BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Verba say dalam bahasa Inggris merupakan salah satu verba tindakan dalam kegiatan komunikasi. Verba ini sangat familiar dengan penutur bahasa Inggris karena fungsi dari verba ini beraneka ragam. Penyampaian pendapat, ide, informasi, keputusan, rencana, saran, dan sebagainya memanfaatkan beberapa verba dalam bidang komunikasi salah satunya say. Tujuan berkomunikasi pun bermacam-macam misalnya untuk dimengerti orang lain, dipergunakan sebagai pertimbangan, untuk memberikan penekanan, mendapatkan perhatian, dan sebagainya. Berdasarkan tujuan dan jenis informasi yang disampaikan tersebut, kemudian penutur berusaha memilih leksem yang tepat dengan tujuan atau isi tuturan tersebut. Penggunaan verba say tidak terbatas hanya dalam komunikasi verbal saja. Banyak kalimat di dalam makalah, laporan, skripsi, tesis, desertasi, maupun jurnaljurnal ilmiah yang berupa kutipan dari pendapat para ahli. Untuk menunjukkan bahwa kalimat tersebut merupakan kalimat kutipan, biasanya para peneliti menggunakan kalimat pengantar seperti: „Verhaar (2010:385) menyatakan …‟, „Chaer (2009:60) menjelaskan bahwa …‟, „Pateda (2010:255) mengatakan bahwa …‟ dan masih banyak lagi kalimat seperti itu. Dalam jurnal-jurnal internasional maupun karya-karya akademik berbahasa Inggris juga banyak menggunakan kalimat pengantar seperti di atas misalnya, „Widdowson (2007:5) says that …‟, „Gerot and 2 Wignell (1995:12) explain …‟, dan „Martin and Rose (2003:22) state that …‟. Kosakata-kosakata seperti say „mengatakan‟, explain „menjelaskan‟, dan state „menyatakan‟ mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk menyampaikan informasi, tetapi jika dilihat di kamus, kosakata-kosakata tersebut mempunyai makna dan penggunaan yang berbeda. Penggunaan kosakata explain „menyatakan‟ dan state „menyatakan‟ bertujuan untuk menghindari pengulangan penggunaan kata say „berkata‟ dan supaya terdapat variasi kosakata dalam penulisan laporan penelitian. Selain itu, setiap leksem yang digunakan tersebut mempunyai perbedaan makna dan penggunaan. Para pengguna bahasa baik penutur asli bahasa Inggris maupun pembelajar bahasa Inggris mungkin kurang memahami perbedaan tersebut sehingga terkesan kurang cermat atau kurang tepat dalam pemilihan kosakata yang dipakai. Oleh karena itu, perlu diberikan penjelasan tentang pengetahuan perbedaan leksem-leksem yang berdekatan dengan say kepada para pengguna bahasa agar dapat lebih dipahami lagi penggunaan setiap leksem tersebut. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa verba say dalam bahasa Inggris diyakini mempunyai beberapa variasi atau sinonim sehingga mampu menggantikan say. Verba-verba tersebut misalnya talk, speak, state, report, explain, dan sebagainya. Akan tetapi, jika dilihat di kamus, penggunaan masing-masing leksem tentu berbeda dan tidak bisa sepenuhnya saling menggantikan. Dengan kata lain, perlu diadakan sebuah penelitian terhadap kosakata-kosakata yang dianggap sebagai variasi verba say „berkata‟ dalam bahasa Inggris untuk mengetahui perbedaan 3 makna dan penggunaan masing-masing kata sehingga selanjutnya dapat digunakan dengan baik dan benar. Verba say „berkata‟ sesekali dihubungkan dengan verba lain seperti talk dan speak yang dalam bahasa Indonesia sama-sama diterjemahkan „berbicara/berkata‟. Ketiga leksikon tersebut pun dalam kamus juga mempunyai makna yang tumpang tindih. Penggunaannya juga terkadang saling menggantikan baik dalam kalimatkalimat tulisan maupun lisan. Menurut Hornby (2010) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary, verba say, talk, dan speak sama-sama mempunyai fungsi menyampaikan informasi. Verba say menurut Hornby (2010:1044) didefinisikan sebagai to speak or tell somebody something, using words „berbicara atau bercerita kepada seseorang tentang sesuatu menggunakan kata-kata‟. Verba talk didefinisikan to say things; to speak in order to give information or to express feelings, ideas etc „berkata sesuatu hal; berbicara untuk memberikan informasi atau untuk menyampaikan perasaan dan ide‟, Hornby (2010:1219). Sementara itu, speak mempunyai definisi to talk to somebody about something; to have conversation with somebody „berbicara kepada seseorang tentang sesuatu; bercakap-cakap dengan seseorang‟, (Hornby, 2010:1140). Berdasarkan makna masing-masing dari verba say, talk, dan speak di atas menunjukkan bahwa ketiganya mempunyai makna yang tumpang tindih ditunjukan dengan pengulangan penggunaan verba-verba tersebut dalam pendefinisiannya sehingga menggantikan satu sama lain. penutur menganggap ketiganya mampu 4 Penelitian tentang kelompok verba say „berkata‟ dalam bahasa Inggris sudah pernah dilakukan oleh Beth Levin (1993) dalam bukunya yang berjudul English Verb Classes and Alternations. Levin (1993:209) mengelompokkan kata kerja bahasa Inggris dalam sekurang-kurangnya 172 kelompok verba seperti kelas verba kill „membunuh‟, cook „memasak‟, see „melihat‟, say „berkata‟, dan sebagainya. Pengelompokan verba bahasa Inggris yang dilakukan Levin (1993) ini menggunakan sifat dasar sintaksis tiap leksem seperti verba transitif, intransitif dan alternasi argumen yang mengikuti verba tersebut. Levin (1993) mengumpulkan verba-verba yang mempunyai kemiripan makna pada sebuah bidang tertentu lalu verba-verba tersebut dikelompokkan sesuai dengan kemiripan sifat sintaksisnya. Dalam buku English Verb Classes and Alternation, Levin (1993) melakukan pengelompokkan terhadap verba-verba bahasa Inggris. Sebagai contoh verbs of putting „verba meletakkan‟, verbs of removing „verba menghilangkan atau menghapus‟, verbs of change possession „verba perubahan kepemilikan‟, learn verbs „verba belajar‟, verbs of cutting „verba memotong‟, dan sebagainya. Salah satu kelompok verba yang ada adalah kelompok verba komunikasi atau verbs of communication. Kurang lebih ada sembilan kelompok verba lagi di bawah verba komunikasi ini. Kesembilan kelompok verba ini selain berbeda berdasarkan sifat sintaksis juga mempunyai perbedaan dalam cara menyampaikan dan alat yang digunakan. Kelompok-kelompok tersebut adalah verbs of transfer of a message „verba pemindahan sebuah pesan‟, tell „verba tell‟, verbs of manner of speaking „verba cara berbicara‟, verbs of instrument of communication „verba dari alat 5 komunikasi‟, talk verbs „verba talk‟, chitchat verbs „verba chitchat’, say verbs „verba say‟, complain verbs „verba