meningkatkan interaksi sosial melalui metode

advertisement
MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL MELALUI METODE
BERMAIN PERAN DI KELOMPOK B2 TK MADANI PALU
Rawania1
ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah kurangnya guru yang
menggunakan metode bermain peran, sehingga pembelajaran
membosankan bagi anak. Disamping itu tidak banyak pengaruhnya bagi
peningkatan interaksi sosial anak. Rancangan penelitian tindakan kelas ini
mengacu pada model John Elliot yang dilakukan dalam dua siklus, dengan
setiap siklus melalui 4 tahap dimulai dari perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan refleksi. Yang menjadi subjek penelitian adalah
seluruh anak kelompok B2 TK Negeri Model Terpadu Madani Palu yang
berjumlah 20 orang, terdiri dari 9 laki-laki dan 11 perempuan. Jenis data
adalah data kualitatif yang diperoleh dari hasil observasi aktivitas guru dan
anak. Adapun faktor yang diteliti meliputi: (1) input yaitu jumlah anak dan
guru yang mengajar di TK Madani Palu; (2) Proses yaitu selama
pembelajaran berlangsung; dan (3) Output yaitu peningkatan interaksi
sosial melalui metode bermain peran. Cara pengambilan data melalui (1)
observasi dengan menggunakan lembar observasi; (2) Tanya jawab
melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru saat mengajar; (3)
Dokumentasi berupa foto-foto kegiatan saat pembelajaran berlangsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan anak kelompok B2
dalam berinteraksi sosial melalui metode bermain peran mengalami
peningkatan, yakni pada siklus I tingkat perkembangan kemampuan yang
dicapai subyek penelitian terdapat 25 % yang memiliki kemampuan baik,
61,67 % yang memiliki kategori cukup dan 13,33 % yang memiliki
kategori kurang. Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II diketahui
bahwa hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
anak yaitu terdapat 51,67 % yang memiliki kategori baik, 40 % yang
memiliki kategori cukup dan 8,33 % yang memiliki kategori kurang.
Kata Kunci : Interaksi Sosial, Metode Bermain Peran
PENDAHULUAN
Bermain adalah dunia kerja anak usia pra sekolah dan menjadi hak setiap anak untuk
bermain, tanpa dibatasi usia. Melalui bermain anak dapat memiliki berbagai manfaat bagi
perkembangan, aspek ini saling menunjang satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Apabila
salah satu aspek tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, maka akan terjadi ketimpangan
1
Mahasiswa Program Studi PG PAUD, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Tadulako, No. Stambuk: A 450 07 350.
520
karena bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan yang sudah
melekat dalam diri setiap anak. dengan demikian anak dapat belajar berbagai keterampilan
dengan senang hati tanpa merasa terpaksa atau dipaksa untuk mempelajarinya. Peran pendidik
sangat diperlukan dalam pengembangan potensi anak TK. Pengembangan potensi anak TK
sebagai generasi penerus bangsa dapat diupayakan melalui pembangunan diberbagai bidang yang
didukung oleh atmosfer masyarakat belajar. Upaya pengembangan tersebut harus dilakukan
melalui kegiatan belajar yang membuat anak senang. Dengan metode serta strategi pembelajaran
seperti itu anak memiliki kesempatan untuk menggali potensi dirinya.
Proses pembelajaran di TK hendaknya diselenggarakan secara menyenangkan, inspiratif,
menantang, memotivasi anak untuk berpartisipasi aktif memberi kesempatan untuk berkreasi dan
kemandirian sesuai dengan tahap perkembangan fisik dan psikis anak. Oleh karena itu upaya
meningkatkan interaksi sosial anak sangat penting. Pendidikan merupakan suatu proses sosial
yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Belajar merupakan proses pribadi dan juga
proses sosial ketika anak berhubungan dengan anak lainnya dalam membangun pengertian dan
pengetahuan bersama. Sebagai salah satu upaya mengembangkan ketrampilan sosial anak TK,
guru dapat menggunakan metode bermain peran. Dengan metode bermain peran diharapkan
dapat mengembangkan interaksi sosial anak tentunya dengan menggunakan strategi, materi dan
media yang menarik sehingga mudah diikuti oleh anak, karena dengan bermain peran anak akan
memiliki kesempatan menjadi pribadi yang lain dari dirinya, maupun tokoh yang diinginkan.
