1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan
ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering
menjadi prioritas dalam pembangunan suatu negara. Bahkan ketika pra pemerintahan
suatu negara, calon penguasa sering mengkampanyekan tentang peningkatan
lapangan kerja sebagai “senjata ampuh” untuk memenangkan pemilihan umum.
Beberapa alasan tersebut memang cukup logis mengingat penyerapan tenaga kerja
menimbulkan beberapa dampak yang lain seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan masyarakat melalui upah yang didapat yang pada akhirnya mengurangi
tingkat kemiskinan, dan mengantisipasi masalah sosial lainnya. Di Indonesia, pada
era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode pertama,
strategi peningkatan penyerapan tenaga kerja menjadi salah satu tujuan utama dalam
masa pemerintahannya. Penyerapan tenaga kerja atau biasa disebut sebagai pro-job
menjadi agenda penting selain pro-poor (pengentasan kemiskinan), dan pro-growth
(peningkatan pertumbuhan) (Kuncoro, 2012:73).
Di dalam teori Cobb Douglas, dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu
negara berasal dari peningkatan input tenaga kerja, modal, dan teknologi. Oleh karena
1
itu, pertumbuhan ekonomi suatu negara sering menjadi prioritas utama dalam proses
pembangunan sehingga diharapkan dapat memicu pertumbuhan penyerapan input
produksi salah satunya tenaga kerja.
Pertumbuhan ekonomi juga merupakan salah satu indikator yang sangat
penting bagi penyerapan tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena permintaan dari
tenaga kerja merupakan turunan dari permintaan output. Sehingga secara logika
terjadi pergerakan yang sama antara pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan
permintaan output dengan penyerapan tenaga kerja (Smith, 2003:40).
Dalam realita yang ada, proses pembangunan ternyata justru hanya semata
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidaklah berkualitas
sehingga penyerapan tenaga kerja rendah atau bahkan tidak terjadi, angka kemiskinan
tetap tinggi, dan ketimpangan pendapatan masing timpang. Padahal menurut Todaro
dan Smith (2006: 39), selain menciptakan pertumbuhan ekonomi proses
pembangunan haruslah
berimbas terhadap pengurangan angka kemiskinan,
ketimpangan pendapatan, serta peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Era otonomi daerah merupakan sebuah era yang sangat penting bagi suatu
pembangunan suatu negara. Perencanaan yang awalnya bersifat sentralisasi maka
dengan adanya otonomi daerah berubah menjadi desentralisasi. Era yang dimulai
pada tahun 2001 ini, daerah tidak lagi menerima program namun justru dengan
memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri. Tumbuhnya perhatian
terhadap otonomi daerah tidak hanya dikarenakan kegagalan dalam menciptakan
2
pemerataan dalam pertumbuhan namun juga disebabkan karena ketidakpastian akibat
susahnya melakukan perencanaan dari pusat untuk daerah (Kuncoro, 2012:49).
Di era otonomi daerah, terdapat kondisi yang menarik di mana pada periode
2002-2006 antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan tenaga kerja samasama menunjukkan tren yang meningkat. Namun pada periode 2007-2012, antara
pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan tenaga kerja mengalami tren yang
berbeda di mana pertumbuhan ekonomi mengalami tren yang meningkat sedangkan
tren pertumbuhan tenaga kerja mengalami pertumbuhan yang menurun. Pada era
otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja
mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2007 yang masing-masing mengalami
pertumbuhan sebesar 6,35% dan 4,69% (lihat Gambar 1.1). Jika dilihat lebih rinci,
pada tahun 2002 hingga 2012, pertumbuhan tenaga kerja dan angkatan kerja menurun
di akhir 2012 sedangkan pengangguran justru mengalami peningkatan (lihat Gambar
1.2).
Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia
pada Era Otonomi Daerah
Sumber: Diolah dari BPS dan World Bank (2014)
3
Pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja nasional juga tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dalam
tingkat di bawahnya yaitu level provinsi. Pengaruh otonomi daerah tentu sangat besar
mengingat campur tangan pemerintah daerah lebih besar dalam rangka pembangunan
daerah salah satunya dari aspek penyerapan tenaga kerja. Selain itu, karakteristik
regional atau provinsi yang berbeda-beda menjadi kecenderungan tersendiri atas
pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.
