MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL MELALUI METODE BERMAIN PERAN DI KELOMPOK B2 TK MADANI PALU Rawania1 ABSTRAK Permasalahan dalam penelitian ini adalah kurangnya guru yang menggunakan metode bermain peran, sehingga pembelajaran membosankan bagi anak. Disamping itu tidak banyak pengaruhnya bagi peningkatan interaksi sosial anak. Rancangan penelitian tindakan kelas ini mengacu pada model John Elliot yang dilakukan dalam dua siklus, dengan setiap siklus melalui 4 tahap dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Yang menjadi subjek penelitian adalah seluruh anak kelompok B2 TK Negeri Model Terpadu Madani Palu yang berjumlah 20 orang, terdiri dari 9 laki-laki dan 11 perempuan. Jenis data adalah data kualitatif yang diperoleh dari hasil observasi aktivitas guru dan anak. Adapun faktor yang diteliti meliputi: (1) input yaitu jumlah anak dan guru yang mengajar di TK Madani Palu; (2) Proses yaitu selama pembelajaran berlangsung; dan (3) Output yaitu peningkatan interaksi sosial melalui metode bermain peran. Cara pengambilan data melalui (1) observasi dengan menggunakan lembar observasi; (2) Tanya jawab melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru saat mengajar; (3) Dokumentasi berupa foto-foto kegiatan saat pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan anak kelompok B2 dalam berinteraksi sosial melalui metode bermain peran mengalami peningkatan, yakni pada siklus I tingkat perkembangan kemampuan yang dicapai subyek penelitian terdapat 25 % yang memiliki kemampuan baik, 61,67 % yang memiliki kategori cukup dan 13,33 % yang memiliki kategori kurang. Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II diketahui bahwa hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan anak yaitu terdapat 51,67 % yang memiliki kategori baik, 40 % yang memiliki kategori cukup dan 8,33 % yang memiliki kategori kurang. Kata Kunci : Interaksi Sosial, Metode Bermain Peran PENDAHULUAN Bermain adalah dunia kerja anak usia pra sekolah dan menjadi hak setiap anak untuk bermain, tanpa dibatasi usia. Melalui bermain anak dapat memiliki berbagai manfaat bagi perkembangan, aspek ini saling menunjang satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satu aspek tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, maka akan terjadi ketimpangan 1 Mahasiswa Program Studi PG PAUD, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako, No. Stambuk: A 450 07 350. 520 karena bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan yang sudah melekat dalam diri setiap anak. dengan demikian anak dapat belajar berbagai keterampilan dengan senang hati tanpa merasa terpaksa atau dipaksa untuk mempelajarinya. Peran pendidik sangat diperlukan dalam pengembangan potensi anak TK. Pengembangan potensi anak TK sebagai generasi penerus bangsa dapat diupayakan melalui pembangunan diberbagai bidang yang didukung oleh atmosfer masyarakat belajar. Upaya pengembangan tersebut harus dilakukan melalui kegiatan belajar yang membuat anak senang. Dengan metode serta strategi pembelajaran seperti itu anak memiliki kesempatan untuk menggali potensi dirinya. Proses pembelajaran di TK hendaknya diselenggarakan secara menyenangkan, inspiratif, menantang, memotivasi anak untuk berpartisipasi aktif memberi kesempatan untuk berkreasi dan kemandirian sesuai dengan tahap perkembangan fisik dan psikis anak. Oleh karena itu upaya meningkatkan interaksi sosial anak sangat penting. Pendidikan merupakan suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Belajar merupakan proses pribadi dan juga proses sosial ketika anak berhubungan dengan anak lainnya dalam membangun pengertian dan pengetahuan bersama. Sebagai salah satu upaya mengembangkan ketrampilan sosial anak TK, guru dapat menggunakan metode bermain peran. Dengan metode bermain peran diharapkan dapat mengembangkan interaksi sosial anak tentunya dengan menggunakan strategi, materi dan media yang menarik sehingga mudah diikuti oleh anak, karena dengan bermain peran anak akan memiliki kesempatan menjadi pribadi yang lain dari dirinya, maupun tokoh yang diinginkan. Bermain