Bermain peran mulai tampak sejalan dengan tumbuhnya kemampuan anak untuk berpikir
simbolik. Dalam bermain peran bersama teman-teman sebaya akan menjadi tonggak penting
dalam perkembangan sosial anak. Melalui kegiatan sosial diharapkan sifat egosentrisme anak
akan semakin berkurang, dan anak secara bertahap berkembang menjadi mahluk sosial yang
dapat bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Kegiatan bermain peran
ditandai dengan adanya interaksi dengan orang di sekeliling anak, sehingga akhirnya anak
mampu terlibat dalam kerjasama dalam bermain. Metode bermain peran adalah suatu cara
penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Bermain peran
termasuk salah satu jenis bermain aktif, yang diartikan sebagai pemberian atribut tertentu
terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Apa yang dilakukan anak
ditampilkan dalam setiap tingkah laku yang nyata dan dapat diamati dan biasanya melibatkan
penggunaan
bahasa.
Ia
melakukan
impersonalisasi
521
terhadap
karakter
yang
dikaguminya/ditakutinya baik yang ia temui dalam kehidupan sehari-hari maupun dari tokoh
yang ia tonton di film. Misalnya peran sebagai pedagang. Anak harus mampu berperan sebagai
pedagang sebagaimana yang ia lihat di sekitarnya, misalnya di pasar. Ataupun sebagai pembeli.
Melalui peran sebagai pedagang, ia harus dapat berinteraksi dengan orang-orang yang datang
untuk membeli dagangannya. Sebagai pedagang harus mampu menawarkan dagangannya
sehingga pembeli tertarik untuk membeli dagangannya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Septianawi, 2012 online) menyatakan bahwa
perkembangan sosial adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus
menuju pendewasaan yang memerlukan adanya komunikasi dengan masyarakat. Perkembangan
sosial bagi anak sangat diperlukan karena anak merupakan manusia yang tumbuh dan
berkembang yang akan hidup di tengah-tengah masyarakat. Pada masa kanak-kanak merupakan
awal kehidupan sosial yang berpengaruh bagi anak, dimana anak akan belajar mengenal dan
menyukai orang lain melalui aktifitas sosial. Apabila pada masa kanak-kanak ini anak mampu
melakukan hubungan sosial dengan baik akan memudahkan bagi anak dalam melakukan
penyesuaian sosial dengan baik dan anak akan mudah diterima sebagai anggota kelompok sosial
di tempat mereka mengembangkan diri (Hurlock, 1998). Menurut Munandar (Septianawi, 2012
online), masa pra sekolah merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman
kanak-kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan
kesiapannya dalam belajar formal maupun informal. Pada tahap perkembangan anak usia pra
sekolah ini, anak mulai menguasai berbagai keterampilan fisik, bahasa dan anak pun mulai
memiliki rasa percaya untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997).
Menurut D. Hendropuspeto (Abdullah Idi, 2010:82) mengatakan bahwa Interaksi sosial
bersifat positif dapat menciptakan terjadinya kerjasama yang pada akhirnya mempermudah
terjadinya asimilasi (pembauran). Proses sosial adalah aspek dinamis dari kehidupan masyarakat,
didalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia satu dengan lainnya. Proses
hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terusmenerus. Interaksi sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, antara
individu dengan individu atau kelompok lainnya dalam mencapai suatu tujuan. Proses sosial
merupakan siklus perkembangan struktur sosial yang menunjukkan bagaimana prasangka dan
diskriminasi dapat dieliminasi sedemikian rupa dan konflik nilai dapat terjaga dalam batasan
522
yang dapat dikerjakan pada sutu masyarakat di mana bagian masyarakat menjaga hubungan
kelompok primer di antara individu-individu dengan beragam latar belakang.
Menurut Abdullah Idi (2010:88), interaksi sosial yang kelihatannya sederhana sebenarnya
merupakan suatu proses yang cukup kompleks, yang didasari berbagai faktor-faktor psikologik
antara lain:
1. Faktor imitasi adalah dorongan untuk menirui orang lain. G. Tarde (Abdullah Idi,
2010:88) menyatakan bahwa imitasi ini merupakan faktor satu-satunya yang
melandasi interaksi sosial.
2. Faktor sugesti adalah dorongan bagi seseorang untuk melakukan atau bersikap seperti
apa yang diharapkan oleh pemberi sugesti. Dalam sugesti, orang dengan sengaja
secara aktif memberikan pandangan, pendapat, saran, norma, dan sebagainya, agar
orang lain dapat menerima dan melakukan apa yang diberikan.
