KAJIAN POTENSI, PEMETAAN SUMBER DAYA IKAN DAN NON IKAN SERTA KONDISI PERAIRAN TELUK PALU DI KOTA PALU TAHUN 2014 DR. A. Masyahoro Hp. 081355869333 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Palu merupakan satu-satunya Daerah Tkt II yang berstatus Kota di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki potensi sumberdaya ikan dan non ikan yang berada pada sebagian perairan Teluk Palu. Sampai saat ini perhatian dari pemerintah dan stekholder lainnya terhadap potensi yang menjanjikan ini masih sangat kurang, apalagi upaya-upaya yang konstruktif untuk optimalisasi sumberdaya tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut diharapkan ada kemauan yang serius oleh pengambil kebijakan dan penyusun strategi di Kota ini untuk melakukan kajian-kajian yang komprehensip dan berteknologi tinggi agar secara signifikan mampu memberikan informasi yang akurat tentang pesentstatus sumberdaya tersebut, baik yang telah dimanfaatkan maupun potensi yang belum tergali sehingga ke depan dapat memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial dan manfaat ekologis secara berkelanjutan bagi masyarakat Kota Palu. Sumberdaya perairan baik ikan maupun non ikan yang begitu besar selama ini belum mampu memberikan kontribusi yang nyata secara ekonomi bagi penduduk disekitarnya khususnya masyarakat yang berada di wilayah pesisir Teluk Palu Kota Palu. Potensi sumberdaya perikanan yang ada masih banyak dimanfaatkan secara tradisional sehingga secara keseluruhan belum dapat memberikan konstribusi yang nyata terhadap perekonomian masyarakat. Salah satu langkah awal pemanfaatan potensi sumberdaya ikan dan non ikan yang ada dan menjamin keberlanjutan (substainability)nya adalah dengan melakukan pengkajian terhadap potensi sumberdaya ikan dn non ikan di perairan Teluk Palu Kota Palu, sehingga tersedia informasi yang akurat dan terpercaya yang diperlukan bagi pengambilan kebijakan dan seterusnya dapat dirancang suatu kegiatan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan dan non ikan yang optimal dan terpadu terhadap wilayah perairan Teluk Palu. Dengan demikian, perairan tersebut dapat memberikan manfaat ganda baik untuk memenuhi kebutuhan substansi berupa protein hewani maupun menambah pendapatan nelayan dan masyarakat sekitar melalui perluasan lapangan kerja serta peningkatan aktivitas perekonomian kota. Secara integrasi dan menyeluruh, keberhasilan upaya pemanfaatan/pengelolaan potensi sumberdaya ikan dan non ikan secara tepat serta berkelanjutan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan ekonomi regional. Kegiatan pengkajian potensi sumberdaya ikan dan non ikan diharapkan dapat memberi dampak positif bagi upaya pemanfaatan secara lestari sumberdaya pesisir dan perairan laut Teluk Palu yang ada. Kemudian, berkenaan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, khususnya dalam pengolahan wilayah laut dalam zona 4 mil sebagaimana ditetapkan dalam UU Pemerintahan Daerah, maka pemerintah daerah Kota Palu beserta masyarakatnya harus lebih proaktif dalam Laporan Akhir, Palu 2014: Bab 2-1 menyikapi upaya-upaya pengelolaan secara optimal sumberdaya tersebut. Keberhasilan pengkajian ini akan memperkuat pengamanan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dan ekosistem pesisir laut Teluk Palu di Kota Palu secara berkelanjutan. Selain itu, kegiatan pengkajian potensi sumberdaya ikan dan non ikan ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan kemandirian wilayah dalam mengahadapi era otonomi melalui proses pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya laut di wilayah pesisir dan laut Kota Palu, meningkatkan produktivitas dan efektivitas usaha pemanfaatan sumberdaya laut, memperluas dan memberi alternatif lapangan kerja, dan memperkuat pembangunan di bidang kelautan yang berkelanjutan dan berawawasan lingkungan. Kami yakin bahwa dalam jangka panjang cost-benefit dari kegiatan ini akan bernilai positif dan menjadi dasar bagi perencanaan kegiatan yang ada hubungannya dengan pembangunan kelautan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir Kota Palu. Tujuan Dan Sasaran Beradasarkan uraian dalam belakang diatas, maka tujuan dari pengkajian potensi sumberdaya ikan dan non ikan di perairan Teluk Palu adalah: 1) Tersedianya informasi tentang potensi sumberdaya ikan dan non ikan yang terdapat di perairan Teluk Palu Kota Palu; 2) Terpetakannnya sebaran, kuantitas dan zona pemanfaatan sumberdaya ikan dan non ikan di perairan Teluk Palu Kota Palu; dan 3) Tersedianya informasi berupa kondisi oseonografi perairan (suhu, salinitas, arus, produktivitas primer), serta terpetakannya batimetri, tambang minyak dasar laut dan mineral di perairan Teluk Palu Kota Palu. Sasaran dari kegiatan ini adalah: 1) Memperkuat pembangunan di bidang perikanan dan kelautan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; 2) Meningkatkan kemandirian wilayah dalam menghadapi era otonomi lewat penyediaan data/informasi dasar bagi pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan non ikan di peraran Teluk Palu Kota Palu. Secara konkritnya adalah peningkatan pendapatan asli daerah; 3) Meningkatkan produktivitas sumberdaya laut; dan efektivitas usaha pemanfaatan 4) Memperluas dan memberi alternatif lapangan kerja di darat. Lokasi/Wilayah Kajian Wilayah yang diusulkan dalam kegiatan kajian potensi dan pemetaan sumberdaya ikan dan non ikan serta kondisi perairan adalah di perairan Teluk Palu Kota Palu. Ruang Lingkup Kegiatan Laporan Akhir, Palu 2014: Bab 2-2 