Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan

advertisement
Vol. 65, No. 2, Mei-Agustus 2016 | Hal. 37–42 | ISSN 0024-9548
Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan
kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren
(Effectivity of chitosan in pain score and healing of reccurent aphtous stomatitis)
Dea Jane Sungkono dan Indrayadi Gunardi
Departemen Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
Jakarta - Indonesia
Korespondensi (correspondence): Indrayadi Gunardi, Departemen Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. Jl. Kyai Tapa
Grogol, Jakarta, Indonesia. E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Background: Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is a common oral lesion found in dental practice. RAS prevalence is around
25-60% in population. Chitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose) is a natural polymer which has been widely
used in medicine and tissue engineering due to its antimicrobial, anti-inflammatory, antioxidant, haemostatic, and bioadhesive
properties. Until now, application of chitosan in dentistry is mainly on periodontal therapy. Purpose: To identify the effect of
chitosan in pain score and healing of RAS compared to chlorhexidine gluconate (CHX), and tetracycline mouthwash. Method: This
experimental research used cross-sectional design approach. 15 patients having episode of RAS were divided into 3 experimental
groups, chitosan 0,4%, CHX 0,1 %, and tetracycline 1,6%. Pain score was assessed everyday. Ulcer size was measured on day 1,7,
and 10. Result: Significant difference found in reduction of pain score before and during therapy within each groups (P=0,039;
P=0,033; P=0,039); but there is no difference found between groups (P=1,000). There is no difference on duration of healing between
groups (P=0,839). Mean of duration of healing in chitosan, CHX and tetracycline groups are 7,2 days, 7,4 days, and 6,8 days.
There is significant difference in reduction of ulcer size within groups (P=0,009; P=0,009; P=0,009); but there is no difference found
between groups (P=0,856). Conclusion: Biocompatibility of chitosan is well-tolerated in dentistry. From this research, chitosan
has an equal compatibility compared with CHX and tetracycline on reducing pain score and healing of RAS.
Keywords: recurrent aphthous stomatitis; chitosan; healing; visual analog scale
ABSTRAK
Latar belakang: Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah lesi oral yang paling sering ditemukan dibandingkan lesi lainnya. Angka
prevalensi SAR berkisar 25-60% dari populasi umum. Kitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose) merupakan
jenis polimer alam yang telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran dan tissue engineering karena efek antimikrobial,
anti-inflamasi, antioksidan, hemostatik dan bioadhesive. Hingga kini penggunaannya dalam bidang kedokteran gigi masih
terbatas pada perawatan periodontal. Tujuan: Untuk mengetahui efek kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR
dibandingkan klorheksidin glukonat (CHX) dan tetrasiklin sebagai obat kumur. Metode: Jenis penelitian adalah eksperimental
dengan rancangan potong-silang. Sebanyak 15 pasien SAR dibagi ke dalam 3 kelompok perlakuan, yaitu kitosan 0,4%, CHX
0,1%, dan tetrasiklin 1,6%. Skor rasa sakit dicatat setiap hari menggunakan VAS. Pemeriksaan lesi oral dilakukan pada hari ke-1,
7 dan 10. Hasil: Berdasarkan skor rasa sakit yang diukur sebelum dan selama terapi, terdapat perbedaan dalam tiap kelompok
(P=0,039; P=0,033; P=0,039); tetapi tidak antar kelompok (P=1,000). Tidak terdapat perbedaan durasi kesembuhan antar kelompok
(P=0,839). Rerata durasi kesembuhan kelompok kitosan, CHX, dan tetrasiklin masing-masing adalah 7,2 hari; 7,4 hari; 6,8 hari.
Berdasarkan ukuran lesi, ada perbedaan bermakna antara kunjungan 1, 2 dan 3 dari kelompok kitosan, CHX, tetrasiklin (P=0,009;
P=0,009; P=0,009); tetapi tidak antar kelompok (P=0,856). Simpulan: biokompatibilitas kitosan telah teruji dapat digunakan
38
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren
Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
untuk bidang kedokteran gigi. Dari hasil penelitian, kitosan berpengaruh terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR,
seperti halnya CHX dan tetrasiklin.