complain‟, dan advise verbs „verba advise‟. Masingmasing kelompok verba di atas mempunyai anggota lain berupa verba-verba yang mempunyai kemiripan sifat sintaksis. Meskipun verba say sering dikaitkan dengan speak dan talk, tetapi menurut Levin (1993:203-210) ketiga verba tersebut adalah kelas verba yang berbeda. Levin (1993:202) menyatakan bahwa kelas verba say mempunyai anggota paling banyak dibandingkan dengan kelompok verba talk dan tell. Kelompok verba talk beranggotakan speak dan talk. Sementara itu kelompok tell hanya beranggotakan tell saja. Oleh karena itu, peneliti menganggap bahwa kelompok verba say „berkata‟ menarik untuk diteliti lebih lanjut. Hal ini disebabkan keanggotaan verba say „berkata‟ yang lebih banyak dibanding kelompok verba yang lain menunjukkan bahwa verba say „berkata‟ mungkin lebih produktif dibandingkan dengan kelompok verba yang lain dalam bidang komunikasi. Sementara itu, pengelompokkan yang telah dilakukan oleh Levin (1993) belum memberikan perbedaan makna terhadap leksem-leksem anggota kelompok say tersebut. Dengan adanya penelitian fitur semantis terhadap leksem-leksem itu, dapat memberikan tambahan terhadap pengelompokkan yang diberikan oleh Levin (1993). Selanjutnya perbedaan makna ini akan lebih memperjelas penggunaan setiap leksem bagi para pengguna bahasa Inggris. Verba talk „berbicara‟ dan speak „berbicara/berkata‟ masuk dalam satu kelompok kelas verba talk „berbicara‟ sedangkan verba say „berkata‟ mempunyai 6 sekurang-kurangnya 23 anggota seperti leksem announce „mengumumkan‟, state „menyatakan‟, say „berkata‟, dan sebagainya. Pengelompokan Levin (1993) berdasarkan sifat sintaksisnya menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan analisis komponen makna terhadap setiap anggota kelompok verba say. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud mencari ciri-ciri semantik dari leksikon verba say „berkata‟ sehingga terlihat jelas batasan-batasan makna setiap leksem, penggunaan leksem dengan tepat, dan perbedaannya dengan leksem yang lain. Telaah medan makna kelompok verba say dalam bahasa Inggris ini menarik untuk dilakukan sebab sejauh pengetahuan peneliti, topik ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya, penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Beth Levin (1993) sehingga membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penambahan analisis komponen makna dan pergeseran makna dari setiap leksem anggota kelas say yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru dalam khazanah pengetahuan leksikon khususnya verba say dalam bahasa Inggris. Contoh leksikon yang menjadi anggota kelas verba say menurut Levin (1993:209) adalah say, claim, dan state yang sering digunakan secara bergantian sebagai variasi verba say. Berikut makna dan contoh kalimat dari beberapa anggota verba say: a) say = to speak or tell somebody something, using words „berbicara kepada seseorang tentang sesuatu menggunakan kata-kata‟. Contoh kalimat: “That was marvelous,” said Daniel. „Itu menakjubkan‟, kata Daniel. 7 b) claim = to say that something is true although it has not been proved and other people may not believe it „berkata bahwa sesuatu itu benar meskipun belum dibuktikan dan orang lain mungkin tidak percaya dengan hal tersebut‟. Contoh kalimat: He claims to have met the President, but I don’t believe him. „Dia menyatakan telah bertemu dengan Presiden, tetapi aku tidak mempercayainya‟ c) state = to formally write or say something, especially in a careful and clear way „menulis atau berkata sesuatu secara formal, khususnya dengan cara yang jelas dan berhati-hati‟. Contoh kalimat: As the newspaper’s report clearly stated the activity has been taking place since February this year. „Sebagaimana berita di koran dengan jelas menyatakan bahwa kegiatan tersebut telah berlangsung sejak bulan Februari tahun ini‟. Verba say digunakan kepada lawan tutur berjumlah satu orang, jenis tuturannya umum (bisa tentang apa pun) atau khusus seperti fakta, pikiran, perasaan, pendapat, atau instruksi, disampaikan dengan menggunakan kata-kata pada situasi formal atau informal. Verba claim digunakan untuk menyampaikan tuturan kepada lawan tutur lebih dari satu orang, jenis ujarannya umum (membicarakan sesuatu atau apa pun), pada situasi formal atau informal, tuturan yang disampaikan bersifat benar menurut penutur tetapi belum dibuktikan kebenarannya sehingga orang lain atau lawan tutur mungkin tidak percaya dengan tuturan yang disampaikan. Verba state umumnya digunakan untuk menyampaikan tuturan umum atau tentang apa saja, dengan cara yang resmi, jelas, berhati-hati, dan pada situasi formal. Dari ketiga contoh leksikon di atas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan makna dan penggunaannya. Perbedaan tersebut dikelompokkan sebagai ciri pembeda atau fitur semantik yang 8 membedakan penggunaan masing-masing leksem. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mendeskripsikan keseluruhan ciri pembeda dari anggota verba say „berkata‟ dalam bahasa Inggris. Selanjutnya penelitian ini akan melihat pula perluasan makna yang dimiliki oleh verba say lalu dilihat hubungannya dengan leksem lain yang mungkin dapat menggantikan verba say pada konteks tertentu. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa verba say „berkata‟ dianggap sebagai salah satu verba yang produktif dalam kegiatan komunikasi. Leksikon say „berkata‟ juga terdengar sederhana dan mudah diingat. Oleh karena itu, leksikon say „berkata‟ memunculkan beberapa makna misalnya: a) to speak or tell somebody something, using words „berbicara atau bercerita kepada seseorang tentang sesuatu, menggunakan katakata‟. Misalnya dalam kalimat Hello!! She said „Hallo! Katanya‟. b) to repeat words or phrases „mengulangi kata-kata atau frasa‟. Misalnya dalam kalimat Try to say that line with more conviction „Cobalah untuk mengujarkan kalimat itu dengan lebih yakin‟. c) to express an opinion on something „menyampaikan sebuah pendapat terhadap sesuatu‟. Misalnya dalam kalimat I couldn’t say „Aku tidak tahu‟. d) to suggest or give something as an example or a possibility „menyarankan atau memberi sesuatu sebagai sebuah contoh atau sebuah kemungkinan‟. Misalnya dalam kalimat You could learn this basics, let’s say, three months „Kamu dapat mempelajari dasardasar ini, katakanlah, tiga bulan‟. e) to make thoughts, feelings, etc. clear to somebody by using words, looks, movements