3. Faktor identifikasi adalah faktor yang mendorong untuk menjadi identik (sama)
dengan orang lain. Orang cenderung untuk identik terhadap orang lain yang dihormati
bernilai tinggi, dikagumi, dan sebagainya.
4. Faktor simpati adalah faktor perasaan rasa tertarik kepada orang lain. Simpati tersebut
berkembang dalam hubungannya terhadap orang lain. Dengan addanya simpati, maka
akan terjalin saling pengertian yang mendalam atau menimbulkan rasa sosial bagi
yang simpati.
Manfaat dari bermain peran adalah membantu penyesuaian diri anak. Dengan memerankan
tokoh-tokoh tertentu ia belajar tentang aturan-aturan atau perilaku apa yang bisa diterima oleh
orang lain, baik dalam berperan sebagai pedagang, ibu, ayah, guru, murid, dokter, polisi, dan
seterusnya. Anak juga belajar untuk memandang suatu masalah dari kacamata tokoh-tokoh yang
ia perankan sehingga diharapkan dapat membantu pemahaman sosial pada diri anak. Manfaat
lain dari kegiatan bermain peran adalah anak dapat memperoleh kesenangan dari kegiatan yang
dilakukan atas usaha sendiri, belajar menjadi pengikut, dalam artian mau memerankan tokohtokoh yang tertentu yang ditetapkan oleh teman mainnya dan tidak hanya memerankan tokoh
yang diinginkan oleh anak. Perkembangan bahasa juga dapat ditingkatkan karena adanya
penggunaan bahasa didalam kegiatan bermain ini. Mau tidak mau ia akan mendengar informasi
baru dari teman mainnya sehingga perbendaharaan kata makin luas. Demikian pula halnya jika
berperan sebagai pedagang. Dimana anak memerankan tokoh sebagai penjual dan pembeli yang
sedang melakukan interaksi sosial. Sebagai pedagang anak harus mampu memenawarkan
dagangannya kepada pembeli sehingga pembeli bersimpati dan tertarik untuk membeli
dagangannya. Demikian pula halnya sebagai seorang pembeli harus punya kemampuan untuk
menawar harga yang telah dipatok oleh penjual.
523
Metode pembelajaran bermain perlu diberikan kepada anak mulai dari pendidikan anak
usia dini untuk membekali mereka dengan kemampuan berfikir logis, analistis, sistematis, kritis,
dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Metode pembelajaran bermain merupakan suatu
metode pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap anak yang ada
dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah)
dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dri ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender. Metode pembelajaran bermain mengutamakan kerjasama
dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan metode pembelajaran bermain adalah hasil belajar
akademik anak meningkat dan anak dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta
pengembangan keterampilan sosial.
Bermain peran memberikan kesempatan bagi anak untuk memahami dunia, berhubungan
dengan orang lain dalam cara-cara sosial, mengekspresikan dan mengontrol emosi, serta
membangun kemampuan simboliknya. Bermain peran merupakan konteks kurikulum
pembelajaran pada anak usia tiga hingga enam tahun. Kemudian untuk mendukung
perkembangan kognitif, bermain peran menyajikan fungsi-fungsi penting dalam perkembangan
fisik, sosial dan emosional anak. Anak mengekspresikan dan menampilkan gagasan, pemikiran
dan perasaan mereka ketika terlibat dalam permainan. Ketika anak bermain peran anak dapat
belajar untuk melakukan kompromi atas perasaaannya, untuk berinteraksi dengan orang lain,
menyelesaikan konflik, dan mencapai pemahaman atas kemampuannya dan kesemuanya dapat
dilaksanakan dengan mengembangkan imajinasi dan kreativitas mereka. Dengan bermain peran,
anak akan belajar tentang aturan-aturan atau perilaku apa yang bisa didterima oleh orang lain.
Anak juga belajar untuk memandang suatu masalah dari kacamata tokoh-tokoh yang diperankan
sehingga diharapkan dapat membantu pemahaman sosial pada diri anak. Perkembangan bahasa
juga dapat ditingkatkan karena adanya penggunaan bahasa di dalam kegiatan bermain peran ini.
HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan permasalahan yang ada pada penelitian ini maka dapat dikemukakan hipotesis
tindakan sebagai berikut: “Melalui metode bermain peran, interaksi sosial anak dapat meningkat
pada kelompok B2 TK Negeri Model Terpadu Madani Palu”.