Kata kunci: stomatitis aftosa rekuren; kitosan; kesembuhan; visual analog scale
PENDAHULUAN
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu
ulserasi pada mukosa mulut yang rekuren, sakit,
dan tidak diketahui penyebabnya.1 Scully dkk.2
menyatakan prevalensi SAR berkisar antara 25%60% dari populasi umum. Prevalensi SAR lebih besar
pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki,
dan episode pertama dari SAR paling sering dimulai
pada dekade kedua kehidupan.2-4 Manifestasi klinis
dari lesi ini adalah erosi mukosa baik soliter maupun
multipel dilapisi pseudomembran putih keabuan
yang dikelilingi eritema halo dan terasa sakit.
Lesi ini lebih umum dijumpai pada mukosa non
keratin daripada mukosa berkeratin.5 Berdasarkan
presentasi klinis, SAR diklasifikasikan ke dalam
tiga bentuk, yaitu SAR tipe minor, mayor, dan
herpetiformis.6
Etiologi SAR masih belum diketahui secara
pasti, diduga karena adanya faktor predisposisi
seperti genetik, trauma, berhenti merokok, stress,
hormonal, defisiensi vitamin dan mineral (vitamin
B12, folat, dan zat besi), atopi, dan penyakit
sistemik seperti supresi sistem imun dan penyakit
gastrointestinal.1
Oleh karena etiologi yang masih belum
jelas, perawatan SAR biasanya bersifat paliatif,
mengurangi keparahan lesi, dan memperpanjang
periode remisi penyakit. Obat yang digunakan
untuk terapi SAR umumnya berupa obat topikal,
antara lain covering agent, obat kumur antiseptik,
antibiotik, anti-inflamasi non-steroid, anestetikum,
analgesik, dan kortikosteroid topikal.6 Sebagai
alternatifnya perlu dicari bahan lain yang dapat
menggantikan penggunaan bahan kimiawi sebagai
terapi SAR. Kitosan adalah salah satu bahan alami
yang potensial yang mungkin dapat dijadikan
alternatif pilihan terapi.
Kitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-Dglucopyranose) adalah produk alami turunan
kitin, polisakarida yang dapat ditemukan pada
eksoskeleton dari subfilum crustacea.7 Kitin dapat
diambil dari seluruh hewan bercangkang seperti
udang, kepiting, serangga dan lainnya. Kitosan
komersial umumnya memiliki derajat deasetilasi
antara 70 dan 95% dan berat molekul antara 50 kD
dan 2000 kD.8 Kitosan telah diketahui memiliki
berbagai efek antara lain antimikrobial, antifungal,
anti-inflamasi dan hemostatik.9 Kitosan bersifat nontoksik, biokompatibel, dan mampu menstimulasi
kesembuhan.10
Dalam bidang kedokteran kitosan sudah
digunakan terutama untuk terapi osteomyelitis,
hemorrhagic cystitis, dan luka bakar. Selain itu kitosan
merupakan drug-delivery vehicle, material yang
sangat potensial dalam tissue engineering dan benang
jahit absorbable. Kitosan juga digunakan luas dalam
industri kosmetik, agrikultur, dan pangan.10
Dalam bidang kedokteran gigi kitosan digunakan
kombinasi dengan bone graft untuk meningkatkan
regenerasi tulang, atau kombinasi dengan resin
komposit menghasilkan efek inhibisi terhadap
Streptococcus mutan.11 Kitosan juga digunakan dalam
terapi oral mucositis dan oral candidiasis.9,10 Namun,
pemanfaatan efek antimikrobial dan anti-inflamasi
kitosan dalam merawat lesi SAR belum pernah
digunakan.
Di dalam penelitian ini akan dibahas apakah
terdapat perbedaan skor rasa sakit, durasi
kesembuhan dan perubahan ukuran lesi SAR pada
kelompok yang diberikan terapi obat kumur kitosan,
klorheksidin, dan tetrasiklin. Penelitian ini bertujuan
untuk untuk mengetahui efek kitosan terhadap
skor rasa sakit dan kesembuhan lesi. Diharapkan,
penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian
lebih lanjut pengembangan pemanfaatan kitosan
sebagai alternatif terapi SAR, lesi oral, maupun
penggunaan lainnya dalam perawatan gigi mulut.
BAHAN DAN METODE
Penelitian eksperimental pada manusia dengan
rancangan cross-sectional dan metode randomized
clinical trial single blind, melibatkan 15 subyek.
