23 BAB II PEMBENTUKAN KARAKTER, PEDULI SOSIAL, DAN

advertisement
BAB II
PEMBENTUKAN KARAKTER, PEDULI SOSIAL, DAN INFAK
A. Pembentukan Karakter
1. Pengertian Karakter
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karakter merupakan sifatsifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan yang lainnya.
Scerenko mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang
membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas
mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.1
Kemudian, Kurtus berpendapat bahwa karakter adalah seperangkat
tingkah laku atau perilaku (behavior) dari seseorang yang dengan melihat
tingkah laku orang tersebut kemudian akan dikenal sebagai pribadi
tertentu kemudian akan dikenal sebagai pribadi tertentu (ia seperti apa).2
Sementara itu, M. Furqon Hidayatullah mengutip pendapatnya
Rutland yang mengemukakan bahwa karakter berasal dari akar kata
bahasa Latin yang berarti “dipahat”. Secara harfiah, karakter artinya
adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau
reputasinya.3
1
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Cet ke 1
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 42
2
Tuhana Taufiq Andrianto, Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber, Cet ke
1 (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm.18
3
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
Cet ke-2 (Jogjakarta: Diva Press,2011), hlm. 27-28
23
24
Zainal Aqib dan Sujak dalam bukunya “Panduan & Aplikasi
Pendidikan Karakter” Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang
yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berperilaku jelek lainnya dikatakan
orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.4
Mencermati konteks ini, kata karakter sesungguhya berkaitan
dengan kepribadian. Namun demikian, antara karakter dan kepribadian
bukan dua hal yang sama. Karakter merupakan gambaran tingkah laku
yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit,
maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian. Namun,
perbedaannya tidak secara diametral. Kepribadian dibebaskan dari nilai,
sementara karakter lekat dengan nilai. Meskipun demikian baik
kepribadian maupun karakter berwujud tingkah laku manusia yang
ditunjukkan ke lingkungan sosial. Karakter dan kepribadian relatif
permanen, serta menuntun, mengarahkan, dan mengorganisasikan
aktivitas individu.5
Menurut M. Newcomb, kepribadian merupakan organisasi dari
sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap
4
Zainal Aqib dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, Cet ke-1
(Bandung: Yrama Widya, 2011), hlm. 2-3
5
Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam
Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa, Cet ke-1 (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2012), hlm. 54-55
25
perilaku. Kepribadian menunjuk pada organisasi dari sikap-sikap
seseorang untuk berbuat, mengetahui, berpikir, dan merasakan secara
khususnya apabila dia berhubungan dengan orang lain atau menanggapi
suatu keadaan. Sementara itu, menurut Roucek and Warren, kepribadian
adalah organisasi dari faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologi
yang mendasari perilaku individu-individu.
Jadi, karakter memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
a. Karakter adalah “siapakah dan apakah kamu pada saat orang lain
sedang melihat kamu”.
b. Karakter merupakan hasil nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan.
c. Karakter adalah sebuah kebiasaan yang menjadi sifat alamiah kedua.
d. Karakter bukanlah reputasi atau apa yang dipikirkan oleh orang lain
terhadapmu.
e. Karakter bukanlah seberapa baik kamu daripada orang lain.
f. Karakter tidak relatif.6
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional. Pasal 1 UU SISDIKNAS tahun 2003 menyatakan bahwa di
antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta
didik untuk memiliki kecerdasaan, kepribadian, dan akhlak mulia.
