JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) 92-99 Journal of Control and Network Systems Situs Jurnal : http://jurnal.stikom.edu/index.php/jcone ANALISIS SINYAL SUARA JANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS SPEKTRUM Fransiscus Daso 1) Jusak 2) Ira Puspasari 3) Program Studi/Jurusan Sistem Komputer Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya Jl. Raya Kedung Baruk 98 Surabaya, 60298 Email: 1)[email protected], 2)[email protected], 3)[email protected] Abstract: The use of graphs to analyze heart sound signals quite difficult, because the cardiac signals are retrieved and displayed into a graph requires special skills to be able to read and analyze the cardiac signal. Therefore, the authors took the initiative to create an application that can transform the heart sound signal from the time domain into the frequency domain for analysis needs. The process of transformation of heart sound signals using Fast Fourier Transform (FFT). Based on the test results showed the transformation of the heart signal from the time domain to the frequency domain in the experiment with six different cases is particularly evident in the Peak or peak frequency and maximum frequency. Abnormalities of the heart sound signal with voice disorders at low frequencies produces a frequency domain representation of the graph with a small hill in the low frequencies. Moreover, it can also be concluded from the results of the transformation chart domination heart sound signal frequency can be seen from the top of the hill frequency transformation results. Keywords: Fast Fourier Transform, Heart Sound, and Discrete Fourier Transform Kesehatan adalah isu serius yang di hadapi dunia saat ini. Masalah kesehatan semakin hari semakin berkembang seiring perubahan jaman. Salah satunya adalah kesehatan Jantung. Jantung adalah organ tubuh manusia yang sangat penting dan berguna untuk memompa darah yang beredar ditubuh manusia. Tanpa jantung, darah di tubuh manusia tidak akan dapat mengalir. Pola hidup yang tidak sehat seperti makanan yang berkolesterol tinggi atau berlemak tinggi serta kurangnya olahraga dapat memicu penyakit jantung. Penyakit jantung umumnya sulit untuk di deteksi. Namun ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan fungsi jantung. Salah satu cara untuk mendeteksi penyakit jantung adalah memeriksa tidak/normalnya kinerja katup – katup pada jantung. Salah satu pemeriksaan pada katup jantung dapat menggunakan metode auskultasi. Auskultasi adalah metode pemeriksaan kinerja organ tubuh seperti jantung dengan cara mendengarkan suara yang di akibatkan oleh vibrasi yang berasal dari proses kerja jantung (Dugdale, 2011). Proses kerja jantung meliputi buka tutup katup pada jantung, sirkulasi darah pada jantung, dan sebagainya. Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan antara lain : a Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran. b Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara. c Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan bermacammacam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen bunyi yang terdengar. Pada penelitian ini sinyal suara jantung ditransformasikan dan dianalisis. dengan algoritma FFT ( Fast Fourier Transform ) untuk mendapatkan range frekuensi, sehingga mampu dibedakan antara sinyal jantung normal dan tidak normal bedasarkan frekuensinya METODE PENELITIAN Penelitian secara keseluruhan dapat digambarkan menjadi sebuah diagram seperti dibawah ini. Fransiscus Daso, Jusak, Ira Puspasari JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) Hal: 92 Data Sinyal suara jantung Pembuatan Program FFT sinyal suara jantung dengan Visual Basic Analisis perbedaan hasil transformasi sinyal suara jantung normal dengan sinyal suara jantung yang tidak normal Gambar 1. Blok Diagram Penelitian Secara garis besar penelitian dilakukan dengan tiga tahap. Tahap pertama mencari data sinyal suara jantung berupa file suara sinyal suara jantung dengan format .wav. Selanjutnya membuat program yang dapat membaca dan menampilkan sinyal suara jantung berupa grafik serta mentransformasikan sinyal suara jantung dengan metode FFT. Setelah proses transformasi maka selanjutnya adalah menganalisis hasil transformasi sinyal dengan menggunakan parameter frekuensi peak dan maksimum. START User memberi Input file sinyal suara jantung Grafik sinyal suara jantung digambarkan ke sebuah PicBox Melakukan proses transformasi dengan algoritma FFT (akan dijelaskan pada flowchart yang berbeda) Hasil transformasi yang awalnya berupa angka digambarkan pada grafik agar terlihat hasil transformasinya METODE FFT (Fast Fourier Transform) Fast Fourier Transform adalah algoritma untuk menghitung DFT dengan memanfaatkan sifat simetris dari DFT agar perhitungan dapat lebih efisien dan cepat dengan mengabaikan perhitungan yang sama (Smith, 2011). Rumus dasar dari DFT ditunjukan pada persamaan 3.1. 𝑁−1 1 𝑋𝑘 = x e−jk 2πn (1) 𝑛 =0 n 𝑁 Keterangan : 𝑋𝑘 : Representasi domain frekuensi untuk xn . N : Periode pada sinyal diskrit pada contoh atau soal n : bilangan deret dengan batas N. Rumus diatas dapat juga ditulis kembali seperti ditunjukan pada persamaan 2 𝑗 2𝜋 𝑁−1 𝑋𝑘 = 𝑛 =0 xn 𝑤 k n menjadi 𝑤 = 𝑒 − 𝑁 (2) Keuntungan dari pemakaian FFT adalah efisiensi perhitungan yang besar. Pada awalnya formula ini dibuat karena jumlah perhitungan yang sangat besar jika menggunakan metode DFT tradisional. Karena pada pada perhitungan DFT setiap garis spektral Xn harus dilakukan evaluasi sebanyak N. dan untuk memperoleh seluruh spektrum yang ada maka diperlukan N2 perkalian dan N2 evaluasi fungsi. Jika difokuskan pada jumlah perkaliannya saja maka algoritma untuk memperoleh Transformasi Fourier Diskrit dikatakan mempunyai orde N2. Penghematan yang didapatkan dari FFT dapat dihitung dengan persamaan 3. 𝑁2 𝑁𝑙𝑜𝑔 2 𝑁 Output Sinyal FFT SELESAI Gambar 2. Flowchart Program Pada Gambar 2 terdapat flowchart yang menggambarkan proses yang terjadi pada program transformasi sinyal suara jantung yang dibuat. Program ini menggunakan metode FFT atau Fast Fourier Transform. FFT adalah algoritma untuk menghitung DFT dengan memanfaatkan sifat simetris dari DFT tersebut sehingga proses perhitungan dapat berjalan dengan lebih efisien. untuk proses FFTnya sendiri dijelaskan di subbab berikutnya. = 𝑁 𝑀 (3) Rumus ini didapatkan dari : N = 2M (M disebut radiks) sehingga M = log2N. Pada setiap tingkat harus dilakukan N perkalian sehingga algoritma FFT memerlukan N log2N perkalian. Contoh jika N = 1024 maka M adalah 10 sehingga N/M = 1024/10 = 102.4 , Sehingga keuntungan menggunakan FFT adalah 102.4 kali lebih efisien dari metode DFT traditional. Berikut adalah proses perhitungan FFT jika digambarkan dengan model. Fransiscus Daso, Jusak, Ira Puspasari JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) Hal: 93 Penyortiran Data Bit Reversal FOR untuk mengulang setiap tahap sebanyak N Gambar 3. Diagram Butterfly (Haykin, 2003) Gambar menunjukan perhitungan dengan N=8. Proses pemisahan antara bit genap dan ganjil diulang untuk menukar urutan dari koefisien DTFS pada input. Proses