etc „membuat pikiran, perasaan, dan sebagainya jelas kepada seseorang dengan menggunakan kata-kata, pandangan, 9 gerakan, dan sebagainya‟. Misalnya dalam kalimat His angry glance said it all „Kemarahannya sekilas mengatakan semuanya‟. f) (of something that is written or can be seen) to give particular informations or instructions „(sesuatu yang ditulis atau dapat dilihat) memberikan informasi tertentu atau instruksi‟. Misalnya dalam kalimat The clock said three o’clock „Jam menunjukkan pukul tiga‟. Berdasarkan makna-makna yang dimiliki verba say, ada perluasan makna yang dialami say tetapi keseluruhan makna say tersebut masih mempunyai satu ciri yang sama sebagai komponen makna yang dipertahankan yaitu adanya penyampaian informasi atau suatu tuturan menggunakan kata-kata. Dengan adanya kesamaan ciri semantis yang dimiliki oleh makna verba say maka bisa diketahui bahwa keseluruhan makna say mempunyai hubungan makna polisemi. Hubungan makna polisemi yang dialami oleh verba say mungkin juga berhubungan dengan verba lain dalam anggota kelas verba say. Oleh karena itu, peneliti berusaha mendeskripsikan polisemi yang dimiliki verba say. Penelitian ini berada pada ranah semantik, yaitu salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Melalui pengkajian makna, maka dengan penelitian ini, diharapkan ciri pembeda antar leksem anggota kelas say dapat terlihat jelas. Selain itu, komponen makna yang dipertahankan dalam perluasan atau pergeseran makna dari setiap leksem dapat diidentifikasi. Makna merupakan serangkaian unsur yang berhubungan dan berfungsi memberikan penjelasan tentang keadaan suatu hal. Palmer (1983:3) menjelaskan bahwa makna digunakan sebagai sebuah simbol yang 10 mengindikasikan sesuatu hal sedang terjadi atau akan terjadi atau telah dilakukan. Sementara itu, Lyon (1979:3) menambahkan bahwa makna merupakan sebuah kumpulan perbedaan dan persamaan yang tidak berhubungan dengan makna lainnya. Semantik sebagai ilmu yang mempelajari keberagaman makna dari setiap satuan bahasa merupakan dasar penelitian ini yang mencoba menitikberatkan pada makna kata. Jenis makna yang akan diamati di sini adalah makna leksikal sebagai makna satuan kebahasaan yang dijelaskan tanpa satuan tersebut bergabung dengan satuan kebahasaan yang lain, Wijana (2010:28). Artinya, ketika sebuah kata berdiri sendiri, kata tersebut mempunyai makna leksikal, misalnya kata ayah mempunyai makna „orang tua laki-laki‟. Kajian tentang makna kata berarti memahami analisis hubungan makna yang membedakannya dengan kata lain, (Lyon, 1979:204). Dengan kata lain, analisis makna kata berhubungan dengan bagaimana cara membedakan kata yang satu dengan yang lain berdasarkan maknanya. Kata rice dalam bahasa Inggris sering diartikan sebagai beras, nasi, atau gabah dalam bahasa Indonesia. Padahal dalam bahasa Indonesia, beras, gabah, dan nasi mempunyai makna yang berlainan. Sejalan dengan contoh tersebut, dalam kegaiatan komunikasi ada leksem repeat dan reiterate yang berarti „berkata berulang‟ tetapi kedua leksem ini jelas mempunyai perbedaan. Oleh karena itu, untuk mengetahui perbedaan antara kedua leksem tersebut digunakanlah analisis komponen makna untuk mengetahui perbedaan keduanya. Dari hasil analisis komponennya diketahui bahwa: 11 Tabel 1.1 Komponen Makna Repeat dan Reiterate repeat (+) person (-) institution (+) say (+) intimate person (+) acquaintance (+) public (-) institution (+) something (+) said more than once (+) informal (+) formal (+) The information’s been already said before (-) to emphasize or clarity Semantic features Speaker Activity Addressee About what Manner Situation Spesific content Purpose reiterate (+) person (+ ) institution (+) say (+) intimate person (+) acquaintance (+) public (-) institution (+) something (+) said more than once (-) informal (+) formal (+) The information’s been already said before (+) to emphasize or clarity Melalui analisis komponen makna, maka perbedaan antar kata dapat dengan mudah ditelusuri, sehingga diharapkan pada akhirnya penelitian ini dapat membantu mencari ciri pembeda dan mengurai makna kata secara terperinci. Selain itu, analisis komponen makna juga dapat digunakan untuk mencari fitur-fitur semantik pembentuk makna dari sebuah leksem. Fitur semantik yang dimiliki secara khusus oleh sebuah leksem mungkin saja berhubungan dengan leksem lainnya sehingga memungkinkan keduanya saling menggantikan pda konteks tertentu. Untuk memaksimalkan penggunaan hasil analisis komponen makna, maka dilakukan pengamatan terhadap bentuk perluasan makna dari verba say. Dengan melakukan pengamatan terhadap hubungan makna polisemi verba say, dapat diketahui hubungan perluasan makna verba say dengan leksem lainnya dalam kelas 12 verba say. Selain itu, hal ini diharapkan dapat membantu mengoptimalkan pendefinisian dalam kamus dan pengelompokan relasi makna yaitu polisemi. 1.2 Rumusan Masalah Untuk mampu menjelaskan makna leksikon dalam kelompok verba say dalam bahasa Inggris, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apa sajakah leksem yang merupakan anggota dari kelas verba say dalam bahasa Inggris? 2) Bagaimanakah komponen semantik yang terkandung dalam setiap leksem yang merupakan anggota dari kelompok verba say dalam bahasa Inggris? 3) Bagaimanakah bentuk polisemi dari verba say dalam bahasa Inggris? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dalam tataran semantik, sehingga ruang lingkup penelitian ini berada pada ranah makna kata. Pada proses analisis komponen makna, data awal yang digunakan dalam penelitian ini berangkat dari hasil penelitian Beth Levin (1993) yaitu leksem-leksem sebagai anggota kelas verba say. Oleh karena itu, peneliti tidak mencari batasan makna dan tambahan leksem selain yang disebutkan Levin (1993:209). Semua anggota kelas verba say dalam satuan kata, bukan frasa atau bentuk derivasi lainnya dan semuanya berfungsi sebagai verba atau kata kerja. Selanjutnya dalam proses pengamatan perluasan makna dilakukan terhadap semua makna yang dimiliki oleh say dalam fungsinya sebagai verba. Hal ini 13 bertujuan untuk mencari keberagaman makna beserta konteks yang dimiliki oleh verba say dan kemungkinan verba lain yang dapat menggantikan say pada konteks tertentu. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1) Memaparkan leksem yang merupakan anggota dari kelompok verba say dalam bahasa Inggris. 