Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir PENGARUH LINGKUNGAN KOROSIF TERHADAP KOROSI PADA TANGKI BAJA PENAMPUNG BAHAN BAKAR Johannes Leonard Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10, Makassar 90225, Indonesia e-mail : [email protected] ABSTRAK PENGARUH LINGKUNGAN KOROSIF TERHADAP KOROSI PADA TANGKI BAJA PENAMPUNG BAHAN BAKAR. Kontak antara bahan bakar dengan material tangki penampung bahan bakar menimbulkan masalah korosi. Untuk mempelajari fenomena bahan bakar yang sifatnya korosif pada baja, maka dilakukan suatu penelitian. Metodologi pada penelitian ini dilakukan melalui perendaman sampel baja tangki penampungan bahan bakar. Bahan bakar solar berasal dari tangki penampungan solar di Depot Pertamina Makassar, Sulawesi Selatan. Selanjutnya, sampel-sampel ini direndam dalam masing-masing wadah solar, dengan kondisi bergerak, dan diam. Percobaan korosi mikrobiologik dilakukan dengan menambahkan isolat bakteri. Lama pengujian adalah 8 minggu. Perhitungan laju korosi dilakukan berdasarkan kehilangan berat, dan kedalaman sumuran. Pengamatan dilengkapi dengan persentase luasan defek korosi, berdasarkan Dot Chart ASTM B 537-70 (80). Laju korosi permukaan, dalam wadah bergerak mencapai nilai maksimum 4,232018 mpy. Sementara dalam wadah yang diam, laju korosi maksimum 1,856000 mpy. Sedangkan, laju korosi sumuran, dalam wadah bergerak mencapai nilai maksimum turun menjadi 3,250375 mpy. Dalam wadah yang tenang, laju korosi turun menjadi 2,988064 mpy. Persentase korosi yang terjadi terdistribusi secara tak merata. Pada wadah yang bergerak nilainya naik mulai minggu ke 2 dari 22% menjadi 35% pada minggu ke 8. Sementara dalam wadah yang diam, 10% pada minggu ke 2, naik menjadi 18%. Kondisi medium yang bergerak semua nilai lebih besar dari pada medium yang diam. Kata kunci : korosi permukaan, korosi sumuran, korosi mikrobiologik, laju korosi, persentase korosi ABSTRACT INFLUENCE OF CORROSIVE ENVIRONTMENT ON CORROSION OF TANK STEEL OF FUEL STORAGE. The contact between fuel and material of tank steel has a risk of corrosion problem. To study the phenomenon of this crorosive fuel on steel, the research was done. Methodology of this research was conducted by immersion of steel samples in fuel. The fuel came from storage tank at Depot Pertamina Makassar, Sulawesi Selatan. Furthermore, these samples were immersed in each fuel reservoir, conditioning as stirred and non-stirred. Test of microbiological corrosion conducted by adding with bacterial isolates. The duration of this research is 8 weeks. The calculation of corrosion rate is by weight loss, and depth of pit. The observation also completed by calculation of area defect percentage based on Dot Chart ASTM B537-70 (80). The rate of general corrosion in unsteady reservoir reached maximum value 4,232018 mpy. Meanwhile in the non-stirred reservoir, corrosion rate has a maximium value 1,856000 mpy. The rate of piting corrosion in the stirred box reached maximum value to 3,250375 mpy. In the non- stirred box, corrosion rate decreased to 2,988064 mpy. The percentage of corrosion occurred has distributed. In the stirred box, the value increase from 2th weeks, from 22% to 35% at 8th. Meanwhile, in the nonstirred box, 10% at 2th, raised to 18% at 8th weeks. In the stirred reservoir, all the value is bigger than in the non-stirred reservoir. Keywords: general corrosion, pitting corrosion, microbiological corrosion, corrosion rate, corrosion percentage 1 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir 1. PENDAHULUAN Penggunaan material teknik dan industri sebagai bahan tangki penampungan bahan bakar membuat kontak antara bahan bakar tersebut dengan materialnya. Hal ini akan menimbulkan masalah korosi pada material