resiko
a. Melakukan pendataan bencana yang pernah terjadi dimasa lalu termasuk
pendataan terhadap kejadian/peristiwa bencana yang besar yang pernah
terjadi
24
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
b. Mengkaji secara terukur bencana yang disebabkan oleh hidro-meteorologi dan
geologi, termasuk penyebab bencana
c. Mendata jumlah penduduk (populasi penduduk) yang berada di areal yang
beresiko tinggi terkena bencana atau areal yang paling bahaya.
d. Melakukan persiapan dan memperbaharui (updating) peta-peta bencana dan
area yang sangat berbahaya.
2. Pencegahan dan Mitigasi Bencana
a. Menetapkan dan memperkuat pembangunan regional dan perencanaan
tataguna lahan, perencanaan pengawasan bangunan yang sesuai dengan zonasi
bahaya dan peraturan bangunan.
b. Melaksanakan pelatihan bagi masyarakat dan perwaklian kelembagaan
c. Membangun dan meningkatkan kemampuan pengelolaan resiko bencana di
tingkat lokal dan nasional
d. Pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (seperti misalnya pengelolaan
Daerah Aliran Sungai), meningkatkan infrastruktur (bendungan, saluran air,
bangunan yang mampu menahan suatu bencana).
3. Kesiapan Menghadapi Bencana
a. Partisipasi dan kesadaran terhadap pentingnya rencana tanggap darurat
b. Mempersiapkan infrastruktur (akomodasi saat kondisi darurat,
c. Melakukan latihan secara teratur dalam menghadapi situasi darurat
d. Membangun dan atau meningkatkan kemampuan dalam kesiapan menghadapi
bencana, baik di tingkat lokal maupun nasional dan pelayanan penyelamatan
e. Koordinasi dan perencanaan operasional
f. Sistem Peringatan Dini :
1) Menyiapkan dan meng-operasikan sistem komunikasi
2) Menempatkan peralatan teknis di tempat yang aman
3) Melakukan pelatihan tenaga penyelamat
4. Pengelolaan resiko bencana sebagai bagian dari rehabilitasi dan rekontruksi
a. Melakukan penilaian resiko bencana
25
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
b. Melakukan penilaian infrastruktur, seperti kontruksi banguan tahan gempa,
kontruksi bangunan tahan banjir, skema pembangunan, selter tempat
pengungsian, dsb
c. Membentuk kelembagaan, seperti peran serta masyarakat dan meningkatkan
kerjasama diantara individu-individu
d. Membentuk organisasi, untuk memperkuat kapabilitas lokal
e. Mengembangkan dan memperkenalkan ukuran-ukuran pencegahan dimasa
mendatang (seperti pengelolaan DAS, konservasi sumberdaya alam, skema
pencegahan banjir)
5. Peran pengelolaan resiko bencana dalam sektor kerjasama pembangunan
Kebutuhan pencegahan harus di-integrasikan kedalam sektor pembangunan, hal ini
akan membantu pada peningkatan pengelolaan resiko bencana, terutama pada sektorsektor yang terkait, termasuk desentralisasi dan atau pembangunan masyarakat,
pembangunan desa, pencegahan lingkungan dan konservasi sumberdaya alam,
perumahan, kesehatan dan pendidikan.
Efektifitas pengelolaan resiko bencana adalah memantapkan dan atau penguatan
sistem di tingkat daerah/lokal yang berupa kegiatan seperti yang ada dalam daftar
diatas dari keseluruhan sistem nasional, memobilisasi semua yang mungkin dilakukan
oleh para relavan dibidang sosial dan politik, baik ditingkat lokal dan perkotaan serta
bertanggungjawab atas apa yang dilakukan.
26
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENYELIDIKAN
3.1. Kabupaten Jayapura
Wilayah Kabupaten Jayapura berada di bagian utara pulau Papua, berada pada posisi
geografis 139o 15’ – 140o 45’ BT dan 2o 15’ – 3o 45’ LS. Jarak terjauh barat ke timur
adalah 336 km dan utara ke selatan adalah 140 km. Luas wilayah Kabupaten Jayapura
berdasarkan jumlah luas distrik adalah 17.516,6 km2. Distrik terluas adalah Kaureh
(beribukota di Lapua) yaitu 4.357,9 km2 atau 24,88% luas kabupaten. Distrik tersempit
adalah Sentani Barat (beribukota Dosay) yaitu 129,2 km2 atau 0,74% luas kabupaten.
Batas wilayah Kabupaten Jayapura adalah sebagai berikut:
- Sebelah utara
: Samudera Pasifik dan Kabupaten Sarmi
- Sebelah Selatan
: Kabupaten Pegunungan Bintang dan Tolikara
- Sebelah Barat
: Kabupaten Sarmi
- Sebelah Timur
: Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom
Gambar 3.1. Peta administrasi Kabupaten Jayapura
27
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Tabel 3.1. Luas wilayah distrik di Kabupaten Jayapura.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Nama Distrik
Kaureh
Kemtuk
Kemtuk Gresi
Nimboran
Nimbokrang
Unurum Guay
Demta
Depapre
Sentani Barat
Sentani
Sentani Timur
Waibu
Ebungfauw
Namblong
Yapsi
Airu
Yokari
Ravenirara
Gresi Selatan
Ibukota
Lapua
Sama
Braso
Tabri
Nembukrang
Garusa
Demta
Waiya
Dosay
Hinekomber
Nolokla
Doyo Lama
Ebungfa
Karya Bumi
Bumi Sahaja
Hulu Atas
Meukisi
Necheibe
Bangai
Jumlah
Luas Wilayah
(km2)
4.357,9
258,3
182,4
710,2
774,8
3.131,3
497,5
404,3
129,2
225,9
484,3
258,3
387,4
193,7
1.291,3
3.099
519,5
467,4
143,9
17.516,6
Persentase
24,88
1,47
1,04
4,05
4,42
17,88
2,84
2,31
0,74
1,29
2,76
1,47
2,21
1,11
7,37
17,69
2,97
2,67
0,82
100
Sumber: Pemerintah Kabupaten Jayapura
Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008)
3.1.1. Pemerintahan
Struktur pemerintahan di Kabupaten Jayapura berdasarkan hasil pemekaran wilayah
terdiri dari 19 distrik, 137 desa dan 5 kelurahan (Tabel 3.2).
Dalam perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Jayapura, distrik-distrik di
kelompokan berdasarkan potensi wilayahnya menjadi 4 wilayah pembangunan yaitu:
WP I
: Potensi wisata, perikanan darat, perdagangan, pemerintahan, pendidikan dan
transportasi udara.
WP II : Pengembangan pelabuhan peti kemas dan container, perikanan laut,
transportasi laut dan sumber daya mineral.
WP III: Pengembangan kawasan agropolitan yang meliputi pertanian, perkebunan dan
peternakan skala rakyat.
WP IV : Pengembangan kawasan perkebunan skala besar, sumber daya hutan, serta
sumber daya air dan energi.
28
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Tabel 3.2. Pembagian distrik, kampung, kelurahan di Kabupaten Jayapura.
NO
Distrik
Kampung
Kelurahan
7
Sentani
7
Sentani Timur
7
Waibu
5
Ebungfauw
7
Demta
5
Yokari
8
Depapre
4
Raveni Rara
5
Sentani Barat
12
Kemtuk
11
Kemtuk Gresi
9
Namblong
9
Nimbokrang
13
Nimboran
4
Gresi Selatan
6
Unurum Guay
9
Yapsi
5
Kaureh
4
Airu
Jumlah
137
Sumber: Pemerintah Kabupaten Jayapura
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
5
Wil.
Pembangunan
I
II
III
III
3.1.2. Keadaan Fisik dan Penggunaan Lahan
A. Keadaan Iklim
Keadaan iklim wilayah Kabupaten Jayapura tercatat di 2 stasiun meteorologi, yaitu
Sentani dan Genyem. Keadaan iklim yang diperolehterdiri dari parameter suhu udara,
curah hujan, kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan tekanan udara.
Berdasarkan hasil pengukur suhu udara minimum dan maksimum diperoleh rata-rata
pengukuran, seperti Tabel 3.4. Rata-rata suhu udara minimum tercatat antara (20,0 –
22,4)oC, sedangkan rata-rata suhu udara maksimum tercatat antara (26,3 – 28,9)oC.
Rata-rata suhu udara minimum di stasiun Sentani tercatat pada bulan Agustus dan
stasiun Genyem tercatat pada bulan November, sedangkan rata-rata suhu udara
maksimum di stasiun Sentani tercatat pada bulan Desember dan stasiun Genyem
tercatat pada bulan Juni.
Intensitas hujan yang terjadi di wilayah Kabupaten Jayapura tahun 2006 berdasarkan
curah hujan berkisar antara (38 – 681) mm/bulan
dan hari hujan antara
(8 – 28)hari/bulan. Menurut stasiun Sentani curah hujan terrendah terjadi pada bulan
29
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Juni dengan jumlah hari hujan 10 hari, namun hari hujan terendah terjadi pada bulan
Oktober. Stasiun Genyem mencatat curah hujan terrendah terjadi pada bulan
September dengan jumlah hari hujan 14 hari, namun hari hujan terendah terjadi pada
bulan Juni. Curah hujan tertinggi yang tercatat di stasiun Sentani dan Genyem adalah
pada bulan Februari dan hari hujan tertinggi di kedua stasiun terjadi pada bulan Januari.
Curah hujan yang terjadi sepanjang tahun 2006 berkisar antara (2037 – 3386) mm/thn.
Tabel 3.4. Rata-rata suhu udara minimum dan maksimum
Kabupaten Jayapura tahun 2006.
No
Bulan
Rata-rata Suhu Udara
Minimum (oC)
Sentani
Genyem
Rata-rata Suhu Udara
Maksimum (oC)
Sentani
Genyem
1
Januari
21,7
22,4
27,1
2
Februari
22,1
22,3
26,9
3
Maret
21,2
22,1
27,1
4
April
21,8
22,4
27,3
5
Mei
21,2
22,0
27,3
6
Juni
21,8
22,0
27,9
7
Juli
21,6
22,0
26,9
8
Agustus
20,6
21,4
26,8
9
September
21,0
21,2
28,1
10
Oktober
21,8
22,0
27,1
11
November
21,7
20,0
27,6
12
Desember
21,6
28,9
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura.
Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008)
26.5
26,3
26,5
26,7
27,0
27,4
26,5
26,3
26,6
27,1
26,6
27,2
Kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan tenakan udara di wilayah
Kabupaten Jayapura berdasarkan data 4 tahun terakhir seperti ditunjukkan oleh Tabel
3.6. Kelembaban rata-rata di stasiun Sentani adalah 84% dan di stasiun Genyem adalah
88,25%. Lama penyinaran rata-rata yang dapat dihitung hanya berasal dari stasiun
Genyem adalah 55,25%. Tekanan udara rata-rata di stasiun Sentani adalah 1008 hPa dan
stasiun Genyem adalah 1011 hPa.
Tabel 3.5. Kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan tekanan udara di Kabupaten
Jayapura periode 2004 – 2007.
Tahun
Kelembaban Udara (%)
Sentani
Genyem
Rata-rata Penyinaran
Matahari (%)
Sentani
Genyem
Rata-rata Tekanan Udara
(hPa)
Sentani
Genyem
2004
85
88
62
56
2005
88
89
56
2006
82
89
56
2007
81
87
53
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura.
Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008)
30
1008
1008
1008
1008
1010
1010
1011
1012
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Tabel 3.6. Curah hujan dan hari hujan
di Kabupaten Jayapura tahun 2006.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Curah Hujan (mm)
Sentani
Genyem
240
402
344
681
330
569
135
242
240
233
38
98
129
159
148
107
63
85
57
178
145
345
168
287
Hari Hujan
Sentani
Genyem
26
28
21
21
22
22
12
20
16
13
10
9
15
13
15
12
16
14
8
12
17
23
18
16
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura.
Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008)
B. Keadaan Gempa bumi
Frekuensi gempa bumi yang terjadi di Wilayah Kabupaten Jayapura dan terekam di
stasiun meteorologi, klimatologi dan geofisika Wilayah V Jayapura seperti ditunjukkan
oleh Tabel 3.7. Gempa-gempa lokal tercatat berkisar 201 – 797 kali setiap bulan atau
total 6.042 getaran sepanjang tahun 2007. Gempa yang bersumber jauh dan dalam
dicatat sebanyak 550 kali atau rata-rata terjadi 46 setiap bulan. Gempa bumi dengan
kekuatan diatas 5 Skala Ritcher (SR) atau gempa yang dirasakan terjadi sebanyak 42
kali atau rata-rata terjadi 3,3 kali setiap bulan.
C. Penggunaan Lahan
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia (Bakosurtanal, 2005), tercatat penggunaan
lahan di Kabupaten Jayapura adalah sebagai berikut :
a. Hutan lahan kering primer seluas 9.980,62 km2 (70,51%)
b. Hutan lahan kering sekunder seluas 1.876,84 km2 (13,26%)
c. Savana seluas 0,20 km2 (0,001%)
Tutupan lahan untuk pemukiman terluas berada di Distrik Sentani yaitu 6,16 km 2 dan
luas kawasan transmigrasi terluas di Distrik Yapsi yaitu 16,58 km 2.
31
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Hutan lahan kering primer terluas berada di Distrik Yapsi, yaitu 3.387,89 km2 dan
hutan lahan kering sekunder terluas berada di Distrik Unurum Guay yaitu 2.660,17 km2.
Hutan rawa primer dan sekunder terluas berada di Distrik Kaureh, yaitu masing-masing
829,97 km2 dan 62,16 km2. Hutan mangrove primer hanya terdapat di Distrik Demta,
yaitu 0,9 km2, dan rawa hanya terdapat di Distrik Kaureh seluas 6,77 km2.
Pertanian lahan kering campuran terluas di Distrik Kemtuk, yaitu 48,17 km 2 dan
pertanian lahan kering biasa terluas di Distrik Ebungfauw, yaitu 9,4 km 2.
Perkebunan dan kebun campuran hanya terdapat di Distrik Yapsi dengan masingmasing luas 154,38 km2 dan 21,87 km2.
Tabel 3.7. Frekuensi kegempaan yang terjadi
di Kabupaten Jayapura pada Tahun 2007
Bulan
Gempa Lokal
Gempa Tele
Gempa Dirasakan
Januari
201
7
Februari
302
29
0
Maret
341
57
1
April
357
71
2
Mei
297
3
3
Juni
558
34
2
Juli
797
35
0
Agustus
515
41
9
September
500
89
5
Oktober
708
62
8
November
670
81
2
Desember
796
48
3
Jumlah
6.042
550
42
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura.
Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008)
3.1.3. Kependudukan
Penduduk di wilayah Kabupaten Jayapura tersebar tidak merata dan proporsi jumlah
laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan. Jumlah penduduk di wilayah
Kabupaten Jayapura berdasarkan data BPS Kabupaten Jayapura seperti termuat dalam
Kabupaten Jayapura Dalam Angka tahun 2008 sebanyak 117.942 jiwa. Berdasarkan
Tabel 3.8 dapat diketahui tingkat pertumbuhan penduduk Kabuapaten Jayapura
berada di sekitar angka 3,08% setiap tahunnya. Tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi
di Distrik Sentani. Di Distrik Sentani juga terjadi kepadatan penduduk yang sangat
tinggi yaitu 169,96 jiwa/km2, serta jauh di atas rata-rata kepadatan kabupaten yaitu
32
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
6,73 jiwa/km2 (Tabel 3.9). Tingkat kepadatan penduduk terendah berada di Distrik
Airu, yaitu sebesar 0,45 jiwa/km2.
Tabel 3.8. Perkembangan Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
di Kabupaten Jayapura periode 2004 - 2007
Tahun
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
2004
57.334
50.034
107.368
2005
59.158
51.628
110.786
2006
61.038
53.269
114.307
2007
62.979
54.963
117.942
Sumber: BPS Kabupaten Jayapura Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008)
Tabel 3.9. Kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Jayapura tahun 2007.
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan
(jiwa/km2)
Kaureh
4.357,9
10.336
Airu
3.009,0
1.389
Yapsi
1.219,3
3.848
Kemtuk
258,3
3.567
Kemtuk Gresi
182,4
3.832
Gresi Selatan
143,9
1.329
Nimboran
710,2
4.752
Namblong
193,7
3.613
Nimbokrang
3.131,3
8.206
Unurum Guay
497,5
1.984
Demta
497,5
5.384
Yokari
519,5
1.806
Depapre
404,3
4.595
Ravenirara
467,4
1.704
Sentani Barat
129,2
5.242
Waibu
258,3
3.653
Sentani
225,9
38.394
Ebungfauw
387,4
4.432
Sentani Timur
484,3
9.876
Jumlah
17.516,6
117.942
Sumber: BPS Kabupaten Jayapura Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008)
2,37
0,46
3,16
13,81
21,01
9,24
6,69
18,65
10,59
0,63
10,82
3,48
11,36
3,64
40,57
14,14
169,96
11,44
20,39
6,73
No
Distrik
Luas Wilayah
(km2)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
3.1.5. Sarana dan Prasarana
A. Kesehatan
Sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Jayapura tercermin dalam ketersediaan
sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, gudang farmasi dan apotek. Jumlah
sarana kesehatan yang tercatat seperti ditunjukan pada Tabel 3.12. Sedangkan tenaga
kesehatan yang melayani sektor kesehatan seperti tertuang dalam Tabel 3.13.
33
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Tabel 3.10. Sarana Kesehatan di Kabupaten Jayapura tahun 2007.
Sarana Kesehatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Rumah Sakit
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
Poliklinik Desa
Puskesmas Keliling Air
Puskesm as Keliling Darat
Pos Pelayanan Terpadu
Gudang Farmasi
Apotek
Jumlah (Org)
1
15
36
32
3
17
182
1
8
Tabel 3.11. Tenaga kesehatan di Kabupaten Jayapura tahun 2007.
Tenaga Kesehatan
1.
2.
3.
4.
Jumlah (org)
Dokter Umum
Dokter Gigi
Perawat Umum
Bidan
25
4
110
91
B. Pendidikan
Pendidikan di Kabupaten Jayapura lebih di dominasi oleh pendidikan sekolah dasar
dengan siswa mencapai 16.505 orang dan 1072 orang guru serta 116 unit sekolah
(Tabel 3.14). Angka partisipasi sekolah untuk SD sangat tinggi yaitu 87,88% dan angka
partisipasi kelulusan mencapai 97,85%. Angka Partisipasi Sekolah Terendah dialami
oleh SLTA (SMK) sebesar 22,60% dan tingkat kelulusan mencapai 14,70% (Kab.
Jayapura Dalam Angka, 2008).
Tabel 3.12. Sarana dan tenaga pendidik di Kabupaten Jayapura tahun 2007.
Sarana Pendidikan
1.
2.
3.
4.
5.
SD
SLTP
SLTA (SMU)
SLTA (SMK)
Perguruan Tinggi
Jumlah (unit)
Guru (org)
Murid (org)
116
27
15
5
5
1072
513
305
109
-
16.505
5.873
4.248
1.340
-
C. Listrik
Penyediaan listrik di Kabupaten Jayapura di layani oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN)
yang memiliki 2 pembangkit listrik tenaga diesel yang berada di Kota Sentani dan
Genyem (Jayapura Dalam Angka 2008). Produksi listrik yang dihasilkan oleh
pembangkit Sentani pada tahun 2007 adalah 2.357.380 kwh dan pembangkit Genyem
sebesar 467.120 kwh. Jumlah produksi ini belum sepenuhnya dapat melayani
kebutuhan energi listrik di Kabupaten Jayapura, sehingga diperlukan alternatif
34
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
penyediaan energi listrik selain yang berasal dari diesel. Dibeberapa kampung telah
dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro dengan kapasitas kurang dari 10.000 kwh.
D. Jalan
Sarana jalan yang dimiliki oleh Kabupaten Jayapura sepanjang 945,4 km yang terdiri
dari jalan aspal sepanjang 266,73 km, jalan kerikil 414,38 km serta jalan tanah 264,29
km. Sarana jalan lain yang dimiliki adalah jembatan yang terdiri dari jembatan beton
dan kayu yang berjumlah 122 buah. Kondisi jalan dan panjang jalan yang berada di
Kabupaten Jayapura selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.16 berikut ini.
Tabel 3.13. Sarana jalan dan kondisi jalan di Kabupaten Jayapura tahun 2007.
Jenis Jalan
1.
2.
3.
Panjang (km)
Aspal
a. Baik
b. Rusak
Kerikil
a. Baik
b. Rusak
Tanah
a. Baik
b. Rusak
Jumlah
214,88
51,85
86,63
327,75
81,36
182,93
945,4 km
3.2. Distrik Depapre
Distrik Depapre memiliki luas 404,3 km2 (2,31% luas Kabupaten Jayapura) dan berada
dalam Wilayah Pembangunan II.
Batas wilayah Distrik Depapre adalah sebagai berikut:
- Utara
: Samudera Pasifik
- Timur
: Distrik Ravenirara
- Selatan
: Distrik Sentani Barat
- Barat
: Samudera Pasifik dan Distrik Yokari
Secara geografis, penduduk di wilayah Distrik Depapre sebagian besar menempati
bagian tepi pantai yang berbatasan dengan Samudera Pasifik. Daerah yang mudah
dikenali di Distrik ini antara lain Teluk Tanahmerah, Tanjung Tanahmerah, Tanjung
Ensaweh, Tanjung Torare dan Tanjung Ormu.
35
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
3.2.1. Administrasi
Secara administrasi Distrik Depapre terdiri dari 8 Kampung, yaitu:
1. Kendate
5. Yepase
2. Entiyebo
6. Wambena
3. Waiya
7. Yewena
4. Tablasupa
8. Dormena
Ibukota Distrik Depapre berada di Kampung Waiya.
Gambar 3.2. Peta Adminitrasi Distrik Depapre
3.2.2. Keadaan Fisik
Secara morfologi, wilayah Distrik Depapre memiliki topografi yang sangat bervariasi,
yaitu diperlihatkan oleh keadaan kelerengan mulai dari morfologi datar seluas 21,34
km2, bergelombang seluas 1,94 km2 dan sangat curam seluas 84,72 km2, serta
keadaan ketinggian yaitu 41,35 km2 untuk ketinggian kurang dari 100 m dpal, 26,64
36
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
km2 untuk ketinggian 100 – 500m dpal, 34,30 km2 untuk ketinggian 500 – 1000m dpal,
serta 5,3 km2 untuk ketinggian lebih dari 1000m dpal.
3.2.3. Sosial Budaya
Data sosial budaya dari BAPPEDA Kabupaten Jayapura tahun 2008 memberikan
gambaran kondisi sarana dan tenaga kesehatan serta sarana dan tenaga pendidik
sebagai berikut:
A. Sarana kesehatan
Sarana kesehatan yang tersedia berupa puskesmas sebanyak 1 buah hanya ada di
Kampung Waiya, puskemas pembantu (pustu) sebanyak 1 buah hanya ada di
kampung Yewena, poliklinik desa (polindes) sebanyak 4 buah berada di kampung
Entiyebo, Kendate, Tablasufa dan Dormena, Puskesmas keliling air sebanyak 4 unit
dan puskesmas keliling darat sebanyak 2 unit. Sarana kesehatan ini didukung oleh
1 orang dokter umum, 5 orang perawat, 7 orang bidan, 3 orang ahli gizi dan 3
orang ahli kesehatan lingkungan.
B. Sarana pendidikan
Sarana pendidikan yang terdapat di Distrik Depapre antara lain Sekolah Dasar
sebanyak 11 sekolah yang diasuh oleh 30 orang guru untuk sebanyak 860 orang
murid, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 2 sekolah dengan 18
orang guru dan 310 orang murid dan 1 Sekolah Menengah Kejuruan yang terdiri
dari 9 orang guru dan 107 orang murid.
3.3. Distrik Ravenirara
Distrik Ravenirara memiliki luas 467,4 km2 (2,67% luas Kabupaten Jayapura) dan
berada di dalam Wilayah Pembangunan II.
Batas wilayah Distrik Ravenirara adalah sebagai berikut:
- Utara
: Samudera Pasifik
- Timur
: Kota Jayapura
- Selatan
: Distrik Sentani dan Distrik Sentani Timur
- Barat
:Distrik Depapre
37
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Secara geografis, wilayah Distrik Ravenirara berada di lereng sebelah utara
Pegunungan Cycloops dan sebagian besar penduduknya menempati bagian tepi pantai
yang berbatasan dengan Samudera Pasifik.
3.3.1. Administrasi
Secara administrasi Distrik Ravenirara terdiri dari 4 kampung, yaitu:
1. Yongsu sapari
3. Ormu Wari (Newa)
2. Yongsu Dosoyo
4. Necheibe
Ibukota Distrik Ravenirara berada di Kampung Necheibe
Gambar 3.3. Peta administrasi Distrik Ravenirara.
3.3.2. Keadaan Fisik
Secara morfologi, wilayah Distrik Ravenirara memiliki topografi yang curam hingga
sangat curam. Kelerengan antara (41 – 65)% menempati daerah seluas 11,54 km2 dan
kelerengan >65% menempati daerah seluas 104,63 km2. Ketinggian tempat yang
kurang dari 100 m dpal seluas 19,02 km2, 100 – 500 m dpal seluas 24,73 km2, 500 –
1000 m dpal seluas 58,39 km2 dan > 1000 m dpal seluas 13,43 km2.
38
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
3.3.3. Sosial Budaya
Data sosial budaya dari BAPPEDA Kabupaten Jayapura tahun 2008 memberikan
gambaran kondisi sarana dan tenaga kesehatan serta sarana dan tenaga pendidik
sebagai berikut:
A. Sarana kesehatan
Sarana kesehatan yang tersedia berupa puskemas pembantu (pustu) sebanyak 2
buah yaitu di kampung Newa dan Yongsu Sapari, poliklinik desa (polindes)
sebanyak 1 buah hanya berada berada di kampung Yongsu Dosoyo. Sarana
kesehatan ini didukung oleh 1 orang bidan dan 1 orang tenaga non kesehatan.
B. Sarana pendidikan
Sarana pendidikan yang terdapat di Distrik Ravenirara hanya Sekolah Dasar yang
berstatus sekolah negeri sebanyak 2 sekolah yang diasuh oleh 9 orang guru untuk
sebanyak 119 orang murid, serta 3 sekolah swasra dengan 13 orang guru dan 135
orang murid.
39
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
BAB IV KONDISI GEOLOGI
4.1. Geologi Kabupaten Jayapura
Geologi wilayah Kabupaten Jayapura mengacu pada hasil pemetaan Suwarna dan Noya
(1995) seperti tergambar pada Peta Geologi Pegunungan Cycloops yang diterbitkan
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung (1995). Uraian geologi
wilayah Kabupaten Jayapura meliputi aspek geomorfologi (morfologi), stratigrafi
(litologi), struktur geologi, sejarah geologi dan kondisi hidrologi.
4.1.1. Geomorfologi
Secara fisiografi daerah Jayapura dan sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi 4
(empat) satuan morfologi yaitu satuan pegunungan, satuan perbukitan karts, satuan
perbukitan bergelombang dan satuan dataran rendah. (N. Suwarna Y. Noya, 1995)
Satuan pegunungan secara umum dicirikan dengan ketinggian lebih dari 1.800 meter
diatas muka airlaut, berelief kasar dan berlereng terjal. Satuan perbukitan karts
dicirikan dengan relief menengah hingga kasar, sebagian berlereng terjal, dengan
memperlihatkan adanya lapis dolina atau uvala serta batuan penyusun berupa batu
gamping koral ganggang. Satuan perbukitan bergelombang dicirikan dengan
kemiringan lereng bervariasi antara 300 – 400, ketinggian bukit berkisar antara 100 –
300 meter di atas muka air laut. Satuan dataran rendah, terletak sepanjang garis
pantai maupun lembah antara perbukitan. Satuan ini berupa endapan sungai, endapan
rawa dan endapan pantai.
Geomorfologi daerah penyelidikan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Satuan Dataran Aluvial (Dataran Tinggi)
Satuan ini menempati dataran Sentani yang luas, berada di ketinggian antara 100 –
150 meter. Secara litologi, satuan ini tersusun oleh material berupa lempung, pasir
dan kerikil (batu) yang merupakan hasil proses pelapukan batuan yang menyusun
perbukitan atau pegunungan para-Tersier disekitarnya. Material endapan pada
satuan ini sangat dipengaruhi oleh proses aliran sungai (fluviátil) dan pengendapan
hasil proses denudasi. Sebagian lahan telah digunakan sebagai kawasan
40
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
pemukiman, pertanian dan perkotaan. Kualitas air tanah dangkal cukup baik dan air
tanah dalam dibeberapa tempat berasa asin.
2. Satuan Perbukitan Struktural
Satuan ini menempati bagian selatan daerah penyelidikan yang dicirikan oleh
morfologi yang bergelombang lemah hingga kuat dengan puncak bukit agak
tumpul. Sebaran morfologi satuan ini relatif memanjang dan berarah Barat Laut –
Tenggara. Ketinggian berkisar antara 100 – 700 meter dari muka laut. Satuan ini
menjadi tempat mata air bagi sungai-sungai yang mengalir ke dataran Tami.
Morfologi ini sangat berperan sebagai daerah tangkapan hujan yang penting bagi
pengisian air tanah. Litologi penyusun morfologi ini didominasi oleh perlapisan
batuan sedimen dari fraksi halus seperti grewake, batulempung, batulanau, napal
dan batpasir halus. Morfologi satuan ini sangat dikendalikan oleh kehadiran
struktur geologi yang berupa patahan (fault) dan lipatan (fold). Jenis patahan yang
dapat ditemukan adalah patahan geser maupun patahan naik/turun. Pola
kelurusan morfologi maupun aliran permukaan mengikuti pola dan arah struktur
geologi yang bekerja. Sehingga satuan ini menjadi daerah yang rawan terhadap
bahaya gerakan massa (tanah atau batuan) dan pergeseran permukaan akibat
sesar yang dipicu oleh getaran gempabumi.
3. Satuan Pegunungan Batuan Pra-Tersier
Satuan ini berada di bagian utara daerah penyelidikan, berbentuk memanjang dari
berarah timur – barat, dan ditempati oleh Pegunungan Cycloops yang memiliki
ketinggian 2000 – 5000 meter dari muka laut. Kota Jayapura, Sentani dan Depapre
menempati satuan ini. Morfologi satuan ini dicirikan oleh puncak yang meruncing
hingga agak tumpul dan relief bergelombang kuat. Pegunungan ini menjadi daerah
tangkapan hujan bagi sungai-sungai yang mengalir ke dataran dan danau Sentani.
Satuan ini tersusun dan dikontrol oleh litologi yang berupa batuan beku mafik dan
ultramafik, serta batuan metamorfik dari Kelompok Malihan Cycloop yang berumur
pra-Tersier.
4.1.2. Stratigrafi
Secara stratigrafi daerah Kabupaten Jayapura tersusun oleh batuan beku, sedimen dan
metamorfik yang berasal dari umur pra Tersier, Tersier hingga Kuarter, sebagai berikut:
41
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Pra-Tersier terdiri dari batuan beku mafik dan ultarmafik (m dan um), serta batuan
metamorfik (pTmc). Kelompok batuan ini digolongkan sebagai batuan tektonit
(Suwarno dan Noya, 1995).
Tersier terdiri dari kelompok batuan piroklastik yang berupa lava basal, diabas,
andesit dan breksi volkanik, tuf dan sisipan batugamping, greywacke dan tuf
(Formasi Auwewa/Tema), Kelompok batugamping bersispan biomikrit, napal,
batupasir halus, greywacke gampingan, tufaan, dan tuf (Formasi Nubai/Tomn),
kelompok batuan sedimen berupa greywacke yang berselingan dengan batulanau
dan batulempung serta bersisipan dengan konglomerat dan napal (Formasi
Makats/Tmm), batupasir dan batulempung yang bersisipan dengan batugamping,
napal dan lanau (Formasi Aurimi/Tmpa), dan batugamping (Formasi Benai/Tmpb).
Hampir semua formasi saling jari menjemari. Secara selaras di atasnya diendapkan
greywacke yang berselang-seling dengan batulempung, batulanau, napal,
konglomerat serta sisipan batupsir dan lignit (Formasi Unk/Qtu).
Kuarter terdiri dari Kelompok batuan campur aduk (Qc) dan endapan lumpur
(Qmd), kelompok endapan laut dangkal seperti batugamping koral-ganggang,
kalkarenit dan kalsirudit (Formasi Jayapura/Qpj) dan batugamping koral (Qcl), serta
kelompok endapan darat seperti kipas aluvial (Qf) dan endapan aluvial dan pantai (Qa).
Gambar 4.1. Kolom stratigrafi wilayah Kabupaten Jayapura (Suwarna dan Noya, 1995)
42
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
4.1.3. Struktur Geologi
Daerah Kabupaten Jayapura
secara tektonik berada pada zona tubrukan antara
Lempeng Samudera Pasifik (di utara) dan Lempeng Benua Australia (di selatan). Di
daerah ini berkembang struktur-struktur geologi seperti sesar naik, sesar normal, sesar
geser mendatar dan lipatan. Secara umum struktur geologi yang terekam pada batuan
sedimen berarah hampir barat laut – tenggara dan beberapa timur laut – barat daya.
