KAJIAN POTENSI, PEMETAAN SUMBER DAYA IKAN DAN NON

advertisement
KAJIAN POTENSI, PEMETAAN SUMBER DAYA IKAN DAN NON IKAN
SERTA KONDISI PERAIRAN TELUK PALU DI KOTA PALU TAHUN 2014
DR. A. Masyahoro
Hp. 081355869333
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Palu merupakan satu-satunya Daerah Tkt II yang berstatus Kota di
Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki potensi sumberdaya ikan dan non ikan
yang berada pada sebagian perairan Teluk Palu. Sampai saat ini perhatian dari
pemerintah dan stekholder lainnya terhadap potensi yang menjanjikan ini masih
sangat kurang, apalagi upaya-upaya yang konstruktif untuk optimalisasi
sumberdaya tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut diharapkan ada kemauan
yang serius oleh pengambil kebijakan dan penyusun strategi di Kota ini untuk
melakukan kajian-kajian yang komprehensip dan berteknologi tinggi agar secara
signifikan mampu memberikan informasi yang akurat tentang pesentstatus
sumberdaya tersebut, baik yang telah dimanfaatkan maupun potensi yang belum
tergali sehingga ke depan dapat memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial dan
manfaat ekologis secara berkelanjutan bagi masyarakat Kota Palu.
Sumberdaya perairan baik ikan maupun non ikan yang begitu besar selama
ini belum mampu memberikan kontribusi yang nyata secara ekonomi bagi
penduduk disekitarnya khususnya masyarakat yang berada di wilayah pesisir
Teluk Palu Kota Palu. Potensi sumberdaya perikanan yang ada masih banyak
dimanfaatkan secara tradisional sehingga secara keseluruhan belum dapat
memberikan konstribusi yang nyata terhadap perekonomian masyarakat.
Salah satu langkah awal pemanfaatan potensi sumberdaya ikan dan non
ikan yang ada dan menjamin keberlanjutan (substainability)nya adalah dengan
melakukan pengkajian terhadap potensi sumberdaya ikan dn non ikan di perairan
Teluk Palu Kota Palu, sehingga tersedia informasi yang akurat dan terpercaya
yang diperlukan bagi pengambilan kebijakan dan seterusnya dapat dirancang
suatu kegiatan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan dan non ikan yang optimal
dan terpadu terhadap wilayah perairan Teluk Palu. Dengan demikian, perairan
tersebut dapat memberikan manfaat ganda baik untuk memenuhi kebutuhan
substansi berupa protein hewani maupun menambah pendapatan nelayan dan
masyarakat sekitar melalui perluasan lapangan kerja serta peningkatan aktivitas
perekonomian kota. Secara integrasi dan menyeluruh, keberhasilan upaya
pemanfaatan/pengelolaan potensi sumberdaya ikan dan non ikan secara tepat serta
berkelanjutan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan ekonomi regional.
Kegiatan pengkajian potensi sumberdaya ikan dan non ikan diharapkan
dapat memberi dampak positif bagi upaya pemanfaatan secara lestari sumberdaya
pesisir dan perairan laut Teluk Palu yang ada. Kemudian, berkenaan dengan
penyelenggaraan otonomi daerah, khususnya dalam pengolahan wilayah laut
dalam zona 4 mil sebagaimana ditetapkan dalam UU Pemerintahan Daerah, maka
pemerintah daerah Kota Palu beserta masyarakatnya harus lebih proaktif dalam
Laporan Akhir, Palu 2014: Bab 2-1
menyikapi upaya-upaya pengelolaan secara optimal sumberdaya tersebut.
Keberhasilan pengkajian ini akan memperkuat pengamanan dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati dan ekosistem pesisir laut Teluk Palu di Kota Palu secara
berkelanjutan. Selain itu, kegiatan pengkajian potensi sumberdaya ikan dan non
ikan ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan kemandirian wilayah
dalam mengahadapi era otonomi melalui proses pengembangan dan pemanfaatan
sumberdaya laut di wilayah pesisir dan laut Kota Palu, meningkatkan
produktivitas dan efektivitas usaha pemanfaatan sumberdaya laut, memperluas
dan memberi alternatif lapangan kerja, dan memperkuat pembangunan di bidang
kelautan yang berkelanjutan dan berawawasan lingkungan.
Kami yakin bahwa dalam jangka panjang cost-benefit dari kegiatan ini
akan bernilai positif dan menjadi dasar bagi perencanaan kegiatan yang ada
hubungannya dengan pembangunan kelautan peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat pesisir Kota Palu.
Tujuan Dan Sasaran
Beradasarkan uraian dalam belakang diatas, maka tujuan dari pengkajian
potensi sumberdaya ikan dan non ikan di perairan Teluk Palu adalah:
1) Tersedianya informasi tentang potensi sumberdaya ikan dan non ikan yang
terdapat di perairan Teluk Palu Kota Palu;
2) Terpetakannnya sebaran, kuantitas dan zona pemanfaatan sumberdaya
ikan dan non ikan di perairan Teluk Palu Kota Palu; dan
3) Tersedianya informasi berupa kondisi oseonografi perairan (suhu,
salinitas, arus, produktivitas primer), serta terpetakannya batimetri,
tambang minyak dasar laut dan mineral di perairan Teluk Palu Kota Palu.
Sasaran dari kegiatan ini adalah:
1) Memperkuat pembangunan di bidang perikanan dan kelautan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
2) Meningkatkan kemandirian wilayah dalam menghadapi era otonomi
lewat penyediaan data/informasi dasar bagi pengembangan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan dan non ikan di peraran Teluk Palu Kota
Palu. Secara konkritnya adalah peningkatan pendapatan asli daerah;
3) Meningkatkan produktivitas
sumberdaya laut;
dan
efektivitas
usaha
pemanfaatan
4) Memperluas dan memberi alternatif lapangan kerja di darat.
Lokasi/Wilayah Kajian
Wilayah yang diusulkan dalam kegiatan kajian potensi dan pemetaan
sumberdaya ikan dan non ikan serta kondisi perairan adalah di perairan Teluk
Palu Kota Palu.