2) Mendeskripsikan komponen semantis yang terkandung dalam setiap leksem yang merupakan anggota dari kelompok verba say dalam bahasa Inggris. 3) Menjelaskan bentuk polisemi dari verba say dalam bahasa Inggris. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pembaca dan peneliti-peneliti selanjutnya, baik yang bersifat praktis maupun yang bersifat teoretis. Manfaat teoretis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam ilmu linguistik, khususnya dalam bidang semantik, medan makna, komponen makna sebagai pembeda setiap satuan lingual, dan bentuk perluasan makna dari setiap satuan lingual. Penemuan terhadap komponen makna yang dimiliki oleh leksem-leksem anggota verba say diharapkan mampu menambah khazanah pengetahuan dalam pendefinisian serta penggunaan leksem-leksem tersebut. Selain itu, fitur-fitur semantik yang berhasil ditemukan dalam penelitian ini memberikan 14 tambahan terhadap penelitian Levin (1993) terhadap leksem-leksem kelas verba say yang sebelumnya dikelompokkan berdasarkan ciri sintaksisnya. Konteks-konteks kalimat dalam polisemi verba say memberikan tambahan penjelasan dalam makna verba say yang sudah ada sebelumnya. Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam penyusunan kamus. Komponen pembeda yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam penyusunan kamus, baik kamus ekabahasa, dwibahasa, ataupun thesaurus. Manfaat praktis selanjutnya dapat membantu para pembelajar bahasa Inggris untuk memahami perbedaan setiap leksem dalam kelompok verba say sehingga mereka mampu memilih leksem yang tepat sesuai dengan konteks. Selain itu, diharapkan penelitian ini memberikan manfaat bagi dunia penerjemahan sehingga para penerjemah mampu menemukan terjemahan yang ekuivalen atau sekurangkurangnya mampu menjelaskan makna yang diharapkan sesuai dengan konteks yang ada setelah mengetahui komponen pembeda dari masing-masing leksem anggota kelompok verba say. Sementara itu, konteks makna dalam polisemi verba say mempermudah pembelajar bahasa Inggris maupun penutur bahasa Inggris untuk mengetahui makna yang tersirat dan tersurat dari kalimat dengan verba say. Manfaat praktis yang lain yakni penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam menganalisis komponen makna dan memberikan inspirasi serta pengetahuan bagi mereka yang ingin melakukan penelitian sejenis. 15 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian ini dimaksudkan sebagai penelitian lanjutan terhadap kelompok verba say „berkata‟ dalam bahasa Inggris yang pernah dilakukan oleh Beth Levin (1993). Menurut penelitian Levin, kelompok verba say „berkata‟ merupakan kelompok kata kerja dalam bidang komunikasi yang mempersyaratkan adanya frasa to untuk menunjuk lawan tutur. Jadi, keseluruhan kata kerja di dalam kelompok verba say ini selalu diikuti preposisi to untuk mengacu kepada lawan bicara. Levin (1993:209-210) menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 24 leksikon yang merupakan kelompok verba say „berkata‟. Dua puluh empat leksikon tersebut adalah announce, articulate, blab, blurt, claim, confess, confide, convey, declare, mention, note, observe, proclaim, propose, recount, reiterate, relate, remark, repeat, report, reveal, say, state, dan suggest. Selain kelompok verba say „berkata‟, ada sekurangkurangnya 172 kelompok verba yang berhasil dikelompokkan oleh Levin dari kurang lebih 49 jenis aktivitas atau bidang seperti verba cooking, verba remove, verba see, dan sebagainya. Levin mendapatkan data penelitiannya dari Project Lexicon dari MIT Center untuk Cognitive Science yang dikumpulkan sejak tahun 1983-1987. Dari penelitian Levin ini, peneliti hanya akan mengambil satu kelompok verba yaitu verba say „berkata‟. Dari anggota kelompok verba say „berkata‟ tersebut kemudian peneliti akan mendeskripsikan ciri pembeda antarleksikon dan menjelaskan polisemi dari verba say. Penelitian mengenai medan makna dalam bidang semantik merupakan salah satu penelitian yang sudah sering dilakukan. Berikut akan dipaparkan beberapa 16 penelitian dalam bidang medan makna dan perluasan makna yang menginspirasi peneliti untuk melakukan penelitian ini. Penelitian tentang analisis komponen makna pernah dilakukan oleh Kusmini Larasati Pujiastuti dalam tesisnya tahun 2001 yang berjudul “Kajian Semantis: Leksem-Leksem yang Mengandung Makna „Membawa‟ dalam Bahasa Indonesia”. Pujiastuti (2001) dalam tesisnya memaparkan leksem-leksem yang mengandung makna „membawa‟ dalam bahasa Indonesia, relasi semantis leksem-leksem tersebut, dan komponen pembeda dari masing-masing leksem bermakna „membawa‟ dalam bahasa Indonesia. Tahun 2007, Hamza Pansuri, dalam tesisnya yang berjudul “Leksem Verba Bermakna Menyakiti dengan Tangan dalam Bahasa Indonesia” juga melakukan penelitian dalam bidang medan makna terhadap leksem yang bermakna „menyakiti dengan tangan‟ dalam Bahasa Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada 35 leksem bermakna „menyakiti dengan tangan‟ dalam bahasa Indonesia dan ditemukan ada sembilan komponen makna pembeda dari leksem-leksem tersebut. Tesis selanjutnya yang menganalisis medan makna dilakukan oleh Dewi Ismu Purwaningsih tahun 2014 dengan judul “Leksem Verba Tindakan Memukul Dalam Bahasa Inggris”. Penelitian ini menitikberatkan pada deskripsi leksem yang mengandung makna „memukul‟ dalam bahasa Inggris, makna-makna yang dihasilkan dari leksem tersebut ketika digunakan di dalam kalimat, dan perubahan makna dari leksem-leksem tersebut. Temuan dari penelitian yang dilakukan Purwaningsih (2014) 17 menghasilkan sekurang-kurangnya 49 leksem yang menunjukkan makna „tindakan memukul‟ dalam Bahasa Inggris. Keseluruhan leksem tersebut membentuk delapan fitur semantik, yaitu: alat, cara, sasaran, kekuatan, intensitas, tujuan, kesengajaan, dan akibat. Sementara itu, hubungan makna yang terbentuk dari makna-makna yang terdapat pada leksem bermakna „memukul‟ dalam behasa Inggris tersebut adalah proses derivasi, penggunaan secara figuatif, dan pengelompokan makna sampingan. Analisis medan makna dalam aktivitas memasak dalam bahasa Inggris pernah dilakukan oleh Ibnu Eko Setiawan tahun 2014 dalam tesisnya yang berjudul “Ciri Semantik Pembeda Satuan Lingual yang Mengandung Makna „Cooking‟ dalam Bahasa Inggris”. Penelitian ini mengkaji fitur semantik pembeda satuan lingual yang bermakna cooking atau „aktivitas memasak‟ dalam bahasa Inggris. Ada tiga rumusan masalah dalam tesis yang ditulis oleh Setiawan (2014) yaitu mendeskripsikan satuansatuan lingual yang bermakna „cooking‟ dalam bahasa Inggris, menentukan fitur semantis pembeda untuk setiap satuan lingual tersebut, dan perluasan makna dari leksem-leksem tersebut. Hasil penelitian menunjukkan sekurang-kurangnya ada 29 satuan lingual yang mengandung makna „cooking‟ dalam bahasa Inggris. Selanjutnya dari hasil penelitian tersebut ditemukan ada tiga kelompok besar dalam aktivitas memasak yaitu memasak dengan konveksi air, memasak dengan konduksi, dan memasak dengan panas kering. Pada analisis polisemi makna, keberagaman makna lebih banyak ditunjukkan pada satuan lingual yang sejak awal menduduki fungsi sebagai verba dan merupakan satu kata dibandingkan dengan satuan lingual yang merupakan perkembangan dari nomina serta berbentuk frasa, dan kata pinjaman. 