PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI Jalan Raya Sentani – Abepura Telp/Fax (0967) 593 392 LAPORAN SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI DI DISTRIK DEPAPRE DAN DISTRIK RAVENIRARA KABUPATEN JAYAPURA KEGIATAN: BIDANG BINA PENGEMBANGAN GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DPA SATKER DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KAB. JAYAPURA TAHUN ANGGARAN 2009 NOMOR: 2.03.2.03.0116.04.5.2. Sentani, Desember 2009 KATA PENGANTAR Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara secara topografis memiliki keragaman bentang alam, yaitu mulai dari pantai, dataran rendah maupun tinggi, sampai perbukitan dan pegunungan dengan tingkat kemiringan lereng yang sangat bervariasi, yaitu landai hingga terjal. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya bencana yang disebabkan oleh faktor alam dan dapat menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan. Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tingkat kabupaten. Salah satu pengejawatahan tanggung jawab ini maka dilakukan upaya pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana melalui kegiatan Penyebaran Peta Daerah Rawan Bencana Alam di Kabupaten Jayapura yang dijabarkan dalam bentuk Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara Kabupaten Jayapura, tahun anggaran 2009. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam kegiatan ini. Dengan harapan, kerja sama yang telah berlangsung dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan untuk kegiatan yang lain. Semoga kegiatan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat maupun instansi pemerintah terkait, dan dapat memberikan informasi yang akurat bagi perencanaan, pengembangan dan pembangunan di Kabupaten Jayapura secara keseluruhan. Sentani, 10 Desember 2009 KEPALA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN JAYAPURA NEHEMIA KARMA, SH PEMBINA NIP. 19550924 198912 1 001 i Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepuluh tahun terakhir ini, Indonesia terus menerus dilanda berbagai bencana, baik bencana oleh sebab alamiah maupun bencana akibat ulah manusia. Bencana yang datang bagai sebuah estafet, dari pulau satu ke pulau yang lain, serta dari satu jenis bencana ke bencana yang lain. Sudah ratusan ribu nyawa manusia melayang, dan sudah milyaran rupiah nilai harta benda yang rusak dan hilang, serta juta tenaga manusia dikerahkan untuk menangani masalah bencana di negeri ini. Sesungguhnya bencana tidak diinginkan oleh setiap orang atau masyarakat sebuah negeri. Namun faktor alamiah yang dimiliki oleh wilayah atau daerah tempat manusia bertempat tinggal itulah yang terus menerus melakukan proses untuk mencapai keseimbangan alamiahnya, baik secara internal maupun eksternal. Manusia sebagai penghuni yang menempati bagian permukaan dan terkadang dapat mengeksplorasi hingga sampai ke bagian bumi yang paling dalam, tidak dapat menyesuaikan dengan proses-proses keseimbangan alam tadi, sehingga berbagai bencana yang ditakutkan dapat terjadi secara sambung menyambung. Sebenarnya proses keseimbangan alamiah bumi telah cukup banyak dipahami dan diketahui oleh manusia, baik secara tradisional maupun modern. Bukti-bukti kearifan lokal masyarakat mengenai memelihara alam sudah dikenal, serta hasil-hasil penelitian modern tentang proses keseimbangan alam juga sudah banyak dipublikasikan. Saat ini yang diperlukan adalah bagaimana mengimplementasi budaya (kearifan lokal) dan hasil penelitian tersebut untuk mengenali lebih dalam proses keseimbangan yang dimiliki oleh setiap wilayah atau daerah sehingga dampak dari bencana yang dihadapi dapat dikurangi dan manusia yang bertempat tinggal di wilayah tersebut dapat hidup selaras dengan alamnya. Kabupaten Jayapura yang berada di bagian utara pulau Papua, secara topografis memiliki keragaman bentang alam, yaitu mulai dari pantai, dataran rendah maupun tinggi, sampai perbukitan dan pegunungan dengan tingkat kemiringan lereng yang sangat bervariasi (landai hingga terjal). Berdasarkan kondisi geologi, wilayah 1 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Kabupaten Jayapura tersusun oleh formasi batuan yang berumur sangat tua (praTersier) hingga muda (Kuarter) dengan kondisi sudah lapuk menengah hingga lapuk lanjut dan memiliki kondisi geodinamika yang kompleks. Kondisi seperti ini merupakan kendala yang cukup berarti dalam pengembangan wilayah dan berpeluang menjadi bencana yang dapat mengancam keberadaan manusia dan segala infrastruktur yang ada. Keadaan iklim, terutama curah hujan yang terjadi di wilayah ini menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Di samping itu, pertumbuhan kota Sentani sebagai ibukota Kabupaten Jayapura juga semakin berkembang yang diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk dan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan. Perkembangan wilayah perkotaan saat ini berada pada poros Sentani – Depapre. Hal ini berpengaruh pada pertumbuhan wilayah-wilayah distrik dan/atau kampung yang berada pada jalan poros tersebut. Di samping memerlukan prasarana dan sarana fisik untuk menunjang pertumbuhan wilayah, diperlukan juga data dan informasi tentang faktor yang dapat menghambat peluang pertumbuhan wilayah tersebut. Salah satu, komponen non fisik yang perlu dipersiapkan adalah ketersediaan data dan informasi tentang wilayah-wilayah yang rawan bencana. Pemerintah kabupaten Jayapura, melalui Dinas Pertambangan telah membentuk tim yang bertugas memetakan daerah rawan bencana alam geologi di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara tahun anggaran 2009. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya mitigasi bencana yang diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai tentang ancaman bahaya dan potensi bencana, sehingga risiko dan dampak dari bencana yang dapat terjadi di tengah-tengah masyarakat dapat dikurangi. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dilaksanakan pekerjaan ini adalah melakukan survei dan pemetaan daerah rawan bencana alam (geologi) di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara Kabupaten Jayapura. Tujuan yang ingin dicapai dari pekerjaan ini adalah : 1. Untuk mengumpulkan data dan mengetahui potensi bencana yang telah dan/atau memiliki peluang terjadi bencana di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara, sebagai bagian dari upaya melindungi masyarakat dari ancaman bahaya alam (geologi). 2 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 2. Untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat dan instansi terkait di bidang geologi, terutama geologi tata lingkungan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. 1.3. Sasaran Sasaran dari pekerjaan ini adalah : 1. Teridentifikasi bahaya dan bencana geologi yang mengancam maupun telah terjadi serta yang berpeluang terjadi di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara. 2. Tersedianya peta daerah rawan bencana pada tingkat distrik yang dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam bertindak menangani bencana alam. 3. Tergambarkan kondisi geologi, morfologi, penggunaan lahan, keadaan iklim, kegempaan, hidrolog i, demografi dan sarana infrast ruktur yang tela h terbangun dalam peta skala 1 : 50. 000. 4. Tersusun rencana tindak (upaya) penanganan bencana pada tingkat distrik dan peningkatan peran serta masyarakat di kedua distrik. 1.4. Dasar Hukum Peraturan perundang-undangan yang melandasi pekerjaan ini antara lain : 1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. 2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 te ntang Pe nataan Ruang . 5. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan P ulau-pulau Kecil. 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan da n Pengelolaan Lingkungan Hidup. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2000 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Jayapura ke Kota Sentani. 3 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 8. Peraturan Peme rintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana Penanggulangan Bencana. 10. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. 11. Peraturan Mente ri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum M it igasi Bencana. 12. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1452/K/10/MEM/2000 tentang Pedoman teknis penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang ineventarisasi sumberdaya mineral dan energi, penyusunan peta geologi, dan pemetaan zona kerentanan gerakan tanah. 13. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 360/915/PUM tanggal 19 Juni 2007 tentang Panduan Pembuatan Peta Rawan Bencana. 14. Surat Keputusan Sekretaris Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. 15. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kewenangan Pemerintah D aerah Kabupaten Jayapura (Lembar Dae rah Kabupaten Jayapura Tahun 2001 Nomor 12). 16. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kewenangan dan Tata Kerja D inas – Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2001 Nomor 15). 17. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 17 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Jayapura 18. Keputusan Bupati Jayapura Nomor 347 Tahun 2002 tentang Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) Kabupaten Jayapura. 19. Keputusan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Jayapura Nomor 546/16/SK/2009 tentang pembentukan tim survei, tim ahli, tim konsultasi publik 4 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 (seminar) dan tim penyusun buku pemetaan daerah rawan bencana alam geologi di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara Kabupaten Jayapura. 1.5. Ruang Lingkup 1.5.1. Pengertian Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No 24 tahun 2007). Bahaya adalah situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan (DMTP/UNDP, 1992) Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu, yang bergantung pada kondisinya, jenis material bangunan dan infrastruktur, serta kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana Kemampuan adalah sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang, masyarakat, atau negara yang memungkinkan mereka untuk menanggulangi, bertahan dari, mempe rsiapkan diri, me ncegah, dan memit igasi atau dengan cepat memulihkan diri dari bencana Risiko Bencana adalah kemungkinan timbulnya kerugian (kematian, luka-luka, kerusakan harta dan gangguan kegiatan perekonomian) karena suatu bahaya terhadap suatu wilayah dan pada suatu kurun waktu tertentu Manajemen Bencana adalah sekumpulan kebijakan dan keputusan-keputusan adminitrasi serta aktivitas-aktivitas operasional yang berhubungan dengan berbagai tahapan dari semua tingkatan bencana, seperti kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan, serta pencegahan dan mitigasi (DMTP/UNDP, 1992) 5 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan meng urangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UU No 24 tahun 2007). Peta daerah rawan bencana adalah gambaran yang menunjukkan kawasan yang sering terjadi bencana alam atau berpotensi terjadinya bencana, sehingga merupakan peristiwa yang rutin terjadi dan berpotensi terjadi bencana (SE Mendagri No 360 Tahun 2007). Pemetaan daerah rawan bencana adalah suatu kegiatan identifikasi/menemukenali daerah-daerah yang sering terjadi bencana dan selalu berulang maupun yang berpotensi terjadi bencana yang disebabkan oleh alam, non alam ataupun gabungan dari keduanya (SE Mendagri No 360 Tahun 2007). 1.5.2. Lingkup Pekerjaan Metode kerja terdiri dari : 1. Pemetaan secara tidak langsung, yaitu pembuatan peta dengan cara menghimpun dan menginventarisir data yang berasal dari peta tematik yang telah tersusun, penyelidikan terdahulu serta penafsiran peta topografi, dan foto udara atau citra satelit. 2. Pemetaan secara langsung yang dilakukan bersamaan dengan survei lapangan, yaitu pemetaan geologi permukaan berupa peninjauan, pengamatan, pencataan pengukuran atau pengujian dan pendokumentasian. 3. Analisis studio yang dilakukan terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan dalam pemetaan secara tidak langsung maupun langsung. Pemetaan daerah rawan bencana maupun yang berpotensi bencana disusun berdasarkan jenis-jenis bencana yang merupakan hasil identifikasi di tingkat kampung dan distrik. Tiap jenis bencana ditunjukkan oleh warna yang berbeda. Pendokumentasian hasil identifikasi dibuat dalam bentuk peta dan narasi. Hasil pemetaan dicetak dalam bentuk buku yang berisi data dan informasi kejadian 6 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 bencana, serta menyajikan petunjuk pelaksanaan upaya mitigasi bencana yang diperlukan oleh pemerintah Kabupaten Jayapura. 1.6. Lokasi Lokasi penyelidikan berada di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara, meliputi sebaran seluas 871,7 km2 (87.170 ha) atau mencakup 4,98% luas Kabupaten Jayapura. Kesampaian lokasi penyelidikan dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu 1) Jalan darat menggunakan kendaraan roda 2 atau 4 untuk menuju Distrik Depapre, dan 2) Jalan laut menggunakan speedboat untuk menuju Distrik Ravenirara. Gambar 1.1. Lokasi daerah penyelidikan. 7 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 1.7. Sistematika Laporan Laporan akhir ini berisi uraian tentang keadaan umum dan keadaan geologi, tinjauan aspek kebencanaan, data dan informasi kebencanaan geologi, hingga petunjuk pelaksanaan upaya mitigasi bencana yang dapat dilaksanakan di Kabupaten Jayapura. Sistematika laporan adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang masalah dari pekerjaan ini; maksud dan tujuan yang ingin dicapai; sasaran pekerjaan; dasar hukum yang menjadi acuan pelaksanaan pekerjaan ini; ruang lingkup, mencakup pengertian dan lingkup pekerjaan; lokasi penyelidikan serta sistematika laporan akhir. Bab II Tinjauan Kebencanaan Berisi teori tentang pengertian bahaya dan bencana geologi, menejemen bencana dan menejemen risiko. Bab III Keadaan Umum Berisi tentang keadaan pemerintahaan, fisik dan pengunaan lahan, kependudukan, perekonomian, sarana dan prasarana di Kabupaten Jayapura; adminitratif, keadaan fisik, dan sosial budaya Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara Bab IV Keadaan Geologi Berisi tentang informasi geologi regional, meliputi geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi; dan pengetahuan kebencanaan geologi (Geo Hazard). Bab V Hasil Kegiatan Berisi tentang penyelidikan terdahulu yang diperoleh dari referensi geologi dan laporan banjir; hasil kegiatan survei lapangan yang membahas jenis bencana menurut kampung atau distrik; analisis risiko; dan penanganan bencana. Bab VI Penutup Berisi kesimpulan dari hasil identifikasi; saran dan rekomendasi yang perlu diperhatikan dari pekerjaan ini. 8 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 BAB II TINJAUAN KEBENCANAAN Hampir setiap tahun di berbagai daerah di Indonesia terancam oleh bencana, terutama oleh bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor dan lain-lain. Sebenarnya fenomena alam ini terlah terjadi sejak dahulu, namun sekarang dampak yang dirasakan oleh manusia menjadi sangat berarti (signifikan) akibat ketahanan atau kesiapsiagaan manusia semakin berkurang. Dalam sejarah manusia dengan akal budinya selalu dapat belajar dari pengalaman menghadapi bencana dan mencari alternatif cara-cara untuk menghadapinya. Secara alamiah, kekuatan alam tidak dapat dilawan oleh manusia. Kekuatan alam akan ditunjukkan oleh hasil yang telah menimpa manusia maupun perubahan yang terjadi pada permukaan bumi. Termasuk di dalamnya, kekuatan alam berupa bencana. Hal yang dapat dilakukan manusia adalah bersikap mencerdasi fenomena alam tersebut sehingga tidak membahayakan atau menimbulkan lebih banyak korban. Bencana menjadi kenyataan hidup manusia untuk membuka kesempatan manusia mengelola hidup dan lingkungannya. Sehingga bencana yang saat ini terjadi dapat menjadi bagian dari proses pencerdasan masyarakat untuk tidak menerima bencana sebagai takdir semata, tetapi berupaya untuk terus menerus meningkatkan kualitas hidup yang lebih sejahtera meskipun berada di bawah bayang-bayang bahaya dan bencana alam. 2.1. Bahaya dan Bencana Geologi Bencana geologi berkembang dari bahaya geologi (geo-hazard) yang menimbulkan korban jiwa maupun harta benda. Geo-hazard merupakan potensi yang secara inheren terkandung di dalam fenomena geologi. Fenomena geologi merupakan proses alam yang sesungguhnya tidak memberikan ancaman yang serius terhadap manusia dan harta benda. Keberadaan manusia atau penduduk dengan perilaku dan harta benda yang dimilikinya merupakan faktor sebab akibat munculnya bahaya atau bencana geologi. Faktor bahaya geologi yang dapat menjadi bencana, antara lain: a. Geologi, meliputi gempa bumi, tsunami, gerakan tanah. 9 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 b. Hidro-Meteorologi, meliputi banjir, angin topan, banjir bandang dan kekeringan. c. Teknologi, meliputi kecelakan transportasi dan industri. d. Lingkungan, seperti pencemaran akibat limbah, kebakaran hutan dan pengurunan e. Biologi, seperti epidemi penyakit, hama. f. Sosial, seperti konflik atau peperangan dan terorisme Bahaya yang berpengaruh terhadap bencana sebagai tolak ukur penting untuk mengetahui kerentanan masyarakat. Kerentanan dipandang sebagai gerak maju dari 3 tahap, yaitu penyebab yang mendasari, tekanan-tekanan yang dinamis, dan kondisikondisi yang tidak aman (Gambar 2.1.) Berkaitan antara bahaya dan kerentanan, bencana dapat didefinisikan sebagai akibat bertemunya bahaya yang menimpa dan kerentanan yang berada disekitar kehidupan masyarakat. Secara matematis diformulasikan sebagai: Bencana = Bahaya + Kerentanan Gambar 2. 1. Rangkaian ke rentanan yang berpadu dengan bahaya yang menim bulkan be ncana. Hubungan antara bencana dan pembangunan mulai mendapat perhatian khusus, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini dilatarbelakangi oleh akibat dari 10 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 bencana yang telah merusak dan menghancurkan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang telah dibangun bertahun-tahun. Bencana menyebabkan pemborosan sumber-sumber daya pembangunan yang berharga. Saat ini konsep hubungan pembangunan dan bencana mempertimbangkan bencana sebagai bagian dari keadaan normal, artinya bencana beserta segenap potensinya harus dikelola. Konsep ini melibatkan hubungan yang lengkap antara bencana dan dana pembangunan. Secara ringkas hubungan pembangunan dan bencana digambarkan sebagai berikut (Gambar 2.2). Sebagai contoh kasus negatif positif (-+) adalah penataan ruang daerah pesisir dan pantai yang tidak mempertimbangkan potensi atau ancaman tsunami, maka akan menyebabkan banyak korban dan kerusakan infrastruktur. Untuk itu, bahaya yang telah diidentifikasi menjadi acuan penting dalam arahan pembangunan agar diperoleh hasil peningkatan aspek + pembangunan dan pengurangan aspek – bencananya. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007). Gambar 2.2. Hubungan pembangunan dan bencana. 11 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri (ISDR, 2004). Jenis bencana menurut UU No 24 tahun 2007 adalah sebagai berikut: a. Bencana alam; bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. b. Bencana non alam; bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. c. Bencana sosial; bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Kondisi geologi di Papua memang mengandung potensi bahaya geologi yang sewaktuwaktu dapat berkembang menjadi bencana (disaster). Oleh sebab itu segala aspek bahaya atau bencana alam yang bersumber dari atau terjadi di bumi relevan diterangkan oleh geologi, meliputi segi komposisi dan struktur batuan penyusun, tempat terjadinya bencana, proses yang menimbulkan bencana dan sejarah kejadiannya di masa lalu. Bahaya atau bencana alam geologi yang umum dijumpai di Papua adalah gempa bumi, tsunami, serta gerakan tanah atau tanah longsor. A. Gempa Bumi Gempabumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi. Gempabumi dapat didefinisikan sebagai rambatan gelombang pada masa batuan/tanah yang berasal dari hasil pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam bumi. Sumber energi yang dilepaskan dapat berasal dari hasil tumbukan lempeng, letusan gunungapi, atau longsoran masa batuan / tanah. Hampir seluruh kejadian 12 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 gempa berkaitan dengan suatu patahan, yaitu satu tahapan deformasi batuan atau aktivitas tektonik dan dikenal sebagai gempa tektonik (Gambar 2.3). Sebaran pusat-pusat gempa (epicenter) di dunia tersebar di sepanjang batas-batas lempeng (divergent, convergent, maupun transform), oleh karena itu terjadinya gempabumi sangat berkaitan dengan teori Tektonik Lempeng. Penyebaran pusat-pusat gempabumi sangat erat kaitannya dengan batas-batas lempeng. Pola penyebaran pusat gempa di dunia yang berimpit dengan batas-batas lempeng. Disamping gempa tektonik, dikenal juga gempa minor yang disebabkan oleh longsoran tanah, letusan gunungapi, dan aktivitas manusia. Gempa minor umumnya hanya dirasakan secara lokal dan getarannya sendiri tidak menyebabkan kerusakan yang signifikan atau kerugian harta benda maupun jiwa manusia. Gambar 2.3. Proses terjadinya gempa bumi. Pusat gempa dapat diketahui dengan cara menghitung selisih waktu tiba dari gelombang P dan gelombang S, sedangkan untuk mengetahui lokasi dari epicenter gempa melalui perpotongan 3 lokasi alat seismograf yang mencatat getaran seismik tersebut. Untuk menetukan magnitute gempa didasarkan atas besarnya amplitudo gelombang seismik yang tercatat pada alat seismograf. Skala Richter adalah satuan yang dipakai untuk mengukur besarnya magnitute gempa. Satuan besaran gempa 13 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 berdasarkan satuan skala Richter adalah 1 hingga 10. Satuan intensitas dan magnitute gempabumi dapat juga diukur berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh getaran gelombang seismik dan satuan ini dikenal dengan satuan Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI), nilai satuan ini berkisar dari 1 s/d 12 (lihat Tabel 2.1). Tabel 2.1 Skala Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI) Skala MMI DAMPAK KERUSAKAN I Tidak dirasakan oleh kebanyakan orang, hanya beberapa orang dapat merasakan dalam situasi tertentu. Dapat dirasakan oleh beberapa orang yang sedang diam/istirahat. Dapat memindahkan dan menjatuhkan benda-benda. Dirasakan oleh sedikit orang, terutama yang berada di dalam rumah, seperti getaran yang berasal dari kendaraan berat yang melintas di dekat rumah. Dirasakan oleh banyak orang, beberapa orang terbangun disaat tidur, Piring dan jendela bergetar. Dapat mendengar suara-suara yang berasal dari pecahan barang pecah belah.. Dirasakan oleh setiap orang yang saling berdekatan. Banyak orang terbangun disaat tidur. Terjadi retakan pada dinding tembok. Barang-barang terbalik dan pohon-pohon megalami kerusakan. Dirasakan oleh satiap orang, terjadi runtuhan tembok dan terjadi kerusakan pada menara / tugu. Setiap orang berlarian keluar rumah, Bangunan berstruktur buruk mengalami kerusakan. Dapat dirasakan oleh orang-orang yang berada di dalam kendaraan. Runtuhnya bangunan yang berstruktur buruk, Tiang dan menara, dinding runtuh . Tersemburnya pasir dan Lumpur dari dalam tanah. Kerusakan pada bangunan berstruktur tertentu, sebagian runtuh Gedung-gedung tergeser dari fondasinya,. Tanah mengalami retakan dan pipa –pipa mengalami pecah. Hampir semua bangunan berstruktur beton dan kayu rusak. Tanah retak retak, jalan kereta api bengkok, pipa-pipa pecah. Beberapa struktur bangunan beton tersisa. Terjadi retakan yang panjang di permukaan tanah. Pipa terpotong dan terjadi longsoran tanah dan rel kereta api terputus. Kerusakan total. Gelombang permukaan tanah dapat teramati dan benda-benda terlempar ke uadara. II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Dampak bencana gempabumi. Rambatan gelombang seismik berasal dari energi yang dilepaskan dari hasil pergerakan lempeng dapat menimbulkan bencana. Bencana yang disebabkan oleh gempabumi dapat berupa rekahan tanah (ground rupture), getaran tanah (ground shaking), gerakan tanah (mass-movement), kebakaran (fire), perubahan aliran air (drainage changes), gelombang pasang atau tsunami dan sebagainya. Gelombang gempa yang merambat pada masa batuan, tanah, ataupun air dapat menyebabkan bangunan gedung dan jaringan jalan, air minum, telepon, listrik, dan gas menjadi rusak. Tingkat kerusakan sangat ditentukan oleh besarnya magnitute dan intensitas serta waktu dan lokasi episenter gempa. B. Tsunami Tsunami adalah suatu pergeseran naik atau turun yang terjadi secara tiba-tiba pada dasar samudra pada saat terjadi gempabumi bawah laut, kondisi ini akan menimbulkan 14 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 gelombang laut pasang yang sangat besar yang lazim disebut tidal waves. Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang yang telah digunakan secara luas, baik untuk gelombang pasang (tidal waves) maupun gelombang yang disebabkan oleh gempabumi atau yang lebih dikenal dengan istilah seismic sea waves. Mekanisme terjadinya tsunami (Gambar 2.4): 1) Diawali dengan terjadinya gempa yang disertai oleh pengangkatan sebagai akibat kompresi. 2) Gelombang bergerak keluar ke segala arah dari daerah yang terangkat 3) Panjang gelombang berkurang tetapi tingginya meningkat saat mencapai bagian yang dangkal, kemudian melaju ke arah darat dengan kecepatan +/-100 km/jam setelah sebelumnya surut dulu untuk beberapa saat (Gambar 2.5). Gambar 2.4 Mekanisme terjadinya tsunami Gambar 2.5 Pergerakan kecepatan gelombang tsunami ke arah pantai / daratan C. Tanah Longsor Longsoran Tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah akibat gaya berat (gravitasi). Longsoran tanah telah lama menjadi perhatian ahli 15 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 geologi karena dampaknya banyak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda. Tidak jarang pemukiman yang dibangun di sekitar perbukitan kurang memperhatikan masalah kestabilan lereng, struktur batuan, dan proses geologi yang terjadi di kawasan tersebut sehingga secara tidak sadar potensi bahaya longsoran tanah setiap saat mengancam jiwanya. Faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya ikat (kohesi) tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat dan menjadi pemicu longsoran tanah dapat terdiri dari berbagai faktor yang kompleks seperti kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan serta pola pengolahan lahan, pengikisan oleh air yang mengalir (air permukaan), ulah manusia seperti penggalian dan lain sebagainya. Berdasarkan tipenya, longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu (lihat Gambar 2.6): (1). Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow flowage ) terdiri dari: a. Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng dengan pergerakan yang sangat lambat. b. Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng c. Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material talus/scree. d. Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blok-blok batuan. e. Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari limbah batuan. f. Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air. (2). Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari : 16 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 a. Aliran lumpur (Mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau yang jenuh air pada teras yang berlereng landai. b. Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari material debris batuan yang jenuh air. c. Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal. (3) Gerakan tanah tipe luncuran (landslides) terdiridari : a. Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional. b. Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran yang sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya. c. Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall): adalah luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi. d. Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar. e. Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): adalah luncuran jatuh bebas dari blok batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal. f. Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan dan isostasi/gravitasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor yang bersifat pasif dan faktor yang bersifat aktif. (1) Faktor yang bersifat pasif pada longsoran tanah adalah: a. Litologi: material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur karena basah akibat masuknya air ke dalam tanah. b. Susunan Batuan (stratigrafi): perlapisan batuan dan perselingan batuan antara batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan batuan impermeabel. c. Struktur geologi: jarak antara rekahan/joint pada batuan, patahan, zona hancuran, bidang foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar. 17 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 d. Topografi: lereng yang terjal atau vertikal. e. Iklim: perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan yang intensif. f. Material organik: lebat atau jarangnya vegetasi. B A C D E F Gambar 2.6. Macam-macam tipe gerakan tanah; A= rayapan (creep), B= aliran tanah (earthflow), C= nendatan (slump), D= luncuran (debrisslide), E= jatuhan (debrisfall) dan F= luncuran massa batuan (rockslide) (2) Faktor yang bersifat aktif pada longsoran tanah adalah: a. Gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan. b. Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air. c. Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah menjadi jenuh air. d. Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaran berat. 2.2. Menejemen Bencana Menejemen bencana adalah sekumpulan kebijakan dan keputusan administratif dan aktivitas operasional yang berhubungan dengan berbagai tahapan dari semua tingkatanbencana. 18 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Tahapan bencana dapat dibedakan menurut kecepatan datangnya bencana, yaitu; a) bencana datang secara cepat, dan b) bencana datang secara lambat. Jenis bencana yang datang secara cepat meliputi bencana geologi, seperti letusan gunung api, gempa bumi, tsunami dan tanah longsor. Sedangkan bencana yang datang secara lambat, antara lain; kekeringan, kelaparan dan wabah penyakit. Siklus menejemen bencana menyesuaikan dengan sifat serangan atau kecepatan datangnya bencana. Pada serangan yang cepat terdapat 5 tahapan menejemen, dengan satu tahap kejadian bencana. Kelima tahapan itu adalah tahap bantuan, tahap rehabilitasi, tahap rekonstruksi, tahap mitigasi dan tahap kesiapan. Dalam serangan yang cepat sangat sulit untuk melakukan peringatan dini dan tindakan darurat. Pada serangan yang lambat terdapat 6 tahapan menejemen, yaitu; tahap darurat (di tengah keadaan bencana), tahap bantuan, tahap rehabilitasi, tahap mitigasi, tahap kesiapan dan tahap peringatan dini. B A Gambar 2.7. Siklus menejemen bencana menurut kecepatan datangnya bencana, A= serangan bencana yang lambat, serta B= serangan serangan bencana yang cepat (Sumber DMTP; http://www.undmtp.org/modules_i.htm). Siklus menejemen bencana merupakan urutan melingkar atau berputar bergerak mulai dari keadaan yang paling kritis, yaitu keadaan tertimpa bencana sampai pada keadaan aman dan kesiapan. Dalam siklus menejemen bencana, upaya mitigasi dilakukan pada keadaan jauh dari bencana, yaitu sebelum atau sesudah datang bencana. Prinsip mitigasi yang berkembang saat ini adalah semua tahapan menejemen harus melibatkan upaya mitigasi, sebab tindakan mitigasi merupakan upaya mengurangi dampak bencana yang bisa datang kapan saja dan dimana saja. 19 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Tahapan menejemen bencana yang dikembangkan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, seperti Gambar 2.8. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan aturan hukum yang mengatur aspek kebencanaan dalam Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Aspek penanggulangan mendapat perhatian serius dengan mempertimbangkan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum. Gambar 2.8. Tahapan menejemen bencana menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Republik Indonesia. Penanggulangan yang dimaksud berasaskan pada kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, di mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihankembangkan dalam penanggulangan bencana di Indonesia antara lain: a. cepat dan tepat; sesuai dengan tuntutan keadaan b. prioritas; diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. c. koordinasi dan keterpaduan; koordinasi dan kerja sama yang baik serta saling mendukung. d. berdaya guna dan berhasil guna; mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. 20 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 e. transparansi dan akuntabilitas; terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. f. kemitraan; g. pemberdayaan; h. nondiskriminatif; tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun. i. nonproletisi; dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi: a. Prabencana; Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi: Dalam situasi tidak terjadi bencana; dan Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi: Perencanaan penanggulangan bencana; Pengurangan risiko bencana; Pencegahan; Pemaduan dalam perencanaan pembangunan; Persyaratan analisis risiko bencana; Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; Pendidikan dan pelatihan; dan Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi: Kesiapsiagaan; Peringatan dini; dan Mitigasi bencana. b. Saat tanggap darurat; Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: 21 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya; Penentuan status keadaan darurat bencana; Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; Pemenuhan kebutuhan dasar; Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. c. Pascabencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi: Rehabilitasi; dan Rekonstruksi. Upaya penanggulangan bencana memiliki tujuan untuk: a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; d. menghargai budaya lokal; e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di dalam undang-undang dianamatkan bahwa indikator penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah, berdasarkan : a. Jumlah korban; b. Kerugian harta benda; c. Kerusakan prasarana dan sarana; d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan e. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Menejemen bencana yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang merupakan unsur pelaksana dan operasional upaya tindakan penanggulangan bencana antara lain: 22 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 a. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum; b. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana; c. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; dan d. Pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memadai. Wewenang pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: a. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah; b. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana; c. Pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain; d. Pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya; e. Perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya; dan f. Pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala provinsi, kabupaten/kota. 2.3. Menejemen Risiko Pengelolaan resiko bencana pada dasarnya adalah suatu upaya yang ditujukan untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi serta melakukan upaya-upaya pencegahan (mitigasi) di wilayah yang rentan terkena bencana. Pengelolaan resiko bencana merupakan istilah yang umum dipakai dalam penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi bencana, dan persiapan menghadapi bencana. Resiko Bencana (Disaster Risk) adalah tingkat kerusakan dan kerugian yang sudah diperhitungkan dari suatu kejadian atau peristiwa alam. Resiko Bencana ditentukan 23 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 atas dasar perkalian antara faktor bahaya dan faktor kerentanannya. Yang termasuk bahaya disini adalah probabilitas dan besaran yang dapat diantisipasi pada peristiwa alam; sedangkan kerentanan/kerawanan dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, sosial budaya dan geografis. Berikut ini adalah rumusan yang dipakai secara luas untuk menghitung resiko bencana yang merupakan perkalian 2 faktor, yaitu : Risiko (Risk) = Bahaya (Hazard) x Kerentanan (Vulnerability) Pengelolaan resiko bencana (Disaster risk management) secara teknis terdiri dari tindakan (program, proyek dan atau prosedur) serta pengadaan peralatan yang dipersiapkan untuk menghadapi dampak atau akibat dari suatu bencana sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu untuk mengurangi resiko bencana yang ditimbulkannya. Secara operasional, pengelolaan resiko bencana adalah kegiatan yang terdiri dari penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi dan waspada bencana. Penilaian Resiko atau Analisa Resiko adalah survei yang dilakukan terhadap bahaya yang baru terjadi yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang ekstrim seperti yang terjadi juga pada kerentanan lokal dari populasi yang didasari atas kehidupan untuk memastikan resiko tertentu di wilayah. Berdasarkan informasi ini resiko bencana dapat dikurangi. Bencana alam yang disebabkan oleh gempabumi, angin topan, banjir, tanah longsor dan kekeringan seringkali mengingatkan pada kita tentang bencana akan benar-benar terjadi. Resiko bencana sebagai hasil dari frekuensi dan kondisi yang rentan dapat berubah menjadi suatu bencana. Resiko bencana adalah hasil dari tingkat kejadian, intensitas bahaya dan sistem kehidupan yang sangat rentan. Peran dari sistem sosial dalam arti kepedulian masyarakat dan sistem pengelolaan memungkinkan merubah sifat kerentanan terhadap bahaya dan mengurangi tingkat kerawanan melalui intervensi yang sistematik. Kegiatan dalam rangka pengelolaan risiko bencana, antara lain : 1. Penilaian Resiko a. Melakukan pendataan bencana yang pernah terjadi dimasa lalu termasuk pendataan terhadap kejadian/peristiwa bencana yang besar yang pernah terjadi 24 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 b. Mengkaji secara terukur bencana yang disebabkan oleh hidro-meteorologi dan geologi, termasuk penyebab bencana c. Mendata jumlah penduduk (populasi penduduk) yang berada di areal yang beresiko tinggi terkena bencana atau areal yang paling bahaya. d. Melakukan persiapan dan memperbaharui (updating) peta-peta bencana dan area yang sangat berbahaya. 2. Pencegahan dan Mitigasi Bencana a. Menetapkan dan memperkuat pembangunan regional dan perencanaan tataguna lahan, perencanaan pengawasan bangunan yang sesuai dengan zonasi bahaya dan peraturan bangunan. b. Melaksanakan pelatihan bagi masyarakat dan perwaklian kelembagaan c. Membangun dan meningkatkan kemampuan pengelolaan resiko bencana di tingkat lokal dan nasional d. Pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (seperti misalnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai), meningkatkan infrastruktur (bendungan, saluran air, bangunan yang mampu menahan suatu bencana). 3. Kesiapan Menghadapi Bencana a. Partisipasi dan kesadaran terhadap pentingnya rencana tanggap darurat b. Mempersiapkan infrastruktur (akomodasi saat kondisi darurat, c. Melakukan latihan secara teratur dalam menghadapi situasi darurat d. Membangun dan atau meningkatkan kemampuan dalam kesiapan menghadapi bencana, baik di tingkat lokal maupun nasional dan pelayanan penyelamatan e. Koordinasi dan perencanaan operasional f. Sistem Peringatan Dini : 1) Menyiapkan dan meng-operasikan sistem komunikasi 2) Menempatkan peralatan teknis di tempat yang aman 3) Melakukan pelatihan tenaga penyelamat 4. Pengelolaan resiko bencana sebagai bagian dari rehabilitasi dan rekontruksi a. Melakukan penilaian resiko bencana 25 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 b. Melakukan penilaian infrastruktur, seperti kontruksi banguan tahan gempa, kontruksi bangunan tahan banjir, skema pembangunan, selter tempat pengungsian, dsb c. Membentuk kelembagaan, seperti peran serta masyarakat dan meningkatkan kerjasama diantara individu-individu d. Membentuk organisasi, untuk memperkuat kapabilitas lokal e. Mengembangkan dan memperkenalkan ukuran-ukuran pencegahan dimasa mendatang (seperti pengelolaan DAS, konservasi sumberdaya alam, skema pencegahan banjir) 5. Peran pengelolaan resiko bencana dalam sektor kerjasama pembangunan Kebutuhan pencegahan harus di-integrasikan kedalam sektor pembangunan, hal ini akan membantu pada peningkatan pengelolaan resiko bencana, terutama pada sektorsektor yang terkait, termasuk desentralisasi dan atau pembangunan masyarakat, pembangunan desa, pencegahan lingkungan dan konservasi sumberdaya alam, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Efektifitas pengelolaan resiko bencana adalah memantapkan dan atau penguatan sistem di tingkat daerah/lokal yang berupa kegiatan seperti yang ada dalam daftar diatas dari keseluruhan sistem nasional, memobilisasi semua yang mungkin dilakukan oleh para relavan dibidang sosial dan politik, baik ditingkat lokal dan perkotaan serta bertanggungjawab atas apa yang dilakukan. 26 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENYELIDIKAN 3.1. Kabupaten Jayapura Wilayah Kabupaten Jayapura berada di bagian utara pulau Papua, berada pada posisi geografis 139o 15’ – 140o 45’ BT dan 2o 15’ – 3o 45’ LS. Jarak terjauh barat ke timur adalah 336 km dan utara ke selatan adalah 140 km. Luas wilayah Kabupaten Jayapura berdasarkan jumlah luas distrik adalah 17.516,6 km2. Distrik terluas adalah Kaureh (beribukota di Lapua) yaitu 4.357,9 km2 atau 24,88% luas kabupaten. Distrik tersempit adalah Sentani Barat (beribukota Dosay) yaitu 129,2 km2 atau 0,74% luas kabupaten. Batas wilayah Kabupaten Jayapura adalah sebagai berikut: - Sebelah utara : Samudera Pasifik dan Kabupaten Sarmi - Sebelah Selatan : Kabupaten Pegunungan Bintang dan Tolikara - Sebelah Barat : Kabupaten Sarmi - Sebelah Timur : Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom Gambar 3.1. Peta administrasi Kabupaten Jayapura 27 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Tabel 3.1. Luas wilayah distrik di Kabupaten Jayapura. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Nama Distrik Kaureh Kemtuk Kemtuk Gresi Nimboran Nimbokrang Unurum Guay Demta Depapre Sentani Barat Sentani Sentani Timur Waibu Ebungfauw Namblong Yapsi Airu Yokari Ravenirara Gresi Selatan Ibukota Lapua Sama Braso Tabri Nembukrang Garusa Demta Waiya Dosay Hinekomber Nolokla Doyo Lama Ebungfa Karya Bumi Bumi Sahaja Hulu Atas Meukisi Necheibe Bangai Jumlah Luas Wilayah (km2) 4.357,9 258,3 182,4 710,2 774,8 3.131,3 497,5 404,3 129,2 225,9 484,3 258,3 387,4 193,7 1.291,3 3.099 519,5 467,4 143,9 17.516,6 Persentase 24,88 1,47 1,04 4,05 4,42 17,88 2,84 2,31 0,74 1,29 2,76 1,47 2,21 1,11 7,37 17,69 2,97 2,67 0,82 100 Sumber: Pemerintah Kabupaten Jayapura Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008) 3.1.1. Pemerintahan Struktur pemerintahan di Kabupaten Jayapura berdasarkan hasil pemekaran wilayah terdiri dari 19 distrik, 137 desa dan 5 kelurahan (Tabel 3.2). Dalam perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Jayapura, distrik-distrik di kelompokan berdasarkan potensi wilayahnya menjadi 4 wilayah pembangunan yaitu: WP I : Potensi wisata, perikanan darat, perdagangan, pemerintahan, pendidikan dan transportasi udara. WP II : Pengembangan pelabuhan peti kemas dan container, perikanan laut, transportasi laut dan sumber daya mineral. WP III: Pengembangan kawasan agropolitan yang meliputi pertanian, perkebunan dan peternakan skala rakyat. WP IV : Pengembangan kawasan perkebunan skala besar, sumber daya hutan, serta sumber daya air dan energi. 28 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Tabel 3.2. Pembagian distrik, kampung, kelurahan di Kabupaten Jayapura. NO Distrik Kampung Kelurahan 7 Sentani 7 Sentani Timur 7 Waibu 5 Ebungfauw 7 Demta 5 Yokari 8 Depapre 4 Raveni Rara 5 Sentani Barat 12 Kemtuk 11 Kemtuk Gresi 9 Namblong 9 Nimbokrang 13 Nimboran 4 Gresi Selatan 6 Unurum Guay 9 Yapsi 5 Kaureh 4 Airu Jumlah 137 Sumber: Pemerintah Kabupaten Jayapura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 5 Wil. Pembangunan I II III III 3.1.2. Keadaan Fisik dan Penggunaan Lahan A. Keadaan Iklim Keadaan iklim wilayah Kabupaten Jayapura tercatat di 2 stasiun meteorologi, yaitu Sentani dan Genyem. Keadaan iklim yang diperolehterdiri dari parameter suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan tekanan udara. Berdasarkan hasil pengukur suhu udara minimum dan maksimum diperoleh rata-rata pengukuran, seperti Tabel 3.4. Rata-rata suhu udara minimum tercatat antara (20,0 – 22,4)oC, sedangkan rata-rata suhu udara maksimum tercatat antara (26,3 – 28,9)oC. Rata-rata suhu udara minimum di stasiun Sentani tercatat pada bulan Agustus dan stasiun Genyem tercatat pada bulan November, sedangkan rata-rata suhu udara maksimum di stasiun Sentani tercatat pada bulan Desember dan stasiun Genyem tercatat pada bulan Juni. Intensitas hujan yang terjadi di wilayah Kabupaten Jayapura tahun 2006 berdasarkan curah hujan berkisar antara (38 – 681) mm/bulan dan hari hujan antara (8 – 28)hari/bulan. Menurut stasiun Sentani curah hujan terrendah terjadi pada bulan 29 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Juni dengan jumlah hari hujan 10 hari, namun hari hujan terendah terjadi pada bulan Oktober. Stasiun Genyem mencatat curah hujan terrendah terjadi pada bulan September dengan jumlah hari hujan 14 hari, namun hari hujan terendah terjadi pada bulan Juni. Curah hujan tertinggi yang tercatat di stasiun Sentani dan Genyem adalah pada bulan Februari dan hari hujan tertinggi di kedua stasiun terjadi pada bulan Januari. Curah hujan yang terjadi sepanjang tahun 2006 berkisar antara (2037 – 3386) mm/thn. Tabel 3.4. Rata-rata suhu udara minimum dan maksimum Kabupaten Jayapura tahun 2006. No Bulan Rata-rata Suhu Udara Minimum (oC) Sentani Genyem Rata-rata Suhu Udara Maksimum (oC) Sentani Genyem 1 Januari 21,7 22,4 27,1 2 Februari 22,1 22,3 26,9 3 Maret 21,2 22,1 27,1 4 April 21,8 22,4 27,3 5 Mei 21,2 22,0 27,3 6 Juni 21,8 22,0 27,9 7 Juli 21,6 22,0 26,9 8 Agustus 20,6 21,4 26,8 9 September 21,0 21,2 28,1 10 Oktober 21,8 22,0 27,1 11 November 21,7 20,0 27,6 12 Desember 21,6 28,9 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura. Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008) 26.5 26,3 26,5 26,7 27,0 27,4 26,5 26,3 26,6 27,1 26,6 27,2 Kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan tenakan udara di wilayah Kabupaten Jayapura berdasarkan data 4 tahun terakhir seperti ditunjukkan oleh Tabel 3.6. Kelembaban rata-rata di stasiun Sentani adalah 84% dan di stasiun Genyem adalah 88,25%. Lama penyinaran rata-rata yang dapat dihitung hanya berasal dari stasiun Genyem adalah 55,25%. Tekanan udara rata-rata di stasiun Sentani adalah 1008 hPa dan stasiun Genyem adalah 1011 hPa. Tabel 3.5. Kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan tekanan udara di Kabupaten Jayapura periode 2004 – 2007. Tahun Kelembaban Udara (%) Sentani Genyem Rata-rata Penyinaran Matahari (%) Sentani Genyem Rata-rata Tekanan Udara (hPa) Sentani Genyem 2004 85 88 62 56 2005 88 89 56 2006 82 89 56 2007 81 87 53 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura. Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008) 30 1008 1008 1008 1008 1010 1010 1011 1012 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Tabel 3.6. Curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Jayapura tahun 2006. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Curah Hujan (mm) Sentani Genyem 240 402 344 681 330 569 135 242 240 233 38 98 129 159 148 107 63 85 57 178 145 345 168 287 Hari Hujan Sentani Genyem 26 28 21 21 22 22 12 20 16 13 10 9 15 13 15 12 16 14 8 12 17 23 18 16 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura. Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008) B. Keadaan Gempa bumi Frekuensi gempa bumi yang terjadi di Wilayah Kabupaten Jayapura dan terekam di stasiun meteorologi, klimatologi dan geofisika Wilayah V Jayapura seperti ditunjukkan oleh Tabel 3.7. Gempa-gempa lokal tercatat berkisar 201 – 797 kali setiap bulan atau total 6.042 getaran sepanjang tahun 2007. Gempa yang bersumber jauh dan dalam dicatat sebanyak 550 kali atau rata-rata terjadi 46 setiap bulan. Gempa bumi dengan kekuatan diatas 5 Skala Ritcher (SR) atau gempa yang dirasakan terjadi sebanyak 42 kali atau rata-rata terjadi 3,3 kali setiap bulan. C. Penggunaan Lahan Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia (Bakosurtanal, 2005), tercatat penggunaan lahan di Kabupaten Jayapura adalah sebagai berikut : a. Hutan lahan kering primer seluas 9.980,62 km2 (70,51%) b. Hutan lahan kering sekunder seluas 1.876,84 km2 (13,26%) c. Savana seluas 0,20 km2 (0,001%) Tutupan lahan untuk pemukiman terluas berada di Distrik Sentani yaitu 6,16 km 2 dan luas kawasan transmigrasi terluas di Distrik Yapsi yaitu 16,58 km 2. 31 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Hutan lahan kering primer terluas berada di Distrik Yapsi, yaitu 3.387,89 km2 dan hutan lahan kering sekunder terluas berada di Distrik Unurum Guay yaitu 2.660,17 km2. Hutan rawa primer dan sekunder terluas berada di Distrik Kaureh, yaitu masing-masing 829,97 km2 dan 62,16 km2. Hutan mangrove primer hanya terdapat di Distrik Demta, yaitu 0,9 km2, dan rawa hanya terdapat di Distrik Kaureh seluas 6,77 km2. Pertanian lahan kering campuran terluas di Distrik Kemtuk, yaitu 48,17 km 2 dan pertanian lahan kering biasa terluas di Distrik Ebungfauw, yaitu 9,4 km 2. Perkebunan dan kebun campuran hanya terdapat di Distrik Yapsi dengan masingmasing luas 154,38 km2 dan 21,87 km2. Tabel 3.7. Frekuensi kegempaan yang terjadi di Kabupaten Jayapura pada Tahun 2007 Bulan Gempa Lokal Gempa Tele Gempa Dirasakan Januari 201 7 Februari 302 29 0 Maret 341 57 1 April 357 71 2 Mei 297 3 3 Juni 558 34 2 Juli 797 35 0 Agustus 515 41 9 September 500 89 5 Oktober 708 62 8 November 670 81 2 Desember 796 48 3 Jumlah 6.042 550 42 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura. Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008) 3.1.3. Kependudukan Penduduk di wilayah Kabupaten Jayapura tersebar tidak merata dan proporsi jumlah laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan. Jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Jayapura berdasarkan data BPS Kabupaten Jayapura seperti termuat dalam Kabupaten Jayapura Dalam Angka tahun 2008 sebanyak 117.942 jiwa. Berdasarkan Tabel 3.8 dapat diketahui tingkat pertumbuhan penduduk Kabuapaten Jayapura berada di sekitar angka 3,08% setiap tahunnya. Tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi di Distrik Sentani. Di Distrik Sentani juga terjadi kepadatan penduduk yang sangat tinggi yaitu 169,96 jiwa/km2, serta jauh di atas rata-rata kepadatan kabupaten yaitu 32 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 6,73 jiwa/km2 (Tabel 3.9). Tingkat kepadatan penduduk terendah berada di Distrik Airu, yaitu sebesar 0,45 jiwa/km2. Tabel 3.8. Perkembangan Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Jayapura periode 2004 - 2007 Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah 2004 57.334 50.034 107.368 2005 59.158 51.628 110.786 2006 61.038 53.269 114.307 2007 62.979 54.963 117.942 Sumber: BPS Kabupaten Jayapura Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008) Tabel 3.9. Kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Jayapura tahun 2007. Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km2) Kaureh 4.357,9 10.336 Airu 3.009,0 1.389 Yapsi 1.219,3 3.848 Kemtuk 258,3 3.567 Kemtuk Gresi 182,4 3.832 Gresi Selatan 143,9 1.329 Nimboran 710,2 4.752 Namblong 193,7 3.613 Nimbokrang 3.131,3 8.206 Unurum Guay 497,5 1.984 Demta 497,5 5.384 Yokari 519,5 1.806 Depapre 404,3 4.595 Ravenirara 467,4 1.704 Sentani Barat 129,2 5.242 Waibu 258,3 3.653 Sentani 225,9 38.394 Ebungfauw 387,4 4.432 Sentani Timur 484,3 9.876 Jumlah 17.516,6 117.942 Sumber: BPS Kabupaten Jayapura Kabupaten Jayapura Dalam Angka (2008) 2,37 0,46 3,16 13,81 21,01 9,24 6,69 18,65 10,59 0,63 10,82 3,48 11,36 3,64 40,57 14,14 169,96 11,44 20,39 6,73 No Distrik Luas Wilayah (km2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 3.1.5. Sarana dan Prasarana A. Kesehatan Sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Jayapura tercermin dalam ketersediaan sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, gudang farmasi dan apotek. Jumlah sarana kesehatan yang tercatat seperti ditunjukan pada Tabel 3.12. Sedangkan tenaga kesehatan yang melayani sektor kesehatan seperti tertuang dalam Tabel 3.13. 33 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Tabel 3.10. Sarana Kesehatan di Kabupaten Jayapura tahun 2007. Sarana Kesehatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Rumah Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu Poliklinik Desa Puskesmas Keliling Air Puskesm as Keliling Darat Pos Pelayanan Terpadu Gudang Farmasi Apotek Jumlah (Org) 1 15 36 32 3 17 182 1 8 Tabel 3.11. Tenaga kesehatan di Kabupaten Jayapura tahun 2007. Tenaga Kesehatan 1. 2. 3. 4. Jumlah (org) Dokter Umum Dokter Gigi Perawat Umum Bidan 25 4 110 91 B. Pendidikan Pendidikan di Kabupaten Jayapura lebih di dominasi oleh pendidikan sekolah dasar dengan siswa mencapai 16.505 orang dan 1072 orang guru serta 116 unit sekolah (Tabel 3.14). Angka partisipasi sekolah untuk SD sangat tinggi yaitu 87,88% dan angka partisipasi kelulusan mencapai 97,85%. Angka Partisipasi Sekolah Terendah dialami oleh SLTA (SMK) sebesar 22,60% dan tingkat kelulusan mencapai 14,70% (Kab. Jayapura Dalam Angka, 2008). Tabel 3.12. Sarana dan tenaga pendidik di Kabupaten Jayapura tahun 2007. Sarana Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. SD SLTP SLTA (SMU) SLTA (SMK) Perguruan Tinggi Jumlah (unit) Guru (org) Murid (org) 116 27 15 5 5 1072 513 305 109 - 16.505 5.873 4.248 1.340 - C. Listrik Penyediaan listrik di Kabupaten Jayapura di layani oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang memiliki 2 pembangkit listrik tenaga diesel yang berada di Kota Sentani dan Genyem (Jayapura Dalam Angka 2008). Produksi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit Sentani pada tahun 2007 adalah 2.357.380 kwh dan pembangkit Genyem sebesar 467.120 kwh. Jumlah produksi ini belum sepenuhnya dapat melayani kebutuhan energi listrik di Kabupaten Jayapura, sehingga diperlukan alternatif 34 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 penyediaan energi listrik selain yang berasal dari diesel. Dibeberapa kampung telah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro dengan kapasitas kurang dari 10.000 kwh. D. Jalan Sarana jalan yang dimiliki oleh Kabupaten Jayapura sepanjang 945,4 km yang terdiri dari jalan aspal sepanjang 266,73 km, jalan kerikil 414,38 km serta jalan tanah 264,29 km. Sarana jalan lain yang dimiliki adalah jembatan yang terdiri dari jembatan beton dan kayu yang berjumlah 122 buah. Kondisi jalan dan panjang jalan yang berada di Kabupaten Jayapura selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.16 berikut ini. Tabel 3.13. Sarana jalan dan kondisi jalan di Kabupaten Jayapura tahun 2007. Jenis Jalan 1. 2. 3. Panjang (km) Aspal a. Baik b. Rusak Kerikil a. Baik b. Rusak Tanah a. Baik b. Rusak Jumlah 214,88 51,85 86,63 327,75 81,36 182,93 945,4 km 3.2. Distrik Depapre Distrik Depapre memiliki luas 404,3 km2 (2,31% luas Kabupaten Jayapura) dan berada dalam Wilayah Pembangunan II. Batas wilayah Distrik Depapre adalah sebagai berikut: - Utara : Samudera Pasifik - Timur : Distrik Ravenirara - Selatan : Distrik Sentani Barat - Barat : Samudera Pasifik dan Distrik Yokari Secara geografis, penduduk di wilayah Distrik Depapre sebagian besar menempati bagian tepi pantai yang berbatasan dengan Samudera Pasifik. Daerah yang mudah dikenali di Distrik ini antara lain Teluk Tanahmerah, Tanjung Tanahmerah, Tanjung Ensaweh, Tanjung Torare dan Tanjung Ormu. 35 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 3.2.1. Administrasi Secara administrasi Distrik Depapre terdiri dari 8 Kampung, yaitu: 1. Kendate 5. Yepase 2. Entiyebo 6. Wambena 3. Waiya 7. Yewena 4. Tablasupa 8. Dormena Ibukota Distrik Depapre berada di Kampung Waiya. Gambar 3.2. Peta Adminitrasi Distrik Depapre 3.2.2. Keadaan Fisik Secara morfologi, wilayah Distrik Depapre memiliki topografi yang sangat bervariasi, yaitu diperlihatkan oleh keadaan kelerengan mulai dari morfologi datar seluas 21,34 km2, bergelombang seluas 1,94 km2 dan sangat curam seluas 84,72 km2, serta keadaan ketinggian yaitu 41,35 km2 untuk ketinggian kurang dari 100 m dpal, 26,64 36 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 km2 untuk ketinggian 100 – 500m dpal, 34,30 km2 untuk ketinggian 500 – 1000m dpal, serta 5,3 km2 untuk ketinggian lebih dari 1000m dpal. 3.2.3. Sosial Budaya Data sosial budaya dari BAPPEDA Kabupaten Jayapura tahun 2008 memberikan gambaran kondisi sarana dan tenaga kesehatan serta sarana dan tenaga pendidik sebagai berikut: A. Sarana kesehatan Sarana kesehatan yang tersedia berupa puskesmas sebanyak 1 buah hanya ada di Kampung Waiya, puskemas pembantu (pustu) sebanyak 1 buah hanya ada di kampung Yewena, poliklinik desa (polindes) sebanyak 4 buah berada di kampung Entiyebo, Kendate, Tablasufa dan Dormena, Puskesmas keliling air sebanyak 4 unit dan puskesmas keliling darat sebanyak 2 unit. Sarana kesehatan ini didukung oleh 1 orang dokter umum, 5 orang perawat, 7 orang bidan, 3 orang ahli gizi dan 3 orang ahli kesehatan lingkungan. B. Sarana pendidikan Sarana pendidikan yang terdapat di Distrik Depapre antara lain Sekolah Dasar sebanyak 11 sekolah yang diasuh oleh 30 orang guru untuk sebanyak 860 orang murid, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 2 sekolah dengan 18 orang guru dan 310 orang murid dan 1 Sekolah Menengah Kejuruan yang terdiri dari 9 orang guru dan 107 orang murid. 3.3. Distrik Ravenirara Distrik Ravenirara memiliki luas 467,4 km2 (2,67% luas Kabupaten Jayapura) dan berada di dalam Wilayah Pembangunan II. Batas wilayah Distrik Ravenirara adalah sebagai berikut: - Utara : Samudera Pasifik - Timur : Kota Jayapura - Selatan : Distrik Sentani dan Distrik Sentani Timur - Barat :Distrik Depapre 37 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Secara geografis, wilayah Distrik Ravenirara berada di lereng sebelah utara Pegunungan Cycloops dan sebagian besar penduduknya menempati bagian tepi pantai yang berbatasan dengan Samudera Pasifik. 3.3.1. Administrasi Secara administrasi Distrik Ravenirara terdiri dari 4 kampung, yaitu: 1. Yongsu sapari 3. Ormu Wari (Newa) 2. Yongsu Dosoyo 4. Necheibe Ibukota Distrik Ravenirara berada di Kampung Necheibe Gambar 3.3. Peta administrasi Distrik Ravenirara. 3.3.2. Keadaan Fisik Secara morfologi, wilayah Distrik Ravenirara memiliki topografi yang curam hingga sangat curam. Kelerengan antara (41 – 65)% menempati daerah seluas 11,54 km2 dan kelerengan >65% menempati daerah seluas 104,63 km2. Ketinggian tempat yang kurang dari 100 m dpal seluas 19,02 km2, 100 – 500 m dpal seluas 24,73 km2, 500 – 1000 m dpal seluas 58,39 km2 dan > 1000 m dpal seluas 13,43 km2. 38 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 3.3.3. Sosial Budaya Data sosial budaya dari BAPPEDA Kabupaten Jayapura tahun 2008 memberikan gambaran kondisi sarana dan tenaga kesehatan serta sarana dan tenaga pendidik sebagai berikut: A. Sarana kesehatan Sarana kesehatan yang tersedia berupa puskemas pembantu (pustu) sebanyak 2 buah yaitu di kampung Newa dan Yongsu Sapari, poliklinik desa (polindes) sebanyak 1 buah hanya berada berada di kampung Yongsu Dosoyo. Sarana kesehatan ini didukung oleh 1 orang bidan dan 1 orang tenaga non kesehatan. B. Sarana pendidikan Sarana pendidikan yang terdapat di Distrik Ravenirara hanya Sekolah Dasar yang berstatus sekolah negeri sebanyak 2 sekolah yang diasuh oleh 9 orang guru untuk sebanyak 119 orang murid, serta 3 sekolah swasra dengan 13 orang guru dan 135 orang murid. 39 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 BAB IV KONDISI GEOLOGI 4.1. Geologi Kabupaten Jayapura Geologi wilayah Kabupaten Jayapura mengacu pada hasil pemetaan Suwarna dan Noya (1995) seperti tergambar pada Peta Geologi Pegunungan Cycloops yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung (1995). Uraian geologi wilayah Kabupaten Jayapura meliputi aspek geomorfologi (morfologi), stratigrafi (litologi), struktur geologi, sejarah geologi dan kondisi hidrologi. 4.1.1. Geomorfologi Secara fisiografi daerah Jayapura dan sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan morfologi yaitu satuan pegunungan, satuan perbukitan karts, satuan perbukitan bergelombang dan satuan dataran rendah. (N. Suwarna Y. Noya, 1995) Satuan pegunungan secara umum dicirikan dengan ketinggian lebih dari 1.800 meter diatas muka airlaut, berelief kasar dan berlereng terjal. Satuan perbukitan karts dicirikan dengan relief menengah hingga kasar, sebagian berlereng terjal, dengan memperlihatkan adanya lapis dolina atau uvala serta batuan penyusun berupa batu gamping koral ganggang. Satuan perbukitan bergelombang dicirikan dengan kemiringan lereng bervariasi antara 300 – 400, ketinggian bukit berkisar antara 100 – 300 meter di atas muka air laut. Satuan dataran rendah, terletak sepanjang garis pantai maupun lembah antara perbukitan. Satuan ini berupa endapan sungai, endapan rawa dan endapan pantai. Geomorfologi daerah penyelidikan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Satuan Dataran Aluvial (Dataran Tinggi) Satuan ini menempati dataran Sentani yang luas, berada di ketinggian antara 100 – 150 meter. Secara litologi, satuan ini tersusun oleh material berupa lempung, pasir dan kerikil (batu) yang merupakan hasil proses pelapukan batuan yang menyusun perbukitan atau pegunungan para-Tersier disekitarnya. Material endapan pada satuan ini sangat dipengaruhi oleh proses aliran sungai (fluviátil) dan pengendapan hasil proses denudasi. Sebagian lahan telah digunakan sebagai kawasan 40 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 pemukiman, pertanian dan perkotaan. Kualitas air tanah dangkal cukup baik dan air tanah dalam dibeberapa tempat berasa asin. 2. Satuan Perbukitan Struktural Satuan ini menempati bagian selatan daerah penyelidikan yang dicirikan oleh morfologi yang bergelombang lemah hingga kuat dengan puncak bukit agak tumpul. Sebaran morfologi satuan ini relatif memanjang dan berarah Barat Laut – Tenggara. Ketinggian berkisar antara 100 – 700 meter dari muka laut. Satuan ini menjadi tempat mata air bagi sungai-sungai yang mengalir ke dataran Tami. Morfologi ini sangat berperan sebagai daerah tangkapan hujan yang penting bagi pengisian air tanah. Litologi penyusun morfologi ini didominasi oleh perlapisan batuan sedimen dari fraksi halus seperti grewake, batulempung, batulanau, napal dan batpasir halus. Morfologi satuan ini sangat dikendalikan oleh kehadiran struktur geologi yang berupa patahan (fault) dan lipatan (fold). Jenis patahan yang dapat ditemukan adalah patahan geser maupun patahan naik/turun. Pola kelurusan morfologi maupun aliran permukaan mengikuti pola dan arah struktur geologi yang bekerja. Sehingga satuan ini menjadi daerah yang rawan terhadap bahaya gerakan massa (tanah atau batuan) dan pergeseran permukaan akibat sesar yang dipicu oleh getaran gempabumi. 3. Satuan Pegunungan Batuan Pra-Tersier Satuan ini berada di bagian utara daerah penyelidikan, berbentuk memanjang dari berarah timur – barat, dan ditempati oleh Pegunungan Cycloops yang memiliki ketinggian 2000 – 5000 meter dari muka laut. Kota Jayapura, Sentani dan Depapre menempati satuan ini. Morfologi satuan ini dicirikan oleh puncak yang meruncing hingga agak tumpul dan relief bergelombang kuat. Pegunungan ini menjadi daerah tangkapan hujan bagi sungai-sungai yang mengalir ke dataran dan danau Sentani. Satuan ini tersusun dan dikontrol oleh litologi yang berupa batuan beku mafik dan ultramafik, serta batuan metamorfik dari Kelompok Malihan Cycloop yang berumur pra-Tersier. 4.1.2. Stratigrafi Secara stratigrafi daerah Kabupaten Jayapura tersusun oleh batuan beku, sedimen dan metamorfik yang berasal dari umur pra Tersier, Tersier hingga Kuarter, sebagai berikut: 41 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Pra-Tersier terdiri dari batuan beku mafik dan ultarmafik (m dan um), serta batuan metamorfik (pTmc). Kelompok batuan ini digolongkan sebagai batuan tektonit (Suwarno dan Noya, 1995). Tersier terdiri dari kelompok batuan piroklastik yang berupa lava basal, diabas, andesit dan breksi volkanik, tuf dan sisipan batugamping, greywacke dan tuf (Formasi Auwewa/Tema), Kelompok batugamping bersispan biomikrit, napal, batupasir halus, greywacke gampingan, tufaan, dan tuf (Formasi Nubai/Tomn), kelompok batuan sedimen berupa greywacke yang berselingan dengan batulanau dan batulempung serta bersisipan dengan konglomerat dan napal (Formasi Makats/Tmm), batupasir dan batulempung yang bersisipan dengan batugamping, napal dan lanau (Formasi Aurimi/Tmpa), dan batugamping (Formasi Benai/Tmpb). Hampir semua formasi saling jari menjemari. Secara selaras di atasnya diendapkan greywacke yang berselang-seling dengan batulempung, batulanau, napal, konglomerat serta sisipan batupsir dan lignit (Formasi Unk/Qtu). Kuarter terdiri dari Kelompok batuan campur aduk (Qc) dan endapan lumpur (Qmd), kelompok endapan laut dangkal seperti batugamping koral-ganggang, kalkarenit dan kalsirudit (Formasi Jayapura/Qpj) dan batugamping koral (Qcl), serta kelompok endapan darat seperti kipas aluvial (Qf) dan endapan aluvial dan pantai (Qa). Gambar 4.1. Kolom stratigrafi wilayah Kabupaten Jayapura (Suwarna dan Noya, 1995) 42 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 4.1.3. Struktur Geologi Daerah Kabupaten Jayapura secara tektonik berada pada zona tubrukan antara Lempeng Samudera Pasifik (di utara) dan Lempeng Benua Australia (di selatan). Di daerah ini berkembang struktur-struktur geologi seperti sesar naik, sesar normal, sesar geser mendatar dan lipatan. Secara umum struktur geologi yang terekam pada batuan sedimen berarah hampir barat laut – tenggara dan beberapa timur laut – barat daya. Struktur geologi regional berdasarkan Noya dan Suwarna (1995) dalam Geologi Regional Lembar Jayapura berupa; antiklin, sinklin, sesar normal, sesar naik dan sesar mendatar. Arah umum struktur regional pada batuan sedimen berarah BaratlautTenggara, beberapa hampir mendekati Barat Beratlaut-Timur Tenggara dan Utara Baratlaut- Selatan tenggara terutama pada batuan Tersier. Struktur Timurlaut-Barat Baratdaya terdapat pada batuan Malihan dan Ultrabasa, sedangkan yang hampir Utara-Selatan pada batugamping Kuarter dan juga batuan malihan. Arah umum sumbu lipatan Barat Baratlaut – Timur Tenggara. Beberapa sumbu antiklin tergeserkan oleh sesar mendatar maupun sesar turun. Sesar turun berarah Barat baratlaut - Timur Tenggara, Timurlaut-Baratdaya serta hampir Utara - Selatan; menyesarkan batuan berumur Tersier dan Kuarter. Sesar naik berarah jurus Baratlaut Tenggara dan melengkung ke arah Barat - Timur memisahkan malihan Cycloops dengan satuan batuan Ultramafik dan Mafik, diduga pula satuan batuan Mafik dari formasi Auwewa. Sesar mendatar berarah Timurlaut-Baratdaya yang menyesarkan sesar turun dan sesar naik, umumnya merupakan batas satuan batuan ultrabasa dan batuan sedimen. Kekar lebih berkembang pada batuan malihan, beku dan sedimen klastik kasar. Kelurusan berarah umum hampir searah struktur regional, yakni Baratlaut - Tenggara. Beberapa berarah Utara, Selatan dan Timurlaut - Baratdaya. 4.1.4. Sejarah Geologi Sejarah geologi daerah penyelidikan terekam pada kelompok atau formasi batuan yang menyusun daerah ini. Batuan tertua yang dijumpai adalah kelompok malihan Cyclops, dan diatasnya ditumpangi oleh kelompok batuan ultrabasa secara tidak selaras. Kedua 43 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 kelompok batuan ini berumur Pra-Tersier dan dianggap sebagai batuan dasar di daerah Sentani dan sekitarnya. Sejak Kala Kapur sampai Miosen Awal, diperkirakan telah terjadi kegiatan gunungapi bawahlaut yang membentuk Formasi Auwewa. Kegiatan tektonik Oligosen Tengah menyebabkan susut laut dan pada saat tersebut batuan Ultramafik, Mafik dan Malihan muncul ke permukaan, sementara kegiatan gunung api berlangsung terus. Oligosen Akhir hingga Miosen tengah terjadi sedimentasi batugamping gangang-koral dan batugamping pelagos tufaan dalam lingkungan laut dangkal - agak dalam, membentuk Formasi Nubai. Miosen Awal terjadi pengendapan sedimen turbidit Formasi Makats, Aurimi dan klastika dan batugamping Formasi Benai. Kejadian ini disusul oleh sudut laut pada pliosen Akhir-Plistosen, menghasilkan klastika halus Formasi untuk Mulai Pliosen Awal sekeliling ”tinggian Cycloop” terjadi sedimentasi batugamping terumbu koral dalam lingkungan laut dangkal-laut terbuka agak dalam. Pengangkatan kuat pada akhir Plistosen diikuti oleh suatu perlipatan dan penyesaran yang kuat pada Formasi Unk dan Formasi Jayapura serta mempertajam perlipatan pada Formasi Makats dan Formasi Aurimi. Kegiatan pengangkatan pada akhir pembentukan Formasi Jayapura ditandai oleh adanya julang setinggi 750 meter. Tektonika saat tersebut berpengaruh pada pembentukan batuan campuraduk dan satuan endapan lumpur. Gejala poton yang masih giat dan kelurusan yang diduga sesar pada sedimen klastika kasar dan batugamping koral, serta adanya terumbu terangkat berupa undak, menjadi bukit tektonik masih giat. 4.1.5. Kondisi Hidrologi Di Kabupaten Jayapura terdapat 1 (satu) danau yaitu Danau Sentani luasnya ± 9.630 Ha terdapat di 5 (lima) Distrik yaitu Distrik Sentani Timur, Sentani Barat, Sentani, Distrik Waibu dan Distrik Ebungfauw.Keberadaan danau Sentani menjadi kendali hidrogeologi daerah Sentani dan sekitarnya. Hasil penyelidikan Purwanto dan Murdiana, 1982, tentang Hidrogeologi Indonesia yang tergambar dalam peta hidrogeologi lembar Jayapura, menunjukkan bahwa daerah sentani dan sekitarnya berdasarkan keterdapatan airtanah dan produktifitas akifer 44 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 dapat dibagi menjadi 2 media aliran, yaitu akifer dengan aliran melalui ruang antar butir dan akifer bercelah atau sarangan; produktifitas akifer dibagi 5 zona, yaitu 1) zona produktifitas tinggi, sebaran luas, 2) zona produktifitas tinggi, sebaran tidak luas, 3) zona produktifitas sedang, sebaran luas, 4) zona produktifitas rendah, sebaran setempat-setempat, dan 5) zona airtanah langka. 4.2. Geologi Daerah Penyelidikan 4.2.1. Morfologi Daerah penyelidikan memiliki 2 macam morfologi, yaitu morfologi pantai dan morfologi pegunungan. A. Morfologi pantai berada di bagian utara yang berbatasan dengan Samudera Pasifik. Tipe pantai yang banyak ditemui di lokasi penelitian adalah pantai submergence (Johnson, 1919 dalam Sastroprawiro, 1990) dicirikan oleh garis pantai yang tidak teratur dan kemiringan pantai relatif curam serta penataan kampung yang tidak sejajar dengan garis pantai. Dataran pantai relatif sempit dan kampung berada disekitar muara atau tepi sungai yang berstadia muda. B. Morfologi pegunungan berada dibagian selatan, dikenal sebagai Pegunungan Cycloop atau dalam bahasa lokal dikenal sebagai Ravenirara atau Dobonsolo. Bentuk pegunungan ini memanjang berarah barat – timur dengan tiga puncak yaitu Baboko, Butefon dan Dafonsero. Ketinggian puncak gunung mencapai 2100 m dpal dan kemiringan lereng pegunungan ini sangat curam (lebih dari 45 o). Pola pengaliran berbentuk dendritik dan sub dendritik yang mengalir ke arah utara bermuara di Samudera Pasifik dan ke arah selatan bermuata di Danau Sentani serta Teluk Yotefa dan Teluk Humbolt. 4.2.2. Litologi Litologi atau sebaran batuan yang menyusun daerah penyelidikan dibedakan menurut jenis batuan adalah sebagai berikut: A. Batuan beku seperti diorit dan gabro (Kelompok mafik/m) serta serpentinit dan piroksenit (Kelompok Ultramafik/um). 45 Kelompok batuan beku sangat Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 mendominasi singkapan di permukaan dan hasil pelapukannya menghasilkan endapan laterit yang kaya atau mengandung logam-logam seperti nikel, magnesium, besi, dan kromit. B. Batuan sedimen berupa batuan gunung api bawah laut seperti lava basalt, diabas dan andesit, aglomerat, breksi gunung api, tufa, sisipan batugamping dan tuf pasiran gampingan (Formasi Auwewa/Tema) dan batugamping berukuran halus – kasar, masif (pejal) dan mengandung fosil koral, cangkang moluska, duri echinoid (Formasi Benai/Tmpb). C. Batuan metamorfik seperti sekis, filit, gneis dan marmer (Kelompok Malihan Cycloops/pTma). 4.2.3. Struktur Struktur yang dijumpai di lapangan dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan genesanya, yaitu struktur geologi (sekunder) dan struktur batuan (primer). Struktur geologi yang berupa sesar naik/turun dan kekar, serta struktur batuan yang berupa foliasi . Sesar naik/turun dapat ditafsirkan dari kontak antara batuan tua dengan batuan yang lebih muda, serta gawir sesar yang membentuk lineasi atau pola kelurusan pada punggungan gunung. Arah sesar secara umum barat laut – tenggara dan timur laut – barat daya. Kekar pada batuan beku secara umur berarah barat – timur dengan kemiringan (dip) sekitar 40°. Foliasi dijumpai hanya pada batuan metamorfik yaitu sekis dan filit. Struktur ini berarah antara N 15 – 50° E dan kemiringan (dip) antara (10 – 20)o. 46 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Gambar 4.2. Peta geologi daerah penyelidikan (Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara (Suwarna dan Noya, 1995) 47 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 BAB V HASIL PENYELIDIKAN Kegiatan pemetaan daerah rawan bencana di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara Kabupaten Jayapura diawali dengan mengumpulkan hasil penyelidikan terdahulu menyangkut aspek kebencanaan yang pernah dilakukan di Kabupaten Jayapura, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan lapangan berupa survei dan pemetaan daerah yang berisiko mengalami bencana. Tahap selanjutnya adalah menentukan faktor bahaya geologi dan tingkat kerentanan di setiap distrik, terutama wilayah kampung. Berdasarkan kriteria bahaya dan kerentanan maka dilakukan analisis risiko untuk mengetahui seberapa besar tingkat bencana yang akan menimpa atau dialami oleh masyarakat di wilayah pemetaan. Hasil analisis risiko digunakan untuk memformulasi metode penanganan bencana, baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat. Di bagian akhir diharapkan tumbuh kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana yang akan datang. Upaya yang dilakukan antara lain mempersiapkan peran serta masyarakat dalam kegiatan penanganan bencana dan meningkatkan potensi (mengurangi faktor kerentanan) masyarakat melalui upaya penanganan bencana. 5.1. Penyelidikan Terdahulu Penyelidikan dan penelitian tentang kebencanaan di Kabupaten Jayapura telah dilakukan oleh beberapa ahli maupun instansi. Hasil penyelidikan yang dapat diketengahkan antara lain: A. Hasil identifikasi dan inventarisasi daerah rawan bencana banjir dan longsor di Papua yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Mamberamo, Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada (2007). B. Hasil Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam yang dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Pemerintah Propinsi Papua (2007). 48 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 C. Hasil supervisi dan advis teknis pengendalian banjir di Kabupaten Jayapura yang dilakukan oleh Sub Dinas Bina Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Papua bekerja sama dengan PT Cakra Buana (2007). D. Hasil survei dan pemetaan daerah rawan bencana geologi (alam) di Distrik Sentani dan Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura oleh Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Kabupaten Jayapura (2008). E. Hasil rekaman gempa bumi di Papua oleh Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah V Papua (2009). Kegempaan yang tercatat telah terjadi sekitar 100 kali gempa bumi yang berpusat (episentrum) di wilayah Kabupaten Jayapura, di kedalaman antara 10 – 110 km, dengan kekuatan antara 3,5 – 5,6 Skala Ritcher (SR). Gempa bumi yang terjadi termasuk dalam gempa bumi tektonik yang merupakan interaksi antara Lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Benua Australia yang menyebabkan beberapa struktur sesar mengalami pergeseran (aktif). Episentrum gempa berada di darat dan tergolong gempa dangkal hingga menengah, serta bersifat kurang merusak. Tipe gempa seperti ini sering menjadi pemicu bagi terjadinya longsoran, tetapi tidak memicu terjadinya tsunami. 5.2. Kegiatan Survei dan Pemetaan Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara yang sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan lautan bebas memiliki 2 sumber ancaman, yaitu asal dari daratan, terutama dari Pegunungan Cycloops dan asal lautan, khususnya Samudera Pasifik. Kedua sumber ancaman ini perlu diidentifikasi secara cermat mengingat perkembangan wilayah Kabupaten Jayapura tumbuh secara linier berarah barat timur atau dengan kata lain pertumbuhan kota Sentani akan menuju Distrik Sentani Barat dan Distrik Depapre. Mengantisipasi pertumbuhan yang semakin cepat dan pembangunan yang intensif, maka perlu diketahui berbagai kemungkinan kendala atau hambatan yang disebabkan oleh alam berupa bahaya geologi yang dapat berkembang menjadi bencana geologi (alam). 49 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Berbagai fenomena bencana terkait erat dengan faktor topografi, geologi, hidrologi/hidrogeologi, meteorologi, penggunaan lahan, penduduk, dan kombinasi faktor-faktor di atas. Semua faktor saling berkaitan dan menghasilkan bencana yang mungkin dapat terjadi sewaktu-waktu atau dipicu oleh salah satu faktor. Oleh sebab itu, kegiatan survey dan pemetaan daerah rawan bencana di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara akan mengamati faktor-faktor tersebut, sebagai faktor utama penyebab bencana. Pelaksanaan survei lapangan dan pemetaan daerah rawan bencana dilakukan oleh 2 tim. Tim pertama melakukan kegiatan di Distrik Ravenirara pada tanggal 18 Mei 2009. Kesampaian lokasi ditempuh dengan menggunakan speedboat dari Hamadi Kota Jayapura menuju Kampung Yongsu Sapari. Perjalanan di tempuh selama kurang lebih 45 menit dalam cuaca yang cerah dan laut yang tenang. Tim kedua melaksanakan kegiatan survei di Distrik Depapre pada tanggal 20 Mei 2009. Kesampaian lokasi ditempuh dengan menggunakan mobil dari Kota Sentani menuju Kampung Yewena. Perjalanan ditempuh selama 60 menit perjalanan melalui jalan aspal berakhir di sekitar Tablasupa dan dilanjutkan dengan jalan perkerasan hingga tiba di Kampung Dormena. 