Daftar Isi Penerbit: Yayasan Perkantas Rekomendasi Depag: FII/ HM.02.2/619/2806/97 ISSN: 0215-9031 Pemimpin Umum: Triawan Wicaksono Pemimpin Redaksi: Thomas Nelson Pattiradjawane Redaksi Senior: Polo Situmorang, Tadius Gunadi, Mangapul Sagala, Daniel Adipranata Redaksi: Yoel M. Indrasmoro, Partogi Samosir, Ruth Yuni Redaktur Pelaksana: Philip Ayus Alamat Redaksi/Administrasi/Distribusi: Kompleks Mitra Pintu Air, Jl. Pintu Air Raya 7 Blok C-5 Jakarta 10710 wwTelp./Fax.: 021-3440305 / 021-3522170 E-mail: [email protected] Rekening: BCA Cab. Pasar Baru No. 1063003542 a.n. Yayasan Perkantas (mohon cantumkan “Untuk Majalah DIA”) Pengganti ongkos cetak: Rp 10.000,00 Bea berlangganan 1 tahun (3x terbit, termasuk ongkos kirim): Rp 50.000,00 Jika Anda mentransfer biaya berlangganan atau memberi dukungan untuk pelayanan Majalah Dia, mohon kirimkan bukti transfer melalui fax atau e-mail beserta nama dan alamat lengkap. Majalah Dia Edisi I | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Desain Sampul & Tata Letak: Philip Ayus Redaksi menerima kiriman naskah berupa artikel, kesaksian, resensi, cerpen, puisi, dsb. sepanjang membangun iman dan orisinil/belum pernah dimuat di media lain. Daftar Isi 4 Peran dan Keterlibatan Perempuan dalam Tatanan Sosial Politik Kita 8 Partisipasi Kristen dalam Mewujudkan Kesetaraan Gender di Indonesia 15“Perempuan Itu Cenderung Ngemong” 21Ia Dinamai “Perempuan” 24Menjadi Wanita Kristen yang Bijak di Bumi Pertiwi 27Partisipasi Perempuan Bagi Pembangunan Bangsa 33Perempuan dalam Mata Perempuan 39Kartini, Membuat Perbedaan Melalui Pena 40Kita Seharusnya tidak Membuat Pembedaan 42Perempuan, Pemelihara Kehidupan 45Perencanaan dan Penganggaran Kegiatan di Komunitas 50Perempuan di Bumi Allah Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi Shalom! Salam S etiap memasuki bulan April, salah satu nama yang akan banyak diingat adalah Kartini. Dan setiap mengingat Kartini, kita pasti akan mengingat kegiatan surat-menyurat yang dilakukannya, yang kemudian dibukukan dalam sebuah cetakan yang terkenal, “Habis Gelap Terbitlah Terang” serta bukubuku lainnya. Padahal, perjuangan seorang Kartini tak berhenti dalam sebuah surat berisi curhat, melainkan juga menuliskan pergulatan pemikirannya ke media massa. Ketika seorang wanita menulis, ia tak akan menulis dengan intelektualitasnya belaka, melainkan dengan empatinya juga. Ia bahkan akan menulis dengan sudut pandang yang berbeda dengan kebanyakan pria, yang sudah terbiasa menjadi “pusat dunia.” Kali ini, Redaksi mempersilakan para wanita Kristen untuk menuliskan hasil pengamatan dan pergulatan mereka mengenai isu-isu yang berkaitan dengan hak-hak perempuan, kesetaraan gender, dan partisipasi wanita dalam keluarga, gereja, masyarakat, negara, dan juga dunia. Harapannya, tentu saja, agar para pembaca bisa memahami seperti apa dan bagaimana laju emansipasi berjalan di negeri ini. Setelah itu, setidaknya kita bisa belajar memberikan respon dan partisipasi yang tepat berkaitan dengan isu-isu kesetaraan gender di sekitar kita. Selamat menikmati sajian edisi “Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi” ini, kiranya kita menjadi murid-murid Kristus yang meneladani Sang Guru dalam menyikapi relasi antara laki-laki dan perempuan, baik di dalam keluarga, gereja, masyarakat, tempat kerja, maupun bangsa dan negara. Biarlah kita menjadi orang-orang yang mempelopori pandangan dan penghargaan yang semestinya terhadap kaum wanita, di manapun Tuhan menempatkan kita. Tuhan memberkati. Redaksi Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Peran dan Keterlibatan Perempuan dalam Tatanan Sosial Politik Kita Erna Manurung, S.Sos.* T ulisan di atas adalah sebuah status yang ditulis rekan saya di dinding Facebooknya. Kisah ibu rumah tangga yang sudah pensiun dan baru menyadari bahwa ia dipanggil untuk berbuat bagi sesama. Kaum wanita atau perempuan, siapapun dan bagaimanapun posisinya, punya peran yang penting dalam lingkungan sosialnya. Entah itu di keluarga, gereja, kelompok/ komunitas, masyarakat, bangsa, bahkan dunia. Mengapa? Pertama, sebagai insan yang diciptakan segambar dengan Allah, perempuan— bersama dengan laki-laki—diberikan mandat oleh Allah untuk mengusahakan bumi dan mengelolanya (Kej. 1:28). Kedua, perempuan adalah mahluk sosial. Mahluk yang memiliki hasrat dan kerinduan untuk berelasi dengan sesama dan lingkungan sosialnya. Ini sekaligus menegaskan bahwa manusia sebagai individu tidak dapat dilepaskan dari realitas sosialnya. Realitas sosial di sini bermakna luas; menyangkut keterlibatan mereka dalam sistem politik, hukum, budaya dan pranata sosial, adat-istiadat, Terimakasih kepada Pdt. Inavera Trecia Tobing yang mengizinkan saya mengutip sharingnya. dan sebagainya. Ketiga, hak dan kedudukan perempuan sebagai warga negara dijamin dan dilindungi oleh Undangundang Dasar 1945. Ini tersirat dalam pasal 27 ayat (1) yang berbunyi: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian, baik secara teologis, sosiologis, dan politis (melalui produk hukum), perempuan memiliki peran dan kedudukan yang setara dengan laki-laki. Faktor Budaya Namun, meskipun secara fundamental perempuan memiliki kedudukan atau peran yang sama pentingnya dengan lakilaki, sampai dengan saat ini kita masih menyaksikan diskriminasi/pembedaan terhadap kaum perempuan. Yang masih hangat adalah isu mengenai larangan duduk mengangkang bagi perempuan di provinsi Aceh. Kemudian marak pula bagaimana perempuan (melalui opini sepihak) yang paling disalahkan ketika menjadi korban perkosaan. Terutama dari cara berpakaian mereka. Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Eksposisi “Saya baru menyadari sekarang bahwa hidup saya bukan hanya untuk suami atau anak-anak saya. Hidup saya sebenarnya adalah untuk semua orang. Tapi, kenapa setelah pensiun saya baru menyadarinya? Kenapa tidak dari dulu ketika saya masih sehat, kuat, dan mapan? Ya, kenapa? Barangkali karena dulu saya merasa nyaman, aman, dan segalanya ada. Saya ingin menikmati hidup dan merasa percaya diri. Saya tidak ingin diganggu! Dan ternyata itu semua bukanlah yang Tuhan kehendaki dalam hidup saya. Tapi, tidak ada yang terlambat bukan? Ya, tidak ada kata terlambat!” Eksposisi Beberapa kelompok masyarakat bahkan masih menganut prinsip bahwa perempuan hanyalah “pendamping” kaum lelaki atau kelompok masyarakat kelas dua. Barangkali inilah yang antara lain memunculkan adanya pembagian kerja di rumah tangga berdasarkan jenis kelamin, termasuk menentukan perilaku yang pantas dan tidak pantas bagi perempuan. Perempuan umumnya mengerjakan tugastugas domestik, dan oleh karenanya kerap disanjung sebagai ratu keluarga. Tetapi, sanjungan ini dapat “memasung” mereka, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara psikologis dan sosial. Sebab, peluang untuk mengekspresikan diri dibatasi, yang berarti menghambat berkembangnya kapasitas pribadi. Sementara itu, laki-laki umumnya bekerja di luar rumah sehingga ruang geraknya lebih besar, termasuk menjadi pemimpin di masyarakat. Saya kira hampir sebagian dari kita sepakat bahwa faktor budayalah yang mendasari diskriminasi/pembedaan tersebut, yakni budaya patriarki. Beberapa kalangan muslim bahkan mengikut sertakan adanya faktor dogma agama dalam memperlakukan kaum perempuan. Meskipun demikian, masalah ketimpangan gender di Indonesia secara historis kultural tidaklah terlalu parah. Di tengah suku-suku atau kelompok masyarakat yang menganut sistem patriarki seperti suku Jawa, Batak, dll., ada suku Minang yang menganut sistem kekerabatan matrilineal, di mana perempuan, terutama ibu, memiliki peran sentral dalam politik kepemimpinan dan otoritas moral. Kita juga memiliki suku Toraja yang sebagian masih menganut sistem kekerabatan bilateral (cognatic). Cognatic adalah sistem sosial Paulus Tangdilintin, “Wanita dalam Keluarga Toraja”, dalam dalam 40 Tahun PWGT - Mawar Harum Semerbak, Rantepao, PT. Sulo, 2006. Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi di mana status kekerabatan didasarkan pada hubungan melalui garis keluarga ayah maupun garis keluarga ibu, yang memungkinkan untuk pilihan yang akan dibuat dalam afiliasi antara keluarga ibu dan keluarga ayah. Dan, kalau kita menelisik betapa banyaknya kaum perempuan yang berperan secara signifikan dalam berbagai bidang, maka bangsa Indonesia boleh berbangga hati. Indonesia pernah dan telah memiliki perempuan-perempuan hebat dalam bidang sosial politik, khususnya yang menjadi pejabat publik. Di era presiden Soekarno ada Maria Ulfah Santoso (Menteri Sosial), S.K Trimurti (Menteri Perburuhan), Rusiah Sardjono (Menteri Sosial), Artati Marzuki Sudirdjo (Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan), Agustine Magdalena Waworuntu (Walikota perempuan pertama). Di era presiden Soeharto, ada tiga menteri perempuan, Menteri Urusan Peranan Wanita, Menteri Sosial, dan Menteri Pertanian (dijabat oleh Justika Syariffudin Baharsjah). Meskipun di era ini sedikit perempuan yang menjadi pejabat publik, namun Orde Baru punya prestasi mengagumkan dengan melahirkan kebijakan yang membela kaum perempuan, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 tentang larangan poligami bagi Pegawai Negeri Sipil. Kemudian, di era presiden Abdurrahman Wahid ada Khofifah Indar Parawansa (Menteri Pemberdayaan Perempuan), Erna Witoelar (Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah yang dilanjutkan dengan menjadi menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah), Rini Soewandi (Menperindag). Di era ini pula Megawati Soekarnoputeri menjadi www.bookrags.com/tandf/cognatic-society-1tf/&ei=kJfxTfvQJtGJrAe- diakses 5 Juni 2011 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Peran dan Keterlibatan Alumni Kristen Dalam sebuah pertemuan yang digagas oleh Forum Kajian Strategis (Forkastra) Graduate Center Perkantas, disimpulkan bahwa bagi kalangan mahasiswa dan alumni Kristen Perkantas, perihal kesetaraan gender tidak menjadi masalah lagi. Dengan kata lain, di lingkungan intelektual Kristen, perempuan memiliki keleluasaan untuk mengabdikan dirinya di ranah sosial dan politik. Apabila kemudian ada istri-istri yang menjadi ibu rumah tangga sepenuh waktu, itu merupakan kesepakatan bersama antara mereka dan suaminya. Fakta tersebut bisa menjadi modal yang kuat bagi alumni perempuan Kristen untuk berperan di berbagai bidang sosial politik di negeri ini, baik di institusi formal maupun dalam bentuk gerakangerakan moral. Beberapa yang bisa dilakukan antara lain: melalui gerakangerakan (1) Penyadaran; (2) Pemberdayaan; (3) Pendampingan/Pembelaan; serta (4) Agen-agen Perdamaian dan Rekonsiliasi. Mariana Amiruddin, “Pejabat Perempuan dalam Situasi Sosial Politik di Indonesia – Antara Identitas Gender dan Integritas Kepemimpinan” dalam Jurnal Perempuan ed. 75, vol. 17 No. 4 Desember 2012. Dalam gerakan-gerakan penyadaran, pemberdayaan, dan pendampingan/ pembelaan, alumni Kristen bisa bergabung dengan lembaga atau komunitaskomunitas yang sudah ada. Atau, dapat pula membentuk komunitas baru kemudian berjejaring dengan lembaga/ komunitas sejenis. Isu yang dikedepankan, antara lain: penyadaran akan hak-hak perempuan dalam akses ekonomi, kesehatan, pendidikan, informasi, sampai dengan hak politik. Dalam pembelaan/ pendampingan, alumni Kristen bisa terlibat dalam proses mendampingi kelompok masyarakat marjinal (terutama perempuan) yang mengalami masalahmasalah hukum, ketidakadilan sosial, dll. Kemudian, dalam peran sebagai agen perdamaian dan rekonsiliasi, alumni Kristen dapat menjadi fasilitator di daerah-daerah konflik. Indonesia saat ini masih rawan dengan berbagai konflik sosial, baik yang dilatarbelakangi faktor ekonomi, maupun faktor perbedaan agama/ideologi. Dalam konflik-konflik semacam ini, perempuan banyak yang menjadi korban. Namun, seringkali mereka tidak dilibatkan dalam upaya rekonsiliasi. Padahal, perempuan dengan perspektif keperempuanan yang sarat dengan nilai-nilai feminin (cinta kasih, pemeliharaan, dan perdamaian) dapat mengupayakan damai melalui rekonsiliasi tanpa kekerasan. Satu lagi yang bisa dilakukan oleh para alumni Kristen, yakni “menggarap” kelas menengah Indonesia. Secara alamiah, masyarakat kelas menengah berpotensi untuk menjadi pendobrak, melakukan perubahan sosial dan politik. Misalnya, Asnath N. Natar, Perempuan, Konflik dan Rekonsiliasi, Pusat Studi Feminis UKDW, Yogyakarta, 2000, hal. vii-viii. Meskipun berdasarkan survey Kompas pada tahun 2012, kelompok ini memiliki ciri sebagai kelompok masyarakat yang cenderung konsumtif dan Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Eksposisi presiden perempuan pertama. Di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada Sri Mulyani (Menteri PAN, Menteri Keuangan, Menko Perekonomian), Mari Elka Pangestu (Menteri Perdagangan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Siti Fadilah Supari, Endang Rahayu Sedyaningsih, dan Nafsiah Mboi yang ketiganya menjabat sebagai Menteri Kesehatan di periode berbeda, serta Armida S. Alisjahbana (Menteri PPN/Kepala Bappenas). Selain menteri, masih banyak perempuan pejabat publik Indonesia yang menjadi bupati, walikota, dan gubernur. Eksposisi gerakan moral antikorupsi dengan dimulai dari aksi-aksi kecil, misalnya tidak meladeni pungutan liar di manapun. Memang, ini adalah perjuangan jangka panjang. Tapi, bukankah berjuang untuk keberhasilan jangka panjang adalah sebuah panggilan mulia? Soal sarana, banyak yang bisa dimanfaatkan. Media sosial, komunitas-komunitas, bahkan kelompok arisan pun bisa diberdayakan untuk mencapai tujuan perubahan ini. Di dalam Kristus semua orang telah merdeka Allah memang menciptakan laki-laki dan perempuan berbeda. Masing-masing memiliki karakteristik yang khas, yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Memang untuk maksud itulah Allah menciptakan laki-laki dan perempuan berbeda, yakni agar dapat saling melengkapi. Dan, dalam perbedaan karakteristik tersebut Allah tidak bermaksud menjadikan salah satu lebih dominan atau lebih tinggi kedudukannya. Kejadian 1-2 yang diklaim sebagian pihak memuat teks yang merendahkan kaum perempuan karena diciptakan dari tulang rusuk Adam (Kej.2:21-22); ternyata juga memuat teks yang menjelaskan bahwa manusia (laki-laki dan perempuan, -Pen) diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26-27). Mazmur 8:6-7 mengungkapkan hal yang sama. Manusia, baik laki-laki maupun perempuan, diciptakan sebagai makhluk mulia. Kesetaraan yang saling melengkapi itu banyak disaksikan oleh Alkitab. Meskipun budaya sebagian besar konteks Alkitab adalah patriarki, namun Alkitab juga mencatat peran perempuan yang turut intoleran. Tetapi kita bisa tetap bergerak di area ini. Pertama, alumni Kristen adalah kelompok kelas menengah. Kedua, alumni Kristen dipanggil untuk tampil berbeda dari dunia ini (tidak konsumtif dan tidak intoleran). Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi menentukan perjalanan sejarah bangsa Israel. Nabiah Miriam misalnya. Miriam memimpin dan menggerakkan semua perempuan dalam rombongan bangsa Israel untuk memuji Tuhan, sebagai “bagian yang tidak terpisahkan dari arakarakan umat Tuhan.” Di dalam Perjanjian Baru, kita melihat bagaimana Yesus melawan arus. Pada masa itu, kaum perempuan dianggap sebagai anggota masyarakat “kelas dua” yang tidak diperhitungkan keberadaannya. Sebagai bentuk perlawanan dan koreksi atas ketidakadilan ini, Yesus mau berbicara dengan perempuan Samaria. Ia juga mengampuni perempuan yang berzinah, dan menyembuhkan perempuan yang sakit pendarahan (yang dianggap najis pada masa itu). Rasul Paulus sendiri pun sangat menghargai dan mendukung peran perempuan, khususnya dalam pekabaran Injil. Salah satunya adalah Priskila yang menjadi rekan sekerjanya (Kis. 18: 1-3). Ia juga mengakui kedudukan dua pemimpin perempuan, Eoudia dan Sintikhe (Fil. 4). Bahkan dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus menyerukan bahwa di dalam Kristus, semua orang telah merdeka. Merdeka dari sekat-sekat yang memisahkan sesama ciptaan Allah, baik itu kebangsaannya (Yahudi atau Yunani), status sosialnya (hamba atau orang merdeka), maupun gendernya (laki-laki atau perempuan). * Pendamping Pelayanan Mahasiswa di komunitas PMK Fak. Teknik Unhalu (Kendari), saat ini sedang menyelesaikan studi di Program Teologi Kependetaan (d/h M.Min) Fak Theologia – Univ. Kristen Dutawacana (UKDW) Yogyakarta. H.T Hutabarat - Lebang, “Kata Pengantar” dalam 40 Tahun PWGT - Mawar Harum Semerbak, PT. Sulo, Rantepao, 2006. Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Partisipasi Kristen dalam Mewujudkan Kesetaraan Gender di Indonesia M suasana, Daming jelas tidak peka gender, juga para anggota DPR yang ikut tertawa mendengar perkataan yang sama sekali tidak lucu tersebut. Mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo dan Ketua DPR Marzuki Alie juga membuat pernyataan yang menyesatkan, yakni bahwa pemerkosaan dipicu oleh cara berpakaian korban (perempuan) yang tidak pantas. Pada kenyataannya, para korban mengenakan pakaian tertutup, bahkan ada yang berjilbab, sebelum diperkosa. Berikutnya, pernyataan tersebut tentu saja tak bisa diterima nalar dan tidak simpatik terhadap para korban pemerkosaan atau pelecehan seksual. Peraturan bias gender Perempuan kerap dianggap sebagai objek semata. Dalam Peraturan-peraturan Daerah yang berbau agama, misalnya, himbauan dan larangan sering kali hanya ditujukan kepada kaum hawa. Salah satu contohnya adalah Peraturan Daerah No.8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran di Kota Tangerang, yang berbunyi: “Setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia atau mereka pelacur, dilarang berada di jalan-jalan umum, di lapangan-lapangan, di rumah penginapan, losmen, hotel, asrama, rumah penduduk atau kontrakan, warung-warung kopi, tempat hiburan, gedung tempat tontonan, di sudutsudut jalan atau di lorong-lorong jalan atau tempat-tempat lain di daerah kelihatan oleh umum.” Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Fokus enurut data kependudukan dari Badan Pusat Statistik (BPS/www. bps.go.id), jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Indonesia boleh dikatakan sangat berimbang. Pada tahun 2009, rasio penduduk lakilaki dan perempuan adalah sebesar 49,53:50,47. Kemudian, pada tahun 2010 dan 2011 perbandingannya sebesar 50,17:49,83 dan 50,37:49,63.Jika ditilik secara jumlah, tidak ada permasalahan dengan “mayoritas-minoritas,” sehingga perempuan Indonesia seharusnya mendapat porsi perlakuan yang sama dengan laki-laki di negeri ini.Bahkan, dalam konstitusipun tidak disebutkan pembedaan jenis kelamin secara spesifik. Baik laki-laki maupun perempuan, kesemuanya adalah warga negara, dan oleh karenanya, berhak mendapat perlindungan dan perlakuan yang sama di negara ini. Akan tetapi, fakta di lapangan seringkali menunjukkan kondisi yang bertolak belakang. Perempuan cenderung dipandang sebelah mata pada hampir semua bidang kehidupan di negeri ini. Kita tentu ingat bagaimana cara berpikir seorang calon Hakim Agung Daming Sunusi yang begitu merendahkan perempuan, khususnya korban perkosaan, dengan mengatakan bahwa sang korban juga ikut menikmati pemerkosaan tersebut. Meskipun berdalih bahwa itu sekedar lelucon untuk mencairkan Fokus Salah satu korban dari peraturan di yang diterimanya, Lilis menjadi sakitatas adalah Lilis, salah seorang pegawai sakitan dan akhirnya meninggal dunia restoran di Cengkareng, yang baru saja pada bulan Agustus 2008. Sungguh sangat pulang dari tempat kerjanya dan sedang mahal harga yang harus dibayar seorang menunggu angkutan umum. Sekitar pukul perempuan dan keluarganya akibat delapan malam itu, di bulan Pebruari kebijakan yang tidak peka gender itu. 2006, Lilis yang sedang berdiri di halte Dan, itu baru satu contoh kasus. digelandang oleh Satpol PP yang kebetulan Sekretaris Menteri Negara Pemberdayaan juga sedang melakukan razia PSK. Meski Perempuan Koensatwanto Inpasihardjo sudah menjelaskan bahwa dirinya bukan dalam Rapat Dengar Pendapat di PSK, dia tetap dibawa dan ditahan di DPR pada tanggal 8 September 2008 markas Satpol PP Kota Tangerang bersama mengatakan, “Perda seperti di Tangerang puluhan wanita lain. berdampak buruk terhadap ekonomi Dalam sidang Tindak Pidana Ringan buruh perempuan dan masyarakat secara keesokan harinya, Lilis didenda sebesar umum di wilayah itu. Kini buruh-buruh perempuan resah jika masuk kerja malam Rp 30.000,00 namun menolak membayar karena merasa tidak bersalah. Iapun atau lembur sampai malam karena takut dipidana selama beberapa hari di Lembaga terkena razia. Akibatnya, mereka tidak Pemasyarakatan. mendapatkan Meski sudah tambahan menghirup udara penghasilan.”Bukan bebas, derita Lilis hanya tambahan ternyata belum penghasilan, tak berakhir, karena sedikit di antara trauma akibat mereka yang justru penangkapan dan menjadi tulang pemenjaraan itu punggung keluarga. tak begitu saja September 2012, hilang. Lilis bahkan Komisi Nasional kehilangan anak Antikekerasan dalam kandungannya terhadap Perempuan Razia, perempuan sering menjadi target/portaltigaimage.com akibat keguguran (Komnas karena trauma tersebut. Belum lagi ada Perempuan) mengungkapkan fakta yang tetangga yang benar-benar menganggapnya mengejutkan bahwa ada 282 Peraturan sebagai PSK. Lilis beserta suami dan Daerah di 100 kabupaten dan kota anaknya terpaksa berpindah-pindah di 28 provinsi yang mendiskreditkan tempat tinggal untuk menghindari stigma perempuan, mulai dari pembatasan itu, namun sia-sia. Kabar buruk menyebar waktu keluar rumah, sampai larangan sangat cepat. Tetangga-tetangga di tempat membonceng sepeda motor dengan barupun mencapnya sebagai PSK. Suami mengangkangkan kaki. Dari pantauan Lilis bahkan juga harus berhenti sebagai Komnas Perempuan, Sumatera Barat dan guru karena pihak sekolah tempatnya Jawa Barat adalah provinsi-provinsi yang mengajar tidak ingin “tertular” cap paling “rajin” mengeluarkan Perda-perda buruk karena mempekerjakan guru yang bias gender yang mengekang perempuan. bersuamikan (tersangka) PSK. Akibat berbagai tekanan bertubi-tubi Tersandera paradigma kepemimpinan Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA “ 10 Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Fokus Perlu diingat, bahwa Perda merupakan dua Pemilu terakhir, selain menyiratkan produk hukum yang dikeluarkan bersama absennya itikad mematuhi Undangoleh Eksekutif dan Legislatif. Artinya, undang Pemilu, juga pengkaderan para pemangku kebijakan di banyak yang belum berpihak pada perempuan. daerah di negeri ini tidak sensitif terhadap Munculnya keberatan dan usulan isu-isu gender. Salah satu penyebab untuk meniadakan angka minimal yang mungkin adalah jumlah maupun keikutsertaan caleg perempuan dalam kualitas perempuan yang menjadi anggota Pemilu 2014 nanti juga sedikit banyak dewan. Memang, ada beberapa kemajuan menunjukkan kurangnya prioritas parpol yang dibuat dalam hal pembelaan hakterhadap keterwakilan suara perempuan hak perempuan, seperti diterbitkannya di tingkat pembuat kebijakan. Sepuluh Undang-undang tentang Pemilu yang tahun seharusnya merupakan waktu yang cukup untuk menyiapkan kadermewajibkan alokasi minimal 30 % kursi di Legislatif untuk kaum hawa. Namun kader perempuan yang berkualitas dan pada praktiknya, jatah tersebut tak pernah memenuhi kuota yang disyaratkan oleh dipenuhi sejak diundangkannya UU Undang-undang. Di sisi lain, perempuan sendiri juga Pemilu pertama kali pada tahun 2003. Politikus perempuan hanya mencapai dirasa enggan terjun langsung ke bidang yang satu ini. 11 persen dari 500 anggota legislatif Keengganan yang terpilih pada Pemilu cukup beralasan. Perempuan juga tersandera 2004, kemudian oleh konsepsi masyarakat tentang Wakil Ketua MPR sedikit bertambah Melani Leimena kepemimpinan yang digambarkan Suharli dalam menjadi 18 persen begitu maskulin. dari hasil Pemilu sebuah kesempatan 2009. Hingga saat mengatakan inipun, sebagian bahwa maraknya korupsi dan hal-hal tidak baik lainnya di partai politik peserta Pemilu 2014 masih memrotes dan bahkan mengusulkan parlemen berdampak pada bagaimana penghapusan aturan minimal partisipasi perempuan melihat politik. Politik perempuan tersebut. Mereka berdalih akhirnya dipersepsikan sebagai arena kesulitan menemukan caleg perempuan yang tabu untuk dimasuki, sehingga untuk dijagokan pada Pemilu mendatang. banyak perempuan dengan potensi dan Mengapa partai politik di sebuah pemikiran yang baik memilih terjun negeri yang berimbang jumlah laki-laki dalam kegiatan-kegiatan sosial. Bahkan dan perempuannya merasa kesulitan aktivis perempuan yang sangat rajin menemukan calon legislatif yang hanya memperjuangkan keterwakilan kaum hawa dalam pencaleganpun belum tentu dipatok 30 persen dari keseluruhan caleg yang diajukan? Apa yang membuat demand mau masuk dan berjuang di parlemen. parpol dan supply perempuan sebagai calon Padahal, sebagaimana yang dikatakan oleh pembuat kebijakan publik tidak bertemu? Melani dalam kesempatan yang sama, jika Yang perlu dipertanyakan pertama perempuan ingin melakukan perubahan kali adalah paradigma parpol itu sendiri secara langsung dalam masalah kebijakan, terhadap peran maupun posisi perempuan maka ia harus masuk partai dan berusaha dalam politik. Fakta adanya kuota menjadi anggota DPR agar terlibat dalam perempuan yang tidak terpenuhi dalam pembahasan legislasi. Fokus Perempuan juga tersandera oleh konsepsi masyarakat tentang kepemimpinan yang digambarkan begitu maskulin. Pemahaman yang kurang tepat terhadap penerapan nilai-nilai tradisi, budaya, serta agama dalam hal kepemimpinan, membuat perempuan tidak leluasa merintis jalan sebagai pemimpin. Dalam kampanyekampanye politik, kita masih mendapati pemuka agama yang posisi politiknya berseberangan dengan calon pemimpin perempuan, secara sengaja mengutip ayat kitab suci dan memberikan penafsiran yang merugikan kaum hawa dengan mengatakan bahwa agama tidak merestui seorang wanita menduduki kursi kepemimpinan. Dalam “perlombaan” karir kepemimpinan, perempuan juga kurang diuntungkan. Pandangan terhadap usia ideal untuk menikah, misalnya, masih tidak berpihak pada kaum hawa. Rentang waktu yang dimiliki perempuan untuk berkarir relatif lebih singkat dibandingkan dengan laki-laki karena adanya tekanan dari keluarga ataupun lingkungan untuk menikah, padahal masih banyak diskriminasi jenjang karir di tempat kerja, di mana perempuan dibangkucadangkan untuk masalah kepemimpinan. Dalam beberapa tradisi, menikahkan anak perempuan pada usia muda (setelah lulus SD atau SMP) justru menjadi kebanggaan bagi orang tua, dengan alasan dalam usia semuda itu sudah ada yang meminang. Hal itu diungkapkan oleh Kepala BKKBN Sugiri Syarif, yang dalam kesempatan yang sama mengungkap pula masih kentalnya anggapan masyarakat, terutama di pedesaan, bahwa peran dan posisi perempuan itu hanya di dapur, sumur, dan kasur. Selain itu, faktor ekonomi juga cukup berpengaruh, di mana orang tua menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki yang Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi B erdasarkan Survei Data Kependudukan Indonesia SDKI) 2007, di beberapa daerah didapatkan bahwa sepertiga dari jumlah pernikahan terdata dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun. Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia perkawinan 19,1 tahun. Di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Jawa Barat, angka kejadian pernikahan dini berturut-turut 39,4%, 35,5%, 30,6%, dan 36%. Bahkan di sejumlah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama. Sumber: www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/11-2-11.pdf kaya dan terkenal. Dengan kondisikondisi seperti itu, bagaimana kita bisa mengharapkan masyarakat yang berkeadilan bagi perempuan? Kesetaraan, bukan keutamaan Kita patut bersyukur bahwa perjuangan emansipasi bagi perempuan yang dirintis oleh R.A. Kartini seabad lalu tidak menguap begitu saja. Kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender dan perlakuan yang adil terhadap perempuan makin meningkat. Kebanyakan orang hanya mengingat masalah surat-menyurat ketika mendengar tentang Kartini, akan tetapi dia melakukan lebih dari sekedar “curhat” lewat korespondensi, melainkan juga menyebarkan pandangannya lewat tulisan-tulisan di surat kabar, baik terbitan Indonesia maupun Belanda. Di negeri ini, ada cukup banyak lembaga formal maupun nonformal yang fokus utamanya memperjuangkan hak-hak 11 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Fokus 12 perempuan. Dalam susunan kabinet, ada penting yang patut diwaspadai oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan perempuan maupun aktivis pembela dan Perlindungan Anak, lalu ada pula perempuan. Gerakan untuk menuntut Komisi Nasional Antikekerasan terhadap kesetaraan berpotensi untuk membias Perempuan (Komnas Perempuan), Koalisi menjadi perjuangan menegakkan Perempuan Indonesia, Women Research egosentrisme wanita itu sendiri, atau Institute, Jaringan Nasional Perempuan bahkan “membablas” menjadi gerakan Mahardhika, Yayasan Jurnal Perempuan, yang menafikan laki-laki. Ungkapan dan masih banyak lagi. seperti “wanita berhak atas tubuhnya Respon sebagian masyarakat terhadap sendiri” yang tadinya dibuat dalam ketidakadilan gender juga bisa dibilang konteks protes terhadap budaya patriarki baik. Pada waktu Fauzi Bowo berkomentar yang menganggap wanita sepenuhnya bahwa terjadinya berada dalam kendali perkosaan di otoritas, entah angkutan umum orang tua ataupun karena perempuan suami, di beberapa memakai rok mini, tempat membias tak lama berselang menjadi slogan terjadilah gelombang untuk menjustifikasi protes dari banyak tindakan-tindakan kalangan. Dengan egois seperti komunikasi global merokok, operasi yang makin tak plastik, hingga aborsi. bersekat, perempuan Gerakan untuk Indonesia juga membela hak wanita banyak berpartisipasi juga bisa membablas, dalam gerakanseperti upaya-upaya gerakan internasional untuk membesarkan untuk mendukung anak lewat teknologi penghentian bayi tabung dan diskriminasi memanfaatkan terhadap perempuan. Rosie the Riveter, simbol feminisme/wikipedia.org bank sperma, Gerakan One Billion seperti yang cukup Raising, misalnya, banyak dilakukan mengadaptasi gerakan yang sama di oleh wanita-wanita di Amerika, karena luar negeri untuk mewujudkan keadilan menganggap bahwa keberadaan laki-laki bagi seluruh wanita di dunia lewat sebagai pasangan untuk membesarkan aksi bersama. Lalu ada pula gerakan anak sebagai hal yang merepotkan. yang dinamai Reclaiming The Night yang Padahal, anak yang dibesarkan tanpa figur merupakan respon atas pemberlakuan ayah dan ibu cenderung bermasalah secara “jam malam” khusus bagi perempuan kejiwaan. Hal-hal seperti ini yang tidak di beberapa daerah. Bisa dibilang, sungguh-sungguh dipikirkan oleh sang ibu. perempuan Indonesia di masa kini sedang berada dalam masa transisi paradigma Menengok teladan Kristus gender ke arah yang lebih baik. Lantas landasan apakah yang cukup Namun demikian, ada satu hal kuat untuk membangun masyarakat Fokus yang berkeadilan bagi perempuan? Samaria. Dan pada waktu bangkit, Ia Alkitab adalah jawabannya. “Pada menampakkan diri pertama kali kepada mulanya Allah…” merupakan pondasi wanita, yang secara sosial pada masa itu, yang tak tergoyahkan setiap kali kesaksiannya tidak valid di pengadilan. Kekristenan menyapa berbagai bidang. Semua berasal dan berawal dari Allah, Injil dan kesetaraan gender termasuk laki-laki dan perempuan. Penghargaan terhadap perempuan, Alkitab memberikan kesaksian yang pertama-tama haruslah diawali dengan gamblang bahwa manusia, baik laki-laki penghargaan terhadap Allah, yang maupun perempuan, diciptakan oleh menciptakan mereka. Sebaliknya, Allah, segambar dan serupa dengan setiap perempuan haruslah pula Allah. Tanpa adanya pengakuan akan menyadari keberadaannya di mata keberadaan dan kedaulatan Allah, segala Tuhan. Sebagai umat tebusan-Nya, kita sistem pemikiran cepat atau lambat akan haruslah meneladani Sang Kristus yang, runtuh, termasuk pemikiran feminis-ateis. meskipun tidak menghukum wanita yang Tanpa penghayatan akan kedaulatan dihadapkan kepadaNya sebagai pezinah, Allah, perjuangan emansipasi berpotensi memerintahkan pertobatan dengan untuk berakhir pada pembiasan atau menyuruh wanita itu untuk “pergi dan pembablasan. jangan berbuat dosa lagi.” Dalam budaya Orang tua yang masyarakat Palestina memandang anak— Penghargaan terhadap pada abad pertama, laki-laki maupun perempuan, pertama-tama keberadaan perempuan—sebagai haruslah diawali dengan perempuan sebagai anugerah Allah untuk “mahasiswa teologi” penghargaan terhadap Allah, yang menjadi partnermenciptakan mereka. adalah mustahil, Nya dalam rangka hingga Yesus mewujudkan kerajaan datang dan menerima mereka untuk ikut Allah di bumi, akan merawat dan dalam rombongan-Nya. Demikian pula memperlakukan anak-anak mereka dengan dengan kisah Maria yang duduk di dekat bijak. Orang tua yang menjunjung nilaikaki Yesus, beberapa ahli mengaitkan nilai kebenaran Alkitab akan menolong frasa “duduk di dekat kaki” itu dengan anak-anak mereka untuk memahami “berguru,” layaknya Paulus (sewaktu masih bahwa meskipun memiliki