18 Keseluruhan penelitian yang telah dilakukan di atas adalah penelitian dalam bidang medan makna dengan menggunakan analisis komponensial makna Dari penelitian-penelitian tersebut, peneliti mendapatkan pemahaman tentang cara melakukan penelitian dengan analisis komponensial makna, terutama analisis komponen makna terhadap kata kerja atau verba. Selain itu, peneliti juga mendapatkan inspirasi tentang teknik pengumpulan data hingga penyampaian hasil penelitian. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah objek penelitian ini berupa leksem-leksem dalam kelompok verba say „berkata‟ dalam bahasa Inggris. Selain itu, dalam penelitian ini tidak dilakukan pengontrasan antara bahasa Inggris dengan bahasa lain. Penelitian yang hendak dilakukan akan berakhir pada pencarian perluasan makna dari masing-masing leksem dalam kelompok verba say. 1.7 Landasan Teori Ada beberapa teori dari para ahli bahasa yang digunakan untuk menganalisis leksem-leksem yang berupa anggota kelompok verba say dalam bahasa Inggris. 1.7.1 Medan Makna Penelitian ini merupakan penelitian dalam ranah medan makna yang mana menganalisis makna dan ciri pembeda dari leksem-leksem dalam kelompok verba say „berkata‟ dalam bahasa Inggris. Kridalaksana (2011:151) menyatakan bahwa medan makna merupakan bagian dari semantik bahasa yang menggambarkan realitas atau 19 budaya tertentu dan direpresentasikan ke dalam sejumlah leksem yang maknanya masih berhubungan satu sama lain. Medan makna juga didefinisikan sebagai beberapa butir leksikal yang merupakan milik dari sebuah ranah atau bidang tertentu, Wijana (2010:48). Sebuah bidang tertentu, misalnya warna, sebuah aktivitas, atau profesi, tentu membawahi leksem-leksem yang masih mempunyai hubungan makna satu sama lain. Sebagai contoh, dalam medan makna warna membawahi leksem kuning, hijau, merah, putih, jingga, biru, dan lain sebagainya. Medan makna aktivitas melihat membawahi leksem seperti melirik, melotot, mengamati, melihat, menonton, dan lain-lain. Bidang profesi misalnya mempunyai beberapa leksem seperti dokter, dosen, buruh, guru, kuli, dan sebagainya. Meskipun leksem-leksem tersebut berada pada ranah medan makna atau aktivitas yang sama, tetapi selalu ada perbedaan yang dimiliki setiap leksem untuk membedakannya dengan leksem lain dalam satu ranah medan makna yang sama. Oleh karena itu, diperlukan sebuah analisis semantik untuk mencari perbedaan dan persamaan setiap leksem dalam medan makna yang sama. Dalam penelitian ini, medan makna yang berusaha diamati adalah medan makna aktivitas berbicara atau verba say dalam bahasa Inggris. Selanjutnya, untuk mengetahui persamaan dan perbedaan tiap leksem dilakukanlah analisis komponen makna. 1.7.2 Analisis Komponen Makna Meskipun ada beberapa leksem dalam sebuah medan makna, setiap leksem tersebut tidak bisa saling menggantikan walaupun leksem-leksem tersebut terlihat serupa. Ada beberapa komponen yang membedakan leksem yang satu dengan leksem 20 yang lainnya. Untuk mencari komponen pembeda antarleksem, salah satunya dapat menggunakan analisis komponensial makna. Menurut Chaer (2009:114), komponen makna atau komponen semantik mengajarkan bahwa setiap kata atau leksikon mempunyai unsur-unsur yang besama-sama membangun makna dari kata tersebut. Sebagaimana contoh leksikon perjaka mempunyai komponen makna: (+) manusia, (-) menikah, (-) berpotensi melahirkan; sedangkan leksikon gadis mempunyai komponen makna: (+) manusia, (-) menikah, (+) berpotensi melahirkan. Hal itu sejalan dengan pendapat Verhaar (2010:392) bahwa analisis komponensial merupakan analisis dalam semantik leksikal terhadap unsur-unsur makna dari leksikal tersebut. Analisis makna digunakan untuk mencari unsur makna terkecil dari sebuah leksikon. Hal ini senada dengan Pateda (2010:261) yang menyatakan bahwa analisis komponen makna dapat dilakukan terhadap kata-kata dengan menguraikannya sampai komponen makna yang terkecil. Leech (1976:96) juga menjelaskan bahwa analisis komonen makna merupakan analisis makna dimana ada sebuah proses memecah makna dari sebuah kata menjadi fitur pembeda terkecilnya, sehingga fitur tersebut selanjutnya menjadi komponen yang membedakannya dengan komponen lain. Oleh karena itu, dalam analisis komponen makna harus diperhatikan komponen-komponen yang tepat dan cukup membedakan sebuah satuan lingual dengan satuan lingual yang lain meskipun keduanya masih berada dalam satu semantik domain. Ada dua jenis komponen dalam analisis komponensial ini yaitu komponen diagnostik dan komponen tambahan atau komponen konotatif. 21 Menurut Nida (1975:33), komponen diagnostik merupakan komponen yang saling membedakan dalam satu ranah semantik atau medan makna (semantik domain). Komponen ini didasarkan pada sifat-sifat alami leksem tersebut. Misalnya dalam leksikon ranah kekerabatan bahasa Inggris ada father „ayah‟, mother „ibu‟, son „anak laki-laki‟, grandfather „kakek‟, dan uncle „paman‟. Masing-masing leksikon mempunyai kontras makna yang jelas berbeda. Father dan mother mempunyai kontras komponen maknanya dalam hal jenis kelamin, father „ayah‟ mempunyai komponen makna (+) manusia dan (+) laki-laki dan mempunyai komponen yang sama dengan son dan grandfather sedangkan mother „ibu‟ (+) manusia dan (-) lakilaki. Yang membedakan father „ayah‟ dengan son „anak laki-laki‟ dan grandfather „kakek‟ adalah tingkat generasi dari ketiganya berbeda. Sekali lagi father „ayah‟ masih berada pada satu tingkat generasi dengan uncle „paman‟ tetapi berbeda lapisan keturunan. Komponen-komponen pembeda tersebutlah yang disebut dengan komponen diagnostik. Nida (1975:35) menambahkan