Perempuan juga tersandera

advertisement
Daftar Isi
Penerbit: Yayasan Perkantas
Rekomendasi Depag: FII/
HM.02.2/619/2806/97
ISSN: 0215-9031
Pemimpin Umum: Triawan Wicaksono
Pemimpin Redaksi: Thomas Nelson Pattiradjawane
Redaksi Senior:
Polo Situmorang, Tadius Gunadi, Mangapul
Sagala, Daniel Adipranata
Redaksi:
Yoel M. Indrasmoro, Partogi Samosir, Ruth
Yuni
Redaktur Pelaksana:
Philip Ayus
Alamat Redaksi/Administrasi/Distribusi:
Kompleks Mitra Pintu Air,
Jl. Pintu Air Raya 7 Blok C-5 Jakarta 10710
wwTelp./Fax.: 021-3440305 / 021-3522170
E-mail: [email protected]
Rekening: BCA Cab. Pasar Baru No.
1063003542
a.n. Yayasan Perkantas
(mohon cantumkan “Untuk Majalah DIA”)
Pengganti ongkos cetak: Rp 10.000,00
Bea berlangganan 1 tahun (3x terbit, termasuk ongkos kirim): Rp 50.000,00
Jika Anda mentransfer biaya berlangganan
atau memberi dukungan untuk pelayanan
Majalah Dia, mohon kirimkan bukti transfer
melalui fax atau e-mail beserta nama dan
alamat lengkap.
Majalah Dia
Edisi I | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Desain Sampul & Tata Letak: Philip Ayus
Redaksi menerima kiriman naskah berupa
artikel, kesaksian, resensi, cerpen, puisi, dsb.
sepanjang membangun iman dan orisinil/belum pernah dimuat di media lain.
Daftar Isi
4 Peran dan Keterlibatan Perempuan
dalam Tatanan Sosial Politik Kita
8 Partisipasi Kristen dalam
Mewujudkan Kesetaraan Gender di
Indonesia
15“Perempuan Itu Cenderung
Ngemong”
21Ia Dinamai “Perempuan”
24Menjadi Wanita Kristen yang Bijak di
Bumi Pertiwi
27Partisipasi Perempuan Bagi
Pembangunan Bangsa
33Perempuan dalam Mata Perempuan
39Kartini, Membuat Perbedaan
Melalui Pena
40Kita Seharusnya tidak Membuat
Pembedaan
42Perempuan, Pemelihara Kehidupan
45Perencanaan dan Penganggaran
Kegiatan di Komunitas
50Perempuan di Bumi Allah
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
Shalom!
Salam
S
etiap memasuki bulan April, salah satu nama yang akan banyak diingat
adalah Kartini. Dan setiap mengingat Kartini, kita pasti akan mengingat
kegiatan surat-menyurat yang dilakukannya, yang kemudian dibukukan
dalam sebuah cetakan yang terkenal, “Habis Gelap Terbitlah Terang” serta bukubuku lainnya. Padahal, perjuangan seorang Kartini tak berhenti dalam sebuah
surat berisi curhat, melainkan juga menuliskan pergulatan pemikirannya ke
media massa.
Ketika seorang wanita menulis, ia tak akan menulis dengan intelektualitasnya
belaka, melainkan dengan empatinya juga. Ia bahkan akan menulis dengan sudut
pandang yang berbeda dengan kebanyakan pria, yang sudah terbiasa menjadi
“pusat dunia.”
Kali ini, Redaksi mempersilakan para wanita Kristen untuk menuliskan hasil
pengamatan dan pergulatan mereka mengenai isu-isu yang berkaitan dengan
hak-hak perempuan, kesetaraan gender, dan partisipasi wanita dalam keluarga,
gereja, masyarakat, negara, dan juga dunia. Harapannya, tentu saja, agar para
pembaca bisa memahami seperti apa dan bagaimana laju emansipasi berjalan di
negeri ini.
Setelah itu, setidaknya kita bisa belajar memberikan respon dan partisipasi yang
tepat berkaitan dengan isu-isu kesetaraan gender di sekitar kita.
Selamat menikmati sajian edisi “Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi” ini, kiranya
kita menjadi murid-murid Kristus yang meneladani Sang Guru dalam menyikapi
relasi antara laki-laki dan perempuan, baik di dalam keluarga, gereja, masyarakat,
tempat kerja, maupun bangsa dan negara.
Biarlah kita menjadi orang-orang yang mempelopori pandangan dan penghargaan
yang semestinya terhadap kaum wanita, di manapun Tuhan menempatkan kita.
Tuhan memberkati.
Redaksi
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Peran dan Keterlibatan Perempuan dalam Tatanan Sosial Politik Kita
Erna Manurung, S.Sos.*
T
ulisan di atas adalah
sebuah status yang ditulis
rekan saya di dinding
Facebooknya. Kisah ibu
rumah tangga yang sudah
pensiun dan baru menyadari
bahwa ia dipanggil untuk
berbuat bagi sesama. Kaum
wanita atau perempuan,
siapapun dan bagaimanapun
posisinya, punya peran yang
penting dalam lingkungan
sosialnya. Entah itu di
keluarga, gereja, kelompok/
komunitas, masyarakat, bangsa,
bahkan dunia. Mengapa?
Pertama, sebagai insan yang diciptakan
segambar dengan Allah, perempuan—
bersama dengan laki-laki—diberikan
mandat oleh Allah untuk mengusahakan
bumi dan mengelolanya (Kej. 1:28).
Kedua, perempuan adalah mahluk
sosial. Mahluk yang memiliki hasrat dan
kerinduan untuk berelasi dengan sesama
dan lingkungan sosialnya. Ini sekaligus
menegaskan bahwa manusia sebagai
individu tidak dapat dilepaskan dari
realitas sosialnya. Realitas sosial di sini
bermakna luas; menyangkut keterlibatan
mereka dalam sistem politik, hukum,
budaya dan pranata sosial, adat-istiadat,
Terimakasih kepada Pdt. Inavera Trecia
Tobing yang mengizinkan saya mengutip sharingnya.
dan sebagainya.
Ketiga, hak dan kedudukan
perempuan sebagai warga
negara dijamin dan
dilindungi oleh Undangundang Dasar 1945. Ini
tersirat dalam pasal 27 ayat
(1) yang berbunyi: Segala
warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung tinggi
hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Dengan demikian, baik secara
teologis, sosiologis, dan politis (melalui
produk hukum), perempuan memiliki
peran dan kedudukan yang setara dengan
laki-laki.
Faktor Budaya
Namun, meskipun secara fundamental
perempuan memiliki kedudukan atau
peran yang sama pentingnya dengan lakilaki, sampai dengan saat ini kita masih
menyaksikan diskriminasi/pembedaan
terhadap kaum perempuan. Yang masih
hangat adalah isu mengenai larangan
duduk mengangkang bagi perempuan
di provinsi Aceh. Kemudian marak pula
bagaimana perempuan (melalui opini
sepihak) yang paling disalahkan ketika
menjadi korban perkosaan. Terutama dari
cara berpakaian mereka.
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Eksposisi
“Saya baru menyadari sekarang bahwa hidup saya bukan hanya untuk suami atau anak-anak
saya. Hidup saya sebenarnya adalah untuk semua orang. Tapi, kenapa setelah pensiun saya baru
menyadarinya? Kenapa tidak dari dulu ketika saya masih sehat, kuat, dan mapan? Ya, kenapa?
Barangkali karena dulu saya merasa nyaman, aman, dan segalanya ada. Saya ingin menikmati
hidup dan merasa percaya diri. Saya tidak ingin diganggu! Dan ternyata itu semua bukanlah yang
Tuhan kehendaki dalam hidup saya. Tapi, tidak ada yang terlambat bukan? Ya, tidak ada kata
terlambat!”
Eksposisi
Beberapa kelompok masyarakat
bahkan masih menganut prinsip bahwa
perempuan hanyalah “pendamping” kaum
lelaki atau kelompok masyarakat kelas
dua. Barangkali inilah yang antara lain
memunculkan adanya pembagian kerja di
rumah tangga berdasarkan jenis kelamin,
termasuk menentukan perilaku yang
pantas dan tidak pantas bagi perempuan.
Perempuan umumnya mengerjakan tugastugas domestik, dan oleh karenanya kerap
disanjung sebagai ratu keluarga. Tetapi,
sanjungan ini dapat “memasung” mereka,
bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara
psikologis dan sosial. Sebab, peluang
untuk mengekspresikan diri dibatasi,
yang berarti menghambat berkembangnya
kapasitas pribadi. Sementara itu, laki-laki
umumnya bekerja di luar rumah sehingga
ruang geraknya lebih besar, termasuk
menjadi pemimpin di masyarakat.
Saya kira hampir sebagian dari kita
sepakat bahwa faktor budayalah yang
mendasari diskriminasi/pembedaan
tersebut, yakni budaya patriarki. Beberapa
kalangan muslim bahkan mengikut
sertakan adanya faktor dogma agama
dalam memperlakukan kaum perempuan.
Meskipun demikian, masalah
ketimpangan gender di Indonesia secara
historis kultural tidaklah terlalu parah.
Di tengah suku-suku atau kelompok
masyarakat yang menganut sistem
patriarki seperti suku Jawa, Batak,
dll., ada suku Minang yang menganut
sistem kekerabatan matrilineal, di mana
perempuan, terutama ibu, memiliki peran
sentral dalam politik kepemimpinan
dan otoritas moral. Kita juga memiliki
suku Toraja yang sebagian masih
menganut sistem kekerabatan bilateral
(cognatic). Cognatic adalah sistem sosial
Paulus Tangdilintin, “Wanita dalam Keluarga Toraja”, dalam dalam 40 Tahun PWGT - Mawar
Harum Semerbak, Rantepao, PT. Sulo, 2006.
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
di mana status kekerabatan didasarkan
pada hubungan melalui garis keluarga
ayah maupun garis keluarga ibu, yang
memungkinkan untuk pilihan yang akan
dibuat dalam afiliasi antara keluarga ibu
dan keluarga ayah.
Dan, kalau kita menelisik betapa
banyaknya kaum perempuan yang
berperan secara signifikan dalam berbagai
bidang, maka bangsa Indonesia boleh
berbangga hati. Indonesia pernah dan
telah memiliki perempuan-perempuan
hebat dalam bidang sosial politik,
khususnya yang menjadi pejabat publik.
Di era presiden Soekarno ada Maria
Ulfah Santoso (Menteri Sosial), S.K
Trimurti (Menteri Perburuhan), Rusiah
Sardjono (Menteri Sosial), Artati Marzuki
Sudirdjo (Menteri Pendidikan Dasar
dan Kebudayaan), Agustine Magdalena
Waworuntu (Walikota perempuan
pertama).
Di era presiden Soeharto, ada tiga
menteri perempuan, Menteri Urusan
Peranan Wanita, Menteri Sosial, dan
Menteri Pertanian (dijabat oleh Justika
Syariffudin Baharsjah). Meskipun di
era ini sedikit perempuan yang menjadi
pejabat publik, namun Orde Baru
punya prestasi mengagumkan dengan
melahirkan kebijakan yang membela kaum
perempuan, yaitu Peraturan Pemerintah
(PP) No. 10 tentang larangan poligami
bagi Pegawai Negeri Sipil.
Kemudian, di era presiden
Abdurrahman Wahid ada Khofifah
Indar Parawansa (Menteri Pemberdayaan
Perempuan), Erna Witoelar (Menteri
Pemukiman dan Pengembangan Wilayah
yang dilanjutkan dengan menjadi menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah),
Rini Soewandi (Menperindag). Di era ini
pula Megawati Soekarnoputeri menjadi
www.bookrags.com/tandf/cognatic-society-1tf/&ei=kJfxTfvQJtGJrAe- diakses 5 Juni 2011
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Peran dan Keterlibatan Alumni Kristen
Dalam sebuah pertemuan yang digagas
oleh Forum Kajian Strategis (Forkastra)
Graduate Center Perkantas, disimpulkan
bahwa bagi kalangan mahasiswa dan
alumni Kristen Perkantas, perihal
kesetaraan gender tidak menjadi masalah
lagi. Dengan kata lain, di lingkungan
intelektual Kristen, perempuan memiliki
keleluasaan untuk mengabdikan dirinya
di ranah sosial dan politik. Apabila
kemudian ada istri-istri yang menjadi
ibu rumah tangga sepenuh waktu, itu
merupakan kesepakatan bersama antara
mereka dan suaminya.
Fakta tersebut bisa menjadi modal
yang kuat bagi alumni perempuan Kristen
untuk berperan di berbagai bidang sosial
politik di negeri ini, baik di institusi
formal maupun dalam bentuk gerakangerakan moral. Beberapa yang bisa
dilakukan antara lain: melalui gerakangerakan (1) Penyadaran; (2) Pemberdayaan;
(3) Pendampingan/Pembelaan; serta (4)
Agen-agen Perdamaian dan Rekonsiliasi.
Mariana Amiruddin, “Pejabat Perempuan
dalam Situasi Sosial Politik di Indonesia – Antara
Identitas Gender dan Integritas Kepemimpinan” dalam
Jurnal Perempuan ed. 75, vol. 17 No. 4 Desember 2012.
Dalam gerakan-gerakan penyadaran,
pemberdayaan, dan pendampingan/
pembelaan, alumni Kristen bisa bergabung
dengan lembaga atau komunitaskomunitas yang sudah ada. Atau, dapat
pula membentuk komunitas baru
kemudian berjejaring dengan lembaga/
komunitas sejenis. Isu yang dikedepankan,
antara lain: penyadaran akan hak-hak
perempuan dalam akses ekonomi,
kesehatan, pendidikan, informasi, sampai
dengan hak politik. Dalam pembelaan/
pendampingan, alumni Kristen bisa
terlibat dalam proses mendampingi
kelompok masyarakat marjinal (terutama
perempuan) yang mengalami masalahmasalah hukum, ketidakadilan sosial, dll.
Kemudian, dalam peran sebagai agen
perdamaian dan rekonsiliasi, alumni
Kristen dapat menjadi fasilitator di
daerah-daerah konflik. Indonesia saat
ini masih rawan dengan berbagai konflik
sosial, baik yang dilatarbelakangi faktor
ekonomi, maupun faktor perbedaan
agama/ideologi. Dalam konflik-konflik
semacam ini, perempuan banyak yang
menjadi korban. Namun, seringkali
mereka tidak dilibatkan dalam upaya
rekonsiliasi. Padahal, perempuan dengan
perspektif keperempuanan yang sarat
dengan nilai-nilai feminin (cinta kasih,
pemeliharaan, dan perdamaian) dapat
mengupayakan damai melalui rekonsiliasi
tanpa kekerasan.
Satu lagi yang bisa dilakukan oleh para
alumni Kristen, yakni “menggarap” kelas
menengah Indonesia. Secara alamiah,
masyarakat kelas menengah berpotensi
untuk menjadi pendobrak, melakukan
perubahan sosial dan politik. Misalnya,
Asnath N. Natar, Perempuan, Konflik dan
Rekonsiliasi, Pusat Studi Feminis UKDW, Yogyakarta,
2000, hal. vii-viii.
Meskipun berdasarkan survey Kompas
pada tahun 2012, kelompok ini memiliki ciri sebagai
kelompok masyarakat yang cenderung konsumtif dan
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Eksposisi
presiden perempuan pertama.
Di era presiden Susilo Bambang
Yudhoyono ada Sri Mulyani (Menteri
PAN, Menteri Keuangan, Menko
Perekonomian), Mari Elka Pangestu
(Menteri Perdagangan, Menteri Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif), Siti Fadilah Supari,
Endang Rahayu Sedyaningsih, dan Nafsiah
Mboi yang ketiganya menjabat sebagai
Menteri Kesehatan di periode berbeda,
serta Armida S. Alisjahbana (Menteri
PPN/Kepala Bappenas).
Selain menteri, masih banyak
perempuan pejabat publik Indonesia yang
menjadi bupati, walikota, dan gubernur.
Eksposisi
gerakan moral antikorupsi dengan
dimulai dari aksi-aksi kecil, misalnya tidak
meladeni pungutan liar di manapun.
Memang, ini adalah perjuangan jangka
panjang. Tapi, bukankah berjuang untuk
keberhasilan jangka panjang adalah
sebuah panggilan mulia? Soal sarana,
banyak yang bisa dimanfaatkan. Media
sosial, komunitas-komunitas, bahkan
kelompok arisan pun bisa diberdayakan
untuk mencapai tujuan perubahan ini.
Di dalam Kristus semua orang telah
merdeka
Allah memang menciptakan laki-laki
dan perempuan berbeda. Masing-masing
memiliki karakteristik yang khas, yang
tidak dimiliki oleh pihak lain. Memang
untuk maksud itulah Allah menciptakan
laki-laki dan perempuan berbeda, yakni
agar dapat saling melengkapi. Dan,
dalam perbedaan karakteristik tersebut
Allah tidak bermaksud menjadikan salah
satu lebih dominan atau lebih tinggi
kedudukannya.
Kejadian 1-2 yang diklaim sebagian
pihak memuat teks yang merendahkan
kaum perempuan karena diciptakan dari
tulang rusuk Adam (Kej.2:21-22); ternyata
juga memuat teks yang menjelaskan
bahwa manusia (laki-laki dan perempuan,
-Pen) diciptakan menurut gambar dan
rupa Allah (Kej. 1:26-27). Mazmur 8:6-7
mengungkapkan hal yang sama. Manusia,
baik laki-laki maupun perempuan,
diciptakan sebagai makhluk mulia.
Kesetaraan yang saling melengkapi itu
banyak disaksikan oleh Alkitab. Meskipun
budaya sebagian besar konteks Alkitab
adalah patriarki, namun Alkitab juga
mencatat peran perempuan yang turut
intoleran. Tetapi kita bisa tetap bergerak di area ini. Pertama, alumni Kristen adalah kelompok kelas menengah.
Kedua, alumni Kristen dipanggil untuk tampil berbeda
dari dunia ini (tidak konsumtif dan tidak intoleran).
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
menentukan perjalanan sejarah bangsa
Israel. Nabiah Miriam misalnya. Miriam
memimpin dan menggerakkan semua
perempuan dalam rombongan bangsa
Israel untuk memuji Tuhan, sebagai
“bagian yang tidak terpisahkan dari arakarakan umat Tuhan.”
Di dalam Perjanjian Baru, kita melihat
bagaimana Yesus melawan arus. Pada masa
itu, kaum perempuan dianggap sebagai
anggota masyarakat “kelas dua” yang tidak
diperhitungkan keberadaannya. Sebagai
bentuk perlawanan dan koreksi atas
ketidakadilan ini, Yesus mau berbicara
dengan perempuan Samaria. Ia juga
mengampuni perempuan yang berzinah,
dan menyembuhkan perempuan yang sakit
pendarahan (yang dianggap najis pada
masa itu).
Rasul Paulus sendiri pun sangat
menghargai dan mendukung peran
perempuan, khususnya dalam pekabaran
Injil. Salah satunya adalah Priskila yang
menjadi rekan sekerjanya (Kis. 18: 1-3). Ia
juga mengakui kedudukan dua pemimpin
perempuan, Eoudia dan Sintikhe (Fil. 4).
Bahkan dalam suratnya kepada jemaat
di Galatia, Paulus menyerukan bahwa
di dalam Kristus, semua orang telah
merdeka. Merdeka dari sekat-sekat yang
memisahkan sesama ciptaan Allah, baik
itu kebangsaannya (Yahudi atau Yunani),
status sosialnya (hamba atau orang
merdeka), maupun gendernya (laki-laki
atau perempuan).