peran mulai tampak sejalan dengan tumbuhnya kemampuan anak untuk berpikir simbolik. Dalam bermain peran bersama teman-teman sebaya akan menjadi tonggak penting dalam perkembangan sosial anak. Melalui kegiatan sosial diharapkan sifat egosentrisme anak akan semakin berkurang, dan anak secara bertahap berkembang menjadi mahluk sosial yang dapat bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Kegiatan bermain peran ditandai dengan adanya interaksi dengan orang di sekeliling anak, sehingga akhirnya anak mampu terlibat dalam kerjasama dalam bermain. Metode bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Bermain peran termasuk salah satu jenis bermain aktif, yang diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Apa yang dilakukan anak ditampilkan dalam setiap tingkah laku yang nyata dan dapat diamati dan biasanya melibatkan penggunaan bahasa. Ia melakukan impersonalisasi 521 terhadap karakter yang dikaguminya/ditakutinya baik yang ia temui dalam kehidupan sehari-hari maupun dari tokoh yang ia tonton di film. Misalnya peran sebagai pedagang. Anak harus mampu berperan sebagai pedagang sebagaimana yang ia lihat di sekitarnya, misalnya di pasar. Ataupun sebagai pembeli. Melalui peran sebagai pedagang, ia harus dapat berinteraksi dengan orang-orang yang datang untuk membeli dagangannya. Sebagai pedagang harus mampu menawarkan dagangannya sehingga pembeli tertarik untuk membeli dagangannya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Septianawi, 2012 online) menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus menuju pendewasaan yang memerlukan adanya komunikasi dengan masyarakat. Perkembangan sosial bagi anak sangat diperlukan karena anak merupakan manusia yang tumbuh dan berkembang yang akan hidup di tengah-tengah masyarakat. Pada masa kanak-kanak merupakan awal kehidupan sosial yang berpengaruh bagi anak, dimana anak akan belajar mengenal dan menyukai orang lain melalui aktifitas sosial. Apabila pada masa kanak-kanak ini anak mampu melakukan hubungan sosial dengan baik akan memudahkan bagi anak dalam melakukan penyesuaian sosial dengan baik dan anak akan mudah diterima sebagai anggota kelompok sosial di tempat mereka mengembangkan diri (Hurlock, 1998). Menurut Munandar (Septianawi, 2012 online), masa pra sekolah merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak-kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal maupun informal. Pada tahap perkembangan anak usia pra sekolah ini, anak mulai menguasai berbagai keterampilan fisik, bahasa dan anak pun mulai memiliki rasa percaya untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997). Menurut D. Hendropuspeto (Abdullah Idi, 2010:82) mengatakan bahwa Interaksi sosial bersifat positif dapat menciptakan terjadinya kerjasama yang pada akhirnya mempermudah terjadinya asimilasi (pembauran). Proses sosial adalah aspek dinamis dari kehidupan masyarakat, didalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia satu dengan lainnya. Proses hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terusmenerus. Interaksi sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, antara individu dengan individu atau kelompok lainnya dalam mencapai suatu tujuan. Proses sosial merupakan siklus perkembangan struktur sosial yang menunjukkan bagaimana prasangka dan diskriminasi dapat dieliminasi sedemikian rupa dan konflik nilai dapat terjaga dalam batasan 522 yang dapat dikerjakan pada sutu masyarakat di mana bagian masyarakat menjaga hubungan kelompok primer di antara individu-individu dengan beragam latar belakang. Menurut Abdullah Idi (2010:88), interaksi sosial yang kelihatannya sederhana sebenarnya merupakan suatu proses yang cukup kompleks, yang didasari berbagai faktor-faktor psikologik antara lain: 1. Faktor imitasi adalah dorongan untuk menirui orang lain. G. Tarde (Abdullah Idi, 2010:88) menyatakan bahwa imitasi ini merupakan faktor satu-satunya yang melandasi interaksi sosial. 2. Faktor sugesti adalah dorongan bagi seseorang untuk melakukan atau bersikap seperti apa yang diharapkan oleh pemberi sugesti. Dalam sugesti, orang dengan sengaja secara aktif memberikan pandangan, pendapat, saran, norma, dan sebagainya, agar orang lain dapat menerima dan melakukan apa yang diberikan. 