UU SISDIKNAS tahun 2003 tersebut memiliki maksud agar
pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun
juga berkepribadian atau berkarakter. Sehingga, lahir generasi bangsa
6
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik & Praktik (Jogjakarta: ArRuzz Media, 2011), hlm. 160-161
26
yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernapas nilai-nilai luhur
bangsa serta agama.7
Berdasarkan desain utama yang dikembangkan oleh Kemendiknas
(2010), secara psikologi dan sosial kultural pembentukan karakter dalam
diri individu itu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia,
baik dalam konteks interaksi sosial kultural; dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat dan sifatnya berlangsung sepanjang hayat.8
Menurut Ahmad Muhaimin Azzel, pembentukan suatu karakter
dimulai dari fitrah sebagai anugerah yang luar biasa dari Tuhan Yang
Maha Kuasa, yang kemudian membentuk jati diri dan perilaku. Dalam
prosesnya yang mengiringi tumbuh dan berkembangnya peserta didik,
anugerah Tuhan yang merupakan fitrah ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan. Padahal, lingkungan memiliki peranan yang cukup
besar dalam membentuk jati diri dan perilaku.9
Membangun sebuah karakter yang baik dalam diri peserta didik,
lembaga pendidikan atau setiap sekolah semestinya
menerapkan
semacam “budaya sekolah” dalam rangka membiasakan karakter yang
akan dibentuk. Budaya sekolah dalam pembentukan karakter harus terus
7
Jamal Ma’mur Asmani, Op. Cit., hlm. 29
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, Cet Ke-1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 44
9
Akhmad Muhaimin Azzel, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia: Revitalisasi
Pendidikan Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa, Cet Ke-II
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 13
8
27
menerus dibangun dan dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam
proses pendidikan di sekolah.10
Selain itu juga Anas Salahudin dan Irwanto Alkriencehie dalam
bukunya dengan judul “Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama
dan Budaya Bangsa)” menyebutkan bahwa peran sekolah sangat penting
dalam usaha pembentukan karakter. Dalam hal ini usaha yang dilakukan
secara bersama oleh guru, pimpinan sekolah (dan seluruh warga sekolah)
melalui semua kegiatan sekolah untuk membentuk akhlak, watak atau
kepribadian peserta didik melalui berbagai kebaikan yang terdapat dalam
ajaran agama.11
2. Prinsip Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter pada dasarnya merupakan proses atau
perbuatan membentuk watak siswa, dalam membentuk watak siswa harus
memiliki prinsip-prinsip yang perlu dipegang dan dijalankan agar tujuan
yang diinginkan tercapai. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan dan perilaku.
c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk
membangun karakter.
d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
10
Ibid., hlm. 13
Anas Salahudin dan Irwanto Alkriencehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis
Agama dan Budaya Bangsa), Cet ke-1 (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 45
11
28
e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang
baik.
f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan
membantu mereka untuk sukses.
g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para siswa.
h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang
berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai
dasar yang sama.
i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter.
j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter.
k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.12
Kemendiknas mengemukakan prinsip-prinsip dalam pembentukan
dan pengembangan karakter, yaitu:
a. Berkelanjutan, artinya proses pengembangan nilai-nilai karakter
merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik
masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya
sekolah, artinya, proses pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan
12
Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik
Anak Berkarakter?, Cet ke-1 (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 31-32
29
melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan
ekstrakurikuler.
c. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan. Ini artinya, materi nilai
karakter bukanlah bahan ajar biasa. Nilai-nilai itu tidak dijadikan
pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan
suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta. Materi pelajaran biasa
digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai
pendidikan karakter. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah
pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok
bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter.
d. Proses pendidikan dilakukan dengan penekanan agar peserta didik
secara aktif dan menyenangkan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses
pendidikan karakter dilakukan oleh peseta didik bukan oleh guru.
Guru menerapkan prinsip “tut wuri handayani” dalam setiap perilaku
yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa
proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan
rasa senang dan tidak indoktrinatif.13
3. Strategi/metode Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter jelas membutuhkan strategi/metode yang
efektif, aplikatif, dan produktif agar tujuannya bisa tercapai dengan baik.
Menurut Doni Koesoema A., strategi/metode pembentukan karakter
adalah sebagai berikut:
13
Agus Wibowo, Op. Cit., hlm. 72-75
30
a. Pengajaran
Mengajarkan
pendidikan
karakter
dalam
rangka
memperkenalkan pengetahuan teoretis tentang konsep-konsep nilai.
b. Keteladanan
Konsistensi dalam mengajarkan pendidikan karakter tidak
sekadar melalui sesuatu yang dikatakan melalui pembelajaran di kelas,
melainkan nilai itu juga tampil dalam diri sang guru, dalam
kehidupannya yang nyata di luar kelas. Karakter guru (meskipun tidak
selalu) menentukan warna kepribadian anak didik.
c. Menentukan Prioritas
Lembaga pendidikan memiliki prioritas dan tuntutan dasar atas
karakter yang ingin diterapkan di lingkungan mereka.
d. Praksis Prioritas
Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah
bukti dilaksanakannya prioritas nilai pendidikan karakter tersebut.
e. Refleksi
Karakter yang ingin dibentuk oleh lembaga pendidikan melalui
berbagai macam program dan kebijakan senantiasa perlu dievaluasi
dan direfleksikan secara berkesinambungan dan kritis.14
14
Jamal Ma’mur Asmani, Op. Cit., hlm. 67-70
31
Edy Waluyo menawarkan strategi dalam membentuk karakter pada
anak, diantaranya:
a. Menciptakan suasana penuh kasih sayang, mau menerima anak
sebagaimana adanya, dan menghargai potensi yang dimiliki mereka.