bahwa komponen konotatif merupakan komponen makna berdasarkan perluasan makna dari sebuah leksem tetapi masih mengacu pada sifat alamiah komponen diagnostiknya. Sebagai contoh adalah leksem father dalam bahasa Inggris. Istilah father tidak hanya digunakan dalam istilah kekerabatan saja yang berarti „orang tua lelaki/ayah‟ tetapi juga mempunyai perluasan makna seperti representasi nama Tuhan dalam kalimat Father in heaven. Lyons (1979:326) selanjutnya menjelaskan bahwa metode analisis komponensial berhubungan dengan adanya perbedaan antara komponen bersama 22 dengan komponen diagnostik dalam sebuah medan makna tertentu. Mengidentifikasi komponen diagnostik lebih mudah daripada komponen tambahannya. Hal ini disebabkan komponen diagnostik merupakan makna denotatif dari sebuah leksem. Makna denotatif didefinisikan sebagai makna polos atau apa adanya oleh Pateda (2010:98). Makna denotatif ini mudah didapatkan karena kamus telah menjelaskan makna-makna denotatif sebuah kata. Selajutnya, untuk melakukan analisis komponensial ada dua hal sebagai syarat utama, yaitu minimal ada dua leksem yang dikontraskan dan kedua leksem tersebut berada dalam satu medan makna yang sama. Menurut Lyon (1979:323-335), ada empat unsur yang perlu diperhatikan dalam analisis komponensial makna, yaitu: komponen (makna), fitur, pemarkah, dan ciri pembeda. Komponen makna adalah kumpulan dari fitur makna. Fitur makna merupakan variabel makna yang dinilai dengan pemarkah, misalnya (manusia) (jenis kelamin) (menikah) (berpotensi melahirkan). Pemarkah adalah penanda nilai suatu fitur. Pemarkah plus (+) berarti fitur itu yang dimiliki oleh leksem yang dianalisis sedangkan pemarkah minus (-) berarti fitur itu tidak dimiliki oleh leksem yang dianalisis. Ciri pembeda adalah ciri khas nilai fitur suatu leksem saat dibandingkan dengan leksem lain dalam satu medan makna. Keempat unsur tersebut selanjutnya secara berturut-turut merupakan istilah-istilah dari hasil analisis komponen makna. 1.7.3 Relasi Makna Meskipun setiap leksem mempunyai ciri pembeda yang membedakannya dengan leksem yang lain, tetapi leksem-leksem tersebut dapat membentuk suatu hubungan dari makna yang dimilikinya. Chaer (2009:83) menyatakan bahwa 23 hubungan makna antara satuan kebahasaan atau antar kata dinamakan sebagai relasi makna (hubungan makna). Sehubungan dengan hal tersebut, Pateda (2010:200-227) memberikan beberapa penjelasan tentang relasi makna dengan menggabungkan dengan rangkuman pendapat beberapa ahli linguistik. 1) Sinonimi Wijana (2010:54) menyatakan bahwa sinonimi adalah persamaan makna yang terkadang dapat saling mengantikan dengan satuan lingual tertentu. Verhaar (2010:394) menyatakan sinonim sebagai dua makna yang hampir sama. Misalnya kata buruk dan jelek merupakan dua kata yang bersinonim. Contoh lainnya wafat, mati, meninggal, mampus, dan mangkat juga bersinonim. Chaer (2009:86) menambahkan bahwa hubungan makna yang bersinonim bersifat dua arah. Jadi, kalau bunga bersinonim dengan kembang maka kembang juga bersinonim dengan bunga. Sebagaimana dikatakan bahwa sinonim mempunyai makna yang „terkadang‟ dapat saling menggantikan dan „hampir‟ sama maka tidak selamanya dua bentuk kata yang bersinonim itu dapat menggantikan dalam kalimat. Sebagai contoh adalah pasangan leksikon meminang = melamar akan bersinonim dalam kalimat berikut: (i) Rakhmat meminang gadis. (ii) Rakhmat melamar gadis. Pasangan leksikon di atas tidak akan bersinonim dalam kalimat berikut: *(iii) Rakhmat meminang pekerjaan. (iv) Rakhmat melamar pekerjaan. 24 Pateda (2010:222-223) memberikan tiga batasan dalam menentukan sinonim yaitu: (a) kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, misalnya mati dan mampus; (b) kata-kata yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan dan menyampaikan; dan (c) kata-kata yang dapat disubstitusi dalam konteks yang sama, misalnya kata melamar dan meminang dalam konteks kalimat (i) dan (ii). Selanjutnya, Verhaar (1984) dalam Chaer (2009:90) menyatakan bahwa bentuk-bentuk sinonim dapat ditemukan dalam bentuk sebagai berikut: a. Sinonim antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), misalnya dalam morfem dia „Minta bantuan dia‟ dan –nya „Minta bantuannya‟; b. Sinonim antara kata dengan kata, misalnya mati dengan meninggal, buruk dengan jelek dan bunga dengan puspa; c. Sinonim antara kata dengan frase dan sebaliknya, misalnya antara meninggal dan tutup usia, hamil dan duduk perut, dan pencuri dan tamu tak diundang. d. Sinonim antara frase dengan frase, misalnya antara ayah ibu dengan orang tua, dan meninggal dunia dengan berpulang ke rahmatullah. e. Sinonim antara kalimat dengan kalimat, misalnya Adik menendang bola dengan Bola ditendang adik. 2) Ambiguitas Chaer (2009:104) menyatakan bahwa ambiguitas merupakan sebuah kondisi di mana satuan lingual dapat memiliki dua makna atau bermakna ganda. Pernyataan Kridalaksana (2011:13) menjelaskan bahwa ambiguitas adalah sifat dari konstruksi kebahasaan yang memiliki tafsiran lebih dari satu akibat penafsiran struktur 25 gramatikal yang berbeda. Ambiguitas ini mempunyai definisi yang hampir sama dengan polisemi dalam hal bermakna lebih dari satu atau mempunyai tafsiran lebih dari satu. Oleh karena itu untuk membedakan keduanya, Chaer (2009:104) menyatakan bahwa ambiguitas terjadi ketika konstruksi kebahasaan tersebut berupa kalimat atau frasa, sedangkan polisemi hanya terjadi pada tataran leksikal saja. Jenis ambiguitas oleh Ullman (1975:156-159) dalam Pateda (2010:202) dibedakan menjadi tiga bentuk utama, yaitu: (1) ambiguitas tingkat fonetik; (2) ambiguitas tingkat gramatikal; dan (3) ambiguitas tingkat leksikal. Ambiguitas tingkat fonetik terjadi akibat membaurnya bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan, bisa karena penutur tergesa-gesa atau ragu-ragu dalam berbicara. Sebagai contoh, ujaran membelikan Tin terdengar seperti /membeli kantin/. Frasa dalam bahasa Inggris “a near” dapat bermakna „ginjal‟ bisa terdengar secara sempurna sebagai /a near/ atau mungkin bermakna „telinga‟ jika dilafalkan /an ear/. Jenis kedua, ambiguitas tingkat gramatikal terjadi seperti dalam frasa orang-tua yang dapat bermakna „ayah/ibu‟ atau „orang yang sudah tua‟.Dapat pula timbul beberapa penafsiran dalam frasa buku sejarah baru yang dapat dimaknai sebagai (a) buku sejarah yang baru dibeli; atau (b) buku yang memuat tulisan tentang sejarahsejarah baru. Jenis ambiguitas tingkat leksikal biasa juga disebut dengan polisemi dan homonimi. Djajasudarma (2009:100) menyatakan bahwa kekaburan makna dapat dihindari dengan memperhatikan penggunaan kata di dalam konteks atau ditentukan pula oleh situasi, sebab ada kata-kata khusus digunakan pada situasi tertentu. 