tersebut. Korosi ini disebabkan oleh elemenelemen agresif/korosif dalam bahan bakar itu sendiri, dan korosi yang disebabkan oleh organisme hidup. Korosi tipe-tipe tersebut ini akan membuat suatu degradasi fungsional material tersebut, yang akhirnya dapat menimbulkan perforasi yang cukup berbahaya. Bahaya tersebut akan lebih fatal lagi, jika kejadian ini dialami oleh mesin-mesin konversi energi, seperti pada kapal, pesawat, instalasi pembangkit daya tenaga nuklir, dan industriindustri vital lainnya. Aktivitas bakteri yang memengaruhi performans suatu material telah ditemukan dalam berbagai situasi di Ontario Hydro. Studi kasus yang ditemukan pada batangan metal yang ditanahkan untuk stasiun transformator, system baja pendingin struktur di Lake Huron dan korosi pada komponen baja dalam stasiun pembangkit tenaga nuklir bangunan vakum. Beberapa kemungkinan yang terjadi oleh pengaruh aktivitas mikro-organisme yang memengaruhi sifat-sifat kontainer untuk pembuangan limbah nuklir[1]. Komposisi kimia bahan bakar memegang peranan penting sebagai urutan pertama. Kandungan oksigen yang terlarut dan gas karbonik akan membuat formasi oksida dan karbonat. Selanjutnya, oksigen membuat pertumbuhan mikro-organisme aerobik, dan juga gas karbonik berfungsi sebagai sumber karbon pada bakter-bakteri autotrophe. Keberadaan ion-ion mineral, seperti nitrogen, fosfor, sulfur, besi, manganes, kalsium, dan sebagainya, dalam bentuk nitrat, fosfat, atau sulfat akan memenuhi kebutuhan makanan yang perlu pada pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut. Bakteri ini akan menggunakannya untuk keperluan transformasi energi yang diperlukan pada metabolismenya. Sedangkan kandungan-kandungan organiknya akan digunakan untuk bakteri kimio-organotrophe. Dalam kenyataannya, dalam bahan bakar minyak dan pelumas, terdapat kandungan sel-sel mineral dan mater-materi organik yang memungkinkan pertumbuhan bakteri[2]. Penelitian in bertujuan untuk memberikan gambaran fenomena reaksi korosi dan aktifitas mikro-organisme, bakteri. Dalam kenyataannya, bakteri turut mempengaruhi proses terjadinya korosi. Laju korosi akan semakin cepat, karena adanya efek sinergetik metabolime bakteri tersebut antara elemen agresif dalam bahan bakar dengan aktifitas metabolism bakteri tersebut. Aspek penelitian ini adalah korosi permukaan, sumuran, dan bakteriologik yang terjadi pada system distribusi bahan bakar solar. Target khusus yang ingin dicapai adalah memperoleh informasi tentang laju korosi permukaan, terwujud pada kebanyakan dan bakteriologik. Selain itu adalah perentase defek korosi yang terjadi. 2. TEORI/POKOK BAHASAN Keberadaan metal fero merupakan faktor yang memicu erjadinya proses korosi. Dalam prakteknya metal sebagai bagian utama system distribusi bahan bakar dan minyak pelumas. Besi merupakan metal dasar, dan hal itu menjadikannya subyek terhadap kebanyakan korosi. Variasi komposisi pada permukaan, ketak-teraturan struktur Kristal, dan banyak factor lainnya dapat menyebabkan permukaan menjadi terpisah dalam daerah anodik dan katodik. Efek yang sama jika permukaan terendam dalam larutan yang 2 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir konsentrasinya bervariasi dari satu titik ke titik lainnya (terjadinya sel konsentrasi), atau jika satu daerah lebih teroksigenasi daripada daerah lainnya (sel aerasi differensial, yang katodanya merupakan daerah yang terokigenasi lebih). Suatu sel aerasi differensial adalah utamanya merupakan jenis yang amat umum dari sel konsentrasi. Metal-metal lain, termasuk sesuatu yang lebih nobel daripada besi, merupakan subyek terhadap pengaruhpengaruh ini pada permukaannya. 