Struktur geologi regional berdasarkan Noya dan Suwarna (1995) dalam Geologi
Regional Lembar Jayapura berupa; antiklin, sinklin, sesar normal, sesar naik dan sesar
mendatar. Arah umum struktur regional pada batuan sedimen berarah BaratlautTenggara, beberapa hampir mendekati Barat Beratlaut-Timur Tenggara dan Utara
Baratlaut- Selatan tenggara terutama pada batuan Tersier. Struktur Timurlaut-Barat
Baratdaya terdapat pada batuan Malihan dan Ultrabasa, sedangkan yang hampir
Utara-Selatan pada batugamping Kuarter dan juga batuan malihan.
Arah umum sumbu lipatan Barat Baratlaut – Timur Tenggara. Beberapa sumbu antiklin
tergeserkan oleh sesar mendatar maupun sesar turun. Sesar turun berarah Barat
baratlaut - Timur Tenggara, Timurlaut-Baratdaya serta hampir Utara - Selatan;
menyesarkan batuan berumur Tersier dan Kuarter. Sesar naik berarah jurus Baratlaut Tenggara dan melengkung ke arah Barat - Timur memisahkan malihan Cycloops
dengan satuan batuan Ultramafik dan Mafik, diduga pula satuan batuan Mafik dari
formasi Auwewa. Sesar mendatar berarah Timurlaut-Baratdaya yang menyesarkan
sesar turun dan sesar naik, umumnya merupakan batas satuan batuan ultrabasa dan
batuan sedimen. Kekar lebih berkembang pada batuan malihan, beku dan sedimen
klastik kasar. Kelurusan berarah umum hampir searah struktur regional, yakni
Baratlaut - Tenggara. Beberapa berarah Utara, Selatan dan Timurlaut - Baratdaya.
4.1.4. Sejarah Geologi
Sejarah geologi daerah penyelidikan terekam pada kelompok atau formasi batuan yang
menyusun daerah ini. Batuan tertua yang dijumpai adalah kelompok malihan Cyclops,
dan diatasnya ditumpangi oleh kelompok batuan ultrabasa secara tidak selaras. Kedua
43
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
kelompok batuan ini berumur Pra-Tersier dan dianggap sebagai batuan dasar di daerah
Sentani dan sekitarnya.
Sejak Kala Kapur sampai Miosen Awal, diperkirakan telah terjadi kegiatan gunungapi
bawahlaut yang membentuk Formasi Auwewa. Kegiatan tektonik Oligosen Tengah
menyebabkan susut laut dan pada saat tersebut batuan Ultramafik, Mafik dan Malihan
muncul ke permukaan, sementara kegiatan gunung api berlangsung terus. Oligosen
Akhir hingga Miosen tengah terjadi sedimentasi batugamping gangang-koral dan
batugamping pelagos tufaan dalam lingkungan laut dangkal - agak dalam, membentuk
Formasi Nubai. Miosen Awal terjadi pengendapan sedimen turbidit Formasi Makats,
Aurimi dan klastika dan batugamping Formasi Benai. Kejadian ini disusul oleh sudut
laut pada pliosen Akhir-Plistosen, menghasilkan klastika halus Formasi untuk Mulai
Pliosen Awal sekeliling ”tinggian Cycloop” terjadi sedimentasi batugamping terumbu
koral dalam lingkungan laut dangkal-laut terbuka agak dalam. Pengangkatan kuat pada
akhir Plistosen diikuti oleh suatu perlipatan dan penyesaran yang kuat pada Formasi
Unk dan Formasi Jayapura serta mempertajam perlipatan pada Formasi Makats dan
Formasi Aurimi. Kegiatan pengangkatan pada akhir pembentukan Formasi Jayapura
ditandai oleh adanya julang setinggi 750 meter. Tektonika saat tersebut berpengaruh
pada pembentukan batuan campuraduk dan satuan endapan lumpur. Gejala poton
yang masih giat dan kelurusan yang diduga sesar pada sedimen klastika kasar dan
batugamping koral, serta adanya terumbu terangkat berupa undak, menjadi bukit
tektonik masih giat.
4.1.5. Kondisi Hidrologi
Di Kabupaten Jayapura terdapat 1 (satu) danau yaitu Danau Sentani luasnya ± 9.630 Ha
terdapat di 5 (lima) Distrik yaitu Distrik Sentani Timur, Sentani Barat, Sentani, Distrik
Waibu dan Distrik Ebungfauw.Keberadaan danau Sentani menjadi kendali hidrogeologi
daerah Sentani dan sekitarnya.
Hasil penyelidikan Purwanto dan Murdiana, 1982, tentang Hidrogeologi Indonesia yang
tergambar dalam peta hidrogeologi lembar Jayapura, menunjukkan bahwa daerah
sentani dan sekitarnya berdasarkan keterdapatan airtanah dan produktifitas akifer
44
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
dapat dibagi menjadi 2 media aliran, yaitu akifer dengan aliran melalui ruang antar
butir dan akifer bercelah atau sarangan; produktifitas akifer dibagi 5 zona, yaitu 1)
zona produktifitas tinggi, sebaran luas, 2) zona produktifitas tinggi, sebaran tidak luas,
3) zona produktifitas sedang, sebaran luas, 4) zona produktifitas rendah, sebaran
setempat-setempat, dan 5) zona airtanah langka.
4.2.
Geologi Daerah Penyelidikan
4.2.1. Morfologi
Daerah penyelidikan memiliki 2 macam morfologi, yaitu morfologi pantai dan
morfologi pegunungan.
A. Morfologi pantai berada di bagian utara yang berbatasan dengan Samudera
Pasifik. Tipe pantai yang banyak ditemui di lokasi penelitian adalah pantai
submergence (Johnson, 1919 dalam Sastroprawiro, 1990) dicirikan oleh garis
pantai yang tidak teratur dan kemiringan pantai relatif curam serta penataan
kampung yang tidak sejajar dengan garis pantai. Dataran pantai relatif sempit dan
kampung berada disekitar muara atau tepi sungai yang berstadia muda.
B. Morfologi pegunungan berada dibagian selatan, dikenal sebagai Pegunungan
Cycloop atau dalam bahasa lokal dikenal sebagai Ravenirara atau Dobonsolo.
Bentuk pegunungan ini memanjang berarah barat – timur dengan tiga puncak
yaitu Baboko, Butefon dan Dafonsero. Ketinggian puncak gunung mencapai 2100
m dpal dan kemiringan lereng pegunungan ini sangat curam (lebih dari 45 o). Pola
pengaliran berbentuk dendritik dan sub dendritik yang mengalir ke arah utara
bermuara di Samudera Pasifik dan ke arah selatan bermuata di Danau Sentani
serta Teluk Yotefa dan Teluk Humbolt.
4.2.2. Litologi
Litologi atau sebaran batuan yang menyusun daerah penyelidikan dibedakan menurut
jenis batuan adalah sebagai berikut:
A. Batuan beku seperti diorit dan gabro (Kelompok mafik/m) serta serpentinit dan
piroksenit
(Kelompok
Ultramafik/um).
45
Kelompok
batuan
beku
sangat
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
mendominasi singkapan di permukaan dan hasil pelapukannya menghasilkan
endapan laterit yang kaya atau mengandung logam-logam seperti nikel,
magnesium, besi, dan kromit.
B. Batuan sedimen berupa batuan gunung api bawah laut seperti lava basalt, diabas
dan andesit, aglomerat, breksi gunung api, tufa, sisipan batugamping dan tuf
pasiran gampingan (Formasi Auwewa/Tema) dan batugamping berukuran halus –
kasar, masif (pejal) dan mengandung fosil koral, cangkang moluska, duri echinoid
(Formasi Benai/Tmpb).
C. Batuan metamorfik seperti sekis, filit, gneis dan marmer (Kelompok Malihan
Cycloops/pTma).
4.2.3. Struktur
Struktur yang dijumpai di lapangan dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan
genesanya, yaitu struktur geologi (sekunder) dan struktur batuan (primer).
Struktur geologi yang berupa sesar naik/turun dan kekar, serta struktur batuan yang
berupa foliasi . Sesar naik/turun dapat ditafsirkan dari kontak antara batuan tua
dengan batuan yang lebih muda, serta gawir sesar yang membentuk lineasi atau pola
kelurusan pada punggungan gunung. Arah sesar secara umum barat laut – tenggara
dan timur laut – barat daya. Kekar pada batuan beku secara umur berarah barat –
timur dengan kemiringan (dip) sekitar 40°. Foliasi dijumpai hanya pada batuan
metamorfik
yaitu sekis dan filit. Struktur ini berarah antara N 15 – 50° E dan
kemiringan (dip) antara (10 – 20)o.
46
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Gambar 4.2. Peta geologi daerah penyelidikan (Distrik Depapre dan Distrik
Ravenirara (Suwarna dan Noya, 1995)
47
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
BAB V HASIL PENYELIDIKAN
Kegiatan pemetaan daerah rawan bencana di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara
Kabupaten Jayapura diawali dengan mengumpulkan hasil penyelidikan terdahulu
menyangkut aspek kebencanaan yang pernah dilakukan di Kabupaten Jayapura,
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan lapangan berupa survei dan pemetaan daerah
yang berisiko mengalami bencana. Tahap selanjutnya adalah menentukan faktor
bahaya geologi dan tingkat kerentanan di setiap distrik, terutama wilayah kampung.
Berdasarkan kriteria bahaya dan kerentanan maka dilakukan analisis risiko untuk
mengetahui seberapa besar tingkat bencana yang akan menimpa atau dialami oleh
masyarakat di wilayah pemetaan. Hasil analisis risiko digunakan untuk memformulasi
metode penanganan bencana, baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat. Di
bagian akhir diharapkan tumbuh kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam
menghadapi bencana yang akan datang. Upaya yang dilakukan antara lain
mempersiapkan peran serta masyarakat dalam kegiatan penanganan bencana dan
meningkatkan potensi (mengurangi faktor kerentanan) masyarakat melalui upaya
penanganan bencana.
5.1. Penyelidikan Terdahulu
Penyelidikan dan penelitian tentang kebencanaan di Kabupaten Jayapura telah
dilakukan oleh beberapa ahli maupun instansi. Hasil penyelidikan yang dapat
diketengahkan antara lain:
A. Hasil identifikasi dan inventarisasi daerah rawan bencana banjir dan longsor di
Papua yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
Mamberamo, Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Studi
Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada (2007).
B. Hasil Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam yang dilakukan oleh Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Pemerintah Propinsi
Papua (2007).
48
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
C. Hasil supervisi dan advis teknis pengendalian banjir di Kabupaten Jayapura yang
dilakukan oleh Sub Dinas Bina Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi
Papua bekerja sama dengan PT Cakra Buana (2007).
D. Hasil survei dan pemetaan daerah rawan bencana geologi (alam) di Distrik
Sentani dan Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Pemerintah Kabupaten Jayapura (2008).
E. Hasil rekaman gempa bumi di Papua oleh Balai Besar Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika Wilayah V Papua (2009).
Kegempaan yang tercatat telah terjadi sekitar 100 kali gempa bumi yang berpusat
(episentrum) di wilayah Kabupaten Jayapura, di kedalaman antara 10 – 110 km,
dengan kekuatan antara 3,5 – 5,6 Skala Ritcher (SR). Gempa bumi yang terjadi
termasuk dalam gempa bumi tektonik yang merupakan interaksi antara Lempeng
Samudera Pasifik dan Lempeng Benua Australia yang menyebabkan beberapa
struktur sesar mengalami pergeseran (aktif). Episentrum gempa berada di darat
dan tergolong gempa dangkal hingga menengah, serta bersifat kurang merusak.
Tipe gempa seperti ini sering menjadi pemicu bagi terjadinya longsoran, tetapi
tidak memicu terjadinya tsunami.
5.2. Kegiatan Survei dan Pemetaan
Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara yang sebagian besar wilayahnya berbatasan
langsung dengan lautan bebas memiliki 2 sumber ancaman, yaitu asal dari daratan,
terutama dari Pegunungan Cycloops dan asal lautan, khususnya Samudera Pasifik.
Kedua
sumber ancaman ini perlu diidentifikasi secara cermat
mengingat
perkembangan wilayah Kabupaten Jayapura tumbuh secara linier berarah barat timur
atau dengan kata lain pertumbuhan kota Sentani akan menuju Distrik Sentani Barat
dan Distrik Depapre. Mengantisipasi pertumbuhan yang semakin cepat dan
pembangunan yang intensif, maka perlu diketahui berbagai kemungkinan kendala atau
hambatan yang disebabkan oleh alam berupa bahaya geologi yang dapat berkembang
menjadi bencana geologi (alam).
49
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Berbagai fenomena bencana terkait erat dengan faktor topografi, geologi,
hidrologi/hidrogeologi, meteorologi, penggunaan lahan, penduduk, dan kombinasi
faktor-faktor di atas. Semua faktor saling berkaitan dan menghasilkan bencana yang
mungkin dapat terjadi sewaktu-waktu atau dipicu oleh salah satu faktor. Oleh sebab
itu, kegiatan survey dan pemetaan daerah rawan bencana di Distrik Depapre dan
Distrik Ravenirara akan mengamati faktor-faktor tersebut, sebagai faktor utama
penyebab bencana.
Pelaksanaan survei lapangan dan pemetaan daerah rawan bencana dilakukan oleh 2
tim. Tim pertama melakukan kegiatan di Distrik Ravenirara pada tanggal 18 Mei 2009.
Kesampaian lokasi ditempuh dengan menggunakan speedboat dari Hamadi Kota
Jayapura menuju Kampung Yongsu Sapari. Perjalanan di tempuh selama kurang lebih
45 menit dalam cuaca yang cerah dan laut yang tenang. Tim kedua melaksanakan
kegiatan survei di Distrik Depapre pada tanggal 20 Mei 2009. Kesampaian lokasi
ditempuh dengan menggunakan mobil dari Kota Sentani menuju Kampung Yewena.
Perjalanan ditempuh selama 60 menit perjalanan melalui jalan aspal berakhir di sekitar
Tablasupa dan dilanjutkan dengan jalan perkerasan hingga tiba di Kampung Dormena.
5.2.1. Distrik Depapre
Wilayah Distrik Depapre berada di bagian paling barat Pegunungan Cycloops dan
berbatas dengan Samudera Pasifik. Wilayah ini memiliki topografi berbukit-bukit yang
merupakan bagian dari lereng pegunungan, serta pantai yang sempit tidak beraturan
dan bergelombang cukup besar. Batuan penyusun wilayah ini didominasi oleh batuan
metamorfik disebelah utara, serta batuan beku dan batuan piroklastik dibagian barat.
Di sekitar tanjung Tanahmerah pada topografi yang cukup datar terhampar tanah
laterit yang cukup tebal. Material tanah ini mengandung cukup besar potensi logam,
seperti nikel, besi, magnesium dan kromit. Tanah jenis ini adalah hasil pelapukan
batuan beku mafik dan ultramafik di daerah tropik. Struktur geologi yang teramati
berupa gawir sesar yang ditunjukkan oleh kelurusan topografi atau punggungan bukit,
serta kekar (joint) pada singkapan batuan beku dan foliasi pada batuan metamorfik.
Lahan secara umum digunakan untuk pemukiman, kebun dan hutan. Hasil pengamatan
terhadap faktor topografi, geologi dan penggunaan selengkap, ditunjukan pada Tabel 5.1.
50
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Tabel 5.1. Hasil pengamatan faktor topografi, geologi dan penggunaan lahan
di wilayah Distrik Depapre.
Koordinat
Topografi:
Geologi:
a.
b.
a.
b.
Kampung
- Bujur Timur
- Lintang Selatan
1. Yewena
140o 25’ 47,5”
2o 24’ 57,8”
a.
b.
c.
2. Dormena
140o 25’ 5,9”
2o 25’ 00”
a.
b.
c.
3. Wambena
140o 23’ 52,6”
2o 24’ 38”
a.
b.
c.
4. Yapase
140o 23’ 26,1”
2o 24’ 25,7”
a.
b.
c.
5. Tablasupa
6. Waiya
o
140 22’ 27,4”
2o 25’ 19,9”
o
140 22’ 4,4”
2o 27’ 48,3”
o
c.
Ketinggian
Kelerengan
Relief
20 m dpal
(10 – 20)o
Bergelombang
ringan
60 m dpal
(10 – 20)o
Bergelombang
ringan
106 m dpal
(15 – 30)o
Bergelombang
sedang
77 m dpal
o
(10 – 30)
Bergelombang
sedang
a. 40 m dpal
b. (15 – 20)o
c. Bergelomba
ng sedang
a. 22 m dpal
b. (10 – 20)o
c. Bergelomba
ng ringan
7. Entiyebo
140 22’ 48,7”
2o 27’ 46”
a.
b.
c.
12 m dpal
(15 – 20)o
Bergelombang
sedang
8. Kendate
140o 19’ 59,9”
2o 27’ 48,6”
a.
b.
c.
10 m dpal
(15 – 30)o
Bergelombang
sedang
Penggunaan
lahan
c.
Morfologi
Litologi
Struktur
a.
b.
c.
Datar – berbukit
Batuan metamorfik
Foliasi
Pemukiman,
kebun dan hutan
a.
b.
c.
Datar – berbukit
Batuan metamorfik
Foliasi
Pemukiman,
kebun dan hutan
a.
b.
c.
Berbukit-bukit
Batuan metamorfik
Foliasi
Pemukiman,
kebun dan hutan
a.
b.
Berbukit-bukit
Batuan beku mafik
dan ultramafik
Kekar
Berbukit-bukit
Batuan beku mafik
dan ultramafik
Kekar
Pemukiman,
kebun dan hutan
Berbukit-bukit
Batuan beku mafik
dan ultramafik
Kekar
Pemukiman,
pasar, kebun,
hutan, pelabuhan
Datar – berbukit
Batuan piroklastik
dan batugamping
Kekar
Datar – berbukit
Batuan piroklastik
dan batugamping
Kekar
Pemukiman,
kebun, hutan,
wisata pantai,
pelabuhan
Pemukiman,
kebun dan hutan
c.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
Pemukiman,
kebun, hutan,
wisata pantai
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala kampung, aparat kampung, tokoh
pemuda dan masyarakat diperoleh keterangan tentang bencana yang pernah terjadi
dan beberapa bukti akibat dari bencana tersebut. Beberapa bencana yang telah terjadi
antara lain tanah longsor di bagian lereng gunung yang menimbulkan kerugian seperti
tertutupnya bak penampungan air (bagian dari mata air) yang menjadi sumber air
bersih kampung, serta rusaknya rumah dan terputusnya jalan penghubung kampung;
banjir terjadi di bagian cukup datar dan berada di lembah dalam waktu singkat dan
tidak menimbulkan kerugian, serta abrasi pantai akibat gelombang pasang yang diserta
51
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
angin kencang di bagian pantai. Selengkapnya informasi bencana yang pernah terjadi
di wilayah Distrik Depapre ditampilkan dalam Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Distrik Depapre.
Kampung
1. Yewena
2. Dormena
3. Wambena
4. Yapase
5. Tablasupa
6. Waiya
7. Entiyebo
Bencana yg pernah terjadi (tahun)
Longsor (2009)
Banjir (1977), Abrasi pantai (1990)
Banjir (2009)
Longsor (2009), angin kencang dan
gelombang pasang serta abrasi pantai
(2008)
Keterangan
Menutupi mata air kampung
K. Samaubu
2 rumah rusak berat, 1 rumah
rusak ringan, 1 jalan putus
Angin kencang dan gelombang pasang
(2009)
8. Kendate
Gambar 5.1. Keadaan topografi yang memiliki kelerengan > 30o dengan batuan beku mafik
sebagai batuan dasar. Lokasi sekitar Kampung Waiya, Distrik Depapre.
52
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Gambar 5.2. Longsor tanah dan batuan terjadi di sekitar Kampung Tablasupa.
Gambar 5.3. Bekas banjir yang meninggalkan batu-batu disekitar muara
di Kampung Wambena, Distrik Depapre.
53
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Gambar 5.4. Abrasi pantai yang terjadi tahun 2008 mengakibatkan tembok penahan tebing
rusak berat. Lokasi Kampung Dormena, Distrik Depapre.
Gambar 5.5. Longsor tanah yang menimbun badan jalan di Kampung Yewena, Distrik Depapre.
54
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
5.2.2. Distrik Ravenirara
Wilayah Distrik Ravenirara berada di bagian lereng utara Pegunungan Cycloops dan
berbatasan dengan Samudera Pasifik. Wilayah ini memiliki morfologi dataran yang
sangat sempit dan tebing-tebing pantai yang curam, sehingga kampung-kampung tidak
memiliki sarana penambatan perahu yang permanen.
Secara topografi wilayah Distrik Ravenirara mirip dan Distrik Depapre memiliki
kemiripan. Dari atas perahu teramati bahwa kedua distrik memiliki kemiripan pada
aspek topografinya, yaitu morfologi berbukit-bukit yang bergelombang sedang hingga
kuat dan tutupan lahan oleh hutan yang hijau, rapat dan sangat luas. Kondisi ini
memperlihatkan potensi air tanah dan air permukaan yang sangat besar, namun
menyimpan potensi bencana yang juga cukup besar berupa longsor di bagian hulu
sungai dan banjir (bandang) di bagian hilir atau muara. Banjir amat sering terjadi,
terutama antara bulan Oktober hingga Desember, yaitu pada musim hujan. Hasil
pengamatan lapangan dirangkum dalam Tabel 5.3. dan informasi bencana yang pernah
terjadi disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.3. Hasil pengamatan faktor topografi, geologi dan penggunaan lahan
di wilayah Distrik Ravenirara.
Koordinat
Kampung
- Bujur Timur
- Lintang Selatan
Topografi:
Geologi:
a.
b.
a.
b.
c.
1. Yongsu
Sapari
140o 27’ 44,2”
2o 26’ 00”
a.
b.
c.
2. Yongsu
Dosoyo
140o 29’ 54,1”
2o 26’ 38,5”
a.
b.
c.
3. Newa
140o 32’ 40,2”
2o 27’ 2,9”
a.
b.
c.
4. Necheibe
140o 35’ 14,2”
2o 27’ 11,2”
a.
b.
c.
Ketinggian
Kelerengan
Relief
14 m dpal
(15 – 40)o
Bergelombang
sedang - kuat
8 m dpal
(10 – 40)o
Bergelombang
ringan - kuat
23 m dpal
(15 – 40)o
Bergelombang
sedang - kuat
6 m dpal
(20 – 45)o
Bergelombang
sedang - kuat
Penggunaan
lahan
c.
Morfologi
Litologi
Struktur
a.
b.
c.
Berbukit-bukit
Batuan metamorfik
Foliasi
Pemukiman,
kebun dan hutan
a.
b.
c.
Berbukit-bukit
Batuan metamorfik
Foliasi
Pemukiman,
kebun dan hutan
a.
b.
c.
Berbukit-bukit
Batuan metamorfik
Foliasi
Pemukiman,
kebun dan hutan
a.
b.
Berbukit-bukit
Batuan beku mafik
dan ultramafik
Kekar
Pemukiman,
kebun dan hutan
c.
Hasil survei dan wawancara dengan Kepala Kampung, aparat kampung, tokoh adat dan
masyarakat di ketahui beberapa bencana telah terjadi dengan frekuensi yang cukup
55
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
sering. Bencana yang kerap melanda dan terjadi disemua kampung di Distrik
Ravenirara adalah banjir, terutama terjadi antara bulan Oktober hingga Desember
hampir setiap tahun. Bencana longsor banyak terjadi di gunung dan tidak berdampak
serius terhadap keberadaan kampung yang banyak berada ditepi pantai. Bencana yang
berasal dari laut berupa gelombang pasang dan angin kencang dalam tiga tahun
terakhir dirasakan semakin intensif mengancam keberadaan kampung dan
mengganggu transportasi orang serta distribusi barang yang masuk dan keluar
kampung.
Tabel 5.4. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Distrik Ravenirara.
Kampung
1. Yongsu
Sapari
2. Yongsu
Dosoyo
Bencana yg pernah terjadi (tahun)
Keterangan
Banjir (1997, 1998, 1999, 2001, 2002,
2005,2009)
Terjadi antara bulan Oktober Desember
Banjir/Bandang (2002), Longsor (2000)
5 rumah rusak dan puskesmas
tertimbun. Longsor di Yongsu
Kecil
K. Racwawa. Longsor di bagian
gunung tidak sampai ke
pemukiman
Longsor searah dengan
tanjung Ormu. Banjir di K.
Nagasawa
3. Newa
Banjir (1988, 1990), Longsor
4. Necheibe
Longsor (2004), Banjir dan Abrasi pantai
Gambar 5.6. Keadaan topografi dan morfologi di Distrik Ravenirara. Lokasi Kampung
Yongsu Dosoyo.
56
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Gambar 5.7. Longsoran tanah dan batuan yang banyak ditemukan pada lereng tebing dengan
batuan dasar berupa batuan metamorfik. Lokasi sekitar kantor Distrik Ravenirara,
di Kampung Ormu.
Gambar 5.8. Sisa banjir sesaat (2005) di Kampung Yongsu Sapari.
57
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Gambar 5.9. Morfologi sungai yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan banjir atau banjir
bandang. Lokasi Kampung Yongsu Dosoyo.
Gambar 5.10. Abrasi pantai yang parah terjadi di Kampung Ormu Tua.
Berdasarkan hasil survei, maka dapat diketahui jenis ancaman bahaya yang dapat
menyebabkan bencana geologi (alam) di Distrik Depapre dan Ravenirara antara lain
58
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
banjir/banjir bandang, longsor, abrasi pantai, dan gelombang pasang. Bahaya geologi
yang ditafsirkan dapat terjadi di kedua distrik ini antara lain gempa bumi dan tsunami.
5.3. Analisis Risiko
Faktor probabilitas atau kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang
merupakan kerugian atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan dari setiap bahaya
geologi di atas ditunjukan oleh Tabel 5.5. Skala probabilitas dan dampak terlampir.
Tabel 5.5. Penilaian bahaya geologi di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara.
Jenis Bahaya Geologi
Gempa bumi
Banjir/banjir bandang
Longsor
Abrasi pantai
Gelombang pasang
Tsunami
Probabilitas
Dampak
5
4
4
2
3
1
3
4
2
2
2
3
Hubungan antara kemungkinan terjadinya bencana dan dampak atau akibat yang
ditimbulkannya digambarkan oleh Gambar 5.11. Dari gambar ini terlihat bahwa gempa
bumi dan banjir/banjir bandang merupakan bahaya yang perlu memperoleh perhatian
serius, karena kemungkinan kejadiannya hampir pasti terjadi dan memiliki dampak
yang cukup fatal terhadap masyarakat. Bahaya longsor dan gelombang pasang
termasuk mungkin terjadi dan berdampak ringan terhadap kondisi wilayah dan
masyarakatnya. Sedangkan bahaya abrasi pantai dan tsunami tergolong bahaya yang
kemungkinan kecil terjadi tetapi perlu kewaspadaan karena bahaya ini merupakan
ikutan dari bahaya gelombang pasang dan gempa bumi, dampak yang diakibatkannya
dapat cukup parah terhadap wilayah dan masyarakatnya.
Yang dimaksud dengan kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat,
bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu
oleh dampak suatu bahaya tertentu.
Tingkat kerentanan amat ditentukan oleh kondisi sosial budaya dan ekonomi
masyarakat, bangunan dan infrastruktur serta pelayanan atau sistem yang sudah
dibangun oleh pemerintahan setempat. Berikut disajikan kondisi tingkat kerentanan di
Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara.
59
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Gambar 5.11. Hubungan antara dampak dan probabilitas bahaya geologi di Distrik Depapre
dan Distrik Ravenirara.
Tabel 5.6. Tingkat kerentanan tiap distrik.
Distrik
Depapre
Ravenirara
Kondisi Sosial
budaya dan
Ekonomi
Petani kebun,
nelayan.
Tersedia dokter,
bidan, perawat
dan tenaga
kesehatan
lainnya.
Terdapat guru SD
dan SMP
Nelayan, petani
kebun buahbuahan.
Terdapat tenaga
kesehatan (bidan)
kontrak dan guru
SD
Bangunan dan
infrastruktur
Sistem
Pemerintahan
Tingkat
Kerentanan
SD = 11
SMP = 2
SMK = 1
Puskesmas = 1
Pustum = 1
Polindes = 4
Sarana jalan darat
dan laut memadai
Kantor Distrik dan
Sarana kesehatan
berjalan dengan
baik.
Ada koordinasi
dengan instansi
terkait
Menengah
SD = 5
Puskesmas
Pembantu = 2
Polindes = 1
Hanya memiliki
sarana
transportasi laut.
Kantor distrik dan
sarana kesehatan
tidak berjalan
dengan baik.
Ada koordinasi
dengan instansi
terkait.
tinggi
Faktor kerentanan dapat ditentukan berdasarkan 4 aspek, yaitu fisik seperti prasarana
dasar, konstruksi dan bangunan; ekonomi, seperti kemiskinan dan penghasilan; social,
seperti pendidikan, kesehatan, hukum, politik dan kelembagaan, serta lingkungan,
60
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
seperti tanah, air, tanaman, dan hutan. Sedangkan faktor kemampuan dapat
didasarkan pada kebijakan, meliputi peraturan dan pedoman atau petunjuk
pelaksanaan; kesiapsiagaan, seperti pelatihan, gladi, posko, rencana kontijensi, serta
partisipasi masyarakat, meliputi pendidikan, penyuluhan, kewaspadaan, kepedulian
dan pemberdayaan.
Secara umum Distrik Depapre memiliki kemampuan mengatasi bahaya geologi yang
bersifat ringan sampai menengah, yaitu bahaya abrasi pantai, tsunami, gelombang
pasang dan longsor. Tetapi kurang mampu mengatasi bahaya geologi yang bersifat
berat dan berakibat fatal, seperti gempa bumi dan banjir/banjir bandang. Sehingga
perlu peningkatan kemampuan dalam hal struktural dan non struktural.
Distrik Ravenirara kurang memiliki kemampuan mengatasi bahaya geologi. Sehingga
distrik ini perlu segera mendapat bantuan jika terjadi bencana yang disebabkan oleh
bahaya geologi yang bersifat ringan sekalipun.
Dengan mengukur kemampuan suatu daerah menghadapi bahaya, maka dapat
diupayakan tindakan tanggap darurat yang sesuai dengan tingkat kerentanannya.
Distrik yang memiliki tingkat kerentanan tinggi harus mendapat prioritas penanganan
lebih dahulu dan segera mendapat bantuan. Jika tidak maka bahaya susulan yang akan
terjadi dapat menimbulkan bencana yang semakin parah.
5.4. Penanganan Bencana
Penanganan bencana merupakan satu bagian dari manajemen bencana. Manajemen
bencana adalah suatu bentuk rangkaian kegiatan yang dinamis, terpadu dan
berkelanjutan yang dilaksanakan sejak sebelum kejadian bencana (pra bencana), saat
atau sesaat setelah kejadian bencana dan setelah kejadian bencana (pasca bencana).
Bencana Geologi merupakan peristiwa alam yang terjadi berulang , sehingga dapat
digambarkan dalam suatu siklus bencana “disaster cycles”. Untuk itu studi atau analisis
tentang disaster management harus dilakukan dalam bentuk sistematik (Gambar 5.12).
61
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Gambar 5.12. Siklus manajemen bencana.
Hal penting penanganan bencana adalah mitigasi bencana yang mencakup, antara lain:
1. Menyediakan informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk setiap jenis
bencana;
2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam
menghadapi bencana, karena bermukim didaerah rawan bencana;
3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika timbul bencana;
4. Membuat pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi
ancaman bencana.
Beberapa kebijakan yang dapat ditempuh dalam upaya mitigasi bencana, antara lain :
1. Membangun persepsi yang sama bagi semua pihak, baik jajaran pemerintahan
maupun segenap unsur masyarakat, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang
dikembangkan oleh instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit
masing-masing.
2. Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinir yang
melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat.
3. Upaya preventif harus diutamakan agak kerusakan dan korban jiwa dapat
diminimalkan.
4. Penggalangan kekuatan melalui kerja sama dengan semua pihak, melalui
pemberdayaan masyarakat serta kampanye.
62
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
Penanganan dalam rangka mitigasi bencana yang dapat dilakukan antara lain
A. Gempa bumi