524
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas TK Negeri Model Terpadu Madani Palu dengan jumlah
anak 20 orang, yang terdiri dari 9 orang laki-laki dan 11 orang perempuan, yang terdapat dalam
satu kelas yaitu kelas B2. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, dimana alur
pelaksanaan dalam penelitian ini dimuali dari (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
observasi, dan (4) refleksi. Perencanaan yaitu: 1) membuat skenario tindakan pembelajaran
dalam penelitian ini adalah membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH), 2) menyediakan lembar
observasi aktivitas guru dan lembar penilaian hasil belajar anak, dan 3) menentukan kriteria
keberhasilan tindakan yaitu:
= Berkembang Sangat Baik (BSB)
= Berkembang Sesuai Harapan (BSH)
= Mulai berkembang (MB)
= Belum Berkembang (BB)
HASIL PENELITIAN
1. Pra Tindakan
Tabel 1 Hasil Pra Tindakan
Aspek yang diamati
No
Kategori
A
B
C
%
F
%
F
%
f
%
1
BSB
4
20
2
10
3
15
15
2
BSH
9
45
12
60
11
55
53,33
3
MB
7
35
6
30
6
35
31,67
4
BB
-
-
-
-
-
-
-
20
100
20
100
20
100
100
Jumlah
525
2. Siklus I
Tabel 2 Hasil Siklus I
Aspek yang diamati
No
Kategori
A
F
B
%
F
C
%
f
%
%
1
BSB
7
35
4
20
4
20
25
2
BSH
11
55
14
70
12
60
61,67
3
MB
2
10
2
10
4
20
13,33
4
BB
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
20
100
20
100
20
100
100
3. Siklus II
Tabel 3 Hasil Siklus II
Aspek yang diamati
No
Kategori
A
f
B
%
F
C
%
F
%
%
1
BSB
13
65
10
50
8
35
51,67
2
BSH
5
25
9
45
10
50
40
3
MB
2
10
1
5
2
15
8,33
4
BB
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
20
100
20
100
20
100
100
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pra tindakan, dapat dilihat bahwa dari 20 anak yang menjadi subjek
penelitian pada kemampuan anak berkomunikasi melalui tokoh yang diperankan terdapat 4 anak
(20%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 9 anak (45%) yang masuk kategori
berkembang sesuai harapan, 7 anak (35%) yang masuk kategori mulai berkembang dan tidak ada
526
anak yang masuk kategori belum berkembang. Pada kemampuan anak berinteraksi dengan
sesama teman terdapat 2 anak (10%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 12 anak
(60%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 6 anak (30%) yang masuk kategori
mulai berkembang dan pada kemampuan anak untuk tampil di hadapan huru dan temannya
terdapat 3 anak (15%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 11 anak (55%) yang masuk
kategori berkembang sesuai harapan, 6 anak (30%) yang masuk kategori mulai berkembang serta
tidak ada anak yang masuk kategori belum berkembang. Melihat hasil tersebut maka dilakukan
tindakanperbaikan pada siklus I.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan pada siklus I, dapat dilihat bahwa dari 20 anak yang
menjadi subjek penelitian pada kemampuan anak berkomunikasi melalui tokoh yang diperankan
terdapat 7 anak (35%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 11 anak (55%) yang masuk
kategir berkembang sesuai harapan, dan terdapat 2 anak (10%) yang masuk kategori mulai
berkembang. Selanjutnya pada kemampuan anak berinteraksi dengan sesama teman, terdapat 4
anak (20%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 14 anak (70%) yang masuk kategori
berkembang sesuia harapan, 2 anak (10%) yang masuk kategori mulai berkembang. Demikian
pula pada kemampuan anak untuk tampil di hadapan guru dan temannya, terdapat 4 anak (20%)
yang masuk kategori berkembang sangat baik, 12 anak (60 %) yang masuk kategori berkembang
sesuai harapan dan 4 anak (20%) yang masuk kategori mulai berkembang. Dan pada sesmua
aspek yang diamati tidak ada anak masuk kategori belum berkembang. Dengan demikian terjadi
peningkatan interaksi sosial anak dari pra tindakan ke siklus I, sehingga dapat disimpulkan
bahwa belum tercapainya indikator kinerja yang ditetapkan. Untuk itu akan dilakukan perbaikan
pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan siklus II, maka dapat dilihat bahwa dari 20 anak yang
menjadi subjek penelitian, pada kemampuan anak berkomunikasi melalui tokoh yang diperankan
terdapat 13 anak (65%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 5 anak (25%) yang masuk
kategori berkembang sesuai harapan, 2 anak (10%) yang masuk kategori mulai nerkembang.