Ruang Lingkup Kegiatan
Laporan Akhir, Palu 2014: Bab 2-2
Materi kegiatan pengkajian potensi, pemetaan sumberdaya ikan dan non
ikan serta kondisi perairan Teluk Palu Kota Palu meliputi :
1) Pengkajian potensi sumberdaya dengan pendekatan akustik, data penangkapan
ikan dan statistik perikanan;
2) Pemetaan sumberdaya ikan, sebaran dan zona pemanfaatannya;
3) Pemetaan serta deskripsi kondisi perairan, seperti bathymetri (kontur
kedalaman laut), pola arus, sebaran suhu, salinitas, produktivitas primer,
minyak dasar laut dan mineral ;
4) Identifikasi aspek biologi laut, seperti jenis ikan (biota laut), khususnya pada
kolom air; dan;
5) Deskripsi kegiatan perikanan laut (perikanan tangkap, budidaya laut,
pengolahan dan pemasaran).
Hasil yang Diharapkan
Produk yang dihasilkan dari kegiatan yang diusulkan ini adalah dokumen
berupa data/informasi dan peta potensi sumberdaya ikan dan non ikan serta
kondisi perairan Teluk Palu Kota Palu.
1) Data/informasi tentang potensi dan zona pemanfaatan sumberdaya ikan,
meliputi data/informasi sumberdaya ikan;
2) Data/informasi tentang kondisi perairan laut, meliputi data/informasi batimetri,
pola arus, suhu, salinitas dan produktivitas primer, tambang minyak dan
mineral.
3) Data/informasi mengenai aktivitas usaha perikanan di wilayah pesisir Teluk
Palu Kota Palu meliputi perikanan tangkap, budidaya laut, pengolahan dan
pemasaran.
4) Peta-peta tematik sumberdaya dan lingkungan perairan laut Teluk Palu Kota
Palu, meliputi peta potensi, zona pemanfaatan, sebaran ikan, batemetri, arus,
suhu, salinitas, produktivitas primer, tambang minyak, mineral, perikanan
tangkap, budidaya laut, pengolahan dan pemasaran.
METODE PENGKAJIAN
Pendekatan Umum
Dalam kajian ini, pendekatan yang dilakukan agar tujuan yang telah
dinyatakan pada Bab 1 dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan dan tepat
waktu adalah:
Persiapan: Menyamakan persepsi kepada semua anggota tim pelaksana tentang
produk yang diharapkan dari kajian ini dan jadwal rencana kerja yang disepakati
bersama. Selain itu, dalam tahap persiapan ini juga dirinci lebih jelas tugas
masing-masing tim.
Pengumpulan data/informasi: Pengumpulan data dilakukan melalui citra satelit,
survei akustik perikanan, pengukuran parameter oseanografi, dan sampel air.
Laporan Akhir, Palu 2014: Bab 2-3
Analisis data: Data/informasi yang telah terkumpul kemudian dianalisis,
antara lain untuk menentukan potensi, zona penangkapan, tingkat pemanfaatan.
Pembuatan peta-peta tematik: Berdasarkan data/informasi yang dikumpulkan
maka dibuat peta-peta tematrik. Peta tematrik diharapkan dapat membantu dengan
cepat pihak pengambil keputusan atau para praktisi dalam menentukan lokasi
potensi sumberdaya, pengelolaan atau pengusahaannya.
Pada bagian berikut akan dirinci masing-masing metode, yaitu penginderaan
jauh, akustik kelautan, oseanografi dan statistik perikanan.
Pola sebaran kepadatan akustik ikan
Pola sebaran ikan secara spasial dilihat secara vertikal dan horizontal, untuk
sebaran secara vertikal dapat diketahui dengan menghitung kepadatan akustik ikan
pada seluruh strata kedalaman dan untuk mempermudah pengolahan data, maka
kepadatan akustik ikan direncanakan diklasifikasikan menjadi 5 kisaran nilai,
yaitu >2000 m2/nmi2, 1500-2000 m2/nmi2, 1000-1500 m2/nmi2, 500-1000 m2/nmi2
dan <500 m2/nmi2 lalu dihitung frekuensi dan nilai rata-ratanya.
Kemudian untuk melihat kecenderungan nilai kepadatan akustik ikan, maka
ditampilkan dalam bentuk tabel dengan menampilkan jumlah ESDU dalam
kisaran nilai kepadatan akustik.
Sebaran nilai kepadatan akustik ikan tiap lapisan perairan secara horizontal
ditampilkan dalam bentuk gambar, gambar ini hasil overlay antara cruise track
dengan nilai kepadatan akustik ikan yang sebelumnya dibagi terlebih dahulu
berdasarkan strata kedalaman dengan selang 50 m, dengan selang kedalaman
tersebut diharapkan dapat melihat keterwakilan data kepadatan akustik ikan pada
setiap lapisan perairan, hal ini juga dilakukan dengan mempertimbangkan
kedalaman lapisan termoklin yang berada pada kedalaman 100-200 m.
Laporan Akhir, Palu 2014: Bab 2-4
Gambar 2.5. Ilustrasi deteksi obyek dalam air dan dasar perairan dengan
menggunakan instrumen akustik biosonic system yang dipasang
pada lunas kapal
Gambar 2.6. Foto portable instrument biosonic system yang masih diletakkan di
atas geladak kapal dan dipasang pada sisi kapal sewaktu akan
mengumpulkan data akustik perikanan
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 1
Gambar 2.7. Ilustrasi diagram sistem akuisisi data akustik dan tampilan
echogram
Survei Oseanografi dan Kesuburan Perairan
Metode standar pengukuran produktivitas primer akan diterapkan untuk
mendapatkan gambaran tentang kondisi perairan serta kesuburannya.
Pengambilan contoh air akan dilakukan pada beberapa stasiun. Pada stasiunstasiun ini dilakukan pula pengukuran profil suhu dan salinitas dengan
menggunakan instrumen CTD (conductivity temparature and depth).
1. Pengambilan Sampel
a. Nutrien
Pada pengambilan sampel air untuk pengukuran nutrien, digunakan
Cammerer water sampler yang dapat mengambil air pada kedalaman yang
diinginkan. Pengambilan sampel air ini dilakukan di 14 stasiun penelitian.
Contoh air yang diambil dari setiap lokasi unit contoh dimasukkan ke dalam
botol sampel dan diawetkan terlebih dahulu dengan menggunakan H2SO4 dan
pengawetan pada suhu  40 C. Selanjutnya sampel air dianalisis di laboratorium
Produktivitas Lingkungan, FPIK IPB dengan menggunakan spectrofotometer
berdasarkan metode yang dilakukan oleh Strickland dan Parsons (1972).