Menerapkan bangunan yang ramah gempa dengan konstruksi tahan getaran.

Pembangunan fasilitas umum harus dengan standar kualitas yang tinggi.

Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan.

Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi.

Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan gempa bumi.

Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus ditempatkan pada tempat
yang aman dan stabil.

Ikut serta dalam pelatihan program utama penyelamatan dan kewaspadaan
masyarakat terhadap gempa bumi.

Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan
pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.

Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan pengganti dan peralatan
perlindungan masyarakat lainnya.

Rencana kontigensi atau kedaruratan untuk anggota keluarga dalam
menghadapi gempa bumi.
B. Banjir

Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan
fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman.

Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan
dibuat bertingkat.

Pembangunan tembok penahan dan tanggul sepanjang sungai.

Mengatur kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu sungai dengan
membangun bendungan atau waduk, reboisasi dan pembangunan sistem
resapan.

Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai, baik saluran terbuka maupun
tertutup dengan pipa atau terowongan.

Pembersihan sedimen dan pembangunan saluran drainase.

Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.

Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir.
63
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009

Peningkatan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.

Pelatihan tentang kewaspadaan banjir, seperti cara penyimpanan atau
pergudangan perbekalan, tempat istirahat/tidur di tempat yang aman.

Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat penyelamat lainnya.
C. Penanganan Longsor

Pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya bukan di daerah rawan
bencana longsor.

Relokasi bagi yang berada di wilayah rawan longsor.

Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari bahaya
liquefaction.

Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu untuk menghindari
penurunan yang tidak seragam (defferential settlement).

Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat
impermeabel dan fleksibel.

Mengurangi tingkat keterjalan lereng dan pembuatan terasering.

Meningkatkan atau memperbaiki drainase baik air permukaan maupun air
tanah sehingga mengurangi beban di dalam tanah.

Pembangunan bangunan penahan, jangkar (anchore) dan piling.

Penghijauan dengan tanaman yang sistem akarnya dalam.

Pembuatan tanggul penahan khusus untuk runtuhan batu, berupa bangunan
konstruksi, tanaman maupun parit.

Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahanrekahan berbentuk tapal kuda.

Pembuatan terase dan penghijauan dengan menstabilkan lereng.

Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rockfall).

Penutupan rekahan-rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara
cepat ke dalam tanah.
D. Penanganan Abrasi Pantai

Menetapkan kawasan penyangga (buffer) pantai sebagai kawasan yang bebas
bangunan permanen.
64
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009

Pembangunan infrastruktur tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai
atau tsunami.

Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk mengurangi
energi ombak jika terjadi badai atau tsunami.

Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah
geolombang untuk daerah teluk.

Menanam tanaman pantai yang sesuai dengan karakteristik dan tipe pantai.
F. Penanganan Daerah Rawan Tsunami

Menentapkan kawasan rawan tsunami sebagai kawasan yang bebas dari
bangunan permanen dan kawasan aman tsunami sebagai lokasi pengungsian.

Mempertahankan hutan mangrove dan bukit-bukit gamping yang berada di
sepanjang pantai.

Membangun bangunan secara vertikal atau panggung yang lebih tinggi
daripada run-up tsunami yang pernah terjadi di sekitar wilayah rawan tsunami.

