UPAYA MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PELAJARAN IPS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INKUIRI DI KELAS VIII-A SMP 2.1.1. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Ilmu Pengetahuan sosial adalah sebuah mata pelajaran yang diberikan di tingkat sekolah dari SMP sampai sekolah menengah atas dengan jumlah jam pelajaran yang bervariasi serta dengan disiplin ilmu yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. “Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi, Tata Negara, dan Sejarah” (Depdikbud, 2007). Secara ideal Djahiri (1993:76) mengkonsepsikan program IPS yaitu, (a) secara kognitif melatih dan membekali anak didik dengan konsep pengetahuan yang layak, kemampuan berpikir dan memecahkan masalah yang cukup; (b) secara skill membekali kemampuan penalaran dan belajar yang luas. Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tidak hanya terbatas di salah satu jenjang pendidikan saja, melainkan diajarkan mulai dan tingkat Sekolah Menengah Pertama sampai perguruan tinggi. “Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah dilaksanakan sampai saat ini baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan kepada aspek teoritis keilmuannya melainkan lebih ditekankan kepada segi praktis, menelaah, mengkaji gejala dan masalah”. (Sumaatmajda,1984: 9). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial erat kaitannya dengan ilmu sosial, yaitu “ilmu pengetahuan yang membahas hubungan manusia dengan masyarakat dan tingkah laku masyarakat” (Pretson, 1986 dalam Sadeli 1999: 9). Jadi sebenarnya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini berinduk kepada Ilmu Sosial dengan pengertian bahwa teori, konsep, dan prinsip yang diterapkan pada IPS adalah teori konsep prinsip yang ada dan berlaku pada Ilmu Sosial. “Ilmu Sosial dengan bidang keilmuannya digunakan untuk melakukan pendekatan, analisa, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial pada kajian IPS” (Sumaatmajda:1984). Secara mendasar, pengajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi kebutuhan materinya, memenuhi kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber daya yang ada di permukaan bumi, mengatur kesejahteraannya dan pemerintahannya, dan lain sebagainya yang mengatur serta mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. 2.1.2. Karakteristik Pembelajaran Pendidikan IPS di SMP Pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama bersifat integratif. Materi yang dibelajarkannya merupakan akumulasi sejumlah disiplin ilmu sosial. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pun lebih menekankan aspek “pendidikan” daripada “transfer konsep”. Karena melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial siswa diharapkan memahami sejumlah konsep dan melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Pembelajarannya sebagai suatu proses menurut Surya (1996: 35) melandaskan pada prinsipprinsip: (1) sebagai usaha memperoleh perubahan tingkah laku (2) hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan (3) merupakan suatu proses (4) terjadi karena adanya sesuatu pendorong dan tujuan yang akan dicapai (5) merupakan bentuk pengalaman. Fungsi mata pelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama adalah untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rasional tentang gejala-gejala sosial, serta kemampuan tentang perkembangan masyarakat Indonesia. Ciri utama yang menjadi jati diri pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial adalah “kerjasama disiplin ilmu pendidikan dengan ilmu sosial untuk tujuan pendidikan” (Somantri, 1996: 3). Dalam mengembangkan kerjasama tersebut perlu diperhatikan upaya memilih dan menyederhanakan bahan, mengorganisir, dan menyajikan bahan secara ilmiah dan psikologis, serta melaksanakan evaluasi hasil belajar untuk tujuan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Menurut Somantri (1996:5), pendekatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: 1) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai pendekatan kewarganegaraan, 2) Pendidikan llmu Pengetahuan Sosial sebagai pendekatan konsep dan generalisasi yang ada dalam ilmu-ilmu sosial, 3) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang pendekatannya menyerap dan mengembangkan bahan pendidikan dari kehidupan sosial kemasyarakatan. Menurut Hasan (1996:75) tentang pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial mengatakan bahwa, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai kelompok bahan ajar sangat terikat oleh nilai-nilai sosial budaya bangsa, oleh karena itu pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial tidak lepas dari tata nilai dan