Kriteria inklusi SAR adalah lesi SAR tipe minor
berumur maksimal 3 hari. Subyek dibagi ke dalam
3 kelompok, yaitu kelompok 1, diberikan perlakuan
kitosan, kelompok 2 perlakuan klorheksidin glukonat
0,1%, dan kelompok 3 perlakuan tetrasiklin 1,6%.
Masing-masing kelompok terdiri atas 5 subyek.
rasa sakit sebelum dan selama terapi pada masing masing kelom
kelompok adalah sebagai berikut kitosan P=0,039; tetrsiklin P=0,039
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren
Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
39
Obat kumur kitosan yang digunakan dalam
penelitian ini dibuat dengan cara sebagai berikut:
2,1 gram kitosan ditambahkan asam asetat 1,5%
sebanyak 30 ml, kemudian ditambahkan akuades
hingga volume 500 ml. Lalu, menggunakan
magnetic stirrer larutan kitosan tersebut akan
mengalami proses sizing sehingga menjadi spherical
precipitation. Setelah 2 jam, masih dalam magnetic
stirrer, tambahkan 10 µl emulsifier tween 80 0,1 %
dengan menggunakan sprayer. Setelah 30 menit,
tambahkan 100 ml STPP 0,1 % ke dalam emulsi yang
diteteskan dengan menggunakan pipet. Setelah 1
jam matikan magnetic stirrer. Obat kumur kitosan
memiliki konsentrasi 0,4%. Aturan pakai obat
bagi tiap kelompok adalah berkumur 3 kali sehari Gambar
. Rerataskor
skor rasa
.
Gambar
antar
kelompok
1.1Rerata
rasasakit
sakit
antar
kelompok.
dengan 15 ml (1½ sendok makan) obat selama 2
menit, lalu buang.
4
Subyek mendapatkan perawatan berdasarkan
masing masing kelompok. Hasil uji masing-masing
hasil metode randomisasi sederhana yaitu dengan
kelompok adalah sebagai berikut kitosan P=0,039;
undian (blind) dimana subyek mendapatkan botol
tetrsiklin P=0,039; tetrasiklin P=0,033
dengan simbol tertentu. Subyek diinstruskikan
Untuk membandingkan pengaruh obat terhadap
untuk mencatat skor rasa sakit (menggunakan visual
skor rasa sakit antar kelompok, data yang digunakan
analog scale (VAS)) setiap hari. Ukuran lesi dicatat
adalah selisih skor rasa sakit sebelum dan selama
pada hari pertama, hari ke-7 (kunjungan 2), dan hari
terapi. Berdasarkan uji One-way ANOVA tidak
ke-10 (kunjungan 3).
didapatkan beda signifikan pada selisih skor rasa
sakit sebelum dan selama terapi antar kelompok
(P=1,000). Ini menunjukkan kitosan memberikan
HASIL
efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin
dalam menurunkan gejala rasa sakit pada lesi SAR.
Subyek pada penelitian ini berjumlah 15
Hasil analisis dideskripsikan pada Tabel 1.
orang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 12 orang
Berdasarkan One-way ANOVA tidak ada
perempuan. Rata-rata usia subyek dalam ketiga
perbedaan
pengaruh obat terhadap durasi waktu
kelompok adalah 23,67 tahun dengan rentang usia
kesembuhan lesi (P=0,839). Ini menunjukkan
18-43 tahun. Seluruh subyek mengikuti penelitian
kitosan dapat memberikan efek yang setara dengan
dari awal hingga akhir. Predileksi tempat SAR pada
klorheksidin dan tetrasiklin dalam mempercepat
penelitian ini meliputi labial (20%), bukal (20%),
durasi kesembuhan SAR. Kelompok tetrasiklin
lidah (13%), dasar mulut (13%), palatum (7%), dan
(6,8 hari) nampak mengalami durasi kesembuhan
gingiva (27%).
paling singkat dibandingkan kelompok yang lain
Seluruh subyek mengalami SAR tipe minor.
(kitosan 7,2 hari; klorheksidin 7,4 hari). Hasil uji
Ukuran lesi dari subyek bervariasi berkisar antara
dideskripsikan pada Tabel 1.
