Vol. 65, No. 2, Mei-Agustus 2016 | Hal. 37–42 | ISSN 0024-9548 Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren (Effectivity of chitosan in pain score and healing of reccurent aphtous stomatitis) Dea Jane Sungkono dan Indrayadi Gunardi Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta - Indonesia Korespondensi (correspondence): Indrayadi Gunardi, Departemen Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. Jl. Kyai Tapa Grogol, Jakarta, Indonesia. E-mail: [email protected] ABSTRACT Background: Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is a common oral lesion found in dental practice. RAS prevalence is around 25-60% in population. Chitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose) is a natural polymer which has been widely used in medicine and tissue engineering due to its antimicrobial, anti-inflammatory, antioxidant, haemostatic, and bioadhesive properties. Until now, application of chitosan in dentistry is mainly on periodontal therapy. Purpose: To identify the effect of chitosan in pain score and healing of RAS compared to chlorhexidine gluconate (CHX), and tetracycline mouthwash. Method: This experimental research used cross-sectional design approach. 15 patients having episode of RAS were divided into 3 experimental groups, chitosan 0,4%, CHX 0,1 %, and tetracycline 1,6%. Pain score was assessed everyday. Ulcer size was measured on day 1,7, and 10. Result: Significant difference found in reduction of pain score before and during therapy within each groups (P=0,039; P=0,033; P=0,039); but there is no difference found between groups (P=1,000). There is no difference on duration of healing between groups (P=0,839). Mean of duration of healing in chitosan, CHX and tetracycline groups are 7,2 days, 7,4 days, and 6,8 days. There is significant difference in reduction of ulcer size within groups (P=0,009; P=0,009; P=0,009); but there is no difference found between groups (P=0,856). Conclusion: Biocompatibility of chitosan is well-tolerated in dentistry. From this research, chitosan has an equal compatibility compared with CHX and tetracycline on reducing pain score and healing of RAS. Keywords: recurrent aphthous stomatitis; chitosan; healing; visual analog scale ABSTRAK Latar belakang: Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah lesi oral yang paling sering ditemukan dibandingkan lesi lainnya. Angka prevalensi SAR berkisar 25-60% dari populasi umum. Kitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose) merupakan jenis polimer alam yang telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran dan tissue engineering karena efek antimikrobial, anti-inflamasi, antioksidan, hemostatik dan bioadhesive. Hingga kini penggunaannya dalam bidang kedokteran gigi masih terbatas pada perawatan periodontal. Tujuan: Untuk mengetahui efek kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR dibandingkan klorheksidin glukonat (CHX) dan tetrasiklin sebagai obat kumur. Metode: Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan potong-silang. Sebanyak 15 pasien SAR dibagi ke dalam 3 kelompok perlakuan, yaitu kitosan 0,4%, CHX 0,1%, dan tetrasiklin 1,6%. Skor rasa sakit dicatat setiap hari menggunakan VAS. Pemeriksaan lesi oral dilakukan pada hari ke-1, 7 dan 10. Hasil: Berdasarkan skor rasa sakit yang diukur sebelum dan selama terapi, terdapat perbedaan dalam tiap kelompok (P=0,039; P=0,033; P=0,039); tetapi tidak antar kelompok (P=1,000). Tidak terdapat perbedaan durasi kesembuhan antar kelompok (P=0,839). Rerata durasi kesembuhan kelompok kitosan, CHX, dan tetrasiklin masing-masing