norma yang ada dalam satu bangsa. Bahkan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, diharapkan bisa mengabdi pada tujuan pembangunan bangsa, yakni pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas sekaligus bertanggungjawab terhadap masyarakat, bangsa, dan negara. Ilmu Pengetahuan Sosial juga sebagai mata pelajaran di sekolah merupakan perpaduan dari sejumlah disiplin ilmu-ilmu sosial yang mengajarkan nilai sikap dan keterampilan kepada siswa untuk memahami lingkungan dan masalah-masalah sosial di sekitar siswa serta sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Proses pembelajaran pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama yang mempunyai sifat integrated, pengembangan materinya lebih difokuskan pada permasalahan manusia dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan sosial budaya. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama merupakan bidang studi yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang diajarkan di Sekolah Menegah Pertama sebagaimana diungkapkan di atas, terdiri dari bahan kajian pokok pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian sosial mencakup lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan. Sedangkan bahan kajian sejarah meliputi perkembangan masyarakat Indonesia dari sejak lampau hingga sekarang. Adapun fungsi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama ialah mengembangkan pengetahuan keterampilan dasar untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengajaran sejarah berfungsi menumbuhkan rasa kebangsaan dan kebanggaan terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini. 2.2.1. Model Inkuiri Inkuiri adalah salah satu asas dalam pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) sebagai pendekatan pembelajaran utama dalam KBK dan KTSP. Inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. (Wina Sanjaya, 2006: 119). Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Menurut Sanjaya (2006: 193), tentang Pembelajaran Inkuiri: Pembelajaran Inkuiri menekankan pada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran; sedangkan guru berperan sebagai fasilitastor dan pembimbing siswa untuk belajar. Inkuiri banyak dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut aliran ini belajar pada hakikatnya adalah proses mental dan proses berpikir dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal. Belajar bukan dari sekedar proses menghafal dan menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk siswa melalui keterampilan berpikir. Teori belajar lain yang mendasari inkuiri adalah teori belajar konstruktivistik (Teori Piaget). Menurut teori ini, pengetahuan akan bermakna manakala pengetahuan tersebut dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Strategi Pembelajaran Inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dengan siswa. Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama Strategi Pembelajaran Inkuiri, yaitu: Pertama, strategi pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktifitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktifitas pembelajaran dilakukan dengan proses tanya jawab antara guru dengan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan tekhnik bertanya merupakan kunci keberhasilan pendekatan inkuiri ini. Ketiga, tujuan dari penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri adalah merngembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Keempat, strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student oriented). Dikatakan demikian karena dalam strategi ini siswa memegang peranan yang dominan dalam proses pembelajaran. 2.2.2. Langkah-langkah Pelaksanaan Model Inkuiri Menurut Sanjaya (2006: 199), secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Orientasi Merumuskan masalah Mengajukan hipotesis Mengumpulkan data Menguji hipotesis Merumuskan kesimpulan Orientasi, langkah orientasi adalah langkah yang membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Guru mengkondisikan siswa agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Pada langkah orientasi ini guru merangsang siswa dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah: 1) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. 2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. 3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. Merumuskan Masalah. Merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki karena dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk menemukan sendiri jawabannya. Proses menemukan jawaban itulah langkah yang penting dalam strategi inkuiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, di antaranya: 1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki motivasi belajar tinggi ketika dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji. Peran guru hanya memberikan topik yang akan dipelajari. 2) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru mendorong siswa agar dapat merumus-kan masalah yang menurut guru sudah ada jawabannya, tinggal siswa mencari dan menemukan jawabannya secara pasti. 3) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep yang adalah dalam rumusan masalah. Merumuskan Hipotesis. “Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji” (Sanjaya, 2006: 201). Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi anak atau individu untuk berpikir sudah dimiliki sejak lahir. Potensi berpikir dimulai dengan menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu masalah. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan anak berhipotesis adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa merumuskan jawaban sementara atau kemungkinan jawabannya. Mengumpulkan Data. Langkah ini adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pengumpulan data bukan saja memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Menguji Hipotesis. Adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Kebenaran jawaban yang didapat bukan berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertangungjawabkan. Merumuskan Kesimpulan. Adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan hasil dari proses pembelajaran. Agar perumusan kesimpulan terfokus pada satu masalah, maka topik yang diajarkan sebaiknya tidak melebar ke hal-hal yang enggak perlu dan hanya terfokus pada hal yang hendak dipecahkan. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru menunjukan pada siswa data mana yang relevan atau sesuai. Pendekatan pembelajaran inkuiri ini cocok diterapkan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) atau natural science yang kebanyakan membutuhkan kemampuan siswa untuk mencari jawaban dari permasalahan yang ditemukan sehari-hari di alam sekitar kita. Walaupun demikian tidak berarti mata pelajaran lain tidak bisa (cocok) dengan strategi ini, seperti para ahli pendidikan ilmu sosial mengadopsi strategi inkuiri yang kemudian disebut inkuiri sosial. Sehingga dapat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosialpun cocok dan tepat apabila menggunakan pendidikan inkuiri ini, karena masalah sosial adalah masalah keseharian yang dialami siswa di rumah, sekolah, atau di lingkungan masyarakat tempat hidupnya. 1) Berpikir Kritis Proses pembelajaran dalam pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada intiya menciptakan warga negara yang baik (good citizen) dan kecerdasan sosial bagi peserta didik. Tujuan tersebut tidak dapat dilepaspisahkan dengan persoalan metodologis dalam pengakaran. Persoalan metodologis dimaksud meliputi metode dan proses edukatif instruktif yang memang dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan. Kondisi realitas pembelajaran IPS berdasarkan aspek metodologis tampak sekali beberapa kelemahan pada proses maupun hasil belajar. “kelemahan proses belajar IPS terlihat kecendrungan pendekatan ekspositoris. Pada prinsipnya pendekatan ini lebih memungkikan aktivitas guru lebih menonjol daripada kegiatan siswa, belajar terbatas pada hapalan, ”(Al Muchtar 2004:89). Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Paulo Freire (1999:28), yang disitilahkannya dengan pendidikan bergaya bank, bahwa” sikap kritis manusia sama sekali tidak dapat dihasilkan oleh pendidikan yang bergaya bank (banking education). Intinya dalam pendidikan gaya bank, yang dibutuhkan pembaca (peserta didik) bukanlah pemahaman akan isi tetapi hapalan (memorization)” Kondisi itu tidak boleh dibiarkan terus berlarut begitu saja, “menghadapi kehidupan masa mendatang Indonesia harus mampu dan dapat mempersiapkan generasi penerusnya untuk dapat menjalankan kehidupan bangsa melalui tantangan-tantangan tersebut dengan tetap berpegang pada azas dan dasar Pancasila”, (Hasan 1997:137). Pengembangan intelektual dalam penalaran melalui penekanan terhadap aspek berpikir kritis dalam pendidikan IPS merupakan keharusan mutlak. Sebagaimana ditegaskan oleh Taufik Abdullah, (1999:34) “dengan penekanan terhadap aspek berpikir kritis dan melatih keterampilan tertentu siswa dapat memperoleh manfaat nyata dari pelajran IPS”. Wacana intelektual yang kritis dalam belajar IPS hanya dapat dilakukan dengan penggunaan model mengajar yang tepat. Schaferman (dalam Dokolamo, 2006:41) mengemukakan bahwa “berpikir kritis dapat diekspresikan sebagai aplikasi metode ilmiah, identifikasi pertanyaan, perumusan hipotesis, data yang relevan dikumpulkan, hipotesis diuji dan dievaluasi ditarik kesimpulan”.