* Pendamping Pelayanan Mahasiswa
di komunitas PMK Fak. Teknik Unhalu
(Kendari), saat ini sedang menyelesaikan studi
di Program Teologi Kependetaan (d/h M.Min)
Fak Theologia – Univ. Kristen Dutawacana
(UKDW) Yogyakarta.
H.T Hutabarat - Lebang, “Kata Pengantar”
dalam 40 Tahun PWGT - Mawar Harum Semerbak, PT.
Sulo, Rantepao, 2006.
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Partisipasi Kristen dalam Mewujudkan
Kesetaraan Gender di Indonesia
M
suasana, Daming jelas tidak peka gender,
juga para anggota DPR yang ikut tertawa
mendengar perkataan yang sama sekali
tidak lucu tersebut. Mantan Gubernur
DKI Fauzi Bowo dan Ketua DPR Marzuki
Alie juga membuat pernyataan yang
menyesatkan, yakni bahwa pemerkosaan
dipicu oleh cara berpakaian korban
(perempuan) yang tidak pantas. Pada
kenyataannya, para korban mengenakan
pakaian tertutup, bahkan ada yang
berjilbab, sebelum diperkosa. Berikutnya,
pernyataan tersebut tentu saja tak bisa
diterima nalar dan
tidak simpatik
terhadap para korban
pemerkosaan atau
pelecehan seksual.
Peraturan bias
gender
Perempuan kerap
dianggap sebagai
objek semata. Dalam
Peraturan-peraturan
Daerah yang berbau
agama, misalnya,
himbauan dan larangan sering kali hanya
ditujukan kepada kaum hawa. Salah satu
contohnya adalah Peraturan Daerah No.8
Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran
di Kota Tangerang, yang berbunyi:
“Setiap orang yang sikap atau perilakunya
mencurigakan sehingga menimbulkan suatu
anggapan bahwa ia atau mereka pelacur,
dilarang berada di jalan-jalan umum, di
lapangan-lapangan, di rumah penginapan,
losmen, hotel, asrama, rumah penduduk atau
kontrakan, warung-warung kopi, tempat
hiburan, gedung tempat tontonan, di sudutsudut jalan atau di lorong-lorong jalan atau
tempat-tempat lain di daerah kelihatan oleh
umum.”
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Fokus
enurut data kependudukan dari
Badan Pusat Statistik (BPS/www.
bps.go.id), jumlah penduduk
laki-laki dan perempuan di Indonesia
boleh dikatakan sangat berimbang.
Pada tahun 2009, rasio penduduk lakilaki dan perempuan adalah sebesar
49,53:50,47. Kemudian, pada tahun
2010 dan 2011 perbandingannya sebesar
50,17:49,83 dan 50,37:49,63.Jika ditilik
secara jumlah, tidak ada permasalahan
dengan “mayoritas-minoritas,” sehingga
perempuan Indonesia seharusnya
mendapat porsi
perlakuan yang sama
dengan laki-laki di
negeri ini.Bahkan,
dalam konstitusipun
tidak disebutkan
pembedaan jenis
kelamin secara
spesifik. Baik
laki-laki maupun
perempuan,
kesemuanya adalah
warga negara,
dan oleh karenanya, berhak mendapat
perlindungan dan perlakuan yang sama di
negara ini.
Akan tetapi, fakta di lapangan
seringkali menunjukkan kondisi yang
bertolak belakang. Perempuan cenderung
dipandang sebelah mata pada hampir
semua bidang kehidupan di negeri ini.
Kita tentu ingat bagaimana cara berpikir
seorang calon Hakim Agung Daming
Sunusi yang begitu merendahkan
perempuan, khususnya korban perkosaan,
dengan mengatakan bahwa sang korban
juga ikut menikmati pemerkosaan
tersebut. Meskipun berdalih bahwa
itu sekedar lelucon untuk mencairkan
Fokus
Salah satu korban dari peraturan di
yang diterimanya, Lilis menjadi sakitatas adalah Lilis, salah seorang pegawai
sakitan dan akhirnya meninggal dunia
restoran di Cengkareng, yang baru saja
pada bulan Agustus 2008. Sungguh sangat
pulang dari tempat kerjanya dan sedang
mahal harga yang harus dibayar seorang
menunggu angkutan umum. Sekitar pukul perempuan dan keluarganya akibat
delapan malam itu, di bulan Pebruari
kebijakan yang tidak peka gender itu.
2006, Lilis yang sedang berdiri di halte
Dan, itu baru satu contoh kasus.
digelandang oleh Satpol PP yang kebetulan Sekretaris Menteri Negara Pemberdayaan
juga sedang melakukan razia PSK. Meski
Perempuan Koensatwanto Inpasihardjo
sudah menjelaskan bahwa dirinya bukan
dalam Rapat Dengar Pendapat di
PSK, dia tetap dibawa dan ditahan di
DPR pada tanggal 8 September 2008
markas Satpol PP Kota Tangerang bersama mengatakan, “Perda seperti di Tangerang
puluhan wanita lain.
berdampak buruk terhadap ekonomi
Dalam sidang Tindak Pidana Ringan
buruh perempuan dan masyarakat secara
keesokan harinya, Lilis didenda sebesar
umum di wilayah itu. Kini buruh-buruh
perempuan resah jika masuk kerja malam
Rp 30.000,00 namun menolak membayar
karena merasa tidak bersalah. Iapun
atau lembur sampai malam karena takut
dipidana selama beberapa hari di Lembaga terkena razia. Akibatnya, mereka tidak
Pemasyarakatan.
mendapatkan
Meski sudah
tambahan
menghirup udara
penghasilan.”Bukan
bebas, derita Lilis
hanya tambahan
ternyata belum
penghasilan, tak
berakhir, karena
sedikit di antara
trauma akibat
mereka yang justru
penangkapan dan
menjadi tulang
pemenjaraan itu
punggung keluarga.
tak begitu saja
September 2012,
hilang. Lilis bahkan
Komisi Nasional
kehilangan anak
Antikekerasan
dalam kandungannya
terhadap Perempuan
Razia, perempuan sering menjadi target/portaltigaimage.com
akibat keguguran
(Komnas
karena trauma tersebut. Belum lagi ada
Perempuan) mengungkapkan fakta yang
tetangga yang benar-benar menganggapnya mengejutkan bahwa ada 282 Peraturan
sebagai PSK. Lilis beserta suami dan
Daerah di 100 kabupaten dan kota
anaknya terpaksa berpindah-pindah
di 28 provinsi yang mendiskreditkan
tempat tinggal untuk menghindari stigma
perempuan, mulai dari pembatasan
itu, namun sia-sia. Kabar buruk menyebar
waktu keluar rumah, sampai larangan
sangat cepat. Tetangga-tetangga di tempat
membonceng sepeda motor dengan
barupun mencapnya sebagai PSK. Suami
mengangkangkan kaki. Dari pantauan
Lilis bahkan juga harus berhenti sebagai
Komnas Perempuan, Sumatera Barat dan
guru karena pihak sekolah tempatnya
Jawa Barat adalah provinsi-provinsi yang
mengajar tidak ingin “tertular” cap
paling “rajin” mengeluarkan Perda-perda
buruk karena mempekerjakan guru yang
bias gender yang mengekang perempuan.
bersuamikan (tersangka) PSK.
Akibat berbagai tekanan bertubi-tubi
Tersandera paradigma kepemimpinan
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
“
10
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Fokus
Perlu diingat, bahwa Perda merupakan
dua Pemilu terakhir, selain menyiratkan
produk hukum yang dikeluarkan bersama
absennya itikad mematuhi Undangoleh Eksekutif dan Legislatif. Artinya,
undang Pemilu, juga pengkaderan
para pemangku kebijakan di banyak
yang belum berpihak pada perempuan.
daerah di negeri ini tidak sensitif terhadap Munculnya keberatan dan usulan
isu-isu gender. Salah satu penyebab
untuk meniadakan angka minimal
yang mungkin adalah jumlah maupun
keikutsertaan caleg perempuan dalam
kualitas perempuan yang menjadi anggota
Pemilu 2014 nanti juga sedikit banyak
dewan. Memang, ada beberapa kemajuan
menunjukkan kurangnya prioritas parpol
yang dibuat dalam hal pembelaan hakterhadap keterwakilan suara perempuan
hak perempuan, seperti diterbitkannya
di tingkat pembuat kebijakan. Sepuluh
Undang-undang tentang Pemilu yang
tahun seharusnya merupakan waktu
yang cukup untuk menyiapkan kadermewajibkan alokasi minimal 30 % kursi
di Legislatif untuk kaum hawa. Namun
kader perempuan yang berkualitas dan
pada praktiknya, jatah tersebut tak pernah memenuhi kuota yang disyaratkan oleh
dipenuhi sejak diundangkannya UU
Undang-undang.
Di sisi lain, perempuan sendiri juga
Pemilu pertama kali pada tahun 2003.
Politikus perempuan hanya mencapai
dirasa enggan terjun langsung ke bidang
yang satu ini.
11 persen dari 500
anggota legislatif
Keengganan yang
terpilih pada Pemilu
cukup beralasan.
Perempuan juga tersandera
2004, kemudian
oleh konsepsi masyarakat tentang Wakil Ketua MPR
sedikit bertambah
Melani Leimena
kepemimpinan yang digambarkan Suharli dalam
menjadi 18 persen
begitu maskulin.
dari hasil Pemilu
sebuah kesempatan
2009. Hingga saat
mengatakan
inipun, sebagian
bahwa maraknya
korupsi dan hal-hal tidak baik lainnya di
partai politik peserta Pemilu 2014 masih
memrotes dan bahkan mengusulkan
parlemen berdampak pada bagaimana
penghapusan aturan minimal partisipasi
perempuan melihat politik. Politik
perempuan tersebut. Mereka berdalih
akhirnya dipersepsikan sebagai arena
kesulitan menemukan caleg perempuan
yang tabu untuk dimasuki, sehingga
untuk dijagokan pada Pemilu mendatang.
banyak perempuan dengan potensi dan
Mengapa partai politik di sebuah
pemikiran yang baik memilih terjun
negeri yang berimbang jumlah laki-laki
dalam kegiatan-kegiatan sosial. Bahkan
dan perempuannya merasa kesulitan
aktivis perempuan yang sangat rajin
menemukan calon legislatif yang hanya
memperjuangkan keterwakilan kaum
hawa dalam pencaleganpun belum tentu
dipatok 30 persen dari keseluruhan caleg
yang diajukan? Apa yang membuat demand mau masuk dan berjuang di parlemen.
parpol dan supply perempuan sebagai calon Padahal, sebagaimana yang dikatakan oleh
pembuat kebijakan publik tidak bertemu?
Melani dalam kesempatan yang sama, jika
Yang perlu dipertanyakan pertama
perempuan ingin melakukan perubahan
kali adalah paradigma parpol itu sendiri
secara langsung dalam masalah kebijakan,
terhadap peran maupun posisi perempuan maka ia harus masuk partai dan berusaha
dalam politik. Fakta adanya kuota
menjadi anggota DPR agar terlibat dalam
perempuan yang tidak terpenuhi dalam
pembahasan legislasi.
Fokus
Perempuan juga tersandera
oleh konsepsi masyarakat tentang
kepemimpinan yang digambarkan
begitu maskulin. Pemahaman yang
kurang tepat terhadap penerapan
nilai-nilai tradisi, budaya, serta agama
dalam hal kepemimpinan, membuat
perempuan tidak leluasa merintis jalan
sebagai pemimpin. Dalam kampanyekampanye politik, kita masih mendapati
pemuka agama yang posisi politiknya
berseberangan dengan calon pemimpin
perempuan, secara sengaja mengutip ayat
kitab suci dan memberikan penafsiran
yang merugikan kaum hawa dengan
mengatakan bahwa agama tidak merestui
seorang wanita menduduki kursi
kepemimpinan.
Dalam “perlombaan” karir
kepemimpinan, perempuan juga kurang
diuntungkan. Pandangan terhadap usia
ideal untuk menikah, misalnya, masih
tidak berpihak pada kaum hawa. Rentang
waktu yang dimiliki perempuan untuk
berkarir relatif lebih singkat dibandingkan
dengan laki-laki karena adanya tekanan
dari keluarga ataupun lingkungan
untuk menikah, padahal masih banyak
diskriminasi jenjang karir di tempat kerja,
di mana perempuan dibangkucadangkan
untuk masalah kepemimpinan.
Dalam beberapa tradisi, menikahkan
anak perempuan pada usia muda (setelah
lulus SD atau SMP) justru menjadi
kebanggaan bagi orang tua, dengan alasan
dalam usia semuda itu sudah ada yang
meminang. Hal itu diungkapkan oleh
Kepala BKKBN Sugiri Syarif, yang dalam
kesempatan yang sama mengungkap pula
masih kentalnya anggapan masyarakat,
terutama di pedesaan, bahwa peran dan
posisi perempuan itu hanya di dapur,
sumur, dan kasur. Selain itu, faktor
ekonomi juga cukup berpengaruh,
di mana orang tua menikahkan anak
perempuannya dengan laki-laki yang
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
B
erdasarkan Survei Data Kependudukan Indonesia SDKI)
2007, di beberapa daerah didapatkan bahwa sepertiga dari jumlah
pernikahan terdata dilakukan
oleh pasangan usia di bawah 16
tahun. Jumlah kasus pernikahan
dini di Indonesia mencapai 50 juta
penduduk dengan rata-rata usia
perkawinan 19,1 tahun. Di Jawa
Timur, Kalimantan Selatan, Jambi,
dan Jawa Barat, angka kejadian pernikahan dini berturut-turut 39,4%,
35,5%, 30,6%, dan 36%. Bahkan
di sejumlah pedesaan, pernikahan
seringkali dilakukan segera setelah
anak perempuan mendapat haid
pertama.
Sumber:
www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/11-2-11.pdf
kaya dan terkenal. Dengan kondisikondisi seperti itu, bagaimana kita
bisa mengharapkan masyarakat yang
berkeadilan bagi perempuan?
Kesetaraan, bukan keutamaan
Kita patut bersyukur bahwa perjuangan
emansipasi bagi perempuan yang
dirintis oleh R.A. Kartini seabad lalu
tidak menguap begitu saja. Kesadaran
akan pentingnya kesetaraan gender dan
perlakuan yang adil terhadap perempuan
makin meningkat. Kebanyakan orang
hanya mengingat masalah surat-menyurat
ketika mendengar tentang Kartini, akan
tetapi dia melakukan lebih dari sekedar
“curhat” lewat korespondensi, melainkan
juga menyebarkan pandangannya lewat
tulisan-tulisan di surat kabar, baik terbitan
Indonesia maupun Belanda.
Di negeri ini, ada cukup banyak
lembaga formal maupun nonformal yang
fokus utamanya memperjuangkan hak-hak
11
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Fokus
12
perempuan. Dalam susunan kabinet, ada
penting yang patut diwaspadai oleh
Kementerian Pemberdayaan Perempuan
perempuan maupun aktivis pembela
dan Perlindungan Anak, lalu ada pula
perempuan. Gerakan untuk menuntut
Komisi Nasional Antikekerasan terhadap
kesetaraan berpotensi untuk membias
Perempuan (Komnas Perempuan), Koalisi
menjadi perjuangan menegakkan
Perempuan Indonesia, Women Research
egosentrisme wanita itu sendiri, atau
Institute, Jaringan Nasional Perempuan
bahkan “membablas” menjadi gerakan
Mahardhika, Yayasan Jurnal Perempuan,
yang menafikan laki-laki. Ungkapan
dan masih banyak lagi.
seperti “wanita berhak atas tubuhnya
Respon sebagian masyarakat terhadap
sendiri” yang tadinya dibuat dalam
ketidakadilan gender juga bisa dibilang
konteks protes terhadap budaya patriarki
baik. Pada waktu Fauzi Bowo berkomentar yang menganggap wanita sepenuhnya
bahwa terjadinya
berada dalam kendali
perkosaan di
otoritas, entah
angkutan umum
orang tua ataupun
karena perempuan
suami, di beberapa
memakai rok mini,
tempat membias
tak lama berselang
menjadi slogan
terjadilah gelombang
untuk menjustifikasi
protes dari banyak
tindakan-tindakan
kalangan. Dengan
egois seperti
komunikasi global
merokok, operasi
yang makin tak
plastik, hingga aborsi.
bersekat, perempuan
Gerakan untuk
Indonesia juga
membela hak wanita
banyak berpartisipasi
juga bisa membablas,
dalam gerakanseperti upaya-upaya
gerakan internasional
untuk membesarkan
untuk mendukung
anak lewat teknologi
penghentian
bayi tabung dan
diskriminasi
memanfaatkan
terhadap perempuan. Rosie the Riveter, simbol feminisme/wikipedia.org
bank sperma,
Gerakan One Billion
seperti yang cukup
Raising, misalnya,
banyak dilakukan
mengadaptasi gerakan yang sama di
oleh wanita-wanita di Amerika, karena
luar negeri untuk mewujudkan keadilan
menganggap bahwa keberadaan laki-laki
bagi seluruh wanita di dunia lewat
sebagai pasangan untuk membesarkan
aksi bersama. Lalu ada pula gerakan
anak sebagai hal yang merepotkan.
yang dinamai Reclaiming The Night yang
Padahal, anak yang dibesarkan tanpa figur
merupakan respon atas pemberlakuan
ayah dan ibu cenderung bermasalah secara
“jam malam” khusus bagi perempuan
kejiwaan. Hal-hal seperti ini yang tidak
di beberapa daerah. Bisa dibilang,
sungguh-sungguh dipikirkan oleh sang ibu.
perempuan Indonesia di masa kini sedang
berada dalam masa transisi paradigma
Menengok teladan Kristus
gender ke arah yang lebih baik.
Lantas landasan apakah yang cukup
Namun demikian, ada satu hal
kuat untuk membangun masyarakat
Fokus
yang berkeadilan bagi perempuan?
Samaria. Dan pada waktu bangkit, Ia
Alkitab adalah jawabannya. “Pada
menampakkan diri pertama kali kepada
mulanya Allah…” merupakan pondasi
wanita, yang secara sosial pada masa itu,
yang tak tergoyahkan setiap kali
kesaksiannya tidak valid di pengadilan.
Kekristenan menyapa berbagai bidang.
Semua berasal dan berawal dari Allah,
Injil dan kesetaraan gender
termasuk laki-laki dan perempuan.
Penghargaan terhadap perempuan,
Alkitab memberikan kesaksian yang
pertama-tama haruslah diawali dengan
gamblang bahwa manusia, baik laki-laki
penghargaan terhadap Allah, yang
maupun perempuan, diciptakan oleh
menciptakan mereka. Sebaliknya,
Allah, segambar dan serupa dengan
setiap perempuan haruslah pula
Allah. Tanpa adanya pengakuan akan
menyadari keberadaannya di mata
keberadaan dan kedaulatan Allah, segala
Tuhan. Sebagai umat tebusan-Nya, kita
sistem pemikiran cepat atau lambat akan
haruslah meneladani Sang Kristus yang,
runtuh, termasuk pemikiran feminis-ateis.
meskipun tidak menghukum wanita yang
Tanpa penghayatan akan kedaulatan
dihadapkan kepadaNya sebagai pezinah,
Allah, perjuangan emansipasi berpotensi
memerintahkan pertobatan dengan
untuk berakhir pada pembiasan atau
menyuruh wanita itu untuk “pergi dan
pembablasan.
jangan berbuat dosa lagi.”