Pada kemampuan anak berinteraksi dengan sesama teman terdapat 10 anak (50%) yang masuk
kategori berkembang sangat baik, 9 anak (45%) yang masuk kategori berkembang sesuai
harapan, 1 anak (5%) yang masuk kategori mulai berkembang. Selanjutnya pada kemampuan
anak tampil dihadapan guru dan temannya terdapat 8 anak (40%) yang masuk kategori
berkembang sangat baik, 10 anak (50%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 2 anak
527
(10%) yang masuk kategori mulai berkembang. Dengan demikian, dari semua aspek yang
diamati tidak ada anak yang masuk kategori belum berkembang. Melihat persentase yang
diperoleh pada siklus II telah mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan, maka penelitian
tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan dari metode
bermain peran dapat meningkatkan interaksi sosial anak di kelompok B2 TK Negeri Model
Terpadu Madani Palu. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan hasil penelitian dari siklus I
ke siklus II, yaitu pada kemampuan anak berkomunikasi melalui tokoh yang diperankan, yang
memiliki kategori berkembang sangat baik meningkat sebesar 30% dari 35% menjadi 65%, yang
memiliki kategori berkembang sesuai harapan dari 55% turun sebesar 30% menjadi 25%,
sedangkan yang memiliki kategori mulai berkembang hanya 10%. Pada kemampuan anak
berinteraksi dengan sesama teman, yang memiliki kategori berkembang sanagt baik dari 20%
meningkat sebesar 30% menjadi 50%, yang memiliki kategori berkembang sesuai harapan dari
70% turun menjadi 45% dan yang memiliki kategori mulai berkembang juga turun sebesar 5%
dari 10% menjadi 5%. Demikian pula halnya pada kemampuan anak untuk tampil dihadapan
guru dan temannya, yang memiliki kategori berkembang sanagt baik dari 20% meningkat sebesar
20% menjadi 40%, sementara yang memiliki kategori berkembang sesuai harapan turun dari 60%
menjadi 50%, sedangkan yang memiliki kategori mulai berkembang dari 20% turun sebesar 10%
hinggan menjadi 10%.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disarankan:
1. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan hasil belajar anak didik, guru hendaknya
memperbaiki kualitas mengajar yang dilaksanakan dengan menggunakan berbagai metode
yang bervariasi serta mengelola sumber belajar yang ada seefektif mungkin sehingga akan
tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2. Untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial anak, dapat sesering mungkin
menggunakan metode bermain peran, karena pada hamper setiap pembelajaran dapat
digunakan indikator bermain peran sebagaimana yang terdapat dalam silabus pembelajaran
PAUD.
528
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. (2005). Kurikulum 2004
Standar Kompetensi. Departemen Pendidikan Nasional.
Hurlock Elizabeth B, Tanpa Tahun. Perkembangan Anak. Terjemahan oleh dr. Med. Meitasari
Tjandrasa. 1978. Jakarta: Erlangga.
. Tanpa Tahun. Perkembangan Anak. Terjemahan oleh dr. Med. Meitasari
Tjandrasa. 1990. Jakarta: Erlangga.
Tanpa Tahun. Psikologi Perkembangan. Terjemahan oleh Dra.
Istiwidayanti. Meitasari Tjandrasa. 1980. Jakarta: Erlangga.
Idi Abdullah. (2010). Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pres.
Ismail. (2003) Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan
Mutu PAUD.
Septianawi. (2010). Perkembangan Sosial Anak. (Online)
Sudjiono, Anas. (1991). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pres.
Sunendar
Tatang.
(2009).
Penelitian
Tindakan
Kelas
(Part
II)
(Online).
(http://pristiadiutomo.blog.plasa.com/2009/03/20/pentingnya-penelitian -tindakan-kelas/
Tedjasaputra Mayke S. (2001). Bermain, Mainan dan Permaianan untuk Pendidikan Usia Dini.
Jakarta: Grasindo.
Usman H.B., dkk. (2001). Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Jurusan
Pendidikan MIPA. Palu.
Yuliati Rani, Tanpa tahun. Permainan yang Meningktakan Kecerdasan Anak. Jakarta: Niaga
Swadaya.
Zubair ZR. Agus. (2008). Mengenal Dunia Bermain Anak. Yogyakarta: Banyu Media.
529
Download