Parameter nutrien yang dianalisis adalah fosfat, nitrat dan silikat.
b. Chlorofil-a
Sampel klorofil-a diperoleh dengan menyaring air laut dengan menggunakan
pompa (vacuum pump) pada tekanan 35 cmHg atau grab sampler. Pengambilan
sampel air laut minimal 2 liter untuk tiap kedalaman. Setelah dilakukan
penyaringan, kertas saring yang digunakan untuk menyaring sampel air laut
disimpan pada kantung plastik kedap udara dan dimasukkan ke dalam botol gelap
(botol Opaque) kemudian disimpan di freezer pada suhu di bawah – 4 oC.
c. Plankton
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 2
Pengambilan sampel plankton dilakukan di 14 stasiun penelitian dengan
menggunakan plankton net dengan jaring plankton standard No. 25, dan volume
air yang disaring adalah 100 liter. Contoh plankton diawet dengan menggunakan
lugol dan selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlah individu dari setiap unit
sistematik yang ditemukan di laboratorium Biologi Laut, FPIK-IPB.
2. Analisis Data
a. Nutrien dan Chlorofil-a
Nilai parameter chlorofil-a, nitrat, phosphat, dan silikat yang diperoleh
selanjutnya diplotkan dengan menggunakan golden software surfer-7, yaitu
dengan melakukan interpolasi terhadap nilai parameter yang diperoleh pada
masing-masing stasiun. Hasil interpolasi akan disajikan dalam bentuk sebaran
secara horizontal yang kemudian ditumpangtindihkan ke peta Teluk Palu Kota
Palu. Data yang dibutuhkan meliputi posisi pengambilan sampel (latitude dan
longitude) selain data kandungan nutrien dan klorofil-a.
Hasil interpolasi akan disajikan dalam bentuk sebaran secara horizontal yang
kemudian ditumpang tindihkan ke peta Teluk Palu Kota Palu.
b. Plankton
(1) Kelimpahan
Kelimpahan dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per satuan volume
air. Dengan menggunakan Sedgwick-Rafter Counting Cell, kelimpahan setiap
spesies plankton.
(2) Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman
Keanekaragaman menunjukkan keberagaman jenis dan merupakan ciri khas
struktur komunitas.
(3) Indeks Dominansi Simpson
Untuk menggambarkan jenis organisme yang paling banyak ditemukan,
dapat diketahui dengan menghitung nilai dominasinya.
Status Perikanan dan Sumber Daya Ikan
1. Akuisisi Data
Jenis data perikanan yang dikumpulkan adalah data sekunder (meliputi: data
statistik perikanan, laporan tahunan perikanan, laporan penelitian, dll.) dan data
primer (data hasil observasi dan pengukuran langsung di lapang). Data sekunder
dikumpulkan sejak pelaksanaan desk study hingga pelaksanaan survei lapang
untuk melengkapi data yang belum diperoleh. Data primer dikumpulkan melalui
kegiatan survei lapang yang dilakukan pada bulan September 2014. Kegiatan
survei lapang ini dilakukan dengan melakukan perjalanan menyusuri wilayah
Teluk Palu Kota Palu
Untuk mendapatkan informasi perikanan yang lengkap dan mendalam
selama kegiatan survei lapang maka telah dilakukan wawancara mendalam (deep
interview) terhadap nelayan, pedagang ikan, pegawai PPI, pejabat Dinas
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 3
Pertanian, Kehutaan dan Kelautan Kota Palu dan stakeholders
lainnya
menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires) yang telah disiapkan
sebelumnya. Observasi langsung terhadap lokasi dan aktivitas perikanan
dilakukan melalui perekaman obyek kegiatan menggunakan kamera digital
maupun kamera video. Penetapan responden yang diwawancarai dilakukan
dengan metode accidental sampling yaitu responden yang diwawancarai adalah
mereka yang dijumpai secara kebetulan (by-chance) selama dilaksanakannya
survei lapang.
Informasi perikanan selama kegiatan survei lapang diperoleh melalui
wawancara terhadap nelayan, pedagang ikan, pegawai PPI, pejabat Dinas
Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Kota Palu dan stakeholders lainnya dengan
menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires) yang telah disiapakan
sebelumnya.
2. Analisis Data
Data sekunder dan primer dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
bentuk tabulasi, grafik dan narasi. Potensi sumberdaya ikan di perairan Teluk
Palu Kota Palu dihitung berdasarkan potensi sumberdaya ikan di WPPRI-4 (Selat
Makassar dan Laut Flores dengan luas sekitar 605 300 km2) (Widodo et al. 1998).
Perhitungan potensi ini dilakukan dengan cara mengkonversi potensi di WPPRI-4
dari hasil pendugaan stok ikan di perairan Indonesia tahun 2001 yang dilakukan
oleh BRKP-DKP dan P30 LIPI, 2001 ke dalam luas perairan kajian (perairan
Kabupaten Donggala) yaitu sekitar 12 321 km2. Dalam konversi ini diasumsikan
bahwa sebaran sumberdaya ikan di WPPRI-4 adalah merata.
Untuk mengetahui kebijakan yang sudah ada telah sesuai atau belum
dengan kebutuhan pengembangan perikanan di wilayah Periarian Teluk Palu Kota
Palu, maka dilakukan analisis deskkriptif (content analysis) terhadap kebijakan
yang ada (Restra maupun RJPM Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Kota
Palu). Selain itu untuk merumuskan strategi pengembangan perikanan di Kota
Palu juga dilakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan
Threath).
HASIL SURVEI EKOSISTEM WILAYAH PESISIR TELUK PALU
Dinamika Perubahan Garis Pantai
Dinamika perubahan garis pantai dipantau dengan memanfaatkan citra satelit
Landsat TM dan ETM+ pada tiga periode (tahun 1983, 2000 dan 2014).
Berdasarkan citra satelit diketahui bahwa telah terjadi perubahan garis pantai,
khususnya di bagian selatan pesisir Teluk Palu dari tahun 1983 hingga 2000
sejauh sekitar 60 meter (Gambar 3.1). Perubahan garis pantai ini diakibatkan
oleh proses abrasi yang terjadi sepanjang pesisir pantai. Perubahan tersebut masih
terlihat dari tahun 2000 hingga 2014. Hal ini dapat disebabkan oleh sirkulasi arus
di dalam teluk yang berasal dari ARLINDO Selat Makassar yang mempengaruhi
masa air di dalam Teluk Palu atau adanya berbagai akititas manusia dan kegiatan
penambangan sirtu yang disertai kegiatan reklamasi/tuks.