Materi kegiatan pengkajian potensi, pemetaan sumberdaya ikan dan non ikan serta kondisi perairan Teluk Palu Kota Palu meliputi : 1) Pengkajian potensi sumberdaya dengan pendekatan akustik, data penangkapan ikan dan statistik perikanan; 2) Pemetaan sumberdaya ikan, sebaran dan zona pemanfaatannya; 3) Pemetaan serta deskripsi kondisi perairan, seperti bathymetri (kontur kedalaman laut), pola arus, sebaran suhu, salinitas, produktivitas primer, minyak dasar laut dan mineral ; 4) Identifikasi aspek biologi laut, seperti jenis ikan (biota laut), khususnya pada kolom air; dan; 5) Deskripsi kegiatan perikanan laut (perikanan tangkap, budidaya laut, pengolahan dan pemasaran). Hasil yang Diharapkan Produk yang dihasilkan dari kegiatan yang diusulkan ini adalah dokumen berupa data/informasi dan peta potensi sumberdaya ikan dan non ikan serta kondisi perairan Teluk Palu Kota Palu. 1) Data/informasi tentang potensi dan zona pemanfaatan sumberdaya ikan, meliputi data/informasi sumberdaya ikan; 2) Data/informasi tentang kondisi perairan laut, meliputi data/informasi batimetri, pola arus, suhu, salinitas dan produktivitas primer, tambang minyak dan mineral. 3) Data/informasi mengenai aktivitas usaha perikanan di wilayah pesisir Teluk Palu Kota Palu meliputi perikanan tangkap, budidaya laut, pengolahan dan pemasaran. 4) Peta-peta tematik sumberdaya dan lingkungan perairan laut Teluk Palu Kota Palu, meliputi peta potensi, zona pemanfaatan, sebaran ikan, batemetri, arus, suhu, salinitas, produktivitas primer, tambang minyak, mineral, perikanan tangkap, budidaya laut, pengolahan dan pemasaran. METODE PENGKAJIAN Pendekatan Umum Dalam kajian ini, pendekatan yang dilakukan agar tujuan yang telah dinyatakan pada Bab 1 dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan dan tepat waktu adalah: Persiapan: Menyamakan persepsi kepada semua anggota tim pelaksana tentang produk yang diharapkan dari kajian ini dan jadwal rencana kerja yang disepakati bersama. Selain itu, dalam tahap persiapan ini juga dirinci lebih jelas tugas masing-masing tim. Pengumpulan data/informasi: Pengumpulan data dilakukan melalui citra satelit, survei akustik perikanan, pengukuran parameter oseanografi, dan sampel air. Laporan Akhir, Palu 2014: Bab 2-3 Analisis data: Data/informasi yang telah terkumpul kemudian dianalisis, antara lain untuk menentukan potensi, zona penangkapan, tingkat pemanfaatan. Pembuatan peta-peta tematik: Berdasarkan data/informasi yang dikumpulkan maka dibuat peta-peta tematrik. Peta tematrik diharapkan dapat membantu dengan cepat pihak pengambil keputusan atau para praktisi dalam menentukan lokasi potensi sumberdaya, pengelolaan atau pengusahaannya. Pada bagian berikut akan dirinci masing-masing metode, yaitu penginderaan jauh, akustik kelautan, oseanografi dan statistik perikanan. Pola sebaran kepadatan akustik ikan Pola sebaran ikan secara spasial dilihat secara vertikal dan horizontal, untuk sebaran secara vertikal dapat diketahui dengan menghitung kepadatan akustik ikan pada seluruh strata kedalaman dan untuk mempermudah pengolahan data, maka kepadatan akustik ikan direncanakan diklasifikasikan menjadi 5 kisaran nilai, yaitu >2000 m2/nmi2, 1500-2000 m2/nmi2, 1000-1500 m2/nmi2, 500-1000 m2/nmi2 dan <500 m2/nmi2 lalu dihitung frekuensi dan nilai rata-ratanya. Kemudian untuk melihat kecenderungan nilai kepadatan akustik ikan, maka ditampilkan dalam bentuk tabel dengan menampilkan jumlah ESDU dalam kisaran nilai kepadatan akustik. Sebaran nilai kepadatan akustik ikan tiap lapisan perairan secara horizontal ditampilkan dalam bentuk gambar, gambar ini hasil overlay antara cruise track dengan nilai kepadatan akustik ikan yang sebelumnya dibagi terlebih dahulu berdasarkan strata kedalaman dengan selang 50 m, dengan selang kedalaman tersebut diharapkan dapat melihat keterwakilan data kepadatan akustik ikan pada setiap lapisan perairan, hal ini juga dilakukan dengan mempertimbangkan kedalaman lapisan termoklin yang berada pada kedalaman 100-200 m. Laporan Akhir, Palu 2014: Bab 2-4 Gambar 2.5. Ilustrasi deteksi obyek dalam air dan dasar perairan dengan menggunakan instrumen akustik biosonic system yang dipasang pada lunas kapal Gambar 2.6. Foto portable instrument biosonic system yang masih diletakkan di atas geladak kapal dan dipasang pada sisi kapal sewaktu akan mengumpulkan data akustik perikanan Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 1 Gambar 2.7. Ilustrasi diagram sistem akuisisi data akustik dan tampilan echogram Survei Oseanografi dan Kesuburan Perairan Metode standar pengukuran produktivitas primer akan diterapkan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi perairan serta kesuburannya. Pengambilan contoh air akan dilakukan pada beberapa stasiun. Pada stasiunstasiun ini dilakukan pula pengukuran profil suhu dan salinitas dengan menggunakan instrumen CTD (conductivity temparature and depth). 