adalah 7,2 hari; 7,4 hari; 6,8 hari. Berdasarkan ukuran lesi, ada perbedaan bermakna antara kunjungan 1, 2 dan 3 dari kelompok kitosan, CHX, tetrasiklin (P=0,009; P=0,009; P=0,009); tetapi tidak antar kelompok (P=0,856). Simpulan: biokompatibilitas kitosan telah teruji dapat digunakan 38 Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016 untuk bidang kedokteran gigi. Dari hasil penelitian, kitosan berpengaruh terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR, seperti halnya CHX dan tetrasiklin. Kata kunci: stomatitis aftosa rekuren; kitosan; kesembuhan; visual analog scale PENDAHULUAN Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu ulserasi pada mukosa mulut yang rekuren, sakit, dan tidak diketahui penyebabnya.1 Scully dkk.2 menyatakan prevalensi SAR berkisar antara 25%60% dari populasi umum. Prevalensi SAR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan episode pertama dari SAR paling sering dimulai pada dekade kedua kehidupan.2-4 Manifestasi klinis dari lesi ini adalah erosi mukosa baik soliter maupun multipel dilapisi pseudomembran putih keabuan yang dikelilingi eritema halo dan terasa sakit. Lesi ini lebih umum dijumpai pada mukosa non keratin daripada mukosa berkeratin.5 Berdasarkan presentasi klinis, SAR diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu SAR tipe minor, mayor, dan herpetiformis.6 Etiologi SAR masih belum diketahui secara pasti, diduga karena adanya faktor predisposisi seperti genetik, trauma, berhenti merokok, stress, hormonal, defisiensi vitamin dan mineral (vitamin B12, folat, dan zat besi), atopi, dan penyakit sistemik seperti supresi sistem imun dan penyakit gastrointestinal.1 Oleh karena etiologi yang masih belum jelas, perawatan SAR biasanya bersifat paliatif, mengurangi keparahan lesi, dan memperpanjang periode remisi penyakit. Obat yang digunakan untuk terapi SAR umumnya berupa obat topikal, antara lain covering agent, obat kumur antiseptik, antibiotik, anti-inflamasi non-steroid, anestetikum, analgesik, dan kortikosteroid topikal.6 Sebagai alternatifnya perlu dicari bahan lain yang dapat menggantikan penggunaan bahan kimiawi sebagai terapi SAR. Kitosan adalah salah satu bahan alami yang potensial yang mungkin dapat dijadikan alternatif pilihan terapi. Kitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-Dglucopyranose) adalah produk alami turunan kitin, polisakarida yang dapat ditemukan pada eksoskeleton dari subfilum crustacea.7 Kitin dapat diambil dari seluruh hewan bercangkang seperti udang, kepiting, serangga dan lainnya. Kitosan komersial umumnya memiliki derajat deasetilasi antara 70 dan 95% dan berat molekul antara 50 kD dan 2000 kD.8 Kitosan telah diketahui memiliki berbagai efek antara lain antimikrobial, antifungal, anti-inflamasi dan hemostatik.9 Kitosan bersifat nontoksik, biokompatibel, dan mampu menstimulasi kesembuhan.10 Dalam bidang kedokteran kitosan sudah digunakan terutama untuk terapi osteomyelitis, hemorrhagic cystitis, dan luka bakar. Selain itu kitosan merupakan drug-delivery vehicle, material yang sangat potensial dalam tissue engineering dan benang jahit absorbable. Kitosan juga digunakan luas dalam industri kosmetik, agrikultur, dan pangan.10 Dalam bidang kedokteran gigi kitosan digunakan kombinasi dengan bone graft untuk meningkatkan regenerasi tulang, atau kombinasi dengan resin komposit menghasilkan efek inhibisi terhadap Streptococcus mutan.11 Kitosan juga digunakan dalam terapi oral mucositis dan oral candidiasis.9,10 Namun, pemanfaatan efek antimikrobial dan anti-inflamasi kitosan dalam merawat lesi SAR belum pernah digunakan. Di dalam penelitian ini akan dibahas apakah terdapat perbedaan skor rasa sakit, durasi kesembuhan dan perubahan ukuran lesi SAR pada kelompok yang diberikan terapi obat kumur kitosan, klorheksidin, dan tetrasiklin. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui efek kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi. Diharapkan, penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut pengembangan pemanfaatan kitosan sebagai alternatif terapi SAR, lesi oral, maupun penggunaan lainnya dalam perawatan gigi mulut. BAHAN DAN METODE Penelitian eksperimental pada manusia dengan rancangan cross-sectional dan metode randomized clinical trial single blind, melibatkan 15 subyek. Kriteria inklusi SAR adalah lesi SAR tipe minor berumur maksimal 3 hari. Subyek dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu kelompok 1, diberikan perlakuan kitosan, kelompok 2 perlakuan klorheksidin glukonat 0,1%, dan kelompok 3 perlakuan tetrasiklin 1,6%. Masing-masing kelompok terdiri atas 5 subyek. rasa sakit sebelum dan selama terapi pada masing masing kelom kelompok adalah sebagai berikut kitosan P=0,039; tetrsiklin P=0,039 Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016 39 Obat kumur kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan cara sebagai berikut: 2,1 gram kitosan ditambahkan asam asetat 1,5% sebanyak 30 ml, kemudian ditambahkan akuades hingga volume 500 ml. Lalu, menggunakan magnetic stirrer larutan kitosan tersebut akan mengalami proses sizing sehingga menjadi spherical precipitation. Setelah 2 jam, masih dalam magnetic stirrer, tambahkan 10 µl emulsifier tween 80 0,1 % dengan menggunakan sprayer. Setelah 30 menit, tambahkan 100 ml STPP 0,1 % ke dalam emulsi yang diteteskan dengan menggunakan pipet. Setelah 1 jam matikan magnetic stirrer. Obat kumur kitosan memiliki konsentrasi 0,4%. Aturan pakai obat bagi tiap kelompok adalah berkumur 3 kali sehari Gambar . Rerataskor skor rasa . Gambar antar kelompok 1.1Rerata rasasakit sakit antar kelompok. dengan 15 ml (1½ sendok makan) obat selama 2 menit, lalu buang. 4 Subyek mendapatkan perawatan berdasarkan masing masing kelompok. Hasil uji masing-masing hasil metode randomisasi sederhana yaitu dengan kelompok adalah sebagai berikut kitosan P=0,039; undian (blind) dimana subyek mendapatkan botol tetrsiklin P=0,039; tetrasiklin P=0,033 dengan simbol tertentu. Subyek diinstruskikan Untuk membandingkan pengaruh obat terhadap untuk mencatat skor rasa sakit (menggunakan visual skor rasa sakit antar kelompok, data yang digunakan analog scale (VAS)) setiap hari. Ukuran lesi dicatat adalah selisih skor rasa sakit sebelum dan selama pada hari pertama, hari ke-7 (kunjungan 2), dan hari terapi. Berdasarkan uji One-way ANOVA tidak ke-10 (kunjungan 3). didapatkan beda signifikan pada selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi antar kelompok (P=1,000). Ini menunjukkan kitosan memberikan HASIL efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam menurunkan gejala rasa sakit pada lesi SAR. Subyek pada penelitian ini berjumlah 15 Hasil analisis dideskripsikan pada Tabel 1. orang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 12 orang Berdasarkan One-way ANOVA tidak ada perempuan. Rata-rata usia subyek dalam ketiga perbedaan pengaruh obat terhadap durasi waktu kelompok adalah 23,67 tahun dengan rentang usia kesembuhan lesi (P=0,839). Ini menunjukkan 18-43 tahun. Seluruh subyek mengikuti penelitian kitosan dapat memberikan efek yang setara dengan dari awal hingga akhir. Predileksi tempat SAR pada klorheksidin dan tetrasiklin dalam mempercepat penelitian ini meliputi labial (20%), bukal (20%), durasi kesembuhan SAR. Kelompok tetrasiklin lidah (13%), dasar mulut (13%), palatum (7%), dan (6,8 hari) nampak mengalami durasi kesembuhan gingiva (27%). paling singkat dibandingkan kelompok yang lain Seluruh subyek mengalami SAR tipe minor. (kitosan 7,2 hari; klorheksidin 7,4 hari). Hasil uji Ukuran lesi dari subyek bervariasi berkisar antara dideskripsikan pada Tabel 1. 