Menentapkan jalur dan lokasi evakuasi, serta membangun sistem peringatan
dini terhadap bahaya tsunami.
65
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pengumpulan data, baik yang bersifat primer maupun sekunder,
serta melakukan analisis yang berkaitan dengan risiko, bahaya dan kerentanan di
wilayah Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil identifikasi dan survei diketahui bahwa di wilayah Distrik Depapre dan Distrik
Ravenirara memiliki ancaman atau bahaya geologi yang berpeluang menjadi
bencana adalah gempa bumi, banjir, longsor, gelombang pasang, abrasi pantai dan
tsunami. Bahaya yang paling serius dan berdampak tinggi adalah gempa bumi dan
banjir, sedangkan longsor dan gelombang pasang tergolongan ancaman yang
menengah namun tetap diwaspadai. Abrasi pantai dan tsunami merupakan bahaya
ikutan dari geolombang pasang dan gempa bumi yang berepisentrum di laut.
2. Gempa bumi yang sering melanda Distrik Depapre dan Disitrik Ravenirara
termasuk dalam gempa bumi tektonik yang dangkal dan banyak berpusat di
daratan serta bersifat kurang merusak. Namun demikian, gempa ini dapat menjadi
pemicu bagi bahaya lain yang lebih serius, seperti longsor dan tsunami.
3. Banjir banyak melanda kampung-kampung di Distrik Ravenirara, terutama antara
bulan Oktober – Desember setiap tahun. Banjir yang terjadi sering diikuti dengan
longsoran tanah dan batuan di bagian hulu sungai dan membawa material (batubatu) hingga ke hilir atau muara sungai. Tipe banjir seperti ini termasuk dalam
kategori banjir bandang.
4. Longsor terjadi pada bagian lereng gunung atau bukit yang memiliki kemiringan
lebih besar dari 30o dan terjadi di bagian atas atau hulu. Bukti-bukti longsor
tampak pada torehan di lereng gunung yang dapat diamati dari jauh. Meskipun
daerah sekitarnya ditumbuhi oleh pohon-pohon yang lebat, tetapi karena faktor
geologi (tanah, batuan, struktur, morfologi, dan air tanah) dan faktor meteorologi
(curah hujan dan angin) dapat menyebabkan longsor.
5. Gelombang pasang terjadi di sepanjang pantai utara yang langsung berhadapan
dengan Samudera Pasifik yang luas. Gelombang pasang ini terjadi berhubungan
66
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
dengan gaya tarik bulan dan faktor cuaca. Musim gelombang terjadi pada Oktober
– Desember, bahkan bisa sampai Maret. Gelombang pasang sering disertai dengan
angin kencang dan hujan lebat. Bahaya ini mengganggu transportasi laut yang
menjadi sarana utama bagi kampung-kampung di Distrik Ravenirara.
6. Distrik Depapre memiliki kemampuan mengatasi bahaya geologi yang bersifat
ringan sampai menengah, yaitu bahaya abrasi pantai, tsunami, gelombang pasang
dan longsor. Tetapi kurang mampu mengatasi bahaya geologi yang bersifat berat
dan berakibat fatal, seperti gempa bumi dan banjir/banjir bandang. Sehingga perlu
peningkatan kemampuan dalam hal struktural dan non struktural.
7. Distrik Ravenirara kurang
memiliki kemampuan mengatasi bahaya geologi.
Sehingga distrik ini perlu segera mendapat bantuan jika terjadi bencana yang
disebabkan oleh bahaya geologi yang bersifat ringan sekalipun.
8. Bencana geologi merupakan peristiwa alam yang terjadi secara berulang (siklik)
sehingga perlu penanganan yang bersifat struktural maupun non struktural.
Beberapa hal penting dalam penanganan bencana adalah upaya menyediakan
informasi dan peta kawasan bencana, sosialisasi kebencanaan kepada masyarakat,
membuat peraturan dan penataan kawasan rawan bencana, serta membangun
atau menerapkan konstruksi bangunan ramah bencana.
6.2. Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan antara lain:
1. Gempa bumi dan banjir menjadi bahaya yang paling mengancam di kedua distrik
lokasi penyelidikan. Di pandang perlu untuk dibuat atau dibentuk kelompok di
dalam masyarakat (kampung) yang tanggap terhadap kedua bahaya tadi, serta
membuat sistem peringatan jika terjadi ancaman yang semakin serius.
2. Jalur dan lokasi evakuasi perlu segera dibuat dan ditetapkan di setiap kampung.
Penetapan jalur dan lokasi evakuasi dilakukan dengan penyelidikan khusus dan
mengakomodasi kearifan masyarakat setempat. Mekanisme evakuasi perlu
disos ialisasikan dan kewenangan evakuasi menjadi tanggung jawab
kepala kampung.
67
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di
Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009
3. Perlu menyusun sistem tanggap darurat yang baku untuk wilayah yang memiliki
kendala transportasi - seperti di Distrik Ravenirara - mengingat tingkat kerentanan
yang cukup tinggi. Sarana infrastruktur (sistem komunikasi, balai kesehatan,
gudang bahan makanan, jalan dan jembatan) dapat dibangun dan pemberdayaan
masyarakat (sosisal, budaya dan ekonimi) dapat ditingkatkan untuk mengatasi
masalah kerentanan terhadap kebencanaan.
4. Dipandang perlu membuat papan-papan peringatan terhadap bencana yang telah
di identifikasi di setiap kampung dan membuat sistem peringatan dini yang mudah
dipahami oleh warga kampung masing-masing.
6.3. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat disampaikan antara lain:
1. Perlu ada upaya lanjutan tentang jalur, lokasi dan mekanisme evakuasi bagi wilayahwilayah yang tergolong rawan bencana tinggi. Salah satu yang direkomendasikan adalah
Distrik Ravenirara.
2. Perlu koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat dalam turut
menangani masalah kebencanaan di setiap wilayah. Sosialisasi yang efektif dapat
dilaksanakan kepada siswa sekolah, aparat pemerintahan dan aparat keamanan, serta
pemuka adat dan tokoh agama di setiap kampung.
68
KATA PENGANTAR
Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat secara geologis, hidrologis dan
demografis yang memungkinkan terjadinya bencana baik yang disebabkan oleh
faktor alam, factor non alam maupun factor manusia yang dapat menyebabkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat
pembangunan di Kabupaten Jayapura.
Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dalam hal ini Dinas Pertambangan dan
Energi bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
pada tingkat kabupaten. Salah satu pengejawatahan tanggung jawab ini maka
dilakukan upaya pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan
resiko bencana melalui kegiatan Penyebaran Peta Daerah Rawan Bencana Alam
(Geologi) di Kabupaten Jayapura yang dijabarkan dalam bentuk Survei dan
Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam di Distrik Waibu dan Distrik Sentani
Barat Kabupaten Jayapura, tahun anggaran 2010.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dan berpartisipasi dalam kegiatan ini. Dengan harapan, kerja sama
yang telah berlangsung dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan untuk
kegiatan yang lain.
Semoga kegiatan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat maupun instansi
pemerintah terkait, dan dapat memberikan informasi yang akurat bagi
perencanaan, pengembangan dan pembangunan di Kota Sentani maupun
Kabupaten Jayapura secara keseluruhan.
Sentani, Desember 2010
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI
Kepala,
NEHEMIA KARMA, SH
Pembina
NIP. 640 020 113
i
DAFTAR ISI
ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Maksud dan Tujuan
1.3. Sasaran
1.4. Dasar Hukum
1.5. Ruang Lingkup
1.5.1. Pengertian dan batasan
1.5.2. Lingkup pekerjaan
1.6. Sistematika Laporan
BAB II KEADAAN UMUM
2.1. Keadaan Kabupaten Jayapura
2.1.1. Kondisi geografis
2.1.2. Iklim
2.1.3. Kependudukan
2.1.4. Pemerintahan
2.2. Keadaan Daerah Penyelidikan
2.2.1. Topografi
2.2.2. Kependudukan
2.2.3. Penggunaan lahan
BAB III KEADAAN GEOLOGI
3.1. Geologi Regional
3.1.1. Fisiografi
3.1.2. Stratigrafi
3.1.3. Struktur geologi
3.1.4. Sejarah geologi
3.1.5. Kondisi hidrologi
3.2. Geologi Daerah Penyelidikan
3.2.1. Geomorfologi
3.2.2. Litologi
3.2.3. Struktur geologi
3.3. Kebencanaan Geologi
3.3.1. Pengertian
3.3.2. Jenis bencana geologi
3.3.3. Proses dan penyebab bencana geologi
BAB IV HASIL KEGIATAN
4.1. Penyelidikan Terdahulu
4.2. Kegiatan Survei dan Pemetaan
4.3. Penyebab Bahaya Geologi
4.3.1. Banjir
4.3.2. Gerakan massa (tanah/batuan)
4.3.3. Gempabumi
[ii]
i
ii
iv
v
vi
I–1
I–1
I–1
I–2
I–2
I–3
I–3
I–4
I–5
II – 1
II – 1
II – 1
II – 5
II – 7
II – 9
II – 10
II – 10
II – 10
II – 12
III – 1
III – 1
III – 1
III – 2
III – 5
III – 6
III – 7
III – 7
III – 7
III – 9
III – 10
III – 11
III – 11
III – 11
III – 12
IV – 1
IV – 1
IV – 1
IV – 11
IV – 11
IV – 12
IV – 12
4.4. Penilaian Risiko
4.5. Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Bencana
4.5.1. Kebijakan dan Strategi Mitigasi Bencana
4.5.2. Langkah-Langkah dalam Mitigasi Bencana
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
LAMPIRAN - LAMPIRAN
[iii]
IV – 13
IV – 16
IV – 17
IV – 19
IV – 1
IV – 1
IV – 2
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
HALAMAN
2 – 1 Peta administrasi kabupaten Jayapura (RTRW Kab. Jayapura, 2009)
II – 2
3 – 1 Fisiografi pulau Papua
3 – 2 Peta geologi daerah Waibu dan Sentani Barat (Suwarna dan Noya, 1995)
3 – 3 Stratigrafi lembar Jayapura (Suwarna dan Noya, 1995)
3 – 4 Diagram penggolongan bencana
III – 1
III – 4
III – 5
III – 12
4 – 1 Sungai di Dosay yang berpotensi banjir
4 – 2 Lereng bukit yang tersusun oleh batulempung & napal di kampung Sosiri
4 – 3 Matrik tingkat bahaya geologi
4 – 4 Longsor tanah di kampung Sosiri
4 – 5 Longsor batuan di kampung Doyo Baru
4 – 6 Longsor tanah di kampung Yakonde
4 – 7 Sungai di kampung Dosay yang rawan banjir
4 – 8 Sungai di kampung Sabron yang berpotensi banjir
4 – 9 Siklus menejemen bencana
IV – 4
IV – 5
IV – 7
IV – 8
IV – 9
IV – 9
IV – 10
IV – 10
IV – 16
[iv]
DAFTAR TABEL
TABEL
HALAMAN
2 – 1 Kemiringan lereng tiap distrik di Kabupaten Jayapura
2 – 2 Ketinggian tempat tiap distrik di Kabupaten Jayapura
2 – 3 Nama sungai di Kabupaten Jayapura
2 – 4 Curah hujan dan hari hujan
2 – 5 Rata-rata suhu udara
2 – 6 Kelembaban udara rata-rata periode 2004 – 2007
2 – 7 Jumlah penduduk tiap distrik
2 – 8 Jumlah dan kepadatan penduduk tiap distrik
2 – 9 Pemerintahan distrik dan jumlah kampung
2 – 10 Wilayah pembangunan dan potensi unggulan
2 – 11 Kemiringan lereng masing-masing kampung
2 – 12 Ketingian tempat masing-masing kampung
2 – 13 Jumlah penduduk masing-masing kampung
II – 2
II – 3
II – 4
II – 6
II – 7
II – 7
II – 8
II – 8
II – 9
II – 9
II – 10
II – 11
II – 11
4 – 1 Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Waibu
4 – 2 Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Sentani Barat
4 – 3 Penilaian bahaya geologi
4 – 4 Komponen bahaya
4 – 5 Komponen kerentanan/kemampuan
4 – 6 Penilaian risiko bencana tiap distrik
4 – 7 Tingkat risiko dan arahan tiap distrik
IV – 3
IV – 3
IV – 6
IV – 13
IV – 14
IV – 14
IV – 15
[v]
Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten
Jayapura Tahun 2009
DAFTAR ISI
ISI
HAL.
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
I.
PENDAHULUAN
1
1.1.
Latar Belakang
1
1.2.
Maksud dan Tujuan
2
1.3.
Sasaran
3
1.4.
Dasar Hukum
3
1.5.
Ruang Lingkup
5
1.5.1. Pengertian
5
1.5.2. Lingkup Pekerjaan
6
II.
III.
1.6.
Lokasi
7
1.7.
Sistematika Laporan
8
TINJAUAN KEBENCANAAN
9
2.1.
Bahaya dan Bencana Geologi
9
2.2.
Menejemen Bencana
18
2.3.
Menejemen Risiko
23
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENYELIDIKAN
27
3.1.
27
Kabupaten Jayapura
3.1.1. Pemerintahan
28
3.1.2. Keadaan Fisik dan Penggunaan Lahan
29
3.1.3. Kependudukan
32
3.1.4. Sarana dan Prasarana
33
3.2.
Distrik Depapre
35
3.2.1. Administrasi
36
3.2.2. Keadaan Fisik
36
3.2.3. Sosial Budaya
37
ii
Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten
Jayapura Tahun 2009
3.3.
IV.
VI.
37
3.3.1. Administrasi
38
3.3.2. Keadaan Fisik
38
3.3.3. Sosial Budaya
38
KONDISI GEOLOGI
40
4.1.
40
Geologi Kabupaten Jayapura
4.1.1. Geomorfologi
40
4.1.2. Stratigrafi
41
4.1.3. Struktur Geologi
43
4.1.4. Sejarah Geologi
43
4.1.5. Kondisi Hidrologi
44
4.2.
V.
Distrik Ravenirara
Geologi Daerah Penyelidikan
45
4.2.1. Morfologi
45
4.2.2. Litologi
45
4.2.3. Struktur
46
HASIL PENYELIDIKAN
48
5.1.
Penyelidikan Terdahulu
48
5.2.
Kegiatan Survei dan Pemetaan
49
5.2.1. Distrik Depapre
50
5.2.2. Distrik Ravenirara
55
5.3.
Analisis Risiko
59
5.4.
Penanganan Bencana
61
KESIMPULAN DAN SARAN
66
6.1.
Kesimpulan
66
6.2.
Saran
67
6.3.
Rekomendasi
68
iii
Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten
Jayapura Tahun 2009
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
HAL.
1.1. Lokasi daerah penyelidikan
7
2.1. Rangkaian kerentanan yang berpadu dengan bahaya yang menimbulkan
10
bencana
2.2. Hubungan pembangunan dan bencana
11
2.3. Proses terjadinya gempa bumi
13
2.4. Mekanisme terjadinya tsunami
15
2.5. Pergerakan kecepatan gelombang tsunami ke arah pantai/daratan
15
2.6. Macam-macam tipe gerakan tanah
18
2.7. Siklus menejemen bencana menurut kecepatan datangnya bencana
19
2.8. Tahapan menejemen bencana
20
3.1. Peta adminitrasi Kabupaten Jayapura
27
3.2. Peta administrasi Distrik Depapre
36
3.3. Peta administrasi Distrik Ravenirara
38
4.1. Kolom s tratigrafi wilayah Kabupa ten Jaya pura ( Suwarna dan
42
Noya, 199 5)
4.5. Peta geologi daerah penyelidikan (Suwarna dan Noya, 1995)
47
5.1. Keadaan topografi. Lokasi Kampung Waiya, Distr. Depapre
52
5.2. Longsor tanah dan batuan. Lok.i Kampung Tablasupa, Distr. Depapre
53
5.3. Bekas banjir di Kampung Wambena, Distr. Depapre
53
5.4. Abrasi pantai tahun 2008, di Kamp. Dormena, Distr. Depapre
54
5.5. Longsor tanah yg menimbul jalan di Kamp. Yewena, Distr. Depapre
54
5.6. Keadaan topografi di Kamp. Yongsu Dosoyo, Distr. Ravenirara
56
5.7. Longsor tanah dan batuan di Kamp. Ormu, Distr. Ravenirara
57
5.8. Sisa banjir tahun 2005 di Kamp. Yongsu Sapari, Distr. Ravenirara
57
5.9. Morfologi sungai yg berpotensi banjir di Kamp. Yongsu Dosoyo
58
5.10. Abrasi pantai yang parah di Kamp. Ormu Tua, Distr. Ravenirara
58
5.11. Hubungan antara dampak dan probabilitas bahaya geologi
60
5.12. Siklus menejemen bencana
62
iv
Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten
Jayapura Tahun 2009
DAFTAR TABEL
TABEL
HAL.
2.1. Skala Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI)
14
3.1. Luas wilayah distrik di Kabupaten Jayapura
28
3.2. Pembagian distrik, desa/kelurahan di Kabupaten Jayapura
29
3.4. Rata-rata suhu udara minimum dan maksimum tahun 2006
30
3.5. Kelembaban udara, lama penyinaran dan tekanan udara periode 2004-2007
30
3.6. Curah hujan dan hari hujan tahun 2006
31
3.7. Frekuensi kegempaan tahun 2007
32
3.8. Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin periode 2004-2007
33
3.9. Kepadatan penduduk tahun 2007
33
3.10. Sarana kesehatan tahun 2007
34
3.11. Tenaga kesehatan tahun 2007
34
3.12. Sarana dan tenaga pendidik tahun 2007
34
3.13. Sarana jalan dan kondisi jalan tahun 2007
35
5.1. Hasil pengamatan faktor topografi, geologi dan penggunaan lahan di Distrik
51
Depapre
5.2. Data bencana yang pernah terjadi di Distrik Depapre
52
5.3. Hasil pengamatan faktor topografi, geologi dan penggunaan lahan di Distrik
55
Ravenirara
5.4. Data bencana yang pernah terjadi di Distrik Ravenirara
56
5.5. Penilaian bahaya geologi di Distr. Depapre dan Ravenirara
59
5.6. Tingkat kerentanan tiap distrik
60
v
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kabupaten Jayapura yang berada di bagian utara pulau Papua, secara topografi
memiliki keragaman bentang alam, yaitu mulai dari pantai, dataran rendah
maupun tinggi, sampai perbukitan dan pegunungan dengan tingkat
kemiringan lereng yang sangat bervariasi, mulai dari landai hingga terjal.
Berdasarkan kondisi geologi, wilayah Kabupaten Jayapura tersusun oleh
formasi batuan yang berumur sangat tua (pra-Tersier) hingga muda (Kuarter)
dengan kondisi sudah lapuk menengah hingga lapuk lanjut dan kondisi
geodinamika yang kompleks. Kondisi seperti ini merupakan kendala yang
cukup berarti dalam pengembangan wilayah dan berpeluang menjadi bencana
yang dapat mengancam keberadaan manusia dan segala infrastruktur yang
ada. Keadaan iklim, terutama curah hujan di wilayah ini menunjukkan
perubahan yang cukup signifikan. Di samping itu, pertumbuhan kota Sentani
sebagai ibukota Kabupaten Jayapura juga semakin berkembang ke arah (poros)
barat – timur dan diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk akibat
migrasi serta penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang membutuhkan
lahan semakin meningkat.
Dalam rangka memberikan informasi tentang bahaya geologi dan penetapan
kawasan rawan bencana, maka telah dilaksanakan Survei dan Pemetaan
Daerah Rawan Bencana Alam (Geologi) di Distrik Waibu dan Sentani Barat
Kabupaten Jayapura, sebagai salah satu upaya mengurangi dampak (mitigasi)
yang ditimbulkan akibat bencana alam, dan mengantisipasi kemungkinan
bencana yang akan terjadi.
1.2.
Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakan pekerjaan ini adalah melakukan survei dan pemetaan
daerah rawan bencana alam (geologi) di Distrik Waibu dan Sentani Barat
Kabupaten Jayapura
Laporan Akhir
I-
1
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Tujuan yang ingin dicapai dari pekerjaan ini adalah :
1. Untuk mengumpulkan data dan mengetahui potensi bencana yang telah
dan/atau memiliki peluang terjadi bencana di Distrik Waibu dan Sentani
Barat, sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana;
2. Untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat dan instansi
terkait di bidang geologi, terutama geologi tata lingkungan dalam
penyelenggaraan tugas di sektor pertambangan.
1.3.
Sasaran
Sasaran dari pekerjaan ini adalah :
1. Teridentifikasi bencana yang telah terjadi maupun yang berpeluang terjadi
di Distrik Waibu dan Sentani Barat;
2. Terpetakan dan terdokumentasikan daerah-daerah rawan dan aman dari
bencana alam (geologi) dalam tingkat distrik;
3. Tergambarkan kondisi geologi, morfologi, penggunaan lahan, keadaan
iklim, kegempaan, hidrologi, demografi dan sarana infrastruktur yang telah
terbangun dalam peta skala 1 : 50.000.
1.4.
Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang melandasi pekerjaan ini antara lain :
1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua.
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2000 tentang Pemindahan Ibukota
Kabupaten Jayapura ke Kota Sentani.
6. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
Laporan Akhir
I-
2
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman
Umum Mitigasi Bencana.
8. Keputusan
Menteri
Pertambangan
dan
Energi
Nomor
1452/K/10/MEM/2000 tentang Pedoman teknis penyelenggaraan tugas
pemerintahan di bidang ineventarisasi sumberdaya mineral dan energi,
penyusunan peta geologi, dan pemetaan zona kerentanan gerakan tanah.
9. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 360/915/PUM tanggal 19 Juni
2007 tentang Panduan Pembuatan Peta Rawan Bencana.
10. Surat Keputusan Sekretaris Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana dan Penanganan Pengungsi Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pedoman
Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
11. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 1 Tahun 2001 tentang
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura (Lembar Daerah
Kabupaten Jayapura Tahun 2001 Nomor 12).
12. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 4 Tahun 2001 tentang
Kewenangan dan Tata Kerja Dinas – Dinas Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Jayapura Tahun 2001 Nomor 15).
13. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 5 Tahun 2001 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten
Jayapura (Lembar Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2001 Nomor 15)
14. Keputusan Bupati Jayapura Nomor 347 Tahun 2002 tentang Satuan
Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK
PBP) Kabupaten Jayapura.
1.5.
Ruang Lingkup
1.5.1. Pengertian dan batasan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
Laporan Akhir
I-
3
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No 24 tahun 2007).
Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UU No 24 tahun 2007).
Peta daerah rawan bencana adalah gambaran yang menunjukkan kawasan
yang sering terjadi bencana alam atau berpotensi terjadinya bencana, sehingga
merupakan peristiwa yang rutin terjadi dan berpotensi terjadi bencana (SE
Mendagri No 360 Tahun 2007).
Pemetaan
daerah
rawan
bencana
adalah
suatu
kegiatan
identifikasi/menemukenali daerah-daerah yang sering terjadi bencana dan
selalu berulang maupun yang berpotensi terjadi bencana yang disebabkan oleh
alam, non alam ataupun gabungan dari keduanya
(SE Mendagri No 360
Tahun 2007).
1.5.2. Lingkup Pekerjaan
Bencana alam (geologi) yang disurvei dan dipetakan antara lain terdiri dari
letusan gunung api, gempa bumi, banjir lahar, lava dan air, gelombang pasang
(tsunami) dan tanah longsor.
Peta dasar yang digunakan adalah peta spasial kabupaten, peta topografi dan
peta citra satelit/foto udara.
Daerah rawan bencana atau berpotensi bencana adalah daerah yang pernah
dan/atau secara rutin dan berulang kali mengalami bencana. Sedangkan yang
berpotensi bencana adalah daerah yang diperkirakan akan mengalami
perubahan drastis yang dapat menimbulkan bencana. Penggambaran daerah
rawan bencana ditunjukan dengan perbedaan warna untuk setiap jenis
bencana.
Laporan Akhir
I-
4
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Metode kerja terdiri dari :
1. Pemetaan secara tidak langsung, yaitu pembuatan peta dengan cara
menghimpun dan menginventarisir data yang berasal dari peta tematik
yang telah tersusun, penyelidikan terdahulu serta penafsiran peta topografi,
dan foto udara atau citra satelit.
2. Pemetaan secara langsung yang dilakukan bersamaan dengan survei
lapangan,
yaitu
pengamatan,
pemetaan
pencataan
geologi
permukaan
pengukuran
atau
berupa
peninjauan,
pengujian
dan
pendokumentasian.
3. Analisis studio yang dilakukan terhadap data dan informasi yang telah
dikumpulkan dalam pemetaan secara tidak langsung maupun langsung.
Pemetaan daerah rawan bencana maupun yang berpotensi bencana disusun
berdasarkan jenis-jenis bencana yang merupakan hasil identifikasi di tingkat
kampung dan distrik. Tiap jenis bencana ditunjukkan oleh warna yang berbeda.
Pendokumentasian hasil identifikasi dibuat dalam bentuk peta dan narasi.
Hasil pemetaan dicetak dalam bentuk buku yang berisi data dan informasi
kejadian bencana, serta menyajikan petunjuk pelaksanaan upaya mitigasi
bencana yang diperlukan oleh pemerintah Kabupaten Jayapura.
1.6.
Sistematika Laporan
Laporan akhir ini berisi uraian tentang keadaan umum dan keadaan geologi,
data dan informasi kebencanaan geologi, hingga petunjuk pelaksanaan upaya
mitigasi bencana di Kabupaten Jayapura.
Bab I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah dari pekerjaan ini; maksud dan tujuan
yang ingin dicapai; sasaran pekerjaan; dasar hukum yang menjadi acuan
pelaksanaan pekerjaan ini; ruang lingkup, mencakup pengertian dan batasan,
serta lingkup pekerjaan; dan sistematika laporan akhir.
Laporan Akhir
I-
5
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Bab II Keadaan Umum
Berisi tentang lokasi; keadaan iklim dan curah hujan; kondisi topografi;
vegetasi; tata guna lahan kependudukan.
Bab III Keadaan Geologi
Berisi tentang informasi geologi regional, meliputi geomorfologi, stratigrafi
dan struktur geologi; geologi daerah penyelidikan; dan pengetahuan
kebencanaan geologi (Geohazard).
Bab IV Hasil Kegiatan
Berisi tentang hasil kegiatan survei lapangan yang membahas jenis bencana
menurut kampung atau distrik; penentuan tingkat kerawanan; peta rawan
bencana; dan petunjuk pelaksanaan penanganan bencana.
Bab V Penutup
Berisi kesimpulan dari hasil identifikasi; saran dan rekomendasi yang perlu
diperhatikan dari pekerjaan ini.
Laporan Akhir
I-
6
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
BAB II KEADAAN UMUM
2.1. Keadaan Kabupaten Jayapura
2.1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Jayapura berdasarkan
Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2002
dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Jayapura, Kabupaten
Keerom dan Kabupaten Sarmi.
Ditinjau dari astronomi Kabupaten Jayapura terletak pada 129 000’16 BB” –
141001’47” BT dan 2023’10” LU – 9015’00” LS, dengan batas–batas wilayah
administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Kabupaten
Sarmi.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pegunungan Bintang,
kabupaten Mamberamo Raya, Mamberamo tengah dan Kabupaten Yalimo
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sarmi.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Jayapura dan Kabupaten
Keerom.
2
Luas wilayah Kabupaten Jayapura adalah + 17,516 KM .
A. Topografi
Keadaan topografi diperlihatkan oleh kemiringan lereng dan ketinggian
tempat. Secara umum kemiringan lereng yang relatif terjal dengan
kemiringan (5 - 30)% serta mempunyai ketinggian antara 0,5– 1500 m
dpl.
Daerah pesisir pantai utara umumnya berupa dataran rendah yang
bergelombang dengan kemiringan (0 – 10) % yang ditutupi dengan
endapan alluvial. Secara fisik, selain daratan juga terdiri dari rawa ( +
13,700 Ha). Sebagian besar wilayah Kabupaten Jayapura (72,09 %)
berada pada kemiringan di atas 41 %, sedangkan kemiringan 0-15 %
berkisar 23,74%.
Laporan Akhir
II - 1
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Gambar 2 – 1. Peta administrasi kabupaten Jayapura
(sumber : RTRW Kab. Jayapura, 2009)
Tabel 2 - 1
Luas Masing-Masing Kelas Kemiringan Lahan Pada Distrik
Di Kabupaten Jayapura
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Luas Kelas Kemiringan
Datar
Bergelombang
Distrik
Demta
Depapre
Kaureh
Kemtuk
Kemtuk Gresi
Nimbokrang
Nimboran
Sentani
Sentani Barat
Sentani Timur
Unrum Guay
Waibu
Ebungfau
Namblong
yapsi
Airu
Yokari
Ravenirara
Gresi Selatan
0%
2%
0.01
0.01
0.06
0.01
18.25
21.34
1,772.30
49.04
6.21
10.09
0
38.4
0.03
22.57
17.55
337.49
0.15
0.02
7.99
199.3
98.9
5.82
88.99
28.51
2,545.15
2-8%
1.94
69.32
66.68
57.85
61.63
50.77
57.15
20.4
19.19
33.16
30.02
5.04
26.87
142.05
2.83
645.62
Luas Kelas Kemiringan
Curam
Sangat Curam
8-15 % 16 - 25 % 26 - 40% 41 - 65%
4.26
64,10
228.06
4.37
- 90.15
-
16.42
9.61
86.99
177
38, 76
82.92
349.74
98.73
179,78
- 0
655.13
100.67
121.14
106.03
-79.77
- 8.36
-26.54
-54.37
888.46
- 25.2
153.21
-35,90
-32,30
673.84
173.22
-11,54
-78,67
3,354.13
>65%
84,71
2,795.35
21,88
20,43
60,28
38,88
30,16
18,67
1.608,41
57,82
75,27
41.14
831.18
784.91
18,18
104,03
184,79
6.896,09
Sumber : BPN Kabupaten Jayapura Tahun 2009
Laporan Akhir
II - 2
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Ketinggian tempat sebagian besar wilayah Kabupaten Jayapura di
bawah 500 m dpl ( + 606.400 ha atau 61,01 %) ketinggian 500 – 1000 m
dpl dan ketinggian 1000 – 2000 m dpl ( + 149.900 ha atau 15.08 %).
Pegunungan di wilayah Kabupaten Jayapura antara lain pegunungan
Cycloop yang terbentang antara Distrik Sentani, Sentani Barat, Sentani
Timur dan Depapre disebelah Utara, selain itu disebelah Selatan
terdapat pegunungan Kramor di Distrik Kaureh.
Tabel 2 - 2
Luas Masing-Masing Ketinggian Pada Distrik
Di Kabupaten Jayapura
Luas Kelas Masing - Masing Ketinggian
Distrik
No
< 100
100 - 1500
1 Demta
44.4
93.26
2 Depapre
41.75
26.64
3 Kaureh
1,548.99
2.44,63
4 Kemtuk
103.95
82.56
5 Kemtuk Gresi
102.29
97.14
6 Nimbokrang
138.95
80.48
7 Nimboran
86.81
104.13
8 Sentani
55.74
26.76
9 Sentani Barat
29.37
47.36
10 Sentani Timur
150.42
40.39
11 Unrum Guay
1,202.76
1,656.02
12 Waibu
77.54
45.8
13 Ebungfau
167.55
83.45
14 Namblong
37.64
67.24
15 yapsi
126.46
937.5
16 Airu
701.39
887.14
17 Yokari
60.88
90.11
18 Ravenirara
19.02
24.73
19 Gresi Selatan
8.7
243.77
Jumlah
4,704.61
4,704.61
Sumber data : BPN Kabupaten Jayapura Thn 2009
< 500 - 1000
34.3
1,476.36
1000 - 2000
6.09
14.48
31.87
93.02
7.49
1.64
17.5
0.36
28.67
22.32
4.78
7.02
47.19
281.23
58.39
39.5
7,080.11
9,177.05
49.08
13.43
273.84
411.62
B. Hidrologi
Di Kabupaten Jayapura terdapat rawa-rawa, beberapa danau hingga
sungai besar dan kecil. Luas rawa yang ada di Kabupaten Jayapura
adalah:
-
Distrik Kaureh seluas ± 7.500 Ha
-
Distrik Nimboran ± 625 Ha
Laporan Akhir
II - 3
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Tabel 2 - 3
Nama – Nama Sungai Di Kabupaten Jayapura
DISTRIK
NAMA SUNGAI
Unurum Guay
S. Wiru,
S.Sifo,
S. Berian,
S.Busoof,
S. Dju,
S. Nano,
S.Pewo,
S. Nawa.
Kaureh
S. Wanda
S. Idenburg
S. Waruta
Nimboran/
Nimbokrang
S. Samir
S. Damar
S. Moaif
S. Nanggulu
S.Grimi
Kemtuk/Kemtuk
Gresi
S. Pale
S. Tenak
Sentani Timur
Demta
S. Kujanu
S. Humbei
S. Sermo
KETERANGAN
Bercabangan dengan S. Sifo
Bercabangan dengan S.Busoof dan S.
Berian.
Menuju daerah Bonggo
Sebelah selatan Beneik
Sebelah utara Santosa
Sebelah barat S. Nano, sebelah selatan
Guryad menuju daerah Bonggo.
Melewati daerah Kaureh dan U.Guay
(Sebelah selatan Santosa)
Berasal dari daerah Senggi
Bersambungan
dengan
sungai
Mamberamo (daerah hulu atas) dan
bercabangan dengan sungai Waruta di
Aurina
Melewati Unurum Guay dan Daerah
Keerom.
Merupakan
anak
sungai
Damar
(Oyengsi).
Bercabangan
dengan
S.
Boarim
melewati Singgriway dan Yenggu
menuju ke Utara.
Melewati Benyom Jaya II menuju daerah
Demta.
Melewati Kuipons, Benyom Jaya I
menuju
Demta
(Yakore),
dan
bercabangan dengan S. Grime di
sebelah Timur.
Melewati U.Guay, Kemtuk, S. Pale
sampai daerah Sekori, Hamonggrang,
Betaf dan bercabangan dengan S.
Nanggulu.
Daerah Sermai
Daerah Sama, Mamda, Soaib, dan
sabeyab, dan bercabangan dengan S.
Grime
Melewati Sekori menuju Donday (Danau
Sentani)
Sebelah utara D. Sentani
Daerah Muaif, bersebelahan dengan
aliran S.Grime dan bermuara di Lautan
Pasifik.(dekat Tanjung Kamdera ).
Sebelah barat Muaif (daerah Bonggo)
Sumber : Diolah dari Peta Bakosurtanal
Di Kabupaten Jayapura terdapat 1 (satu Danau yaitu danau Sentani
luasnya ± 9.630 Ha terdapat di 5 (lima) Distrik yaitu Distrik
Sentani
Timur, Distrik Sentani Barat dan Distrik Sentani, Distrik Waibu dan
Distrik Ebungfauw.
Laporan Akhir
II - 4
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
C. Kemampuan Tanah
Faktor – faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah adalah
kelerengan, tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, drainase, erosi dan
faktor pembatas. Lereng merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi fisik tanah dan setiap kelas lereng, membutuhkan
pengolahan dengan teknik tertentu. Semakin curam kemiringan suatu
lokasi semakin besar tingkat erosi yang akan terjadi apabila tutup