Dalam budaya
Orang tua yang
masyarakat Palestina
memandang anak—
Penghargaan terhadap
pada abad pertama,
laki-laki maupun
perempuan,
pertama-tama
keberadaan
perempuan—sebagai
haruslah diawali dengan
perempuan sebagai
anugerah Allah untuk
“mahasiswa teologi” penghargaan terhadap Allah, yang menjadi partnermenciptakan mereka.
adalah mustahil,
Nya dalam rangka
hingga Yesus
mewujudkan kerajaan
datang dan menerima mereka untuk ikut
Allah di bumi, akan merawat dan
dalam rombongan-Nya. Demikian pula
memperlakukan anak-anak mereka dengan
dengan kisah Maria yang duduk di dekat
bijak. Orang tua yang menjunjung nilaikaki Yesus, beberapa ahli mengaitkan
nilai kebenaran Alkitab akan menolong
frasa “duduk di dekat kaki” itu dengan
anak-anak mereka untuk memahami
“berguru,” layaknya Paulus (sewaktu masih bahwa meskipun memiliki karakteristik
bernama Saulus) menjadi murid Gamaliel. yang berbeda, laki-laki dan perempuan
Mungkin, Yesus adalah satu-satunya
adalah setara di hadapan Tuhan, sehingga
guru yang menerima murid perempuan
bisa saling memperlengkapi. Anak-anak
(meskipun tidak dimasukkan dalam
yang diajarkan kebenaran firman Tuhan
jajaran para rasul) pada masa itu. Tuhan
“hormatilah ayahmu dan ibumu” akan
juga dikenal banyak bersahabat dengan
tumbuh dewasa dengan penghargaan yang
kaum yang terpinggirkan oleh sistem
sama tinggi terhadap laki-laki maupun
kemasyarakatan, dan salah satunya adalah
perempuan.
kaum hawa. Ia tidak menolak ketika
Sebagai komunitas orang-orang
kakinya dibasuh oleh seorang wanita.
percaya, gereja ataupun lembaga pelayanan
Ia memulai percakapan dan bahkan
Kristen seharusnya menjadi teladan akan
berterus terang membuka identitas-Nya
sebuah komunitas yang tidak mengabaikan
sebagai Mesias kepada seorang perempuan kaum perempuan. Jika Alkitab diakui
“
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
13
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
pria, ia bisa menjadi teladan dalam hal
memerlakukan wanita dengan hormat.
Sebaliknya jika wanita, ia bisa menjadi
teladan dalam hal menjaga martabatnya
sebagai wanita terhormat.
Salah satu implikasi dari tiap orang
yang mengutamakan kebenaran Kristus
adalah memiliki sensitivitas terhadap
permasalahan diskriminasi gender dan
akan berupaya maksimal untuk mencari
solusinya. Selama kebenaran firman
Tuhan tidak diutamakan, selama itu
pula perempuan akan dinomorduakan.
Jika ayat-ayat kitab suci sekedar menjadi
alat untuk melegitimasi kekuasaan atau
piranti untuk membenarkan tradisi, maka
perempuan takkan memiliki kesempatan
untuk duduk sama rendah dan berdiri
sama tinggi dengan laki-laki.
Pada waktu melakukan kunjungan
kerja di lingkungan kantor barunya, Wakil
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama,
atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Ahok, meminta agar tiap area disediakan
ruangan khusus bagi ibu dan anak.
Sebuah kebijakan pro-perempuan
yang tak terpikirkan oleh pemimpin
sebelumnya.
Dari satu contoh peristiwa tersebut,
kita melihat gambaran nyata bahwa
perbaikan terjadi karena anak-anak Tuhan
seperti sang Wagub ikut melibatkan diri
dalam menggerakkan dan mengarahkan
roda zaman sesuai dengan prinsip-prinsip
firman-Nya. Bagaimana dengan kita?
Sudahkah kita memimpikan pula akan
sebuah masyarakat yang berkeadilan,
khususnya bagi kaum perempuan?
Kiranya kita menjadi orang-orang
yang mewujudkan visi keadilan Tuhan
untuk masyarakat dan dunia, seperti yang
difirmankanNya melalui nabi Amos:
“Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung
seperti air dan kebenaran seperti sungai yang
selalu mengalir.” (Ays)
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Fokus
14
sebagai standar kebenaran dan Tuhan
Yesus menjadi teladan bersama, maka
sudah sewajarnya gereja dan lembaga
pelayanan Kristen terus menyuarakan
kesetaraan gender sebagai bagian tak
terpisahkan dari pemberitaan Injil. Jika
ada yang menyangka bahwa kesadaran
akan kesetaraan gender adalah produk
budaya modern, maka sangat mungkin dia
melewatkan surat Paulus kepada jemaat
di Galatia, “Dalam hal ini tidak ada orang
Yahudi atau orang Yunani, tidak ada
hamba atau orang merdeka, tidak ada
laki-laki atau perempuan, karena kamu
semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”
Bagi rasul Paulus, kesetaraan gender dan
bahkan kesetaraan kemanusiaan tidak bisa
dipisahkan dari pesan Injil.
Ketika gereja dan lembaga pelayanan
Kristen memasukkan topik-topik mengenai
implikasi Injil terhadap kehidupan orang
percaya dalam hal kesetaraan gender
dan bagaimana seharusnya tiap keluarga
menerapkan penghargaan yang seimbang
terhadap anak laki-laki dan perempuan
dalam rangka mendidik mereka untuk
menjadi generasi yang peka gender, maka
seandainya jemaat mengaplikasikan
prinsip-prinsip yang diterima dalam
keluarga masing-masing, sesungguhnya
perbaikan kualitas hidup masyarakat
sedang terjadi.
Keluarga-keluarga Kristen di tengah
masyarakat, mahasiswa-mahasiswi Kristen
di kampus, atau alumni Kristen di tempat
kerja seharusnya menjadi pionir dalam
hal perjuangan kesetaraan bagi kaum
perempuan. Keluarga Kristen, misalnya,
bisa menjadi pendorong berkurangnya
kasus KDRT di lingkungannya, setidaknya
lewat teladan relasi suami-istri yang baik.
Mahasiswa atau alumnus Kristen bisa
menjadi contoh bagi teman-temannya
dalam hal menghindari pembicaraanpembicaraan atau lelucon-lelucon yang
mendiskreditkan perempuan. Jika
Esther Widhi Andangsari, M.Psi., Psi:
“Perempuan Itu Cenderung Ngemong”
Wawancara
P
ertengahan Maret yang lalu, Majalah Dia menyambangi Esther Widhi Andangsari,
M. Psi., Psi di kantornya untuk sedikit berbincang mengenai topik kita kali ini,
yakni posisi dan peranan wanita dalam tatanan sosial-politik kita. Saat ini, beliau
menjabat sebagai Kepala Laboratorium Psikologi Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
Bagaimana pandangannya mengenai posisi dan peran wanita dalam masyarakat kita?
Simak hasil perbincangan Majalah Dia (MD) dengan Esther Widhi (EW) berikut ini.
MD: Bagaimana Anda melihat posisi
perempuan di Indonesia sekarang ini?
EW: Aku sih melihatnya lebih baik ya
daripada zaman dulu, mungkin zaman
mantan Presiden Suharto, di mana ada
posisi-posisi
tertentu yang
dilarang
diisi oleh
perempuan.
Menurutku,
justru
perempuan di
Indonesia saat
ini mendingan
lho, apalagi
kalau
dibandingkan
negara lain, misalnya di Malaysia. Sewaktu
ngobrol-ngobrol dengan teman-teman
asal Indonesia yang tinggal di sana,
mereka bilang di sini posisi perempuan
secara sosial lebih mendingan. Apalagi
dibandingkan dengan negara-negara yang
bahkan perempuan tidak boleh sekolah
atau menyetir mobil.
Indonesia mendingan, karena kita pernah
punya Presiden seorang perempuan. Selain
itu juga ada perempuan yang menduduki
posisi bergengsi seperti Dirut Pertamina
misalnya. Kemudian, ada kesadaran
negara untuk memberlakukan kuota
perempuan di DPR. Menurutku, itu hal
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
yang menggembirakan. Guru perempuan
lumayan banyak, kepala sekolah juga,
dosen apalagi. Bahkan, kalau aku
membimbing skripsi atau mengadakan
penelitian, aku mendapati jumlah
perempuan yang bekerja semakin banyak.
Data statisik di
BPS juga begitu.
Artinya, secara
kehidupan sosial
masyarakat
di indonesia,
perempuan
sudah mendapat
tempat.
Aku kan “roker”
alias rombongan
kereta. Tiap
kali naik commuterline di jam-jam kerja,
aku melihat banyak sekali perempuan
dengan pakaian pekerja kantoran. Rieke
yang kemarin mencalonkan diri sebagai
Gubernur Jabar, meskipun gagal tapi
kan mendapat suara terbanyak kedua.
Itu berarti Riekenya sebagai perempuan
berani mengajukan diri, partainya mau
mengusung, dan masyarakatnya juga
mendukung, terlepas dari pasangannya,
Teten Masduki, yang dikenal integritasnya
lumayan. Masyarakat terutama di
perkotaan sudah mulai sadar bahwa kita
tidak bisa lagi membedakan perempuan
atau laki-laki untuk posisi tertentu.
15
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
16
Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa
masih ada berita mengenai pelecehan
seksual atau Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) yang korbannya mayoritas
perempuan. Itu memang sisi buruk dari
kehidupan perempuan di Indonesia.
Lalu bagaimana TKI diperlakukan di
negara di orang lain. Itu memang terjadi
di negara lain, tapi bagaimana petugas
di sini mempersiapkan mereka supaya
jangan sampai diperlakukan buruk di
sana. Kalau ada hal-hal buruk yang terjadi
pada perempuan, menurutku sih, kita juga
harus fair bahwa tidak hanya di Indonesia
yang begitu. Di luar negeri juga banyak, di
India bahkan lebih parah.Mahasiswa kami
yang kemarin diperkosa lalu dibunuh di
angkutan umum itu kan lantas orang
jadi tertarik dan sangat peduli, kemudian
aparat kan bertindak cepat dan langsung
menangkap pelakunya. Itu menurutku
menunjukkan negara berusaha juga untuk
melindungi perempuan. Kitanya jangan
terlalu pesimis.
MD: Apa sih yang membuat masyarakat
masih memandang perempuan sebelah
mata?
EW: Aku coba sorot tentang bagaimana
pola asuh dalam keluarga. Sebetulnya
itu yang sangat inti dalam negara,
karena keluarga kan tiang negara. Kalau
keluarganya berantakan, negaranya
pasti juga berantakan. Menurutku, yang
membuat masyarakat mungkin tidak
terlalu benar memperlakukan perempuan
dan bagaimana perempuan mematutkan
dirinya supaya dihormati orang, ya
interaksi di keluarga.Contohnya KDRT.
KDRT itu kebanyakan terjadi karena
memang pola asuh sebelumnya begitu,
jadi ayahnya dengan sangat vulgar meng“KDRT” istrinya di depan anak-anaknya
tanpa ada penjelasan. Perilaku itu lebih
kuat pesannya daripada perkataan,
sehingga anak akan berpikir bahwa itu
perilaku yang pantas untuk dilakukan di
kemudian hari. Contoh lain, bagaimana
keluarga terlalu membedakan laki-laki dan
perempuan. Kultur kita sebenarnya baik,
tapi mungkin penafsiran dan
penerapan kulturnya yang salah,
misalnya laki-laki tidak perlu
mengerjakan pekerjaan rumah. Di
kebanyakan keluarga kita, perbuatan
yang bagus jarang sekali dipuji,
sedangkan perbuatan yang
buruk akan segera dicela.
Tingkat penghargaan
terhadap prestasi antara
anak laki-laki dengan anak
perempuan juga kadang
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Wawancara
Sedangkan di daerah pedesaan atau
perkampungan, mungkin kita perlu
telusuri lebih jauh, karena ada konsepsi
kultur, penghargaan kepada laki-laki masih
lebih tinggi. Tapi kalau kita diskusikan
lebih lanjut, kalau dipikir-pikir ya,
sebenarnya penghargaan secara budaya
terhadap perempuan itu lumayan juga
lho. Salah satunya tradisi suamiku yang
berasal dari kultur Karo, justru mereka
sangat segan dengan keluarga dari pihak
perempuan, meskipun menggunakan
sistem kekeluargaan dari laki-laki/
patrilineal. Mereka menyebut pihak
keluarga istri dengan sebutan Kalimbubu.
Kalimbubu itu posisi yang dihormati.
sangat dibedakan.
Wawancara
MD: Ada yang mengatakan bahwa
perempuan lebih bisa menalar karena
memiliki emotional intelligence yang
lebih kuat. Benarkah demikian?
EW: Memang sih ada yang bilang rasional
lebih banyak dipakai oleh pria, sementara
sisi afeksi atau emosional lebih banyak
dipakai wanita. Tetapi ada juga pandangan
yang mengatakan bahwa manusia tidak
bisa hanya mengandalkan salah satu,
melainkan keduanya harus berjalan
bersama. Cuma memang betul sih, banyak
studi eksperimenter yang menyimpulkan
bahwa terlihat sekali perilaku pria sangat
dikendalikan oleh rasionalitasnya dalam
pengambilan keputusan, sementara
perempuan lebih banyak di emosionalnya.
Lihat saja, kalau ada masalah kan
perempuan cenderung ingin curhat
lebih dulu, baru memikirkan solusinya.
Sementara laki-laki tidak menganggap
curhat itu penting, tapi solusinya yang
lebih penting. Makanya laki-laki lebih
banyak diam dan perempuan lebih banyak
“ribut.” Tapi ya, desainnya Tuhan kan
begitu. Itu juga tidak bisa disalahkan.
Jadinya malah indah kalau dipikir-pikir.
MD: Dengan kebebasan yang diberikan
lewat Otonomi Daerah, tiap Pemerintah
Daerah mengeluarkan Perda-perda yang
beberapa di antaranya justru seperti
mengekang perempuan, seperti larangan
untuk keluar rumah setelah jam dua
belas malam atau larangan membonceng
menghadap ke depan bagi perempuan.
Ada pendapat soal ini?
EW: Waktu tahu ada Perda-perda seperti
itu, rasanya geli. Mungkin maksudnya
ingin melindungi, tapi kok jadinya malah
mengerangkeng tidak karu-karuan dan
membuat nilai bahwa perempuan itu
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
Aktivis perempuan mendemo Perda bias gender/okezonenews.com
hanya serendah itu. Hanya dibuatkan
aturan seperti itu lalu akan selamat.
Aku sebagai orang psikologi melihat
kesejahteraan psikologis perempuan benarbenar tidak terpenuhi. Itu kan Kenapa
harus itu yang dipikirkan? Kenapa ke situ
arahnya? Yang membuat Perda juga tidak
beres cara berpikirnya menurutku.
MD: Tapi pada waktu diwawancara
di televisi, ada juga beberapa warga
perempuan yang setuju.
EW: Aku yakin pasti ada yang akan setuju.
Karena kebanyakan orang lebih peduli
terhadap ritual daripada spiritual. Yang
penting doa tiga kali sehari daripada
menghayati apa yang didoakan. Semua
hanya ritual saja, tapi esensinya tidak ada.
Sebenarnya juga kalau tidak di-Perdakan, orang juga tahu kok. Misalnya,
ngapain sih keluar jam dua belas malam
kalau tidak ada keperluan yang sangat
penting? Jadinya malah menunggu ada
aturan resmi baru bisa bertingkah laku.
17
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Membonceng dengan duduk menyamping
justru risikonya lebih besar, karena susah
menjaga keseimbangan. Aku pernah
dibonceng menyamping, jalannya malah
oleng, akhirnya yang memboncengkan
justru memintaku gantian duduk di
depan.
18
EW: Menurutku, masyarakat kita terlalu
cepat mengalihkan isu. Isu utamanya kan
ada kejadian kekerasan seksual, kenapa
dibelokkan dengan mem-victim-kan
kembali si korban? Itu yang menurutku
kebiasaan negara atau masyarakat untuk
mengalihkan isu.Wong pemerintahnya
hobi kok mengalihkan isu. Apalagi yang
bicara figur publik.
Jika memang benar perempuan punya
andil, berapa persen sih andilnya?
Artinya, apakah ada korelasi secara
ilmiah, gara-gara pakaian seksi lantas
pelakunya terangsang? Masak sih gara-gara
pakaian doang? Atau pikiran pelakunya
yang memang jorok? Menurutku sih,
variabelnya tidak langsung. Sudah salah
kaprah, menurutku. Di Spanyol, misalnya,
atau di negara-negara lain yang pakaian
perempuannya lebih sweksi, tingkat
pemerkosaannya justru rendah sekali.
Di sini ada kasus pemerkosaan yang
korbannya justru memakai jilbab lho.
Dilecehkan juga tuh. Memang kebiasaan
mereka mengalihkan isu. Padahal mereka
pemimpin negara. Mbok ya ada sedikit
empatinya. Bagaimana kita mau mencetak
pemikiran yang lebih fokus pada persoalan
inti, bukan luarnya saja. Juga pemikiran
yang tiga dimensi, alias menyeluruh.
Empatinya tidak jalan tapi jadi pemimpin.
Wawancara
MD: Bagaimana tentang pejabat publik
atau orang yang justru menuduh korban
“mengundang” terjadinya pelecehan
karena cara berpakaian yang tidak
pantas?
Ester Widhi Andangsari, M.Psi., Psi.
MD: Apa yang membuat kebanyakan
perempuan masuk ke bidang-bidang
sosial atau pendidikan, dan enggan
masuk ke dunia politik?
EW: Kalau dilihat dari ciri khas, salah
satu pengaruhnya menurutku adalah
perempuan itu cenderung nurturing
atau ngemong, sehingga cukup banyak
bidang pekerjaan yang dilirik adalah yang
menuntut nurturing yang kuat. Jadi kalau
ada perempuan yang memberanikan diri
masuk ke dunia politik, itu berarti selain
nurturing, dia punya power yang lebih.
Dan, kemungkinan besar perempuan
bisa begitu karena social support-nya
bagus, entah dari suami, keluarga, atau
perkumpulan yang sering dihadiri. Bisa
jadi juga karena ia ingin fokus lebih
memperhatikan keluarga. Ditambah lagi,
politik di media diperlihatkan dengan
gambaran yang tidak bagus, oportunis,
makan teman, tidak berpihak pada yang
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Wawancara
membutuhkan. Buat perempuan, itu
sudah melawan sifat nurturing-nya. Maka,
sebagai orang-orang yang kuat nurture-nya,
perempuan cenderung melindungi yang
bisa dia lindungi saja. Yang sudah di luar
jangkauan akan dibiarkan saja.
MD: Bagaimana dengan wanita yang
bekerja di masa kini?
EW: Di satu sisi, positifnya adalah bahwa
posisi perempuan diakui. Tapi di sisi lain
juga ada yang kebablasan. Cukup banyak
perempuan yang tidak bersepakat dengan
MD: Padahal kalau perempuan bisa jadi
panggilan luhurnya. Kalaupun dia bekerja,
anggota dewan, pasti akan lebih nurture
tetap harus ada kesepakatan dengan orang
konstituennya kan?
di rumah. Cukup banyak perceraian
terjadi. Angka perceraian di Indonesia
EW: Betul, mungkin perlu ada
makin tinggi, bahkan tertinggi se-Asia
pengaderan. Tapi faktor panggilan hidup
Pasifik, sekitar 200 ribu kasus per tahun.
juga perlu dipertimbangkan. Ketika
Alasannya macam-macam. Dalam studi
negara memang memberikan kesempatan, yang sempat kami lakukan, salah satunya
memang seharusnya diisi. Jangan sampai
alasan finansial. Gaji suami lebih rendah
yang mengisi malah orang-orang tidak
daripada istri, misalnya. Alasan lain,
jelas yang oportunis. Tapi aku juga tidak
istri tidak dibiarkan untuk bekerja, jadi
setuju kalau kita membentuk partai lagi.
menuntut untuk bisa bekerja, ingin punya
Harusnya kita
kemandirian
kan penetrasi saja
finansial, dan
Ketika negara memang memberikan
ke parpol-parpol
sebagainya. Justru
kesempatan, memang seharusnya diisi.
yang ada.
alasanadanya
Jangan sampai yang mengisi malah orang- orang ketiga tidak
MD: Bagaimana orang tidak jelas yang oportunis.
banyak lho. Itu
Alkitab
artis saja yang
mengajarkan
gembar-gembor
kepada kita tentang perempuan?
alasannya seperti itu.