5.2.1. Distrik Depapre Wilayah Distrik Depapre berada di bagian paling barat Pegunungan Cycloops dan berbatas dengan Samudera Pasifik. Wilayah ini memiliki topografi berbukit-bukit yang merupakan bagian dari lereng pegunungan, serta pantai yang sempit tidak beraturan dan bergelombang cukup besar. Batuan penyusun wilayah ini didominasi oleh batuan metamorfik disebelah utara, serta batuan beku dan batuan piroklastik dibagian barat. Di sekitar tanjung Tanahmerah pada topografi yang cukup datar terhampar tanah laterit yang cukup tebal. Material tanah ini mengandung cukup besar potensi logam, seperti nikel, besi, magnesium dan kromit. Tanah jenis ini adalah hasil pelapukan batuan beku mafik dan ultramafik di daerah tropik. Struktur geologi yang teramati berupa gawir sesar yang ditunjukkan oleh kelurusan topografi atau punggungan bukit, serta kekar (joint) pada singkapan batuan beku dan foliasi pada batuan metamorfik. Lahan secara umum digunakan untuk pemukiman, kebun dan hutan. Hasil pengamatan terhadap faktor topografi, geologi dan penggunaan selengkap, ditunjukan pada Tabel 5.1. 50 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Tabel 5.1. Hasil pengamatan faktor topografi, geologi dan penggunaan lahan di wilayah Distrik Depapre. Koordinat Topografi: Geologi: a. b. a. b. Kampung - Bujur Timur - Lintang Selatan 1. Yewena 140o 25’ 47,5” 2o 24’ 57,8” a. b. c. 2. Dormena 140o 25’ 5,9” 2o 25’ 00” a. b. c. 3. Wambena 140o 23’ 52,6” 2o 24’ 38” a. b. c. 4. Yapase 140o 23’ 26,1” 2o 24’ 25,7” a. b. c. 5. Tablasupa 6. Waiya o 140 22’ 27,4” 2o 25’ 19,9” o 140 22’ 4,4” 2o 27’ 48,3” o c. Ketinggian Kelerengan Relief 20 m dpal (10 – 20)o Bergelombang ringan 60 m dpal (10 – 20)o Bergelombang ringan 106 m dpal (15 – 30)o Bergelombang sedang 77 m dpal o (10 – 30) Bergelombang sedang a. 40 m dpal b. (15 – 20)o c. Bergelomba ng sedang a. 22 m dpal b. (10 – 20)o c. Bergelomba ng ringan 7. Entiyebo 140 22’ 48,7” 2o 27’ 46” a. b. c. 12 m dpal (15 – 20)o Bergelombang sedang 8. Kendate 140o 19’ 59,9” 2o 27’ 48,6” a. b. c. 10 m dpal (15 – 30)o Bergelombang sedang Penggunaan lahan c. Morfologi Litologi Struktur a. b. c. Datar – berbukit Batuan metamorfik Foliasi Pemukiman, kebun dan hutan a. b. c. Datar – berbukit Batuan metamorfik Foliasi Pemukiman, kebun dan hutan a. b. c. Berbukit-bukit Batuan metamorfik Foliasi Pemukiman, kebun dan hutan a. b. Berbukit-bukit Batuan beku mafik dan ultramafik Kekar Berbukit-bukit Batuan beku mafik dan ultramafik Kekar Pemukiman, kebun dan hutan Berbukit-bukit Batuan beku mafik dan ultramafik Kekar Pemukiman, pasar, kebun, hutan, pelabuhan Datar – berbukit Batuan piroklastik dan batugamping Kekar Datar – berbukit Batuan piroklastik dan batugamping Kekar Pemukiman, kebun, hutan, wisata pantai, pelabuhan Pemukiman, kebun dan hutan c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. Pemukiman, kebun, hutan, wisata pantai Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala kampung, aparat kampung, tokoh pemuda dan masyarakat diperoleh keterangan tentang bencana yang pernah terjadi dan beberapa bukti akibat dari bencana tersebut. Beberapa bencana yang telah terjadi antara lain tanah longsor di bagian lereng gunung yang menimbulkan kerugian seperti tertutupnya bak penampungan air (bagian dari mata air) yang menjadi sumber air bersih kampung, serta rusaknya rumah dan terputusnya jalan penghubung kampung; banjir terjadi di bagian cukup datar dan berada di lembah dalam waktu singkat dan tidak menimbulkan kerugian, serta abrasi pantai akibat gelombang pasang yang diserta 51 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 angin kencang di bagian pantai. Selengkapnya informasi bencana yang pernah terjadi di wilayah Distrik Depapre ditampilkan dalam Tabel 5.2. Tabel 5.2. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Distrik Depapre. Kampung 1. Yewena 2. Dormena 3. Wambena 4. Yapase 5. Tablasupa 6. Waiya 7. Entiyebo Bencana yg pernah terjadi (tahun) Longsor (2009) Banjir (1977), Abrasi pantai (1990) Banjir (2009) Longsor (2009), angin kencang dan gelombang pasang serta abrasi pantai (2008) Keterangan Menutupi mata air kampung K. Samaubu 2 rumah rusak berat, 1 rumah rusak ringan, 1 jalan putus Angin kencang dan gelombang pasang (2009) 8. Kendate Gambar 5.1. Keadaan topografi yang memiliki kelerengan > 30o dengan batuan beku mafik sebagai batuan dasar. Lokasi sekitar Kampung Waiya, Distrik Depapre. 52 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Gambar 5.2. Longsor tanah dan batuan terjadi di sekitar Kampung Tablasupa. Gambar 5.3. Bekas banjir yang meninggalkan batu-batu disekitar muara di Kampung Wambena, Distrik Depapre. 53 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Gambar 5.4. Abrasi pantai yang terjadi tahun 2008 mengakibatkan tembok penahan tebing rusak berat. Lokasi Kampung Dormena, Distrik Depapre. Gambar 5.5. Longsor tanah yang menimbun badan jalan di Kampung Yewena, Distrik Depapre. 54 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 5.2.2. Distrik Ravenirara Wilayah Distrik Ravenirara berada di bagian lereng utara Pegunungan Cycloops dan berbatasan dengan Samudera Pasifik. Wilayah ini memiliki morfologi dataran yang sangat sempit dan tebing-tebing pantai yang curam, sehingga kampung-kampung tidak memiliki sarana penambatan perahu yang permanen. Secara topografi wilayah Distrik Ravenirara mirip dan Distrik Depapre memiliki kemiripan. Dari atas perahu teramati bahwa kedua distrik memiliki kemiripan pada aspek topografinya, yaitu morfologi berbukit-bukit yang bergelombang sedang hingga kuat dan tutupan lahan oleh hutan yang hijau, rapat dan sangat luas. Kondisi ini memperlihatkan potensi air tanah dan air permukaan yang sangat besar, namun menyimpan potensi bencana yang juga cukup besar berupa longsor di bagian hulu sungai dan banjir (bandang) di bagian hilir atau muara. Banjir amat sering terjadi, terutama antara bulan Oktober hingga Desember, yaitu pada musim hujan. Hasil pengamatan lapangan dirangkum dalam Tabel 5.3. dan informasi bencana yang pernah terjadi disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.3. Hasil pengamatan faktor topografi, geologi dan penggunaan lahan di wilayah Distrik Ravenirara. Koordinat Kampung - Bujur Timur - Lintang Selatan Topografi: Geologi: a. b. a. b. c. 1. Yongsu Sapari 140o 27’ 44,2” 2o 26’ 00” a. b. c. 2. Yongsu Dosoyo 140o 29’ 54,1” 2o 26’ 38,5” a. b. c. 3. Newa 140o 32’ 40,2” 2o 27’ 2,9” a. b. c. 4. Necheibe 140o 35’ 14,2” 2o 27’ 11,2” a. b. c. Ketinggian Kelerengan Relief 14 m dpal (15 – 40)o Bergelombang sedang - kuat 8 m dpal (10 – 40)o Bergelombang ringan - kuat 23 m dpal (15 – 40)o Bergelombang sedang - kuat 6 m dpal (20 – 45)o Bergelombang sedang - kuat Penggunaan lahan c. Morfologi Litologi Struktur a. b. c. Berbukit-bukit Batuan metamorfik Foliasi Pemukiman, kebun dan hutan a. b. c. Berbukit-bukit Batuan metamorfik Foliasi Pemukiman, kebun dan hutan a. b. c. Berbukit-bukit Batuan metamorfik Foliasi Pemukiman, kebun dan hutan a. b. Berbukit-bukit Batuan beku mafik dan ultramafik Kekar Pemukiman, kebun dan hutan c. Hasil survei dan wawancara dengan Kepala Kampung, aparat kampung, tokoh adat dan masyarakat di ketahui beberapa bencana telah terjadi dengan frekuensi yang cukup 55 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 sering. Bencana yang kerap melanda dan terjadi disemua kampung di Distrik Ravenirara adalah banjir, terutama terjadi antara bulan Oktober hingga Desember hampir setiap tahun. Bencana longsor banyak terjadi di gunung dan tidak berdampak serius terhadap keberadaan kampung yang banyak berada ditepi pantai. Bencana yang berasal dari laut berupa gelombang pasang dan angin kencang dalam tiga tahun terakhir dirasakan semakin intensif mengancam keberadaan kampung dan mengganggu transportasi orang serta distribusi barang yang masuk dan keluar kampung. Tabel 5.4. Data bencana yang pernah terjadi di wilayah Distrik Ravenirara. Kampung 1. Yongsu Sapari 2. Yongsu Dosoyo Bencana yg pernah terjadi (tahun) Keterangan Banjir (1997, 1998, 1999, 2001, 2002, 2005,2009) Terjadi antara bulan Oktober Desember Banjir/Bandang (2002), Longsor (2000) 5 rumah rusak dan puskesmas tertimbun. Longsor di Yongsu Kecil K. Racwawa. Longsor di bagian gunung tidak sampai ke pemukiman Longsor searah dengan tanjung Ormu. Banjir di K. Nagasawa 3. Newa Banjir (1988, 1990), Longsor 4. Necheibe Longsor (2004), Banjir dan Abrasi pantai Gambar 5.6. Keadaan topografi dan morfologi di Distrik Ravenirara. Lokasi Kampung Yongsu Dosoyo. 56 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Gambar 5.7. Longsoran tanah dan batuan yang banyak ditemukan pada lereng tebing dengan batuan dasar berupa batuan metamorfik. Lokasi sekitar kantor Distrik Ravenirara, di Kampung Ormu. Gambar 5.8. Sisa banjir sesaat (2005) di Kampung Yongsu Sapari. 57 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Gambar 5.9. Morfologi sungai yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan banjir atau banjir bandang. Lokasi Kampung Yongsu Dosoyo. Gambar 5.10. Abrasi pantai yang parah terjadi di Kampung Ormu Tua. Berdasarkan hasil survei, maka dapat diketahui jenis ancaman bahaya yang dapat menyebabkan bencana geologi (alam) di Distrik Depapre dan Ravenirara antara lain 58 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 banjir/banjir bandang, longsor, abrasi pantai, dan gelombang pasang. Bahaya geologi yang ditafsirkan dapat terjadi di kedua distrik ini antara lain gempa bumi dan tsunami. 5.3. Analisis Risiko Faktor probabilitas atau kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang merupakan kerugian atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan dari setiap bahaya geologi di atas ditunjukan oleh Tabel 5.5. Skala probabilitas dan dampak terlampir. Tabel 5.5. Penilaian bahaya geologi di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara. Jenis Bahaya Geologi Gempa bumi Banjir/banjir bandang Longsor Abrasi pantai Gelombang pasang Tsunami Probabilitas Dampak 5 4 4 2 3 1 3 4 2 2 2 3 Hubungan antara kemungkinan terjadinya bencana dan dampak atau akibat yang ditimbulkannya digambarkan oleh Gambar 5.11. Dari gambar ini terlihat bahwa gempa bumi dan banjir/banjir bandang merupakan bahaya yang perlu memperoleh perhatian serius, karena kemungkinan kejadiannya hampir pasti terjadi dan memiliki dampak yang cukup fatal terhadap masyarakat. Bahaya longsor dan gelombang pasang termasuk mungkin terjadi dan berdampak ringan terhadap kondisi wilayah dan masyarakatnya. Sedangkan bahaya abrasi pantai dan tsunami tergolong bahaya yang kemungkinan kecil terjadi tetapi perlu kewaspadaan karena bahaya ini merupakan ikutan dari bahaya gelombang pasang dan gempa bumi, dampak yang diakibatkannya dapat cukup parah terhadap wilayah dan masyarakatnya. Yang dimaksud dengan kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu. Tingkat kerentanan amat ditentukan oleh kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat, bangunan dan infrastruktur serta pelayanan atau sistem yang sudah dibangun oleh pemerintahan setempat. Berikut disajikan kondisi tingkat kerentanan di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara. 59 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Gambar 5.11. Hubungan antara dampak dan probabilitas bahaya geologi di Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara. Tabel 5.6. Tingkat kerentanan tiap distrik. Distrik Depapre Ravenirara Kondisi Sosial budaya dan Ekonomi Petani kebun, nelayan. Tersedia dokter, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapat guru SD dan SMP Nelayan, petani kebun buahbuahan. Terdapat tenaga kesehatan (bidan) kontrak dan guru SD Bangunan dan infrastruktur Sistem Pemerintahan Tingkat Kerentanan SD = 11 SMP = 2 SMK = 1 Puskesmas = 1 Pustum = 1 Polindes = 4 Sarana jalan darat dan laut memadai Kantor Distrik dan Sarana kesehatan berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait Menengah SD = 5 Puskesmas Pembantu = 2 Polindes = 1 Hanya memiliki sarana transportasi laut. Kantor distrik dan sarana kesehatan tidak berjalan dengan baik. Ada koordinasi dengan instansi terkait. tinggi Faktor kerentanan dapat ditentukan berdasarkan 4 aspek, yaitu fisik seperti prasarana dasar, konstruksi dan bangunan; ekonomi, seperti kemiskinan dan penghasilan; social, seperti pendidikan, kesehatan, hukum, politik dan kelembagaan, serta lingkungan, 60 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 seperti tanah, air, tanaman, dan hutan. Sedangkan faktor kemampuan dapat didasarkan pada kebijakan, meliputi peraturan dan pedoman atau petunjuk pelaksanaan; kesiapsiagaan, seperti pelatihan, gladi, posko, rencana kontijensi, serta partisipasi masyarakat, meliputi pendidikan, penyuluhan, kewaspadaan, kepedulian dan pemberdayaan. Secara umum Distrik Depapre memiliki kemampuan mengatasi bahaya geologi yang bersifat ringan sampai menengah, yaitu bahaya abrasi pantai, tsunami, gelombang pasang dan longsor. Tetapi kurang mampu mengatasi bahaya geologi yang bersifat berat dan berakibat fatal, seperti gempa bumi dan banjir/banjir bandang. Sehingga perlu peningkatan kemampuan dalam hal struktural dan non struktural. Distrik Ravenirara kurang memiliki kemampuan mengatasi bahaya geologi. Sehingga distrik ini perlu segera mendapat bantuan jika terjadi bencana yang disebabkan oleh bahaya geologi yang bersifat ringan sekalipun. Dengan mengukur kemampuan suatu daerah menghadapi bahaya, maka dapat diupayakan tindakan tanggap darurat yang sesuai dengan tingkat kerentanannya. Distrik yang memiliki tingkat kerentanan tinggi harus mendapat prioritas penanganan lebih dahulu dan segera mendapat bantuan. Jika tidak maka bahaya susulan yang akan terjadi dapat menimbulkan bencana yang semakin parah. 5.4. Penanganan Bencana Penanganan bencana merupakan satu bagian dari manajemen bencana. Manajemen bencana adalah suatu bentuk rangkaian kegiatan yang dinamis, terpadu dan berkelanjutan yang dilaksanakan sejak sebelum kejadian bencana (pra bencana), saat atau sesaat setelah kejadian bencana dan setelah kejadian bencana (pasca bencana). Bencana Geologi merupakan peristiwa alam yang terjadi berulang , sehingga dapat digambarkan dalam suatu siklus bencana “disaster cycles”. Untuk itu studi atau analisis tentang disaster management harus dilakukan dalam bentuk sistematik (Gambar 5.12). 61 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Gambar 5.12. Siklus manajemen bencana. Hal penting penanganan bencana adalah mitigasi bencana yang mencakup, antara lain: 1. Menyediakan informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk setiap jenis bencana; 2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim didaerah rawan bencana; 3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika timbul bencana; 4. Membuat pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana. Beberapa kebijakan yang dapat ditempuh dalam upaya mitigasi bencana, antara lain : 1. Membangun persepsi yang sama bagi semua pihak, baik jajaran pemerintahan maupun segenap unsur masyarakat, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikembangkan oleh instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-masing. 2. Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinir yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat. 3. Upaya preventif harus diutamakan agak kerusakan dan korban jiwa dapat diminimalkan. 4. Penggalangan kekuatan melalui kerja sama dengan semua pihak, melalui pemberdayaan masyarakat serta kampanye. 62 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Penanganan dalam rangka mitigasi bencana yang dapat dilakukan antara lain A. Gempa bumi Menerapkan bangunan yang ramah gempa dengan konstruksi tahan getaran. Pembangunan fasilitas umum harus dengan standar kualitas yang tinggi. Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan. Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi. Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan gempa bumi. Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus ditempatkan pada tempat yang aman dan stabil. Ikut serta dalam pelatihan program utama penyelamatan dan kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan pengganti dan peralatan perlindungan masyarakat lainnya. Rencana kontigensi atau kedaruratan untuk anggota keluarga dalam menghadapi gempa bumi. B. Banjir Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman. Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat. Pembangunan tembok penahan dan tanggul sepanjang sungai. Mengatur kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu sungai dengan membangun bendungan atau waduk, reboisasi dan pembangunan sistem resapan. Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai, baik saluran terbuka maupun tertutup dengan pipa atau terowongan. Pembersihan sedimen dan pembangunan saluran drainase. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir. Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir. 63 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Peningkatan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan. Pelatihan tentang kewaspadaan banjir, seperti cara penyimpanan atau pergudangan perbekalan, tempat istirahat/tidur di tempat yang aman. Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat penyelamat lainnya. C. Penanganan Longsor Pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya bukan di daerah rawan bencana longsor. Relokasi bagi yang berada di wilayah rawan longsor. Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari bahaya liquefaction. Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu untuk menghindari penurunan yang tidak seragam (defferential settlement). Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat impermeabel dan fleksibel. Mengurangi tingkat keterjalan lereng dan pembuatan terasering. Meningkatkan atau memperbaiki drainase baik air permukaan maupun air tanah sehingga mengurangi beban di dalam tanah. Pembangunan bangunan penahan, jangkar (anchore) dan piling. Penghijauan dengan tanaman yang sistem akarnya dalam. Pembuatan tanggul penahan khusus untuk runtuhan batu, berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahanrekahan berbentuk tapal kuda. Pembuatan terase dan penghijauan dengan menstabilkan lereng. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rockfall). Penutupan rekahan-rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat ke dalam tanah. D. Penanganan Abrasi Pantai Menetapkan kawasan penyangga (buffer) pantai sebagai kawasan yang bebas bangunan permanen. 64 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 Pembangunan infrastruktur tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami. Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk mengurangi energi ombak jika terjadi badai atau tsunami. Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah geolombang untuk daerah teluk. Menanam tanaman pantai yang sesuai dengan karakteristik dan tipe pantai. F. Penanganan Daerah Rawan Tsunami Menentapkan kawasan rawan tsunami sebagai kawasan yang bebas dari bangunan permanen dan kawasan aman tsunami sebagai lokasi pengungsian. Mempertahankan hutan mangrove dan bukit-bukit gamping yang berada di sepanjang pantai. Membangun bangunan secara vertikal atau panggung yang lebih tinggi daripada run-up tsunami yang pernah terjadi di sekitar wilayah rawan tsunami. Menentapkan jalur dan lokasi evakuasi, serta membangun sistem peringatan dini terhadap bahaya tsunami. 65 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah melakukan pengumpulan data, baik yang bersifat primer maupun sekunder, serta melakukan analisis yang berkaitan dengan risiko, bahaya dan kerentanan di wilayah Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil identifikasi dan survei diketahui bahwa di wilayah Distrik Depapre dan Distrik Ravenirara memiliki ancaman atau bahaya geologi yang berpeluang menjadi bencana adalah gempa bumi, banjir, longsor, gelombang pasang, abrasi pantai dan tsunami. Bahaya yang paling serius dan berdampak tinggi adalah gempa bumi dan banjir, sedangkan longsor dan gelombang pasang tergolongan ancaman yang menengah namun tetap diwaspadai. Abrasi pantai dan tsunami merupakan bahaya ikutan dari geolombang pasang dan gempa bumi yang berepisentrum di laut. 2. Gempa bumi yang sering melanda Distrik Depapre dan Disitrik Ravenirara termasuk dalam gempa bumi tektonik yang dangkal dan banyak berpusat di daratan serta bersifat kurang merusak. Namun demikian, gempa ini dapat menjadi pemicu bagi bahaya lain yang lebih serius, seperti longsor dan tsunami. 3. Banjir banyak melanda kampung-kampung di Distrik Ravenirara, terutama antara bulan Oktober – Desember setiap tahun. Banjir yang terjadi sering diikuti dengan longsoran tanah dan batuan di bagian hulu sungai dan membawa material (batubatu) hingga ke hilir atau muara sungai. Tipe banjir seperti ini termasuk dalam kategori banjir bandang. 4. Longsor terjadi pada bagian lereng gunung atau bukit yang memiliki kemiringan lebih besar dari 30o dan terjadi di bagian atas atau hulu. Bukti-bukti longsor tampak pada torehan di lereng gunung yang dapat diamati dari jauh. Meskipun daerah sekitarnya ditumbuhi oleh pohon-pohon yang lebat, tetapi karena faktor geologi (tanah, batuan, struktur, morfologi, dan air tanah) dan faktor meteorologi (curah hujan dan angin) dapat menyebabkan longsor. 5. Gelombang pasang terjadi di sepanjang pantai utara yang langsung berhadapan dengan Samudera Pasifik yang luas. Gelombang pasang ini terjadi berhubungan 66 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 dengan gaya tarik bulan dan faktor cuaca. Musim gelombang terjadi pada Oktober – Desember, bahkan bisa sampai Maret. Gelombang pasang sering disertai dengan angin kencang dan hujan lebat. Bahaya ini mengganggu transportasi laut yang menjadi sarana utama bagi kampung-kampung di Distrik Ravenirara. 6. Distrik Depapre memiliki kemampuan mengatasi bahaya geologi yang bersifat ringan sampai menengah, yaitu bahaya abrasi pantai, tsunami, gelombang pasang dan longsor. Tetapi kurang mampu mengatasi bahaya geologi yang bersifat berat dan berakibat fatal, seperti gempa bumi dan banjir/banjir bandang. Sehingga perlu peningkatan kemampuan dalam hal struktural dan non struktural. 7. Distrik Ravenirara kurang memiliki kemampuan mengatasi bahaya geologi. Sehingga distrik ini perlu segera mendapat bantuan jika terjadi bencana yang disebabkan oleh bahaya geologi yang bersifat ringan sekalipun. 8. Bencana geologi merupakan peristiwa alam yang terjadi secara berulang (siklik) sehingga perlu penanganan yang bersifat struktural maupun non struktural. Beberapa hal penting dalam penanganan bencana adalah upaya menyediakan informasi dan peta kawasan bencana, sosialisasi kebencanaan kepada masyarakat, membuat peraturan dan penataan kawasan rawan bencana, serta membangun atau menerapkan konstruksi bangunan ramah bencana. 6.2. Saran Beberapa saran yang dapat disampaikan antara lain: 1. Gempa bumi dan banjir menjadi bahaya yang paling mengancam di kedua distrik lokasi penyelidikan. Di pandang perlu untuk dibuat atau dibentuk kelompok di dalam masyarakat (kampung) yang tanggap terhadap kedua bahaya tadi, serta membuat sistem peringatan jika terjadi ancaman yang semakin serius. 2. Jalur dan lokasi evakuasi perlu segera dibuat dan ditetapkan di setiap kampung. Penetapan jalur dan lokasi evakuasi dilakukan dengan penyelidikan khusus dan mengakomodasi kearifan masyarakat setempat. Mekanisme evakuasi perlu disos ialisasikan dan kewenangan evakuasi menjadi tanggung jawab kepala kampung. 67 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi di Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura, Tahun 2009 3. Perlu menyusun sistem tanggap darurat yang baku untuk wilayah yang memiliki kendala transportasi - seperti di Distrik Ravenirara - mengingat tingkat kerentanan yang cukup tinggi. Sarana infrastruktur (sistem komunikasi, balai kesehatan, gudang bahan makanan, jalan dan jembatan) dapat dibangun dan pemberdayaan masyarakat (sosisal, budaya dan ekonimi) dapat ditingkatkan untuk mengatasi masalah kerentanan terhadap kebencanaan. 4. Dipandang perlu membuat papan-papan peringatan terhadap bencana yang telah di identifikasi di setiap kampung dan membuat sistem peringatan dini yang mudah dipahami oleh warga kampung masing-masing. 6.3. Rekomendasi Rekomendasi yang dapat disampaikan antara lain: 1. Perlu ada upaya lanjutan tentang jalur, lokasi dan mekanisme evakuasi bagi wilayahwilayah yang tergolong rawan bencana tinggi. Salah satu yang direkomendasikan adalah Distrik Ravenirara. 2. Perlu koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat dalam turut menangani masalah kebencanaan di setiap wilayah. Sosialisasi yang efektif dapat dilaksanakan kepada siswa sekolah, aparat pemerintahan dan aparat keamanan, serta pemuka adat dan tokoh agama di setiap kampung. 68 KATA PENGANTAR Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat secara geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana baik yang disebabkan oleh faktor alam, factor non alam maupun factor manusia yang dapat menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan di Kabupaten Jayapura. Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tingkat kabupaten. Salah satu pengejawatahan tanggung jawab ini maka dilakukan upaya pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana melalui kegiatan Penyebaran Peta Daerah Rawan Bencana Alam (Geologi) di Kabupaten Jayapura yang dijabarkan dalam bentuk Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam di Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat Kabupaten Jayapura, tahun anggaran 2010. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam kegiatan ini. Dengan harapan, kerja sama yang telah berlangsung dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan untuk kegiatan yang lain. Semoga kegiatan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat maupun instansi pemerintah terkait, dan dapat memberikan informasi yang akurat bagi perencanaan, pengembangan dan pembangunan di Kota Sentani maupun Kabupaten Jayapura secara keseluruhan. Sentani, Desember 2010 DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI Kepala, NEHEMIA KARMA, SH Pembina NIP. 640 020 113 i DAFTAR ISI ISI HALAMAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Sasaran 1.4. Dasar Hukum 1.5. Ruang Lingkup 1.5.1. Pengertian dan batasan 1.5.2. Lingkup pekerjaan 1.6. Sistematika Laporan BAB II KEADAAN UMUM 2.1. Keadaan Kabupaten Jayapura 2.1.1. Kondisi geografis 2.1.2. Iklim 2.1.3. Kependudukan 2.1.4. Pemerintahan 2.2. Keadaan Daerah Penyelidikan 2.2.1. Topografi 2.2.2. Kependudukan 2.2.3. Penggunaan lahan BAB III KEADAAN GEOLOGI 3.1. Geologi Regional 3.1.1. Fisiografi 3.1.2. Stratigrafi 3.1.3. Struktur geologi 3.1.4. Sejarah geologi 3.1.5. Kondisi hidrologi 3.2. Geologi Daerah Penyelidikan 3.2.1. Geomorfologi 3.2.2. Litologi 3.2.3. Struktur geologi 3.3. Kebencanaan Geologi 3.3.1. Pengertian 3.3.2. Jenis bencana geologi 3.3.3. Proses dan penyebab bencana geologi BAB IV HASIL KEGIATAN 4.1. Penyelidikan Terdahulu 4.2. Kegiatan Survei dan Pemetaan 4.3. Penyebab Bahaya Geologi 4.3.1. Banjir 4.3.2. Gerakan massa (tanah/batuan) 4.3.3. Gempabumi [ii] i ii iv v vi I–1 I–1 I–1 I–2 I–2 I–3 I–3 I–4 I–5 II – 1 II – 1 II – 1 II – 5 II – 7 II – 9 II – 10 II – 10 II – 10 II – 12 III – 1 III – 1 III – 1 III – 2 III – 5 III – 6 III – 7 III – 7 III – 7 III – 9 III – 10 III – 11 III – 11 III – 11 III – 12 IV – 1 IV – 1 IV – 1 IV – 11 IV – 11 IV – 12 IV – 12 4.4. Penilaian Risiko 4.5. Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Bencana 4.5.1. Kebijakan dan Strategi Mitigasi Bencana 4.5.2. Langkah-Langkah dalam Mitigasi Bencana BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran LAMPIRAN - LAMPIRAN [iii] IV – 13 IV – 16 IV – 17 IV – 19 IV – 1 IV – 1 IV – 2 DAFTAR GAMBAR GAMBAR HALAMAN 2 – 1 Peta administrasi kabupaten Jayapura (RTRW Kab. Jayapura, 2009) II – 2 3 – 1 Fisiografi pulau Papua 3 – 2 Peta geologi daerah Waibu dan Sentani Barat (Suwarna dan Noya, 1995) 3 – 3 Stratigrafi lembar Jayapura (Suwarna dan Noya, 1995) 3 – 4 Diagram penggolongan bencana III – 1 III – 4 III – 5 III – 12 4 – 1 Sungai di Dosay yang berpotensi banjir 4 – 2 Lereng bukit yang tersusun oleh batulempung & napal di kampung Sosiri 4 – 3 Matrik tingkat bahaya geologi 4 – 4 Longsor tanah di kampung Sosiri 4 – 5 Longsor batuan di kampung Doyo Baru 4 – 6 Longsor tanah di kampung Yakonde 4 – 7 Sungai di kampung Dosay yang rawan banjir 4 – 8 Sungai di kampung Sabron yang berpotensi banjir 4 – 9 Siklus menejemen bencana IV – 4 IV – 5 IV – 7 IV – 8 IV – 9 IV – 9 IV – 10 IV – 10 IV – 16 [iv] DAFTAR TABEL TABEL HALAMAN 2 – 1 Kemiringan lereng tiap distrik di Kabupaten Jayapura 2 – 2 Ketinggian tempat tiap distrik di Kabupaten Jayapura 2 – 3 Nama sungai di Kabupaten Jayapura 2 – 4 Curah hujan dan hari hujan 2 – 5 Rata-rata suhu udara 2 – 6 Kelembaban udara rata-rata periode 2004 – 2007 2 – 7 Jumlah penduduk tiap distrik 2 – 8 Jumlah dan kepadatan penduduk tiap distrik 2 – 9 Pemerintahan distrik dan jumlah kampung 2 – 10 Wilayah pembangunan dan potensi unggulan 2 – 11 Kemiringan lereng masing-masing kampung 2 – 12 Ketingian tempat masing-masing kampung 2 – 13 Jumlah penduduk masing-masing kampung II – 2 II – 3 II – 4 II – 6 II – 7 II – 7 II – 8 II – 8 II – 9 II – 9 II – 10 II – 11 II – 11 4 – 1 Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Waibu 4 – 2 Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Sentani Barat 4 – 3 Penilaian bahaya geologi 4 – 4 Komponen bahaya 4 – 5 Komponen kerentanan/kemampuan 4 – 6 Penilaian risiko bencana tiap distrik 4 – 7 Tingkat risiko dan arahan tiap distrik IV – 3 IV – 3 IV – 6 IV – 13 IV – 14 IV – 14 IV – 15 [v] Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura Tahun 2009 DAFTAR ISI ISI HAL. KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR TABEL v I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Maksud dan Tujuan 2 1.3. Sasaran 3 1.4. Dasar Hukum 3 1.5. Ruang Lingkup 5 1.5.1. Pengertian 5 1.5.2. Lingkup Pekerjaan 6 II. III. 1.6. Lokasi 7 1.7. Sistematika Laporan 8 TINJAUAN KEBENCANAAN 9 2.1. Bahaya dan Bencana Geologi 9 2.2. Menejemen Bencana 18 2.3. Menejemen Risiko 23 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENYELIDIKAN 27 3.1. 27 Kabupaten Jayapura 3.1.1. Pemerintahan 28 3.1.2. Keadaan Fisik dan Penggunaan Lahan 29 3.1.3. Kependudukan 32 3.1.4. Sarana dan Prasarana 33 3.2. Distrik Depapre 35 3.2.1. Administrasi 36 3.2.2. Keadaan Fisik 36 3.2.3. Sosial Budaya 37 ii Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura Tahun 2009 3.3. IV. VI. 37 3.3.1. Administrasi 38 3.3.2. Keadaan Fisik 38 3.3.3. Sosial Budaya 38 KONDISI GEOLOGI 40 4.1. 40 Geologi Kabupaten Jayapura 4.1.1. Geomorfologi 40 4.1.2. Stratigrafi 41 4.1.3. Struktur Geologi 43 4.1.4. Sejarah Geologi 43 4.1.5. Kondisi Hidrologi 44 4.2. V. Distrik Ravenirara Geologi Daerah Penyelidikan 45 4.2.1. Morfologi 45 4.2.2. Litologi 45 4.2.3. Struktur 46 HASIL PENYELIDIKAN 48 5.1. Penyelidikan Terdahulu 48 5.2. Kegiatan Survei dan Pemetaan 49 5.2.1. Distrik Depapre 50 5.2.2. Distrik Ravenirara 55 5.3. Analisis Risiko 59 5.4. Penanganan Bencana 61 KESIMPULAN DAN SARAN 66 6.1. Kesimpulan 66 6.2. Saran 67 6.3. Rekomendasi 68 iii Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura Tahun 2009 DAFTAR GAMBAR GAMBAR HAL. 1.1. Lokasi daerah penyelidikan 7 2.1. Rangkaian kerentanan yang berpadu dengan bahaya yang menimbulkan 10 bencana 2.2. Hubungan pembangunan dan bencana 11 2.3. Proses terjadinya gempa bumi 13 2.4. Mekanisme terjadinya tsunami 15 2.5. Pergerakan kecepatan gelombang tsunami ke arah pantai/daratan 15 2.6. Macam-macam tipe gerakan tanah 18 2.7. Siklus menejemen bencana menurut kecepatan datangnya bencana 19 2.8. Tahapan menejemen bencana 20 3.1. Peta adminitrasi Kabupaten Jayapura 27 3.2. Peta administrasi Distrik Depapre 36 3.3. Peta administrasi Distrik Ravenirara 38 4.1. Kolom s tratigrafi wilayah Kabupa ten Jaya pura ( Suwarna dan 42 Noya, 199 5) 4.5. Peta geologi daerah penyelidikan (Suwarna dan Noya, 1995) 47 5.1. Keadaan topografi. Lokasi Kampung Waiya, Distr. Depapre 52 5.2. Longsor tanah dan batuan. Lok.i Kampung Tablasupa, Distr. Depapre 53 5.3. Bekas banjir di Kampung Wambena, Distr. Depapre 53 5.4. Abrasi pantai tahun 2008, di Kamp. Dormena, Distr. Depapre 54 5.5. Longsor tanah yg menimbul jalan di Kamp. Yewena, Distr. Depapre 54 5.6. Keadaan topografi di Kamp. Yongsu Dosoyo, Distr. Ravenirara 56 5.7. Longsor tanah dan batuan di Kamp. Ormu, Distr. Ravenirara 57 5.8. Sisa banjir tahun 2005 di Kamp. Yongsu Sapari, Distr. Ravenirara 57 5.9. Morfologi sungai yg berpotensi banjir di Kamp. Yongsu Dosoyo 58 5.10. Abrasi pantai yang parah di Kamp. Ormu Tua, Distr. Ravenirara 58 5.11. Hubungan antara dampak dan probabilitas bahaya geologi 60 5.12. Siklus menejemen bencana 62 iv Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam Geologi Distrik Depapre dan Ravenirara, Kabupaten Jayapura Tahun 2009 DAFTAR TABEL TABEL HAL. 2.1. Skala Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI) 14 3.1. Luas wilayah distrik di Kabupaten Jayapura 28 3.2. Pembagian distrik, desa/kelurahan di Kabupaten Jayapura 29 3.4. Rata-rata suhu udara minimum dan maksimum tahun 2006 30 3.5. Kelembaban udara, lama penyinaran dan tekanan udara periode 2004-2007 30 3.6. Curah hujan dan hari hujan tahun 2006 31 3.7. Frekuensi kegempaan tahun 2007 32 3.8. Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin periode 2004-2007 33 3.9. Kepadatan penduduk tahun 2007 33 3.10. Sarana kesehatan tahun 2007 34 3.11. Tenaga kesehatan tahun 2007 34 3.12. Sarana dan tenaga pendidik tahun 2007 34 3.13. Sarana jalan dan kondisi jalan tahun 2007 35 5.1. Hasil pengamatan faktor topografi, geologi dan penggunaan lahan di Distrik 51 Depapre 5.2. Data bencana yang pernah terjadi di Distrik Depapre 52 5.3. Hasil pengamatan faktor topografi, geologi dan penggunaan lahan di Distrik 55 Ravenirara 5.4. Data bencana yang pernah terjadi di Distrik Ravenirara 56 5.5. Penilaian bahaya geologi di Distr. Depapre dan Ravenirara 59 5.6. Tingkat kerentanan tiap distrik 60 v Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Jayapura yang berada di bagian utara pulau Papua, secara topografi memiliki keragaman bentang alam, yaitu mulai dari pantai, dataran rendah maupun tinggi, sampai perbukitan dan pegunungan dengan tingkat kemiringan lereng yang sangat bervariasi, mulai dari landai hingga terjal. Berdasarkan kondisi geologi, wilayah Kabupaten Jayapura tersusun oleh formasi batuan yang berumur sangat tua (pra-Tersier) hingga muda (Kuarter) dengan kondisi sudah lapuk menengah hingga lapuk lanjut dan kondisi geodinamika yang kompleks. Kondisi seperti ini merupakan kendala yang cukup berarti dalam pengembangan wilayah dan berpeluang menjadi bencana yang dapat mengancam keberadaan manusia dan segala infrastruktur yang ada. Keadaan iklim, terutama curah hujan di wilayah ini menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Di samping itu, pertumbuhan kota Sentani sebagai ibukota Kabupaten Jayapura juga semakin berkembang ke arah (poros) barat – timur dan diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk akibat migrasi serta penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang membutuhkan lahan semakin meningkat. Dalam rangka memberikan informasi tentang bahaya geologi dan penetapan kawasan rawan bencana, maka telah dilaksanakan Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam (Geologi) di Distrik Waibu dan Sentani Barat Kabupaten Jayapura, sebagai salah satu upaya mengurangi dampak (mitigasi) yang ditimbulkan akibat bencana alam, dan mengantisipasi kemungkinan bencana yang akan terjadi. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dilaksanakan pekerjaan ini adalah melakukan survei dan pemetaan daerah rawan bencana alam (geologi) di Distrik Waibu dan Sentani Barat Kabupaten Jayapura Laporan Akhir I- 1 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Tujuan yang ingin dicapai dari pekerjaan ini adalah : 1. Untuk mengumpulkan data dan mengetahui potensi bencana yang telah dan/atau memiliki peluang terjadi bencana di Distrik Waibu dan Sentani Barat, sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana; 2. Untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat dan instansi terkait di bidang geologi, terutama geologi tata lingkungan dalam penyelenggaraan tugas di sektor pertambangan. 1.3. Sasaran Sasaran dari pekerjaan ini adalah : 1. Teridentifikasi bencana yang telah terjadi maupun yang berpeluang terjadi di Distrik Waibu dan Sentani Barat; 2. Terpetakan dan terdokumentasikan daerah-daerah rawan dan aman dari bencana alam (geologi) dalam tingkat distrik; 3. Tergambarkan kondisi geologi, morfologi, penggunaan lahan, keadaan iklim, kegempaan, hidrologi, demografi dan sarana infrastruktur yang telah terbangun dalam peta skala 1 : 50.000. 1.4. Dasar Hukum Peraturan perundang-undangan yang melandasi pekerjaan ini antara lain : 1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. 2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2000 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Jayapura ke Kota Sentani. 6. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. Laporan Akhir I- 2 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana. 8. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1452/K/10/MEM/2000 tentang Pedoman teknis penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang ineventarisasi sumberdaya mineral dan energi, penyusunan peta geologi, dan pemetaan zona kerentanan gerakan tanah. 9. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 360/915/PUM tanggal 19 Juni 2007 tentang Panduan Pembuatan Peta Rawan Bencana. 10. Surat Keputusan Sekretaris Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. 11. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura (Lembar Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2001 Nomor 12). 12. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kewenangan dan Tata Kerja Dinas – Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2001 Nomor 15). 13. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 5 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Jayapura (Lembar Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2001 Nomor 15) 14. Keputusan Bupati Jayapura Nomor 347 Tahun 2002 tentang Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) Kabupaten Jayapura. 1.5. Ruang Lingkup 1.5.1. Pengertian dan batasan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga Laporan Akhir I- 3 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No 24 tahun 2007). Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UU No 24 tahun 2007). Peta daerah rawan bencana adalah gambaran yang menunjukkan kawasan yang sering terjadi bencana alam atau berpotensi terjadinya bencana, sehingga merupakan peristiwa yang rutin terjadi dan berpotensi terjadi bencana (SE Mendagri No 360 Tahun 2007). Pemetaan daerah rawan bencana adalah suatu kegiatan identifikasi/menemukenali daerah-daerah yang sering terjadi bencana dan selalu berulang maupun yang berpotensi terjadi bencana yang disebabkan oleh alam, non alam ataupun gabungan dari keduanya (SE Mendagri No 360 Tahun 2007). 1.5.2. Lingkup Pekerjaan Bencana alam (geologi) yang disurvei dan dipetakan antara lain terdiri dari letusan gunung api, gempa bumi, banjir lahar, lava dan air, gelombang pasang (tsunami) dan tanah longsor. Peta dasar yang digunakan adalah peta spasial kabupaten, peta topografi dan peta citra satelit/foto udara. Daerah rawan bencana atau berpotensi bencana adalah daerah yang pernah dan/atau secara rutin dan berulang kali mengalami bencana. Sedangkan yang berpotensi bencana adalah daerah yang diperkirakan akan mengalami perubahan drastis yang dapat menimbulkan bencana. Penggambaran daerah rawan bencana ditunjukan dengan perbedaan warna untuk setiap jenis bencana. Laporan Akhir I- 4 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Metode kerja terdiri dari : 1. Pemetaan secara tidak langsung, yaitu pembuatan peta dengan cara menghimpun dan menginventarisir data yang berasal dari peta tematik yang telah tersusun, penyelidikan terdahulu serta penafsiran peta topografi, dan foto udara atau citra satelit. 2. Pemetaan secara langsung yang dilakukan bersamaan dengan survei lapangan, yaitu pengamatan, pemetaan pencataan geologi permukaan pengukuran atau berupa peninjauan, pengujian dan pendokumentasian. 3. Analisis studio yang dilakukan terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan dalam pemetaan secara tidak langsung maupun langsung. Pemetaan daerah rawan bencana maupun yang berpotensi bencana disusun berdasarkan jenis-jenis bencana yang merupakan hasil identifikasi di tingkat kampung dan distrik. Tiap jenis bencana ditunjukkan oleh warna yang berbeda. Pendokumentasian hasil identifikasi dibuat dalam bentuk peta dan narasi. Hasil pemetaan dicetak dalam bentuk buku yang berisi data dan informasi kejadian bencana, serta menyajikan petunjuk pelaksanaan upaya mitigasi bencana yang diperlukan oleh pemerintah Kabupaten Jayapura. 1.6. Sistematika Laporan Laporan akhir ini berisi uraian tentang keadaan umum dan keadaan geologi, data dan informasi kebencanaan geologi, hingga petunjuk pelaksanaan upaya mitigasi bencana di Kabupaten Jayapura. Bab I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang masalah dari pekerjaan ini; maksud dan tujuan yang ingin dicapai; sasaran pekerjaan; dasar hukum yang menjadi acuan pelaksanaan pekerjaan ini; ruang lingkup, mencakup pengertian dan batasan, serta lingkup pekerjaan; dan sistematika laporan akhir. Laporan Akhir I- 5 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Bab II Keadaan Umum Berisi tentang lokasi; keadaan iklim dan curah hujan; kondisi topografi; vegetasi; tata guna lahan kependudukan. Bab III Keadaan Geologi Berisi tentang informasi geologi regional, meliputi geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi; geologi daerah penyelidikan; dan pengetahuan kebencanaan geologi (Geohazard). Bab IV Hasil Kegiatan Berisi tentang hasil kegiatan survei lapangan yang membahas jenis bencana menurut kampung atau distrik; penentuan tingkat kerawanan; peta rawan bencana; dan petunjuk pelaksanaan penanganan bencana. Bab V Penutup Berisi kesimpulan dari hasil identifikasi; saran dan rekomendasi yang perlu diperhatikan dari pekerjaan ini. Laporan Akhir I- 6 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 BAB II KEADAAN UMUM 2.1. Keadaan Kabupaten Jayapura 2.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten Jayapura berdasarkan Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2002 dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom dan Kabupaten Sarmi. Ditinjau dari astronomi Kabupaten Jayapura terletak pada 129 000’16 BB” – 141001’47” BT dan 2023’10” LU – 9015’00” LS, dengan batas–batas wilayah administrasi sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Kabupaten Sarmi. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pegunungan Bintang, kabupaten Mamberamo Raya, Mamberamo tengah dan Kabupaten Yalimo Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sarmi. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom. 2 Luas wilayah Kabupaten Jayapura adalah + 17,516 KM . A. Topografi Keadaan topografi diperlihatkan oleh kemiringan lereng dan ketinggian tempat. Secara umum kemiringan lereng yang relatif terjal dengan kemiringan (5 - 30)% serta mempunyai ketinggian antara 0,5– 1500 m dpl. Daerah pesisir pantai utara umumnya berupa dataran rendah yang bergelombang dengan kemiringan (0 – 10) % yang ditutupi dengan endapan alluvial. Secara fisik, selain daratan juga terdiri dari rawa ( + 13,700 Ha). Sebagian besar wilayah Kabupaten Jayapura (72,09 %) berada pada kemiringan di atas 41 %, sedangkan kemiringan 0-15 % berkisar 23,74%. Laporan Akhir II - 1 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Gambar 2 – 1. Peta administrasi kabupaten Jayapura (sumber : RTRW Kab. Jayapura, 2009) Tabel 2 - 1 Luas Masing-Masing Kelas Kemiringan Lahan Pada Distrik Di Kabupaten Jayapura No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Luas Kelas Kemiringan Datar Bergelombang Distrik Demta Depapre Kaureh Kemtuk Kemtuk Gresi Nimbokrang Nimboran Sentani Sentani Barat Sentani Timur Unrum Guay Waibu Ebungfau Namblong yapsi Airu Yokari Ravenirara Gresi Selatan 0% 2% 0.01 0.01 0.06 0.01 18.25 21.34 1,772.30 49.04 6.21 10.09 0 38.4 0.03 22.57 17.55 337.49 0.15 0.02 7.99 199.3 98.9 5.82 88.99 28.51 2,545.15 2-8% 1.94 69.32 66.68 57.85 61.63 50.77 57.15 20.4 19.19 33.16 30.02 5.04 26.87 142.05 2.83 645.62 Luas Kelas Kemiringan Curam Sangat Curam 8-15 % 16 - 25 % 26 - 40% 41 - 65% 4.26 64,10 228.06 4.37 - 90.15 - 16.42 9.61 86.99 177 38, 76 82.92 349.74 98.73 179,78 - 0 655.13 100.67 121.14 106.03 -79.77 - 8.36 -26.54 -54.37 888.46 - 25.2 153.21 -35,90 -32,30 673.84 173.22 -11,54 -78,67 3,354.13 >65% 84,71 2,795.35 21,88 20,43 60,28 38,88 30,16 18,67 1.608,41 57,82 75,27 41.14 831.18 784.91 18,18 104,03 184,79 6.896,09 Sumber : BPN Kabupaten Jayapura Tahun 2009 Laporan Akhir II - 2 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Ketinggian tempat sebagian besar wilayah Kabupaten Jayapura di bawah 500 m dpl ( + 606.400 ha atau 61,01 %) ketinggian 500 – 1000 m dpl dan ketinggian 1000 – 2000 m dpl ( + 149.900 ha atau 15.08 %). Pegunungan di wilayah Kabupaten Jayapura antara lain pegunungan Cycloop yang terbentang antara Distrik Sentani, Sentani Barat, Sentani Timur dan Depapre disebelah Utara, selain itu disebelah Selatan terdapat pegunungan Kramor di Distrik Kaureh. Tabel 2 - 2 Luas Masing-Masing Ketinggian Pada Distrik Di Kabupaten Jayapura Luas Kelas Masing - Masing Ketinggian Distrik No < 100 100 - 1500 1 Demta 44.4 93.26 2 Depapre 41.75 26.64 3 Kaureh 1,548.99 2.44,63 4 Kemtuk 103.95 82.56 5 Kemtuk Gresi 102.29 97.14 6 Nimbokrang 138.95 80.48 7 Nimboran 86.81 104.13 8 Sentani 55.74 26.76 9 Sentani Barat 29.37 47.36 10 Sentani Timur 150.42 40.39 11 Unrum Guay 1,202.76 1,656.02 12 Waibu 77.54 45.8 13 Ebungfau 167.55 83.45 14 Namblong 37.64 67.24 15 yapsi 126.46 937.5 16 Airu 701.39 887.14 17 Yokari 60.88 90.11 18 Ravenirara 19.02 24.73 19 Gresi Selatan 8.7 243.77 Jumlah 4,704.61 4,704.61 Sumber data : BPN Kabupaten Jayapura Thn 2009 < 500 - 1000 34.3 1,476.36 1000 - 2000 6.09 14.48 31.87 93.02 7.49 1.64 17.5 0.36 28.67 22.32 4.78 7.02 47.19 281.23 58.39 39.5 7,080.11 9,177.05 49.08 13.43 273.84 411.62 B. Hidrologi Di Kabupaten Jayapura terdapat rawa-rawa, beberapa danau hingga sungai besar dan kecil. Luas rawa yang ada di Kabupaten Jayapura adalah: - Distrik Kaureh seluas ± 7.500 Ha - Distrik Nimboran ± 625 Ha Laporan Akhir II - 3 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Tabel 2 - 3 Nama – Nama Sungai Di Kabupaten Jayapura DISTRIK NAMA SUNGAI Unurum Guay S. Wiru, S.Sifo, S. Berian, S.Busoof, S. Dju, S. Nano, S.Pewo, S. Nawa. Kaureh S. Wanda S. Idenburg S. Waruta Nimboran/ Nimbokrang S. Samir S. Damar S. Moaif S. Nanggulu S.Grimi Kemtuk/Kemtuk Gresi S. Pale S. Tenak Sentani Timur Demta S. Kujanu S. Humbei S. Sermo KETERANGAN Bercabangan dengan S. Sifo Bercabangan dengan S.Busoof dan S. Berian. Menuju daerah Bonggo Sebelah selatan Beneik Sebelah utara Santosa Sebelah barat S. Nano, sebelah selatan Guryad menuju daerah Bonggo. Melewati daerah Kaureh dan U.Guay (Sebelah selatan Santosa) Berasal dari daerah Senggi Bersambungan dengan sungai Mamberamo (daerah hulu atas) dan bercabangan dengan sungai Waruta di Aurina Melewati Unurum Guay dan Daerah Keerom. Merupakan anak sungai Damar (Oyengsi). Bercabangan dengan S. Boarim melewati Singgriway dan Yenggu menuju ke Utara. Melewati Benyom Jaya II menuju daerah Demta. Melewati Kuipons, Benyom Jaya I menuju Demta (Yakore), dan bercabangan dengan S. Grime di sebelah Timur. Melewati U.Guay, Kemtuk, S. Pale sampai daerah Sekori, Hamonggrang, Betaf dan bercabangan dengan S. Nanggulu. Daerah Sermai Daerah Sama, Mamda, Soaib, dan sabeyab, dan bercabangan dengan S. Grime Melewati Sekori menuju Donday (Danau Sentani) Sebelah utara D. Sentani Daerah Muaif, bersebelahan dengan aliran S.Grime dan bermuara di Lautan Pasifik.(dekat Tanjung Kamdera ). Sebelah barat Muaif (daerah Bonggo) Sumber : Diolah dari Peta Bakosurtanal Di Kabupaten Jayapura terdapat 1 (satu Danau yaitu danau Sentani luasnya ± 9.630 Ha terdapat di 5 (lima) Distrik yaitu Distrik Sentani Timur, Distrik Sentani Barat dan Distrik Sentani, Distrik Waibu dan Distrik Ebungfauw. Laporan Akhir II - 4 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 C. Kemampuan Tanah Faktor – faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah adalah kelerengan, tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, drainase, erosi dan faktor pembatas. Lereng merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fisik tanah dan setiap kelas lereng, membutuhkan pengolahan dengan teknik tertentu. Semakin curam kemiringan suatu lokasi semakin besar tingkat erosi yang akan terjadi apabila tutup permukaannya terbuka. Tingkat kemiringan atau lereng di kelompokkan dalam 7 kelas lereng yaitu < 2 %, 2 – 8 %, 9 – 15 %, 16 – 25 %, 26 – 40 %, 41 – 65 % dan > 65 %, dengan luas masing-masing kelas kelerengan berbeda. 2.1.2. Iklim Kondisi iklim di Jayapura tergolong dalam iklim Basah dengan curah hujan yang cukup tinggi. Letak geografis Jayapura yang terletak didaerah katulistiwa menyebabkan daerah ini beriklim Tropis / Akibat letak Jayapura berada diantara dua Benua yaitu Asia dan Australia maka iklimnya dipengaruhi oleh angin Muson Tenggara yang bertiup secara bergantian 6 bulan sekali. Angin Muson Tenggara yang bertiup antara bulan Mei hingga bulan November berasal dari Benua Australia yang pada bulan-bulan tersebut matahari berada di utara katulistiwa sehingga daerah ini merupakan daerah yang rendah tekanan udaranya. Angin ini mempunyai sifat tidak banyak mengandung uap air, karena daratan Australia sebagian besar daerah savana yang tandus. Karena sifatnya demikian maka di Jayapura dan sekitarnya terjadi musim panas. Angin Muson Barat Laut yang bertiup antara bulan Desember hingga April mempunyai sifat sebaliknya dengan angin Muson Tenggara. Angin ini berasal dari Daratan Asia yang pada saat itu matahari berada di atas Australia (Selatan Katulistiwa) sehingga menyebabkan daerah di sini rendah tekanan udaranya. Laporan Akhir II - 5 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Angin Muson Barat Laut banyak mengandung uap air karena daerah yang dilaluinya cukup panjang dan hampir sebagian besar melewati laut dan samudera, karena sifatnya demikian banyak mendatangkan hujan di Jayapura dan sekitarnya. Data iklim Kabupaten Jayapura, terutama daerah penyelidikan diperoleh dari stasiun cuaca yang berada di Sentani dan Genyem. Data iklim yang tersedia berupa curah hujan, hari hujan, rata-rata suhu udara minimum dan maksimum, serta kelembaban udara. Sumber data berasal dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Balai Wilayah V Papua tahun 2009. Curah hujan rata-rata bulanan tahun 2008 adalah 169.75 mm (sta. Sentani) dan 282.17 mm (sta. Genyem), serta hari hujan sebanyak 16. (sta. Sentani) dan 17 (sta. Genyem). Data curah hujan dan hari hujan selengkapnya, disajikan dalam Tabel 1.4. Tabel 2 - 4 Curah hujan (mm) dan hari hujan daerah penyelidikan. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata bulanan CURAH HUJAN HARI HUJAN Sta. Sentani Sta. Genyem Sta. Sentani Sta. Genyem 240 402 26 28 344 681 21 21 330 569 22 22 135 242 12 20 240 233 16 13 38 98 10 9 129 159 15 13 148 107 15 12 63 85 16 14 57 178 8 12 145 345 17 23 168 287 18 16 169.75 282.17 16.33 16.92 Sumber BMKG Wil. V Papua, 2009 Rata-rata suhu udara minimum dan maksimum yang tercatat adalah 21.50 oC dan 27.42oC (sta. Sentani) serta 21.78 oC dan 26.73oC (sta. Genyem). Kelembaban udara rata-rata tercatat dari tahun 2005 – 2008 di sta. Sentani adalah 84% dan sta. Genyem adalah 88%. Laporan Akhir II - 6 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Tabel 2 - 5 Rata-rata suhu udara (oC) daerah penyelidikan. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata bulanan SUHU UDARA RERATA MIN. SUHU UDARA RERATA MAX. Sta. Sentani Sta. Genyem Sta. Sentani Sta. Genyem 21.7 22.4 27.1 26.5 22.1 22.3 26.9 26.3 21.2 22.1 27.1 26.5 21.8 22.4 27.3 26.7 21.2 22 27.3 27 21.8 22 27.9 27.4 21.6 22 26.9 26.5 20.6 21.4 26.8 26.3 21 21.2 28.1 26.6 21.8 22 27.1 27.1 21.7 20 27.6 26.6 21.6 28.9 27.2 21.50 21.78 27.42 26.73 Sumber BMKG Wil. V Papua, 2009 Tabel 2 - 6 Kelembaban udara (%) rata-rata periode 2004 -2007. STASIUN Sentani Genyem 2004 85 88 TAHUN 2005 2006 88 82 89 89 2007 81 87 Sumber BMKG Wil. V Papua, 2009 2.1.3. Kependudukan Berdasarkan data yang dihimpun dari Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jayapura (2009) tercatat jumlah penduduk Kabupaten Jayapura 134.013 jiwa terdiri dari 72.629 laki-laki dan 61.384 perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 7.65 jiwa/km2. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di distrik Sentani, yaitu 46.725 jiwa dan terjarang terdapat di distrik Gresi Selatan yaitu 1.391 jiwa. Laporan Akhir II - 7 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Tabel 2 – 7 Jumlah penduduk setiap distrik No NAMA DISTRIK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 SENTANI TIMUR SENTANI EBUNG FAUW WAIBU SENTANI BARAT RAVENIRARA YOKARI DEPAPRE DEMTA KEMTUK KEMTUK GRESI NIMBORAN NIMBOKRANG NAMBLONG GRESI SELATAN UNURUM GUAY KAUREH YAPSI AIRU JUMLAH PENDUDUK L 5,694 25,165 1,631 3,135 2,481 1,024 1,714 2,001 1,932 2,134 2,558 2,462 3,397 1,726 714 1,186 9,178 3,424 1,073 72,629 P 5,407 21,560 1,477 2,886 2,184 958 1,483 1,788 1,625 2,016 2,287 2,247 3,175 1,515 677 970 5,414 2,810 905 61,384 JUMLAH 11,101 46,725 3,108 6,021 4,665 1,982 3,197 3,789 3,557 4,150 4,845 4,709 6,572 3,241 1,391 2,156 14,592 6,234 1,978 134,013 Sumber : Dinas Kepencapil, Kab. Jayapura Thn 2009 Tabel 2 – 8 Jumlah dan kepadatan penduduk setiap distrik No NAMA DISTRIK IBUKOTA LUAS (km2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 484.3 225.9 387.4 258.3 129.2 467.4 519.5 404.3 497.5 258.3 182.4 710.2 774.8 193.7 143.9 3,131.3 4,357.90 1,291.30 3,099.00 17516.6 Sumber : Dinas Kepencapil, Kab. Jayapura Thn 2009 SENTANI TIMUR SENTANI EBUNG FAUW WAIBU SENTANI BARAT RAVENIRARA YOKARI DEPAPRE DEMTA KEMTUK KEMTUK GRESI NIMBORAN NIMBOKRANG NAMBLONG GRESI SELATAN UNURUM GUAY KAUREH YAPSI AIRU JUMLAH Laporan Akhir Nolokla Hinekombe Ebungfauw Doyo Lama Dosay Necheibe Meukisi Waiya Demta Sama Hatib Tabri Nimbokrang Yakasib Bangai Garusa Lapua Bumi Sahaja Hulu Atas JUMLAH PENDUDUK (Jiwa) 11,101 46,725 3,108 6,021 4,665 1,982 3,197 3,789 3,557 4,150 4,845 4,709 6,572 3,241 1,391 2,156 14,592 6,234 1,978 134,013 KEPADATAN (Jiwa/km2) 22.92 206.84 8.02 23.31 36.11 4.24 6.15 9.37 7.15 16.07 26.56 6.63 8.48 16.73 9.67 0.69 3.35 4.83 0.64 7.65 II - 8 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 2.1.4. Pemerintahan Wilayah Kabupaten Jayapura terdiri dari 19 distrik, 137 kampung dan 5 kelurahan (Tabel 2 - 9). Ibukota pemerintahan berkedudukan di distrik Sentani. Berdasarkan karakteristik dan potensi wilayah, maka Kabupaten Jayapura dibagi menjadi 4 Wilayah Pembangunan (Tabel 2 - 10). Tabel 2 - 9 Pemerintahan distrik dan jumlah kampung daerah penyelidikan. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 JUMLAH JUMLAH KAMPUNG KELURAHAN Kaureh Lapua 5 Kemtuk Sama 12 Kemtuk Gresi Klaisu 11 1 Nimboran Tabri 13 1 Nimbokrang Nembukrang 9 Unurum Guay Garusa 6 Demta Demta 7 Depapre Waiya 8 Sentani Barat Dosay 5 Sentani Hinekombe 7 3 Sentani Timur Nolokla 7 Waibu Doyo Lama 7 Ebungfauw Ebungfauw 5 Namblong Karya Bumi 9 Yapsi Bumi Sahaja 9 Airu Hulu Atas 4 Yokari Meukisi 5 Raveni Rara Necheibe 4 Gresi Selatan Bangai 4 Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2009. DISTRIK IBUKOTA DISTRIK Tabel 2 – 10 Wilayah pembangunan dan potensi unggulan daerah penyelidikan. WILAYAH PEMBANGUNAN I II III IV DISTRIK POTENSI UNGGULAN Sentani, Sentani Timur, Ebungfau dan Sumber daya air danau Sentani termasuk ikan, pengembangan Waibu. wisata danau / kali, budaya dan tugu sejarah. Sentani Barat, Depapre, Demta, Ravenirara dan Yokari Kemtuk, Kemtuk Gresi, Nimboran, Nimbokrang, Gresi Selatan, dan Namblong Perikanan laut dan pelabuhan peti kemas serta sumber daya air dan mineral. Pertanian, peternakan, perkebunan dan kehutanan yang mengarah pada industri berbasis pertanian dalam arti luas. Perkebunan dan kehutanan yang diarahkan pada pengembangan Kaureh, Unurum Guay, Yapsi dan Airu perkebunan skala besar dan kehutanan sebagai penyedia sumber air untuk PLTA Sermay Sumber : RTRW Kab. Jayapura, 2009. Laporan Akhir II - 9 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 2.2. Keadaan Daerah Penyelidikan Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat merupakan distik yang berada di wilayah pembangunan I dan II yang terletak di bagian barat kota Sentani. Distrik Waibu terdiri dari 7 kampung dengan ibukota berada di Doyo Lama dan Distrik Sentani Barat terdiri dari 5 kampung, beribukota di Dosay.Kedua distrik ini termasuk dalam koridor dan wilayah pengembangan kabupaten Jayapura ke arah barat dan selatan. 2.2.1. Topografi Keadaan topografi daerah penyelidikan dapat tergambar pada kemiringan lereng dan ketinggian tempat. Secara umum kemiringan lereng yang relatif terjal dengan kemiringan (5 - 30)% serta mempunyai ketinggian antara 0,5– 1500 m dpl. 2.2.2. Kependudukan Data kependudukan kampung-kampung di Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat yang tercatat di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jayapura tahun 2009, seperti Tabel 2 – 13. Tabel 2 – 13 Jumlah penduduk masing-masing kampung di daerah penyelidikan. No Distrik 1 Waibu 2 Kampung Dondai Doyo Lama Kwadeware Yakonde Sosiri Doyo Baru Bambar Jumlah Sentani Barat Waibron Dosay Maribu Sabron Sari Sabron Yaru Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan Jumlah 456 384 840 434 502 361 456 537 389 398 459 353 440 481 371 832 961 714 896 1,018 760 3135 610 484 522 390 475 2886 542 447 454 384 354 6021 1,152 931 976 774 829 2481 2181 4,662 Sumber : Dinas Kepencapil (2009) Laporan Akhir II - 10 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Jumlah penduduk terbanyak di Distrik Waibu adalah Kampung Doyo Baru (1.018 jiwa) dan terjarang adalah kampung Yakonde (714 jiwa). Sedang untuk Distrik Sentani Barat, jumlah penduduk terbanyak berada di Distrik Waibron (1.152 jiwa) dan terjarang ada di kampung Sabron Sari (774 jiwa). Menurut data jumlah penduduk dan keluarga miskin tahun 2008, tercatat ada 29.458 Kepala Keluarga Miskin. Kepala Keluarga Miskin distrik Waibu ada 1.279 KK atau 4.34% dan distrik Sentani Barat memiliki 988 KK atau 3.35% dari jumlah KK miskin di Kabupaten Jayapura. Tingkat pendidikan mayoritas penduduk di kedua distrik adalah lulus (tamat) sekolah dasar, yaitu Distrik Waibu (1,613 orang) dan Distrik Sentani Barat (1,451 orang). 2.2.3. Penggunaan lahan Lahan yang berada di kedua distrik sebagian besar masih berupa hutan alami. Hutan di bagian utara Distrik Sentani Barat merupakan hutan dengan status cagar alam termasuk kawasan lindung dari Cagar Alam Cyclop. Sebagian hutan di bagian selatan dan timur yang berbatasan dengan danau Sentani, lebih didominasi oleh rumput dan semak. Kondisinya sangat berbeda dengan hutan di bagian barat dan utara. Pemukiman penduduk tersebar ditepian danau Sentani untuk Distrik Waibu, sedangn di Distrik Sentani Barat tersebar di datara tinggi Dosay (poros Jalan Sentani – Depapre). Penggunaan lahan untuk aktifitas pertanian dan perkebunan lebih banyak di manfaatkan untuk tanaman palawija seperti jagung, dan kacang. Khusus Distrik Sentani Barat produksi hasil perkebunan, terutama buah-buahan seperti mangga, rambutan, durian, kelapa, coklat, kopi dan pinang menjadi komoditas unggulan yang memiliki prospek ekonomi tinggi. Laporan Akhir II - 11 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 BAB III KEADAAN GEOLOGI 3.1. Geologi Regional 3.1.1. Fisiografi Pulau Papua sepintas – dari samping - mirip seperti seekor burung yang akan terbang. Ibarat burung maka bagian pulau ini dapat dibagi menjadi bagian kepala, leher serta badan seperti pada gambar 3 – 1. Gambar 3 - 1. Fisiografi pulau Papua yang menyerupai seekor burung. Dow, dkk, 1985, membagi morfologi Papua menjadi 5 bagian, yaitu : 1). Daerah Tengah (Central Range), merupakan pegunungan yang pejal, memperlihatkan kenampakan glasiasi dan 2). danau-danau Paniai. Daerah tinggian tengah, terdiri dari pegunungan ofiolit (Ophiolite Mountain) terletak dekat dengan daerah tengah yang tidak diberi nama. 3). Pedataran danau (Meervlakte), terlihat sebagai cekungan antar pegunungan, batas utara dari ofiolit. 4). Pegunungan utara (Northern Mountains), terletak di bagian utara “Meervlakte” yang merupakan daerah hamburan berelief rendah – sedang. 5). Pedataran bagian selatan (Southern Plains), yaitu wilayah bagian selatan daerah tengah. Laporan Akhir III - 1 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Daerah penyelidikan berada di bagian badan burung sebelah utara, termasuk di dalam bagian Pegunungan Utara. Secara fisiografi daerah Jayapura dan sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan morfologi yaitu satuan pegunungan, satuan perbukitan karts, satuan perbukitan bergelombang dan satuan dataran rendah. (Suwarna dan Noya, 1995) Satuan pegunungan secara umum dicirikan dengan ketinggian lebih dari 1.800 meter diatas muka airlaut, berelief kasar dan berlereng terjal. Satuan perbukitan karts dicirikan dengan relief menengah hingga kasar, sebagian berlereng terjal, dengan memperlihatkan adanya lapis dolina atau nuala serta batuan penyusun berupa batu gamping koral ganggang. Satuan perbukitan bergelombang dicirikan dengan kemiringan lereng bervariasi antara 30 0 – 400, ketinggian bukit berkisar antara 100 – 300 meter di atas muka air laut. Satuan dataran rendah, terletak sepanjang garis pantai maupun lembah antara perbukitan. Satuan ini berupa endapan sungai, endapan rawa dan endapan pantai. 3.1.2. Stratigrafi Uraian stratigrafi daerah penyelidikan berdasarkan Peta Geologi Lembar Peg. Cycloops (Suwarna dan Noya, 1995) adalah sebagai berikut : 1. Kelompok Malihan Cycloops (pTma) Satuan batuan ini tersusun oleh sekis, setempat gneis, filit, amfibolit, unakit batu pualam/marmer, aktinolit dan hornfels. Dibeberapa tempat dijumpai mineral sulfida akibat terobosan granit sebelum sekis beralih tempat. Secara tektonik satuan batuan ini bersentuhan (kontak) dengan batuan ultramafik (um). 2. Ultramafik (um) Satuan ini tersusun oleh harsburgit, serpentinit, piroksenit dan dunit berbutir menengah sampai kasar dan sedikit mineral bijih. Setempat dijumpai rekahan yang terisi asbes, talk, dan kromit. Urat-urat kuarsa berukuran tebal hingga 2 meter. Secara tektonik satuan ini bersentuhan dengan Kelompok Malihan Cycloops dan batuan Mafik. 3. Mafik (m) Satuan ini tersusun oleh gabro dan diorit yang secara tektonik bersentuhan dengan Formasi Auwewa (Tema), Formasi Makats (Tmm), Satuan Ultramafik (um) dan Kelompok Malihan Cycloops (pTma). Laporan Akhir III - 2 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 4. Formasi Auwewa (Tema) Formasi ini tersusun oleh batuan gunung api bawah laut yang terdiri dari lava basalt, diabas dan andesit, aglomerat, breksi gunung api, tufa, sisipan batugamping dan tuf pasiran gampingan yang berumur Eosen sampai Miosen. Satuan ini terlipat kuat dan tersebar memanjang berarah barat laut – tenggara di sebelah selatan Pegunungan Cycloops. Satuan ini mempunyai hubungan menjari dengan Formasi Nubai (Tomn), bersentuhan secara tektonik dengan batuan mafik yang ditandai oleh gerusan dan ubahan yang kuat. 5. Formasi Makats (Tmm) Formasi ini terdiri dari grewak berselingan dengan batulanau dan batulempung, sisipan napal dan konglomerat; bagian bawah bersisipan tuf dan breksi gunung api. Satuan ini berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir, tebal antara 500 – 1500 meter. Formasi ini berlapis baik dan terlipat kuat. Lingkungan pengendapan berada pada zona litoral. Bagian atas atuan ini berhubungan secara menjemari dengan Formasi Auwewa. 6. Formasi Aurimi (Tmpa) Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulempung, sisipan batugamping, batulanau, dan napal. Tabal lapisan antara 200 – 1000 meter. Berumur Miasen Akhir – Pliosen. Lingkungan pengendapan laut dangkal – paralis dan menunjukkan pengendapan fase susut laut. Satuan ini menindih selaras terhadap Formasi Makats, dan setempat (Lembar Taritatu) diduga terjadi ketidak selarasan. 7. Formasi Unk (QTu) Formasi Unk terdiri dari batupasir, grewak yang berselingan dengan batulempung, batulanau, napal, konglomerat dan sisipan batupasir dan lignit. Satuan ini berlapis baik, bersusun, silang siur, sejajar dan setempat bergelembur. Berumur Pliosen Akhir – Pliosen, tabal antara 150 – 1500, menebal ke arah utara. Lingkungan pengendapan laut dangkal – laut agak dalam. 8. Formasi Jayapura (Qpj) Formasi Jayapura terdiri dari batugamping koral-ganggang, kalsirudit, kalkarenit; setempat batugamping kapuran, batugamping napalan, dan Laporan Akhir III - 3 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 napal berlapis jelek, setempat berstruktur terumbu dan setempat berselingan dengan batugamping pelagis. Lingkungan pengendapan pada laut terbuka yang taka da bahan rombakan dan menindih secara tak selaras terhadap Formasi Unk. Kemiringan lapisan relatif ke arah Selatan Barat Daya. Tabal lapisan sekitar 400 meter dan telah mengalami pengangkatan setinggi 700 meter dari permukaan laut. Umur satuan adalah Plistosen. 9. Endapan Aluvial (Qa) Endapan aluvial ini terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung (lumpur), merupakan satuan termuda yang pembentukannya berlangsung sampai sekarang. Endapan ini menjemari dengan endapan pantai. Gambar 3 - 2. Peta geologi daerah Waibu dan Sentani Barat (Suwarna dan Noya, 1995) Laporan Akhir III - 4 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Gambar 3 – 3. Stratigrafi Lembar Jayapura (Suwarna dan Noya, 1995) 3.1.3. Struktur geologi Daerah penyelidikan secara tektonik berada pada zona tubrukan antara Lempeng Samudera Pasifik (di utara) dan Lempeng Benua Australia (di selatan). Di daerah ini berkembang struktur-struktur geologi seperti sesar naik, sesar normal, sesar geser mendatar dan lipatan. Secara umum struktur geologi yang terekam pada batuan sedimen berarah hampir barat laut – tenggara dan beberapa timur laut – barat daya. Struktur geologi regional berdasarkan Noya dan Suarna (1995) dalam Geologi Regional Lembar Jayapura berupa; antiklin, sinklin, sesar normal, sesar naik dan sesar mendatar. Arah umum struktur regional pada batuan sedimen berarah Baratlaut-Tenggara, beberapa hampir mendekati Barat Beratlaut-Timur Tenggara dan Utara Baratlaut- Selatan tenggara terutama pada batuan Tersier. Struktur Timurlaut-Barat Baratdaya terdapat pada batuan Malihan dan Laporan Akhir III - 5 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Ultrabasa, sedangkan yang hampir Utara-Selatan pada batugamping Kuarter dan juga batuan malihan. Arah umum sumbu lipatan Barat Baratlaut – Timur Tenggara. Beberapa sumbu antiklin tergeserkan oleh sesar mendatar maupun sesar turun. Sesar turun berarah Barat baratlaut - Timur Tenggara, Timurlaut-Baratdaya serta hampir Utara - Selatan; menyesarkan batuan berumur Tersier dan Kuarter. Sesar naik berarah jurus Baratlaut -Tenggara dan melengkung ke arah Barat - Timur memisahkan malihan Cycloops dengan satuan batuan Ultramafik dan Mafik, diduga pula satuan batuan Mafik dari formasi Auwewa. Sesar mendatar berarah Timurlaut-Baratdaya yang menyesarkan sesar turun dan sesar naik, umumnya merupakan batas satuan batuan ultrabasa dan batuan sedimen. Kekar lebih berkembang pada batuan malihan, beku dan sedimen klastik kasar. Kelurusan berarah umum hampir searah struktur regional, yakni Baratlaut - Tenggara. Beberapa berarah Utara, Selatan dan Timurlaut - Baratdaya. 3.1.4. Sejarah Geologi Sejarah geologi daerah penyelidikan terekam pada kelompok atau formasi batuan yang menyusun daerah ini. Batuan tertua yang dijumpai adalah kelompok malihan Cyclops, dan diatasnya ditumpangi oleh kelompok batuan ultrabasa secara tidak selaras. Kedua kelompok batuan ini berumur Pra-Tersier dan dianggap sebagai batuan dasar di daerah Sentani dan sekitarnya. Sejak Kala Kapur sampai Miosen Awal, diperkirakan telah terjadi kegiatan gunungapi bawahlaut yang membentuk Formasi Auwewa. Kegiatan tektonik Oligosen Tengah menyebabkan susut laut dan pada saat tersebut batuan Ultramafik, Mafik dan Malihan muncul ke permukaan, sementara kegiatan gunung api berlangsung terus. Oligosen Akhir hingga Miosen tengah terjadi sedimentasi batugamping gangang-koral dan batugamping pelagos tufaan dalam lingkungan laut dangkal - agak dalam, membentuk Formasi Nubai. Miosen Awal terjadi pengendapan sedimen turbidit Formasi Makats, Aurimi dan klastika dan batugamping Formasi Benai. Kejadian ini disusul oleh sudut laut pada pliosen Akhir-Plistosen, menghasilkan klastika halus Formasi untuk Mulai Pliosen Awal sekeliling ”tinggian Cycloop” terjadi sedimentasi batugamping Laporan Akhir III - 6 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 terumbu koral dalam lingkungan laut dangkal-laut terbuka agak dalam. Pengangkatan kuat pada akhir Plistosen diikuti oleh suatu perlipatan dan penyesaran yang kuat pada Formasi Unk dan Formasi Jayapura serta mempertajam perlipatan pada Formasi Makats dan Formasi Aurimi. Kegiatan pengangkatan pada akhir pembentukan Formasi Jayapura ditandai oleh adanya julang setinggi 750 meter. Tektonika saat tersebut berpengaruh pada pembentukan batuan campuraduk dan satuan endapan lumpur. Gejala poton yang masih giat dan kelurusan yang diduga sesar pada sedimen klastika kasar dan batugamping koral, serta adanya terumbu terangkat berupa undak, menjadi bukit tektonik masih giat. 3.1.5. Kondisi Hidrologi Di Kabupaten Jayapura terdapat 1 (satu) danau yaitu Danau Sentani luasnya ± 9.630 Ha yang meliputi di 5 (lima) Distrik yaitu Distrik Sentani Timur, Sentani Barat, Sentani, Distrik Waibu dan Distrik Ebungfauw. Keberadaan danau Sentani menjadi kendali hidrogeologi daerah Sentani dan sekitarnya. Hasil penyelidikan Purwanto dan Murdiana, 1982, tentang Hidrogeologi Indonesia yang tergambar dalam peta hidrogeologi lembar Jayapura, menunjukkan bahwa daerah sentani dan sekitarnya berdasarkan keterdapatan airtanah dan produktifitas akifer dapat dibagi menjadi 2 media aliran, yaitu akifer dengan aliran melalui ruang antar butir dan akifer bercelah atau sarangan; produktifitas akifer dibagi 5 zona, yaitu 1) zona produktifitas tinggi, sebaran luas, 2) zona produktifitas tinggi, sebaran tidak luas, 3) zona produktifitas sedang, sebaran luas, 4) zona produktifitas rendah, sebaran setempatsetempat, dan 5) zona airtanah langka. 3.2. Geologi Daerah Penyelidikan 3.2.1. Geomorfologi Berdasarkan morfologi (bentukan) dan morfometri (ukuran kemiringan lereng, ketinggian tempat dan panjang lereng) maka geomorfologi daerah penyelidikan dapat dibedakan menjadi 3 satuan yaitu : Laporan Akhir III - 7 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 A. Satuan Dataran Aluvial (Dataran Tinggi) Satuan ini menempati dataran Sentani yang luas, berada di ketinggian antara 100 – 150 meter dengan kemiringan lereng kurang dari 5% dan panjang lebih dari 5000 meter. Secara morfologi, satuan ini terletak di antara perbukitan yang ada di utara dan selatan. Satuan ini tersusun oleh material berupa lempung, pasir dan kerikil (batu) yang merupakan hasil proses pelapukan batuan yang menyusun perbukitan atau pegunungan para-Tersier disekitarnya. Material endapan pada satuan ini sangat dipengaruhi oleh proses aliran sungai (fluviátil) dan pengendapan hasil proses denudasi. Sebagian lahan telah digunakan sebagai kawasan pemukiman, pertanian dan perkotaan. Kualitas air tanah dangkal cukup baik dan air tanah dalam dibeberapa tempat berasa asin. B. Satuan Perbukitan Struktural Satuan ini menempati bagian selatan daerah penyelidikan yang dicirikan oleh morfologi yang bergelombang lemah hingga kuat dengan puncak bukit agak tumpul. Sebaran morfologi satuan ini relatif memanjang dan berarah Barat Laut – Tenggara. Ketinggian berkisar antara 100 – 700 meter dari muka laut. Kemiringan lereng dominan antara (15 – 40)% dan panjang lereng antar (200 – 500) meter. Satuan ini menjadi tempat mata air bagi sungai-sungai yang mengalir ke dataran Tami. Morfologi ini sangat berperan sebagai daerah tangkapan hujan yang penting bagi pengisian air tanah. Litologi penyusun morfologi ini didominasi oleh perlapisan batuan sedimen dari fraksi halus seperti grewake, batulempung, batulanau, napal dan batpasir halus. Morfologi satuan ini sangat dikendalikan oleh kehadiran struktur geologi yang berupa patahan (fault) dan lipatan (fold). Jenis patahan yang dapat ditemukan adalah patahan geser maupun patahan naik/turun. Pola kelurusan morfologi maupun aliran permukaan mengikuti pola dan arah struktur geologi yang bekerja. Sehingga satuan ini menjadi daerah yang rawan terhadap bahaya gerakan massa (tanah atau batuan) dan pergeseran permukaan akibat sesar yang dipicu oleh getaran gempabumi. Laporan Akhir III - 8 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 C. Satuan Pegunungan Batuan Pra-Tersier Satuan ini berada di bagian utara daerah penyelidikan, berbentuk memanjang dari berarah timur – barat, dan ditempati oleh Pegunungan Cycloops yang memiliki ketinggian 2000 – 5000 meter dari muka laut, kemiringan lereng lebih dari 40% dan panjang lereng antara (200 – 300) meter. Kota Jayapura, Sentani dan Depapre menempati satuan ini. Morfologi satuan ini dicirikan oleh puncak yang meruncing hingga agak tumpul dan relief bergelombang kuat. Pegunungan ini menjadi daerah tangkapan hujan bagi sungai-sungai yang mengalir ke dataran dan danau Sentani. Satuan ini tersusun dan dikontrol oleh litologi yang berupa batuan beku mafik dan ultramafik, serta batuan metamorfik dari Kelompok Malihan Cycloop yang berumur pra-Tersier. 3.2.2. Litologi Batuan yang menyusun daerah penyelidikan berdasarkan pengamatan lapangan dan studi geologi regional dapat dikelompokan menjadi 3 macam batuan, yaitu : A. Batuan malihan Batuan malihan yang dijumpai terdiri atas sekis, geneis, amfibolit, dan batupualam (marmer). Sekis bersusunan klorit – muskovit, muskofit – epidot, glaukopan, aktinolit – epidot, klorit – aktinolit, akinolit – staurolit, klorit – aktinolit, aktinolit – tremolit, aktinolit – kianit, aktinolit – kuarsa, klorit – biotit, urat – urat kuarsa setebal 50 cm: Gneis, bersusun mika, karbonat, hornblende, klorit, klorit – muskovit, klorit – epidot, epidot sampai klorit dijumpai di sekitar Dormena. Terdapat juga sisa batuan diorite di dalam Filit serta sisipan dalam sekis, dan amfibolit. B. Batugamping Batugamping yang dijumpai berupa jenis batugamping terumbu berwarna putih kemerahan, lapuk merah kehitaman, warna tanah coklat kemerahan. Batugamping tersusun atas batugamping koral-ganggang, kalsirudit, kalkarenit; setempat batugamping kapuran, batugamping napal, berlapis jelek, setempat berstruktur terumbu; setempat berselingan dengan batugamping pelagos. Fosil foraminifera kecil bentos Laporan Akhir III - 9 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 dan pelages, koral, moluska dan ganggang. Umur satuan ini sebanding dengan Formasi Benai (Suwarna dan Noya, 1995) yaitu Plistosen. Lingkungan pengendapan laut terbuka yang tidak ada lagi bahan rombakan daratan; menindih tak selaras Formasi Unk. Kemiringan landai kearah selatan baratdaya dengan undak nyata. Terangkat lebih kurang 700 m diatas permukaan laut. Tebal 400 m. C. Batulempung Batulempung di daerah penyelidikan merupakan bagian dari Formasi Unk (Suwarna dan Noya, 1995), yaitu greiwak berselingan batulempung, batulanau, napal, konglomerat, dan sisipan batupasir dan lignit. Greiwak, berlapis 10 – 1 meter, kepingan kuarsa, batuan beku, sedimen malih (metasedimen) dan bahan karbonat, sisipan batupasir, kelabu tua hingga – hijau muda, gampingan berlapis baik. Batulempung, batulanau, dan napal, pejal – berlapis baik, setempat menyerpih, mengandung lempengan lignit dan sisa tumbuhan. Berdasarkan kandungan fosil Globorotalia, Globigerinoides, Sphaeroidinellopsis, Orbulina dan Pulleniatina, umur satuan Pliosen Akhir – Plistosen. Satuan berlapis baik, lapisan bersusun, silang-siur, sejajar, dan galauan jasad, setempat gelembur. Lingkungan pengendapan laut dangkal – laut agak dalam. Tebal mencapai 1000 m. Menindih selaras Formasi Aurimi, ke arah utara berangsur berubah menjadi bagian bawah Formasi Jayapura. Dikorelasikan dengan anggota, C, D, E Formasi Mamberamo. 3.2.3. Struktur Geologi Struktur geologi berupa sesar anjak / naik, sesar normal antiklin dan sinklin. Arah umum struktur pada sesar anjak berarah barat laut – barat daya – tenggara dan melengkung ke arah barat – timur memisahkan malihan Cyclop dengan satuan batuan ultramafik dan mafik. Sesar normal berarah timurlaut – baratdaya yang menyesarkan ultrabasa dengan batuan sedimen. Arah umum struktur ini pada batuan sedimen berarah baratlaut – tenggara hampir barat barat laut; timur tenggara dan utara barat laut. Laporan Akhir III - 10 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 3.3. Kebencanaan Geologi (Geo-Hazard) 3.3.1. Pengertian Bencana adalah gangguan serius di dalam suatu masyarakat yang menyebabkan kerugian besar terhadap jiwa (manusia), harta benda (properti) dan lingkungannya, yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa bencana untuk menanggulanginya dengan hanya menggunakan sumbersumber daya masyarakat itu sendiri. ( Sumber: United Nations Disaster Management Traning Program/UNDMTP ). Mitigasi adalah suatu upaya untuk mengurangi dampak dari bencana. Mitigasi bencana merupakan bagian dari manajemen penanganan bencana yang menjadi salah satu tugas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka memberi rasa aman dan perlindungan dari ancaman bencana yang mungkin terjadi (PP Mendagri No 33 Tahun 2006). 