26 3) Hiponimi Verhaar (2010:296) menyatakan bahwa hiponimi adalah hubungan antara entitas yang lebih kecil (secara ekstensional) dengan entitas yang lebih besar (juga secara ekstensional). Leksikon-leksikon seperti aster, bugenfil, mawar, tulip, dan melati disebut bunga. Entitas seperti aster, bugenfil, mawar, tulip, dan melati disebut entitas kecil atau subordinat. Sementara itu, leksikon bunga disebut entitas yang lebih besar atau superordinat. Hal serupa juga dijelaskan oleh Wijana (2010:52) bahwa hiponimi adalah hubungan antara makna superordinat yang memiliki makna yang lebih umum dengan makna yang lebuh khusus atau makna superordinatnya. Relasi antara dua kata yang berhiponim bersifat searah, Chaer (2009:102). Leksikon-leksikon yang berhiponim tidak mampu saling menggantikan dalam sebuah kalimat. Bunga berhiponim dengan mawar, tetapi mawar tidak berhiponim dengan bunga. Mawar berhipernim dengan bunga dan jenis-jenis bunga lainnya seperti aster, anggrek, melati, dan sebagainya. Hubungan antara mawar, melati, aster, bugenfil, dan anggrek disebut kohiponim sebagaimana penjelasan Aminudin (2011:111). Konsep hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya makna sebuah kata di bawah makna dari kata lain. Kata yang merupakan hiponim dari beberapa kata bisa menjadi hipernim dari kata lain. Kata bunga merupakan hipernim dari mawar, melati, anggrek, dan sebagainya tetapi bunga juga berperan sebagai hiponim dari kata tumbuhan selain kata lain seperti rumput, pohon, dan semak. 27 4) Polisemi Polisemi sering dihubungkan dengan homonimi karena pengertian antara keduanya hampir sama. Polisemi menurut Pateda (2010:101), diartikan sebagai satuan kebahasaan yang mempunyai makna lebih dari satu. Sejalan dengan itu, Chaer (2009:104) menyatakan bahwa polisemi merupakan beberapa makna yang dimiliki satu satuan kebahasaan. Polisemi juga dijelaskan oleh Leech (1976:97) sebagai lawan kasus dari sinonim yaitu makna ganda dimana satu kata mempunyai lebih dari satu makna. Dalam hal ini dapat diberikan contoh polisemi dari leksikon kepala dalam bahasa Indonesia. Seperti leksikon kepala mempunyai beberapa polisemi yang maknanya masih berhubungan, yaitu: (a) bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan; (b) bagian dari suatu yang terletak di atas atau di depan dan merupakan bagian yang dianggap penting, misal kepala meja; kepala kereta api; (c) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, misalnya kepala paku dan kepala jarum; (d) pemimpin atau ketua, misalnya kepala sekolah dan kepala kantor, (e) jiwa atau orang, misalnya setiap kepala mendapatkan bantuan satu karung beras; dan (f) akal budi, misalnya badannya besar tetapi kepalanya kosong. Selanjutnya, homonim menurut Djajasudarma (2009:64) adalah dua makna atau lebih dinyatakan dalam bentuk yang sama. Misalnya bisa dapat berarti “dapat atau mampu” dan “racun ular”. Pengertian polisemi bersinggungan dengan homonimi sehingga keduanya sering dibandingkan. Ada dua hal mendasar yang membedakan antara polisemi dan homonimi. Menurut Lehrer (1974:9) dalam Pateda (2010:219) bahwa dalam polisemi terdapat paling sedikit satu makna yang sama atau masih 28 mempunyai hubungan makna sedangkan homonimi tidak mempunyai hubungan makna yang sama atau berhubungan. Makna-makna dalam polisemi masih berhubungan sedangkan makna dalam homonimi tidak berhubungan. Chaer (2009:105-106) menyatakan bahwa dalam polisemi masih mempunyai komponen makna yang sama antara makna yang satu dengan makna yang lain. Seperti leksikon kepala mempunyai contoh komponen makna (+) terletak di atas atau di depan, (+) merupakan bagian yang penting, dan (+) berbentuk bulat. Oleh karena itu polisemi dari kepala masih mempunyai makna yang sama dengan salah satu komponen makna (makna asal) dari leksikon kepala. Perbedaan yang kedua antara polisemi dan homonimi dinyatakan oleh Lyons (1963) yang dikutip oleh Pateda (2010:219) bahwa kelas kata merupakan satu ciri pembeda antara polisemi dan homonimi. Jika kelas katanya sama tetapi maknanya berbeda berarti itu adalah polisemi. Seperti leksikon kepala dalam contoh polisemi di atas merupakan nomina yang menurunkan beberapa makna. Jika kelas katanya berbeda dan maknanya juga berbeda maka itu disebut homonimi, misalnya leksikon bisa yang bermakna „racun‟ masuk ke dalam kelas kata nomina sedangkan bisa yang bermakna „mampu‟ merupakan kata tugas. Oleh sebab itu, leksikon bisa masuk dalam kategori homonimi. Ullman (1972:159-165) menjelaskan ada lima penyebab polisemi. Polisemi dapat disebabkan ketidakjelasan makna dimana satu kata mempunyai sejumlah makna yang berbeda sesuai dengan konteks dimana kata tersebut digunakan. Hal ini disebut sebagai shift in application „pergeseran penggunaan‟. Penyebab kedua dari 29 polisemi adalah specialization in a social milieu „spesialisasi dalam sebuah lingkungan sosial‟ dimana polisemi mungkin muncul karena beberapa kata menjadi istilah dalam sebuah lingkungan tertentu. Hal ini juga bisa disebabkan oleh adanya kata benda yang digunakan sebagai nama ganti sebuah benda tertentu. Figurative language „bahasa figuratif‟ adalah penyebab polisemi ketiga. Hal ini berarti bahwa polisemi muncul karena makna metafora dari sebuah kata. Selanjutnya, polisemi deisebabkan oleh homonyms reinterpreted „penafsiran kembali pasangan berhomonim‟ yang berarti sebagai dua kata yang secara bunyi sama dan perbedaan maknanya tidak begitu jauh sehingga biasanya digunakan satu bentuk untuk menjelaskan dua makna sekaligus. Penyebab terakhir adalah foreign influence dimana polisemi mungkin muncul karena pengaruh bahasa lain, misalnya bahasa pinjaman. Ada empat bentuk polisemi sebagaimana yang dijelaskan oleh Riemer (1972:182) yaitu metafora terhadap makna inti sebuah leksem atau metaphorical applications of the core verbal meaning, metonimi efek atau effect metonymy, metonimi konteks atau context metonymy, dan metonimi konstituen atau constituent metonymy. Polisemi yang berbentuk metafora dihubungakan dengan perumpamaan yang biasanya dikaitkan dengan makna inti dari sebuah kata. Sementara metonimi dimaksudkan masih mempertahankan beberapa hal dari makna inti sebuah leksem yaitu apakah dari makna tersebut menghasilkan sesuatu sebagai efek, apakah dari makna tersebut terdapat perluasan sebagai konteks makna tersebut, dan apakah dari makna tersebut mempunyai bagian lain yang digunakan pada leksem lainnya. 