penukaran ini disebut bit reversal , karena metode ini menggunakan pembalikan bit untuk menentukan lokasi daru X[k]. Contoh : - X[6] mempunyai index 6 atau k = 6. Bila dijadikan biner maka akan menjadi 6 = 1102 . sekarang membalik bit yang ada maka akan merubah 1102 menjadi 0112 atau k’ = 3 sehingga X[6] berada pada baris ke empat. Kemudian dilakukan pertukaran bit dengan diagram diatas yang disebut diagram butterfly atau kupu – kupu karena kemiripannya. Sehingga secara garis besar Flowchart dari FFT dapat digambarkan sebagai berikut : FOR untuk setiap sub DFT FOR untuk kalkulasi butterfly DATA Gambar 4. Flowchart algoritma FFT. Penjelasan dari Flowchart : 1. Proses transformasi fourier dimulai dengan penyortiran bit secara terbalik atau reversal. 2. Setelah itu proses dilanjutkan dengan perulangan FOR untuk melakukan perulangan di setiap tahap sampai dengan batas perulangan yang dinyatakan dengan N yang pada program ini adalah 512. 3. Tahap berikutnya adalah perulangan FOR untuk mengulang perhitungan sub-DFT. 4. Tahap berikutnya adalah perulangan FOR untuk kalkulasi Butterfly. Flowchart lengkap dari logika FFT yang digunakan pada program dapat dilihat di lampiran. Algoritma Fast Fourier Transform (FFT) ini dibagi menjadi 6 bagian yaitu : 1. Deklarasi konstanta yang diperlukan. Pada Tahap ini dilakukan deklarasi konstanta yang diperlukan antara lain : N dan Fransiscus Daso, Jusak, Ira Puspasari JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) Hal: 94 Pi. Nilai N ditetapkan sebesar 512 dan Pi sebesar 3.14. 2. Proses untuk menetapkan nilai beberapa variabel yang digunakan dalam FFT. Pada tahap ini dilakukan penetapan nilai dari beberapa variabel yang digunakan. Beberapa variabel itu adalah : 1. NM1 yang di tetapkan nilainya dari N1 atau 512 -1 = 511 , jadi nilai variabel NM1 sebagai 511. 2. ND2 yang ditetapkan nilainya dari N/2 atau 512/2 = 256, jadi nilai variabel ND2 adalah 256. 3. M yang ditetapkan nilainya dari log2(N) atau log2(512) = 9, jadi nilai variabel M adalah 9. 4. J yang ditetapkan nilainya sama dengan ND2 atau 256. 3. Bit Reversal Sorting Pada Tahap ini setiap arrray di REX[] dan IMX[] nilainya akan ditukar dengan nilai array yang lain. Array REX[] berfungsi untuk menyimpan nilai perhitungan yang REAL dan array IMX[] untuk menyimpan nilai Imajiner. Fungsi perulangan FOR bertugas untuk mengulang proses penukaran nilai variabel array REX[] dan IMX[]. Contoh : Misal nilai REX[256] = 120 dan berjalan pada proses selanjutnya maka nilai REX tersebut akan diinputkan pada REX[1] sehingga nilai REX[1] = 120 .Nilai 1 diambil dari variabel I yang berfungsi untuk menyimpan nilai urutan looping. Untuk melakukan pembalikan bit yang diperlukan pada program. 4. Looping untuk semua proses berikutnya. Looping ini adalah untuk mengubah nilai gelombang yang dalam domain waktu menjadi domain frekuensi. Tahap ini akan berlangsung sebanyak 8 kali karena nilai M didapatkan dari log2(N) yang dimana nilai N ditetapkan sebesar 512. Pada looping ini proses yang terjadi adalah menyiapkan variabel- variabel yang diperlukan di proses berikutnya yaitu untuk proses pada perhitungan sub-DFT dan kalkulasi butterfly. 5. Proses di dalam sub DFT yang diulang pada setiap sub DFT nya. Perulangan sebanyak N/2 yang nilainya disimpan pada variabel J. Perulangan ini bertujuan untuk menyiapkan variabel JM1 yang ditambahkan 1 setiap perulangan terjadi dan berisi kalkulasi butterfly. 