“
EW: Kalau kita mau telaah tokoh
seperti Ester misalnya, dia cerdas dan
berani, terutama di adegan di mana dia
menghadap raja tanpa dipanggil.Tentu itu
atas prakarsa Mordekhai ya. Menurutku
dia contoh orang yang memberanikan
diri masuk ke sesuatu yang bagi banyak
perempuan untouchable, karena dia jelas
apa yang mau diperjuangkan.Kalau di
Perjanjian Baru, aku banyak belajar dari
Efesus, bagaimana suami harus mengasihi
istri dan seterusnya. Di Alkitab sebetulnya
jelas sekali ditegaskan bahwa tidak
pernah sedikitpun Alkitab menganggap
perempuan itu posisinya nomor dua.
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
MD: Kalau alasan perceraian karena
KDRT banyak juga?
EW: Banyak juga. Aku kan juga
mengamati tentang KDRT dan itu
memprihatinkan. Itu sebenarnya agak
membingungkan juga. Perempuan
semakin bagus posisinya, tapi tingkat
KDRT tidak berkurang juga. KDRT
sendiri kasusnya juga banyak. Kalaupun
wanita bekerja, sebenarnya kuncinya
adalah kesepakatan dengan pasangan atau
keluarganya. Memang agak susah kalau
ingin mengejar dua-duanya sih.
19
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
MD: Kebanyakan keluarga sekarang ini
mempekerjakan pengasuh bayi karena
kedua orang tuanya bekerja. Bagaimana
hal itu memengaruhi perkembangan
anak?
20
Mengurus anak itu bukan tugas
perempuan saja, walaupun nurture-nya
ada di ibu. Harus dua-duanya, karena
secara psikologis anak itu sehat ketika
dia melihat peran ayah dan peran ibu
secara bersamaan. Bukan salah satu
dihilangkan atau salah satu diunggulkan.
Jadi kalau perempuan ingin bekerja,
harus ada kesepakatan dengan suami
untuk pembagian waktu dan peran di
rumah. Contohnya aku dan suamiku,
yang banyak di kantor aku, sedangkan
suamiku justru lebih banyak di rumah.
Ini masalah komunikasi. Nah, perceraian
itu kebanyakan terjadi karena masalah
komunikasi, selain finansial tadi.
Kalau aku sekarang tidak hanya concern
dengan KDRT tapi juga KDP, alias
Kekerasan Dalam Pacaran. Kebanyakan
korban kekerasan dalam pacaran yang
masih tetap berhubungan ternyata sudah
terlanjur melakukan hubungan intim
dengan pasangannya. Kalau bukan itu,
yang paling memungkinkan adalah bentuk
kekerasan itu dianggap bukan kekerasan
lagi karena saking kerapnya muncul.
Misalnya, ketika pacaran dimaki-maki, itu
dianggap bukan kekerasan (verbal) lagi.
Generasi sekarang itu generasi yang
sudah terbiasa dengan perilaku-perilaku
kekerasan. Sehingga tidak sensitif lagi
ketika orang lain butuh pertolongan dan
sebagainya. Makanya, orang tua yang
Tantangan orang tua zaman ini makin
besar. Aku sering diskusi dengan suamiku
soal anak-anak kami yang masih kecil dan
kebetulan keduanya perempuan, lima belas
tahun lagi, apa yang akan terjadi ketika
mereka dewasa? Apa yang akan jadi bekal
mereka kelak? Jadi jago bahasa Inggris
atau Matematika saja tidak cukup. Yang
dibutuhkan adalah penghargaan terhadap
diri sendiri dan orang lain. Maksudnya,
akal budi, takut akan Tuhan, menghargai
manusia, kebaikan hati.
MD: Ada pesan untuk (khususnya
mahasiswa) perempuan?
EW: Berlakulah seperti perempuan yang
terhormat. Optimalkan sifat nurturing
tapi jangan sampai menjadi perempuan
yang lembek. Karena perempuan yang
tangguh akan menjadi cerminan bagi anakanaknya kemudian. Anak-anak akan bisa
lihat perempuan tangguh yang penyayang
itu justru dari ibunya, bukan dari orang
lain. Itu sangat sesuai dengan panggilan
bagi perempuan yang ada di dalam
Alkitab. Pilihlah pasangan hidup yang
benar, yang baik, sehingga bisa bersepakat
dengan pasangannya nantinya bagaimana
mereka akan membentuk keluarga. Harus
punya konsep diri yang kuat, sehingga
tidak akan berpasangan dengan orang
yang “aneh.” (ays)
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Wawancara
EW: Memang anak-anak yang pada
masa kecilnya lebih banyak diasuh oleh
pengasuh dan bukan orang tuanya sendiri,
emosinya ketika besar tidak terlalu bagus.
Ada dua tipe: yang pertama ingin semua
keinginannya dituruti, yang kedua justru
tidak berani bersuara.
punya anak perempuan, didiklah mereka
menjadi perempuan yang tangguh tapi
tidak kehilangan jati dirinya sebagai
seorang perempuan. Desainnya Tuhan
kan begitu ya, perempuan lebih kuat pada
nurturingnya. Caranya bagaimana? Ya
jadilah orang tua yang sesuai panggilan
itu. Jadilah ayah yang bisa memberikan
nasehat atau pandangan yang menyeluruh
dan jadilah ibu yang penyayang.
Maksudnya bukan penyayang yang suka
memanjakan anak-anaknya dengan materi
sebagai kompensasi rasa bersalah karena
sering meninggalkan anak-anaknya ya.
Ia Dinamai “Perempuan”
Sudut Pandang
Christiany Juditha, S.Sos.*
Laki-Laki dan Perempuan = Sepadan
“Wanita diciptakan dari tulang rusuk pria,
bukan dari kepalanya untuk jadi atasannya,
bukan pula dari kaki untuk dijadikan alasnya,
melainkan dari sisinya untuk jadi teman hidupnya,
dekat dengan lengan untuk dilindungi
dan dekat dengan hatinya untuk dicintai.”
S
ebait puisi di atas merupakan
puisi yang sangat terkenal
yang dibuat oleh Kahlil
Gibran. Jika coba dikaji
secara mendalam, baitbait ini mirip dengan apa
yang disampaikan Alkitab
dalam Kejadian 2:18, yaitu
Tuhan Allah berfirman :
“Tidak baik kalau manusia
seorang diri saja. Aku
akan menjadikan penolong
baginya, yang sepadan dengan
dia.”
Ayat tersebut di atas
mengandung arti yang sangat jelas bahwa
Allah tahu bahwa manusia pertama
(Adam) itu tidak akan hidup sendiri, tidak
akan kesepian, dan tidak akan bekerja
sendiri. Karena itu, Allah menjanjikan
akan memberikannya pasangan, teman
hidup yang “sepadan.” Arti sepadan
menurut kamus bahasa Indonesia,
pertama adalah ekuivalen, proporsional,
sama, sebanding, sederajat, seimbang,
sejajar, sekelas, selevel (cak), sepasang,
setakar, setara, setimbal, setimbang,
setingkat, setolok, seukur dan yang kedua
adalah cocok, selaras, serasi. Artinya
teman Adam yang dijanjikan Allah itu
yang kemudian diberi “label” perempuan
bernama Hawa itu adalah sosok yang
benar-benar tepat dan seimbang bagi
Adam.
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
Dari sinilah sebenarnya dapat
ditarik benang merah bahwa
Adam dan Hawa sama-sama
memiliki derajat yang tiada
berbeda di mata Allah:
sama-sama unik, sederajat,
sebanding. Jika demikian,
mengapa “derajat” ini selalu
menjadi pertentangan di
sepanjang sejarah dunia?
Budaya Membentuk
Ketidaksetaraan Laki-Laki dan
Perempuan
Dalam banyak budaya tradisional
di dunia, tidak bisa dipungkiri bahwa
kebanyakan perempuan ditempatkan pada
posisi kedua setelah laki-laki. Fungsi dan
peran yang diemban perempuan dalam
masyarakat tersebut secara tidak sadar
dikonstruksikan oleh budaya setempat
sebagai warga negara kelas dua yang
melahirkan terjadinya bias gender dalam
masyarakat.
Memang, ada perbedaan-perbedaan
kodrati antara perempuan dan laki-laki
secara jenis kelamin dan konstruksi tubuh,
namun dalam konteks budaya peran
yang diembannya, haruslah ia memiliki
kesetaraan dengan laki-laki. Namun, yang
terjadi justru budaya setempat melazimkan
ketidaksejajaran peran antara laki-laki
dan perempuan tersebut terkait dalam
kehidupan keseharian.
21
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
22
Sugiah (1995) berpendapat bahwa di
Banyaknya ketidaksetaraan ini pada
dalam masyarakat selalu ada mekanisme
akhirnya memunculkan gerakan feminis
yang mendukung konstruksi sosial budaya yang menggugat dominasi laki-laki atas
gender. Misalnya, menganggap peran
perempuan.
perempuan di dalam rumah (dapur,
mengurus anak, dan lain-lain), sementara
Kesetaraan Gender yang Mana yang
laki-laki di luar rumah (bekerja, mencari
Harus diperjuangkan?
nafkah). Mengganggap perempuan
Perjuangan para feminis dalam
adalah mahluk yang lemah sedangkan
sejarah patut tetap dihargai sebagai
laki-laki adalah makhluk yang kuat. Hal
sebuah pendobrakan atas ideologi budaya
ini juga berlaku bagi anak-anak (laki-laki
ketidakseraan gender yang telah terbentuk
dan perempuan). Anak laki-laki tidak
selama berabad-abad. Namun, harus tetap
boleh menangis, yang boleh menangis
diingat bahwa tidak semua kesetaraan
hanya anak perempuan. Atau, anak
tersebut harus diperjuangkan. Ambil
perempuan harus bermain boneka,
contoh feminisme liberal yang tidak
masak-masak dan permainan lain yang
sedikit dianut oleh wanita modern yaitu
identik dengan permainan perempuan,
menciptakan sikap kelaki-lakian dalam
sementara sebaliknya anak laki-laki
diri mereka, mulai dari cara berpakaian,
dilarang melakukan hal serupa seperti
penampilan diri, dan gaya hidup, seperti
anak perempuan
lebih senang bergaul
karena takut
dengan laki-laki,
ketularan menjadi
merokok, minum
keperempuanminuman keras, dan
perempuanan.
lain-lain. Bahkan
Dalam keluarga juga
sampai pada taraf
secara tidak sengaja
di mana perempuan
dilakukan pembagian
tidak lagi tertarik
kerja berdasarkan
kepada pria, tetapi
jenis kelamin.
lebih tertarik kepada
Anak perempuan
sesama jenisnya
Anak-anak dan mainan mereka/john
membantu
(lesbian) dengan
ibu memasak,
alasan tidak ingin
sedangkan anak laki-laki membantu ayah
menikah dengan laki-laki agar tidak
mengerjakan pekerjaan ayah yang identik
dikuasai dan ditindas oleh kaum laki-laki.
dengan laki-laki.
Tentu perjuangan feminisme/kesetaraan
Pewarisan nilai-nilai ini yang terus
gender model ini sangat keliru dan tidak
disuburkan sehingga membentuk aturansejalan dengan apa yang dikatakan dalam
aturan aturan yang tidak boleh dilanggar
Alkitab. Namun, perjuangan feminisme
karena dianggap melanggar nilai budaya.
yang positif untuk kepentingan orang
Konsep inilah yang menurut Matsumoto
banyak, bangsa dan negara tentu jauh
lebih berharga dan penting sekaligus
(1996) yang dikenal dengan ideologi
peran gender, sehingga secara nyata
“tidak berdosa.”
konstruksi budaya memiliki kontribusi
Jika menoleh ke belakang pada
yang kuat dalam memposisikan peran
sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa
laki-laki-perempuan. Budaya yang
Indonesia, kita perlu berbangga memiliki
mengakar kuat di dalam masyarakat ini
perempuan-perempuan seperti Kartini,
pula yang kemudian dilegalkan ke dalam
Dewi Sartika, dan lainnya, yang telah
beberapa aturan pada sebuah negara
ikut berjuang sehingga derajat kaum
sehingga memosisikan kaum perempuan
perempuan dan laki-laki menjadi sama.
menjadi semakin termarginalkan.
Ada juga Cut Nya Dien, Christina Marta
Sudut Pandang
Tiahahu, dan perempuan-perempuan lain
yang tercatat dalam sejarah perjuangan
bangsa, yang merupakan sosok-sosok
perempuan yang telah menunjukkan
diri untuk berjuang sama seperti apa
yang diperjuangan kaum lelaki di negeri
ini, yaitu untuk menjadikan bangsa
ini menjadi lebih baik dan keluar dari
belenggu penjajahan. Hal ini juga menjadi
patokan bahwa perempuan Indonesia bisa
keluar dari belenggu ideologi tidaksetaraan
gender yang telah mengkristal di sepanjang
sejarah bangsa. Apa yang dilakukan
mereka itulah yang patut dicontoh bagi
kaum perempuan lainnya di Indonesia,
termasuk kita.
Dalam Alkitab juga banyak diceritakan
tentang kaum perempuan yang memiliki
talenta untuk membangun bangsanya.
Sebut saja Ester, ratu yang cantik jelita,
anak angkat Mordekhai (Ester 2:7).
Dalam proses pemilihannya menjadi
ratu pengganti Wasti, ia juga mengalami
pendidikan dan pelatihan yang tidak
mudah. Dalam kapasitasnya sebagai
permaisuri raja Ahasyweros, ia tetap
mengasihi bangsanya, orang Yahudi
yang pada waktu itu menjadi tawanan
Persia. Tatkala bangsanya menghadapi
ancaman yang mengerikan, ia tampil
sebagai pembela dan pahlawan pembebas
walaupun nyawanya sebagai taruhannya
(Ester 7:6). Ada juga Debora yang
merupakan seorang nabiah sekaligus
hakim termasyhur yang memberi nasihat
dan keadilan kepada umat Israel, dan
banyak lagi contoh-contoh perempuan
dalam Alkitab yang tidak tinggal diam,
tetapi ikut berjuang dan memberi
sumbangsih bagi kemajuan bangsanya.
Jangan sampai juga melupakan bahwa
perempuan tetaplah perempuan yang
masih mempunyai kodrat keperempuanan.
Tuhan juga tidak pernah mengubah
perempuan menjadi laki-laki. Karena itu,
perempuan tetap harus menjunjung tinggi
nilai-nilai budaya sebagai perempuan
Indonesia yang santun, bertatakrama
dan tetap menghargai nilai kebudayaan.
Sekalipun telah mengecap kemajuan,
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
para perempuan semestinya tidak
melupakan kaum lain yang tertindas
dan terbelakang dengan peduli dan peka
menolong mereka dengan berbagai usaha
yang dapat dilakukan, seperti ikut peduli
terhadap perlindungan hukum bagi kaum
perempuan dari pelecehan dan tindakan
kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan
oleh kaum laki-laki, juga tetap berjuang
agar hak-hak perempuan tetap dapat
terpenuhi.
Perjuangan Belum Berakhir, Lakukan
Sesuatu!
Jalan telah terbuka. Perjuangan telah
lama dilakukan bahkan sampai sekarang
masih terus berlangsung dan belum
berakhir. Tugas kita sekarang adalah
terus memajukan dan melanjutkan
perjuangan itu. Begitu banyak peluang
dan kesempatan yang ada, yang menuntut
kita untuk berkarya dan membuktikan
bahwa perempuan bukan kaum yang
lemah, cengeng, dan mudah menyerah.
Tetapi sebaliknya, dia adalah sepadan
dan setara dengan laki-laki. Sehingga juga
mampu bersama kaum laki-laki untuk
berjuang bersama. Menjadi istri yang baik
bagi suami, menjadi ibu yang mampu
mendidik anak-anak menjadi manusia
yang berkualitas, menjadi karyawati yang
rajin dan dapat diandalkan di tempat
kerja, menjadi pelayan Tuhan di gereja
dan persekutuan yang bisa menjadi
teladan. Mungkin terkesan klise, tapi
ingatlah selalu, wahai kaum perempuan,
bahwa apapun profesimu saat ini, mari
mengerjakannya untuk kebaikan orang
banyak. Karena Tuhan telah memberikan
nama baginya sebagai “Perempuan.”
* Peneliti BBPPKI Makassar, Kementerian
Komunikasi dan Informatika RI, melayani di
PAK Perkantas Sulawesi Selatan
23
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Menjadi Wanita Kristen yang Bijak di Bumi Pertiwi
Chakrita Margaretha Saulina Tambunan, ST*
24
Paulus: mendobrak stereotip gender
“Ideologi” berikutnya yang sangat
membentuk pandangan saya tentang
peran seorang wanita di dalam tatanan
kehidupan keluarga dan masyarakat
tentunya adalah prinsip-prinsip
Alkitab tentang kesetaraan
gender. Di dalam sejarah,
kita bisa melihat bagaimana
kekristenan menjadi pelopor
pertama lahirnya kesetaraan
gender sejak era Perjanjian
Baru dimulai, di mana
pada saat itu, isu kesetaraan
gender merupakan sesuatu
yang counter cultural. Bagi
orang Yahudi ketika itu,
wanita adalah lower class citizen,
begitu juga dengan pandangan
orang Yunani terhadap wanita.
Di tengah-tengah pandangan yang
demikian, Paulus mengatakan: “Dalam hal
ini tidak lagi diadakan perbedaan antara
orang Yahudi dan orang bukan Yahudi,
antara hamba dan orang bebas, antara lakilaki dan perempuan. Saudara semuanya
satu karena Kristus Yesus” (Galatia 3:28).
Bagi sebagian orang, ayat ini hanya
bicara tentang status di dalam Kristus
yang tidak terkait dengan isu gender,
anti perbudakan, atau rasisme. Namun,
justru di dalam ayat ini Paulus sedang
menegaskan suatu prinsip kesetaraan yang
penting di dalam Kristus yang mendobrak
dan menghancurkan tembok-tembok
perbedaan status tuan-hamba, pria-wanita,
Yahudi-Yunani di masa itu.
Di dalam Roma 16:1-16, kita pun
dapat melihat bagaimana Paulus sangat
mendukung peran wanita sebagai
pemimpin dan pelayan di gereja mula-mula
dengan menyebutkan nama-nama mereka
sebagai rekan sekerjanya: Febe (sebagai
diaken di Kengkrea), Priskila, Maria, dan
bahkan Yunias. Tentunya penghargaan
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
S
ebagai seorang wanita
Kristen yang lahir dan
besar di Indonesia,
tentunya ada dua “ideologi”
yang memengaruhi
bagaimana saya melihat
peran wanita di dalam
masyarakat dan gereja. Yang
pertama adalah budaya
patriarkal yang masih
mengakar sangat dalam di
Indonesia pada umumnya,
dan di dalam budaya suku-suku
di Indonesia khususnya.