Selain itu memberi rangsangan-rangsangan yang kaya untuk segala
aspek
perkembangan
anak,
baik
secara
kognitif,
afektif,
sosioemosional, moral, agama, dan psikomotorik.
b. Memberi pengertian pentingnya “cinta” dalam melakukan sesuatu, dan
tanamkan pula bahwa melakukan sesuatu itu tidak semata-mata karena
prinsip timbal balik.
c. Mengajak anak merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Bantu
anak berbuat sesuai dengan harapan-harapan kita, tidak semata karena
ingin dapat pujian atau menghindari hukuman.
d. Mengingatkan pentingnya rasa sayang antar anggota keluarga dan
perluas rasa sayangnya ke luar keluarga, yakni terhadap sesama. Slah
satunya dengan memberi contoh perilaku dalam hal menolong dan
peduli pada orang lain.
e. Menggunakan metode pembiasaan yaitu mengajak anak melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai dengan yang sudah diprogramkan sehingga
kegiatan tersebut melekat pada diri anak menjadi kebiasaan hidup
mereka sehari-hari.
32
f. Membangun karakter terhadap anak hendaknya menjadikan seorang
anak terbiasa untuk berperilaku baik, sehingga ia menjadi terbiasa dan
akan merasa bersalah jika tidak melakukannya.
g. Mengurangi jumlah mata pelajarn berbasis kognitif dalam kurikulum
pendidikan anak usia dini. Sebab, pendidikan intelektual yang
berlebihan justru akan memicu pada ketidakseimbangan serta
menghambat aspek-aspek perkembangan anak.
h. Menambahkan materi pendidikan karakter. Materi pendidikan karakter
tidak identik dengan mengasahkan kemampuan kognitif, tetapi
mengarahkan anak pada pengasahan kemampuan afektif.15
Arismantoro dalam bukunya “Tinjauan Berbagai Aspek Character
Building : Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter?” juga menyebutkan
strategi/metode dalam membentuk karakter diantaranya:
a. Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid,
yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi murid.
b. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga anak dapat
belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman,
penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat.
c. Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan
berkesinambunga dengan melibatkan aspek knowing the good, loving
the good, dan acting the good.
15
Agus Wibowo, Op. Cit., hlm. 127-129
33
d. Metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing
anak, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan juga 9 aspek
kecerdasan manusia.
e. Seluruh
pendekatan
di
atas
menerapkan
prinsip-prinsip
Developmentally Appropriate Pratices.
f. Membangun hubungan yang supportive dan penuh perhatian di kelas
dan seluruh sekolah.
g. Model (contoh) perilaku positif yaitu teladan perilaku penuh perhatian
dan penuh penghargaan dari guru dalam interaksinya dengan siswa.
h. Menciptakan peluang bagi siswa untuk menjadi lebih aktif dan penuh
makna termasuk dalam kehidupan di kelas dan sekolah.
i. Mengajarkan keterampilan sosial dan emosinal secara esensial.
j. Melibatkan siswa dalam wacana moral.
k. Membuat tugas pembelajaran yang penuh makna dan relevan untuk
siswa.
l. Membantu mereka mengembangkan bakat khusus dan kemampuan
mereka, dan dengan membangkitkan pertumbuhan intelektual, etika,
dan emosi.16
4. Proses Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter membutuhkan proses atau tahapan secara
sistematis
dan
gradual,
sesuai
dengan
fase
pertumbuhan
dan
perkembangan anak didik. Menurut Ary Ginanjar Agustian, pembentukan
16
Arismantoro, Op. Cit., hlm. 32-34
34
karakter tidaklah cukup hanya dimulai dan diakhiri dengan penetapan
misi. Akan tetapi, hal ini perlu dilanjutkan dengan proses yang dilakukan
secara terus-menerus sepanjang hidup.17
Karakter
dibentuk
melalui
tahap
pengetahuan
(knowing),
pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada
pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan
belum tentu mampu bertindak sesuai dengan yang diketahuinya, jika tidak
terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut.18
Sementara
itu,
M.