2.1. Baja Karbon Baja banyak dipakai sebagai bahan industri karena sifat-sifat baja yang bervariasi, yaitu bahan tersebut mempunyai berbagai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibentuk sampai yang paling keras dan sukar dibentuk. Baja karbon merupakan paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S dan Cu. Sifat baja karbon tergantung pada besarnya kandungan kadar karbon. Kekuatan dan kekerasan suatu baja bertambah tinggi bila kadar karbon naik, tetapi perpanjangan/keuletannya menurun. Baja merupakan campuran besi dan karbon, dimana unsur karbon (C) adalah unsur utama disamping unsur-unsur lain seperti disebutkan di atas yang jumlahnya dibatasi (dikontrol). Kadar kandungan karbon sekitar 0,05 – 2 %, sedangkan unsur – unsur lain dibatasi persentasenya. Unsur paduan yang tercampur di dalam lapisan baja, dimaksudkan untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas atau menghasilkan sifat-sifat khusus. 2.2. Korosi Permukaaan Korosi jenis ini merupakan perusak atau penyebab kehilangan logam yang paling besar. Proses terjadinya korosi ini adalah secara kimia atau elektrokimia secara teratur dengan laju konstan dan terjadi secara merata pada permukaan. Hal ini mengakibatkan logam makin lama makin menipis. Dalam medium cairan , korosi uniform menyebabkan pelarutan logam, sedangkan dalam medium gas terjadi oksidasi. Laju korosi berdasarkan kehilangan berat dihitung berdasarkan persamaan[3] : i = KxW AxTxD mpy dimana : i = Laju korosi (mils/year) K = Konstanta korosi = 3,45 x 106 W = Kehilangan Berat (gr) A = Luas permukaan spesimen (cm2) T = Waktu perendaman (jam) D = Densitas (g/cm3) 2.3. Korosi Sumuran Korosi ini merupakan salah satu bentuk korosi yang sangat dekstruktif dan sangat sulit diperkirakan , biasanya disebut juga korosi titik atau lubang . Terjadinya sangat lokal berbentuk lubang-lubang berukuran kecil dan kadang-kadang demikian berdekatan sehingga tampak seperti permukaan yang kasar. Korosi sumuran dinilai sangat berbahaya 3 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir karena dapat menyebabkan alat tidak dapat digunakan lebih lanjut karena lubang-lubang akibat korosi dapat menembus dinding dan terjadinya mendadak. Penyebab korosi sumuran adalah : pecahnya lapisan pada permukaan logam oleh adanya benda asing, goresan, celah kecil , endapan dan sebagainya sehingga menimbulkan korosi lokal dalam titik ini disertai sel korosi autokatalik dan terjadi akumulasi dan produk-produk korosi di tempat itu, tidak homogennya jenis logam yang digunakan dalam konstruksi seperti tersebarnya partikel logam-logam asing yang melekat pada logam murni yang dapat terjadi pada proses pembuatan logam serta larutan yang mengandung ion halida dan klorida, bromida dan hipoklorit. Ion-ion logam beroksidasi dengan klorida seperti CuCl2 dan FeCl3 yang sangat agresif serangan korosinya. Gambar 1. Penampang sumur untuk pengukuran kedalaman [3] Laju korosi berdasarkan kedalaman sumur dihitung berdasarkan persamaan [3] : i = kedalaman sumur (mil) x 2.4. 24 x365 mpy waktu ( jam) Korosi Bakteriologik Korosi bakteri, atau korosi yang dipengaruhi oleh mikro atau makro-organisme dapat didefinisikan sebagai degradasi sifat-sifat material karena keberadaan fisik dan aktifitas metabolik organisme ini pada permukaan metal, menurut mekanisme peranannya, baik berupa reaksi elektrokimia pada antar-muka metal dan larutan, berupa kimia (produk metabolis). Interaksi yang dapat terjadi antara baja dan mikro-organisme menimbulkan bersama mikrobiologi dan psiko-kimia antara material dan lingkungan. Perusakan metal disertai, selanjutnya, dengan penampkan biofilm dan depot yang mengandung produk korosi : adanya karat (oleh bakteri fero), depot kehitaman besi-sulfur oleh bakteri pereduksi sulfat. Faktor-faktor utama yang memengaruhi terjadinya korosi bakteri ini adalah keadaan material, lingkungan, dan aksi mikro-organisme. Sebagai contoh, bakteri pereduksi sulfat tak berkembang dengan sendirinya dalam bahan bakar tersebut. Mereka mampu berada dalam keadaan tidak aktif (tidur) hingga kondisi yang cocok untuk bertumbuh terjadi. Sehingga bahan bakar dapat merupakan sumber suplai dari bakteri pereduksi sulfat. Keberadaan bakteri ini cukup dikenal di United Kingdom. Tangki-tangki penyimpanan bahan bakar dan sistem perpipaannya sedikitnya delapan dari sebelas tangki yang diselidiki telah diketahui mengalami efek dari bakteri ini. Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa keberadaan bakteri ini pada kesempatan yang lebih 4 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir awal, maka dapat dicegah kebocoran serta polusi lingkungan yang mengikutinya dan kebutuhan perbaikan yang mahal[4]. Secara singkat, jika diasosiasikan dengan aktivitas mikrobial, terdapat beberapa tipe efek yang merugikan. Pertama-tama, lama pemakaian minyak lebih singkat, yang dapat menimbulkan kenaikan biaya dan waktu penggantian oli. Kedua, permukaan mengalami kerusakan, dan ketiga, usia peralatan menjadi lebih singkat. Beberapa usaha saintifik telah dilakukan untuk menghilangkan mikro-organisme dalam produk oli dan bahan bakar, namun studi lanjutan tetap menunjukkan adanya beberapa jenis organisme masih tetap ada[5]. Beberapa penelitian telah menunjukkan pula, bahwa perkembang-biakan beberapa jenis bakteri korosi, dapat dicegah dengan penggunaan bakterisida, seperti boraks yang murah dan non toksik, dan hanya dapat larutdalam air, sehingga tak memberikan masalah pada kualitas bahan bakar. Beberapa sukses telah dicapai dengan menggunakan bioksid, tetapi bakteri merupakan organisme hidup dan mempunya kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang bervariasidan dapat menjadi immun terhadap kandungan khusus. 3. METODOLOGI Metodologi pada penelitian ini dilakukan melalui perendaman sampel baja tangki penampung an bahan bakar. Bahan yang digunakan sebagai sampel material tangki adalah baja karbon St-37. Baja ini dibuat dalam bentuk specimen dengan ukuran 50 mm x 35 mm x 1 mm. Spesimen ini digantung dalam wadah yang berisi solar. Wadah I berisi solar yang diaduk sehingga medium jadi bergerak. Sementara dalam wadah II, solar dibiarkan tenang. Bahan bakar solar ini diambil dari Depot Pertamina Makassar, Sulawesi Selatan. Lama perendaman spesimen adalah 8 minggu, dengan interval waktu pengambilan data adalah 2 minggu (gambar 2). Percobaan untuk menentukan laju dan tipe korosi yang terjadi dilakukan berdasarkan kehilangan berat, dan kedalaman sumuran. a. Wadah I medium bergerak b. Wadah II Medium diam Gambar 2. Perendaman specimen dalam medium solar Percobaan korosi mikrobiologik dilakukan dengan menambahkan isolat bakteri ke dalam solar. Isolat bakteri ini diperoleh melalui proses pembuatan suspensi dari cairan yang diambil ketika keluar melalui kran saat tangki dibersihkan, tahap prakultur, dan tahap kultur yang diinkubasi secara aerob (gambar 3). Maksud dilakukan tahap-tahap ini adalah untuk memperoleh bakteri yang mampu hidup dalam kondisi yang hampir sama dengan kondisi asalnya. Diperoleh 5 isolat bakteri melalui tahapan poses ini. 5 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir a. tahap prakultur b. tahap kultur c. inkubasi Gambar 3. Proses pembuatan isoat bakteri [6] Gambar 4. Pengujian dlam medium dengan isolat bakteri [6] Selanjutnya, isolat-isolat bakteri ini dimasukkan ke dalam wadah pengujian selama 8 minggu. Satu medium pengujian dengan tanpa isolat bakteri sebagai pembanding (gambar 4). Pengamatan secara visual tipe korosi yang terjadi dilakukan dan dilengkapi dengan perhitungan persentase luasan defek korosi, berdasarkan Dot Chart ASTM B 537-70 (80). 