permukaannya terbuka. Tingkat kemiringan atau lereng di kelompokkan
dalam 7 kelas lereng yaitu < 2 %, 2 – 8 %, 9 – 15 %, 16 – 25 %, 26 – 40
%, 41 – 65 % dan > 65 %, dengan luas masing-masing kelas kelerengan
berbeda.
2.1.2. Iklim
Kondisi iklim di Jayapura tergolong dalam iklim Basah dengan curah
hujan yang cukup tinggi. Letak geografis Jayapura yang terletak didaerah
katulistiwa menyebabkan daerah ini beriklim Tropis / Akibat letak
Jayapura berada diantara dua Benua yaitu Asia dan Australia maka
iklimnya dipengaruhi oleh angin Muson Tenggara yang bertiup secara
bergantian 6 bulan sekali.
Angin Muson Tenggara yang bertiup antara bulan
Mei hingga bulan
November berasal dari Benua Australia yang pada bulan-bulan tersebut
matahari berada di utara katulistiwa sehingga daerah ini merupakan
daerah yang rendah tekanan udaranya. Angin ini mempunyai sifat tidak
banyak mengandung uap air, karena daratan Australia sebagian besar
daerah savana yang tandus. Karena sifatnya demikian maka di Jayapura
dan sekitarnya terjadi musim panas.
Angin Muson Barat Laut yang bertiup antara bulan Desember hingga
April mempunyai sifat sebaliknya dengan angin Muson Tenggara. Angin
ini berasal dari Daratan Asia yang pada saat itu matahari berada di atas
Australia (Selatan Katulistiwa) sehingga
menyebabkan daerah di sini
rendah tekanan udaranya.
Laporan Akhir
II - 5
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Angin Muson Barat Laut banyak mengandung uap air karena daerah
yang dilaluinya cukup panjang dan hampir sebagian besar melewati laut
dan samudera, karena sifatnya demikian banyak mendatangkan hujan di
Jayapura dan sekitarnya.
Data iklim Kabupaten Jayapura, terutama daerah penyelidikan diperoleh
dari stasiun cuaca yang berada di Sentani dan Genyem. Data iklim yang
tersedia berupa curah hujan, hari hujan, rata-rata suhu udara minimum
dan maksimum, serta kelembaban udara. Sumber data berasal dari
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Balai Wilayah V Papua
tahun 2009.
Curah hujan rata-rata bulanan tahun 2008 adalah 169.75 mm (sta.
Sentani) dan 282.17 mm (sta. Genyem), serta hari hujan sebanyak 16.
(sta. Sentani) dan 17 (sta. Genyem). Data curah hujan dan hari hujan
selengkapnya, disajikan dalam Tabel 1.4.
Tabel 2 - 4
Curah hujan (mm) dan hari hujan daerah penyelidikan.
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
BULAN
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-rata bulanan
CURAH HUJAN
HARI HUJAN
Sta. Sentani
Sta. Genyem Sta. Sentani
Sta. Genyem
240
402
26
28
344
681
21
21
330
569
22
22
135
242
12
20
240
233
16
13
38
98
10
9
129
159
15
13
148
107
15
12
63
85
16
14
57
178
8
12
145
345
17
23
168
287
18
16
169.75
282.17
16.33
16.92
Sumber BMKG Wil. V Papua, 2009
Rata-rata suhu udara minimum dan maksimum yang tercatat adalah
21.50 oC dan 27.42oC (sta. Sentani) serta 21.78 oC dan 26.73oC (sta.
Genyem). Kelembaban udara rata-rata tercatat dari tahun 2005 – 2008
di sta. Sentani adalah 84% dan sta. Genyem adalah 88%.
Laporan Akhir
II - 6
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Tabel 2 - 5
Rata-rata suhu udara (oC) daerah penyelidikan.
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
BULAN
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-rata bulanan
SUHU UDARA RERATA MIN.
SUHU UDARA RERATA MAX.
Sta. Sentani
Sta. Genyem Sta. Sentani
Sta. Genyem
21.7
22.4
27.1
26.5
22.1
22.3
26.9
26.3
21.2
22.1
27.1
26.5
21.8
22.4
27.3
26.7
21.2
22
27.3
27
21.8
22
27.9
27.4
21.6
22
26.9
26.5
20.6
21.4
26.8
26.3
21
21.2
28.1
26.6
21.8
22
27.1
27.1
21.7
20
27.6
26.6
21.6
28.9
27.2
21.50
21.78
27.42
26.73
Sumber BMKG Wil. V Papua, 2009
Tabel 2 - 6
Kelembaban udara (%) rata-rata periode 2004 -2007.
STASIUN
Sentani
Genyem
2004
85
88
TAHUN
2005 2006
88
82
89
89
2007
81
87
Sumber BMKG Wil. V Papua, 2009
2.1.3. Kependudukan
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kantor Kependudukan dan
Catatan Sipil Kabupaten Jayapura (2009) tercatat jumlah penduduk
Kabupaten Jayapura 134.013 jiwa terdiri dari 72.629 laki-laki dan 61.384
perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 7.65 jiwa/km2.
Jumlah penduduk terbanyak terdapat di distrik Sentani, yaitu 46.725 jiwa
dan terjarang terdapat di distrik Gresi Selatan yaitu 1.391 jiwa.
Laporan Akhir
II - 7
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Tabel 2 – 7
Jumlah penduduk setiap distrik
No
NAMA DISTRIK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
SENTANI TIMUR
SENTANI
EBUNG FAUW
WAIBU
SENTANI BARAT
RAVENIRARA
YOKARI
DEPAPRE
DEMTA
KEMTUK
KEMTUK GRESI
NIMBORAN
NIMBOKRANG
NAMBLONG
GRESI SELATAN
UNURUM GUAY
KAUREH
YAPSI
AIRU
JUMLAH
PENDUDUK
L
5,694
25,165
1,631
3,135
2,481
1,024
1,714
2,001
1,932
2,134
2,558
2,462
3,397
1,726
714
1,186
9,178
3,424
1,073
72,629
P
5,407
21,560
1,477
2,886
2,184
958
1,483
1,788
1,625
2,016
2,287
2,247
3,175
1,515
677
970
5,414
2,810
905
61,384
JUMLAH
11,101
46,725
3,108
6,021
4,665
1,982
3,197
3,789
3,557
4,150
4,845
4,709
6,572
3,241
1,391
2,156
14,592
6,234
1,978
134,013
Sumber : Dinas Kepencapil, Kab. Jayapura Thn 2009
Tabel 2 – 8
Jumlah dan kepadatan penduduk setiap distrik
No
NAMA DISTRIK
IBUKOTA
LUAS
(km2)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
484.3
225.9
387.4
258.3
129.2
467.4
519.5
404.3
497.5
258.3
182.4
710.2
774.8
193.7
143.9
3,131.3
4,357.90
1,291.30
3,099.00
17516.6
Sumber : Dinas Kepencapil, Kab. Jayapura Thn 2009
SENTANI TIMUR
SENTANI
EBUNG FAUW
WAIBU
SENTANI BARAT
RAVENIRARA
YOKARI
DEPAPRE
DEMTA
KEMTUK
KEMTUK GRESI
NIMBORAN
NIMBOKRANG
NAMBLONG
GRESI SELATAN
UNURUM GUAY
KAUREH
YAPSI
AIRU
JUMLAH
Laporan Akhir
Nolokla
Hinekombe
Ebungfauw
Doyo Lama
Dosay
Necheibe
Meukisi
Waiya
Demta
Sama
Hatib
Tabri
Nimbokrang
Yakasib
Bangai
Garusa
Lapua
Bumi Sahaja
Hulu Atas
JUMLAH
PENDUDUK
(Jiwa)
11,101
46,725
3,108
6,021
4,665
1,982
3,197
3,789
3,557
4,150
4,845
4,709
6,572
3,241
1,391
2,156
14,592
6,234
1,978
134,013
KEPADATAN
(Jiwa/km2)
22.92
206.84
8.02
23.31
36.11
4.24
6.15
9.37
7.15
16.07
26.56
6.63
8.48
16.73
9.67
0.69
3.35
4.83
0.64
7.65
II - 8
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
2.1.4. Pemerintahan
Wilayah Kabupaten Jayapura terdiri dari 19 distrik, 137 kampung dan 5
kelurahan (Tabel 2 - 9). Ibukota pemerintahan berkedudukan di distrik
Sentani. Berdasarkan karakteristik dan potensi wilayah, maka Kabupaten
Jayapura dibagi menjadi 4 Wilayah Pembangunan (Tabel 2 - 10).
Tabel 2 - 9
Pemerintahan distrik dan jumlah kampung daerah penyelidikan.
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
JUMLAH
JUMLAH
KAMPUNG KELURAHAN
Kaureh
Lapua
5
Kemtuk
Sama
12
Kemtuk Gresi Klaisu
11
1
Nimboran
Tabri
13
1
Nimbokrang
Nembukrang
9
Unurum Guay Garusa
6
Demta
Demta
7
Depapre
Waiya
8
Sentani Barat Dosay
5
Sentani
Hinekombe
7
3
Sentani Timur Nolokla
7
Waibu
Doyo Lama
7
Ebungfauw
Ebungfauw
5
Namblong
Karya Bumi
9
Yapsi
Bumi Sahaja
9
Airu
Hulu Atas
4
Yokari
Meukisi
5
Raveni Rara
Necheibe
4
Gresi Selatan
Bangai
4
Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2009.
DISTRIK
IBUKOTA DISTRIK
Tabel 2 – 10
Wilayah pembangunan dan potensi unggulan daerah penyelidikan.
WILAYAH
PEMBANGUNAN
I
II
III
IV
DISTRIK
POTENSI UNGGULAN
Sentani, Sentani Timur, Ebungfau dan Sumber daya air danau Sentani termasuk ikan, pengembangan
Waibu.
wisata danau / kali, budaya dan tugu sejarah.
Sentani Barat, Depapre, Demta,
Ravenirara dan Yokari
Kemtuk, Kemtuk Gresi, Nimboran,
Nimbokrang, Gresi Selatan, dan
Namblong
Perikanan laut dan pelabuhan peti kemas serta sumber daya air
dan mineral.
Pertanian, peternakan, perkebunan dan kehutanan yang
mengarah pada industri berbasis pertanian dalam arti luas.
Perkebunan dan kehutanan yang diarahkan pada pengembangan
Kaureh, Unurum Guay, Yapsi dan Airu perkebunan skala besar dan kehutanan sebagai penyedia sumber
air untuk PLTA Sermay
Sumber : RTRW Kab. Jayapura, 2009.
Laporan Akhir
II - 9
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
2.2.
Keadaan Daerah Penyelidikan
Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat merupakan distik yang berada di
wilayah pembangunan I dan II yang terletak di bagian barat kota Sentani. Distrik
Waibu terdiri dari 7 kampung dengan ibukota berada di Doyo Lama dan Distrik
Sentani Barat terdiri dari 5 kampung, beribukota di Dosay.Kedua distrik ini
termasuk dalam koridor dan wilayah pengembangan kabupaten Jayapura ke
arah barat dan selatan.
2.2.1. Topografi
Keadaan
topografi
daerah
penyelidikan
dapat
tergambar
pada
kemiringan lereng dan ketinggian tempat. Secara umum kemiringan
lereng yang relatif terjal dengan kemiringan (5 - 30)% serta mempunyai
ketinggian antara 0,5– 1500 m dpl.
2.2.2. Kependudukan
Data kependudukan kampung-kampung
di Distrik Waibu dan Distrik
Sentani Barat yang tercatat di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil
Kabupaten Jayapura tahun 2009, seperti Tabel 2 – 13.
Tabel 2 – 13
Jumlah penduduk masing-masing kampung di daerah penyelidikan.
No
Distrik
1
Waibu
2
Kampung
Dondai
Doyo Lama
Kwadeware
Yakonde
Sosiri
Doyo Baru
Bambar
Jumlah
Sentani Barat Waibron
Dosay
Maribu
Sabron Sari
Sabron Yaru
Jumlah
Penduduk
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
456
384
840
434
502
361
456
537
389
398
459
353
440
481
371
832
961
714
896
1,018
760
3135
610
484
522
390
475
2886
542
447
454
384
354
6021
1,152
931
976
774
829
2481
2181
4,662
Sumber : Dinas Kepencapil (2009)
Laporan Akhir
II - 10
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Jumlah penduduk terbanyak di Distrik Waibu adalah Kampung Doyo
Baru (1.018 jiwa) dan terjarang adalah kampung Yakonde (714 jiwa).
Sedang untuk Distrik Sentani Barat, jumlah penduduk terbanyak berada
di Distrik Waibron (1.152 jiwa) dan terjarang ada di kampung Sabron Sari
(774 jiwa).
Menurut data jumlah penduduk dan keluarga miskin tahun 2008, tercatat
ada 29.458 Kepala Keluarga Miskin. Kepala Keluarga Miskin distrik
Waibu ada 1.279 KK atau 4.34% dan distrik Sentani Barat memiliki 988
KK atau 3.35% dari jumlah KK miskin di Kabupaten Jayapura.
Tingkat pendidikan mayoritas penduduk di kedua distrik adalah lulus
(tamat) sekolah dasar, yaitu Distrik Waibu (1,613 orang) dan Distrik
Sentani Barat (1,451 orang).
2.2.3. Penggunaan lahan
Lahan yang berada di kedua distrik sebagian besar masih berupa hutan
alami. Hutan di bagian utara Distrik Sentani Barat merupakan hutan
dengan status cagar alam termasuk kawasan lindung dari Cagar Alam
Cyclop. Sebagian hutan di bagian selatan dan timur yang berbatasan
dengan danau Sentani, lebih didominasi oleh rumput dan semak.
Kondisinya sangat berbeda dengan hutan di bagian barat dan utara.
Pemukiman penduduk tersebar ditepian danau Sentani untuk Distrik
Waibu, sedangn di Distrik Sentani Barat tersebar di datara tinggi Dosay
(poros Jalan Sentani – Depapre). Penggunaan lahan untuk aktifitas
pertanian dan perkebunan lebih banyak di manfaatkan untuk tanaman
palawija seperti jagung, dan kacang. Khusus Distrik Sentani Barat
produksi hasil perkebunan, terutama buah-buahan seperti mangga,
rambutan, durian, kelapa, coklat, kopi dan pinang menjadi komoditas
unggulan yang memiliki prospek ekonomi tinggi.
Laporan Akhir
II - 11
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
BAB III KEADAAN GEOLOGI
3.1. Geologi Regional
3.1.1. Fisiografi
Pulau Papua sepintas – dari samping - mirip seperti seekor burung yang
akan terbang. Ibarat burung maka bagian pulau ini dapat dibagi menjadi
bagian kepala, leher serta badan seperti pada gambar 3 – 1.
Gambar 3 - 1. Fisiografi pulau Papua yang menyerupai seekor burung.
Dow, dkk, 1985, membagi morfologi Papua menjadi 5 bagian, yaitu :
1).
Daerah Tengah (Central Range), merupakan pegunungan yang pejal,
memperlihatkan kenampakan glasiasi dan
2).
danau-danau Paniai.
Daerah tinggian tengah, terdiri dari pegunungan ofiolit (Ophiolite
Mountain) terletak dekat dengan
daerah tengah yang tidak diberi
nama.
3).
Pedataran danau (Meervlakte), terlihat sebagai cekungan antar
pegunungan, batas utara dari ofiolit.
4).
Pegunungan utara (Northern Mountains), terletak di bagian utara
“Meervlakte” yang merupakan daerah hamburan
berelief rendah –
sedang.
5).
Pedataran bagian selatan (Southern Plains), yaitu wilayah bagian
selatan daerah tengah.
Laporan Akhir
III - 1
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Daerah penyelidikan berada di bagian badan burung sebelah utara, termasuk
di dalam bagian Pegunungan Utara. Secara fisiografi daerah Jayapura dan
sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan morfologi yaitu
satuan pegunungan, satuan perbukitan karts, satuan perbukitan bergelombang
dan satuan dataran rendah. (Suwarna dan Noya, 1995)
Satuan pegunungan secara umum dicirikan dengan ketinggian lebih dari 1.800
meter diatas muka airlaut, berelief kasar dan berlereng terjal. Satuan perbukitan
karts dicirikan dengan relief menengah hingga kasar, sebagian berlereng terjal,
dengan memperlihatkan adanya lapis dolina atau nuala serta batuan penyusun
berupa batu gamping koral ganggang. Satuan perbukitan bergelombang
dicirikan dengan kemiringan lereng bervariasi antara 30 0 – 400, ketinggian bukit
berkisar antara
100 – 300 meter di atas muka air laut. Satuan dataran
rendah, terletak sepanjang garis pantai maupun lembah antara perbukitan.
Satuan ini berupa endapan sungai, endapan rawa dan endapan pantai.
3.1.2. Stratigrafi
Uraian stratigrafi daerah penyelidikan berdasarkan Peta Geologi Lembar Peg.
Cycloops (Suwarna dan Noya, 1995) adalah sebagai berikut :
1. Kelompok Malihan Cycloops (pTma)
Satuan batuan ini tersusun oleh sekis, setempat gneis, filit, amfibolit, unakit
batu pualam/marmer, aktinolit dan hornfels. Dibeberapa tempat dijumpai
mineral sulfida akibat terobosan granit sebelum sekis beralih tempat. Secara
tektonik satuan batuan ini bersentuhan (kontak) dengan batuan ultramafik (um).
2. Ultramafik (um)
Satuan ini tersusun oleh harsburgit, serpentinit, piroksenit dan dunit berbutir
menengah sampai kasar dan sedikit mineral bijih. Setempat dijumpai
rekahan yang terisi asbes, talk, dan kromit. Urat-urat kuarsa berukuran tebal
hingga 2 meter. Secara tektonik satuan ini bersentuhan dengan Kelompok
Malihan Cycloops dan batuan Mafik.
3. Mafik (m)
Satuan ini tersusun oleh gabro dan diorit yang secara tektonik bersentuhan
dengan Formasi Auwewa (Tema), Formasi Makats (Tmm), Satuan Ultramafik
(um) dan Kelompok Malihan Cycloops (pTma).
Laporan Akhir
III - 2
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
4. Formasi Auwewa (Tema)
Formasi ini tersusun oleh batuan gunung api bawah laut yang terdiri dari
lava basalt, diabas dan andesit, aglomerat, breksi gunung api, tufa, sisipan
batugamping dan tuf pasiran gampingan yang berumur Eosen sampai
Miosen. Satuan ini terlipat kuat dan tersebar memanjang berarah barat laut
– tenggara di sebelah selatan Pegunungan Cycloops. Satuan ini mempunyai
hubungan menjari dengan Formasi Nubai (Tomn), bersentuhan secara
tektonik dengan batuan mafik yang ditandai oleh gerusan dan ubahan yang
kuat.
5. Formasi Makats (Tmm)
Formasi ini terdiri dari grewak berselingan dengan batulanau dan
batulempung, sisipan napal dan konglomerat; bagian bawah bersisipan tuf
dan breksi gunung api. Satuan ini berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir,
tebal antara 500 – 1500 meter. Formasi ini berlapis baik dan terlipat kuat.
Lingkungan pengendapan berada pada zona litoral. Bagian atas atuan ini
berhubungan secara menjemari dengan Formasi Auwewa.
6. Formasi Aurimi (Tmpa)
Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulempung, sisipan batugamping,
batulanau, dan napal. Tabal lapisan antara 200 – 1000 meter. Berumur
Miasen Akhir – Pliosen. Lingkungan pengendapan laut dangkal – paralis
dan menunjukkan pengendapan fase susut laut. Satuan ini menindih selaras
terhadap Formasi Makats, dan setempat (Lembar Taritatu) diduga terjadi
ketidak selarasan.
7. Formasi Unk (QTu)
Formasi Unk terdiri dari batupasir, grewak yang berselingan dengan
batulempung, batulanau, napal, konglomerat dan sisipan batupasir dan
lignit. Satuan ini berlapis baik, bersusun, silang siur, sejajar dan setempat
bergelembur. Berumur Pliosen Akhir – Pliosen, tabal antara 150 – 1500,
menebal ke arah utara. Lingkungan pengendapan laut dangkal – laut agak
dalam.
8. Formasi Jayapura (Qpj)
Formasi Jayapura terdiri dari batugamping koral-ganggang, kalsirudit,
kalkarenit; setempat batugamping kapuran, batugamping napalan, dan
Laporan Akhir
III - 3
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
napal
berlapis
jelek,
setempat
berstruktur
terumbu
dan
setempat
berselingan dengan batugamping pelagis. Lingkungan pengendapan pada
laut terbuka yang taka da bahan rombakan dan menindih secara tak selaras
terhadap Formasi Unk. Kemiringan lapisan relatif ke arah Selatan Barat
Daya. Tabal lapisan sekitar 400 meter dan telah mengalami pengangkatan
setinggi 700 meter dari permukaan laut. Umur satuan adalah Plistosen.
9. Endapan Aluvial (Qa)
Endapan aluvial ini terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung
(lumpur), merupakan satuan termuda yang pembentukannya berlangsung
sampai sekarang. Endapan ini menjemari dengan endapan pantai.
Gambar 3 - 2. Peta geologi daerah Waibu dan Sentani Barat
(Suwarna dan Noya, 1995)
Laporan Akhir
III - 4
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Gambar 3 – 3. Stratigrafi Lembar Jayapura (Suwarna dan Noya, 1995)
3.1.3. Struktur geologi
Daerah penyelidikan secara tektonik berada pada zona tubrukan antara
Lempeng Samudera Pasifik (di utara) dan Lempeng Benua Australia (di
selatan). Di daerah ini berkembang struktur-struktur geologi seperti sesar naik,
sesar normal, sesar geser mendatar dan lipatan. Secara umum struktur geologi
yang terekam pada batuan sedimen berarah hampir barat laut – tenggara dan
beberapa timur laut – barat daya.
Struktur geologi regional berdasarkan Noya dan Suarna (1995) dalam Geologi
Regional Lembar Jayapura berupa; antiklin, sinklin, sesar normal, sesar naik
dan sesar mendatar. Arah umum struktur regional pada batuan sedimen
berarah Baratlaut-Tenggara, beberapa hampir mendekati Barat Beratlaut-Timur
Tenggara dan Utara Baratlaut- Selatan tenggara terutama pada batuan Tersier.
Struktur Timurlaut-Barat Baratdaya terdapat pada batuan Malihan dan
Laporan Akhir
III - 5
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Ultrabasa, sedangkan yang hampir Utara-Selatan pada batugamping Kuarter
dan juga batuan malihan.
Arah umum sumbu lipatan Barat Baratlaut – Timur Tenggara. Beberapa sumbu
antiklin tergeserkan oleh sesar mendatar maupun sesar turun. Sesar turun
berarah Barat baratlaut - Timur Tenggara, Timurlaut-Baratdaya serta hampir
Utara - Selatan; menyesarkan batuan berumur Tersier dan Kuarter. Sesar naik
berarah jurus Baratlaut -Tenggara dan melengkung ke arah Barat - Timur
memisahkan malihan Cycloops dengan satuan batuan Ultramafik dan Mafik,
diduga pula satuan batuan Mafik dari formasi Auwewa. Sesar mendatar berarah
Timurlaut-Baratdaya yang menyesarkan sesar turun dan sesar naik, umumnya
merupakan batas satuan batuan ultrabasa dan batuan sedimen. Kekar lebih
berkembang pada batuan malihan, beku dan sedimen klastik kasar. Kelurusan
berarah umum hampir searah struktur regional, yakni Baratlaut - Tenggara.
Beberapa berarah Utara, Selatan dan Timurlaut - Baratdaya.
3.1.4. Sejarah Geologi
Sejarah geologi daerah penyelidikan terekam pada kelompok atau formasi
batuan yang menyusun daerah ini. Batuan tertua yang dijumpai adalah
kelompok malihan Cyclops, dan diatasnya ditumpangi oleh kelompok batuan
ultrabasa secara tidak selaras. Kedua kelompok batuan ini berumur Pra-Tersier
dan dianggap sebagai batuan dasar di daerah Sentani dan sekitarnya.
Sejak Kala Kapur sampai Miosen Awal, diperkirakan telah terjadi kegiatan
gunungapi bawahlaut yang membentuk Formasi Auwewa. Kegiatan tektonik
Oligosen Tengah menyebabkan susut laut dan pada saat tersebut batuan
Ultramafik, Mafik dan Malihan muncul ke permukaan, sementara kegiatan
gunung api berlangsung terus. Oligosen Akhir hingga Miosen tengah terjadi
sedimentasi batugamping gangang-koral dan batugamping pelagos tufaan
dalam lingkungan laut dangkal - agak dalam, membentuk Formasi Nubai.
Miosen Awal terjadi pengendapan sedimen turbidit Formasi Makats, Aurimi dan
klastika dan batugamping Formasi Benai. Kejadian ini disusul oleh sudut laut
pada pliosen Akhir-Plistosen, menghasilkan klastika halus Formasi untuk Mulai
Pliosen Awal sekeliling ”tinggian Cycloop” terjadi sedimentasi batugamping
Laporan Akhir
III - 6
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
terumbu koral dalam lingkungan laut dangkal-laut terbuka agak dalam.
Pengangkatan kuat pada akhir Plistosen diikuti oleh suatu perlipatan dan
penyesaran yang kuat pada Formasi Unk dan Formasi Jayapura serta
mempertajam perlipatan pada Formasi Makats dan Formasi Aurimi. Kegiatan
pengangkatan pada akhir pembentukan Formasi Jayapura ditandai oleh adanya
julang setinggi 750 meter. Tektonika saat tersebut berpengaruh pada
pembentukan batuan campuraduk dan satuan endapan lumpur. Gejala poton
yang masih giat dan kelurusan yang diduga sesar pada sedimen klastika kasar
dan batugamping koral, serta adanya terumbu terangkat berupa undak, menjadi
bukit tektonik masih giat.
3.1.5. Kondisi Hidrologi
Di Kabupaten Jayapura terdapat 1 (satu) danau yaitu Danau Sentani luasnya ±
9.630 Ha yang meliputi di 5 (lima) Distrik yaitu Distrik Sentani Timur, Sentani
Barat, Sentani, Distrik Waibu dan Distrik Ebungfauw. Keberadaan danau
Sentani menjadi kendali hidrogeologi daerah Sentani dan sekitarnya.
Hasil penyelidikan Purwanto dan Murdiana, 1982, tentang Hidrogeologi
Indonesia yang tergambar dalam peta hidrogeologi lembar Jayapura,
menunjukkan bahwa daerah sentani dan sekitarnya berdasarkan keterdapatan
airtanah dan produktifitas akifer dapat dibagi menjadi 2 media aliran, yaitu akifer
dengan aliran melalui ruang antar butir dan akifer bercelah atau sarangan;
produktifitas akifer dibagi 5 zona, yaitu 1) zona produktifitas tinggi, sebaran
luas, 2) zona produktifitas tinggi, sebaran tidak luas, 3) zona produktifitas
sedang, sebaran luas, 4) zona produktifitas rendah, sebaran setempatsetempat, dan 5) zona airtanah langka.
3.2.
Geologi Daerah Penyelidikan
3.2.1. Geomorfologi
Berdasarkan morfologi (bentukan) dan morfometri (ukuran kemiringan lereng,
ketinggian tempat dan panjang lereng) maka geomorfologi daerah penyelidikan
dapat dibedakan menjadi 3 satuan yaitu :
Laporan Akhir
III - 7
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
A. Satuan Dataran Aluvial (Dataran Tinggi)
Satuan ini menempati dataran Sentani yang luas, berada di ketinggian
antara 100 – 150 meter dengan kemiringan lereng kurang dari 5% dan
panjang lebih dari 5000 meter. Secara morfologi, satuan ini terletak di
antara perbukitan yang ada di utara dan selatan. Satuan ini tersusun
oleh material berupa lempung, pasir dan kerikil (batu) yang merupakan
hasil proses pelapukan batuan yang menyusun perbukitan atau
pegunungan para-Tersier disekitarnya. Material endapan pada satuan ini
sangat dipengaruhi oleh proses aliran sungai (fluviátil) dan pengendapan
hasil proses denudasi. Sebagian lahan telah digunakan sebagai
kawasan pemukiman, pertanian dan perkotaan. Kualitas air tanah
dangkal cukup baik dan air tanah dalam dibeberapa tempat berasa asin.
B. Satuan Perbukitan Struktural
Satuan ini menempati bagian selatan daerah penyelidikan yang dicirikan
oleh morfologi yang bergelombang lemah hingga kuat dengan puncak
bukit agak tumpul. Sebaran morfologi satuan ini relatif memanjang dan
berarah Barat Laut – Tenggara. Ketinggian berkisar antara 100 – 700
meter dari muka laut. Kemiringan lereng dominan antara (15 – 40)% dan
panjang lereng antar (200 – 500) meter. Satuan ini menjadi tempat mata
air bagi sungai-sungai yang mengalir ke dataran Tami. Morfologi ini
sangat berperan sebagai daerah tangkapan hujan yang penting bagi
pengisian air tanah. Litologi penyusun morfologi ini didominasi oleh
perlapisan
batuan
sedimen
dari
fraksi
halus
seperti
grewake,
batulempung, batulanau, napal dan batpasir halus. Morfologi satuan ini
sangat dikendalikan oleh kehadiran struktur geologi yang berupa
patahan (fault) dan lipatan (fold). Jenis patahan yang dapat ditemukan
adalah patahan geser maupun patahan naik/turun. Pola kelurusan
morfologi maupun aliran permukaan mengikuti pola dan arah struktur
geologi yang bekerja. Sehingga satuan ini menjadi daerah yang rawan
terhadap bahaya gerakan massa (tanah atau batuan) dan pergeseran
permukaan akibat sesar yang dipicu oleh getaran gempabumi.
Laporan Akhir
III - 8
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
C. Satuan Pegunungan Batuan Pra-Tersier
Satuan ini berada di bagian utara daerah penyelidikan, berbentuk
memanjang dari berarah timur – barat, dan ditempati oleh Pegunungan
Cycloops yang memiliki ketinggian 2000 – 5000 meter dari muka laut,
kemiringan lereng lebih dari 40% dan panjang lereng antara (200 – 300)
meter. Kota Jayapura, Sentani dan Depapre menempati satuan ini.
Morfologi satuan ini dicirikan oleh puncak yang meruncing hingga agak
tumpul dan relief bergelombang kuat. Pegunungan ini menjadi daerah
tangkapan hujan bagi sungai-sungai yang mengalir ke
dataran dan
danau Sentani. Satuan ini tersusun dan dikontrol oleh litologi yang
berupa batuan beku mafik dan ultramafik, serta batuan metamorfik dari
Kelompok Malihan Cycloop yang berumur pra-Tersier.
3.2.2. Litologi
Batuan yang menyusun daerah penyelidikan berdasarkan pengamatan
lapangan dan studi geologi regional dapat dikelompokan menjadi 3 macam
batuan, yaitu :
A. Batuan malihan
Batuan malihan yang dijumpai terdiri atas sekis, geneis, amfibolit, dan
batupualam (marmer). Sekis bersusunan klorit – muskovit, muskofit –
epidot, glaukopan, aktinolit – epidot, klorit – aktinolit, akinolit – staurolit,
klorit – aktinolit, aktinolit – tremolit, aktinolit – kianit, aktinolit – kuarsa,
klorit – biotit, urat – urat kuarsa setebal 50 cm: Gneis, bersusun mika,
karbonat, hornblende, klorit, klorit – muskovit, klorit – epidot, epidot
sampai klorit dijumpai di sekitar Dormena. Terdapat juga sisa batuan
diorite di dalam Filit serta sisipan dalam sekis, dan amfibolit.
B. Batugamping
Batugamping
yang
dijumpai
berupa
jenis
batugamping
terumbu
berwarna putih kemerahan, lapuk merah kehitaman, warna tanah coklat
kemerahan. Batugamping tersusun atas batugamping koral-ganggang,
kalsirudit, kalkarenit; setempat batugamping kapuran, batugamping
napal,
berlapis
jelek,
setempat
berstruktur
terumbu;
setempat
berselingan dengan batugamping pelagos. Fosil foraminifera kecil bentos
Laporan Akhir
III - 9
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
dan pelages, koral, moluska dan ganggang. Umur satuan ini sebanding
dengan Formasi Benai (Suwarna dan Noya, 1995) yaitu Plistosen.
Lingkungan pengendapan laut terbuka yang tidak ada lagi bahan
rombakan daratan; menindih tak selaras Formasi Unk. Kemiringan landai
kearah selatan baratdaya dengan undak nyata. Terangkat lebih kurang
700 m diatas permukaan laut. Tebal 400 m.
C. Batulempung
Batulempung di daerah penyelidikan merupakan bagian dari Formasi
Unk (Suwarna dan Noya, 1995), yaitu greiwak berselingan batulempung,
batulanau, napal, konglomerat, dan sisipan batupasir dan lignit. Greiwak,
berlapis 10 – 1 meter, kepingan kuarsa, batuan beku, sedimen malih
(metasedimen) dan bahan karbonat, sisipan batupasir, kelabu tua hingga
– hijau muda, gampingan berlapis baik. Batulempung, batulanau, dan
napal, pejal – berlapis baik, setempat menyerpih, mengandung
lempengan lignit dan sisa tumbuhan. Berdasarkan kandungan fosil
Globorotalia,
Globigerinoides,
Sphaeroidinellopsis,
Orbulina
dan
Pulleniatina, umur satuan Pliosen Akhir – Plistosen. Satuan berlapis baik,
lapisan bersusun, silang-siur, sejajar, dan galauan jasad, setempat
gelembur. Lingkungan pengendapan laut dangkal – laut agak dalam.
Tebal mencapai 1000 m. Menindih selaras Formasi Aurimi, ke arah utara
berangsur
berubah
menjadi
bagian
bawah
Formasi
Jayapura.
Dikorelasikan dengan anggota, C, D, E Formasi Mamberamo.
3.2.3. Struktur Geologi
Struktur geologi berupa sesar anjak / naik, sesar normal antiklin dan sinklin.
Arah umum struktur pada sesar anjak berarah barat laut – barat daya –
tenggara dan melengkung ke arah barat – timur memisahkan malihan Cyclop
dengan satuan batuan ultramafik dan mafik. Sesar normal berarah timurlaut
– baratdaya yang menyesarkan ultrabasa dengan batuan sedimen. Arah
umum struktur ini pada batuan sedimen berarah baratlaut – tenggara hampir
barat barat laut; timur tenggara dan utara barat laut.
Laporan Akhir
III - 10
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
3.3. Kebencanaan Geologi (Geo-Hazard)
3.3.1. Pengertian
Bencana
adalah
gangguan
serius
di
dalam
suatu
masyarakat
yang
menyebabkan kerugian besar terhadap jiwa (manusia), harta benda (properti)
dan lingkungannya, yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa
bencana untuk menanggulanginya dengan hanya menggunakan sumbersumber daya masyarakat itu sendiri. ( Sumber: United
Nations Disaster
Management Traning Program/UNDMTP ).
Mitigasi adalah suatu upaya untuk mengurangi dampak dari bencana. Mitigasi
bencana merupakan bagian dari manajemen penanganan bencana yang
menjadi salah satu tugas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
rangka memberi rasa aman dan perlindungan dari ancaman bencana yang
mungkin terjadi (PP Mendagri No 33 Tahun 2006).
3.3.2. Jenis Bencana Alam (Geologi)
Potensi bahaya dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian utama, yaitu potensi
bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Potensi bahaya utama yang yang berpeluang menjadi bencana, secara umum
dapat dikelompokkan menjadi :
Bencana alam (natural disaster);
Bencana akibat ulah manusia (man made disaster); dan
Bencana gabungan antara alamiah dan ulah manusia (combination
disaster).
Lihat diagram penggolongan jenis bencana (Gambar 3 - 4).
Laporan Akhir
III - 11
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Gambar 3 - 4. Diagram penggolongan bencana
3.3.3. Proses dan Penyebab Bencana Alam (Geologi)
Ditinjau dari bencana alam (geologi) yang mengancam dapat diketahui proses
dan penyebabnya, antara lain :
A. Gunung api
Berdasarkan waktu kejadian, bahaya gunung api dapat dibedakan
menjadi 2 bagian, yaitu :