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 4
1 1 9 °5 '
1 1 9 °1 0 '
1 1 9 °1 5 '
1 1 9 °2 0 '
1 1 9 °2 5 '
1 1 9 °3 0 '
0°30'
DON
GG
0°25'
# Tib o
Indeks Peta
1 1 9 °3 5 '
1 1 9 °4 0 '
Min u tu #
#
1 1 9 °4 5 '
1 1 9 °5 0 '
1 1 9 °5 5 '
Po p o d i
#
Aw isa n g
Pa la d o
0°5'
0°5'
# To wa ja
#
PETA TINGKAT ABRASI
DAN AKRESI
KABUPATEN DONGGALA
0°35'
#
Ja la n M
Su n ga i
Ba ta s D
Ba ta s K
Ba ta s K
LO K A S I
Ma le i T at e
#
Le m o
0°10'
0°10'
3
0
3
6
Mi le s
# To mp e
0°15'
# Om b o
KA
MA
LAT
SE
0°30'
# Tib o
0°30'
# Ta wa e li
Indeks Peta
0°35'
0°35'
0°40'
# Do n g g ala
# Ta wa e li
0°45'
0°45'
#
Ka b o n g a
0°50'
# Ru e wu n e
# To wa le
LO KA SI
0°40'
# Kiro i
# To wa ja
#
Do n d o
Kota
G aris Pantai th 1983
G aris Pantai th 2000
G aris Pantai th 2005
Jalan M inor
Jalan M ayor
Sungai
Batas Desa
Batas Kecam atan
Batas Kabupaten
0°45'
DON
GGA
LA
SA
0°20'
0°25'
#
Ka b o n g a
0°25'
# To wa le
0°20'
R
#
# Ot i
0°40'
0°15'
# Do n g g ala
LEGENDA
#
Do n d o
0°50'
# Kiro i
# Ru e wu n e
0°50'
Ba m b a mu a
#PA L U
1 1 9 °5 '
1 1 9 °3 5 '
1 1 9 °4 0 '
1 1 9 °1 0 '
1 1 9 °1 5 '
1 1 9 °2 0 '
1 1 9 °2 5 '
1 1 9 °3 0 '
1 1 9 °3 5 '
1 1 9 °4 0 '
#PA L U
1 1 9 °4 5 '
1 1 9 °5 0 '
Su mb
C it ra L and
T ang gal pe re ka
24 M ei 20 0
S u m ber In form as i:
C itra L and sa t TM da n E TM +
Tang gal pe re ka m an : 30 Ag us tus 1 983 ,
24 M ei 20 00 d an 3 M ar et 200 5
# Ba m b a mu a
1 1 9 °5 5 '
1 1 9 ° 4 SURVEI
5'
1 1 9 °5 0 '
1 1 9 ° 5 5 ' TELUK PALU
HASIL
DINAMIKA
PERAIRAN
Batimetri
Kontur kedalaman perairan atau batimetri Teluk Palu ditunjukkan pada
Gambar 4.1. Pada gambar tersebut kontur dibuat mulai dari garis pantai dan
selanjutnya isobath 100 m, 200 m, 300 m, 400 m, 500 m. Jarak ke isobath 100 m
relatif dekat dari garis pantai dan penurunan selanjutnya terlihat cukup tajam, dan
di mulut Teluk Palu kedalaman sudah lebih dari 500 m. Melalui kontur ini terlihat
bahwa perbedaan massa air perairan pesisir (coastal waters) dan massa air
oseanik (oceanic waters) hampir tidak ada.
Gambar 4.1. Batimetri perairan Teluk Palu
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 5
Arus
Pengukuran arus dilakukan dengan currentmeter (CM2) pada ke 25
stasiun pengamatan
Hasil pengukuran tersebut di atas di plot (Gambar 4.3 – Gambar 4.5.)
untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kondisi arus di perairan
Teluk Palu pada saat survei.
Kecepatan arus berkisar antara 0,004 – 0,917 m/detik dengan rata-rata
sebesar 0,279 m/detik. Khusus pada stasiun 22 dengan kedalaman 15 m di bawah
permukaan laut kecepatannya hanya mencapai 0,004 m/detik. Adapun arah arus
bervariasi berdasarkan kedalaman, namun secara umum didominasi oleh
pergerakan arus ke arah selatan atau utara (sepanjang pesisir pantai teluk).
Sebaran Parameter Oseanografi
Profil Beberapa Parameter Oseanografi
Hasil pengukuran profil suhu, salinitas, densitas (sigma-t), kecepatan
suara, transmissometer, backscatter dan oksigen
Telah diketahui bahwa selat Makassar merupakan salah satu pintu utama
Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) yang mempengaruhi massa air Teluk Palu,
yakni terjadinya transpor massa air dari Lautan Pasifik menuju Lautan Hindia
(Godfrey, 1996; Matsumoto and Yamagata, 1996; Meyer, G.. 1996; Meyer,
1996; Naulita, 1998). Terjadinya transpor masaa air ini mempengaruhi kondisi
perairan di Selat Makassar. Susanto (1999), menyatakan bahwa pada saat El Nino
transport masa air lebih kecil dan lapisan termokilin mengalami pendangkalan di
Selat Makassar dan berpengaruh juga terhadap massa air Teluk Palu.
Fluktuasi SPL selama bulan Januari s/d Juni 2014, dimana pada waktu
tersebut terjadi El Nino yang cukup kuat, tidak menunjukkan variasi SPL yang
ekstrim. Analisis spektral SPL di perairan Teluk Palu tidak menunjukkan adanya
pengaruh iklim global seperti El Nino terhadap variabilitas SPL (Gambar 4.17).
Dengan demikian kejadian El Nino tidak secara langsung mempengaruhi SPL di
sekitar pantai, namun demikian hasil analisis spektral SPL menunjukkan bahwa
secara keseluruhan di perairan Teluk Palu terlihat variabilitas inter-annual dari
SPL.
Analisis spektral SPL menunjukkan variasi semi-annual dan annual SPL
yang signifikan di perairan Teluk Palu. Variasi yang terjadi dapat dihubungkan
dengan pola pergerakan perubahan angin muson. Pada bulan Januari-Maret, di
Selat Makassar termasuk Teluk Palu secara umum angin berhembus dari utara
menuju selatan yang mendorong massa air dingin dari belahan bumi utara
memasuki Selat Makassar dan Teluk Palu, Pada bulan April-Juni terjadi angin
pancaroba. Sekitar bulan Juli hingga Nopember, di selat Makassar dan Teluk Palu
angin muson bergerak dari arah selatan mendorong massa air yang lebih dingin
dari laut Flores memasuki selat Makassar.