Di dalam budaya yang demikian,
kita tidak bisa pungkiri terdapat unsurunsur yang membuat wanita menjadi
“masyarakat kelas dua” jika dibandingkan
dengan pria. Di dalam budaya ini, ada
tingkat “ketertundukan” tertentu dari
wanita terhadap posisi pria sebagai
pemimpin dan ekspektasi tertentu
terhadap peran seorang wanita di dalam
sebuah keluarga, seperti harus bisa
mengurus rumah dan mengurus keperluan
anak. Sehingga stereotip yang ada adalah
pria sebagai pemberi nafkah dan wanita
mengurus urusan “dapur.” Jika seorang
wanita tidak memenuhi salah satu dari
ekspektasi di atas (contoh sederhana:
wanita yang tidak pandai memasak),
masyarakat umumnya akan menilainya
sebagai seorang wanita yang keluar dari
“kodratnya.”
Sudut Pandang
yang demikian terhadap peran dan posisi
wanita sangat bertentangan dengan
pandangan masyarakat Yahudi dan Yunani
terhadap posisi wanita di dalam tatanan
sosial masyarakat dan ritual keagamaan
mereka.
berita Injil, tetapi juga mengangkat
harkat dan martabat wanita ke tempat
yang terhormat sebagaimana Tuhan
tidak memandang gender, status sosial,
atau etnisitas seseorang. Kekristenan
mendobrak praktik-praktik atau budaya
yang menganggap wanita sebagai kelas
rendahan.
Kristus dan perempuan
Kita perlu menggarisbawahi bahwa
tidak hanya Paulus yang mendongkrak
Menyadari keunikan wanita
posisi dan popularitas wanita di dalam
Kedua ideologi diatas (prinsip
masyarakat ada masa itu, tetapi juga
Kekristenan dan bidaya patriarkal)
kitab-kitab injil seperti Markus dan Lukas. tentunya seperti “berperang” satu sama
Lukas di dalam injilnya menyebutkan
lain, yang mendorong seorang wanita
untuk berpikir keras dan bertindak bijak
16 nama wanita yang tampil sebagai
contoh teladan murid Kristus yang sejati.
di dalam menjalani perannya, terutama
sebagai seorang wanita Kristen yang
Yesus sendiri dicatat (Lukas 8:1-31)
menerima dukungan material dari para
hidup dengan budaya patriarkal yang
wanita di dalam
kental seperti
pelayanannya,
di Indonesia.
Yesus dan Kekristenan yang lahir paska Wanita perlu
dan itu bukanlah
kebangkitan-Nya tidak hanya menjadi kabar menyadari
sesuatu yang
lazim dilakukan baik bagi dunia dengan berita Injil, tetapi
bahwa ada
oleh seorang pria juga mengangkat harkat dan martabat
hal-hal khusus
Yahudi di dalam wanita ke tempat yang terhormat.
yang Tuhan
abad pertama.
anugerahkan
Perikop yang
hanya kepada
sama juga mencatat nama Yohana istri
para wanita yang menyebabkan setiap
Khuza, pegawai istana Herodes; Susana,
wanita hadir dengan keterbatasandan Maria Magdalena sebagai wanitaketerbatasan khusus (contoh: kendala
wanita yang mengiringi pelayanan Yesus
yang dialami ketika menstruasi dan
di Galilea bersama dengan kedua belas
keterbatasan fisik ketika mengandung
murid. Yesus juga menerima wanita
atau paska melahirkan) ataupun
sebagai muridnya (walaupun tidak
kekuatan-kekuatan yang spesial (contoh:
termasuk di dalam kedua belas murid/
melahirkan, menyusui, dan membesarkan
rasul) seperti Maria dan Martha (Lukas
anak) yang membuat wanita memang
10:38-42), di mana seorang Rabbi di masa
berbeda dengan pria, sehingga ada aspekitu umumnya tidak memiliki murid/
aspek yang membuat wanita perlu untuk
pengikut wanita.
diperlakukan berbeda (contoh: hanya
Data-data dari Alkitab tersebut di
wanita yang mendapat cuti melahirkan).
atas membawa kita kepada kesimpulan
Tetapi perbedaan itu seharusnya
bahwa Yesus dan Kekristenan yang lahir
tidak membuat wanita dianggap nomor
paska kebangkitan-Nya tidak hanya
dua seperti halnya perbedaan gaji antara
menjadi kabar baik bagi dunia dengan
“
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
25
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Menjadi wanita yang bijaksana
Oleh karena itu, hikmat untuk
menjadi bijaksana menjadi sangat penting
bagi seorang wanita di dalam menata
kehidupannya, terutama di dalam budaya
patriarkal yang kental seperti di Indonesia,
sehingga dirinya mampu keluar dari
bayang-bayang “penjajahan” pria tanpa
harus memungkiri keunikannya sebagai
wanita (tanpa harus kebablasan).
Kebijaksanaan seorang wanita
dalam menampilkan kekuatan-kekuatan
mereka tanpa memungkiri keterbatasanketerbatasan yang mereka miliki sehingga
tahu bagaimana bertindak, berkatakata, dan mengambil keputusan dengan
tepat di dalam konteks mereka masingmasimg (termasuk jika peran itu adalah
mendukung seorang pria) menjadi modal
yang besar sebagai wanita untuk membawa
banyak kontribusi bagi dirinya sendiri,
keluarga, bangsa, dan dunia!
*Staff Siswa Perkantas Jakarta, saat ini
sedang menyelesaikan studi Magister Divinitas
di Acadia Divinity College, Canada
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
26
wanita dan pria di dalam posisi pekerjaan
yang sama, atau wanita dianggap tidak
mampu untuk mengerjakan pekerjaanpekerjaan tertentu.
Wanita juga tidak perlu
mempraktikkan emansipasi yang
kebablasan, seperti hanya mementingkan
karier sehingga lupa untuk mengurus
keluarga dan anak-anak di rumah
(walaupun dalam mengurus rumah
tangga tentunya diperlukan kerja sama
diantara istri dan suami) atau menganggap
menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah
profesi yang rendahan di era modern ini.
Justru ada banyak ibu-ibu rumah tangga
yang menjadi tokoh penting di belakang
keberhasilan suami dan anak-anak mereka.
Di lain pihak, pandangan bahwa
wanita hanya bisa mengurus urusan
“dapur” dan tidak bisa menduduki posisi
penting di masyarakat ataupun gereja
karena dianggap tidak mampu juga
tidak tepat. Terbukti dari tokoh-tokoh
seperti Marie Curie, Corazon Aquino,
Mother Teresa, Indira Gandhi, Sandra
Day O’Connor, dan Eleanor Roosevelt,
yang menjadi teladan bagaimana wanita
dapat menjadi
seseorang yang punya
peran besar
untuk bangsa
mereka
dan bahkan
dunia.
Partisipasi Perempuan Bagi Pembangunan Bangsa
Sudut Pandang
Fitriana Yuliawati Lokollo, SKM, M.Kes.*
K
ata “politik” berasal dari
kata Yunani, Po’lis yang
berarti kota. Dalam
perkembangan berikutnya
kota memperluas diri
atau menyatukan diri,
kemudian disebut negara.
Sebagai ilmu, politik
merupakan analisa tentang
pemerintahan, proses-proses
di dalamnya, bentuk-bentuk
organisasi, lembaga-lembaga
dan tujuannya (William
Ebenstein; Political Science,
1972. p.309). Dalam bentuk yang
lebih operasional, politik merupakan
pembuatan keputusan yang dilakukan
masyarakat; suatu pengambilan keputusan
kolektif atau pembuatan kebijakankebijakan publik (Joice & William
Mitchel; Political Analysis and Public Policy,
1969. p. 4).
Politik merupakan pengaturan yang
menyangkut hajat hidup manusia,
kepentingan masyarakat, termasuk
kepentingan kelompok-kelompok
di dalamnya. Dalam perspektif ini,
kebutuhan mengenai peraturan (regulasi),
pengatur (regulator) dan pelaksana
(eksekutor/pemerintah) adalah mutlak.
Dengan demikian, dalam melaksanakan
tugasnya, pemerintah membutuhkan
berbagai kebijakan publik sesuai dengan
tujuannya. Berdasarkan kebijakan
atau peraturan yang dikeluarkan itu,
muatan atau warna politik dari suatu
pemerintahan akan terbaca.
Maka, tidaklah salah jika dikatakan
bahwa tiap kebijakan atau peraturan yang
keluar dalam suatu negara merupakan
produk politik dari rezim yang sedang
berkuasa. Di sinilah titik krusial dari
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
politik itu, karena subjektivitas
akan mempengaruhi, terutama
jika kekuasaan menguat pada
seseorang atau sekelompok
orang. Para penguasa
pada rezim tersebut akan
mempengaruhi rumusan
dan muatan dari suatu
kebijakan publik atau
peraturan yang keluar pada
masa pemerintahannya.
Lembaga-lembaga yang ada
dalam masyarakat (terutama
kelompok kepentingan,
termasuk lembaga keagamaan)
merupakan kekuatan tersendiri
untuk mempengaruhi kebijakan publik.
Lembaga yang ada itu dapat mendengar
dan menyalurkan aspirasi yang ada pada
masyarakat, sehingga dapat memberikan
pressure kepada penguasa untuk memberi
perhatian atau mengeluarkan kebijakan
sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Keterlibatan politik secara kritis dari
lembaga atau kelompok kepentingan
dalam masyarakat akan menjadi sarana
dan alat yang sangat efektif untuk
mengontrol pemerintah, sehingga
batas etik kekuasaan tetap terjaga.
Keterlibatan tersebut jika dilakukan secara
berkesinambungan akan membuat suatu
negara berada dalam keseimbangan.
Perubahan yang dilakukan pemerintah
terhadap kebijakannya yang kurang tepat
atas desakan masyarakat merupakan
pendidikan politik yang paling baik.
Dengan demikian, akan tercipta kebiasaan
positif yang berujung pada suatu karakter
politik. Namun, perlu disadari bahwa
hal tersebut tidak akan tercapai secara
otomatis. Diperlukan proses yang terus
menerus untuk membuka kesadaran
27
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
bersama dalam berpolitik. Salah satu hal
penting adalah perspektif pilihan sadar
dari manusia sebagai insan dan mahluk
politik.
Kristen dan politik
Politik dari perspektif Kristen adalah
suatu upaya dan proses sadar untuk
memahami dan memaknai realitas politik
dari cara pandang dan pola pikir Alkitab.
Perkatan politik (city) muncul dengan tegas
dalam Yeremia 29:7, “And seek the peace of
the city…and pray to the Lord for it (city); for
in its (city) peace you will have peace.” Alkitab
telah memberikan suatu konsepsi yang
sangat fundamental, yaitu to seek peace
(mengupayakan kesejahteraan) of the city
(politik). Mengupayakan kesejahteraan
kota (politik), jelas merupakan amanat dari
Alkitab pada
umat Tuhan.
Dengan
demikian
Peran wanita
penataan
Kristen
politik
dalam
tidak bisa
panggung
dilepaskan
politik
dari dari
Indonesia
Kekristenan.
Dalam
Upaya
situasi yang
berpolitik
multikultural
telah lama
di Indonesia,
ada dalam
demokrasi
Ibadah di depan Istana Negara: perjuangan politik untuk bangsa/celiKeristenan
sendiri
adevitha.blogspot.com
di Indonesia.
cenderung
Pada masa
melakukan
penjajahan dan awal kemerdekaan, orang
pengabaian (eksklusi). Proses debat
Kristen di Indonesia telah melakukan
dan perumusan kebijakan cenderung
bentuk politik secara operasional dengan
berlangsung dengan peminggiran
mendirikan organisasi kemasyarakatan
(marginalisasi) terhadap individu atau
dan sebagian berubah menjadi partai
kelompok tertentu. Debat dan perumusan
politik. Contohnya perkumpulan sosial
kebijakan selalu ditandai dengan bias dan
Mardi Pratojo yang kemudian menjadi
stereotip perumusnya terhadap kelompokPartai Perserikatan Kaum Kristen (PKC)
kelompok yang selama ini diberi label
atau Christelijke Ambonche Volksbond
negatif oleh masyarakatnya.
(CAV), Partai Kristen Indonesia
Hal ini tidak lain disebabkan oleh
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
28
(Parkindo), dan lain sebagainya. Saat ini,
beberapa partai juga masih berdiri, seperti
Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai
Kristen Nasional Indonesia (Partai Krisna),
dan lain sebagainya.
Hanya saja, proses tersebut mengalami
pasang surut disebabkan oleh faktor
internal dan situasi politik negara. Muatan
yang diusung dan dikomunikasikan
kepada orang kristen adalah “dari
dan demi kepentingan orang kristen,”
meskipun pada prosesnya tujuan tersebut
bisa berubah menjadi “dari dan demi
kepentingan golongan/orang tertentu.”
Ini seringkali dikatakan orang sebagai
berpolitik “teknis” daripada berpolitik
“etis.” Persoalan yang lebih substansial
adalah menyangkut kekosongan dalam
diskursus konsepsi dan strategi politik
kristen di
Indonesia.
Sudut Pandang
konsepsi universalitas individu dalam
nafkah. Akibat masih berlakunya berbagai
demokrasi. Dalam pemahaman ini, warga
norma sosial dan nilai sosial budaya
negara selalu dianggap memiliki kesamaan tersebut di masyarakat, maka akses
yang umum (have in common similarity) dan
wanita terhadap sumber daya di bidang
memaksa masyarakat dalam homogenitas,
pembangunan seperti misalnya politik,
sehingga demokrasi mengandaikan bahwa
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan
semua warga negara harus diperlakukan
keamanan menjadi terbatas.
secara sama (equal treatment). Padahal tidak
Peranan wanita dalam pembangunan
semua warga negara, berdasarkan sejarah
adalah hak dan kewajiban yang dijalankan
dan identitasnya, menempuh pengalaman
oleh wanita pada status atau kedudukan
yang sama dalam memaknai sesuatu,
tertentu dalam pembangunan, baik
termasuk perempuan.
pembangunan di bidang politik, ekonomi,
Para pendiri negeri ini sungguh
sosial budaya maupun pembangunan di
bidang pertahanan dan keamanan, baik
sangat arif dalam menyusun UUD 1945
menghargai peranan wanita pada masa
di dalam keluarga maupun di dalam
silam dan mengantisipasi pada masa yang
masyarakat. Peranan wanita dalam
akan datang, dengan tidak ada satu kata
pembangunan harus disesuaikan dengan
pun yang bersifat diskriminatif terhadap
konsep gender yang mencakup peran
wanita. Konstitusi
produktif, peran
Mengupayakan peranan wanita
ini dengan tegas
reproduktif dan
menyatakan
peran sosial yang
dalam pembangunan yang berwawasan
persamaan hak
sifatnya dinamis.
atau berperspektif gender, dimaksudkan
dan kewajiban
Mengupayakan
bagi setiap warga untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang peranan
harmonis antara pria dengan wanita di
negara (baik
wanita dalam
dalam pembangunan.
pria maupun
pembangunan
wanita). Dalam
yang berwawasan
kondisi normatif, pria dan wanita
atau berperspektif gender, dimaksudkan
mempunyai status atau kedudukan dan
untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang
peranan (hak dan kewajiban) yang sama,
harmonis antara pria dengan wanita di
akan tetapi menurut kondisi objektif,
dalam pembangunan.
wanita mengalami ketidaksetaraan dan
Sejak kemerdekaan Indonesia pada
ketidakadilan dalam berbagai bidang
tahun 1945, hak perempuan untuk
kehidupan dan pembangunan. Kondisi
memilih pada dasarnya sudah diakui.
objektif ini tidak lain disebabkan oleh
Bahkan sejak masa revolusi, dua orang
norma sosial dan nilai sosial budaya yang
perempuan telah dipilih sebagai menteri.
masih berlaku di masyarakat.
Posisi perempuan dalam politik
Norma sosial dan nilai sosial budaya
berlangsung sangat fluktuatif di Indonesia.
tersebut, menciptakan status dan
Berubahnya status perempuan itu
peranan wanita di sektor domestik,
disebabkan karena proses demokrasi di
yakni berstatus sebagai ibu rumah tangga
Indonesia tidak melalui cara-cara bertahap
dan melaksanakan pekerjaan urusan
(gradual), tapi melalui lompatan-lompatan
rumah tangga, sedangkan di lain pihak,
(leaps). Setiap lompatan demokrasi akan
menciptakan status dan peranan pria
menghasilkan visi politik negara yang
di sektor publik, yakni sebagai kepala
berbeda dan terkadang sangat dramatis
keluarga atau rumah tangga dan pencari
dalam melihat persoalan perempuan.
“
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
29
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Oleh karena itu, sebelum sistem politik
diperkuat dengan konstitusi dan aturan
hukum yang berpihak pada perempuan,
dapat dipastikan tidak pernah ada
pembangunan perempuan yang bersifat
berkesinambungan.
Kisah anak-anak perempuan Zelafehad
(Bilangan 27, 36). Mahla, Noa, Hogla,
Milka,dan Tirza merasa berhak
mendapat hak warisan tanah ayah
mereka. Mereka memberanikan diri
untuk menghadap Musa dan Imam
Eleazar didepan pemimpin dan
Perempuan-perempuan dalam Alkitab
segenap umat. Usulan mereka ialah,
Alkitab juga menceritakan peranan
supaya anak perempuan mendapat
perempuan hebat dalam lingkungan
tanah warisan orang tua mereka. Usul
sosialnya. Kisah ini bukan hanya karena
ini diterima baik dengan beberapa
perempuan tersebut memiliki akses sosial,
peraturan yang harus dipatuhi. Para
ekonomi, politik
perempuan ini tidak
namun juga karena
menerima begitu
perjuangan mereka
saja peraturan yang
dari bawah. Beberapa
tidak adil. Mereka
kisah perempuan
membuat terobosan
hebat yang dapat
baru dengan
diceritakan disini
cara yang elegan,
adalah:
santun dan bijak.
• Kisah Abigail
Dengan cara ini
para perempuan itu
(1 Samuel
25:2-24) istri
telah menyadarkan
Nabal. Dengan
Musa, dan pemimpin
keberanian
agama, bahwa
dan tekad
perubahan dan
menghindarkan
pembaharuan harus
pertumpahan
dibuat.
darah, maka
• Deborah memimpin
Abigail maju
Israel sebagai hakim
menjumpai
selama 40 tahun.
Daud dengan
Deborah (Hakimmembawa
Hakim 5) adalah
Ilustrasi: Debora dan Barak/J.H. Hart
pemberian.
seorang nabiah dan
Dalam segala
juga hakim, serta
kearifan, Abigail sujud menyembah
sebagai istri Lapidot. Dengan segala
sampai ke tanah dan menyampaikan
kebijaksanaan, dan kearifan hikmat
permohonan maaf atas nama
Tuhan Deborah mampu memimpin
suaminya. Sikap Abigail disambut
40 tahun sebagai hakim.
positif oleh Daud, dan pertumpahan
• Perempuan pemimpin jemaat juga
darah dapat terhindarkan. Abigail
muncul dalam surat Paulus untuk
telah menjadi pendamai antara Daud
jemaat Roma. Febe (Roma 16) adalah
dan Nabal suaminya. Perempuan
pelayan Tuhan di Kengkrea. Tidak
seperti ini bukan saja menyelamatkan
banyak informasi tentang perempuandirinya dan keluarganya tetapi juga
perempuan ini, tetapi paling tidak kita
menyelamatkan bangsanya.
memahami bahwa para perempuan
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
30
•
Sudut Pandang
dilibatkan dalam pelayanan digereja
mula-mula.