Gambar 1.2. Pertumbuhan Tenaga Kerja, Angkatan Kerja, dan Pengangguran
Indonesia pada Era Otonomi Daerah
Sumber: Diolah dari BPS dan World Bank (2014)
Jika dilihat secara provinsi, perbandingan antara pertumbuhan ekonomi
dengan penyerapan tenaga kerja menunjukan fakta yang menarik. Beberapa provinsi
seperti Kalimantan Tengah (Kalteng), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Utara
(Sulut), Sulawesi Tenggara (Sultra), Gorontalo dan beberapa provinsi lainnya
4
memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada
penyerapan tenaga kerja. Meskipun ada juga beberapa provinsi yang memiliki ratarata pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di atas rata-rata nasional
seperti Jawa Timur (Jatim), Jawa Barat (Jabar), dan Sumatera Utara (Sumut) (lihat
Gambar 1.3).
Gambar 1.3. Perbandingan Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi dengan
Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi di Indonesia pada Era Otonomi Daerah
Sumber: Diolah dari BPS dan World Bank (2001-2013)
Secara total dalam lingkup nasional, pada rentang 2002-2006 rata-rata
mengalami pertumbuhan tenaga kerja sebesar 1% sedangkan pada periode 2007-2012
rata-rata mengalami pertumbuhan tenaga kerja 2%. Secara sektoral dalam lingkup
nasional, pada periode 2002-2006 rata-rata pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor
jasa keuangan dan transportasi yaitu sebesar 5% sedangkan rata-rata pertumbuhan
terendah terjadi pada sektor pertanian yaitu hanya sebesar 0,3%. Sementara itu pada
5
periode 2007-2012 rata-rata pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor jasa keuangan
yaitu sebesar 13,3% sedangkan rata-rata pertumbuhan terendah terjadi pada sektor
transportasi -1,9% (lihat Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Rata-Rata Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektoral dan Total Secara
Nasional Periode 2002-2006 dan 2007-2012
SEKTORAL
2002-2006
2007-2012
Pertanian
0,3%
-0,5%
Konstruksi
4,3%
6,7%
LGT
3,4%
8,3%
Jasa Keuangan
5,0%
13,3%
Manufaktur
-0,2%
4,4%
Jasa
0,8%
7,1%
Perdagangan
2,1%
3,2%
Transportasi
5,0%
-1,9%
TOTAL
1,0%
2,0%
Keterangan:
LGT: listrik, gas, dan tambang
Sumber: Hasil olah data (2002-2012)
Secara sektoral berdasarkan Tabel 1.2, pangsa PDB sektoral terhadap pangsa
PDB total pada tahun 2002 paling besar disumbangkan oleh sektor manufaktur yaitu
sebesar 27,86%. Sedangkan pangsa terbesar kedua disumbangkan oleh sektor
perdagangan yaitu sebesar 16,16%. Proporsi yang sama juga masih terjadi pada tahun
2012 di mana sektor manufaktur dan perdagangan masih menjadi penyumbang
terbesar PDB total yaitu masing-masing sebesar 25,59% dan 18,06%. Berbeda
dengan PDB, pangsa tenaga kerja sektoral pada tahun 2002 dan 2012 sebagian besar
justru disumbangkan oleh sektor pertanian sebesar 44,33% dan 35,09%. Adanya
perbedaan pangsa tersebut menimbulkan kekhawatiran tersendiri karena peningkatan
6
output tanpa peningkatan tenaga kerja atau transformasi struktural yang tidak
seimbang dapat menimbulkan eksploitasi di sektor tersebut atau inefisiensi produksi.
Tabel 1.2. Persentase Pangsa PDB Sektoral Terhadap Total PDB dan Pangsa
Tenaga Kerja Sektoral Terhadap Total Tenaga Kerja pada Era Otonomi
Daerah
PDB
TENAGA KERJA
SEKTOR
2002
2012
2002
2012
Pertanian
15,39
12,53
44,33
35,09
Konstruksi
5,61
6,52
4,66
6,13
Listrik + Pertambangan
11,95
8,14
0,91
1,67
Jasa Keuangan
8,74
9,66
1,08
2,40
Manufaktur
27,86
25,59
13,21
13,87
Jasa
9,23
9,35
11,30
15,43
Perdagangan
16,16
18,06
19,41
20,90
Transportasi
5,06
10,13
5,10
4,51
Sumber: BPS dan World Bank (2001-2013)
Berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1 Tahun 1999, salah satu
kewenangan daerah atau provinsi adalah menetapkan upah minimum provinsi yang
bersifat mengikat bagi kabupaten/kota di dalamnya. Berdasarkan upah minimum
provinsi secara riil, ada 12 provinsi yang memiliki upah minimum provinsi riil di atas
rata-rata nasional namun penyerapannya juga belum tentu maksimal. Salah satunya
adalah Aceh, di mana upah minimum provinsi riilnya terbesar ke tiga di Indonesia
namun penyerapan tenaga kerjanya masih di bawah rata-rata nasional (lihat Gambar
1.4). Kebijakan upah minimum provinsi memang terkadang menjadi problema terkait
dengan efektitasnya terhadap penyerapan tenaga kerja.