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 6
Kesuburan Perairan
Kandungan unsur hara dalam perairan merupakan salah satu faktor penting
dan tolak ukur dalam penentuan kualitas perairan tersebut. Secara alamiah
konsentrasi zat hara (nutrien) dalam perairan bervariasi untuk masing-masing
bentuk senyawanya, dan dalam kondisi tertentu nilai konsentrasi ini dapat
melebihi atau di luar batas yang dinyatakan aman. Bila hal ini terjadi maka akan
berdampak terhadap biota yang hidup di perairan tersebut.
Plankton merupakan orgamisme sebagai produsen utama unsur-unsur
organik, dalam hal ini sebagai sumber makanan utama bagi biota laut lainnya.
Unsur-unsur zat hara yang terkandung dalam perairan yang menjadi parameter
utama kualitas perairan antara lain: TSS (total suspended solid), ortho fosfat,
nitrat, total nitrogen, silica, dan chlorofil-a.
Plankton
Plankton merupakan organisme yang berukuran mikroskopis dan hidupnya
terapung atau melayang-layang di kolom air dan memiliki kemampuan renang
yang sangat kecil sehingga sangat dipengaruhi oleh gerakan air. Plankton terbagi
menjadi dua kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu pertama adalah fitoplankton
merupakan tumbuhan air yang bersifat planktonis serta mampu melakukan
fotosintesis; kedua adalah zooplankton yang merupakan hewan air yang bersifat
planktonis. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan sangat tergantung dari
kondisi lingkungan seperti nutrien, cahaya, suhu, dan salinitas. Fitoplankton
merupakan produsen utama zat-zat organik di perairan. Kehidupan organisme air
baik langsung maupun tidak langsung sangat tergantung pada fitoplankton.
Fitoplankton mampu mengubah senyawa-senyawa anorganik menjadi senyawasenyawa organik berupa glukosa melalui proses fotosintesis. Glukosa tersebut
kemudian diubah menjadi karbohidrat yang lebih kompleks dan disimpan sebagai
cadangan makanan. Hasil pengamatan terhadap kondisi fitoplankton dan
zooplankton di perairan Teluk Palu diuraikan sebagai berikut:
1. Komposisi Kelimpahan
Kelimpahan fitoplankton di 14 stasiun pengamatan Perairan Teluk Palu
berkisar antara 253 ind/l sampai 2.806 ind/l (Tabel. 4.4), sedangkan kelimpahan
zooplankton berkisar antara 7 ind/l sampai 115 ind/l (Tabel 4.5). Berdasarkan
hasil analisa serta identifikasi contoh, komposisi kelimpahan fitoplankton terbagi
ke dalam 3 kelas yang terdiri dari Bacillariophyceae, Cyanopyceae, dan
Dinopyceae dan yang memiliki kelimpahan terbesar adalah kelas
Bacillariophyceae yaitu mencapai 57%. Kelas fitoplankton tersebut masingmasing terdiri dari 13, 1, dan 5 genus, sedangkan komposisi kelimpahan
zooplankton juga terbagi kedalam 3 kelas yaitu Ciliata, Sarcodina, dan
Malacostraca dengan kelimpahan yang terbesar dimiliki oleh Malacostraca yang
mencapai 68%. Kelas zooplankton tersebut masing-masing terdiri dari 5, 1, dan 6
genus
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 7
Kesamaan Lingkungan antar Stasiun Pengamatan
Faktor yang mempengaruhi tingkat kesamaan antar stasiun adalah adanya
keseragaman kelimpahan individu jenis fitoplankton dan zooplankton.
Pengelompokkan fitoplankton berdasarkan jumlah individu dengan menggunakan
analisis cluster menghasilkan 5 kelompok stasiun (Gambar 4.20). Kelompok I
terdiri dari stasiun 1 yang dicirikan oleh ditemukannya fitoplankton jenis
Amphiprora dan merupakan organisme yang memiliki sensitivitas yang kurang
terhadap perubahan kondisi lingkungan jika dibandingkan dengan fitoplankton
lainnya. Kelompok II adalah stasiun 5 dan 6 yang dicirikan oleh kesamaan
kelimpahan jumlah individu jenis Eucampia sp, Guinardia sp, dan Ceratium sp.
Kelompok III merupakan kelompok terbesar karena terdiri dari stasiun 3, 2, 4, 7,
10, 9, 14, 13, 8 yang memiliki kesamaan kelimpahan jumlah individu jenis
Rhizosolenia sp, Chaetoceros sp, dan Trichodesmium sp. Dua jenis fitoplankton
terakhir sering dijumpai sangat melimpah di perairan dan berpotensi menjadi
blooming akan tetapi pada penelitian ini indikasi blooming kedua jenis
fitoplankton ini tidak ada karena kelimpahannya berada di bawah batas minimal
terjadinya blooming yaitu 10.000 ind/l. Kelompok IV hanya terdiri dari stasiun 11
yang dicirikan oleh paling banyak ditemukan jenis fitoplankton dibandingkan
dengan stasiun lain, dan pada kelompok terakhir (V) adalah stasiun 12 yang
dicirikan oleh melimpahnya fitoplankton jenis Chaetoceros sp yang mencapai 3
(tiga) kali lipat jumlah individu jenis yang sama di stasiun lain. Jenis fitoplankton
ini yang merupakan anggota kelas Bacillariophyceae yang mengindikasikan suatu
ekosistem perairan yang berada dalam kondisi stabil.
Nutrien
Hasil analisis beberapa parameter kualitas air yang terkait dengan nutrien
(DO/Dissolved Oxygen, BOD/Biological Oxygen Demand, Nitrat, Ortofosfat,
Silika) memperlihatkan bahwa di 14 stasiun yang diamati pada saat melakukan
kajian ini memperlihatkan variasi kualitas air yang tidak besar antar stasiun dan
masih berada pada kisaran baku mutu air yang disyaratkan untuk kehidupan biota
oleh KepMNLH, 2004. Secara rinci kondisi kualitas air yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan plankton dibahas sebagai berikut :
1. DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan salah satu unsur
yang utama bagi kehidupan dan sangat berperan dalam proses biologi dan
geokimia dalam air. Adanya bahan-bahan organik dan nutrien berlebih dalam
perairan akan mengurangi kandungan oksigen terlarut dan dapat menyebabkan
perubahan signifikan kelimpahan plankton di perairan tersebut.