Bahaya utama (primer)
Bahaya utama atau bahaya langsung gunung api adalah berupa letusan
gunung api yang terjadi ketika proses letusan sedang berlangsung.
Bahaya yang muncul antara lain awan panas (pyroclastic flow), lontaran
batu pijar, hujan abu tebal, lelehan lava (lava flow) dan gas beracun.

Bahaya ikutan (sekunder)
Bahaya ikutan adalah bahaya yang terjadi setelah proses letusan
berlangsung. Bahaya tersebut berkaitan dengan bergeraknya atau
meluncurnya material yang menumpuk disekitar pusat letusan akibat
terbawa oleh air hujan ataupun longsor akibat getaran gempa volkanik.
B. Gempa bumi
Gempa bumi (earthquake) adalah getaran partikel batuan atau
goncangan pada kulit bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi
secara tiba-tiba akibat aktivitas tektonik dan akibat naiknya fluida
Laporan Akhir
III - 12
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
(magma, gas, ataupun uap dalam gunung api) dari dalam menuju ke
permukaan bumi.
Getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya struktur
bangunan yang menimbulkan korban bagi penghuninya. Getaran gempa
dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan dan kerusakan
atau rekahan tanah yang dapat merusakk pemukiman. Gempa bumi juga
dapat menyebabkan bahaya ikutan seperti kebakaran, kecelakan industri
dan transportasi, serta banjir akibat runtuhnya bendungan dan tanggultanggul penahan.
Sumber gempa bumi banyak dijumpai di lepas pantai atau di bawah laut
yang disebabkan oleh aktivitas tektonik yang berupa subduksi dan sesar
bawah laut. Beberapa gempa bumi dengan sumber di bawah laut yang
memiliki magnitude besar (lebih dari 7 SR) dan mekanisme sesar naik
dapat menyebabkan bahaya ikutan yang berupa tsunami. Gempa bumi
dapat juga terjadi di darat yang disebabkan oleh aktivitas sesar.
C. Tsunami
Gelombang air laut yang membawa material berupa sisa bangunan,
tumbuhan dan material lain yang menghempas segala sesuatu yang
berada di tepi pantai dengan kekuatan yang dahsyat.
Gelombang air ini dapat menggerus fondasi dan menyeret apapun yang
berdiri dipermukaan dataran atau pantau dan dibawa ke laut.
Bangunan yang berdimensi lebar dengan dinding sejajar dengan garis
pantai atau tegak lurus dengan arah datangnya tsunami akan mendapat
tekanan yang paling kuat sehingga akan mengalami kerusakan yang
paling parah.
D. Gerakkan tanah/batuan
Gerakan tanah/batuan dapat merusak jalan, pipa dan kabel, baik akibat
gerakkan dibawahnya atau karena penimbunan material hasil longsoran.
Gerakkan tanah yang berjalan lambat menyebabkan penggembungan
(tilting) dan banguan tidak dapat digunakan. Rekahan pada tanah
menyebabkan fondasi bangunan terpisah dan menghancurkan utilitas
lainnya di dalam tanah. Runtuhan lereng yang tiba-tiba dapat menyeret
pemukiman menuruni atau menjauhi lereng.
Laporan Akhir
III - 13
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Runtuhan batuan (rockfall) yang berupa luncuran batuan pada lereng
yang sangat terjal atau tegak. Aliran butiran (debris flow) dalam tanah
yang lebih lunak, menyebabkan aliran lumpur yang dapat menutup
bangunan
E. Banjir
Banjir dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu 1) banjir genangan, dan
2) banjir bandang. Banjir bandang bersifat merusak. Aliran arus air yang
tidak terlalu dalam tetapi cepat dan bergolak dapat menghanyutkan
manusia dan binatang. Aliran yang membawa material tanah yang halus
akan mampu menyeret material berupa batuan yang lebih berat
sehingga daya rusaknya aka semakin tinggi.
Banjir air pekat seperti ini mampu merusak fondasi bangunan yang
dilewati, terutama fondasi jembatan sehingga menyebabkan kerusakan
yang
sangat
parah
pada
bangunan
tersebut,
bahkan
mampu
merobohkan bangunan dan menghayutkannya. Pada saat air banjir telah
surut, material yang terbawa banjir akan diendapkan ditempat tersebut
sehingga mengakibatkan kerusakan pada tanaman, perumahan dan
menimbulkan wabah penyakit.
Laporan Akhir
III - 14
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
BAB IV HASIL KEGIATAN
Kegiatan pemetaan daerah rawan bencana di distrik Waibu dan Distrik Sentani
Barat Kabupaten Jayapura diawali dengan identifikasi bahaya yaitu mengamati
lokasi, intensitas dan kemungkinan ancaman yang dapat terjadi di daerah
penyelidikan, kemudian menentukan tingkat resiko, yaitu didasarkan pada
penentuan jenis ancaman bahaya, penilaian probabilitas, penilaian dampak dan
penentuan tingkat bahaya. Selanjutnya, disusun peta rawan bencana yang
merupakan salah satu strategi yang penting dalam usaha memperkuat mitigasi
(pencegahan) dan upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
4. 1. Penyelidikan Terdahulu
Hasil identifikasi dan inventarisasi daerah rawan bencana banjir dan longsor di
Papua yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
Mamberamo, Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Studi
Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada (2007).
Hasil Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam yang dilakukan oleh Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Pemerintah Propinsi
Papua (2007).
Hasil supervise dan advis teknis pengendalian banjir di Kabupaten Jayapura
yang dilakukan oleh Sub Dinas Bina Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum
Propinsi Papua bekerja sama dengan PT Cakra Buana (2007).
4. 2. Kegiatan Survei dan Pemetaan
Distrik Waibu dan Sentani Barat menurut beberapa kajian merupakan wilayah
yang memiliki peluang terjadi bencana alam yang disebabkan oleh factor
geologi, seperti gempabumi, gerakkan massa tanah/batuan (longsoran) serta
akibat faktor iklim, seperti banjir dan angin kencang.
Berbagai fenomena bencana di atas, berkaitan erat dengan parameter
topografi, geologi, hidrologi/hidrogeologi, meteorologi, penggunaan lahan atau
penataan ruang, penduduk, dan konservasi lingkungan. Semua parameter
Laporan Akhir
IV - 1
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
saling berkaitan dalam menghasilkan bencana yang mungkin dapat terjadi.
Oleh sebab itu, kegiatan survey dan pemetaan daerah rawan bencana di Distrik
Waibu dan Sentani Barat akan mengamati parameter-parameter tersebut,
sebagai parameter utama penyebab bencana.
Bencana yang cukup fenomenal yang terjadi di Kabupaten Jayapura adalah
bencana gerakkan massa tanah/batuan dan banjir besar tercatat terjadi pada
tanggal 7 Maret 2007. Banjir yang terjadi dapat dikategorikan sebagai banjir
bandang, karena terjadi secara mendadak dengan membawa material yang
bermacam-macam, serta memiliki daya rusak yang kuat. Banjir ini telah
menyebabkan jalan raya Jayapura – Sentani terputus total akibat 2 jembatan
utama putus, dan sebagian besar wilayah Distrik Sentani mengalami kerusakan
cukup parah akibat bertambah melebar atau meluas badan sungai dan
terendam serta hanyut oleh air yang mengalir sangat deras.
Pelaksanaan survei lapangan pemetaan daerah rawan bencana dilakukan pada
tanggal 4 – 7 Oktober 2010. Tim kerja dibagi menjadi 2 kelompok, masingmasing melakukan kegiatan di satu distrik. Jalur pertama lintasan survey
mengikuti jalan raya Sentani – Doyo Lama – Yakonde dan jalur kedua
mengikuti jalan raya Sentani – Dosay – Depapre. Beberapa titik pengamatan
yang dipandang perlu diamati secara seksama berada di Kampung Doyo Baru,
Doyo Lama, Sosiri, Kanda dan Yakonde untuk distrik Waibu, serta Sabron,
Dosay, Waibron dan Maribu untuk distrik Sentani barat.
Pengamatan dan survei lapangan serta wawancara dengan masyarakat
setempat, utamanya pemuka kampung (kepala suku, ondoafi ataupun kepala
kampung) diperoleh informasi tentang bencana yang pernah terjadi. Ringkasan
hasil pengamatan lapangan di kedua distrik adalah sebagai berikut :
Laporan Akhir
IV - 2
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Tabel 4 – 1
Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Waibu
Kampung
Bahaya Geologi
Faktor penyebab
Doyo Baru
Banjir (2007)
Penebangan hutan di
bagian
utara
dan
penggalian pasir batu di
sepanjang sungai
Doyo Lama
Sosiri
Longsor
Yakonde
Banjir
Bambar
Banjir dan longsor
Kemiringan lereng yang
terjal dan batuan yang
mudah runtuh (lapuk)
Morfologi
datar
dan
pertemuan
sungai
dengan danau.
Struktur tanah di bagian
tebing yang rapuh dan
pertemuan anak sungai
di bagian yang datar
Dondai
Kwadeware
Tabel 4 – 2
Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Sentani Barat
Kampung
Sabron Sari
Sabron Yaru
Dosay
Waibron
Maribu
Bahaya Geologi
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir (2007)
Banjir
Faktor penyebab
Penggalian pasir batu di
sepanjang sungai dan
pemukiman yang berada
di tepi sungai
Berdasarkan hasil survei, maka dapat diketahui jenis bahaya geologi mungkin
terjadi, yaitu banjir dan longsor. Kedua jenis bahaya ini dapat terjadi akibat
faktor morfologi. Banjir lebih dominan terjadi pada morfologi yang datar dan
menjadi tempat bertemunya beberapa anak sungai dengan sungai utamanya,
sedangkan longsor lebih banyak terjadi pada morfologi dengan lereng yang
terjal (> 40%) dan batuan penyusunnya tidak padu (kompak).
Secara umum distrik Sentani Barat mempunyai masalah kebencanaan yang
seragam atau serupa yaitu banjir yang disebabkan oleh Sungai Deyaw dan
anak-anak sungai yang tidak mampu menampung air saat hujan dengan
intensitas tinggi. Longsor yang terjadi di Distrik Waibu dapat terjadi akibat
Laporan Akhir
IV - 3
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
pemotongan lereng untuk badan jalan dan pembangunan rumah pada formasi
batuan yang lunak seperti batupasir, batulempung dan napal.
Gambar 4 – 1. Sungai di Dosay yang berpotensi banjir.
Gambar 4 – 2 Lereng bukit yang tersusun oleh batulempung dan napal di
Kampung Sosiri.
Laporan Akhir
IV - 4
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Mengacu pada kondisi geologi regional, potensi bahaya yang dapat
mengancam adalah gempabumi dan angin kencang. Gempabumi berpeluang
terjadi di wilayah selatan, terutama pada perbukitan struktural. Gempabumi
terkait dengan pergerakan lempeng Samudera Pasifik yang menumbuk
lempeng Benua Australia. Pergerakan lempeng tersebut berakibat pada
pergerakan kembali (reaktivasi) sesar-sesar yang sudah terbentuk. Sedangkan,
angin kencang berpeluang terjadi pada pesisir danau. Angin kencang ini terjadi
akibat perbedaan suhu dan tekanan udara di atas permukaan danau. Musim
angin kencang umumnya terjadi saat perubahan musim, baik dari musim
kemarau ke hujan atau sebaliknya.
Berdasarkan hasil identifikasi bahaya geologi yang mengancam daerah
penyelidikan, maka dapat ditentukan probabilitas atau kemungkinan terjadinya
bencana dan dampak yang merupakan kerugian atau kerusakan yang mungkin
ditimbulkan. Hasil penentukan nilai bahaya geologi ditunjukan oleh Tabel 4 - 3.
Tabel 4 – 3
Penilaian bahaya geologi di lokasi pemetaan.
Jenis
Bahaya Geologi
Longsor
Banjir
Gempabumi
Angin kencang
Distrik Waibu
Probabilitas Dampak
5
3
3
2
3
2
3
1
Distrik Sentani Barat
Probabilitas Dampak
2
2
4
4
2
2
2
1
Skala probabilitas dan dampak kejadian yang terjadi dibagi menjadi 5 kategori
sebagai berikut :
A. Skala probabilitas kejadian
5 = Sangat pasti ; hampir dipastikan 100% terjadi tahun depan atau terjadi
setiap tahun.
4 = Hampir pasti ; 75 – 100% terjadi tahun depan atau sekali dalam 10
tahun mendatang.
3 = mungkin ; 50 – 75% terjadi tahun depan atau sekali dalam 50 tahun.
2 = kemungkinan kecil ; 20 – 50% terjadi tahun depan atau sekali dalam 100
tahun.
Laporan Akhir
IV - 5
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
1 = tidak pasti ; 1 – 20% terjadi tahun depan atau sekali dalam lebih dari 100
tahun.
B. Dampak kejadian yang ditimbulkan
5 = sangat parah ; hampir dipastikan 100% wilayah hancur dan lumpuh total.
4 = parah ; 50 – 75% wilayah hancur dan lumpuh.
3 = cukup parah ; 10 – 50% wilayah hancur.
2 = ringan ; kurang dari 10% wilayah yang terkena.
1 = tidak parah sama sekali.
Hasil penilaian bahaya geologi yang telah diukur, selanjutnya dapat diplot pada
matrik tingkat bahaya geologi. Menurut matrik ini, bahaya geologi yang memiliki
ancaman dan dampak yang perlu diperhatikan adalah 1) banjir air yang
berpeluang menjadi banjir bandang, 2) gerakan massa, terutama berupa
luncuran debris (debris slide), jatuhan batu (rock fall) dan rayapan tanah (soil
creep), dan 3) gempa bumi. Lihat Gambar 4 – 3.
Gambar 4 – 3. Matrik tingkat bahaya geologi di daerah pemetaan.
Laporan Akhir
IV - 6
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Kejadian longsor tanah/batuan merupakan kombinasi antara fenomena alam
dan aktivitas manusia. Longsoran juga terjadi akibat getaran yang disebabkan
oleh gempa bumi ataupun kendaraan besar dan berat yang lewat. Faktor ini
dianggap sebagai pemicu terjadi longsor.
Banjir dan angin kencang berkaitan dengan musim. Banjir berpeluang terjadi
pada awal-awal tahun, mulai dari Januari hingga Maret. Sedangkan angin
kencang berpeluang terjadi pada bulan Juni – Agustus, berarah relatif tenggara.
Beberapa gambar yang memperlihatkan potensi bencana, ditampilkan
sebagai berikut :
Gambar 4 – 4. Longsor tanah yang terjadi di Kampung Sosiri Distrik Waibu.
Laporan Akhir
IV - 7
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Gambar 4 – 5 Longsor batuan di Doyo Baru Distrik Waibu.
4 – 6. Longsor tanah di kampung Yakonde Distrik Waibu.
Laporan Akhir
IV - 8
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Gambar 4 – 7. Sungai di Kampung Dosay Distrik Sentani Barat yang rawan
terhadap bahaya banjir.
Gambar 4 – 7. Sungai Dansari di Kampung Sabron Distrik Sentani Barat yang
berpotensi banjir saat hujan dengan intensitas tinggi.
Hasil pengumpulan data sekunder tentang laporan gempabumi yang dirasakan
di Kabupaten Jayapura, periode tahun 2003 – 2007, diperoleh dari Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG), Balai Besar Meteorologi dan Geofisika
Wilayah V Jayapura (2008), menunjukkan bahwa pusat gempa (episentrum)
Laporan Akhir
IV - 9
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
berada di antara koordinat 5o 18‟ – 0o 24‟12 „‟ LS dan 133o 30‟ 36‟‟ – 141o 48‟
36‟‟ BT. Lokasi ini berada di daratan atau sebelah selatan daerah survei dan
pemetaan.
Kedalaman gempa berkisar antara 2 – 186 km, namun sebagian besar gempa
terjadi pada kedalaman antara 10 – 30 km, termasuk gempa dangkal.
Kekuatan gempa berkisar antara 2,5 - 6,0 Skala Ritcher (SR), dan kekuatan
yang sering terjadi berada pada skala 3,2 – 3,6 SR, tergolong gempa bumi
ringan (kecil). Intesitas gempa menurut Modified Mercalli Intensity (MMI),
gempabumi yang dirasakan termasuk pada skala II – III, yaitu goncangan
hanya dirasakan oleh sedikit orang dan getaran sering terjadi tetapi tidak
dirasakan sebagai gempa bumi.
Tingkat resiko gempa bumi terhadap percepatan gempa, tergolong Resiko
Sedang Tiga atau memiliki percepatan getaran tanah maksimum sebesar 100 –
125 gal (BMG, 2008).
4.3. Penyebab Bahaya Geologi
4.3.1. Banjir
Potensi banjir dapat dideteksi berdasarkan :