Yesus tidak menghindar saat bertemu
dengan perempuan Samaria, padahal
agama/adat Yahudi melarang seorang
perempuan bercakap dengan seorang laki
laki di tempat umum.
Masih banyak kisah tentang
penghargaan Yesus terhadap perempuan
dalam konteks masyarakat patriakhi
saat itu. Namun, setidaknya hal tersebut
di atas menggambarkan bahwa Yesus
yang menjadi panutan orang Kristen
menempatkan perempuan dan laki-laki
sama dan
setara di
hadapan
Tuhan dan
sesama.
Beberapa contoh di atas
memperlihatkan kepada kita, bahwa di
dalam Alkitab dijumpai kisah perempuan
yang hebat dan peranannya diakui oleh
laki-laki. Alkitab menyajikan kisah itu apa
adanya dengan latar belakang sejarah yang
dipengaruhi oleh kebudayaan tertentu.
Hal ini juga terlihat nyata dalam kisah dan
pelayanan Yesus. Yesus dalam pelayanan
dan
pengajaranNya tidak
membedakan
posisi
perempuan
dan laki-laki.
Wanita dan
Kisah
kebijakan
yang ditulis
publik
di Yohanes
Politik juga
dapat menjadi
8:1-11
adalah salah
alat sosial bagi
satu kisah
terciptanya
pembelaan
ruang
Kampanye Jeannette Rankin, wanita pertama yang terpilih sebagai
Yesus
kesempatan
anggota kongres Amerika Serikat, 1916/Debbie Little Wilson
terhadap
dan
perempuan
wewenang,
yang teraniaya. Mengapa Yesus tidak
serta memungkinkan rakyat mengelola
menghukum tetapi mengampuni? Karena
dirinya sendiri dalam prinsip kesetaraan
yang perlu dihukum sebetulnya adalah
dan keadilan. Alat sosial ini diharapkan
perempuan dan juga laki-laki pasangan
oleh perempuan untuk memperbaiki
(zinah)nya. Mengapa tidak ada laki-laki
nasibnya dalam upaya kesetaraan dan
yang diseret untuk dihukum di depan
keadilan di ruang publik.
Yesus? Karena konstruksi sosial pada
Persoalan mendasar keterlibatan
masyarakat tersebut menganggap hal
perempuan dalam politik di Indonesia
tersebut biasa terjadi pada laki-laki.
adalah pada masalah keterwakilan
Peristiwa lain yang menggambarkan
perempuan yang sangat minim di ruang
sikap Yesus yang menghargai perempuan
publik. Perempuan selalu terstigma dan
sama pentingnya dengan laki-laki adalah
selalu diposisikan hanya dapat berada
saat terjadi percakapan antara Yesus
dalam ranah domestik untuk mengurusi
dengan perempuan Samaria di Sumur
masalah rumah tangga, tanpa bisa
berapresiasi dan mengembangkan diri
Yakub (Yohanes 4: 1-42). Percakapan ini
adalah penghargaan dan pencerahan bagi
dalam ranah publik.
perempuan tersebut. Hal ini dikarenakan
Permasalahan yang kedua adalah
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
31
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Apa yang bisa dilakukan wanita Kristen?
Beberapa hal yang telah dilakukan
oleh para perempuan yang ingin
memperjuangkan hak-hak politiknya,
antara lain:
. Terlibat aktif dalam diskursus tentang
perubahan substansi hukum dan
peraturan perundang-undangan
nasional dan daerah, baik di lembaga
legislatif, dunia akademik, lembaga
pembentuk hukum, kementeriankementerian, lembaga-lembaga negara,
institusi-institusi penegak hukum,
media-media dalam berbagai bentuk,
bahkan dalam pertemuan-pertemuan
informal;
2. Sebagai pendidik formal maupun
informal di tengah keluarga, dan di
pertemuan-pertemuan masyarakat,
sehingga bisa mempengaruhi
cara berfikir generasi muda kita
tentang bagaimana seharusnya
kebijakan publik dirumuskan untuk
kepentingan bangsa, negara, satuan
masyarakat, keluarga dan individu;
. Sebagai pendidik bagi keluarga,
sehingga bisa mencegah keluaganya
sendiri dan keluarga yang mereka
kenal berperilaku korup, atau hal
lain yang bisa merusak generasi bagi
bangsa;
4. Sebagai pelaksana, penginspirasi,
perancang dan pengawas perubahan
hukum yang gigih, dan bersama-sama
dengan jaringan yang kuat mereka
bisa melaksanakan tugasnya dengan
lebih baik;
5. Sebagai mahluk sosial yang efektif
menyebarkan ide dan gagasannya
ke ruang-ruang publik dan privat
manapun mengenai perlunya
perubahan hukum;
Wanita Kristen Indonesia harus
memiliki karakter di dalam segala kegiatan
pembangunan, termasuk berpolitik
yang bertujuan untuk menyejahterakan
negaranya. Hal itu dibuktikan dengan
cara mengasihi Allah, memiliki kesadaran
akan hak dan kewajibannya sebagai
warga negara, serta mampu membuat
masa depan generasi muda yang lebih
baik dalam perannya selaku wanita, baik
dalam rumah tangga, di tengah-tengah
masyarakat, maupun di dalam dunia
kerjanya.
* Tenaga Ahli Alat Kelengkapan Dewan,
Komisi IX DPR RI, bidang kesehatan
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
32
minimnya platform partai politik yang
secara konkrit membela kepentingan
perempuan. Majunya perempuan ke
ruang publik dan menduduki tempattempat strategis pengambilan keputusan
adalah satu-satunya cara agar kepentingan
perempuan itu sendiri terwakili.
Gerakan wanita ini sangat terasa
khususnya dalam beberapa dasawarsa
terakhir abad 20, sekaligus telah membawa
perubahan yang sangat besar dalam
masyarakat pada saat ini. Sebagai contoh,
beberapa kaum perempuan Indonesia yang
tergabung dalam Suara Ibu Peduli pada
tahun 1998 di Bundaran HI misalnya,
seolah hendak mengulang adegan di
depan gedung pemerintah Perancis
beberapa abad yang lalu, yang menuntut
penurunan harga susu.
Kaum wanita yang dulunya tidak
memiliki posisi yang cukup berarti dan
dianggap sebagai kaum lemah dalam
masyarakat kini mulai terlihat. Sejumlah
besar wanita memasuki panggung politik
teknis pada saat ini, dan juga tidak sedikit
yang memperjuangkan hak-hak politiknya
lewat jalur lain.
Perempuan dalam Mata Perempuan
Sudut Pandang
Elny Gunawan*
I
su dan perbincangan tentang
perempuan selalu menarik,
terlebih menjelang
peringatan hari Kartini
(21/4) dibandingkan hari
Ibu (22/12). Mengapa
jelang hari Kartini? Hal
itu dikarenakan Kartini
dianggap sebagai pahlawan
kebangkitan emansipasi
perempuan. Secara historis,
kebangkitan perempuan
telah dimulai sejak awal abad
19 di berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia. Perempuan
dianggap sebagai kelompok yang paling
sering dan rentan mengalami berbagai
jenis pelanggaran hak asasi manusia.
Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”
yang merupakan kumpulan surat-surat
pribadi RA. Kartini mengisahkan
bahwa para perempuan pada zamannya
(abad ke-19) dianggap tidak mempunyai
kedudukan dan hak apapun. Semua hal
yang berkaitan dengan hidup seorang
perempuan sepenuhnya ada dalam
pengaturan laki-laki dalam keluarga
mereka (ayah, saudara laki-laki atau
suami). Kebebasan dan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan adalah hal yang
mustahil bagi perempuan pada masa itu.
Kondisi itulah yang menjadi isu dan
perbincangan utama dalam perjuangan
Kartini yang kemudian menginspirasi
banyak perempuan lain untuk turut serta
dalam memperjuangkan hak perempuan
untuk memperoleh kebebasan dan
kedudukan yang sama/setara dengan lakilaki tanpa melupakan kodratnya sebagai
perempuan.
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
Kembali ke natur dan panggilan
perempuan dalam Alkitab
Kita patut bersyukur
bahwa pada abad ke21 ini, perjuangan
kesetaraan gender semakin
lama semakin terasa
perkembangannya, terlihat
dari semakin banyak jumlah
dan besarnya kesempatan
perempuan untuk
memperoleh kesempatan
untuk meraih pendidikan
yang tinggi, juga kebebasan
berekspresi dan mengaktualisasikan
diri di berbagai bidang sosial dan
profesi.
Namun demikian, adanya tuntutan
terhadap peran dan posisi perempuan
yang lebih tinggi dan meluas melahirkan
kekuatiran sebagian pihak tertentu kalau
perempuan akan mendominasi atau
menyaingi para laki-laki. Kekuatiran itu
muncul karena gerakan emansipasi wanita
yang dimotori oleh kaum feminis terutama
di Amerika dan Eropa dirasa “kebablasan”
oleh sebagian orang. Harry Blamires
dalam bukunya yang berjudul “The
Post Christian Mind” (Pemikiran Pasca
Kristen), misalnya, menyoroti bagaimana
wanita masa kini bisa memilih untuk
memiliki anak tanpa suami—peran posisi
laki-laki—lewat kecanggihan teknologi.
Dengan kata lain, gerakan emansipasi
wanita telah berkembang dari menuntut
kesetaraan menjadi menuntut keutamaan.
Oleh karena itu, perempuan Kristen
Indonesia perlu waspada dan melihat
bahwa kebebasan yang semakin terbuka
itu juga bisa merupakan ancaman yang
justru menjauhkan perempuan dari
33
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
34
kata sepadan itu berarti setara, sama
kedudukannya, tapi juga sekaligus berbeda
jenis kelamin dan fungsinya.
Dalam buku “Menebus Eros?
Mematahkan Belenggu Dosa Seksual”,
John White menjelaskan bahwa “Saya
harus mengarahkan perhatian pada
gender, sebuah kata yang tidak pernah
digunakan oleh Alkitab.” Penciptaan Allah
berupa jenis kelamin yang berbeda, tidak
pernah menjadi maksud adanya perbedaan
kesetaraan atau isu gender, melainkan
sebagai bagian dari pencapaian tujuan,
Seksualitas sebagai bagian dari rencana
“Beranakcuculah dan bertambah banyak;
Allah
penuhilah bumi dan taklukkanlah itu…”
Sebagai Kristen, kita perlu terus
(Kej. 1:28), di mana tujuan itu tercapai
mempelajari Firman-Nya untuk
dimulai dari adanya “... seorang laki-laki
mendapatkan pemahaman yang jelas
akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
bagaimana peran dan posisi perempuan
dan bersatu dengan isterinya, sehingga
yang Tuhan
keduanya
kehendaki.
menjadi satu
Sejak awal,
daging” (Kej.
Alkitab telah
2:24).
mengajarkan
Meskipun
kepada kita
dalam
bahwa Allah
pembacaan
menciptakan
Alkitab
manusia
khususnya
laki-laki dan
PL, kita
perempuan
menangkap
kesan kuat
(Kej. 1:2627) menurut
bahwa hukumgambar
hukum dan
Salah satu lukisan di Sistine Chapel menggambarkan
Allah. Hal itu
praktikPenciptaan Hawa/Michaelangelo Buonarroti
menunjukkan
praktik dalam
bahwa
PL menilai
penciptaan laki-laki dan perempuan
perempuan lebih rendah dari laki-laki, di
didasarkan pada satu sumber yang sama.
mana terjadi masalah poligami, perceraian
Walaupun selanjutnya diceritakan bahwa
dan kekuasaan laki-laki atas perempuan,
Tuhan membangun seorang perempuan
hal itu harus dipahami bukan sebagai
dari tulang rusuk laki-laki, itu tidak
maksud dan kehendak Allah yang ideal
menunjukkan bahwa perempuan tidak
dan mulia, melainkan sebagai konsekuensi
setara atau subordinasi laki-laki, karena
logis dari kejatuhan manusia dalam dosa.
Allah telah menyatakan bahwa perempuan Posisi perempuan yang rendah dan sering
diciptakan untuk menjadi “penolong
jauh dari gambaran ideal yang tersaji
yang sepadan.” Dalam bahasa Ibrani,
dalam praktik-praktik masyarakat Israel
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
natur dan panggilan yang dimaksudkan
oleh Sang Pencipta, di mana perempuan
menjadi terlalu sibuk bersaing atau
bahkan memusuhi dominasi kaum lakilaki. Perlu dipahami juga bahwa dosa
memang telah merusak, tidak saja relasi
manusia dengan Allah, tetapi juga relasi
manusia dengan sesamanya, termasuk di
dalamnya relasi yang berkaitan dengan
peran dan posisi laki-laki dan perempuan
dalam tatanan keluarga, masyarakat gereja
dan negara.
Sudut Pandang
kuno dalam PL bukanlah kisah sepanjang
masa. Jika kita mempelajari Alkitab dari
PL hingga PB, kita dapat menyaksikan
bagaimana Allah dengan bertahap
mengikis praktik-praktik poligami,
perceraian dan kekuasaan laki-laki yang
keliru atas perempuan.
Meskipun Alkitab dikemas dalam
budaya Yahudi-Israel yang menganut
budaya patriarkal, tetapi kita dapat
membaca berbagai tokoh perempuan
yang memiliki peran dan posisi yang
sedemikian tinggi dan penting, yang
Tuhan pakai untuk menyatakan kuasa dan
kehendak-Nya, sebut saja Nabiah Debora,
Ratu Ester, Rut, Maria dan lainnya. Hal
itu menunjukkan bahwa Tuhan tidak
pernah
membedakan
masalah
gender dalam
pekerjaan-Nya,
karenanya
laki-laki dan
perempuan
diciptakan
dan dipanggil
untuk
bekerja sama
melaksanakan
panggilan dan mewujudkan visi Ilahi
(Kej. 1:26-27 dan Mat. 28:19-20). Sudut
pandang ini mengajak segenap kita untuk
bersikap tidak berdasarkan budaya atau
isu-isu feminisme, emansipasi wanita atau
kesetaraan gender yang dapat berubah
seiring perubahan jaman, tetapi pada
kebenaran firman Tuhan yang tak pernah
berubah.
Perempuan dalam politik
Dalam pengamatan saya yang
terbatas, masalah paling mendasar yang
dihadapi perempuan saat ini bukan
lagi hanya tertuju pada kesetaraan
gender yang menuntut kesempatan
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
dan perlakuan sama seperti laki-laki
dalam bidang pendidikan, sosial,
dan karir—walau masalah itu masih
menjadi perhatian di beberapa pelosok
di negeri ini karena pembangunan
yang tidak merata, melainkan masalah
kualitas keamanan, perlindungan bagi
perempuan dan penegakan hukum
bagi tindakan kekerasan dan kejahatan
terhadap perempuan. Pihak berwajib
dan Pemerintah belum menunjukkan
keseriusan dalam menangani masalah
kualitas keamanan, perlindungan dan
penegakan hukum bagi perempuan.
Ini dikarenakan jumlah dan kualitas
perempuan di parlemen dan
pemerintahan yang belum berimbang.
Oleh
karena itu,
peningkatan
jumlah dan
kualitas
perempuan
di parlemen
sesuai dengan
aturan yang
berlaku perlu
diperjuangkan.
Sudah
seharusnya
perempuan memiliki peran yang sangat
strategis dalam berbagai aspek kehidupan
termasuk politik, sehingga diharapkan
kaum perempuan Indonesia yang saat
ini berjumlah lebih dari 120 juta atau
49,7 persen dari jumlah penduduk
Indonesia (menurut data kementerian
Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak tahun 2012)
bisa menjadi agen perubahan dalam
peningkatan produk-produk legislatif
yang properempuan. Hasil Pemilu
1999 menghasilkan 9% perempuan (45
perempuan dari total 500 anggota DPR),
Pemilu 2004 terjadi pertambahan jumlah
perempuan dalam parlemen yaitu menjadi
35
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
“
36
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
11% (61 perempuan dari 550 anggota
hingga seolah pantas menjadi objek yang
DPR). Pada tahun 2009 meningkat lagi
menderita karena kesalahannya sendiri.
Padahal, dalam banyak kasus kejahatan
18% (100 perempuan dari total 560
anggota DPR).
itu terjadi tidak dikarenakan kesalahan
Namun demikian, dalam praktiknya
perempuan dalam berpakaian, tetapi
kinerja perempuan di parlemen dan
karena hubungan relasi keluarga yang
pemerintahan masih terasa lemah,
semakin renggang dan pergaulan sosial
seolah kehadiran mereka hanya sebagai
(masalah pornografi) yang semakin marak,
“tempelan pelengkap” untuk memenuhi
serta belum seriusnya pihak berwajib dan
persyaratan perundangan belaka. Tak
pemerintah menangani masalah kualitas
jarang, perempuan di parlemen dipilih
keamanan, perlindungan dan penegakan
berdasarkan kecantikan dan tingkat
hukum bagi perempuan.
popularitas semata. Pemilihan yang tidak
Untuk itu menjelang Pemilu pada
didasarkan pada peran dan kualitas
tahun 2014, yang perlu kita pertanyakan
perempuan itulah yang menyebabkan
dan kritisi bersama bukan lagi pada
terpilihnya para wakil rakyat perempuan
jumlah perempuan di parlemen,
yang seolah sekedar untuk menunjukan
melainkan bagaimana kualitas perempuan
keberhasilan pembangunan di bidang
yang akan dipilih menjadi anggota
emansipasi wanita.
parlemen, apakah
Hal itu tentu
... menjelang Pemilu pada tahun mereka serius
berdampak pada
2014, yang perlu kita pertanyakan dan proaktif serta
tidak maksimalnya
berani dalam
dan kritisi bersama bukan lagi pada memperjuangkan
para perempuan
jumlah perempuan di parlemen,
menyuarakan
berbagai tindakan
melainkan bagaimana kualitas
pendapat yang
pencegahan dan
properempuan.
perlindungan serta
perempuan yang akan dipilih
Selain itu,
penegakan hukum
menjadi anggota parlemen...
tidak maksimalnya
bagi tindakan
penegakan hukum
kekerasan dan
berdampak pada masih tingginya jumlah
kejahatan terhadap perempuan.
kasus perempuan yang menjadi korban
kekerasan dan pelecehan seksual. Bahkan, Perempuan dalam keluarga
beberapa kasus kekerasan dan pelecehan
Sebagaimana dalam kumpulan
terhadap perempuan yang sudah ditangani surat pribadi yang ditulis Kartini
pihak berwenangpun seolah menguap
untuk sahabat-sahabatnya, emansipasi
tanpa jejak.
yang diperjuangkan Kartini adalah
Yang lebih menyakitkan lagi, maraknya hak perempuan untuk memperoleh
tindak kejahatan seksual, mulai dari
pendidikan, pekerjaan, dan perkawinan
pelecehan di tempat-tempat umum,
monogami yang tidak dipaksakan,
hingga perkosaan dan pembunuhan,
tanpa mengabaikan kewajiban dan tugas
oleh sebagian pejabat tinggi dikatakan
perempuan sebagai istri dan ibu bagi
hal itu terjadi justru karena kesalahan
keluarga.
cara berpakaian korban. Perempuan
Jadi, emansipasi dan isu gender
ditempatkan pada posisi sebagai subjek
yang diperjuangkan Kartini bukanlah
yang bersalah karena mengundang
kemandirian dan kebebasan bagi
terjadinya tindak kejahatan tersebut,
perempuan yang kebablasan untuk
Sudut Pandang
menyaingi atau mendominasi laki-laki
serta mengabaikan kewajiban dan tugasnya
sampai di luar batas kodratnya sebagai
perempuan.