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Laju korosi permukaan merata, dalam wadah bergerak naik mulai minggu ke 2 dari 1,83998 mpy menjadi 4,232018 mpy pada akhir minggu ke 8. Sementara dalam wadah yang tenang, laju korosi 0,920018 mpy pada minggu ke 2, naik menjadi 1,856000 mpy pada minggu ke 8 (gambar 5). Sedangkan, laju korosi sumuran, dalam wadah bergerak turun mulai minggu ke 2 dari 6,569179 mpy menjadi 3,250375 mpy pada akhir minggu ke 8. Dalam wadah yang tenang, laju korosi 4,995313 mpy pada minggu ke 2, turun menjadi 2,988064 mpy pada akhir minggu ke 8 (gambar 6). Persentase defek korosi yang terjadi terdistribusi secara tak merata. Pada wadah yang bergerak nilainya lebih besar dari pada wadah yang diam. 6 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir 5 4 laju korosi (mpy) 3 2 Wadah I 1 Wadah II 0 0 2 4 6 8 10 lama perendaman (minggu) Gambar 5. Laju korosi permukaan terhadap waktu perendaman 7 6 laju korosi (mpy) 5 4 3 Wadah I 2 Wadah II 1 0 0 2 4 6 8 10 Gambar 6. Laju korosi sumuran terhadap waktu perendaman lama perendaman (minggu) Persentase defek korosi dalam wadah yang bergerak nilainya naik mulai minggu ke 2 dari 22% menjadi 35% pada minggu ke 8. Sementara dalam wadah yang tenang, 10% pada minggu ke 2, naik menjadi 18% pada minggu ke 8 ((gambar 7). persentase korosi (mpy) 40 30 20 Wadah I 10 Wadah II 0 0 2 4 6 8 10 lama perendaman (minggu) Gambar 7. Persentase distribusi korosi terhadap waktu perendaman 7 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir Gambar 8. Hasil uji biokorosi dengan isolat bakteri dalam kondisi aerob[6] Perbedaan lapisan korosi yang terbentuk pada permukaan logam kontrol dengan lapisan korosi pada sampel dengan isolat bakteri tak nampak lendir, serta berwarna kekuningan. Sampel ini cepat mengering ketika diangkat dari wadah uji. Lapisan korosi pada sampel dengan isolat bakteri menampakkan lapisan berlendir dan lebih lama mengering. Umumnya berwarna coklat, dan coklat kemerah-merahan. Pembentukan lapisan korosi pada permukaan sampel yang nampak berlendir ini, disebabkan oleh faktor kemampuan bakteri dalam pembentukan biofilm. 5. KESIMPULAN Laju korosi permukaan yang terjadi semakin naik seiring lamanya waktu perendaman. Sementara, laju korosi sumuran semakin turun seiring lamanya perendaman. Lingkungan yang bergerak menyebabkan laju korosi semakin tinggi. Hasil uji biokorosi dengan isolat bakteri, menunjukkan lapisan biofilm pada permukaan spesimen yang berbeda-beda, yaitu perubahan warna medium yang coklat, coklat kemerah-merahan, dan berlendir. Hal ini menunjukkan kemampuan isolat bakteri pada pembentukan biofilm. Persentase defek korosi semakin naik seiring dengan lamanya waktu perendaman. Kenaikan ini cenderung konstan besarnya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Imelda Leonora Suoth, Nurhayati Rachman, dan Dekolina Harisma, yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. K.W. LAM, A,C. HEADON, and D.P. DAUTOVICH, “Bacterial Corrosion Studies at Ontario Hydro”, CIM Bulletin, Vol. 77 No. 868, pp. 77-82, 1984. CHANTREAU J., ”Corrosion Bacterienne”, Technique et Documentation, Paris, 1980. HAYNES, GARDNER S., BABOIAN, R., “Laboratory Corrosion Test and Standars”, ASTM STP 866, pp. 382, 561, 1983. HILL E., ”How Bacteria Damage Lubricants”, New Scientist, pp. 335-338, 1987. HAZZARD G. F., ”The Detection of Micro-organism in Petroleum products, Journal of the Institute of Petroleum”, Vol. 53 No. 524, pp. 77-82, 1977. 8 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir [6]. HARISMA, D., “Isolasi Bakteri Penyebab Biokorosi Pada Tangki Penampungan Solar Di Depot Pertamina Makassar” Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA UNHAS, Makassar, 2002, pp. 34-57. 9