karakteristik bernama Saulus) menjadi murid Gamaliel. yang berbeda, laki-laki dan perempuan Mungkin, Yesus adalah satu-satunya adalah setara di hadapan Tuhan, sehingga guru yang menerima murid perempuan bisa saling memperlengkapi. Anak-anak (meskipun tidak dimasukkan dalam yang diajarkan kebenaran firman Tuhan jajaran para rasul) pada masa itu. Tuhan “hormatilah ayahmu dan ibumu” akan juga dikenal banyak bersahabat dengan tumbuh dewasa dengan penghargaan yang kaum yang terpinggirkan oleh sistem sama tinggi terhadap laki-laki maupun kemasyarakatan, dan salah satunya adalah perempuan. kaum hawa. Ia tidak menolak ketika Sebagai komunitas orang-orang kakinya dibasuh oleh seorang wanita. percaya, gereja ataupun lembaga pelayanan Ia memulai percakapan dan bahkan Kristen seharusnya menjadi teladan akan berterus terang membuka identitas-Nya sebuah komunitas yang tidak mengabaikan sebagai Mesias kepada seorang perempuan kaum perempuan. Jika Alkitab diakui “ Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi 13 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA pria, ia bisa menjadi teladan dalam hal memerlakukan wanita dengan hormat. Sebaliknya jika wanita, ia bisa menjadi teladan dalam hal menjaga martabatnya sebagai wanita terhormat. Salah satu implikasi dari tiap orang yang mengutamakan kebenaran Kristus adalah memiliki sensitivitas terhadap permasalahan diskriminasi gender dan akan berupaya maksimal untuk mencari solusinya. Selama kebenaran firman Tuhan tidak diutamakan, selama itu pula perempuan akan dinomorduakan. Jika ayat-ayat kitab suci sekedar menjadi alat untuk melegitimasi kekuasaan atau piranti untuk membenarkan tradisi, maka perempuan takkan memiliki kesempatan untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan laki-laki. Pada waktu melakukan kunjungan kerja di lingkungan kantor barunya, Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ahok, meminta agar tiap area disediakan ruangan khusus bagi ibu dan anak. Sebuah kebijakan pro-perempuan yang tak terpikirkan oleh pemimpin sebelumnya. Dari satu contoh peristiwa tersebut, kita melihat gambaran nyata bahwa perbaikan terjadi karena anak-anak Tuhan seperti sang Wagub ikut melibatkan diri dalam menggerakkan dan mengarahkan roda zaman sesuai dengan prinsip-prinsip firman-Nya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memimpikan pula akan sebuah masyarakat yang berkeadilan, khususnya bagi kaum perempuan? Kiranya kita menjadi orang-orang yang mewujudkan visi keadilan Tuhan untuk masyarakat dan dunia, seperti yang difirmankanNya melalui nabi Amos: “Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.” (Ays) Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Fokus 14 sebagai standar kebenaran dan Tuhan Yesus menjadi teladan bersama, maka sudah sewajarnya gereja dan lembaga pelayanan Kristen terus menyuarakan kesetaraan gender sebagai bagian tak terpisahkan dari pemberitaan Injil. Jika ada yang menyangka bahwa kesadaran akan kesetaraan gender adalah produk budaya modern, maka sangat mungkin dia melewatkan surat Paulus kepada jemaat di Galatia, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” Bagi rasul Paulus, kesetaraan gender dan bahkan kesetaraan kemanusiaan tidak bisa dipisahkan dari pesan Injil. Ketika gereja dan lembaga pelayanan Kristen memasukkan topik-topik mengenai implikasi Injil terhadap kehidupan orang percaya dalam hal kesetaraan gender dan bagaimana seharusnya tiap keluarga menerapkan penghargaan yang seimbang terhadap anak laki-laki dan perempuan dalam rangka mendidik mereka untuk menjadi generasi yang peka gender, maka seandainya jemaat mengaplikasikan prinsip-prinsip yang diterima dalam keluarga masing-masing, sesungguhnya perbaikan kualitas hidup masyarakat sedang terjadi. Keluarga-keluarga Kristen di tengah masyarakat, mahasiswa-mahasiswi Kristen di kampus, atau alumni Kristen di tempat kerja seharusnya menjadi pionir dalam hal perjuangan kesetaraan bagi kaum perempuan. Keluarga Kristen, misalnya, bisa menjadi pendorong berkurangnya kasus KDRT di lingkungannya, setidaknya lewat teladan relasi suami-istri yang baik. Mahasiswa atau alumnus Kristen bisa menjadi contoh bagi teman-temannya dalam hal menghindari pembicaraanpembicaraan atau lelucon-lelucon yang mendiskreditkan perempuan. Jika Esther Widhi Andangsari, M.Psi., Psi: “Perempuan Itu Cenderung Ngemong” Wawancara P ertengahan Maret yang lalu, Majalah Dia menyambangi Esther Widhi Andangsari, M. Psi., Psi di kantornya untuk sedikit berbincang mengenai topik kita kali ini, yakni posisi dan peranan wanita dalam tatanan sosial-politik kita. Saat ini, beliau menjabat sebagai Kepala Laboratorium Psikologi Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Bagaimana pandangannya mengenai posisi dan peran wanita dalam masyarakat kita? Simak hasil perbincangan Majalah Dia (MD) dengan Esther Widhi (EW) berikut ini. MD: Bagaimana Anda melihat posisi perempuan di Indonesia sekarang ini? EW: Aku sih melihatnya lebih baik ya daripada zaman dulu, mungkin zaman mantan Presiden Suharto, di mana ada posisi-posisi tertentu yang dilarang diisi oleh perempuan. Menurutku, justru perempuan di Indonesia saat ini mendingan lho, apalagi kalau dibandingkan negara lain, misalnya di Malaysia. Sewaktu ngobrol-ngobrol dengan teman-teman asal Indonesia yang tinggal di sana, mereka bilang di sini posisi perempuan secara sosial lebih mendingan. Apalagi dibandingkan dengan negara-negara yang bahkan perempuan tidak boleh sekolah atau menyetir mobil. Indonesia mendingan, karena kita pernah punya Presiden seorang perempuan. Selain itu juga ada perempuan yang menduduki posisi bergengsi seperti Dirut Pertamina misalnya. Kemudian, ada kesadaran negara untuk memberlakukan kuota perempuan di DPR. Menurutku, itu hal Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi yang menggembirakan. Guru perempuan lumayan banyak, kepala sekolah juga, dosen apalagi. Bahkan, kalau aku membimbing skripsi atau mengadakan penelitian, aku mendapati jumlah perempuan yang bekerja semakin banyak. Data statisik di BPS juga begitu. Artinya, secara kehidupan sosial masyarakat di indonesia, perempuan sudah mendapat tempat. Aku kan “roker” alias rombongan kereta. Tiap kali naik commuterline di jam-jam kerja, aku melihat banyak sekali perempuan dengan pakaian pekerja kantoran. Rieke yang kemarin mencalonkan diri sebagai Gubernur Jabar, meskipun gagal tapi kan mendapat suara terbanyak kedua. Itu berarti Riekenya sebagai perempuan berani mengajukan diri, partainya mau mengusung, dan masyarakatnya juga mendukung, terlepas dari pasangannya, Teten Masduki, yang dikenal integritasnya lumayan. Masyarakat terutama di perkotaan sudah mulai sadar bahwa kita tidak bisa lagi membedakan perempuan atau laki-laki untuk posisi tertentu. 15 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA 16 Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada berita mengenai pelecehan seksual atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang korbannya mayoritas perempuan. Itu memang sisi buruk dari kehidupan perempuan di Indonesia. Lalu bagaimana TKI diperlakukan di negara di orang lain. Itu memang terjadi di negara lain, tapi bagaimana petugas di sini mempersiapkan mereka supaya jangan sampai diperlakukan buruk di sana. Kalau ada hal-hal buruk yang terjadi pada perempuan, menurutku sih, kita juga harus fair bahwa tidak hanya di Indonesia yang begitu. Di luar negeri juga banyak, di India bahkan lebih parah.Mahasiswa kami yang kemarin diperkosa lalu dibunuh di angkutan umum itu kan lantas orang jadi tertarik dan sangat peduli, kemudian aparat kan bertindak cepat dan langsung menangkap pelakunya. Itu menurutku menunjukkan negara berusaha juga untuk melindungi perempuan. Kitanya jangan terlalu pesimis. MD: Apa sih yang membuat masyarakat masih memandang perempuan sebelah mata? EW: Aku coba sorot tentang bagaimana pola asuh dalam keluarga. Sebetulnya itu yang sangat inti dalam negara, karena keluarga kan tiang negara. Kalau keluarganya berantakan, negaranya pasti juga berantakan. Menurutku, yang membuat masyarakat mungkin tidak terlalu benar memperlakukan perempuan dan bagaimana perempuan mematutkan dirinya supaya dihormati orang, ya interaksi di keluarga.Contohnya KDRT. KDRT itu kebanyakan terjadi karena memang pola asuh sebelumnya begitu, jadi ayahnya dengan sangat vulgar meng“KDRT” istrinya di depan anak-anaknya tanpa ada penjelasan. Perilaku itu lebih kuat pesannya daripada perkataan, sehingga anak akan berpikir bahwa itu perilaku yang pantas untuk dilakukan di kemudian hari. Contoh lain, bagaimana keluarga terlalu membedakan laki-laki dan perempuan. Kultur kita sebenarnya baik, tapi mungkin penafsiran dan penerapan kulturnya yang salah, misalnya laki-laki tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah. Di kebanyakan keluarga kita, perbuatan yang bagus jarang sekali dipuji, sedangkan perbuatan yang buruk akan segera dicela. Tingkat penghargaan terhadap prestasi antara anak laki-laki dengan anak perempuan juga kadang Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Wawancara Sedangkan di daerah pedesaan atau perkampungan, mungkin kita perlu telusuri lebih jauh, karena ada konsepsi kultur, penghargaan kepada laki-laki masih lebih tinggi. Tapi kalau kita diskusikan lebih lanjut, kalau dipikir-pikir ya, sebenarnya penghargaan secara budaya terhadap perempuan itu lumayan juga lho. Salah satunya tradisi suamiku yang berasal dari kultur Karo, justru mereka sangat segan dengan keluarga dari pihak perempuan, meskipun menggunakan sistem kekeluargaan dari laki-laki/ patrilineal. Mereka menyebut pihak keluarga istri dengan sebutan Kalimbubu. Kalimbubu itu posisi yang dihormati. sangat dibedakan. Wawancara MD: Ada yang mengatakan bahwa perempuan lebih bisa menalar karena memiliki emotional intelligence yang lebih kuat. Benarkah demikian? EW: Memang sih ada yang bilang rasional lebih banyak dipakai oleh pria, sementara sisi afeksi atau emosional lebih banyak dipakai wanita. Tetapi ada juga pandangan yang mengatakan bahwa manusia tidak bisa hanya mengandalkan salah satu, melainkan keduanya harus berjalan bersama. Cuma memang betul sih, banyak studi eksperimenter yang menyimpulkan bahwa terlihat sekali perilaku pria sangat dikendalikan oleh rasionalitasnya dalam pengambilan keputusan, sementara perempuan lebih banyak di emosionalnya. Lihat saja, kalau ada masalah kan perempuan cenderung ingin curhat lebih dulu, baru memikirkan solusinya. Sementara laki-laki tidak menganggap curhat itu penting, tapi solusinya yang lebih penting. Makanya laki-laki lebih banyak diam dan perempuan lebih banyak “ribut.” Tapi ya, desainnya Tuhan kan begitu. Itu juga tidak bisa disalahkan. Jadinya malah indah kalau dipikir-pikir. MD: Dengan kebebasan yang diberikan lewat Otonomi Daerah, tiap Pemerintah Daerah mengeluarkan Perda-perda yang beberapa di antaranya justru seperti mengekang perempuan, seperti larangan untuk keluar rumah setelah jam dua belas malam atau larangan membonceng menghadap ke depan bagi perempuan. Ada pendapat soal ini? EW: Waktu tahu ada Perda-perda seperti itu, rasanya geli. Mungkin maksudnya ingin melindungi, tapi kok jadinya malah mengerangkeng tidak karu-karuan dan membuat nilai bahwa perempuan itu Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi Aktivis perempuan mendemo Perda bias gender/okezonenews.com hanya serendah itu. Hanya dibuatkan aturan seperti itu lalu akan selamat. Aku sebagai orang psikologi melihat kesejahteraan psikologis perempuan benarbenar tidak terpenuhi. Itu kan Kenapa harus itu yang dipikirkan? Kenapa ke situ arahnya? Yang membuat Perda juga tidak beres cara berpikirnya menurutku. MD: Tapi pada waktu diwawancara di televisi, ada juga beberapa warga perempuan yang setuju. EW: Aku yakin pasti ada yang akan setuju. Karena kebanyakan orang lebih peduli terhadap ritual daripada spiritual. Yang penting doa tiga kali sehari daripada menghayati apa yang didoakan. Semua hanya ritual saja, tapi esensinya tidak ada. Sebenarnya juga kalau tidak di-Perdakan, orang juga tahu kok. Misalnya, ngapain sih keluar jam dua belas malam kalau tidak ada keperluan yang sangat penting? Jadinya malah menunggu ada aturan resmi baru bisa bertingkah laku. 17 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Membonceng dengan duduk menyamping justru risikonya lebih besar, karena susah menjaga keseimbangan. Aku pernah dibonceng menyamping, jalannya malah oleng, akhirnya yang memboncengkan justru memintaku gantian duduk di depan. 18 EW: Menurutku, masyarakat kita terlalu cepat mengalihkan isu. Isu utamanya kan ada kejadian kekerasan seksual, kenapa dibelokkan dengan mem-victim-kan kembali si korban? Itu yang menurutku kebiasaan negara atau masyarakat untuk mengalihkan isu.Wong pemerintahnya hobi kok mengalihkan isu. Apalagi yang bicara figur publik. Jika memang benar perempuan punya andil, berapa persen sih andilnya? Artinya, apakah ada korelasi secara ilmiah, gara-gara pakaian seksi lantas pelakunya terangsang? Masak sih gara-gara pakaian doang? Atau pikiran pelakunya yang memang jorok? Menurutku sih, variabelnya tidak langsung. Sudah salah kaprah, menurutku. Di Spanyol, misalnya, atau di negara-negara lain yang pakaian perempuannya lebih sweksi, tingkat pemerkosaannya justru rendah sekali. Di sini ada kasus pemerkosaan yang korbannya justru memakai jilbab lho. Dilecehkan juga tuh. Memang kebiasaan mereka mengalihkan isu. Padahal mereka pemimpin negara. Mbok ya ada sedikit empatinya. Bagaimana kita mau mencetak pemikiran yang lebih fokus pada persoalan inti, bukan luarnya saja. Juga pemikiran yang tiga dimensi, alias menyeluruh. Empatinya tidak jalan tapi jadi pemimpin. Wawancara MD: Bagaimana tentang pejabat publik atau orang yang justru menuduh korban “mengundang” terjadinya pelecehan karena cara berpakaian yang tidak pantas? Ester Widhi Andangsari, M.Psi., Psi. MD: Apa yang membuat kebanyakan perempuan masuk ke bidang-bidang sosial atau pendidikan, dan enggan masuk ke dunia politik? EW: Kalau dilihat dari ciri khas, salah satu pengaruhnya menurutku adalah perempuan itu cenderung nurturing atau ngemong, sehingga cukup banyak bidang pekerjaan yang dilirik adalah yang menuntut nurturing yang kuat. Jadi kalau ada perempuan yang memberanikan diri masuk ke dunia politik, itu berarti selain nurturing, dia punya power yang lebih. Dan, kemungkinan besar perempuan bisa begitu karena social support-nya bagus, entah dari suami, keluarga, atau perkumpulan yang sering dihadiri. Bisa jadi juga karena ia ingin fokus lebih memperhatikan keluarga. Ditambah lagi, politik di media diperlihatkan dengan gambaran yang tidak bagus, oportunis, makan teman, tidak berpihak pada yang Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Wawancara membutuhkan. Buat perempuan, itu sudah melawan sifat nurturing-nya. Maka, sebagai orang-orang yang kuat nurture-nya, perempuan cenderung melindungi yang bisa dia lindungi saja. Yang sudah di luar jangkauan akan dibiarkan saja. MD: Bagaimana dengan wanita yang bekerja di masa kini? EW: Di satu sisi, positifnya adalah bahwa posisi perempuan diakui. Tapi di sisi lain juga ada yang kebablasan. Cukup banyak perempuan yang tidak bersepakat dengan MD: Padahal kalau perempuan bisa jadi panggilan luhurnya. Kalaupun dia bekerja, anggota dewan, pasti akan lebih nurture tetap harus ada kesepakatan dengan orang konstituennya kan? di rumah. Cukup banyak perceraian terjadi. Angka perceraian di Indonesia EW: Betul, mungkin perlu ada makin tinggi, bahkan tertinggi se-Asia pengaderan. Tapi faktor panggilan hidup Pasifik, sekitar 200 ribu kasus per tahun. juga perlu dipertimbangkan. Ketika Alasannya macam-macam. Dalam studi negara memang memberikan kesempatan, yang sempat kami lakukan, salah satunya memang seharusnya diisi. Jangan sampai alasan finansial. Gaji suami lebih rendah yang mengisi malah orang-orang tidak daripada istri, misalnya. Alasan lain, jelas yang oportunis. Tapi aku juga tidak istri tidak dibiarkan untuk bekerja, jadi setuju kalau kita membentuk partai lagi. menuntut untuk bisa bekerja, ingin punya Harusnya kita kemandirian kan penetrasi saja finansial, dan Ketika negara memang memberikan ke parpol-parpol sebagainya. Justru kesempatan, memang seharusnya diisi. yang ada. alasanadanya Jangan sampai yang mengisi malah orang- orang ketiga tidak MD: Bagaimana orang tidak jelas yang oportunis. banyak lho. Itu Alkitab artis saja yang mengajarkan gembar-gembor kepada kita tentang perempuan? alasannya seperti itu. “ EW: Kalau kita mau telaah tokoh seperti Ester misalnya, dia cerdas dan berani, terutama di adegan di mana dia menghadap raja tanpa dipanggil.Tentu itu atas prakarsa Mordekhai ya. Menurutku dia contoh orang yang memberanikan diri masuk ke sesuatu yang bagi banyak perempuan untouchable, karena dia jelas apa yang mau diperjuangkan.Kalau di Perjanjian Baru, aku banyak belajar dari Efesus, bagaimana suami harus mengasihi istri dan seterusnya. Di Alkitab sebetulnya jelas sekali ditegaskan bahwa tidak pernah sedikitpun Alkitab menganggap perempuan itu posisinya nomor dua. Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi MD: Kalau alasan perceraian karena KDRT banyak juga? EW: Banyak juga. Aku kan juga mengamati tentang KDRT dan itu memprihatinkan. Itu sebenarnya agak membingungkan juga. Perempuan semakin bagus posisinya, tapi tingkat KDRT tidak berkurang juga. KDRT sendiri kasusnya juga banyak. Kalaupun wanita bekerja, sebenarnya kuncinya adalah kesepakatan dengan pasangan atau keluarganya. Memang agak susah kalau ingin mengejar dua-duanya sih. 19 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA MD: Kebanyakan keluarga sekarang ini mempekerjakan pengasuh bayi karena kedua orang tuanya bekerja. Bagaimana hal itu memengaruhi perkembangan anak? 20 Mengurus anak itu bukan tugas perempuan saja, walaupun nurture-nya ada di ibu. Harus dua-duanya, karena secara psikologis anak itu sehat ketika dia melihat peran ayah dan peran ibu secara bersamaan. Bukan salah satu dihilangkan atau salah satu diunggulkan. Jadi kalau perempuan ingin bekerja, harus ada kesepakatan dengan suami untuk pembagian waktu dan peran di rumah. Contohnya aku dan suamiku, yang banyak di kantor aku, sedangkan suamiku justru lebih banyak di rumah. Ini masalah komunikasi. Nah, perceraian itu kebanyakan terjadi karena masalah komunikasi, selain finansial tadi. Kalau aku sekarang tidak hanya concern dengan KDRT tapi juga KDP, alias Kekerasan Dalam Pacaran. Kebanyakan korban kekerasan dalam pacaran yang masih tetap berhubungan ternyata sudah terlanjur melakukan hubungan intim dengan pasangannya. Kalau bukan itu, yang paling memungkinkan adalah bentuk kekerasan itu dianggap bukan kekerasan lagi karena saking kerapnya muncul. Misalnya, ketika pacaran dimaki-maki, itu dianggap bukan kekerasan (verbal) lagi. Generasi sekarang itu generasi yang sudah terbiasa dengan perilaku-perilaku kekerasan. Sehingga tidak sensitif lagi ketika orang lain butuh pertolongan dan sebagainya. Makanya, orang tua yang Tantangan orang tua zaman ini makin besar. Aku sering diskusi dengan suamiku soal anak-anak kami yang masih kecil dan kebetulan keduanya perempuan, lima belas tahun lagi, apa yang akan terjadi ketika mereka dewasa? Apa yang akan jadi bekal mereka kelak? Jadi jago bahasa Inggris atau Matematika saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Maksudnya, akal budi, takut akan Tuhan, menghargai manusia, kebaikan hati. MD: Ada pesan untuk (khususnya mahasiswa) perempuan? EW: Berlakulah seperti perempuan yang terhormat. Optimalkan sifat nurturing tapi jangan sampai menjadi perempuan yang lembek. Karena perempuan yang tangguh akan menjadi cerminan bagi anakanaknya kemudian. Anak-anak akan bisa lihat perempuan tangguh yang penyayang itu justru dari ibunya, bukan dari orang lain. Itu sangat sesuai dengan panggilan bagi perempuan yang ada di dalam Alkitab. Pilihlah pasangan hidup yang benar, yang baik, sehingga bisa bersepakat dengan pasangannya nantinya bagaimana mereka akan membentuk keluarga. Harus punya konsep diri yang kuat, sehingga tidak akan berpasangan dengan orang yang “aneh.” (ays) Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Wawancara EW: Memang anak-anak yang pada masa kecilnya lebih banyak diasuh oleh pengasuh dan bukan orang tuanya sendiri, emosinya ketika besar tidak terlalu bagus. Ada dua tipe: yang pertama ingin semua keinginannya dituruti, yang kedua justru tidak berani bersuara. punya anak perempuan, didiklah mereka menjadi perempuan yang tangguh tapi tidak kehilangan jati dirinya sebagai seorang perempuan. Desainnya Tuhan kan begitu ya, perempuan lebih kuat pada nurturingnya. Caranya bagaimana? Ya jadilah orang tua yang sesuai panggilan itu. Jadilah ayah yang bisa memberikan nasehat atau pandangan yang menyeluruh dan jadilah ibu yang penyayang. Maksudnya bukan penyayang yang suka memanjakan anak-anaknya dengan materi sebagai kompensasi rasa bersalah karena sering meninggalkan anak-anaknya ya. Ia Dinamai “Perempuan” Sudut Pandang Christiany Juditha, S.Sos.* Laki-Laki dan Perempuan = Sepadan “Wanita diciptakan dari tulang rusuk pria, bukan dari kepalanya untuk jadi atasannya, bukan pula dari kaki untuk dijadikan alasnya, melainkan dari sisinya untuk jadi teman hidupnya, dekat dengan lengan untuk dilindungi dan dekat dengan hatinya untuk dicintai.” S ebait puisi di atas merupakan puisi yang sangat terkenal yang dibuat oleh Kahlil Gibran. Jika coba dikaji secara mendalam, baitbait ini mirip dengan apa yang disampaikan Alkitab dalam Kejadian 2:18, yaitu Tuhan Allah berfirman : “Tidak baik kalau manusia seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Ayat tersebut di atas mengandung arti yang sangat jelas bahwa Allah tahu bahwa manusia pertama (Adam) itu tidak akan hidup sendiri, tidak akan kesepian, dan tidak akan bekerja sendiri. Karena itu, Allah menjanjikan akan memberikannya pasangan, teman hidup yang “sepadan.” Arti sepadan menurut kamus bahasa Indonesia, pertama adalah ekuivalen, proporsional, sama, sebanding, sederajat, seimbang, sejajar, sekelas, selevel (cak), sepasang, setakar, setara, setimbal, setimbang, setingkat, setolok, seukur dan yang kedua adalah cocok, selaras, serasi. Artinya teman Adam yang dijanjikan Allah itu yang kemudian diberi “label” perempuan bernama Hawa itu adalah sosok yang benar-benar tepat dan seimbang bagi Adam. Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi Dari sinilah sebenarnya dapat ditarik benang merah bahwa Adam dan Hawa sama-sama memiliki derajat yang tiada berbeda di mata Allah: sama-sama unik, sederajat, sebanding. Jika demikian, mengapa “derajat” ini selalu menjadi pertentangan di sepanjang sejarah dunia? Budaya Membentuk Ketidaksetaraan Laki-Laki dan Perempuan Dalam banyak budaya tradisional di dunia, tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan perempuan ditempatkan pada posisi kedua setelah laki-laki. Fungsi dan peran yang diemban perempuan dalam masyarakat tersebut secara tidak sadar dikonstruksikan oleh budaya setempat sebagai warga negara kelas dua yang melahirkan terjadinya bias gender dalam masyarakat. Memang, ada perbedaan-perbedaan kodrati antara perempuan dan laki-laki secara jenis kelamin dan konstruksi tubuh, namun dalam konteks budaya peran yang diembannya, haruslah ia memiliki kesetaraan dengan laki-laki. Namun, yang terjadi justru budaya setempat melazimkan ketidaksejajaran peran antara laki-laki dan perempuan tersebut terkait dalam kehidupan keseharian. 21 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang 22 Sugiah (1995) berpendapat bahwa di Banyaknya ketidaksetaraan ini pada dalam masyarakat selalu ada mekanisme akhirnya memunculkan gerakan feminis yang mendukung konstruksi sosial budaya yang menggugat dominasi laki-laki atas gender. Misalnya, menganggap peran perempuan. perempuan di dalam rumah (dapur, mengurus anak, dan lain-lain), sementara Kesetaraan Gender yang Mana yang laki-laki di luar rumah (bekerja, mencari Harus diperjuangkan? nafkah). Mengganggap perempuan Perjuangan para feminis dalam adalah mahluk yang lemah sedangkan sejarah patut tetap dihargai sebagai laki-laki adalah makhluk yang kuat. Hal sebuah pendobrakan atas ideologi budaya ini juga berlaku bagi anak-anak (laki-laki ketidakseraan gender yang telah terbentuk dan perempuan). Anak laki-laki tidak selama berabad-abad. Namun, harus tetap boleh menangis, yang boleh menangis diingat bahwa tidak semua kesetaraan hanya anak perempuan. Atau, anak tersebut harus diperjuangkan. Ambil perempuan harus bermain boneka, contoh feminisme liberal yang tidak masak-masak dan permainan lain yang sedikit dianut oleh wanita modern yaitu identik dengan permainan perempuan, menciptakan sikap kelaki-lakian dalam sementara sebaliknya anak laki-laki diri mereka, mulai dari cara berpakaian, dilarang melakukan hal serupa seperti penampilan diri, dan gaya hidup, seperti anak perempuan lebih senang bergaul karena takut dengan laki-laki, ketularan menjadi merokok, minum keperempuanminuman keras, dan perempuanan. lain-lain. Bahkan Dalam keluarga juga sampai pada taraf secara tidak sengaja di mana perempuan dilakukan pembagian tidak lagi tertarik kerja berdasarkan kepada pria, tetapi jenis kelamin. lebih tertarik kepada Anak perempuan sesama jenisnya Anak-anak dan mainan mereka/john membantu (lesbian) dengan ibu memasak, alasan tidak ingin sedangkan anak laki-laki membantu ayah menikah dengan laki-laki agar tidak mengerjakan pekerjaan ayah yang identik dikuasai dan ditindas oleh kaum laki-laki. dengan laki-laki. Tentu perjuangan feminisme/kesetaraan Pewarisan nilai-nilai ini yang terus gender model ini sangat keliru dan tidak disuburkan sehingga membentuk aturansejalan dengan apa yang dikatakan dalam aturan aturan yang tidak boleh dilanggar Alkitab. Namun, perjuangan feminisme karena dianggap melanggar nilai budaya. yang positif untuk kepentingan orang Konsep inilah yang menurut Matsumoto banyak, bangsa dan negara tentu jauh lebih berharga dan penting sekaligus (1996) yang dikenal dengan ideologi peran gender, sehingga secara nyata “tidak berdosa.” konstruksi budaya memiliki kontribusi Jika menoleh ke belakang pada yang kuat dalam memposisikan peran sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa laki-laki-perempuan. Budaya yang Indonesia, kita perlu berbangga memiliki mengakar kuat di dalam masyarakat ini perempuan-perempuan seperti Kartini, pula yang kemudian dilegalkan ke dalam Dewi Sartika, dan lainnya, yang telah beberapa aturan pada sebuah negara ikut berjuang sehingga derajat kaum sehingga memosisikan kaum perempuan perempuan dan laki-laki menjadi sama. menjadi semakin termarginalkan. Ada juga Cut Nya Dien, Christina Marta Sudut Pandang Tiahahu, dan perempuan-perempuan lain yang tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa, yang merupakan sosok-sosok perempuan yang telah menunjukkan diri untuk berjuang sama seperti apa yang diperjuangan kaum lelaki di negeri ini, yaitu untuk menjadikan bangsa ini menjadi lebih baik dan keluar dari belenggu penjajahan. Hal ini juga menjadi patokan bahwa perempuan Indonesia bisa keluar dari belenggu ideologi tidaksetaraan gender yang telah mengkristal di sepanjang sejarah bangsa. Apa yang dilakukan mereka itulah yang patut dicontoh bagi kaum perempuan lainnya di Indonesia, termasuk kita. Dalam Alkitab juga banyak diceritakan tentang kaum perempuan yang memiliki talenta untuk membangun bangsanya. Sebut saja Ester, ratu yang cantik jelita, anak angkat Mordekhai (Ester 2:7). Dalam proses pemilihannya menjadi ratu pengganti Wasti, ia juga mengalami pendidikan dan pelatihan yang tidak mudah. Dalam kapasitasnya sebagai permaisuri raja Ahasyweros, ia tetap mengasihi bangsanya, orang Yahudi yang pada waktu itu menjadi tawanan Persia. Tatkala bangsanya menghadapi ancaman yang mengerikan, ia tampil sebagai pembela dan pahlawan pembebas walaupun nyawanya sebagai taruhannya (Ester 7:6). Ada juga Debora yang merupakan seorang nabiah sekaligus hakim termasyhur yang memberi nasihat dan keadilan kepada umat Israel, dan banyak lagi contoh-contoh perempuan dalam Alkitab yang tidak tinggal diam, tetapi ikut berjuang dan memberi sumbangsih bagi kemajuan bangsanya. Jangan sampai juga melupakan bahwa perempuan tetaplah perempuan yang masih mempunyai kodrat keperempuanan. Tuhan juga tidak pernah mengubah perempuan menjadi laki-laki. Karena itu, perempuan tetap harus menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sebagai perempuan Indonesia yang santun, bertatakrama dan tetap menghargai nilai kebudayaan. Sekalipun telah mengecap kemajuan, Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi para perempuan semestinya tidak melupakan kaum lain yang tertindas dan terbelakang dengan peduli dan peka menolong mereka dengan berbagai usaha yang dapat dilakukan, seperti ikut peduli terhadap perlindungan hukum bagi kaum perempuan dari pelecehan dan tindakan kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan oleh kaum laki-laki, juga tetap berjuang agar hak-hak perempuan tetap dapat terpenuhi. Perjuangan Belum Berakhir, Lakukan Sesuatu! Jalan telah terbuka. Perjuangan telah lama dilakukan bahkan sampai sekarang masih terus berlangsung dan belum berakhir. Tugas kita sekarang adalah terus memajukan dan melanjutkan perjuangan itu. Begitu banyak peluang dan kesempatan yang ada, yang menuntut kita untuk berkarya dan membuktikan bahwa perempuan bukan kaum yang lemah, cengeng, dan mudah menyerah. Tetapi sebaliknya, dia adalah sepadan dan setara dengan laki-laki. Sehingga juga mampu bersama kaum laki-laki untuk berjuang bersama. Menjadi istri yang baik bagi suami, menjadi ibu yang mampu mendidik anak-anak menjadi manusia yang berkualitas, menjadi karyawati yang rajin dan dapat diandalkan di tempat kerja, menjadi pelayan Tuhan di gereja dan persekutuan yang bisa menjadi teladan. Mungkin terkesan klise, tapi ingatlah selalu, wahai kaum perempuan, bahwa apapun profesimu saat ini, mari mengerjakannya untuk kebaikan orang banyak. Karena Tuhan telah memberikan nama baginya sebagai “Perempuan.” * Peneliti BBPPKI Makassar, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, melayani di PAK Perkantas Sulawesi Selatan 23 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Menjadi Wanita Kristen yang Bijak di Bumi Pertiwi Chakrita Margaretha Saulina Tambunan, ST* 24 Paulus: mendobrak stereotip gender “Ideologi” berikutnya yang sangat membentuk pandangan saya tentang peran seorang wanita di dalam tatanan kehidupan keluarga dan masyarakat tentunya adalah prinsip-prinsip Alkitab tentang kesetaraan gender. Di dalam sejarah, kita bisa melihat bagaimana kekristenan menjadi pelopor pertama lahirnya kesetaraan gender sejak era Perjanjian Baru dimulai, di mana pada saat itu, isu kesetaraan gender merupakan sesuatu yang counter cultural. Bagi orang Yahudi ketika itu, wanita adalah lower class citizen, begitu juga dengan pandangan orang Yunani terhadap wanita. Di tengah-tengah pandangan yang demikian, Paulus mengatakan: “Dalam hal ini tidak lagi diadakan perbedaan antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi, antara hamba dan orang bebas, antara lakilaki dan perempuan. Saudara semuanya satu karena Kristus Yesus” (Galatia 3:28). Bagi sebagian orang, ayat ini hanya bicara tentang status di dalam Kristus yang tidak terkait dengan isu gender, anti perbudakan, atau rasisme. Namun, justru di dalam ayat ini Paulus sedang menegaskan suatu prinsip kesetaraan yang penting di dalam Kristus yang mendobrak dan menghancurkan tembok-tembok perbedaan status tuan-hamba, pria-wanita, Yahudi-Yunani di masa itu. Di dalam Roma 16:1-16, kita pun dapat melihat bagaimana Paulus sangat mendukung peran wanita sebagai pemimpin dan pelayan di gereja mula-mula dengan menyebutkan nama-nama mereka sebagai rekan sekerjanya: Febe (sebagai diaken di Kengkrea), Priskila, Maria, dan bahkan Yunias. Tentunya penghargaan Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang S ebagai seorang wanita Kristen yang lahir dan besar di Indonesia, tentunya ada dua “ideologi” yang memengaruhi bagaimana saya melihat peran wanita di dalam masyarakat dan gereja. Yang pertama adalah budaya patriarkal yang masih mengakar sangat dalam di Indonesia pada umumnya, dan di dalam budaya suku-suku di Indonesia khususnya. Di dalam budaya yang demikian, kita tidak bisa pungkiri terdapat unsurunsur yang membuat wanita menjadi “masyarakat kelas dua” jika dibandingkan dengan pria. Di dalam budaya ini, ada tingkat “ketertundukan” tertentu dari wanita terhadap posisi pria sebagai pemimpin dan ekspektasi tertentu terhadap peran seorang wanita di dalam sebuah keluarga, seperti harus bisa mengurus rumah dan mengurus keperluan anak. Sehingga stereotip yang ada adalah pria sebagai pemberi nafkah dan wanita mengurus urusan “dapur.” Jika seorang wanita tidak memenuhi salah satu dari ekspektasi di atas (contoh sederhana: wanita yang tidak pandai memasak), masyarakat umumnya akan menilainya sebagai seorang wanita yang keluar dari “kodratnya.” Sudut Pandang yang demikian terhadap peran dan posisi wanita sangat bertentangan dengan pandangan masyarakat Yahudi dan Yunani terhadap posisi wanita