1. Pengambilan Sampel a. Nutrien Pada pengambilan sampel air untuk pengukuran nutrien, digunakan Cammerer water sampler yang dapat mengambil air pada kedalaman yang diinginkan. Pengambilan sampel air ini dilakukan di 14 stasiun penelitian. Contoh air yang diambil dari setiap lokasi unit contoh dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan terlebih dahulu dengan menggunakan H2SO4 dan pengawetan pada suhu 40 C. Selanjutnya sampel air dianalisis di laboratorium Produktivitas Lingkungan, FPIK IPB dengan menggunakan spectrofotometer berdasarkan metode yang dilakukan oleh Strickland dan Parsons (1972). Parameter nutrien yang dianalisis adalah fosfat, nitrat dan silikat. b. Chlorofil-a Sampel klorofil-a diperoleh dengan menyaring air laut dengan menggunakan pompa (vacuum pump) pada tekanan 35 cmHg atau grab sampler. Pengambilan sampel air laut minimal 2 liter untuk tiap kedalaman. Setelah dilakukan penyaringan, kertas saring yang digunakan untuk menyaring sampel air laut disimpan pada kantung plastik kedap udara dan dimasukkan ke dalam botol gelap (botol Opaque) kemudian disimpan di freezer pada suhu di bawah – 4 oC. c. Plankton Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 2 Pengambilan sampel plankton dilakukan di 14 stasiun penelitian dengan menggunakan plankton net dengan jaring plankton standard No. 25, dan volume air yang disaring adalah 100 liter. Contoh plankton diawet dengan menggunakan lugol dan selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlah individu dari setiap unit sistematik yang ditemukan di laboratorium Biologi Laut, FPIK-IPB. 2. Analisis Data a. Nutrien dan Chlorofil-a Nilai parameter chlorofil-a, nitrat, phosphat, dan silikat yang diperoleh selanjutnya diplotkan dengan menggunakan golden software surfer-7, yaitu dengan melakukan interpolasi terhadap nilai parameter yang diperoleh pada masing-masing stasiun. Hasil interpolasi akan disajikan dalam bentuk sebaran secara horizontal yang kemudian ditumpangtindihkan ke peta Teluk Palu Kota Palu. Data yang dibutuhkan meliputi posisi pengambilan sampel (latitude dan longitude) selain data kandungan nutrien dan klorofil-a. Hasil interpolasi akan disajikan dalam bentuk sebaran secara horizontal yang kemudian ditumpang tindihkan ke peta Teluk Palu Kota Palu. b. Plankton (1) Kelimpahan Kelimpahan dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per satuan volume air. Dengan menggunakan Sedgwick-Rafter Counting Cell, kelimpahan setiap spesies plankton. (2) Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Keanekaragaman menunjukkan keberagaman jenis dan merupakan ciri khas struktur komunitas. (3) Indeks Dominansi Simpson Untuk menggambarkan jenis organisme yang paling banyak ditemukan, dapat diketahui dengan menghitung nilai dominasinya. Status Perikanan dan Sumber Daya Ikan 1. Akuisisi Data Jenis data perikanan yang dikumpulkan adalah data sekunder (meliputi: data statistik perikanan, laporan tahunan perikanan, laporan penelitian, dll.) dan data primer (data hasil observasi dan pengukuran langsung di lapang). Data sekunder dikumpulkan sejak pelaksanaan desk study hingga pelaksanaan survei lapang untuk melengkapi data yang belum diperoleh. Data primer dikumpulkan melalui kegiatan survei lapang yang dilakukan pada bulan September 2014. Kegiatan survei lapang ini dilakukan dengan melakukan perjalanan menyusuri wilayah Teluk Palu Kota Palu Untuk mendapatkan informasi perikanan yang lengkap dan mendalam selama kegiatan survei lapang maka telah dilakukan wawancara mendalam (deep interview) terhadap nelayan, pedagang ikan, pegawai PPI, pejabat Dinas Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 3 Pertanian, Kehutaan dan Kelautan Kota Palu dan stakeholders lainnya menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires) yang telah disiapkan sebelumnya. Observasi langsung terhadap lokasi dan aktivitas perikanan dilakukan melalui perekaman obyek kegiatan menggunakan kamera digital maupun kamera video. Penetapan responden yang diwawancarai dilakukan dengan metode accidental sampling yaitu responden yang diwawancarai adalah mereka yang dijumpai secara kebetulan (by-chance) selama dilaksanakannya survei lapang. Informasi perikanan selama kegiatan survei lapang diperoleh melalui wawancara terhadap nelayan, pedagang ikan, pegawai PPI, pejabat Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Kota Palu dan stakeholders lainnya dengan menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires) yang telah disiapakan sebelumnya. 2. Analisis Data Data sekunder dan primer dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabulasi, grafik dan narasi. Potensi sumberdaya ikan di perairan Teluk Palu Kota Palu dihitung berdasarkan potensi sumberdaya ikan di WPPRI-4 (Selat Makassar dan Laut Flores dengan luas sekitar 605 300 km2) (Widodo et al. 1998). Perhitungan potensi ini dilakukan dengan cara mengkonversi potensi di WPPRI-4 dari hasil pendugaan stok ikan di perairan Indonesia tahun 2001 yang dilakukan oleh BRKP-DKP dan P30 LIPI, 2001 ke dalam luas perairan kajian (perairan Kabupaten Donggala) yaitu sekitar 12 321 km2. Dalam konversi ini diasumsikan bahwa sebaran sumberdaya ikan di WPPRI-4 adalah merata. Untuk mengetahui kebijakan yang sudah ada telah sesuai atau belum dengan kebutuhan pengembangan perikanan di wilayah Periarian Teluk Palu Kota Palu, maka dilakukan analisis deskkriptif (content analysis) terhadap kebijakan yang ada (Restra maupun RJPM Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Kota Palu). Selain itu untuk merumuskan strategi pengembangan perikanan di Kota Palu juga dilakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threath). HASIL SURVEI EKOSISTEM WILAYAH PESISIR TELUK PALU Dinamika Perubahan Garis Pantai Dinamika perubahan garis pantai dipantau dengan memanfaatkan citra satelit Landsat TM dan ETM+ pada tiga periode (tahun 1983, 2000 dan 2014). Berdasarkan citra satelit diketahui bahwa telah terjadi perubahan garis pantai, khususnya di bagian selatan pesisir Teluk Palu dari tahun 1983 hingga 2000 sejauh sekitar 60 meter (Gambar 3.1). Perubahan garis pantai ini diakibatkan oleh proses abrasi yang terjadi sepanjang pesisir pantai. Perubahan tersebut masih terlihat dari tahun 2000 hingga 2014. Hal ini dapat disebabkan oleh sirkulasi arus di dalam teluk yang berasal dari ARLINDO Selat Makassar yang mempengaruhi masa air di dalam Teluk Palu atau adanya berbagai akititas manusia dan kegiatan penambangan sirtu yang disertai kegiatan reklamasi/tuks. Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 4 1 1 9 °5 ' 1 1 9 °1 0 ' 1 1 9 °1 5 ' 1 1 9 °2 0 ' 1 1 9 °2 5 ' 1 1 9 °3 0 ' 0°30' DON GG 0°25' # Tib o Indeks Peta 1 1 9 °3 5 ' 1 1 9 °4 0 ' Min u tu # # 1 1 9 °4 5 ' 1 1 9 °5 0 ' 1 1 9 °5 5 ' Po p o d i # Aw isa n g Pa la d o 0°5' 0°5' # To wa ja # PETA TINGKAT ABRASI DAN AKRESI KABUPATEN DONGGALA 0°35' # Ja la n M Su n ga i Ba ta s D Ba ta s K Ba ta s K LO K A S I Ma le i T at e # Le m o 0°10' 0°10' 3 0 3 6 Mi le s # To mp e 0°15' # Om b o KA MA LAT SE 0°30' # Tib o 0°30' # Ta wa e li Indeks Peta 0°35' 0°35' 0°40' # Do n g g ala # Ta wa e li 0°45' 0°45' # Ka b o n g a 0°50' # Ru e wu n e # To wa le LO KA SI 0°40' # Kiro i # To wa ja # Do n d o Kota G aris Pantai th 1983 G aris Pantai th 2000 G aris Pantai th 2005 Jalan M inor Jalan M ayor Sungai Batas Desa Batas Kecam atan Batas Kabupaten 0°45' DON GGA LA SA 0°20' 0°25' # Ka b o n g a 0°25' # To wa le 0°20' R # # Ot i 0°40' 0°15' # Do n g g ala LEGENDA # Do n d o 0°50' # Kiro i # Ru e wu n e 0°50' Ba m b a mu a #PA L U 1 1 9 °5 ' 1 1 9 °3 5 ' 1 1 9 °4 0 ' 1 1 9 °1 0 ' 1 1 9 °1 5 ' 1 1 9 °2 0 ' 1 1 9 °2 5 ' 1 1 9 °3 0 ' 1 1 9 °3 5 ' 1 1 9 °4 0 ' #PA L U 1 1 9 °4 5 ' 1 1 9 °5 0 ' Su mb C it ra L and T ang gal pe re ka 24 M ei 20 0 S u m ber In form as i: C itra L and sa t TM da n E TM + Tang gal pe re ka m an : 30 Ag us tus 1 983 , 24 M ei 20 00 d an 3 M ar et 200 5 # Ba m b a mu a 1 1 9 °5 5 ' 1 1 9 ° 4 SURVEI 5' 1 1 9 °5 0 ' 1 1 9 ° 5 5 ' TELUK PALU HASIL DINAMIKA PERAIRAN Batimetri Kontur kedalaman perairan atau batimetri Teluk Palu ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut kontur dibuat mulai dari garis pantai dan selanjutnya isobath 100 m, 200 m, 300 m, 400 m, 500 m. Jarak ke isobath 100 m relatif dekat dari garis pantai dan penurunan selanjutnya terlihat cukup tajam, dan di mulut Teluk Palu kedalaman sudah lebih dari 500 m. Melalui kontur ini terlihat bahwa perbedaan massa air perairan pesisir (coastal waters) dan massa air oseanik (oceanic waters) hampir tidak ada. Gambar 4.1. Batimetri perairan Teluk Palu Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 5 Arus Pengukuran arus dilakukan dengan currentmeter (CM2) pada ke 25 stasiun pengamatan Hasil pengukuran tersebut di atas di plot (Gambar 4.3 – Gambar 4.5.) untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kondisi arus di perairan Teluk Palu pada saat survei. Kecepatan arus berkisar antara 0,004 – 0,917 m/detik dengan rata-rata sebesar 0,279 m/detik. Khusus pada stasiun 22 dengan kedalaman 15 m di bawah permukaan laut kecepatannya hanya mencapai 0,004 m/detik. Adapun arah arus bervariasi berdasarkan kedalaman, namun secara umum didominasi oleh pergerakan arus ke arah selatan atau utara (sepanjang pesisir pantai teluk). Sebaran Parameter Oseanografi Profil Beberapa Parameter Oseanografi Hasil pengukuran profil suhu, salinitas, densitas (sigma-t), kecepatan suara, transmissometer, backscatter dan oksigen Telah diketahui bahwa selat Makassar merupakan salah satu pintu utama Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) yang mempengaruhi massa air Teluk Palu, yakni terjadinya transpor massa air dari Lautan Pasifik menuju Lautan Hindia (Godfrey, 1996; Matsumoto and Yamagata, 1996; Meyer, G.. 1996; Meyer, 1996; Naulita, 1998). Terjadinya transpor masaa air ini mempengaruhi kondisi perairan di Selat Makassar. Susanto (1999), menyatakan bahwa pada saat El Nino transport masa air lebih kecil dan lapisan termokilin mengalami pendangkalan di Selat Makassar dan berpengaruh juga terhadap massa air Teluk Palu. Fluktuasi SPL selama bulan Januari s/d Juni 2014, dimana pada waktu tersebut terjadi El Nino yang cukup kuat, tidak menunjukkan variasi SPL yang ekstrim. Analisis spektral SPL di perairan Teluk Palu tidak menunjukkan adanya pengaruh iklim global seperti El Nino terhadap variabilitas SPL (Gambar 4.17). Dengan demikian kejadian El Nino tidak secara langsung mempengaruhi SPL di sekitar pantai, namun demikian hasil analisis spektral SPL menunjukkan bahwa secara keseluruhan di perairan Teluk Palu terlihat variabilitas inter-annual dari SPL. Analisis spektral SPL menunjukkan variasi semi-annual dan annual SPL yang signifikan di perairan Teluk Palu. Variasi yang terjadi dapat dihubungkan dengan pola pergerakan perubahan angin muson. Pada bulan Januari-Maret, di Selat Makassar termasuk Teluk Palu secara umum angin berhembus dari utara menuju selatan yang mendorong massa air dingin dari belahan bumi utara memasuki Selat Makassar dan Teluk Palu, Pada bulan April-Juni terjadi angin pancaroba. Sekitar bulan Juli hingga Nopember, di selat Makassar dan Teluk Palu angin muson bergerak dari arah selatan mendorong massa air yang lebih dingin dari laut Flores memasuki selat Makassar. Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 6 Kesuburan Perairan Kandungan unsur hara dalam perairan merupakan salah satu faktor penting dan tolak ukur dalam penentuan kualitas perairan tersebut. Secara alamiah konsentrasi zat hara (nutrien) dalam perairan bervariasi untuk masing-masing bentuk senyawanya, dan dalam kondisi tertentu nilai konsentrasi ini dapat melebihi atau di luar batas yang dinyatakan aman. Bila hal ini terjadi maka akan berdampak terhadap biota yang hidup di perairan tersebut. Plankton merupakan orgamisme sebagai produsen utama unsur-unsur organik, dalam hal ini sebagai sumber makanan utama bagi biota laut lainnya. Unsur-unsur zat hara yang terkandung dalam perairan yang menjadi parameter utama kualitas perairan antara lain: TSS (total suspended solid), ortho fosfat, nitrat, total nitrogen, silica, dan chlorofil-a. Plankton Plankton merupakan organisme yang berukuran mikroskopis dan hidupnya terapung atau melayang-layang di kolom air dan memiliki kemampuan renang yang sangat kecil sehingga sangat dipengaruhi oleh gerakan air. Plankton terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu pertama adalah fitoplankton merupakan tumbuhan air yang bersifat planktonis serta mampu melakukan fotosintesis; kedua adalah zooplankton yang merupakan hewan air yang bersifat planktonis. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan sangat tergantung dari kondisi lingkungan seperti nutrien, cahaya, suhu, dan salinitas. Fitoplankton merupakan produsen utama zat-zat organik di perairan. Kehidupan organisme air baik langsung maupun tidak langsung sangat tergantung pada fitoplankton. Fitoplankton mampu mengubah senyawa-senyawa anorganik menjadi senyawasenyawa organik berupa glukosa melalui proses fotosintesis. Glukosa tersebut kemudian diubah menjadi karbohidrat yang lebih kompleks dan disimpan sebagai cadangan makanan. Hasil pengamatan terhadap kondisi fitoplankton dan zooplankton di perairan Teluk Palu diuraikan sebagai berikut: 1. Komposisi Kelimpahan Kelimpahan fitoplankton di 14 stasiun pengamatan Perairan Teluk Palu berkisar antara 253 ind/l sampai 2.806 ind/l (Tabel. 4.4), sedangkan kelimpahan zooplankton berkisar antara 7 ind/l sampai 115 ind/l (Tabel 4.5). Berdasarkan hasil analisa serta identifikasi contoh, komposisi kelimpahan fitoplankton terbagi ke dalam 3 kelas yang terdiri dari Bacillariophyceae, Cyanopyceae, dan Dinopyceae dan yang memiliki kelimpahan terbesar adalah kelas Bacillariophyceae yaitu mencapai 57%. Kelas fitoplankton tersebut masingmasing terdiri dari 13, 1, dan 5 genus, sedangkan komposisi kelimpahan zooplankton juga terbagi kedalam 3 kelas yaitu Ciliata, Sarcodina, dan Malacostraca dengan kelimpahan yang terbesar dimiliki oleh Malacostraca yang mencapai 68%. Kelas zooplankton tersebut masing-masing terdiri dari 5, 1, dan 6 genus Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 7 Kesamaan Lingkungan antar Stasiun Pengamatan Faktor yang mempengaruhi tingkat kesamaan antar stasiun adalah adanya keseragaman kelimpahan individu jenis fitoplankton dan zooplankton. Pengelompokkan fitoplankton berdasarkan jumlah individu dengan menggunakan analisis cluster menghasilkan 5 kelompok stasiun (Gambar 4.20). Kelompok I terdiri dari stasiun 1 yang dicirikan oleh ditemukannya fitoplankton jenis Amphiprora dan merupakan organisme yang memiliki sensitivitas yang kurang terhadap perubahan kondisi lingkungan jika dibandingkan dengan fitoplankton lainnya. Kelompok II adalah stasiun 5 dan 6 yang dicirikan oleh kesamaan kelimpahan jumlah individu jenis Eucampia sp, Guinardia sp, dan Ceratium sp. Kelompok III merupakan kelompok terbesar karena terdiri dari stasiun 3, 2, 4, 7, 10, 9, 14, 13, 8 yang memiliki kesamaan kelimpahan jumlah individu jenis Rhizosolenia sp, Chaetoceros sp, dan Trichodesmium sp. Dua jenis fitoplankton terakhir sering dijumpai sangat melimpah di perairan dan berpotensi menjadi blooming akan tetapi pada penelitian ini indikasi blooming kedua jenis fitoplankton ini tidak ada karena kelimpahannya berada di bawah batas minimal terjadinya blooming yaitu 10.000 ind/l. Kelompok IV hanya terdiri dari stasiun 11 yang dicirikan oleh paling banyak ditemukan jenis fitoplankton dibandingkan dengan stasiun lain, dan pada kelompok terakhir (V) adalah stasiun 12 yang dicirikan oleh melimpahnya fitoplankton jenis Chaetoceros sp yang mencapai 3 (tiga) kali lipat jumlah individu jenis yang sama di stasiun lain. Jenis fitoplankton ini yang merupakan anggota kelas Bacillariophyceae yang mengindikasikan suatu ekosistem perairan yang berada dalam kondisi stabil. Nutrien Hasil analisis beberapa parameter kualitas air yang terkait dengan nutrien (DO/Dissolved Oxygen, BOD/Biological Oxygen Demand, Nitrat, Ortofosfat, Silika) memperlihatkan bahwa di 14 stasiun yang diamati pada saat melakukan kajian ini memperlihatkan variasi kualitas air yang tidak besar antar stasiun dan masih berada pada kisaran baku mutu air yang disyaratkan untuk kehidupan biota oleh KepMNLH, 2004. Secara rinci kondisi kualitas air yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan plankton dibahas sebagai berikut : 1. DO (Dissolved Oxygen) Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan salah satu unsur yang utama bagi kehidupan dan sangat berperan dalam proses biologi dan geokimia dalam air. Adanya bahan-bahan organik dan nutrien berlebih dalam perairan akan mengurangi kandungan oksigen terlarut dan dapat menyebabkan perubahan signifikan kelimpahan plankton di perairan tersebut. Baku mutu DO yang sesuai untuk kehidupan biota laut adalah lebih besar dari 5 mg/l (KepMNLH, 2004). Hasil pengukuran kandungan DO di perairan Teluk Palu berkisar antara 4.72 mg/l di stasiun 11 sampai 10.81 mg/l di stasiun 3 dengan nilai rata-rata 7.46 mg/l. Hasil ini masih berada pada kisaran baku mutu yang dianjurkan untuk kehidupan biota di laut. Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 8 2. BOD/Biological Oxygen Demand Konsentrasi BOD5 sebagai baku mutu untuk kehidupan biota laut adalah 20 mg/l (KepMNLH, 2004). Konsentrasi tersebut sangat dipengaruhi oleh limbah dari kegiatan industri, domestik, pertambangan, dan pertanian karena banyak mengandung bahan organik. Pada perairan tercemar, nilai DO akan rendah dan BOD5 akan tinggi. Hasil pengukuran di perairan Teluk Palu diperoleh nilai BOD5 yang berkisar antara 5.2 mg/l di stasiun 9 sampai 8.79 mg/l di stasiun 14 dengan nilai rata-rata 7.12 mg/l. Hasil ini masih berada di bawah baku mutu yang disyaratkan untuk kehidupan biota laut oleh KepMNLH, 2004. 3. Fosfor (P) Fosfor (P) yang terdapat dalam bentuk fosfat atau zat hara anorganik dan merupakan unsur utama yang diperlukan untuk perkembangan fitoplankton. Kandungan konsentrasi fosfat ditentukan oleh sintesa metabolisme, proses dekomposisi, proses pencucian fosfat, pelapukan batuan, buangan domestik, dan deterjen. Senyawa fosfat organik yang terkandung dalam air laut umumnya berada dalam bentuk ion orto-fosfat. Berkurangnya fosfat dari lapisan permukaan sebagian besar disebabkan oleh keberadaan fitoplankton dan peningkatan konsentrasinya sebagian besar disebabkan karena kematian dan dekomposisi organisme. Komunitas fitoplankton memiliki kantong cadangan fosfor dalam tubuhnya untuk memicu pertumbuhannya, dan fitoplankton dapat menyimpan cadangan fosfor yang cukup untuk meningkatkan biomassa sampai 70%. Konsentrasi fosfat yang umumnya diperoleh di permukaan laut berkisar antara 0.02-0.04 mg/l dan kandungan fosfat optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 0.027-0.551 mg/l. Hasil pengukuran konsentrasi fosfat pada 14 stasiun pengamatan di perairan Teluk Palu berkisar antara 0.0010.137 mg/l dengan nilai rata-rata 0.020 mg/l. Konsentrasi kandungan fosfat ini berada pada batas terendah dari konsentrasi optimum yang disarankan untuk mendukung pertumbuhan fitoplankton. Namun demikian karena fitoplankton dapat menimbun kelebihan fosfat yang tidak digunakan sebelum terjadinya kekurangan fosfat, maka hasil yang diperoleh tersebut tidak merupakan faktor pembatas atau tidak merupakan kondisi yang mengkhawatirkan. 4. Silika (Si) Senyawa kimia lain yang juga berfungsi sebagai nutrien di perairan laut adalah Silika. Silika dalam air laut ditemukan dalam bentuk larutan seperti ionion silika dan dalam bentuk suspensi seperti silikondioksida. Ion silika dan silikondioksida terdapat dalam air laut, dalam tubuh diatom dan organisme hidup lainnya dan dalam mineral-mineral substrat bertekstur liat. Diatom, seperti kebanyakan mikroalga lain selain membutuhkan nitrat dan fosfat, juga membutuhkan silika dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Senyawa ini membantu diatom dalam pembentukan cangkangnya untuk melakukan reproduksi. Hasil pengukuran konsentrasi silika di perairan Teluk Palu berada pada kisaran 2.371-33.843 mg/l dengan nilai rata-rata 7.226 mg/l. Kisaran nilai pada stasiun 1 sampai 13 tidak terlalu bervariasi hanya pada stasiun 14 konsentrasi Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 9 silika ditemukan sangat tinggi mencapai 3 kali lipat dibandingkan konsentrasi pada stasiun lain. Konsentrasi silika yang tinggi ini ditemukan di stasiun yang juga memiliki kelimpahan fitoplankton yang juga tinggi yaitu Trichodesmium sp. Kelimpahan spesies fitoplankton ini di stasiun 14 mencapai 3 kali lipat dibandingkan dengan kelimpahannya di stasiun lainnya tetapi belum mencapai kelimpahan yang mengindikasikan terjadinya blooming. Spesies fitoplankton ini memiliki potensi untuk blooming di suatu perairan dan cenderung dapat berakibat buruk jika kelimpahannya mencapai diatas 10.000 ind/l karena dapat meracuni organisme lain yang memanfaatkan fitoplankton ini sebagai makanan. Selain itu, jika terjadi blooming maka penetrasi cahaya menjadi terhalang untuk masuk ke dalam suatu perairan sehingga proses fotosintesis tidak dapat berlangsung. 6. Nitrat Nitrat dapat menjadi faktor pembatas bagi produksi fitoplankton jika konsentrasinya berada di bawah konsentrasi minimum. Konsentrasi minimum nitrat di laut terdapat di lapisan permukaan, sedangkan konsentrasi maksimum terdapat di lapisan pertengahan yaitu pada kedalaman beberapa ratus meter di bawah permukaan laut. Hal ini disebabkan karena tenggelamnya partikel-partikel yang mengandung nitrat serta berubahnya partikel tersebut menjadi nitrogen organik. Selain melalui proses di atas, nitrat yang terlarut di laut juga merupakan hasil suplai dari daratan melalui aliran air sungai. Konsentrasi nitrat yang berada di suatu perairan sangat mungkin mengalami pengurangan akibat gangguan yang terjadi selama siklus nitrogen berlangsung. Diketahui bahwa siklus nitrogen jauh lebih panjang jika dibandingkan dengan siklus fosfor dan silika sehingga konsentrasi nitrat di suatu perairan sangat merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Selanjutnya nitrat juga menghasilkan bahan anorganik yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh fitoplankton sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan, dan konsentrasi nitrat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton di suatu perairan berkisar antara 0.39-1.55 mg/l, dan konsentrasi yang kurang dari 0.0114 mg/l akan menyebabkan nitrat menjadi faktor pembatas (Mackentum, 1969). Hasil pengukuran konsentrasi nitrat di perairan Teluk Palu berkisar antara 0.055 mg/l di stasiun 9 dan 0.403 mg/l di stasiun 3 dengan konsentrasi rata-rata 0.157 mg/l. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat yang diperoleh masih berada di atas konsentrasi yang menyebabkan nitrat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Selain nitrat, diukur juga total-nitrogen (total-N) yang dapat digunakan untuk mengestimasi potensi lestari produksi perikanan di suatu perairan (Kaswadji, 2005). Estimasi potensi tersebut dihitung dari besar ratio antara konsentrasi nitrat dan total nitrogen. Hasil penghitungan diperoleh ratio antara nitrat dan total-N berkisar antara 0.11-0.57 dengan ratio rata-rata 0.27. Berdasarkan ratio tersebut maka estimasi produksi lestari perikanan di perairan Teluk Palu berkisar antara 11-57% dengan rata-rata 27% dari stok ikan di perairan tersebut. Estimasi ini merupakan estimasi terendah dan masih sangat membutuhkan penelitian yang cukup rinci selain disebabkan karena beberapa parameter lain yang terkait dengan nitrogen seperti nitrit dan amonia belum dimasukan karena pada waktu pengamatan tidak dilakukan pengukuran, juga terkait dengan tingkat trofik di perairan yang sangat kompleks. Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 10 7. Khlorofil-a Sebaran horisontal konsentrasi khlorofil-a pada 14 stasiun pengamatan di perairan Teluk Palu pada bulan Juni 2014 menunjukkan bahwa pada stasiun 1, 2, 5, dan 6 rendah (0.078-0.079 µg/l), stasiun 3 dan 14 tinggi (0.226 dan 0.294 µg/l), sedangkan stasiun lainnya merata pada konsentrasi sedang (0.136, 0.147, 0.157, 0.158 µg/l). Konsentrasi khlorofil-a pada stasiun 3 dan 14 tersebut berada di atas rata-rata konsentrasi khlorofil-a untuk seluruh perairan Indonesia yaitu sebesar 0.19 µg/l (Nontji, 2002). Tingginya konsentrasi khlorofil-a pada stasiun 3 dan 14 jika dibandingkan dengan stasiun lain diduga karena stasiun ini terletak di pesisir yang banyak mendapat pasokan nutrien dari daratan dan mendapat pengaruh dari arus pasang surut. Nutrien yang diperoleh tersebut dimanfaatkan untuk pertumbuhan fitoplankton sehingga dapat meningkatkan konsentrasi khlorofil-a. Menurut Arinardi (1997) perairan Indonesia yang memiliki kandungan khlorofil-a yang tinggi hampir selalu berkaitan dengan adanya pengadukan dasar perairan, dampak aliran sungai (pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera bagian selatan, Kalimantan selatan, dan Irian Jaya) serta berlangsungnya proses penaikan massa air lapisan dalam ke permukaan (Laut Banda, Laut Arafura, selat Bali, dan Selatan Jawa). Selain itu, juga karena pada kedua stasiun ini tidak ditemukan zooplankton yang memanfaatkan fitoplankton, sehingga konsentrasi khlorofil-a tetap tinggi karena tidak dimanfaatkan pada saat dilakukan pengambilan contoh. Konsentrasi kandungan khlorofil-a sering digunakan sebagai indikator produktivitas primer fitoplaknton di perairan, meskipun sesungguhnya khlorofil-a hanyalah salah satu foto pigmen dari sekian banyak foto pigmen yang penting dalam proses fotosintesis. Khlorofil-a menjadi sangat penting dibandingkan dengan foto pigmen lain karena hanya khlorofil-a yang mampu melakukan fotosintesis yaitu mampu mengubah sinar matahari menjadi energi kimiawi sehingga menghasilkan bahan organik, sedangkan pigmen pelengkap hanya mampu menangkap sinar surya, namun energi tersebut harus ditranfer terlebih dahulu ke khlorofil-a dan kemudian oleh khlorofil-a energi tersebut dirubah menjadi energi kimiawi yang berguna dalam proses fotosintesis. Distribusi rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di periran Selat Makassar tertera pada Gambar 4.22., 4.23. Konsentrasi klorofil-a permukaan di perairan Teluk Palu berkisar antara 0.2-0.3 mg/m3. Rata-rata konsentrasi klorofil-a bulanan menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil yang rendah terjadi pada bulan Juni, sedangkan yang lebih tinggi terjadi pada bulan Desember, Januari-April. Analisis spektral data konsentrasi klorofil menunjukkan adanya variasi tahunan konsentrasi klorofil-a di sekitar perairan Teluk Palu (Gambar 4.24). 8. Citra Sebaran Klorofil-a Komponen utama yang mempengaruhi sifat optik air laut adalah pigmenpigmen fitoplankton (khususnya khlorofil-a). Melalui analisis penginderaan jauh konsentrasi pigmen tersebut dapat diduga. Konsentrasi klorofil-a sangat menentukan besarnya produktivitas primer perairan. Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 11 Rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di peraran Teluk Palu pada posisi wilayah (0,0o-1,0oLS dan 119,0o-120,0oBT) tertera pada Tabel 4.8. Rata-rata konsentrasi klorofil-a permukaan berkisar antara 0,180-0,279 mg/m3. Konsentrasi klorofil-a > 0.2 mg/m3 menunjukkan kehadiran kehidupan planktonik yang mampu melestarikan perikanan komersial (Gower,1972). Puncak konsentrasi klorofil-a terjadi pada bulan Januari dan secara perlahan-lahan mengalami penurunan hinga mencapai titik terendah pada bulan Juli. Peningkatan konsentrasi klorofil pada bulan ini diperkirakan pengaruh runoff dari pantai yang mengandung zat-zat hara yang cukup tinggi. Berdasarkan Data Upaya Penangkapan Letak Perairan Teluk Palu berhadapan langsung dengan Selat Makassar, sehingga potensi sumberdaya ikan di Perairan tersebut merupakan bagian dari stok ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI (WPPRI) Selat Makassar dan Laut Flores (WPPRI-713) serta Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik (WPPRI-715). Namun dalam perhitungan potensi sumberdaya ikan di Perairan Teluk Palu untuk tahap penelitian