3. Faktor identifikasi adalah faktor yang mendorong untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. Orang cenderung untuk identik terhadap orang lain yang dihormati bernilai tinggi, dikagumi, dan sebagainya. 4. Faktor simpati adalah faktor perasaan rasa tertarik kepada orang lain. Simpati tersebut berkembang dalam hubungannya terhadap orang lain. Dengan addanya simpati, maka akan terjalin saling pengertian yang mendalam atau menimbulkan rasa sosial bagi yang simpati. Manfaat dari bermain peran adalah membantu penyesuaian diri anak. Dengan memerankan tokoh-tokoh tertentu ia belajar tentang aturan-aturan atau perilaku apa yang bisa diterima oleh orang lain, baik dalam berperan sebagai pedagang, ibu, ayah, guru, murid, dokter, polisi, dan seterusnya. Anak juga belajar untuk memandang suatu masalah dari kacamata tokoh-tokoh yang ia perankan sehingga diharapkan dapat membantu pemahaman sosial pada diri anak. Manfaat lain dari kegiatan bermain peran adalah anak dapat memperoleh kesenangan dari kegiatan yang dilakukan atas usaha sendiri, belajar menjadi pengikut, dalam artian mau memerankan tokohtokoh yang tertentu yang ditetapkan oleh teman mainnya dan tidak hanya memerankan tokoh yang diinginkan oleh anak. Perkembangan bahasa juga dapat ditingkatkan karena adanya penggunaan bahasa didalam kegiatan bermain ini. Mau tidak mau ia akan mendengar informasi baru dari teman mainnya sehingga perbendaharaan kata makin luas. Demikian pula halnya jika berperan sebagai pedagang. Dimana anak memerankan tokoh sebagai penjual dan pembeli yang sedang melakukan interaksi sosial. Sebagai pedagang anak harus mampu memenawarkan dagangannya kepada pembeli sehingga pembeli bersimpati dan tertarik untuk membeli dagangannya. Demikian pula halnya sebagai seorang pembeli harus punya kemampuan untuk menawar harga yang telah dipatok oleh penjual. 523 Metode pembelajaran bermain perlu diberikan kepada anak mulai dari pendidikan anak usia dini untuk membekali mereka dengan kemampuan berfikir logis, analistis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Metode pembelajaran bermain merupakan suatu metode pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap anak yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dri ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Metode pembelajaran bermain mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan metode pembelajaran bermain adalah hasil belajar akademik anak meningkat dan anak dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Bermain peran memberikan kesempatan bagi anak untuk memahami dunia, berhubungan dengan orang lain dalam cara-cara sosial, mengekspresikan dan mengontrol emosi, serta membangun kemampuan simboliknya. Bermain peran merupakan konteks kurikulum pembelajaran pada anak usia tiga hingga enam tahun. Kemudian untuk mendukung perkembangan kognitif, bermain peran menyajikan fungsi-fungsi penting dalam perkembangan fisik, sosial dan emosional anak. Anak mengekspresikan dan menampilkan gagasan, pemikiran dan perasaan mereka ketika terlibat dalam permainan. Ketika anak bermain peran anak dapat belajar untuk melakukan kompromi atas perasaaannya, untuk berinteraksi dengan orang lain, menyelesaikan konflik, dan mencapai pemahaman atas kemampuannya dan kesemuanya dapat dilaksanakan dengan mengembangkan imajinasi dan kreativitas mereka. Dengan bermain peran, anak akan belajar tentang aturan-aturan atau perilaku apa yang bisa didterima oleh orang lain. Anak juga belajar untuk memandang suatu masalah dari kacamata tokoh-tokoh yang diperankan sehingga diharapkan dapat membantu pemahaman sosial pada diri anak. Perkembangan bahasa juga dapat ditingkatkan karena adanya penggunaan bahasa di dalam kegiatan bermain peran ini. HIPOTESIS TINDAKAN Berdasarkan permasalahan yang ada pada penelitian ini maka dapat dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Melalui metode bermain peran, interaksi sosial anak dapat meningkat pada kelompok B2 TK Negeri Model Terpadu Madani Palu”. 