Selain itu berdasarkan UU No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah
maupun UU No. 25 tahun 1999 tentang salah satu kewenangan di era otonomi
7
daerah adalah masalah pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah
menjadi penting terutama mengenai pemanfaatan belanja langsung daerah yang
berkaitan langsung dengan masyarakat. Hal ini menjadi salah satu kunci agar
pemanfaatan belanja tersebut dapat maksimal dan menciptakan efek positif salah
satunya bagi penyerapan tenaga kerja.
Gambar 1.4. Rata-rata Upah Minimum Provinsi Riil dan Penyerapan Tenaga
Kerja di 28 Provinsi di Indonesia pada Era Otonomi Daerah
Sumber: Diolah dari BPS, World Bank, dan CIEC (2001-2013)
Ketidakseimbangan antara sektor ekonomi dengan tenaga kerja juga
menimbulkan pertanyaan mengenai efisiensi dari pasar tenaga kerja di Indonesia.
Berdasarkan laporan yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) pada tahun
2011-2012, Indonesia dari segi efisiensi pasar tenaga kerja yang antara lain dilihat
dari segi hubungan antar pekerja, fleksibilitas upah, dan jam kerja,
menduduki
8
peringkat 94 dari 142 negara di dunia yang artinya pasar tenaga kerja di Indonesia
sangatlah tidak efisien.
Di antara negara-negara ASEAN yang masuk dalam
penilaian WEF, Indonesia hanya unggul dari Filipina yang menempati peringkat 113
dari 142 negara. Indonesia bahkan kalah dibandingkan dengan negara Vietnam dan
Kamboja jika dilihat dari aspek efisiensi pasar tenaga kerja tersebut (lihat Tabel 1.3).
Tabel 1.3. Peringkat Efisiensi Pasar Tenaga Kerja Negara – Negara di Kawasan
ASEAN Tahun 2011-2012
NEGARA
PERINGKAT (1-142)
Singapura
2
Brunei Darussalam
9
Malaysia
20
Thailand
30
Kamboja
38
Vietnam
46
Indonesia
94
Filipina
113
Sumber: World Economic Forum (2012)
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Seperti telah dijelaskan pada bagian latar belakang, pertumbuhan ekonomi di
tiap provinsi belum tentu menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Tren
pertumbuhan ekonomi pada era otonomi daerah yang meningkat pada periode 20022006 juga diikuti oleh pertumbuhan penyerapan tenaga kerja. Namun, pada periode
2007-2012 tren pertumbuhan ekonomi yang meningkat malah diikuti oleh tren
penurunan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan beberapa masalah tersebut maka
pertanyaan penelitian di dalam studi ini dapat dirinci sebagai berikut:
9
1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah dan upah minimum provinsi
riil terhadap penyerapan tenaga kerja di 28 provinsi di Indonesia pada era
otonomi daerah?
2. Bagaimana perubahan penyerapan tenaga kerja sektoral pada periode 2002-2006
dan 2007-2012 di 28 provinsi di Indonesia berdasarkan analisis dynamic shift
share?
3. Apakah terjadi transformasi struktur tenaga kerja di 28 provinsi di Indonesia pada
periode 2002-2006 dan 2007-2012?
1.3.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini terdiri dari:
1. Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi dan upah minimum provinsi riil
terhadap perubahan penyerapan tenaga kerja di 28 provinsi di Indonesia pada era
otonomi daerah;
2. Mengetahui perubahan penyerapan tenaga kerja berdasarkan analisis dynamic
shift share di 28 provinsi di Indonesia pada periode 2002-2006 ke 2007-2012;
3. Mengetahui apakah terjadi transformasi struktur tenaga kerja di 28 provinsi di
Indonesia pada periode 2002-2006 ke 2007-2012;
1.4.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini terdiri dari:
1. Sebagai sarana berpendapat secara ilmiah untuk berbagai instrumen kebijakan
yang terkait dengan tenaga kerja, dan analisis sektoral sehingga mampu
menciptakan kebijakan yang menyeluruh atau berkualitas dalam lingkup tersebut;
10
2. Memperkaya studi empiris dalam hal tenaga kerja, analisis sektoral, dan
karakteristik regional;
3.
1.5.
Sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1).