Furqon
Hidayatullah
mengklasifikasikan
pendidikan karakter dalam beberapa tahap, diantaranya:
a. Tahap Penanaman Adab (umur 5-6 tahun)
Pada tahap ini merupakan tahap yang penting untuk
menanamkan kejujuran, ketauhidan, serta menhormati orang tua,
teman sebaya, dan orang yang lebih tua. Pada tahap ini pula, anak
didik diajarkan tentang pentingnya proses, baik dalam belajar maupun
mendapatkan sesuatu.
b. Tahap Penanaman Tanggung Jawab (umur 7-8 tahun)
Tanggung jawab merupakan perwujudan dari niat dan tekad
untuk melakukan tugas yang diemban. Tanggung jawab menurut
Arvan Pradiansyah, merupak kata kunci dalam meraih kesuksesan.
Seseorang yang mempunyai tanggung jawab akan mengeluarkan
17
18
Jamal Ma’mur Asmani, Op. Cit., hlm.85
Ibid., hlm. 85-86
35
segala kemampuan terbaiknya untuk memenuhi tanggung jawab
tersebut.
c. Tahap Penanaman Kepedulian (umur 9-10 tahun)
Kepedulian adalah empati kepada orang lain yang diwujudkan
dalam bentuk memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuan.
Empati bukan sekedar simpati. Empati menuntut aksi, bukan hanya
belas kasihan. Empati butuh bukti, bukan bualan pemanis komunikasi.
Kepedulian akan menumbuhkan rasa kemanusiaan, kesetiakawanan,
dan kebersamaan. Kepedulian yang ditanamkan pada masa kecil akan
menjadi pondasi kokoh dalam melahirkan kemampuan kolaborasi,
sinergi, dan kooperasi. Disinilah, langkah awal dalam membangun
kesalehan sosial.
d. Tahap Penanaman Kemandirian (umur 11-12 tahun)
Sikap mandiri merupakan pola pikir dan sikap yang lahir dari
semangat yang tinggi dalam mmemandang diri sendiri. Menumbuhkan
kemandirian dalam diri anak didik bisa dilakukan dengan melatih
mereka bekerja dan menghargai waktu, anak dilatih untuk menabung
sebagai investasi jangka panjang, tidak menghabiskan uang seketika
tanpa berpikir panjang. Membangun kemandirian berarti menanamkan
visi dalam diri anak. Dalam kemandirian terdapat nilai-nilai agung
yang menjadi pangkal kesuksesan seseorang, seperti kegigihan dalam
berproses, semangat tinggi, pantang menyerah, kreatif, inovatif, dan
produktif serta mampu memecahkan masalah yang dihadapi.
36
e. Tahap Penanaman Pentingnya Bermasyarakat (umur 13 tahun ke atas)
Bermasyarakat adalah simbol kesediaan seseorang untuk
bersosialisasi dan bersinergi dengan orang lain. Dalam hal ini anak
diajari bergaul dan berteman dengan anak-anak yang mempunyai
karakter baik, anak dilatih untuk selektif dalam mencari teman agar
tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Berteman memang tidak
perlu milih-milih, tapi jangan asal berteman. Menurut Sholikhin Abu
Izzuddin, keterampilan sosial merupakan aset sukses kepemimpinan
dan mempengaruhi orang lain (kemampuan menebar pengaruh,
berkomunikasi, memimpin, katalisator perubahan, mengelola konflik,
mendayagunakan jaringan, kolaborasi dan kooperasi serta kerja tim).19
Zainal Aqib dan Sujak dalam bukunya “panduan & aplikasi
pendidikan karakter” juga menyebutkan langkah pembentukan karakter
meliputi perancangan, implementasi, evaluasi, dan tindak lanjut.
1. Perancangan
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahap penyusunan
rancangan antara lain sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat
merealisasikan pendidikan karakter yang perlu dikuasai, dan
direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mengembangkan materi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan
di sekolah.
19
Ibid., hlm. 89-95
37
c. Mengembangkan rancangan pelaksanaan setiap kegiatan di
sekolah.
d. Menyiapkan
fasilitas
pendukung
pelaksanaan
program
pembentukan karakter di sekolah.
2. Implementasi
Pendidikan karakter di sekolah dilaksanakan dalam tiga
kelompok kegiatan, yaitu:
a. Pembentukan karakter yang terpadu dengan pembelajaran pada
mata pelajaran,
b. Pembentukan karakter yang terpadu dengan manajemen sekolah,
c. Pembentukan karakter yang terpadu dengan ekstrakurikuler.
3. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring merupakan serangkaian kegiatan untuk memantau
proses pelaksanaan program pembinaan pendidikan karakter. Fokus
kegiatan monitoring adalah pada kesesuaian proses pelaksanaan
program pendidikan karakter berdasarkan tahapan atau prosedur yang
telah ditetapkan. Evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauh mana
efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan pencapaian
tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring digunakan sebagai
umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program
pendidikan karakter.