3.3.2. Jenis Bencana Alam (Geologi) Potensi bahaya dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama yang yang berpeluang menjadi bencana, secara umum dapat dikelompokkan menjadi : Bencana alam (natural disaster); Bencana akibat ulah manusia (man made disaster); dan Bencana gabungan antara alamiah dan ulah manusia (combination disaster). Lihat diagram penggolongan jenis bencana (Gambar 3 - 4). Laporan Akhir III - 11 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Gambar 3 - 4. Diagram penggolongan bencana 3.3.3. Proses dan Penyebab Bencana Alam (Geologi) Ditinjau dari bencana alam (geologi) yang mengancam dapat diketahui proses dan penyebabnya, antara lain : A. Gunung api Berdasarkan waktu kejadian, bahaya gunung api dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu : Bahaya utama (primer) Bahaya utama atau bahaya langsung gunung api adalah berupa letusan gunung api yang terjadi ketika proses letusan sedang berlangsung. Bahaya yang muncul antara lain awan panas (pyroclastic flow), lontaran batu pijar, hujan abu tebal, lelehan lava (lava flow) dan gas beracun. Bahaya ikutan (sekunder) Bahaya ikutan adalah bahaya yang terjadi setelah proses letusan berlangsung. Bahaya tersebut berkaitan dengan bergeraknya atau meluncurnya material yang menumpuk disekitar pusat letusan akibat terbawa oleh air hujan ataupun longsor akibat getaran gempa volkanik. B. Gempa bumi Gempa bumi (earthquake) adalah getaran partikel batuan atau goncangan pada kulit bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara tiba-tiba akibat aktivitas tektonik dan akibat naiknya fluida Laporan Akhir III - 12 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 (magma, gas, ataupun uap dalam gunung api) dari dalam menuju ke permukaan bumi. Getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya struktur bangunan yang menimbulkan korban bagi penghuninya. Getaran gempa dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan dan kerusakan atau rekahan tanah yang dapat merusakk pemukiman. Gempa bumi juga dapat menyebabkan bahaya ikutan seperti kebakaran, kecelakan industri dan transportasi, serta banjir akibat runtuhnya bendungan dan tanggultanggul penahan. Sumber gempa bumi banyak dijumpai di lepas pantai atau di bawah laut yang disebabkan oleh aktivitas tektonik yang berupa subduksi dan sesar bawah laut. Beberapa gempa bumi dengan sumber di bawah laut yang memiliki magnitude besar (lebih dari 7 SR) dan mekanisme sesar naik dapat menyebabkan bahaya ikutan yang berupa tsunami. Gempa bumi dapat juga terjadi di darat yang disebabkan oleh aktivitas sesar. C. Tsunami Gelombang air laut yang membawa material berupa sisa bangunan, tumbuhan dan material lain yang menghempas segala sesuatu yang berada di tepi pantai dengan kekuatan yang dahsyat. Gelombang air ini dapat menggerus fondasi dan menyeret apapun yang berdiri dipermukaan dataran atau pantau dan dibawa ke laut. Bangunan yang berdimensi lebar dengan dinding sejajar dengan garis pantai atau tegak lurus dengan arah datangnya tsunami akan mendapat tekanan yang paling kuat sehingga akan mengalami kerusakan yang paling parah. D. Gerakkan tanah/batuan Gerakan tanah/batuan dapat merusak jalan, pipa dan kabel, baik akibat gerakkan dibawahnya atau karena penimbunan material hasil longsoran. Gerakkan tanah yang berjalan lambat menyebabkan penggembungan (tilting) dan banguan tidak dapat digunakan. Rekahan pada tanah menyebabkan fondasi bangunan terpisah dan menghancurkan utilitas lainnya di dalam tanah. Runtuhan lereng yang tiba-tiba dapat menyeret pemukiman menuruni atau menjauhi lereng. Laporan Akhir III - 13 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Runtuhan batuan (rockfall) yang berupa luncuran batuan pada lereng yang sangat terjal atau tegak. Aliran butiran (debris flow) dalam tanah yang lebih lunak, menyebabkan aliran lumpur yang dapat menutup bangunan E. Banjir Banjir dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu 1) banjir genangan, dan 2) banjir bandang. Banjir bandang bersifat merusak. Aliran arus air yang tidak terlalu dalam tetapi cepat dan bergolak dapat menghanyutkan manusia dan binatang. Aliran yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material berupa batuan yang lebih berat sehingga daya rusaknya aka semakin tinggi. Banjir air pekat seperti ini mampu merusak fondasi bangunan yang dilewati, terutama fondasi jembatan sehingga menyebabkan kerusakan yang sangat parah pada bangunan tersebut, bahkan mampu merobohkan bangunan dan menghayutkannya. Pada saat air banjir telah surut, material yang terbawa banjir akan diendapkan ditempat tersebut sehingga mengakibatkan kerusakan pada tanaman, perumahan dan menimbulkan wabah penyakit. Laporan Akhir III - 14 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 BAB IV HASIL KEGIATAN Kegiatan pemetaan daerah rawan bencana di distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat Kabupaten Jayapura diawali dengan identifikasi bahaya yaitu mengamati lokasi, intensitas dan kemungkinan ancaman yang dapat terjadi di daerah penyelidikan, kemudian menentukan tingkat resiko, yaitu didasarkan pada penentuan jenis ancaman bahaya, penilaian probabilitas, penilaian dampak dan penentuan tingkat bahaya. Selanjutnya, disusun peta rawan bencana yang merupakan salah satu strategi yang penting dalam usaha memperkuat mitigasi (pencegahan) dan upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. 4. 1. Penyelidikan Terdahulu Hasil identifikasi dan inventarisasi daerah rawan bencana banjir dan longsor di Papua yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Mamberamo, Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada (2007). Hasil Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam yang dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Pemerintah Propinsi Papua (2007). Hasil supervise dan advis teknis pengendalian banjir di Kabupaten Jayapura yang dilakukan oleh Sub Dinas Bina Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Papua bekerja sama dengan PT Cakra Buana (2007). 4. 2. Kegiatan Survei dan Pemetaan Distrik Waibu dan Sentani Barat menurut beberapa kajian merupakan wilayah yang memiliki peluang terjadi bencana alam yang disebabkan oleh factor geologi, seperti gempabumi, gerakkan massa tanah/batuan (longsoran) serta akibat faktor iklim, seperti banjir dan angin kencang. Berbagai fenomena bencana di atas, berkaitan erat dengan parameter topografi, geologi, hidrologi/hidrogeologi, meteorologi, penggunaan lahan atau penataan ruang, penduduk, dan konservasi lingkungan. Semua parameter Laporan Akhir IV - 1 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 saling berkaitan dalam menghasilkan bencana yang mungkin dapat terjadi. Oleh sebab itu, kegiatan survey dan pemetaan daerah rawan bencana di Distrik Waibu dan Sentani Barat akan mengamati parameter-parameter tersebut, sebagai parameter utama penyebab bencana. Bencana yang cukup fenomenal yang terjadi di Kabupaten Jayapura adalah bencana gerakkan massa tanah/batuan dan banjir besar tercatat terjadi pada tanggal 7 Maret 2007. Banjir yang terjadi dapat dikategorikan sebagai banjir bandang, karena terjadi secara mendadak dengan membawa material yang bermacam-macam, serta memiliki daya rusak yang kuat. Banjir ini telah menyebabkan jalan raya Jayapura – Sentani terputus total akibat 2 jembatan utama putus, dan sebagian besar wilayah Distrik Sentani mengalami kerusakan cukup parah akibat bertambah melebar atau meluas badan sungai dan terendam serta hanyut oleh air yang mengalir sangat deras. Pelaksanaan survei lapangan pemetaan daerah rawan bencana dilakukan pada tanggal 4 – 7 Oktober 2010. Tim kerja dibagi menjadi 2 kelompok, masingmasing melakukan kegiatan di satu distrik. Jalur pertama lintasan survey mengikuti jalan raya Sentani – Doyo Lama – Yakonde dan jalur kedua mengikuti jalan raya Sentani – Dosay – Depapre. Beberapa titik pengamatan yang dipandang perlu diamati secara seksama berada di Kampung Doyo Baru, Doyo Lama, Sosiri, Kanda dan Yakonde untuk distrik Waibu, serta Sabron, Dosay, Waibron dan Maribu untuk distrik Sentani barat. Pengamatan dan survei lapangan serta wawancara dengan masyarakat setempat, utamanya pemuka kampung (kepala suku, ondoafi ataupun kepala kampung) diperoleh informasi tentang bencana yang pernah terjadi. Ringkasan hasil pengamatan lapangan di kedua distrik adalah sebagai berikut : Laporan Akhir IV - 2 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Tabel 4 – 1 Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Waibu Kampung Bahaya Geologi Faktor penyebab Doyo Baru Banjir (2007) Penebangan hutan di bagian utara dan penggalian pasir batu di sepanjang sungai Doyo Lama Sosiri Longsor Yakonde Banjir Bambar Banjir dan longsor Kemiringan lereng yang terjal dan batuan yang mudah runtuh (lapuk) Morfologi datar dan pertemuan sungai dengan danau. Struktur tanah di bagian tebing yang rapuh dan pertemuan anak sungai di bagian yang datar Dondai Kwadeware Tabel 4 – 2 Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Sentani Barat Kampung Sabron Sari Sabron Yaru Dosay Waibron Maribu Bahaya Geologi Banjir Banjir Banjir Banjir (2007) Banjir Faktor penyebab Penggalian pasir batu di sepanjang sungai dan pemukiman yang berada di tepi sungai Berdasarkan hasil survei, maka dapat diketahui jenis bahaya geologi mungkin terjadi, yaitu banjir dan longsor. Kedua jenis bahaya ini dapat terjadi akibat faktor morfologi. Banjir lebih dominan terjadi pada morfologi yang datar dan menjadi tempat bertemunya beberapa anak sungai dengan sungai utamanya, sedangkan longsor lebih banyak terjadi pada morfologi dengan lereng yang terjal (> 40%) dan batuan penyusunnya tidak padu (kompak). Secara umum distrik Sentani Barat mempunyai masalah kebencanaan yang seragam atau serupa yaitu banjir yang disebabkan oleh Sungai Deyaw dan anak-anak sungai yang tidak mampu menampung air saat hujan dengan intensitas tinggi. Longsor yang terjadi di Distrik Waibu dapat terjadi akibat Laporan Akhir IV - 3 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 pemotongan lereng untuk badan jalan dan pembangunan rumah pada formasi batuan yang lunak seperti batupasir, batulempung dan napal. Gambar 4 – 1. Sungai di Dosay yang berpotensi banjir. Gambar 4 – 2 Lereng bukit yang tersusun oleh batulempung dan napal di Kampung Sosiri. Laporan Akhir IV - 4 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Mengacu pada kondisi geologi regional, potensi bahaya yang dapat mengancam adalah gempabumi dan angin kencang. Gempabumi berpeluang terjadi di wilayah selatan, terutama pada perbukitan struktural. Gempabumi terkait dengan pergerakan lempeng Samudera Pasifik yang menumbuk lempeng Benua Australia. Pergerakan lempeng tersebut berakibat pada pergerakan kembali (reaktivasi) sesar-sesar yang sudah terbentuk. Sedangkan, angin kencang berpeluang terjadi pada pesisir danau. Angin kencang ini terjadi akibat perbedaan suhu dan tekanan udara di atas permukaan danau. Musim angin kencang umumnya terjadi saat perubahan musim, baik dari musim kemarau ke hujan atau sebaliknya. Berdasarkan hasil identifikasi bahaya geologi yang mengancam daerah penyelidikan, maka dapat ditentukan probabilitas atau kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang merupakan kerugian atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan. Hasil penentukan nilai bahaya geologi ditunjukan oleh Tabel 4 - 3. Tabel 4 – 3 Penilaian bahaya geologi di lokasi pemetaan. Jenis Bahaya Geologi Longsor Banjir Gempabumi Angin kencang Distrik Waibu Probabilitas Dampak 5 3 3 2 3 2 3 1 Distrik Sentani Barat Probabilitas Dampak 2 2 4 4 2 2 2 1 Skala probabilitas dan dampak kejadian yang terjadi dibagi menjadi 5 kategori sebagai berikut : A. Skala probabilitas kejadian 5 = Sangat pasti ; hampir dipastikan 100% terjadi tahun depan atau terjadi setiap tahun. 4 = Hampir pasti ; 75 – 100% terjadi tahun depan atau sekali dalam 10 tahun mendatang. 3 = mungkin ; 50 – 75% terjadi tahun depan atau sekali dalam 50 tahun. 2 = kemungkinan kecil ; 20 – 50% terjadi tahun depan atau sekali dalam 100 tahun. Laporan Akhir IV - 5 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 1 = tidak pasti ; 1 – 20% terjadi tahun depan atau sekali dalam lebih dari 100 tahun. B. Dampak kejadian yang ditimbulkan 5 = sangat parah ; hampir dipastikan 100% wilayah hancur dan lumpuh total. 4 = parah ; 50 – 75% wilayah hancur dan lumpuh. 3 = cukup parah ; 10 – 50% wilayah hancur. 2 = ringan ; kurang dari 10% wilayah yang terkena. 1 = tidak parah sama sekali. Hasil penilaian bahaya geologi yang telah diukur, selanjutnya dapat diplot pada matrik tingkat bahaya geologi. Menurut matrik ini, bahaya geologi yang memiliki ancaman dan dampak yang perlu diperhatikan adalah 1) banjir air yang berpeluang menjadi banjir bandang, 2) gerakan massa, terutama berupa luncuran debris (debris slide), jatuhan batu (rock fall) dan rayapan tanah (soil creep), dan 3) gempa bumi. Lihat Gambar 4 – 3. Gambar 4 – 3. Matrik tingkat bahaya geologi di daerah pemetaan. Laporan Akhir IV - 6 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Kejadian longsor tanah/batuan merupakan kombinasi antara fenomena alam dan aktivitas manusia. Longsoran juga terjadi akibat getaran yang disebabkan oleh gempa bumi ataupun kendaraan besar dan berat yang lewat. Faktor ini dianggap sebagai pemicu terjadi longsor. Banjir dan angin kencang berkaitan dengan musim. Banjir berpeluang terjadi pada awal-awal tahun, mulai dari Januari hingga Maret. Sedangkan angin kencang berpeluang terjadi pada bulan Juni – Agustus, berarah relatif tenggara. Beberapa gambar yang memperlihatkan potensi bencana, ditampilkan sebagai berikut : Gambar 4 – 4. Longsor tanah yang terjadi di Kampung Sosiri Distrik Waibu. Laporan Akhir IV - 7 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Gambar 4 – 5 Longsor batuan di Doyo Baru Distrik Waibu. 4 – 6. Longsor tanah di kampung Yakonde Distrik Waibu. Laporan Akhir IV - 8 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Gambar 4 – 7. Sungai di Kampung Dosay Distrik Sentani Barat yang rawan terhadap bahaya banjir. Gambar 4 – 7. Sungai Dansari di Kampung Sabron Distrik Sentani Barat yang berpotensi banjir saat hujan dengan intensitas tinggi. Hasil pengumpulan data sekunder tentang laporan gempabumi yang dirasakan di Kabupaten Jayapura, periode tahun 2003 – 2007, diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura (2008), menunjukkan bahwa pusat gempa (episentrum) Laporan Akhir IV - 9 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 berada di antara koordinat 5o 18‟ – 0o 24‟12 „‟ LS dan 133o 30‟ 36‟‟ – 141o 48‟ 36‟‟ BT. Lokasi ini berada di daratan atau sebelah selatan daerah survei dan pemetaan. Kedalaman gempa berkisar antara 2 – 186 km, namun sebagian besar gempa terjadi pada kedalaman antara 10 – 30 km, termasuk gempa dangkal. Kekuatan gempa berkisar antara 2,5 - 6,0 Skala Ritcher (SR), dan kekuatan yang sering terjadi berada pada skala 3,2 – 3,6 SR, tergolong gempa bumi ringan (kecil). Intesitas gempa menurut Modified Mercalli Intensity (MMI), gempabumi yang dirasakan termasuk pada skala II – III, yaitu goncangan hanya dirasakan oleh sedikit orang dan getaran sering terjadi tetapi tidak dirasakan sebagai gempa bumi. Tingkat resiko gempa bumi terhadap percepatan gempa, tergolong Resiko Sedang Tiga atau memiliki percepatan getaran tanah maksimum sebesar 100 – 125 gal (BMG, 2008). 4.3. Penyebab Bahaya Geologi 4.3.1. Banjir Potensi banjir dapat dideteksi berdasarkan : Tingginya intensitas curah hujan Topografi berupa dataran yang kemiringan lerengnya kurang dari 2º, atau berupa cekungan (depresi). Merupakan daerah aliran sungai dengan orde sungai lebih dari 3 dan bermeander. Material penyusun permukaan adalah material klastik (butiran) yang dominan berukuran halus dan seragam, sehingga dapat mengalirkan dan menyimpan air. Memiliki airtanah dangkal (kurang dari 2 meter) dan tingkat infiltrasi air ke dalam tanah rendah. Dataran banjir yang cukup luas dan sering mengalami banjir dalam periode waktu tertentu. Laporan Akhir IV - 10 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 4.3.2. Gerakan massa (tanah/batuan) Secara umum penyebab gerakkan tanah/batuan adalah sebagai berikut : Topografi, menyangkut kemiringan lereng yang relatif besar (> 30º) dan panjang lereng > 100m. Material penyusun berupa batuan yang sudah sangat tua (pra Tersier) sehingga mudah lapuk dengan tingkat pelapukan sangat lanjut. Tabal lapisan tanah penutup cukup tabal, antara 80 – 150 cm, dan tidak memiliki tumbuhan penutup yang lebat. Tumbuhan yang dominan adalah semak berupa alang-alang. Sebagian lokasi longsor berkaitan dengan kegiatan penggalian batu yang dilakukan oleh masyarakat local secara tradisional maupun modern menggunakan peralatan berat. Intensitas curah hujan yang cukup tinggi pada awal tahun (Januari – Maret). Perubahan fungi lahan akibat pertambahan penduduk akibat migrasi. 4.3.3. Gempa bumi Getaran gempa disebabkan oleh pelepasan energi yang tiba-tiba akibat aktivitas tektonik (gempa bumi tektonik) dan rekahan akibat naiknya fluida (magma, gas, uap dan lanilla dari dalam bumi menuju permukaan disekitar gunung api (gempa bumi volkanik). Sumber gempa dapat berada di lepas pantai atau dibawah laut yang disebabkan oleh aktvitas subduksi dan sesar bawah laut, dan di darat disebabkan oleh aktivitas sesar. 4.4. Penilaian Risiko Salah satu prinsip dasar pada penyusunan peta rawan bencana adalah menentukan resiko berdasarkan bahaya (hazard) yang telah di identifikasi. Bahaya berpeluang menimbulkan kerugian atau kerusakan dan kehilangan jiwa manusia. Dengan kata lain, bahaya berpotensi menjadi bencana. Besar kecilnya bahaya dapat ditentukan dengan mengukur resiko yang dihadapi oleh suatu masyarakat yang menempati daerah tertentu dan pada waktu tertentu pula. Resiko dapat dinilai, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian resiko ditentukan berdasarkan : Laporan Akhir IV - 11 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 a. Jenis ancaman yang diukur menurut tingkat bahaya b. Kondisi atau keadaan yang diukur menurut tingkat kerentanan c. Kekuatan dan potensi yang diukur menurut tingkat kemampuan. Berdasarkan kriteria di atas, maka risiko bencana dapat diketahui dengan mengukur komponen bahaya, kerentanan dan kemampuan daerah penyelidikan yaitu dengan menentukan nilai dari parameter-parameter seperti pada Tabel 4 – 4 dan 4 – 5. Total nilai risiko ditetapkan sebagai tingkat risiko, baik untuk tiap kampung maupun distrik (Tabel 4 – 7). Tabel 4 – 4 Komponen Bahaya Geografis Intensitas Prosentase perbandingan antara luas daerah yang terancam dengan luas wilayah 0 – 20% 20 – 40% 40 – 60% 60 – 80% 80 – 100% Bobot 1 2 3 4 5 Besaran rata-rata intensitas bahaya Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Bobot 1 2 3 4 5 Probabilitas Jumlah kejadian bencana yang merusak dalam kurun waktu tertentu Sangat sering, kejadian > 1 kali dalam 5 thn Sering, kejadian > 1 kali dalam 10 thn Sedang, kejadian 1 kali dalam 10 – 100 thn Jarang, kejadian 1 kali dalam 100 – 1000 thn Sangat jarang, kejadian < 1 dalam 1000 thn Bobot 5 4 3 2 1 Tabel 4 – 5 Komponen Kerentanan / Kemampuan Jumlah Penduduk Prosentase perbandingan antara jumlah penduduk yang terancam dengan jumlah total penduduk 0 – 20% 1 20 – 40% 2 40 – 60% 3 60 – 80% 4 80 – 100% 5 Laporan Akhir Daerah terbangun (industri dan pemukiman) Kepadatan Penduduk Jumlah kepadatan penduduk yang terancam < 0.54 jiwa/ha 0.54 – 1.22 jiwa/ha 1.22 – 2.44 jiwa/ha 2.44 – 4.44 jiwa/ha > 4.44 jiwa/ha 1 2 3 4 Kemampuan merespon Prosentase daerah terbangun yang terancam dibandingkan dengan luas total daerah terbangun Kemampuan melakukan kesiapsiagaan menanggulangi bencana 0 – 20% 20 – 40% 40 – 60% 60 – 80% 80 – 100% Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 5 IV - 12 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Tabel 4 - 6 memperlihatkan bahwa nilai risiko setiap bencana dari masingmasing distrik. Tabel 4 – 6. Penilaian resiko bencana menurut distrik. Distrik Jenis Bahaya No Waibu GB BA LG Sentani Barat GB BA LG Variabel 1 2 3 Bahaya a. Frekuensi b. Intensitas c. Dampak d. Luasan e. Durasi Total 2 2 3 2 1 10 2 2 2 2 1 9 4 2 3 3 2 14 2 2 2 2 1 9 4 3 3 2 2 14 2 1 2 2 1 8 Total 2 1 1 4 3 1 1 5 3 2 1 6 2 1 1 4 3 2 2 7 2 1 1 4 2 2 2 6 2 2 2 6 2 2 2 6 2 2 2 6 2 2 2 6 2 2 2 6 5 15 5.5 14.5 6 20 5 14 6.5 21.5 5 13 Kerentanan a. Fisik b. Sosial c. Ekonomi Kemampuan a. Kebijakan b. Kesiapsiagaan c. Partisipasi masy. Total Rata-rata Kerentanan & Kemampuan Nilai Total Keterangan : GB = Gempa bumi; BA = Banjir air ; LG = Longsor Tabel 4 – 7 Tingkat Risiko dan arah tiap distrik. Faktor Risiko Nilai Risiko Tingkat Risiko Arahan Mitigasi menyeluruh dan kontingensi planning mendesak disusun Mitigasi menyeluruh dan kontingensi planning harus segera disusun Kondisi risiko yang cukup tinggi dipertimbangkan untuk perencanaan dan mitigasi lebih lanjut. Kondisi risiko rendah dengan tambahan mitigasi dan kontigensi planning sebagai saran. ondisi risiko yang sangat rendah namun rencana kontigensi planning tetap ada. Longsor (D. Waibu) Banjir (D. Sentani Barat) 20 – 25 Kelas A : Sangat tinggi Gempabumi (D. Waibu) 15 – 20 Banjir (D. Waibu), Longsor dan Gempabumi (D. Sentani Barat) 10 – 15 Kelas B : Tinggi-Sangat tinggi Kelas C : Sedang - Tinggi Laporan Akhir 5 – 10 Kelas D : Sedang - Rendah 1–5 Kelas E : Rendah – Sangat rendah IV - 13 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Bahaya yang telah teridentifikasi dan terukur peluang kejadiaanya menjadi dasar yang vital bagi perencana untuk dapat merencanakan tindakan penanggulangnnya (mitigasi). Bahaya geologi secara teori tidak dapat dibatasi. Faktor yang masih mungkin dikelola adalah aspek kerentanan atau kemampuan yang berasal dari kondosi fisik, sosial, ekonomi, kebijakan, dan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil penilaian risiko maka faktor kerentanan dan kemampuan yang perlu mendapat perhatian antara lain : a. Fisik seperti prasarana dasar, konstruksi dan bangunan b. Ekonomi, seperti kemiskinan, penghasilan dan Gizo. c. Social, seperti pendidikan, kesehatan, hukum, politik dan kelembagaan. d. Lingkungan, seperti tanah, air, tanaman, dan hutan. Faktor kemampuan mencakup a. Kebijakan : peraturan dan pedoman atau petunjuk pelaksanaan. b. Kesiapsiagaan : pelatihan, gladi, posko, rencana kontijensi. c. Partisipasi masyarakat : pendidikan, penyuluhan, kewaspadaan, kepedulian dan pemberdayaan. 4.5. Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Bencana Manajemen Bencana merupakan suatu bentuk rangkaian kegiatan yang dinamis, terpadu dan berkelanjutan yang dilaksanakan sejak sebelum kejadian bencana (pra bencana), saat atau sesaat setelah kejadian bencana dan setelah kejadian bencana (pasca bencana). Bencana Geologi merupakan peristiwa alam yang terjadi berulang , sehingga dapat digambarkan dalam suatu siklus bencana “disaster cycles”. Untuk itu studi atau analisis tentang disaster management harus dilakukan dalam bentuk sistematik (Gambar 4 - 8). Hal penting yang menjadi bagian dari mitigasi bencana adalah : 1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk setiap jenis bencana; 2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim didaerah rawan bencana; Laporan Akhir IV - 14 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika timbul bencana; 4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi encaman bencana. Gambar 4 - 8. Siklus manajemen bencana. 4.5.1. Kebijakan dan Strategi Mitigasi Bencana Beberapa kebijakan yang dapat ditempauh dalam upaya mitigasi bencana, antara lain : 1. Membangun persepsi yang sama bagi semua pihak, baik jajaran pemerintahan maupun segenap unsur masyarakat, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikembangkan oleh instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-masing. 2. Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinir yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat. 3. Upaya preventif harus diutamakan agak kerusakan dan korban jiwa dapat diminimalkan. 4. Penggalangan kekuatan melaui kerja sama dengan semua pihak, melalui pemberdayaan masyarakat serta kampanye. Dalam rangka melaksanakan kebijakan mitigasi bencana, maka dikembangkan beberapa strategi, sebagai berikut : Laporan Akhir IV - 15 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 1. Pemetaan, yaitu menyusun peta daerah rawan bencana. Peta ini sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan terutama dalam antisipasi kejadian bencana alam. Saat ini penggunaan peta daerah rawan bencana belum optimal, disebabkan antara lain : a. Belum seluruh wilayah rawan bencana telah dipetakan. b. Peta yang telah dihasilkan, belum disosialisasikan dengan baik. c. Peta bencana belum terintegrasi. d. Peta bencana yang dibuat belum memakai peta dasar yang sama. 2. Pemantauan Pengetahuan tentang tingkat kerawanan secara dini akan mempermudah antisipasi dan preventif, jika sewaktu-waktu bencana datang, sehingga mudah melakukan penyelamatan. 3. Penyebaran informasi Penyebaran informasi dilakukan dengan memberi poster dan leaflet kepada pemerintahan setempat yang rawan terhadap bencana, tentang cara mengenali dan mencegah serta penanganan bencana. Pemberian informasi melalui media cetak dan elektronik tentang kebencanaan merupakan salah satu cara menyebaran informasi dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana yang sewaktu-waktu akan datang. 4. Sosialisasi dan penyuluhan Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada SATKOR-LAK PB, SATLAK-PB dan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Hal terpenting yang perlu diketahui masyarakat dan pemerintah daerah adalah mengenai hidup harmonis dengan alam di daerah rawan bencana. Pengetahuan tentang apa yang perlu dilakukan dan dihindarkan di daerah bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana. 5. Pelatihan Pelatihan difokuskan pada tata cara pengungsian dan penyelamatan, jika terjadi bencana. Tujuan latihan lebih difokuskan pada alur informasi dan petugas lapangan, pejabat teknis, SARKORLAK-PB, SATLAK-PB dan masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban Laporan Akhir IV - 16 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 bencana. Melalui pelatihan terbentuk kesiagaan yang tinggi dan siap menghadapi bencana yang terjadi. 