Baku mutu DO yang sesuai untuk kehidupan biota laut adalah lebih besar
dari 5 mg/l (KepMNLH, 2004). Hasil pengukuran kandungan DO di perairan
Teluk Palu berkisar antara 4.72 mg/l di stasiun 11 sampai 10.81 mg/l di stasiun 3
dengan nilai rata-rata 7.46 mg/l. Hasil ini masih berada pada kisaran baku mutu
yang dianjurkan untuk kehidupan biota di laut.
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 8
2. BOD/Biological Oxygen Demand
Konsentrasi BOD5 sebagai baku mutu untuk kehidupan biota laut adalah 20
mg/l (KepMNLH, 2004). Konsentrasi tersebut sangat dipengaruhi oleh limbah
dari kegiatan industri, domestik, pertambangan, dan pertanian karena banyak
mengandung bahan organik. Pada perairan tercemar, nilai DO akan rendah dan
BOD5 akan tinggi. Hasil pengukuran di perairan Teluk Palu diperoleh nilai BOD5
yang berkisar antara 5.2 mg/l di stasiun 9 sampai 8.79 mg/l di stasiun 14 dengan
nilai rata-rata 7.12 mg/l. Hasil ini masih berada di bawah baku mutu yang
disyaratkan untuk kehidupan biota laut oleh KepMNLH, 2004.
3. Fosfor (P)
Fosfor (P) yang terdapat dalam bentuk fosfat atau zat hara anorganik dan
merupakan unsur utama yang diperlukan untuk perkembangan fitoplankton.
Kandungan konsentrasi fosfat ditentukan oleh sintesa metabolisme, proses
dekomposisi, proses pencucian fosfat, pelapukan batuan, buangan domestik, dan
deterjen. Senyawa fosfat organik yang terkandung dalam air laut umumnya berada
dalam bentuk ion orto-fosfat. Berkurangnya fosfat dari lapisan permukaan
sebagian besar disebabkan oleh keberadaan fitoplankton dan peningkatan
konsentrasinya sebagian besar disebabkan karena kematian dan dekomposisi
organisme. Komunitas fitoplankton memiliki kantong cadangan fosfor dalam
tubuhnya untuk memicu pertumbuhannya, dan fitoplankton dapat menyimpan
cadangan fosfor yang cukup untuk meningkatkan biomassa sampai 70%.
Konsentrasi fosfat yang umumnya diperoleh di permukaan laut berkisar
antara 0.02-0.04 mg/l dan kandungan fosfat optimum untuk pertumbuhan
fitoplankton berkisar antara 0.027-0.551 mg/l. Hasil pengukuran konsentrasi
fosfat pada 14 stasiun pengamatan di perairan Teluk Palu berkisar antara 0.0010.137 mg/l dengan nilai rata-rata 0.020 mg/l. Konsentrasi kandungan fosfat ini
berada pada batas terendah dari konsentrasi optimum yang disarankan untuk
mendukung pertumbuhan fitoplankton. Namun demikian karena fitoplankton
dapat menimbun kelebihan fosfat yang tidak digunakan sebelum terjadinya
kekurangan fosfat, maka hasil yang diperoleh tersebut tidak merupakan faktor
pembatas atau tidak merupakan kondisi yang mengkhawatirkan.
4. Silika (Si)
Senyawa kimia lain yang juga berfungsi sebagai nutrien di perairan laut
adalah Silika. Silika dalam air laut ditemukan dalam bentuk larutan seperti ionion silika dan dalam bentuk suspensi seperti silikondioksida. Ion silika dan
silikondioksida terdapat dalam air laut, dalam tubuh diatom dan organisme hidup
lainnya dan dalam mineral-mineral substrat bertekstur liat. Diatom, seperti
kebanyakan mikroalga lain selain membutuhkan nitrat dan fosfat, juga
membutuhkan silika dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Senyawa ini membantu diatom dalam pembentukan
cangkangnya untuk melakukan reproduksi.
Hasil pengukuran konsentrasi silika di perairan Teluk Palu berada pada
kisaran 2.371-33.843 mg/l dengan nilai rata-rata 7.226 mg/l. Kisaran nilai pada
stasiun 1 sampai 13 tidak terlalu bervariasi hanya pada stasiun 14 konsentrasi
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 9
silika ditemukan sangat tinggi mencapai 3 kali lipat dibandingkan konsentrasi
pada stasiun lain. Konsentrasi silika yang tinggi ini ditemukan di stasiun yang
juga memiliki kelimpahan fitoplankton yang juga tinggi yaitu Trichodesmium sp.
Kelimpahan spesies fitoplankton ini di stasiun 14 mencapai 3 kali lipat
dibandingkan dengan kelimpahannya di stasiun lainnya tetapi belum mencapai
kelimpahan yang mengindikasikan terjadinya blooming. Spesies fitoplankton ini
memiliki potensi untuk blooming di suatu perairan dan cenderung dapat berakibat
buruk jika kelimpahannya mencapai diatas 10.000 ind/l karena dapat meracuni
organisme lain yang memanfaatkan fitoplankton ini sebagai makanan. Selain itu,
jika terjadi blooming maka penetrasi cahaya menjadi terhalang untuk masuk ke
dalam suatu perairan sehingga proses fotosintesis tidak dapat berlangsung.
6. Nitrat
Nitrat dapat menjadi faktor pembatas bagi produksi fitoplankton jika
konsentrasinya berada di bawah konsentrasi minimum. Konsentrasi minimum
nitrat di laut terdapat di lapisan permukaan, sedangkan konsentrasi maksimum
terdapat di lapisan pertengahan yaitu pada kedalaman beberapa ratus meter di
bawah permukaan laut. Hal ini disebabkan karena tenggelamnya partikel-partikel
yang mengandung nitrat serta berubahnya partikel tersebut menjadi nitrogen
organik. Selain melalui proses di atas, nitrat yang terlarut di laut juga merupakan
hasil suplai dari daratan melalui aliran air sungai. Konsentrasi nitrat yang berada
di suatu perairan sangat mungkin mengalami pengurangan akibat gangguan yang
terjadi selama siklus nitrogen berlangsung. Diketahui bahwa siklus nitrogen jauh
lebih panjang jika dibandingkan dengan siklus fosfor dan silika sehingga
konsentrasi nitrat di suatu perairan sangat merupakan faktor pembatas bagi
pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Selanjutnya nitrat juga
menghasilkan bahan anorganik yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
fitoplankton sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan, dan konsentrasi nitrat
yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton di suatu perairan berkisar antara
0.39-1.55 mg/l, dan konsentrasi yang kurang dari 0.0114 mg/l akan menyebabkan
nitrat menjadi faktor pembatas (Mackentum, 1969).