38
4. Tindak Lanjut
Hasil monitoring dan evaluasi dari implementasi program
pembinaan pendidikan karakter digunakan sebagai acuan untuk
menyempurnakan program, mencakup penyempurnaan rancangan,
mekanisme pelaksanaan, dukungan fasilitas, sumber daya manusia,
dan manajemen sekolah yang terkait dengan implementasi.20
B. Peduli Sosial
1. Pengertian Peduli Sosial
Novan Ardy Wiyani dalam bukunya “Konsep, Praktik, & Strategi
Membumikan Pendidikan Karakter di SD” Peduli adalah sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan
disekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan lingkungan yang sudah terjadi, selalu ingin memberi bantuan
kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.21
Agus Wibowo dalam bukunya “Pendidikan Karakter Strategi
Membangun Karakter Bangsa Berperadaban” menyebutkan bahwa peduli
sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.22
Bambang Rusmakno, dkk. Dalam bukunya “Pendidikan Budi
Pekerti SMP Kelas VIII (Membangun Karakter & Kepribadian Siswa),
20
Zainal Aqib dan Sujak, Op. Cit., hlm. 15-17
Novan Ardy Wiyani, Konsep, Praktik, & Strategi Membumikan Pendidikan Karakter
di SD (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 178
22
Agus Wibowo, Op. Cit., hlm. 44
21
39
kepedulian sosial adalah sikap yang memperhatikan kehidupan bersama
sikap ini diwujudkan melalui kepekaan terhadap keadaan orang lain;
partisipasi dalam melakukan perubahan yang positif; menolong tanpa
pamrih; toleransi; dan empati terhadap penderitaan orang lain.23
Kata peduli dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” berarti
memperhatikan atau menghiraukan sesuatu. Kepedulian berarti sikap
memperhatikan sesuatu. Dengan demikian kepedulian sosial berarti sikap
memperhatikan atau menghiraukan urusan orang lain (sesama anggota
masyarakat).24 Kepedulian sosial yang dimaksud bukanlah untuk
mencampuri
urusan
orang
lain,
tetapi
lebih
pada
membantu
menyelesaikan permasalahan yang di hadapi orang lain dengan tujuan
kebaikan dan perdamaian.
2. Aspek dalam Peduli Sosial
Pada intinya ada tiga aspek untuk dikembangkan sikap kepedulian
sosial secara horizontal, sebagai berikut :
a. Aspek Spasial (Ruang Waktu)
Dalam menjalani kehidupan sosial, manusia senantiasa dibatasi
dan dipengaruhi adanya ruang dan waktu. Berkaitan dengan ruang,
maka ruang kehidupan manusia akan dikondisikan oleh pluralisme,
yaitu adanya keragaman pada kehidupan manusia, baik di antara
kelompoknya sendiri maupun antar kelompok. Masalahnya hanya
23
Bambang Rusmakno, dkk., Pendidikan Budi Pekerti SMP Kelas VIII; Membangun
Karakter dan Kepribadian Siswa (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), hlm. 42
24
Hasan Alwi, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3., cet ke-2 (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), hlm. 841
40
soal intensitasnya saja. Interaksi dalam kelompoknya sendiri akan
lebih intensif dibanding dengan kelompok lainnya. Tetapi tidak dapat
diabaikan, bahwa manusia dengan kondisi plural ini memerlukan
upaya peningkatan intensitas komunikasi antar kelompok.
Dengan adanya ruang, tidak memungkinkan orang selalu berada
pada satu tempat secara bersama-sama. Disini peran alat komunikasi
dan transportasi menjadi penting. Gunakan alat komunikasi dan
transportasi untuk menyampaikan pesan kepedulian dengan berbagai
variasi. Menyampaikan ucapan selamat atau ucapan berduka cita.
Misalnya melalui SMS, faksmile dan surat.
b. Aspek Obyek Kepedulian
Siapa saja yang menjadi objek/sasaran kepedulian kita..?
masyarakat umum tentunya dengan tidak memandang status
masyarakat tersebut. Mestinya kita penuhi hati kita dengan
pertanyaan “Apa yang dapat kita lakukan untuk masyarakat, apa yang
dapat kita lakukan Negara atau Daerah kita?” bukan “apa yang kita
dapat dari Negara atau Daerah kita?”.