Jika menurut Kartini, pentingnya
perempuan perlu mendapat pendidikan
sehingga memiliki ilmu yang memadai
sebagai modal perempuan (ibu) untuk
mendidik anak-anak (laki-laki dan
perempuan) agar menjadi generasi
yang berkualitas, terlebih lagi Alkitab
yang banyak mengajarkan pentingnya
pendidikan anak dalam keluarga, di
mana perempuan memiliki peran dan
tanggung jawab yang penting sebagai ibu,
sebagaimana Amsal 1:8 menyatakan
“Hai anakku, dengarlah didikan
ayahmu, dan jangan menyianyiakan ajaran ibumu.”
Peran dan posisi
perempuan dalam
keluarga sangat
menentukan dalam
membentuk dan
mendidik anak-anak
menjadi generasi yang
tidak saja berkualitas,
tapi juga generasi
yang takut akan Tuhan
(Ul. 6:4-20). Dalam
pengamatan saya
selama pelayanan
guru sekolah minggu di gereja atau guru
mata pelajaran di sekolah, anak-anak yang
dibesarkan dari perempuan (ibu) yang
berpendidkan menunjukkan sikap dan
kualitas karakter yang positif.
Perempuan dalam gereja
Saat ini, gereja-gereja sudah banyak
yang terbuka menerima peran dan
posisi perempuan, mulai dari kehadiran
perempuan dalam pelayanan di bagian
penyambutan, pembesukan, sekolah
minggu, musik, misi, hingga kemajelisan.
Kita patut bersyukur bahwa kehadiran
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
dan peranan perempuan dapat dikatakan
tersebar dalam berbagai bidang pelayanan,
bahkan dalam bagian tertentu, terlihat
jumlah perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki.
Namun demikian, peranan perempuan
dalam pelayanan dan gereja seringkali
juga menjadi permasalahan yang rumit.
Misalnya, bagi perempuan yang sudah
menikah: kesibukan dalam pelayanan
menyebabkan peranannya dalam keluarga
menjadi kacau-balau, apalagi jika suami
juga aktif pelayanan, maka anak-anak yang
menjadi terlantar karenanya.
Sebaliknya, kesibukan dalam
keluarga seringkali juga
menyebabkan pelayanan
terbengkalai. Sedangkan
bagi perempuan yang
belum menikah,
kesibukan pelayanan
seringkali membuat
dirinya disalahpahami
oleh pihak keluarga,
dianggap lupa
mencari pasangan dan
menikah karena terlalu
sibuk pelayanan di gereja.
Perempuan yang
sudah menikah memang
perlu untuk membatasi
diri demi keluarga dan
memprioritaskan peranannya sebagai ibu
yang mendidik anak-anak. Pembatasan
diri tersebut bukanlah isu gender yang
perlu diperdebatkan, melainkan kita harus
melihat bahwa anak-anak adalah generasi
penerus keluarga, gereja dan bangsa yang
tidak boleh dibesarkan dengan asal-asalan.
Untuk itu, gereja pun perlu terus
memberi pengertian dan mengingatkan
para perempuan menikah untuk
mengabdikan dirinya dalam pelayanan
keluarga dan pendidikan anak-anak
sebagai panggilan yang mulia dari Tuhan.
Saya melihat banyak teladan baik
37
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
“
38
Penutup
Dalam Galatia 3:28 dituliskan,
“Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi
atau orang Yunani, tidak ada hamba atau
*Fotografer, mengampu mata pelajaran
fotografi di Sekolah Kristen Bina Kasih Jambi
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
dari perempuan yang memang dengan
orang merdeka, tidak ada laki-laki atau
sengaja memilih mundur dari pelayanan
perempuan, karena kamu semua adalah
selama anak-anak mereka masih di bawah
satu di dalam Kristus Yesus.” Dalam ayat
umur, lalu setelah anak-anak mereka lebih
tersebut, rasul Paulus menyatakan dengan
mandiri dan dewasa, mereka kembali
gamblang bagaimana kesatuan di dalam
melayani dengan aktif.
Kristus itu telah mendobrak penghalangBagi perempuan yang belum menikah,
penghalang yang diciptakan oleh ras dan
mari memakai kesempatan yang Tuhan
juga meruntuhkan tembok-tembok yang
berikan untuk memertumbuhkan
dibangun oleh gender. Jika Kristus Yesus
dan mengembangkan diri semaksimal
yang adalah Tuhan telah meruntuhkannya,
mungkin. Memang, menjadi perempuan
maka tidak boleh ada manusia (lakilajang bukanlah hal yang mudah dalam
laki atau perempuan) atau lembaga
budaya masyarakat kita, bahkan juga
apapun yang masih meninggikan tembok
dalam gereja, tetapi
penghalang dengan
jangan sampai status
mengecualikan dan
Dalam hal ini tidak ada orang
lajang membuat
mengecilkan peran
Yahudi atau orang Yunani, tidak
minder dan pasif,
dan posisi perempuan.
ada hamba atau orang merdeka,
melainkan teruslah
Di sisi lain,
tidak ada laki-laki atau perempuan, perempuan
bersandar pada
kasih karunia dan
karena kamu semua adalah satu di harus memahami
kekuatan dari Tuhan dalam Kristus Yesus. (Galatia 3:28) maksud dan tujuan
dengan menunjukkan
penciptaannya seperti
ketekunan dan
yang Allah kehendaki,
kesetiaan kita dalam pelayanan keluarga,
sehingga mampu menjalani maksud dan
kehidupan sosial, dan pelayanan gereja,
tujuan itu dalam kehidupan berkeluarga,
sehingga nyata terlihat sebagai perempuan
bergereja, dan bernegara secara baik dan
yang dapat diandalkan.
berimbang.
Kartini, Membuat Perbedaan Melalui Pena
Tilikan
P
residen Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia
No.108 Tahun 1964, tanggal 2
Mei 1964, yang menetapkan
Kartini sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir
Kartini, tanggal 21 April,
untuk diperingati setiap
tahun sebagai hari besar yang
kemudian dikenal sebagai
Hari Kartini. Lantas siapakah
Kartini, satu-satunya nama wanita
dan bahkan satu-satunya nama orang
yang diabadikan dalam kalender hari besar
nasional itu?
Raden Adjeng Kartini, nama lengkapnya, dilahirkan di Jepara pada tanggal 21
April 1879 dalam sebuah keluarga bangsawan Jawa. Ayahnya, Raden Mas Adipati
Ario Sosroningrat, adalah bupati Jepara
pada saat itu. Dalam masa penjajahan dan
ketatnya tradisi Jawa, Kartini disekolahkan
oleh sang ayah hingga berusia dua belas
tahun, untuk kemudian dipingit di dalam
rumah.
Akan tetapi, jiwa Kartini kecil yang
dianugerahi pemikiran yang mendalam
akan kondisi di sekelilingnya yang tidak
berpihak pada kaum perempuan tak bisa
dibatasi. Berbekal pengetahuan bahasa
Belanda yang dimilikinya, Kartini melahap
berbagai surat kabar Eropa dan mulai
menulis surat kepada para sahabat penanya yang diam di Belanda.
Tak hanya surat-surat pribadi, Kartini
muda juga mengirimkan tulisannya ke
redaksi surat kabar Belanda. Salah satu
yang memuat tulisannya adalah majalah
wanita Belanda “De Hollandsche Lelie.”
Kartini tidak hanya menyoroti melulu soal
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
kesetaraan gender, namun lebih
dari itu, ia juga menuliskan soal
pentingnya kesetaraan antara
pribumi dengan bangsa-bangsa
lain, termasuk Belanda.
Sebagai muslim, Kartini
mempertanyakan mengapa
kitab suci harus dilafalkan
dan dihafalkan, tanpa
diwajibkan untuk dipahami.
Poligami juga menjadi salah
satu keberatannya, meskipun
pada akhirnya ia berkompromi
dengan menikahi bupati Rembang, yang mengijinkannya merintis
sekolah bagi kaum wanita.
Kartini meninggal dalam usia yang masih sangat muda, yakni 25 tahun, karena
melahirkan. Meski tak pernah angkat
senjata atau berjuang secara fisik, pengaruh sang Raden Ayu dari Jawa Tengah ini
begitu luar biasa. Pemikiran-pemikirannya
begitu berani dan menggugah strukturstruktur mapan pada masanya. Ialah
satu-satunya wanita pribumi yang diminta
pendapat oleh pemerintah Belanda soal
perempuan. Namanya bahkan diabadikan sebagai nama jalan di empat kota di
Belanda (Utrecht, Venlo, Amsterdam, dan
Haarlem).
Kartini adalah bukti, bahwa wanita
memiliki kemampuan yang tak kalah (bahkan bisa melampaui) kaum pria. Kartini
adalah bukti, bahwa keterbatasan apapun
yang dihadapi (dipingit) bukanlah penghalang untuk menimba ilmu dan menggulirkan ide kepada publik. Dan Kartini
adalah bukti, bahwa usia muda bukanlah
penghalang untuk memberikan kontribusi
bagi perbaikan masyarakat, bahkan dunia.
Selamat menjadi Kartini-Kartini masa
kini! (ays)
39
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Kita Seharusnya tidak Membuat Pembedaan
Pdt. Rebecca Young, Ph.D*
40
itu, laki-laki dewasa tidak akan
dipanggil dengan sebutan
“boy” (anak laki-laki), tetapi
banyak orang memanggil
perempuan dewasa dengan
sebutan “girl”. Ayah
saya tidak membiarkan
kami untuk melakukan
kesalahan itu, karena
ia ingin menghormati
para perempuan, bukan
meremehkan mereka waktu
sudah dewasa.
Banyak orang terkejut
mendengar bahwa ayah, bukan ibu,
yang mengajarkan kami untuk prihatin
terhadap penindasan yang dihadapi
oleh para perempuan. Jika kita melihat
masyarakat di sekitar kita, mulai dengan
anak-anak, kita melihat bahwa gadis-gadis
muda sering sibuk dengan pekerjaan
rumah tangga atau harus menggendong
adiknya, sementara anak laki-laki sedang
bermain dan berlari-lari, bebas untuk
melakukan apapun yang diinginkan.
Kemudian ketika kehidupan dewasa
mereka, perempuan yang memiliki karir
dan bekerja di kantor di luar rumah juga
masih harus mengurus pekerjaan rumah
tangga dan anak-anak di dalam rumahnya.
Hal ini terjadi baik di Amerika Serikat
maupun di Indonesia. Penelitian telah
menunjukkan bahwa perempuan yang
memiliki karir dan keluarga akan bekerja
rata-rata 80 jam seminggu: 40 jam untuk
pekerjaannya, kemudian 40 jam di rumah
untuk keluarganya. Sementara itu, seorang
laki-laki dengan pekerjaan bekerja 40 jam
di kantor kemudian pulang dan dilayani
oleh istrinya dan anak perempuannya.
Ada banyak salah pengertian tentang
kata “feminis”. Terlalu sering dipikirkan
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
K
etika saya masih kecil,
kedua orang tua saya
adalah pendeta di
gereja Presbyterian, AS.
Ayah saya, Pdt. Philip
Young, yang bekerja
sebagai seorang pendeta
kemudian ketua sinode
selama sembilan belas
tahun, sangat mendukung
perempuan dan pentingnya
peran perempuan dalam
masyarakat dan gereja. Beliau
sering mengatakan bahwa
kami tidak harus berpikir tentang
Allah sebagai seorang manusia yang
mempunyai gender atau memihak kepada
satu gender tertentu. Dia mengajarkan
kami bahwa Tuhan mengasihi laki-laki
dan perempuan dengan kasih sayang yang
sama.
Dalam bahasa Indonesia, tidak ada
perbedaan antara kata “dia” berdasarkan
gender. Dalam bahasa Inggris, perbedaan
itu ada, dan laki-laki harus disebut “he”
sementara perempuan disebut “she”.
Kemudian dalam agama Kristen, Tuhan
hampir selalu disebut sebagai “He” tetapi
tidak pernah “She”. Ayah saya tidak suka
dengan apa yang tersirat dari kebiasaan
itu, yaitu kesan bahwa Allah adalah
seorang laki-laki, dan oleh karenanya
membuat orang berkesimpulan bahwa
laki-laki lebih mirip dengan Allah daripada
perempuan, juga bahwa laki-laki lebih baik
(lebih “suci”) daripada perempuan.
Ayah juga mengingatkan kami untuk
tidak berbicara tentang perempuan
dengan memakai kata “girl” (gadis) setelah
perempuan itu dewasa, karena sebutan
gadis adalah cara untuk mengatakan
bahwa mereka kurang dewasa. Waktu
Sudut Pandang
bahwa kata itu berarti para perempuan
ingin mengambil kekuasaan dari lakilaki, tapi itu tidak benar. Faktanya adalah
bahwa laki-laki masih memiliki posisi
yang lebih tinggi dalam hidup daripada
perempuan. Laki-laki memiliki posisi
yang lebih tinggi dalam pemerintah dan
dalam bisnis, dan mereka dibayar gaji
yang lebih tinggi daripada perempuan
untuk pekerjaan yang sama. Sebagai
contoh, di Indonesia, jika seorang lakilaki dan seorang perempuan mempunyai
pekerjaan yang sama dan memiliki tingkat
pendidikan dan latar belakang profesional
yang persis sama, perempuan akan
ditawarkan gaji yang 37% lebih kecil dari
jumlah yang ditawarkan kepada laki-laki
jika mereka tinggal di sebuah kota, dan
43% lebih sedikit jika mereka tinggal di
daerah pedesaan.
Jika seorang pria mendapat pekerjaan
di suatu bank dengan gaji sebesar tiga juta
rupiah per bulan, seorang wanita yang
ditawarkan pekerjaan yang sama untuk
jam yang sama dan dengan pengalaman
yang sama hanya akan mendapat gaji
sebesar Rp 1,8 juta. Jika seorang pria
bekerja pada sebuah perkebunan, dia
akan ditawari upah sebesar satu juta
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
rupiah per bulan, tetapi seorang wanita
untuk pekerjaan yang sama hanya akan
mendapatkan upah sebesar Rp 570.000
per bulan. Tidak ada alasan untuk
perbedaan kecuali gender mereka.
Dalam Matius 22:37-39, Yesus Kristus
mengatakan bahwa dua perintah yang
paling penting adalah: “Kasihilah Tuhan
dengan segenap hati, akal budi dan jiwa,
dan kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri.” Semua orang dari segala
usia dan jenis kelamin mampu memenuhi
dua perintah kasih ini. Tuhan meminta
semua orang, baik pria maupun wanita,
kaum muda dan orang tua, orang-orang
kaya dan orang miskin, untuk mengasihi
Allah dan sesama mereka. Perintah
Ilahi ini tidak tergantung pada gender
seseorang.
Oleh karena itu, kita sebagai manusia
harus melihat orang-orang dengan cara
yang sama. Kita seharusnya tidak membuat
pembedaan antara pria dan wanita, oleh
karena di mata Tuhan, kita semua samasama pentingnya dan dikasihi sebagai
anak-Nya Allah sendiri.
*Dosen Teologi STT Jakarta
41
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
Perempuan, Pemelihara Kehidupan
Herning Tyas Ekaristi, S.Sos*
42
masih banyak perempuan yang
menjadi korban ketidakadilan
sistem. Masih banyak
perempuan korban pelecehan
seksual dan kekerasan
domestik, perempuan
yang tidak diikutsertakan
dalam pembicaraan adat
walaupun pembicaraan itu
secara langsung menyangkut
dirinya, perempuan yang
dalam sebuah pertemuan
masih sekedar simbol karena
pendapatnya kurang dihargai,
perempuan yang harus mengalah
harus berhenti sekolah ketika ia
sudah mendapat komuni suci Katolik,
perempuan dengan peran ganda yaitu
menggarap kebun pun mengurus rumah
dan tentunya perempuan yang mengalami
gizi buruk ketika ia hamil.
Salah satu permasalahan yang ada di
Kabupaten Sikka—tempat saya berkarya
sekarang—adalah banyaknya balita dan
ibu hamil yang menderita gizi buruk.
Beberapa penyebabnya adalah kurangnya
asupan makanan, penyakit infeksi seperti
cacingan dan malaria, budaya, rendahnya
pendidikan, dan kurangnya akses dalam
perekonomian. Memang dibutuhkan
berbagai lintas sektor untuk mengatasi
hal ini. Pendidikan dan rendahnya
pengetahuan akan Angka Kecukupan Gizi
menjadi salah satu jawaban. Perempuan
di Sikka ini sebagian besar berpendidikan
terakhir di bangku Sekolah Dasar saja.
Perempuan Sikka: sekedar simbol
Inilah potret buram tentang
perempuan yang ada di Sikka ini. LakiEdisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
S
ejarah adalah milik lakilaki. Ia bebas beraksi
dalam panggungnya
sendiri. Dan perempuan? Ia
hanya bisa berdiri terpaku,
menatap lakon panggung
tersebut dari kejauhan saja.
Lebih jauh lagi, perempuan
tak jarang tak paham
peran dan skenario apa
yang sedang terjadi dalam
panggung megah itu.
Lalu, Indonesia saat ini,
apakah bisa dikatakan ia adalah
milik perempuan juga? Atau hanya
laki-laki saja yang bisa bermain peran
dalam segala hal di Indonesia?
Bagi warga Indonesia, kue
kesejahteraan belum dirasakan oleh semua
kalangan. Kue itu hanya bisa dinikmati
oleh warga yang dekat dengan kekuasaan
yaitu warga yang tinggal di ibukota kita,
Jakarta. Seharusnya, potongan kue itu bisa
dicecap oleh seluruh warga Indonesia, baik
dari wilayah Barat hingga di ujung Timur
di kawasan Papua.
Bila dibandingkan, kawasan Indonesia
Timur sangat jomplang keadaannya
dengan segala kemewahan sarana dan
prasarana yang ada di Jakarta. Ditilik dari
sektor apa pun—entah itu pendidikan,
akses terhadap informasi, ekonomi, apalagi
layanan kesehatan—sangat jauh tertinggal.
Saya yang sudah hampir tiga setengah
tahun menginjak daerah Nusa Tenggara
Timur ini menjadi orang yang dari dekat
bisa menyaksikan ini semua. Getir.
Sikka adalah kabupaten yang sedang
berkembang, jika dilihat dari segi ekonomi
dan pariwisatanya. Namun, di lain sisi,
Sudut Pandang
Patung Maria Bunda Segala Bangsa di Sikka, sangat kontras dengan kondisi para perempuan di sana/sabakota.com
laki masih memegang peran utama dan
cenderung dominan. Dalam struktur
politik saja, perempuan masih sekedar
simbol. Percaya atau tidak, saat ini di
DPRD Kabupaten Sikka hanya ada
dua perempuan dengan total anggota
sebanyak 30 orang. Padahal jumlah
perempuan lebih besar daripada lakilaki. Ironis. Apakah itu cukup mewakili
semua perempuan yang ada di Sikka ini?
Mengapa penting bagi perempuan untuk
terlibat menjadi si pembuat keputusan?
Karena hanya perempuanlah yang bisa
memahami apa yang ia alami sehingga ia
lebih mendalami dan menjawab apa yang
menjadi kebutuhan kaumnya. Misalnya
tentang kesehatan, reproduksi, pelecehan
seksual, kekerasan domestik, harga
kebutuhan pokok, dan lain-lain. Itulah
sebabnya, bila perempuan ada sebagai si
pembuat keputusan, ia bisa mencegah
segala keputusan yang tidak berpihak
padanya.
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
Perempuan adalah pemelihara
kehidupan. Perempuan adalah manusia
yang diberkati dan yang dipercayakan oleh
Tuhan sebagai subjek di mana Tuhan
menenun manusia kecil di rahimnya. Apa
yang akan terjadi bila perempuan kurang
mendapat lakon dan peran dalam sebuah
siklus kehidupan ini?