di dalam tatanan sosial masyarakat dan ritual keagamaan mereka. berita Injil, tetapi juga mengangkat harkat dan martabat wanita ke tempat yang terhormat sebagaimana Tuhan tidak memandang gender, status sosial, atau etnisitas seseorang. Kekristenan mendobrak praktik-praktik atau budaya yang menganggap wanita sebagai kelas rendahan. Kristus dan perempuan Kita perlu menggarisbawahi bahwa tidak hanya Paulus yang mendongkrak Menyadari keunikan wanita posisi dan popularitas wanita di dalam Kedua ideologi diatas (prinsip masyarakat ada masa itu, tetapi juga Kekristenan dan bidaya patriarkal) kitab-kitab injil seperti Markus dan Lukas. tentunya seperti “berperang” satu sama Lukas di dalam injilnya menyebutkan lain, yang mendorong seorang wanita untuk berpikir keras dan bertindak bijak 16 nama wanita yang tampil sebagai contoh teladan murid Kristus yang sejati. di dalam menjalani perannya, terutama sebagai seorang wanita Kristen yang Yesus sendiri dicatat (Lukas 8:1-31) menerima dukungan material dari para hidup dengan budaya patriarkal yang wanita di dalam kental seperti pelayanannya, di Indonesia. Yesus dan Kekristenan yang lahir paska Wanita perlu dan itu bukanlah kebangkitan-Nya tidak hanya menjadi kabar menyadari sesuatu yang lazim dilakukan baik bagi dunia dengan berita Injil, tetapi bahwa ada oleh seorang pria juga mengangkat harkat dan martabat hal-hal khusus Yahudi di dalam wanita ke tempat yang terhormat. yang Tuhan abad pertama. anugerahkan Perikop yang hanya kepada sama juga mencatat nama Yohana istri para wanita yang menyebabkan setiap Khuza, pegawai istana Herodes; Susana, wanita hadir dengan keterbatasandan Maria Magdalena sebagai wanitaketerbatasan khusus (contoh: kendala wanita yang mengiringi pelayanan Yesus yang dialami ketika menstruasi dan di Galilea bersama dengan kedua belas keterbatasan fisik ketika mengandung murid. Yesus juga menerima wanita atau paska melahirkan) ataupun sebagai muridnya (walaupun tidak kekuatan-kekuatan yang spesial (contoh: termasuk di dalam kedua belas murid/ melahirkan, menyusui, dan membesarkan rasul) seperti Maria dan Martha (Lukas anak) yang membuat wanita memang 10:38-42), di mana seorang Rabbi di masa berbeda dengan pria, sehingga ada aspekitu umumnya tidak memiliki murid/ aspek yang membuat wanita perlu untuk pengikut wanita. diperlakukan berbeda (contoh: hanya Data-data dari Alkitab tersebut di wanita yang mendapat cuti melahirkan). atas membawa kita kepada kesimpulan Tetapi perbedaan itu seharusnya bahwa Yesus dan Kekristenan yang lahir tidak membuat wanita dianggap nomor paska kebangkitan-Nya tidak hanya dua seperti halnya perbedaan gaji antara menjadi kabar baik bagi dunia dengan “ Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi 25 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Menjadi wanita yang bijaksana Oleh karena itu, hikmat untuk menjadi bijaksana menjadi sangat penting bagi seorang wanita di dalam menata kehidupannya, terutama di dalam budaya patriarkal yang kental seperti di Indonesia, sehingga dirinya mampu keluar dari bayang-bayang “penjajahan” pria tanpa harus memungkiri keunikannya sebagai wanita (tanpa harus kebablasan). Kebijaksanaan seorang wanita dalam menampilkan kekuatan-kekuatan mereka tanpa memungkiri keterbatasanketerbatasan yang mereka miliki sehingga tahu bagaimana bertindak, berkatakata, dan mengambil keputusan dengan tepat di dalam konteks mereka masingmasimg (termasuk jika peran itu adalah mendukung seorang pria) menjadi modal yang besar sebagai wanita untuk membawa banyak kontribusi bagi dirinya sendiri, keluarga, bangsa, dan dunia! *Staff Siswa Perkantas Jakarta, saat ini sedang menyelesaikan studi Magister Divinitas di Acadia Divinity College, Canada Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang 26 wanita dan pria di dalam posisi pekerjaan yang sama, atau wanita dianggap tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaanpekerjaan tertentu. Wanita juga tidak perlu mempraktikkan emansipasi yang kebablasan, seperti hanya mementingkan karier sehingga lupa untuk mengurus keluarga dan anak-anak di rumah (walaupun dalam mengurus rumah tangga tentunya diperlukan kerja sama diantara istri dan suami) atau menganggap menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah profesi yang rendahan di era modern ini. Justru ada banyak ibu-ibu rumah tangga yang menjadi tokoh penting di belakang keberhasilan suami dan anak-anak mereka. Di lain pihak, pandangan bahwa wanita hanya bisa mengurus urusan “dapur” dan tidak bisa menduduki posisi penting di masyarakat ataupun gereja karena dianggap tidak mampu juga tidak tepat. Terbukti dari tokoh-tokoh seperti Marie Curie, Corazon Aquino, Mother Teresa, Indira Gandhi, Sandra Day O’Connor, dan Eleanor Roosevelt, yang menjadi teladan bagaimana wanita dapat menjadi seseorang yang punya peran besar untuk bangsa mereka dan bahkan dunia. Partisipasi Perempuan Bagi Pembangunan Bangsa Sudut Pandang Fitriana Yuliawati Lokollo, SKM, M.Kes.* K ata “politik” berasal dari kata Yunani, Po’lis yang berarti kota. Dalam perkembangan berikutnya kota memperluas diri atau menyatukan diri, kemudian disebut negara. Sebagai ilmu, politik merupakan analisa tentang pemerintahan, proses-proses di dalamnya, bentuk-bentuk organisasi, lembaga-lembaga dan tujuannya (William Ebenstein; Political Science, 1972. p.309). Dalam bentuk yang lebih operasional, politik merupakan pembuatan keputusan yang dilakukan masyarakat; suatu pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakankebijakan publik (Joice & William Mitchel; Political Analysis and Public Policy, 1969. p. 4). Politik merupakan pengaturan yang menyangkut hajat hidup manusia, kepentingan masyarakat, termasuk kepentingan kelompok-kelompok di dalamnya. Dalam perspektif ini, kebutuhan mengenai peraturan (regulasi), pengatur (regulator) dan pelaksana (eksekutor/pemerintah) adalah mutlak. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah membutuhkan berbagai kebijakan publik sesuai dengan tujuannya. Berdasarkan kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan itu, muatan atau warna politik dari suatu pemerintahan akan terbaca. Maka, tidaklah salah jika dikatakan bahwa tiap kebijakan atau peraturan yang keluar dalam suatu negara merupakan produk politik dari rezim yang sedang berkuasa. Di sinilah titik krusial dari Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi politik itu, karena subjektivitas akan mempengaruhi, terutama jika kekuasaan menguat pada seseorang atau sekelompok orang. Para penguasa pada rezim tersebut akan mempengaruhi rumusan dan muatan dari suatu kebijakan publik atau peraturan yang keluar pada masa pemerintahannya. Lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat (terutama kelompok kepentingan, termasuk lembaga keagamaan) merupakan kekuatan tersendiri untuk mempengaruhi kebijakan publik. Lembaga yang ada itu dapat mendengar dan menyalurkan aspirasi yang ada pada masyarakat, sehingga dapat memberikan pressure kepada penguasa untuk memberi perhatian atau mengeluarkan kebijakan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Keterlibatan politik secara kritis dari lembaga atau kelompok kepentingan dalam masyarakat akan menjadi sarana dan alat yang sangat efektif untuk mengontrol pemerintah, sehingga batas etik kekuasaan tetap terjaga. Keterlibatan tersebut jika dilakukan secara berkesinambungan akan membuat suatu negara berada dalam keseimbangan. Perubahan yang dilakukan pemerintah terhadap kebijakannya yang kurang tepat atas desakan masyarakat merupakan pendidikan politik yang paling baik. Dengan demikian, akan tercipta kebiasaan positif yang berujung pada suatu karakter politik. Namun, perlu disadari bahwa hal tersebut tidak akan tercapai secara otomatis. Diperlukan proses yang terus menerus untuk membuka kesadaran 27 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA bersama dalam berpolitik. Salah satu hal penting adalah perspektif pilihan sadar dari manusia sebagai insan dan mahluk politik. Kristen dan politik Politik dari perspektif Kristen adalah suatu upaya dan proses sadar untuk memahami dan memaknai realitas politik dari cara pandang dan pola pikir Alkitab. Perkatan politik (city) muncul dengan tegas dalam Yeremia 29:7, “And seek the peace of the city…and pray to the Lord for it (city); for in its (city) peace you will have peace.” Alkitab telah memberikan suatu konsepsi yang sangat fundamental, yaitu to seek peace (mengupayakan kesejahteraan) of the city (politik). Mengupayakan kesejahteraan kota (politik), jelas merupakan amanat dari Alkitab pada umat Tuhan. Dengan demikian Peran wanita penataan Kristen politik dalam tidak bisa panggung dilepaskan politik dari dari Indonesia Kekristenan. Dalam Upaya situasi yang berpolitik multikultural telah lama di Indonesia, ada dalam demokrasi Ibadah di depan Istana Negara: perjuangan politik untuk bangsa/celiKeristenan sendiri adevitha.blogspot.com di Indonesia. cenderung Pada masa melakukan penjajahan dan awal kemerdekaan, orang pengabaian (eksklusi). Proses debat Kristen di Indonesia telah melakukan dan perumusan kebijakan cenderung bentuk politik secara operasional dengan berlangsung dengan peminggiran mendirikan organisasi kemasyarakatan (marginalisasi) terhadap individu atau dan sebagian berubah menjadi partai kelompok tertentu. Debat dan perumusan politik. Contohnya perkumpulan sosial kebijakan selalu ditandai dengan bias dan Mardi Pratojo yang kemudian menjadi stereotip perumusnya terhadap kelompokPartai Perserikatan Kaum Kristen (PKC) kelompok yang selama ini diberi label atau Christelijke Ambonche Volksbond negatif oleh masyarakatnya. (CAV), Partai Kristen Indonesia Hal ini tidak lain disebabkan oleh Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang 28 (Parkindo), dan lain sebagainya. Saat ini, beberapa partai juga masih berdiri, seperti Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Kristen Nasional Indonesia (Partai Krisna), dan lain sebagainya. Hanya saja, proses tersebut mengalami pasang surut disebabkan oleh faktor internal dan situasi politik negara. Muatan yang diusung dan dikomunikasikan kepada orang kristen adalah “dari dan demi kepentingan orang kristen,” meskipun pada prosesnya tujuan tersebut bisa berubah menjadi “dari dan demi kepentingan golongan/orang tertentu.” Ini seringkali dikatakan orang sebagai berpolitik “teknis” daripada berpolitik “etis.” Persoalan yang lebih substansial adalah menyangkut kekosongan dalam diskursus konsepsi dan strategi politik kristen di Indonesia. Sudut Pandang konsepsi universalitas individu dalam nafkah. Akibat masih berlakunya berbagai demokrasi. Dalam pemahaman ini, warga norma sosial dan nilai sosial budaya negara selalu dianggap memiliki kesamaan tersebut di masyarakat, maka akses yang umum (have in common similarity) dan wanita terhadap sumber daya di bidang memaksa masyarakat dalam homogenitas, pembangunan seperti misalnya politik, sehingga demokrasi mengandaikan bahwa ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan semua warga negara harus diperlakukan keamanan menjadi terbatas. secara sama (equal treatment). Padahal tidak Peranan wanita dalam pembangunan semua warga negara, berdasarkan sejarah adalah hak dan kewajiban yang dijalankan dan identitasnya, menempuh pengalaman oleh wanita pada status atau kedudukan yang sama dalam memaknai sesuatu, tertentu dalam pembangunan, baik termasuk perempuan. pembangunan di bidang politik, ekonomi, Para pendiri negeri ini sungguh sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan, baik sangat arif dalam menyusun UUD 1945 menghargai peranan wanita pada masa di dalam keluarga maupun di dalam silam dan mengantisipasi pada masa yang masyarakat. Peranan wanita dalam akan datang, dengan tidak ada satu kata pembangunan harus disesuaikan dengan pun yang bersifat diskriminatif terhadap konsep gender yang mencakup peran wanita. Konstitusi produktif, peran Mengupayakan peranan wanita ini dengan tegas reproduktif dan menyatakan peran sosial yang dalam pembangunan yang berwawasan persamaan hak sifatnya dinamis. atau berperspektif gender, dimaksudkan dan kewajiban Mengupayakan bagi setiap warga untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang peranan harmonis antara pria dengan wanita di negara (baik wanita dalam dalam pembangunan. pria maupun pembangunan wanita). Dalam yang berwawasan kondisi normatif, pria dan wanita atau berperspektif gender, dimaksudkan mempunyai status atau kedudukan dan untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang peranan (hak dan kewajiban) yang sama, harmonis antara pria dengan wanita di akan tetapi menurut kondisi objektif, dalam pembangunan. wanita mengalami ketidaksetaraan dan Sejak kemerdekaan Indonesia pada ketidakadilan dalam berbagai bidang tahun 1945, hak perempuan untuk kehidupan dan pembangunan. Kondisi memilih pada dasarnya sudah diakui. objektif ini tidak lain disebabkan oleh Bahkan sejak masa revolusi, dua orang norma sosial dan nilai sosial budaya yang perempuan telah dipilih sebagai menteri. masih berlaku di masyarakat. Posisi perempuan dalam politik Norma sosial dan nilai sosial budaya berlangsung sangat fluktuatif di Indonesia. tersebut, menciptakan status dan Berubahnya status perempuan itu peranan wanita di sektor domestik, disebabkan karena proses demokrasi di yakni berstatus sebagai ibu rumah tangga Indonesia tidak melalui cara-cara bertahap dan melaksanakan pekerjaan urusan (gradual), tapi melalui lompatan-lompatan rumah tangga, sedangkan di lain pihak, (leaps). Setiap lompatan demokrasi akan menciptakan status dan peranan pria menghasilkan visi politik negara yang di sektor publik, yakni sebagai kepala berbeda dan terkadang sangat dramatis keluarga atau rumah tangga dan pencari dalam melihat persoalan perempuan. “ Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi 29 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Oleh karena itu, sebelum sistem politik diperkuat dengan konstitusi dan aturan hukum yang berpihak pada perempuan, dapat dipastikan tidak pernah ada pembangunan perempuan yang bersifat berkesinambungan. Kisah anak-anak perempuan Zelafehad (Bilangan 27, 36). Mahla, Noa, Hogla, Milka,dan Tirza merasa berhak mendapat hak warisan tanah ayah mereka. Mereka memberanikan diri untuk menghadap Musa dan Imam Eleazar didepan pemimpin dan Perempuan-perempuan dalam Alkitab segenap umat. Usulan mereka ialah, Alkitab juga menceritakan peranan supaya anak perempuan mendapat perempuan hebat dalam lingkungan tanah warisan orang tua mereka. Usul sosialnya. Kisah ini bukan hanya karena ini diterima baik dengan beberapa perempuan tersebut memiliki akses sosial, peraturan yang harus dipatuhi. Para ekonomi, politik perempuan ini tidak namun juga karena menerima begitu perjuangan mereka saja peraturan yang dari bawah. Beberapa tidak adil. Mereka kisah perempuan membuat terobosan hebat yang dapat baru dengan diceritakan disini cara yang elegan, adalah: santun dan bijak. • Kisah Abigail Dengan cara ini para perempuan itu (1 Samuel 25:2-24) istri telah menyadarkan Nabal. Dengan Musa, dan pemimpin keberanian agama, bahwa dan tekad perubahan dan menghindarkan pembaharuan harus pertumpahan dibuat. darah, maka • Deborah memimpin Abigail maju Israel sebagai hakim menjumpai selama 40 tahun. Daud dengan Deborah (Hakimmembawa Hakim 5) adalah Ilustrasi: Debora dan Barak/J.H. Hart pemberian. seorang nabiah dan Dalam segala juga hakim, serta kearifan, Abigail sujud menyembah sebagai istri Lapidot. Dengan segala sampai ke tanah dan menyampaikan kebijaksanaan, dan kearifan hikmat permohonan maaf atas nama Tuhan Deborah mampu memimpin suaminya. Sikap Abigail disambut 40 tahun sebagai hakim. positif oleh Daud, dan pertumpahan • Perempuan pemimpin jemaat juga darah dapat terhindarkan. Abigail muncul dalam surat Paulus untuk telah menjadi pendamai antara Daud jemaat Roma. Febe (Roma 16) adalah dan Nabal suaminya. Perempuan pelayan Tuhan di Kengkrea. Tidak seperti ini bukan saja menyelamatkan banyak informasi tentang perempuandirinya dan keluarganya tetapi juga perempuan ini, tetapi paling tidak kita menyelamatkan bangsanya. memahami bahwa para perempuan Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang 30 • Sudut Pandang dilibatkan dalam pelayanan digereja mula-mula. Yesus tidak menghindar saat bertemu dengan perempuan Samaria, padahal agama/adat Yahudi melarang seorang perempuan bercakap dengan seorang laki laki di tempat umum. Masih banyak kisah tentang penghargaan Yesus terhadap perempuan dalam konteks masyarakat patriakhi saat itu. Namun, setidaknya