Hasil pengukuran konsentrasi nitrat di perairan Teluk Palu berkisar antara
0.055 mg/l di stasiun 9 dan 0.403 mg/l di stasiun 3 dengan konsentrasi rata-rata
0.157 mg/l. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat yang diperoleh
masih berada di atas konsentrasi yang menyebabkan nitrat menjadi faktor
pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Selain nitrat, diukur juga total-nitrogen
(total-N) yang dapat digunakan untuk mengestimasi potensi lestari produksi
perikanan di suatu perairan (Kaswadji, 2005). Estimasi potensi tersebut dihitung
dari besar ratio antara konsentrasi nitrat dan total nitrogen. Hasil penghitungan
diperoleh ratio antara nitrat dan total-N berkisar antara 0.11-0.57 dengan ratio
rata-rata 0.27. Berdasarkan ratio tersebut maka estimasi produksi lestari
perikanan di perairan Teluk Palu berkisar antara 11-57% dengan rata-rata 27%
dari stok ikan di perairan tersebut. Estimasi ini merupakan estimasi terendah dan
masih sangat membutuhkan penelitian yang cukup rinci selain disebabkan karena
beberapa parameter lain yang terkait dengan nitrogen seperti nitrit dan amonia
belum dimasukan karena pada waktu pengamatan tidak dilakukan pengukuran,
juga terkait dengan tingkat trofik di perairan yang sangat kompleks.
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 10
7. Khlorofil-a
Sebaran horisontal konsentrasi khlorofil-a pada 14 stasiun pengamatan di
perairan Teluk Palu pada bulan Juni 2014 menunjukkan bahwa pada stasiun 1, 2,
5, dan 6 rendah (0.078-0.079 µg/l), stasiun 3 dan 14 tinggi (0.226 dan 0.294 µg/l),
sedangkan stasiun lainnya merata pada konsentrasi sedang (0.136, 0.147, 0.157,
0.158 µg/l). Konsentrasi khlorofil-a pada stasiun 3 dan 14 tersebut berada di atas
rata-rata konsentrasi khlorofil-a untuk seluruh perairan Indonesia yaitu sebesar
0.19 µg/l (Nontji, 2002). Tingginya konsentrasi khlorofil-a pada stasiun 3 dan 14
jika dibandingkan dengan stasiun lain diduga karena stasiun ini terletak di pesisir
yang banyak mendapat pasokan nutrien dari daratan dan mendapat pengaruh dari
arus pasang surut. Nutrien yang diperoleh tersebut dimanfaatkan untuk
pertumbuhan fitoplankton sehingga dapat meningkatkan konsentrasi khlorofil-a.
Menurut Arinardi (1997) perairan Indonesia yang memiliki kandungan khlorofil-a
yang tinggi hampir selalu berkaitan dengan adanya pengadukan dasar perairan,
dampak aliran sungai (pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera bagian selatan,
Kalimantan selatan, dan Irian Jaya) serta berlangsungnya proses penaikan massa
air lapisan dalam ke permukaan (Laut Banda, Laut Arafura, selat Bali, dan Selatan
Jawa). Selain itu, juga karena pada kedua stasiun ini tidak ditemukan zooplankton
yang memanfaatkan fitoplankton, sehingga konsentrasi khlorofil-a tetap tinggi
karena tidak dimanfaatkan pada saat dilakukan pengambilan contoh.
Konsentrasi kandungan khlorofil-a sering digunakan sebagai indikator
produktivitas primer fitoplaknton di perairan, meskipun sesungguhnya khlorofil-a
hanyalah salah satu foto pigmen dari sekian banyak foto pigmen yang penting
dalam proses fotosintesis. Khlorofil-a menjadi sangat penting dibandingkan
dengan foto pigmen lain karena hanya khlorofil-a yang mampu melakukan
fotosintesis yaitu mampu mengubah sinar matahari menjadi energi kimiawi
sehingga menghasilkan bahan organik, sedangkan pigmen pelengkap hanya
mampu menangkap sinar surya, namun energi tersebut harus ditranfer terlebih
dahulu ke khlorofil-a dan kemudian oleh khlorofil-a energi tersebut dirubah
menjadi energi kimiawi yang berguna dalam proses fotosintesis.
Distribusi rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di periran Selat
Makassar tertera pada Gambar 4.22., 4.23. Konsentrasi klorofil-a permukaan
di perairan Teluk Palu berkisar antara 0.2-0.3 mg/m3. Rata-rata konsentrasi
klorofil-a bulanan menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil yang rendah terjadi
pada bulan Juni, sedangkan yang lebih tinggi terjadi pada bulan Desember,
Januari-April. Analisis spektral data konsentrasi klorofil menunjukkan adanya
variasi tahunan konsentrasi klorofil-a di sekitar perairan Teluk Palu (Gambar
4.24).
8. Citra Sebaran Klorofil-a
Komponen utama yang mempengaruhi sifat optik air laut adalah pigmenpigmen fitoplankton (khususnya khlorofil-a). Melalui analisis penginderaan jauh
konsentrasi pigmen tersebut dapat diduga. Konsentrasi klorofil-a sangat
menentukan besarnya produktivitas primer perairan.
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 11
Rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di peraran Teluk Palu pada posisi
wilayah (0,0o-1,0oLS dan 119,0o-120,0oBT) tertera pada Tabel 4.8. Rata-rata
konsentrasi klorofil-a permukaan berkisar antara 0,180-0,279 mg/m3. Konsentrasi
klorofil-a > 0.2 mg/m3 menunjukkan kehadiran kehidupan planktonik yang
mampu melestarikan perikanan komersial (Gower,1972).
Puncak konsentrasi klorofil-a terjadi pada bulan Januari dan secara
perlahan-lahan mengalami penurunan hinga mencapai titik terendah pada bulan
Juli. Peningkatan konsentrasi klorofil pada bulan ini diperkirakan pengaruh runoff
dari pantai yang mengandung zat-zat hara yang cukup tinggi.
Berdasarkan Data Upaya Penangkapan
Letak Perairan Teluk Palu berhadapan langsung dengan Selat Makassar,
sehingga potensi sumberdaya ikan di Perairan tersebut merupakan bagian dari
stok ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI (WPPRI) Selat Makassar dan Laut
Flores (WPPRI-713) serta Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik (WPPRI-715).