524 METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kelas TK Negeri Model Terpadu Madani Palu dengan jumlah anak 20 orang, yang terdiri dari 9 orang laki-laki dan 11 orang perempuan, yang terdapat dalam satu kelas yaitu kelas B2. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, dimana alur pelaksanaan dalam penelitian ini dimuali dari (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Perencanaan yaitu: 1) membuat skenario tindakan pembelajaran dalam penelitian ini adalah membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH), 2) menyediakan lembar observasi aktivitas guru dan lembar penilaian hasil belajar anak, dan 3) menentukan kriteria keberhasilan tindakan yaitu: = Berkembang Sangat Baik (BSB) = Berkembang Sesuai Harapan (BSH) = Mulai berkembang (MB) = Belum Berkembang (BB) HASIL PENELITIAN 1. Pra Tindakan Tabel 1 Hasil Pra Tindakan Aspek yang diamati No Kategori A B C % F % F % f % 1 BSB 4 20 2 10 3 15 15 2 BSH 9 45 12 60 11 55 53,33 3 MB 7 35 6 30 6 35 31,67 4 BB - - - - - - - 20 100 20 100 20 100 100 Jumlah 525 2. Siklus I Tabel 2 Hasil Siklus I Aspek yang diamati No Kategori A F B % F C % f % % 1 BSB 7 35 4 20 4 20 25 2 BSH 11 55 14 70 12 60 61,67 3 MB 2 10 2 10 4 20 13,33 4 BB - - - - - - - Jumlah 20 100 20 100 20 100 100 3. Siklus II Tabel 3 Hasil Siklus II Aspek yang diamati No Kategori A f B % F C % F % % 1 BSB 13 65 10 50 8 35 51,67 2 BSH 5 25 9 45 10 50 40 3 MB 2 10 1 5 2 15 8,33 4 BB - - - - - - - Jumlah 20 100 20 100 20 100 100 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pra tindakan, dapat dilihat bahwa dari 20 anak yang menjadi subjek penelitian pada kemampuan anak berkomunikasi melalui tokoh yang diperankan terdapat 4 anak (20%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 9 anak (45%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 7 anak (35%) yang masuk kategori mulai berkembang dan tidak ada 526 anak yang masuk kategori belum berkembang. Pada kemampuan anak berinteraksi dengan sesama teman terdapat 2 anak (10%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 12 anak (60%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 6 anak (30%) yang masuk kategori mulai berkembang dan pada kemampuan anak untuk tampil di hadapan huru dan temannya terdapat 3 anak (15%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 11 anak (55%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 6 anak (30%) yang masuk kategori mulai berkembang serta tidak ada anak yang masuk kategori belum berkembang. Melihat hasil tersebut maka dilakukan tindakanperbaikan pada siklus I. Berdasarkan hasil penelitian tindakan pada siklus I, dapat dilihat bahwa dari 20 anak yang menjadi subjek penelitian pada kemampuan anak berkomunikasi melalui tokoh yang diperankan terdapat 7 anak (35%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 11 anak (55%) yang masuk kategir berkembang sesuai harapan, dan terdapat 2 anak (10%) yang masuk kategori mulai berkembang. Selanjutnya pada kemampuan anak berinteraksi dengan sesama teman, terdapat 4 anak (20%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 14 anak (70%) yang masuk kategori berkembang sesuia harapan, 2 anak (10%) yang masuk kategori mulai berkembang. Demikian pula pada kemampuan anak untuk tampil di hadapan guru dan temannya, terdapat 4 anak (20%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 12 anak (60 %) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan dan 4 anak (20%) yang masuk kategori mulai berkembang. Dan pada sesmua aspek yang diamati tidak ada anak masuk kategori belum berkembang. Dengan demikian terjadi peningkatan interaksi sosial anak dari pra tindakan ke siklus I, sehingga dapat disimpulkan bahwa belum tercapainya indikator kinerja yang ditetapkan. Untuk itu akan dilakukan perbaikan pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian tindakan siklus II, maka dapat dilihat bahwa dari 20 anak yang menjadi subjek penelitian, pada kemampuan anak berkomunikasi melalui tokoh yang diperankan terdapat 13 anak (65%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 