Menyampaikan kepedulian kepada para tokoh masyarakat,
sebagai bagian upaya dari penguatan keteraturan dan struktur
kemasyarakatan. Perlu diperoleh data atau informasi tentang momen
yang tepat agar
action data dilakukan sebagai manifestasi rasa
kepedulian terhadap seorang tokoh, misalnya ucapan selamat kepada
para tokoh/pejabat yang mendapatkan promosi jabatan dan kenaikan
41
pangkat, ucapan selamat hari raya, memberikan doa ucapan selamat
kepada tokoh masyarakat ketika akan berangkat atau pulang dari
haji, atau mendoakan kesembuhan ketika seorang tokoh sedang sakit.
Kepada lembaga yang sedang merayakan atau sedang
melakukan
suatu
kegiatan,
dapat
dilakukan bentuk-bentuk
partisipasi. Misalnya untuk partisipasi dalam merayakan hari besar
Islam, partisipasi penyuluhan penanggulangan narkoba dengan pihak
kepolisian, dan lain sebagainya.
Kepada masyarakat sekitar, baik ketika pada kondisi sedang
bergambira seperti perayaan 17 Agustus, sedang membangun sarana
ibadah
atau
ketika
sedang
ada
musibah
masal
seperti
kekeringan/kekurangan air, kelaparan, banjir, gempa bumi, dan
musibah kebakaran maka perlu dilakukan langkah-langkah nyata
untuk menolong menurut kesanggupan masing-masing penolong
sebagai bentuk kepedulian kemasyarakatan.
c. Aspek Kepekaan Sosial - Kepedulian Sosial
Untuk mampu menjalankan program kepedulian sosial secara
horizontal ini, seseorang atau suatu organisasi memerlukan
kemampuan kepekaan sosial, kapan dan dimana kita harus segera
melakukan action. Minimal yang dapat dilakukan terlebih dahulu
adalah pada acara-acara yang sudah baku. Hari-hari besar keagamaan
misalnya acara-acara yang baku dimana kita dapat menyusun
42
program tahunan sebagai bagian dari program kepedulian sosial
horizontal.
Kemudian
kepekaan
dan
kecepatan
untuk
memperoleh
informasi tentang adanya suatu musibah di suatu tempat, baik yang
individual ataupun yang masal, perlu dilakukan langkah-langkah
nyata sebagai wujud adanya kepekaan rasa kepedulian sosial
horizontal.
Kepekaan sosial ini diperlukan dalam rangka menjembatani
atau mengurangi terjadinya kesenjangan sosial (social gap)/jarak
sosial (social distance). Umumnya terjadinya jarak sosial inilah yang
menyebabkan terjadinya perselisihan yang bersifat kesalah pahaman.
Melalui peningkatan kepekaan kepedulian sosial ini, diharapkan
kesenjangan sosial atau jarak sosial dapat diperkecil. Dan kita dapat
memberikan kontribusi dalam bentuk upaya parawatan peningkatan
modal sosial (social capital) bangsa Indonesia dalam rangka
kenyamanan dan ketentraman kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. 25
3. Bentuk Implementasi Peduli Sosial
Peduli sosial dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja, baik di
lingkungan tempat tinggal, di lingkungan tempat bekerja, maupun di
lingkungan sekolah.
a. Dalam lingkungan tempat tinggal
25
Kulingetik, “Kepedulian Sosial”. http://kulimijit.blogspot.com/2009/06/kepeduliansosial.html. (30 Juni 2009). Diakses, 21 Januari 2015 pukul 10.20
43
1) Menyumbang dan melayat warga masyarakat yang meninggal.
2) Menjenguk/membantu tetangga/warga masyarakat yang sakit.
3) Membantu/memberikan
sumbangan
untuk
pembangunan/
perbaikan rumah ibadah, pos kamling, jembatan, dll.
4) Membantu/menjadi orang tua asuh bagi anak dari keluarga yang
tidak mampu.
5) Ikut serta dalam gotong royong mendirikan/membangun rumah
warga masyarakat sebagai wujud kesetiakawanan.
6) Menjaga keamanan lingkungan.
7) Membantu/menolong warga masyarakat yang terkena musibah
bencana alam seperti banjir, gempa bumi, longsor, kebakaran, dll.
8) Membantu atau menolong warga masyrakat yang teraniaya.
b. Dalam lingkungan bekerja /kantor
1) Sebagai senior, kita membina/membimbing staff dibawahnya.
2) Membantu/menyumbang karyawan yang sakit.
3) Berpartisipasi dalam kerja bakti kebersihan kantor dan lingkungan.