Namun dalam perhitungan potensi sumberdaya ikan di Perairan Teluk Palu untuk
tahap penelitian ini hanya mempertimbangkan stok sumberdaya ikan dari
WPPRI- 713 sesuai dengan luasan perairan Teluk Palu yang disurvei yaitu 97,667
km2. Hasil pengkajian stok sumberdaya ikan di Indonesia yang telah dilakukan
oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP bekerjasama dengan P3O-LIPI
Tahun 2001 menunjukkan bahwa potensi sumberdaya ikan di WPPRI-713 adalah
sebesar 911,000 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan yang tergolong tinggi
yaitu 71.95%. Sumberdaya ikan tersebut terdiri dari kelompok jenis ikan pelagis
besar dengan potensi sebesar 193.60 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 43.96%,
dan ikan pelagis kecil dengan potensi sebesar 605,440 ton/tahun dan tingkat
pemanfaatan 55.06%. Potensi sumberdaya ikan demersal, ikan karang konsumsi,
udang penaeid, dan cumi-cumi telah diusahakan secara berlebih (over fishing),
sedangkan potensi lobster telah diusahakan dengan tingkat pemanfaatan yang
tinggi yaitu 92.86% dari potensi lestari
Berdasarkan Data Akustik Perikanan
Hasil perhitungan estimasi biomassa berdasarkan hasil survei akustik adalah
7788,2ton (Tabel 5.2) adalah kurang lebih 8 ribu ton. Nilai estimasi ini hanya
meliputi ikan yang terdeteksi semasa survei dilakukan, yaitu yang berukuran
antara 37-107 cm, sehingga nilai biomassa yang diperoleh lebih kecil dari nilai
semestinya. Walaupun demikian, jika nilai ini digunakan bersamaan dengan total
produksi tahun 2013 sebesar 6.810 ton sebagai acuan, maka tingkat pemanfaatan
sumber daya ikan yang ada baru mencapai 32,23 %.
Berdasarkan Data Kesuburan Perairan dan Citra Satelit
Analisis Statistika Parameter Kualitas Air
Berdasarkan hasil parameter kualitas air yang terkait dengan nutrien dan
kelimpahan fito dan zooplankton yang diolah dengan menggunakan analisis
statistika multivariat yaitu Analisis Komponen Utama (Principal Component
Analysis). Hasil analisis memperlihatkan bahwa sebagian besar informasi terpusat
pada tiga sumbu utama pertama (F1, F2, F3) (Gambar 6.1 dan 6.2). Kedua
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 12
gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa kondisi kelimpahan zooplankton sangat
ditentukan oleh parameter DO dan Ortofosfat, sedangkan fitoplankton dan
kandungan khlorofil-a ditentukan oleh parameter BOD, Silika, dan Nitrat.
Berdasarkan Estimasi dari Konsentrasi Klorofil-a
Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata konsentrasi klorofil-a selama satu
tahun diperoleh produktivitas primer di perairan Teluk Palu adalah sebesar
286 g C/m2/tahun. Hasil perkiraan ini termasuk dalam selang estimasi produksi
ikan di wilayah antara continental self dan wilayah upwelling
Dengan asumsi bahwa ikan yang dominan terdapat di perairan Teluk Palu
berada pada trofik level 3, maka dengan efisiensi ekologis sebesar 10 %
diperkirakan produksi ikan di perairan Teluk Palu dengan luas 100 km x 100 km
adalah sebesar 1,162 mg C/m2/tahun. Dengan melakukan konversi 20 kg C
setara dengan 1 ton ikan, maka perkiraan potensi ikan di perairan Teluk Palu
adalah sebesar 7.788,2ton/tahun.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Hasil estimasi potensi sumberdaya ikan menunjukkan adanya kisaran nilai
dari masing-masing teknik, yaitu 8.700 ton/tahun berdasarkan metode
penginderaan jauh, 7.788,2 ton/tahun berdasarkan metode akustik, dan 6.810
ton/tahun berdasarkan upaya atau hasil tangkapan. Jika nilai potensi yang
mendekati nilai sebenarnya adalah nilai rata-rata dari beberapa nilai potensi
tersebut atau 7.766,1 ton/tahun. Dengan demikian jika produksi tahun 2013
digunakan sebagai acuan, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan yang
ada diperairan Teluk Palu adalah baru mencapai 32,23%. Oleh karena itu
direkomendasikan untuk dilakukan upaya optimalisasi penangkapan ikan di
perairan tersebut.
2. Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat kesuburan perairan di Teluk Palu
secara keseluruhan masih berada pada kondisi yang dapat mendukung
kehidupan dan pertumbuhan biota air. Hal ini ditandai dengan hasil estimasi
produksi perikanan lestari yang mencapai rata-rata 40,29% dari keberadaan
stok ikan di kawasan tersebut. Karena kesuburan perairan sangat tergantung
dari kondisi lingkungan di sekitarnya termasuk kawasan pesisir, maka
diperlukan suatu kegiatan untuk menentukan seberapa besar carrying capacity
perairan Teluk Palu sehingga aktivitas pembangunan yang dilakukan di
sekitarnya tidak mengganggu kesuburan perairan. Beberapa aktivitas di sekitar
periaran Teluk Palu seperti penambangan pasir perlu secara cermat ditentukan
luas areal eksploitasinya dan dampak yang diakibatkan agar kondisi ekologi
perairan laut di sekitarnya tidak mengalami kerusakan yang parah yang
akhirnya dapat menurunkan tingkat kesuburan perairan.
3. Rata-rata bulanan suhu permukaan laut di perairan Teluk Palu berkisar antara
28,9oC – 29.3oC. Analisis spektral menunjukkan adanya variasi SPL semitahunan dan tahunan di perairan Teluk Palu. Walaupun secara umum SPL di
selat Makassar dipengaruhi perubahan iklim global seperti El Nino, namun
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 13
dampaknya tidak terlihat di perairan Teluk Palu. Sementara itu, rata-rata
bulanan konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,180-0,279 mg/m3. Analisis
spektral menunjukkan adanya variasi konsentrasi klorofil semi-tahunan dan
tahunan di sekitar perairan Teluk Palu. Sama halnya dengan SPL, konsentrasi
klorofil-a tidak dipengaruhi perubahan iklim global.
Laporan Akhir , Palu 2014: Bab 1- 14
Download