hal tersebut di atas menggambarkan bahwa Yesus yang menjadi panutan orang Kristen menempatkan perempuan dan laki-laki sama dan setara di hadapan Tuhan dan sesama. Beberapa contoh di atas memperlihatkan kepada kita, bahwa di dalam Alkitab dijumpai kisah perempuan yang hebat dan peranannya diakui oleh laki-laki. Alkitab menyajikan kisah itu apa adanya dengan latar belakang sejarah yang dipengaruhi oleh kebudayaan tertentu. Hal ini juga terlihat nyata dalam kisah dan pelayanan Yesus. Yesus dalam pelayanan dan pengajaranNya tidak membedakan posisi perempuan dan laki-laki. Wanita dan Kisah kebijakan yang ditulis publik di Yohanes Politik juga dapat menjadi 8:1-11 adalah salah alat sosial bagi satu kisah terciptanya pembelaan ruang Kampanye Jeannette Rankin, wanita pertama yang terpilih sebagai Yesus kesempatan anggota kongres Amerika Serikat, 1916/Debbie Little Wilson terhadap dan perempuan wewenang, yang teraniaya. Mengapa Yesus tidak serta memungkinkan rakyat mengelola menghukum tetapi mengampuni? Karena dirinya sendiri dalam prinsip kesetaraan yang perlu dihukum sebetulnya adalah dan keadilan. Alat sosial ini diharapkan perempuan dan juga laki-laki pasangan oleh perempuan untuk memperbaiki (zinah)nya. Mengapa tidak ada laki-laki nasibnya dalam upaya kesetaraan dan yang diseret untuk dihukum di depan keadilan di ruang publik. Yesus? Karena konstruksi sosial pada Persoalan mendasar keterlibatan masyarakat tersebut menganggap hal perempuan dalam politik di Indonesia tersebut biasa terjadi pada laki-laki. adalah pada masalah keterwakilan Peristiwa lain yang menggambarkan perempuan yang sangat minim di ruang sikap Yesus yang menghargai perempuan publik. Perempuan selalu terstigma dan sama pentingnya dengan laki-laki adalah selalu diposisikan hanya dapat berada saat terjadi percakapan antara Yesus dalam ranah domestik untuk mengurusi dengan perempuan Samaria di Sumur masalah rumah tangga, tanpa bisa berapresiasi dan mengembangkan diri Yakub (Yohanes 4: 1-42). Percakapan ini adalah penghargaan dan pencerahan bagi dalam ranah publik. perempuan tersebut. Hal ini dikarenakan Permasalahan yang kedua adalah Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi 31 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Apa yang bisa dilakukan wanita Kristen? Beberapa hal yang telah dilakukan oleh para perempuan yang ingin memperjuangkan hak-hak politiknya, antara lain: . Terlibat aktif dalam diskursus tentang perubahan substansi hukum dan peraturan perundang-undangan nasional dan daerah, baik di lembaga legislatif, dunia akademik, lembaga pembentuk hukum, kementeriankementerian, lembaga-lembaga negara, institusi-institusi penegak hukum, media-media dalam berbagai bentuk, bahkan dalam pertemuan-pertemuan informal; 2. Sebagai pendidik formal maupun informal di tengah keluarga, dan di pertemuan-pertemuan masyarakat, sehingga bisa mempengaruhi cara berfikir generasi muda kita tentang bagaimana seharusnya kebijakan publik dirumuskan untuk kepentingan bangsa, negara, satuan masyarakat, keluarga dan individu; . Sebagai pendidik bagi keluarga, sehingga bisa mencegah keluaganya sendiri dan keluarga yang mereka kenal berperilaku korup, atau hal lain yang bisa merusak generasi bagi bangsa; 4. Sebagai pelaksana, penginspirasi, perancang dan pengawas perubahan hukum yang gigih, dan bersama-sama dengan jaringan yang kuat mereka bisa melaksanakan tugasnya dengan lebih baik; 5. Sebagai mahluk sosial yang efektif menyebarkan ide dan gagasannya ke ruang-ruang publik dan privat manapun mengenai perlunya perubahan hukum; Wanita Kristen Indonesia harus memiliki karakter di dalam segala kegiatan pembangunan, termasuk berpolitik yang bertujuan untuk menyejahterakan negaranya. Hal itu dibuktikan dengan cara mengasihi Allah, memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, serta mampu membuat masa depan generasi muda yang lebih baik dalam perannya selaku wanita, baik dalam rumah tangga, di tengah-tengah masyarakat, maupun di dalam dunia kerjanya. * Tenaga Ahli Alat Kelengkapan Dewan, Komisi IX DPR RI, bidang kesehatan Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang 32 minimnya platform partai politik yang secara konkrit membela kepentingan perempuan. Majunya perempuan ke ruang publik dan menduduki tempattempat strategis pengambilan keputusan adalah satu-satunya cara agar kepentingan perempuan itu sendiri terwakili. Gerakan wanita ini sangat terasa khususnya dalam beberapa dasawarsa terakhir abad 20, sekaligus telah membawa perubahan yang sangat besar dalam masyarakat pada saat ini. Sebagai contoh, beberapa kaum perempuan Indonesia yang tergabung dalam Suara Ibu Peduli pada tahun 1998 di Bundaran HI misalnya, seolah hendak mengulang adegan di depan gedung pemerintah Perancis beberapa abad yang lalu, yang menuntut penurunan harga susu. Kaum wanita yang dulunya tidak memiliki posisi yang cukup berarti dan dianggap sebagai kaum lemah dalam masyarakat kini mulai terlihat. Sejumlah besar wanita memasuki panggung politik teknis pada saat ini, dan juga tidak sedikit yang memperjuangkan hak-hak politiknya lewat jalur lain. Perempuan dalam Mata Perempuan Sudut Pandang Elny Gunawan* I su dan perbincangan tentang perempuan selalu menarik, terlebih menjelang peringatan hari Kartini (21/4) dibandingkan hari Ibu (22/12). Mengapa jelang hari Kartini? Hal itu dikarenakan Kartini dianggap sebagai pahlawan kebangkitan emansipasi perempuan. Secara historis, kebangkitan perempuan telah dimulai sejak awal abad 19 di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Perempuan dianggap sebagai kelompok yang paling sering dan rentan mengalami berbagai jenis pelanggaran hak asasi manusia. Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang merupakan kumpulan surat-surat pribadi RA. Kartini mengisahkan bahwa para perempuan pada zamannya (abad ke-19) dianggap tidak mempunyai kedudukan dan hak apapun. Semua hal yang berkaitan dengan hidup seorang perempuan sepenuhnya ada dalam pengaturan laki-laki dalam keluarga mereka (ayah, saudara laki-laki atau suami). Kebebasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan adalah hal yang mustahil bagi perempuan pada masa itu. Kondisi itulah yang menjadi isu dan perbincangan utama dalam perjuangan Kartini yang kemudian menginspirasi banyak perempuan lain untuk turut serta dalam memperjuangkan hak perempuan untuk memperoleh kebebasan dan kedudukan yang sama/setara dengan lakilaki tanpa melupakan kodratnya sebagai perempuan. Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi Kembali ke natur dan panggilan perempuan dalam Alkitab Kita patut bersyukur bahwa pada abad ke21 ini, perjuangan kesetaraan gender semakin lama semakin terasa perkembangannya, terlihat dari semakin banyak jumlah dan besarnya kesempatan perempuan untuk memperoleh kesempatan untuk meraih pendidikan yang tinggi, juga kebebasan berekspresi dan mengaktualisasikan diri di berbagai bidang sosial dan profesi. Namun demikian, adanya tuntutan terhadap peran dan posisi perempuan yang lebih tinggi dan meluas melahirkan kekuatiran sebagian pihak tertentu kalau perempuan akan mendominasi atau menyaingi para laki-laki. Kekuatiran itu muncul karena gerakan emansipasi wanita yang dimotori oleh kaum feminis terutama di Amerika dan Eropa dirasa “kebablasan” oleh sebagian orang. Harry Blamires dalam bukunya yang berjudul “The Post Christian Mind” (Pemikiran Pasca Kristen), misalnya, menyoroti bagaimana wanita masa kini bisa memilih untuk memiliki anak tanpa suami—peran posisi laki-laki—lewat kecanggihan teknologi. Dengan kata lain, gerakan emansipasi wanita telah berkembang dari menuntut kesetaraan menjadi menuntut keutamaan. Oleh karena itu, perempuan Kristen Indonesia perlu waspada dan melihat bahwa kebebasan yang semakin terbuka itu juga bisa merupakan ancaman yang justru menjauhkan perempuan dari 33 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA 34 kata sepadan itu berarti setara, sama kedudukannya, tapi juga sekaligus berbeda jenis kelamin dan fungsinya. Dalam buku “Menebus Eros? Mematahkan Belenggu Dosa Seksual”, John White menjelaskan bahwa “Saya harus mengarahkan perhatian pada gender, sebuah kata yang tidak pernah digunakan oleh Alkitab.” Penciptaan Allah berupa jenis kelamin yang berbeda, tidak pernah menjadi maksud adanya perbedaan kesetaraan atau isu gender, melainkan sebagai bagian dari pencapaian tujuan, Seksualitas sebagai bagian dari rencana “Beranakcuculah dan bertambah banyak; Allah penuhilah bumi dan taklukkanlah itu…” Sebagai Kristen, kita perlu terus (Kej. 1:28), di mana tujuan itu tercapai mempelajari Firman-Nya untuk dimulai dari adanya “... seorang laki-laki mendapatkan pemahaman yang jelas akan meninggalkan ayahnya dan ibunya bagaimana peran dan posisi perempuan dan bersatu dengan isterinya, sehingga yang Tuhan keduanya kehendaki. menjadi satu Sejak awal, daging” (Kej. Alkitab telah 2:24). mengajarkan Meskipun kepada kita dalam bahwa Allah pembacaan menciptakan Alkitab manusia khususnya laki-laki dan PL, kita perempuan menangkap kesan kuat (Kej. 1:2627) menurut bahwa hukumgambar hukum dan Salah satu lukisan di Sistine Chapel menggambarkan Allah. Hal itu praktikPenciptaan Hawa/Michaelangelo Buonarroti menunjukkan praktik dalam bahwa PL menilai penciptaan laki-laki dan perempuan perempuan lebih rendah dari laki-laki, di didasarkan pada satu sumber yang sama. mana terjadi masalah poligami, perceraian Walaupun selanjutnya diceritakan bahwa dan kekuasaan laki-laki atas perempuan, Tuhan membangun seorang perempuan hal itu harus dipahami bukan sebagai dari tulang rusuk laki-laki, itu tidak maksud dan kehendak Allah yang ideal menunjukkan bahwa perempuan tidak dan mulia, melainkan sebagai konsekuensi setara atau subordinasi laki-laki, karena logis dari kejatuhan manusia dalam dosa. Allah telah menyatakan bahwa perempuan Posisi perempuan yang rendah dan sering diciptakan untuk menjadi “penolong jauh dari gambaran ideal yang tersaji yang sepadan.” Dalam bahasa Ibrani, dalam praktik-praktik masyarakat Israel Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang natur dan panggilan yang dimaksudkan oleh Sang Pencipta, di mana perempuan menjadi terlalu sibuk bersaing atau bahkan memusuhi dominasi kaum lakilaki. Perlu dipahami juga bahwa dosa memang telah merusak, tidak saja relasi manusia dengan Allah, tetapi juga relasi manusia dengan sesamanya, termasuk di dalamnya relasi yang berkaitan dengan peran dan posisi laki-laki dan perempuan dalam tatanan keluarga, masyarakat gereja dan negara. Sudut Pandang kuno dalam PL bukanlah kisah sepanjang masa. Jika kita mempelajari Alkitab dari PL hingga PB, kita dapat menyaksikan bagaimana Allah dengan bertahap mengikis praktik-praktik poligami, perceraian dan kekuasaan laki-laki yang keliru atas perempuan. Meskipun Alkitab dikemas dalam budaya Yahudi-Israel yang menganut budaya patriarkal, tetapi kita dapat membaca berbagai tokoh perempuan yang memiliki peran dan posisi yang sedemikian tinggi dan penting, yang Tuhan pakai untuk menyatakan kuasa dan kehendak-Nya, sebut saja Nabiah Debora, Ratu Ester, Rut, Maria dan lainnya. Hal itu menunjukkan bahwa Tuhan tidak pernah membedakan masalah gender dalam pekerjaan-Nya, karenanya laki-laki dan perempuan diciptakan dan dipanggil untuk bekerja sama melaksanakan panggilan dan mewujudkan visi Ilahi (Kej. 1:26-27 dan Mat. 28:19-20). Sudut pandang ini mengajak segenap kita untuk bersikap tidak berdasarkan budaya atau isu-isu feminisme, emansipasi wanita atau kesetaraan gender yang dapat berubah seiring perubahan jaman, tetapi pada kebenaran firman Tuhan yang tak pernah berubah. Perempuan dalam politik Dalam pengamatan saya yang terbatas, masalah paling mendasar yang dihadapi perempuan saat ini bukan lagi hanya tertuju pada kesetaraan gender yang menuntut kesempatan Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi dan perlakuan sama seperti laki-laki dalam bidang pendidikan, sosial, dan karir—walau masalah itu masih menjadi perhatian di beberapa pelosok di negeri ini karena pembangunan yang tidak merata, melainkan masalah kualitas keamanan, perlindungan bagi perempuan dan penegakan hukum bagi tindakan kekerasan dan kejahatan terhadap perempuan. Pihak berwajib dan Pemerintah belum menunjukkan keseriusan dalam menangani masalah kualitas keamanan, perlindungan dan penegakan hukum bagi perempuan. Ini dikarenakan jumlah dan kualitas perempuan di parlemen dan pemerintahan yang belum berimbang. Oleh karena itu, peningkatan jumlah dan kualitas perempuan di parlemen sesuai dengan aturan yang berlaku perlu diperjuangkan. Sudah seharusnya perempuan memiliki peran yang sangat strategis dalam berbagai aspek kehidupan termasuk politik, sehingga diharapkan kaum perempuan Indonesia yang saat ini berjumlah lebih dari 120 juta atau 49,7 persen dari jumlah penduduk Indonesia (menurut data kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2012) bisa menjadi agen perubahan dalam peningkatan produk-produk legislatif yang properempuan. Hasil Pemilu 1999 menghasilkan 9% perempuan (45 perempuan dari total 500 anggota DPR), Pemilu 2004 terjadi pertambahan jumlah perempuan dalam parlemen yaitu menjadi 35 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA “ 36 Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang 11% (61 perempuan dari 550 anggota hingga seolah pantas menjadi objek yang DPR). Pada tahun 2009 meningkat lagi menderita karena kesalahannya sendiri. Padahal, dalam banyak kasus kejahatan 18% (100 perempuan dari total 560 anggota DPR). itu terjadi tidak dikarenakan kesalahan Namun demikian, dalam praktiknya perempuan dalam berpakaian, tetapi kinerja perempuan di parlemen dan karena hubungan relasi keluarga yang pemerintahan masih terasa lemah, semakin renggang dan pergaulan sosial seolah kehadiran mereka hanya sebagai (masalah pornografi) yang semakin marak, “tempelan pelengkap” untuk memenuhi serta belum seriusnya pihak berwajib dan persyaratan perundangan belaka. Tak pemerintah menangani masalah kualitas jarang, perempuan di parlemen dipilih keamanan, perlindungan dan penegakan berdasarkan kecantikan dan tingkat hukum bagi perempuan. popularitas semata. Pemilihan yang tidak Untuk itu menjelang Pemilu pada didasarkan pada peran dan kualitas tahun 2014, yang perlu kita pertanyakan perempuan itulah yang menyebabkan dan kritisi bersama bukan lagi pada terpilihnya para wakil rakyat perempuan jumlah perempuan di parlemen, yang seolah sekedar untuk menunjukan melainkan bagaimana kualitas perempuan keberhasilan pembangunan di bidang yang akan dipilih menjadi anggota emansipasi wanita. parlemen, apakah Hal itu tentu ... menjelang Pemilu pada tahun mereka serius berdampak pada 2014, yang perlu kita pertanyakan dan proaktif serta tidak maksimalnya berani dalam dan kritisi bersama bukan lagi pada memperjuangkan para perempuan jumlah perempuan di parlemen, menyuarakan berbagai tindakan melainkan bagaimana kualitas pendapat yang pencegahan dan properempuan. perlindungan serta perempuan yang akan dipilih Selain itu, penegakan hukum menjadi anggota parlemen... tidak maksimalnya bagi tindakan penegakan hukum kekerasan dan berdampak pada masih tingginya jumlah kejahatan terhadap perempuan. kasus perempuan yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual. Bahkan, Perempuan dalam keluarga beberapa kasus kekerasan dan pelecehan Sebagaimana dalam kumpulan terhadap perempuan yang sudah ditangani surat pribadi yang ditulis Kartini pihak berwenangpun seolah menguap untuk sahabat-sahabatnya, emansipasi tanpa jejak. yang diperjuangkan Kartini adalah Yang lebih menyakitkan lagi, maraknya hak perempuan untuk memperoleh tindak kejahatan seksual, mulai dari pendidikan, pekerjaan, dan perkawinan pelecehan di tempat-tempat umum, monogami yang tidak dipaksakan, hingga perkosaan dan pembunuhan, tanpa mengabaikan kewajiban dan tugas oleh sebagian pejabat tinggi dikatakan perempuan sebagai istri dan ibu bagi hal itu terjadi justru karena kesalahan keluarga. cara berpakaian korban. Perempuan Jadi, emansipasi dan isu gender ditempatkan pada posisi sebagai subjek yang diperjuangkan Kartini bukanlah yang bersalah karena mengundang kemandirian dan kebebasan bagi terjadinya tindak kejahatan tersebut, perempuan yang kebablasan untuk Sudut Pandang menyaingi atau mendominasi laki-laki serta mengabaikan kewajiban dan tugasnya sampai di luar batas kodratnya sebagai perempuan. Jika menurut Kartini, pentingnya perempuan perlu mendapat pendidikan sehingga memiliki ilmu yang memadai sebagai modal perempuan (ibu) untuk mendidik anak-anak (laki-laki dan