3-7 mm. Dari 15 subyek tersebut, didapatkan bahwa
Melalui uji Friedman diketahui bahwa baik
6 orang (40%) subyek mengalami episode SAR >3
kitosan,
klorheksidin dan tetrasiklin dapat
kali dalam 1 tahun.
mengurangi
ukuran lesi secara bermakna (P=0,009).
Rerata skor rasa sakit pada kelompok kitosan,
Dari
uji
post-hoc,
pada ketiga kelompok terdapat
klorheksidin, dan tetrasiklin sebelum terapi
perbedaan
bermakna
ukuran lesi pada kunjungan
berturut-turut adalah 8, 8,2, dan 7,6. Rerata saat
1 vs kunjungan 2 serta kunjungan 1 vs kunjungan
sebelum terapi hingga lesi sembuh pada masing3 (Tabel 2-a,b,c).
masing kelompok perlakuan ditunjukkan pada
Dari uji Kruskal-Wallis tidak ada perbedaan
Gambar 4.
bermakna
selisih ukuran lesi pada kunjungan 1
Berdasarkan analisis marginal homogeneity
dan
kunjungan
2 serta kunjungan 1 dan kunjungan
ditemukan adanya perbedaan bermakna pada
3
antar
kelompok.
Ini menunjukkan kitosan dapat
skor rasa sakit sebelum dan selama terapi pada
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren
Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
40
Tabel 1.
Hasil analisis one way anova selisih skor rasa sakit
sebelum dan selama terapi antar kelompok; dan
pengaruh obat terhadap durasi kesembuhan lesi antar
kelompok
n
Mean ± SD
1,000
5
5
5.4 ±2,073
5
5
5
7,2 ± 1,643
7,4 ± 2,074
6,8 ±1,924
0,839
Tabel 2a. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada
kelompok kitosan.
Perlakuan
Ukuran lesi
n
Kitosan
Kunjungan 1
Kunjungan 2
Kunjungan 3
5
5
5
Median
(minimummaksimum)
4 (3-4)
0 (0-2)
0
P
0,009*
Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs
kunjungan 2 P=0,039*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,034*;
kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317.
Tabel 2b. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada
kelompok klorheksidin
Perlakuan
Ukuran lesi
n
Median
(minimummaksimum)
P
Klorheksidin
Kunjungan 1
5
4 (3-7)
0,009*
Kunjungan 2
5
0 (0-4)
Kunjungan 3
5
0 (0-2)
Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs
kunjungan 2 P=0,038*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,039*;
kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317.
Tabel 2c. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada
kelompok tetrasiklin
Perlakuan
Ukuran lesi
n
Median
(minimummaksimum)
P
Tetrasiklin
Kunjungan 1
5
3 (3-6)
0,009*
Kunjungan 2
5
0 (0-2)
Kunjungan 3
5
0
Perlakuan
n
Median
(minimummaksimum)
P
Kunjungan 1-
Kitosan
5
4 (2-4)
0,856
Kunjungan 2
Klorheksidin
5
4 (3-4)
Tetrasiklin
5
3 (3-4)
Kunjungan 1-
Kitosan
5
4 (3-4)
0,637
Kunjungan 3
Klorheksidin
5
4 (3-5)
Tetrasiklin
5
3 (3-6)
P
5.4 ± 2,408
5.4 ± 2,509
5
Klorheksidin
Tetrasiklin
Pengaruh obat terhadap
durasi kesembuhan lesi
Kitosan
Klorheksidin
Tetrasiklin
Hasil analisis Kruskal-Wallis perubahan ukuran lesi
kunjungan 1 dan kunjungan 2 serta kunjungan 1 dan
kunjungan 3 antar kelompok
Selisih skor rasa sakit
sebelum dan selama terapi
Kitosan
Tabel 3.
Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs
kunjungan 2 P=0,038*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,039*;
kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317.
memberikan efek yang setara dengan klorheksidin
dan tetrasiklin dalam penurunan diameter lesi SAR
(Tabel 3).
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
mengetahui perbedaan efektivitas obat kumur
kitosan 0,4 %, klorheksidin glukonat 0,1% dan
tetrasiklin 1,6% terhadap gejala rasa sakit dan
kesembuhan lesi SAR. Pemilihan konsentrasi kitosan
0,4% berdasarkan konsentrasi optimal kitosan
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dr.