ini hanya mempertimbangkan stok sumberdaya ikan dari WPPRI- 713 sesuai dengan luasan perairan Teluk Palu yang disurvei yaitu 97,667 km2. Hasil pengkajian stok sumberdaya ikan di Indonesia yang telah dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP bekerjasama dengan P3O-LIPI Tahun 2001 menunjukkan bahwa potensi sumberdaya ikan di WPPRI-713 adalah sebesar 911,000 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan yang tergolong tinggi yaitu 71.95%. Sumberdaya ikan tersebut terdiri dari kelompok jenis ikan pelagis besar dengan potensi sebesar 193.60 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 43.96%, dan ikan pelagis kecil dengan potensi sebesar 605,440 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 55.06%. Potensi sumberdaya ikan demersal, ikan karang konsumsi, udang penaeid, dan cumi-cumi telah diusahakan secara berlebih (over fishing), sedangkan potensi lobster telah diusahakan dengan tingkat pemanfaatan yang tinggi yaitu 92.86% dari potensi lestari Berdasarkan Data Akustik Perikanan Hasil perhitungan estimasi biomassa berdasarkan hasil survei akustik adalah 7788,2ton (Tabel 5.2) adalah kurang lebih 8 ribu ton. Nilai estimasi ini hanya meliputi ikan yang terdeteksi semasa survei dilakukan, yaitu yang berukuran antara 37-107 cm, sehingga nilai biomassa yang diperoleh lebih kecil dari nilai semestinya. Walaupun demikian, jika nilai ini digunakan bersamaan dengan total produksi tahun 2013 sebesar 6.810 ton sebagai acuan, maka tingkat pemanfaatan sumber daya ikan yang ada baru mencapai 32,23 %. Berdasarkan Data Kesuburan Perairan dan Citra Satelit Analisis Statistika Parameter Kualitas Air Berdasarkan hasil parameter kualitas air yang terkait dengan nutrien dan kelimpahan fito dan zooplankton yang diolah dengan menggunakan analisis statistika multivariat yaitu Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis). Hasil analisis memperlihatkan bahwa sebagian besar informasi terpusat pada tiga sumbu utama pertama (F1, F2, F3) (Gambar 6.1 dan 6.2). Kedua Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 12 gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa kondisi kelimpahan zooplankton sangat ditentukan oleh parameter DO dan Ortofosfat, sedangkan fitoplankton dan kandungan khlorofil-a ditentukan oleh parameter BOD, Silika, dan Nitrat. Berdasarkan Estimasi dari Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata konsentrasi klorofil-a selama satu tahun diperoleh produktivitas primer di perairan Teluk Palu adalah sebesar 286 g C/m2/tahun. Hasil perkiraan ini termasuk dalam selang estimasi produksi ikan di wilayah antara continental self dan wilayah upwelling Dengan asumsi bahwa ikan yang dominan terdapat di perairan Teluk Palu berada pada trofik level 3, maka dengan efisiensi ekologis sebesar 10 % diperkirakan produksi ikan di perairan Teluk Palu dengan luas 100 km x 100 km adalah sebesar 1,162 mg C/m2/tahun. Dengan melakukan konversi 20 kg C setara dengan 1 ton ikan, maka perkiraan potensi ikan di perairan Teluk Palu adalah sebesar 7.788,2ton/tahun. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Hasil estimasi potensi sumberdaya ikan menunjukkan adanya kisaran nilai dari masing-masing teknik, yaitu 8.700 ton/tahun berdasarkan metode penginderaan jauh, 7.788,2 ton/tahun berdasarkan metode akustik, dan 6.810 ton/tahun berdasarkan upaya atau hasil tangkapan. Jika nilai potensi yang mendekati nilai sebenarnya adalah nilai rata-rata dari beberapa nilai potensi tersebut atau 7.766,1 ton/tahun. Dengan demikian jika produksi tahun 2013 digunakan sebagai acuan, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada diperairan Teluk Palu adalah baru mencapai 32,23%. Oleh karena itu direkomendasikan untuk dilakukan upaya optimalisasi penangkapan ikan di perairan tersebut. 2. Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat kesuburan perairan di Teluk Palu secara keseluruhan masih berada pada kondisi yang dapat mendukung kehidupan dan pertumbuhan biota air. Hal ini ditandai dengan hasil estimasi produksi perikanan lestari yang mencapai rata-rata 40,29% dari keberadaan stok ikan di kawasan tersebut. Karena kesuburan perairan sangat tergantung dari kondisi lingkungan di sekitarnya termasuk kawasan pesisir, maka diperlukan suatu kegiatan untuk menentukan seberapa besar carrying capacity perairan Teluk Palu sehingga aktivitas pembangunan yang dilakukan di sekitarnya tidak mengganggu kesuburan perairan. Beberapa aktivitas di sekitar periaran Teluk Palu seperti penambangan pasir perlu secara cermat ditentukan luas areal eksploitasinya dan dampak yang diakibatkan agar kondisi ekologi perairan laut di sekitarnya tidak mengalami kerusakan yang parah yang akhirnya dapat menurunkan tingkat kesuburan perairan. 3. Rata-rata bulanan suhu permukaan laut di perairan Teluk Palu berkisar antara 28,9oC – 29.3oC. Analisis spektral menunjukkan adanya variasi SPL semitahunan dan tahunan di perairan Teluk Palu. Walaupun secara umum SPL di selat Makassar dipengaruhi perubahan iklim global seperti El Nino, namun Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 13 dampaknya tidak terlihat di perairan Teluk Palu. Sementara itu, rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,180-0,279 mg/m3. Analisis spektral menunjukkan adanya variasi konsentrasi klorofil semi-tahunan dan tahunan di sekitar perairan Teluk Palu. Sama halnya dengan SPL, konsentrasi klorofil-a tidak dipengaruhi perubahan iklim global. Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 14