perempuan) agar menjadi generasi yang berkualitas, terlebih lagi Alkitab yang banyak mengajarkan pentingnya pendidikan anak dalam keluarga, di mana perempuan memiliki peran dan tanggung jawab yang penting sebagai ibu, sebagaimana Amsal 1:8 menyatakan “Hai anakku, dengarlah didikan ayahmu, dan jangan menyianyiakan ajaran ibumu.” Peran dan posisi perempuan dalam keluarga sangat menentukan dalam membentuk dan mendidik anak-anak menjadi generasi yang tidak saja berkualitas, tapi juga generasi yang takut akan Tuhan (Ul. 6:4-20). Dalam pengamatan saya selama pelayanan guru sekolah minggu di gereja atau guru mata pelajaran di sekolah, anak-anak yang dibesarkan dari perempuan (ibu) yang berpendidkan menunjukkan sikap dan kualitas karakter yang positif. Perempuan dalam gereja Saat ini, gereja-gereja sudah banyak yang terbuka menerima peran dan posisi perempuan, mulai dari kehadiran perempuan dalam pelayanan di bagian penyambutan, pembesukan, sekolah minggu, musik, misi, hingga kemajelisan. Kita patut bersyukur bahwa kehadiran Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi dan peranan perempuan dapat dikatakan tersebar dalam berbagai bidang pelayanan, bahkan dalam bagian tertentu, terlihat jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Namun demikian, peranan perempuan dalam pelayanan dan gereja seringkali juga menjadi permasalahan yang rumit. Misalnya, bagi perempuan yang sudah menikah: kesibukan dalam pelayanan menyebabkan peranannya dalam keluarga menjadi kacau-balau, apalagi jika suami juga aktif pelayanan, maka anak-anak yang menjadi terlantar karenanya. Sebaliknya, kesibukan dalam keluarga seringkali juga menyebabkan pelayanan terbengkalai. Sedangkan bagi perempuan yang belum menikah, kesibukan pelayanan seringkali membuat dirinya disalahpahami oleh pihak keluarga, dianggap lupa mencari pasangan dan menikah karena terlalu sibuk pelayanan di gereja. Perempuan yang sudah menikah memang perlu untuk membatasi diri demi keluarga dan memprioritaskan peranannya sebagai ibu yang mendidik anak-anak. Pembatasan diri tersebut bukanlah isu gender yang perlu diperdebatkan, melainkan kita harus melihat bahwa anak-anak adalah generasi penerus keluarga, gereja dan bangsa yang tidak boleh dibesarkan dengan asal-asalan. Untuk itu, gereja pun perlu terus memberi pengertian dan mengingatkan para perempuan menikah untuk mengabdikan dirinya dalam pelayanan keluarga dan pendidikan anak-anak sebagai panggilan yang mulia dari Tuhan. Saya melihat banyak teladan baik 37 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA “ 38 Penutup Dalam Galatia 3:28 dituliskan, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau *Fotografer, mengampu mata pelajaran fotografi di Sekolah Kristen Bina Kasih Jambi Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang dari perempuan yang memang dengan orang merdeka, tidak ada laki-laki atau sengaja memilih mundur dari pelayanan perempuan, karena kamu semua adalah selama anak-anak mereka masih di bawah satu di dalam Kristus Yesus.” Dalam ayat umur, lalu setelah anak-anak mereka lebih tersebut, rasul Paulus menyatakan dengan mandiri dan dewasa, mereka kembali gamblang bagaimana kesatuan di dalam melayani dengan aktif. Kristus itu telah mendobrak penghalangBagi perempuan yang belum menikah, penghalang yang diciptakan oleh ras dan mari memakai kesempatan yang Tuhan juga meruntuhkan tembok-tembok yang berikan untuk memertumbuhkan dibangun oleh gender. Jika Kristus Yesus dan mengembangkan diri semaksimal yang adalah Tuhan telah meruntuhkannya, mungkin. Memang, menjadi perempuan maka tidak boleh ada manusia (lakilajang bukanlah hal yang mudah dalam laki atau perempuan) atau lembaga budaya masyarakat kita, bahkan juga apapun yang masih meninggikan tembok dalam gereja, tetapi penghalang dengan jangan sampai status mengecualikan dan Dalam hal ini tidak ada orang lajang membuat mengecilkan peran Yahudi atau orang Yunani, tidak minder dan pasif, dan posisi perempuan. ada hamba atau orang merdeka, melainkan teruslah Di sisi lain, tidak ada laki-laki atau perempuan, perempuan bersandar pada kasih karunia dan karena kamu semua adalah satu di harus memahami kekuatan dari Tuhan dalam Kristus Yesus. (Galatia 3:28) maksud dan tujuan dengan menunjukkan penciptaannya seperti ketekunan dan yang Allah kehendaki, kesetiaan kita dalam pelayanan keluarga, sehingga mampu menjalani maksud dan kehidupan sosial, dan pelayanan gereja, tujuan itu dalam kehidupan berkeluarga, sehingga nyata terlihat sebagai perempuan bergereja, dan bernegara secara baik dan yang dapat diandalkan. berimbang. Kartini, Membuat Perbedaan Melalui Pena Tilikan P residen Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Lantas siapakah Kartini, satu-satunya nama wanita dan bahkan satu-satunya nama orang yang diabadikan dalam kalender hari besar nasional itu? Raden Adjeng Kartini, nama lengkapnya, dilahirkan di Jepara pada tanggal 21 April 1879 dalam sebuah keluarga bangsawan Jawa. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, adalah bupati Jepara pada saat itu. Dalam masa penjajahan dan ketatnya tradisi Jawa, Kartini disekolahkan oleh sang ayah hingga berusia dua belas tahun, untuk kemudian dipingit di dalam rumah. Akan tetapi, jiwa Kartini kecil yang dianugerahi pemikiran yang mendalam akan kondisi di sekelilingnya yang tidak berpihak pada kaum perempuan tak bisa dibatasi. Berbekal pengetahuan bahasa Belanda yang dimilikinya, Kartini melahap berbagai surat kabar Eropa dan mulai menulis surat kepada para sahabat penanya yang diam di Belanda. Tak hanya surat-surat pribadi, Kartini muda juga mengirimkan tulisannya ke redaksi surat kabar Belanda. Salah satu yang memuat tulisannya adalah majalah wanita Belanda “De Hollandsche Lelie.” Kartini tidak hanya menyoroti melulu soal Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi kesetaraan gender, namun lebih dari itu, ia juga menuliskan soal pentingnya kesetaraan antara pribumi dengan bangsa-bangsa lain, termasuk Belanda. Sebagai muslim, Kartini mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan, tanpa diwajibkan untuk dipahami. Poligami juga menjadi salah satu keberatannya, meskipun pada akhirnya ia berkompromi dengan menikahi bupati Rembang, yang mengijinkannya merintis sekolah bagi kaum wanita. Kartini meninggal dalam usia yang masih sangat muda, yakni 25 tahun, karena melahirkan. Meski tak pernah angkat senjata atau berjuang secara fisik, pengaruh sang Raden Ayu dari Jawa Tengah ini begitu luar biasa. Pemikiran-pemikirannya begitu berani dan menggugah strukturstruktur mapan pada masanya. Ialah satu-satunya wanita pribumi yang diminta pendapat oleh pemerintah Belanda soal perempuan. Namanya bahkan diabadikan sebagai nama jalan di empat kota di Belanda (Utrecht, Venlo, Amsterdam, dan Haarlem). Kartini adalah bukti, bahwa wanita memiliki kemampuan yang tak kalah (bahkan bisa melampaui) kaum pria. Kartini adalah bukti, bahwa keterbatasan apapun yang dihadapi (dipingit) bukanlah penghalang untuk menimba ilmu dan menggulirkan ide kepada publik. Dan Kartini adalah bukti, bahwa usia muda bukanlah penghalang untuk memberikan kontribusi bagi perbaikan masyarakat, bahkan dunia. Selamat menjadi Kartini-Kartini masa kini! (ays) 39 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Kita Seharusnya tidak Membuat Pembedaan Pdt. Rebecca Young, Ph.D* 40 itu, laki-laki dewasa tidak akan dipanggil dengan sebutan “boy” (anak laki-laki), tetapi banyak orang memanggil perempuan dewasa dengan sebutan “girl”. Ayah saya tidak membiarkan kami untuk melakukan kesalahan itu, karena ia ingin menghormati para perempuan, bukan meremehkan mereka waktu sudah dewasa. Banyak orang terkejut mendengar bahwa ayah, bukan ibu, yang mengajarkan kami untuk prihatin terhadap penindasan yang dihadapi oleh para perempuan. Jika kita melihat masyarakat di sekitar kita, mulai dengan anak-anak, kita melihat bahwa gadis-gadis muda sering sibuk dengan pekerjaan rumah tangga atau harus menggendong adiknya, sementara anak laki-laki sedang bermain dan berlari-lari, bebas untuk melakukan apapun yang diinginkan. Kemudian ketika kehidupan dewasa mereka, perempuan yang memiliki karir dan bekerja di kantor di luar rumah juga masih harus mengurus pekerjaan rumah tangga dan anak-anak di dalam rumahnya. Hal ini terjadi baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia. Penelitian telah menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki karir dan keluarga akan bekerja rata-rata 80 jam seminggu: 40 jam untuk pekerjaannya, kemudian 40 jam di rumah untuk keluarganya. Sementara itu, seorang laki-laki dengan pekerjaan bekerja 40 jam di kantor kemudian pulang dan dilayani oleh istrinya dan anak perempuannya. Ada banyak salah pengertian tentang kata “feminis”. Terlalu sering dipikirkan Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang K etika saya masih kecil, kedua orang tua saya adalah pendeta di gereja Presbyterian, AS. Ayah saya, Pdt. Philip Young, yang bekerja sebagai seorang pendeta kemudian ketua sinode selama sembilan belas tahun, sangat mendukung perempuan dan pentingnya peran perempuan dalam masyarakat dan gereja. Beliau sering mengatakan bahwa kami tidak harus berpikir tentang Allah sebagai seorang manusia yang mempunyai gender atau memihak kepada satu gender tertentu. Dia mengajarkan kami bahwa Tuhan mengasihi laki-laki dan perempuan dengan kasih sayang yang sama. Dalam bahasa Indonesia, tidak ada perbedaan antara kata “dia” berdasarkan gender. Dalam bahasa Inggris, perbedaan itu ada, dan laki-laki harus disebut “he” sementara perempuan disebut “she”. Kemudian dalam agama Kristen, Tuhan hampir selalu disebut sebagai “He” tetapi tidak pernah “She”. Ayah saya tidak suka dengan apa yang tersirat dari kebiasaan itu, yaitu kesan bahwa Allah adalah seorang laki-laki, dan oleh karenanya membuat orang berkesimpulan bahwa laki-laki lebih mirip dengan Allah daripada perempuan, juga bahwa laki-laki lebih baik (lebih “suci”) daripada perempuan. Ayah juga mengingatkan kami untuk tidak berbicara tentang perempuan dengan memakai kata “girl” (gadis) setelah perempuan itu dewasa, karena sebutan gadis adalah cara untuk mengatakan bahwa mereka kurang dewasa. Waktu Sudut Pandang bahwa kata itu berarti para perempuan ingin mengambil kekuasaan dari lakilaki, tapi itu tidak benar. Faktanya adalah bahwa laki-laki masih memiliki posisi yang lebih tinggi dalam hidup daripada perempuan. Laki-laki memiliki posisi yang lebih tinggi dalam pemerintah dan dalam bisnis, dan mereka dibayar gaji yang lebih tinggi daripada perempuan untuk pekerjaan yang sama. Sebagai contoh, di Indonesia, jika seorang lakilaki dan seorang perempuan mempunyai pekerjaan yang sama dan memiliki tingkat pendidikan dan latar belakang profesional yang persis sama, perempuan akan ditawarkan gaji yang 37% lebih kecil dari jumlah yang ditawarkan kepada laki-laki jika mereka tinggal di sebuah kota, dan 43% lebih sedikit jika mereka tinggal di daerah pedesaan. Jika seorang pria mendapat pekerjaan di suatu bank dengan gaji sebesar tiga juta rupiah per bulan, seorang wanita yang ditawarkan pekerjaan yang sama untuk jam yang sama dan dengan pengalaman yang sama hanya akan mendapat gaji sebesar Rp 1,8 juta. Jika seorang pria bekerja pada sebuah perkebunan, dia akan ditawari upah sebesar satu juta Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi rupiah per bulan, tetapi seorang wanita untuk pekerjaan yang sama hanya akan mendapatkan upah sebesar Rp 570.000 per bulan. Tidak ada alasan untuk perbedaan kecuali gender mereka. Dalam Matius 22:37-39, Yesus Kristus mengatakan bahwa dua perintah yang paling penting adalah: “Kasihilah Tuhan dengan segenap hati, akal budi dan jiwa, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Semua orang dari segala usia dan jenis kelamin mampu memenuhi dua perintah kasih ini. Tuhan meminta semua orang, baik pria maupun wanita, kaum muda dan orang tua, orang-orang kaya dan orang miskin, untuk mengasihi Allah dan sesama mereka. Perintah Ilahi ini tidak tergantung pada gender seseorang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia harus melihat orang-orang dengan cara yang sama. Kita seharusnya tidak membuat pembedaan antara pria dan wanita, oleh karena di mata Tuhan, kita semua samasama pentingnya dan dikasihi sebagai anak-Nya Allah sendiri. *Dosen Teologi STT Jakarta 41 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA Perempuan, Pemelihara Kehidupan Herning Tyas Ekaristi, S.Sos* 42 masih banyak perempuan yang menjadi korban ketidakadilan sistem. Masih banyak perempuan korban pelecehan seksual dan kekerasan domestik, perempuan yang tidak diikutsertakan dalam pembicaraan adat walaupun pembicaraan itu secara langsung menyangkut dirinya, perempuan yang dalam sebuah pertemuan masih sekedar simbol karena pendapatnya kurang dihargai, perempuan yang harus mengalah harus berhenti sekolah ketika ia sudah mendapat komuni suci Katolik, perempuan dengan peran ganda yaitu menggarap kebun pun mengurus rumah dan tentunya perempuan yang mengalami gizi buruk ketika ia hamil. Salah satu permasalahan yang ada di Kabupaten Sikka—tempat saya berkarya sekarang—adalah banyaknya balita dan ibu hamil yang menderita gizi buruk. Beberapa penyebabnya adalah kurangnya asupan makanan, penyakit infeksi seperti cacingan dan malaria, budaya, rendahnya pendidikan, dan kurangnya akses dalam perekonomian. Memang dibutuhkan berbagai lintas sektor untuk mengatasi hal ini. Pendidikan dan rendahnya pengetahuan akan Angka Kecukupan Gizi menjadi salah satu jawaban. Perempuan di Sikka ini sebagian besar berpendidikan terakhir di bangku Sekolah Dasar saja. Perempuan Sikka: sekedar simbol Inilah potret buram tentang perempuan yang ada di Sikka ini. LakiEdisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang S ejarah adalah milik lakilaki. Ia bebas beraksi dalam panggungnya sendiri. Dan perempuan? Ia hanya bisa berdiri terpaku, menatap lakon panggung tersebut dari kejauhan saja. Lebih jauh lagi, perempuan tak jarang tak paham peran dan skenario apa yang sedang terjadi dalam panggung megah itu. Lalu, Indonesia saat ini, apakah bisa dikatakan ia adalah milik perempuan juga? Atau hanya laki-laki saja yang bisa bermain peran dalam segala hal di Indonesia? Bagi warga Indonesia, kue kesejahteraan belum dirasakan oleh semua kalangan. Kue itu hanya bisa dinikmati oleh warga yang dekat dengan kekuasaan yaitu warga yang tinggal di ibukota kita, Jakarta. Seharusnya, potongan kue itu bisa dicecap oleh seluruh warga Indonesia, baik dari wilayah Barat hingga di ujung Timur di kawasan Papua. Bila dibandingkan, kawasan Indonesia Timur sangat jomplang keadaannya dengan segala kemewahan sarana dan prasarana yang ada di Jakarta. Ditilik dari sektor apa pun—entah itu pendidikan, akses terhadap informasi, ekonomi, apalagi layanan kesehatan—sangat jauh tertinggal. Saya yang sudah hampir tiga setengah tahun menginjak daerah Nusa Tenggara Timur ini menjadi orang yang dari dekat bisa menyaksikan ini semua. Getir. Sikka adalah kabupaten yang sedang berkembang, jika dilihat dari segi ekonomi dan pariwisatanya. Namun, di lain sisi, Sudut Pandang Patung Maria Bunda Segala Bangsa di Sikka, sangat kontras dengan kondisi para perempuan di sana/sabakota.com laki masih memegang peran utama dan cenderung dominan. Dalam struktur politik saja, perempuan masih sekedar simbol. Percaya atau tidak, saat ini di DPRD Kabupaten Sikka hanya ada dua perempuan dengan total anggota sebanyak 30 orang. Padahal jumlah perempuan lebih besar daripada lakilaki. Ironis. Apakah itu cukup mewakili semua perempuan yang ada di Sikka ini? Mengapa penting bagi perempuan untuk terlibat menjadi si pembuat keputusan? Karena hanya perempuanlah yang bisa memahami apa yang ia alami sehingga ia lebih mendalami dan menjawab apa yang menjadi kebutuhan kaumnya. Misalnya tentang kesehatan, reproduksi, pelecehan seksual, kekerasan domestik, harga kebutuhan pokok, dan lain-lain. Itulah sebabnya, bila perempuan ada sebagai si pembuat keputusan, ia bisa mencegah segala keputusan yang tidak berpihak padanya. Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi Perempuan adalah pemelihara kehidupan. Perempuan adalah manusia yang diberkati dan yang dipercayakan oleh Tuhan sebagai subjek di mana Tuhan menenun manusia kecil di rahimnya. Apa yang akan terjadi bila perempuan kurang mendapat lakon dan peran dalam sebuah siklus kehidupan ini? Siti Joleha Fatagar Di sebuah desa terpencil, yaitu Desa Nenbura, Kabupaten Sikka, ada seorang perempuan yang memiliki karya nyata untuk memajukan kondisi desanya. Siti Joleha Fatagar namanya. Perempuan paruh baya kelahiran Kokas, Papua Barat ini sudah lama tinggal di Sikka yaitu sekitar 20 tahun, dan sejak saat itu ia menjadi kader Posyandu. Ketika suaminya, Petrus Mahin menjadi Kepala Desa, ia pun mendapat peran tambahan sebagai Ibu Desa. Artinya, ia harus menjadi panutan dan teladan bagi warga desa utamanya 43 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA cara menanam sayur. Dengan ini, Siti percaya gizi keluarga akan membaik. Ia pun berkeliling ke setiap Posyandu di desanya untuk mengukur berat badan bayi, memberikan sosialisasi tentang pentingnya Angka Kecukupan Gizi, dan mengorganisir pemberian makanan tambahan bagi bayi penderita gizi buruk yang ada di Posyandu-Posyandu di desa tersebut. Dalam waktu tiga bulan, warga Nenbura melihat ada perubahan pada gizi bayi dan ibu hamil penderita gizi buruk. Siti menjadi sosok nyata bahwa perempuan bisa berkarya walaupun dengan cara yang sederhana. Ia menjadi pemelihara kehidupan bagi ketiga anaknya. Ia menjadi pemelihara kehidupan bagi bayi dan ibu hamil penderita gizi buruk yang ada di desanya. Ia menjadi pemelihara kehidupan bagi generasi bangsa ini. Kisah ini seharusnya membuka mata kita bahwa perempuan pun bisa melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain. Bahkan, perempuan lebih peka terhadap hal-hal yang dianggap sepele oleh laki-laki. Tuhan menciptakan perempuan sepadan dengan laki-laki. Sebagai pendamping, perempuan tentu saja memiliki perannya sendiri, bukannya tanpa peran. Mari berikan kesempatan dan motivasi bagi perempuan untuk duduk sejajar dalam pembuatan keputusan. Mari berikan apresiasi kepada perempuan, sang pemelihara kehidupan! *Saat ini melayani di Wahana Visi Indonesia ADP Sikka Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Sudut Pandang 44 kader Posyandu yang lain. Pengalaman nyata tentang anak bungsunya inilah yang membuatnya terus berkarya menjadi kader Posyandu. Saat itu, ia hampir kehilangan anaknya karena anaknya lahir dengan berat badan rendah. Ia tidak menyerah. Ia memerah ASI dan meminumkan ke anaknya dengan sendok sedikit demi sedikit sampai anaknya pulih dan berat badannya naik. Dan dengan kasih sayang seorang ibu, kini Edwin— nama anak itu—bisa tetap ceria dan sehat hingga saat ini. Meskipun sebagai kader Posyandu, ia hanya dibayar Rp.300.000,per tahun, ia tetap memiliki hati untuk membantu warga desanya. Kebanyakan penduduk Sikka masih memelihara pire—semacam pantangan untuk ibu hamil untuk makan sesuatu. Misalnya, larangan makan sayur daun katuk, daging ayam, telur dan ikan untuk perempuan yang sedang hamil. Padahal jenis makanan inilah yang sangat diperlukan bagi ibu hamil untuk memenuhi gizi bagi bayi yang dikandungnya. ”Kita, perempuan seringkali berada dalam posisi yang lemah. Kurangnya pendidikan dan pengetahuan akan kesehatan dan bagaimana cara meningkatkan gizi keluarga di desa inilah yang membuat saya tergerak untuk memotivasi perempuan-perempuan yang ada di desa ini”, ujar Siti. Siti sadar bahwa di tangan perempuan lah, generasi penerus bangsa ini akan lahir. Mulailah ia menanam bibit sayuran (terong, tomat, paria, kangkung, pepaya, sawi hijau, bayam, kacang panjang, dll) di kebun pekarangan rumahnya dibantu oleh suami dan anaknya. Perlahan, upayanya ini mendapat perhatian dari tetangganya. Siti pun dengan senang membagi bibit sayurnya dan mengajari mereka bagaimana Panduan Community Development Bab IV: Dari Graduate Center Perencanaan dan Penganggaran Kegiatan di Komunitas P ada Bab 1 disampaikan bahwa inti dari perubahan suatu komunitas terletak pada perubahan yang terjadi pada setiap individu. Apabila individuindividu ini sudah kuat dan memahami maksud dan tujuan dari penyelenggara comdev, maka langkah berikutnya adalah menyatukan individu-individu ini kepada fungsi sosialnya. Kelompok ini harus dibangun agar mempunyai daya tahan yang kuat menghadapi perkembangan yang berlangsung di tengah komunitasnya. Pembentukan kelompok dibutuhkan agar ada harmonisasi dari setiap perubahan yang berlangsung pada setiap individu. Ar tinya, individu yang lain dapat merasakan dampak positif dari perubahan setiap individu dan menjadi faktor penguat kelompok. Kelompok yang kuat juga akan menghasilkan kebutuhan kelompok yang merupakan suara bersama dari kelompok. Kelompok yang kuat harus memahami aturan main dalam kelompok. Aturan main ini dibangun dan diorganisasikan oleh kelompok itu sendiri. Masingmasing individu akan menghormati keputusan kelompok dan menjaganya demi keberlangsungan komunitas kelompok. Peran fasilitator dalam pembentukan kelompok yang kuat pada tahap awal sangat penting. Asumsi pertama, yaitu: fasilitator sudah diterima dengan baik oleh komunitas. Selanjutnya, fasilitator menempatkan diri sebagai pihak netral atau tidak memihak kepada salah satu individu Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi di tengah kelompok atau kelompok di tengah komunitas, karena fasilitator diharapkan juga berperan sebagai orang yang dapat menengahi apabila di antara kelompok atau individu di masyarakat terjadi perbedaaan kepentingan. Perlu diingat bahwa fungsi ini bukan berarti fasilitator perlu memutuskan, tetapi hanya perlu mengingatkan masyarakat tentang konsistensi terhadap berbagai kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Jika diperlukan, seorang fasilitator bisa membantu masyarakat dengan memberikan berbagai alternatif kesepakatan dalam menyesuaikan b e r b a g a i kepentingan d e m i tercapainya t u j u a n bersama. Beberapa h a l yang patut diperhatikan untuk menciptakan kelompok atau organisasi yang kuat, yaitu; (i) Setiap individu dalam kelompok atau organisasi menyadari keberadaan diri mereka sendiri Untuk mengajak masyarakat melaksanakan suatu kegiatan yang dapat menunjang kualitas hidupnya, perlu adanya penyadaran kepada masyarakat mengenai keberadaan diri mereka sendiri. Seringkali masyarakat hanya dapat merasakan tetapi tidak dapat mengungkapkan keberadaan mereka sendiri. Dalam masyarakat, di samping permasalahan-permasalahan yang sering dirasakan sebenarnya ada juga daya dan potensi yang dimiliki untuk mengatasinya. Seorang fasilitator 45 Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA “ 46 Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Dari Gracuate Center harus bisa memandu masyarakat untuk dalam mewujudkan kesimpulan yang menemukan keberadaan mereka sendiri. telah dirumuskan bersama melalui Langkah-langkah yang diperlukan kegiatan-kegiatan yang ada dalam sebagai berikut: program. Keikutsertaan langsung masyarakat dalam setiap kegiatan a. Ajaklah setiap individu untuk mengungkapkan dan menyatakan merupakan proses pembelajaran kembali apa yang telah dialaminya, sekaligus pemberdayaan, sehingga sangat diperlukan adanya pendampingan dan b. Mintalah kepada mereka untuk memberikan tanggapan dan kesan pelatihan yang harus diberikan oleh terhadap pengalaman yang telah Fasilitator. Pendampingan kepada diungkapkan tersebut, masyarakat termasuk dalam mengukur keberhasilannya mengacu pada tujuan, c. Ajak mereka untuk mengkaji atau mengolah semua pengalaman yang parameter dan indikator yang telah diungkapkan tersebut, kemudian dibuat oleh masyarakat sendiri. menghubungkannya dengan pengalaman lain yang mungkin (iii) Mengorganisir diri mengandung atau memiliki kondisi Keikutsertaan pada setiap kegiatan serupa, dalam program merupakan pengalaman baru bagi masyarakat. d. P a n d u mereka untuk Jika hal ini dilakukan Keikutsertaan langsung menemukan secara berulangpada dirinya masyarakat dalam setiap kegiatan ulang, pada akhirnya ada daya dan merupakan proses pembelajaran akan melembaga potensi yang bisa sekaligus pemberdayaan, sehingga menjadi suatu sistem dikembangkan, yang berkembang sangat diperlukan adanya di masyarakat. e. B a n t u mereka untuk pendampingan dan pelatihan yang Masyarakat akan merumuskan, harus diberikan oleh Fasilitator. mengorganisir diri merinci, serta mereka berdasarkan memerjelas pengalaman barunya. kondisi dan potensi sesuai pengalaman yang ada. Selanjutnya (iv)Menjadi dinamis untuk mewujudajak masyarakat untuk nyatakan tujuan yang akan dicapai mengembangkan atau merumuskan Sistem baru yang berkembang di hal-hal yang dapat memberi manfaat masyarakat, pada akhirnya akan menjadi di masa datang. dinamika tersendiri bagi masyarakat dalam mengatasi permasalahan dan mewujudkan tujuan-tujuan yang akan (ii)Mendapatkan pembelajaran melalui pelatihan/pendampingan dicapai. Jika hal ini terjadi, maka Dengan mengetahui daya, potensi keberlanjutan program akan dilanjutkan dan kemampuan serta keberadaan sendiri oleh masyarakat. dirinya, akan menjadi lebih mudah bagi masyarakat untuk mengikuti dan Perencanaan dan Penganggaran di melaksanakan program yang disepakati. Komunitas Tahapan selanjutnya, ajak masyarakat Penganggaran dalam perencanaan di untuk mengalami/terlibat langsung tengah masyarakat memegang prinsip Dari Graduate Center partisipatif dan transparan sejak awal sampai tahap akhir. Mengapa? Sebab sejak penentuan prioritas kebutuhan komunitas, penggunaan sumber daya, pelaksanaan sampai pengawasan dilakukan seluruhnya oleh masyarakat. Ada juga sumber daya datang dari luar komunitas, misalnya bantuan pemerintah maupun pribadi atau lembaga di luar komunitas. Prinsip transparan dan partisipatif meminimalisasi pertikaian atau konflik di tengah komunitas. Sofana (2010) mengutarakan ada 4 langkah mendasar dalam melakukan penganggaran dalam perencanaan komunitas, yaitu; (i) Sosialisasikan Tujuan Tujuan dari kegiatan yang akan direncanakan adalah melakukan perubahan yang lebih baik, yakni menjawab kebutuhan prioritas bersama agar masyarakat menjadi lebih sejahtera. Peranan fasilitator menjadi sangat penting dalam tahapan ini. Masyarakat diharapkan berperan aktif dengan kontribusi yang sama, khususnya peranan perempuan dan kelompok miskin di masyarakat. Penting sekali aturan main yang akan menjadi pedoman bersama disepakati dan ditetapkan secara bersama. Masyarakat menetapkan kelompok kecil untuk ditugaskan bersama fasillitator yang mendampingi melakukan pendataan awal. Sosialisasi tujuan program oleh fasilitator/gc Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi (ii)Pendataan Awal Pendataan awal dapat dimulai dengan menggunakan peta desa yang ada sebagai peta dasar. Kelompok kecil yang ditugaskan akan menempatkan semua informasi yang ada seperti rumah penduduk miskin, rumah ibadah, jembatan, potensi desa, maupun penggunaan lahan menjadi sebuah peta sosial di komunitas tersebut. Ukuran kemiskinan akan ditetapkan berdasarkan ukuran di komunitas tersebut. 47 Peta desa sebagai pendataan awal/gc Pendataan awal dapat juga berupa kalender hujan yang disusun juga oleh masyarakat. Informasi yang disampaikan melalui kalender hujan ini berupa kejadian hujan, kemarau, maupun panen, yang ditampilkan sesuai bulannya. Dengan demikian, masyarakat mengetahui informasi ini dan dapat digunakan secara maksimal saat pelaksanaan kegiatan. Misalnya, menentukan kapan kegiatan pembibitan paling efektif dilakukan, kapan paling tepat pergi ke laut, dan seterusnya. Pendataan awal dapat juga berupa identifikasi potensi desa atau masalah desa yang dapat ditampilkan dengan Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA menghubungkan dengan lokasi desa. Peta desa menjadi peta dasar. Gagasan yang telah ditetapkan secara bersama patut disepakati secara bersama oleh semua kelompok. Gagasan ini yang akan dituangkan dalam bentuk kegiatan dan menyusun proposal kegiatan komunitas. Komunitas memilih kelompok kecil atau tim khusus untuk menyusun proposal. (iv)Penyusunan Proposal Proposal disusun berdasarkan kegiatan atau gagasan yang dimandatkan komunitas. Sebelum dipresentasikan di hadapan komunitas kembali, propsal sebaiknya telah mendapatkan verifikasi kelayakan oleh pihak yang berkompeten. Misalnya, kegiatan perbaikan jalan atau pembangunan jembatan desa sebaiknya melibatkan ahli konstruksi jalan atau jembatan, sehingga tidak terjadi kesalahan teknik bangunan yang akan dilaksanakan maupun focus group discussion: mengenali kebutuhan mendasar/gc terputusnya kegiatan di tengah Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Dari Gracuate Center 48 (iii) Menggali kebutuhan Kegiatan ini dilaksanakan dalam suatu pertemuan musyawarah masyarakat yang sudah terwakili atau lebih sering disebut dengan focus group discussion (FGD). Yang harus selalu diingatkan adalah tujuan agar komunitas menjadi lebih sejahtera dan keluarga miskin berkurang. Alatalat yang dapat digunakan sebagai data awal yaitu data-data awal yang sudah disusun masyarakat sebelumnya. Setiap gagasan yang diungkapkan masyarakat dikelompokkan dan dicari gagasan mendasarnya. Fasilitator berperan penting memberikan arahan berupa pertanyaan-pertanyaan mendasar. Parameter prioritas dapat digunakan berupa; a. Kemendesakan, b. Jumlah KK miskin yang mendapat manfaat langsung, c. Tingkat swadaya, d. Kegiatan bisa dikerjakan sendiri oleh masyarakat, e. Suara Perempuan di komunitas. Analisa kemiskinan dapat membantu masyarakat melihat gagasan mendasar apa yang dijadikan gagasan utama (lihat gambar dibawah). Dari Graduate Center jalan disebabkan kesalahan dalam penganggaran. Penganggaran harus detail, termasuk sumber anggaran (swadaya berbentuk materi atau uang, dari lembaga luar berbentuk materi atau uang) dan besarannya. Proposal ini harus selalu dalam pengawasan atau supervisi dari pihak yang kompeten sesuai usulan kegiatannya. Penutup Demikianlah hal-hal yang bisa dilakukan dalam upaya-upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Kembali perlu diingat, bahwa upaya-upaya untuk mengembangkan dan memberdayakan masyarakat bukanlah tanpa tantangan, namun di dalam ketulusan dan oleh pertolongan Tuhan, tantangan-tantangan yang ada pasti dapat dilewati. Kiranya materi-materi yang telah dibagikan melalui majalah Dia ini dapat menolong para pembaca yang memiliki panggilan di bidang pengembangan dan pemberdayaan masyarakat ketika terjun secara langsung di masyarakat. Dan, kiranya nama Tuhan terus dimuliakan dengan dan melalui hidup dan pelayanan kita semua. Amin. (gc) Pembuatan proposal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/gc 49 Perbaikan jalan atau jembatan sangat penting untuk mobilisasi serta transportasi warga masyarakat/gc Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi Majalah Dia | Untuk Dia yang Ingin Hidup Dalam DIA PEREMPUAN DI BUMI ALLAH Grace Kartika celoteh pelabelan bising mengusili diri ada yang memuja keanggunan martabat ada yang memintal kecantikan di bilik rapat menikah atau melajang selalu berduri seperti semak belukar menuju mata air 50 dari rusuk lelakilah tercipta sahabat sehidup sejiwa dari rahim perempuanlah terlahir putra-putra zaman yang diasuh dan diasah di denyut jantungnya tak ada perempuan tanpa kemuliaan lelaki dan lelaki bersenandung di rahim perempuan kadang badai menghempas ke lembah ngeri dan pedih keelokan merintih di bungkus kepahitan yang perih kadang gemetar di puncak eksistensi yang hambar keangkuhan meronta dalam nafsu yang liar membakar melewati pintu-pintu waktu yang terus berperkara perempuan dipanggil namanya demikian dipuja-puji bukan karena perhiasan berkilau di tubuhnya tetapi karena jiwanya tulus sebening wajah ibu sekali-sekali bukan wanita simpanan dalam lipatan uang tetapi mutiara yang pendar di antara untaian hikmat Edisi 1 | Tahun XXVI | April-Juli 2013 Percikan benang-benang rasa merajut jelajah tak henti merangkak lambat di pikiran para lelaki namun melesat dahsyat mengejar kerinduan sekalipun naik turun melintasi misteri rumit cintanya berayun di tangkai yang rapuh Percikan sekalipun lemah dan sering kalah dalam rasa yang salah sekalipun lembut dan haknya terhasut hingga kalut serentak keperkasaan membuktikan keangkuhan menggoda bergaung nyaring menuntut kesetaraan yang tak rela direnggut perempuan di manakah hatimu bersembunyi pagi ini hingga perbincangan riuh tak lagi dijumpai di pasar tadi saat harga bumbu dan rempah semakin meninggi betapa sedapnya aromamu yang tak terbeli oleh materi benang-benang rasa merajut warna warni penginspirasi sejarah pemancar sinyal ilahi di persimpangan yang mendua arah banjir tak akan menghanyutkan buah pengorbananmu dan badai tak pernah merontokkan kehormatanmu gemerisik dedaunan masih menemani langkah hingga warna jingga semakin redup di barat engkau setia mengawal malam yang indah kekasih yang berkisah di bumi milik Allah tentang sehelai ketekunan yang terajut sudah dan berayun di atas keajaiban misteri 20 Maret 2013 Laju Emansipasi di Bumi Pertiwi 51