Dra. Pipih Suptijah, MBA (belum dipublikasi),
sedangkan obat kumur klorheksidin glukonat 0,1
% dan tetrasiklin 1,6% merupakan konsentrasi yang
umum digunakan dalam perawatan lesi SAR.
Berdasarkan analisis marginal homogenity
ditemukan adanya perbedaan bermakna skor
rasa sakit sebelum terapi dan selama terapi pada
kelompok kitosan, klorheksidin dan tetrasiklin
(P=0,039; 0,033; 0,039). Dalam penelitian ini
penurunan skor rasa sakit yang signifikan pada
kelompok perlakuan kitosan diduga akibat efek
anti-inflamasi dan antioksidan.9 Pada kelompok
klorheksidin dan tetrasiklin penurunan skor rasa
sakit merupakan akibat efek antimikrobial. 1,12
Namun pada klorheksidin, berbeda dari hasil
penelitian terdahulu yang dilakukan Hunter dkk.
dimana tidak ditemukan perbedaan skor rasa sakit
pada kelompok klorheksidin dan plasebo.13 Pada
kelompok tetrasiklin, sesuai dengan penelitian dari
Hayrinen-Immone dkk.14 bahwa terjadi penurunan
skor rasa sakit pada hari ke-2 hingga ke-5 pasca
pemberian obat. Hal ini disebabkan karena efek
antimikrobial dan reduksi aktivitas kolagenase dari
bahan tetrasiklin.
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren
Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
Berdasarkan analisis One-way ANOVA, tidak
ditemukan perbedaan bermakna selisih skor rasa
sakit sebelum dan selama terapi antar kelompok.
Hal ini membuktikan bahwa kitosan memberikan
efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin
dalam menurunkan gejala rasa sakit pada lesi
SAR.
Berdasarkan analisis One-way ANOVA, tidak
terdapat perbedaan bermakna terhadap durasi
waktu kesembuhan antar kelompok perlakuan
(P=0,839). Namun berdasarkan rerata, kelompok
tetrasiklin mengalami durasi kesembuhan paling
cepat (6,8 hari), disusul oleh kelompok kitosan (7,2
hari), dan klorheksidin (7,4 hari). Hasil penelitian
ini didukung dari penelitian sebelumnya mengenai
obat tetrasiklin kumur yang mampu mempercepat
durasi waktu kesembuhan lesi SAR tetapi ada
beberapa efek penyerta seperti mual dan rasa
terbakar.15 Sedangkan pada klorheksidin glukonat
hasil penelitian mengenai durasi ulser dan periode
remisi masih bervariasi.13,16
Dari hasil uji Friedman, didapatkan perubahan
ukuran lesi yang signifikan pada kelompok kitosan
(P=0,009), klorheksidin (P=0,009) dan tetrasiklin
(P=0,009). Uji post-hoc Wilcoxon, didapatkan ada
perbedaan ukuran lesi secara signifikan pada
kunjungan 1 dan kunjungan 2, serta kunjungan 1
dan kunjungan 3 pada masing-masing kelompok
(P<0,05), tetapi tidak pada kunjungan 2 dan
kunjungan 3 (P>0,05). Pada kelompok tetrasiklin,
hasil penelitian didukung oleh Graykowski dan
Kingman17 yang menyatakan bahwa kelompok
tetrasiklin menunjukkan reduksi ukuran secara
signifikan dibandingkan plasebo.
Kemampuan klorheksidin dan tetrasiklin untuk
mempengaruhi kesembuhan lesi secara klinis, baik
durasi kesembuhan dan penurunan diameter lesi
merupakan akibat efek antimikrobial menjaga
lesi bersih, sehingga menciptakan kondisi yang
mendukung penyembuhan.1,12 Sedangkan pada
kitosan, selain efek antimikrobial kesembuhan lesi
diduga didukung juga oleh efek mukoadhesif.9
Berdasarkan analisis Kruskal-Wallis tidak
ditemukan perbedaan bermakna perubahan ukuran
lesi pada kunjungan 1 dan kunjungan 2 (P=0,856)
serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 (P=0,637) antar
kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa
efek kitosan ternyata dapat mencapai tingkat yang
setara dengan tetrasiklin maupun klorheksidin
dalam terapi SAR.