6. Looping/Perulangan untuk proses kalkulasi Butterfly Pada Perulangan ini berisi proses kalkulasi butterfly yang berlangsung jika nilai dari variabel I tidak lebih dari NM1. Proses Butterfly adalah proses transformasi 2 point kompleks menjadi 2 point yang kompleks pula. Proses butterfly di ulang untuk menghitung nilai setiap spektrum frekuensi.Dalam Tahap ini dilakukan juga perhitungan sinusoida yang diperlukan di dalam kalkulasi butterfly. Nilai sinusoida didapatkan dari variabel SR dan SI. HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa percobaan yang dilakukan (sumber data1) 1. Percobaan pertama dilakukan dengan sinyal jantung normal. Gambar 5. Hasil Transformasi Sinyal Suara Jantung NORMAL. Hasil transformasi sinyal suara jantung NORMAL terdapat sebuah bukit yang besar yang memliki peak di frekuensi 56 Hz dan frekuensi maksimum di 277.5 hz. Bentuk hasil transformasi sinyal jantung normal ini dijadikan acuan untuk membandingkan dengan sinyal jantung berikutnya yang tidak normal. 2. Percobaan kedua dengan sinyal jantung yang bunyi S1 terdapat kelainan yang didalamnya ada suara split atau S1 Split. S1 Split terjadi karena penutupan 2 katup yang tidak terjadi secara bersamaan (Dr. Blaufuss, 2011). 2 katup tersebut adalah katup Mitral dan Tricuspid. Katup Mitral adalah katup yang membatasi antara serambi kiri dengan bilik kiri. Katup Triscupid adalah katup yang membatasi antara serambi kanan dengan bilik kanan. Proses penutupan katup yang tidak bersamaan membuat suara S1 terbagi jadi 2 atau disebut S1 Split. S1 Split adalah suara S1 yang seharusnya hanya 1 kali menjadi terbagi 2 yang berbunyi berurutan dengan jeda waktu yang singkat. S1 Split belum dapat dikategorikan TIDAK NORMAL jika jeda waktunya belum Fransiscus Daso, Jusak, Ira Puspasari JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) Hal: 95 mencapai 50 milisekon. Apabila masih dibawah 50 milisekon maka dapat dikategorikan normal. Dapat dilihat perbedaannya dengan sinyal jantung normal yang terdapat pada gambar 4.3. Gambar 7. Hasil Transformasi Sinyal Suara Jantung dengan S4. Gambar 6. Hasil Transformasi Sinyal Suara Jantung dengan S1 Split. Pada hasil Transformasi terlihat 2 bukit yang terdiri dari bukit yang tinggi disebelah kiri yang berada pada range 0 – 70 Hz dan bukit kecil di sebelah kanan yang berada pada range 100 – 170 Hz. Frekuensi di puncak tercatat 28 Hz dan frekuensi maksimum yang tercatat adalah 109.8 Hz. Hasil transformasi setelah dibandingkan dengan sinyal jantung normal terdapat perbedaan di pergeseran frekuensi pada Peak atau puncak dan frekuensi maksimum. Pada sinyal jantung normal frekuensi pada peak terdapat di 56 Hz, sedangkan pada sinyal jantung dengan kelainan Split S1 terdapat pada 28 Hz. 3. Percobaan Ketiga menggunakan sampel sinyal suara jantung TIDAK NORMAL yang terdapat S4 atau bunyi keempat. S4 adalah detakan dengan frekuensi rendah yang terjadi sebelum S1 berbunyi. S4 berasal dari kontraksi atrial yang memompa darah yang berada pada ventrikel kiri atau serambi kiri ke autrium kiri atau bilik kiri jantung, bunyi S4 terjadi karena ventrikel/bilik kiri yang tidak mengembang dengan baik sehingga darah yang dipompa dari serambi kiri melewati katup matrial dan menabrak dinding bilik yang tidak mengembang sempurna dan terjadi bunyi kecil yang disebut S4(Coviello, 2010). Bunyi S4 memiliki frekuensi yang kecil dan berbunyi kira – kira 90 milisekon sebelum bunyi S1. Pada hasil transformasi terlihat sebuah bukit yang yang curam yang terdapat sedikit bukit tambahan yang berukuran lebih rendah. Frekuensi pada puncak gelombang tercatat 35 Hz dan frekuensi maksimum tercatat 125.05 Hz. Perbedaan dengan hasil transformasi dengan sinyal jantung normal terletak di bentuk bukit yang meskipun sama 1 bukit tetapi pada sinyal jantung tidak normal bentuknya berbeda. Perbedaan terletak dari pembentukan bukit yang terdapat tiga bukit sekaligus. Bukit yang pertama yang kecil dapat mengindentifikasi adanya bunyi dengan frekuensi yang rendah ,S4 terletak pada bukit kecil di frekuensi yang rendah. 