3-7 mm. Dari 15 subyek tersebut, didapatkan bahwa Melalui uji Friedman diketahui bahwa baik 6 orang (40%) subyek mengalami episode SAR >3 kitosan, klorheksidin dan tetrasiklin dapat kali dalam 1 tahun. mengurangi ukuran lesi secara bermakna (P=0,009). Rerata skor rasa sakit pada kelompok kitosan, Dari uji post-hoc, pada ketiga kelompok terdapat klorheksidin, dan tetrasiklin sebelum terapi perbedaan bermakna ukuran lesi pada kunjungan berturut-turut adalah 8, 8,2, dan 7,6. Rerata saat 1 vs kunjungan 2 serta kunjungan 1 vs kunjungan sebelum terapi hingga lesi sembuh pada masing3 (Tabel 2-a,b,c). masing kelompok perlakuan ditunjukkan pada Dari uji Kruskal-Wallis tidak ada perbedaan Gambar 4. bermakna selisih ukuran lesi pada kunjungan 1 Berdasarkan analisis marginal homogeneity dan kunjungan 2 serta kunjungan 1 dan kunjungan ditemukan adanya perbedaan bermakna pada 3 antar kelompok. Ini menunjukkan kitosan dapat skor rasa sakit sebelum dan selama terapi pada Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016 40 Tabel 1. Hasil analisis one way anova selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi antar kelompok; dan pengaruh obat terhadap durasi kesembuhan lesi antar kelompok n Mean ± SD 1,000 5 5 5.4 ±2,073 5 5 5 7,2 ± 1,643 7,4 ± 2,074 6,8 ±1,924 0,839 Tabel 2a. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada kelompok kitosan. Perlakuan Ukuran lesi n Kitosan Kunjungan 1 Kunjungan 2 Kunjungan 3 5 5 5 Median (minimummaksimum) 4 (3-4) 0 (0-2) 0 P 0,009* Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs kunjungan 2 P=0,039*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,034*; kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317. Tabel 2b. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada kelompok klorheksidin Perlakuan Ukuran lesi n Median (minimummaksimum) P Klorheksidin Kunjungan 1 5 4 (3-7) 0,009* Kunjungan 2 5 0 (0-4) Kunjungan 3 5 0 (0-2) Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs kunjungan 2 P=0,038*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,039*; kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317. Tabel 2c. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada kelompok tetrasiklin Perlakuan Ukuran lesi n Median (minimummaksimum) P Tetrasiklin Kunjungan 1 5 3 (3-6) 0,009* Kunjungan 2 5 0 (0-2) Kunjungan 3 5 0 Perlakuan n Median (minimummaksimum) P Kunjungan 1- Kitosan 5 4 (2-4) 0,856 Kunjungan 2 Klorheksidin 5 4 (3-4) Tetrasiklin 5 3 (3-4) Kunjungan 1- Kitosan 5 4 (3-4) 0,637 Kunjungan 3 Klorheksidin 5 4 (3-5) Tetrasiklin 5 3 (3-6) P 5.4 ± 2,408 5.4 ± 2,509 5 Klorheksidin Tetrasiklin Pengaruh obat terhadap durasi kesembuhan lesi Kitosan Klorheksidin Tetrasiklin Hasil analisis Kruskal-Wallis perubahan ukuran lesi kunjungan 1 dan kunjungan 2 serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 antar kelompok Selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi Kitosan Tabel 3. Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs kunjungan 2 P=0,038*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,039*; kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317. memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam penurunan diameter lesi SAR (Tabel 3). PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui perbedaan efektivitas obat kumur kitosan 0,4 %, klorheksidin glukonat 0,1% dan tetrasiklin 1,6% terhadap gejala rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR. Pemilihan konsentrasi kitosan 0,4% berdasarkan konsentrasi optimal kitosan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA (belum dipublikasi), sedangkan obat kumur klorheksidin glukonat 0,1 % dan tetrasiklin 1,6% merupakan konsentrasi yang umum digunakan dalam perawatan lesi SAR. Berdasarkan analisis marginal homogenity ditemukan adanya perbedaan bermakna skor rasa sakit sebelum terapi dan selama terapi pada kelompok kitosan, klorheksidin dan tetrasiklin (P=0,039; 0,033; 0,039). Dalam penelitian ini penurunan skor rasa sakit yang signifikan pada kelompok perlakuan kitosan diduga akibat efek anti-inflamasi dan antioksidan.9 Pada kelompok klorheksidin dan tetrasiklin penurunan skor rasa sakit merupakan akibat efek antimikrobial. 1,12 Namun pada klorheksidin, berbeda dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Hunter dkk. dimana tidak ditemukan perbedaan skor rasa sakit pada kelompok klorheksidin dan plasebo.13 Pada kelompok tetrasiklin, sesuai dengan penelitian dari Hayrinen-Immone dkk.14 bahwa terjadi penurunan skor rasa sakit pada hari ke-2 hingga ke-5 pasca pemberian obat. Hal ini disebabkan karena efek antimikrobial dan reduksi aktivitas kolagenase dari bahan tetrasiklin. Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016 Berdasarkan analisis One-way ANOVA, tidak ditemukan perbedaan bermakna selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi antar kelompok. Hal ini membuktikan bahwa kitosan memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam menurunkan gejala rasa sakit pada lesi SAR. Berdasarkan analisis One-way ANOVA, tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap durasi waktu kesembuhan antar kelompok perlakuan (P=0,839). Namun berdasarkan rerata, kelompok tetrasiklin mengalami durasi kesembuhan paling cepat (6,8 hari), disusul oleh kelompok kitosan (7,2 hari), dan klorheksidin (7,4 hari). Hasil penelitian ini didukung dari penelitian sebelumnya mengenai obat tetrasiklin kumur yang mampu mempercepat durasi waktu kesembuhan lesi SAR tetapi ada beberapa efek penyerta seperti mual dan rasa terbakar.15 Sedangkan pada klorheksidin glukonat hasil penelitian mengenai durasi ulser dan periode remisi masih bervariasi.13,16 Dari hasil uji Friedman, didapatkan perubahan ukuran lesi yang signifikan pada kelompok kitosan (P=0,009), klorheksidin (P=0,009) dan tetrasiklin (P=0,009). Uji post-hoc Wilcoxon, didapatkan ada perbedaan ukuran lesi secara signifikan pada kunjungan 1 dan kunjungan 2, serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 pada masing-masing kelompok (P<0,05), tetapi tidak pada kunjungan 2 dan kunjungan 3 (P>0,05). Pada kelompok tetrasiklin, hasil penelitian didukung oleh Graykowski dan Kingman17 yang menyatakan bahwa kelompok tetrasiklin menunjukkan reduksi ukuran secara signifikan dibandingkan plasebo. Kemampuan klorheksidin dan tetrasiklin untuk mempengaruhi kesembuhan lesi secara klinis, baik durasi kesembuhan dan penurunan diameter lesi merupakan akibat efek antimikrobial menjaga lesi bersih, sehingga menciptakan kondisi yang mendukung penyembuhan.1,12 Sedangkan pada kitosan, selain efek antimikrobial kesembuhan lesi diduga didukung juga oleh efek mukoadhesif.9 Berdasarkan analisis Kruskal-Wallis tidak ditemukan perbedaan bermakna perubahan ukuran lesi pada kunjungan 1 dan kunjungan 2 (P=0,856) serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 (P=0,637) antar kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa efek kitosan ternyata dapat mencapai tingkat yang setara dengan tetrasiklin maupun klorheksidin dalam terapi SAR. Dalam laporan penelitian ini dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan skor rasa sakit, durasi 41 kesembuhan, dan perubahan ukuran lesi SAR antar kelompok terapi obat kumur kitosan, klorheksidin, dan tetrasiklin. Kitosan secara efektif dapat digunakan sebagai terapi alternatif perawatan lesi SAR, jika dibandingkan dengan klorheksidin glukonat dan tetrasiklin. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kitosan terhadapat penyembuhan lesi oral dengan kehilangan integritas mukosa dengan jumlah sampel lebih banyak. DAFTAR PUSTAKA 1. Gayford JJ. Penyakit mulut (clinical oral medicine). Edisi Ke 2. Alih bahasa Lilian Yuwono. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1990. h. 1-11. 2. Scully C, de Alroeida O, Bagan J, Dioz PD, Taylor AM. Oral medicine and pathology at a glance. Ed. ke-1. Oxford: Blackwell Publishing; 2010. p. 54-8. 3. Baccaglini L, Lalla RV, Bruce AJ. Urban legends: recurrent aphthous stomatitis. Oral Dis 2011; 17(8): 755–70. 4. Greenberg MS. Ulserative vesicular and bullous lesions. Dalam: Lynch M, Brightman VJ, Greenberg MS, editors. Burket’s oral medicine, diagnosis, and treatment. 10th ed. Philadelphia: WB.Saunders Co; 2003. p. 63-5. 5. Gonsalves WC, Chi AC, Neville BW. Common oral lesions: part I. Superficial mucosal lesions. Am Fam Physician 2007; 75(4): 501–7. 6. Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis: a consensus approach. J Am Dent Assoc 2003; 134: 200-7. 7. Kong M, Chen XG, Xing K, Park HJ. Antimicrobial properties of chitosan and mode of action: a state of the art review. Int J Food Microbiol 2010; 144(1): 51–63. 8. Sun Y, Cui F, Shi K, Wang J, Niu M, Ma R. The effect of chitosan molecular weight on the characteristics of spray-dried methotrexate-loaded chitosan microspheres for nasal administration. Drug Dev Ind Pharm 2009; 35(3): 379-86. 9. Fouad DRG. Chitosan as an antimicrobial compound: modes of action and resistance mechanisms. Disertasi. Fakultät der Rheinischen Friedrich‐Wilhelms‐Universität Bonn. Bonn. 2008. 10. Dai T, Tanaka M, Huang YY, Hamblin MR. Chitosan preparations for wounds and burns: antimicrobial and wound-healing effects. Expert Rev Anti Infect Ther 2011; 9(7): 857–79. 11. Kim JS, Dong HS. Inhibitory effect on Streptococcus mutans and mechanical properties of the chitosan containing composite resin. Restor Dent Endod 2013; 38(1): 36-42. 12.Field A, Longman L, Tyldesley WR. Tyldesley’s oral medicine. 5th ed. New York: Oxford; 2004. p. 52-8. 13. Hunter L, Addy M. Chlorhexidine gluconate mouthwash in the management of minor aphthous ulceration. A double-blind, placebo-controlled cross-over trial. Br Dent J 1987; 162: 106-10. 42 Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016 14. Hayrinen-Immonen R, Sorsa T, Pettila J. Effect of tetracyclines on collagenase activity in patients with recurrent aphthous ulcers. J Oral Pathol Med 1994; 23: 269–72. 15. Hennricsson V, Axell T. Treatment of recurrent aphthous ulcers with aureomycin mouth rinse or zendium dentifrice. Acta Odontol Scand 1985; 43(1): 47-52. 16. Matthews RW, Scully CM, Levers BGH. Clinical evaluation of benzydamine, chlorhexidine and placebo mouthwashes in the management of recurrent aphthous stomatitis. Oral Surg 1987; 63: 189–91. 17. Graykowski EA, Kingman A. Double-blind trial of tetracycline in recurrent aphthous ulceration. J Oral Pathol 1978; 7(6): 376-82.