Dalam laporan penelitian ini dapat disimpulkan
tidak terdapat perbedaan skor rasa sakit, durasi
41
kesembuhan, dan perubahan ukuran lesi SAR antar
kelompok terapi obat kumur kitosan, klorheksidin,
dan tetrasiklin. Kitosan secara efektif dapat
digunakan sebagai terapi alternatif perawatan
lesi SAR, jika dibandingkan dengan klorheksidin
glukonat dan tetrasiklin. Diharapkan dapat
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
pengaruh kitosan terhadapat penyembuhan lesi
oral dengan kehilangan integritas mukosa dengan
jumlah sampel lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gayford JJ. Penyakit mulut (clinical oral medicine). Edisi
Ke 2. Alih bahasa Lilian Yuwono. Jakarta: EGC Penerbit
Buku Kedokteran; 1990. h. 1-11.
2. Scully C, de Alroeida O, Bagan J, Dioz PD, Taylor AM.
Oral medicine and pathology at a glance. Ed. ke-1.
Oxford: Blackwell Publishing; 2010. p. 54-8.
3. Baccaglini L, Lalla RV, Bruce AJ. Urban legends: recurrent
aphthous stomatitis. Oral Dis 2011; 17(8): 755–70.
4. Greenberg MS. Ulserative vesicular and bullous lesions.
Dalam: Lynch M, Brightman VJ, Greenberg MS, editors.
Burket’s oral medicine, diagnosis, and treatment. 10th ed.
Philadelphia: WB.Saunders Co; 2003. p. 63-5.
5. Gonsalves WC, Chi AC, Neville BW. Common oral
lesions: part I. Superficial mucosal lesions. Am Fam
Physician 2007; 75(4): 501–7.
6. Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis
and management of recurrent aphthous stomatitis: a
consensus approach. J Am Dent Assoc 2003; 134: 200-7.
7. Kong M, Chen XG, Xing K, Park HJ. Antimicrobial
properties of chitosan and mode of action: a state of the
art review. Int J Food Microbiol 2010; 144(1): 51–63.
8. Sun Y, Cui F, Shi K, Wang J, Niu M, Ma R. The effect
of chitosan molecular weight on the characteristics of
spray-dried methotrexate-loaded chitosan microspheres
for nasal administration. Drug Dev Ind Pharm 2009;
35(3): 379-86.
9. Fouad DRG. Chitosan as an antimicrobial compound:
modes of action and resistance mechanisms. Disertasi.
Fakultät der Rheinischen Friedrich‐Wilhelms‐Universität
Bonn. Bonn. 2008.
10. Dai T, Tanaka M, Huang YY, Hamblin MR. Chitosan
preparations for wounds and burns: antimicrobial and
wound-healing effects. Expert Rev Anti Infect Ther 2011;
9(7): 857–79.
11. Kim JS, Dong HS. Inhibitory effect on Streptococcus
mutans and mechanical properties of the chitosan
containing composite resin. Restor Dent Endod 2013;
38(1): 36-42.
12.Field A, Longman L, Tyldesley WR. Tyldesley’s oral
medicine. 5th ed. New York: Oxford; 2004. p. 52-8.
13. Hunter L, Addy M. Chlorhexidine gluconate mouthwash
in the management of minor aphthous ulceration. A
double-blind, placebo-controlled cross-over trial. Br Dent
J 1987; 162: 106-10.
42
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren
Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
14. Hayrinen-Immonen R, Sorsa T, Pettila J. Effect of
tetracyclines on collagenase activity in patients with
recurrent aphthous ulcers. J Oral Pathol Med 1994; 23:
269–72.
15. Hennricsson V, Axell T. Treatment of recurrent aphthous
ulcers with aureomycin mouth rinse or zendium
dentifrice. Acta Odontol Scand 1985; 43(1): 47-52.
16. Matthews RW, Scully CM, Levers BGH. Clinical
evaluation of benzydamine, chlorhexidine and placebo
mouthwashes in the management of recurrent aphthous
stomatitis. Oral Surg 1987; 63: 189–91.
17. Graykowski EA, Kingman A. Double-blind trial of
tetracycline in recurrent aphthous ulceration. J Oral
Pathol 1978; 7(6): 376-82.
Download