Siti Joleha Fatagar
Di sebuah desa terpencil, yaitu Desa
Nenbura, Kabupaten Sikka, ada seorang
perempuan yang memiliki karya nyata
untuk memajukan kondisi desanya. Siti
Joleha Fatagar namanya. Perempuan paruh
baya kelahiran Kokas, Papua Barat ini
sudah lama tinggal di Sikka yaitu sekitar
20 tahun, dan sejak saat itu ia menjadi
kader Posyandu. Ketika suaminya, Petrus
Mahin menjadi Kepala Desa, ia pun
mendapat peran tambahan sebagai Ibu
Desa. Artinya, ia harus menjadi panutan
dan teladan bagi warga desa utamanya
43
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
cara menanam sayur. Dengan ini, Siti
percaya gizi keluarga akan membaik.
Ia pun berkeliling ke setiap Posyandu
di desanya untuk mengukur berat badan
bayi, memberikan sosialisasi tentang
pentingnya Angka Kecukupan Gizi,
dan mengorganisir pemberian makanan
tambahan bagi bayi penderita gizi buruk
yang ada di Posyandu-Posyandu di desa
tersebut. Dalam waktu tiga bulan, warga
Nenbura melihat ada perubahan pada gizi
bayi dan ibu hamil penderita gizi buruk.
Siti menjadi sosok nyata bahwa
perempuan bisa berkarya walaupun
dengan cara yang sederhana. Ia
menjadi pemelihara kehidupan bagi
ketiga anaknya. Ia menjadi pemelihara
kehidupan bagi bayi dan ibu hamil
penderita gizi buruk yang ada di desanya.
Ia menjadi pemelihara kehidupan bagi
generasi bangsa ini.
Kisah ini seharusnya membuka
mata kita bahwa perempuan pun bisa
melakukan sesuatu yang berguna bagi
orang lain. Bahkan, perempuan lebih
peka terhadap hal-hal yang dianggap
sepele oleh laki-laki. Tuhan menciptakan
perempuan sepadan dengan laki-laki.
Sebagai pendamping, perempuan
tentu saja memiliki perannya sendiri,
bukannya tanpa peran. Mari berikan
kesempatan dan motivasi bagi perempuan
untuk duduk sejajar dalam pembuatan
keputusan. Mari berikan apresiasi kepada
perempuan, sang pemelihara kehidupan!
*Saat ini melayani di Wahana Visi
Indonesia ADP Sikka
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Sudut Pandang
44
kader Posyandu yang lain.
Pengalaman nyata tentang anak
bungsunya inilah yang membuatnya terus
berkarya menjadi kader Posyandu. Saat
itu, ia hampir kehilangan anaknya karena
anaknya lahir dengan berat badan rendah.
Ia tidak menyerah. Ia memerah ASI dan
meminumkan ke anaknya dengan sendok
sedikit demi sedikit sampai anaknya pulih
dan berat badannya naik. Dan dengan
kasih sayang seorang ibu, kini Edwin—
nama anak itu—bisa tetap ceria dan sehat
hingga saat ini. Meskipun sebagai kader
Posyandu, ia hanya dibayar Rp.300.000,per tahun, ia tetap memiliki hati untuk
membantu warga desanya.
Kebanyakan penduduk Sikka masih
memelihara pire—semacam pantangan
untuk ibu hamil untuk makan sesuatu.
Misalnya, larangan makan sayur daun
katuk, daging ayam, telur dan ikan
untuk perempuan yang sedang hamil.
Padahal jenis makanan inilah yang
sangat diperlukan bagi ibu hamil
untuk memenuhi gizi bagi bayi yang
dikandungnya.
”Kita, perempuan seringkali berada
dalam posisi yang lemah. Kurangnya
pendidikan dan pengetahuan akan
kesehatan dan bagaimana cara
meningkatkan gizi keluarga di desa
inilah yang membuat saya tergerak untuk
memotivasi perempuan-perempuan
yang ada di desa ini”, ujar Siti. Siti sadar
bahwa di tangan perempuan lah, generasi
penerus bangsa ini akan lahir. Mulailah
ia menanam bibit sayuran (terong, tomat,
paria, kangkung, pepaya, sawi hijau,
bayam, kacang panjang, dll) di kebun
pekarangan rumahnya dibantu oleh
suami dan anaknya. Perlahan, upayanya
ini mendapat perhatian dari tetangganya.
Siti pun dengan senang membagi bibit
sayurnya dan mengajari mereka bagaimana
Panduan Community Development Bab IV:
Dari Graduate Center
Perencanaan dan Penganggaran Kegiatan di Komunitas
P
ada Bab 1 disampaikan bahwa inti
dari perubahan suatu komunitas
terletak pada perubahan yang terjadi
pada setiap individu. Apabila individuindividu ini sudah kuat dan memahami
maksud dan tujuan dari penyelenggara
comdev, maka langkah berikutnya adalah
menyatukan individu-individu ini kepada
fungsi sosialnya. Kelompok ini harus
dibangun agar mempunyai daya tahan
yang kuat menghadapi perkembangan
yang berlangsung di tengah komunitasnya.
Pembentukan kelompok dibutuhkan agar
ada harmonisasi dari setiap perubahan
yang berlangsung pada setiap
individu.
Ar tinya,
individu yang
lain
dapat
merasakan
dampak positif
dari perubahan
setiap
individu
dan
menjadi
faktor
penguat kelompok. Kelompok
yang kuat juga akan menghasilkan
kebutuhan kelompok yang merupakan
suara bersama dari kelompok.
Kelompok yang kuat harus memahami
aturan main dalam kelompok. Aturan
main ini dibangun dan diorganisasikan
oleh kelompok itu sendiri. Masingmasing individu akan menghormati
keputusan kelompok dan menjaganya demi
keberlangsungan komunitas kelompok.
Peran fasilitator dalam pembentukan
kelompok yang kuat pada tahap awal
sangat penting. Asumsi pertama, yaitu:
fasilitator sudah diterima dengan baik
oleh komunitas. Selanjutnya, fasilitator
menempatkan diri sebagai pihak netral atau
tidak memihak kepada salah satu individu
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
di tengah kelompok atau kelompok di
tengah komunitas, karena fasilitator
diharapkan juga berperan sebagai orang
yang dapat menengahi apabila di antara
kelompok atau individu di masyarakat
terjadi perbedaaan kepentingan. Perlu
diingat bahwa fungsi ini bukan berarti
fasilitator perlu memutuskan, tetapi
hanya perlu mengingatkan masyarakat
tentang konsistensi terhadap berbagai
kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Jika diperlukan, seorang fasilitator bisa
membantu masyarakat dengan memberikan
berbagai alternatif kesepakatan
dalam menyesuaikan
b e r b a g a i
kepentingan
d e m i
tercapainya
t u j u a n
bersama.
Beberapa
h a l
yang
patut
diperhatikan
untuk
menciptakan kelompok atau
organisasi yang kuat, yaitu;
(i) Setiap individu dalam kelompok atau
organisasi menyadari keberadaan diri
mereka sendiri
Untuk
mengajak
masyarakat
melaksanakan suatu kegiatan yang
dapat menunjang kualitas hidupnya,
perlu adanya penyadaran kepada
masyarakat mengenai keberadaan diri
mereka sendiri. Seringkali masyarakat
hanya dapat merasakan tetapi tidak
dapat mengungkapkan keberadaan
mereka sendiri. Dalam masyarakat, di
samping permasalahan-permasalahan
yang sering dirasakan sebenarnya ada
juga daya dan potensi yang dimiliki
untuk mengatasinya. Seorang fasilitator
45
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
“
46
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Dari Gracuate Center
harus bisa memandu masyarakat untuk
dalam mewujudkan kesimpulan yang
menemukan keberadaan mereka sendiri.
telah dirumuskan bersama melalui
Langkah-langkah yang diperlukan
kegiatan-kegiatan yang ada dalam
sebagai berikut:
program.
Keikutsertaan
langsung
masyarakat dalam setiap kegiatan
a. Ajaklah setiap individu untuk
mengungkapkan dan menyatakan
merupakan
proses
pembelajaran
kembali apa yang telah dialaminya,
sekaligus pemberdayaan, sehingga sangat
diperlukan adanya pendampingan dan
b. Mintalah kepada mereka untuk
memberikan tanggapan dan kesan
pelatihan yang harus diberikan oleh
terhadap pengalaman yang telah
Fasilitator. Pendampingan kepada
diungkapkan tersebut,
masyarakat termasuk dalam mengukur
keberhasilannya mengacu pada tujuan,
c. Ajak mereka untuk mengkaji atau
mengolah semua pengalaman yang
parameter dan indikator yang telah
diungkapkan tersebut, kemudian
dibuat oleh masyarakat sendiri.
menghubungkannya
dengan
pengalaman lain yang mungkin (iii) Mengorganisir diri
mengandung atau memiliki kondisi
Keikutsertaan pada setiap kegiatan
serupa,
dalam program merupakan pengalaman
baru bagi masyarakat.
d. P a n d u
mereka untuk
Jika hal ini dilakukan
Keikutsertaan langsung
menemukan
secara
berulangpada
dirinya masyarakat dalam setiap kegiatan ulang, pada akhirnya
ada daya dan merupakan proses pembelajaran
akan
melembaga
potensi yang bisa sekaligus pemberdayaan, sehingga menjadi suatu sistem
dikembangkan,
yang
berkembang
sangat diperlukan adanya
di
masyarakat.
e. B a n t u
mereka untuk pendampingan dan pelatihan yang Masyarakat
akan
merumuskan, harus diberikan oleh Fasilitator.
mengorganisir
diri
merinci, serta
mereka berdasarkan
memerjelas
pengalaman barunya.
kondisi
dan
potensi
sesuai
pengalaman yang ada. Selanjutnya (iv)Menjadi dinamis untuk mewujudajak
masyarakat
untuk
nyatakan tujuan yang akan dicapai
mengembangkan atau merumuskan
Sistem baru yang berkembang di
hal-hal yang dapat memberi manfaat
masyarakat, pada akhirnya akan menjadi
di masa datang.
dinamika tersendiri bagi masyarakat
dalam mengatasi permasalahan dan
mewujudkan tujuan-tujuan yang akan
(ii)Mendapatkan pembelajaran melalui
pelatihan/pendampingan
dicapai. Jika hal ini terjadi, maka
Dengan mengetahui daya, potensi
keberlanjutan program akan dilanjutkan
dan kemampuan serta keberadaan
sendiri oleh masyarakat.
dirinya, akan menjadi lebih mudah
bagi masyarakat untuk mengikuti dan
Perencanaan dan Penganggaran di
melaksanakan program yang disepakati. Komunitas
Tahapan selanjutnya, ajak masyarakat
Penganggaran dalam perencanaan di
untuk mengalami/terlibat langsung tengah masyarakat memegang prinsip
Dari Graduate Center
partisipatif dan transparan sejak awal
sampai tahap akhir. Mengapa? Sebab sejak
penentuan prioritas kebutuhan komunitas,
penggunaan sumber daya, pelaksanaan
sampai pengawasan dilakukan seluruhnya
oleh masyarakat. Ada juga sumber daya
datang dari luar komunitas, misalnya
bantuan pemerintah maupun pribadi
atau lembaga di luar komunitas. Prinsip
transparan dan partisipatif meminimalisasi
pertikaian atau konflik di tengah komunitas.
Sofana (2010) mengutarakan ada 4 langkah
mendasar dalam melakukan penganggaran
dalam perencanaan komunitas, yaitu;
(i) Sosialisasikan Tujuan
Tujuan dari kegiatan yang akan
direncanakan
adalah
melakukan
perubahan yang lebih baik, yakni
menjawab kebutuhan prioritas bersama
agar masyarakat menjadi lebih sejahtera.
Peranan fasilitator menjadi sangat
penting dalam tahapan ini. Masyarakat
diharapkan berperan aktif dengan
kontribusi yang sama, khususnya
peranan perempuan dan kelompok
miskin di masyarakat. Penting sekali
aturan main yang akan menjadi
pedoman bersama disepakati dan
ditetapkan secara bersama. Masyarakat
menetapkan kelompok kecil untuk
ditugaskan bersama fasillitator yang
mendampingi melakukan pendataan
awal.
Sosialisasi tujuan program oleh fasilitator/gc
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
(ii)Pendataan Awal
Pendataan awal dapat dimulai
dengan menggunakan peta desa yang
ada sebagai peta dasar. Kelompok kecil
yang ditugaskan akan menempatkan
semua informasi yang ada seperti rumah
penduduk miskin, rumah ibadah,
jembatan, potensi desa, maupun
penggunaan lahan menjadi sebuah
peta sosial di komunitas tersebut.
Ukuran kemiskinan akan ditetapkan
berdasarkan ukuran di komunitas
tersebut.
47
Peta desa sebagai pendataan awal/gc
Pendataan awal dapat juga berupa
kalender hujan yang disusun juga
oleh masyarakat. Informasi yang
disampaikan melalui kalender hujan
ini berupa kejadian hujan, kemarau,
maupun panen, yang ditampilkan sesuai
bulannya. Dengan demikian,
masyarakat
mengetahui
informasi ini dan dapat
digunakan secara maksimal saat
pelaksanaan kegiatan. Misalnya,
menentukan kapan kegiatan
pembibitan
paling
efektif
dilakukan, kapan paling tepat
pergi ke laut, dan seterusnya.
Pendataan awal dapat juga
berupa identifikasi potensi
desa atau masalah desa yang
dapat ditampilkan dengan
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
menghubungkan dengan lokasi desa.
Peta desa menjadi peta dasar.
Gagasan yang telah ditetapkan secara
bersama patut disepakati secara bersama
oleh semua kelompok. Gagasan ini yang
akan dituangkan dalam bentuk kegiatan dan
menyusun proposal kegiatan komunitas.
Komunitas memilih kelompok kecil atau
tim khusus untuk menyusun proposal.
(iv)Penyusunan Proposal
Proposal disusun berdasarkan
kegiatan atau gagasan yang
dimandatkan
komunitas.
Sebelum
dipresentasikan
di
hadapan
komunitas
kembali, propsal sebaiknya
telah mendapatkan verifikasi
kelayakan oleh pihak yang
berkompeten.
Misalnya,
kegiatan perbaikan jalan atau
pembangunan jembatan desa
sebaiknya melibatkan ahli
konstruksi jalan atau jembatan,
sehingga tidak terjadi kesalahan
teknik bangunan yang akan
dilaksanakan
maupun
focus group discussion: mengenali kebutuhan mendasar/gc
terputusnya kegiatan di tengah
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Dari Gracuate Center
48
(iii) Menggali kebutuhan
Kegiatan ini dilaksanakan dalam
suatu
pertemuan
musyawarah
masyarakat yang sudah terwakili atau
lebih sering disebut dengan focus
group discussion (FGD). Yang harus
selalu diingatkan adalah tujuan agar
komunitas menjadi lebih sejahtera
dan keluarga miskin berkurang. Alatalat yang dapat digunakan sebagai data
awal yaitu data-data awal yang sudah
disusun masyarakat sebelumnya. Setiap
gagasan yang diungkapkan masyarakat
dikelompokkan dan dicari gagasan
mendasarnya. Fasilitator berperan
penting memberikan arahan berupa
pertanyaan-pertanyaan
mendasar.
Parameter prioritas dapat digunakan
berupa;
a. Kemendesakan,
b. Jumlah KK miskin yang mendapat
manfaat langsung,
c. Tingkat swadaya,
d. Kegiatan bisa dikerjakan sendiri
oleh masyarakat,
e. Suara Perempuan di komunitas.
Analisa kemiskinan dapat membantu
masyarakat melihat gagasan mendasar apa
yang dijadikan gagasan utama (lihat gambar
dibawah).
Dari Graduate Center
jalan disebabkan kesalahan dalam
penganggaran. Penganggaran harus
detail, termasuk sumber anggaran
(swadaya berbentuk materi atau uang,
dari lembaga luar berbentuk materi
atau uang) dan besarannya. Proposal
ini harus selalu dalam pengawasan atau
supervisi dari pihak yang kompeten
sesuai usulan kegiatannya.
Penutup
Demikianlah hal-hal yang bisa dilakukan
dalam upaya-upaya pengembangan dan
pemberdayaan
masyarakat.
Kembali
perlu diingat, bahwa upaya-upaya untuk
mengembangkan dan memberdayakan
masyarakat bukanlah tanpa tantangan,
namun di dalam ketulusan dan oleh
pertolongan Tuhan, tantangan-tantangan
yang ada pasti dapat dilewati.
Kiranya materi-materi yang
telah dibagikan melalui majalah
Dia ini dapat menolong para
pembaca yang memiliki panggilan
di bidang pengembangan dan
pemberdayaan
masyarakat
ketika terjun secara langsung di
masyarakat. Dan, kiranya nama
Tuhan terus dimuliakan dengan
dan melalui hidup dan pelayanan
kita semua. Amin. (gc)
Pembuatan proposal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/gc
49
Perbaikan jalan atau jembatan sangat penting untuk mobilisasi serta
transportasi warga masyarakat/gc
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA
PEREMPUAN DI BUMI ALLAH
Grace Kartika
celoteh pelabelan bising mengusili diri
ada yang memuja keanggunan martabat
ada yang memintal kecantikan di bilik rapat
menikah atau melajang selalu berduri
seperti semak belukar menuju mata air
50
dari rusuk lelakilah tercipta sahabat sehidup sejiwa
dari rahim perempuanlah terlahir putra-putra zaman
yang diasuh dan diasah di denyut jantungnya
tak ada perempuan tanpa kemuliaan lelaki
dan lelaki bersenandung di rahim perempuan
kadang badai menghempas ke lembah ngeri dan pedih
keelokan merintih di bungkus kepahitan yang perih
kadang gemetar di puncak eksistensi yang hambar
keangkuhan meronta dalam nafsu yang liar membakar
melewati pintu-pintu waktu yang terus berperkara
perempuan dipanggil namanya demikian
dipuja-puji bukan karena perhiasan berkilau di tubuhnya
tetapi karena jiwanya tulus sebening wajah ibu
sekali-sekali bukan wanita simpanan dalam lipatan uang
tetapi mutiara yang pendar di antara untaian hikmat
Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013
Percikan
benang-benang rasa merajut jelajah tak henti
merangkak lambat di pikiran para lelaki
namun melesat dahsyat mengejar kerinduan
sekalipun naik turun melintasi misteri rumit
cintanya berayun di tangkai yang rapuh
Percikan
sekalipun lemah dan sering kalah dalam rasa yang salah
sekalipun lembut dan haknya terhasut hingga kalut
serentak keperkasaan membuktikan keangkuhan menggoda
bergaung nyaring menuntut kesetaraan yang tak rela direnggut
perempuan di manakah hatimu bersembunyi pagi ini
hingga perbincangan riuh tak lagi dijumpai di pasar tadi
saat harga bumbu dan rempah semakin meninggi
betapa sedapnya aromamu yang tak terbeli oleh materi
benang-benang rasa merajut warna warni penginspirasi sejarah
pemancar sinyal ilahi di persimpangan yang mendua arah
banjir tak akan menghanyutkan buah pengorbananmu
dan badai tak pernah merontokkan kehormatanmu
gemerisik dedaunan masih menemani langkah
hingga warna jingga semakin redup di barat
engkau setia mengawal malam yang indah
kekasih yang berkisah di bumi milik Allah
tentang sehelai ketekunan yang terajut sudah
dan berayun di atas keajaiban misteri
20 Maret 2013
Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi
51
Download