30 1.8 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode ini menerapkan persyaratan bahwa penelitian harus berdasar pada fakta yang ada sehingga pemerian yang diberikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam melakukan penelitian, peneliti akan melakukan tiga tahapan utama yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data. Data penelitian ini adalah leksikon yang merupakan anggota dari kelompok verba say „berkata‟ sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Beth Levin (1993). Sumber data tersebut didapatkan dengan menggunakan teknik simak catat. Sudaryanto (1993:135-136) menyatakan bahwa teknik simak catat merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menyimak penggunaan data dalam kalimat-kalimat baik di dalam kamus maupun korpus. Selanjutnya, leksikon diiventarisasi dalam bentuk catatan atau kartu data yang memuat makna berdasarkan kamus dan contoh penggunaan leksikon tersebut di dalam kalimat. Makna leksikon didapatkan dari kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary Edisi ke-8, Oxford Online Dictionary, Cambridge Online Dictionary dan Merriam-Webster Online Dictionary. Pemilihan kamus Oxford sebagai sumber data utama disebabkan kamus tersebut merupakan kamus eka-bahasa Inggris yang diterbitkan oleh salah satu universitas di negara Inggris sebagai negara penutur asli bahasa Inggris. Alasan lainnya karena kamus Oxford edisi ke-8 sudah sukup jelas dan terperinci menjelaskan makna setiap leksikon verba say „berkata‟. Dalam penelitian ini digunakan pula kamus Oxford dalam versi online dalam webnya http://www.oxforddictionaries.com/ disebabkan 31 kamus online dapat diperbaharui dengan lebih jelas dan lengkap sehingga makna yang belum ditemukan dalam kamus cetak Oxford dapat dilengkapi dengan kamus online-nya. Selain itu penggunaan kamus online lainnya seperti Cambridge dan Merriam-Webster digunakan untuk melengkapi makna umum yang belum dijelaskan oleh Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Pada tahapan penganalisisan data atau pengolahan data, peneliti melakukan beberapa langkah kerja untuk menjawab rumusan masalah dari penelitian ini. Hal yang dilakukan adalah mendata leksem-leksem yang merupakan anggota verba say dan mencari makna umumnya dari empat kamus eka-bahasa Inggris, melakukan analisis komponensial makna terhadap leksem-leksem tersebut, dan kemudian mengamati perluasan makna yang dimiliki oleh say. Pendataan leksem-leksem yang merupakan anggota verba say „berkata‟ dilakukan dengan mencari makna dari setiap leksem dari berbagai kamus dan mencatat makna serta penggunaan leksem tersebut di dalam contoh penggunaannya dalam kalimat. Untuk mendapatkan makna umum dari setiap leksem, peneliti mengumpulkan makna pertama dari setiap leksem berdasarkan empat kamus bahasa Inggris yang digunakan. Dari makna-makna utama yang terkumpul tersebut, lalu ditarik makna umum setiap leksem. Makna yang hampir sama digabung dengan menambahkan penjelasan lain untuk melengkapi makna tersebut. Dalam menganalisis komponen makna dari leksem anggota verba say „berkata‟, peneliti mengadaptasi enam langkah analisis yang dikemukakan oleh Nida (1975:54-56): 32 1. memilih sementara makna yang muncul dari sejumlah komponen yang umum dengan pengertian makna yang dipilih masih berada di dalam medan makna yang sama, 2. mendaftar semua ciri spesifik atau khusus dari leksikonnya, 3. menentukan komponen yang dimiliki oleh leksikon lain, 4. menentukan komponen diagnostik yang digunakan oleh setiap leksikon, 5. mengecek data yang dilakukan pada langkah pertama, 6. mendeskripsikan komponen diagnostik secara sistematis, misalnya dalam bentuk matriks. Dalam melakukan analisis komponen makna, dilakukan pemarkahan atau penandaan terhadap komponen-komponen dari fitur semantik yang muncul. Pemarkahan tersebut menggunakan notasi (+) dan (-). Lyon (1979:323) menjelaskan bahwa notasi (+) digunakan untuk menandakan kehadiran suatu komponen makna. Sebaliknya, notasi (-) digunakan untuk menjelaskan bahwa komponen tersebut tidak wajib ada sebagai ciri pembeda leksem tersebut. Dengan kata lain, ketika sebuah komponen ditandai dengan notasi (+) maka komponen tersebut dimiliki oleh leksem tersebut. Sementara itu, notasi (-) menandakan bahwa komponen tersebut tidak dimiliki oleh leksem tersebut. Setelah dilakukan analisis komponen makna dan terlihat ciri semantik pembeda antarleksem, selanjutnya adalah mengamati keragaman makna dari setiap leksem. Peneliti mengumpulkan keragaman makna verba say dari Oxford Advanced Learner’s Dictionary dan contoh-contoh kalimatnya. Dari keberagaman makna tersebut lalu 33 ditentukan bentuk perluasan maknanya apakah masih mempertahankan fitur-fitur asal dari makna primer atau merupakan perumpamaan dari makna primernya. Contohcontoh kalimat tersebut menjelaskan konteks makna yang dimiliki oleh verba say. Selanjutnya dari konteks makna tersebut mungkin dapat digantikan oleh verba lain yang mempunyai fitur yang sama dengan say. Dalam penyajian hasil penelitian ini digunakan dua metode, yaitu metode formal dan informal. Sudaryanto (1993:145) menyatakan bahwa metode formal adalah penyajian hasil penelitian dengan menggunakan tanda, lambang-lambang, dan berbagai diagram. Metode penyajian formal dalam penelitian ini adalah tabel analisis komponen makna. Sementara itu, metode penyajian informal adalah metode penyajian dengan menjelaskan dengan menggunakan kata-kata. 1.9 Sistematika Penyajian Penelitian ini akan disajikan dengan sistematika sebagai berikut. Bab I menyajikan latar belakang, masalah penelitian, ruang lingkup, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika laporan penelitian. Bab II akan membahas satuan-satuan lingual yang termasuk dalam kelompok verba say dalam bahasa Inggris. Bab III membahas mengenai komponen semantik di dalam setiap leksem dari anggota verba say „berkata‟ dalam bahasa Inggris. Bab IV membahas polisemi verba say „berkata‟, konteks yang dimiliki oleh say dan verba lain yang mungkin menggantikan say pada 34 konteks kalimat tertentu. Bab V adalah penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.