4) Memenuhi undangan pada acara pelepasan haji bagi karyawan.
5) Membantu/memberi sumbangan pembangunan/perbaikan tempat
ibadah.
6) Memenuhi undangan pada acara penting di lingkungan kantor
seperti menghadiri hari-hari besar nasional dan serah terima
jabatan.
44
c. Dalam lingkungan pendidikan/sekolah
1) Mengadakan bimbingan/les siswa siswi yang lemah pada mata
pelajaran tertentu.
2) Mengadakan belajar bersama/study group.
3) Memberikan informasi tentang kiat-kiat belajar yang efektif untuk
mencapai sukses.
4) Mengupayakan beasiswa bagi siswa/mahasiswa yang tidak mampu
dan atau yang berprestasi.26
Selain itu dalam lingkungan sekolah Agus Wibowo juga
menyebutkan bahwa peduli sosial dapat dilaksanakan melalui kegiatan
rutin sekolah dan kegiatan spontan. Adapun bentuk pelaksanaan
kegiatan rutin sekolah diantaranya:
1) Mengunjungi panti jompo 1 kali dalam 1 setahun, dan membuat
laporan kunjungan dilakukan pengurus OSIS.
2) Mengumpulkan barang-barang yang masih layak pakai di sekolah
dan menyumbangkannya pada yang membutuhkan, 1 kali setahun.
3) Mengumpulkan sumbangan pada momen tertentu, misalnya gempa
bumi, kebakaran, banjir dan lain-lain (sifatnya temporer).
4) Mengunjungi teman yang sakit.
Sedangkan bentuk kegiatan spontan berupa:
1) Mengunjungi teman yang sakit.
26
LDII Kediri Raya, “kepedulian sosial dalam Islam; Kepedulian sosial sebagai praktek
budi
luhur
dalam
masyarakat
merupakan
bagian
dari
ibadah”.
http://ldiikediri.blogspot.com/2013/07/kepedulian-sosial-dalam-islam.html. (Juli 2013). Diakses
21 Januari 2015 Pukul 10.25
45
2) Melayat apabila ada orang/wali murid yang meninggal dunia.
3) Mengumpulkan sumbangan untuk bencana alam.
4) Membentuk ketua pengumpulan sumbangan di setiap kelas.27
4. Manfaat Peduli Sosial
Kepedulian sosial yang dimiliki seseorang dapat memberikan
manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Manfaat peduli sosial
diantaranya:
a. Terwujudnya sikap hidup gotong royong.
b. Terjalinnya hubungan batin yang akrab.
c. Menumbuhkan kerukunan dan kebersamaan.
d. Terjadinya pemerataan kesejahteraan.
e. Menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya.
f. Terwujudnya persatuan dan kesatuan.
g. Menciptakan kondisi masyarakat yang kuat dan harmonis.
h. Menghilangkan rasa dengki dan dendam.28
C. INFAK
1. Pengertian Infak
Infak berasal dari kata anfaqa yang artinya mengeluarkan sesuatu
(harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk ke dalam pengertian ini,
infak yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya.
27
Agus Wibowo, Op. Cit., hlm. 84-89
Siti Nurfitriyani Kusumawati, “Materi PAI Tentang Kepedulian Sosial”.
http://nurfitriyani49.wordpress.com/2013/09/12/materi-pai-mts-tentang-kepedulian-sosial/.
(09/12/2013) Diakses, 12 Januari 2015 pukul 10.15
28
46
Sedangkan secara terminologi syariat, infak artinya mengeluarkan
sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan
yang diperintahkan ajaran Islam.29
Kata infak juga ditulis dalam bukunya Amiruddin Inoed dkk., bahwa
infak dapat diartikan mendermakan atau memberikan rezeki (karunia
Allah SWT) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa
ikhlas dan karena Allah semata.30
Infak dalam bukunya Beni Kurniawan judul “Manajemen Sedekah”
adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infak ada
yang wajib dan ada yang sunnah. Infak wajib diantaranya zakat, kafarat,
nadzar, dan lain-lain. Infak sunnah diantaranya infak kepada fakir miskin
sesama muslim, infak bencana alam, infak kemanusiaan, dan lain-lain.31
Secara bahasa infak bermakna keterputusan dan kelenyapan, dari sisi
leksikal infak bermakna mengorbankan harta dan semacamnya dalam hal
kebaikan. Dengan demikian harta yang dikorbankan atau didermakan pada
kebaikan itulah yang mengalami keterputusan atau lenyap dari
kepemilikan orang yang mengorbankannya. Dalam infak tidak ditetapkan
bentuk dan waktunya, demikian pula dengan besar atau kecil jumlahnya.