5 anak (25%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 2 anak (10%) yang masuk kategori mulai nerkembang. Pada kemampuan anak berinteraksi dengan sesama teman terdapat 10 anak (50%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 9 anak (45%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 1 anak (5%) yang masuk kategori mulai berkembang. Selanjutnya pada kemampuan anak tampil dihadapan guru dan temannya terdapat 8 anak (40%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 10 anak (50%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 2 anak 527 (10%) yang masuk kategori mulai berkembang. Dengan demikian, dari semua aspek yang diamati tidak ada anak yang masuk kategori belum berkembang. Melihat persentase yang diperoleh pada siklus II telah mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan, maka penelitian tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan dari metode bermain peran dapat meningkatkan interaksi sosial anak di kelompok B2 TK Negeri Model Terpadu Madani Palu. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan hasil penelitian dari siklus I ke siklus II, yaitu pada kemampuan anak berkomunikasi melalui tokoh yang diperankan, yang memiliki kategori berkembang sangat baik meningkat sebesar 30% dari 35% menjadi 65%, yang memiliki kategori berkembang sesuai harapan dari 55% turun sebesar 30% menjadi 25%, sedangkan yang memiliki kategori mulai berkembang hanya 10%. Pada kemampuan anak berinteraksi dengan sesama teman, yang memiliki kategori berkembang sanagt baik dari 20% meningkat sebesar 30% menjadi 50%, yang memiliki kategori berkembang sesuai harapan dari 70% turun menjadi 45% dan yang memiliki kategori mulai berkembang juga turun sebesar 5% dari 10% menjadi 5%. Demikian pula halnya pada kemampuan anak untuk tampil dihadapan guru dan temannya, yang memiliki kategori berkembang sanagt baik dari 20% meningkat sebesar 20% menjadi 40%, sementara yang memiliki kategori berkembang sesuai harapan turun dari 60% menjadi 50%, sedangkan yang memiliki kategori mulai berkembang dari 20% turun sebesar 10% hinggan menjadi 10%. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disarankan: 1. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan hasil belajar anak didik, guru hendaknya memperbaiki kualitas mengajar yang dilaksanakan dengan menggunakan berbagai metode yang bervariasi serta mengelola sumber belajar yang ada seefektif mungkin sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 2. Untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial anak, dapat sesering mungkin menggunakan metode bermain peran, karena pada hamper setiap pembelajaran dapat digunakan indikator bermain peran sebagaimana yang terdapat dalam silabus pembelajaran PAUD. 528 DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. (2005). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi. Departemen Pendidikan Nasional. Hurlock Elizabeth B, Tanpa Tahun. Perkembangan Anak. Terjemahan oleh dr. Med. Meitasari Tjandrasa. 1978. Jakarta: Erlangga. . Tanpa Tahun. Perkembangan Anak. Terjemahan oleh dr. Med. Meitasari Tjandrasa. 1990. Jakarta: Erlangga. Tanpa Tahun. Psikologi Perkembangan. Terjemahan oleh Dra. Istiwidayanti. Meitasari Tjandrasa. 1980. Jakarta: Erlangga. Idi Abdullah. (2010). Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pres. Ismail. (2003) Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu PAUD. Septianawi. (2010). Perkembangan Sosial Anak. (Online) Sudjiono, Anas. (1991). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pres. Sunendar Tatang. (2009). Penelitian Tindakan Kelas (Part II) (Online). (http://pristiadiutomo.blog.plasa.com/2009/03/20/pentingnya-penelitian -tindakan-kelas/ Tedjasaputra Mayke S. (2001). Bermain, Mainan dan Permaianan untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo. Usman H.B., dkk. (2001). Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA. Palu. Yuliati Rani, Tanpa tahun. Permainan yang Meningktakan Kecerdasan Anak. Jakarta: Niaga Swadaya. Zubair ZR. Agus. (2008). Mengenal Dunia Bermain Anak. Yogyakarta: Banyu Media. 529