PEMBATASAN PENELITIAN
Pada penelitian ini, difokuskan pada rentang waktu 2002 hingga 2012.
Alasan pemilihan rentang waktu tersebut antara lain karena rentang waktu tersebut
merupakan waktu diberlakukannya era otonomi daerah dan terkait juga dengan
ketersediaan serta aktualitas data. Sementara pemilihan 28 provinsi dikarenakan
keterbatasan data dan juga ada beberapa provinsi yang merupakan hasil pemekaran
(lihat Tabel 1.4). Sementara itu sektor PDRB dan penyerapan tenaga kerja dalam
penelitian berbeda jika dibandingkan dengan sektor yang terdapat di dalam BPS.
Perbedaannya hanyalah digabungya sektor pertambangan dan penggalian dengan
sektor listrik, gas, dan air sebagai akibat adanya data penyerapan tenaga kerja yang
digabung pada tahun 2002-2004 (lihat Tabel 1.5 dan 1.6).
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jumlah tenaga
sektoral, produk domestik regional bruto (PDRB) sektoral, upah minimum provinsi
dan indeks harga konsumen. Untuk variabel upah minimum provinsi dibagi dengan
indeks harga konsumen digunakan untuk mengetahui seberapa besar daya beli
pekerja. Pemilihan variabel tersebut didasarkan pada beberapa penelitian empiris
yang dilakukan di berbagai negara dalam rentang waktu tertentu sehingga
menciptakan kerangka pemikiran untuk mengimplementasikannya dalam lingkup
provinsi di Indonesia.
11
Tabel 1.4. Alasan 6 Provinsi Tidak Dimasukan di Dalam Sampel Penelitian
PROVINSI
Kepulauan Riau
Maluku
Papua Barat
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Kalimantan Utara
ALASAN
Baru pemekaran tahun 2002 dan data tenaga kerja tahun 2001-2004 tidak
tersedia.
Tidak tersedianya data tenaga kerja sektor listrik, gas, dan tambang pada
tahun 2001.
Tidak tersedianya data tenaga kerja pada tahun 2001-2005.
Pemekaran dari Sulsel tahun 2004 dan data tenaga kerja tahun 2001-2005
tidak tersedia.
Tidak tersedianya data tenaga kerja sektor jasa keuangan tahun 2003.
Tidak tersedia data tenaga kerja dan resmi secara administratif pada tahun
2013.
Tabel 1.5. Sektor dalam PDRB dan Tenaga Kerja
NO
SEKTOR
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri Pengolahan
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)
5
Bangunan
6
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
7
Pengangkutan dan Komunikasi
8
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
9
Jasa-jasa
Sumber: BPS (2014)
Tabel 1.6. Perubahan Sektor di Dalam Penelitian
NO
SEKTOR
1
Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan
2
Pertambangan, Penggalian, Listrik, Gas, dan Air Bersih
3
Industri Pengolahan
4
Bangunan
5
Perdagangan, Hotel dan Restoran
6
Pengangkutan dan Komunikasi
7
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
8
Jasa-Jasa
Sumber: Diolah dari BPS (2014)
12
1.6.
HIPOTESA
Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah yang telah dibahas pada
pembahasan awal, maka peneliti memberikan dugaan sementara (hipotesis) terhadap
pertanyaan penelitian. Hipotesis tersebut terdiri dari:
-
Bahwa pertumbuhan ekonomi daerah memberikan dampak positif dan
signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja;
-
Bahwa upah minimum provinsi riil memberikan dapat memberikan dampak
positif maupun negatif signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja;
-
Bahwa terdapat perubahan penyerapaan tenaga kerja di seluruh provinsi
dalam sampel penelitian;
-
Bahwa terjadi transformasi struktural tenaga kerja di seluruh provinsi dalam
sampel penelitian.
1.7.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penelitian ini disusun dengan rincian sebagai berikut:
Bab I
akan membahas mengenai pendahuluan, yang memuat latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan
penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II akan membahas mengenai uraian terkait landasan teori yang terdiri dari
tinjauan pustaka, penelitian terdahulu sesuai dengan penelitian.
Bab III akan membahas mengenai uraian metodologi penelitian, model, hipotesis,
dan alat analisis.
13
Bab IV akan membahas mengenai hasil dan pembahasan penelitian yang terdiri dari
statistik deskriptif, tahapan analisis, hasil dan temuan serta pembahasan
penelitian.
Bab V akan membahas mengenai kesimpulan penelitian serta saran untuk
pengembangan akademis/penelitian selanjutnya dan juga berkaitan dengan
pengambilan kebijakan.
14
Download