6. Peringatan dini Peringatan dini bertujuan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan bencana, agar persiapan secara dini atau cepat dapat dilakukan mengantisipasi jika sewaktu-waktu bencana datang. Peringatan dini disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran kepada masyarakat agar dapat menghindari diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah rawan bencana dapat berupa saran teknis seperti pengalihan jalur jalan, pengungsian dan atau relokasi dan saran penanganan lainnya. 4.5.2. Langkah-Langkah dalam Mitigasi Bencana A. Banjir Upaya mitigasi bencana banjir antara lain : Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman. Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat. Pembangunan infrastruktur harus kedap air. Pembangunan tembok penan dan tanggul sepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami. Pengaturan kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu Sangay membantu mengurangi terjadinya bahaya banjir. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatur kecepatan air masuk ke dalam sistem pengaliran adalah membangun bendungan atau waduk, reboisasi dan pembangunan sistem resapan. Pengerukan sungai, pembuatan sujetan sungai, baik saluran terbuka maupun tertutup dengan pipa atau terowongan. Pembuatan tembok penan dan tembok pemecah ombak untuk mengurangi energi ombak jira terjadi badai atau tsunami. Laporan Akhir IV - 17 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah geolombang untuk daerah teluk. Pembersihan redimen dan pembangunan saluran drainase. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir. Desain bangunan rumah tahan banjir. Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir. Peningkatan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan. Pelatihan tentang kewaspadaan banjir, seperti cara penyimpanan atau pergudangan perbekalan, tempat istirahat/tidur di tempat yang aman. Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat penyelamat lainnya. B. Gerakkan massa (tanah/batuan) Upaya mitigasi gerakkan tanah/batuan antara lain : Pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya bukan di daerah rawan bencana longsor. Relokasi bagi yang berada di wilayah rawan longsor. Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari bahaya liquefaction. Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu untuk menghindari penurunan yang tidak seragam (defferential settlement). Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat impermeabel dan fleksibel. Mengurangi tingkat keterjalan lereng dan pembuatan terasering. Meningkatkan atau memperbaiki drainase baik air permukaan maupun air tanah. Pembangunan bangunan penahan, jangkar (anchore) dan piling. Penghijauan dengan tanaman yang sistem akarnya dalam. Pembuatan saluran khusus untuk aliran butir. Pembuatan tanggul penahan khusus untuk runtuhan batu, berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan-rekahan berbentuk tapal kuda. Laporan Akhir IV - 18 Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Jayapura, Tahun 2010 Hindarkan pembangunan di daerah rawan longsor. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan. Pembuatan terase dan penghijauan dengan menstabilkan lereng. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rockfall). Penutupan rekahan-rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat ke dalam tanah. C. Gempa bumi Upaya mitigasi bencana gempa bumi antara lain : Bangunan dibangun dengan konstruksi tahan getaran. Perkuatan bangunan mengikuti standar kualitas bangunan. Pembangunan fasilitas umum harus dengan standar kualitas yang tinggi. Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan. Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempa bumi. Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi. Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan gempa bumi. Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus ditempatkan pada tempat yang aman dan stabil. Ikut serta dalam pelatihan program utama penyelamatan dan kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan pengganti dan peralatan perlindungan masyarakat lainnya. Rencana kontigensi atau kedaruratan untuk anggota keluarga dalam menghadapi gempa bumi. Laporan Akhir IV - 19 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kabupaten Jayapura yang terletak di bagian utara pulau Papua memiliki kondisi geologi atau fisik yang kompleks. Kondisi wilayah seperti ini berpotensi tinggi terhadap aspek kebencanaan geologi, terutama yang berasal dari faktor alamiah. Berdasarkan hasil survei dan pemetaan kebencanaan geologi di Distrik Waibu dan Sentani Barat, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Penyelidikan tentang kebencanaan di Kabupaten Jayapura masih tergolong jarang. Penyelidikan yang telah dilakukan lebih terfokus pada kejadian banjir tahun 2007, yaitu dibuat oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Mamberamo, Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada (2007), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Pemerintah Propinsi Papua (2007), serta Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Papua bekerja sama dengan PT Cakra Buana (2007). 2. Hasil survei menunjukkan jenis bahaya geologi mungkin terjadi, yaitu banjir dan longsor. Kedua jenis bahaya ini dapat terjadi akibat faktor morfologi. Banjir lebih dominan terjadi pada morfologi yang datar dan menjadi tempat bertemunya beberapa anak sungai dengan sungai utamanya, sedangkan longsor lebih banyak terjadi pada morfologi dengan lereng yang terjal (> 40%) dan batuan penyusunnya tidak padu (kompak). 3. Berdasarkan kondisi geologi regional, maka potensi bahaya yang juga mengancam adalah gempabumi dan angin kencang. Gempabumi berpeluang terjadi di wilayah selatan, terutama pada perbukitan struktural. Sedangkan, angin kencang berpeluang terjadi pada pesisir danau. Musim angin kencang umumnya terjadi saat perubahan musim, baik dari musim kemarau ke hujan atau sebaliknya. 4. Penilaian risiko terhadap potensi bencana diketahui bahwa banjir dan longsor memiliki tingkat risiko yang tinggi. Daerah rawan terhadap banjir terdapat hampir di semua kampung di Distrik Sentani Barat, sedangkan longsor banyak terjadi di distrik Waibu, terutama kampung Sosiri dan Yakonde. 5.2. Saran Penanganan bencana perlu menerapkan manajemen bencana secara komprehensif, terpadu, terkordinasi dan berkelanjutan. Hal ini merupakan sesuai dengan sifat dan mekanisme bencana, seperti yang digambarkan dalam siklus bencana (disaster cycle). Disarankan untuk menangani bencana yang telah diidentifikasi penanggulangan bencana dengan pendekatan struktur (Teknis) dan non struktur (non Teknik). Penanggulangan secara non teknis memberi nilai positif terhadap pemberdayaan dan kesiapsiagaan masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain : 1. Menyiapkan informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk setiap jenis bencana; 2. Melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana; 3. Memberi penyuluihan tentang apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika timbul bencana; 4. Mengatur dan menata kawasan rawan bencana yang sudah terpetakan untuk mengurangi ancaman bencana. PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI DI DISTRIK SENTANI BARAT DAN WAIBU BIDANG PENGEMBANGAN GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TAHUN 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI DI DISTRIK SENTANI BARAT DAN WAIBU KABUPATEN JAYAPURA Tahun 2010 I. Latar Belakang Berdasarkan kondisi geologi, wilayah Kabupaten Jayapura tersusun oleh formasi batuan yang berumur sangat tua (pra-Tersier) hingga muda (Kuarter) dengan kondisi sudah lapuk menengah hingga lapuk lanjut dan kondisi geodinamika yang kompleks. Kondisi seperti ini merupakan kendala yang cukup berarti dalam pengembangan wilayah dan berpeluang menjadi bencana yang dapat mengancam keberadaan manusia dan segala infrastruktur yang ada. Keadaan iklim, terutama curah hujan di wilayah ini menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Di samping itu, pertumbuhan kota Sentani sebagai ibukota Kabupaten Jayapura juga semakin berkembang ke arah (poros) barat – timur dan diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk akibat migrasi serta penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang membutuhkan lahan semakin meningkat. Dalam rangka memberikan informasi tentang bahaya geologi dan penetapan kawasan rawan bencana, maka telah dilaksanakan Survei dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam (Geologi) di Distrik Waibu dan Sentani Barat Kabupaten Jayapura, sebagai salah satu upaya mengurangi dampak (mitigasi) yang ditimbulkan akibat bencana alam, dan mengantisipasi kemungkinan bencana yang akan terjadi. II. Maksud dan Tujuan Maksud dilaksanakan pekerjaan ini adalah melakukan survei dan pemetaan daerah rawan bencana alam (geologi) di Distrik Waibu dan Sentani Barat Kabupaten Jayapura Tujuan yang ingin dicapai dari pekerjaan ini adalah : 1. Untuk mengumpulkan data dan mengetahui potensi bencana yang telah dan/atau memiliki peluang terjadi bencana di Distrik Waibu dan Sentani Barat, sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana; 2. Untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat dan instansi terkait di bidang geologi, terutama geologi tata lingkungan dalam penyelenggaraan tugas di sektor pertambangan. III. Sasaran Sasaran dari pekerjaan ini adalah : 1. Teridentifikasi bencana yang telah terjadi maupun yang berpeluang terjadi di Distrik Waibu dan Sentani Barat; 2. Terpetakan dan terdokumentasikan daerah-daerah rawan dan aman dari bencana alam (geologi) dalam tingkat distrik; 3. Tergambarkan kondisi geologi, morfologi, penggunaan lahan, keadaan iklim, kegempaan, hidrologi, demografi dan sarana infrastruktur yang telah terbangun dalam peta skala 1 : 50.000. IV. Lokasi Penyelidikan Lokasi daerah penyelidikan berada di Distrik Sentani Barat dan Distrik Waibu, termasuk dalam Wilayah Pembangunan II Kabupaten Jayapura. V. Lingkup Pekerjaan Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral 2 RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI Bencana alam (geologi) yang disurvei dan dipetakan antara lain terdiri dari gempa bumi, banjir air, gelombang pasang, tsunami dan tanah longsor. Peta dasar yang digunakan adalah peta spasial kabupaten, peta topografi dan peta citra satelit/foto udara. Daerah rawan bencana atau berpotensi bencana adalah daerah yang pernah dan/atau secara rutin dan berulang kali mengalami bencana. Sedangkan yang berpotensi bencana adalah daerah yang diperkirakan akan mengalami perubahan drastis yang dapat menimbulkan bencana. Penggambaran daerah rawan bencana ditunjukan dengan perbedaan warna untuk setiap jenis bencana. VI. Metode Penyelidikan Survei dan pemetaan daerah rawan bencana alam geologi merupakan bagian dari kegiatan inventarisasi sumber daya mineral di Kabupaten Jayapura. Metode standar atau pedoman yang dikembangkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tentang inventarisasi sumber daya mineral tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1452 K/10/MEM/2000. Metode kerja terdiri dari : 1. Pemetaan secara tidak langsung, yaitu pembuatan peta dengan cara menghimpun dan menginventarisir data yang berasal dari peta tematik yang telah tersusun, penyelidikan terdahulu serta penafsiran peta topografi, dan foto udara atau citra satelit. 2. Pemetaan secara langsung yang dilakukan bersamaan dengan survei lapangan, yaitu pemetaan geologi permukaan berupa peninjauan, pengamatan, pencataan pengukuran atau pengujian dan pendokumentasian. 3. Analisis studio yang dilakukan terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan dalam pemetaan secara tidak langsung maupun langsung. Pemetaan daerah rawan bencana maupun yang berpotensi bencana disusun berdasarkan jenis-jenis bencana yang merupakan hasil identifikasi di tingkat kampung dan distrik. Tiap jenis bencana ditunjukkan oleh warna yang berbeda. Pendokumentasian hasil identifikasi dibuat dalam bentuk peta dan narasi. Hasil pemetaan dicetak dalam bentuk buku yang berisi data dan informasi kejadian bencana, serta menyajikan petunjuk pelaksanaan upaya mitigasi bencana yang diperlukan oleh pemerintah Kabupaten Jayapura. VII. Keadaan Daerah Penyelidikan Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat merupakan distrik yang berada di wilayah pembangunan II yang terletak di bagian barat kota Sentani. Distrik Waibu terdiri dari 7 kampung dengan ibukota berada di Doyo Lama dan Distrik Sentani Barat terdiri dari 5 kampung, beribukota di Dosay. Kedua distrik ini termasuk dalam koridor dan wilayah pengembangan Kabupaten Jayapura ke arah barat dan selatan. 1. Topografi Keadaan topografi daerah penyelidikan dapat tergambar pada kemiringan lereng dan ketinggian tempat. Secara umum kemiringan lereng yang relatif terjal dengan kemiringan (5 - 30)% serta mempunyai ketinggian antara 0,5– 1500 m dpl. 2. Kependudukan Data kependudukan kampung-kampung di Distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat yang tercatat di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil adalah Jumlah penduduk terbanyak di Distrik Waibu adalah Kampung Doyo Baru (1.018 jiwa) dan terjarang adalah kampung Yakonde (714 jiwa). Sedang untuk Distrik Sentani Barat, jumlah penduduk terbanyak berada di Distrik Waibron (1.152 jiwa) dan terjarang ada di kampung Sabron Sari (774 jiwa). Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral 3 RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI Menurut data jumlah penduduk dan keluarga miskin tahun 2008, tercatat ada 29.458 Kepala Keluarga Miskin. Kepala Keluarga Miskin distrik Waibu ada 1.279 KK atau 4.34% dan distrik Sentani Barat memiliki 988 KK atau 3.35% dari jumlah KK miskin di Kabupaten Jayapura. Tingkat pendidikan mayoritas penduduk di kedua distrik adalah lulus (tamat) sekolah dasar, yaitu Distrik Waibu (1,613 orang) dan Distrik Sentani Barat (1,451 orang). 3. Penggunaan lahan Lahan yang berada di kedua distrik sebagian besar masih berupa hutan alami. Hutan di bagian utara Distrik Sentani Barat merupakan hutan dengan status cagar alam termasuk kawasan lindung dari Cagar Alam Cyclop. Sebagian hutan di bagian selatan dan timur yang berbatasan dengan danau Sentani, lebih didominasi oleh rumput dan semak. Kondisinya sangat berbeda dengan hutan di bagian barat dan utara. Pemukiman penduduk tersebar ditepian danau Sentani untuk Distrik Waibu, sedangn di Distrik Sentani Barat tersebar di datara tinggi Dosay (poros Jalan Sentani – Depapre). Penggunaan lahan untuk aktifitas pertanian dan perkebunan lebih banyak di manfaatkan untuk tanaman palawija seperti jagung, dan kacang. Khusus Distrik Sentani Barat produksi hasil perkebunan, terutama buah-buahan seperti mangga, rambutan, durian, kelapa, coklat, kopi dan pinang menjadi komoditas unggulan yang memiliki prospek ekonomi tinggi. VIII. Hasil Penyelidikan Kegiatan survei dan pemetaan daerah rawan bencana di distrik Waibu dan Distrik Sentani Barat Kabupaten Jayapura diawali dengan identifikasi bahaya yaitu mengamati lokasi, intensitas dan kemungkinan ancaman yang dapat terjadi di daerah penyelidikan, kemudian menentukan tingkat resiko, yaitu didasarkan pada penentuan jenis ancaman bahaya, penilaian probabilitas, penilaian dampak dan penentuan tingkat bahaya. Selanjutnya, disusun peta rawan bencana yang merupakan salah satu strategi yang penting dalam usaha memperkuat mitigasi (pencegahan) dan upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Pelaksanaan survei lapangan pemetaan daerah rawan bencana dilakukan pada tanggal 4 – 7 Oktober 2010. Tim kerja dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing melakukan kegiatan di satu distrik. Jalur pertama lintasan survey mengikuti jalan raya Sentani – Doyo Lama – Yakonde dan jalur kedua mengikuti jalan raya Sentani – Dosay – Depapre. Beberapa titik pengamatan yang dipandang perlu diamati secara seksama berada di Kampung Doyo Baru, Doyo Lama, Sosiri, Kanda dan Yakonde untuk distrik Waibu, serta Sabron, Dosay, Waibron dan Maribu untuk distrik Sentani barat. Pengamatan dan survei lapangan serta wawancara dengan masyarakat setempat, utamanya pemuka kampung (kepala suku, ondoafi ataupun kepala kampung) diperoleh informasi tentang bencana yang pernah terjadi. Ringkasan hasil pengamatan lapangan di kedua distrik adalah sebagai berikut : Tabel Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Waibu Kampung Doyo Baru Bahaya Geologi Banjir (2007) Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral Faktor penyebab Penebangan hutan di bagian utara dan 4 RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI penggalian pasir batu di sepanjang sungai Doyo Lama Sosiri Longsor Yakonde Banjir Bambar Banjir dan longsor Kemiringan lereng yang terjal dan batuan yang mudah runtuh (lapuk) Morfologi datar dan pertemuan sungai dengan danau. Struktur tanah di bagian tebing yang rapuh dan pertemuan anak sungai di bagian yang datar Dondai Kwadeware Tabel Hasil identifikasi bahaya geologi di distrik Sentani Barat Kampung Sabron Sari Sabron Yaru Dosay Waibron Maribu Bahaya Geologi Banjir Banjir Banjir Banjir (2007) Banjir Faktor penyebab Penggalian pasir batu di sepanjang sungai dan pemukiman yang berada di tepi sungai Berdasarkan hasil survei, maka dapat diketahui jenis bahaya geologi mungkin terjadi, yaitu banjir dan longsor. Kedua jenis bahaya ini dapat terjadi akibat faktor morfologi. Banjir lebih dominan terjadi pada morfologi yang datar dan menjadi tempat bertemunya beberapa anak sungai dengan sungai utamanya, sedangkan longsor lebih banyak terjadi pada morfologi dengan lereng yang terjal (> 40%) dan batuan penyusunnya tidak padu (kompak). Secara umum Distrik Sentani Barat mempunyai masalah kebencanaan yang seragam atau serupa yaitu banjir yang disebabkan oleh Sungai Deyaw dan anak-anak sungai yang tidak mampu menampung air saat hujan dengan intensitas tinggi. Longsor yang terjadi di Distrik Waibu dapat terjadi akibat pemotongan lereng untuk badan jalan dan pembangunan rumah pada formasi batuan yang lunak seperti batupasir, batulempung dan napal. Mengacu pada kondisi geologi regional, potensi bahaya yang dapat mengancam adalah gempabumi dan angin kencang. Gempabumi berpeluang terjadi di wilayah selatan, terutama pada perbukitan struktural. Gempabumi terkait dengan pergerakan lempeng Samudera Pasifik yang menumbuk lempeng Benua Australia. Pergerakan lempeng tersebut berakibat pada pergerakan kembali (reaktivasi) sesar-sesar yang sudah terbentuk. Sedangkan, angin kencang berpeluang terjadi pada pesisir danau. Angin kencang ini terjadi akibat perbedaan suhu dan tekanan udara di atas permukaan danau. Musim angin kencang umumnya terjadi saat perubahan musim, baik dari musim kemarau ke hujan atau sebaliknya. Berdasarkan hasil identifikasi bahaya geologi yang mengancam daerah penyelidikan, maka dapat ditentukan probabilitas atau kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang merupakan kerugian atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan. Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral 5 RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI Gambar Matrik tingkat bahaya geologi di daerah pemetaan. Kejadian longsor tanah/batuan merupakan kombinasi antara fenomena alam dan aktivitas manusia. Longsoran juga terjadi akibat getaran yang disebabkan oleh gempa bumi ataupun kendaraan besar dan berat yang lewat. Faktor ini dianggap sebagai pemicu terjadi longsor. Banjir dan angin kencang berkaitan dengan musim. Banjir berpeluang terjadi pada awal-awal tahun, mulai dari Januari hingga Maret. Sedangkan angin kencang berpeluang terjadi pada bulan Juni – Agustus, berarah relatif tenggara. Hasil pengumpulan data sekunder tentang laporan gempabumi yang dirasakan di Kabupaten Jayapura, periode tahun 2003 – 2007, diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura (2008), menunjukkan bahwa pusat gempa (episentrum) berada di antara koordinat 5o 18’ – 0o 24’12 ‘’ LS dan 133o 30’ 36’’ – 141o 48’ 36’’ BT. Lokasi ini berada di daratan atau sebelah selatan daerah survei dan pemetaan. Kedalaman gempa berkisar antara 2 – 186 km, namun sebagian besar gempa terjadi pada kedalaman antara 10 – 30 km, termasuk gempa dangkal. Kekuatan gempa berkisar antara 2,5 - 6,0 Skala Ritcher (SR), dan kekuatan yang sering terjadi berada pada skala 3,2 – 3,6 SR, tergolong gempa bumi ringan (kecil). Intesitas gempa menurut Modified Mercalli Intensity (MMI), gempabumi yang dirasakan termasuk pada skala II – III, yaitu goncangan hanya dirasakan oleh sedikit orang dan getaran sering terjadi tetapi tidak dirasakan sebagai gempa bumi. Tingkat resiko gempa bumi terhadap percepatan gempa, tergolong Resiko Sedang Tiga atau memiliki percepatan getaran tanah maksimum sebesar 100 – 125 gal (BMG, 2008). Penilaian Risiko Salah satu prinsip dasar pada penyusunan peta rawan bencana adalah menentukan resiko berdasarkan bahaya (hazard) yang telah di identifikasi. Bahaya berpeluang menimbulkan kerugian atau kerusakan dan kehilangan jiwa manusia. Dengan kata lain, bahaya berpotensi menjadi bencana. Besar kecilnya bahaya dapat ditentukan dengan Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral 6 RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI mengukur resiko yang dihadapi oleh suatu masyarakat yang menempati daerah tertentu dan pada waktu tertentu pula. Resiko dapat dinilai, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian resiko ditentukan berdasarkan : a. Jenis ancaman yang diukur menurut tingkat bahaya b. Kondisi atau keadaan yang diukur menurut tingkat kerentanan c. Kekuatan dan potensi yang diukur menurut tingkat kemampuan. Berdasarkan kriteria di atas, maka risiko bencana di setiap distrik dapat diketahui dengan mengukur komponen bahaya, kerentanan dan kemampuan. Total nilai risiko ditetapkan sebagai tingkat risiko, baik untuk tiap kampung maupun distrik. Faktor Risiko Tabel Tingkat Risiko dan arah tiap distrik. Nilai Tingkat Risiko Arahan Risiko Longsor (D. Waibu) Banjir (D. Sentani Barat) 20 – 25 Kelas A : Sangat tinggi Gempabumi (D. Waibu) 15 – 20 Banjir (D. Waibu), Longsor dan Gempabumi (D. Sentani Barat) 10 – 15 Kelas B : Tinggi-Sangat tinggi Kelas C : Sedang - Tinggi 5 – 10 Kelas D : Sedang - Rendah 1–5 Kelas E : Rendah – Sangat rendah Mitigasi menyeluruh dan kontingensi planning mendesak disusun Mitigasi menyeluruh dan kontingensi planning harus segera disusun Kondisi risiko yang cukup tinggi dipertimbangkan untuk perencanaan dan mitigasi lebih lanjut. Kondisi risiko rendah dengan tambahan mitigasi dan kontigensi planning sebagai saran. ondisi risiko yang sangat rendah namun rencana kontigensi planning tetap ada. Bahaya yang telah teridentifikasi dan terukur peluang kejadiaanya menjadi dasar yang vital bagi perencana untuk dapat merencanakan tindakan penanggulangnnya (mitigasi). Bahaya geologi secara teori tidak dapat dibatasi. Faktor yang masih mungkin dikelola adalah aspek kerentanan atau kemampuan yang berasal dari kondosi fisik, sosial, ekonomi, kebijakan, dan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil penilaian risiko maka faktor kerentanan dan kemampuan yang perlu mendapat perhatian antara lain : a. Fisik seperti prasarana dasar, konstruksi dan bangunan b. Ekonomi, seperti kemiskinan, penghasilan dan giro. c. Social, seperti pendidikan, kesehatan, hukum, politik dan kelembagaan. d. Lingkungan, seperti tanah, air, tanaman, dan hutan. Faktor kemampuan mencakup a. Kebijakan : peraturan dan pedoman atau petunjuk pelaksanaan. b. Kesiapsiagaan : pelatihan, gladi, posko, rencana kontijensi. c. Partisipasi masyarakat : pendidikan, penyuluhan, kewaspadaan, kepedulian dan pemberdayaan. Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral 7 RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI IX. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil survei dan pemetaan kebencanaan geologi di Distrik Waibu dan Sentani Barat, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1) Hasil survei menunjukkan jenis bahaya geologi mungkin terjadi, yaitu banjir dan longsor. Kedua jenis bahaya ini dapat terjadi akibat faktor morfologi. Banjir lebih dominan terjadi pada morfologi yang datar dan menjadi tempat bertemunya beberapa anak sungai dengan sungai utamanya, sedangkan longsor lebih banyak terjadi pada morfologi dengan lereng yang terjal (> 40%) dan batuan penyusunnya tidak padu (kompak). 2) Berdasarkan kondisi geologi regional, maka potensi bahaya yang juga mengancam adalah gempabumi dan angin kencang. Gempabumi berpeluang terjadi di wilayah selatan, terutama pada perbukitan struktural. Sedangkan, angin kencang berpeluang terjadi pada pesisir danau. Musim angin kencang umumnya terjadi saat perubahan musim, baik dari musim kemarau ke hujan atau sebaliknya. 3) Penilaian risiko terhadap potensi bencana diketahui bahwa banjir dan longsor memiliki tingkat risiko yang tinggi. Daerah rawan terhadap banjir terdapat hampir di semua kampung di Distrik Sentani Barat, sedangkan longsor banyak terjadi di distrik Waibu, terutama kampung Sosiri dan Yakonde. 2. Saran Disarankan untuk menangani bencana yang telah diidentifikasi penanggulangan bencana dengan pendekatan struktur (Teknis) dan non struktur (non Teknik). Penanggulangan secara non teknis memberi nilai positif terhadap pemberdayaan dan kesiapsiagaan masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain : 1) Menyiapkan informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk setiap jenis bencana; 2) Melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana; 3) Memberi penyuluihan tentang apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika timbul bencana; 4) Mengatur dan menata kawasan rawan bencana yang sudah terpetakan untuk mengurangi ancaman bencana. Bidang Pengembangan Geologi & Sumber Daya Mineral 8