4. Percobaan Keempat dengan menggunakan sampel sinyal suara jantung dengan suara S3. S3 adalah suara ketiga dari suara jantung yang berasal dari tabrakan atau pertemuan darah yang tidak mengalir pada ventrikel dengan dengan darah yang berasal dari autrium atau serambi yang melalui katup matrial maupun triscupid yang membuka pada proses diastol (Silverman, 1990). Proses diastol adalah proses dimana bilik jantung mengembang atau mengalami relaksasi dan terisi darah. S3 terjadi biasanya sekitar 120 – 150 msec setelah S2 atau suara kedua. Fransiscus Daso, Jusak, Ira Puspasari JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) Hal: 96 Gambar 8. Hasil Transformasi Sinyal Suara Jantung dengan S3. Pada hasil Transformasi terlihat hasil transformasi yang berupa sebuah bukit yang landai dan berada pada range yang besar. Suara S3 adalah suara dengan frekuensi yang rendah sehingga tercatat pada awal grafik hasil transformasi ,meskipun tidak terlihat pada grafik. Tercatat juga frekuensi pada puncak bukit tertinggi sekitar 84 Hz dan maksimum di 125.05 Hz. 5. Percobaan kelima dengan menggunakan sampel suara jantung TIDAK NORMAL yang mengalami gangguan MVP atau Mitral Valve Prolapse. MVP terjadi ketika katup matrial yang membatasi serambi kiri dan bilik kiri tidak dapat menutup dengan baik (Mayo Clinic, 2005). Ketika proses MVP terjadi lembaran katup Mitral menonjol ke serambi kiri bersamaan dengan kontraksi jantung. Hal ini menyebabkan darah yang telah masuk bilik kiri ada yang kembali ke serambi kiri. Bunyi pada MVP terjadi karena menutupnya katup yang menonjol. MVP pada kebanyakan orang tidak perlu dikhawatirkan dan tidak membahayakan jiwa. Gambar 9. Katup Mitral yang mengalami MVP. Gambar 10. Hasil Transformasi Sinyal Suara Jantung dengan MVP. Pada percobaan ini terlihat terdapat 2 bukit yang terdiri dari bukit kecil dan bukit yang besar. Frekuensi pada puncak yang tinggi tercatat 63 hz dan frekuensi maksimum tercatat pada 122 Hz. Bukit kecil pada frekuensi rendah menunjukan letak suara MVP yang memiliki frekuensi rendah. 6. Percobaan keempat dengan menggunakan sampel sinyal suara jantung tidak normal dengan kelainan Mitral Stenosis. Mitral stenosis adalah kelainan dimana katup Mitral mengalami penyempitan atau katup Mitral tidak membuka secara sempurna (Chen, 2014). Hal ini menghalangi sirkulasi darah dari serambi kiri ke bilik kiri. Hal ini dapat menyebabkan seseorang mudah kelelahan dan sesak nafas. Sesak nafas disebabkan darah yang tidak dapat mengalir dari serambi kiri ke bilik kiri kembali ke paru – paru dan dapat menghalangi darah yang dari paru- paru menuju jantung (Mayo Clinic, 2005). Dapat diamati di gambar berikut : Gambar 11. Kelainan Jantung Mitral Valve Stenosis atau Mitral Stenosis 1 http://www.med.umich.edu/lrc/psb/heartsounds/ Fransiscus Daso, Jusak, Ira Puspasari JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) Hal: 97 Pada gambar diatas jantung di sebelah kiri adalah kondisi jantung normal , sedangkan pada gambar sebelah kanan adalah kondisi jantung dengan kelainan Mitral Stenosis. Terlihat adanya penyempitan pada katup Mitral. Hal ini menyebabkan sesak nafas karena kondisi paru – paru yang penuh