29
Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis tentang Zakat, Infak, dan Sedekah, Cet Ke-1
(Jakarta: Gema Insani, 1998), hlm. 14-15
30
Amiruddin Inoed, dkk, Anatomi Fiqh Zakat; Potret & Pemahaman Badan Amil Zakat
Sumatera Selatan, Cet ke-1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 12
31
Beni Kurniawan, Manajemen Sedekah; Metode Pelipatgandaan Harta dengan Mudah,
Cet ke-1 (Tangerang:Jelajah Nusa, 2012), hlm. 19
47
Tetapi infak biasanya identik dengan harta atau suatu yang memiliki nilai
barang yang dikorbankan. 32
2. Ayat Tentang Infak
Didalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menganjurkan infak
sebagai salah satu sarana untuk mendidik dan membina jiwa agar
cenderung kepada kebaikan, suka melakukan kebaikan, mengutamakan
orang lain, serta peka terhadap kesengsaraan dan penderitaan orang lain.33
Adapun ayat al-Qur’an tersebut diantaranya:
             
 ......    
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
syafa'at..........” (Q.S. Al-Baqarah: 254)34
           
          
        
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
32
Ibid., hlm. 19-20
Fathi Yakan, Perjalanan Aktivis Gerakan Islam, Penerjemah Aunur Rafiq Shaleh, Cet
ke-4 (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm. 141-142
34
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya Dilengkapi Dengan
Asbabun Nuzul dan Hadits Sahih (Bogor: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007), hlm. 42
33
48
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.” (Q.S. Al-Baqarah: 267)35
Demikian
dalam
al-Qur’an
terdapat
banyak
ayat
yang
menganjurkan orang mukmin untuk berinfak. Hal ini menunjukkan bahwa
pengorbanan harta dan menginfakkannya dijalan Allah merupakan salah
satu tanda dan bukti yang paling nyata bagi keimanan kita.36
3. Hikmah Berinfak
Ada beberapa hikmah berinfak diantaranya sebagai berikut:
a. Melipatgandakan Rejeki
Infak tidak akan mengurangi harta, justru sebaliknya infak
dapat menambah harta seseorang bukan menguranginya. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam Q.S. As-Saba’ ayat 39:
             
        
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki
bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa
saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.”37
Berinfak pada hakekatnya tidak akan mengurangi harta
seseorang. Allah mempunyai cara tersendiri untuk membalas amal
kebaikan
35
yang dilakukan hamba-Nya. Allah melipatgandakan
Ibid., hlm. 45
Fathi Yakan, Op. Cit., hlm. 141-142
37
Kementerian Agama RI, Op.Cit., hlm. 432
36
49
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
b. Mengikis Sifat Bakhil
Islam mengajarkan umat agar memiliki kepekaan dan
kepeduliaan sosial dan menghilangkan sifat bakhil atau kikir.
c. Membersihkan Harta
Manusia tidak lepas dari kesalahan, dimungkinkan ada harta
kita yang tercampur dengan sesuatu yang haram atau subhat. Infak
salah satu cara untuk membersihkan harta kita.38
d. Melindungi dari Bencana
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah”
(Shohihul Jami’)
Imam Ali’ as mengatakan bahwa sedekah adalah obat yang manjur.39
e. Membantu orang lemah memenuhi kebutuhan yang mendesak
Pembayaran zakat bersifat periodik dan wajib sedangkan infak
bersifat insedentil artinya setiap saat seseorang dapat melakukan
infak/sadakah
untuk
memenuhi
kebutuhan
orang-orang
yang
membutuhkan.40
38
AdministratorLazmm,“HikmahBerinfak”.http://www.lazmm.org/amilzakat/artikel/pand
uan-infak/hikmah-berinfak.html. (19 Januari 2012). Diakses, 07 April 2015 Pukul 11.00
39
Khalil Al-Musawi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda: Resep-Resep
Sederhana dan Mudah Membentuk Kepribadian Islam Sejati, Penerjemah Ahmad Subandi, Cet
ke-1 (Jakarta: Lentera, 1998), hlm. 171-172
40
AdministratorLazmm,“HikmahBerinfak”.http://www.lazmm.org/amilzakat/artikel/pand
uan-infak/hikmah-berinfak.html. (19 Januari 2012). Diakses, 07 April 2015 Pukul 11.00
Download