Tingginya intensitas curah hujan

Topografi berupa dataran yang kemiringan lerengnya kurang dari 2º, atau
berupa cekungan (depresi).

Merupakan daerah aliran sungai dengan orde sungai lebih dari 3 dan
bermeander.

Material penyusun permukaan adalah material klastik (butiran) yang
dominan berukuran halus dan seragam, sehingga dapat mengalirkan dan
menyimpan air.

Memiliki airtanah dangkal (kurang dari 2 meter) dan tingkat infiltrasi air ke
dalam tanah rendah.

Dataran banjir yang cukup luas dan sering mengalami banjir dalam periode
waktu tertentu.
Laporan Akhir
IV - 10
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
4.3.2. Gerakan massa (tanah/batuan)
Secara umum penyebab gerakkan tanah/batuan adalah sebagai berikut :

Topografi, menyangkut kemiringan lereng yang relatif besar (> 30º) dan
panjang lereng > 100m.

Material penyusun berupa batuan yang sudah sangat tua (pra Tersier)
sehingga mudah lapuk dengan tingkat pelapukan sangat lanjut.

Tabal lapisan tanah penutup cukup tabal, antara 80 – 150 cm, dan tidak
memiliki tumbuhan penutup yang lebat.

Tumbuhan yang dominan adalah semak berupa alang-alang.

Sebagian lokasi longsor berkaitan dengan kegiatan penggalian batu yang
dilakukan oleh masyarakat local secara tradisional maupun modern
menggunakan peralatan berat.

Intensitas curah hujan yang cukup tinggi pada awal tahun (Januari – Maret).

Perubahan fungi lahan akibat pertambahan penduduk akibat migrasi.
4.3.3. Gempa bumi
Getaran gempa disebabkan oleh pelepasan energi yang tiba-tiba akibat
aktivitas tektonik (gempa bumi tektonik) dan rekahan akibat naiknya fluida
(magma, gas, uap dan lanilla dari dalam bumi menuju permukaan disekitar
gunung api (gempa bumi volkanik).
Sumber gempa dapat berada di lepas pantai atau dibawah laut yang
disebabkan oleh aktvitas subduksi dan sesar bawah laut, dan di darat
disebabkan oleh aktivitas sesar.
4.4. Penilaian Risiko
Salah satu prinsip dasar pada penyusunan peta rawan bencana adalah
menentukan resiko berdasarkan bahaya (hazard) yang telah di identifikasi.
Bahaya berpeluang menimbulkan kerugian atau kerusakan dan kehilangan jiwa
manusia. Dengan kata lain, bahaya berpotensi menjadi bencana. Besar
kecilnya bahaya dapat ditentukan dengan mengukur resiko yang dihadapi oleh
suatu masyarakat yang menempati daerah tertentu dan pada waktu tertentu
pula. Resiko dapat dinilai, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian
resiko ditentukan berdasarkan :
Laporan Akhir
IV - 11
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
a. Jenis ancaman yang diukur menurut tingkat bahaya
b. Kondisi atau keadaan yang diukur menurut tingkat kerentanan
c. Kekuatan dan potensi yang diukur menurut tingkat kemampuan.
Berdasarkan kriteria di atas, maka risiko bencana dapat diketahui dengan
mengukur komponen bahaya, kerentanan dan kemampuan daerah
penyelidikan yaitu dengan menentukan nilai dari parameter-parameter seperti
pada Tabel 4 – 4 dan 4 – 5. Total nilai risiko ditetapkan sebagai tingkat risiko,
baik untuk tiap kampung maupun distrik (Tabel 4 – 7).
Tabel 4 – 4
Komponen Bahaya
Geografis
Intensitas
Prosentase perbandingan
antara luas daerah yang
terancam dengan luas
wilayah
0 – 20%
20 – 40%
40 – 60%
60 – 80%
80 – 100%
Bobot
1
2
3
4
5
Besaran rata-rata
intensitas bahaya
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Bobot
1
2
3
4
5
Probabilitas
Jumlah kejadian bencana yang
merusak dalam kurun waktu
tertentu
Sangat sering, kejadian
> 1 kali dalam 5 thn
Sering, kejadian > 1
kali dalam 10 thn
Sedang, kejadian 1 kali
dalam 10 – 100 thn
Jarang, kejadian 1 kali
dalam 100 – 1000 thn
Sangat jarang,
kejadian < 1 dalam
1000 thn
Bobot
5
4
3
2
1
Tabel 4 – 5
Komponen Kerentanan / Kemampuan
Jumlah
Penduduk
Prosentase
perbandingan
antara jumlah
penduduk yang
terancam dengan
jumlah total
penduduk
0 – 20%
1
20 – 40%
2
40 – 60%
3
60 – 80%
4
80 – 100%
5
Laporan Akhir
Daerah terbangun
(industri dan
pemukiman)
Kepadatan
Penduduk
Jumlah kepadatan
penduduk yang
terancam
< 0.54 jiwa/ha
0.54 – 1.22
jiwa/ha
1.22 – 2.44
jiwa/ha
2.44 – 4.44
jiwa/ha
> 4.44 jiwa/ha
1
2
3
4
Kemampuan
merespon
Prosentase daerah
terbangun yang
terancam
dibandingkan dengan
luas total daerah
terbangun
Kemampuan
melakukan
kesiapsiagaan
menanggulangi
bencana
0 – 20%
20 – 40%
40 – 60%
60 – 80%
80 – 100%
Sangat baik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat
buruk
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
5
IV - 12
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Tabel 4 - 6 memperlihatkan bahwa nilai risiko setiap bencana dari masingmasing distrik.
Tabel 4 – 6.
Penilaian resiko bencana menurut distrik.
Distrik
Jenis Bahaya
No
Waibu
GB BA
LG
Sentani Barat
GB BA
LG
Variabel
1
2
3
Bahaya
a. Frekuensi
b. Intensitas
c. Dampak
d. Luasan
e. Durasi
Total
2
2
3
2
1
10
2
2
2
2
1
9
4
2
3
3
2
14
2
2
2
2
1
9
4
3
3
2
2
14
2
1
2
2
1
8
Total
2
1
1
4
3
1
1
5
3
2
1
6
2
1
1
4
3
2
2
7
2
1
1
4
2
2
2
6
2
2
2
6
2
2
2
6
2
2
2
6
2
2
2
6
2
2
2
6
5
15
5.5
14.5
6
20
5
14
6.5
21.5
5
13
Kerentanan
a. Fisik
b. Sosial
c. Ekonomi
Kemampuan
a. Kebijakan
b. Kesiapsiagaan
c. Partisipasi masy.
Total
Rata-rata
Kerentanan & Kemampuan
Nilai Total
Keterangan : GB = Gempa bumi; BA = Banjir air ; LG = Longsor
Tabel 4 – 7
Tingkat Risiko dan arah tiap distrik.
Faktor Risiko
Nilai
Risiko
Tingkat Risiko
Arahan
Mitigasi menyeluruh dan
kontingensi planning
mendesak disusun
Mitigasi menyeluruh dan
kontingensi planning harus
segera disusun
Kondisi risiko yang cukup
tinggi dipertimbangkan untuk
perencanaan dan mitigasi
lebih lanjut.
Kondisi risiko rendah dengan
tambahan mitigasi dan
kontigensi planning sebagai
saran.
ondisi risiko yang sangat
rendah namun rencana
kontigensi planning tetap ada.
Longsor (D. Waibu)
Banjir (D. Sentani Barat)
20 – 25
Kelas A :
Sangat tinggi
Gempabumi (D. Waibu)
15 – 20
Banjir (D. Waibu),
Longsor dan Gempabumi
(D. Sentani Barat)
10 – 15
Kelas B :
Tinggi-Sangat
tinggi
Kelas C :
Sedang - Tinggi
Laporan Akhir
5 – 10
Kelas D :
Sedang - Rendah
1–5
Kelas E :
Rendah – Sangat
rendah
IV - 13
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
Bahaya yang telah teridentifikasi dan terukur peluang kejadiaanya menjadi
dasar yang vital bagi perencana untuk dapat merencanakan tindakan
penanggulangnnya (mitigasi). Bahaya geologi secara teori tidak dapat dibatasi.
Faktor yang masih mungkin
dikelola adalah
aspek kerentanan
atau
kemampuan yang berasal dari kondosi fisik, sosial, ekonomi, kebijakan, dan
partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil penilaian risiko maka faktor
kerentanan dan kemampuan yang perlu mendapat perhatian antara lain :
a. Fisik seperti prasarana dasar, konstruksi dan bangunan
b. Ekonomi, seperti kemiskinan, penghasilan dan Gizo.
c. Social, seperti pendidikan, kesehatan, hukum, politik dan kelembagaan.
d. Lingkungan, seperti tanah, air, tanaman, dan hutan.
Faktor kemampuan mencakup
a. Kebijakan : peraturan dan pedoman atau petunjuk pelaksanaan.
b. Kesiapsiagaan : pelatihan, gladi, posko, rencana kontijensi.
c. Partisipasi masyarakat : pendidikan, penyuluhan, kewaspadaan, kepedulian
dan pemberdayaan.
4.5. Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Bencana
Manajemen Bencana merupakan suatu bentuk rangkaian kegiatan yang
dinamis, terpadu dan berkelanjutan yang dilaksanakan sejak sebelum kejadian
bencana (pra bencana), saat atau sesaat setelah kejadian bencana dan setelah
kejadian bencana (pasca bencana).
Bencana Geologi merupakan peristiwa alam yang terjadi berulang , sehingga
dapat digambarkan dalam suatu siklus bencana “disaster cycles”. Untuk itu
studi atau analisis tentang disaster management harus dilakukan dalam bentuk
sistematik (Gambar 4 - 8).
Hal penting yang menjadi bagian dari mitigasi bencana adalah :
1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk setiap jenis
bencana;
2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam menghadapi bencana, karena bermukim didaerah rawan bencana;
Laporan Akhir
IV - 14
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika timbul bencana;
4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi
encaman bencana.
Gambar 4 - 8. Siklus manajemen bencana.
4.5.1. Kebijakan dan Strategi Mitigasi Bencana
Beberapa kebijakan yang dapat ditempauh dalam upaya mitigasi bencana,
antara lain :
1. Membangun persepsi yang sama bagi semua pihak, baik jajaran
pemerintahan maupun segenap unsur masyarakat, dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan
yang
diatur
dalam
pedoman
umum,
petunjuk
pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikembangkan oleh instansi yang
bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-masing.
2. Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinir
yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat.
3. Upaya preventif harus diutamakan agak kerusakan dan korban jiwa dapat
diminimalkan.
4. Penggalangan kekuatan melaui kerja sama dengan semua pihak, melalui
pemberdayaan masyarakat serta kampanye.
Dalam rangka melaksanakan kebijakan mitigasi bencana, maka dikembangkan
beberapa strategi, sebagai berikut :
Laporan Akhir
IV - 15
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
1. Pemetaan, yaitu menyusun peta daerah rawan bencana. Peta ini sangat
bermanfaat bagi pengambil keputusan terutama dalam antisipasi kejadian
bencana alam. Saat ini penggunaan peta daerah rawan bencana belum
optimal, disebabkan antara lain :
a. Belum seluruh wilayah rawan bencana telah dipetakan.
b. Peta yang telah dihasilkan, belum disosialisasikan dengan baik.
c. Peta bencana belum terintegrasi.
d. Peta bencana yang dibuat belum memakai peta dasar yang sama.
2. Pemantauan
Pengetahuan tentang tingkat kerawanan secara dini akan mempermudah
antisipasi dan preventif, jika sewaktu-waktu bencana datang, sehingga
mudah melakukan penyelamatan.
3. Penyebaran informasi
Penyebaran informasi dilakukan dengan memberi poster dan leaflet kepada
pemerintahan setempat yang rawan terhadap bencana, tentang cara
mengenali dan mencegah serta penanganan bencana. Pemberian informasi
melalui media cetak dan elektronik tentang kebencanaan merupakan salah
satu cara menyebaran informasi dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan
terhadap bencana yang sewaktu-waktu akan datang.
4. Sosialisasi dan penyuluhan
Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada
SATKOR-LAK
PB,
SATLAK-PB
dan
masyarakat
bertujuan
untuk
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Hal
terpenting yang perlu diketahui masyarakat dan pemerintah daerah adalah
mengenai hidup harmonis dengan alam di daerah rawan bencana.
Pengetahuan tentang apa yang perlu dilakukan dan dihindarkan di daerah
bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana.
5. Pelatihan
Pelatihan difokuskan pada tata cara pengungsian dan penyelamatan, jika
terjadi bencana. Tujuan latihan lebih difokuskan pada alur informasi dan
petugas lapangan, pejabat teknis, SARKORLAK-PB, SATLAK-PB dan
masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban
Laporan Akhir
IV - 16
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010
bencana. Melalui pelatihan terbentuk kesiagaan yang tinggi dan siap
menghadapi bencana yang terjadi.
6. Peringatan dini
Peringatan dini bertujuan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil
pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan bencana, agar
persiapan secara dini atau cepat dapat dilakukan mengantisipasi jika
sewaktu-waktu bencana datang. Peringatan dini disosialisasikan kepada
masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan
kesadaran kepada masyarakat agar dapat menghindari diri dari bencana.
Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah rawan bencana dapat berupa
saran teknis seperti pengalihan jalur jalan, pengungsian dan atau relokasi
dan saran penanganan lainnya.
4.5.2. Langkah-Langkah dalam Mitigasi Bencana
A. Banjir
Upaya mitigasi bencana banjir antara lain :

Pengawasan
penggunaan
lahan
dan
perencanaan
lokasi
untuk
menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah
yang aman.

Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap
banjir dan dibuat bertingkat.

Pembangunan infrastruktur harus kedap air.

Pembangunan tembok penan dan tanggul sepanjang sungai, tembok
laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami.

Pengaturan kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu Sangay
membantu mengurangi terjadinya bahaya banjir. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatur kecepatan air masuk ke dalam sistem
pengaliran adalah membangun bendungan atau waduk, reboisasi dan
pembangunan sistem resapan.

Pengerukan sungai, pembuatan sujetan sungai, baik saluran terbuka
maupun tertutup dengan pipa atau terowongan.

Pembuatan tembok penan dan tembok pemecah ombak untuk
mengurangi energi ombak jira terjadi badai atau tsunami.
Laporan Akhir
IV - 17
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010

Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah
geolombang untuk daerah teluk.

Pembersihan redimen dan pembangunan saluran drainase.

Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.

Desain bangunan rumah tahan banjir.

Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir.

Peningkatan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.

Pelatihan tentang kewaspadaan banjir, seperti cara penyimpanan atau
pergudangan perbekalan, tempat istirahat/tidur di tempat yang aman.

Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat penyelamat
lainnya.
B. Gerakkan massa (tanah/batuan)
Upaya mitigasi gerakkan tanah/batuan antara lain :

Pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya bukan di daerah
rawan bencana longsor.

Relokasi bagi yang berada di wilayah rawan longsor.

Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari
bahaya liquefaction.

Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu untuk menghindari
penurunan yang tidak seragam (defferential settlement).

Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus
bersifat impermeabel dan fleksibel.

Mengurangi tingkat keterjalan lereng dan pembuatan terasering.

Meningkatkan atau memperbaiki drainase baik air permukaan maupun
air tanah.

Pembangunan bangunan penahan, jangkar (anchore) dan piling.

Penghijauan dengan tanaman yang sistem akarnya dalam.

Pembuatan saluran khusus untuk aliran butir.

Pembuatan tanggul penahan khusus untuk runtuhan batu, berupa
bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.

Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya
rekahan-rekahan berbentuk tapal kuda.
Laporan Akhir
IV - 18
Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010

Hindarkan pembangunan di daerah rawan longsor.

Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat.

Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan.

Pembuatan terase dan penghijauan dengan menstabilkan lereng.

Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rockfall).

Penutupan rekahan-rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk
secara cepat ke dalam tanah.
C. Gempa bumi
Upaya mitigasi bencana gempa bumi antara lain :

Bangunan dibangun dengan konstruksi tahan getaran.

Perkuatan bangunan mengikuti standar kualitas bangunan.

Pembangunan fasilitas umum harus dengan standar kualitas yang tinggi.

Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan
lahan.

Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempa
bumi.

Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi.

Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan gempa
bumi.

Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus ditempatkan pada
tempat yang aman dan stabil.

Ikut
serta
dalam
pelatihan
program
utama
penyelamatan
dan
kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi.

Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan
pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.

Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan pengganti dan peralatan
perlindungan masyarakat lainnya.

Rencana kontigensi atau kedaruratan untuk anggota keluarga dalam
menghadapi gempa bumi.
Laporan Akhir
IV - 19
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kabupaten Jayapura yang terletak di bagian utara pulau Papua memiliki kondisi
geologi atau fisik yang kompleks. Kondisi wilayah seperti ini berpotensi tinggi
terhadap aspek kebencanaan geologi, terutama yang berasal dari faktor
alamiah. Berdasarkan hasil survei dan pemetaan kebencanaan geologi di
Distrik Waibu dan Sentani Barat, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut :
1. Penyelidikan tentang kebencanaan di Kabupaten Jayapura masih
tergolong jarang. Penyelidikan yang telah dilakukan lebih terfokus pada
kejadian banjir tahun 2007, yaitu dibuat oleh Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (BPDAS) Mamberamo, Departemen Kehutanan bekerja
sama dengan Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada
(2007), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda)
Pemerintah Propinsi Papua (2007), serta Dinas Pekerjaan Umum
Propinsi Papua bekerja sama dengan PT Cakra Buana (2007).
2. Hasil survei menunjukkan jenis bahaya geologi mungkin terjadi, yaitu
banjir dan longsor. Kedua jenis bahaya ini dapat terjadi akibat faktor
morfologi. Banjir lebih dominan terjadi pada morfologi yang datar dan
menjadi tempat bertemunya beberapa anak sungai dengan sungai
utamanya, sedangkan longsor lebih banyak terjadi pada morfologi
dengan lereng yang terjal (> 40%) dan batuan penyusunnya tidak padu
(kompak).
3. Berdasarkan kondisi geologi regional, maka potensi bahaya yang juga
mengancam adalah gempabumi dan angin kencang. Gempabumi
berpeluang terjadi di wilayah selatan, terutama pada perbukitan
struktural. Sedangkan, angin kencang berpeluang terjadi pada pesisir
danau. Musim angin kencang umumnya terjadi saat perubahan musim,
baik dari musim kemarau ke hujan atau sebaliknya.
4. Penilaian risiko terhadap potensi bencana diketahui bahwa banjir dan
longsor memiliki tingkat risiko yang tinggi. Daerah rawan terhadap banjir
terdapat hampir di semua kampung di Distrik Sentani Barat, sedangkan
longsor banyak terjadi di distrik Waibu, terutama kampung Sosiri dan
Yakonde.
5.2. Saran
Penanganan
bencana
perlu
menerapkan
manajemen
bencana
secara
komprehensif, terpadu, terkordinasi dan berkelanjutan. Hal ini merupakan
sesuai dengan sifat dan mekanisme bencana, seperti yang digambarkan dalam
siklus bencana (disaster cycle).
Disarankan
untuk
menangani
bencana
yang
telah
diidentifikasi
penanggulangan bencana dengan pendekatan struktur (Teknis) dan non
struktur (non Teknik). Penanggulangan secara non teknis memberi nilai positif
terhadap pemberdayaan dan kesiapsiagaan masyarakat. Kegiatan yang dapat
dilakukan antara lain :
1. Menyiapkan informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk setiap jenis
bencana;
2. Melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat dalam menghadapi bencana;
3. Memberi penyuluihan tentang apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta
mengetahui cara penyelamatan diri jika timbul bencana;
4. Mengatur dan menata kawasan rawan bencana yang sudah terpetakan
untuk mengurangi ancaman bencana.
PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI
DI DISTRIK SENTANI BARAT DAN WAIBU
BIDANG PENGEMBANGAN GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
TAHUN 2010
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI DI
DISTRIK SENTANI BARAT DAN WAIBU KABUPATEN JAYAPURA
Tahun 2010
I.
Latar Belakang
Berdasarkan kondisi geologi, wilayah Kabupaten Jayapura tersusun oleh formasi
batuan yang berumur sangat tua (pra-Tersier) hingga muda (Kuarter) dengan kondisi
sudah lapuk menengah hingga lapuk lanjut dan kondisi geodinamika yang kompleks.
Kondisi seperti ini merupakan kendala yang cukup berarti dalam pengembangan
wilayah dan berpeluang menjadi bencana yang dapat mengancam keberadaan
manusia dan segala infrastruktur yang ada. Keadaan iklim, terutama curah hujan di
wilayah ini menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Di samping itu,
pertumbuhan kota Sentani sebagai ibukota Kabupaten Jayapura juga semakin
berkembang ke arah (poros) barat – timur dan diikuti dengan pertambahan jumlah
penduduk akibat migrasi serta penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang
membutuhkan lahan semakin meningkat.
Dalam rangka memberikan informasi tentang bahaya geologi dan penetapan kawasan
rawan bencana, maka telah dilaksanakan Survei dan Pemetaan Daerah Rawan
Bencana Alam (Geologi) di Distrik Waibu dan Sentani Barat Kabupaten Jayapura,
sebagai salah satu upaya mengurangi dampak (mitigasi) yang ditimbulkan akibat
bencana alam, dan mengantisipasi kemungkinan bencana yang akan terjadi.
II.
Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakan pekerjaan ini adalah melakukan survei dan pemetaan daerah
rawan bencana alam (geologi) di Distrik Waibu dan Sentani Barat Kabupaten Jayapura
Tujuan yang ingin dicapai dari pekerjaan ini adalah :
1. Untuk mengumpulkan data dan mengetahui potensi bencana yang telah dan/atau
memiliki peluang terjadi bencana di Distrik Waibu dan Sentani Barat, sebagai
bagian dari upaya mitigasi bencana;
2. Untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat dan instansi terkait di
bidang geologi, terutama geologi tata lingkungan dalam penyelenggaraan tugas di
sektor pertambangan.
III.
Sasaran
Sasaran dari pekerjaan ini adalah :
1. Teridentifikasi bencana yang telah terjadi maupun yang berpeluang terjadi di Distrik
Waibu dan Sentani Barat;
2. Terpetakan dan terdokumentasikan daerah-daerah rawan dan aman dari bencana
alam (geologi) dalam tingkat distrik;
3. Tergambarkan kondisi geologi, morfologi, penggunaan lahan, keadaan iklim,
kegempaan, hidrologi, demografi dan sarana infrastruktur yang telah terbangun
dalam peta skala 1 : 50.000.
IV.
Lokasi Penyelidikan
Lokasi daerah penyelidikan berada di Distrik Sentani Barat dan Distrik Waibu,
termasuk dalam Wilayah Pembangunan II Kabupaten Jayapura.
V.
Lingkup Pekerjaan
Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral
2
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI
Bencana alam (geologi) yang disurvei dan dipetakan antara lain terdiri dari gempa
bumi, banjir air, gelombang pasang, tsunami dan tanah longsor.
Peta dasar yang digunakan adalah peta spasial kabupaten, peta topografi dan peta
citra satelit/foto udara.
Daerah rawan bencana atau berpotensi bencana adalah daerah yang pernah dan/atau
secara rutin dan berulang kali mengalami bencana. Sedangkan yang berpotensi
bencana adalah daerah yang diperkirakan akan mengalami perubahan drastis yang
dapat menimbulkan bencana. Penggambaran daerah rawan bencana ditunjukan
dengan perbedaan warna untuk setiap jenis bencana.
VI.
Metode Penyelidikan
Survei dan pemetaan daerah rawan bencana alam geologi merupakan bagian dari
kegiatan inventarisasi sumber daya mineral di Kabupaten Jayapura. Metode standar
atau pedoman yang dikembangkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral tentang inventarisasi sumber daya mineral tertuang dalam Keputusan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1452 K/10/MEM/2000.
Metode kerja terdiri dari :
1. Pemetaan secara tidak langsung, yaitu pembuatan peta dengan cara menghimpun
dan menginventarisir data yang berasal dari peta tematik yang telah tersusun,
penyelidikan terdahulu serta penafsiran peta topografi, dan foto udara atau citra
satelit.
2. Pemetaan secara langsung yang dilakukan bersamaan dengan survei lapangan,
yaitu pemetaan geologi permukaan berupa peninjauan, pengamatan, pencataan
pengukuran atau pengujian dan pendokumentasian.
3. Analisis studio yang dilakukan terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan
dalam pemetaan secara tidak langsung maupun langsung.
Pemetaan daerah rawan bencana maupun yang berpotensi bencana disusun
berdasarkan jenis-jenis bencana yang merupakan hasil identifikasi di tingkat kampung
dan distrik. Tiap jenis bencana ditunjukkan oleh warna yang berbeda.
Pendokumentasian hasil identifikasi dibuat dalam bentuk peta dan narasi. Hasil
pemetaan dicetak dalam bentuk buku yang berisi data dan informasi kejadian bencana,
serta menyajikan petunjuk pelaksanaan upaya mitigasi bencana yang diperlukan
oleh pemerintah Kabupaten Jayapura.
VII.
Keadaan Daerah Penyelidikan
Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat merupakan distrik yang berada di wilayah
pembangunan II yang terletak di bagian barat kota Sentani. Distrik Waibu terdiri dari 7
kampung dengan ibukota berada di Doyo Lama dan Distrik Sentani Barat terdiri dari 5
kampung, beribukota di Dosay. Kedua distrik ini termasuk dalam koridor dan wilayah
pengembangan Kabupaten Jayapura ke arah barat dan selatan.
1. Topografi
Keadaan topografi daerah penyelidikan dapat tergambar pada kemiringan lereng
dan ketinggian tempat. Secara umum kemiringan lereng yang relatif terjal dengan
kemiringan (5 - 30)% serta mempunyai ketinggian antara 0,5– 1500 m dpl.
2. Kependudukan
Data kependudukan kampung-kampung di Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat
yang tercatat di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil adalah Jumlah penduduk
terbanyak di Distrik Waibu adalah Kampung Doyo Baru (1.018 jiwa) dan terjarang
adalah kampung Yakonde (714 jiwa). Sedang untuk Distrik Sentani Barat, jumlah
penduduk terbanyak berada di Distrik Waibron (1.152 jiwa) dan terjarang ada di
kampung Sabron Sari (774 jiwa).
Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI
Menurut data jumlah penduduk dan keluarga miskin tahun 2008, tercatat ada
29.458 Kepala Keluarga Miskin. Kepala Keluarga Miskin distrik Waibu ada 1.279 KK
atau 4.34% dan distrik Sentani Barat memiliki 988 KK atau 3.35% dari jumlah KK
miskin di Kabupaten Jayapura.
Tingkat pendidikan mayoritas penduduk di kedua distrik adalah lulus (tamat)
sekolah dasar, yaitu Distrik Waibu (1,613 orang) dan Distrik Sentani Barat (1,451
orang).
3. Penggunaan lahan
Lahan yang berada di kedua distrik sebagian besar masih berupa hutan alami.
Hutan di bagian utara Distrik Sentani Barat merupakan hutan dengan status cagar
alam termasuk kawasan lindung dari Cagar Alam Cyclop. Sebagian hutan di bagian
selatan dan timur yang berbatasan dengan danau Sentani, lebih didominasi oleh
rumput dan semak. Kondisinya sangat berbeda dengan hutan di bagian barat dan
utara.
Pemukiman penduduk tersebar ditepian danau Sentani untuk Distrik Waibu,
sedangn di Distrik Sentani Barat tersebar di datara tinggi Dosay (poros Jalan
Sentani – Depapre). Penggunaan lahan untuk aktifitas pertanian dan perkebunan
lebih banyak di manfaatkan untuk tanaman palawija seperti jagung, dan kacang.
Khusus Distrik Sentani Barat produksi hasil perkebunan, terutama buah-buahan
seperti mangga, rambutan, durian, kelapa, coklat, kopi dan pinang menjadi
komoditas unggulan yang memiliki prospek ekonomi tinggi.
VIII.
Hasil Penyelidikan
Kegiatan survei dan pemetaan daerah rawan bencana di distrik Waibu dan Distrik
Sentani Barat Kabupaten Jayapura diawali dengan identifikasi bahaya yaitu mengamati
lokasi, intensitas dan kemungkinan ancaman yang dapat terjadi di daerah
penyelidikan, kemudian menentukan tingkat resiko, yaitu didasarkan pada penentuan
jenis ancaman bahaya, penilaian probabilitas, penilaian dampak dan penentuan tingkat
bahaya. Selanjutnya, disusun peta rawan bencana yang merupakan salah satu strategi
yang penting dalam usaha memperkuat mitigasi (pencegahan) dan upaya
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Pelaksanaan survei lapangan pemetaan daerah rawan bencana dilakukan pada
tanggal 4 – 7 Oktober 2010. Tim kerja dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing
melakukan kegiatan di satu distrik. Jalur pertama lintasan survey mengikuti jalan raya
Sentani – Doyo Lama – Yakonde dan jalur kedua mengikuti jalan raya Sentani – Dosay
– Depapre. Beberapa titik pengamatan yang dipandang perlu diamati secara seksama
berada di Kampung Doyo Baru, Doyo Lama, Sosiri, Kanda dan Yakonde untuk distrik
Waibu, serta Sabron, Dosay, Waibron dan Maribu untuk distrik Sentani barat.
Pengamatan dan survei lapangan serta wawancara dengan masyarakat setempat,
utamanya pemuka kampung (kepala suku, ondoafi ataupun kepala kampung) diperoleh
informasi tentang bencana yang pernah terjadi.
Ringkasan hasil pengamatan
lapangan di kedua distrik adalah sebagai berikut :
Tabel Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Waibu
Kampung
Doyo Baru
Bahaya Geologi
Banjir (2007)
Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral
Faktor penyebab
Penebangan
hutan
di
bagian
utara
dan
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI
penggalian pasir batu di
sepanjang sungai
Doyo Lama
Sosiri
Longsor
Yakonde
Banjir
Bambar
Banjir dan longsor
Kemiringan lereng yang
terjal dan batuan yang
mudah runtuh (lapuk)
Morfologi
datar
dan
pertemuan sungai dengan
danau.
Struktur tanah di bagian
tebing yang rapuh dan
pertemuan anak sungai di
bagian yang datar
Dondai
Kwadeware
Tabel Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Sentani Barat
Kampung
Sabron Sari
Sabron Yaru
Dosay
Waibron
Maribu
Bahaya Geologi
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir (2007)
Banjir
Faktor penyebab
Penggalian pasir batu di
sepanjang
sungai
dan
pemukiman yang berada di
tepi sungai
Berdasarkan hasil survei, maka dapat diketahui jenis bahaya geologi mungkin terjadi,
yaitu banjir dan longsor. Kedua jenis bahaya ini dapat terjadi akibat faktor morfologi.
Banjir lebih dominan terjadi pada morfologi yang datar dan menjadi tempat bertemunya
beberapa anak sungai dengan sungai utamanya, sedangkan longsor lebih banyak
terjadi pada morfologi dengan lereng yang terjal (> 40%) dan batuan penyusunnya
tidak padu (kompak).
Secara umum Distrik Sentani Barat mempunyai masalah kebencanaan yang seragam
atau serupa yaitu banjir yang disebabkan oleh Sungai Deyaw dan anak-anak sungai
yang tidak mampu menampung air saat hujan dengan intensitas tinggi. Longsor yang
terjadi di Distrik Waibu dapat terjadi akibat pemotongan lereng untuk badan jalan dan
pembangunan rumah pada formasi batuan yang lunak seperti batupasir, batulempung
dan napal.
Mengacu pada kondisi geologi regional, potensi bahaya yang dapat mengancam
adalah gempabumi dan angin kencang. Gempabumi berpeluang terjadi di wilayah
selatan, terutama pada perbukitan struktural. Gempabumi terkait dengan pergerakan
lempeng Samudera Pasifik yang menumbuk lempeng Benua Australia. Pergerakan
lempeng tersebut berakibat pada pergerakan kembali (reaktivasi) sesar-sesar yang
sudah terbentuk. Sedangkan, angin kencang berpeluang terjadi pada pesisir danau.
Angin kencang ini terjadi akibat perbedaan suhu dan tekanan udara di atas permukaan
danau. Musim angin kencang umumnya terjadi saat perubahan musim, baik dari
musim kemarau ke hujan atau sebaliknya.
Berdasarkan hasil identifikasi bahaya geologi yang mengancam daerah penyelidikan,
maka dapat ditentukan probabilitas atau kemungkinan terjadinya bencana dan dampak
yang merupakan kerugian atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan.
Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral
5
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI
Gambar Matrik tingkat bahaya geologi di daerah pemetaan.
Kejadian longsor tanah/batuan merupakan kombinasi antara fenomena alam dan
aktivitas manusia. Longsoran juga terjadi akibat getaran yang disebabkan oleh gempa
bumi ataupun kendaraan besar dan berat yang lewat. Faktor ini dianggap sebagai
pemicu terjadi longsor.
Banjir dan angin kencang berkaitan dengan musim. Banjir berpeluang terjadi pada
awal-awal tahun, mulai dari Januari hingga Maret. Sedangkan angin kencang
berpeluang terjadi pada bulan Juni – Agustus, berarah relatif tenggara.
Hasil pengumpulan data sekunder tentang laporan gempabumi yang dirasakan di
Kabupaten Jayapura, periode tahun 2003 – 2007, diperoleh dari Badan Meteorologi
dan Geofisika (BMG), Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura
(2008), menunjukkan bahwa pusat gempa (episentrum) berada di antara koordinat 5o
18’ – 0o 24’12 ‘’ LS dan 133o 30’ 36’’ – 141o 48’ 36’’ BT. Lokasi ini berada di daratan
atau sebelah selatan daerah survei dan pemetaan.
Kedalaman gempa berkisar antara 2 – 186 km, namun sebagian besar gempa terjadi
pada kedalaman antara 10 – 30 km, termasuk gempa dangkal.
Kekuatan gempa berkisar antara 2,5 - 6,0 Skala Ritcher (SR), dan kekuatan yang
sering terjadi berada pada skala 3,2 – 3,6 SR, tergolong gempa bumi ringan (kecil).
Intesitas gempa menurut Modified Mercalli Intensity (MMI), gempabumi yang dirasakan
termasuk pada skala II – III, yaitu goncangan hanya dirasakan oleh sedikit orang dan
getaran sering terjadi tetapi tidak dirasakan sebagai gempa bumi.
Tingkat resiko gempa bumi terhadap percepatan gempa, tergolong Resiko Sedang
Tiga atau memiliki percepatan getaran tanah maksimum sebesar 100 – 125 gal (BMG,
2008).
Penilaian Risiko
Salah satu prinsip dasar pada penyusunan peta rawan bencana adalah menentukan
resiko berdasarkan bahaya (hazard) yang telah di identifikasi. Bahaya berpeluang
menimbulkan kerugian atau kerusakan dan kehilangan jiwa manusia. Dengan kata lain,
bahaya berpotensi menjadi bencana. Besar kecilnya bahaya dapat ditentukan dengan
Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral
6
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI
mengukur resiko yang dihadapi oleh suatu masyarakat yang menempati daerah
tertentu dan pada waktu tertentu pula. Resiko dapat dinilai, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Penilaian resiko ditentukan berdasarkan :
a. Jenis ancaman yang diukur menurut tingkat bahaya
b. Kondisi atau keadaan yang diukur menurut tingkat kerentanan
c. Kekuatan dan potensi yang diukur menurut tingkat kemampuan.
Berdasarkan kriteria di atas, maka risiko bencana di setiap distrik dapat diketahui
dengan mengukur komponen bahaya, kerentanan dan kemampuan. Total nilai risiko
ditetapkan sebagai tingkat risiko, baik untuk tiap kampung maupun distrik.
Faktor Risiko
Tabel Tingkat Risiko dan arah tiap distrik.
Nilai
Tingkat Risiko
Arahan
Risiko
Longsor (D. Waibu)
Banjir (D. Sentani Barat)
20 – 25
Kelas A :
Sangat tinggi
Gempabumi (D. Waibu)
15 – 20
Banjir (D. Waibu),
Longsor dan Gempabumi
(D. Sentani Barat)
10 – 15
Kelas B :
Tinggi-Sangat
tinggi
Kelas C :
Sedang - Tinggi
5 – 10
Kelas D :
Sedang - Rendah
1–5
Kelas E :
Rendah – Sangat
rendah
Mitigasi menyeluruh dan
kontingensi planning
mendesak disusun
Mitigasi menyeluruh dan
kontingensi planning harus
segera disusun
Kondisi risiko yang cukup
tinggi dipertimbangkan untuk
perencanaan dan mitigasi
lebih lanjut.
Kondisi risiko rendah dengan
tambahan mitigasi dan
kontigensi planning sebagai
saran.
ondisi risiko yang sangat
rendah namun rencana
kontigensi planning tetap ada.
Bahaya yang telah teridentifikasi dan terukur peluang kejadiaanya menjadi dasar yang
vital bagi perencana untuk dapat merencanakan tindakan penanggulangnnya
(mitigasi). Bahaya geologi secara teori tidak dapat dibatasi. Faktor yang masih
mungkin dikelola adalah aspek kerentanan atau kemampuan yang berasal dari kondosi
fisik, sosial, ekonomi, kebijakan, dan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil
penilaian risiko maka faktor kerentanan dan kemampuan yang perlu mendapat
perhatian antara lain :
a. Fisik seperti prasarana dasar, konstruksi dan bangunan
b. Ekonomi, seperti kemiskinan, penghasilan dan giro.
c. Social, seperti pendidikan, kesehatan, hukum, politik dan kelembagaan.
d. Lingkungan, seperti tanah, air, tanaman, dan hutan.
Faktor kemampuan mencakup
a. Kebijakan : peraturan dan pedoman atau petunjuk pelaksanaan.
b. Kesiapsiagaan : pelatihan, gladi, posko, rencana kontijensi.
c. Partisipasi masyarakat : pendidikan, penyuluhan, kewaspadaan, kepedulian dan
pemberdayaan.
Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral
7
RINGKASAN EKSEKUTIF
SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI
IX.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei dan pemetaan kebencanaan geologi di Distrik Waibu dan
Sentani Barat, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut :
1) Hasil survei menunjukkan jenis bahaya geologi mungkin terjadi, yaitu banjir dan
longsor. Kedua jenis bahaya ini dapat terjadi akibat faktor morfologi. Banjir lebih
dominan terjadi pada morfologi yang datar dan menjadi tempat bertemunya
beberapa anak sungai dengan sungai utamanya, sedangkan longsor lebih banyak
terjadi pada morfologi dengan lereng yang terjal (> 40%) dan batuan penyusunnya
tidak padu (kompak).
2) Berdasarkan kondisi geologi regional, maka potensi bahaya yang juga
mengancam adalah gempabumi dan angin kencang. Gempabumi berpeluang
terjadi di wilayah selatan, terutama pada perbukitan struktural. Sedangkan, angin
kencang berpeluang terjadi pada pesisir danau. Musim angin kencang umumnya
terjadi saat perubahan musim, baik dari musim kemarau ke hujan atau sebaliknya.
3) Penilaian risiko terhadap potensi bencana diketahui bahwa banjir dan longsor
memiliki tingkat risiko yang tinggi. Daerah rawan terhadap banjir terdapat hampir di
semua kampung di Distrik Sentani Barat, sedangkan longsor banyak terjadi di
distrik Waibu, terutama kampung Sosiri dan Yakonde.
2. Saran
Disarankan untuk menangani bencana yang telah diidentifikasi penanggulangan
bencana dengan pendekatan struktur (Teknis) dan non struktur (non Teknik).
Penanggulangan secara non teknis memberi nilai positif terhadap pemberdayaan dan
kesiapsiagaan masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :
1) Menyiapkan informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk setiap jenis
bencana;
2) Melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat dalam menghadapi bencana;
3) Memberi penyuluihan tentang apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta
mengetahui cara penyelamatan diri jika timbul bencana;
4) Mengatur dan menata kawasan rawan bencana yang sudah terpetakan untuk
mengurangi ancaman bencana.
Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral
8
Download