dengan darah. Penyebab utama terjadinya Mitral Stenosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Rheumatic Fever atau Demam Rematik. Demam Rematik adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus. Penanganan yang lambat dapat membuat masalah pada jantung terutama pada katup Mitral. Karena sifat darah yang dapat membawa bakteri. Bunyi MVP terdengar pada saat Diastole atau proses darah masuk dari serambi ke bilik setelah S2 terdengar. Bunyi MVP berada pada frekuensi yang rendah dan dapat diamati di gambar dibawah ini. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/ article/000175.htm Clinic, M. (2014). Mitral Valve Prolapse. Recuperado el Januari de 2015, de Mayo clinic: http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/mitral-valveprolapse/basics/definition/con-20024748 Coviello, J. S. (2010). Auscultation Skills , Breath & Heart Sound. Philadelphia: Wolters Kluwer. Dugdale, D. C. (2011). Auscultation. Recuperado el Januari de 2015, de www.nlm.nih.gov: www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article /002226.htm Haykin, S. (2003). Signal and Systems. Danvers: Wiley. Heart. (November de 2014). Atrial Septal Defect. Recuperado el 4 de Januari de 2015, de Heart.org: http://www.heart.org/HEARTORG/Conditi ons/CongenitalHeartDefects/AboutCongeni talHeartDefects/Atrial-Septal-DefectASD_UCM_307021_Article.jsp# Gambar 12. Hasil Transformasi Sinyal Suara Jantung dengan Mitral Stenosis Hasil transformasi sinyal suara jantung tidak normal dengan kelainan Mitral Stenosis menunjukan adanya bunyi frekuensi rendah yang ditandai dengan bukit kecil di posisi paling kiri grafik. Bukit berikutnya menunjukan S1 dan S2 yang memiliki frekuensi lebih tinggi. Frekuensi pada puncak bukit tertinggi didapat pada 49 Hz dan frekuensi tertinggi di 118.95 Hz. DAFTAR PUSTAKA Blaufuss, D. (1998). Split First Sound. Recuperado el 4 de Januari de 2015, de Blauffus.org: http://www.blaufuss.org/arrow/S1S.html Nana. (2009). Transformasi Fourier. Recuperado el Januari de 2015, de Lecturer.eepisits.edu: http://lecturer.eepisits.edu/~nana/index_files/materi/Teori_Citr a/Pertemuan_7.doc Silverman, M. E. (1990). Third Heart Sound. Recuperado el 4 de Januari de 2015, de http://www.ncbi.nlm.nih.gov: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK3 42/ Smith, S. W. (2011). Chapter 12 : The Fast Fourier Transform. Recuperado el Januari de 2015, de www.dspguide.com: http://www.dspguide.com/ch12.htm Taylor, T. (2010). Human Heart. Recuperado el Januari de 2015, de www.innerbody.com: http://www.innerbody.com/image/card01.h tml#full-description Chen, M. A. (2014). Mitral Stenosis. Recuperado el Januari de 2015, de www.nlm.nih.gov: Fransiscus Daso, Jusak, Ira Puspasari JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) Hal: 98 Fransiscus Daso, Jusak, Ira Puspasari JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) Hal: 99 LAMPIRAN 1. FLOWCHART LENGKAP ALGORITMA FFT MULAI Pi = 3,1415 N = 512 NM1 = N-1 ND2 = N/2 M = CINT(LOG(N)/LOG(2)) J = ND2 I=1 For(I<(N-2)) No Yes If(I>=J) Yes K = ND2 No TR=REX(J) TI=IMX(J) REX(I)=TR IMX(I)=TI K=ND2 L=1 IF(K>J) No I++ J=J-K K=K/2 For(L<M) No J=J+K Yes L++ No Yes Yes LE=CINT(2^L) LE2=LE/2 UR=1 UI=0 SR=COS(PI/LE2) SI=-SIN(PI/LE2) J=1 For(J<LE2) JM1 = J-1 I = JM1 For(I<NM1 No Yes TR=UR UR=TR*SR-UI*SI UI=TR*SI+UI*SR SELESAI J++ IP=I+LE2 TR = REX(IP)*UR-IMX(IP)*UI TI = REX(IP)*UI-IMX(IP)*UR REX(IP)=REX(I)-TR IMX(IP)=IMX(I)-TI REX(I)=REX(I)+TR IMX(I)=IMX(I)+TI I=I+LE Fransiscus Daso, Jusak, Ira Puspasari JCONES Vol. 4, No. 1 (2015) Hal: 100